cepat timbul bila ada kekurangan kalium
(hipokaliemia), sebab otot jantung menjadi
lebih peka bagi digoksin. Mekanismenya
berdasar kompetisi antara digoksin dan
ion-ion kalium untuk reseptor pada bagian
luar dari membran sel otot. Akibatnya daya
kerja digoksin dapat meningkat sampai taraf
yang berbahaya pada hipokaliemia akibat
misalnya diuretika yang memicu kehilangan ion kalium. Oleh sebab itu penggunaannya harus berhati-hati pada pasien
yang sedang menjalani pengobatan dengan
diuretika dan kortikosteroida.
Efek samping ini dapat diatasi dengan
pertama-tama penghentian pemberian
obat, memberikan suplemen kalium, obatobat anti-aritmi (fenitoin atau lidokain) atau
fragmen antibodi yang spesifik terhadap
digoksin pada kasus-kasus yang sangat
serius.
Wanita hamil dan yang menyusui boleh
memakai digoksin dalam dosis normal.
Interaksi. Kinidin memperlambat eliminasi
digoksin sampai ±45%, maka dosisnya (loading dan pemeliharaan) perlu dikurangi
separuh bila kedua obat dikombinasi.
Dosis: digitalisasi oral 0,25-0,75 mg sehari
a.c. selama 1 minggu, pemeliharaan 1 dd
0,125-0,5 mg a.c.
* Metildigoksin (Lanitop) yaitu derivat metil semi-sintetik dengan resorpsi lebih baik,
melampaui 90%. Di hati zat ini dirombak
menjadi digoksin. Mulai kerjanya lebih cepat,
sesudah 20 menit dan bertahan sampai 6 hari
(t½ 42 jam). Oleh sebab itu bahaya kumulasi
lebih besar.Dosis: pemeliharaan oral 2-3 dd
0,1 mg.
1B. DOPAMINERGIKA
Dopamin yaitu neurotransmitter sentral,
yang sebagai precursor adrenalin memiliki
khasiat farmakologi penting, lihat juga Bab
31, Adrenergika. Di jaringan perifer ada
dua jenis reseptor dopamin, yakni reseptor
DA1
dan DA2
. Stimulasi reseptor ini oleh
dopaminergika mengakibatkan efek yang sama
dengan khasiat dopamin.
* Reseptor DA1
terutama berada di otot
polos jantung, otak dan ginjal. Aktivasi memicu vasodilatasi, memperkuat kontraktilitas jantung, menderaskan penyalur-an darah, ekskresi Na dan diuresis. Dopaminergika DA1 yang menstimulasi reseptor
DA1
yaitu dopamin, dobutamin dan ibopamin, yang khusus dipakai pada dekompensasi dan pada syok jantung.
* Reseptor DA2
ada di saraf dan ganglia
simpatik, juga dalam jantung dan kulit.
Aktivasi mengakibatkan penghambatan pelepasan adrenalin. Begitu pula di kulit anak
ginjal, yang pada stimulasi mengurangi pelepasan aldosteron. Stimulasi reseptor DA2
di masing-masing adenohipofisis dan chemotrigger zone (CTZ) menghambat pelepasan
prolaktin dan menginduksi muntah.
Dopaminergika DA2
menstimulasi reseptor
DA2
dan meliputi bromokriptin (Parlodel) serta
kabergolin (Dostinex), yang terutama dipakai untuk menekan laktasi postpartum atau
sesudah abortus. Bromokriptin dibahas dalam
Bab 28, Obat-obat Parkinson.
1Ba. Dopamin: Dopac, Dopamin Giulini
Neurotransmitter ini (1983) merupakan
precursor langsung dari adrenalin dan noradrenalin yang diinaktifkan oleh MAO,
sehingga secara oral tidak aktif. Pada dosis
rendah bekerja langsung terhadap reseptor DA1
dengan efek vasodilatasi dan penderasan
sirkulasi darah ginjal. Dosis sedang menstimulasi reseptor b1
-adrenerg dengan efek
inotrop positif dan peningkatan volume
menit jantung. Pada dosis tinggi, bekerja
secara tak-langsung terhadap reseptor a1
-
adrenerg dengan efek vasokonstriksi dan
meningkatnya TD. Dengan demikian dopamin, berbeda dengan katecholamin lain,
pada dosis rendah dan sedang tidak meningkatkan frekuensi jantung atau TD.
Dopamin terutama dipakai pada keadaan syok, a.l. sesudah infark jantung dan
bedah jantung terbuka, juga pada dekompensasi yang bertahan.
Efek sampingnya berupa gangguan ritme,
nyeri kepala , mual, muntah dan perasaan sesak. Dosis tinggi memicu vasokonstriksi dan hipertensi. Mengenai penggunaan dopamin selama masa hamil dan
laktasi belum ada cukup data, begitu
pula dari dopaminergika lainnya.
Dosis: infus i.v. pada syok 1-5 mcg/kg/
menit, pada dekompensasi semula 0,5-1
mcg/kg/menit. Kemudian secara bertahap
dinaikkan sampai dosis pemeliharaan 20
mcg/kg/menit.
*Quinagolide (Norprolac) yaitu juga suatu non-ergot dopamin agonis dengan t1/2
(22 jam) yaitu di antara waktu paruh dari
bromokriptin dan kabergolin. Juga dipakai seperti bromokriptin pada hiperprolaktinemia dengan menghambat sekresi prolaktin.
* Ibopamin: Inopamil
Prodrug ini (1991) dalam darah dihidrolisis
menjadi zat aktif epinin (= N-metildopamin).
Khusus bekerja terhadap reseptor DA dengan vasodilatasi perifer, sedangkan kerja
b-adrenergnya (peningkatan kontraktilitas
jantung) lemah. Pada dosis tinggi juga berkhasiat alfa-adrenerg. Plasma- t½-nya 45
menit. Ekskresinya berlangsung melalui urin,
terutama sebagai metabolit.
dipakai khusus pada dekompensasi
ringan dan dikombinasi dengan diuretikum.
Pada dekompensasi berat, obat ini tidak
dianjurkan sebab ada indikasi nyata
mengenai meningkatnya mortalitas.
Efek sampingnya a.l. debar jantung, tachycardia, gangguan ritme dan lambung-usus,
nyeri kepala dan pusing, hipotensi dan hipertensi.
Interaksi. Antagonis dopamin (metoklopramida, domperidon) dapat memperlemah efek
ibopamin. Adrenolitika dapat memperkuat
vasokonstriksi alfa-adrenerg. Kombinasinya
dengan nifedipin dapat mengakibatkan hipotensi hebat, sedangkan penghambat MAO
dapat mengurangi perombakan ibopamin
menjadi epinin. Dosis: oral 3 dd 100 mg a.c.
atau 2 dd 200 mg a.c. bersama tiazida.
1Bb. Dobutamin : (Inotrop, Dobutrex, Dobutamin Giulini) yaitu derivat sintetik (1977)
yang primer memperkuat daya kontraksi
jantung akibat stimulasi b1
-adrenoreseptor di
jantung. Juga berkhasiat vasodilatasi sebab
stimulasi b2
-reseptor. Dengan peningkatan
volume pukulan, volume menit juga diperbaiki. Di samping itu, berkhasiat DA1
,
b2
- dan a1
-adrenerg lemah. Berlainan dengan
dopamin, zat ini tidak menginduksi pelepasan
adrenalin endogen. pemakaian nya sama
dengan dopamin.
Efek samping yang terpenting berupa tachycardia dan gangguan ritme.
Dosis: pada gagal jantung parah akut infus
i.v. 2,5-10 mcg/kg/menit, sampai maks. 40
mcg.
