Influenza WHO (Atlanta, London, Tokyo dan Melbourne). Sampel dari sekret
tenggorokan, aspirat nasofaring dan spesimen darah dapat dikirimkan ke Pusat
Riset Influenza yang diakui oleh WHO.
3) Lakukan studi epidemiologi dan laporkan virus Pemicu dengan segera kepada
otoritas kesehatan.
4) Pastikan bahwa tersedia fsilitas pemerintah dan atau fasilitas swasta yang memadai
untuk penyediaan vaksin dan obat antiviral dalam jumlah yang cukup, dan
pertahankan kesinambungan program imunisasi dan pemberian obat antiviral
kepada warga berisiko tinggi dan bagi orang-orang yang memerlukan.
SINDROMA KAWASAKI ICD-9 446.1; ICD-10 M303
(Penyakit Kawasaki, Mucocutaneous lymphnode syndrome, Acute Febrile Mucocutaneous
lymphnode syndrome)
1. Identifikasi
Ditandai dengan demam, sembuh dengan sendirinya, vasculitis sistemik dan menyerang
usia permulaan masa kanak-kanak, penyakit ini mungkin disebabkan oleh toxin atau oleh
agen infeksious. Secara klinis ditandai dengan demam tinggi/Spiking fever (rata-rata
berlangsung 12 hari), tidak responsif terhadap antibiotika, iritabilitas tinggi dan terjadi
perubahan mood; sering terjadi adenopati soliter unilateral non supuratif pada leher;
injeksi konjungtiva bulbaris non eksudatif bilateral; enanthem yang terdiri dari
291
”Strawberry tongue”: injeksi orofaring, bibir kering dan pecah-pecah, tungkai oedema,
erythema atau terjadi desquamasi umum atau desquamasi periungual; dan timbul
exanthem merah polimorfus biasanya pada badan atau didaerah perineal dan dapat
berbentuk mulai dari rash maculopapuler sampai dengan urticarial rash vasculitic
exanthem vasculitik.
Biasanya terdiri dari 3 fase: 1) fase demam akut berlangsung selama kira-kira 10 hari yang
ditandai dengan demam tinggi spiking fever, rash, adenopathy, eritema atau oedema
perifer, konjungtivitis dan enanthem 2) fase sub akut berlangsung kira-kira 2 minggu
ditandai dengan demam, trombositosis, desquamasi, dan turunnya demam, dan 3) fase
konvalesens yang panjang ditandai dengan menghilangnya gejala klinis.
Case fatality rate berkisar antara 0,1% sampai 1,0%; separuh kematian dapat terjadi dalam
2 bulan sejak sakit.
Tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium yang pathognominis untuk sindroma Kawasaki
(KS). Namun biasanya pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan LED, C-
creative protein dan trombositosis diatas 450.000/mm3 (SI units 450 x 109/L).
Diagnosis didasarkan pada munculnya demam yang berlangsung lebih dari 5 hari, dan
demam ini tidak disebabkan oleh Pemicu lain dan paling sedikit ada 4 gejala sebagai
berikut berikut : 1) mata merah atau injeksi konjungtiva bilateral, 2) bibir merah atau
pecah-pecah, injeksi faring atau timbul ”Strawberry tongue”, 3) eritema pada telapak
tangan dan kaki, edema pada tangan dan kaki atau terjadi desquamasi periungual atau
desquamasi umum 4) rash dan atau 5) limfadenopati kelenjar leher (paling sedikit satu
kelenjar berukuran 1,5 cm atau lebih). Standar terjadinya demam lebih dari 5 hari dibaikan
apabila telah pengobatan immunoglobuline intravena (IVIG) diberikan dalam 5 hari pada
saat penderita dalam keadaan demam.
Diagnosis KS yang tidak khas (atypical KS) ditegakkan cukup dengan kriteria kurang dari
lima kriteria diagnosa yang disebutkan diatas apabila ada coronary artery aneurysm.
2. Pemicu Infeksi
Pemicu KS tidak diketahui. Diperkirakan toksin super antigen bakteri yang dikeluarkan
oleh Staphylococcus aureus atau oleh group A streptococci, namun hal ini belum dapat
dipastikan dan belum dapat diterima secara umum.
3. Distribusi Penyakit
Tersebar di seluruh dunia, walaupun kebanyakan kasus (>100.000) dilaporkan terjadi di
Jepang pada saat terjadi wabah disana. Di Amerika Serikat, Perkiraan jumlah kasus baru
setiap tahun rata-rata 2.000. Sekitar 80% kasus yang ditemukan pada anak-anak berusia
kurang dari 5 tahun, dengan puncak insidens pada mereka yang berusia 1-2 tahun, lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Kasus muncul lebih banyak
pada musim dingin dan musim semi. Beberapa KLB dilaporkan terjadi di beberapa kota
dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Di Jepang, dimana penyakit ini muncul
sejak tahun 1970, puncak insidens terjadi pada tahun 1984-1985. Sejak itu, kemudian
incidence rate terus-menerus bertahan dengan insidens 108 per 100.000 anak dirawat pada
tahun 1996.
292
4. Reservoir : Tidak diketahui, mungkin manusia.
5. Cara Penularan
Tidak diketahui. Tidak ada bukti terjadi penularan dari orang ke orang, meskipun dalam
lingkungan keluarga. Terjadinya variasi musiman, pada anak-anak dan KLB yang terjadi
di warga sesuai dengan etiologi penyakit.
6. Masa Inkubasi : tidak diketahui
7. Masa penularan : tidak diketahui
8. Kerentanan dan Kekebalan
Anak-anak, khususnya anak-anak keturunan Asia, lebih mudah terserang KS, namun di
AS angka insidensi anak-anak keturunan Asi yang terserang KS relatif kecil bahkan
sebagian besar kasus dilaporkan terjadi diantara warga Amerika keturunan Afrika dan
anak-anak Caucasian. Kambuhnya penyakit sangat sering dilaporkan.
9. Cara-cara Pemberantasan
A. Upaya Pencegahan: Cara-cara pencegahan tidak diketahui
B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar
1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Di Amerika Serikat laporan adanya kasus
KS dilakukan secara sukarela ditujukan kepada Sistem Surveilans Kawasaki,
CDC, Atlanta (CDC 55.54 Rev. 1-91) melalui instansi kesehatan setempat maupun
instansi kesehatan negara Bagian. Kalau ditemukan kasus dalam jumlah banyak
atau muncul dalam bentuk KLB harus dilaporkan segera, kelas 5 (lihat pelaporan
tentang penyakit menular.
2) Isolasi: tidak dilakukan
3) Disinfeksi serentak: Tidak diperlukan.
4) Karantina: tidak ada
5) Imunisasi kontak: tidak dilakukan
6) Investigasi kontak: Tidak praktis dan tidak bermanfaat kecuali jika terjadi KLB
atau muncul kasus pada suatu kelompok orang.
7) Pengobatan spesifik: Berikan IVIG dalam dosis tinggi, sebaiknya dalam dosis
tunggal diberikan selama 10 hari sejak muncul demam. Pemberian IVIG ini dapat
mengurangi demam, gejala-gejala inflamasi dan mencegah terjadinya aneurisma
sehingga harus dipertimbangkan untuk diberikan walaupun demam lebih dari 10
hari. Sekitar 10% dari penderita mungkin tidak memberikan respons sehingga
mungkin memerlukan pengobatan ulang. Dosis tinggi aspirin disarankan untuk
diberikan selama fase akut, diikuti dengan dosis rendah selama sedikitnya 2 bulan.
Pemberian vaksin campak dan atau vaksin Varicella biasanya ditunda setelah
pemberian IVIG.
C. Upaya penanggulangan wabah: KLB dan kasus Clusters harus diinvestigasi untuk
mengetahui etiologi dan faktor risiko.
293
D. Implikasi bencana: Tidak ada.
E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada.
DEMAM LASSA ICD-9 078.88; ICD-10 A96.2
1. Identifikasi :
Merupakan penyakit akut disebabkan oleh virus. Perjalanan penyakti biasanya gradual
dengan gejala-gejala seperti malaise, demam, sakit kepala, sakit pada tenggorokan, batuk,
nausea, muntah, diare, mialgia, sakit didada dan perut. Demam berlangsung lama dan
kadang-kadang suhu naik secara tiba-tiba. Sering ditemukan adanya inflamasi dan
eksudasi pada faring dan konjungtiva. Sekitar 80% infeksi yang terjadi pada manusia
biasanya tanpa gejala atau dengan gejala yang ringan dan sisanya dengan gejala berat
menyerang multisistem. Pada kasus yang berat sering terjadi hipotensi dan Shock, efusi
pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati dan oedema pada muka dan leher. Terjadi
limfopenia yang diikuti dengan netrofilia. Jumlah trombosit sedikit menurun namun fungsi
trombosit abnormal. Penyakit ini gejalanya berat apabila menyerang wanita hamil,
kematian bayi terjadi pada 80% dari penderita. Terjadi alopecia dan ataxia yang bersifat
sementara pada stadium penyembuhan; sekitar 25% dari warga akan mengalami
ketulian sebab rusaknya syraf ke 8; separuhnya dari penderita akan sembuh dan fungsi
tubuh yang terganggu akan pulih lagi dalam waktu 1-3 bulan. Walaupun hanya 1% dari
mereka yang terinfeksi akan meninggal namun CFR bisa lebih tinggi pada saat terjadi
KLB. Biasanya gejala penyakit pada wanita hamil trimester III cenderung berat dan
janinnya dalam bahaya. Kadar AST diatas 150, apabila terjadi viremia prognosanya jelak.
Didaerah endemis demam lassa sering tanpa gejala sehingga diagnosa dibuat secara
serologis.
