purin dan pirimidin 2

 


 

 































Gambar 4.13. Ikatan hidrogen antar basa purin dan pirimidin pada polinukleotida 

Asam-asam nukleat dihidrolisis secara acak oleh nuklease dan dihasilkan campuran 

polinukleotida. Campuran ini dipecah lebih lanjut oleh fosfodiesterases 

(eksonuklease) menjadi campuran mononukleotida. Nukleotidase dari pankreas 

menghasilkan 3’nukleotida  sedangkan nukleotidase lisosom menghasilkan 

5’nukleotida.  

71 

 

 

 

Nukleotida dihidrolisis oleh nukleotidase dan dihasilkan nukleosida dan Pi.  

Nukleosida yang dihasilkan dapat diserap oleh usus. Di beberapa jaringan, 

nukleosida mengalami fosforolisis oleh nucleosida fosforilase dan dihasilkan basa 

dan ribosa 1-P (atau deoksiribosa 1-P).  R 1-P dan R 5-P harus dalam keadaan 

seimbang (equilibrium), maka gula fosfat dapat digunakan unntuk membentuk 

nukleotida atau dimetabolisme melalui jalur heksana monofosfat (Hexose 

Monophosphate Pathway).  Basa purin dan pirimidin dapat didegradasi atau 

diselamatkan (salvaged) untuk pembentukan nukleotida.  Molekul RNA mengalami 

pergantian (turnover) dan dapat menjadi sumber nukleotida. DNA tidak mengalami 

pergantian tetapi sebagian dapat dipotong sebagai bagian dari proses perbaikan 

(repair process).  

Nuklease (nucleodepolymerase atau polynucleotidase) yaitu  suatu enzim yang 

menguraikan ikatan diesterfosfat (phosphodiester bond) antar monomer dari asam 

nukleat. Nuklease bisa memotong salah satu atau kedua untai asam nukleat (DNA) 

pada target urutan nukleotida tertentu.  Enzim sangat penting dalam reparasi DNA 

secara de novo. Gangguan atau kelainan pada nuklease tertentu dapat 

menyebabkan ketidakstabilan genetik atau immunodefisiensi. Nuklease juga sangat 

penting dan bermanfat dalam molecular cloning.  Dibedakan dua macam nuklease, 

yaitu eksonuklease yang menguraikan asam-asam nukleat dari ujungnya; dan 

endonuklease yang memotong pada tengah molekul targetnya. Selanjutnya enzim 

tsb dapat dikategorikan sebagai deoksiribonuklease dan ribonuklease. Yang pertama 

berfungsi untuk DNA sedangkan yang kedua untuk RNA (Wikipedia). 

Suatu nuklease harus melekat pada bagian tertentu dari asam nukleat (Site 

recognition) sebelum memotong bagian tsb. Nuklease dapat melekat pada bagian 

spesifik dari DNA atau non spesifik.  Endonuklease yang non spesifik dapat 

merusak DNA karena pelekatannya yang tidak spesifik yang berarti setiap bagian 

bisa dilekati dan dipotong. Misal EcoRV, BamHI, dan PvuII.  

Nuklease yang spesifik (site-specific nuclease) melekat lebih kuat daripada yang non 

spesifik. Pelekatan nuklease (sequence specific nuclease) tsb spesifik pada bagian 

DNA yang memiliki urutan tertentu nukleotida dengan urutan tertentu (spesifik). 

Enzim tsb juga dinamakan enzim restriksi. Ada banyak jenis sequence specific 

72 

 

 

 

nuclease, lebih dari 900 enzim restriksi. Sebagian bersifat sequence specifik. Enzim 

tsb diisolasi dari lebih dari 230 strain bakteri. Enzim restriksi yang pertama ditemukan 

yaitu  HindII.  

Enzim restriksi ini umumnya dinamakan berdasarkan asal nya. Huruf pertama 

berasal dari huruf pertama genus, dua huruf selanjutnya berasal dari species sel 

prokarion yang menghasilkannya. Misal EcoRI berasal dari Escherichia coli RY13, 

sedangkan HindII berasal dari Haemophilus influenzae strain Rd. Angka atau nomer 

berikutnya menandakan urutan penemuannnya, misal EcoRI, EcoRII. 

 

Tabel 4.1. contoh enzim restriksi yang pola potongnya rata (blunt end) 

Enzim Sumber Sekuens yang dikenali Potong 

HindII  Haemophilus influenzae  

5'–GTYRAC–3' 

3'–CARYTG–5' 

5'–GTY RAC–3' 

3'–CAR YTG–5' 

R = A atau G; Y = C atau T 

 

Tabel 4.2. Contoh enzim yang pola potongnya runcing (sticky end) 

Enzim Sumber Sekuens yang dikenali Potong 

HindIII  Haemophilus influenzae  5'–AAGCTT–3' 

3'–TTCGAA–5' 

5'–A AGCTT–3' 

3'–TTCGA A–5' 

EcoRI  Escherichia coli  5'–GAATTC-3' 

3'–CTTAAG–5' 

5'–G AATTC–3' 

3'–CTTAA G–5' 

BamHI  Bacillus amyloliquefaciens  5'–GGATCC–3' 

3'–CCTAGG–5' 

5'–G GATCC–3' 

3'–CCTAG G–5' 

 

73 

 

 

 

 

Gambar 1.14. Pola potong DNA oleh HindII 

Endonuklease atau restriction endonuclease dapat melekat pada urutan atau 

sequence recognition spesifik dari molekul DNA, dan kemudian memotongnya. 

Dikenal dua cara memotong, yaitu blunt ends dan sticky ends.  

Staggered cutting menghasilkan ptongan DNA yang blunt end. Banyak endonuklease 

memotong DNA yang tidak simetris atau berlawanan satu sama lain, melainkan 

terjadi ktergantungan (overhangs). Misal nuklease EcoRI memiliki recognition 

sequence 5'—GAATTC—3'. Jika enzim melekat pada sequence ini, maka terjadi 

pemotongan antara G dngan A.  jik telaah terpotong maka setiap ragmen memiliki 

ikatan hidrogen yang lemah, sehingga mudah terpisah. masing-masing fragmen 

memiliki penojolan 5’ dan tersusun dari basa yang tak berpasanngan.  

Jenis enzim yang lin memotong DNA dengan menghasilkan ujung 3’. Ujung 3’ dan 5’ 

sering dinamakan ujung sticky end sebab mereka cenderung berikatan denganurutan 

komplemen basa.. dengan perkatan lain, jika sejmlah uurutan basa yang tak 

berpasangan 5'—AATT—3' bertemu dengan urutan basa lain yang juga tak 

berrpasangan 3'—TTAA—5' keduanya akan berikatan satu sama lain. Keduanya 

melekat (sticky) satu sma lain. Enzim ligase kemudian mennghubungkan kerangka 

fosfat kedua molekul tsb. Meganuklease yaitu  nuklease yang memiliki recognition 

site yang panjang, sekitar 12 sd 40 pasangan basa.  

74 

 

 

 

Nukleotidase mengkatalisis hidrolisis nukleotida menjadi nukleosida dan fosfat. Misal 

adenosin monofosfat diuraikan menjadi adenosin; guanosin monofosfat menjadi 

guanosin. 

Nukleotida + H2O  → nukleosida + fosfat 

Nukleotidase sangat penting dalam peruraian asam nukleat yang dikonsumsi.  

Berdasarkan hasil akhir peruraiannya, dapat dibedakan dua kategori, yaitu  

EC 3.1.3.5: 5'-nucleotidase - NT5C, NT5C1A, NT5C1B, NT5C2, NT5C3 

EC 3.1.3.6: 3'-nucleotidase - NT3 

5'-Nukleotidase memotong fosfat dari ujung 5’ molekul ribosa. Berdasarkan lokasinya 

dalam sel, dikenal  

   5'-nucleotidase membran (membrane-bound 5'-nucleotidase): 

menggunakan adenosin monofosfat sebagai substrat dan berperan 

dalam penyelamatan nukleotida (salvage of preformed nucleotide) 

dan transduksi signal (signal transduction) dengan melibatkan 

reseptor purinergik.  

   5'-nucleotidase larut (soluble 5'-nucleotidase).  

Nukleotidase yang larut (soluble form) dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi  

   mdN  : mitochondrial 5'-3'-pyrimidine nucleotidase.  

   cdN  : cytosolic 5'-3'-pyrimidine nucleotidase 

   cN-I  : cytosolic nucleotidase(cN) yang menggunakan AMP 

sebagai substrat  

   cN-II  : dapat menggunakan IMP dan/atau GMP sebagai substrat.  

   cN-III  : pirimidin 5'-nukleotidase.  

Nukleotidase juga berperan dalam berbagai fungsi komunikasi antar sel, reparasi 

asam nukleat, jalur penyelamatan purin (purine salvage pathway) untuk sintesis 

nukleotida, transduksi signal, transport membran dlsb. 

75 

 

 

 

 

4.6. Penutup  

Jalur biosintesis asam nukleat dapat menjadi sasaran atau target untuk 

pengendalian atau penghambatan pertumbuhan sel-sel yang sedang cepat 

membelah seperti sel-sel kanker atau bakteri infeksi. 


 

BAB 5. NUTRISI 

NUKLEOTIDA DAN 

EKSKRESI ASAM URAT  

Garis besar 

a. Kandungan nukleotida pada makanan 

b. Kebutuhan tubuh akan nukleotida 

c. Peruraian asam nukleat dalam lambung 

d. Proses percernaan di usus 

e. Penyerapan nukleotida oleh usus  

f. Mikrobiota usus pengurai asam nukleat  

g. Ekskresi asam urat 

 

 

 

 

5.1. Kandungan nukleotida (purin) pada makanan  

Tubuh manusia dapat memperoleh asam nukleat dari tiga sumber, yaitu 

biosintesis asam nukleat (sintesis de novo), penyelamatan nukleotida (salvage) baik 

purin maupun pirimidin, dan dari makanan (Gambar 5.1.). Tidak banyak informasi 

tentang nukleotida pada makanan. Lebih banyak informasi yang tersedia untuk 

protein, lemak, dan komponen makanan lainnya. Kandungan nukleotida tertinggi 

80 

 

 

 

ada  pada makanan yang mempunyai densitas sel yang tinggi dan aktif secara 

matabolik. Hal ini berarti bahwa makanan yang berasal dari hewan lebih tinggi 

kandungan nukleotidanya daripada tanaman, kecuali biji. Susu juga banyak 

mengandung banyak nukleotida.  

Tabel 5.1.  memuat kandungan purin dan RNA berbagai makanan dan tidak 

memuat kadar pirimidin. Kadar pirimidin diperkirakan kurang lebih sama dengan 

purin. Dari tabel tsb dapat diketahui bahwa beberapa jenis makanan mengandung 

purin dalam kadar yang tinggi, misal hati, jantung, ikan kecil, ikan laut (shell fish), dan 

biji kacang-kacangan.  

Jeroan dan produk hewani merupakan sumber makanan yang kaya akan 

nukleotida, setelah itu baru biji-bijian, mushroom dan sayur. Beberapa makanan 

mengandung sedikit nukleotida. Makanan tsb  biasanya yaitu  makanan yang telah 

mengalami proses pemurnian, misal gula, tepung dan minyak sayur. Tidak atau 

belum ada rekomendasi tentang jumlah  nukleotida yang aman untuk dikonsumsi. 

Sebagian besar pangan yang banyak mengandung nukleotida telah jarang 

dikonsumsi. Jeroan seperti hati, babat dan jantung yang dulu merupakan makanan 

populer sekarang dihindari. Konsumsi daging sapi juga cenderung berkurang.  

Asam nukleat atau nukleotida yang dikonsumsi akan mengalami 

pencernaan. Nukleotida yaitu  biomolekul yang penting bagi semua proses 

kehidupan dalam tubuh manusia. Yang paling banyak dikenal yaitu  DNA dan RNA. 

