Pengadaan DNA berkualitas tinggi dan utuh seringkali merupakan
langkah pertama dan paling penting dalam banyak aplikasi biologi
molekuler, seperti kloning DNA, sekuensing, PCR, dan elektroforesis.
Pengisolasian keseluruhan DNA utuh dari berbagai macam sampel
jaringan memiliki kesulitan yang berbeda karena tergantung dengan sifat
fisik dan biokimia jaringan yang dituju. Sebagai contoh, banyak metode
ekstraksi DNA akan bekerja dengan baik untuk jaringan seperti hati, tetapi
cukup sulit dilakukan untuk jaringan jantung, jaringan lemak, otak, dan
limpa. Isolasi yang paling umum dan mudah, khususnya isolasi genom
pada hewan yaitu memakai sampel darah atau cairan tubuh dari
organisme ini .
Beberapa metode telah banyak dikembangkan dengan tingkat
kesukaran, kemurnian hasil, dan konsentrasi hasil yang berbeda-beda.
Namun, teknik konvensional masih merupakan teknik yang terbaik.
Permasalahannya yaitu produk buangan atau limbah bahan pada teknik
konvensional. Teknik konvensional biasa memakai fenol-kloroform
sebagai proses menghilangkan materi lain selain nukleotida, seperti
protein. Namun, perlu diketahui bahwa fenol merupakan bahan yang
sangat korosif sehingga pembuangan limbah yang tidak tepat akan
mencemari lingkungan sekitarnya.
Pada teknik dasar bio-molekuler, Penulis akan memaparkan
beberapa teknik yang dapat digunakan untuk isolasi genom dari bahan
cairan tubuh. Pemilihan sumber cairan tubuh, bukan jaringan hanya pada
kemudahan dalam pengerjaan isolasi. Perbedaan isolasi dari jaringan
2
yaitu pada langkah bagaimana teknik menghancurkan jaringan
ini . Dengan menguasai teknik dasar isolasi genom dari bahan cairan
tubuh, akan memudahkan kita dalam mempelajari teknik isolasi genom
dari sumber jaringan.
Tujuan dari percobaan ini yaitu mengisolasi dan mempurifikasikan
dalam jumlah banyak genom manusia. Sumber yang paling mudah dan
tidak korosif yaitu saliva ataupun usapan mulut pipi bagian dalam. Telah
kita ketahui bahwa konsentrasi jumlah DNA dalam sel hanya sedikit,
ditemukan sebagian besar di inti sel (90%). Karena jumlah yang sangat
sedikit, maka diperlukan keterampilan dalam memisahkan DNA dengan
komponen sel lainnya. Ada banyak metoda memurnikan atau purifikasi
DNA dengan komponen lain, terutama protein. Namun, semua proses
akan memiliki prinsip dasar yang sama, yaitu
1. Menghancurkan sel
Menghancurkan sel merupakan salah satu langkah penting dalam
pemurnian DNA. Sel dapat dihancurkan atau dipecah memakai
teknik sonikasi, grinding/ giling, cacah atau dengan tekanan tinggi agar
sel hancur. Namun, langkah ini sering mengakibatkan DNA terpotong-
potong jika metode yang digunakan kurang baik sehingga kemurnian
DNA akan turun. Langkah yang terbaik yaitu memakai bahan
kimia seperti pemberian deterjen/sabun atau mengunakan teknik
enzimatik. Sabun akan melarutkan lipid membrane sel. Sabun juga akan
memiliki peran sebagai inhibitor DNAse dan dapat mendenaturasi
protein sehingga membantu dalam membuang protein dari larutan uji.
Deterjen yang biasanya digunakan sebagai pelarut lisis sel hewan
yaitu deterjen yang bersifat anionik seperti SDS (Sodium Deodesil
Sulfat) atau sarkosil (sodium deodesil sarkosinat).
2. Membuang protein
Langkah selanjutnya dalam proses isolasi dan pemurnian genom
yaitu membuang semua materi atau komponen protein, dikenal
Persiapan Genom Manusia
3
sebagai deproteinasi. Prinsip dasar pada proses ini yaitu membuang
kemampuan kelarutan protein, sehingga protein akan menjadi tidak larut
(mengendap) sedangkan asam nukleat tetap larut. Banyak pelarut
organik yang dapat digunakan untuk pelarut organik yang dapat
digunakan untuk mengendapkan protein. Metode fenol dan kloroform,
umumnya digunakan dalam mengendapkan protein. Metode fenol
mempunyai prinsip sebagai berikut: Fenol yaitu kristal pada suhu
kamar, namun dengan adanya 20 persen air, ia membentuk suspensi
berair yang mengandung misel fenol yang dikelilingi oleh molekul air.
Molekul protein banyak mengandung residu asam amino hidrofobik
yang terpusat di pusat molekul. Ketika larutan yang mengandung protein
terlarut dicampurkan dengan fenol yang bersifat lebih hidrofobik akan
menyebabkan fenol akan berdifusi ke dalam inti protein, sehingga
protein membengkak dan protein menjadi terbuka (unfold) dan
terdenaturasi. Protein yang terdenaturasi dengan kelompok hidrofobik
yang terpapar dan dikelilingi oleh misel fenol, jauh lebih mudah larut
dalam fase fenol daripada fasa berair. Akibatnya, protein dipartisi ke fasa
fenol yang meninggalkan asam nukleat dalam fasa berair. Asam nukleat
tidak memiliki gugus hidrofobik sama sekali dan tidak dapat larut dalam
fase fenol. Selain itu, fenol juga berperan dalam membuang fraksi lipid
dalam larutan sampel DNA ini .
Metode kloroform digunakan karena kloroform tidak larut dalam air
sehingga mencegah hilangnya DNA ke fase organik. Deproteinisasi oleh
kloroform didasarkan atas terdenaturasi rantai polipeptida pada
interfase air-kloroform. Konsentrasi protein yang tinggi pada interfase
akan menyebabkan protein mengendap. Namun deproteinisasi ini
sangat tergantung pada pembentukan daerah interfase yang besar
sehingga membutuhkan bantuan mekanik yang besar yaitu
pengocokan/penggoyangan yang kuat. Selain itu, metode ini hanya
cocok untuk mendapatkan DNA dengan total ukuran 20 ribu – 50 ribu
pasang basa (umumnya DNA virus). Metode fenol dan kloroform
memiliki keburukan dalam hal limbah. Sifat toksin yang tinggi,
4
Metode lain yaitu memakai enzim. Protein dapat dibuang dalam
larutan sampel genom memakai enzim protease. Enzim ini akan
memecah atau mencerna semua protein. Ada dua macam enzim yang
sering digunakan yaitu proteinase K dan pronase. Kedua enzim ini
sangat stabil dan diperoleh dari jamur. Enzim ini akan bekerja aktif pada
larutan yang rendah deterjen anionik, tinggi konsentrasi garam EDTA,
0 0pH 6 – 10 dan suhu antara 50 -60 C. Perbedaan antar kedua enzim ini
hanya pronase bersifat self-digesting, sehingga harus selalu
ditambahkan pada saat proses berlangsung. Metode lain yaitu
dengan penggunaan asam. Prinsip dasarnya yaitu penambahan
larutan asam seperti asam cuka yang akan menyebabkan koagulasi
protein sehingga protein akan mudah diendapkan. Proses ini terjadi
karena asam dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya
muatan ionik.
3. Membuang RNA
Untuk membuang RNA saat isolasi DNA, digunakan metode enzimatik.
Namun, tidak semua RNA akan hilang, sejumlah kecil RNA akan tetap
ditemukan pada proses pemurnian DNA. Ada dua enzim yang
digunakan, yaitu RNase A dan RNase T1. Mekanisme keduanya
didasarkan pada posisi pemotongan basa nukleotida urasil, sitosin, dan
guanin.
4. Memekatkan DNA
Pengendapan dan pemekatan DNA telah dimulai pada tahap
deproteinisasi memakai campuran fenol-klorofrom-alkohol.
Prinsip pengendapan pada akohol didasarkan pada kemampuan
penurunan kelarutan asam nukleat dalam air. Molekul air yang polar
yang mengelilingi molekul DNA akan mempengaruhi kelarutan DNA.
Etanol akan mengubah potensial ion dari DNA sehingga akan
membuang molekul air yang berinteraksi dengan DNA. Akibatnya, DNA
akan mengendap. Penambahan etanol 95% dalam larutan sampel DNA
akan menarik molekul air-DNA sehingga DNA akan mengendap.
Penggunakan etanol 95% atau 100% murni, akan mempengaruhi dalam
5
hal pembiayaan. Untuk itu, digunakan etanol dengan konsentrasi lebih
rendah. Namun, proses ini memerlukan penambahan larutan senyawa
garam dalam larutan DNA agar menetralkan muatan fosfat-DNA
sehingga mengeliminasi interaksi air-DNA. Senyawa larutan garam
yang sering digunakan yaitu natrium atau ammonium. Namun perlu
diingat, pengeliminasi materi garam dari larutan DNA yang tidak
sempurna akan mempengaruhi proses PCR karena senyawa garam ini
akan mengganggu proses enzimatik pada proses PCR. Agar
memeroleh DNA yang murni, sangat dianjurkan penggunaan
ammonium asetat yang memiliki kelarutan tinggi dalam etanol. Setelah
larutan DNA diendapkan, garam ammonium akan mudah dilarutkan
dengan penambahan etanol 70% sedangkan untuk menghilangkan
fraksi etanol pada DNA dapat digunakan pemanasan. Dalam temperatur
0
60 C, etanol akan mudah dan cepat menguap.
Isolasi genom dari liur atau saliva merupakan salah satu teknik yang
sederhana, tidak berbahaya, dan mudah pengerjaannya. Bahan dan alat
yang dibutuhkan yaitu liur, tabung reaksi 30 mL, etanol, buffer saline
(PBS), larutan lisi, PCI, dan ammonium asetat serta alat sentrifuse dan
tabungnya. Kadang teknik dikombinasikan dengan pemberian asam cuka
encer. Prosedur kerja yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
10 mL larutan NaCl fisiologis (buffer saline) digunakan untuk berkumur
selama 60 detik.
Ludahkan dalam tabung sentrifuse 25 mL, ulangi hingga 2 kali.
Tabung kemudian disentrifuse pada kecepatan maksimum (5000 rpm)
selama 20 menit. Lebih baik jika memakai sentrifuse dingin.
Hati-hati dalam membuang supernatant, jangan sampai pellet sel
terlepas dari dinding tabung.
Tambahkan 1 mL larutan lisis buffer yang terdiri dari campuran 0.5%
SDS, 0.1 M EDTA, 10 mM Tris-HCl.
Tambahkan 50 uL Proteinase K lalu kocok perlahan, jangan berbuih,
Isolasi Genom dari Liur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
6
0sampai pellet terlepas dari dinding tabung. Kemudian inkubasi 56 C
selama 3 jam atau biarkan dalam suhu kamar selama 1 malam.
Setelah 3 jam atau dibiarkan satu malam, tambahkan larutan 1 mL PCI
(fenol-8OH-TE) dengan perbandingan volume yang sama. Kocok kuat-
kuat selama 30 detik, lalu sentrifugasi dengan kecepatan maksimum
selama 10 menit. (gambar 1)
Ambil lapisan atas dan pindahkan ke tabung baru yang berisi kloroform
dengan volume yang sama. Hati-hati dalam memindahkan DNA yang
terlarut dalam fase cair (larutan bening), jangan sampai tercampur
dengan daerah interfase yang berwarna putih, dan lapisan bawah yang
merupakan fase fenol (larutan kuning). Tabung baru yang telah berisi
hasil sentrifuse no 8 dan kloroform, kemudian dikocok dan disentrifuse
kecepatan maksimum selama 10 menit. Pindahkan larutan atas ke
tabung baru. Fungsi kloroform dalam percobaan ini untuk
membersihkan fenol dari sampel.
Tambahkan setengah volume (kira-kira 1 mL) 7.5 M ammonium asetat
kemudian tabung dibolak-balik 10 kali.
Tambahkan etanol 95% dingin sebanyak 2 x jumlah volume larutan
sebelumnya, misalkan jumlah volume total DNA dan ammonium asetat
3 mL maka tambahkan etanol 6 mL. Bolak-balikkan dengan pelan,
maka akan muncul helaian DNA seperti kapas. Ambil helaian DNA
secara hati-hati dengan memakai batang kaca dan pindahkan ke
tabung yang sudah mengandung 3 etanol 70% dingin.
Sentrifuse pada kecepatan maksimum selama 5 menit. DNA akan
mengendap di bagian bawah tabung seperti lapisan atau butiran putih.
Buang hati-hati etanol ini , buang sebanyak mungkin, kemudian
0keringkan di oven dengan tutup tabung terbuka, pada suhu 70 C.
Setelah kering, pellet DNA dapat dilarutkan dengan 100 uL buffer TE
0(Tris EDTA). Biarkan semalam dalam temperatur 4 C hingga larut.
Untuk memeriksa keberhasilan penelitian, dapat digunakan uji
elektroforesis dan nanodrop untuk menghitung kemurnian-konsentrasi
DNA.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
7
Prosedur yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
Siapkan agarose 1 % dan buffer elektroforesis.
Tuang larutan agarose cair yang sudah mengandung etidium bromide
ke dalam cetakan agarose kemudian tunggu sampai kering.
Pindahkan agarose bersama cetakannya ke dalam bak elektroforesis
yang sudah berisi larutan elektroforesis.
Masukkan 1 uL genom DNA hasil isolasi kita.
Jalankan elektroforesis (ingat DNA berjalan dari kutub negatif ke positif).
Setelah 1 jam, hasil elektroforesis dapat dilihat pada lampu UV. (gambar
2)
Elektroforesis dan Identifikasi Genom Sederhana
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gambar 1. Isolasi DNA pada pemisahan fenol
(www.genetargetsolutions.com.au/product/5prime-
phase-lock-gel/)
Gambar 2. Elektroforesis genom DNA
(dokumen pribadi)
8
Prinsip protokol isolasi genom ini dapat diterapkan baik
memakai darah, sel maupun jaringan. Perbedaan pada jaringan,
seperti jaringan tumbuhan, organ, dan sebagainya, terletak pada
bagaimana cara memecah jaringan ini . Misalnya, isolasi genom
DNA dari jaringan hati dilakukan dengan menggerus jaringan ini
memakai teknik penggerusan dengan lumping. Ekstrak gerusan
ini akan digunakan pada metode isolasi seperti di atas.
Saat ini, telah banyak dikembangkan teknik isolasi genom DNA
memakai KIT dari berbagai manufaktori. Masing-masing KIT memiliki
kelebihan dan kekurangan, sebagai contoh KIT isolasi DNA genom
memakai miniprep column memiliki kelebihan dalam memangkas
waktu kerja, tidak memakai bahan fenol yang berbahaya dan mudah
dalam pengerjaannya, namun kekurangannya yaitu dalam harga yang
lebih mahal.