Diagnosis dibuat dengan IgM antibidy capture dan ditemukannya antigen dengan
pemeriksaan ELISA atau PCR; isolasi virus dari darah, urin atau cucian tenggorokan; dan
serokonversi IgG dengan ELISA atau IFA. Spesimen laboratorium mungkin sangat
berbahaya (biohazardous) dan harus dikelola dengan sangat hati-hati dengan prosedur
BSL-4 bila memungkinkan. Serum yang dipanaskan pada suhu 60οC (140οF) selama 1
jam akan mengakibatkan sebagian besar virus tidak aktif sehingga serum ini dapat
digunakan untuk mengukur zat kimia darah yang tahan panas seperti elektrolit, BUN atau
kreatinin.
2. Pemicu Infeksi : Virus Lassa, arenavirus yang secara serologis memiliki hubungan
dengan lymphocytic choriomeningitis, virus Machupo, virus Junin, Guanarito dan virus
Sabia.
294
3. Distribusi penyakit : Endemis di Sierra Leone, Liberia, Guinea dan wilayah Nigeria.
Kasus lassa juga dilaporkan dari Republik Afrika Tengah. Bukti serologis telah terjadi
infeksi pada manusia ditemukan di Kongo, Mali dan Senegal. Virus yang secara serologis
mirip dengan virulensi yang lebih rendah terhadap binatang percobaan di laboratorium
ditemukan di Republik Afrika Tengah, Mozambik dan Zimbabwe namun virus ini belum
terbukti memicu infeksi atau penyakit pada manusia.
4. Reservoir: yang menjadi reservoir yaitu binatang pengerat liar di Afrika Barat, sejenis
tikus multimamat kompleks spesies dari Mastomys
5. Cara Penularan
Terutama melalui aerosol atau kontak langsung dengan ekskreta dari binatang pengerat
yang terinfeksi yang permukaan seperti lantai dan tempat tidur atau mencemari makanan
dan air. Infeksi di laboratorium dapat terjadi, khususnya di lingkungan rumah sakit,
infeksi terjadi sebab kontak langsung dengan darah melalui inokulasi dengan jarum yang
tercemar atau sebab kontak dengan sekret faringeal atau urin pasien. Infeksi juga dapat
ditularkan dari orang ke orang melalui hubungan seksual.
6. Masa Inkubasi : Biasanya 6 – 21 hari
7. Masa Penularan : Penularan dari orang ke orang dapat terjadi selama fase demam yang
akut pada saat virus ada di tenggorokan. Virus dapat dikeluarkan melalui urin pasien 3 – 9
minggu dari saat sakit.
8. Kerentanan dan Kekebalan: Semua umur rentan tertulari, lamanya kekebalan bertahan
setelah infeksi belum diketahui.
9. Cara – cara Pemberantasan
A. Upaya Pencegahan : Lakukan upaya pemberantasan binatang pengerat secara spesifik
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Kasus individu harus dilaporkan,
Kelas 2A (lihat pelaporan tentang penyakit menular).
2). Isolasi: segera lakukan isolasi di ruangan terpisah di RS yang bebas dari lalu lalang
manusia. Staf dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. sebab
insidensi infeksi nosokomial rendah, seperti yang dilaporkan dari RS di Afrika
maka penderita tidak perlu dirawat di Unit isolasi khusus. Namun kalau terjadi
infeksi nosokomial maka prosedur ketat kewaspadaan universal terhadap cairan
tubuh dan ekskreta harus dilaksanakan.
Perlu disediakan ruang perawatan dengan tekanan negatif dan sediakan juga PPE
(Personel Protection Equipment)
3). Disinfeksi serentak : ekskreta, sputum, darah dari pasien dan semua benda-benda
yang telah kontak dengan pasien termasuk alat-alat laboratorium yang telah
digunakan untuk pemeriksaan darah harus didesinfesikan dengan cairan 0,5%
sodium hipoklorit atau phenol 0,5% dengan deterjen dan bila memungkinkan
lakukkan pemanasan dengan suhu yang tepat seperti dengan otoklaving,
insenerator atau merebus.
295
Pemeriksaan laboratorium harus dilaksanakan pada fasilitas khusus dengan derajat
keamanan yang tinggi. Jika tidak tersedia fasilitas ini , maka pemeriksaan
harus dilaksanakan dengan prosedur yang minimal dengan memakai peralatan
untuk kewaspadaan universal yang ada seperti sarung tangan dan biological safety
cabinet. Apabila memungkinkan serum dipanaskan pada suhu 60oC (140oF)
selama 1 jam. Di AS, laboratorium yang portable, bersama-sama dengan tenaga
teknisian laboratorium, dapat diperoleh dari CDC Atlanta, GA. Disinfeksi
menyeluruh dan seksama dengan cairan sodium hipoklorit 0,5% atau dengan
phenol sudah mencukupi. sedang fumigasi dengan formaldehid dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan.
4). Karantina: Hanya kegiatan Surveilans yang direkomendasikan untuk dilakukan
terhadap kontak dekat (lihat 9B6, dibawah).
5). Imunisasi kontak : tidak ada
6). Investigasi kontak dan sumber infeksi: Lakukan identifikasi terhadap semua
kontak dekat (dengan siapa mereka tinggal, mereka yang merawat, asal spesimen
laboratorium dari penderita atau dari mereka yang kontak dengan pasien) paling
sedikit dalam 3 minggu. Lakukan tindakan surveilans yang ketat terhadap kontak
sebagai berikut : periksa suhu tubuh paling tidak 2 kali sehari selama paling tidak
3 kali seminggu setelah terpajan. Bila suhunya diatas 38,3 0C (101 0F), segera
dibawa ke RS untuk dirawat dengan isolasi ketat. Cari tahu tempat tinggal pasien
selama 3 minggu sebelum terinfeksi dan lakukan penyelidikan terhadap kasus
yang tidak dilaporkan atau yang tidak terdiagnosa.
7). Pengobatan spesifik : Ribavirin (Virazole®, paling efektif kalau diberikan dalam 6
hari pertama sakit diberikan melalui intravena, pada awalnya 30 mg/kg BB,
kemudian 15 mg/kg BB setiap 6 jam selama 4 hari, 8 mg/kg BB setiap 8 jam
dalam 6 hari berikutnya sebagai tambahan.
C. Upaya Penanggulangan Wabah : Tidak dilakukan
D. Implikasi bencana: Mastomys banyak ditemukan didalam rumah dan digudang tempat
penyimpanan bahan makanan. Apabila jumlahnya meningkat akan meningkatkan
risiko terjadinya penularan pada manusia.
E. Tindakan lebih lanjut : Lakukan notifikasi negara asal penderita dan kepada negara
tujuan apabila ditemukan penderita dikalangan para wisatawan. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadi
PENYAKIT LEGIONELLOSIS ICD - 9 482.8; ICD – 10 A48.1
( Penyakit Legionnaires, Pneumonia Legionnaires)
LEGIONELLOSIS BUKAN PNEUMONIA ICD – 10 A48.2
( Demam Pontiac )
296
1. Identifikasi
Merupakan penyakit bakterial akut dengan dua hal yang saat ini dapat dikenali yaitu “
dengan gejala klinis dan manifestasi epidemiologi yang sangat berbeda : penyakit
Legionnaires ( ICD – 10 A48.1 ) dan demam Pontiac ( ICD – 10 A 48.2 )”. Keduanya
ditandai dengan anorexia, malaise, myalgia dan sakit kepala. Dalam 1 ( satu ) hari, hal itu
biasanya ditandai dengan suhu tubuh yang secara cepat meningkat disertai menggigil.
Secara umum, suhu tubuh akan mencapai 39oC – 40,5oC ( 102oF – 105oF ) Batuk tidak
berdahak, sakit perut dan diare biasa terjadi. Untuk penyakit Legionnaires, pada
pemeriksaan foto torax mungkin akan ditemukan adanya gambaran bayang bayang fokus
konsolidasi yang kemudian menyebar ke kedua paru dan akhirnya terjadi kegagalan
pernafasan; angka kematian Legionella setinggi 39 % di rumah sakit; secara umum
lebihtinggi pada mereka dengan kekebalan tubuh yang rendah.
Diagnosa ditentukan oleh ditemukannya organisme Pemicu pada media khusus, dengan
pengecatan IF secara langsung dari jaringan yang terinfeksi atau dari sekrit saluran
pernafasan, atau dengan deteksi antigen dari Legionella Pneumophila serogrup 1 dalam
air seni dengan pemeriksaan RIA atau adanya peningkatan empat kali lipat antara titer
IFA serum fase akut dibandingkan dengan titer IFA serum yang diambil 3 – 6 minggu
kemudian.
2. Pemicu Penyakit
Legionellae sulit dilakukan pengecatan, ia merupakan Gram – negative yang
membutuhkan cytien dan makanan lain untuk tumbuh dan berkembang in vitro. Saat ini
ada delapan belas serogrup dari L. pneumophila yang dapat dikenal, namun serogrup L.
pneumophila yang paling sering memicu penyakit. Organisme sejenisnya
termasuk serogrup L. bozemanii, L. longbeachae, dan L. dumoffii, telah dapat diisolasi,
terutama dari pasien pneumonia dengan kekebalan yang sangat rendah. Seluruhnya,
terdapat 35 species dari Legionella yang setidaknya memiliki 45 serogrup telah dikenali
saat ini.
3. Distribusi Penyakit
Penyakit Legioneleosis bukan penyakit baru dan bukan penyakit yang terlokalisir. Kasus
yang pertama kali dicatat terjadi pada tahun 1947; kemudian wabah pertama tercatat pada
tahun 1957 di Minnesota. Semenjak itu, penyakit ini dikenal sampai di Amerika Utara,
juga di Australia, Afrika, Amerika Selatan dan Eropa. Walaupun kasus – kasus terjadi
sepanjang tahun, baik kasus yang sporadis maupun dalam bentuk Kejadian Luar Biasa
umumnya terjadi pada musim panas dan musim gugur. Survei serologis menunjukkan
prevalensi antibodi L. pneumophila serogroup 1 pada titer 1 : 28 atau lebih sebesar 1% -
20 % dari seluruh populasi di beberapa lokasi yang disurvei. Jumlah penderita pneumonia
dikalangan warga yang disebabkan oleh legionellaitalic antara 0,5 % dan 5 %.
