genetika

 





Pengadaan DNA berkualitas tinggi dan utuh seringkali merupakan 

langkah pertama dan paling penting dalam banyak aplikasi biologi 

molekuler, seperti kloning DNA, sekuensing, PCR, dan elektroforesis. 

Pengisolasian keseluruhan DNA utuh dari berbagai macam sampel 

jaringan memiliki kesulitan yang berbeda karena tergantung dengan sifat 

fisik dan biokimia jaringan yang dituju. Sebagai contoh, banyak metode 

ekstraksi DNA akan bekerja dengan baik untuk jaringan seperti hati, tetapi 

cukup sulit dilakukan untuk jaringan jantung, jaringan lemak, otak, dan 

limpa. Isolasi yang paling umum dan mudah, khususnya isolasi genom 

pada hewan yaitu  memakai  sampel darah atau cairan tubuh dari 

organisme ini .

Beberapa metode telah banyak dikembangkan dengan tingkat 

kesukaran, kemurnian hasil, dan konsentrasi hasil yang berbeda-beda. 

Namun, teknik konvensional masih merupakan teknik yang terbaik. 

Permasalahannya yaitu  produk buangan atau limbah bahan pada teknik 

konvensional. Teknik konvensional biasa memakai  fenol-kloroform 

sebagai proses menghilangkan materi lain selain nukleotida, seperti 

protein. Namun, perlu diketahui bahwa fenol merupakan bahan yang 

sangat korosif sehingga pembuangan limbah yang tidak tepat akan 

mencemari lingkungan sekitarnya.

Pada teknik dasar bio-molekuler, Penulis akan memaparkan 

beberapa teknik yang dapat digunakan untuk isolasi genom dari bahan 

cairan tubuh. Pemilihan sumber cairan tubuh, bukan jaringan hanya pada 

kemudahan dalam pengerjaan isolasi. Perbedaan isolasi dari jaringan 

2

 yaitu  pada langkah bagaimana teknik menghancurkan jaringan 

ini . Dengan menguasai teknik dasar isolasi genom dari bahan cairan 

tubuh, akan memudahkan kita dalam mempelajari teknik isolasi genom 

dari sumber jaringan.

Tujuan dari percobaan ini yaitu  mengisolasi dan mempurifikasikan 

dalam jumlah banyak genom manusia. Sumber yang paling mudah dan 

tidak korosif yaitu  saliva ataupun usapan mulut pipi bagian dalam. Telah 

kita ketahui bahwa konsentrasi jumlah DNA dalam sel hanya sedikit, 

ditemukan sebagian besar di inti sel (90%). Karena jumlah yang sangat 

sedikit, maka diperlukan keterampilan dalam memisahkan DNA dengan 

komponen sel lainnya. Ada banyak metoda memurnikan atau purifikasi 

DNA dengan komponen lain, terutama protein. Namun, semua proses 

akan memiliki  prinsip dasar yang sama, yaitu

1. Menghancurkan sel

Menghancurkan sel merupakan salah satu langkah penting dalam 

pemurnian DNA. Sel dapat dihancurkan atau dipecah memakai  

teknik sonikasi, grinding/ giling, cacah atau dengan tekanan tinggi agar 

sel hancur. Namun, langkah ini sering mengakibatkan DNA terpotong-

potong jika metode yang digunakan kurang baik sehingga kemurnian 

DNA akan turun. Langkah yang terbaik yaitu  memakai  bahan 

kimia seperti pemberian deterjen/sabun atau mengunakan teknik 

enzimatik. Sabun akan melarutkan lipid membrane sel. Sabun juga akan 

memiliki peran sebagai inhibitor DNAse dan dapat mendenaturasi 

protein sehingga membantu dalam membuang protein dari larutan uji. 

Deterjen yang biasanya digunakan sebagai pelarut lisis sel hewan 

yaitu  deterjen yang bersifat anionik seperti SDS (Sodium Deodesil 

Sulfat) atau sarkosil (sodium deodesil sarkosinat).

2. Membuang protein

Langkah selanjutnya dalam proses isolasi dan pemurnian genom 

yaitu  membuang semua materi atau komponen protein, dikenal  

Persiapan Genom Manusia


3

sebagai deproteinasi. Prinsip dasar pada proses ini yaitu  membuang 

kemampuan kelarutan protein, sehingga protein akan menjadi tidak larut 

(mengendap) sedangkan asam nukleat tetap larut. Banyak pelarut 

organik yang dapat digunakan untuk pelarut organik yang dapat 

digunakan untuk mengendapkan protein. Metode fenol dan kloroform, 

umumnya digunakan dalam mengendapkan protein. Metode fenol 

mempunyai prinsip sebagai berikut: Fenol yaitu  kristal pada suhu 

kamar, namun dengan adanya 20 persen air, ia membentuk suspensi 

berair yang mengandung misel fenol yang dikelilingi oleh molekul air. 

Molekul protein banyak mengandung residu asam amino hidrofobik 

yang terpusat di pusat molekul. Ketika larutan yang mengandung protein 

terlarut dicampurkan dengan fenol yang bersifat lebih hidrofobik akan 

menyebabkan fenol akan berdifusi ke dalam inti protein, sehingga 

protein membengkak dan protein menjadi terbuka (unfold) dan 

terdenaturasi. Protein yang terdenaturasi dengan kelompok hidrofobik 

yang terpapar dan dikelilingi oleh misel fenol, jauh lebih mudah larut 

dalam fase fenol daripada fasa berair. Akibatnya, protein dipartisi ke fasa 

fenol yang meninggalkan asam nukleat dalam fasa berair. Asam nukleat 

tidak memiliki gugus hidrofobik sama sekali dan tidak dapat larut dalam 

fase fenol. Selain itu, fenol juga berperan dalam membuang fraksi lipid 

dalam larutan sampel DNA ini .

Metode kloroform digunakan karena kloroform tidak larut dalam air 

sehingga mencegah hilangnya DNA ke fase organik. Deproteinisasi oleh 

kloroform didasarkan atas terdenaturasi rantai polipeptida pada 

interfase air-kloroform. Konsentrasi protein yang tinggi pada interfase 

akan menyebabkan protein mengendap. Namun deproteinisasi ini 

sangat tergantung pada pembentukan daerah interfase yang besar 

sehingga membutuhkan bantuan mekanik yang besar yaitu 

pengocokan/penggoyangan yang kuat. Selain itu, metode ini hanya 

cocok untuk mendapatkan DNA dengan total ukuran 20 ribu – 50 ribu 

pasang basa (umumnya DNA virus). Metode fenol dan kloroform 

memiliki keburukan dalam hal limbah. Sifat toksin yang tinggi, 

4

Metode lain yaitu  memakai  enzim. Protein dapat dibuang dalam 

larutan sampel genom memakai  enzim protease. Enzim ini akan 

memecah atau mencerna semua protein. Ada dua macam enzim yang 

sering digunakan yaitu proteinase K dan pronase. Kedua enzim ini 

sangat stabil dan diperoleh dari jamur. Enzim ini akan bekerja aktif pada 

larutan yang rendah deterjen anionik, tinggi konsentrasi garam EDTA, 

0 0pH 6 – 10 dan suhu antara 50 -60 C. Perbedaan antar kedua enzim ini 

hanya pronase bersifat self-digesting, sehingga harus selalu 

ditambahkan pada saat proses berlangsung.  Metode lain yaitu  

dengan penggunaan asam. Prinsip dasarnya yaitu  penambahan 

larutan asam seperti asam cuka yang akan menyebabkan koagulasi 

protein sehingga protein akan mudah diendapkan. Proses ini terjadi 

karena asam dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya 

muatan ionik.

3. Membuang RNA

Untuk membuang RNA saat isolasi DNA, digunakan metode enzimatik. 

Namun, tidak semua RNA akan hilang, sejumlah kecil RNA akan tetap 

ditemukan pada proses pemurnian DNA. Ada dua enzim yang 

digunakan, yaitu RNase A dan RNase T1. Mekanisme keduanya 

didasarkan pada posisi pemotongan basa nukleotida urasil, sitosin, dan 

guanin.

4. Memekatkan DNA

Pengendapan dan pemekatan DNA telah dimulai pada tahap 

deproteinisasi memakai  campuran fenol-klorofrom-alkohol. 

Prinsip pengendapan pada akohol didasarkan pada kemampuan 

penurunan kelarutan asam nukleat dalam air. Molekul air yang polar 

yang mengelilingi molekul DNA akan mempengaruhi kelarutan DNA. 

Etanol akan mengubah potensial ion dari DNA sehingga akan 

membuang molekul air yang berinteraksi dengan DNA. Akibatnya, DNA 

akan mengendap. Penambahan etanol 95% dalam larutan sampel DNA 

akan menarik molekul air-DNA sehingga DNA akan mengendap. 

Penggunakan etanol 95% atau 100% murni, akan mempengaruhi dalam 


5

hal pembiayaan. Untuk itu, digunakan etanol dengan konsentrasi lebih 

rendah. Namun, proses ini memerlukan penambahan larutan senyawa 

garam dalam larutan DNA agar menetralkan muatan fosfat-DNA 

sehingga mengeliminasi interaksi air-DNA. Senyawa larutan garam 

yang sering digunakan yaitu  natrium atau ammonium. Namun perlu 

diingat, pengeliminasi materi garam dari larutan DNA yang tidak 

sempurna akan mempengaruhi proses PCR karena senyawa garam ini 

akan mengganggu proses enzimatik pada proses PCR. Agar 

memeroleh DNA yang murni, sangat dianjurkan penggunaan 

ammonium asetat yang memiliki kelarutan tinggi dalam etanol. Setelah 

larutan DNA diendapkan, garam ammonium akan mudah dilarutkan 

dengan penambahan etanol 70% sedangkan untuk menghilangkan 

fraksi etanol pada DNA dapat digunakan pemanasan. Dalam temperatur 

0

60 C, etanol akan mudah dan cepat menguap. 

Isolasi genom dari liur atau saliva merupakan salah satu teknik yang 

sederhana, tidak berbahaya, dan mudah pengerjaannya. Bahan dan alat 

yang dibutuhkan yaitu  liur, tabung reaksi 30 mL, etanol, buffer saline 

(PBS), larutan lisi, PCI, dan ammonium asetat serta alat sentrifuse dan 

tabungnya. Kadang teknik dikombinasikan dengan pemberian asam cuka 

encer.  Prosedur kerja yang dilakukan yaitu  sebagai berikut:

10 mL larutan NaCl fisiologis (buffer saline) digunakan untuk berkumur 

selama 60 detik.

Ludahkan dalam tabung sentrifuse 25 mL, ulangi hingga 2 kali.

Tabung kemudian disentrifuse pada kecepatan maksimum (5000 rpm) 

selama 20 menit. Lebih baik jika memakai  sentrifuse dingin.

Hati-hati dalam membuang supernatant, jangan sampai pellet sel 

terlepas dari dinding tabung. 

Tambahkan 1 mL larutan lisis buffer yang terdiri dari campuran 0.5% 

SDS, 0.1 M EDTA, 10 mM Tris-HCl.

Tambahkan 50 uL Proteinase K lalu kocok perlahan, jangan berbuih,

Isolasi Genom dari Liur

1. 

  

2. 

3.

  

4. 

 

5. 

6.

6

0sampai pellet terlepas dari dinding tabung. Kemudian inkubasi 56 C 

selama 3 jam atau biarkan dalam suhu kamar selama 1 malam. 

Setelah 3 jam atau dibiarkan satu malam, tambahkan larutan 1 mL PCI 

(fenol-8OH-TE) dengan perbandingan volume yang sama. Kocok kuat-

kuat selama 30 detik, lalu sentrifugasi dengan kecepatan maksimum 

selama 10 menit. (gambar 1)

Ambil lapisan atas dan pindahkan ke tabung baru yang berisi kloroform 

dengan volume yang sama. Hati-hati dalam memindahkan DNA yang 

terlarut dalam fase cair (larutan bening), jangan sampai tercampur 

dengan daerah interfase yang berwarna putih, dan lapisan bawah yang 

merupakan fase fenol (larutan kuning). Tabung baru yang telah berisi 

hasil sentrifuse no 8 dan kloroform, kemudian dikocok dan disentrifuse 

kecepatan maksimum selama 10 menit. Pindahkan larutan atas ke 

tabung baru. Fungsi kloroform dalam percobaan ini untuk 

membersihkan fenol dari sampel. 

Tambahkan setengah volume (kira-kira 1 mL) 7.5 M ammonium asetat 

kemudian tabung dibolak-balik 10 kali. 

Tambahkan etanol 95% dingin sebanyak 2 x jumlah volume larutan 

sebelumnya, misalkan jumlah volume total DNA dan ammonium asetat 

3 mL maka tambahkan etanol 6 mL. Bolak-balikkan dengan pelan, 

maka akan muncul helaian DNA seperti kapas. Ambil helaian DNA 

secara hati-hati dengan memakai  batang kaca dan pindahkan ke 

tabung yang sudah mengandung 3 etanol 70% dingin.

Sentrifuse pada kecepatan maksimum selama 5 menit. DNA akan 

mengendap di bagian bawah tabung seperti lapisan atau butiran putih. 

Buang hati-hati etanol ini , buang sebanyak mungkin, kemudian 

0keringkan di oven dengan tutup tabung terbuka, pada suhu 70 C.

Setelah kering, pellet DNA dapat dilarutkan dengan 100 uL buffer TE 

0(Tris EDTA). Biarkan semalam dalam temperatur 4 C hingga larut.

Untuk memeriksa keberhasilan penelitian, dapat digunakan uji 

elektroforesis dan nanodrop untuk menghitung kemurnian-konsentrasi 

DNA.

7. 

  

8. 

9.

  

10. 

 

11. 

12.

13.

14.


7

Prosedur yang dilakukan yaitu  sebagai berikut:

Siapkan agarose 1 % dan buffer elektroforesis.

Tuang larutan agarose cair yang sudah mengandung etidium bromide 

ke dalam cetakan agarose kemudian tunggu sampai kering.

Pindahkan agarose bersama cetakannya ke dalam bak elektroforesis 

yang sudah berisi larutan elektroforesis.

Masukkan 1 uL genom DNA hasil isolasi kita.

Jalankan elektroforesis (ingat DNA berjalan dari kutub negatif ke positif).

Setelah 1 jam, hasil elektroforesis dapat dilihat pada lampu UV. (gambar 

2)

Elektroforesis dan Identifikasi Genom Sederhana

1.  

2. 

3.

  

4. 

 5. 

6.

Gambar 1. Isolasi DNA pada pemisahan fenol

(www.genetargetsolutions.com.au/product/5prime-

phase-lock-gel/)

Gambar 2. Elektroforesis genom DNA

(dokumen pribadi)

8

Prinsip protokol isolasi genom ini dapat diterapkan baik 

memakai  darah, sel maupun jaringan. Perbedaan pada jaringan, 

seperti jaringan tumbuhan, organ, dan sebagainya, terletak pada 

bagaimana cara memecah jaringan ini . Misalnya, isolasi genom 

DNA dari jaringan hati dilakukan dengan menggerus jaringan ini  

memakai  teknik penggerusan dengan lumping. Ekstrak gerusan 

ini  akan digunakan pada metode isolasi seperti di atas.