Keduanya berperan dalam banyak fungsi seluler.  Pentingnya peran DNA dan RNA 

membuat tubuh mampu menghasilkan molekul tsb, secara langsung maupun 

penyelamatan (salvage) dan daur ulang nukleotida dalam tubuh (

 

Tabel 5.1. kandungan purin beberapa makanan 

Jenis makanan Kadar (mg/100 g) Jenis makanan Kadar (mg/100 g) 

Daging  Sayuran  

Daging sapi 120 Bayam 57 

Daging Ayam 175 Brokoli  81 

Daging Ikan 60 Asparagus 23 

Daging Kanbing 182 Kol 22 

Jeroan   Bunga kol 51 

Hati sapi 197  Wortel  17 

Ginjal sapi 213 Buncis  37 

Jantung sapi 171 Asparagus 23 

Otak sapi 162 Biji-bijian  

Seafood  Melinjo 222 

Salmon 170 Kacang tanah 79 

Sarden 399 Kedelai 80 

Udang 234 Kacang merah 55 

Tuna  142 Hazzel nut 37 

 

5.2.  Kebutuhan tubuh akan nukleotida 

Tentu manusia tidak dapat menghindari sama sekali keberadaan nukleotida 

dalam makanan yang dikonsumsinya. Keberadaannya mungkin tidak sangat 

essensial. Ketidakhadirannya juga tidak memicu  penyakit defisiensi 

nukleotida. Dalam jumlah terbatas, keberadaan nukleotida diperkirakan memiliki 

peran bagi kesehatan lambung dan sistem lainnya. 

Berapa banyak  ketiga sumber nukleosida berkontribusi tidak jelas meskipun 

orang sehat mampu membuat dan mendaur ulang secukupnya sesuai dengan 

kebutuhannya. Kebutuhan nukleotida meningkat seiring dengan luka pada saluran 

cerna, pertumbuhan yang cepat, penurunan asupan protein, atau jika sistem immun 

diaktivasi. Sumber nukleotida yang sering dilupakan yaitu  makanan kita. Tubuh kita 

mampu menyerap dan memanfaatkannya. 

Sel-sel sistem immun dapat memerlukan kebutuhan nukleotidanya selama 

periode proliferasi cepat dalam melakukan respon immun dan memilih melakukan 

jalur salvage dan makanan. Efek nukleotida pada immunitas manusia terbatas pada 

individu sehat. Asupan nukleotida diperlukan saat olahraga yang intens. Hal ini 

menjelaskan bahwa peningkatan asupan nukleotida jangka panjang dapat 

83 

 

 

 

meningkatkan respon immun dan menutup respon hormon yang terkait dengan 

kondisi stres fisiologis. 

Jika nukleotida tidak digunakan dan dieksresikan, nukleotida mempunyai 

efek transient misal peningkatan sirkulasi darah ke perut. Bayi yang diberi asupan 

suplemen nukleotida menunjukkan peningkatan aliran darah ke usus halus. Hal ini 

mungkin karena adenosin menjadi pemicu peningkatan aliran darah ke usus halus. 

Adenosin juga berperan sebagai anti-inflamasi karena diabsorpsi oleh permukaan 

perut melalui interaksi dengan receptor A2a pada sel-sel T. 

Rasanya tak lengkap membahas pengaruh kesehatan dari makanan tanpa 

membahas peran bakteri usus.  Bayi yang diberi makanan dengan tambahan 

nukleotida telah mengurangi kasus diare, kemungkinan karena terjadi peningkatan 

pertumbuhan Bifidobacterium, yang diperkirakan membantu memproteksi bayi dari 

infeksi perut. Penambahan nukleotida telah menunjukkan meningkatan komposisi 

mikrobiota dari formula makanan bayi. Pengaruh dari diet nukleotida pada orang 

dewasa belum diketahui dengan pasti. Tidak mengherankan bahwa air susu ibu 

merupakan sumber yang baik untuk nukleotida untuk pertumbuhan bayi dan yang 

baik untuk kesehatan dan perkembangan bayi. Menarik juga untuk mengetahui 

perbedaan kadar nukleotida air susu ibu pada malam dan siang hari yang membantu 

bayi untuk tidur pada malam hari. Banyak formula makanan bayi yang ditambah 

nukleotida. 

Sebagian besar pangan fermentasi mempunyai kadar purin yang rendah dan 

diperkirakan juga rendah pirimidin. Hal ini menarik karena bakteri sangat kecil dan 

genomnya juga sangat kecil dibandingkan dengan eukarion jadi kemungkinan tidak 

sekedar tidak menambah dalam kuantitas total.   

Apakah yang terjadi jika kita kekurangan asupan purin dan pirimidin? Berapa 

kebutuhan tubuh akan nukleotida? Sintesis purin dan pirimidin de novo berasal dari 

asam amino dan molekul kecil lainnya. Keduanya berada dalam pembentukan dan 

pemasukan molekul ribosa. Pada sintesis purin, 5-fosfo-ribosil-1-fosfat (PRPP). 

Tetapi untuk pirimidin, pemasukan terjadi pada tahap akhir setelah pembentukan 

cincin pirimidin.  

84 

 

 

 

Gout yaitu  penyakit arthritis yang menimbulkan nyeri, terjadi jika kadar 

asam urat dalam darah sehingga menimbulkan kristal yang dibentuk dan 

terakumulasi pada sendi. Asam urat dihasilkan jika tubuh menguraikan purin. Purin 

dibentuk dalam tubuh, tetapi dapat diperoleh dari makanan. Asam urat dikeluarkan 

dari tubuh melalui urin.  Diet gout mungkin bisa menurunkan kadar asam urat dalam 

darah. Diet gout tidak termasuk pengobatan, tetapi dapat mengurangi risiko 

terjadinya gout yang menimbulkan nyeri sendi dan menimbulkan kerusakan sendi. 

Pengobatan juga diperlukan untuk mengobati nyeri dan menurunkan kadar asam 

urat.  

Penyakit gout telah lama dikaitkan dengan konsumsi yang berkelebihan dari 

daging, seafood, dan alkohol. Kondisi ini umumnya dilakukan oleh orang kaya yang 

mampu memiliki kebiasaan makan tsb. Dokter jaman dulu sudah menganjurkan agar 

mengendalikan diet untuk manajemen gout. Selama bertahun-tahun, pengobatan 

gout diarahkan pada pengurangan semua makanan yang kandungan purinnya tinggi 

atau agak tinggi. Untuk itu sering ditemui daftar makanan yang harus dihindari 

walaupun kadang sulit dihindari.  

Peran diet dalam manajemen gout sangat penting. Beberapa makanan harus 

dihindari tetapi tidak berarti bahwa semua makanan yang mengandung purin 

dihindari. Beberapa makan harus disertakan dalam diet untuk mengontrol kadar 

asam urat.  

Pasien gout disarankan mengikuti pola diet tertentu. Prinsip umum untuk diet 

gout sangat penting untuk dipahami agar dapat tercapai diet yang sehat dan 

seimbang. Hal-hal yang disarankan antara lain  

   Mengurangi berat badan (Weight loss).  

   Mengkonsumsi karbohidrat yang kompleks. Misal buah, sayuran, biji utuh. 

Menghindari  roti putih, cake, permen, minuman yang manis dan produk 

yang kandungan fruktosanya tinggi.  

   Minum cukup air minum, 8 s/d 16 gelas.  

   Mengurangi konsumsi lemak jenuh dari daging merah, ternak unggas, dan 

dairy product yang tinggi lemak 

85 

 

 

 

   Mengkonsumsi protein dari daging tanpa lemak, ikan dan unggas sebanyak 

113 s/d  170 gram. Protein juga dapat diperoleh dari dairy products yang low-

fat atau fat-free, misal low-fat yogurt atau susu skim yang dapat mengurangi 

kadar asam urat.  

   Mengkonsumsi sayuran walaupun kandungan purinnya tinggi, karena 

sayuran yang tinggi kandungan purinnya tidak meningkatkan resiko gout atau 

serangan gout kambuhan.   

   Mengurangi atau tidak mengkonsumsi jeroan, misal hati, ginjal, dan roti manis 

(sweetbread) yang tinggi kandungan purin dan dapat meningkatkan kadar 

asam urat dalam darah.  

   Mengurangi atau tidak mengkonsumsi seafood yang tinggi kandungan 

purinnya, misal  ikan teri, haring, sarden, remis (kerang), kembung dan tuna. 

   Mengurangi atau tidak konsumsi minuman beralkohol karena dapat 

meningkatkan produksi asam urat.  

   Mengkonsumsi cukup vitamin C,  kopi, dan buah cherries.  

5.3.  Peruraian asam nukleat dalam lambung 

DNA dan RNA merupakan polimer yang tersusun dari nukleotida yang 

berikatan satu sama lain dengan ikatan fosfodiester. Semua hewan dan tanaman 

memiliki genom sehingga praktis semua makanan mengandung asam nukleat. 

Sistem percernaan dimiliki kemampuan untuk menguraikan dan menyerapnya. Asam 

nukleat dicernakan mulai lambung oleh getah lambung (gastric juice), kemudian 

masuk ke usus dimana pancreatic ribonuclease dan deoksiribonukleatase 

disekresikan pankreas menghidrolisis ikatan fosfodiester rantai polinukleotida. 

Oligonukleotida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut oleh pancreatic fosfodiestrase 

sehingga dihasilkan mononukleotida dengan fosfat pada karbon 5’ atau 3’ dari ribosa. 

Senyawa tsb kemudian diuraikan lagi sehingga dihasilkan basa bebas  sebelum 

diserap. Basa purin dapat dikonversi menjadi asam urat oleh enzim yang ada  di 

mukosa usus. Mononukleotida 3’ dan 5’ dan basa bebas diserap oleh usus melalui 

transport aktif. Asam urat juga dapat diserap oleh enterocyte dan dieksresikan 

melalui urin (Gambar 5.2 dan 5.3.). 

86 

 

 

 

Saat kita memakan makanan yang mengandung nukleotida, tubuh kita bisa 

menguraikan dan mengabsorsinya. Nukleotida biasa dimakan bersama dengan 

protein dalam makanan karena adanya nukleoprotein. Peruraian terjadi di usus halus 

oleh enzim protease dan nuklease. Enzim ini menguraikan menjadi bagian-bagian 

yang lebih kecil dan sebagian besar diserap kedalam sel saluran cerna, hampir 90% 

diserap. 

 

 

Gambar 5.5. Skema pencernaan asam nukleat 

Pencernaan (ingestion) asam nukleat sebagai suplemen makanan atau 

makanan termodifikasi genetik menarik perhatian para peneliti. Asam nukleat 

pertama-tama masuk dalam perut/lambung. Asam nukleat dicernakan atau diuraikan 

oleh cairan lambung. Dilaporkan juga bahwa pepsin yang dikenal menguraikan 

protein juga dapat menguraikan asam nukleat serta menghasilkan fragmen 

terforforilasi 3’ dengan menggunakan situs aktif enzim yang sama dengan yang 

digunakan untuk menguraikan protein. Tetapi ada yang berpendapat bahwa 

peruraian asam nukleat dimulai di usus dan pepsin hanya mennguraikan protein. Jadi 

metabolisme asam nukleat dan enzimologi pepsin memerlukan penelitian lebih 

dalam. 

90 

 

 

 

Jaringan pertama yang mengabsorbsi nukleotida dari makanan dan 

memanfaatkannya yaitu  perut (gut). Sel-sel perut tidak mengandalkan supplai 

nukleotida dari hati yang menghasilkan molekul tsb dari scratch yang secara 

metabolik mahal dan sel-sel yang cepat membelah cepat mengalami kesulitan untuk 

memenuhi kebutuhannya sendiri. Hanya 5% dari nukleotida yang diserap 

dimanfaatkan untuk sintesis DNA atau RNA, 25-50% nya tetap tinggal di sel-sel perut.  

 

Gambar 5.6. Pengaruh asam lambung pada DNA 

Karena asam nukleat ada  dalam setiap sel, maka sejumlah asam 

nukleat dapat dikonsumsi bersama makanan. Asam-asam nukleat didegradasi dalam 

saluran cerna menjadi nukleotida oleh berbagai enzim nuklease dan fosfodiesterase. 

Nukleotida tsb kemudian dikonversi menjadi nukleosida oleh nukleotidase dan 

fosfatase.  

NMP + H2O → nukleosida + Pi 

Nukleosida dihidrolisis oleh nukleosidase atau nukleosida fosforilase dan 

melepaskan basa purin. Pentosa dilepaskan dalam reaksi-reaksi ini dan dapat 

menjadi sumber energi bagi metabolisme.  

91 

 

 

 

Percobaan pemberian makanan dengan teknik radioaktif membuktikan 

bahwa asam-asam nukleat yang radioaktif menunjukkan sedikitnya nukleotida yang 

diserap dari makanan menjadi bagian dari asam nukleat seluler. Penemuan ini 

memperkuat pendapat bahwa secara de novo jalur biosintesis nukleotida yaitu  

sumber utama prekursor asam nukleat.  Basa yang terserap sebagian besar 

diekskresikan. Asam-asam nukleat seluler mengalami degradasi yang diikuti dengan 

daur ulang secara berkesinambungan.  