Wabah Legionellosis biasanya terjadi dengan angka “ attack rate “ yang rendah
(0,1% - 5% ) pada populasi yang rentan. sedang untuk demam Pontiac memiliki
angka “ attac rate “ yang tinggi ( sekitar 95% ) dalam beberapakali wabah.
4. Reservoir
Kemungkinan utama pada tempat yang basah. Pada sistim air panas (showers), tower
pendingin di AC, kondensor penguap, pelembab, pusaran air panas pada tempat
297
pemandian, alat perlengkapan terapi pernafasan dan air mancur taman secara
epidemiologis telah terbukti sebagai reservoir; organisme dapat ditemukan dan diisolasi
dari air pada tempat – tempat ini , begitu juga dari kran air panas maupun kran air
dingin serta pancuran, bak mandi air panas dan dari anak sungai dan kolam serta tanah
dari pinggiran sungai. Organisme dapat hidup selama berbulan – bulan di dalam kran dan
penyulingan air. Hubungan antara penyakit Legionellosis dengan kerusakan pada tanah
atau penggalian tanah tidak diketahui dengan jelas.
5. Cara Penularan – Bukti-bukti epidemologis mendukung cara penularan melalui udara;
cara-cara lain juga memungkinkan, termasuk melalui air.
6. Masa Inkubasi – Untuk penyakit Legionellosis 2 – 10 hari, paling sering terjadi antara 5
– 6 hari; demam Pontiac ; 5-66 jam lebih sering antara 24-48 jam.
7. Masa penularan – Transmisi dari orang ke orang tidak pernah tercatat.
8. Kerentanan dan kekebalan
Kesakitan terjadi paling sering dengan bertambahnya usia ( di banyak kasus terjadi pada
usia 50 tahun keatas ), khususnya pada pasien yang merokok dan menderita sakit kencing
manis, sakit paru – paru yang menahun, sakit ginjal atau keganasan; dan pada orang
dengan kekebalan tubuh yang rendah, khususnya pada mereka yang menerima
corticosteroids atau yang menerima organ cangkokan. Rasio laki-laki dan wanita yaitu
2,5 : 1. Penyakit ini sangat jarang terjadi pada manusia yang berusia dibawah 20 tahun.
Beberapakali wabah telah terjadi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.
9. Cara – cara pemberantasan
A. Cara pencegahan
Menara pendingin harus dikeringkan ketika tidak digunakan, dan dibersihkan secara
mekanis secara rutin untuk mengangkat endapan yang berkerak. Bahan kimia yang
tepat harus digunakan untuk mengurangi pertumbuhan organisme yang dapat
membentuk lapisan kerak. Air kran sebaiknya tidak digunakan pada peralatan terapi
pernapasan. Petunjuk teknis pencegahan yang “cost effective” untuk penggunaan air
lokal tidak ada; mempertahankan sistem air panas tetap pada suhu 50oC (122oF) atau
lebih dapat mengurangi resiko penyebaran penyakit.
B. Penanganan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya :
1) Laporan kepada institusi kesehatan setempat : di beberapa negara bagian ( USA ),
di banyak Negara penyakit ini bukan penyakit yang wajib dilaporkan, Kelas 3 B (
lihat laporan penyakit menular. )
2) Isolasi : TIDAK ADA
3) Disinfeksi : TIDAK ADA
4) Karantina : TIDAK ADA
5) Imunisasi terhadap kontak : TIDAK ADA
6) Penelitian kontak dan sumber infeksi: selidikilah (seisi rumah, lingkungan bisnis)
untuk kasus tambahan yang disebabkan oleh infeksi dari sumber lingkungan
298
umum. Penyakit dimulai dari sebuah rumah sakit yang mungkin saja hanya
melaporkan satu penderita legionellosis akibat infeksi nosokomial.
7) Pengobatan spesifik : Erythromycin menjadi obat pilihan, golongan macrolides
terbaru, clarithromycin dan azithromycin mungkin juga efektif. Rifampin
bermanfaat sebagai obat tambahan, namun jarang digunakan sendiri. Pengalaman
dengan fluorokuin olon dapat membantu, namun sangat terbatas. Penisilin,
cephalosporins dan aminoglikosid tidak effektif.
C. Penanggulangan wabah : Selidiki kasus-kasus yang tertulari dengan cara cara yang
umum dan fikirkan kemungkinan lingkungan sebagai sumber infeksi. Dekontaminasi
terhadap tempat tempat yang diduga sebagai sumber infeksi dengan klorinasi dan atau
memanaskan air pada suhu tinggi sangat efektif.
D. Implikasi bencana : Tidak ada.
E. Tindakan Intenasional : Tidak ada.
LEISHMANIASIS ICD – 9 085; ICD – 10 B55
CUTANEOUS AND MUCOSAL LEISHMANIASIS
ICD – 9 085.1 – 085.5; ICD – 10 B55.1, B55.2
( LEISMANIASIS KULIT dan LEISMANIASIS SELAPUT LENDIR )
( Setan Aleppo, Borok Bagdad atau Borok Delhi, Penyakit dari timur ; di Amerika disebut:
Borok Espundia, Uta, Ulkus Chiclero )
1. Identifikasi
Leishmaniasis yaitu penyakit kulit dan selaput lender yang disebabkan oleh protozoa
polimorfis yang berasal dari berbagai spesies dari genus leishmania. Protozoa ini hidup
sebagai parasit obligatif intraseluler pada manusia dan beberapa jenis mamalia. Penyakit
ini dimulai dengan tumbuhnya papula (bintil) yang membesar dan pada akhirnya menjadi
ulkus puru (luka bernanah) tidak terasa sakit (nyeri). Lisa bisa berjumlah satu atau banyak,
kadang-kadang nonulcerative dan menyebar. Lesi dapat sembuh dengan sendirinya dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, terkadang dapat bertahan setahun atau lebih.
Pada orang tertentu dengan infeksi jenis parasit tertentu (terutama dari belahan bumi
bagian barat) penyakit ini dapat menyebar dan memicu lesi pada mukosa (espundia)
muncul, walaupun bertahun-tahun setelah ulkus di kulit sebagai penyakit primer telah
sembuh. Gejala sisa dapat mengenai jaringan nasopharyngeal, ditandai dengan kerusakan
jaringan secara progresif dan seringkali pada jaringan ini ditemukan adanya parasit
serta dapat menimbulkan kecacatan. Setelah penyembuhan, ulkus pada kulit dapat
kambuh kembali sebagai ulkus, papula, atau nodula yang muncul dekat atau pada ulcus
yang sudah sembuh.
Diagnosa dilakukan dengan ditemukannya protozoa nonmotile secara mikroskopis sebagai
bentuk intraseluler (amastigote) dari specimen yang dicat dan diambil dari lesi atau
melalui pembiakan bentuk ekstraseluler motil (promastigote) pada media yang sesuai.
299
Tes intra dermal (Montenegro) dengan antigen yang berasal dari promastigotes (tidak ada
di Amerika Serikat) umumnya memberi hasil positif pada penyakit yang sudah jelas; tidak
memberikan hasil yang nyata pada lesi yang sangat dini atau pada penyakit anergis. Tes
serologis (IFA atau ELISA) dapat dilakukan namun titer antibody biasanya rendah atau
tidak dapat terdeteksi sama sekali, sehingga tidak berguna dalam menegakkan diagnosa
(kecualia untuk leishmaniasis selaput lender). Identifikasi spesies membutuhkan tes
biologis (dibiakkan pada lalat pasir, dibiakkan pada media biakan atau pada hewan), tes
imunologis (monoclonal antibodies), tes molekuler (teknik DNA) dan tes criteria
biokimiawi (analisis isoenzim).
2. Pemicu Penyakit
Di belahan bumi bagian timur penyakit ini disebabkan oleh Leishmani tropica, L. major,
L. aethiopica. Di belahan bumi bagian barat oleh L. braziliensis dan L. mexicana sebagai
kompleks spesies. Kelompok L. braziliensis biasanya memicu lesi pada selaput
lender; Leishmania tropica yaitu Pemicu utama “leishmaniasis recidivans” yang
merupakan lesi pada kulit. Jenis kelompok Leishmania donovani biasanya memicu
visceral leishmaniasis yaitu L. chagasi. Kedua parasit ini dapat memicu
leishmaniasis kulit tanpa disertai dengan visceral leishmaniasis ataupun leishmaniasis
kulit pasca kala azar.
3. Distribusi Penyakit
Penyakit ini tersebar di Pakistan, India dan baru-baru ini ditemukan di Cina, Timur
Tengah, termasuk Iran dan Afganistan; Bagian Selatan bekas Uni Soviet, pesisir
Mediterania; daerah Sub Sahara padang rumput Afrika dan Sudan, dataran tinggi Etiopia,
Kenya, Namibia, bagian Selatan Texas, Meksiko (khususnya Yucatan), seluruh Amerika
Tengah, Republik Dominika dan semua Negara Amerika Selatan kecuali Chili dan
Uruguay. Bentuk nonulcerative menyerupai keloid telah ditemukan dengan peningkatan
frekeuensi kejadian di Amerika Tengah khususnya Honduras yang disebut leishmaniasis
kulit atipikal . Terjadi peningkatan insidensi leishmaniasis difusa di Mexico dan Republik
Domonika. Di beberapa tempat di belahan bumi bagian timur warga kota termasuk
anak-anak memiliki risiko terancam penyakit ini. Di Belahan Bumi Bagian Barat
penyakit ini biasanya terbatas menimpa kelompok pekerja, seperti mereka yang bekerja di
hutan, tinggal di hutan atau dekat hutan, dan pendatang dari Negara nonendemis.
Umumnya penyakit ini banyak ditemukan di daerah pedesaan, pedalaman, daripada
daerah perkotaan.