Saat ini, telah banyak dikembangkan teknik isolasi genom DNA 

memakai  KIT dari berbagai manufaktori. Masing-masing KIT memiliki 

kelebihan dan kekurangan, sebagai contoh KIT isolasi DNA genom 

memakai  miniprep column memiliki kelebihan dalam memangkas 

waktu kerja, tidak memakai  bahan fenol yang berbahaya dan mudah 

dalam pengerjaannya, namun kekurangannya yaitu  dalam harga yang 

lebih mahal.

Hibridisasai atau aneling (penempelan) merupakan dasar dari 

kemampuan untai tunggal asam nukleat untuk melakukan pengikatan 

spesifik dengan untai komplementernya (atau pasangannya). Ketika untai 

ganda DNA mengalami denaturasi atau dipanaskan, maka untai akan 

terpisah, jika pemanasan dihilangkan atau dilakukan penurunan 

temperatur, maka untai yang terpisah akan  bergabung kembali. Prinsip 

dasar ini yang menjadi dasar pada proses PCR, dimana saat terjadi 

penurunan suhu pada proses PCR, akan terjadi proses penempelan untai 

oligonukleotida. Proses penempelan ini dipengaruhi oleh faktor yang 

mempengaruhi proses pembentukan ikatan hidrogen antara basa 

nukelotida pasangannya, yaitu temperatur, pH, larutan garam dan 

sebagainya. Telah diketahui bahwa basa nukleotida G akan berpasangan 

dengan basa nukleotida C dengan bantuan tiga (3) jembatan  hidrogen, 

sedangkan basa nukleotida A akan berpasangan dengan T melalui dua 

jembatan hidrogen. Untuk memutuskan jembatan yang menghubungkan 

basa-basa ini  diperlukan energi (untuk laboratorium dalam hal ini

PCR (Polymerase Chain Reaction)


9

yaitu  pemanasan yang tinggi).

PCR merupakan suatu metode in vitro dalam sintesis DNA. Prinsip 

dasar metode ini yaitu  perbanyakan fragmen DNA memakai  enzim 

polymerase pada temperatur yang tinggi yang dilakukan secara berulang. 

Pada proses PCR dibutuhkan oligonukleotida pendek (primer DNA) yang 

berperan dalam mengawali proses ini. Primer akan menempel atau hybrid 

pada untai tunggal DNA saat temperatur diturunkan setelah terjadi 

pemisahan untai ganda DNA. Produk hasil PCR dapat diamati 

memakai  teknik eletroforesis agarose.

Hingga saat ini, metode PCR telah berkembang dari metode PCR 

yang umum hingga metode PCR yang dapat digunakan langsung untuk 

melihat apakah sampel ini  memiliki mutasi atau tidak, tergantung 

aplikasi apa yang akan dipakai apakah untuk identifikasi molekuler, 

sekuensing atau rekayasa genetika. Beberapa PCR yang telah 

dikembangkan saat ini yaitu  sebagai berikut:

PCR standar, metode dasar PCR dan hasil produk PCR dapat 

digunakan untuk tahap selanjutnya seerti kloning, sekuensing, restriksi 

enzim.

ARMS PCR, atau Amplification Refractory Mutation System (ARMS) 

yaitu  aplikasi PCR dimana memakai  primer spesifik. Metode ini 

yang sangat berguna untuk identifikasi mutasi titik atau polimorfisme.

GAP-PCR, mutasi delesi pada gen cluster seperti b-globin, dapat 

dideteksi oleh PCR standar memakai  sepasang primer yang 

komplemen dengan untai DNA yang di dalamnya ada area delesi. 

Untuk delesi yang kecil, kurang dari 1 kb, maka akan dihasilkan dua 

buah produk fragmen, satu fragmen besar dan satu fragmen kecil 

(fragmen yang ada delesi kurang dari 1 kb). Untuk delesi yang lebih 

besar (2 kb), jarak antara kedua primer yang mengapit produk PCR 

(amplikon) terlalu besar, sehingga  sukar didapatkan dua fragmen 

produk (hanya yang terbentuk fragmen yang delesi/fragmen kecil, 

sedang framen normal tidak terbentuk), Oleh karena itu, diperlukan 

teknik khusus untuk memperoleh kedua fragmen ini , yaitu 

1. 

 

2. 

3.


10

teknik GAP-PCR. Teknik ini banyak digunakan untuk deteksi alfa 

talassemia, di mana delesi yang terjadi sangat besar (gambar 3).

RFLP PCR, metode ini digunakan jika ada area pemotongan enzim 

restriksi. Pada alel homozigot/mutan yang memiliki situs pemotongan, 

maka produk PCR akan dapat dipotong oleh enzim restriksi tertentu 

(atau sebaliknya). Untuk alel hetero, maka produk PCR yang diamati 

yaitu  kombinasi antara pita yang terpotong dan yang tidak terpotong 

(gambar 4).

Kuantitatif-PCR, metode ini digunakan untuk menghitung kuantitas 

atau jumlah produk spesifik hasil PCR, biasanya dikenal dengan 

sebutan Real-Time PCR (“RT-PCR”). RT PCR di sini, berbeda dengan 

Reverse Transcription (RT) PCR. Reverse Transcription PCR (RT-

PCR) didesain untuk amplifikasi DNA dari RNA. Jumlah amplifikasi 

DNA dari RNA dapat diamati dengan memakai  “RT-PCR”.

Multipleks tandem PCR, metode untuk mendeteksi banyak target 

pada satu sampel. Pada metode ini, satu sampel akan memakai  

banyak primer spesifik dan proses PCR dijalan serentak. Karena 

memakai  banyak primer, maka akan dihasilkan banyak amplikon 

(produk PCR) dengan ukuran yang beragam (gambar 5).

4. 

 

5. 

6.

  

Gambar 3. Gap-PCR 

( )http://www.ithanet.eu/ithapedia/index.php/Protokol:Gap-PCR


11

Masih banyak lagi jenis PCR, tetapi yang dijelaskan di atas yaitu  

PCR yang sering digunakan untuk identifikasi penyakit. Semua metode ini 

dikembangkan untuk memudahkan peneliti atau pekerja laboratorium 

dalam mengidentifikasi sampel DNA seperti bidang forensik, mikrobiologi, 

dan sebagainya.

Aplikasi PCR atau teknologi amplifikasi telah banyak digunakan, 

biasanya di klinik/rumah sakit hingga membuat area spesifik dari DNA dan 

diperbanyak untuk digunakan dalam kloning teknologi. Kelebihan 

teknologi amplifikasi yaitu  sebagai berikut:

hasil cepat diperoleh (namun tergantung metode ataupun kit PCR yang 

digunakan dan dikembangkan oleh pihak delevoper);

lebih sensitif dan spesifik dibandingkan metode deteksi konvensional;

reprodusibilitinya sangat baik (kembali tergantung jenis kit PCR dari 

berbagai developer);

hasil amplifikasi dapat dihitung secara kuantitatif atau semi kuantitatif, 

biasanya untuk teknik “RT-PCR”;

mudah dikembangkan teknologi terbaru untuk dalam pemeriksaan 

penanda kelainan genetik.

Kekurangan teknologi amplifikasi yaitu  sebagai berikut:

memerlukan ruangan dengan alur proses kerja satu arah (untuk 

mencegah kontaminasi);

Gambar 4. ARMS PCR (koleksi pribadi CYP1A1*2A)

1.

  

2. 

3.

  

4. 

5.

1. 

12

mudah terkontaminasi dalam melakukan pekerjaannya;

target sekuensing DNA sasaran harus diketahui terlebih dahulu, dan 

harus melakukan perancangan primer serta kondisi alat yang sesuai 

dengan tujuan target yang diinginkan;

biaya alat dan bahan untuk metode “RT PCR” yang mahal. 

Prinsip dasar prosedur kerja PCR semua yaitu  sama, yaitu harus 

ada primer, dNTP, Taq polimerase enzim, dH O, bufer PCR dengan atau 2

tanpa MgCl, dan DNA template (sampel DNA genom). Setiap teknik, pada 

dasarnya yang berbeda yaitu :

prosedur temperatur hibridisasi (penempelan) dan elongasi 

(pemanjangan) produk PCR serta siklus dan waktu;

desain primer (metode ARMS akan berbeda dengan metode PCR 

standar);

ada tidaknya area restriksi;

perlu tidaknya memakai  probe (primer yang berpendar).

2.  

3. 

4. 

1.

2.

3.

APLIKASI

PCR Standar b-Globin 

1. Bahan

a. Primer : 

Forward primer F5'-TAGCAATTTGTACTGATG GTATGG-3' dan 

Reverse Primer R 5'-TTTCCCAAGGTTTGAACTAGCTCTT-3'.

b. 10X PCR bufer

c. Tag Polimerase

d. dNTP

e. DNA template

2. Cara Kerja

a. Siapkan semua bahan dalam tabung PCR

b. Untuk program PCR gunakan:

0

1) Denaturasi awal 95 C selama 3 menit

0

2) Denaturasi PCR 98 C selama 20 detik

0

3) Hibridisasi PCR 60 C selama 15 detik

0

4) Elongasi PCR 72 C selama 60 detik

5) Ulangi no 2 – 4 untuk 35 siklus


13

0

6) Elongasi akhir 72 C selama 60 detik

0

7) Pendinginan 24 C

3. Hasil: akan didapatkan produk PCR atau amplikon dengan ukuran 

1200 bp.

Gambar 5. Hasil PCR gene b-globin (dokumentasi pribadi)

APLIKASI

PCR ARMS gen ALAD

1. Bahan

a. ALAD F 5'-GCCTCAGTCTTCCCTCCTATTTAGT-3' 

b. ALAD R 5'-TCCCTTCTTAGCCCTTCCTTTGATT-3'

c. ALAD C 5'-TTCTGTCCTGGGGGCTTGAG-3'

d. ALAD N 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGC-3'

e. ALAD M 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGG-3’

f. bahan lain sama dengan PCR standar

2. Cara Kerja

a. PCR tahap 1

1) Campur semua bahan kecuali primer CNM

0

2) Denaturasi awal 94 C selama 3 menit

0

3) Denaturasi PCR 94 C selama 30 detik

0

4) Hibridisasi PCR 60 C selama 30 detik

0

5) Elongasi PCR 72 C selama 30 detik

6) Ulangi no 2 – 4 untuk 40 siklus


14

0

7) Elongasi akhir 72 C selama 60 detik

08) Pendinginan 24 C

3. Hasil: akan didapatkan produk PCR atau amplikon dengan ukuran 

306 bp.

a. PCR tahap 2

1) Campur semua bahan ditambah primer CN untuk pengecekan 

sampel normal dan CM untuk sampel mutan

02) Denaturasi awal 94 C selama 3 menit

0

3) Denaturasi PCR 94 C selama 30 detik

0

4) Hibridisasi PCR 60 C selama 30 detik

0

5) Elongasi PCR 72 C selama 10 detik

6) Ulangi no 2 – 4 untuk 40 siklus

07) Elongasi akhir 72 C selama 60 detik

08) Pendinginan 24 C

Gambar 6. Hasil PCR Tahap 1 (dokumen pribadi)

Gambar 7. Hasil PCR Tahap 2. Lajur 1 dan 3  (sampel PCR 

A dan B) memakai  primer mutan, sedangkan lajur 2 dan 

4 (sampel PCR A dan B) memakai  primer normal. Hasil 

menunjukkan sampel A genotip GG (ALAD – 1) dan sampel 

B genotip GC (ALAD – ½) (dokumen pribadi)


16


15

APLIKASI

PCR RFLP CYP1A1*2A

1. Bahan

a. Primer A 5'-TAGGA GTCTT GTCTC ATGCC T-3'  

b. Primer B 5'-CAGTG AAGAG GTGTA GCCGC T-3'

c. Enzim restriksi Msp I

d. bahan lain sama dengan PCR standar

2. Cara Kerja

a. Campurkan semua bahan kecuali enzim restriksi MspI

b. Ambil 24 uL larutan campuran, masukkan ke dalam tabung PCR, 

tambahkan 1 uL sampel DNA. Kemudian dimasukkan ke dalam 

alat PCR

c. Program PCR untuk restriksi Mspl:

01) Denaturasi awal, 95 C 3 menit

02) Denaturasi PCR, 95 C 3 menit

03) Hibridisasi PCR, 60 C 15 detik

0

4) Elongasi PCR, 72 C 2 detik

5) Ulangi no 2 – 4 sebanyak 35 siklus

0

6) Elongasi akhir 72 C 5 detik

d. Periksa hasil PCR memakai  agaore elektroforesis. Jika 

didapatkan hasil produk PCR 340 bp, proses PCR telah sukses

e.  Ambil 5 uL produk PCR di atas, masukkan dalam tabung PCR 

yang telah ada larutan campuran MspI dan bufer-nya (masing-

masing tergantung dari Kit perusahaan yang menjual)

0f.    Inkubasi pada mesin PCR untuk suhu 37 C selama 4 – 24 jam

g. Hasil pemotongan diamati memakai  1.5 % agarosa 

elektroforesis

Gambar 6. Hasil PCR (Dokumen pribadi)

A) Band with 340 bp; B) DNA Marker size 100 bp; C,D, F) 

ISOLASI PROTEIN

Pendahuluan

Studi tentang protein dalam suatu organisme hidup merupakan 

bagian terintegrasi dari penelitian ilmu hayati atau biologi. Protein yaitu  

kelompok molekul biologis yang paling beragam dan sangat penting untuk 

struktur dan fungsi seluler. Langkah pertama dalam analisis protein yaitu  

ekstraksi seluler. Karena protein begitu heterogen, tidak ada satu metode 

atau reagen yang optimal untuk isolasi protein secara umum. Selain itu, 

teknik ekstraksi protein bervariasi tergantung pada sumber bahan awal, 

lokasi di dalam sel protein yang diminati dan aplikasi di hilir. Banyak teknik 

telah dikembangkan untuk mendapatkan hasil dan kemurnian protein 

terbaik untuk berbagai jenis sel dan jaringan, dengan mempertimbangkan 

di mana sesuai, lokasi subselular protein dan kompatibilitas ekstrak protein 

dengan langkah selanjutnya dalam percobaan.

Pada penelitian ilmu hayati, protein biasanya diekstraksi dari sel 

mamalia yang dibudidayakan atau dikultur. Saat mengeluarkan protein 

dari jaringan mamalia, gangguan mekanis diperlukan untuk mengisolasi 

sel dari matriks jaringan mereka. Untuk sel mamalia dan primer kultur, 

yang hanya memiliki membran plasma yang memisahkan isi sel dari 

lingkungan, pelarut pereaksi yang mengandung deterjen dan komponen 

lainnya dapat dengan mudah mengganggu lapisan bilayer membran 

protein-lipid, dengan demikian ekstraksi protein relatif mudah. Organisme 

lain yang juga umum digunakan dalam penelitian protein, termasuk bakteri 

(sebagai alat untuk ekspresi protein), ragi (sebagai model untuk biologi 

sel), dan tanaman (untuk bioteknologi pertanian) mengandung dinding sel, 

y a n g  s e c a r a  t r a d i s i o n a l  m e m e r l u k a n  l i s i s  m e k a n i s .  


17


18

 Namun, solusi berbasis deterjen telah dikembangkan untuk secara efisien 

melisiskan sel-sel ini tanpa memakai  gangguan fisik.