Hibridisasai atau aneling (penempelan) merupakan dasar dari
kemampuan untai tunggal asam nukleat untuk melakukan pengikatan
spesifik dengan untai komplementernya (atau pasangannya). Ketika untai
ganda DNA mengalami denaturasi atau dipanaskan, maka untai akan
terpisah, jika pemanasan dihilangkan atau dilakukan penurunan
temperatur, maka untai yang terpisah akan bergabung kembali. Prinsip
dasar ini yang menjadi dasar pada proses PCR, dimana saat terjadi
penurunan suhu pada proses PCR, akan terjadi proses penempelan untai
oligonukleotida. Proses penempelan ini dipengaruhi oleh faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan ikatan hidrogen antara basa
nukelotida pasangannya, yaitu temperatur, pH, larutan garam dan
sebagainya. Telah diketahui bahwa basa nukleotida G akan berpasangan
dengan basa nukleotida C dengan bantuan tiga (3) jembatan hidrogen,
sedangkan basa nukleotida A akan berpasangan dengan T melalui dua
jembatan hidrogen. Untuk memutuskan jembatan yang menghubungkan
basa-basa ini diperlukan energi (untuk laboratorium dalam hal ini
PCR (Polymerase Chain Reaction)
9
yaitu pemanasan yang tinggi).
PCR merupakan suatu metode in vitro dalam sintesis DNA. Prinsip
dasar metode ini yaitu perbanyakan fragmen DNA memakai enzim
polymerase pada temperatur yang tinggi yang dilakukan secara berulang.
Pada proses PCR dibutuhkan oligonukleotida pendek (primer DNA) yang
berperan dalam mengawali proses ini. Primer akan menempel atau hybrid
pada untai tunggal DNA saat temperatur diturunkan setelah terjadi
pemisahan untai ganda DNA. Produk hasil PCR dapat diamati
memakai teknik eletroforesis agarose.
Hingga saat ini, metode PCR telah berkembang dari metode PCR
yang umum hingga metode PCR yang dapat digunakan langsung untuk
melihat apakah sampel ini memiliki mutasi atau tidak, tergantung
aplikasi apa yang akan dipakai apakah untuk identifikasi molekuler,
sekuensing atau rekayasa genetika. Beberapa PCR yang telah
dikembangkan saat ini yaitu sebagai berikut:
PCR standar, metode dasar PCR dan hasil produk PCR dapat
digunakan untuk tahap selanjutnya seerti kloning, sekuensing, restriksi
enzim.
ARMS PCR, atau Amplification Refractory Mutation System (ARMS)
yaitu aplikasi PCR dimana memakai primer spesifik. Metode ini
yang sangat berguna untuk identifikasi mutasi titik atau polimorfisme.
GAP-PCR, mutasi delesi pada gen cluster seperti b-globin, dapat
dideteksi oleh PCR standar memakai sepasang primer yang
komplemen dengan untai DNA yang di dalamnya ada area delesi.
Untuk delesi yang kecil, kurang dari 1 kb, maka akan dihasilkan dua
buah produk fragmen, satu fragmen besar dan satu fragmen kecil
(fragmen yang ada delesi kurang dari 1 kb). Untuk delesi yang lebih
besar (2 kb), jarak antara kedua primer yang mengapit produk PCR
(amplikon) terlalu besar, sehingga sukar didapatkan dua fragmen
produk (hanya yang terbentuk fragmen yang delesi/fragmen kecil,
sedang framen normal tidak terbentuk), Oleh karena itu, diperlukan
teknik khusus untuk memperoleh kedua fragmen ini , yaitu
1.
2.
3.
10
teknik GAP-PCR. Teknik ini banyak digunakan untuk deteksi alfa
talassemia, di mana delesi yang terjadi sangat besar (gambar 3).
RFLP PCR, metode ini digunakan jika ada area pemotongan enzim
restriksi. Pada alel homozigot/mutan yang memiliki situs pemotongan,
maka produk PCR akan dapat dipotong oleh enzim restriksi tertentu
(atau sebaliknya). Untuk alel hetero, maka produk PCR yang diamati
yaitu kombinasi antara pita yang terpotong dan yang tidak terpotong
(gambar 4).
Kuantitatif-PCR, metode ini digunakan untuk menghitung kuantitas
atau jumlah produk spesifik hasil PCR, biasanya dikenal dengan
sebutan Real-Time PCR (“RT-PCR”). RT PCR di sini, berbeda dengan
Reverse Transcription (RT) PCR. Reverse Transcription PCR (RT-
PCR) didesain untuk amplifikasi DNA dari RNA. Jumlah amplifikasi
DNA dari RNA dapat diamati dengan memakai “RT-PCR”.
Multipleks tandem PCR, metode untuk mendeteksi banyak target
pada satu sampel. Pada metode ini, satu sampel akan memakai
banyak primer spesifik dan proses PCR dijalan serentak. Karena
memakai banyak primer, maka akan dihasilkan banyak amplikon
(produk PCR) dengan ukuran yang beragam (gambar 5).
4.
5.
6.
Gambar 3. Gap-PCR
( )http://www.ithanet.eu/ithapedia/index.php/Protokol:Gap-PCR
11
Masih banyak lagi jenis PCR, tetapi yang dijelaskan di atas yaitu
PCR yang sering digunakan untuk identifikasi penyakit. Semua metode ini
dikembangkan untuk memudahkan peneliti atau pekerja laboratorium
dalam mengidentifikasi sampel DNA seperti bidang forensik, mikrobiologi,
dan sebagainya.
Aplikasi PCR atau teknologi amplifikasi telah banyak digunakan,
biasanya di klinik/rumah sakit hingga membuat area spesifik dari DNA dan
diperbanyak untuk digunakan dalam kloning teknologi. Kelebihan
teknologi amplifikasi yaitu sebagai berikut:
hasil cepat diperoleh (namun tergantung metode ataupun kit PCR yang
digunakan dan dikembangkan oleh pihak delevoper);
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan metode deteksi konvensional;
reprodusibilitinya sangat baik (kembali tergantung jenis kit PCR dari
berbagai developer);
hasil amplifikasi dapat dihitung secara kuantitatif atau semi kuantitatif,
biasanya untuk teknik “RT-PCR”;
mudah dikembangkan teknologi terbaru untuk dalam pemeriksaan
penanda kelainan genetik.
Kekurangan teknologi amplifikasi yaitu sebagai berikut:
memerlukan ruangan dengan alur proses kerja satu arah (untuk
mencegah kontaminasi);
Gambar 4. ARMS PCR (koleksi pribadi CYP1A1*2A)
1.
2.
3.
4.
5.
1.
12
mudah terkontaminasi dalam melakukan pekerjaannya;
target sekuensing DNA sasaran harus diketahui terlebih dahulu, dan
harus melakukan perancangan primer serta kondisi alat yang sesuai
dengan tujuan target yang diinginkan;
biaya alat dan bahan untuk metode “RT PCR” yang mahal.
Prinsip dasar prosedur kerja PCR semua yaitu sama, yaitu harus
ada primer, dNTP, Taq polimerase enzim, dH O, bufer PCR dengan atau 2
tanpa MgCl, dan DNA template (sampel DNA genom). Setiap teknik, pada
dasarnya yang berbeda yaitu :
prosedur temperatur hibridisasi (penempelan) dan elongasi
(pemanjangan) produk PCR serta siklus dan waktu;
desain primer (metode ARMS akan berbeda dengan metode PCR
standar);
ada tidaknya area restriksi;
perlu tidaknya memakai probe (primer yang berpendar).
2.
3.
4.
1.
2.
3.
APLIKASI
PCR Standar b-Globin
1. Bahan
a. Primer :
Forward primer F5'-TAGCAATTTGTACTGATG GTATGG-3' dan
Reverse Primer R 5'-TTTCCCAAGGTTTGAACTAGCTCTT-3'.
b. 10X PCR bufer
c. Tag Polimerase
d. dNTP
e. DNA template
2. Cara Kerja
a. Siapkan semua bahan dalam tabung PCR
b. Untuk program PCR gunakan:
0
1) Denaturasi awal 95 C selama 3 menit
0
2) Denaturasi PCR 98 C selama 20 detik
0
3) Hibridisasi PCR 60 C selama 15 detik
0
4) Elongasi PCR 72 C selama 60 detik
5) Ulangi no 2 – 4 untuk 35 siklus
13
0
6) Elongasi akhir 72 C selama 60 detik
0
7) Pendinginan 24 C
3. Hasil: akan didapatkan produk PCR atau amplikon dengan ukuran
1200 bp.
Gambar 5. Hasil PCR gene b-globin (dokumentasi pribadi)
APLIKASI
PCR ARMS gen ALAD
1. Bahan
a. ALAD F 5'-GCCTCAGTCTTCCCTCCTATTTAGT-3'
b. ALAD R 5'-TCCCTTCTTAGCCCTTCCTTTGATT-3'
c. ALAD C 5'-TTCTGTCCTGGGGGCTTGAG-3'
d. ALAD N 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGC-3'
e. ALAD M 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGG-3’
f. bahan lain sama dengan PCR standar
2. Cara Kerja
a. PCR tahap 1
1) Campur semua bahan kecuali primer CNM
0
2) Denaturasi awal 94 C selama 3 menit
0
3) Denaturasi PCR 94 C selama 30 detik
0
4) Hibridisasi PCR 60 C selama 30 detik
0
5) Elongasi PCR 72 C selama 30 detik
6) Ulangi no 2 – 4 untuk 40 siklus
14
0
7) Elongasi akhir 72 C selama 60 detik
08) Pendinginan 24 C
3. Hasil: akan didapatkan produk PCR atau amplikon dengan ukuran
306 bp.
a. PCR tahap 2
1) Campur semua bahan ditambah primer CN untuk pengecekan
sampel normal dan CM untuk sampel mutan
02) Denaturasi awal 94 C selama 3 menit
0
3) Denaturasi PCR 94 C selama 30 detik
0
4) Hibridisasi PCR 60 C selama 30 detik
0
5) Elongasi PCR 72 C selama 10 detik
6) Ulangi no 2 – 4 untuk 40 siklus
07) Elongasi akhir 72 C selama 60 detik
08) Pendinginan 24 C
Gambar 6. Hasil PCR Tahap 1 (dokumen pribadi)
Gambar 7. Hasil PCR Tahap 2. Lajur 1 dan 3 (sampel PCR
A dan B) memakai primer mutan, sedangkan lajur 2 dan
4 (sampel PCR A dan B) memakai primer normal. Hasil
menunjukkan sampel A genotip GG (ALAD – 1) dan sampel
B genotip GC (ALAD – ½) (dokumen pribadi)
16
15
APLIKASI
PCR RFLP CYP1A1*2A
1. Bahan
a. Primer A 5'-TAGGA GTCTT GTCTC ATGCC T-3'
b. Primer B 5'-CAGTG AAGAG GTGTA GCCGC T-3'
c. Enzim restriksi Msp I
d. bahan lain sama dengan PCR standar
2. Cara Kerja
a. Campurkan semua bahan kecuali enzim restriksi MspI
b. Ambil 24 uL larutan campuran, masukkan ke dalam tabung PCR,
tambahkan 1 uL sampel DNA. Kemudian dimasukkan ke dalam
alat PCR
c. Program PCR untuk restriksi Mspl:
01) Denaturasi awal, 95 C 3 menit
02) Denaturasi PCR, 95 C 3 menit
03) Hibridisasi PCR, 60 C 15 detik
0
4) Elongasi PCR, 72 C 2 detik
5) Ulangi no 2 – 4 sebanyak 35 siklus
0
6) Elongasi akhir 72 C 5 detik
d. Periksa hasil PCR memakai agaore elektroforesis. Jika
didapatkan hasil produk PCR 340 bp, proses PCR telah sukses
e. Ambil 5 uL produk PCR di atas, masukkan dalam tabung PCR
yang telah ada larutan campuran MspI dan bufer-nya (masing-
masing tergantung dari Kit perusahaan yang menjual)
0f. Inkubasi pada mesin PCR untuk suhu 37 C selama 4 – 24 jam
g. Hasil pemotongan diamati memakai 1.5 % agarosa
elektroforesis
Gambar 6. Hasil PCR (Dokumen pribadi)
A) Band with 340 bp; B) DNA Marker size 100 bp; C,D, F)
ISOLASI PROTEIN
Pendahuluan
Studi tentang protein dalam suatu organisme hidup merupakan
bagian terintegrasi dari penelitian ilmu hayati atau biologi. Protein yaitu
kelompok molekul biologis yang paling beragam dan sangat penting untuk
struktur dan fungsi seluler. Langkah pertama dalam analisis protein yaitu
ekstraksi seluler. Karena protein begitu heterogen, tidak ada satu metode
atau reagen yang optimal untuk isolasi protein secara umum. Selain itu,
teknik ekstraksi protein bervariasi tergantung pada sumber bahan awal,
lokasi di dalam sel protein yang diminati dan aplikasi di hilir. Banyak teknik
telah dikembangkan untuk mendapatkan hasil dan kemurnian protein
terbaik untuk berbagai jenis sel dan jaringan, dengan mempertimbangkan
di mana sesuai, lokasi subselular protein dan kompatibilitas ekstrak protein
dengan langkah selanjutnya dalam percobaan.
Pada penelitian ilmu hayati, protein biasanya diekstraksi dari sel
mamalia yang dibudidayakan atau dikultur. Saat mengeluarkan protein
dari jaringan mamalia, gangguan mekanis diperlukan untuk mengisolasi
sel dari matriks jaringan mereka. Untuk sel mamalia dan primer kultur,
yang hanya memiliki membran plasma yang memisahkan isi sel dari
lingkungan, pelarut pereaksi yang mengandung deterjen dan komponen
lainnya dapat dengan mudah mengganggu lapisan bilayer membran
protein-lipid, dengan demikian ekstraksi protein relatif mudah. Organisme
lain yang juga umum digunakan dalam penelitian protein, termasuk bakteri
(sebagai alat untuk ekspresi protein), ragi (sebagai model untuk biologi
sel), dan tanaman (untuk bioteknologi pertanian) mengandung dinding sel,
y a n g s e c a r a t r a d i s i o n a l m e m e r l u k a n l i s i s m e k a n i s .
17
18
Namun, solusi berbasis deterjen telah dikembangkan untuk secara efisien
melisiskan sel-sel ini tanpa memakai gangguan fisik.
Penggunaan lisis sel dapat mengganggu selaput sel dan organel
yang menghasilkan aktivitas proteolitik dan dapat mengurangi hasil dan
fungsi protein. Untuk mencegah degradasi protein yang diekstraksi dan
dapatkan hasil dan aktivitas protein terbaik diperlukan penghambat lisis,
protease dan fosfatase dapat ditambahkan ke pereaksi lisis. Sejumlah
senyawa telah diidentifikasi dan digunakan untuk menghambat aktivitas
protease dan fosfatase dengan mengikat secara reversibel atau tidak.