1C. PENGHAMBAT FOSFODIëSTERASE
Obat-obat ini juga berkhasiat inotrop positif
dan vasodilatasi. Mekanisme kerjanya belum
diketahui seluruhnya, antara lain menghambat phosphodiësterase type-3 (PDE-3) di myocard dan pembuluh, sehingga kadar cAMP
(cyclic Adenyl-Mono-Phosphate) intraseluler dinaikkan. Hal ini mengakibatkan peningkatan
resorpsi kalsium dalam sel-sel myocard dengan efek perbaikan kontraktilitas jantung.
Di jaringan otot polos, kadar cAMP yang
meningkat dapat menurunkan penyerapan kalsium dengan efek vasodilatasi. Bandingkan mekanisme kerja penghambat fosfodiësterase sildenafil (Viagra), lihat Bab 43,
Hormon-hormon Pria, boks Gangguan ereksi. Zat ini juga berkhasiat menghambat agregasi.
pemakaian nya terbatas hanya pada
klinik untuk terapi singkat dari bentuk hebat
dekompensasi (akut) bila obat-obat lain kurang efektif. Yang sekarang dipakai adalah antara lain amrinon dan milrinon. Dipiridamol tidak dipakai pada dekompensasi, namun pada angina pectoris, lihat di
bawah.
Dalam 25 tahun terakhir beberapa obat
tersedia untuk penanganan hipertensi pulmonal, a.l. penghambat fosfodiësterase (Viagra)
dan analog prostasiklin.
1Ca. Amrinon: Inocor
Derivat bipiridin ini (1983) terutama untuk penanganan singkat (maks. 48 jam)
dekompensasi kronis yang sukar dikendalikan dengan obat-obat lain. Parenteral
efek maksimal timbul sesudah 10 menit dan
tergantung dosisnya bertahan antara 0,5-2
jam. Plasma-t½-nya lebih kurang 3,6 jam.
Efek samping berupa gangguan lambungusus, demam, hipotensi dan aritmia.
Dosis: infus i.v. 5-10 mcg/kg/menit.
* Milrinon (Coritrope, Corotrope, 1983) yaitu
derivat karbonitril (-CN) dengan khasiat dan
pemakaian sama. Dosisnya infus i.v. 0,375-
0,75 mcg/kg/menit.
1Cb. Enoksimon: Perfan
Merupakan suatu penghambat fosfodiësterase dengan daya kerja positif inotrop dan
vasodilatasi. Bekerja maksimal sesudah 10-30
menit selama 3-6 jam. Berkat perbaikan dari
volume menit jantung diurese meningkat
sehingga dosis dari diuretik dapat dikurangi.
Di metabolisasi menjadi senyawa sulfoksida
yang kurang aktif dan diekskresi melalui
ginjal. T1/2-nya 4 jam pada orang sehat dan 8
jam dengan infus kontinu pada gagal jantung.
pemakaian pada gagal jantung kronis
atau sesudah bedah jantung terbuka.
Efek samping berupa ekstrasistole, aritmi
supraventrikuler, hipotensi, sakit kepala dan
tidak dapat tidur. Di samping ini gangguan
saluran cerna seperti mual, muntah dan diare.
Dosis: permulaan i.v. 0,5-1 mg/kg berat
badan, kemudian tiap 30 menit 0,5 mg/kg
sampai dosis kumulatif total 3 mg/kg.
2. OBAT ANGINA PECTORIS
Keadaan ischemia jantung pada angina
pectoris dapat diobati dengan vasodilator
koroner yang merupakan obat pilihan pertama dan obat yang mengurangi kebutuhan
jantung akan oksigen (β-blocker dan antagoniskalsium).
A. Vasodilator koroner memperlebar arteri
jantung, memperlancar pemasukan darah serta oksigen dan dengan demikian
meringankan beban jantung. Pada serangan akut obat pilihan utama yaitu
nitrogliserin (sublingual) dengan kerja pesat namun singkat. Sebagai terapi interval
untuk mengurangi frekuensi serangan
tersedia nitrat long-acting (isosorbide nitrat), antagonis Ca(diltiazem, verapamil) dan
dipiridamol.
B. β-blocker (penghemat pemakaian oksigen) memperlambat pukulan jantung
(bradycardia, efek kronotrop negatif), sehingga mengurangi kebutuhan myocard akan
oksigen. Juga dipakai pada terapi interval.
2A. VASODILATOR KORONER
2Aa. Nitrogliserin: gliseriltrinitrat, trinitrin,
Nitrostat, Nitroderm TTS (plester)
Trinitrat dari gliserol ini (1952) - sebagaimana juga nitrat lainnya - berkhasiat relaksasi otot pembuluh, bronchia, saluran empedu,
lambung-usus dan kemih. Berkhasiat vasodilatasi berdasar terbentuknya nitrogenoksida (NO) dari nitrat di sel-sel dinding
pembuluh. NO berfungsi merelaksasi sel-sel
ototnya, sehingga pembuluh, terutama vena
mendilatasi dengan langsung. Akibatnya,
TD turun dengan pesat dan aliran darah
vena yang kembali ke jantung (‘preload’)
berkurang. pemakaian oksigen oleh jantung
menurun dan bebannya dikurangi. Arteri
koroner juga diperlebar, namun tanpa efek
langsung terhadap myocard.
pemakaian nya per oral untuk mengatasi
serangan angina akut secara efektif, begitu
pula sebagai profilaksis jangka pendek, misalnya sebelum melakukan aktivitas bertenaga (exertion) atau menghadapi situasi yang
dapat menginduksi serangan. Intravena
dipakai pada dekompensasi tertentu setelah infark jantung, bila digoksin dan diuretika kurang memberikan hasil.
Resorpsi dari usus baik, namun mengalami
FPE amat tinggi sehingga hanya sedikit
obat mencapai sirkulasi besar. PP-nya
±60%, plasma-t½-nya 1-4 menit. Di dalam
hati dan eritrosit, zat ini cepat dirombak
menjadi metabolit kurang aktif dengan hasil
akhir gliserol dan CO2
. Sebaliknya, absorpsi
sublingual dan oromukosal cepat sekali
sebab menghindari first pass metabolisme
(FPE). Efeknya sesudah 2 menit dan bertahan selama 30 menit. Absorpsi dari kulit
(transkutan) juga baik, oleh sebab itu juga
dipakai dalam bentuk salep dan plester
dengan pelepasan teratur.
Efek samping berupa nyeri kepala akibat
dilatasi arterial yang sering kali membatasi
dosisnya. Yang lebih serius yaitu hipotensi
ortostatik dan pingsan. Juga sering kali
timbul refleks tachycardia yang dapat dihindari
bila dikombinasi dengan β-blocker. Efek
samping lainnya terdiri dari pusing-pusing,
mual, “flushing”, disusul dengan muka
pucat. Bila efek terakhir timbul, pasien harus
mengeluarkan sisa tablet dari mulut dan
segera berbaring. Plester transdermal bekerja
lama (sampai ±24 jam) dan dapat memicu iritasi kulit (merah) dengan rasa
terbakar dan gatal-gatal.
Toleransi untuk efek anti-anginanya dapat terjadi cepat pada pemakaian oral,
transkutan dan i.v. secara kontinu, serta pada dosis lebih tinggi. Untuk menghindari
hendaknya diadakan masa bebas-nitrat kurang lebih 10 jam/hari. Terapi sebaiknya
jangan dihentikan secara mendadak, namun
berangsur-angsur untuk mencegah reaksi
penarikan.
Kehamilan. pemakaian trinitrin selama masa hamil dan laktasi masih kurang diketahui
efeknya, seperti juga nitrat lainnya.