Penggunaan lisis sel dapat mengganggu selaput sel dan organel 

yang menghasilkan aktivitas proteolitik dan dapat mengurangi hasil dan 

fungsi protein. Untuk mencegah degradasi protein yang diekstraksi dan 

dapatkan hasil dan aktivitas protein terbaik diperlukan penghambat lisis, 

protease dan fosfatase dapat ditambahkan ke pereaksi lisis. Sejumlah 

senyawa telah diidentifikasi dan digunakan untuk menghambat aktivitas 

protease dan fosfatase dengan mengikat secara reversibel atau tidak. 

Karena beberapa deterjen yang digunakan dalam formulasi ekstrasksi 

protein dapat menonaktifkan fungsi enzim yang diminati atau 

mempengaruhi stabilitas jangka panjangnya, maka sangat penting untuk 

menghilangkan deterjen setelah lisis sel. Selain itu, konsentrasi tinggi 

deterjen atau garam dapat mengganggu metode penelitian umum seperti 

tes protein, pemurnian protein, imunopresipitasi, elektroforesis gel dan 

spektrometri massa (MS). Dalam beberapa kasus, zat yang mengganggu 

dapat dikurangi hanya dengan pengenceran atau dialisis.

Secara historis, pelisisan fisik merupakan metode terbaik untuk 

ekstraksi protein. Namun dalam beberapa tahun terakhir, metode lisis 

berbasis detergen telah menjadi standar. Telah banyak vendor atau 

perusahaan yang telah mengembangkan kit yang baik dan lengkap serta 

siap pakai untuk isolasi sel dan ekstraksi protein yang efisien. Reagen 

ekstraksi protein dioptimalkan untuk jenis sel dan jaringan tertentu, lokasi 

seluler dari protein yang diminati, dan pada kebanyakan kasus, tidak 

memerlukan lisis fisik. Selain itu, produk ini kompatibel dengan aplikasi 

biologi protein hilir yang paling umum digunakan.

Protein membran memainkan peran kunci dalam proses biologis 

mendasar, seperti pengangkutan molekul, pensinyalan, pemanfaatan 

energi, dan pemeliharaan struktur sel dan jaringan. Sekitar 30% gen 

ditentukan oleh protein membran, dan lebih dari 50 %-nya merupakan 

target obat saat ini. Meskipun penting, pengetahuan kita tentang struktur 

dan fungsi protein membran pada tingkat molekuler tertinggal jauh 


19

di belakang untuk protein terlarut. 

Protein membran terintegral di lingkungan lipid membran biologis. 

Untuk mendapatkan protein membran, maka diperlukan teknik pemurnian, 

penanganan, dan analisis untuk protein larut di lingkungan lipid ini . 

Hal ini biasanya dilakukan dengan menambahkan deterjen yang 

melarutkan biomembran dan membentuk kompleks yang mudah larut 

dengan protein lipid dan membran. Solubilisasi di sini harus dioptimalkan 

secara hati-hati untuk menghindari kehilangan protein dan inaktivasi, 

dimana denaturasi protein dan / atau agregasi sering dijumpai. Oleh 

karena itu, solubilisasi yaitu  salah satu aspek yang paling penting dalam 

penanganan protein membran.

Pada isolasi protein, langkah pertama yang harus dipikirkan yaitu  

bagaimana membuang bagian dari sel yang bukan protein, sehingga kita 

akan memperoleh protein murni. Secara umum, sel hewan lebih mudah 

dalam isolasinya dibandingkan sel bakteri, jamur maupun tumbuhan. Ada 

beberapa metode di bawah ini, tetapi bukan menjadi metode mutlak:

Metode dengan pencacahan memakai  “blender” dapat digunakan 

untuk homogenisasi sel hewan, akan memecah dan mencacah jaringan 

sehingga dinding sel akan hancur. 

Metode lisis, memakai  larutan EDTA-Lisozim, dapat digunakan 

untuk melarutkan dinding sel bakteri gram negatif, sedangkan jika 

memakai  pelarut organik seperti toluen dapat melarutkan bakteri 

dan yeast/ jamur.

Semua metode yang paling umum untuk ekstraksi protein, memiliki 

kelebihan dan kekurangan masing-masing metode.

Teknik isolasi dan pemurnian yang akan diterangkan dalam buku ini 

yaitu  dalam bidang biologi molekular di mana akan mengisolasi protein 

dari suatu mikroorganisme. Teknik ini tetap dapat digunakan untuk isolasi 

protein pada organisme lain dengan melakukan modifikasi. 

1.  

2. 

.

Pemurnian Protein


20

Elektroforesis gel poliakrilamid yaitu  salah satu teknik yang paling 

sering digunakan untuk memisahkan makromolekul (DNA, RNA dan 

protein). Banyak digunakan untuk menampilkan dan untuk memisahkan 

protein mapun asam nukleat yang berbeda panjangnya. Untuk 

memperoleh hasil pemisahan makromolekul, khususnya polipeptida atau 

protein, diperlukan kondisi yang tepat meliputi konsentrasi poliakrilamid, 

ketebalan gel dan sebagainya. Elektroforesis secara umum merupakan 

proses pemisahan makromolekul yang didasarkan pada muatan molekul 

ini  dalam suatu larutan dan resistansinya.  Pada gel matriks 

poliakrilamid atau agarose, resistansi yang diberikan oleh matriks 

berkaitan dengan ukuran molekul dan bentuk molekul saat melewatinya. 

Untuk ukuran pori tertentu, molekul yang besar akan mengalami hambatan 

yang lebih besar sehingga bergerak lebih lambat saat melewati matriks 

dari pada molekul yang kecil. 

SDS-Page

Protokol Sederhana Purifikasi Protein dan Analisisnya

1.  Homogenisasi jaringan mamalia

Untuk memurnikan atau mengkarakterisasi protein intraselular, penting 

untuk memilih metode yang efisien untuk mengganggu sel atau jaringan 

yang secara cepat melepaskan protein dari kompartemen intraselnya 

ke dalam penyangga yang tidak berbahaya bagi aktivitas biologis 

protein yang diminati. Salah satu metode yang paling banyak digunakan 

untuk mengacaukan jaringan lunak yaitu  homogenisasi. Dalam 

protokol ini, cara untuk homogenisasi jaringan dengan memakai  

pencacah dan pemotong mekanis seperti homogenizer kaca Potter-

Elvhjem-Teflon, homogenizer Dounce, atau Waring. Metode ini cepat 

dan berisiko kecil terhadap protein dibandingkan metode lain untuk 

isolasi protein dari kompartemen seluler. Pada metode ini, kadang 

digunakan bahan penghambat aktivasi enzim protease untuk 

mencegah terjadinya degardasi proteolitik.


21

2.

3.  

Isolasi protein penyusun sel darah merah (ghost red blood cells)

Isolasi protein sel darah merah merupakan salah satu teknik isolasi 

protein yang sederhana. Kegunaan analisis protein di sini untuk analisis 

ada tidaknya kerusakan membran protein dan sitoskeleton sel darah 

merah. Adanya kelainan genetik pada komponen penyusun membran 

sel darah merah akan menyebabkan individu mengalami anemia 

seperti pada kasus yang umum yaitu  pada ovalositosis, eliptosisosi, 

sferositosis.

Teknik SDS-PAGE protein penyusun sel darah merah

APLIKASI

1. Bahan

a. Jaringan mamalia

b. Larutan stok DTT 0.5 M (Dithiothreitol) : harap diingat DTT sangat 

berbahaya, gunakan pelindung diri saat membuatnya seperti 

masker, sarung tangan dan dilakukan di lemari asam.

c. Bufer A homogenisasi

1) 50 mM Tris-HCl (pH 7.5)

2) 2 mM EDTA

3) 150 mM NaCl

4) 0.5 mM DTTl

d. Bufer B homogenisasi

1) 50 mM Tris-HCl (pH 7.5)

2) 10 % (v/v) gliserol atau 0.25 M sukrosa

3) 5 mM Mg-asetat

4) 0.2 mM EDTA

5) 0.5 mM DTT

6)1.0 mM PMSF (phenylmethylsulfonyl fluoride). Bahan ini 

berbahaya, gunakan pelindung diri.

2. Alat

a. Sentrifuse

b. corong berfilter

c. pisau

d. alat teflon homogenasi dan tabung Potter-Elvehjem

Homogenisasi Jaringan Mamalia

22

3. Cara Kerja

Jaringan mamalia dibersihkan dari lemak dan jaringan 

pembungkusnya, rendam dalam buffer A kondisi dingin.

Potong kecil-kecil agar memudahkan dalam penggilingan.

Masukan 4 volume bufer B yang dingin ke dalam tabung kaca 

Potter, letakkan tabung kaca ini  dalam wadah berisi air 

dingin atau es.

Masukkan jaringan yang dipotong kecil-kecil (jangan langsung 

banyak).

Masukkan alat giling teflon, nyalakan mesin homogenasi, dimulai 

dengan kecepatan 500 rpm, ditingkatkan hingga 1500 rpm. 

Gerakan tabung sehingga jaringan tergerus rata.

Tuangkan hasil gerusan ke tabung sentrifuse, sentrifuse pada 

kecepatan 10.000 rpm suhu dingin selama 10 menit untuk 

membuang sisa bahan potongan tak berguna.

Tuangkan supernatan ke corong berfilter untuk membuang 

lapisan lemak.

Supernatan yang telah disaring siap digunakan.

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

APLIKASI

1. Bahan

a. Darah

b. NaCl fisiologis

c. Bufer hipotonus lisis 15 mM

d. Bufer hipotonus lisis 10 mM

2. Alat

a. Sentrifuse

b. Tabung sentrifuse

c. Tabung darah EDTA

3. Cara Kerja

a.  Ambil 5 mL darah, pisahkan sel darah merah dari plasma dengan 

teknik sentrifugasi pada kecepatan 3.000 rpm selama 10 menit 

0

suhu 4 C.

Isolasi Ghost Red Blood Cells


23

Sel darah merah kemudian dicuci memakai  larutan NaCl 

fisiologis dan mensentrifugasinya selama 5 menit pada 

0

kecepatan 3.000 rpm suhu 4 C.

Pindahkan sel darah merah yang telah dicuci ke tabung sentrifus 

yang berisi bufer lisis 15 mM dingin, dengan jumlah volume 

perbandingan sel darah merah dan bufer 1:3. Sentrifus pada 

0kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 C. Buang 

supernatan.

Lakukan pelisisan bufer 15 mM sebanyak 3-4 X yang akan 

didapatkan endapan merah muda tua.

Tambahkan pada tabung sentrifuse yang berisi endapan pink 

ini  dengan bufer lisis 10 mM.

0

Diamkan 30 – 60 menit pada lemari pendingin -20 C untuk 

mempercepat proses pelisisan.

Sentrifuse pada kecepatan maksimal (13.000 rpm – 14.000 rpm) 

selama 20 menit. Ulangi proses ini 2 – 3 x, maka akan diperoleh 

endapan merah muda samar – putih.

Endapan yang diperoleh dapat digunakan untuk tahap 

selanjutnya.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

APLIKASI

1. Bahan

a. 1.5 M tris (pH 8.8)

b. 30 % akril/ 0.8 % bis-akrilamid

c. 10 % SDS

d. 10 % APS

e. TEMED

f. 2x sampel bufer terdiri dari 100 mM tris-HCl ph 6.8; 20 % gliserol; 4 

% SDS; 0.2 % BPB (bromfenol biru); 20 mM DTT atau 10 % BME

g. running buffer terdiri dari 25 mM Tris; 250 mM glisin dan 0.1 % SDS

2. Cara Kerja

a.Buatlah gel pemisah konsentrasi 12 % (resolving gels/separating 

gels) dengan rincian bahan pada tabel 1.

b. Buatlah  gel penumpuk (stacking gels) dengan rincian bahan pada 

tabel 2.

SDS-PAGE 

24

Bahan 5 mL 10 mL 15 mL 20 mL 25 mL 

Air steril  1.6 3.3 4.9 6.6 8.2 

1.5 M Tris 1.3 2.5 3.8 5.0 6.3 

Akril/bis-akril 2 4 6 8 10 

SDS 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 

APS 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 

TEMED 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 

 

Tabel 1. Bahan gel pemisah

Tabel 2. Bahan gel penumpuk

Bahan 1 mL 2 mL 3 mL 4 mL 5 mL 

Air steril  0.68 1.4 2.1 2.7 3.4 

1.0 M Tris 0.13 0.25 0.38 0.5 0.63 

Akril/bis-akril 0.17 0.33 0.5 0.67 0.83 

SDS 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 

APS 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 

TEMED 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 

 

Bersihkan lempeng kaca dan plastik pembatas dengan alkohol 

untuk menghidari lemak. Gunakan sarung tangan agar bercak 

lemak tangan tidak menempel di lempeng kaca.

Taruh lempeng kaca 1 (lempeng yang besar), kemudian 

pembatas terakhir lempeng kaca 2.

c.

d.


25

Jepit kanan kiri dengan penjepit kertas atau penjepit lainnya.

Tuang campuran air isopropanol, kira-kira setengah dari luas 

lempeng kaca, lihat ada kebocoran atau tidak.

Buang cairan ini  lalu baliklah untuk mengeringkan.

Setelah kering, tuang gel pemisah sampai 3.4 luas lempeng kaca 

2.

Biarkan 15 – 20 menit sampai mengeras/membeku, posisi harus 

tegak berdiri tidak miring. Untuk mengetahui sudah mengeras, 

ambil sedikit gel pemisah, taruh dalam tabung 1.5 mL diamkan 

sampai mengeras. Jika gel dalam tabung mengeras, ini berarti gel 

dalam lempeng juga sudah mengeras. Tuang butanol di atasnya 

agar gel tidak kering saat kita menyiapkan gel penumpuk. Setelah 

gel penumpuk siap dituang, buang larutan butanol ini .

Tuang gel penumpuk hingga melewati bibir lempeng kaca, taruh 

lempeng sisir untuk membuat sumur sampel.

Biarkan sampai mengeras/membeku lalu bukalah penjepitnya.

Gel SDS-PAGE siap digunakan.

Letakkan gel dan lempengannya dalam kotak elektroforesis, jepit 

agar bufer SDS tidak tumpah saat dituang, tuang bufer SDS 

(running buffer) dalam bak bufer atas bawah. Buka lempeng sisir.

Ambil 100 uL sampel isolat protein dalam 2x sampel buffer.

Masukkan ke dalam sumur (kira-kira 10 uL)

e.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.

n.

(https://www.sigmaaldrich.com/technical-documents/articles/biology/sds-page.html)


26

Nyalakan sumber listrik dengan arus yang diatur. Biarkan proses 

pemisahkan terjadi dengan bergeraknya sampel hingga batas 1/3 

lempengan (harap ditandai batas 1/3 dari bawah lempengan).

Gel siap diwarnai dan dicuci untuk tahap lanjutannya.

Cuci lempengan ini  dalam air mengalir untuk 

menghilangkan bekas buffer.

Lepaskan gel dari lempengannya (harap hati-hati), taruh dan 

rendam gel ini  dalam larutan biru Coomassie. Biarkan 

selama 3 – 4 jam, gunakan mesin penggoyang (shaker) dalam 

gerakan pelan.

Setelah selesai perendaman, pendahkan gel ke dalam wadah 

yang berisi larutan pencuci. Cuci selama 1 – 2 jam, setiap 30 

menit, ganti larutan pencuci yang sudah berubah warna.

o.

p.

q.

r.