Karena beberapa deterjen yang digunakan dalam formulasi ekstrasksi
protein dapat menonaktifkan fungsi enzim yang diminati atau
mempengaruhi stabilitas jangka panjangnya, maka sangat penting untuk
menghilangkan deterjen setelah lisis sel. Selain itu, konsentrasi tinggi
deterjen atau garam dapat mengganggu metode penelitian umum seperti
tes protein, pemurnian protein, imunopresipitasi, elektroforesis gel dan
spektrometri massa (MS). Dalam beberapa kasus, zat yang mengganggu
dapat dikurangi hanya dengan pengenceran atau dialisis.
Secara historis, pelisisan fisik merupakan metode terbaik untuk
ekstraksi protein. Namun dalam beberapa tahun terakhir, metode lisis
berbasis detergen telah menjadi standar. Telah banyak vendor atau
perusahaan yang telah mengembangkan kit yang baik dan lengkap serta
siap pakai untuk isolasi sel dan ekstraksi protein yang efisien. Reagen
ekstraksi protein dioptimalkan untuk jenis sel dan jaringan tertentu, lokasi
seluler dari protein yang diminati, dan pada kebanyakan kasus, tidak
memerlukan lisis fisik. Selain itu, produk ini kompatibel dengan aplikasi
biologi protein hilir yang paling umum digunakan.
Protein membran memainkan peran kunci dalam proses biologis
mendasar, seperti pengangkutan molekul, pensinyalan, pemanfaatan
energi, dan pemeliharaan struktur sel dan jaringan. Sekitar 30% gen
ditentukan oleh protein membran, dan lebih dari 50 %-nya merupakan
target obat saat ini. Meskipun penting, pengetahuan kita tentang struktur
dan fungsi protein membran pada tingkat molekuler tertinggal jauh
19
di belakang untuk protein terlarut.
Protein membran terintegral di lingkungan lipid membran biologis.
Untuk mendapatkan protein membran, maka diperlukan teknik pemurnian,
penanganan, dan analisis untuk protein larut di lingkungan lipid ini .
Hal ini biasanya dilakukan dengan menambahkan deterjen yang
melarutkan biomembran dan membentuk kompleks yang mudah larut
dengan protein lipid dan membran. Solubilisasi di sini harus dioptimalkan
secara hati-hati untuk menghindari kehilangan protein dan inaktivasi,
dimana denaturasi protein dan / atau agregasi sering dijumpai. Oleh
karena itu, solubilisasi yaitu salah satu aspek yang paling penting dalam
penanganan protein membran.
Pada isolasi protein, langkah pertama yang harus dipikirkan yaitu
bagaimana membuang bagian dari sel yang bukan protein, sehingga kita
akan memperoleh protein murni. Secara umum, sel hewan lebih mudah
dalam isolasinya dibandingkan sel bakteri, jamur maupun tumbuhan. Ada
beberapa metode di bawah ini, tetapi bukan menjadi metode mutlak:
Metode dengan pencacahan memakai “blender” dapat digunakan
untuk homogenisasi sel hewan, akan memecah dan mencacah jaringan
sehingga dinding sel akan hancur.
Metode lisis, memakai larutan EDTA-Lisozim, dapat digunakan
untuk melarutkan dinding sel bakteri gram negatif, sedangkan jika
memakai pelarut organik seperti toluen dapat melarutkan bakteri
dan yeast/ jamur.
Semua metode yang paling umum untuk ekstraksi protein, memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing metode.
Teknik isolasi dan pemurnian yang akan diterangkan dalam buku ini
yaitu dalam bidang biologi molekular di mana akan mengisolasi protein
dari suatu mikroorganisme. Teknik ini tetap dapat digunakan untuk isolasi
protein pada organisme lain dengan melakukan modifikasi.
1.
2.
.
Pemurnian Protein
20
Elektroforesis gel poliakrilamid yaitu salah satu teknik yang paling
sering digunakan untuk memisahkan makromolekul (DNA, RNA dan
protein). Banyak digunakan untuk menampilkan dan untuk memisahkan
protein mapun asam nukleat yang berbeda panjangnya. Untuk
memperoleh hasil pemisahan makromolekul, khususnya polipeptida atau
protein, diperlukan kondisi yang tepat meliputi konsentrasi poliakrilamid,
ketebalan gel dan sebagainya. Elektroforesis secara umum merupakan
proses pemisahan makromolekul yang didasarkan pada muatan molekul
ini dalam suatu larutan dan resistansinya. Pada gel matriks
poliakrilamid atau agarose, resistansi yang diberikan oleh matriks
berkaitan dengan ukuran molekul dan bentuk molekul saat melewatinya.
Untuk ukuran pori tertentu, molekul yang besar akan mengalami hambatan
yang lebih besar sehingga bergerak lebih lambat saat melewati matriks
dari pada molekul yang kecil.
SDS-Page
Protokol Sederhana Purifikasi Protein dan Analisisnya
1. Homogenisasi jaringan mamalia
Untuk memurnikan atau mengkarakterisasi protein intraselular, penting
untuk memilih metode yang efisien untuk mengganggu sel atau jaringan
yang secara cepat melepaskan protein dari kompartemen intraselnya
ke dalam penyangga yang tidak berbahaya bagi aktivitas biologis
protein yang diminati. Salah satu metode yang paling banyak digunakan
untuk mengacaukan jaringan lunak yaitu homogenisasi. Dalam
protokol ini, cara untuk homogenisasi jaringan dengan memakai
pencacah dan pemotong mekanis seperti homogenizer kaca Potter-
Elvhjem-Teflon, homogenizer Dounce, atau Waring. Metode ini cepat
dan berisiko kecil terhadap protein dibandingkan metode lain untuk
isolasi protein dari kompartemen seluler. Pada metode ini, kadang
digunakan bahan penghambat aktivasi enzim protease untuk
mencegah terjadinya degardasi proteolitik.
21
2.
3.
Isolasi protein penyusun sel darah merah (ghost red blood cells)
Isolasi protein sel darah merah merupakan salah satu teknik isolasi
protein yang sederhana. Kegunaan analisis protein di sini untuk analisis
ada tidaknya kerusakan membran protein dan sitoskeleton sel darah
merah. Adanya kelainan genetik pada komponen penyusun membran
sel darah merah akan menyebabkan individu mengalami anemia
seperti pada kasus yang umum yaitu pada ovalositosis, eliptosisosi,
sferositosis.
Teknik SDS-PAGE protein penyusun sel darah merah
APLIKASI
1. Bahan
a. Jaringan mamalia
b. Larutan stok DTT 0.5 M (Dithiothreitol) : harap diingat DTT sangat
berbahaya, gunakan pelindung diri saat membuatnya seperti
masker, sarung tangan dan dilakukan di lemari asam.
c. Bufer A homogenisasi
1) 50 mM Tris-HCl (pH 7.5)
2) 2 mM EDTA
3) 150 mM NaCl
4) 0.5 mM DTTl
d. Bufer B homogenisasi
1) 50 mM Tris-HCl (pH 7.5)
2) 10 % (v/v) gliserol atau 0.25 M sukrosa
3) 5 mM Mg-asetat
4) 0.2 mM EDTA
5) 0.5 mM DTT
6)1.0 mM PMSF (phenylmethylsulfonyl fluoride). Bahan ini
berbahaya, gunakan pelindung diri.
2. Alat
a. Sentrifuse
b. corong berfilter
c. pisau
d. alat teflon homogenasi dan tabung Potter-Elvehjem
Homogenisasi Jaringan Mamalia
22
3. Cara Kerja
Jaringan mamalia dibersihkan dari lemak dan jaringan
pembungkusnya, rendam dalam buffer A kondisi dingin.
Potong kecil-kecil agar memudahkan dalam penggilingan.
Masukan 4 volume bufer B yang dingin ke dalam tabung kaca
Potter, letakkan tabung kaca ini dalam wadah berisi air
dingin atau es.
Masukkan jaringan yang dipotong kecil-kecil (jangan langsung
banyak).
Masukkan alat giling teflon, nyalakan mesin homogenasi, dimulai
dengan kecepatan 500 rpm, ditingkatkan hingga 1500 rpm.
Gerakan tabung sehingga jaringan tergerus rata.
Tuangkan hasil gerusan ke tabung sentrifuse, sentrifuse pada
kecepatan 10.000 rpm suhu dingin selama 10 menit untuk
membuang sisa bahan potongan tak berguna.
Tuangkan supernatan ke corong berfilter untuk membuang
lapisan lemak.
Supernatan yang telah disaring siap digunakan.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
APLIKASI
1. Bahan
a. Darah
b. NaCl fisiologis
c. Bufer hipotonus lisis 15 mM
d. Bufer hipotonus lisis 10 mM
2. Alat
a. Sentrifuse
b. Tabung sentrifuse
c. Tabung darah EDTA
3. Cara Kerja
a. Ambil 5 mL darah, pisahkan sel darah merah dari plasma dengan
teknik sentrifugasi pada kecepatan 3.000 rpm selama 10 menit
0
suhu 4 C.
Isolasi Ghost Red Blood Cells
23
Sel darah merah kemudian dicuci memakai larutan NaCl
fisiologis dan mensentrifugasinya selama 5 menit pada
0
kecepatan 3.000 rpm suhu 4 C.
Pindahkan sel darah merah yang telah dicuci ke tabung sentrifus
yang berisi bufer lisis 15 mM dingin, dengan jumlah volume
perbandingan sel darah merah dan bufer 1:3. Sentrifus pada
0kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 C. Buang
supernatan.
Lakukan pelisisan bufer 15 mM sebanyak 3-4 X yang akan
didapatkan endapan merah muda tua.
Tambahkan pada tabung sentrifuse yang berisi endapan pink
ini dengan bufer lisis 10 mM.
0
Diamkan 30 – 60 menit pada lemari pendingin -20 C untuk
mempercepat proses pelisisan.
Sentrifuse pada kecepatan maksimal (13.000 rpm – 14.000 rpm)
selama 20 menit. Ulangi proses ini 2 – 3 x, maka akan diperoleh
endapan merah muda samar – putih.
Endapan yang diperoleh dapat digunakan untuk tahap
selanjutnya.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
APLIKASI
1. Bahan
a. 1.5 M tris (pH 8.8)
b. 30 % akril/ 0.8 % bis-akrilamid
c. 10 % SDS
d. 10 % APS
e. TEMED
f. 2x sampel bufer terdiri dari 100 mM tris-HCl ph 6.8; 20 % gliserol; 4
% SDS; 0.2 % BPB (bromfenol biru); 20 mM DTT atau 10 % BME
g. running buffer terdiri dari 25 mM Tris; 250 mM glisin dan 0.1 % SDS
2. Cara Kerja
a.Buatlah gel pemisah konsentrasi 12 % (resolving gels/separating
gels) dengan rincian bahan pada tabel 1.
b. Buatlah gel penumpuk (stacking gels) dengan rincian bahan pada
tabel 2.
SDS-PAGE
24
Bahan 5 mL 10 mL 15 mL 20 mL 25 mL
Air steril 1.6 3.3 4.9 6.6 8.2
1.5 M Tris 1.3 2.5 3.8 5.0 6.3
Akril/bis-akril 2 4 6 8 10
SDS 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
APS 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
TEMED 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01
Tabel 1. Bahan gel pemisah
Tabel 2. Bahan gel penumpuk
Bahan 1 mL 2 mL 3 mL 4 mL 5 mL
Air steril 0.68 1.4 2.1 2.7 3.4
1.0 M Tris 0.13 0.25 0.38 0.5 0.63
Akril/bis-akril 0.17 0.33 0.5 0.67 0.83
SDS 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
APS 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
TEMED 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005
Bersihkan lempeng kaca dan plastik pembatas dengan alkohol
untuk menghidari lemak. Gunakan sarung tangan agar bercak
lemak tangan tidak menempel di lempeng kaca.
Taruh lempeng kaca 1 (lempeng yang besar), kemudian
pembatas terakhir lempeng kaca 2.
c.
d.
25
Jepit kanan kiri dengan penjepit kertas atau penjepit lainnya.
Tuang campuran air isopropanol, kira-kira setengah dari luas
lempeng kaca, lihat ada kebocoran atau tidak.
Buang cairan ini lalu baliklah untuk mengeringkan.
Setelah kering, tuang gel pemisah sampai 3.4 luas lempeng kaca
2.
Biarkan 15 – 20 menit sampai mengeras/membeku, posisi harus
tegak berdiri tidak miring. Untuk mengetahui sudah mengeras,
ambil sedikit gel pemisah, taruh dalam tabung 1.5 mL diamkan
sampai mengeras. Jika gel dalam tabung mengeras, ini berarti gel
dalam lempeng juga sudah mengeras. Tuang butanol di atasnya
agar gel tidak kering saat kita menyiapkan gel penumpuk. Setelah
gel penumpuk siap dituang, buang larutan butanol ini .
Tuang gel penumpuk hingga melewati bibir lempeng kaca, taruh
lempeng sisir untuk membuat sumur sampel.
Biarkan sampai mengeras/membeku lalu bukalah penjepitnya.
Gel SDS-PAGE siap digunakan.
Letakkan gel dan lempengannya dalam kotak elektroforesis, jepit
agar bufer SDS tidak tumpah saat dituang, tuang bufer SDS
(running buffer) dalam bak bufer atas bawah. Buka lempeng sisir.
Ambil 100 uL sampel isolat protein dalam 2x sampel buffer.
Masukkan ke dalam sumur (kira-kira 10 uL)
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
(https://www.sigmaaldrich.com/technical-documents/articles/biology/sds-page.html)
26
Nyalakan sumber listrik dengan arus yang diatur. Biarkan proses
pemisahkan terjadi dengan bergeraknya sampel hingga batas 1/3
lempengan (harap ditandai batas 1/3 dari bawah lempengan).
Gel siap diwarnai dan dicuci untuk tahap lanjutannya.
Cuci lempengan ini dalam air mengalir untuk
menghilangkan bekas buffer.
Lepaskan gel dari lempengannya (harap hati-hati), taruh dan
rendam gel ini dalam larutan biru Coomassie. Biarkan
selama 3 – 4 jam, gunakan mesin penggoyang (shaker) dalam
gerakan pelan.
Setelah selesai perendaman, pendahkan gel ke dalam wadah
yang berisi larutan pencuci. Cuci selama 1 – 2 jam, setiap 30
menit, ganti larutan pencuci yang sudah berubah warna.
o.
p.
q.
r.
(https://ww2.chemistry.gatech.edu/~lw26/course_Information/4581/
techniques/gel_elect/page_protein.html)
Hasil pencucian
(https://www.sigmaaldrich.com/technical-
d o c u m e n ts /a r t i c l e s /b i o l o g y / s d s -
page.html)
27
ISOLASI DNA GENOM
(TUMBUHAN DAN HEWAN)
DNA (DeoxyriboNucleic Acid) merupakan asam nukleat pembawa
pesan genetik dalam kehidupan. Informasi genetik terletak di dalam inti
sel dan tersusun rapi membentuk kromosom. Pola DNA penyusun
kromosom inilah yang menentukan karakteristik sifat/jenis rambut, warna
kulit dan sifat-sifat khusus yang berbeda antara satu individu dengan
lainnya.