5.4.  Proses percernaan di usus 

Sel-sel epitelium permukaan dalam saluran gastrointestinum yaitu  sel-sel 

yang mampu menyerap atau menelan nukleotida.  Enterocytes memetabolisme atau 

mentransport nukleotida  ke sel-sel lainnya. Nukleotida mungkin memengaruhi 

ekspressi gen pada enterocytes. Nukleotida dan nukleosida secara efisien diserap 

oleh sel-sel neoplastik (Caco-2) dan dimetabolisme selama proses absorpsi oleh 

monolayer epithelium. Pada sel-sel yang jinak, sumber nukleotida lebih sedikit kecil 

dari pada enterocyte sel-sel neoplastik. Akibatnya proliferasi sel-sel yang tidak ganas 

lebih tergantung pada suplai eksternal nukleotida.  

Diferensiasi sel memiliki aktivitas brush border enzyme (sukrose, laktase, 

dan alkaline fosfatase). Nukleotida meningkatkan ekspresi brush border enzymes 

dalam sel-sel karsinoma hanya jika stress karena kekurangan glutamin. Nukleotida 

tidak hanya menjadi substrat untuk absorpsi intestinum tetapi juga mempengaruhi 

diferensiasi enterocyte. 

Permukaan usus halus memiliki banyak lipatan (chrystal folds) dan villi dan 

mikrovilli sel-sel epiteliumnya dan membentuk brush border. Enzim-enzim usus 

melekat pada tepi apikal (lumen) sel-sel epitelium (enterocyte) di brush border. Hal 

ini diperlukan agar tidak ikut tercuci atau terbawa oleh arus dengan chyme.  

Enterocyte terspesialisasi untuk absorpsi makanan, dibedakan menjadi 

permukaan apikal atau lumnal dimana pencernaan final dan absorpsi dilakukan, dan 

permukaan basal/lateral dimana produk-produk pencernaan dilewatkan ke cairan 

intersisial. Mekanisme transport dari ke dua permukan tsb berbeda permukaan apikal 

ditandai oleh banyaknya mikrovilli yang menambah banyak area pemukaan yang 

92 

 

 

 

tersedia untuk absorpsi. Serupa dengan ini yaitu  unstirred layer dari mukus bahwa 

produk pencernaan harus melakukan penetrasi sebelum diabsorpsi.  

Enzim-enzim terdiri dari beberapa peptidase, beberapa enzim untuk 

peruraian disakarida  menjadi monosakarida, dan lipase. Enzim-enzim tsb beroperasi 

saat substrat diabsorpsi melalui epitelium. RNA dan DNA diuraikan oleh enzim-enzim 

pankreas di mukosa usus. Pankreas: Ribonuklease dan Deoksiribonuklease. Mukosa 

usus: Nuklease. Basa nukleat diabsorbsi secara transport aktif, pentosa diserap 

seperti halnya gula lainnya.  

5.5.  Penyerapan nukleotida oleh usus 

Nukleotida diserap melalui sistem transport aktif. Transport aktif berbeda 

dengan difusi dan difusi terfasilitasi. Transport aktif memerlukan energi. Kecuali itu 

transport aktif juga dapat menyerap molekul tertentu yang konsentrasi internalnya 

lebih tinggi daripada konsentrasi eksternalnya. Transport aktif banyak ditemukan di 

usus dimana konsentrasi nutrient internalnya dalam sel sudah sangat tinggi. 

Transport aktif menggunakan protein karier juga tetapi hanya berfungsi jika tersedia 

energi dalam bentuk ATP (Gambar 5.7.) 

Nucleoside transporters (NTs) yaitu  sekelompok membran transport 

protein yang mentransport substrat seperti adenosine melewati membrane sel.  

Dikenal dua tipe nucleoside transporters, yaitu concentrative nucleoside 

transporters (CNTs; SLC28) dan equilibrative nucleoside transporters (ENTs; 

SLC29).  

 

 

Gambar 5. 7. Skema perbandingan sistem absorpsi difusi, difusi terfasilitasi, dan 

transport aktif 

93 

 

 

 

 

 

Gambar 5.8. Model transport nukleosida yang dilakukan oleh Na+ dependent 

nucleoside  

transporters (CNT) dan equilibrative nucleoside transporters 

(ENT) 

Nuc: nukleosida; NBTL: nitrobenbylthioinosine  

 

Tabel 5.2. Karakteristik transporter nukleosida pada manusia 

Nama gen/ 

protein 

Lokasi 

kromosomal 

gen 

Residu 

asam 

amino 

Distribusi jaringan 

SLC29A1/hENT1 6p21.1-p21.2 465 Sering muncul, plasenta, 

hepar, jantung, limpa, ginjal, 

paru-paru, usus besar dan 

otak 

SLC29A2/hENT2 11q13 465 Sering muncul, melimpah di 

otot skelet 

SLC29A3/hENT3 10q22.1 475 Sering muncul, membran 

intraseluler 

SLC29A4/hENT4 7p22.1 530 Sering muncul 

SLC28A1/hCNT1 15q25-q26 650 Jejunum, ginjal, hepar, usus 

halus, otak                          

SLC28A2/hCNT2 15q15 658 Ginjal, hepar, usus halus, 

jejunum, usus besar, rektum, 

jantung, otak, plasenta, 

pankreas, limpa, otot skelet 

SLC28A3/hCNT3 9q22.2 691 Sumsum tulang belakang, 

pankreas, trakhea, kelenjar 

payudara, plasenta, usus 

halus, paru-paru, ginjal, 

hepar, prostat, testis 

94 

 

 

 

5.6.  Mikrobiota usus pengurai asam nukleat  

Dilaporkan bahwa mikrobiota usus pada pasien gout berbeda dengan orang 

sehat. Pada pasien gout ditemukan Bacteroides caccae dan Bacteriodes 

xylanisolvens, dan tidak mengandung Faecalibacterium prausnitzii dan 

Bifidobacterium psudocatenulatum (Guo et al., 2016). Pada pasien gout, degradasi 

purin mengalami gangguan dan biosintesis asam butirat. Mikrobiota usus penderita 

gout menyerupai pasien diabetes. Oleh karena itu indeks mikrobia dapat digunakan 

sebagai strategi dalam diagnosis gout.  

 

Gambar 5.7. Identifikasi perbedaan genera individu sehat dan pasien gout 

A. Cladogram  

B. Histogram 

C. Merah : sehat 

D. Hijau : gout 

95 

 

 

 

 

Gambar 5.8. koefisien korelasi ranking Spearman antara jumlah relatif 

mikrobiota usus sampai tingkat famili dan genus dengan 

metabolit-metabolit yang ada  di fekal pada individu sehat 

sebagai kontrol dengan pasien gout 

 

 

 

5.7.  Ekskresi asam urat oleh ginjal dan GTI 

Pergantian purin dan pirimidin dari jaringan yang tidak diselamatkan 

(salvaged) dikatabolisme dan diekskresikan.  Purin yang diserap dari asupan 

makanan juga akan dikatabolisme. Katabolisme purin dan pirimidin yang terjadi 

kurang bermanfaat dibandingkan dengan katabolisme asam-asam amino yang 

karena tidak banyak energi yang dihasilkan dari katabolisme purin dan pirimidin. 

Katabolisme pirimidin menghasilkan beta-alanin dan produk akhir katabolisme purin, 

yaitu asam urat, dapat berfungsi sebagai scavenger (antioksidan) untuk oksigen 

reaktif.  

96 

 

 

 

 

Gambar 5.7. Struktur kimia asam urat 

Asam urat yang terhimpun di darah dieksresikan terutama melalui ginjal, 

sekitar 98%. Sisanya, sebagian kecil diekskresikan melalui saluran cerna (2%).  

Asam urat bersifat sulit larut air. Ginjal paling bertanggungjawab mengeluarkannya 

dari darah/tubuh. Hal ini dimungkinkan karena ginjal mampu mengionisasinya dalam 

keadaan cukup sodium, sehingga dihasilkan atau dibentuk garam, monosodium urat. 

Secara klinis monosodium urat dinamakan asam urat.   

Asam urat yang dikeluarkan ke usus akan diuraikan (Uricolysis) oleh bakteri 

usus sehingga dihasilkan CO2 dan ammonia. .  

Asam urat +4 H2O →4 NH4 + + 3 CO2 + asam glioksilat 

 

 

 

5.8. Penutup 

Asupan asam nukleotida lewat makanan tak terhindarkan. Asam nukleat 

akan dicernakan sampai nukleotida dalam usus dan kemudian diserap secara aktif. 

Belum diketahui batas bawah yang aman untuk kadar urat apalagi diketahui bahwa 

asam urat dapat berfungsi sebagai antioksidan dan neuroproteksi. Ada kekuatiran 

bahwa kekurangan kadar urat dapat meningkatkan resiko terserang penyakit 

neurodegenerasi, misal Parkinson’s disease, Alzheimer’s dementia dan multiple 

sclerosis.  

 

Diet 

Jalur penyelamatan 

(salvage)  

Purin 

IMP, AMP,GMP 

Katabolisme purin 

Asam urat 

Uricolysis 

Di saluran cerna 

Ekskresi melalui  

ginjal 

Sintesis de novo 

98 

 

 

 

 

BAB 6. GENETIKA 

HIPERURISEMIA DAN 

GOUT 

 

 

Garis besar 

a. Faktor keturunan dalam hiperurisemia dan gout 

b. Peran beberapa lokus gen transporter urat pada ginjal 

c. Epigenetika gout 

 

 

 

 

6.1. Faktor keturunan dalam Gout dan hiperurisemia 

Gout yaitu  jenis penyakit artritis yang kronis. Penyakit ini ditandai dengan 

tingginya kandungan asam urat dalam darah yang memicu inflamasi yang 

menimbulkan rasa nyeri. Para pakar berusaha menemukan gen-gen yang 

bertanggungjawab atau terkait dengan serangan inflamasi tsb. Berbagai 

polimorfisme dalam ATP-binding cassette transporter ABCC2 (ATP-binding cassette 

transporter isoform C2) yang pertama kali dikenal sebab keterlibatannya sebagai 

obat terapi drug efflux.  

 

102 

 

 

 

 Gout merupakan gangguan yang progresif disebabkan oleh gangguan 

metabolisme asam urat sehingga kadar urat dalam darah tinggi dan pembentukan 

kristal urat yang terakumulasi di sendi-sendi. Kadang pasien hiperurisemia tidak 

menunjukkan gejala tsb. Sejumlah pasien mempunyai darah dengan kadar asam urat 

yang tinggi tetapi tidak mengalami gout.  

Urat merupakan metabolit akhir dari metabolisme purin, baik karena 

makanan atau endogen. Makanan yang mengandung sedikit purin, yang terutama 

dihasilkan di hati dan usus halus. Sepertiga urat dieksresikan melalui saluran 

pencernaan dan dua pertiga melalui ginjal, meskipun 90% urat yang difilter oleh ginjal 

diserap kembali.  

Kadar urat yang tinggi dan gout disebabkan oleh berbagai faktor: genetik, 

nutrisi, obat, gender, usia dan lingkungan. Sekitar 90% pasien hiperurisemia 

mengalami gangguan ekskresi urat oleh ginjal sedangkan 10% karena produksi urat 

yang berlebihan. Produksi urat yang berlebihan dapat disebabkan oleh faktor-faktor 

tertentu (acquired), misal memakan makanan yang mengandung banyak purin, 

kelebihan berat badan, mengkonsumsi banyak fruktosa, dan minum alkohol. Dua 

yang terakhir meningkatkan degradasi ATP menjadi AMP, suatu prekursor asam 

urat.   

 Dilaporkan bahwa laki-laki memiliki resiko dua kali lebih tinggi daripada 

wanita untuk mengalami gout. Orang yang berusia lebih dari 65 tahun juga 

merupakan populasi yang paling dipengaruhi. Juga dilaporkan bahwa resiko yang 

tinggi juga dialami oleh orang yang migrasi ke Negara-negara Barat dibandingkan 

mereka yang tinggal di negaranya sendiri. Mungkin karena faktor nutrisi dan gaya 

hidup. 