(https://ww2.chemistry.gatech.edu/~lw26/course_Information/4581/

techniques/gel_elect/page_protein.html)

Hasil pencucian

(https://www.sigmaaldrich.com/technical-

d o c u m e n ts /a r t i c l e s /b i o l o g y / s d s -

page.html)


27

ISOLASI DNA GENOM 

(TUMBUHAN DAN HEWAN)

DNA (DeoxyriboNucleic Acid) merupakan asam nukleat pembawa 

pesan genetik dalam kehidupan. Informasi genetik terletak di dalam inti 

sel dan tersusun rapi membentuk kromosom. Pola DNA penyusun 

kromosom inilah yang menentukan karakteristik sifat/jenis rambut, warna 

kulit dan sifat-sifat khusus yang berbeda antara satu individu dengan 

lainnya. 

DNA ditemukan pertama kali pada tahun 1869. Melalui teknologi X-

ray diketahui bahwa DNA memiliki struktur yang tertata secara rapi dan 

memiliki model rantai ganda DNA yang dipublikasikan oleh Watson dan 

Crick di jurnal Nature pada tahun 1953.  Sejak itu, teknik pemurnian DNA 

mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi prosedur rutin yang 

dilakukan didalam penelitian molekuler diberbagai bidang. 

DNA terletak didalam sel. Oleh karena itu untuk mendapatkan DNA 

diperlukan tahap khusus yang biasanya dilakukan di laboratorium 

tertentu. Untuk mengeluarkan DNA dari sel maka teknik pemurnian DNA 

secara biokimia dilakukan dengan cara merusak dinding sel 

memakai  larutan bufer tententu dan campuran berbagai jenis 

deterjen. Dengan terbukanya lapisan membran sel maka DNA dapat 

dikeluarkan dan diendapkan dengan penambahan alkohol.

Isolasi DNA merupakan serangkaian proses yang dilakukan untuk 

memisahkan DNA dari komponen-komponen sel seperti lipid, protein, dan 

RNA (Surzycki, 2003). Prinsip kerja isolasi dan purifikasi DNA terdiri atas 5 

tahap yaitu: pemecahan membran sel,  penghilangan protein, 

penghilangan RNA, presipitasi DNA, pengukuran kemurnian dan 

kuantitas DNA (Surzycki, 2003). 


28

Pemecahan membran sel merupakan proses pertama dalam 

melakukan isolasi DNA. Proses pemecahan membran sel yang paling 

terbaik dilakukan dengan memakai  bahan-bahan kimia seperti 

detergen atau dengan memakai  enzim (Surzycki, 2003). Bahan yang 

digunakan di antaranya mengandung detergen anionik yaitu berupa SDS 

(Sodium Deodecyl Sulfate) yang mampu mendegradasi membran sel 

0(Sharpe, 2005). Selanjutnya, DNA diinkubasi pada suhu 37  C untuk 

mempercepat pelisisan sel. Inkubasi DNA pada suhu yang lebih tinggi bisa 

menyebabkan DNA terdegradasi (Chen et al., 2010).

Tahap kedua dalam proses isolasi DNA yaitu  proses penghilangan 

protein. Protein dan asam nukleat (DNA) berbeda kelarutannya dalam 

pelarut organik. Asam nukleat bersifat hidrofilik sehingga mudah larut 

dalam air, sedangkan protein mengandung banyak residu hidrofobik pada 

pusat molekulnya sehingga membuatnya larut dalam pelarut organik 

(Surzycki, 2003). Prinsip itulah yang digunakan untuk memisahkan protein 

dari DNA. Tahap ketiga yaitu  penghilangan RNA. Penghilangan RNA 

dapat dilakukan secara enzimatik dengan memakai  RNase 

(Surzycki, 2003).

Tahap keempat yaitu  presipitasi DNA. Pada tahap ini digunakan 

dua jenis alkohol yaitu isopropanol dan etanol. Prinsip presipitasi DNA oleh 

alkohol yaitu sebagai berikut. Molekul air bersifat polar (bermuatan positif) 

sehingga dapat berikatan kuat dengan DNA yang juga bersifat polar 

(bermuatan negatif) karena adanya kelompok fosfodiester pada tulang 

punggung DNA (Surzycki, 2003). Akan tetapi, asam nukleat (DNA) tidak 

berdisosiasi dalam air karena gaya intramolekul yang menghubungkan 

antar nukleotida lebih kuat daripada gaya antarmolekul antara asam 

nukleat dan air. Namun demikian, molekul air mengelilingi asam nukleat 

melalui interaksi dipol-dipol dengan asam nukleat. Interaksi ini 

meningkatkan kelarutan DNA dalam air (Zumbo, 2013).

Isopropanol dan etanol bersifat kurang polar jika dibandingkan air 

sehingga tidak dapat berikatan kuat dengan DNA. Jadi isopropanol dan 

ethanol akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA 


29

menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pelet setelah 

dilakukan sentrifugasi. Isopropanol kurang polar dibandingkan etanol. 

Oleh karena itu, isopropanol lebih efektif dalam melakukan presipitasi DNA 

dibandingkan etanol. Akan tetapi, tidak hanya DNA, residu berupa garam 

juga kurang larut dalam isopropanol, akibatnya garam-garam yang terlibat 

dalam proses ekstraksi akan terpresipitasi bersama DNA. Oleh sebab itu 

dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol untuk menghilangkan residu 

garam. Proses presipitasi kembali dengan etanol dapat meningkatkan 

derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Zumbo, 2013).

Semakin berkembanganya teknik ini, maka saat ini kita bisa membeli 

kit pengisolasi DNA. Namun, kit ini  memiliki harga yang tidak murah 

dan memerlukan alat-alat tambahan untuk menjamin akurasi tahap 

pemurnian DNA, misalnya pipet mikro, filter dan sentrifuge, maka proses 

pemurnian DNA kini belum bisa dilakukan pada sembarang laboratorium 

apalagi dijadikan mata praktikum bagi mahasiswa dan juga siswa SMA. 

Sementara itu tuntutan ketrampilan untuk melakukan isolasi atau 

pemurnian DNA sebagai penunjang pemahaman teori DNA menjadi suatu 

keniscahyaan.

Kondisi ini  mendorong kreatifitas para ilmuwan untuk 

merancang teknik pemurnian DNA dengan alat dan bahan yang murah dan 

sederhana.  Bahkan isolasi DNA genom dapat dilakukan dengan alat dan 

bahan yang biasa tersedia di dapur rumah kita. Inovasi ini membuka 

peluang untuk memperkenalkan teknik pemurnian DNA kepada siswa 

secara dini, bahkan bisa dilakukan bagi mereka yang masih duduk di 

bangku sekolah dasar sekalipun dengan dipandu oleh anggota keluarga 

yang sudah pernah melakukannya.

Beberapa bahan yang diperlukan untuk pemurnian DNA secara 

sederhana terdiri dari bahan sumber DNA, air, deterjen cair, jus nanas, 

isopropanol 95% dingin. Selain bahan sederhana ini , alat yang 

diperlukan juga sangat sederhana yaitu sendok makan, sendok teh, 

sendok atau tusuk es krim dari kayu, botol transparan dan termometer. 

Bahan sumber DNA yang akan dimurnikan bisa berasal dari apa saja


30

karena semua bagian makhluk hidup mengandung DNA sehingga bisa 

memakai  apa saja misalnya daging, hati ayam, kedelai, kacang hijau, 

brokoli, buah-buahan berdaging lunak dan lain-lain. 

Berikut yaitu  langkah dan bahan yang bisa dilakukan dalam isolasi 

DNA buah atau sel hewan. Alat dan bahan yang biasa digunakan cukup 

mudah ditemukan. Alat- alat yang biasa digunakan yaitu  Sendok makan, 

sendok teh, lumpang dan alu/blender, sendok atau tusuk es krim dari kayu, 

botol, transparan, mikropipet, tips, rak tabung mikro, sentrifugasi mikro, 

inkubator, lemari es dan termometer. Adapun bahan yang digunakan 

Sampel sumber DNA  yaitu  buah dan sayur berdaging lunak, hati ayam,  

deterjen cair,  jus nanas, isopropanol absolut dingin. Adapun langkah kerja 

yang harus dilakukan di antaranya:

Haluskan daging buah atau sayur lunak masing-masing atau hati ayam 

dengan memakai  lumpang (ditumbuk/haluskan).

Setelah tampak tercampur dan sebagian larut, tambahkan setengah 

sendok teh deterjen cair. Campurkan deterjen itu dengan cara 

membolak-balikan botol secara perlahan tapi sempurna, setiap 

setengah menit sekali selama 5 menit. Hilangkan busa dengan cara 

menghisapnya dengan tisue. Bila sumber DNA yaitu  hati atau daging 

maka setelah penambahan deterjen juga dilakukan penambahan jus 

nanas setengah sendok makan, kemudian dicampur secara perlahan 

dan merata.

Siapkan alkohol 95% dingin dengan volume kira-kira sama dengan 

larutan pada tahap 2 dan juga dalam botol yang kira-kira ukurannya 

sama. 

Miringkan botol berisi campuran yang sudah tercampur lalu secara 

perlahan tambahkan alkohol 95% dengan cara mengalirkannya pada 

dinding botol ini  sampai kira-kira total volumenya menjadi 2 kali. 

Pada tahap ini tidak dibolehkan mencampur secara keras dan tidak 

boleh diaduk. 

Setelah semua alkohol dituang ke dalam botol yang berisi campuran 

bahan DNA, air dan deterjen, akan terbentuk lapisan antara alkohol

1.

  

2. 

3.

4.

5.


31

 dengan lainnya yang tidak bercampur. Perhatikan secara seksama 

pada batas kedua lapisan cairan ini . Lapisan putih yang terbentuk 

yaitu  DNA.

Berbicara tentang inovasi baru terkait pengembangan potensi guru 

dalam meningkatkan pengetahuan siswa dengan berbasis praktikum, 

tentunya dibutukan kreatifitas yang tinggi, berlebih dengan kondisi sekolah 

yang kurang dalam fasilitas. Ini merupakan tantangan yang berat 

dilakukan, jika sikap profesional guru masih rendah. Praktikum yaitu  

salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dari tujuan 

pembelajaran Nasional di antaranya yaitu  metode praktikum mampu 

membentuk sikap dan kepribadian serta kreativitas siswa yang sesuai 

dengan tujuan pendidikan pemerintah. Dengan metode praktik karakter 

ini  dapat tercapai karena nilai yang ditekankan pada kegiatan 

praktikum yaitu  ulet, tekun, jujur, teliti, kreatif, terbuka, dan kritis, 

tentunya dengan sendirinya akan membuka dalam Ketaqwaan pada 

Tuhan yang Maha Esa (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013).

Salah satu inovasi baru dalam pembelajaran Biologi yaitu  

dikembangkannya praktikum DNA, selama ini guru disekolah dalam 

praktikum khususnya pada sub materi Hereditas (DNA) hanya 

memakai  kancing genetika. Karena praktikum DNA merupakan salah 

satu materi masih dianggap sulit dan abstrak. (Panigoran Sihombing, 

2007). Sehingga guru kesulitan dalam mencari cara bagaimana dalam 

menyajikan materi secara nyata. (Adji Doyan Tri Rahmawan dan 

Sukarmin, 2013). Berikut yaitu  salah satu metode dalam meminimalisasi 

dari kesulitan dalam praktikum DNA. 


32


33

Dalam mengisolasi DNA Buah (Pisang) secara sederhana tanpa 

peralatan laboratorium alat yang dibutuhkan yaitu  1). Botol kecil bekas 

dari plastik transparan. (Gambar a) 2). Mortal dan alu ( bisa digunakan 

dengan alat rumah tangga yang terbuat dari batu) ( gambar b) 3). 

Penyaring (kain bersih) 4). Sendok dapur. Adapun bahan yang dibutuhkan 

yaitu : 1). Pisang yang masak 2). Etanol/ alkohol  3). Garam dapur 4). Dan 

detergen (soklin cair) 5). Air aqua.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu :

ISOLASI DNA BUAH

Gambar 7. botol (kiri) dan munthu (kanan)

http://munthu.com/20140914/cobek-lonjong-oval-batu-

Tumbuklah pisang dengan memakai  munthu sampai benar- benar 

halus, kurang lebih 50 gram. Usahakan munthu dalam keadaan benar-

benar bersih. Dan masukkan air aqua sebanyak 100 ML. 

Saringlah hasil tumbukan ini  dengan memakai  kain, lebih 

baik memakai  kain yang bersih dan mampu menyaring dengan 

lebih akurat. Hasil saringgan masukkan ke dalam botol sebanyak 3 

sendok dapur. 

1.

  

2. 


34

Masukkan garam dapur pada botol sebanyak 1/6 sendok dapur dan 

dikocok, kemudian biarkan selama 5 menit.

Masukkan detergen cair sebanyak 3 tetes, dan di kocok lalu diamkan 

selama 5 menit. 

Masukkan etanol/alkohol dingin pada botol hingga 1/3 dari volume 

botol.

Diamkan dan amati perubahan yang terjadi. 

3.

  

4.

5.

6. 


35

APLIKASI

1. Alat

a. Tabung raksi dan raknya

b. Mortal dan alu

c. Pipet tetes 

d. Gelas ukur 

e. Kertas saring

f. Botol semprot

2. Bahan

a. Pisang masak

b. Etanol/ alkohol

c. Garam dapur

d. Deterjen cair

e. Aquades

3. Cara Kerja

a. Sterilkan seluruh alat yang akan digunakan.

b. Tumbuklah pisang dengan memakai  mortal dan alu sampai 

benar- benar halus, kurang lebih 50 gram. Dan masukkan air aqua 

sebanyak 100 mL. 

c. Saringlah hasil tumbukan ini  dengan memakai  kain 

kasta, Hasil saringgan masukkan 10 mL ke dalam gelas tabung 

reaksi. 

d. Masukkan garam dapur pada botol sebanyak 1/3 sendok spatula 

dan dikocok, kemudian biarkan selama 5 menit.

e. Masukkan detergen cair sebanyak 3 tetes, dan di kocok lalu 

diamkan selama 5 menit. 

f.  Masukkan etanol/alkohol dingin pada tabung reaksi melewati bibir 

tabung reaksi dengan perlahan hingga 1/3 dari volume volume 

tabung reaksi.

g.  Diamkan dan amati perubahan yang terjadi

Praktikum Isolasi DNA Buah di Sekolah


36


37

Sel mengandung dua asam nukleat yaitu DNA dan RNA. DNA terletak 

pada kromosom, dijumpai di nukleus, mitokondria dan kloroplas. 

Sedangkan RNA dijumpai di nukleus, sitoplasma, dan ribosom. DNA ada 

dalam setiap sel makhluk hidup. Zat ini disebut cetak biru kehidupan 

karena memiliki peranan yang sangat penting, yaitu sebagai pembawa 

informasi hereditas yang menentukan struktur protein dan proses 

metabolisme lain. Untuk mendapatkan DNA murni dari suatu sel dalam 

jaringan tubuh makhluk hidup dapat dilakukan suatu teknik isolasi DNA. 

DNA terdapat pada seluruh jaringan dan cairan tubuh. Oleh karena itu 

DNA genom dapat diisolasi dari semua bahan biologis yang mengandung 

sel berinti, seperti darah, semen, akar rambut, tulang, liur dan lain-lain. 

