Tampilkan postingan dengan label penyakit menular 13. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penyakit menular 13. Tampilkan semua postingan

penyakit menular 13


 Influenza WHO (Atlanta, London, Tokyo dan Melbourne). Sampel dari sekret 

tenggorokan, aspirat nasofaring dan spesimen darah dapat dikirimkan ke Pusat 

Riset Influenza yang diakui oleh WHO. 

3) Lakukan studi epidemiologi dan laporkan virus Pemicu  dengan segera kepada 

otoritas kesehatan. 

4) Pastikan bahwa tersedia fsilitas pemerintah dan atau fasilitas swasta yang memadai 

untuk penyediaan vaksin dan obat antiviral dalam jumlah yang cukup, dan 

pertahankan kesinambungan program imunisasi dan pemberian obat antiviral 

kepada warga  berisiko tinggi dan bagi orang-orang yang memerlukan. 

 

 

 

 

SINDROMA KAWASAKI                ICD-9 446.1; ICD-10 M303 

(Penyakit Kawasaki, Mucocutaneous lymphnode syndrome, Acute Febrile Mucocutaneous 

lymphnode syndrome) 

 

 

1.  Identifikasi 

Ditandai dengan demam, sembuh dengan sendirinya, vasculitis sistemik dan menyerang 

usia permulaan masa kanak-kanak, penyakit ini mungkin disebabkan oleh toxin atau oleh 

agen infeksious. Secara klinis ditandai dengan demam tinggi/Spiking fever (rata-rata 

berlangsung 12 hari), tidak responsif terhadap antibiotika, iritabilitas tinggi dan terjadi 

perubahan mood; sering terjadi adenopati soliter unilateral non supuratif pada leher; 

injeksi konjungtiva bulbaris non eksudatif bilateral; enanthem yang terdiri dari 

 

 291

”Strawberry tongue”: injeksi orofaring, bibir kering dan pecah-pecah, tungkai oedema, 

erythema atau terjadi desquamasi umum atau desquamasi periungual; dan timbul 

exanthem merah polimorfus biasanya pada badan atau didaerah perineal dan dapat 

berbentuk mulai dari rash maculopapuler sampai dengan urticarial rash vasculitic 

exanthem vasculitik.  

Biasanya terdiri dari 3 fase: 1) fase demam akut berlangsung selama kira-kira 10 hari yang 

ditandai dengan demam tinggi spiking fever, rash, adenopathy, eritema atau oedema 

perifer, konjungtivitis dan enanthem 2) fase sub akut berlangsung kira-kira 2 minggu 

ditandai dengan demam, trombositosis, desquamasi, dan turunnya demam, dan 3) fase 

konvalesens yang panjang ditandai dengan menghilangnya gejala klinis. 

Case fatality rate berkisar antara 0,1% sampai 1,0%; separuh kematian dapat terjadi dalam 

2 bulan sejak sakit. 

Tidak ada hasil pemeriksaan laboratorium yang pathognominis untuk sindroma Kawasaki 

(KS). Namun biasanya pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan LED, C-

creative protein dan trombositosis diatas 450.000/mm3 (SI units 450 x 109/L).   

Diagnosis didasarkan pada munculnya demam yang berlangsung lebih dari 5 hari, dan 

demam ini tidak disebabkan oleh Pemicu  lain dan paling sedikit ada 4 gejala sebagai 

berikut berikut : 1) mata merah atau injeksi konjungtiva bilateral, 2) bibir merah atau 

pecah-pecah, injeksi faring atau timbul ”Strawberry tongue”, 3) eritema pada telapak 

tangan dan kaki, edema pada tangan dan kaki atau terjadi desquamasi periungual atau 

desquamasi umum 4) rash dan atau 5) limfadenopati kelenjar leher (paling sedikit satu 

kelenjar berukuran 1,5 cm atau lebih). Standar terjadinya demam lebih dari 5 hari dibaikan 

apabila telah pengobatan immunoglobuline intravena (IVIG) diberikan dalam 5 hari  pada 

saat penderita dalam keadaan demam. 

Diagnosis KS yang tidak khas (atypical KS) ditegakkan cukup dengan kriteria kurang dari 

lima kriteria diagnosa yang disebutkan diatas apabila ada coronary artery aneurysm. 

 

2. Pemicu  Infeksi 

Pemicu  KS tidak diketahui. Diperkirakan toksin super antigen bakteri yang dikeluarkan 

oleh Staphylococcus aureus atau oleh group A streptococci, namun hal ini belum dapat 

dipastikan dan belum dapat diterima secara umum. 

 

3. Distribusi Penyakit 

Tersebar di seluruh dunia, walaupun kebanyakan kasus (>100.000) dilaporkan terjadi di 

Jepang pada saat terjadi wabah disana. Di Amerika Serikat, Perkiraan jumlah kasus baru 

setiap tahun rata-rata 2.000. Sekitar 80% kasus yang ditemukan pada anak-anak berusia 

kurang dari 5 tahun, dengan puncak insidens pada mereka yang berusia 1-2 tahun, lebih 

banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Kasus muncul lebih banyak 

pada musim dingin dan musim semi. Beberapa KLB dilaporkan terjadi di beberapa kota 

dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Di Jepang, dimana penyakit ini muncul 

sejak tahun 1970, puncak insidens terjadi pada tahun 1984-1985. Sejak itu, kemudian 

incidence rate terus-menerus bertahan dengan insidens 108 per 100.000 anak dirawat pada 

tahun 1996. 