 Riwayat keluarga dapat memengaruhi resiko terjadinya gout, tetapi belum 

dapat dipastikan seberapa tinggi perannya. Dalam banyak kasus ditemukan adanya 

gen ganda (multiples genes) yang mengendalikan kadar asam urat, sehingga 

penurunan gout menjadi sangat bervariasi. Kecuali defisiensi gen HGPRT yang 

mempunyai pola penurunan terkait kromosom X (x-linked inheritance pattern).  

 

103 

 

 

 

Tabel 6.1. Daftar sindrom Mendelian yang terkait dengan hiperurisemia dan gout  

Penyakit Lokus Pewarisan Gen Fenotip 

Sindrom perubahan 

metabolisme purin  

berhubungan dengan 

HPRT 

 

berhubungan dengan 

PRPS 

 

Xq26-

q27.2 

 

Xq22-q24 

 

XD 

 

XD 

 

Hypoxanthine 

guanine 

phosphoribosyl 

transferase (HPRT 

I) 

Phosporibosyl 

pyrophosphate 

synthetase 1 

(PRPS1) 

 

Hiperurisemia, gout, 

disfungsi neurologi 

Hiperurisemia, gout 

Sindrom kelebihan sel 

mati dan generasi urat 

Penyakit penyimpanan 

glikogen tipe 1a 

 

 

 

 

Penyakit penyimpanan 

glikogen tipe 1b 

 

 

 

 

Penyakit penyimpanan 

glikogen tipe III 

Penyakit penyimpanan 

glikogen tipe V 

Penyakit penyimpanan 

glikogen tipe VII 

 

17q21 

 

 

 

 

11q23 

 

 

 

 

1q21 

11q13 

12q13.3 

 

AR 

 

 

 

 

AR 

 

 

 

 

AR 

AR 

AR 

 

Glucose 6 

phosphate 

 

 

 

 

Glucose six 

phosphate 

transporter 

 

 

 

 

Glycogen 

debranching 

enzyme 

Muscle glycogen 

phosphorylase 

Muscle 

phosphofructokinas

 

Gangguan pertumbuhan, 

hipoglikemia, 

hepatomegali, 

hiperurisemia, gout, 

asidosis laktat 

Gangguan pertumbuhan, 

hipoglikemia, 

hepatomegali, 

hiperurisemia, gout, 

asidosis laktat 

Hiperurisemia dini, gout 

Hiperurisemia dini, gout 

Hiperurisemia dini, gout 

Sindrom penurunan 

ekskresi asam urat oleh 

ginjal  

Penyakit kista ginjal 

meduler, tipe 1 

 

 

Penyakit kista ginjal 

meduler, tipe 2 

 

 

Nefropati hiperuricemic 

remaja keluarga 

 

 

1q21 

 

 

16p12.3 

 

 

16p12.3 

 

 

AD 

 

 

AD/AR 

 

 

AD 

 

 

Unknown 

 

 

Uromodulin 

 

 

Uromodulin 

 

 

Variable penetrance: 

disfungsi ginjal, hipertensi, 

gout 

Disfungsi ginjal progresif, 

variable hyperuricemia, 

gout dini 

Disfungsi ginjal progresif, 

variable hyperuricemia, 

gout dini 

XD : X-linked Dominant ; AD : Autosommal Dominant; AR : Autosommal Recessive 

104 

 

 

 

URAT-1(urate anion exchange transporter), yang mentransport urat dari 

lumen tubular ginjal ke sel-sel epitelium, purine nucleoside phosphorylase (PNP), 

yaitu  suatu enzim yang berfungsi dalam jalur salvage purin dan 

phosphodiesterase-4 (PDE4) memediasi inflamasi. Faktor genetik dalam 

hiperurisemia dan gout yaitu  gen tunggal yaitu hypoxanthine guanine 

phosphoribosyl transerase (HPRT).  

Peningkatan produksi urat dapat disebabkan oleh gangguan genetika dapat 

berupa aktivitas berlebihan dari enzim fosforiosil pirofosfat sintetase (PRPP 

sintetase) dan defisiensi enzim HGPRT dengan pola penurunan terkait kromosom X. 

Gangguan lain yang sering terjadi yaitu  Severe Combined Immunodeficiency 

(SCID) yang menyebabkan terjadinya defisiensi adenosin deaminase yang penting 

untuk pemecahan purin. Penyakit lain yang dikenal yaitu  Van Gierkel, merupakan 

penyakit yang berkenaan dengan penyimpanan glikogen tipe I (GSDI). Penyakit 

genetik ini disebabkan oleh defisiensi enzim glukosa-6-fosfatase. Hal ini dapat 

menyebabkan hiperurisemia.  

6.2. Peran beberapa gen transporter urat pada ginjal 

Faktor keturunan menentukan sekitar 63% kadar urat di serum. 

Pengetahuan genetika gout sementara ini terbatas pada adanya mutasi genetik yang 

langka. Perkembangan peralatan analisis molekuler saat ini memungkinkan 

penyelidikan genom manusia dan penemuan sejumlah temuan penting, termasuk 

“genome-wide association studies” (GWAS) yang mengembangkan teknik penelitian 

untuk mengidentifikasi polimorfisme DNA dan mengkaitkannya dengan kesehatan 

dan penyakit. Sejak tahun 2008, GWAS mengidentifikasi DNA yang terkait dengan 

konsentrasi asam urat dalam serum.  

Sejumlah Urat transporter berperan baik dalam sekresi urate tubular dan 

postsecretory reabsorption, yang keduanya menentukan ekskresi urat (net urate 

excretion). Ekskresi asam urat di ginjal memerlukan transporter membran yang 

spesifik karena kristal asam urat tidak larut air, yaitu urate transporter channel 

(URAT) terutama URAT1 dan organic anion transporter (OAT1 dan OAT2). Proses 

ini terutama terjadi di tubulus proksimalis. Urat masuk ke sel tubulus proksimal dari 

pembuluh kapiler peritubulus melalui OAT1 dan OAT3 yang terletak di membran 

105 

 

 

 

basolateral. Setelah itu, urat akan diekskresikan ke lumen melalui transporter 

SLC17A1 dan SLC17A3, multidrug resistance protein 4 (MRP4), dan ATP-binding 

cassette G2 (ABCG2) (Gambar 6.1). Setelah itu, urat akan direabsorpsi kembali ke 

dalam sel dengan bantuan urate transporter 1 (URAT1), OAT4, dan OAT10, yang 

terletak di membran lumen, dan dari sel akan ditransport kembali ke pembuluh kapiler 

lewat glucose transporter 9 (GLUT9) yang terletak di membran basolateral (Gambar 

6.1). 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 6.1. Skema proses input-output asam urat pada 

sel epithelium tubules ginjal  

Para peneliti menentukan fungsi beberapa gen-gen pada lokus tertentu dan 

kaitannya dengan kadar urat dan gout, bersama dengan atau terkait dengan  “single 

nucleotide polymorphisms” (SNPs) dari masing-masing gen. Empat lokus yang 

terkait dengan gout berperan sebagai transporter urat yang terletak pada sel-sel 

epitelium tubulus proksimal ginjal (renal proximal tubules) (Gambar 6.2). Keempat 

lokus tsb yaitu  

   GLUT9 

Lokus ini sangat terkait dengan gout dan juga berperan sebagai transporter 

glukosa (glucose transporter 9, GLUT9). GLUT9 juga dikenal sebagai karier larutan 

106 

 

 

 

(solute carrier 2A9 , SLC2A9). Berbeda dengan tiga lokus lainnya yang menentukan 

peningkatan resiko terjadinya gout, GLUT9 menentukan pengurangan resiko. 

Transporter GLUT9 terekspressi terutama di hati dan ginjal tetapi juga di chondrocyte 

dari “human cartilage” yang mendeposit  urat. Awalnya transporter ini diidentifikasi 

sebagai glucose/fructose transporter , kemudian dilaporkan bahwa SLC2A9 juga 

mampu untuk mentransport urat dalam reabsorpsi oleh ginjal. SLC2A9 membentuk  

dua isoform yang dibedakan oleh panjangnya “cytoplasmic domain” nya dan oleh 

letaknya di apical atau basolateral di sel-sel epitelium ginjal (renal epithelial cell). 

Beberapa variants SLC2A9 terkait dengan hipourisemia dan rendahnya resiko gout. 

Ekspressi dari kedua isoform tsb memicu  pengurangan reabsorpsi dan 

peningkatan ekskresi asam urat.  

Kecuali sejumlah transporter tsb diatas, GLUT9 (glucose transporter 9) juga 

berperan penting dalam reabsorpsi. Isoform pendeknya, the short isoform, S-GLUT9, 

ada  di membran apikal sedangkan isoform panjangnya, the long isoform, L-

GLUT9, ada  di membran basolateral dan berperan dalam efflux basolateral dari  

urate. Single nucleotide polymorphisms (SNPs) dari GLUT9 dan URAT1 terkait 

masing masing dengan penurunan dan peningkatan resiko gout. Beberapa SNPs  

GLUT9 terkait dengan penurunan reabsorpsi urat sehingga memicu  

hipourisemia. Mekanisme SNPs URAT1 yang menimbulkan hiperurisemia dan gout 

belum diketahui. 

   URAT1 (urate anion exchange transporter) 

Lokus ini terkait dengan gout karena mengkode pembentukan transporter 

urat (URAT1) yang juga dinamakan solute carrier 22A12. Transporter ini berfungsi 

sebagai penukar anion organik-urat (urate-organic anion exchanger). Dalam hal ini, 

re-absorpsi yang dipicu oleh kandungan laktat dan anion organik lainnya yang tinggi 

kadar intraselulernya. URAT1 terletak di membran apikal sel-sel ginjal dan 

merupakan salah satu transporter yang penting dalam reabsorbsi urat. SNPs URAT1 

dapat menimbulkan kondisi kondisi hipourisemia. Beberapa mutasi pada gene 

URAT1 menimbulkan keadaan hiperurisemia dan gout.  

Dalam reabsorpsi pada ginjal, the apical urate-anion exchanger URAT1 

berperan sangat penting dalam homeostasis urat dan diperkirakan mampu 

melakukan reabsorpsi hingga 50%. OAT4 dan OAT10 (Organic Anioin Transporter 4 

107 

 

 

 

dan 10) juga merupakan mediator apikal reabsorpsi. Dalam mekanisme sekresi urat, 

transporter anion OAT1 and OAT3 (Organic Anion Transporter 1 and 3), yang 

ada  di membran basolateral, mampu mentransport urat tergantung dari gradien 

untuk pertukaran anion. 

   NPT1 (sodium phosphate transport protein 1 atau solute carrier 

17A1).  

Lokus ini terkait dengan gout dan mengkode protein transport sodium fosfat 

(NPT1, atau solute carrier 17A1), yang lokasinya di membran apikal dari tubule 

proksimal ginjal (apical membrane of renal proximal tubule). Tranporter NPT1 

merupakan suatu transporter yang dikendalikan oleh voltasi (Voltage-driven urate 

transporter) dan  berperan dalam sekresi urat. Varian proteinnya memicu  

penurunan aktivitas transport urat dibandingkan dengan protein aslinya (wild-type) 

Beberapa SNPs lainnya pada gene NPT1 juga terkait dengan peningkatan resiko 

gout pada manusia. 

Pada membran apikal, ada  empat transporter yang berperan dalam 

sekresi, yaitu UAT (uric acid transporter), NPT1 (sodium phosphate transport protein 

1), dan ATP-binding cassette transporters MRP4 (multidrug resistance related protein 

4) dan ABCG2 (ATP-binding cassette transporter isoform G2). 

   ABCG2 

Lokus atau gen ABCG2 menghasilkan transporter yang awalnya dikenal 

sebagai penentu resistensi pada khemoterapi, tetapi transporter tsb kemudian 

diketahui terkait gout (ABCG2 SNPs). Oleh karena itu, protein ini dapat menjadi target 

penting untuk terapi klinik. Berbagai varian ABCG2 dan NPT1 yang mengalami 

gangguan fungsi terkait dengan peningkatan resiko terserang gout, karena 

menurunkan ekskresi urat sehingga memicu  hiperurisemia. 