Penyimpanan tablet/kapsul nitrogliserin
harus dalam wadah gelas yang tertutup baik,
sebab sangat mudah menguap, sedangkan
plastik (polistiren) dapat ditembus uap. Lagi
pula, dianjurkan agar pasien memperbaharui
persediaan obatnya setiap 2-3 bulan sebab
khasiatnya berkurang akibat penguapan
setiap kali wadah dibuka. Aktivitasnya dapat
dites dengan menaruh tablet di lidah: harus
memicu perasaan ‘pedas.’
Dosis: pada serangan akut di bawah lidah
(sublingual) 0,4-1 mg sebagai tablet, spray
atau kapsul (harus digigit), jika perlu dapat
diulang sesudah 3-5 menit. Bila efek sudah
dicapai, obat harus dikeluarkan dari mulut.
Profilaksis: tablet retard (Nitro Mack) 2,5-
5 mg diletakkan antara gusi dan bibir atas
(oromukosal). Salep 2% (Nitro-bid): 3 dd 7,5-
30 mg pada dada, perut atau lengan. Plester
‘controlled release’(Deponit 5/10, Nitroderm
TTS): 1 dd 5-10 mg. Untuk menghindari toleransi, sebaiknya plester hanya dipakai
pada siang hari dan malam hari sewaktu
tidur dilepas.
2Ab. Isosorbida dinitrat: Isordil, Sorbidin,
Cedocard, Isoket
Derivat nitrat siklis ini (1946) sama kerjanya dengan nitrogliserin, namun bersifat
long-acting. Di dinding pembuluh zat ini
diubah menjadi nitrogenoksida (NO), yang
mengaktivasi enzim guanilsiklase dan menyebabkan peningkatan kadar cGMP (cycloguanilmonophosphate) di sel otot polos dan
memicu vasodilatasi. Sublingual mulai
bekerja dalam 3 menit dan bertahan sampai
2 jam, melalui spray masing-masing 1 menit
dan 1 jam, sedangkan oral masing-masing 20
menit dan 4 jam (tablet retard 8-10 jam).
Resorpsi juga baik, namun sebab FPE besar,
BA-nya hanya ±29%. PP-nya ±30%, t½-nya
30-60 menit. Di dalam hati zat ini cepat dirombak menjadi 2 metabolit aktif: isosorbida-5-
mononitrat dan isosorbida-2-mononitrat dalam
perbandingan ±4:1 dan t½ masing-masing
±4,5 dan 2 jam.
Dosis: pada serangan akut atau sebagai
profilaktik, sublingual tablet 5 mg, bila perlu
diulang sesudah beberapa menit. Interval:
oral 3 dd 20 mg d.c. atau tablet/kapsul retard
maks. 1-2 dd 80 mg. Spray 1,25-3,75 mg (1-3
semprotan).
* Isosorbida-5-mononitrat (Ismo, Imdur, Mono-Cedocard) yaitu derivat (1981) dengan
khasiat dan pemakaian sama. Obat ini terutama dipakai per oral sebagai profilaktik
mengurangi frekuensi serangan, juga secara
oromukosal (tablet retard). Adakalanya juga
per oral pada dekompensasi yang dengan
obat-obat lazim kurang berhasil.
Resorpsi dari usus sangat baik tanpa FPE,
BA-nya praktis 100%. Mulai kerja sesudah
lebih kurang 15 menit dan bertahan ±8
jam. Plasma-t½-nya 4-5 jam. Di hati zat ini
separuh dirombak menjadi isosorbida, yang
diekskresi lewat urin. Sisanya dikeluarkan
sebagai glukuronida melalui tinja.
Toleransi dapat terjadi pada pemakaian
lama, dengan efek menurun. Dapat dihindari
dengan memakai dosis rendah (maks.
2 dd 20 mg) tablet biasa, jadi bukan tablet
retard. Dosis: oral semula 3 dd 10 mg p.c.,
sesudah beberapa hari 2-3 dd 20 mg. Tablet
retard: pagi hari 50–120 mg.
2Ac. Dipiridamol:Persantin, Cardial
Sebagai penghambat fosfodiësterase, derivat dipiperidino ini (1959) berkhasiat inotrop
positif lemah tanpa menaikkan penggunaan oksigen dan vasodilatasi, juga terhadap
arteri jantung. pemakaian nya pada angina
sekarang dianggap obsolet, sebab kurang
efektif. Begitu pula sebagai obat pencegah
infark kedua (bersama asetosal), berdasar
kerja antitrombotiknya. Khusus dipakai
sebagai obat tambahan antikoagulansia pada
bedah penggantian katup jantung untuk
mencegah penyumbatan sebab gumpalan
darah (tromboemboli).
Resorpsi dari usus bervariasi dengan BA
30-65%. PP-nya di atas 90%, t½-nya 11 jam; di
dalam hati zat ini dirombak dan metabolitnya
diekskresi lewat tinja sesudah peredaran
enterohepatik.
Efek samping: gangguan lambung-usus,
nyeri kepala, pusing dan palpitasi (sementara).
Dosis: pada angina oral 3 dd 50 mg 1 jam
a.c., pada bedah katup jantung: 4 dd 75-100
mg a.c
2B. BETA-BLOCKER
Zat-zat ini yang juga disebut antagonis
β-adrenoreceptor dipakai sebagai profilaktik terhadap angina, dengan pilihan utama
zat-zat kardioselektif atenolol dan metoprolol. Semua β-blocker harus dihindari oleh
penderita asma, sebab dapat memprovokasi
bronchospasm (kejang cabang tenggorok).
Obat-obat ini memperlambat pukulan
jantung (bradycardia, efek kronotrop negatif),
sehingga mengurangi kebutuhan oksigen
myocard. Juga dipakai pada terapi interval. Di samping ini β-blocker juga dapat
meningkatkan peredaran (perfusion) darah
dari bagian yang kekurangan darah sebab
penurunan frekuensi pukulan jantung
(heart rate), memperpanjang waktu diastole
dan demikian waktu yang dibutuhkan
bagi penyaluran darah koroner. Lagi pula
mengikat diri secara reversibel pada reseptor
β-adrenerg dan dengan demikian memblok
reaksi atas impuls saraf simpatik atau
katecholamin (nor/adrenalin, serotonin, dan
sebagainya) dari sirkulasi.
* Blokade reseptor β1
menurunkan frekuensi
jantung (efek kronotrop negatif), daya kontraksi (efek inotrop negatif) dan volume
menit jantung. Kecepatan penyaluran AV
diperlambat dan TD diturunkan.
* Blokade reseptor β2
dapat antara lain
memicu bronchokonstriksi dan meniadakan efek vasodilatasi dari katecholamin terhadap pembuluh perifer.
pemakaian nya selain pada hipertensi (lihat
Bab 35, Antihipertensiva) juga pada:
a. angina stabil kronis, berdasar efek
kronotrop negatifnya yang memicu
dikuranginya kebutuhan oksigen jantung
pada saat mengeluarkan tenaga, hawa dingin
dan emosi. Secara sekunder juga penyaluran
darah melalui pembuluh koroner berkurang.
Seperti dapat dilihat di tabel 35-2 (Bab 35)
praktis semua β-blocker dapat dipakai
pada angina, kecuali zat-zat dengan efek
blokade-a1 labetalol dan karvediol, juga
esmolol. Zat-zat dengan ISA, a.l. pindolol
dan alprenolol, kurang layak dipakai
pada angina berat berhubung penurunan
frekuensi jantung dan efeknya dikurangi oleh
aktivitas simpatik intrinsiknya. Untuk obatobat tersendiri, lihat Bab 35, Antihipertensiva.
Dapat dikombinasi dengan obat-obat angina
lainnya.