4. Reservoir
Bervariasi menurut wilayah; dapat berupa manusia, hewan pengerat liar, Hydraxes (polyp
air tawar), edentates yaitu sejenis binatang tanpa gigi (sloths/kukang), marsupials dan
karnivora (Canidae), termasuk anjing peliharaan. Dibeberapa tempat hospesnya belum
diketahui.
5. Cara Penularan
Penularan berlangsung dari reservoir zoonotic lewat gigitan phlebotominies (lalat pasir)
betina yang terinfeksi. Setelah menggigit hewan menyusui yang telah terinfeksi, bentuk
“motile promastigotes” berkembang biak dan bertambah banyak di usus lalat pasir, dalam
waktu 8-20 hari berkembang menjadi parasit yang dapat memicu infeksi yang
300
ditularkan melalui gigitan. Pada manusia atau binatang menyusui lainnya, organisme ini
diambil oleh macrophage dan berupah menjadi bentuk amastigotes, kemudian membiak
dalam macrophages sampai sel-sel macrophages pecah dan terjadi penyebaran pada
macrophages lainnya. Telah dilaporkan terjadi penularan dari orang ke orang melalui
transfuse darah serta kontak seksual, tapi hal ini jarang terjadi.
6. Masa Inkubasi
Paling sedikit seminggu, sampai berbulan-bulan.
7. Masa Penularan
Biasanya tidak ditularkan dari orang ke orang, penderita dapat menularkan parasit kepada
lalat pasir selama parasit masih ada pada lesi. Pada penderita yang tidak diobati, biasanya
penularan berlangsung selama beberapa bulan sampai 2 tahun. Penyembuhan dengsn
sendirinya terjadi pada banyak kasus. Pada sebagian penderita yang terinfeksi oleh L.
amazonensis atau L. aethiopica dapat berkembang menjadi lesi yang menyebar dan
mengandung banyak parasit, serta tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Infeksi yang
disebabkan oleh L. braziliensis dapat sembuh spontan namun sebagian kecil setelah
beberapa bulan atau tahun dapat diikuti dengan lesi mukosa metastatik.
8. Kerentanan dan Kekebalan
Pada umumnya semua orang rentan. Kekebalan seumur hidup dapat terjadi setelah
sembuh dari infeksi L. tropica dan L. major, namun kekebalan ini mungkin tidak
melindungi seseorang dari infeksi spesies leishmania lainnya. Faktor yang memicu
penyakit dapat menimbulkan kerusakan yang hebat seperti pada espundia, tidak diketahui;
infeksi yang tidak terlihat dapat menjadi aktif bertahun-tahun setelah infeksi primer.
Faktor penting dalam pembentukan kekebalan yaitu terbentuknya respons “cell
mediated” yang adekuat.
9. Cara-cara Pemberantasan
A. Cara-cara Pencegahan
Upaya pencegahan berbeda dari satu tempat ke tempat lain, tergantung kepada
kebiasaan dari hospes mamalia dan bionomic vector phlebotomine. Begitu kebiasaan
hospes ini diketahui, maka langkah pencegahan yang tepat dapat dilakukan yang
meliputi:
1) Lakukan deteksi kasus secara sistematis dan obati penderita yang ditemukan
secara dini untuk semua bentuk leishmaniasis dan merupakan salah satu cara
penanggulangan terpenting untuk mencegah lesi selaput lender memburuk, di
belahan Bumi bagian Barat dan mencegah bentuk “recidivans” di belahan Bumi
bagian Timur, pada situasi dimana reservoir penyakit terutama atau hanya
manusia.
2) Gunakan insektisida yang memiliki dampak residual secara rutin. Lalat pasir
phlebotomine memiliki jarak terbang yang relative pendek dan sangat rentan
untuk ditanggulangi dengan penyemprotan secara sistematis memakai
insektisida yang bersifat residual. Penyemprotan harus meliputi bagian dalam dan
bagian luar pintu dan lubang angina lainnya jika penularan terjadi di pemukiman.
Tempat-tempat lain di Belahan Bumi bagian Timur yang mungkin menjadi tempat
301
berkembangbiaknya lalat pasir seperti dinding/tembok batu, kandang hewan dan
tumpukan sampah harus juga disemprot. Menghalangi (menapis) vector dengan
memakai kelambu dengan 10-12 lubang tiap cm2 atau 25-30 lubang per inci
persegi, dengan ukuran lubang tidak lebih dari 0,89 mm atau 0,035 inci. Saat ini
sedang dilakukan uji coba kelambu yang direndam dengan insektisida.
3) Bersihkan timbunan sampah dan sarang lain untuk phlebotomines di Belahan
Bumi bagian Timur.
4) Musnahkan bintang sejenis tikus dan hancurkan lubang serta sarang mereka
dengan cara menggalinya dalam-dalam. Didaerah tertentu perlu dilakukan
pengawasan terhadap anjing.
5) Di Belahan Bumi bagian Barat, orang agar menghindari dating ke daerah yang
dihuni oleh lalat pasir seperti daerah yang berhutan, terutama pada waktu sore hari.
Jika harus dating ke tempat ini gunakan pakaian pelindung yang memadai
serta gunakan repelan agar terhindar dari gigitan lalat pasir.
6) Lakukan manajemen lingkungan dengan baik dan bersihkan hutan secara berkala.
B. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan resmi biasanya tidak
dilakukan, Kelas 5 (lihat tentang Laporan tentang Penyakit Menular).
2) Isolasi: Tidak ada.
3) Desinfeksi serentak: Tidak ada.
4) Karantina: Tidak ada.
5) Imunisasi terhadap orang-orang yang kontak: Tidak ada.
6) Investigasi terhadap orang-orang yang kontak dan sumber infeksi: Identifikasikan
rantai penularan setempat dan lakukan pemutusan dengan cara yang paling mudah.
7) Pengobatan spesifik: Sebagian besar berupa pentavalent antimonial. Baik sebagai
sodium stibogluconate (Pentostam®) yang ada di Amerika Serikat di CDC Atlanta
maupun sebagai meglumine animonate (Glucantime®), yang digunakan di
Amerika Selatan dan di beberapa tempat lain. Pentamidine digunakan sebagai
pengobatan lini kedua untuk leishmaniasis kulit. Imidazoles, ketoconazole dan
itraconazole, memiliki efekmoderat sebagai antileishmania untuk pengobatan
terhadap spesies leishmania tertentu. Amphotericin B (Fungizone®) bermanfaat
untuk penyakit leishmaniasis selaput lender di Amerika Selatan bila tidak berekasi
terhadap pengobatan antimonal. Sementara untuk penyakit kulit ringan dapat
sembuh dengan sendirinya. Infeksi yang terjadi di daerah dimana penyakit
leishmaniasis selaput lendir dilaporkan, harus diobati secepatnya.
C. Penanggulangan Wabah
Di daerah-daerah dimana insidens penyakit tinggi, lakukan upaya intensif
untukmenanggulangi penyakit dengan menyediakan diagnosa dan tindakan
pengawasan yang tepat untuk membasmi lalat phlebotomine dan mamalia yang
berperan sebagai hospes reservoir.
D. Implikasi bencana: Tidak ada.
E. Tindakan lebih lanjut : Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO (WHO CC).
302
II. LEISHMANIASIS VISCERALIS ICD-9 085.0; ICD – 10 B55.0
(Kala –azar)
1. Identifikasi
Merupakan penyakit kronis sistemik yang disebabkan oleh protozoa dari genus
Leishmania. Penyakit ini ditandai dengan panas, hepatosplenomegaly, lymphadenopathy,
anemia, leukopenia, trhombocytopenia, dan cepat menjadi kurus serta rasa lemah.
Penyakit yang telah terbukti secara klinis dan jika tidak diobati biasanya berakibat fatal.
Demam dapat muncul secara lambat atau berupa serangan mendadak berlangsung terus-
menerus dan tidak beraturan, demam sering kali muncul dengan dua puncak tiap harinya,
diselingi apyrexia dan periode subfebril secara bergantian. Penyakit kulit post kala azar
dapat terjadi setelah benar-benar sembuh dari penyakit sistemik. Diagnosa ditegakkan
dengan kultur organisme yang diambil dari spesimen biopsi atau dari aspirat, atau dengan
ditemukannya hamastigotes intraseluler (Badan Leishman – Donovan) dari sediaan yang
diambil dari sumsum tulang, limpa, hati, kelenjar getah bening atau darah. Tehnik PCR
dapat mendeteksi satu macrophage yang trinfeksi oleh leishmania dalam 8 ml darah (lihat
bagian I, diatas )
2. Pemicu penyakit – biasanya, biasanya disebabkan oleh Leishmania donovani, L.
infatum, L. tropica, L. chagast. namun dapat juga oleh Pemicu lain.
3. Distribusi Penyakit
Terjadi di pedesan daerah tropis dan sub tropis seperti beberapa fokus di India, Banglades,
Pakistan, Cina, Bagian Selatan Uni Soviet, Timur Tengah mencakup Turki, Lembah
Mediterania, Meksiko, Amerika Selatan, Amerika Tengah (terutama Brazil), dan di
Sudan, Kenya, Etiopia, dan pinggiran padang rumput Sub Sahara Afrika. Dibanyak
wilayah yang terjangkit, penyakit umumnya menyebar diantara anak-anak, dan remaja
namun terkadang sebagai gelombang wabah. Distribusi Penyakit berkurang dengan adanya
penggunaan insektisida anti malaria. Di wilayah dimana populasi anjing telah dikurangi
secara drastis, maka penyakit ini pada manusia juga berkurang.
4. Reservoir – Diketahui atau diperkirakan termasuk manusia, anjing liar, anjing peliharaan.
Di India, Nepal dan Bangladesh diketahui hanya manusia sebagai reservoir.
5. Cara penularan – melalui gigitan lalat pasir phlebotomine yang terinfeksi (lihat bagian I,
diatas).