Varian ABCG2 terkait dengan gout . ABCG2 diidentifikasi sebagai salah satu 

lokus yang terkait dengan kadar urat dan gout. Suatu missense ABCG2 C421A SNP 

(Q141K) yang mengganti glutamin dengan lisin, meningkatkan kadar urat dan gout, 

terutama memiliki efek yang lebih kuat pada laki-laki daripada perempuan.  ABCG2 

yang dikenal sebagai pompa efflux xenobiotik (xenobiotic efflux pump), juga dapat 

mentransport urat. Mutasi Q141K mengurangi transport urat dan berkontribusi dalam 

108 

 

 

 

timbulnya kasus gout. C376T (Q126X) yaitu  mutasi missense yang mengkode 

suatu stop codon dan bukan glutamin, yang mencegah ekspressi ABCG2. Pasien 

dengan variant Q126X mengalami peningkatan resiko gout. Kapasitas transport urat 

hilang pada sel-sel yang ditransfeksi dengan variant Q126X.  Polimorfisme Q141K 

mengurangi efflux urat hingga setengahnya. Kombinasi dua SNPs memicu  

pengurangan fungsi protein hingga 75%.   

ABCG2 yaitu  anggota dari ATP-binding cassette (ABC) transporter family. 

Strukturnya terdiri dari satu intracytoplasmic ATP binding domain, diikuti oleh enam 

transmembrane domain. ABCG2 yaitu  suatu transporter yang memerlukan energi 

(energy-dependent efflux transporter) yang harus dalam keadaan dimer agar dapat 

berfungsi, dan berada sebagai suatu tetramer atau oligomer tingkat tinggi (higher 

order oligomer). Transporter ini terutama diekspressikan dalam placenta dan sel-sel 

punca hematopoietic (hematopoietic stem cells), tetapi juga ditemukan pada otak, 

testis, sistem pencernaan, hati, ginjal dan kelenjar susu selama laktasi. Transporter 

ini dapat mentransport sejumlah senyawa khemotherapeutik, misal antivirus, 

antibiotik, karsinogen, toksin keluar dari sel, tetapi juga mentransport sejumlah 

senyawa endogen, misal steroid, porfirin, heme dan vitamin, punya fungsi fisiologis, 

misal pengendalian bioavailabilitas oral (oral bioavailability), proteksi pada blood-

brain barrier dan maternal-fetal barrier, drug elimination, dan normal stem cell 

protection. 

 

 

 

 

 

 

 

 


6.3.  Epigenetika gout 

Epigenetika yaitu  suatu studi tentang perubahan dalam organisme 

yang disebabkan oleh modifikasi ekspressi gen. Epigenetika dapat digunakan 

untuk menghentikan gout. Gen bukan merupakan satu-satunya faktor yang 

menimbulkan gout. Para peneliti berusaha untuk melakukan pendekatan 

epigenetika untuk menghentikan gout.  

Salah satu proses terjadinya epigenetika yaitu  metilasi DNA, yaitu 

proses modifikasi kimia dengan pelekatan gugus metil. Metilisasi DNA dapat 

membuat gen tertentu diam (tidak berfungsi). Diperkirakan bahwa pendekatan 

epigenetika dapat digunakan sebagai pendekatan pencegahan dan pengobatan 

berbagai penyakit termasuk gout.  

Suatu saat DNA-guided medicine dapat membantu dokter dalam 

pengobatan pasien. Faktor lingkungan juga ikut menentukan. Perubahan 

110 

 

 

 

epigenetika dalam aktivitas gen tidak mengubah kode genetik yang dapat 

diturunkan dari generasi ke generasi. Faktor epigenetika dianggap penting 

dalam perkembangan penyakit, meskipun perannya dalam gout dan 

hiperurisemia belum diketahui.  

 Dalam epigenetika dikenal proses metilasi DNA, suatu modifikasi 

kimia dengan melekatkan gugus metil pada base tertentu penyusun sekuen 

DNA. Faktor genetik dan faktor epigenetika berperran dalam penentuan tingkat 

kadar asam urat dalam serum.  

Pendekatan berdasarkan epigenetika mungkin dapat menjadi dasar 

bagi pengobatan gout. Faktor epigenetika diketahui terkait dengan penyakit 

inflamasi kronis (chronic inflammatory disease), sindrom metabolik  dan penyakit 

kardiovaskular. “Diharapkan untuk penelitian arthritis (Arthritis research) dapat 

ditemukan cara baru pencegahan penyakit. Diharapkan suatu saat para peneliti 

dapat melokalisasi daerah genetik (genetic region) yang spesifik untuk penyakit 

gout.  

Arthritis gout merupakan tipe penyakit inflamasi dan immun. 

Prevalensi gout diperkirakan akan terus meningkat. Belum banyak penelitian 

tentang variasi genetik DNA methyltransferases (DNMTs) yang memengaruhi 

ekspressi gen yang menentukan patogenesis gout. Polimorfisme DNMT1 

rs2228611 kemungkinan berperan dalam pathogenesis  gout. 

6.4.  Penutup 

Faktor genetika ikut berperan dalam timbulnya penyakit gout. Faktor 

ini bisa disebabkan oleh faktor keturunan atau perubahan yang terjadi karena 

proses polimorfisme. Proses epigenetika juga diperkirakan dapat berperan 

dalam munculnya penyakit gout.  


 

BAB 7. TATALAKSANA 

HIPERURISEMIA DAN 

GOUT 

 

 

Garis besar  

a. Epidemiologi dan faktor risiko 

b. Patogenesis hiperurisemia 

c. Patofisiologi inflamasi pada gout 

d. Faktor risiko 

e. Perjalanan penyakit gout 

f. Pemeriksaan penunjang 

g. Gout dan pseudogout 

h. Tatalaksana  

 

 

 

Di antara purin dan pirimidin, abnormalitas purin yaitu  hal yang lebih sering 

terkait dengan penyakit manusia, termasuk gout, lysch-nyhan syndrome, adenosine 

deaminase deficiency (ADA) dan purine nucleotide phosphorylase deficiency (PNP). 

Penyakit yang terkait dengan metabolisme pirimidin, yaitu orotic aciduria, sangat 

jarang terjadi. Pada bab ini akan dibahas dua kondisi yang sering dihadapi, yaitu 

hiperurisemia dan gout. 

114 

 

 

 

 

 

7.1. Epidemiologi dan Faktor Risiko 

Gout yaitu  tipe artiritis yang paling sering terjadi. Di Inggris, prevalensi gout 

meningkat dari 1.4% menjadi 2.49% dari tahun 1999 ke 2012. Di Amerika Serikat, 

prevalensi gout mencapai 3.9% dan pola peningkatan seperti di Inggris juga dapat 

ditemukan. Adapun di Indonesia, menurut data Riskesdas 2013, prevalensi 

hiperurisemia (campuran dari gout dan hiperurisemia asimptomatik) yaitu  sebesar 

11.9%. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain ialah meningkatnya komorbiditas 

yang dapat menyebabkan hiperurisemia, seperti hipertensi, obesitas, sindrom 

metabolik, diabetes melitus tipe 2, dan penyakit ginjal kronik.  

7.2. Patogenesis Hiperurisemia 

Pertama, perlu ditekankan bahwa hiperurisemia tidak sama dengan gout. 

Hiperurisemia yaitu  keadaan dimana kadar asam urat serum pada darah lebih 

tinggi dari normal. Sementara itu, gout yaitu  sebuah penyakit sistemik yang ditandai 

dengan penumpukan kristal monosodium urate (monosodium urate cyrstals). 

Dengan kata lain, meskipun betul bahwa kondisi hiperurisemia harus terjadi supaya 

gout dapat timbul, tidak semua orang dengan hiperurisemia menderita gout. Data 

menunjukkan bahwa hanya 5% orang dengan kadar asam urat di atas 9 mg/dl 

menderita gout. Dengan demikian, maka timbul hipotesa bahwa faktor genetik 

memegang peranan penting dalam terjadinya gout. 

Secara garis besar, patogenesis hiperurisemia dapat diklasifikasikan 

menjadi dua, yaitu akibat produksi asam urat berlebihan dan eksresi yang inadekuat, 

dimana mayoritas kasus (90%) diakibatkan oleh ekskresi yang terganggu sehingga 

memicu  penumpukan asam urat (Tabel 7.1)  

 

 

 

 

115 

 

 

 

Tabel 7.1. Daftar penyebab hiperurisemia  

Meningkatnya produksi asam urat 

(5%-10% pasien) 

Menurunnya ekskresi asam urat 

(90%-100% pasien) 

Cacat enzimatik secara genetik 

   Defisiensi HGPRT, defisiensi 

glukosa-6 fosfat,superaktivitas 

PRPP sintetase  

Penyebab dapatan 

   Asupan makanan : diet tinggi 

purin/ekstrak pankreas 

   Obesitas 

   Meningkatnya jumlah jaringan 

(tumor), gangguan proliferasi 

limfoma 

   Ekskresi otot kuat 

menyebabkan meningkatnya 

jumlah ATP 

   Meningkatnya ATP yang 

diinduksi oleh alkohol 

   Kemoterapi  

Penyebab genetik 

   Down syndrome 

   Penyakit ginjal polisistik 

(Polycystic kidney disease) 

Penyebab dapatan 

   Penurunan fungsi ginjal 

yang menurun 

   Penghambatan sekresi urat 

tubular : anion kompetitif 

(seperti ketoasidosis dan 

laktat asidosis) 

   Peningkatan reabsorpsi 

tubular urat : dehidrasi, 

kelaparn, resistensi insulin 

(sindrom metabolik) 

   Obat : aspirin dosis rendah, 

thiazide diuretik, ethambutol, 

niacin 

   Gejala neurophati 

 

a. Hiperurisemia akibat produksi berlebihan asam urat 

Seperti dijelaskan di atas, mekanisme ini hanya menyebabkan 10% dari 

kasus hiperurisemia. Mekanisme ini dapat didasari oleh asupan purin yang 

berlebihan dari diet, peningkatan biosintesis purin, dan defisiensi enzim yang 

terlibat dalam metabolisme asam urat (Tabel 7.2).  

 

 

 

 

 

 

116 

 

 

 

Tabel 7. 2. Gangguan metabolisme purin 

Gangguan Defek Komentar 

Early-onset Gout Superaktivitas PRPP 

sintase 

Hiperurisemia 

Lysch Nyhan syndrome Tidak ada HGPRT Hiperurisemia 

 Severe Combined 

Immunodeficiency (SCID) 

Defisiensi ADA Kadar AMP tinggi 

Van Gierke’s disease Defisiensi Glucose-6-

PTPase 

Hiperurisemia 

Kelley-Seemiller syndrome HGPRT (partial 

deficiency) 

Hiperurikaemia 

Nephrolithiasis  

Xanthinuria  Xanthine oksidase Hiporukaemia  

Xanthine stones 

 

Peningkatan produksi urat dapat disebabkan oleh peningkatan pergantian 

nukleoprotein dalam kondisi hematologik (misal limfoma, leukemia, anemia hemolitik) 

dan dalam kondisi dimana terjadi peningkatan kecepatan proliferasi seluler dan 

kematian sel (misal psoriasis, kemoterapi). Obesitas juga dapat menyebabkan 

produksi asam urat yang berlebih karena leptin ditemukan menyebabkan 

peningkatan urat pada serum. Dengan demikian, pengurangan berat badan dan 

olahraga sangat berguna dalam menurunkan urat pada serum dan risiko gout. 

Gangguan genetika dapat berupa aktivitas berlebihan dari enzim fosforiosil pirofosfat 

sintetase (PRPP sintetase), sindrom Lysch-Nyhan, dimana terjadi defisiensi enzim 

HGPRT, Severe Combined Immunodeficiency (SCID), dan penyakit Van Gierkel 

yang memengaruhi peningkatan produksi urat. 

b. Ekskresi asam urat yang inadekuat 

Ekskresi asam urat yang inadekuat  diperkirakan menyebabkan sekitar 90% 

kasus hiperurisemia. Sebanyak dua pertiga dari total ekskresi urat dilakukan melalui 

ginjal, sedangkan sisanya lewat saluran gastrointestinal (GI). Berkurangnya fungsi 

sekretorik dari transporter ABCG2 memicu  ekskresi asam urat lewat saluran 

GI menurun sehingga berimbas pada meningkatnya kadar asam urat serum dan 

ekskresi melalui ginjal.  

117 

 

 

 

Agen diuretik dapat menyebabkan hiperurisemia melalui efek langsung dan tidak 

langsung yang didasari oleh pengaruh agen ini terhadap transporter yang terlibat 

dalam eksreksi urat oleh ginjal. Efek langsung dicapai melalui mekanisme counter-

ion terhadap urat pada agen diuretik, misal thiazide yaitu  menyebabkan 

berkurangnya sekresi urat ke lumen dan meningkatkan kadar asam urat di darah. 