Pada angina variant, kerjanya tidak konstan, yaitu dapat positif dan negatif, oleh
sebab itu pada umumnya lebih disukai
antagonis kalsium.
b. gangguan ritme, antara lain fibrilasi dan
flutter serambi, tachycardia supraventrikuler.
Terutama sebagai obat tambahan, bila glikosida jantung tunggal kurang menghasilkan efek. β-blocker dianggap antiaritmika
kelas II, kecuali sotalol yang termasuk kelas
III.
2Ba. Sotalol: Sotacor
Derivat sulfonanilida ini (1974) yaitu
β-blocker satu-satunya yang berkhasiat anti
aritmia kelas III. sebab efek sampingnya
lebih ringan daripada amiodaron, maka
zat ini lebih disukai untuk terapi aritmia
serambi dan bilik. Di samping itu, sotalol
juga dipakai pada hipertensi dan angina
pectoris. Tidak bersifat lokal anestetik, juga
tidak memiliki ISA atau sifat kardioselektif.
Lihat juga Bab 35, Antihipertensiva.
Resorpsi praktis lengkap, PP ringan sekali
sebab bersifat hidrofil, plasma-t½-nya ratarata 14 jam. Hampir tidak dirombak dalam
hati; ekskresi berlangsung secara utuh terutama lewat urin.
Dosis: aritmia, oral 2 dd 80 mg a.c., berangsur-angsur dinaikkan sampai maks. 2 dd
160 mg. Hipertensi dan angina 1 dd 160 mg.
2C. ANTAGONIS CA
Banyak dipakai untuk terapi angina dan
memiliki lebih sedikit efek samping serius
dibandingkan dengan β-blocker. Obat-obat
ini memblokir calcium-channels di otot polos
arterial dan memicu relaksasi dan
vasodilatasi perifer. Tekanan darah arteri dan
frekuensi jantung menurun (efek kronotrop
negatif), demikian juga pemakaian oksigen
menurun pada saat mengeluarkan tenaga. Selain itu pemasukan darah diperbesar
sebab vasodilatasi, sehingga efek inotrop
negatifnya hanya ringan atau hilang sama
sekali. Lihat selanjutnya Bab 35, Antihipertensiva.
Senyawa dihidropiridin terutama dipakai
pada hipertensi. Pada angina variant ternyata zat ini juga efektif, khususnya nifedipin, nikardipin, amlodipin dan felodipin. Pada angina instabil obat-obat ini hanya dipakai sebagai tambahan pada β-blocker
yang meniadakan reflekstachycardia yang
mungkin terjadi. Pada angina stabil kronis
pilihan pertama yaitu β-blocker, hanya
bila efeknya kurang barulah ditambahkan
suatu antagonis-Ca. Mengenai efektivitas
dan keamanan kelompok piridin ini pernah
timbul keraguan, lihat selanjutnya Bab 35,
Antihipertensiva. Di luar kelompok ini juga
dipakai verapamil dan diltiazem.
2Ca Nifedipin: Adalat/Retard/Oros,*Nif-ten
Dihidropiridin pertama ini (1975) terutama
berkhasiat vasodilatasi kuat dengan hanya
kerja ringan terhadap jantung. Efek inotrop
negatifnya ditiadakan oleh vasodilatasi, bahkan frekuensi jantung serta cardiac output
justru dinaikkan sedikit akibat antara lain
turunnya afterload, yaitu volume darah yang
dipompa keluar jantung ke aorta.
Dosis: angina dan hipertensi, pagi hari 30
mg tablet retard, berangsur-angsur dinaikkan
sampai 1 dd 120 mg. *Nif-ten : nifedipin SR 20
+ atenolol 50 mg
2Cb. Verapamil: Isoptin/SR
Rumus kimia senyawa amin ini (1963)
mirip papaverin. Khasiat vasodilatasinya
tidak sekuat nifedipin dan derivatnya, namun
efek inotrop negatifnya lebih besar. Senyawa
ini jangan dipakai bersamaan dengan
β-blocker atau kinidin, sebab memicu
kumulasi efek inotrop negatif.
Bekerja kronotrop negatif ringan dan memperlambat penyaluran impuls AV. dipakai pada angina variant/stabil, hipertensi
dan aritmia tertentu (a.l. tachycardia supraventrikuler, fibrilasi serambi).
Dosis: angina variant/stabil, aritmia dan
hipertensi: oral semula 3-4 dd 80 mg, pemeliharaan 4 dd 80-120 mg; tablet SR (slow
release) 1-2 dd 240 mg.
2Cc. Diltiazem: Tildiem, Herbesser
Derivat benzotiazin ini (1973) berkhasiat
vasodilatasi lebih kuat daripada verapamil,
namun efek inotrop negatifnya lebih ringan.
pemakaian nya sama dengan verapamil
pada angina variant/stabil, hipertensi dan
aritmia tertentu. Daya kerjanya terletak antara nifedipin dan verapamil serta sering- kali
dipakai pada terapi angina, sebab tidak
memicu tachycardia.
Dosis: angina dan hipertensi semula oral
3-4 dd 60 mg, maks. 3 dd 120 mg. Aritmia: i.v.
1 dd 0,25-0,3 mg /kg dalam 2 menit.
2Cd. Ivabradine: Coralan,Procoralan
Menurunkan frekuensi jantung sesudah ±1
jam dan berkhasiat anti angina dalam waktu
± 3-4 minggu. Metabolisasi a.l. di hati menjadi
metabolit aktif yang diekskresi melalui urin
dan feces. T1/2 ±11 jam untuk ivabradin dan
metabolit aktifnya.
dipakai untuk penanganan simtomatik
dari angina stabil kronis bila pasien tidak
tahan atau ada kontra indikasi terhadap
β-blocker.
Efek samping yang paling sering, terutama
pada bulan-bulan pertama terapi, yaitu
gangguan penglihatan (cahaya), sering kali
bradikardi, ekstra sistole, hipotensi, sakit
kepala, pusing, mual, obstipasi dan diare.
Dosis: untuk angina pectoris stabil permulaan 2 dd 5 mg d.c. dan sesudah 3-4 minggu
dapat dinaikkan menjadi 2 dd 7,5 mg d.c.
Untuk gagal jantung: dosis awal 2 dd 5
mg dan sesudah 2 minggu dapat ditingkatkan
menjadi 2 dd 7,5 mg.
2Ce. Ranolazin: Ranexa, Menarini
Senyawa ini memiliki batas keamanan
terapeutik sempit dan banyak interaksi farmakologik dengan obat-obat yang sering kali
diberikan pada kelompok pasien demikian.
Berkhasiat anti-angina lemah.
Metabolismenya cepat dan diekskresi
75% via urin dan 25% melalui feces sebagai
metabolit. T1/2 ±7 jam.dipakai untuk penanganan simtomatik
pasien angina pectoris stabil yang kurang
mendapatkan manfaat atau tidak tahan terhadap obat-obat anti angina pilihan pertama
seperti β-blocker dan antagonis Ca.
Efek sampng sering kali pusing, sakit kepala,
sembelit, mual, hipotensi dan dehidrasi.
Dosis: permulaan 2 dd 375 mg dan sesudah
2-4 minggu ditingkatkan menjadi 2 dd 500
mg.
3. ANTIARITMIKA
3a. Kinidin: Sulfas chinidin, Cardioquin, Kinidin durette
Stereoisomer (dekstro) dari kinin ini berkhasiat antimalaria lemah dan antiaritmia
(kelas Ia) berdasar penurunan kepekaan
sel-sel jantung terhadap rangsangan (efek
stabilisasi membran). Frekuensi pukulan
dikurangi (kronotrop negatif) dan masa refrakter (kebal bagi rangsangan) diperpanjang, sedangkan penyaluran impuls diperlambat. Daya kontraksi (inotrop negatif)
juga dikurangi namun agak ringan. Memiliki
khasiat antikolinergik. Kinidin terutama
dipakai untuk profilaktik fibrilasi,fluttering
serambi dan terapi tachyaritmia supraventrikuler.