DNA ditemukan pertama kali pada tahun 1869. Melalui teknologi X-
ray diketahui bahwa DNA memiliki struktur yang tertata secara rapi dan
memiliki model rantai ganda DNA yang dipublikasikan oleh Watson dan
Crick di jurnal Nature pada tahun 1953. Sejak itu, teknik pemurnian DNA
mengalami perkembangan yang pesat dan menjadi prosedur rutin yang
dilakukan didalam penelitian molekuler diberbagai bidang.
DNA terletak didalam sel. Oleh karena itu untuk mendapatkan DNA
diperlukan tahap khusus yang biasanya dilakukan di laboratorium
tertentu. Untuk mengeluarkan DNA dari sel maka teknik pemurnian DNA
secara biokimia dilakukan dengan cara merusak dinding sel
memakai larutan bufer tententu dan campuran berbagai jenis
deterjen. Dengan terbukanya lapisan membran sel maka DNA dapat
dikeluarkan dan diendapkan dengan penambahan alkohol.
Isolasi DNA merupakan serangkaian proses yang dilakukan untuk
memisahkan DNA dari komponen-komponen sel seperti lipid, protein, dan
RNA (Surzycki, 2003). Prinsip kerja isolasi dan purifikasi DNA terdiri atas 5
tahap yaitu: pemecahan membran sel, penghilangan protein,
penghilangan RNA, presipitasi DNA, pengukuran kemurnian dan
kuantitas DNA (Surzycki, 2003).
28
Pemecahan membran sel merupakan proses pertama dalam
melakukan isolasi DNA. Proses pemecahan membran sel yang paling
terbaik dilakukan dengan memakai bahan-bahan kimia seperti
detergen atau dengan memakai enzim (Surzycki, 2003). Bahan yang
digunakan di antaranya mengandung detergen anionik yaitu berupa SDS
(Sodium Deodecyl Sulfate) yang mampu mendegradasi membran sel
0(Sharpe, 2005). Selanjutnya, DNA diinkubasi pada suhu 37 C untuk
mempercepat pelisisan sel. Inkubasi DNA pada suhu yang lebih tinggi bisa
menyebabkan DNA terdegradasi (Chen et al., 2010).
Tahap kedua dalam proses isolasi DNA yaitu proses penghilangan
protein. Protein dan asam nukleat (DNA) berbeda kelarutannya dalam
pelarut organik. Asam nukleat bersifat hidrofilik sehingga mudah larut
dalam air, sedangkan protein mengandung banyak residu hidrofobik pada
pusat molekulnya sehingga membuatnya larut dalam pelarut organik
(Surzycki, 2003). Prinsip itulah yang digunakan untuk memisahkan protein
dari DNA. Tahap ketiga yaitu penghilangan RNA. Penghilangan RNA
dapat dilakukan secara enzimatik dengan memakai RNase
(Surzycki, 2003).
Tahap keempat yaitu presipitasi DNA. Pada tahap ini digunakan
dua jenis alkohol yaitu isopropanol dan etanol. Prinsip presipitasi DNA oleh
alkohol yaitu sebagai berikut. Molekul air bersifat polar (bermuatan positif)
sehingga dapat berikatan kuat dengan DNA yang juga bersifat polar
(bermuatan negatif) karena adanya kelompok fosfodiester pada tulang
punggung DNA (Surzycki, 2003). Akan tetapi, asam nukleat (DNA) tidak
berdisosiasi dalam air karena gaya intramolekul yang menghubungkan
antar nukleotida lebih kuat daripada gaya antarmolekul antara asam
nukleat dan air. Namun demikian, molekul air mengelilingi asam nukleat
melalui interaksi dipol-dipol dengan asam nukleat. Interaksi ini
meningkatkan kelarutan DNA dalam air (Zumbo, 2013).
Isopropanol dan etanol bersifat kurang polar jika dibandingkan air
sehingga tidak dapat berikatan kuat dengan DNA. Jadi isopropanol dan
ethanol akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA
29
menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pelet setelah
dilakukan sentrifugasi. Isopropanol kurang polar dibandingkan etanol.
Oleh karena itu, isopropanol lebih efektif dalam melakukan presipitasi DNA
dibandingkan etanol. Akan tetapi, tidak hanya DNA, residu berupa garam
juga kurang larut dalam isopropanol, akibatnya garam-garam yang terlibat
dalam proses ekstraksi akan terpresipitasi bersama DNA. Oleh sebab itu
dibutuhkan presipitasi kembali dengan etanol untuk menghilangkan residu
garam. Proses presipitasi kembali dengan etanol dapat meningkatkan
derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Zumbo, 2013).
Semakin berkembanganya teknik ini, maka saat ini kita bisa membeli
kit pengisolasi DNA. Namun, kit ini memiliki harga yang tidak murah
dan memerlukan alat-alat tambahan untuk menjamin akurasi tahap
pemurnian DNA, misalnya pipet mikro, filter dan sentrifuge, maka proses
pemurnian DNA kini belum bisa dilakukan pada sembarang laboratorium
apalagi dijadikan mata praktikum bagi mahasiswa dan juga siswa SMA.
Sementara itu tuntutan ketrampilan untuk melakukan isolasi atau
pemurnian DNA sebagai penunjang pemahaman teori DNA menjadi suatu
keniscahyaan.
Kondisi ini mendorong kreatifitas para ilmuwan untuk
merancang teknik pemurnian DNA dengan alat dan bahan yang murah dan
sederhana. Bahkan isolasi DNA genom dapat dilakukan dengan alat dan
bahan yang biasa tersedia di dapur rumah kita. Inovasi ini membuka
peluang untuk memperkenalkan teknik pemurnian DNA kepada siswa
secara dini, bahkan bisa dilakukan bagi mereka yang masih duduk di
bangku sekolah dasar sekalipun dengan dipandu oleh anggota keluarga
yang sudah pernah melakukannya.
Beberapa bahan yang diperlukan untuk pemurnian DNA secara
sederhana terdiri dari bahan sumber DNA, air, deterjen cair, jus nanas,
isopropanol 95% dingin. Selain bahan sederhana ini , alat yang
diperlukan juga sangat sederhana yaitu sendok makan, sendok teh,
sendok atau tusuk es krim dari kayu, botol transparan dan termometer.
Bahan sumber DNA yang akan dimurnikan bisa berasal dari apa saja
30
karena semua bagian makhluk hidup mengandung DNA sehingga bisa
memakai apa saja misalnya daging, hati ayam, kedelai, kacang hijau,
brokoli, buah-buahan berdaging lunak dan lain-lain.
Berikut yaitu langkah dan bahan yang bisa dilakukan dalam isolasi
DNA buah atau sel hewan. Alat dan bahan yang biasa digunakan cukup
mudah ditemukan. Alat- alat yang biasa digunakan yaitu Sendok makan,
sendok teh, lumpang dan alu/blender, sendok atau tusuk es krim dari kayu,
botol, transparan, mikropipet, tips, rak tabung mikro, sentrifugasi mikro,
inkubator, lemari es dan termometer. Adapun bahan yang digunakan
Sampel sumber DNA yaitu buah dan sayur berdaging lunak, hati ayam,
deterjen cair, jus nanas, isopropanol absolut dingin. Adapun langkah kerja
yang harus dilakukan di antaranya:
Haluskan daging buah atau sayur lunak masing-masing atau hati ayam
dengan memakai lumpang (ditumbuk/haluskan).
Setelah tampak tercampur dan sebagian larut, tambahkan setengah
sendok teh deterjen cair. Campurkan deterjen itu dengan cara
membolak-balikan botol secara perlahan tapi sempurna, setiap
setengah menit sekali selama 5 menit. Hilangkan busa dengan cara
menghisapnya dengan tisue. Bila sumber DNA yaitu hati atau daging
maka setelah penambahan deterjen juga dilakukan penambahan jus
nanas setengah sendok makan, kemudian dicampur secara perlahan
dan merata.
Siapkan alkohol 95% dingin dengan volume kira-kira sama dengan
larutan pada tahap 2 dan juga dalam botol yang kira-kira ukurannya
sama.
Miringkan botol berisi campuran yang sudah tercampur lalu secara
perlahan tambahkan alkohol 95% dengan cara mengalirkannya pada
dinding botol ini sampai kira-kira total volumenya menjadi 2 kali.
Pada tahap ini tidak dibolehkan mencampur secara keras dan tidak
boleh diaduk.
Setelah semua alkohol dituang ke dalam botol yang berisi campuran
bahan DNA, air dan deterjen, akan terbentuk lapisan antara alkohol
1.
2.
3.
4.
5.
31
dengan lainnya yang tidak bercampur. Perhatikan secara seksama
pada batas kedua lapisan cairan ini . Lapisan putih yang terbentuk
yaitu DNA.
Berbicara tentang inovasi baru terkait pengembangan potensi guru
dalam meningkatkan pengetahuan siswa dengan berbasis praktikum,
tentunya dibutukan kreatifitas yang tinggi, berlebih dengan kondisi sekolah
yang kurang dalam fasilitas. Ini merupakan tantangan yang berat
dilakukan, jika sikap profesional guru masih rendah. Praktikum yaitu
salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dari tujuan
pembelajaran Nasional di antaranya yaitu metode praktikum mampu
membentuk sikap dan kepribadian serta kreativitas siswa yang sesuai
dengan tujuan pendidikan pemerintah. Dengan metode praktik karakter
ini dapat tercapai karena nilai yang ditekankan pada kegiatan
praktikum yaitu ulet, tekun, jujur, teliti, kreatif, terbuka, dan kritis,
tentunya dengan sendirinya akan membuka dalam Ketaqwaan pada
Tuhan yang Maha Esa (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2013).
Salah satu inovasi baru dalam pembelajaran Biologi yaitu
dikembangkannya praktikum DNA, selama ini guru disekolah dalam
praktikum khususnya pada sub materi Hereditas (DNA) hanya
memakai kancing genetika. Karena praktikum DNA merupakan salah
satu materi masih dianggap sulit dan abstrak. (Panigoran Sihombing,
2007). Sehingga guru kesulitan dalam mencari cara bagaimana dalam
menyajikan materi secara nyata. (Adji Doyan Tri Rahmawan dan
Sukarmin, 2013). Berikut yaitu salah satu metode dalam meminimalisasi
dari kesulitan dalam praktikum DNA.
32
33
Dalam mengisolasi DNA Buah (Pisang) secara sederhana tanpa
peralatan laboratorium alat yang dibutuhkan yaitu 1). Botol kecil bekas
dari plastik transparan. (Gambar a) 2). Mortal dan alu ( bisa digunakan
dengan alat rumah tangga yang terbuat dari batu) ( gambar b) 3).
Penyaring (kain bersih) 4). Sendok dapur. Adapun bahan yang dibutuhkan
yaitu : 1). Pisang yang masak 2). Etanol/ alkohol 3). Garam dapur 4). Dan
detergen (soklin cair) 5). Air aqua.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu :
ISOLASI DNA BUAH
Gambar 7. botol (kiri) dan munthu (kanan)
http://munthu.com/20140914/cobek-lonjong-oval-batu-
Tumbuklah pisang dengan memakai munthu sampai benar- benar
halus, kurang lebih 50 gram. Usahakan munthu dalam keadaan benar-
benar bersih. Dan masukkan air aqua sebanyak 100 ML.
Saringlah hasil tumbukan ini dengan memakai kain, lebih
baik memakai kain yang bersih dan mampu menyaring dengan
lebih akurat. Hasil saringgan masukkan ke dalam botol sebanyak 3
sendok dapur.
1.
2.
34
Masukkan garam dapur pada botol sebanyak 1/6 sendok dapur dan
dikocok, kemudian biarkan selama 5 menit.
Masukkan detergen cair sebanyak 3 tetes, dan di kocok lalu diamkan
selama 5 menit.
Masukkan etanol/alkohol dingin pada botol hingga 1/3 dari volume
botol.
Diamkan dan amati perubahan yang terjadi.
3.
4.
5.
6.
35
APLIKASI
1. Alat
a. Tabung raksi dan raknya
b. Mortal dan alu
c. Pipet tetes
d. Gelas ukur
e. Kertas saring
f. Botol semprot
2. Bahan
a. Pisang masak
b. Etanol/ alkohol
c. Garam dapur
d. Deterjen cair
e. Aquades
3. Cara Kerja
a. Sterilkan seluruh alat yang akan digunakan.
b. Tumbuklah pisang dengan memakai mortal dan alu sampai
benar- benar halus, kurang lebih 50 gram. Dan masukkan air aqua
sebanyak 100 mL.
c. Saringlah hasil tumbukan ini dengan memakai kain
kasta, Hasil saringgan masukkan 10 mL ke dalam gelas tabung
reaksi.
d. Masukkan garam dapur pada botol sebanyak 1/3 sendok spatula
dan dikocok, kemudian biarkan selama 5 menit.
e. Masukkan detergen cair sebanyak 3 tetes, dan di kocok lalu
diamkan selama 5 menit.
f. Masukkan etanol/alkohol dingin pada tabung reaksi melewati bibir
tabung reaksi dengan perlahan hingga 1/3 dari volume volume
tabung reaksi.
g. Diamkan dan amati perubahan yang terjadi
Praktikum Isolasi DNA Buah di Sekolah
36
37
Sel mengandung dua asam nukleat yaitu DNA dan RNA. DNA terletak
pada kromosom, dijumpai di nukleus, mitokondria dan kloroplas.
Sedangkan RNA dijumpai di nukleus, sitoplasma, dan ribosom. DNA ada
dalam setiap sel makhluk hidup. Zat ini disebut cetak biru kehidupan
karena memiliki peranan yang sangat penting, yaitu sebagai pembawa
informasi hereditas yang menentukan struktur protein dan proses
metabolisme lain. Untuk mendapatkan DNA murni dari suatu sel dalam
jaringan tubuh makhluk hidup dapat dilakukan suatu teknik isolasi DNA.
DNA terdapat pada seluruh jaringan dan cairan tubuh. Oleh karena itu
DNA genom dapat diisolasi dari semua bahan biologis yang mengandung
sel berinti, seperti darah, semen, akar rambut, tulang, liur dan lain-lain.