Bahan yang paling sering digunakan untuk tujuan isolasi DNA yaitu  

darah dan rambut beserta akarnya, karena kedua bahan ini  relatif 

mudah diperoleh. Folikel rambut kaya akan DNA. Folikel rambut 

merupakan bagian dari rambut yang menghubungkan antara rambut dan 

kulit kepala. Folikel rambut menyediakan objek tes DNA yang terbaik 

ketika folikel ini didapatakan dalam keadaan masih segar, hal ini berarti 

ketika rambut ditarik dari kulit kepala. Pengambilan sampel bulbus akar 

rambut perlu memperhatikan beberapa hal. Pengambilan sampel bulbus 

akar rambut memakai  pinset steril dan praktikan diwajibkan 

memakai  sarung tangan agar DNA yang nanti diisilasi yaitu  murni 

DNA objek. Agar dapat diperoleh sampel rambut beserta akarnya maka 

rambut diambil posisi tegak lurus serta tidak menimbulkan invasif pada 

objek yang akan diambil DNA-nya. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan  

ISOLASI DNA GENOM

DARI BULBUS AKAR

RAMBUT/ BULU


38

untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan 

karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni 

penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat 

seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA. Beberapa hal yang 

perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus 

menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA; 

metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies; metode 

yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA; 

dan metodenya harus sederhana serta cepat. Alat yang digunakan dalam 

mengisolasi DNA Genom dari Bulbus Akar Rambut/ Bulu yaitu  tabung 

mikro,pipet mikro dan tip,sentrifugasi mikro, vorteks, water bath, 

spektrofotometer dan kuvet. Bahan yang dibutuhkan dalam menghasikan 

Isolasi DNA rambut yaitu , bulbus akar rambut/bulu, larutan buffer 10x , 

aquabidestilata.  Langkah yang harus dilakukan yaitu  measukkan  

minimal 6 helai bulbus akar rambut/bulu yang sama asalnya dan dipotong 

sekitar 0,5-1cm dari bawah termasuk akarnya kemudian tempatkan pada 

tabung mikro 1,5mL yang telah berisi 50uL larutan buffer 10x untuk isolasi 

DNA. Kemudian menginkubasikan dalam penangas air 55 C selama 1 jam.  

Kemudian inkubasikan dalam penangas air 95 C selama 10 menit.


39

Konsentrasi DNA dalam larutan dihitung dengan memakai  

spektrofotometer, dengan mengingat, bahwa 50 µg/mL DNA untai ganda 

mempunyai kerapatan optik 1,0 pada  260 nm.  Penghitungan sebaiknya 

dilakukan in duplo pada OD 260 nm dan 280 nm, untuk mengetahui indeks 

purifikasi,  yaitu OD 260/280 = 1,75 - 1,80. Bila pada penghitungan 

didapatkan nilai kurang dari 1,75, maka proses ekstraksi dengan fenol 

harus diulang. Sebagai contoh, dari 10 mL darah akan dapat diperoleh 

100-700 µg DNA.Konsentrasi DNA dapat ditentukan dengan cara 

mengukur nilai serapan cahaya  (A) dengan memakai  

spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm.  Nilai perkiraan 

konsentrasi DNA dapat dihitung dengan memakai  rumus :

DNA  = A   x 50  : Cug/mL 260 µg/mL

Keterangan :

A  =  Serapan cahaya pada panjang gelombang 260 nm260

50 =  50 µL/mL DNA untai ganda yang mempunyai kerapatan 

optik (Optical Density OD ) 1,0 pada panjang gelombang 260 nm.

C =  Konsentrasi DNA yang ada dalam kuvet

Untuk mengetahui tingkat kemurnian DNA harus dilakukan 

pengukuran nilai serapan cahaya protein pada panjang gelombang 

280nm.  Selanjutnya, tingkat  kemurnian DNA dapat ditentukan dengan 

memakai  rumus:

Kemurnian DNA  =  A  : A260 280

DETEKSI DNA

Teknik Spektrofotometri


40

Keterangan :

A  = Serapan cahaya pada panjang gelombang 260 nm260

A  = Serapan cahaya pada panjang gelombang 280 nm280

APLIKASI

1. Bahan

a. Sampel DNA

b. Aquabidest

2. Alat

a. Spektrofotometer

3. Cara Kerja

a. Isi kuvet dengan 1 mL aquabidest.

b. Masukkan 1 – 5 µL DNA yang akan dihitung ke dalam kuvet. Kocok 

perlahan.

c. Ukur serapan DNA pada panjang gelombang 260 nm (A ) dan 260

konsentrasi DNA yaitu  50 µg/mL pada A = 1, dengan rumus 260

berikut:

d. Hitunglah kemurnian DNA  dengan indeks kemurnian= A  / 260

A .DNA dikatakan murni bila indeks kemurnian > 1,75.280

Spektrofotometri

Konsentrasi DNA (ug/mL)  (A260 x 50ug.mL)

jumlah pengenceran DNA (ug)  yang ditambahkan (mL)

Prinsip teknik elektroforesis yaitu  berdasarkan migrasi partikel 

bermuatan di bawah pengaruh medan elektronik pada kondisi yang 

konstan. Oleh karena setiap nukleotida dalam molekul DNA memiliki 

muatan negatif, maka panjang suatu molekul DNA dapat ditetapkan 

dengan teliti memakai  teknik elektroforesis yang memisahkan 

molekul berdasarkan berat molekul. Panjang suatu molekul DNA yang 

sedang diteliti dapat diketahui dengan cara membandingkannya dengan 

standar berat molekul DNA tertentu. Metode pemisahan DNA dengan

Teknik Elektroforesis


41

elektroforesi ini secara luas digunakan untuk tujuan analitik dan preparatif. 

Untuk analisis pemisahan molekul DNA dengan ukuran kurang dari 500 

nukleotida umumnya dilakukan dengan memakai  gel poliakrilamid, 

karena pori-pori gel poliakrilamid lebih kecil dari molekul DNA yang 

melewatinya.  Sedangkan pori-pori yang lebih besar dimiliki oleh gel 

agarose yang dapat digunakan untuk analisis molekul DNA yang lebih 

besar.

Ukuran pori-pori gel poliakrilamid sangat dipengaruhi oleh 

konsentrasi akrilamid total pada saat polimerisasi. Keefektifan ukuran pori-

pori akan menurun sesuai dengan rendahnya konsentrasi akrilamid. 

Konsentrasi gel yang digunakan  dapat disesuaikan dengan ukuran bahan 

uji yang akan dianalisis melalui pengukuran mobilitas sampel. Misalnya, 

konsentrasi gel akrilamid 2,5% dapat digunakan untuk berat molekul 

6

sekitar 10 , kira-kira untuk agarose yaitu  sebesar 5%.  Gel poliakrilamid 

30% dapat digunakan untuk berat molekul kurang dari 2000 Dalton. Gel 

poliakrilamid dibuat denga cara mereaksikan monomer akrilamid ke dalam 

rantai panjang dan ikatan silang senyawa bifungsional NN methylene 

bisakrilamid, bereaksi dengan gugus fungsional bebas pada rantai termini.  

Polimerisasi akrilamid diinisiasi oleh penambahan amonium persulfat 

(APS). Penambahan N,N,N,N-tetrametiletilendiamida (TEMED) dilakukan 

untuk mempercepat proses polimerisasi. Peningkatan TEMED akan 

meningkatkan laju polimerisasi.

Molekul DNA pada gel agarose atau gel poliakrilamid tidak tampak 

sebelum DNA ditandai dengan pewarna.  Satu metode sensitif pewarnaan 

DNA yaitu  dengan mereaksikan dengan pewarna etidium bromida, yang 

dapat berfluoresensi di bawah sinar ultra violet pada saat mengikat DNA.  

32

Metode lain yang lebih sensitif yaitu  memakai an radioisotop P  

yang diikorporasikan ke dalam molekul DNA sebelum di elektroforesis.  

Radiosiotop ini digunakan sebagai petanda yang masuk ke fosfat DNA dan 

energi emisi partikel beta dapat secara mudah dideteksi secara 

autoradiografi. 


42

APLIKASI

1. Bahan

a. Bubuk gel agarose  

b. Larutan etidium bromida10mg/mL

c. Penanda DNA/ DNA Ladder

d. Larutan elektroforesis TAE

e. Larutan zat pewarna/Loading buffer

2. Alat

a. Alat elektroforesis horizontal dan sisir pembentuk sumur pada gel

b. Pemasok daya

c. Transiluminator dan sinar ultra violet

3. Cara Kerja

a. Pembuatan gel agarose 1%

Seratus mililiter larutan dapar TAE 1X (50mM Tris-HCl, 20mM Na-

asetat, 2 mM EDTA pH 7,2)  yang mengandung 1 gram bubuk gel 

agarose dipanaskan hingga larut. Setelah agak dingin, tuang 

larutan gel agarose ini  ke dalam cetakan. Letakkan sisir 

kedalam cetakan gen berisi larutan gel agarose ini . Diamkan 

beberapa saat hingga larutan gel agarose ini  dingin dan 

mengeras.

b. Elektroforesis

Setelah terbentuk gel dan sumur-sumurnya. Masukkan gel 

agarose ini  ke dalam eletroforesis. Kemudian isi wadah kiri 

dan kanan dengan larutan dapar TAE 1x sebagai larutan elektrolit. 

Masukkan ke dalam sumur sebanyak 5uL sampel DNA dicampur 

larutan zat pewarna/Loading buffer 1x (2% sukrosa, 0,01% biru 

bromfenol dalam 10mL dapar TAE 1x pH 7,2). Hubungkan ke 

pemasok daya dan nyalakan pada tegangan 100 volt selama 2 

jam. Setelah selesai, gel agarose direndam dalam larutan etidium 

bromida 0.5ug/mL selama 15 menit dan rendam sebanyak 2 kali 

dangan akuades sampai bersih.  DNA genom dianalisis di atas 

transiluminator- sinar ultra violet .

Elektroforesis


43

Salah satu gen polimorfik yang diasumsikan dapat memodifikasi 

distribusi farmakokinetik pengkode Pb yaitu  gen dengan alel pengkode 

produksi enzim Asam Amino Levulinat Dehidratase (ALAD). Enzim ini 

merupakan enzim kedua pada alur biosintesis heme (Wetmur,1994).Gen 

ALAD terletak di kromosom 9 pada urutan nukleotida nomor 116148591 

base pairs (bp), sampai 116163617 bp.

Jalur sintesis heme telah banyak diteliti. Sintesis heme berasal dari 

molekul suksinil-KoA, hasil siklus asam sitrat di mitokondria dan asam 

amino glisin. Produk reaksi penggabungan antara suksinil-KoA dan 

glisinyaitu  asam α-amino-β-ketoadipat, yang selanjutnya 

diderkaboksilasi untuk membentuk α- aminolevulinat (ALA) melalui enzim 

ALA sintase (Murray, 2009). Rangkaian reaksi sintesis ALA dikatalis oleh 

ALA sintase, yaitu enzim yang bertanggung jawab sebagai penentu 

kecepatan biosintesis porfirin dalam hepar mammalia. Sintesis ALA terjadi 

di mitokondria. Di sitosol, dua molekul ALA disatukan oleh ALA 

Dehidratase untuk membentuk 2 molekul air dan satu porfobilinogen 

(PBG) ALA.

GEN ALAD

Gambar 8. Struktur gen ALAD (Genetic Home Reference 2010)


44

Dehidratase merupakan suatu enzim yang mengandung seng (Zn) 

dan peka terhadap inhibisi oleh plumbum(Pb), seperti yang dapat terjadi 

pada keracunan plumbum di lingkungan.Enzim ALA Sintase terdapat di 

mitokondria sedangkan ALA Dehidratase terdapat di sitosol (Murray, 

2009).

Molekul ALAD 1-1, 1-2, dan 2-2, yaitu  tiga isozim yang berasal dari 

1 2dua macam alel yaitu ALAD dan ALAD . Keberadaan gen ALAD polimorfik 

dalam patogenesis toksisitas Pb telah mengimplikasikan bahwa secara 

genetik sangat potensial untuk menyebabkan terjadinya perbedaan 

suseptabilitas terhadap Pb.

Penyebab polimorfisme pada protein enzim ALAD yaitu  karena 

adanya transversion  dari G- ke –C pada nukleotida yang ada dalam region 

kodon 59 sehingga menyebabkan terjadinya substitusi asam amino lisin 

oleh asparagin (Wetmur, 1991). Adanya substitusi ini akan menyebabkan 

terjadinya perbedaan afinitas Pb terhadap gen polimorfik ini  

(Wetmur, 1991).

Gambar 9. Delapan tahapan sintesis heme (Fishbein, 2009)


45

The Small Research Project, in this chapter is Analysis of ALAD 

Gene, the date of the research on November-Desember  in 2014 at 

Laboratory of Biochemistry and Molecular Biology - FMIPA Universitas 

Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Indonesia, by  Dr. Rini Puspitaningrum, 

M.Biomed a Lecturer Supervisor, Amien Ramadhani, S.Si Universitas 

Negeri Jakarta , Wiena Futy, S.Si. - Universitas Negeri Jakarta,  and Isrina 

Febianti, S.Si. - Universitas Negeri Jakarta, they are is Supporters  

Laboratory assistance. And the purposes of  this research is:

RESEARCH PROJECT: ANALYSIS OF ALAD GENE

1.  

2. 

3.

how to DNA extraction from wholeblood; 

how Delta-aminolevulinic acid dehydratase (ALAD) gene amplification 

by PCR;

how Amplification-Refractory Mutation System (ARMS). 

DNA Extraction From Whole Blood

1.  Reagents

a. SDW (Sterilized Distilled Water)

b. Saline (0.8%NaCl)

c. Lysing solution

NH Cl  7.0g4

NH HCO   0.07g4 3

Add water up  to1000mL

d. Proteinase K(1mg/mL)

e. 10%SDS

f.  STE pH 7.4

NaCl  2.92g

Trizma base 3.03g

EDTA-2Na 0.19g

H O  400mL2

Adjust pH at 7.4 with 1N HCl

Add water up to 500mL


46

  

2.

g. TE-Saturated Phenol (pH8.0)(with 0.1% 8-hydroxyquinoline)

h. Chloroform

i.  99.5% Ethanol

j.  3M sodium acetate

k. 70% Ethanol

l.  TE (10mM Tris-HCl, 1mM EDTA-2Na), pH 8.0

Trizma base 1.21g

EDTA-2Na 0.37g

H O 900mL2

Adjust to pH8.0 (with 1N HCl)

Add water up to 1000mL

Autoclave

Procedure

1)  Whole blood (about 2mL) was centrifuged at 5,000 rpm for 5 

minutes at room temperature.

2)    Three layers are separated (Plasma, Buffy coat and RBC) 

3)    Remove the serum (If you need the serum, separate it in another 

tube).

4)    Add the saline to wash the pellet and centrifuge at 5,000 rpm for 5 

minutes at room temperature. 

5)  Remove the top layer and transfer the Buffy coat to the new 

1.5mL-micro tube.

6)   Repeat the step 4 and 5 to get a large amount of the buffy coat 

(WBC).

7)   Add the lysing solution (maximum volume) to the tube contain 

buffy coat, invert and mix well about 5 minutes. Lysing solution 

selectively hemolyzes red blood cells to spare white blood cells.