Resorpsi dari usus hampir lengkap, PP
rata-rata 85%, plasma-t½ 6-8 jam. Ekskresi
metabolitnya terutama melalui urin (15%
utuh) dan 5% lewat tinja.
Efek samping yang tersering berupa gangguan lambung-usus. Dapat terjadi pula reaksi alergi kulit (exanthema) dan gangguan
darah (anemia hemolitik, trombositopenia).
Lagi pula cinchonisme (keracunan akibat
pemakaian lama sediaan kina) dengan a.l.
nyeri kepala, telinga berdengung, pusing,
demam dan gangguan penglihatan. Wanita
hamil dan menyusui tidak boleh diberikan
kinidin dan produk kina lainnya, sebab
bersifat teratogen.
Interaksi: Kinidin dapat meningkatkan
kadar digoksin dalam darah, juga khasiat
derivat kumarin dapat diperkuat. Enzim
induktor seperti fenitoin, fenobarbital dan
rifampisin, dapat mempercepat perombakan
kinidin.
Dosis:profilaktik aritmia serambi oral 3-4 dd
200-400 mg, tablet retard 2 dd 750 mg. Aritmia
bilik semula 200 mg, lalu setiap 3 jam 200 mg
sampai efek tercapai, tablet retard 2 dd 500-
1250 mg.
3b. Disopiramida: Norpace, Rythmodan
Derivat butiramida ini (1969) khasiatnya
mirip dengan kinidin. Efek stabilisasi membran ±3 kali lebih kuat, namun efek inotrop
negatifnya lebih lemah, dapat memicu
hipotensi dan memperburuk gagal jantung.
Obat ini juga memperpanjang masa refrakter
dan penyaluran impuls. pemakaian nya
juga untuk profilaktik aritmia serambi dan
tachycardia supraventrikuler.
Resorpsi dari usus rata-rata 90% dengan
BA 40-80%. PP-nya 50-90%, t½-nya 4-9 jam.
Dalam hati sebagian zat dirombak menjadi
metabolit kurang aktif, namun dengan sifat
antikolinergik lebih kuat. Ekskresi dalam
keadaan utuh melalui kemih 60%, sedangkan
sisanya lewat feses.
Efek samping yang paling sering yaitu efek
antikolinerg (mulut kering, obstipasi, gangguan penglihatan, tachycardia, adakalanya
impotensi dan retensi urin). Kadang-kadang
gangguan lambung-usus, mual, muntah,
nyeri dan lemah otot, rasa lelah, pusing dan
exanthema.
Dosis: oral 4 dd 100-150 mg, maks. 1,2 g
sehari. Tablet retard 2 dd 125-375 mg. I.v.
sebagai fosfat 2mg/kg dalam 10 menit, disusul oleh infus 0,4 mg/kg/jam, maks. 800
mg sehari dengan pemantauan ECG.
3c. Prokainamida: Pronestyl
Derivat prokain ini (1950), sebagai antiaritmikum kelas Ia, memiliki pola kerja
mirip kinidin. Efek antikolinergik lebih lemah daripada kinidin dan disopiramida.
dipakai terutama untuk profilaktik dan
terapi aritmia ventrikuler.
Resorpsi dari usus rata-rata 80%, PP-nya
rendah 15-20% dan t½ rata-rata 3,5 jam. Dalam hati sebagian (16-33%) dirombak menjadi N-asetilprokainamida (= asekainida) aktif
dengan t½ ±7 jam. Ekskresi terutama melalui
urin, yaitu ±40% sebagai asekainida dan ±55%
dalam keadaan utuh.
Efek samping berupa gangguan penyaluran
impuls dengan AV-block dan tachycardia bilik, kadang-kadang gangguan lambungusus, reaksi kulit, pusing, demam dan depresi. Jarang sekali lupus dan kelainan darah.
Dosis: oral 250-1.000 mg setiap 3 jam (klorida), i.v. 0,5-1 g setiap 4-8 jam.
3d. Lidokain: lignokain, Lidonest, Xylocard
Anestetikum lokal ini (lihat Bab 26 Anestetika lokal) berkhasiat antiaritmia kelas Ib,
berdasar stabilisasi membran (1947). Berbeda dengan kinidin, masa refrakter dan
penyaluran impulsnya dipersingkat tanpa
mengurangi daya kontraksi jantung.
Terutama dipakai i.v. pada aritmia
ventrikuler akut, khususnya sesudah infark
jantung. Injeksi i.v. segera (dalam jam pertama) sesudah infark mengurangi kematian
sampai 20-30%.
sesudah injeksi, efek mulai tampak sesudah
beberapa menit dan bertahan ±1,5 jam. PPnya ±65%, t½-nya 1,5-2 jam. Dalam hati, 90%
dirombak menjadi 2 metabolit aktif, yang
diekskresi lewat urin.
Efek samping yang terpenting yaitu perasaan terlena, juga pada dosis biasa.
Dosis: i.m. 300 mg (klorida) atau i.v. 50-
100 mg dalam 1-2 menit, bila perlu diulang
sesudah 5-10 menit. Langsung dilanjutkan dengan infus 200-300 mg/jam.
* Tokainida (Tonocard) yaitu derivat propanamida (1981) dengan khasiat mirip lidokain, namun aktif secara oral. Khusus dipakai pada aritmia ventrikuler yang tidak
dapat diatasi dengan antiaritmika lain. Efek
sampingnya yang terpenting yaitu mual,
muntah, efek sentral (tremor, perasaan kacau,
pusing, dan sebagainya) serta kelainan darah
serius.
Dosis: oral 3 dd 400 mg, i.v. 10 mg/kg
dalam 15-30 menit.
3e. Prajmalin: prajmalium, Neo-Gilurytmal
Prajmalin yaitu derivat-N-propil dari ajmalin, salah satu alkaloid dari tumbuhan
Rauwolfia serpentina (pule pandak, lihat Obat
Hipertensi reserpin). Kerja antiaritmianya
lebih kuat dibandingkan dengan ajmalin
(yang tidak dipakai lagi) dan mirip kinidin.
Terutama dipakai pada tachycardia ventrikuler dan ekstrasistole. Berbeda dengan
alkaloid Rauwolfia lainnya, ajmalin tidak
berkhasiat hipotensif dan sedatif.
Efek samping berupa gangguan lambungusus, jarang kelainan darah (leukopenia,
agranulositosis), terutama pada pemakaian
lama.
Dosis: permulaan oral 3-4 dd 20 mg, berangsur-angsur dikurangi sampai 2-4 dd 10 mg.
3f. Meksiletin: Mexitec
Derivat etilamin ini (1976) secara kimiawi
mirip lidokain, begitu pula khasiatnya hampir sama, namun dapat dipakai peroral.
Masa refrakter dan aksipotensial diperpanjang, kecepatan penyaluran impuls relatif
sedikit dipengaruhi. Juga berkhasiat antikonvulsif. Mexiletin terutama dipakai
pada aritmia ventrikuler, khususnya sesudah
infark dan aritmia akibat glikosida jantung.
Resorpsi dari usus hampir lengkap, PP
±55%, plasma-t½ 5-12 jam. Ekskresi berlangsung melalui urin, 10% secara utuh. Resorpsi diperlambat selama infark jantung
akut dan oleh analgetika narkotik. T½ diperpanjang pada pasien jantung.