Efek tidak langsung yaitu  akibat dari deplesi volume relatif yang disebabkan oleh 

agen diuretik. Bertambahnya pengeluaran cairan dan garam tubuh menyebabkan 

terjadinya kekurangan cairan dan garam relatif. Hipotesa ini didukung oleh 

pengamatan yang telah dilakukan mengenai pemuatan cairan dan garam, sehingga 

hiperurisemia yang telah terjadi akan teratasi. Namun, mekanisme yang mendasari 

proses ini belum dimengerti dengan baik. 

Selain itu, obat golongan urikosurik, seperti probenecid, benzboramone, dan 

sulfinpyrazone, yang sering dipakai untuk pengobatan gout juga bekerja pada 

transporter yang terlibat pada proses di atas, tepatnya dengan cara menghambat 

aktivitas URAT1, yang berakibat pada penurunan reabsorpsi sehingga semakin 

banyak urat yang dibuang lewat urin. Sebaliknya, pirazinamide, nikotinat, dan laktat 

meningkatkan aktivitas URAT1 sehingga berimbas pada meningkatnya reabsorpsi 

dan asam urat serum. 

Beberapa obat, seperti aspirin, juga dapat memengaruhi aktivitas URAT1 secara 

dose-dependent. Aspirin dosis rendah memiliki sifat anti-urikosurik, sementara dosis 

tinggi justru bersifat urikosurik. Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan 

hiperurisemia karena terjadi peningkatan katabolisme purin di hati. Hal ini 

menyebabkan hiperlacticacidemia yang memblokir sekresi urat ke tubulus ginjal. 

7.3. Patofisiologi Inflamasi Pada Gout 

Begitu hiperurisemia terjadi, maka kristal MSU akan perlahan-lahan terdeposit 

di berbagai bagian tubuh, termasuk pada sendi. Proses ini diawali oleh respon imun 

innate (non-sepsifik) dimana makrofag yang berada pada celah sendi akan 

memfagositosis kristal MSU (Gambar 7.1) Proses internalisasi MSU ke dalam 

makrofag akan membentuk protein scaffold yang dikenal dengan nama inflamasom 

NLRP3 di sitosol makrofag. Inflamasom yaitu  protein dengan berat molekul yang 

tinggi yang berkontribusi dalam konversi IL-1β (Interleukin-1β) inaktif menjadi IL-1β 

aktif. Yang menarik yaitu  bahwa selain inflamasom, diperlukan juga kostimulus 

118 

 

 

 

berupa asam lemak bebas atau polisakarida. Dengan demikian, asam lemak bebas 

yaitu  hal yang sangat penting dalam patofisiologi gout. 

IL-1β kemudian akan menempel ke reseptor IL-1β di sel endotel dan aktivasi 

reseptor ini akan menyebabkan transkripsi sitokin dan kemokin proinflamasi yang 

akan menyebabkan inflamasi lanjutan. Selain itu, influks neutrofil ke dalam celah 

sendi juga berperan serta dalam pelepasan IL-1β yang terus menerus dan inflamasi 

yang menyertainya. Dengan demikian, IL-1β yaitu  faktor yang memegang peranan 

utama dalam inflamasi pada gout. 

Proses yang terjadi dalam waktu lama ini perlahan-lahan akan menyebabkan 

destruksi sendi dan deposit kristal MSU akan menumpuk dan menjadi tofus. 

 

 

119 

 

 

 

 

Gambar 7. 1. Patofisiologi inflamasi pada gout 

7.4. Faktor Risiko 

Faktor risiko gout mencakup: 

a. Jenis kelamin dan usia, yaitu pria dan usia menengah 

b. Diet yang banyak mengandung purin seperti makanan laut, minuman 

manis, bir 

c. Penyakit sistemik lainnya seperti hiperurisemia, obesitas, keganasan, 

hipertensi, hipertrigliseridemia, hiperkolestrolemia 

d. Riwayat keluarga, faktor genetik diduga berpengaruh pada perkembangan 

gout 

e. Pengobatan yaitu diuretik, aspirin 

f. Riwayat operasi atau trauma baru (recent) 

  

120 

 

 

 

7.5. Perjalanan Penyakit Gout 

Berdasarkan guideline tahun 2015 yang diterbitkan oleh American College 

of Rheumatology (ACR) dan European League Against Rheumatism (EULAR), gout 

didefinisikan sebagai deposisi kristal monosodium urate monohydrate (MSU) di 

cairan sinovial dan jaringan lainnya. Gout yaitu  tipe peradangan sendi (artritis) 

inflamatorik yang paling sering sering terjadi. Penyakit ini lebih sering ditemukan 

pada pria usia pertengahan. 

Secara klinis, perjalanan penyakit gout dapat dibagi menjadi empat fase, 

yaitu fase hiperurisemia asimptomatik, serangan gout akut, fase interkritikal, dan 

gout tofus kronik. 

Fase 1. Hiperurisemia asimptomatik (Asymptomatic hyperuricemia) 

Seperti yang telah disinggung di atas, semua pasien gout pasti mengalami 

hiperurisemia, walaupun tidak semua pasien hiperurisemia akan mengalami gout. 

Pada fase pertama ini, pasien tidak mengalami gejala apapun dan seringkali kondisi 

ini ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan asam urat serum (>7mg/dl). 

Fase 2. Serangan gout akut (Acute gouty attack) 

Sesuai dengan istilahnya, pada fase ini terjadi serangan nyeri ekstrem yang 

timbul secara mendadak dan biasanya terjadi pada satu sendi (monoartikuler) dan 

bersifat self-limitting. Tanda-tanda kardinal inflamasi seperti kemerahan, panas, 

nyeri, bengkak, dan fungsi yang menurun akan terlihat jelas. Bila terjadi pada sendi 

besar, seperti lutut, maka tanda di kulit mungkin tidak begitu prominen, tetapi 

bengkak dan nyeri akan tetap masif. 

Predileksi serangan akut ini yaitu  di metacarpophalangeal (MCP) I pada 

ekstremitas bawah (jempol kaki), yang disebut sebagai podagra. Sendi lain yang 

dapat terkena ialah tarsal dan metatarsal, pergelangan kaki, lutut, pergelangan 

tangan, MCP lainnya, dan interfalangeal di jari-jari tangan. Panggul dan bahu juga 

dapat terkena, meskipun jarang. Kolumna vertebrae juga dapat terkena, meskipun 

sangat jarang. Peradangan jaringan lunak seperti bursitis olekranon dan tendonitis 

achilles juga dapat terjadi. 

121 

 

 

 

Meskipun sering terjadi secara monoartikuler, artritis pada lebih dari satu 

sendi juga sering terjadi. Kebanyakan terjadi pada kasus jangka panjang yang tidak 

diobati atau pada wanita post-menopause. Gejala konstitusional seperti demam, 

sakit kepala, dan malaise juga dapat terjadi. Bila gejala ini terjadi, maka penanganan 

harus dilakukan sesuai tatalaksana artritis septik sampai terbukti bukan. Artitis septik 

pun mungkin dapat terjadi pada sendi yang terkena gout dengan adanya deposisi 

MSU. Karena itu, kasus dengan setting seperti demikian harus ditangani dengan 

sangat hati-hati. Patut diingat pula bahwa gout juga dapat terjadi secara ringan tanpa 

gejala inflamasi yang sangat menonjol. 

Fase 3. Periode Interkritikal (Intercritical period) 

Fase ini terjadi setelah gejala akut reda setelah tatalaksana seperti NSAID 

atau kolkisin. Pada periode ini tidak didapatkan adanya gejala, meskipun serangan 

juga dapat terjadi, dan dapat menjadi semakin sering, bila penanganan hiperurisemia 

tidak optimal.  

Fase 4. Gout tofus kronik (Chronic tophaceous gout) 

Penanganan yang tidak adekuat atau bahkan tidak adanya tatalaksana yang 

dilakukan akan berlanjut ke deformitas sendi yang ditandai oleh tofus yang dapat 

diraba. Tofus yaitu  massa dapat teraba karena akumulasi kristal MSU dalam 

jumlah masif. Tofus dapat muncul di sendi telinga, jaringan subkutis, atau kulit, dan 

merupakan manifestasi dari penyakit yang kronik dan tidak ditangani dengan baik. 

Secara makroskopis, tofus tampak sebagai massa putih berkapur. Tofus dapat 

memicu destruksi dan deformitas sendi serta erosi tulang seiring dengan 

pertumbuhan tofus ke dalam tulang. Patut diingat bahwa tofus harus dibedakan 

dengan nodul lainnya seperti nodul rheumatoid, osteoarthritic Heberden’s and 

Boucahrd’s nodules, dan limpoma. Biopsi jarum dapat dengan mudah membedakan 

tofus dari nodul lainnya.  

Di negara berkembang, dimana pemeriksaan penunjang tidak dapat selalu 

dilakukan, diagnosis gout berdasarkan seluruhnya pada klinis. Namun, ketika 

dibandingkan dengan pemeriksaan baku emas, yaitu deposit kristal MSU di sendi, 

pemeriksaan klinis saja menunjukkan sensitivitas dan spesifitas yang rendah. 

122 

 

 

 

Di kasus yang atipikal, seperti keterlibatan multisendi atau lokasi yang atipikal, 

penemuan MSU menjadi suatu keharusan. Di sisi lain, peningkatan asam urat serum 

dan tampilan klinis podagra biasanya dapat langsung menegakkan diagnosa gout. 

Pada kasus dimana ada  kecurigaan artitis septik, maka analisa cairan sendi 

dianjurkan. 

7.6. Pemeriksaan Penunjang 

7.6.1. Pemeriksaan Laboratorium 

Seperti telah ditekankan di atas, penemuan hiperurisemia atau asam urat 

serum di atas batas normal pada hasil laboratorium tidak selalu berarti gout. 

Penelitian menunjukkan bahwa di antara pasien dengan kadar asam urat serum 

antara 7-7.9 mg/dl, hanya 0.09% yang akan menderita gout setiap tahunnya. Bahkan 

di antara pasien dengan asam urat serum >9 mg/dl, hanya 0.5% yang akan 

menderita gout. Selain itu, penting untuk diingat bahwa saat serangan gout akut, 

asam urat serum dapat turun ke nilai normal dan bahwa gout juga dapat terjadi pada 

pasien dengan nilai asam urat serum normal. 

Pemeriksaan baku emas untuk gout ialah penemuan kristal MSU pada 

pemeriksaan cairan sinovial menggunakan polarized light microscopy. Namun, 

mikroskop konvensional pun sudah dapat membedakan MSU dari kristal lain kristal 

CPPD (calcium pyrophosphate dehydrate). Kristal MSU dapat ditemukan di semua 

fase gout. Sampel sebaiknya diperiksa dalam kurun waktu 6 jam (dapat ditunda 

sampai 24 jam bila dimasukkan ke dalam pendingin dengan suhu 4oC) untuk 

menghindari hasil false negative. 

Di bawah mikroskop konvensional, kristal MSU akan tampak seperti jarum 

dengan berbagai ukuran dan dapat jelas terlihat pada pembesaran 600x. Hal ini 

membedakan kristal MSU dari kristal CPPD yang ada  pada pseudogout, yang 

berbentuk jajaran genjang (rhomboid). Pemeriksaan menggunakan polarized filter 

microscope akan lebih jelas membedakan kedua jenis kristal ini, dimana kristal MSU 

akan menunjukkan sifat birefringent atau birefraktif yang dan tampak bercahaya di 

latar belakang yang berwarna gelap dan tampak kuning ketika disejajarkan secara 

parallel terhadap aksis kompensator yang berwarna merah. Sementara itu, kristal 

123 

 

 

 

CPPD akan menunjukkan birefringence yang positif dan tampak berwarna biru ketika 

disejajarkan terhadap aksis kompensator. 

 

Gambar 7.2. Kristal MSU dan CPPD 

Selain kristal MSU, jumlah leukosit juga dapat diperiksa pada pemeriksaan 

cairan sinovial. Pada serangan akut gout, dapat terjadi leukositosis hingga 50.000 

sel/µl dan kebanyakan bentuknya polimorfik. Selain itu, nilai glukosa akan normal, 

terlebih bila dibandingkan dengan sepsis artritik, dimana nilai glukosa akan turun 

karena dikonsumsi oleh bakteri. 