8)    Centrifuge at 15,000 rpm for 5 minutes at room temperature.

9)  Remove the supernatant and repeat the step 7 and 8 three 

times,and make sure no RBCs remain (only buffy coat).

10)  Remove the supernatant completely by pipette.


47

11)  Add 400l STE, and mix well until the WBC is completely re-

suspended. The WBC pellet may be compacted. In order to 

disperse the WBC vortexing is available.

12)  Add 20 l 10%SDS, and mix well. SDS breaks the membrane of 

WBC.

13)  Add 4l proteinase K, and Gentry mix.  Proteinase K potently 

hydrolyzes any protein. It breaks here proteins constituting the 

cell and also remaining plasma, if any.

0 014)  Keep it at 60 C for 1-2hours(or at 37 C for overnight). Since 

proteinase K is an enzyme, it has optimal temperature. It works 

0 0more effectively at 60 C than 37 C. Thus, in the latter it takes 

longer time.

15)  Add 400 l TE-saturated phenol then invert and shake for 5 

minutes. The main purpose of the phenol is to inactivate DNase 

and RNase remaining in the sample. If minute amount of them 

remain, you may lose all DNA extracted here.

16)  Centrifuged at 15,000 rpm for 5 minutes. Phenol layer comes 

lower, and DNA layer upper. Phenol doesn't mix with water 

because of the extremely different polarity. However, very small 

amounts are still dissolved in water.

17) Transfer the supernatant (DNA layer) into a new 1.5 mL-

microtube by large-pore pipette. Add 400ul Chloroform and mix 

well (invert) for 5 minutes and centrifuge at 15000 rpm for 5 

minutes. The purpose of the chloroform treatment is to get rid of 

the phenol completely. Even race amount of contaminated 

phenol leads the following PCR into failure. (DNA polymerase is 

inactivated)

18)  Transfer the supernatant (DNA layer, ca 400l) into another new 

1.5mL-microtube by pipetting.

19)   Repeat the steps 18 and 19 to completely remove the phenol.

20)   Add 40l 3M sodium acetate and 1.0mL Ethanol.

21)   Mix well, and DNA is visible.


48

22) Centrifuge at 15,000 for 5minutes. Discard the supernatant 

(ethanol). Ethanol solution contains many contaminants, which 

are discarded in this step. Thus, relatively purified DNA is 

obtained in a precipitated form.

23)  Add 1mL of the 70% ethanol, and centrifuge at 15,000 for 5 

minutes.

24)   Get rid of the ethanol completely.

25)  DNA was dried up in vacuum centrifugation for 5 minutes until no 

ethanol remains. (If you don't have vacuum centrifuges, place in 

0the block incubator at 60 C until it is completely dried up)

26)  Redissolve the dried DNA pellet with 100l TE (50l per 1mL initial 

0whole blood). Store at 4 C.

27)  Redissolve the dried DNA pellet with 100l TE (50l per 1mL initial 

0whole blood). Store at 4 C.

ef: Wesmur JG, Kaya AH, Plewinska M, Desnick RJ. Molecular 

Characterization of the Human 8-Aminolevulinate Dehydratase 2 

(ALAD2) Allele: Implications for Molecular S c r e e n i n g  o f  

Individuals for Genetic Susceptibility to Lead Poisoning. Am. J. Hum. 

Genet. 49:757-763, 1991.

agacgtcgtggcagaggctgttgcagaagggagctgaactgcagatgggagttcaaaaaga

gggcctcgaaggagccttccacagccgaattccggagctctgctactcagg GCCTCAGT

CTTCCCTCCTATTTAGTggatgcatccctgccccttctgtcctgggggcttgagccctc

ctggtgccatatgcagcttggtttctaacagaggcacacagtgtggtggggt ccggaggaccg

ttgcctgggacctgccttccttcaacccctctacccacacccacacagGTATGGTGTGA

A CGGCTGGAAGAGATGCTGAGGCCCTTGGTGGAAGAGGGCCG

TACGCTGTGTCTTGATCTTTGGCGTCCCCAGCAGAGTTCCCAA

ALAD Gene

Ggtgaag ggttgcgctcacgcccgtAATCAAAGGAAGGGCTAAGAAGGGA

aatcccagcactttgggaggccaaagtgggtggatcacttgagcccaggattttgagaccagc

ctggacaacatggcaaaacccatctctacaaaaaatacaaa

PCR Primer

Forward primer ALAD F:  5'-GCCTCAGTCTTCCCTCCTATTTAGT-3'

Reverse Primer ALAD R:  5'-TCCCTTCTTAGCCCTTCCTTTGATT-3'

PCR product size: 306 bp


49

Amplification ALAD gene by PCR

1. PCR

1)    Make PCR mixture as presented in Table 3.

2)    Mix well. 

3)    Put on the thermal cycler.

4)    Set up the PCR condition (Table 4).

Table 3. PCR mixture

Table 4. PCR condition


50

2.

3.

DNA Electrophoresis

a. Reagent

1) Tris-acetate-EDTA (TAE) buffer

2) 2% Agarose gel (with Ethidium bromide)

3) Size marker (100 bp DNA ladder)

4) Loading dye (Mixture of BPB and xylencyanol FF)

5) Ethidium bromide

b. Procedure

1) Add 1μl of loading dye to the 5μl of PCR product.

2) Mix well then load the all mixture into the well of the agarose gel.

3) Do electrophoresis at 100V until dye markers have migrated in 

an appropriate distance (ca 20min).

4) DNA is visible under the UV light.

c. Results

If PCR is successful, you can see the band at 306bp.

ARMS


51

GCCTCAGTCTTCCCTCCTATTTAGTggatgcatccctgccccTTCTGTCC

TGGGGGCTTGAGccctcctggtgccatatgcagcttggtttctaacagaggcacacagt

gtggtggggtccggaggaccgttgcctgggacctgccttccttcaacccctctacccacaccca

cacagGTATGGTGTGAA CGGCTGGAAGAGATGCTGAGGCCCTTG

GGTGGAAGAGGGCCTACGCTGTGTCTTGATCTTTGGCGTCCCC

AGCAGAGTTCCCAAGgtgaagAATCAAAGGAAGGGCTAAGAAGGG

A

ARMS primer

Forward primer (Common): 5'-TTCTGTCCTGGGGGCTTGAG-3'

Reverse Primer (Normal): 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGC-3'

(Mutant) : 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGG-3'

PCR product size: 168 bp

a. DNA template Preparation

PCR product is diluted by SDW for ARMS DNA template.  Ex. 1.0μl 

PCR product + 99.0 μl SDW (100X dilution)

b. PCR

1) Make PCR mixture as written above in table 5.

2) Mix well.

3) Put on the thermal cycler.

4) Set up the PCR condition (Table 6).

Table 5. PCR mixture


52

Table 6. PCR condition

c. Electrophoresis

Reagent

1) TAE buffer

2) 2% Agarose gel (with Ethidium bromide)

3) Size marker (100 bp DNA ladder)

4) Loading dye

Procedure

1) Add 1μl of loading dye for every 1μl of PCR product.

2) Mix well then load the all mixture into the well of the agarose gel.

3) Electrophoresis at 100V until dye markers have migrated in an 

appropriate distance (20min).

4) DNA is visible under the UV light.

d. Diagnosis

If you have only normal allele, you can see the only normal 

band(tube1), like a Sample 1. If you have ALAD mutant allele in 

heterozygote, you can see the bands in both normal (tube 1) and 

mutant (tube 2) lanes. (Sample 2).


53


54

DATA SEQUENCE OF HUMAN ALAD GENES

Source : 