Efek samping berupa gangguan lambungusus, sedu, juga efek neurotoksik (ataksia,
tremor, perasaan kacau, penglihatan berganda, dan lain-lain). Overdosis dapat memicu fibrilasi, bradycardia dan hipotensi. Oleh sebab itu kombinasinya dengan
antiaritmika lain tidak dianjurkan!
Dosis: oral 3-4 dd sehari 200-250 mg (HCl)
d.c., infus i.v. 300 mg dalam 30 menit, disusul
dengan 1 mg/menit selama 36-48 jam.
3g. Flekainida: Tambocor
Derivat bis(trifluor) benzamida ini (1982)
berkhasiat antiaritmik kelas Ic. Seperti antiaritmika kelas Ia dan Ib, obat ini memperlambat depolarisasi, pada mana perbandingan
masa refrakter dan aksipotensial meningkat.
Berlainan dengan obat-obat ini , flekainida memperlambat aktivasi sel otot jantung
tanpa memperpanjang (kelas Ia) atau mempersingkat (kelas Ib) aksipotensial. Terutama
dipakai untuk profilaktik fibrilasi serambi paroksismal (berupa serangan), namun
memiliki daya kerja inotrop negatif serta dapat memicu aritmia ventrikuler serius. Resorpsi dari usus cepat dan lengkap, PP
±40%, plasma-t½ 11-14 jam. Dalam hati sebagian dirombak; metabolitnya diekskresi lewat urin, 30% secara utuh. Efek samping bersifat umum, juga nyeri di dada, flushing dan
tremor.
Dosis: oral 2 dd 100-200 mg (asetat), i.v.
2mg/kg dalam 10 menit.
3h. Propafenon: Rytmonorm
Senyawa propiofenon ini (1979) berkhasiat
antiaritmik kelas Ic, juga memiliki khasiat
b-blocker, antagonis-Ca dan antikolinergik.
Khusus dipakai pada aritmia (supra) ventrikuler yang kurang dapat dikendalikan
oleh obat-obat lain.
Resorpsi dari usus cepat dan hampir leng
kap, namun mengalami FPE. Oleh sebab itu
BA-nya variabel dan tergantung pula dari
besarnya dosis. PP di atas 95%; t½ 2-10 jam,
kecuali pada orang dengan kekurangan enzim hidroksilase (7%) 12-32 jam. Dalam hati praktis dirombak seluruhnya dan meta
-bolitnya rata-rata 28% diekskresi lewat urin
dan 57% melalui empedu dan tinja.
Efek samping berupa gangguan lambungusus dan penglihatan, hilang rasa di mulut,
nyeri kepala, pusing dan letih. Begitu pula
sesak napas serius, memburuknya COPD dan
hipotensi ortostatik. Juga gangguan jantung,
seperti bradycardia dan gangguan penerusan
impuls (misalnya AV-block).
Dosis: oral semula 3 dd 150 mg p.c., bila
perlu berangsur-angsur dinaikkan sampai
maks. 900 mg sehari. I.v. secara individual.
3i. Amiodaron: Cordarone
Senyawa benzofuran ini (1962) berkhasiat
antiaritmik kelas III, namun juga memiliki
sifat antiaritmik kelas I, seperti peningkatan
ambang rangsang dan perlambatan penerusan impuls. Efek inotrop negatif ringan.
Di samping itu, juga bersifat anti-adrenergik
dan vasodilatasi. Terutama dipakai pada
fibrilasi serambi yang resisten dan pada
tachycardia (supra)ventrikuler yang tidak
dapat dikendalikan oleh obat-obat lain.
Resorpsi dari usus lambat dan tidak konstan
dengan BA 22-86%. Mulai kerjanya sesudah
2-21 hari, namun dapat bertahan sampai 60
hari sesudah pemberian obat dihentikan. PP
±96%, plasma-t½ panjang sekali 40-55 hari.
Dari sebagian zat dalam hati dibebaskan iod,
yang diekskresi sebagai iodida lewat urin.
Sisanya dikeluarkan oleh hati dan tinja.
Efek samping paling serius pada penggunaan lama berupa gangguan fungsi tiroid
dan toksisitas paru-paru (penurunan fungsi,
pneumonitis, fibrosis, dan lain-lain) dengan
risiko kematian 10%. Efek lainnya berupa
endapan di selaput tanduk mata tanpa gejala
(reversibel), gangguan lambung-usus, reaksi
kulit yang dapat berwarna abu-abu biru
akibat fotosensibilisasi. Obat ini juga dapat
memperkuat efek antikoagulansia oral dan
digoksin.
Wanita hamil dan menyusui tidak boleh
memakai amiodaron, sebab dapat
mengakibatkan struma pada janin.
Dosis: oral permulaan 3 dd 200 mg (HCl)
d.c. selama 1-2 minggu, pemeliharaan 200-
400 mg sehari.
3j. Dronedaron: Multaq
Derivat benzofuran dari amiodaron ini
(2009) yaitu suatu multichannel blocker yang
merintangi aliran kalium, sehingga aksipotensial jantung dan masa refrakter diperpanjang. Juga menghambat aliran natrium
dan kalsium.Tekanan darah arterial menurun,
juga memiliki aktivitas vasodilatasi pada
arteri koroner dan perifer.
Efektivitas untuk memelihara ritme sinus
jauh lebih kurang dari pada amiodaron dan
juga memiliki lebih sedikit efek samping.
ada kontra indikasi untuk pasien dengan
gagal jantung. Efek anti adrenergiknya lebih
kuat daripada amiodaron.
PP 99,7% dan T1/2 13-19 jam. Diekskresi
teruama dalam bentuk metabolit 6% via urin
dan 84% melalui feses.
pemakaian pada pasien dengan fibrilasi
atrium yang berlanjut.
Efek samping sering sekali (>10%) gagal
jantung kongestif dan sering (1-10%) bradikardi, diare, dispepsi, mual, muntah dan
gangguan kulit.
Dosis: 2 dd 400 mg pada waktu sarapan dan
pada saat makan malam. 3k. Ibutilide: Corvert
yaitu obat anti aritmik dengan sifat-sifat
kelas III. Memperpanjang masa refrakter
efektif di jaringan otot atrial dan ventrikuler.
Dapat segera mengkonversi fibrilasi serambi
ke ritme sinus.
Metabolisasi di hati dan diekskresi 82%
melalui urin dan 19% melalui feces. FPE
yang kuat ini memicu obat tidak dapat
dipakai per oral. T1/2 6 jam.
Efek samping paling sering dan serius
yaitu pro-aritmi yang timbul 40 menit sesudah
pemberian obat. Juga tachycardi serius.
Dosis: i.v. 1 mg bagi pasien dengan berat
badan > 60 kg selama minimal 10 menit.Bagi
pasien dengan berat badan <60 kg: 0.01 mg/
kg i.v. selama minimal 10 menit.
3l. Vernakelant: Brinavess, Kynapid
Senyawa ini yaitu obat anti aritmika
dengan sifat-sifat klas I dan III. Memperpanjang masa refrakter atrial dan memperlambat penyaluran impuls. Bekerja sesudah
±10 menit selama ±24 jam. T1/2 ±3 jam.
dipakai untuk konversi cepat fibrilasi
serambi singkat ke ritme sinus (Roy D. et
al. Vernakalant hydrochloride for rapid
conversion of atrial fibrillation. Circulation,
2008, 117:1518-1525) namun tidak efektif untuk
fibrilasi serambi jangka panjang (>7 hari).
Efek samping sering kali hilang rasa, bersin,
bradikardi, hipotensi, pusing, sakit kepala,
mual dan muntah.
Dosis: i.v. infus 3 mg/kg selama 10 menit.