6. Masa inkubasi – biasanya 2 – 6 bulan, rentang waktu dari 10 hari sampai bertahun-tahun.
7. Masa penularan – biasanya tidak ditularkan dari orang ke orang, namun dapat melalui
lalat pasir selama parasit masih tetap ada dalam peredaran darah atau kulit dari reservoir
mamalia. Penularan phlebotomines dapat terus berlangsung walaupun telah terjadi
penyembuhan secara klinis.
303
8. Kerentanan dan Kekebalan
Pada umumnya semua orang rentan terhadap penyakit ini. Kala azar nampaknya
merangsang terjadinya kekebalan homolog seumur hidup. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa infeksi yang tidak nampak (inapparent) dan sub klinis sering terjadi dan malnutrisi
sebagai pencetus munculnya gejala klinis dan mengaktifkan penyakit yang tidak nampak.
Penyakit yang muncul pada penderita AIDS, diperkirakan sebagai akibat reaktifasi dari
infeksi laten.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara Pencegahan: lihat bagian I, 9A, diatas. Di daerah tertentu dilakukan
eliminasi anjing peliharaan yang berperan sebagai reservoir.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya :
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Di daerah tertentu dimana
leishmaniasis endemis, penyakit ini harus dilaporkan , kelas 3 B (lihat tentang
Laporan Penyakit Menular).
2) Isolasi: Tindakan kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan tubuh.
3) Desinfeksi serentak: Tidak ada.
4) Karantina: Tidak ada.
5) Imunisasi terhadap orang-orang yang kontak: Tidak ada.
6) Penelitian terhadap orang-orang yang kontak dengan sumber infeksi: biasanya
Tidak ada.
7) Pengobatan spesifik: Sodium stibogluconate (Pentostam® ), yang disediakan dari
CDC, Atlanta dan meglumine antimonate (Glucantime) cukup manjur. Kasus yang
tidak bereaksi terhadap antimony dapat diobati dengan amphotericin B atau
pentamidine; obat ini tidak digunakan secara rutin sebab toksisitasnya di beberapa
negara, seperti Kenya dan India. Penyakit ini kurang beraksi terjadap pengobatan
dibandingkan dengan negara-negara Mediteranean sehingga membutuhkan proses
pengobatan yang lebih lama dibandingkan yang biasanya dilakukan.
C. Penangulangan wabah: Upaya penanggulangan yang efektif harus mencakup
pengetahuan yang baik tentang ekologi setempat dan rantai penularan penyakit, diikuti
dengan mengadopsi cara-cara penaggulangan yang praktis untuk memutuskan rantai
penularan.
D. Implikasi bencana: Tidak ada.
E. Tindakan lebih lanjut : Koordinasi program penanggulangan secara institusional
diantara Negara-negara tetangga dimana penyakit ini endemis. Manfaatkan
pusat-pusat kerjasama WHO.
304
KUSTA/LEPRA ICD – 9 030; ICD – 10 A 30
(Morbus Hansen)
1. Identifikasi
yaitu penyakit kronis yang sebabkan oleh bakteri yang menyerang kulit, syaraf tepi.
Dan pada penderita dengan tipe lepromatosa menyerang saluran pernapasan bagian atas.
Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spectrum yang berada
diantara dua bentuk klinis dari lepra yaitu bentuk lpromatosa dan tuberkuloid. Pada kusta
bentuk lepromatosa kelainan kulit berbentuk nodula, papula, macula dan infiltrate yang
difus tersebar simetris bilateral dan biasanya ekstensif dan dalam jumlah banyak.
Terkenanya daerah hidung dapat membentuk krusta, tersumbatnya jalan napas dan dapat
terjadi epistaksis. Terserangnya mata dapat menimbulkan iritis dan keratitis. Pada kusta
tipe tuberkuloid, lesi kulit biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa atau
hipoetesi asimitris bilateral. Terserangnya syaraf biasanya cenderung menjadi semakin
berat. Kusta bentuk borderline memiliki gambaran dari kedua tipe kusta dan lebih
labil. Mereka cenderung menjadi tipe lepromatosa jika penderita tidak diobati dengan
benar dan menjadi tipe tuberkuloid pada penderita yang diobati dengan benar.
Bentuk awal dari kusta ditandai dengan munculnya macula hipopigmentasi dengan batas
lesi yang tegas yang dapat berkembang menjadi bentuk tuberkuloid, borderline atau
bentuk lepromatosa. Gejala klinis dari kusta dapat juga berupa “reaksi kusta” yaitu
dengan episode akut dan berat. Reaksi kusta ini disebutkan dengan nama erythema
nodosum leprosum pada penderita tipe lepromatosa dan disebut dengan reaksi terbalik
pada kusta borderline.
Diagnosa klinis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan kulit secara lengkap dengan
menemukan tanda-tanda terserangnya syaraf tepi berupa gejala hipestasia, anesthesia,
paralysis pada otot dan ulkus tropikum. Untuk mengetahui apakah terjadi pembesaran dan
pengerasan syaraf tepi, dilakukan palpasi bilateral, untuk n. ulnaris dilakukan pada bahu
dan untuk n. peronealis pada caput bibulae. Begitu pula dilakukan pemeriksaan terhadap
n. auricularis major. Dilakukan tes terhadap sensasi kulit dengan rabaan halus, ditusuk
dengan jarum pentul, diskriminasi suhu. Untuk diagnosa banding harus dibedakan dengan
penyakit lain yang menimbulkan penyakit kulit yang infiltratif seperti limfoma, lupus
eritomatosa, psoriasis, skleroderma dan neurofibromatosis. Leishmaniasis difosa, infeksi
jamur pada kulit, myxedema, kulit pachydernoperiostosis, gejala klinisnya dapat mirip
dengan kusta tipe lepromatosa, namun tidak ditemukan bakteri tahan asam. sedang
sebab kekurangan gizi, nevus dan jaringan parut pada kulit dapat mirip dengan kusta tipe
tuberkuloid.
Diagnossa kusta tipe lepromatosa (multibaciller) ditegakkan dengan ditemukannya bakteri
tahan asam pada sediaan yang diambil dengan melakukan incisi pada kulit. Pada kusta
tipe tuberkuloid (paucibaciller) jumlah basil kemungkinan sangat sedikit sehingga sulit
ditemukan pada pemeriksaan. Dalam keadaan ini media kulit hendaknya dikirim kepada
ahli patologi yang berpengalaman dalam penegakkan diagnosa kusta. Timbulnya gejala
terserangnya saraf dan ditemukannya bakteri tahan asam merupakan gejala
patognopmonis kusta.
305
2. Pemicu penyakit – Mycobakterium leprae. Organisme ini belum bisa dibiakkan pada
media bakteri atau kultur sel. Bateri ini dapat dibiakkan pada jaringan telapak kaki tikus
dengan jumlah mencapai 106 per gram jaringan; pada percobaan infeksi melalui binatang
armadillo, bakteri ini bisa tumbuh hingga 109 sampai 110 per gram jaringan.
3. Distribusi Penyakit
Pada tahun 1997 jumlah penderita kusta didunia diperkirakan oleh WHO mencapai 1,15
juta kasus. Angka prevalensi lebih dari 5/1000 biasanya ditemukan di pedesaan daerah
tropis dan sub tropis; kondisi sosioekonomi warga mungkin lebih penting dari pada
iklim. Wilayah endemis utama penyakit ini yaitu Asia Selatan dan Asia Tenggara,
termasuk Filipina, Indonesia, Papua Nugini, beberapa Kepulauan Pasifik, Banglades dan
Myanmar ( Birma); Afrika tropis, dan beberap daerah di Amerika Latin. Angka yang
dilaporkan di Negara-negara Amerika bervariasi antara < 0,1 sampai 14 per 10.000. Kasus
yterbaru yang ditemukan di AS utamanya berasal dari Caifornia, Florida, Hawaii,
Lousiana, Texas, dan New York City, dan di Puerto Rico. Hampir seluruh kasus ini
ditemukan pada para imigran dan pengungsi yang telah tertular di negara asal mereka;
Meskipun demikian penyakit ini menjadi endemis di California, Hawai, Texas dan Puerto
Rico.
4. Reservoir – Sampai saat ini manusia merupakan satu-satunya yang diketahui berperan
sebagai reservoir. Di Lusiana dan Texas binatang armadillo liar diketahui secara alamiah
dapat menderita penyakit yang memiliki kusta seperti pada percobaan yang dilakukan
dengan binatang ini. Diduga secara alamiah dapat terjadi penularan dari armadilo kepada
manusia. Penularan kusta secara alamiah ditemukan terjadi pada monyet dan simpanse
yang ditangkap di Nigeria dan Sierra Lione.
5. Cara penularan
Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas penularan di dalam
rumah tangga dan konta/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya sangat
berperan dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lendir hidung pada
penderita kusta tipe lepromatosa yang tidak diobati, dan basil terbukti dapat hidup selama
7 hari pada lendir hidung yang kering. Ulkus kulit pada penderita kusta lepromatusa dapat
menjadi sumber penyebar basil. Organisme kemungkinann masuk melalui saluran
pernafasan atas dan juga melalui kulit yang terluka. Pada kasus anak-anak dibawah umur
satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta.
6. Masa inkubasi – Berkisar antara 9 bulan sampai 20 tahun dengan rata-rata yaitu 4 tahun
untuk kusta tuberkuloid dan dua kali lebih lama untuk kusta lepromatosa. Penyakit ini
jarang sekali ditemukan pada anak-anak dibawah usia 3 tahun; meskipun, lebih dari 50
kasus telah ditemukan pada anak-anak dibawah usia 1 tahun, yang paling muda yaitu
usia 2,5 bulan.
7. Masa penularan – Fakta klinis dan laboratorium membuktikan bahwa infektivitas
penyakit ini hilang dalam waktu 3 bulan melalui pengobatan berkelanjutan dan teratur
dengan memakai Dapsone (DDS) atau clofasimine atau dalam waktu 3 hari dengan
memakai rifampin.