Analisa jumlah asam urat pada urin dalam sampel urin 24 jam berguna untuk 

menentukan etiologi dari hiperurisemia. Bila ada  asam urat di urin lebih dari 800 

mg/24 jam, maka hasil ini mengindikasikan bahwa pasien ini  memiliki produksi 

asam urat yang berlebihan, sehingga ekskresi dari ginjal meningkat. Pada pasien 

seperti ini, agen farmakologi yang lebih tepat ialah inhibitor xanthine oksidase 

ketimbang golongan urikosurik. Pemeriksaan fungsi ginjal perlu dilakukan secara 

berkala pada pasien seperti itu karena risiko batu ginjal yang lebih tinggi. 

7.6.2. Pemeriksaan Radiologis 

Pemeriksaan radiologis memegang peranan penting dalam diagnosa dan 

follow-up gout.  

   Radiologi konvensional 

Pada stadium awal, pemeriksaan ini kurang bermanfaat karena 

sebagian besar tidak akan menunjukkan abnormalitas. Mungkin dapat 

tampak pembengkakan jaringan yang minimal di sekitar sendi yang 

terkena. Namun, tanda seperti erosi tulang atau tofus akan sulit dinilai. 

Pada gout tofus kronik, hasil yang dapat ditemui yaitu  

124 

 

 

 

1. Tofus, tampak nodul jaringan lunak yang padat di daerah artikular 

atau perartikular 

2. Deposit kristal MSU di bagian kartilago 

3. Pentempitan celah sendi pada kasus yang lanjut 

4. Erosi tulang, tampak lesi berbatas tegas pada daerah intraartikular 

atau juxtaartikular dengan tepi yang menggantung (overhanging 

margin). Biasanya terlihat di dekat tofus karena erosi ini yaitu  

hasil dari ‘invasi’ tofus ke tulang, dan 

5. Osteopenia periartikular biasanya tidak ditemukan  

   Ultrasonografi 

ada  gambaran yang tidak spesifik dan spesifik untuk gout. 

Gambaran tidak spesifik pada gout mencakup cairan sinovial yang 

mengandung agregat dengan berbagai ekogenisitas, yang memberi 

kesan bahwa mungkin ada  kristal MSU yang terlarut, dan erosi 

tulang.  

Gambaran spesifik yang dapat diperlihatkan oleh ultrasonografi yaitu  

1. Double contour sign (ditandai dengan garis hiperekoik pada 

batas superfisial dari kartilago hialin sendi) 

2. Tofus dan agregatnya, gambaran wet sugar clumps dengan 

bentuk oval atau ireguler 

   Magnetic resonance imaging (MRI) 

   CT scan, baik conventional CT scan ataupun dual-energy CT 

 

7.7. Kriteria Diagnosa 

Kriteria yang digunakan dalam diagnosa gout yaitu  kriteria tahun 2015 yang 

dikembangkan oleh ACR dan EULAR (Tabel 7.3). Pada kriteria ini, ada  tiga 

tahap diagnosa yang perlu dilakukan, yaitu: 

a. Tahap 1 

Tahap ini dinamakan entry criterion, yaitu memasukkan pasien ke dalam 

kemungkinan menderita gout bila didapati minimal satu episode bengkak, 

nyeri, atau tenderness di sebuah sendi perifer atau bursa. Dengan kata 

lain, bila tidak didapati hal di atas, maka diagnosa gout tidak layak untuk 

dipertimbangkan. 

125 

 

 

 

b. Tahap 2 

Tahap berikutnya yaitu  mencari adanya kristal MSU di sendi atau bursa 

yang simptomatik atau di tofus. Bila ditemukan, maka diagnosa gout bisa 

langsung ditegakkan. 

c. Tahap 3 

Tahap ini merupakan tahap terakhir, dimana klinisi dapat memberikan 

skoring berdasarkan gejala yang tertera pada tabel. Hal yang menarik pada 

skoring terbaru ini ialah adanya skor minus pada 2 kategori, yaitu bila tidak 

didapatkan kristal MSU pada cairan sinovial atau bila asam urat serum <4 

mg/dl. Hal ini menekankan bahwa ketiadaan dua penemuan ini  

menandakan rendahnya kemungkinan terjadi gout.  

Skor maksimum ialah 23 dan skor ≥8 menunjukkan seseorang positif menderita 

gout. 

 

 

 

 

 

 

 

 

126 

 

 

 

Tabel 7.3. Kriteria Diagnosa Gout 2015 Menurut ACR-EULAR

 

 

7.8. Gout dan Pseudogout 

Gout and pseudogout yaitu  dua tipe artritis yang keduanya disebabkan 

oleh deposisi kristal. Perbedaan yang mendasarinya yaitu  bahwa pada 

pseudogout, kristal yang terdeposisi ialah kalsium pirofosfat (CPPD), dengan 

perbedaan morfologi seperti yang dijelaskan di bagian pemeriksaan penunjang di 

127 

 

 

 

atas. Secara klinis, pseudogout sangat mirip dengan gout akut, dimana terjadi 

serangan rasa nyeri yang mendadak dengan disertai tanda-tanda inflamasi yang 

nyata. Perbedaannya ialah predileksi pseudogout yaitu  pada lutut, pergelangan 

tangan, atau metatarsofalangeal pertama, meskipun tidak menutup kemungkinan 

pada sendi-sendi dimana gout kerap terjadi. 

7.9. Tatalaksana 

Tatalaksana yaitu  sesuai dengan panduan tatalaksana hiperurisemia dan 

gout akut dari American College of Rheumatology tahun 2012 dan British Society of 

Rheumatology tahun 2017 (Lampiran 1). Kedua panduan ini merupakan yang 

terakhir dikeluarkan oleh masing-masing organisasi dan Informasi dari kedua 

panduan akan diintegrasikan dalam pembahasan berikut. 

Perlu diingat bahwa sistem panduan ini, dan hampir seluruh bukti ilmiah jaman 

sekarang, menggunakan tiga level rekomendasi sesuai dengan bukti yang ada, 

yaitu: 

a. Level A, didukung oleh >1 randomized clinical trial dan/atau meta-analysis 

yang berkualitas 

b. Level B, didukung oleh 1 randomized clinical trial atau beberapa studi 

nonrandomized  

c. Level C, berdasarkan konsensus, opini ahli, studi kasus, atau panduan 

kesehatan (standard of care) 

 

7.9.1. Tatalaksana Gout Akut 

Sendi yang terkena serangan akut disarankan untuk diistirahatkan, dielevasikan, 

dan diberikan suasana dingin (misal kompres dengan es) (Lampiran I). Setelah itu, 

terapi simptomatik, yaitu 

   NSAID (Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs) dengan dosis maksimal, 

atau  

   Kolkisin dengan dosis 2-4x0.5 mg/hari (BSR) atau 1.2 mg diikuti 0.6 mg 1 

jam kemudian (ACR/EULAR) 

Meskipun NSAID lebih sering digunakan pada praktek sehari-hari, tidak ada 

literatur yang memperlihatkan superiortas NSAID terhadap kolkisin. Kortikosteroid 

128 

 

 

 

oral atau injeksi secara intraartikular dan intramuskular juga dapat digunakan. 

Namun, data yang menunjukkan efikasinya belum banyak tersedia sehingga NSAID 

dan kolkisin tetap disarankan terlebih dahulu. Dengan demikian, pemilihan obat 

dapat sesuai dengan preferensi pasien dan/atau dokter. Kortikosteroid oral dapat 

dimulai dengan dosis setara prednisone 0.5 mg/kgBB/hari selama 5-10 hari dan 

dihentikan atau diturunkan perlahan-lahan. 

Di sini ada  sedikit perbedaan pada panduan ACR/EULAR dan BSR. 

Panduan BSR menganjurkan terapi kombinasi dua atau lebih ketiga obat di atas bila 

pengobatan monoterapi tidak memberikan hasil yang adekuat. Sementara itu, 

panduan ACR/EULAR menganjurkan untuk melihat derajat nyeri. Bila derajat nyeri 

yaitu  ringan-sedang (skor VAS ≤6), pengobatan monoterapi dianjurkan. Namun, 

bila skor VAS nyeri sudah di atas 6, maka langsung dianjurkan pemberian terapi 

kombinasi. 

Patut dicatat bahwa kombinasi NSAID dan kortikosteroid sistemik kurang 

dianjurkan karena dikhawatirkan bersifat toksik terhadap saluran cerna. Kombinasi 

yang dianjurkan yaitu  kolkisin dan NSAID, kortikosteroid oral dan kolkisin, atau 

injeksi intraartikular kortikosteroid dengan pilihan apapun lainnya. 

NSAID perlu dihindari pada pasien dengan insufisiensi renal, ulkus peptikum, 

riwayat pendarahan saluran cerna atas, dan perforasi. Pada pasien demikian, dapat 

dipertimbangkan pemberian NSAID yang lebih spesifi, yaitu inhibitor COX-2 seperti 

celecoxib dan etoricoxib. Selain itu, obat gastroprotektif perlu diresepkan bersama 

dengan NSAID. Kolkisin dikontraindikasikan pada pasien dengan eGFR <10 

ml/min/1.73m2 dan dosisnya perlu dikurangi pada pasien dengan eGFR 10-50 

ml/min/1.73m2  dan pasien geriatri. Penggunaan kolkisin pasien yang mengkonsumsi 

inhibitor CYP4503A4 poten, seperti simetidin, ketokonazol, eritromisin, dan 

fluoksetin, juga harus diperhatikan dengan hati-hati. Koadministrasi dengan statin 

juga patut diperhatikan karena adanya laporan miopati dan rabdomiolisis.  

Bila respon dirasa adekuat, maka lanjutkan ke penatalaksanaan gout 

lanjutan (lihat bagian berikut). Bila respon tidak adekuat, maka diagnosis gout harus 

kembali dipastikan dan pastikan pengobatan maksimal telah dilakukan. Bila masih 

tidak adekuat, maka dapat dipertimbangkan untuk memberikan agen biologik 

129 

 

 

 

inhibitor IL-1, seperti anakinra, canakinumab, dan rilonacept. Meskipun terapi ini 

belum tersedia secara luas dan baru disetujui oleh beberapa organisasi, berbagai uji 

klinis menunjukkan efek yang menjanjikan. 

7.9.2. Tatalaksana Gout Kronik 

Setelah serangan akut teratasi, maka langkah berikutnya yaitu  (Lampiran II) 

1) Memastikan diagnosa gout sesuai pembahasan di atas 

2) Setelah diagnosis gout ditetapkan, maka langkah ini disarankan ketika 

menghadapi semua pasien gout, yang mencakup 

a. Edukasi pasien untuk diet dan modifikasi gaya hidup (Tabel 7.4) 

b. Pertimbangkan adanya penyebab sekunder hiperurisemia 

(komorbiditas penyerta) 

c. Pertimbangkan eliminasi pengobatan tidak esensial yang 

menyebabkan hiperurisemia, misal niasin untuk hiperlipidemia, 

thiazid untuk hipertensi, dan inhibitor kalsineurin (seperti siklosporin 

dan takrolimus). Tentu saja bila obat ini  dirasa esensial, 

khususnya thiazid dalam penatalaksanaan hipertensi, maka obat 

ini  tidak perlu dihentikan. 

d. Evaluasi beban penyakit, hal ini mencakup tofus yang palpabel serta 

frekuensi dan keparahan dari gejala dan keluhan (baik kronik 

maupun akut) 

 

 

 

  

130 

 

 

 

Tabel 7.4. Rekomendasi diet dan modifikasi gaya hidup 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 7.5. Penyebab sekunder hiperurisemia  

Rekomendasi khusus  tenteang komorbiditas daftar pasien gout 

Sesuai untuk dipertimbangkan dalam evaluasi klinis, dan jika diindikasikan 

secara klinis untuk mengevaluasi (bukti C untuk semua) 

   Obesitas, faktor makanan 

   Asupan alkohol berlebihan 

   Hipertensi 

   Hiperlipidemia, faktor risiko yang dapat dimodifikasi untuk penyakit arteri 

koroner atau stoke 

   Urat serum-meningkatnya pengobatan 

   Riwayat urolithiasis 

   Ginjal kronis, glomerulus, atau penyakit ginjal interstisial (misal, nefropati 

analgesik, penyakit ginjal polikistik 

   Pada kasus tertentu, potensi genetik, atau produksi asam urat tinggi 

karena sebab tertentu (misal, kesalahan metabolisme purin atau 

psoriasis, myeloproliferatif, atau penyakit limpoproliferatif, masing-masing 

   Menyebabkan keracunan 

131 

 

 

 

3) Menentukan indikasi untuk tatalaksana secara farmakologik (ULT-Urate 

Lowering Therapy), yaitu adanya artritis gout dan salah satu atau beberapa 

dari gejala berikut, yaitu tofus (baik secara klinis ataupun radiologis), 

serangan akut yang sering (≥2x/tahun), gagal ginjal kronik stadium 2 atau 

lebih buruk, dan riwayat batu ginjal.  