ANTITROMBOTIKA
Antitrombotika yaitu zat-zat yang dipakai untuk pengobatan atau pencegahan
trombosis dan emboli. Pada trombosis terjadi
pembentukan trombus, yaitu bekuan darah
di dalam pembuluh. Pada emboli terjadi
penyumbatan arteri kecil atau kapiler akibat
embolus, yaitu bekuan darah atau sumbatan
lain (antara lain gelembung udara) yang
dibawa oleh aliran darah dan tersendat di
pembuluh dan menyumbatnya.
A. PROSES PEMBEKUAN
DARAH DAN TROMBOSIS
Trombosis dan emboli
a. Trombosis vena bisa terjadi di bagian dalam maupun permukaan sistem vena.
– Trombosis vena dalam (deep venous thrombosis, DVT), bercirikan terbentuknya
gumpalan darah beku (trombus/i) dalam
vena, yang menghambat atau menghentikan sirkulasi darah (obstruksi). DVT
kerapkali memicu sirkulasi tersendat di tungkai dan di paru-paru (emboli
paru). Gejalanya dapat berupa rasa sakit
setempat, adakalanya tachycardia, demam
(dan BSE meningkat).
Thrombosis vena dalam disebut sebagai
trombosis penjalanan bila memenuhi kriteria:
– Perjalanan dalam keadaan duduk
– Perjalanan lebih dari 5 jam
– Gejala baru timbul sekitar 2 minggu
sesudah perjalanan
Untuk menghindari trombosis demikian dianjurkan:
– Selama perjalanan banyak berdiri/ bergerak serta menghindari kopi dan alkohol
– Bagi pasien tertentu (dengan predisposisi) dianjurkan pula pemakaian low
molecular heparin 2 jam sebelum keberangkatan, yang merupakan perlindungan
terhadap timbulnya thrombosis.
– Trombosis vena di permukaan oleh bekuan darah, terutama bercirikan peradangan
dan umumnya disebut tromboflebitis.
Gejalanya berupa sakit, kemerah-merahan dan pengerasan setempat akibat
pembentukan jaringan-ikat sekitar vena
yang terkena, adakalanya juga demam.
Gangguan ini dapat terjadi spontan
sesudah persalinan, dapat pula sebab
adanya varices (pemekaran vena lokal,
«spatader») atau cedera (trauma).
Trombosis dapat pula terjadi pada pasien
yang harus berbaring untuk waktu lama
sebab aliran darah di vena tertentu terhenti dan darah menggumpal. Tumor ganas,
kehamilan dan pil antihamil dapat menyebabkan timbulnya tromboemboli vena.
*Emboli paru sering kali timbul akibat DVT,
padamana (sebagian) gumpalan darah terlepas dan melalui sirkulasi diangkut ke
paru-paru. Gejalanya tergantung dari besarnya trombus yang tersendat di vena paru.
Sumbatan besar bisa fatal secara akut dengan
diawali oleh syok, sumbatan-sumbatan kecil
sering kali berlangsung tanpa gejala atau
dengan gejala tak nyata, misalnya kehabisan
napas bila mengeluarkan tenaga.
Terapi dan profilaksis trombosis (dan emboli
paru) lazimnya dimulai dengan antikoagulansia parenteral h e p a r i n (UFH) atau
fraksi-fraksinya (LMWH). Kemudian dapat dilanjutkan dengan anti-koagulansia oral.
b. Trombi dalam arteri sering kali terjadi di
jantung dan otak, yang dapat mengakibatkan
matinya jaringan (infark jantung/otak) dan
dapat berakibat fatal.
*Infark jantung, gejala dan penanganannya
telah dibicarakan secara luas di Bab 37, Obatobat jantung. Di sini hanya akan disinggung
peranan yang dipegang oleh antitrombotika.
Terapi. Obat-obat utamanya yaitu trombolitika untuk melarutkan trombus yang
menyumbat arteri koroner (streptokinase dan
lain-lain). Penanggulangan sedini mungkin
dapat menurunkan risiko kematian sampai
50%.
Prevensi sekunder, yaitu menghindari
terbentuknya lagi trombus baru, dapat dilakukan dengan memakai antikoagulansia oral (warfarin) atau asetosal dalam
dosis rendah.
Warfarin telah dikembangkan sebagai racun membasmi tikus, namun sekarang juga
dipakai dalam kedokteran sebagai antikoagulan.
Di tahun 1955 warfarin diberikan kepada,
saat itu Presiden Amerika Serikat, Jendral
Dwight Eisenhower sesudah mengalami infark jantung. Saat itu timbul ungkapan bahwa “What was good for a war hero and the
president of the US must be good for all, despite a
being a rat poison.”
*Infark otak dapat disebabkan oleh trombosis
atau emboli dengan gejala kelumpuhan sebelah badan (hemiplegia). Merupakan ±80%
dari semua kasus «beroerte», «stroke» atau
CVA (Cerebral Vascular Accident). Sisanya
(±20%) diakibatkan oleh perdarahan di otak
akibat pecahnya pembuluh otak, kerapkali
berhubungan dengan hipertensi.
berdasar meningkatnya kasus stroke
dari tahun ke tahun diperkirakan bahwa
lebih dari 1,5 juta penduduk negara kita berrisiko terserang penyakit ini dalam
rentang waktu 6 tahun mendatang. Stroke
merupakan kedua dari penyebab kematian
tersering pada wanita dan ketiga pada pria.
Vaartjes I, et al. Hart- en vaatziekten in Nederland
2011, cijfers over leefstijl en risicofactoren, ziekte
en sterfte. Den Haag: Hartstichting, 2011.
TIA (Transient Ischaemic Attack) terjadi secara
mendadak dengan memicu hilang kesadaran untuk waktu yang singkat, beberapa
detik sampai beberapa menit. Peristiwa ini
disebabkan oleh masuknya mikro-emboli
dalam pembuluh otak. Lazimnya, pasien
sembuh secara tuntas, namun TIA cenderung
kambuh lagi. Untuk menghindari residif atau
infark, umumnya dipakai asetosal dalam
dosis rendah (40-100 mg sehari).
Biokimia
Pada trombosis vena/arteri berulang ada
kadar homosistein, yang meningkat dalam
darah. Asam amino ini terbentuk sebagai
produk-antara pada reaksi pengubahan
metionin menjadi sistein, yakni:
metionin ——> homosistein ——> sistein
Kadar homosistein darah yang meningkat
ternyata merupakan faktor risiko PJP (penyakit jantung dan pembuluh: trombosis,
infark). Lihat juga Bab 37. Obat-obat jantung,
faktor-faktor risiko.
Asam folat, vitamin B6
dan vitamin B12 berkhasiat menurunkan kadar homosistein dan
dengan demikian meniadakan salah satu
faktor risiko PJP. Asam folat banyak ada
dalam gandum whole-grain dan makanan
yang kaya akan serat nabati, lihat selanjutnya
Bab 53, Vitamin dan Mineral.
Fibrin
Fibrinogen yaitu suatu globulin yang terbentuk di dalam hati. Protein ini merupakan
zat utama dari bekuan darah dan keropeng
(kerak pada luka; crust) di luka terbuka.
namun , fibrin juga dapat membentuk trombi
yang menyumbat pembuluh darah, dengan
akibat memutuskan penyaluran oksigen ke
organ-organ penting. Fibrinogen diangkut
dalam darah dalam keadaan terlarut ke
tempat peradangan atau penyumbatan. Di
tempat ini fibrinogen diubah menjadi fibrin
yang memiliki struktur seperti serat (Lat
= fibra) dan tidak dapat larut. Serat-serat
yang panjang dari fibrin «memperangkap»
trombosit dan unsur-unsur darah lainnya,
lalu melekatkannya pada dinding pembuluh.