Bahan yang paling sering digunakan untuk tujuan isolasi DNA yaitu
darah dan rambut beserta akarnya, karena kedua bahan ini relatif
mudah diperoleh. Folikel rambut kaya akan DNA. Folikel rambut
merupakan bagian dari rambut yang menghubungkan antara rambut dan
kulit kepala. Folikel rambut menyediakan objek tes DNA yang terbaik
ketika folikel ini didapatakan dalam keadaan masih segar, hal ini berarti
ketika rambut ditarik dari kulit kepala. Pengambilan sampel bulbus akar
rambut perlu memperhatikan beberapa hal. Pengambilan sampel bulbus
akar rambut memakai pinset steril dan praktikan diwajibkan
memakai sarung tangan agar DNA yang nanti diisilasi yaitu murni
DNA objek. Agar dapat diperoleh sampel rambut beserta akarnya maka
rambut diambil posisi tegak lurus serta tidak menimbulkan invasif pada
objek yang akan diambil DNA-nya. Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan
ISOLASI DNA GENOM
DARI BULBUS AKAR
RAMBUT/ BULU
38
untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan
karbohidrat. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni
penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat
seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam proses isolasi DNA antara lain harus
menghasilkan DNA tanpa adanya kontaminan seperti protein dan RNA;
metodenya harus efektif dan bisa dilakukan untuk semua spesies; metode
yang dilakukan tidak boleh mengubah struktur dan fungsi molekul DNA;
dan metodenya harus sederhana serta cepat. Alat yang digunakan dalam
mengisolasi DNA Genom dari Bulbus Akar Rambut/ Bulu yaitu tabung
mikro,pipet mikro dan tip,sentrifugasi mikro, vorteks, water bath,
spektrofotometer dan kuvet. Bahan yang dibutuhkan dalam menghasikan
Isolasi DNA rambut yaitu , bulbus akar rambut/bulu, larutan buffer 10x ,
aquabidestilata. Langkah yang harus dilakukan yaitu measukkan
minimal 6 helai bulbus akar rambut/bulu yang sama asalnya dan dipotong
sekitar 0,5-1cm dari bawah termasuk akarnya kemudian tempatkan pada
tabung mikro 1,5mL yang telah berisi 50uL larutan buffer 10x untuk isolasi
DNA. Kemudian menginkubasikan dalam penangas air 55 C selama 1 jam.
Kemudian inkubasikan dalam penangas air 95 C selama 10 menit.
39
Konsentrasi DNA dalam larutan dihitung dengan memakai
spektrofotometer, dengan mengingat, bahwa 50 µg/mL DNA untai ganda
mempunyai kerapatan optik 1,0 pada 260 nm. Penghitungan sebaiknya
dilakukan in duplo pada OD 260 nm dan 280 nm, untuk mengetahui indeks
purifikasi, yaitu OD 260/280 = 1,75 - 1,80. Bila pada penghitungan
didapatkan nilai kurang dari 1,75, maka proses ekstraksi dengan fenol
harus diulang. Sebagai contoh, dari 10 mL darah akan dapat diperoleh
100-700 µg DNA.Konsentrasi DNA dapat ditentukan dengan cara
mengukur nilai serapan cahaya (A) dengan memakai
spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm. Nilai perkiraan
konsentrasi DNA dapat dihitung dengan memakai rumus :
DNA = A x 50 : Cug/mL 260 µg/mL
Keterangan :
A = Serapan cahaya pada panjang gelombang 260 nm260
50 = 50 µL/mL DNA untai ganda yang mempunyai kerapatan
optik (Optical Density OD ) 1,0 pada panjang gelombang 260 nm.
C = Konsentrasi DNA yang ada dalam kuvet
Untuk mengetahui tingkat kemurnian DNA harus dilakukan
pengukuran nilai serapan cahaya protein pada panjang gelombang
280nm. Selanjutnya, tingkat kemurnian DNA dapat ditentukan dengan
memakai rumus:
Kemurnian DNA = A : A260 280
DETEKSI DNA
Teknik Spektrofotometri
40
Keterangan :
A = Serapan cahaya pada panjang gelombang 260 nm260
A = Serapan cahaya pada panjang gelombang 280 nm280
APLIKASI
1. Bahan
a. Sampel DNA
b. Aquabidest
2. Alat
a. Spektrofotometer
3. Cara Kerja
a. Isi kuvet dengan 1 mL aquabidest.
b. Masukkan 1 – 5 µL DNA yang akan dihitung ke dalam kuvet. Kocok
perlahan.
c. Ukur serapan DNA pada panjang gelombang 260 nm (A ) dan 260
konsentrasi DNA yaitu 50 µg/mL pada A = 1, dengan rumus 260
berikut:
d. Hitunglah kemurnian DNA dengan indeks kemurnian= A / 260
A .DNA dikatakan murni bila indeks kemurnian > 1,75.280
Spektrofotometri
Konsentrasi DNA (ug/mL) (A260 x 50ug.mL)
jumlah pengenceran DNA (ug) yang ditambahkan (mL)
Prinsip teknik elektroforesis yaitu berdasarkan migrasi partikel
bermuatan di bawah pengaruh medan elektronik pada kondisi yang
konstan. Oleh karena setiap nukleotida dalam molekul DNA memiliki
muatan negatif, maka panjang suatu molekul DNA dapat ditetapkan
dengan teliti memakai teknik elektroforesis yang memisahkan
molekul berdasarkan berat molekul. Panjang suatu molekul DNA yang
sedang diteliti dapat diketahui dengan cara membandingkannya dengan
standar berat molekul DNA tertentu. Metode pemisahan DNA dengan
Teknik Elektroforesis
41
elektroforesi ini secara luas digunakan untuk tujuan analitik dan preparatif.
Untuk analisis pemisahan molekul DNA dengan ukuran kurang dari 500
nukleotida umumnya dilakukan dengan memakai gel poliakrilamid,
karena pori-pori gel poliakrilamid lebih kecil dari molekul DNA yang
melewatinya. Sedangkan pori-pori yang lebih besar dimiliki oleh gel
agarose yang dapat digunakan untuk analisis molekul DNA yang lebih
besar.
Ukuran pori-pori gel poliakrilamid sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi akrilamid total pada saat polimerisasi. Keefektifan ukuran pori-
pori akan menurun sesuai dengan rendahnya konsentrasi akrilamid.
Konsentrasi gel yang digunakan dapat disesuaikan dengan ukuran bahan
uji yang akan dianalisis melalui pengukuran mobilitas sampel. Misalnya,
konsentrasi gel akrilamid 2,5% dapat digunakan untuk berat molekul
6
sekitar 10 , kira-kira untuk agarose yaitu sebesar 5%. Gel poliakrilamid
30% dapat digunakan untuk berat molekul kurang dari 2000 Dalton. Gel
poliakrilamid dibuat denga cara mereaksikan monomer akrilamid ke dalam
rantai panjang dan ikatan silang senyawa bifungsional NN methylene
bisakrilamid, bereaksi dengan gugus fungsional bebas pada rantai termini.
Polimerisasi akrilamid diinisiasi oleh penambahan amonium persulfat
(APS). Penambahan N,N,N,N-tetrametiletilendiamida (TEMED) dilakukan
untuk mempercepat proses polimerisasi. Peningkatan TEMED akan
meningkatkan laju polimerisasi.
Molekul DNA pada gel agarose atau gel poliakrilamid tidak tampak
sebelum DNA ditandai dengan pewarna. Satu metode sensitif pewarnaan
DNA yaitu dengan mereaksikan dengan pewarna etidium bromida, yang
dapat berfluoresensi di bawah sinar ultra violet pada saat mengikat DNA.
32
Metode lain yang lebih sensitif yaitu memakai an radioisotop P
yang diikorporasikan ke dalam molekul DNA sebelum di elektroforesis.
Radiosiotop ini digunakan sebagai petanda yang masuk ke fosfat DNA dan
energi emisi partikel beta dapat secara mudah dideteksi secara
autoradiografi.
42
APLIKASI
1. Bahan
a. Bubuk gel agarose
b. Larutan etidium bromida10mg/mL
c. Penanda DNA/ DNA Ladder
d. Larutan elektroforesis TAE
e. Larutan zat pewarna/Loading buffer
2. Alat
a. Alat elektroforesis horizontal dan sisir pembentuk sumur pada gel
b. Pemasok daya
c. Transiluminator dan sinar ultra violet
3. Cara Kerja
a. Pembuatan gel agarose 1%
Seratus mililiter larutan dapar TAE 1X (50mM Tris-HCl, 20mM Na-
asetat, 2 mM EDTA pH 7,2) yang mengandung 1 gram bubuk gel
agarose dipanaskan hingga larut. Setelah agak dingin, tuang
larutan gel agarose ini ke dalam cetakan. Letakkan sisir
kedalam cetakan gen berisi larutan gel agarose ini . Diamkan
beberapa saat hingga larutan gel agarose ini dingin dan
mengeras.
b. Elektroforesis
Setelah terbentuk gel dan sumur-sumurnya. Masukkan gel
agarose ini ke dalam eletroforesis. Kemudian isi wadah kiri
dan kanan dengan larutan dapar TAE 1x sebagai larutan elektrolit.
Masukkan ke dalam sumur sebanyak 5uL sampel DNA dicampur
larutan zat pewarna/Loading buffer 1x (2% sukrosa, 0,01% biru
bromfenol dalam 10mL dapar TAE 1x pH 7,2). Hubungkan ke
pemasok daya dan nyalakan pada tegangan 100 volt selama 2
jam. Setelah selesai, gel agarose direndam dalam larutan etidium
bromida 0.5ug/mL selama 15 menit dan rendam sebanyak 2 kali
dangan akuades sampai bersih. DNA genom dianalisis di atas
transiluminator- sinar ultra violet .
Elektroforesis
43
Salah satu gen polimorfik yang diasumsikan dapat memodifikasi
distribusi farmakokinetik pengkode Pb yaitu gen dengan alel pengkode
produksi enzim Asam Amino Levulinat Dehidratase (ALAD). Enzim ini
merupakan enzim kedua pada alur biosintesis heme (Wetmur,1994).Gen
ALAD terletak di kromosom 9 pada urutan nukleotida nomor 116148591
base pairs (bp), sampai 116163617 bp.
Jalur sintesis heme telah banyak diteliti. Sintesis heme berasal dari
molekul suksinil-KoA, hasil siklus asam sitrat di mitokondria dan asam
amino glisin. Produk reaksi penggabungan antara suksinil-KoA dan
glisinyaitu asam α-amino-β-ketoadipat, yang selanjutnya
diderkaboksilasi untuk membentuk α- aminolevulinat (ALA) melalui enzim
ALA sintase (Murray, 2009). Rangkaian reaksi sintesis ALA dikatalis oleh
ALA sintase, yaitu enzim yang bertanggung jawab sebagai penentu
kecepatan biosintesis porfirin dalam hepar mammalia. Sintesis ALA terjadi
di mitokondria. Di sitosol, dua molekul ALA disatukan oleh ALA
Dehidratase untuk membentuk 2 molekul air dan satu porfobilinogen
(PBG) ALA.
GEN ALAD
Gambar 8. Struktur gen ALAD (Genetic Home Reference 2010)
44
Dehidratase merupakan suatu enzim yang mengandung seng (Zn)
dan peka terhadap inhibisi oleh plumbum(Pb), seperti yang dapat terjadi
pada keracunan plumbum di lingkungan.Enzim ALA Sintase terdapat di
mitokondria sedangkan ALA Dehidratase terdapat di sitosol (Murray,
2009).
Molekul ALAD 1-1, 1-2, dan 2-2, yaitu tiga isozim yang berasal dari
1 2dua macam alel yaitu ALAD dan ALAD . Keberadaan gen ALAD polimorfik
dalam patogenesis toksisitas Pb telah mengimplikasikan bahwa secara
genetik sangat potensial untuk menyebabkan terjadinya perbedaan
suseptabilitas terhadap Pb.
Penyebab polimorfisme pada protein enzim ALAD yaitu karena
adanya transversion dari G- ke –C pada nukleotida yang ada dalam region
kodon 59 sehingga menyebabkan terjadinya substitusi asam amino lisin
oleh asparagin (Wetmur, 1991). Adanya substitusi ini akan menyebabkan
terjadinya perbedaan afinitas Pb terhadap gen polimorfik ini
(Wetmur, 1991).
Gambar 9. Delapan tahapan sintesis heme (Fishbein, 2009)
45
The Small Research Project, in this chapter is Analysis of ALAD
Gene, the date of the research on November-Desember in 2014 at
Laboratory of Biochemistry and Molecular Biology - FMIPA Universitas
Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Indonesia, by Dr. Rini Puspitaningrum,
M.Biomed a Lecturer Supervisor, Amien Ramadhani, S.Si Universitas
Negeri Jakarta , Wiena Futy, S.Si. - Universitas Negeri Jakarta, and Isrina
Febianti, S.Si. - Universitas Negeri Jakarta, they are is Supporters
Laboratory assistance. And the purposes of this research is:
RESEARCH PROJECT: ANALYSIS OF ALAD GENE
1.
2.
3.
how to DNA extraction from wholeblood;
how Delta-aminolevulinic acid dehydratase (ALAD) gene amplification
by PCR;
how Amplification-Refractory Mutation System (ARMS).
DNA Extraction From Whole Blood
1. Reagents
a. SDW (Sterilized Distilled Water)
b. Saline (0.8%NaCl)
c. Lysing solution
NH Cl 7.0g4
NH HCO 0.07g4 3
Add water up to1000mL
d. Proteinase K(1mg/mL)
e. 10%SDS
f. STE pH 7.4
NaCl 2.92g
Trizma base 3.03g
EDTA-2Na 0.19g
H O 400mL2
Adjust pH at 7.4 with 1N HCl
Add water up to 500mL
46
2.
g. TE-Saturated Phenol (pH8.0)(with 0.1% 8-hydroxyquinoline)
h. Chloroform
i. 99.5% Ethanol
j. 3M sodium acetate
k. 70% Ethanol
l. TE (10mM Tris-HCl, 1mM EDTA-2Na), pH 8.0
Trizma base 1.21g
EDTA-2Na 0.37g
H O 900mL2
Adjust to pH8.0 (with 1N HCl)
Add water up to 1000mL
Autoclave
Procedure
1) Whole blood (about 2mL) was centrifuged at 5,000 rpm for 5
minutes at room temperature.
2) Three layers are separated (Plasma, Buffy coat and RBC)
3) Remove the serum (If you need the serum, separate it in another
tube).
4) Add the saline to wash the pellet and centrifuge at 5,000 rpm for 5
minutes at room temperature.
5) Remove the top layer and transfer the Buffy coat to the new
1.5mL-micro tube.
6) Repeat the step 4 and 5 to get a large amount of the buffy coat
(WBC).
7) Add the lysing solution (maximum volume) to the tube contain
buffy coat, invert and mix well about 5 minutes. Lysing solution
selectively hemolyzes red blood cells to spare white blood cells.
8) Centrifuge at 15,000 rpm for 5 minutes at room temperature.
9) Remove the supernatant and repeat the step 7 and 8 three
times,and make sure no RBCs remain (only buffy coat).
10) Remove the supernatant completely by pipette.
47
11) Add 400l STE, and mix well until the WBC is completely re-
suspended. The WBC pellet may be compacted. In order to
disperse the WBC vortexing is available.