306
8. Kerentanan dan kekebalan
Kelangsungan dan tipe penyakit kusta sangat tergantung pada kemampuan tubuh untuk
membentuk “cell mediated“ kekebalan secara efektif. Tes lepromin yaitu prosedur
penyuntikan M. Leprae yang telah mati kedalam kulit; ada tidaknya indurasi dalam 28
hari setelah penyuntikan disebut dengan reaksi Mitsuda. Reaksi Mitsuda negatif pada
kusta jenis lepromatosa dan positif pada kusta tipe tuberkuloid, pada orang dewasa
normal. sebab tes ini hanya memiliki nilai diagnosis yang terbatas dan sebagai
pertanda adanya imunitas. Komite Ahli Kusta di WHO menganjurkan agar penggunaan
tes lepromin terbatas hanya untuk tujuan penelitian. Angka hasil tes yang positif akan
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sebagai tambahan tingginya prevalensi
transformasi limfosit yang spesifik terhadap M. leprae dan terbentuknya antibodi spesifik
terhadap M. leprae diantara orang yang kontak dengan penderita kusta menandakan
bahwa penularan sudah sering terjadi walaupun hanya sebagian kecil saja dari mereka
yang menunjukan gejala klinis penyakit kusta.
9. Cara-cara pemberantasan – tersedianya obat-obatan yang efektif untuk pengobatan dan
mencegah penularan secara cepat, seperti rifampin, telah mengubah penatalaksanaan
penderita penyakit kusta dan kehidupan penderita kusta dari pengucilan sosial kepada cara
berobat jalan. Perawatan dirumah sakit hanya dilakukan untuk menangani reaksi obat.
Operasi untuk mengoreksi kecacatan dan pengobatan luka yang disebabkan sebab
anestesia pada ekstremitas.
A. Upaya Pencegahan :
1) Penyuluhan kesehatan harus menekankan pada pemberian informasi tentang telah
tersedianya obat-obatan yang efektif, tidak terjadi penularan pada penderita yang
berobat teratur serta upaya pencegahan cacat fisik dan sosial.
2) Lakukan pencarian penderita, khususnya penderita tipe multibasiler yang menular,
dan berikan pengobatan kombinasi “multidrug therapy“ sedini mungkin secara
teratur dengan berobat jalan jika memungkinkan.
3) Uji coba lapangan di Uganda, India, Malawi, Myanmar dan Papua Nugini,
pemberian profilaktit Bacillus Calmette – Guérin (BCG) jelas dapat mengurangi
timbulnya penyalit kusta tuberkuloid pada orang-orang yang kontak. Sebuah studi
di India, pemberian BCG menunjukkan adanya perlindungan yang signifikan
terhadap kusta namun tidak terhadap tuberkulosis; studi yang dilakukan di
Myanmar dan India menunjukkan perlindungan yang kurang dibandingkan dengan
studi di Uganda. Studi chemoprophylaxis menunjukkan bahwa ± 50%
perlindungan dari penyakit ini diperoleh dengan pemberian dapsone atau
acedapsone, namun cara ini tidak dianjurkan kecuali dengan pengawasan yang
intensif. Penambahan M. leprae yang telah mati pada umumnya BCG tidak
meningkatkan perlindungan.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya;
1) Laporan ke instansi Kesehatan setempat: Pelaporan kasus diwajibkan di banyak
negara bagian di AS dan hampir di semua negara, Kelas 2B (lihat tentang Laporan
Penyakit Menular ).
307
2) Isolasi: tidak diperlukan untuk penderita kusta tipe tuberkuloid; isolasi terhadap
kontak harus dilakukan untuk kasus kusta lepromatosa sampai saat pengobatan
kombinasi diberikan. Perawatan dirumah sakit biasanya dilakukan selama
penanganan reaksi obat. Tidak diperlukan prosedur khusus untuk kasus yang
dirawat di RS. Di RS umum dilperlukan ruangan terpisah untuk alasan kesopanan
atau sosial. Terhadap penderita yang sudah dianggap tidak menular lagi, tidak ada
pembatasan bagi yang bersangkutan untuk bekerja dan bersekolah.
3) Disinfeksi serentak dilakukan terhadap lendir hidung penderita yang menular.
Dilakukan pembersihan menyeluruh.
4) Karantina: tidak dilakukan
5) Imunisasi terhadap orang-orang yang kontak: tidak dilakukan secara rutin ( lihat
9A3 di atas )
6) Investigasi orang-orang yang kontak dari sumber infeksi: pemeriksaan dini paling
bermanfaat, namun pemeriksaan berkala di rumah tangga dan orang-orang yang
kontak dekat sebaiknya dilakukan 12 bulan sekali selama 5 tahun setelah kontak
terakhir dengan kasus yang menular.
7) Pengobatan spesifik: Mengingat sangat tingginya tingkat resistensi dari dapsone
dan munculnya resistensi terhadap rifampin maka pemberian terapi kombinasi
(multidrug theraphy) sangatlah penting. Rejimen minimal yang dianjurkan oleh
WHO untuk kusta tipe multibasiler yaitu rifampin, 600 mg sebulan sekali;
dapsone (DDS), 100 mg per hari; dan clofasimine, 300 mg sebulan sekali dan 50
mg per hari Rifampin dan clofasimin yang diberikan setiap bulan harus diawasi
dengan ketat. Komite Ahli Kusta WHO telah mentapkan waktu minimal yang
diperlukan untuk pengobatan kusta tipe multibasiler dipersingkat menjadi 12 bulan
dimana sebelumnya waktu pemberian pengobatan yaitu 24 bulan. Pengobatan
jika diperlukan dapat diperpanjang sampai pada pemeriksaan specimen kulit
menunjukkan hasil negative. Untuk penderita kusta tipe pausibasiler (tuberkuloid)
atau untuk penderita denga lesi kulit tunggal pemberian dosis tunggal obat
kombinasi yang terdiri dari 600 mg rifampin, 400 mg ofloxaxin dan 100 mg
mynocyclone sudah mencukupi. Bagi penderita tipoe pausibasiler dengan lesi kulit
lebih dari satu, rejimen yang dianjurkan yaitu (600 mg rifampin yang diberikan
sebulan sekali dengan pengawasan yang ketat, 100 mg dapsone setiap hari),
diberikan selama 6 bulan. Penderita yang sedang mendapat pengobatan harus
dimonitor untuk melihat kemungkinan terjadinya efek samping, reaksi kusta, dan
ulkus tropikum. Komplikasi yang tertentu yang terjadi selama pengobatan perlu
rujuk pada pusat rujukan.
C. Penanggulangan wabah: Tidak ada.
D. Impilkasi bencana: Setiap penundaan pada jadwal pengobatan akan berakibat serius.
Dalam keadaan perang, seringkali diagnosa dan pengobatan penderita kusta
terabaikan.
E. Tindakan lebih lanjut : Pengawasan lebih lanjut dibatasi pada kasus menular yang
belum mendapatkan pengobatan. Manfaatkan Pusat – pusat kerjasama WHO.
308
LEPTOSPIROSIS ICD – 9 100; ICD – 10 A27
(Penyakit Weil, Demam Canicola, Ikterus Hemoragika, demam lumpur, penyakit Swinerherd)
1. Identifikasi
Kelompok penyakit zoonis yang disebabkan oleh bakteri dengan manifestasi berubah-
ubah. Ciri-ciri yang umum yaitu demam dengan serangan tiba-tiba, sakit kepala,
menggigil, mialgia berat (betis dan kaki ) dan merah pada conjuctiva. Manifestasi lain
yang mungkin muncul yaitu demam diphasic, meningitis, ruam (palatal exanthem),
anemia hemolytic, pendarahan didalam kulit dan selaput lendir, gatal hepatorenol,
gangguan mental dan depresi, myocarditis dan radang paru-paru dengan atau tanpa
hemopthisis. Didaerah yang endemis leptospirosis, mayoritas infeksi tidak jelas secara
klinis atau terlalu ringan untuk didiagnosa secara pasti. Kasus sering didiagnosa salah
sebagai meningitis, ecefalitis atau influenza; buktiserologis adanya infeksi leptospira
ditemukan diantara 10 % kasus meningitis dan encephalitis yang tidak terdiagnosa. Gejala
klinis berlangsung selama beberapa hari sampai 3 minggu atau lebih. Secara umum, ada
dua fase dari penyakit; tahap leptospiremia atau febris, diikuti dengan fase pemulihan
atau kekebalan. Penyembuhan kasus yang tidak diobati akan memerlukan waktu beberapa
bulan. Infeksi dapat terjadi tanpa adanya gejala; keparahan penyakit bervariuasi sesuai
dengan serovarian bakteri yang menginfeksi. Angka kematian kasus cukup rendah namun
dapat meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan dapat mencapai 20 % atau lebih
pada penderita yang mengalami ikterus dan kerusakan ginjal yang tidak dilakukan
hemodialisis; kematian umumnya disebabkan oleh kerusakan hepatorenal, kelainan
pembuluh darah disertai dengan perdarahan, terjadinya sindroma gagal pernafasan pada
orang dewasa atau aritmia jantung disebab kan miokarditis. Jenis letospira yang berbeda
ditemukan pada lokasi yang berbeda sehingga tes serologi harus memakai panel yang
khusus untuk mendiagnosa leptospira di suatu daerah tertentu. Kesulitan dalam
mendiagnosa penyakit ini menyulitkan upaya pemberantasan sehingga sering
memicu peningkatan angka kematian sebab penderita cenderung menjadi berat
sebab tidak dilakukan diagnosa dan pengobatan yang tepat. Diagnosa ditegakkan dengan
adanya peningkatan titer antibody pemeriksaan serologis seperti dengan aglutinasi
mikroskopik, dengan isolasi leptospira dari darah (7 hari pertama), atau dari LCS (pada
hari ke-4 sampai ke-10) pada fase akut dari urin setelah hari ke-10 dengan memakai
media khusus. Inokulasi pada marmot dan tikus hamster atau gerbil sering memberikan
hasil positif. Pemeriksaan dengan teknik IF dan ELISA dipakai untuk mendeteksi
leptospira pada specimen penderita dan specimen yang daimbil pada otopsi.