Fibrin dapat dianggap sebagai molekul reparasi yang berperan penting pada penutupan
luka melalui pembentukan keropeng.
*Fibrinolisis. Gumpalan fibrin bersifat sementara dan sesudah beberapa waktu dilarutkan lagi oleh plasmin. Enzim protease ini
berkhasiat menguraikan fibrin dan faktorfaktor pembekuan V dan VIII. Dalam darah,
plasmin berada dalam bentuk pro-enzim
inaktif plasminogen, yang dapat diaktivasi
oleh zat-zat aktivator plasminogen (ZAP).
ZAP faal yaitu tPA, urokinase dan faktor
XII teraktivasi (lihat di bawah). Pembentukan
berlebihan plasmin dengan risiko perdarahan
dapat dihindari dengan zat-zat penghambat
aktivator plasminogen-1 dan -2 (PAI-1 dan
PAI-2).
Gambar 38-1: Skema sistem fibrinolisis
Aktivasi dicetuskan oleh faktor tertentu di
molekul fibrin. Dengan demikian, bertumpuknya fibrin yang dapat menghalangi
aliran darah dan memicu trombosis
di pembuluh dapat dihindari. Antara pembentukan dan pelarutan fibrin ada keseimbangan. Pelarutan (degradasi) fibrin yang
terlalu cepat atau dini dapat memicu
perdarahan. Dalam plasma juga ada zatzat faal yang menginaktivasi plasmin untuk
mengendalikan fibrinolisis, misalnya alfa2
-
antiplasmin (alfa2
-AP).
Plasminogen dan fibrinogen terbentuk dalam hati, sedangkan ZAP diproduksi di banyak tempat, antara lain di endotel pembuluh
di seluruh tubuh dan ginjal (urokinase).
ZAP alamiah penting yang juga dipakai
dalam terapi sebagai zat pelarut trombus
(trombolitika) yaitu :
– tPA (tissue Plasminogen Activator), yang
dilepaskan oleh endotel dalam bentuk
aktif; dan
– uPA (urokinase-type Plasminogen Activator), yang pertama kali ditemukan
dalam urin. Dilepaskan dari endotel ke
dalam darah sebagai pro-urokinase, yaitu bentuk inaktif yang bila perlu baru
diaktifkan.
Pada keadaan stres fisik atau mental, kadar
tPA meningkat, begitupula sejumlah hormon
yang berdaya menginduksi pelepasan ZAP
ke dalam darah, misalnya adrenalin dan desmopresin.
Proses pembekuan darah
Bila pembuluh darah terluka, sebagai reaksi
pertamanya terjadi penggumpalan trombosit
pada dinding pembuluh. Gumpalan ini diperkuat oleh serat-serat fibrin. Melalui proses feedback tubuh mengatur agar jangan
terbentuk bekuan darah terlalu banyak atau
terlalu sedikit.
Mekanisme pembekuan darah merupakan suatu proses yang kompleks dan menyangkut
13 faktor pembekuan. Yang utama yaitu
faktor-faktor sebagai berikut: fibrinogen (faktor I), protrombin (faktor II), kalsium (faktor
IV), faktor VII, VIII dan IX.
Dalam garis besar, urutan proses ini berlangsung sebagai berikut. Bila darah mengalir
keluar dari, misalnya suatu luka, yaitu suatu
permukaan “asing” yang kasar, maka proses
pembekuan dimulai dengan timbulnya
Tissue factor (Tf) di permukaan sel, yang bersentuhan dengan plasma. Bersama faktor
VII yang telah diaktivasi (VIIa), Tf dapat
mengaktivasi faktor X(rute sekunder). namun ,
peranan utama dari Tf + VIIa in vivo yaitu
aktivasi dari faktor IX (rute primer). Faktor
IXa bersama faktor VIII + ion-Ca mengaktivasi
faktor X. Faktor XI hanya diaktivasi pada
luka parah oleh faktor XIIa. Akhirnya, faktor
Xa mendorong pengubahan protrombin menjadi trombin, yang menghidrolisis ikatan
peptida dari fibrinogen dengan membebaskan
serat-serat fibrin, yang mengendap sebagai
gumpalan. Sementara itu, trombin + ionCa mengaktifkan faktor XIII, yang bekerja
menstabilkan gumpalan fibrin melalui crosslinking molekul fibrin yang berdekatan. Selsel darah akan “terperangkap” dalam gumpalan yang menyerupai serat-serat lekat
dan membentuk suatu trombus padat. Lihat
skema proses pembekuan darah di Gambar
38-2.
Tromboplastin(trombokinase, faktor III) yaitu
suatu enzim yang berkhasiat mengaktifkan
pengubahan protrombin –––> trombin. Dibentuk dalam jaringan cacat dan dilepaskan
ke dalam plasma. Khususnya dipakai
sebagai reagens pada tes protrombin untuk
memonitor pentakaran antikoagulansia oral.
Pada keadaan normal, tidak akan terjadi
pembekuan dan penggumpalan dalam
pembuluh darah, disebabkan dindingnya
yang licin. namun , bila dinding ini menjadi
kasar akibat luka atau peradangan, maka
proses pembekuan darah tercetus dan
memicu hemostasis (Lat. haema =
darah, stasis = berhenti).
B. ZAT-ZAT ANTITROMBOTIK
Penggolongan
Antitrombotika yaitu zat-zat yang dipakai untuk terapi dan prevensi trombosis,
yang berdasar mekanisme kerjanya dapat
dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Antikoagulansia: menghindari proses
pembekuan darah melalui
- bekerja langsung: kelompok heparin
- bekerja tidak langsung: kelompok kumarin
(antagonis vitamin K atau AVK), menghindari sintesis dari beberapa faktor
pembekuan di hati (menghambat sintesis
fibrin). Masalah utama yang berkaitan
dengan pemakaian antagonis vitamin
K yaitu bahwa dosisnya “sempit” dan
tiap kali harus disesuaikan berdasar
hasil tes pembekuan darah. Akibat serius dari dosis yang tidak tepat yaitu
trombosis dan emboli pada dosis ter-
lampau rendah dan perdarahan pada
dosis yang terlampau tinggi. Antagonis
vitamin K sudah dipakai lebih dari
setengah abad untuk pengobatan dan
prevensi trombo-emboli dan mengurangi
risiko stroke dengan 60%, namun
memiliki risiko untuk perdarahan serius.
Kelompok terbesar dari penggunanya
yaitu untuk prevensi stroke yang merupakan komplikasi terparah dari fibrilasi
atrium, suatu gangguan ritme yang tersering. Sebagian kecil terdiri dari pasien
yang diterapi untuk DVA atau emboli
paru, atau mereka yang memiliki risiko
meningkat untuk gangguan ini.
Zat-zat penghambat sintesis fibrin baru
yaitu penghambat trombin (faktor IIa) langsung dabigatran, melagatran dan pro-drugnya ximelagatran (Exanta, 2004).13 Juga dua
senyawa dari kelompok pentasakarida fondaparinux (Arixtra) 15 dan idraparinux.
Ref.:
1. Verheugt FWA. Novel oral anticoagulants to
prevent stroke in atrial fibrillation. Nature Rev
Cardiol. 2010;7:149-54.
2. Connolly SJ, Ezekowitz MD, Yusuf S, et al.
Dabigatran versus warfarin in patients with
atrial fibrillation. N Engl J Med. 2009;361:1139-
51
3. Verheugt F.; Nieuwe antitrombotica bij
atriumfibrilleren; Ned Tijdschr Geneeskd.
2011;155:A2143
2. penghamba