12) Add 20 l 10%SDS, and mix well. SDS breaks the membrane of
WBC.
13) Add 4l proteinase K, and Gentry mix. Proteinase K potently
hydrolyzes any protein. It breaks here proteins constituting the
cell and also remaining plasma, if any.
0 014) Keep it at 60 C for 1-2hours(or at 37 C for overnight). Since
proteinase K is an enzyme, it has optimal temperature. It works
0 0more effectively at 60 C than 37 C. Thus, in the latter it takes
longer time.
15) Add 400 l TE-saturated phenol then invert and shake for 5
minutes. The main purpose of the phenol is to inactivate DNase
and RNase remaining in the sample. If minute amount of them
remain, you may lose all DNA extracted here.
16) Centrifuged at 15,000 rpm for 5 minutes. Phenol layer comes
lower, and DNA layer upper. Phenol doesn't mix with water
because of the extremely different polarity. However, very small
amounts are still dissolved in water.
17) Transfer the supernatant (DNA layer) into a new 1.5 mL-
microtube by large-pore pipette. Add 400ul Chloroform and mix
well (invert) for 5 minutes and centrifuge at 15000 rpm for 5
minutes. The purpose of the chloroform treatment is to get rid of
the phenol completely. Even race amount of contaminated
phenol leads the following PCR into failure. (DNA polymerase is
inactivated)
18) Transfer the supernatant (DNA layer, ca 400l) into another new
1.5mL-microtube by pipetting.
19) Repeat the steps 18 and 19 to completely remove the phenol.
20) Add 40l 3M sodium acetate and 1.0mL Ethanol.
21) Mix well, and DNA is visible.
48
22) Centrifuge at 15,000 for 5minutes. Discard the supernatant
(ethanol). Ethanol solution contains many contaminants, which
are discarded in this step. Thus, relatively purified DNA is
obtained in a precipitated form.
23) Add 1mL of the 70% ethanol, and centrifuge at 15,000 for 5
minutes.
24) Get rid of the ethanol completely.
25) DNA was dried up in vacuum centrifugation for 5 minutes until no
ethanol remains. (If you don't have vacuum centrifuges, place in
0the block incubator at 60 C until it is completely dried up)
26) Redissolve the dried DNA pellet with 100l TE (50l per 1mL initial
0whole blood). Store at 4 C.
27) Redissolve the dried DNA pellet with 100l TE (50l per 1mL initial
0whole blood). Store at 4 C.
ef: Wesmur JG, Kaya AH, Plewinska M, Desnick RJ. Molecular
Characterization of the Human 8-Aminolevulinate Dehydratase 2
(ALAD2) Allele: Implications for Molecular S c r e e n i n g o f
Individuals for Genetic Susceptibility to Lead Poisoning. Am. J. Hum.
Genet. 49:757-763, 1991.
agacgtcgtggcagaggctgttgcagaagggagctgaactgcagatgggagttcaaaaaga
gggcctcgaaggagccttccacagccgaattccggagctctgctactcagg GCCTCAGT
CTTCCCTCCTATTTAGTggatgcatccctgccccttctgtcctgggggcttgagccctc
ctggtgccatatgcagcttggtttctaacagaggcacacagtgtggtggggt ccggaggaccg
ttgcctgggacctgccttccttcaacccctctacccacacccacacagGTATGGTGTGA
A CGGCTGGAAGAGATGCTGAGGCCCTTGGTGGAAGAGGGCCG
TACGCTGTGTCTTGATCTTTGGCGTCCCCAGCAGAGTTCCCAA
ALAD Gene
Ggtgaag ggttgcgctcacgcccgtAATCAAAGGAAGGGCTAAGAAGGGA
aatcccagcactttgggaggccaaagtgggtggatcacttgagcccaggattttgagaccagc
ctggacaacatggcaaaacccatctctacaaaaaatacaaa
PCR Primer
Forward primer ALAD F: 5'-GCCTCAGTCTTCCCTCCTATTTAGT-3'
Reverse Primer ALAD R: 5'-TCCCTTCTTAGCCCTTCCTTTGATT-3'
PCR product size: 306 bp
49
Amplification ALAD gene by PCR
1. PCR
1) Make PCR mixture as presented in Table 3.
2) Mix well.
3) Put on the thermal cycler.
4) Set up the PCR condition (Table 4).
Table 3. PCR mixture
Table 4. PCR condition
50
2.
3.
DNA Electrophoresis
a. Reagent
1) Tris-acetate-EDTA (TAE) buffer
2) 2% Agarose gel (with Ethidium bromide)
3) Size marker (100 bp DNA ladder)
4) Loading dye (Mixture of BPB and xylencyanol FF)
5) Ethidium bromide
b. Procedure
1) Add 1μl of loading dye to the 5μl of PCR product.
2) Mix well then load the all mixture into the well of the agarose gel.
3) Do electrophoresis at 100V until dye markers have migrated in
an appropriate distance (ca 20min).
4) DNA is visible under the UV light.
c. Results
If PCR is successful, you can see the band at 306bp.
ARMS
51
GCCTCAGTCTTCCCTCCTATTTAGTggatgcatccctgccccTTCTGTCC
TGGGGGCTTGAGccctcctggtgccatatgcagcttggtttctaacagaggcacacagt
gtggtggggtccggaggaccgttgcctgggacctgccttccttcaacccctctacccacaccca
cacagGTATGGTGTGAA CGGCTGGAAGAGATGCTGAGGCCCTTG
GGTGGAAGAGGGCCTACGCTGTGTCTTGATCTTTGGCGTCCCC
AGCAGAGTTCCCAAGgtgaagAATCAAAGGAAGGGCTAAGAAGGG
A
ARMS primer
Forward primer (Common): 5'-TTCTGTCCTGGGGGCTTGAG-3'
Reverse Primer (Normal): 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGC-3'
(Mutant) : 5'-TCAGCATCTCTTCCAGCCGG-3'
PCR product size: 168 bp
a. DNA template Preparation
PCR product is diluted by SDW for ARMS DNA template. Ex. 1.0μl
PCR product + 99.0 μl SDW (100X dilution)
b. PCR
1) Make PCR mixture as written above in table 5.
2) Mix well.
3) Put on the thermal cycler.
4) Set up the PCR condition (Table 6).
Table 5. PCR mixture
52
Table 6. PCR condition
c. Electrophoresis
Reagent
1) TAE buffer
2) 2% Agarose gel (with Ethidium bromide)
3) Size marker (100 bp DNA ladder)
4) Loading dye
Procedure
1) Add 1μl of loading dye for every 1μl of PCR product.
2) Mix well then load the all mixture into the well of the agarose gel.
3) Electrophoresis at 100V until dye markers have migrated in an
appropriate distance (20min).
4) DNA is visible under the UV light.
d. Diagnosis
If you have only normal allele, you can see the only normal
band(tube1), like a Sample 1. If you have ALAD mutant allele in
heterozygote, you can see the bands in both normal (tube 1) and
mutant (tube 2) lanes. (Sample 2).
53
54
DATA SEQUENCE OF HUMAN ALAD GENES
Source :
http://vega.sanger.ac.uk/Homo_sapiens/Gene/Sequence?db=core;g=OT
THUMG00000020522;r=9:116148597-116163613
>chromosome:VEGA51:9:116147997:116164213:-1
TCCATAAAGACCTTTGATCGGATCTATCATTGTACCTATCATAGGTCT
GATGCCCCTATC
AAGACTTGGAGTTTTCCTAAACGCCCATGTCTTTCACATCACATCTC
TCAACTCATAGCA
TTGCCGTACCCTGAGAAATAAATGAAGCTGGTACAAATTTTCTCTGA
AAACTTGGAAGCC
TGGCGCTGAACTCAACAACTTTAGCTTAGTCCGCAAAAATGGACTTA
GCTAATACTGTGT
TAGGCATAATGGTGCTGTTTTAACGGCTTTGACATCCAATTATTCTTT
CACCAAGCCATT
AACCAGAGCCAAGTTTGCCCTAGGCTGGGCAAAGGAATGCTGTGA
AGTGAAACCTGGGCT
GTAACCGCCTCCGAGGCCGGCTCACACCCAGGGACCCTCCCAAGC
GGTTCCTGCGCCCCC
TCGTGGCCTCCCTCCTGCAGTTCGCTGCACAAGCGCAGGGCCCGG
AGCGGGGACGGGCGG
GCCCTCCAGGCCCTCGACACACCCAATTGGCCAGGCCTCGTTGCG
TGTGGGCGGGGCCGC
GGCTGGAGCGGAGGAGCCCCCCAGAAGACCGCCTTCAGGGGGCG
TGGCCTGGACTGTGGA
GGGGGCGGACCGTGGGGAAGCTGCTTCCGGGTGAGCCCCCCCC
GCTCTTACGCGGTCTGT
GGGAGACCGGAGCGGGAGACAGCGGTGACAGGAGCAGCGGCC
GGGAGCCCTTAGGGAGGC
AGGTGAGCGGGGGCTGGATGCGGGGAGATAGCGGGCCTGGAGGG
CGGCTCCAGGGCGAGG
CGGGGACTGTGGCACCAAGAGTCCTGCGTCCCCAGATTGTGCTGT
GCGCCTGAAGCCCTG
GCGGTGCAGCCGTGCACGGAGTCCCGTGGAGCGTTTGTTTGGGCT
GGATTATCCCGCTGC
AGCCGAGGTTGGGGGCCCGGGTTCGGGGCTCCGCACCTCTTCTC
TGGGGTTCACCCTCTC
GGATACCGCCTGGGCAGACTCCATCGATGCAGAACCCGAGGTGCG
GGTGGTGGTTGGTGG
55
GGGGGTAGGGAGGTGAAAACAATAACAGCCGTTTTGTACTAAGCGT
TGCGTGCATTGACC
ATTCATTTATTTTATTTATTTATTTATTTTTGAGACGGAGTTTCGCTCTT
GTTGCCCAGG
CTGGAGTGCAATGGCGCGATCTCAGCTCACTGCAACCTCCGCCTC
CCGGGTTCAAGCGAT
TCTCCTGCCTCAGCCTGCCAACTAGCTGGGATTACAGGCGTGTGCC
ACCACGCCTGCTAA
TTTTTGTATTTTTAGTAGAGATGGGGTTTCTCCCTGTTGGTCAGGCTA
GTCTCGAACTCC
CGAGCTCAGGTGATTCGCCCACCTCGGCCTCCCAAAGTGCTGGGA
TTACAGGCGTGAGCC
ACCACGCCCGGCCTGACCCATTCATTTCTTACAACAACCCATTGAG
GTCGGTTCTAGTCC
CCATTTACTAAACGAAGAAACTGAGGTCACACAACTAGAAAGCTACA
GAACTAGGATTTG
TACCCACATCTATCAGACTCCAGAGCCCACATACTTAACCATCCTGC
TACCAACAGCAGC
CAGGCCCAGAGTCTGGCTCACCCAAAGCTCTCCACAAGCCCAACC
TGCTGGGAAACAGAT
TTGATATCTATCCTTAAAGTATGGAGGTGTCATGGTGGGCACTGAGG
ACTGGGCTGCTGG
AGACCTTCCCCCAGATCTGCCGCTGACCCACTGCGTGATCCTGGG
CCTGTGTCTACCCCT
CTCTGAGCCCAGTTTCACCCTTGTTTCAGTGATACAATCAGCAAACT