2. Pemicu penyakit
Pemicu penyakit yaitu Leptospira, anggota dari ordo Spirochaetales. Leptospira yang
menularkan penyakit termasuk kedalam spesies Leptospira interrogans, yang dibagi lagi
menjadi berbagai serovarian. Lebih dari 200 serovarian telah diketahui, dan semuanya
terbagi dalam 23 kelompok (serogroup) yang didasarkan pada keterkaitan serologis.
Perubahan penting dalam penamaan (nomenklatur) leptospira sedang dibuat didasarkan
atas keterkaitan DNA. Serovarian yang umum ditemukan di AS yaitu
Icterohaemorrhagiae, canicola, autumnalis, hebdomidis, australis dan pomona. Di
Inggris, New Zealand dan Australia, infeksi L. interrogans serovarian hardjo paling
sering terjadi pada manusia yang kontak dekat dengan perternakan yang terinfeksi.
309
3. Distribusi Penyakit
Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia; muncul di daerah perkotaan dan pedesaan baik
di Negara maju maupun Negara berkembang kecuali daerah kutub. Penyakit ini dapat
terjadi sebagai risiko pekerjaan (occupational hazard) menyerang petani padi dan tebu,
pekerja tambang, dokter hewan, peternak, peternak sapi perah, pekerja yang berkerja di
pemotongan hewan, nelayan dan tentara. KLB dapat terjadi pada orang-orang yang
trepajan dengan sungai, kanal dan danau yang airnya tercemar dengan urin dari binatang
peliharaan dan binatang liar atau tercemar urin dan jaringan binatang yang terinfeksi.
Penyakit ini juga merupakan risiko rekreasi (recreational hazard). Bagi perenang, pendaki
gunung, olahrawagawan, dan mereka yang berkemah di daerah infeksi. Dengan demikian
penyakit ini terutama menyerang laki-laki terkait dengan pekerjaan, namun cenderung
terjadi peningkatan jumlah penderita pada anak-anak di daerah perkotaan. KLB yang
cukup besar di Nikaragua pada tahun 1995 dan menimbulkan banyak kematian. Dan pada
Pebruari 1997-1998 KLB terjadi di India, Singapura, Thailand dan Kazaktan.
4. Reservoir – Hewan peliharaan dan binatang liar; serovarian berbeda-beda pada setiap
hewan yang terinfeksi. Khususnya tikus besar (ichterohemorrhagiae), babi
(pomona), lembu (hardjo), anjing (canicola), dan raccoon (autumnalis) di AS, babi
terbukti menjadi tempat hidup bratislava; sedang di Eropa badger sejenis mamalia
carnivora juga dilaporkan sebagai reservoir. Ada banyak hewan lain yang dapat menjadi
hospes alternative, biasanya berperan sebagai carrier dalam waktu singkat. Hewan-hewan
ini yaitu binatang pengerat liar, rusa, tupai, rubah, raccoon, mamalia laut (singa
laut). Serovarian yang menginfeksi reptile dan amfibi belum terbukti dapat menginfeksi
mamalia, namun di Barbados dan Trinidad dicurigai telah menginfeksi manusia. Pada
binatang carrier terjadi infeksi asimtomatik, leptospira ada didalam tubulus renalis
binatang ini sehingga terjadi leptuspiruria seumur hidup binatang ini .
5. Cara penularan – Melalui Kontak pada kulit, khususnya apabila terluka, atau kontak
selaput lendir dengan air, tanah basah atau tanaman, khususnya tanaman tebu yang
terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi, berenang, luka yang terjadi sebab
kecelakaan kerja; kontak langsung dengan urin atau jaringan tubuh hewan yang terinfeksi;
kadang kadang melalui makanan yang terkontaminasi dengan urin dari tikus yang
terinfeksi; dean kadang kadang melalui terhirupnya “droplet” dari cairan yang
terkontaminasi.
6. Masa inkubasi – biasanya 10 hari, dengan rentang 4-19 hari.
7. Masa penularan – Penularan langsung dari orang ke orang sangat jarang terjadi.
Leptospira dapat dikeluarkan melalui urin, biasanya dalam waktu 1 bulan, namun
leptospiruria telah ditemukan pada manusia dan hewan dalam waktu 11 bulan setelah
menderita penyakit akut.
8. Kerentanan dan kekebalan – Pada umumnya orang rentan; kekebalan timbul terhadap
serovarian tertentu yang disebabkan oleh infeksi alamiah atau (kadang-kadang) setelah
pemberian imunisasi namun kekebalan ini belum tentu dapat melindungi orang dari infeksi
serovarian yang berbeda.
310
9. Cara – cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan :
1) Beri penyuluhan kepada warga tentang cara-cara penularan penyakit ini.
Jangan berenang atau menyeberangi sungai yang airnya diduga tercemar oleh
leptospira, dan gunakan alat-alat pelindung yang diperlukan apabila harus bekerja
pada perariran yang tercemar.
2) Lindungi para pekerja yang bekerja di daerah yang tercemar dengan perlindungan
secukupnya dengan menyediakan sepatu boot, sarung tangan dan apron.
3) Kenali tanah dan air yang berpotensi terkontaminasi dan keringkan air ini jika
memungkinkan.
4) Berantas hewan-hewan pengerat dari lingkungan pemukiman terutama di pedesaan
dan tempat-tempat rekreasi. Bakar lading tebu sebelum panen.
5) Pisahkanhewan peliharaan yang terinfeksi; cegah kontaminasi pada lingkungan
manusia, tempat kerja dan tempat rekreasioleh urin hewan yang terinfeksi.
6) Pemberian imunisasi kepada hewan ternak dan binatang peliharaan dapat
mencegah timbulnya penyakit, namun tidak emncegah terjadinya infeksi
leptospiruria. Vaksin harus mengandung strain domain dari leptospira di daerah
itu.
7) Imunisasi diberikan kepada orang yang sebab pekerjaannya terpajan
denganleptospira jenis serovarian tertentu, hal ini dilakukan di Jepang, Cina, Itali,
Spanyol, Perancis dan Israel.
8) Doxycycline telah terbukti efektif untuk mencegah leptospirosis pada anggota
militer dengan memberikan dosis oral 200 mg seminggu sekali selama masa
penularan di Panama.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekiratnya :
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Pelaporan kasus diwajibkan
dibanyak negara bagian ( AS) dan negara lain di dunia, Klasifikasi 2B (lihat
tentang laporan penyakit smenular)
2) Isolasi: Tindakan kewaspadan terhadap darah dan cairan tubuh.
3) Disinfeksi serentak: Dilakukan terhadap benda yang tercemar dengan urin.
4) Karantina: TIDAK DILAKUKAN.
5) Imunisasi terhadap kontak: TIDAK DILAKUKAN.
6) Investigasi orang-orang yang kontak dan sumber infeksi: Selidiki adanya hewan-
hewan yang terinfeksi dan air yang terkontaminasi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, cephalosporin lincommycin dan erythromycin
menghambat pertumbuhan leptospira invitro. Doxycyline dan penisilin G terbukti
efektif dalam percobaan “Double Blind Plasebo Controlled trials‘’ Penisilin G dan
amoksisilin terbukti masih efektif walaupun diberikan dalam 7 hari sakit. Namun
pengobatan yang tepat dan sedini mungkin sangatlah penting.
C. Penanggulangan wabah: Mencari sumber infeksi seperti kolam renang yang
terkontaminasi dan sumber air lainnya; menghilangkan kontaminasi atau melarang
penggunaannya. Menyelidiki sumber penyakit dan lingkungan pekerjaan, termasuk
mereka yang kontak langsung dengan hewan.
311
D. Implikasi bencana: Potensial untuk terjadi penularan dan KLB pada saatterjadi banjir
yang menggenagi daerah sekitarnya.
E. Tindakan lebih lanjut : Manfaatkan pusat kerjasama WHO.
LISTERIOSIS ICD-9 027.0; ICD-10 A32
1. Identifikasi
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri biasanya berupa meningoencephalitis dan atau
septicemia pada bayi baru lahir dan orang dewasa, gejala klinis penyakit ini pada wanita
hamil yaitu demam dan keguguran. Mereka yang berisiko tinggi terinfeksi yaitu bayi
baru lahir, orang lanjut usia (manula), yang tidak memiliki cukup kekebalan tubuh dan
wanita hamil. Kejadian meningoencephalitis (jarang terjadi pada wanita hamil) bisa terjadi
tiba-tiba, dengan demam, sakit kepala yang hebat, mual-mual, muntah-muntah dan tanda-
tanda iritasi slaput otak, atau bisa sub akut, khususnya pada orang dengan kekebalan tubuh
yang kurang dan usia lanjut. Delirium dan koma dapat terjadi pada awal sakit: kadang-
kadang pingsan dan shock. Endokarditis, lesi granulair pada hati dan organ lain, abses
internal dan external yang terlokalisir dan lesi pustuler atau papuler pada kulit dapat
terjadi pada keadaan tertentu. Orang normal yang terjangkit penyakit ini kadang hanya
berupa serangan akut, ringan, febris. namun infeksi pada wanita hamil dapat ditularkan
kepada janin. Bayi dapat mengalami kematian, lahir dengan septicemia, atau terkena
radang selaput otak pada saat dilahirkan meskipun pada ibunya tidak tampak gejala. Pada
saat masa post partum penyakit ini jarang terjadi, namun “case fatality rate’‘ penyakit ini
bias mencapai 30 % pada bayi baru lahir dan menjadi 50 % pada usia 4 hari pertama. Pada
kejadian wabah terakhir, angka “case fatality rate”‘ keseluruhan pada orang dewasa yang
tidak hamil yaitu 35 %; 11 % pada usia di bawah 40 tahun dan 63 % pada usia 60 tahun
keatas.