http://vega.sanger.ac.uk/Homo_sapiens/Gene/Sequence?db=core;g=OT

THUMG00000020522;r=9:116148597-116163613

>chromosome:VEGA51:9:116147997:116164213:-1 

TCCATAAAGACCTTTGATCGGATCTATCATTGTACCTATCATAGGTCT

GATGCCCCTATC 

AAGACTTGGAGTTTTCCTAAACGCCCATGTCTTTCACATCACATCTC

TCAACTCATAGCA 

TTGCCGTACCCTGAGAAATAAATGAAGCTGGTACAAATTTTCTCTGA

AAACTTGGAAGCC 

TGGCGCTGAACTCAACAACTTTAGCTTAGTCCGCAAAAATGGACTTA

GCTAATACTGTGT 

TAGGCATAATGGTGCTGTTTTAACGGCTTTGACATCCAATTATTCTTT

CACCAAGCCATT 

AACCAGAGCCAAGTTTGCCCTAGGCTGGGCAAAGGAATGCTGTGA

AGTGAAACCTGGGCT 

GTAACCGCCTCCGAGGCCGGCTCACACCCAGGGACCCTCCCAAGC

GGTTCCTGCGCCCCC 

TCGTGGCCTCCCTCCTGCAGTTCGCTGCACAAGCGCAGGGCCCGG

AGCGGGGACGGGCGG 

GCCCTCCAGGCCCTCGACACACCCAATTGGCCAGGCCTCGTTGCG

TGTGGGCGGGGCCGC 

GGCTGGAGCGGAGGAGCCCCCCAGAAGACCGCCTTCAGGGGGCG

TGGCCTGGACTGTGGA 

GGGGGCGGACCGTGGGGAAGCTGCTTCCGGGTGAGCCCCCCCC

GCTCTTACGCGGTCTGT 

GGGAGACCGGAGCGGGAGACAGCGGTGACAGGAGCAGCGGCC

GGGAGCCCTTAGGGAGGC 

AGGTGAGCGGGGGCTGGATGCGGGGAGATAGCGGGCCTGGAGGG

CGGCTCCAGGGCGAGG 

CGGGGACTGTGGCACCAAGAGTCCTGCGTCCCCAGATTGTGCTGT

GCGCCTGAAGCCCTG 

GCGGTGCAGCCGTGCACGGAGTCCCGTGGAGCGTTTGTTTGGGCT

GGATTATCCCGCTGC 

AGCCGAGGTTGGGGGCCCGGGTTCGGGGCTCCGCACCTCTTCTC

TGGGGTTCACCCTCTC 

GGATACCGCCTGGGCAGACTCCATCGATGCAGAACCCGAGGTGCG

GGTGGTGGTTGGTGG 


55

GGGGGTAGGGAGGTGAAAACAATAACAGCCGTTTTGTACTAAGCGT

TGCGTGCATTGACC 

ATTCATTTATTTTATTTATTTATTTATTTTTGAGACGGAGTTTCGCTCTT

GTTGCCCAGG 

CTGGAGTGCAATGGCGCGATCTCAGCTCACTGCAACCTCCGCCTC

CCGGGTTCAAGCGAT 

TCTCCTGCCTCAGCCTGCCAACTAGCTGGGATTACAGGCGTGTGCC

ACCACGCCTGCTAA 

TTTTTGTATTTTTAGTAGAGATGGGGTTTCTCCCTGTTGGTCAGGCTA

GTCTCGAACTCC 

CGAGCTCAGGTGATTCGCCCACCTCGGCCTCCCAAAGTGCTGGGA

TTACAGGCGTGAGCC 

ACCACGCCCGGCCTGACCCATTCATTTCTTACAACAACCCATTGAG

GTCGGTTCTAGTCC 

CCATTTACTAAACGAAGAAACTGAGGTCACACAACTAGAAAGCTACA

GAACTAGGATTTG 

TACCCACATCTATCAGACTCCAGAGCCCACATACTTAACCATCCTGC

TACCAACAGCAGC 

CAGGCCCAGAGTCTGGCTCACCCAAAGCTCTCCACAAGCCCAACC

TGCTGGGAAACAGAT 

TTGATATCTATCCTTAAAGTATGGAGGTGTCATGGTGGGCACTGAGG

ACTGGGCTGCTGG 

AGACCTTCCCCCAGATCTGCCGCTGACCCACTGCGTGATCCTGGG

CCTGTGTCTACCCCT 

CTCTGAGCCCAGTTTCACCCTTGTTTCAGTGATACAATCAGCAAACT

TTAAGAAGACTCT 

TAGCCAAGATATTCTAGGATTCTGGGAATGGCAGCTTCTCCTACGTC

TAAATGGCTAACC 

CCAGAGGCGATCAGGCTCTTCAAAGCCCCAGGGCAAGGCTGGGGT

CTCATTCTTCTCTTT 

AATCCCTGTGTCTAGCACTTCAGCAGGCCCATAGTAGATATTCAAGA

AATGTGGGTTGGC 

TGAATAAACACTTCATCTCTTTTCAGAACTGCATGACAGCTGCTCTC

CTGGGCCTTTGTG 

GGGCTTTGGATTTCTCAGTTCTGGCCACCTTCTATCTAGCTGGCTCT

CCTGACTGCCTCC 

TCCCTGGCCAGTGGCAGAGCCTGCCAGGGCTGGCAGCAGGTCCTA

AGCCTCTGTGCGAAG 

ACCCACAGCCTCTGGAATCCTCAGCATAGTACAACTTGCAGGGGTG

GGGGGTGGCACATG 

AAGCTCATAGCCCCTCCTGGTAGCAGTGCTCAGGGCCCAACTTCAG

TTACTCCCAGTTTG 


56

GGGATGTTGCCTTCCATGGGAGGAGATACTTTCATATTAAATCTGAA

ACACTTCTTATCC 

TTCACTGTCCCCTCTTCCATGAAACCACCCTTGACTCAGAGACACA

GTCCCTCTGACAGC 

ACCTGGTCCACCCCTCTACTCTGGCAGCCCGGTGGTGATTATTTTG

TTTTTCCTCCACCA 

CATAACCTGCTGGAAGGCAGGGACTCCACTTCAGAAATCTTGGAAA

ACCCTGTGGCCCAC 

AAGGGTTTGAGCTCATATTCCCATCTGGTGAGGTGCAGAAGGCACA

GAGCTGTGCCAGGA 

CATCTCGTTCCAACCCAGCCCCACTCCTAATAGTAATAAAAGTAGCT

ACATGTTTACTGT 

GCAGCTACTTGGTGCCAGACACCTACCTTATCCCTATCAATAATCTC

CACAGCCTTGCAA 

GTTAGAGATATCATGCCTATTTTGTAGATTATGAAATGAACACTGAAA

GGTCAATTACTT 

TGCCCAAAATTACACAGCAGAGCATAGACCAAACCTGGGACTGTCT

GACCCTGAAACATG 

GATCTTTCTGCACCGCCCTATACTCTGCGTCCCAGCAAAGCTAACCT

GTCTGATGTGGTT 

GGGCAGAGGTGCTGGACCTCCTGGCGGCTCGCTCCTGTCTTCAGT

GTGGTAATGTCACAG 

GCATTTAAATTGTGGTTTGCAAGCTCGCTTGATTTGGGAGAAGTGCC

CTCCCAGTCTGTG 

AAATTCTCCCAAACTCTAAGGGCCTTTTTGCAAAGCAAAACCCACCC

TGCATTTGGCTCT 

GCCAATATGTGATTCAGGGGGTGTTTTCCCACTCACAGAATGGAGT

GGGAAACTCCACTT 

ATTAAGTACCTCTTACAATGGAATGACTCTATGGTGTAGGTATCAGGG

CACTGAAATAGA 

AGCCAGGAGCTGCAGGGTCAGTTTATAGCTCTGTATGTCACTCACT

GTGATCTCCAAAAG 

TCCCGTTGCCTCTTTATACCCCATTTTCCACATTAAAGTGTAAGGGAT

TAAACAGGATTG 

GCAATTTTCAAGCTTTTAATATTTTCAGCACTGACAGCCGTTTCTCAA

ATCAAATCTGTC 

TCTGAATCTTAAAATTCAAAAACAGATCAAAGTGGACTGCTGTAGTG

AGACTGTTCCCTT 

TACTCTAACCCTGCCCCGGTCTCAGGCTCCTAGGCAGTCCTGCCCC

AGGGTTTCTGCTAA 

GCAGGAGCCAGTTGTTCCCTCAGCCTCCTAAAAGCGATGGGGAGT

TGAGGCCAGTGGAAT 


57

GCAGCTTTGGATTCAGAAGCCAGAAAACAACAGAGATTGTTTGTGG

GAAGTGAGTCAGAG 

AGATTAGACCTCTCTTCAACATCTGACTAGACTCTAGAATGGCATTAA

GCAAGTCACTGA 

ACCGCTCAGAGCCTCTGTTTCCTTATCACTAAAAGTTAGGACAATTC

TTGCAATGAAATG 

AGATACTACTACCAAGTACTTCAGTGCTGTGCCCAGCACAGAACGAA

TACACTCAGTATG 

TTTTTCTTTTGTTTCTTCTGTCTCTCCAGCACCCAAAGCAGAAACA

GTATGGGCAGAGAG 

ACGCCTACTGAATCAGGTGTTTATCAGTATTATGAAATACAGTATATA

AAACCCAGCATT 

TGGAGTCCAGAACAAATTCAAATTCTGGCTCAGTCACTAAGTAGCTA

TGTGGTCTTGGGC 

AACTGGCTTACATTTTGGTAATTCTCTCAATATGCAAAAATATTCTCTC

GGCCAGGTGCG 

GTGGCTCACGCCTGTAATCCCAGCACTTTGGGAGGCAGAGGCGGG

CGGATCACTTGAAGT 

CAGGAGTTTGAGACCAGCCTGGCCAACATGGCGAAACCCTGTCTCT

ACTAAAAATACAAA 

AATTAGCCAAGCATGGTCATGCATGCCTGTAGTCCCATCTATTTGGG

AGGCTGAGGCAGG 

AGAATCACTTGAACCCAGGAGGTGGAGGTTGCAGTGAGCCGAGAT

CGAACCACTGCACTC 

CAGCTTGGGTGACAGAGCCAGACTCTGTCTCAAAAAAAAAAAAAAA

AAAAAAAGAAAAGG 

AAAAAAAACTCCTGGCAGACATGAGAGCAAAATCGAGTACGAAATG

GGCAGCTGGGACCT 

CATATCTACTGAATAATTGTCTGTTTGGAGGTTGAGACATGACTGGG

GAGGCCTGGCCTG 

CCCCTGTGTTAGGTGATGGGGCTGGCCCACCCAGGGGTGTGGCAG

CAGGGCTGGCCCCTG 

TGTGACTTGTGATAACCCCACCCTACCAAGGAGGAAGACTGGATAA

AATGGGCCCCTGAG 

ATGGCTGAAGGCAGCTAAAGGGGCCTAAGAGACTATGGGGAGAA

GGGCAGCCAGTTCCTA 

GGCAGCCCTGCCCCACTGTTTCTGATAAGCAGGAGGCAGTTGTTC

CCTCAGCCTCCTGAA 

AGCAATGAGGAGTTGAGGCCACGGGAATGCAGCTTTGGATTCCA

GAAGCCAAGGACCTGT 

TACAAAGGTGGTTTTCTGGGAAGCAAATTAGAGGGATTAGACCTG

GCTTCGACATCTGAC


58

TTGACTCCAACCTACCAAAGGATCTCCCAGTTCACCTGGGAGTTA

ACACACCAGGGTTCT 

AGTCCTTTTGCTCGCTGTGTGGCTTTGGGTAAGTCCTTGCCCCTCT

CTGGACCTTGAGGT 

CCCATTCATACAAAAAGCAGTTGGACTCAGGCCTGCCAGCCCCCAT

TTTTGTGGCTCTTC 

CCCGCCCCTCCCCATCCTTTGGCTATGGGATAGTCTCCCAGGCACC

TCCAAAAGGAAGTG 

TCTAAAACAGAGCTCTCCACCTCCTCTCCAAGCCCAGCTCCCCACT

GCCCTCTTCCTGCC 

CTGTCCCTGTCTCCGCTGCCCTTTAGATCAGGCAGGCAGGCAGGC

CTAGAGCATCCGCCC 

TGAGACACTGCCTGTTGGCTGCCTTAAGACGCCCCTTCCTTCTCTG

CCCGCAGCCTCCCC 

AGCCTCTGCATTCCTCTGCTTCCTGTCTGCTCTGCTCAGCCTGCAG

GATTGATCTTCCCA 

AAGCCAGGTGTCAACCAGGCCACTAACCCTACCCACTGCTCAGAA

ATCTTCCCACAGCCT 

CAGCCTGGCCCCCTCTTATCCATCCCCTCCATACACACTTGCCTCA

GCTCCTCAAAACAG 

TCCACAGCCATCCTCCTTCCCCACCTTTGCCCCTTTCTTCCCTTCCT

AAGGAAATATTGG 

CCCCCTTCTCTCCACCAGGCTGAACCCACTCATCCTGCAAAACCA

AGTTCAACGCCCTGT 

CATTTTCTTTTTTTTTTTTTTTTTTGAGATGGAGTCTCACACTGTCGC

CCAGGCTAGAGT 

GCAATGGGTGCACTCTCGGCTCACTGCAACCTCTGCCTCCTAGGT

TCAATCGATTCTTCT 

GCCTCAGCCTCCAGAGGAACTCTGACTACAGGTGCACACCACCAC

ACCCAGCTAATTTTT 

GTATTTTTATTTTTATTTCTATTTATTTATTTATTGTGAGATGGAGTTTCT

CTCTTGTTG 

CCCATGCTGGAGTGCAATGGCACGATCTCGGCTCATTGCAACCTCC

GCCTCCCAAGTTCA 

AAGGATTCTCCTATCTCAGCTTCTGAAGTAGCTGGGATTACAGGCAT

GTGCCACCACACC 

CGGCTAATTTTTTTTTATTTTTAGTAGAGATGGGGTTTCACCATGTTG

GTCAGGCTGGTC 

TCAAACTCCTGACCTCAAGTGATCCACCCACCTCGGCCTCCCAAAG

TGCTGGGATTACAG 

GCGTGAGCCACCGTGCCTGGCCTAATTTTTGTATTTTTAGTAGAGAC

GGAGTTTCACCAC 


59

ATTGGCCAGCCTGGTCTCAAACTCCAGACCTCAAGTGATCCACCCG

CCTCAGCCTCCCAA 

AGTGCTGGGGTTACAGGTGTGAGCCACTACGCCTGGCGCCTGTCT

TCTTCTAATATGCCT 

CTTCTGACCTCCTCACTCCCATTGGAGCCATGGCTCACTTCTGGTC

AGGCTCCATGCACT 

CAATCAGCCCTGCCTGCCAGGACTGTAGTGCCCACTTGATGAGAAA

TCACCTGTGAAAAT 

GCCAGGCATGGTCTGGCACACAGTAGGTGCTCAAGAAACAAATGTT

AATGCCCCAGCTTC 

CTTCTGTCTTGTGTCCACTAATTTGGCATTTGGAGCATATTTTTGTAC

TTCACGTAATTA 

AATATTTACTGTGTGCCAAGGTCAGTGTGTGACAGAGCACTGTAGG

GGAGGCAAAAATGA 

ACCAACTCTGGACCTTGCCCTGCAGAAGCTCTGTCTACTGGCATGA

GGTAAGACAGGTCC 

ACAGATAACTTACATAAGAGAGACTGCAATCTGGACAAGACAGCCTC

AGTGGGAGAGGGA 

AGGAGAACCCTGTAGATTTGGGTGCGGGGAGGCTGTGGGGAGAG

CACAGCCTTTCAGGTA 

AAGGGACAAGGTTAGGAAAGCAAGAAGGTGTAGCTTGTGCTCGTG

GAGCCCAGGAAACTC 

CTTGGGCTAGAAAAGATTTGGTGGCACTCTATACAGTGTATGTGTCT

GTCTGTCTATCTA 

ACATGAATGGTACTATTTTCTCCTATTGGTGTGCATTGTACCTAACAA

AAAATCCATGTC 

CCAAGTACTTTTCTCTTTTCTTTCTTTCTTTTTTTTTTTGGAATGAAGT

CTTGCTCTGTC 

GCCCAGGCTGGAGTGAAGTGGCGCTATCTCGGCTTACTGCAACCT

CCTCCTCCTGGATTC 

AAGCAGTTCTCCTGCCTCAGCCTCCCCAGTAGCTGGGATTACAGGC

ACGCACCACCACGC 

CCAGCTAATTTTTTTTGTATTTTTAGTAGAGGTGGGGTTTAACTGTGT

TGGCCAGGCTGG 

TCTCGAACTCCTGACCTCAAGTGATCTGCCCATCTCAGCCTCCCAA

AGTGCTGAGATTAT 

AGGTGTGAGCCGCCATGCCCGGCCAACAGTACTTTTCTCTAGAGGT

AGAATTGCAGGGGA 

TTTTTCTCTTTTTGCTTATCTGCACTTTTCTAAAAGTTCTGCCATGAA

CACGGGCATTTT 

TTGTGGAATAAACAAAGTTTAAATGTTGGCTAGATCAGTGCTTCTTTA

TGCATAAGGAAG 


60

GATTAGTTCTTTTTTTTCTATTTCCAATTTATTGATTCTTTGATAAAATG

CAATGCAATA 

AAATTATTATTTTTTTTTAGAGACGTCTCCCTCTCTCACCCAGGCTGG

AGTGCAGTGGTG 

CAATCATAGCTTACTGCAACCTTGAACTCCTGGGCTCAAGCGATCCT

CTTGCTTTAGCCT 

CCTGAGTAGCTGGGACTACAGGTGTGGACCACCACACCTGGCTGA

TTTTTAAACTTTTTG 

TAGATACAGGGTCTCGCCATGTTGCCCAGGCTGGTCTCGAACTCTT

GGGCTCAAGCCATC 

CTGCCACCTCAGCCTCCCAAAGTGCCGGGATTACAGGCGTGAGCC

ACCATGCCCAGCTAG 

AAAATTACTTTTTTGGCTAGGCACCGTGGCTCACGCCTGTAATCCCG

GCACTTTGGGAGG 

CTGAGGCAGGCAGATTGCTTGAGCCCAGGAGTTCGAGACCATCCT

GGGAAGCATGGCAAG 

ACCTCCATCTCTACAAAAAATTCGAAAATTAGCTGGATGTTGTGGTG

CACACCTGCAGTC 

CCAGCTACTTGGGAGGCTGAGTTGGGAGAAACAGTTGAGCCCGGG

AGGTCAAGGCTGCAG 

TGAGTCGAGATTGCACCACTGCACTCCAGCCTGGGCGACAGAGAC

CCTGTGTGAAAAAAA 

AAAAAAGAAGAGAATTTTTTTTAAACAGTCATTGCTTGCTCAGATGTT

TACTTTAAAAGA 