TTAAGAAGACTCT
TAGCCAAGATATTCTAGGATTCTGGGAATGGCAGCTTCTCCTACGTC
TAAATGGCTAACC
CCAGAGGCGATCAGGCTCTTCAAAGCCCCAGGGCAAGGCTGGGGT
CTCATTCTTCTCTTT
AATCCCTGTGTCTAGCACTTCAGCAGGCCCATAGTAGATATTCAAGA
AATGTGGGTTGGC
TGAATAAACACTTCATCTCTTTTCAGAACTGCATGACAGCTGCTCTC
CTGGGCCTTTGTG
GGGCTTTGGATTTCTCAGTTCTGGCCACCTTCTATCTAGCTGGCTCT
CCTGACTGCCTCC
TCCCTGGCCAGTGGCAGAGCCTGCCAGGGCTGGCAGCAGGTCCTA
AGCCTCTGTGCGAAG
ACCCACAGCCTCTGGAATCCTCAGCATAGTACAACTTGCAGGGGTG
GGGGGTGGCACATG
AAGCTCATAGCCCCTCCTGGTAGCAGTGCTCAGGGCCCAACTTCAG
TTACTCCCAGTTTG
56
GGGATGTTGCCTTCCATGGGAGGAGATACTTTCATATTAAATCTGAA
ACACTTCTTATCC
TTCACTGTCCCCTCTTCCATGAAACCACCCTTGACTCAGAGACACA
GTCCCTCTGACAGC
ACCTGGTCCACCCCTCTACTCTGGCAGCCCGGTGGTGATTATTTTG
TTTTTCCTCCACCA
CATAACCTGCTGGAAGGCAGGGACTCCACTTCAGAAATCTTGGAAA
ACCCTGTGGCCCAC
AAGGGTTTGAGCTCATATTCCCATCTGGTGAGGTGCAGAAGGCACA
GAGCTGTGCCAGGA
CATCTCGTTCCAACCCAGCCCCACTCCTAATAGTAATAAAAGTAGCT
ACATGTTTACTGT
GCAGCTACTTGGTGCCAGACACCTACCTTATCCCTATCAATAATCTC
CACAGCCTTGCAA
GTTAGAGATATCATGCCTATTTTGTAGATTATGAAATGAACACTGAAA
GGTCAATTACTT
TGCCCAAAATTACACAGCAGAGCATAGACCAAACCTGGGACTGTCT
GACCCTGAAACATG
GATCTTTCTGCACCGCCCTATACTCTGCGTCCCAGCAAAGCTAACCT
GTCTGATGTGGTT
GGGCAGAGGTGCTGGACCTCCTGGCGGCTCGCTCCTGTCTTCAGT
GTGGTAATGTCACAG
GCATTTAAATTGTGGTTTGCAAGCTCGCTTGATTTGGGAGAAGTGCC
CTCCCAGTCTGTG
AAATTCTCCCAAACTCTAAGGGCCTTTTTGCAAAGCAAAACCCACCC
TGCATTTGGCTCT
GCCAATATGTGATTCAGGGGGTGTTTTCCCACTCACAGAATGGAGT
GGGAAACTCCACTT
ATTAAGTACCTCTTACAATGGAATGACTCTATGGTGTAGGTATCAGGG
CACTGAAATAGA
AGCCAGGAGCTGCAGGGTCAGTTTATAGCTCTGTATGTCACTCACT
GTGATCTCCAAAAG
TCCCGTTGCCTCTTTATACCCCATTTTCCACATTAAAGTGTAAGGGAT
TAAACAGGATTG
GCAATTTTCAAGCTTTTAATATTTTCAGCACTGACAGCCGTTTCTCAA
ATCAAATCTGTC
TCTGAATCTTAAAATTCAAAAACAGATCAAAGTGGACTGCTGTAGTG
AGACTGTTCCCTT
TACTCTAACCCTGCCCCGGTCTCAGGCTCCTAGGCAGTCCTGCCCC
AGGGTTTCTGCTAA
GCAGGAGCCAGTTGTTCCCTCAGCCTCCTAAAAGCGATGGGGAGT
TGAGGCCAGTGGAAT
57
GCAGCTTTGGATTCAGAAGCCAGAAAACAACAGAGATTGTTTGTGG
GAAGTGAGTCAGAG
AGATTAGACCTCTCTTCAACATCTGACTAGACTCTAGAATGGCATTAA
GCAAGTCACTGA
ACCGCTCAGAGCCTCTGTTTCCTTATCACTAAAAGTTAGGACAATTC
TTGCAATGAAATG
AGATACTACTACCAAGTACTTCAGTGCTGTGCCCAGCACAGAACGAA
TACACTCAGTATG
TTTTTCTTTTGTTTCTTCTGTCTCTCCAGCACCCAAAGCAGAAACA
GTATGGGCAGAGAG
ACGCCTACTGAATCAGGTGTTTATCAGTATTATGAAATACAGTATATA
AAACCCAGCATT
TGGAGTCCAGAACAAATTCAAATTCTGGCTCAGTCACTAAGTAGCTA
TGTGGTCTTGGGC
AACTGGCTTACATTTTGGTAATTCTCTCAATATGCAAAAATATTCTCTC
GGCCAGGTGCG
GTGGCTCACGCCTGTAATCCCAGCACTTTGGGAGGCAGAGGCGGG
CGGATCACTTGAAGT
CAGGAGTTTGAGACCAGCCTGGCCAACATGGCGAAACCCTGTCTCT
ACTAAAAATACAAA
AATTAGCCAAGCATGGTCATGCATGCCTGTAGTCCCATCTATTTGGG
AGGCTGAGGCAGG
AGAATCACTTGAACCCAGGAGGTGGAGGTTGCAGTGAGCCGAGAT
CGAACCACTGCACTC
CAGCTTGGGTGACAGAGCCAGACTCTGTCTCAAAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAGAAAAGG
AAAAAAAACTCCTGGCAGACATGAGAGCAAAATCGAGTACGAAATG
GGCAGCTGGGACCT
CATATCTACTGAATAATTGTCTGTTTGGAGGTTGAGACATGACTGGG
GAGGCCTGGCCTG
CCCCTGTGTTAGGTGATGGGGCTGGCCCACCCAGGGGTGTGGCAG
CAGGGCTGGCCCCTG
TGTGACTTGTGATAACCCCACCCTACCAAGGAGGAAGACTGGATAA
AATGGGCCCCTGAG
ATGGCTGAAGGCAGCTAAAGGGGCCTAAGAGACTATGGGGAGAA
GGGCAGCCAGTTCCTA
GGCAGCCCTGCCCCACTGTTTCTGATAAGCAGGAGGCAGTTGTTC
CCTCAGCCTCCTGAA
AGCAATGAGGAGTTGAGGCCACGGGAATGCAGCTTTGGATTCCA
GAAGCCAAGGACCTGT
TACAAAGGTGGTTTTCTGGGAAGCAAATTAGAGGGATTAGACCTG
GCTTCGACATCTGAC
58
TTGACTCCAACCTACCAAAGGATCTCCCAGTTCACCTGGGAGTTA
ACACACCAGGGTTCT
AGTCCTTTTGCTCGCTGTGTGGCTTTGGGTAAGTCCTTGCCCCTCT
CTGGACCTTGAGGT
CCCATTCATACAAAAAGCAGTTGGACTCAGGCCTGCCAGCCCCCAT
TTTTGTGGCTCTTC
CCCGCCCCTCCCCATCCTTTGGCTATGGGATAGTCTCCCAGGCACC
TCCAAAAGGAAGTG
TCTAAAACAGAGCTCTCCACCTCCTCTCCAAGCCCAGCTCCCCACT
GCCCTCTTCCTGCC
CTGTCCCTGTCTCCGCTGCCCTTTAGATCAGGCAGGCAGGCAGGC
CTAGAGCATCCGCCC
TGAGACACTGCCTGTTGGCTGCCTTAAGACGCCCCTTCCTTCTCTG
CCCGCAGCCTCCCC
AGCCTCTGCATTCCTCTGCTTCCTGTCTGCTCTGCTCAGCCTGCAG
GATTGATCTTCCCA
AAGCCAGGTGTCAACCAGGCCACTAACCCTACCCACTGCTCAGAA
ATCTTCCCACAGCCT
CAGCCTGGCCCCCTCTTATCCATCCCCTCCATACACACTTGCCTCA
GCTCCTCAAAACAG
TCCACAGCCATCCTCCTTCCCCACCTTTGCCCCTTTCTTCCCTTCCT
AAGGAAATATTGG
CCCCCTTCTCTCCACCAGGCTGAACCCACTCATCCTGCAAAACCA
AGTTCAACGCCCTGT
CATTTTCTTTTTTTTTTTTTTTTTTGAGATGGAGTCTCACACTGTCGC
CCAGGCTAGAGT
GCAATGGGTGCACTCTCGGCTCACTGCAACCTCTGCCTCCTAGGT
TCAATCGATTCTTCT
GCCTCAGCCTCCAGAGGAACTCTGACTACAGGTGCACACCACCAC
ACCCAGCTAATTTTT
GTATTTTTATTTTTATTTCTATTTATTTATTTATTGTGAGATGGAGTTTCT
CTCTTGTTG
CCCATGCTGGAGTGCAATGGCACGATCTCGGCTCATTGCAACCTCC
GCCTCCCAAGTTCA
AAGGATTCTCCTATCTCAGCTTCTGAAGTAGCTGGGATTACAGGCAT
GTGCCACCACACC
CGGCTAATTTTTTTTTATTTTTAGTAGAGATGGGGTTTCACCATGTTG
GTCAGGCTGGTC
TCAAACTCCTGACCTCAAGTGATCCACCCACCTCGGCCTCCCAAAG
TGCTGGGATTACAG
GCGTGAGCCACCGTGCCTGGCCTAATTTTTGTATTTTTAGTAGAGAC
GGAGTTTCACCAC
59
ATTGGCCAGCCTGGTCTCAAACTCCAGACCTCAAGTGATCCACCCG
CCTCAGCCTCCCAA
AGTGCTGGGGTTACAGGTGTGAGCCACTACGCCTGGCGCCTGTCT
TCTTCTAATATGCCT
CTTCTGACCTCCTCACTCCCATTGGAGCCATGGCTCACTTCTGGTC
AGGCTCCATGCACT
CAATCAGCCCTGCCTGCCAGGACTGTAGTGCCCACTTGATGAGAAA
TCACCTGTGAAAAT
GCCAGGCATGGTCTGGCACACAGTAGGTGCTCAAGAAACAAATGTT
AATGCCCCAGCTTC
CTTCTGTCTTGTGTCCACTAATTTGGCATTTGGAGCATATTTTTGTAC
TTCACGTAATTA
AATATTTACTGTGTGCCAAGGTCAGTGTGTGACAGAGCACTGTAGG
GGAGGCAAAAATGA
ACCAACTCTGGACCTTGCCCTGCAGAAGCTCTGTCTACTGGCATGA
GGTAAGACAGGTCC
ACAGATAACTTACATAAGAGAGACTGCAATCTGGACAAGACAGCCTC
AGTGGGAGAGGGA
AGGAGAACCCTGTAGATTTGGGTGCGGGGAGGCTGTGGGGAGAG
CACAGCCTTTCAGGTA
AAGGGACAAGGTTAGGAAAGCAAGAAGGTGTAGCTTGTGCTCGTG
GAGCCCAGGAAACTC
CTTGGGCTAGAAAAGATTTGGTGGCACTCTATACAGTGTATGTGTCT
GTCTGTCTATCTA
ACATGAATGGTACTATTTTCTCCTATTGGTGTGCATTGTACCTAACAA
AAAATCCATGTC
CCAAGTACTTTTCTCTTTTCTTTCTTTCTTTTTTTTTTTGGAATGAAGT
CTTGCTCTGTC
GCCCAGGCTGGAGTGAAGTGGCGCTATCTCGGCTTACTGCAACCT
CCTCCTCCTGGATTC
AAGCAGTTCTCCTGCCTCAGCCTCCCCAGTAGCTGGGATTACAGGC
ACGCACCACCACGC
CCAGCTAATTTTTTTTGTATTTTTAGTAGAGGTGGGGTTTAACTGTGT
TGGCCAGGCTGG
TCTCGAACTCCTGACCTCAAGTGATCTGCCCATCTCAGCCTCCCAA
AGTGCTGAGATTAT
AGGTGTGAGCCGCCATGCCCGGCCAACAGTACTTTTCTCTAGAGGT
AGAATTGCAGGGGA
TTTTTCTCTTTTTGCTTATCTGCACTTTTCTAAAAGTTCTGCCATGAA
CACGGGCATTTT
TTGTGGAATAAACAAAGTTTAAATGTTGGCTAGATCAGTGCTTCTTTA
TGCATAAGGAAG
60
GATTAGTTCTTTTTTTTCTATTTCCAATTTATTGATTCTTTGATAAAATG
CAATGCAATA
AAATTATTATTTTTTTTTAGAGACGTCTCCCTCTCTCACCCAGGCTGG
AGTGCAGTGGTG
CAATCATAGCTTACTGCAACCTTGAACTCCTGGGCTCAAGCGATCCT
CTTGCTTTAGCCT
CCTGAGTAGCTGGGACTACAGGTGTGGACCACCACACCTGGCTGA
TTTTTAAACTTTTTG
TAGATACAGGGTCTCGCCATGTTGCCCAGGCTGGTCTCGAACTCTT
GGGCTCAAGCCATC
CTGCCACCTCAGCCTCCCAAAGTGCCGGGATTACAGGCGTGAGCC
ACCATGCCCAGCTAG
AAAATTACTTTTTTGGCTAGGCACCGTGGCTCACGCCTGTAATCCCG
GCACTTTGGGAGG
CTGAGGCAGGCAGATTGCTTGAGCCCAGGAGTTCGAGACCATCCT
GGGAAGCATGGCAAG
ACCTCCATCTCTACAAAAAATTCGAAAATTAGCTGGATGTTGTGGTG
CACACCTGCAGTC
CCAGCTACTTGGGAGGCTGAGTTGGGAGAAACAGTTGAGCCCGGG
AGGTCAAGGCTGCAG
TGAGTCGAGATTGCACCACTGCACTCCAGCCTGGGCGACAGAGAC
CCTGTGTGAAAAAAA
AAAAAAGAAGAGAATTTTTTTTAAACAGTCATTGCTTGCTCAGATGTT
TACTTTAAAAGA
TAATAATGAACAAGAAGCAGTCACATAAAATACAAGCCCAAATTTTATA
TCATTAGATTC
TGATTGTCATGAAAGTTTCTAAAGACTTACTTTCATTTCTCAACTTAC
CTTGTTGACCAG
CAGGGATTGGTGAACCATGCTGTGAGTAGCATTGGGCTAGAGAGAG
GGGAGGCAGGAATC
TAGAAGAGCTGTTTTCCAGATGTGACCATCTCCTGAGGACAGGGAC
CATGTCTCATGTGC
CACCCATCACCCCCCACAGACAGAGCCTGCAGCCAATGCCCCAG
GAGCCCTCGGTTCCAA
CCAACTGATGCCCCTGTGCCCACTGGCCCACGCCATGCAGCCCC
AGTCCGTTCTGCACAG
CGGCTACTTCCACCCACTACTTCGGGCCTGGCAGACAGCCACCAC
CACCCTCAATGCCTC
CAACCTCATCTACCCCATCTTTGTCACGTGAGTCTCCAAGAATGGG
CCAGGCCTCTGCTC
TGCTGGTTGGGGTTGGGGTTGGGGAGGGAGTGTTGACTGGAGCG
GGCATCAGTATGGCTG
61
GGGGTGGCAAAGTGAGCTGTCAGCTTGAAATTCAAGGCACTGGA
AGCAGGCTACTTGGAT
TAAGGACAGGAATCTTAGGAACAAAACAAACTTTGAAAGAACTCA
TTCATCCCATTTGGA
AAATTAGAAGAATAACCCTTGCCTGCCATCCTGAGCTCTTGCAGTA
AGACAGAAGCTGAG
AAGGTGCTCTGTACATTGTAAAGTGCTATGTACCTGTAAGAGATGGC
AGTCATTGAGGCT
GGGCACGGTGGCTCACGCCTGTAATCCCAGCACTTTGGGAGGCTG
AGGCAGGCGGATCAC
GAGGTCAGGAGATCGAGACCATCCTGGCTAATATGGTGAAACCCTG
TCTCTACTAAAAAC
ACAAAGAAATTAGCCAGGCGTGGTGGCGGGTGCCTGTAGTCCCAG
CTACTTGGGAGGCTG
AGGCAGGAGAATGGCGTGAACCCGGGAGGCGGAGCTTGCAGTGA
GCCGAGATTGCACCAC