Hasil diagnosa dipastikan dengan mengisolasi Pemicu penyakit dari LCS, darah, cairan
amnion, plasenta, meconium, lochia, pencucian lambung dan tempat-tempat lain dimana
infeksi dapat terjadi. Listeria monocytogenes dapat diisolasi dari tempat yang biasanya
steril pada media rutin, namun harus hati-hati agar dapat dibedakan organisme ini dengan
basil gram-positif lainnya, terutama diphtheroid. Isolasi dari spesimen yang
terkontaminasi sering dilakukan dengan memakai media selektif yang diperkaya.
Pemeriksaan mikroskopis terhadap LCS atau meconium hanya bersifat diagnosa perkiraan
(presumtif); sedang pemeriksaan serologi tidak dapat dipercaya.
2. Pemicu penyakit – Listeria monocytogenes, bakteri berbentuk gram positif; infeksi
pada manusia biasanya disebabkan oleh serovarian 1/2 a, 1/2b dan 4b.
3. Distribusi Penyakit
Penyakit yang jarang terdiagnosa; Di AS jumlah penderita yang sampai memerlukan
perawatan di rumah sakit sekitar 1/200.000 warga .
312
Penyakit ini biasanya muncul sporadic, namun beberapa KLB belakangan ini dilaporkan
terjadi hamper di semua musim. Sekitar 30% dari kasus klinis terjadi pada usia 3 minggu
pertama. Pada wanita yang tidak hamil infeksi terjadi setelah usia 40 tahun. Pernah
dilaporkanterjadi infeksi nosocomial. Infeksi asymptomatic terjadi pada semua usia,
namun infeksi pada wanita hamil perlu perhatian khusus. Aborsi dapat terjadi setiap saat,
namun paling sering terjadi pada usia pertengahan kehamilan. Infeksi perinatal didapat
selama trimester terakhir.
4. Reservoir
Reservoir utama organisme ini yaitu tanah, makanan ternak, Lumpur dan tempat
penyimpanan makanan ternak. Penyimpanan makanan ternak yang biasa dilakukan secara
musiman meningkatkan insidens listeriosis pada binatang. Reservoir lain yaitu binatang
liar dan binatang peliharaan yang terinfeksi, manusia, unggas. Carrier yang tidak
menunjukkan gejala dan dalam tinjanya selalu mengandung listeria mencapai 10%, lebih
tinggi pada orang yang bekerja pada rumah potong hewan dan pada petugas laboratorium
yang menangani kultur Listeria mocyctogenes. Keju lunak dapat berperan sebagai media
pertumbuhan listeria pada waktu proses pembuatannya dan dapat menimbulkan KLB.
Berbeda dengan organisme Pemicu KLB melalui makanan yang lain, listeria tetap
berkembang biak pada makananyang terkontaminasi yang disimpan di lemari es.
5. Cara Penularan
Penularan penyakit listeriosis dilaporkan terjadi sebab minum susu tercemar, keju lunak,
sayur mayur dan daging siap makan, seperti “pâtè”. Sebagian besar lesteriosis yang terjadi
secara sporadis akibat penularan melalui makanan. Luka papuler pada tangan dan lengan
dapat terjadi melalui kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi. Infeksi pada bayi
baru lahir, organisme dapat ditularkan dari ibu ke janin dalam rahim atau ketika melewati
jalan lahir yang terinfeksi. Jarang sekali dilaporkan terjadi penularan pada kamar anak-
anak melalui alat atau benda yang terkontaminasi.
6. Masa Inkubasi – Bervariasi; penularan terjadi antara 3 – 70 hari setelah terpapar suatu
produk yang tercemar. Median masa inkubasi diperkirakan 3 minggu.
7. Masa Penularan – Seorang ibu yang menginfeksi bayinya tetap mengandung bakteri
pada vagina dan urin selama 7 – 10 hari setelah melahirkan dan jarang lebih lama. Namun
orang yang terinfeksi, dalam tinjnya dapat mengandung bakteri selama beberapa bulan.
8. Kerentanan dan kekebalan – Janin dan bayi baru lahir sangat rentan. Anak anak dan
orang dewasa muda umumnya kebal, kekebalan orang dewasa yang berusia lebih dari 40
tahun menurun, khususnya yang sistim kekebalannya terganggu dan usia lanjut. Penyakit
ini biasanya sangat mudah terjadi pada orang yang menderita penyakit lain seperti kanker,
trasplantasi organ, diabetes dan AIDS. Sedikit sekali bukti bahwa timbul kekebalan,
bahkan setelah mengalami infeksi yang berat.
313
9. Cara–cara Pemberantasan -
A. Tindakan Pencegahan :
1) Wanita hamil dan orang yang memiliki kekebalan tubuh yang kurang harus
menghidari mengkonsumsi keju lunak seperti keju Brie, Camembert dan keju ala
Mexico. Mereka harus memasak hingga mendidih makanan sisa atau makanan
seperti “hot dog”. Mereka harus menghindari daging mentah dan hanya
menkonsumsi daging yang dimasak serta produk susu yang telah di pasteurisasi.
Mereka juga harus menghindari kontak dengan bahan yang terinfeksi, seperti janin
ternak yang mati sebab keguguran.
2) Pastikan keamanan makanan yang berasal dari hewan. Pasteurisasi semua produk
susu jika memungkinkan. Lakukan radiasi terhadap semua keju lunak setelah
pemasakan atau lakukan pemantauan terhadap produk susu yang belum
dipasteurisasi, seperti keju lunak, dengan cara mengambil sampel untuk dikultur
melihat kemungkinan tercemar listeria.
3) Makanan jadi yang telah terkontaminasi Listeria monocytogenes (misalnya pada
saat melakukan surveilans bakteri secara rutin) harus ditarik dari peredaran.
4) Cuci sayuran mentah dengan bersih sebelum dimakan.
5) Masak makanan mentah yang berasal dari hewan seperti sapi, babi dan unggas
sampai matang benar.
6) Cuci tangan, pisau, dan talenan setelah memotong makanan yang belum dimasak.
7) Hindari penggunaan pupuk yang belum diolah untuk tanaman sayuran.
8) Dokter hewan dan petani harus melakukan tindakan pencegahan yang tepat dalam
menangani janin hewan yang aborsi dan hewan yang sakit atau mati, khususnya
biri biri yang mati sebab encephalitis.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya:
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: pelaporan khusus diwajibkan
dibanyak negara bagian (AS) dan dibeberapa negara, Klasifikasi 2B; sedang di
negara lain, laporan diperlukan jika terjadi peningkatan jumlah khusus, Klasifikasi
4 (lihat Laporan Penyakit Menular).
2) Isolasi: tindakan kewaspadaan terhadap penyekit enterik.
3) Disinfeksi serentak: Tidak ada
4) Karantina: Tidak ada.
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada.
6) Investigasi orang-orang yang kontak dan sumber infeksi: data surveilans kasus
harus sering dianalisa akan kemungkinan adanya peningkatan jumlah kasus semua
kejadian yang diduga KLB harus diteliti terhadap kemungkinan adanya satu
sumber infeksi (common source).
7) Pengobatan spesifik: Penisilin dan ampicilin atau ditambah dengan
aminoglycosides. Untuk penderita yang alergi terhadap penecilin, TMP-SMX atau
erythromycin dapat digunakan. Cephalosporin, termasuk cephalosporin generasi
ke tiga, tidak efektif untuk pengobatan listeriosis secara klinik . Telah ditemukan
resistensi terhadap tetracyclin. Specimen dari meconium yang dicat dengan gram
dari bayi baru lahir yang dicurigai menderita listeriosis harus diperiksai
keberadaan jenis batang gram positif L. monocytogenes. Jika hasilnya positif,
profilaksis antibiotik harus diberikan sebagai tindakan pencegahan.
314
C. Penanggulangan Wabah: Lakukan investigasi terhadap KLB untuk mengetahui
sumber infeksi, dan mencegah adanya kontak lebih lanjut dengan sumber ini .
D. Implikasi Bencana: Tidak ada
E. Penanganan lebih lanjut : Tidak ada.
LOIASIS ICD –9 125.2; ICD–10 B74.3
(Infeksi Loa loa, Penyakit cacing mata Afrika, Pembengkakan Calabar)
1. Identifikasi
Suatu penyakit filarial kronis yang ditandai dengan migrasi cacing dewasa kedalam
jaringan kulit atau jaringan tubuh yang lebih dalam, memicu pembengkakan
sementara dengan diameter sebesar beberapa sentimeter, dapat terjadi pada bagian tubuh
manapun. Pembengkakan didahului oleh rasa sakit pada lokasi tertentu disertai dengan
pruritus. Pruritus lengan, dada, wajah dan bahu merupakan gejala utama. Nama local
antara lain: ‘pembengkakan sementara‘ dan ‘pembengkakan Calabar‘. Migrasi dibawah
conjunctiva bulbaris dapat disertai dengan rasa sakit dan edema. Terkadang timbul reaksi
alergi berupa urticaria yang lebar disertai demam.
Infeksi oleh filarial lain, seperti Wuchereria bancrofti, Onchocerca volvulus, Monsonella
(Dipetalonema) perstans dan M. streptocerca (yang biasa ditemukan di daerah endemis
Loa-loa) harus dipertimbangkan dalam melakukan diagnosis diferensial. Larvae (mikro
filariae) terdapat dalam darah tepi pada siang hari dan dapat dilihat pada pewarnaan
sediaan darah tebal, pewarnaan sedimen serupa darah atau dengan filtrasi memakai
membran. Eosinophilia sering terjadi. DNA spesifik dari Loa-loa dapat dideteksi dari
darah orang yang terinfeksi, tanpa gejala klinis. Riwayat perjalanan seseorang penting
untuk diagnosa.
2. Pemicu penyakit – Loa-loa, sejenis cacing, filaria.
3. Distribusi penyakit – Tersebar luas di hutan hujan tropis Afrika, khususnya di Afrika
Tengah. Ditepi sungai Congo, 90 % dari warga asli beberepa desa telah terinfeksi .
4. Reservoir –