4) Bila ada  indikasi untuk agen farmakologi, maka pertimbangkan agen 

farmakologi di bawah ini. Target pengobatan yaitu  asam urat serum 

≤6mg/dl 

   Lini pertama yaitu  inhibitor xanthine oksidase (XOI), yaitu 

allopurinol atau febuxostat.  

Direkomendasikan untuk memulai dengan dosis 100 

mg/hari atau 50 mg/hari bagi pasien dengan gangguan ginjal kronik 

kelas 4 atau lebih buruk (Level B), yang dapat dititrasi setiap 2-5 

minggu sampai mencapai dosis pemeliharaan yang optimal (Level 

C). Dianjurkan untuk memulai dengan dosis rendah karena cukup 

tingginya angka kejadian hipersensitivitas terhadap allopurinol, 

seperti sindrom Steven Johnson dan nekrolisis toksik epidermal, 

terutama pada awal pemberian allopurinol. Faktor risiko untuk 

kejadian hipersensitivitas ini yaitu  penggunaan thiazid dan 

kelainan fungsi ginjal.  

Data menunjukkan bahwa dosis pemeliharaan sampai lebih 

300 mg relatif aman, meskipun ada  kelainan ginjal, selama 

monitor reguler akan hipersensitivitas obat dan kejadian simpang 

seperti pruritus, ruam kemerahan, fungsi hati, dan eosinofilia. (Level 

B). Dosis maksimal allopurinol yang dianjurkan yaitu  800 mg/hari 

sementara untuk fexobustat yaitu  120 mg/hari. 

Penapisan (screening) untuk HLA-B*5801 pada pasien 

dengan risiko tinggi, khususnya pada pasien ras Korea dengan GGK 

stadium 3 atau lebih buruk, serta etnis Han Cina dan Thai irespektif 

terhadap fungsi ginjal (Level A). Fexobustat dapat dipertimbangkan 

bila allopurinol menimbulkan efek samping atau hipersentivitas dan 

bila titrasi naik allopurinol tidak berhasil (Level C). 

   Bila ada  kontraindikasi atau intoleransi terhadap XOI, maka 

golongan urikosurik dapat digunakan. Yang direkomendasikan untuk 

132 

 

 

 

pilihan pertama dari golongan ini ialah probenecid (Level B). 

Namun, pada pasien dengan creatinine clearance <50 ml/menit, 

probenecid tidak dianjurkan (Level C). Pada kasus demikian, obat 

lain dengan efek urikosurik, meskipun tidak terdaftar secara formal 

(digunakan secara off-label), yaitu fenofibrat dan losartan (Level B). 

ada  beberapa kontraindikasi bagi penggunaan probenecid, 

yaitu riwayat batu ginjal, dan hiperurisemia pada urin. Seperti yang 

telah dijelaskan di atas, kenaikan asam urat pada urin menandakan 

produksi asam urat endogenous yang meningkat, sehingga tidak 

tepat bila diberikan urikosurik (Level C). Maka itu, dianjurkan untuk 

memeriksa kadar asam urat pada urin saat awal pengobatan dan 

sebagai monitor (Level C).  

5) Sebagai catatan yaitu  hal-hal berikut: 

   Pasien dengan gout dan riwayat batu ginjal disarankan untuk minum 

minimal 2 liter air per hari. 

   Pertahankan dan teruskan regimen optimal yang dapat mencapai 

asam urat serum <6 mg/dl 

   Setelah serangan akut teratasi dan pasien telah memulai terapi ULT, 

disarankan untuk memberikan profilaksis berupa kolkisin-0.5-0.6 mg 

sebanyak 1-2 kali per hari. Hal ini disarankan karena tingginya 

serangan gout pada awal inisiasi ULT. 

   Bila monoterapi XOI tidak berhasil mencapai asam urat <6 mg/dl, 

maka dapat dipertimbangkan kombinasi dengan urikosurik. (Level 

B) 

   Bila kombinasi XOI dan urikosurik dengan dosis maksimal tidak 

berhasil mencapai target, atau bila beban penyakit sangat berat, 

maka dapat diptertimbangkan pemberian pegloticase. Pegloticase 

yaitu  sebuah novel agent berupa rekombinan DNA dan urat 

oksidase yang terpegilasi (pegylated1 urate oxidase enzyme) yang 

telah disetujui untuk pengobatan lini ketiga yang diberikan secara 

                                                          

11 Pegylation yaitu  proses penambahan gugus PEG (polyethylene glycol) pada sebuah 

produk dengan tujuan menyamarkan produk ini  dari diserang oleh sistem kekebalan 

tubuh seseorang untuk mengurangi kemungkinan imunogenisitas.  

133 

 

 

 

intravena. Namun, belum ada data perihal dosis maksimal serta 

durasi pengobatan yang optimal. 

 

Daftar obat-obatan untuk penanganan hiperurisemia dan gout dapat dilihat pada 

Tabel 7.5. 

Tabel 7.5. Obat yang digunakan dalam penanganan gout 

Mekanisme 

Pengobatan gout akut 

Obat 

NSAIDs 

 

Kolkisin 

 

 

 

 

Kortikosteroid 

 

 

COX-2 inhibitor 

 

- Penghambat proses IL-1β 

- Down-regulasi tirosin kinase dan fosfolipase 

pada neutrofil 

- Penghambatan kemotaksis, produksi 

superoksida anion, adhesi ke substrat seluler, 

mobilisasi, dan pelepasan lisosomal enzim 

- Gangguan mikrotubulus 

Mencegah aktivasi faktor transkripsi proinflamasi 

dengan menghambat sitokin-sitokin inflamasi, 

enzim, reseptor dan molekul adhesi 

Obat dalam 

pengembangan 

Anakinra 

Rilonacept 

Canakinumab 

 

Antagonis reseptor IL-1 

Reseptor larut IL-1 

Antibodi monoklonal anti-IL-1 

Manajemen hiperurisemia 

jangka panjang 

Obat 

Allopurinol 

Febuxostat 

Sulphinpyrazone 

Probenecid 

Benzbromarone 

 

 

 

 

XO inhibitor 

XO inhibitor 

URAT1 inhibitor 

URAT1 inhibitor 

URAT1 inhibitor 

Obat dalam 

pengembangan 

Lesinurad 

Arhalofenate 

Levotofisopam 

RDEA3170 

BCX4208 

Pegloticase 

Pegadricase 

DHNB 

 

URAT1 inhibitor 

URAT1 inhibitor 

URAT1 inhibitor 

URAT1 inhibitor 

Purin nukleosida fosforilase inhibitor 

Pegilasi uricase 

Pegilasi uricase 

XO inhibitor 

134 

 

 

 

 

Oleh karena perannya yang unik dan sedikit lebih kompleks dibanding 

dengan pengobatan lain, kolkisin akan dibahas secara singkat. Kolkisin menimbulkan 

berbagai efek, sesuai dengan tabel 7.5 di atas. Kolkisin akan menghambat 

pembentukan mikrotubul yang berimbas pada disrupsi aktivasi inflamasom, 

kemotaksis yang bersifat microtubule-based, dan fagositosis. Hal ini dapat terlihat 

dari blokade E-selectin, sebuah adhesion molecule yang diperlukan neutrofil agar 

bisa menempel ke endothelium. Sebagai akibatnya, migrasi neutrofil akan berkurang 

dan mengurangi inflamasi. Di samping itu, berkurangnya inflamasom akan 

menyebabkan berkurangnya kadar IL-1 yang memegang peranan sentral dalam 

inflamasi pada gout (lihat bagian patofisiologi inflamasi pada gout 7.3). 

Untuk memberikan gambaran tentang penatalaksanaan gout pada perbagai 

jenis kasus, ACR/EULAR memberikan beberapa contoh kasus, mulai dari yang 

paling ringan sampai paling berat, beserta pengobatannya, yang dapat dilihat pada 

lampiran III dan IV. 

7.9.3. Tatalaksana Hiperurisemia Asimptomatik 

Perlu dipastikan bahwa tidak pernah terjadi serangan akut, riwayat batu ginjal, 

atau tidak ditemukannya deposit kristal MSU. Sampai saat ini tidak ada panduan 

khusus untuk menangani hiperurisemia asimptomatik. Tidak ada bukti ilmiah yang 

cukup untuk memulai terapi farmakologis, namun sebagian besar ahli tetap 

menyarankan diet dan perubahan gaya hidup untuk mengurangi asam urat serum. 

Hiperurisemia yang tidak terkontrol, bersama dengan adanya faktor risiko seperti 

obesitas, diet yang tidak teratur, dan penggunaan tiazid, dapat menyebabkan 

hiperurisemia menjadi gout akut. 

 

 

7.10. Terapi Masa Depan dan Alternatif  (Terapi Biologik) 

Terapi biologik yaitu  terapi yang menargetkan sebuah elemen spesifik 

pada sistem immun dapat yang berperan penting dalam patogenesis sebuah 

penyakit. Prinsip terapi ini telah diterapkan pada penyakit seperti artritis rematoid, 

psoriatik artiritis, psoriasis, dermatitis atopik, dan systemic lupus erythematosus, 

khususnya pada kasus yang tidak merespon terhadap terapi konvensional. 

Beberapa sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), IL-8 dan TNF-α berperan dalam 

patogenesis gout, namun tampaknya, seperti yang dijelaskan di atas, IL-1β mediator 

kunci. Percobaan dengan hewan menunjukkan bahwa monosit dan makrofag 

menghasilkan IL-1β sebagai respon pada kristal MSU, dan penghambatan IL-1 

memicu  supressi inflamasi gout.  

Uji klinis pada manusia dilakukan dengan menguji IL-1 antagonist yang diberi 

nama Anankira pada pasien gout akut yang gagal dengan pengobatan NSAIDs, 

kolkisin atau kortikosteroid. Anakinra diberikan secara subcutan selama tiga hari dan 

dapat menghilangkan nyeri tanpa efek samping. Namun, anakinra relatif masih mahal 

harganya.  

Obat lain yang berfungsi sebagai penghambat IL-1 yaitu  rilonacept 

(reseptor IL-1 terlarut yang mengikat IL-1 secara langsung dan mencegah 

pengikatannya dengan reseptor aslinya) dan canakinumab (antibodi monoklonal 

terhadap IL-1β). Studi awal menunjukkan bahwa keduanya lebih efektif dari 

kortikosteroid untuk mengatasi rasa nyeri dengan cepat. Keduanya juga efektif dalam 

mengatasi serangan akut gout pada pasien yang menggunakan allopurinol dalam 

jangka panjang.  


Hiperurisemia dan gout yaitu  dua penyakit, yang meskipun berada dalam 

spektrum yang sama, membutuhkan penanganan yang berbeda. Gout yaitu  tipe 

artiritis yang paling sering terjadi dan pengobatan harus dilakukan terus menerus 

agar mempertahankan asam urat serum yang ideal. Manajemen gout tidak terbatas 

hanya pada terapi farmakologis tetapi juga perlu memperhatikan faktor lain seperti 

diet dan aktivitas fisik dan mengontrol komorbiditas. Terapi baru yang sedang 

dikembangkan, yaitu pegloticase dan agen biologik, dapat berguna di masa depan, 

terutama di pasien dengan gout kronik dan akut yang tidak merespon terhadap 

pengobatan konvensional. 

Latihan soal 

A. Skenario 

 Seorang laki-laki berusia usia 45 tahun datang dengan keluhan nyeri 

mendadak pada jempol kaki kanannya. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien 

kompos mentis dan tekanan darah pasien yaitu  140/90, pernapasan 24x/menit, 

nadi 110x/menit, suhu tubuh afebris. Skor pada skala nyeri yaitu  8 dan pada 

pemeriksaan ditemukan hiperemis dan edema hebat. Pasien memiliki riwayat 

hipertensi yang terkontrol dengan tiazid dan riwayat batu ginjal 10 tahun lalu dan 

sudah dioperasi. Buatlah rencana penatalaksanaan dari tahap akut sampai 

lanjutan dan jelaskan rationale pemilihan terapi ini .