TTCACTCCAGCCTGGGCGACGGAGCCAGACTCCATCTCAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAGA
GATGGCAATCGTGATTGTTAATAATAATGCAGACATTTACTGAGTACT
TACTATCTACCA
GGTACTATGCTAAGCACCTACACACATTATCTCATTCAATTCTGAGAG
CATTTGTATGAA
GAAGGAGTAGCTATCCTCTAGAACATCAGCTCCATGAGGGCAGGGA
TGTTTGTCTATTTT
GTTCACTGTTGTATCATCAGGGCCTAGAACAGTACTTGGCACATAAT
AAGTACTCAATAA
ATATTTGTTGAATGAATGAATTAACCACGCATGATATAGATGAAGGC
CTAAGGCTCAAAG
AGATGATAGAACTTGGCCACGGTCACCCAGGCAGTAAGTGGCTGG
GATAGAAAGCAAGGA
CCTGCCAAATTCAGAGTCCAAGTTCTTAACCACTTAATTCCTTCCT
GTAATTACCGTTCT
TTTAGTACAGTTGCTAGTGTTGTCACTGTTATTCTTGTTGTTCCTATT
ATTATTTCAGGC
CCTGGGCTTGGCCAGGCAGGGAAGCCAGACACTGGATCCCATCC
TCCTCCCACCATCTCC
ACTTCCATATTTCTTTCCTGCTTCCCAACCATCCCTCTCAGTCGCCC
CCGCACCACTGGC
CCTTCCCACAGCTACCAATCCATATCCCACCCCCGCTCTTGCAGG
GATGTTCCTGATGAC
ATACAGCCTATCACCAGCCTCCCAGGAGTGGCCAGGTAGGAGACG
TGGAGTTGGGGGGCC
62
AGCGGGTGGTGGAGGGAGAGATTCCACAGGTGGAAGTGCTGGGA
GGCAGAAGCAGACCTA
GGAAGTAGAAGATGCGGACAGACAGACATTAGCTCAGTAGAGGAAA
GGGTTTCCCCGGGG
CCAGAGCTGTTCCACAGTGGAAGGGGCAGCCCCATAAAGTAAAGA
GCTACCCATCACCCG
AGACGTCGTGGCAGAGGCTGTTGCAGAAGGGAGCTGAACTGCAGA
TGGGAGTTCAAAAAG
AGGGCCTCGAAGGAGCCTTCCACAGCCGAATTCCGGAGCTCTGCT
ACTCAGGGCCTCAGT
CTTCCCTCCTATTTAGTGGATGCATCCCTGCCCCTTCTGTCCTGGGG
GCTTGAGCCCTCC
TGGTGCCATATGCAGCTTGGTTTCTAACAGAGGCACACAGTGTGGT
GGGGTCCGGAGGAC
CGTTGCCTGGGACCTGCCTTCCTTCAACCCCTCTACCCACACCCAC
ACAG GTATGGTGTG
AAGCGGCTGGAAGAGATGCTGAGGCCCTTGGTGGAAGAGGGCCT
ACGCTGTGTCTTGATC
TTTGGCGTCCCCAGCAGAGTTCCCAAGGTGAAGAATCAAAGGAAG
GGCTAAGAAGGGAGG
TTGCGCTCACGCCCGTAATCCCAGCACTTTGGGAGGCCAAAGTGG
GTGGATCACTTGAGC
CCAGGATTTTGAGACCAGCCTGGACAACATGGCAAAACCCATCTCT
ACAAAAAATACAAA
AGTTAGCTGGGTGTGGGGGTATGTGCCTGTAGTCCCAGCTACTCGG
GAGGTGGAGAGGTG
GGAGGATTGCTTGAGCCCAGAAAGTCGAGGCTGCAGTGAGCCAAA
ATCGCGCCAGTGCAC
TCTAGCCTGGGTGACAGAGCAAGACCCTGTCTCCAATACAAACAGA
AAAAGGAAGGGAGG
TTGGGCAAAGGTGGACTGAGGGTCCACACTGACTGCACCCTCACT
CCCACATTGTGCTGG
CCCTGGGGCCACAGGTGAATGGACGTGGTCTTTGCCCTTAAGTCA
GCACCCATGTAGGGT
CAGTCCTCTGTGCTTCCTTATCCAGGGGCTGTGATGATGAAGGAAG
GAGAAGGCCAGGGC
TATGCTCTGTGATGGCTGTCATCCTGCCTTCCAAAGCTACATGTAATA
GACACACTGCTT
TGTCCCTCCCCTGCCCCTAGGACGAGCGGGGTTCCGCAGCTGACT
CCGAGGAGTCCCCAG
CTATTGAGGCAATCCATCTGTTGAGGAAGACCTTCCCCAACCTCCT
GGTGGCCTGTGATG
63
TCTGCCTGTGTCCCTACACCTCCCATGGTCACTGCGGTGAGTTCC
CTCCCTCCCACCAGC
CCTGCTGCCACCCACACTCCTACTGCCCACTTCTCAACAGGGTGG
GGACAGGCCAGGGCC
CAAGGTGCTCCCCAAAACCCAGTCATCTGTCCTGAAGGGCTCCTG
AGTGAAAACGGAGCA
TTCCGGGCTGAGGAGAGCCGCCAGCGGCTGGCTGAGGTGGCATT
GGCGTATGCCAAGGCA
GGTGAGTGAACCACCAGCAGGGATGGGCACCTCTGGGTCAGGAG
GTGGCAGAGTGGCTAG
GAGGGCCCCAGAGTTCTGAAGGCCACCCTCTGCCCCCCAGGATGT
CAGGTGGTAGCCCCG
TCGGACATGATGGATGGACGCGTGGAAGCCATCAAAGAGGCCCT
GATGGCACATGGACTT
GGCAACAGGGTAAGGGCAGGGAATGCAGCACAGGGCTGGCAGGA
GATAGTCTGCACCAGC
CCTGCCCCCGTGTCTGCTAAGAATCACAGAACTGCCGGGCGTGTT
GGCTCACACCTGTAG
TCCCAGCACTTTGGGAGGCTGAGGCAGGTAGATCACTTGAGGTCA
GGGGTTCAAGACCAG
CCTGGCCAACATGGTGAAACCCCATCTCTACTAAAAACACAAAAATT
AGCTGGGCGTGGT
GGCAGGCGCCTGTAATCCCAGCTACTGGGGAGGCTGAGGCAGGA
GAATCGCTTGAACCCA
CGAGGCAGTGAGCTGAGATCATGCCACTGCACTTCAGCCTGGATG
ACAGAGCTAGACTCC
ATCTCAAAAAAAAAAAGAATCACAGAACTGAAGACAGTGCTGGATGA
GGCTTTGGGGAAC
CATTTAAACCTCTGGGCCTCTGCAGGGAAATCAAGCCCAGCACTCC
AACAGGACCAGAAC
ACAGGCAGTCTCCTTCCCAGCCTAGGTTCTTTCTCTCCCTGCCACA
TCACCCTGGGATAC
CTGGCAAGGGCCGAATAAGCCAAGACCTCCATTGTCTCCCCATAGG
TATCGGTGATGAGC
TACAGTGCCAAATTTGCTTCCTGTTTCTATGGCCCTTTCCGGTGAG
CAGGGGTGGGCAGG
GGTCTGCTGTGAATCCCTGGCCCTTTGGCCCAAAGCTGGAGCCCA
CCCTGATGACTCTGC
TTTGCAGGGATGCAGCTAAGTCAAGCCCAGCTTTTGGGGACCGCC
GCTGCTACCAGCTGC
CCCCTGGAGCACGAGGCCTGGCTCTCCGAGCTGTGGTGAGTGAC
TAGGACTTGAGCCCCA
64
CCCTCAGCCCCCTCCTAGGCACCACCCACATTATACCCTCATCCCTT
AG GACCGGGATGT
ACGGGAAGGAGCTGACATGCTCATGGTGAAGCCGGGAATGCCCT
ACCTGGACATCGTGCG
GGAGGTAAAGGACAAGGTGAGCACAGGTACGAGGCAAAGGGGGC
TCAGGGGGCTGGGACA
GAGTTTTCCACAGACTCTGGAATCTCAGAGTTGGAAGCAGTTTGCC
CTTAAGCATGCATC
CTCTCCTCCCCTTCCCTGCCCAGGAACCATCGTGGCCTTCTATGTC
GGGGCTTGCACGAG
CCTCAAACAGCCCTGCTTTAACAGTTCAAGAGTGGGCCAGGCTGCC
AGCCGCAGTAACCC
AGGACACGGGGCTCAAGATGGTCACAGATTGAGCAGGGGGGAAG
GGACGCTTCCAGAGCC
ACATCCACCCTCCATTTCAGCCTGTCTCCCTGTCTGCTTCCCTGCA
G CACCCTGACCTCC
CTCTCGCCGTGTACCACGTCTCTGGAGAGTTTGCCATGCTGTGGC
ATGGAGCCCAGGCCG
GGGCATTTGATCTCAAGGCTGCCGTACTGGAGGCCATGACTGCCT
TCCGCAGAGCAGGTA
GGCAGGCAAGGGTGGGGTGTTTTGACCTGCGCCACAGGGACTGAT
AAGCACTCTGCCTAG
ATTGGGGAACGACGTCCTGAGAGCTTGGGATCTTATTCCGGGAATT
ACTAGTGATCTAAA
CAGACACACACTGAGGAAGAGATATGGAACTGCAGCATAGAACACG
GCCCGGTGAAGCAA
GCAGAGCCCTTCATTTTTGGTTGTGAGAACGTGGGCAAGCCACTTC
TCTGAACCTCAGTG
TCCTCACCCATAACTGGATAACTGGGGATAAGATACCTGGTGCGTG
GTTGTCCTGAGGAT
TAAATGAAGTAATATCACTCCATAAAGGGGACTCATTTTGTTAGAATT
GCACACCAGCAT
GGGAAGGAACTTGCCTCTTACCTATTTCCTTCACTGTGCATTTTATTC
TTTGGTAAACTG
AGGCCCCAAAAGAGGAAATGACTTGCCCAAGAAATAGAGTTTCCCA
AAGCTGGGCTCCGT
CTCATGTGGTGTGCCCACAGGCTGTGCTTCTTCATGGTAGCCTTCT
TCCCCGCCTGGCCT
TCCCATCGCAGAAGGTGTGCTCAGAGCTGATCAGCGTCCCCCCAG
CAACTTTCTGCATCT
CTCCCAACACAGGTGCTGACATCATCATCACCTACTACACACCGCA
GCTGCTGCAGTGGC
65
TGAAGGAGGAATGATGGAGACAGTGCCAGGCCCAAGAACTAGAA
CTTTAAAACGTTCCCG
GGGCCTCAGACAAGTGAAAACCAAAGTAAATGCTGCTTTTAGAAC
TGTGCCCTCATGCCC
TCTTCCTGCTCACATGCTAGCGGGGCCCAGCAGCCCTGGGTGGTT
TTGCCAGCATGCTAA
CTCTTGTAACTCGCAGCTGCATCCTATGAGCTCTCCCAAGCTTCCC
CGCCCCTCCCCTGG
GTCAGCCGTGAGGCCCACCTTTGCCACCCTCAGCTCTTTCCTCTG
GTGTGGCTTCAGCTT
GAAAGCAACCTGGAGTCGGGGGCACAGCCTTTGGGGCCTGGCTG
GGAGAGGGTCTTGGAG
CATTAGGGGAAGAAGAGAGCAGTGGGATCTTGGGGCCTGAGAAG
CCTTGGAACGCTTCTG
GCAGCAGAGCTGGGTGTGGGAATGAGGCCTAGATCGATATCCCTG
GGTTAGAGTTGAAAT
TTGCCGCAATTCCACTGGAAGGCATTTCCCACGAGGCCAGAGGTT
GCCAGGCTGCCTGAG
GTCTCCTATTCTACTCTGAACCATAAACCCAGAGAAGAATTACTCA
TTAACCAGCATAAA
TACTGCCTGAGGATCAAAACTCAGAGGCAAAGAGGGAGTTCCTG
ACTGCTAGAGGTGCCA
CCACCACAAACACTTTTTATTCAGGAGATACTTTTTGAGAATCTCTG
CTCTGTTCCTAGG
TTCAGTGCTGGGTCCTGGGAATACAGCAGGACAGACCTCAGCTTA
TCTCTTCATAGAAAT
TATACAAAGAGAATTGGGGAGACAGCTAAGAAGAAAACAAAGAAA
TAAAGCAGTTACAAA
TTGTGATAAGTGCTTTGAAGGAAAGAAGGGGTCTGAGACAACAAC
AGGGAAGGGGCCTCT
CTTGAAACAGTAGTTGGGAAGGAGGCAGACATGCACCAGTGATGT
GGTGACAGGTGCTCT
GAAGGAGGTCACCAGGACCTGACCTCTTTGAAGGATCAGAAAATA
CTTCCCTGAAGGACT
GACATTTGAGCCTAGACCTGAAGGGTGAGCCATCAAGCTAAGACA
ATTGGGGAAGAGCAT
TCCAGGGAGAGGGAGGAGTTGTGCAAAGGCCCTGGGGCTCCTTC
TAGCTGGAGGAATGCA
AGGCTAGCTTGTCTGGAGCACTGAGAGGATGGCCTGAACTGAGT
GGAGAGAGACAGACCA
GGACCAAACCATGCAGAGGTCAAGGGCCACATTCACCTTTTCAGA
GTGACTCAATCAAAT
66
TTGTAGTTTGTAAAAGTATTTTAACAGCTCTGCGGCAAAGTGCAAA
TGAAAAGTCTTGAT
GGCATGGACTGGAGCGGGGACAGTGGGGATGGAGAAAGGGGAA
TGGATTGTGGATGTGTT
TAGAAGGTAGATTCGATGTGAAGGATGAATCTGGCTTGACCTTCTG
GGTGGCTGATGGGC
CATTTACTGAGATGGGGCAGCCTGGAAGAGGAACAGAAGCAGGG
TCGGGGTGGAGGGAGA
ATACTAAACTTAGCTTGAGACATTTTGCAATAAGGAAGCTATATCTA
GAGTGCTTATGTG
ACTCACCTAAGGCCACTCAACAAGTTTGTGGCAGAACTGGATTAG
AACTGCACAGAAAAC
AGCCAAGCTGGGATTTGAACCCATGTAGTCCAACTCCAAGGCCTC
TGCCCCTAACCACTG
TGCCATACCACCTCCCAATAATCAACAGCAAAATTATAGGTCTAAC
AATGTTTTATAGAC
ACCCCTCCATTTATGTGATGGGTTTGCATCCTGATAAACCCATCATA
AGTTGAAAATATG
ATCATAAGTTGAAAATATGATCATAAGTCAAAAATGTATTTAATATAC
CTAACCTACCAA
ACATCATAGCTTAGCCTAGCCTGCCTTAAACATGCTCAGAACACTT
ACATTAGCCTACAG
TGGGCAAAACTATCCAACACAAAATCTATATTGTAATAAAGTTGTAA
AGAATTTTGAATA
AAAATTCAATATTTGAAGTACAGTTTCTACTGAATGTCTTGTTTCATA
CTGTTGTAAAGT
CAAAAATTGTGAATTGAATGATCACAGTTCGGGGACCATCTGCAATT
AGCCCCAGTTATA
CGGGGAGACCAAGGAGACCAGGCACCTACTTGGTTGCAAGTGATG
GAAATCCAGTTCAAT
AGCAAAGAAGGACATGATTGGTTTTCATAACTGGATTGAGATAAGGA
CAGGTGTGGTTGG
67
GCCCAGGGTCAAACCCCATGGAGGTCTCTGTCCCTTTCTAACTCTC
GTCTGTGTTTGCCC
CAGCTTTATACTCAGGTGGGTTTTTGCCACTTGCCAGCAACATGATC
CTCAATAATTCTA
GGCTTAAATAGTCGTTAAGATTTGTAATCCCAGAGAAAGAGCCTTCC
TGTCCCATCACTC
ACATAGCAAATCTCTGGAGGTCTCTGATTGGGCCTGTTCAGGCCAC
ATGGTCCACTCTTG
GCTCAGTCACTGTAAACAATGGGATGGGAGATGGCGCCACAATTGA
CCAGGTAGGCCTCA
TTACACAGAACGCTGTCTTGGACTGAGCTTTTGCACCAGTGGCCTC
CTTGGCTTGGAATG CTTTTCCCCTAAATCTA
Note : Red for exon area; black for intron area.
.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)