TAATAATGAACAAGAAGCAGTCACATAAAATACAAGCCCAAATTTTATA

TCATTAGATTC 

TGATTGTCATGAAAGTTTCTAAAGACTTACTTTCATTTCTCAACTTAC

CTTGTTGACCAG 

CAGGGATTGGTGAACCATGCTGTGAGTAGCATTGGGCTAGAGAGAG

GGGAGGCAGGAATC 

TAGAAGAGCTGTTTTCCAGATGTGACCATCTCCTGAGGACAGGGAC

CATGTCTCATGTGC 

CACCCATCACCCCCCACAGACAGAGCCTGCAGCCAATGCCCCAG

GAGCCCTCGGTTCCAA 

CCAACTGATGCCCCTGTGCCCACTGGCCCACGCCATGCAGCCCC

AGTCCGTTCTGCACAG 

CGGCTACTTCCACCCACTACTTCGGGCCTGGCAGACAGCCACCAC

CACCCTCAATGCCTC 

CAACCTCATCTACCCCATCTTTGTCACGTGAGTCTCCAAGAATGGG

CCAGGCCTCTGCTC 

TGCTGGTTGGGGTTGGGGTTGGGGAGGGAGTGTTGACTGGAGCG

GGCATCAGTATGGCTG 


61

GGGGTGGCAAAGTGAGCTGTCAGCTTGAAATTCAAGGCACTGGA

AGCAGGCTACTTGGAT 

TAAGGACAGGAATCTTAGGAACAAAACAAACTTTGAAAGAACTCA

TTCATCCCATTTGGA 

AAATTAGAAGAATAACCCTTGCCTGCCATCCTGAGCTCTTGCAGTA

AGACAGAAGCTGAG 

AAGGTGCTCTGTACATTGTAAAGTGCTATGTACCTGTAAGAGATGGC

AGTCATTGAGGCT 

GGGCACGGTGGCTCACGCCTGTAATCCCAGCACTTTGGGAGGCTG

AGGCAGGCGGATCAC 

GAGGTCAGGAGATCGAGACCATCCTGGCTAATATGGTGAAACCCTG

TCTCTACTAAAAAC 

ACAAAGAAATTAGCCAGGCGTGGTGGCGGGTGCCTGTAGTCCCAG

CTACTTGGGAGGCTG 

AGGCAGGAGAATGGCGTGAACCCGGGAGGCGGAGCTTGCAGTGA

GCCGAGATTGCACCAC 

TTCACTCCAGCCTGGGCGACGGAGCCAGACTCCATCTCAAAAAAAA

AAAAAAAAAAAAGA 

GATGGCAATCGTGATTGTTAATAATAATGCAGACATTTACTGAGTACT

TACTATCTACCA 

GGTACTATGCTAAGCACCTACACACATTATCTCATTCAATTCTGAGAG

CATTTGTATGAA 

GAAGGAGTAGCTATCCTCTAGAACATCAGCTCCATGAGGGCAGGGA

TGTTTGTCTATTTT 

GTTCACTGTTGTATCATCAGGGCCTAGAACAGTACTTGGCACATAAT

AAGTACTCAATAA 

ATATTTGTTGAATGAATGAATTAACCACGCATGATATAGATGAAGGC

CTAAGGCTCAAAG 

AGATGATAGAACTTGGCCACGGTCACCCAGGCAGTAAGTGGCTGG

GATAGAAAGCAAGGA 

CCTGCCAAATTCAGAGTCCAAGTTCTTAACCACTTAATTCCTTCCT

GTAATTACCGTTCT 

TTTAGTACAGTTGCTAGTGTTGTCACTGTTATTCTTGTTGTTCCTATT

ATTATTTCAGGC 

CCTGGGCTTGGCCAGGCAGGGAAGCCAGACACTGGATCCCATCC

TCCTCCCACCATCTCC 

ACTTCCATATTTCTTTCCTGCTTCCCAACCATCCCTCTCAGTCGCCC

CCGCACCACTGGC 

CCTTCCCACAGCTACCAATCCATATCCCACCCCCGCTCTTGCAGG

GATGTTCCTGATGAC 

ATACAGCCTATCACCAGCCTCCCAGGAGTGGCCAGGTAGGAGACG

TGGAGTTGGGGGGCC 


62

AGCGGGTGGTGGAGGGAGAGATTCCACAGGTGGAAGTGCTGGGA

GGCAGAAGCAGACCTA 

GGAAGTAGAAGATGCGGACAGACAGACATTAGCTCAGTAGAGGAAA

GGGTTTCCCCGGGG 

CCAGAGCTGTTCCACAGTGGAAGGGGCAGCCCCATAAAGTAAAGA

GCTACCCATCACCCG 

AGACGTCGTGGCAGAGGCTGTTGCAGAAGGGAGCTGAACTGCAGA

TGGGAGTTCAAAAAG 

AGGGCCTCGAAGGAGCCTTCCACAGCCGAATTCCGGAGCTCTGCT

ACTCAGGGCCTCAGT 

CTTCCCTCCTATTTAGTGGATGCATCCCTGCCCCTTCTGTCCTGGGG

GCTTGAGCCCTCC 

TGGTGCCATATGCAGCTTGGTTTCTAACAGAGGCACACAGTGTGGT

GGGGTCCGGAGGAC 

CGTTGCCTGGGACCTGCCTTCCTTCAACCCCTCTACCCACACCCAC

ACAG  GTATGGTGTG

AAGCGGCTGGAAGAGATGCTGAGGCCCTTGGTGGAAGAGGGCCT

ACGCTGTGTCTTGATC 

TTTGGCGTCCCCAGCAGAGTTCCCAAGGTGAAGAATCAAAGGAAG

GGCTAAGAAGGGAGG 

TTGCGCTCACGCCCGTAATCCCAGCACTTTGGGAGGCCAAAGTGG

GTGGATCACTTGAGC 

CCAGGATTTTGAGACCAGCCTGGACAACATGGCAAAACCCATCTCT

ACAAAAAATACAAA 

AGTTAGCTGGGTGTGGGGGTATGTGCCTGTAGTCCCAGCTACTCGG

GAGGTGGAGAGGTG 

GGAGGATTGCTTGAGCCCAGAAAGTCGAGGCTGCAGTGAGCCAAA

ATCGCGCCAGTGCAC 

TCTAGCCTGGGTGACAGAGCAAGACCCTGTCTCCAATACAAACAGA

AAAAGGAAGGGAGG 

TTGGGCAAAGGTGGACTGAGGGTCCACACTGACTGCACCCTCACT

CCCACATTGTGCTGG 

CCCTGGGGCCACAGGTGAATGGACGTGGTCTTTGCCCTTAAGTCA

GCACCCATGTAGGGT 

CAGTCCTCTGTGCTTCCTTATCCAGGGGCTGTGATGATGAAGGAAG

GAGAAGGCCAGGGC 

TATGCTCTGTGATGGCTGTCATCCTGCCTTCCAAAGCTACATGTAATA

GACACACTGCTT 

TGTCCCTCCCCTGCCCCTAGGACGAGCGGGGTTCCGCAGCTGACT

CCGAGGAGTCCCCAG 

CTATTGAGGCAATCCATCTGTTGAGGAAGACCTTCCCCAACCTCCT

GGTGGCCTGTGATG 


63

TCTGCCTGTGTCCCTACACCTCCCATGGTCACTGCGGTGAGTTCC

CTCCCTCCCACCAGC 

CCTGCTGCCACCCACACTCCTACTGCCCACTTCTCAACAGGGTGG

GGACAGGCCAGGGCC 

CAAGGTGCTCCCCAAAACCCAGTCATCTGTCCTGAAGGGCTCCTG

AGTGAAAACGGAGCA 

TTCCGGGCTGAGGAGAGCCGCCAGCGGCTGGCTGAGGTGGCATT

GGCGTATGCCAAGGCA 

GGTGAGTGAACCACCAGCAGGGATGGGCACCTCTGGGTCAGGAG

GTGGCAGAGTGGCTAG 

GAGGGCCCCAGAGTTCTGAAGGCCACCCTCTGCCCCCCAGGATGT

CAGGTGGTAGCCCCG 

TCGGACATGATGGATGGACGCGTGGAAGCCATCAAAGAGGCCCT

GATGGCACATGGACTT 

GGCAACAGGGTAAGGGCAGGGAATGCAGCACAGGGCTGGCAGGA

GATAGTCTGCACCAGC 

CCTGCCCCCGTGTCTGCTAAGAATCACAGAACTGCCGGGCGTGTT

GGCTCACACCTGTAG 

TCCCAGCACTTTGGGAGGCTGAGGCAGGTAGATCACTTGAGGTCA

GGGGTTCAAGACCAG 

CCTGGCCAACATGGTGAAACCCCATCTCTACTAAAAACACAAAAATT

AGCTGGGCGTGGT 

GGCAGGCGCCTGTAATCCCAGCTACTGGGGAGGCTGAGGCAGGA

GAATCGCTTGAACCCA 

CGAGGCAGTGAGCTGAGATCATGCCACTGCACTTCAGCCTGGATG

ACAGAGCTAGACTCC 

ATCTCAAAAAAAAAAAGAATCACAGAACTGAAGACAGTGCTGGATGA

GGCTTTGGGGAAC 

CATTTAAACCTCTGGGCCTCTGCAGGGAAATCAAGCCCAGCACTCC

AACAGGACCAGAAC 

ACAGGCAGTCTCCTTCCCAGCCTAGGTTCTTTCTCTCCCTGCCACA

TCACCCTGGGATAC 

CTGGCAAGGGCCGAATAAGCCAAGACCTCCATTGTCTCCCCATAGG

TATCGGTGATGAGC 

TACAGTGCCAAATTTGCTTCCTGTTTCTATGGCCCTTTCCGGTGAG

CAGGGGTGGGCAGG 

GGTCTGCTGTGAATCCCTGGCCCTTTGGCCCAAAGCTGGAGCCCA

CCCTGATGACTCTGC 

TTTGCAGGGATGCAGCTAAGTCAAGCCCAGCTTTTGGGGACCGCC

GCTGCTACCAGCTGC 

CCCCTGGAGCACGAGGCCTGGCTCTCCGAGCTGTGGTGAGTGAC

TAGGACTTGAGCCCCA 


64

CCCTCAGCCCCCTCCTAGGCACCACCCACATTATACCCTCATCCCTT

AG  GACCGGGATGT

ACGGGAAGGAGCTGACATGCTCATGGTGAAGCCGGGAATGCCCT

ACCTGGACATCGTGCG 

GGAGGTAAAGGACAAGGTGAGCACAGGTACGAGGCAAAGGGGGC

TCAGGGGGCTGGGACA 

GAGTTTTCCACAGACTCTGGAATCTCAGAGTTGGAAGCAGTTTGCC

CTTAAGCATGCATC 

CTCTCCTCCCCTTCCCTGCCCAGGAACCATCGTGGCCTTCTATGTC

GGGGCTTGCACGAG 

CCTCAAACAGCCCTGCTTTAACAGTTCAAGAGTGGGCCAGGCTGCC

AGCCGCAGTAACCC 

AGGACACGGGGCTCAAGATGGTCACAGATTGAGCAGGGGGGAAG

GGACGCTTCCAGAGCC 

ACATCCACCCTCCATTTCAGCCTGTCTCCCTGTCTGCTTCCCTGCA

G  CACCCTGACCTCC

CTCTCGCCGTGTACCACGTCTCTGGAGAGTTTGCCATGCTGTGGC

ATGGAGCCCAGGCCG 

GGGCATTTGATCTCAAGGCTGCCGTACTGGAGGCCATGACTGCCT

TCCGCAGAGCAGGTA 

GGCAGGCAAGGGTGGGGTGTTTTGACCTGCGCCACAGGGACTGAT

AAGCACTCTGCCTAG 

ATTGGGGAACGACGTCCTGAGAGCTTGGGATCTTATTCCGGGAATT

ACTAGTGATCTAAA 

CAGACACACACTGAGGAAGAGATATGGAACTGCAGCATAGAACACG

GCCCGGTGAAGCAA 

GCAGAGCCCTTCATTTTTGGTTGTGAGAACGTGGGCAAGCCACTTC

TCTGAACCTCAGTG 

TCCTCACCCATAACTGGATAACTGGGGATAAGATACCTGGTGCGTG

GTTGTCCTGAGGAT 

TAAATGAAGTAATATCACTCCATAAAGGGGACTCATTTTGTTAGAATT

GCACACCAGCAT 

GGGAAGGAACTTGCCTCTTACCTATTTCCTTCACTGTGCATTTTATTC

TTTGGTAAACTG 

AGGCCCCAAAAGAGGAAATGACTTGCCCAAGAAATAGAGTTTCCCA

AAGCTGGGCTCCGT 

CTCATGTGGTGTGCCCACAGGCTGTGCTTCTTCATGGTAGCCTTCT

TCCCCGCCTGGCCT 

TCCCATCGCAGAAGGTGTGCTCAGAGCTGATCAGCGTCCCCCCAG

CAACTTTCTGCATCT

CTCCCAACACAGGTGCTGACATCATCATCACCTACTACACACCGCA

GCTGCTGCAGTGGC 


65

TGAAGGAGGAATGATGGAGACAGTGCCAGGCCCAAGAACTAGAA

CTTTAAAACGTTCCCG 

GGGCCTCAGACAAGTGAAAACCAAAGTAAATGCTGCTTTTAGAAC

TGTGCCCTCATGCCC 

TCTTCCTGCTCACATGCTAGCGGGGCCCAGCAGCCCTGGGTGGTT

TTGCCAGCATGCTAA 

CTCTTGTAACTCGCAGCTGCATCCTATGAGCTCTCCCAAGCTTCCC

CGCCCCTCCCCTGG 

GTCAGCCGTGAGGCCCACCTTTGCCACCCTCAGCTCTTTCCTCTG

GTGTGGCTTCAGCTT 

GAAAGCAACCTGGAGTCGGGGGCACAGCCTTTGGGGCCTGGCTG

GGAGAGGGTCTTGGAG 

CATTAGGGGAAGAAGAGAGCAGTGGGATCTTGGGGCCTGAGAAG

CCTTGGAACGCTTCTG 

GCAGCAGAGCTGGGTGTGGGAATGAGGCCTAGATCGATATCCCTG

GGTTAGAGTTGAAAT 

TTGCCGCAATTCCACTGGAAGGCATTTCCCACGAGGCCAGAGGTT

GCCAGGCTGCCTGAG 

GTCTCCTATTCTACTCTGAACCATAAACCCAGAGAAGAATTACTCA

TTAACCAGCATAAA 

TACTGCCTGAGGATCAAAACTCAGAGGCAAAGAGGGAGTTCCTG

ACTGCTAGAGGTGCCA 

CCACCACAAACACTTTTTATTCAGGAGATACTTTTTGAGAATCTCTG

CTCTGTTCCTAGG 

TTCAGTGCTGGGTCCTGGGAATACAGCAGGACAGACCTCAGCTTA

TCTCTTCATAGAAAT 

TATACAAAGAGAATTGGGGAGACAGCTAAGAAGAAAACAAAGAAA

TAAAGCAGTTACAAA 

TTGTGATAAGTGCTTTGAAGGAAAGAAGGGGTCTGAGACAACAAC

AGGGAAGGGGCCTCT 

CTTGAAACAGTAGTTGGGAAGGAGGCAGACATGCACCAGTGATGT

GGTGACAGGTGCTCT 

GAAGGAGGTCACCAGGACCTGACCTCTTTGAAGGATCAGAAAATA

CTTCCCTGAAGGACT 

GACATTTGAGCCTAGACCTGAAGGGTGAGCCATCAAGCTAAGACA

ATTGGGGAAGAGCAT 

TCCAGGGAGAGGGAGGAGTTGTGCAAAGGCCCTGGGGCTCCTTC

TAGCTGGAGGAATGCA 

AGGCTAGCTTGTCTGGAGCACTGAGAGGATGGCCTGAACTGAGT

GGAGAGAGACAGACCA 

GGACCAAACCATGCAGAGGTCAAGGGCCACATTCACCTTTTCAGA

GTGACTCAATCAAAT 


66

TTGTAGTTTGTAAAAGTATTTTAACAGCTCTGCGGCAAAGTGCAAA

TGAAAAGTCTTGAT 

GGCATGGACTGGAGCGGGGACAGTGGGGATGGAGAAAGGGGAA

TGGATTGTGGATGTGTT 

TAGAAGGTAGATTCGATGTGAAGGATGAATCTGGCTTGACCTTCTG

GGTGGCTGATGGGC 

CATTTACTGAGATGGGGCAGCCTGGAAGAGGAACAGAAGCAGGG

TCGGGGTGGAGGGAGA 

ATACTAAACTTAGCTTGAGACATTTTGCAATAAGGAAGCTATATCTA

GAGTGCTTATGTG 

ACTCACCTAAGGCCACTCAACAAGTTTGTGGCAGAACTGGATTAG

AACTGCACAGAAAAC 

AGCCAAGCTGGGATTTGAACCCATGTAGTCCAACTCCAAGGCCTC

TGCCCCTAACCACTG 

TGCCATACCACCTCCCAATAATCAACAGCAAAATTATAGGTCTAAC

AATGTTTTATAGAC 

ACCCCTCCATTTATGTGATGGGTTTGCATCCTGATAAACCCATCATA

AGTTGAAAATATG 

ATCATAAGTTGAAAATATGATCATAAGTCAAAAATGTATTTAATATAC

CTAACCTACCAA 

ACATCATAGCTTAGCCTAGCCTGCCTTAAACATGCTCAGAACACTT

ACATTAGCCTACAG 

TGGGCAAAACTATCCAACACAAAATCTATATTGTAATAAAGTTGTAA

AGAATTTTGAATA 

AAAATTCAATATTTGAAGTACAGTTTCTACTGAATGTCTTGTTTCATA

CTGTTGTAAAGT 

CAAAAATTGTGAATTGAATGATCACAGTTCGGGGACCATCTGCAATT

AGCCCCAGTTATA 

CGGGGAGACCAAGGAGACCAGGCACCTACTTGGTTGCAAGTGATG

GAAATCCAGTTCAAT 

AGCAAAGAAGGACATGATTGGTTTTCATAACTGGATTGAGATAAGGA

CAGGTGTGGTTGG 


67

GCCCAGGGTCAAACCCCATGGAGGTCTCTGTCCCTTTCTAACTCTC

GTCTGTGTTTGCCC 

CAGCTTTATACTCAGGTGGGTTTTTGCCACTTGCCAGCAACATGATC

CTCAATAATTCTA 

GGCTTAAATAGTCGTTAAGATTTGTAATCCCAGAGAAAGAGCCTTCC

TGTCCCATCACTC 

ACATAGCAAATCTCTGGAGGTCTCTGATTGGGCCTGTTCAGGCCAC

ATGGTCCACTCTTG 

GCTCAGTCACTGTAAACAATGGGATGGGAGATGGCGCCACAATTGA

CCAGGTAGGCCTCA 

TTACACAGAACGCTGTCTTGGACTGAGCTTTTGCACCAGTGGCCTC

CTTGGCTTGGAATG CTTTTCCCCTAAATCTA

Note :  Red for exon area; black for intron area.