 

 

 292

4. Reservoir : Tidak diketahui, mungkin manusia. 

 

5. Cara Penularan 

Tidak diketahui. Tidak ada bukti terjadi penularan dari orang ke orang, meskipun dalam 

lingkungan keluarga. Terjadinya variasi musiman, pada anak-anak dan KLB yang terjadi 

di warga  sesuai dengan etiologi penyakit. 

 

6. Masa Inkubasi : tidak diketahui 

 

7. Masa penularan : tidak diketahui 

 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

Anak-anak, khususnya anak-anak keturunan Asia, lebih mudah terserang KS, namun di 

AS angka insidensi anak-anak keturunan Asi yang terserang KS relatif kecil bahkan 

sebagian besar kasus dilaporkan terjadi diantara warga  Amerika keturunan Afrika dan 

anak-anak Caucasian. Kambuhnya penyakit sangat sering dilaporkan. 

 

9. Cara-cara Pemberantasan 

A. Upaya Pencegahan: Cara-cara pencegahan tidak diketahui 

 

B. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar 

1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Di Amerika Serikat laporan adanya kasus 

KS dilakukan secara sukarela ditujukan kepada Sistem Surveilans Kawasaki, 

CDC, Atlanta (CDC 55.54 Rev. 1-91) melalui instansi kesehatan setempat maupun 

instansi kesehatan negara Bagian. Kalau ditemukan kasus dalam jumlah banyak 

atau muncul dalam bentuk KLB harus dilaporkan segera, kelas 5 (lihat pelaporan 

tentang penyakit menular. 

2) Isolasi: tidak dilakukan 

3) Disinfeksi serentak: Tidak diperlukan. 

4) Karantina: tidak ada 

5)   Imunisasi kontak: tidak dilakukan 

6)  Investigasi kontak: Tidak praktis dan tidak bermanfaat kecuali jika terjadi KLB 

atau muncul kasus pada suatu kelompok orang. 

7) Pengobatan spesifik: Berikan IVIG dalam dosis tinggi, sebaiknya dalam dosis 

tunggal diberikan selama 10 hari sejak muncul demam. Pemberian IVIG ini dapat 

mengurangi demam, gejala-gejala inflamasi dan mencegah terjadinya aneurisma 

sehingga harus dipertimbangkan  untuk diberikan walaupun demam lebih dari 10 

hari. Sekitar 10% dari penderita mungkin tidak memberikan respons sehingga 

mungkin memerlukan pengobatan ulang. Dosis tinggi aspirin disarankan untuk 

diberikan selama fase akut, diikuti dengan dosis rendah selama sedikitnya 2 bulan. 

Pemberian vaksin campak dan atau vaksin Varicella biasanya ditunda setelah 

pemberian IVIG. 

 

C. Upaya penanggulangan wabah: KLB dan kasus Clusters harus diinvestigasi untuk 

mengetahui etiologi dan faktor risiko. 

 

 

 293

D. Implikasi bencana:  Tidak ada. 

 

E. Tindakan  lebih lanjut :  Tidak ada. 

 

 

 

DEMAM LASSA              ICD-9 078.88; ICD-10 A96.2 

 

 

1. Identifikasi : 

Merupakan penyakit akut disebabkan oleh virus. Perjalanan penyakti biasanya gradual 

dengan gejala-gejala seperti malaise, demam, sakit kepala, sakit pada tenggorokan, batuk, 

nausea, muntah, diare, mialgia, sakit didada dan perut. Demam berlangsung lama dan 

kadang-kadang suhu naik secara tiba-tiba. Sering ditemukan adanya inflamasi dan 

eksudasi pada faring dan konjungtiva. Sekitar 80% infeksi yang terjadi pada manusia 

biasanya tanpa gejala atau dengan gejala yang ringan dan sisanya dengan gejala berat 

menyerang multisistem. Pada kasus yang berat sering terjadi hipotensi dan Shock, efusi 

pleura, perdarahan, kejang, ensefalopati dan oedema pada muka dan leher. Terjadi 

limfopenia yang diikuti dengan netrofilia. Jumlah trombosit sedikit menurun namun  fungsi 

trombosit abnormal. Penyakit ini gejalanya berat apabila menyerang wanita hamil, 

kematian bayi terjadi pada 80% dari penderita. Terjadi alopecia dan ataxia yang bersifat 

sementara pada stadium penyembuhan; sekitar 25% dari warga  akan mengalami 

ketulian sebab  rusaknya syraf ke 8; separuhnya dari penderita akan sembuh dan fungsi 

tubuh yang terganggu akan pulih lagi dalam waktu 1-3 bulan. Walaupun hanya 1% dari 

mereka yang terinfeksi akan meninggal namun CFR bisa lebih tinggi pada saat terjadi 

KLB. Biasanya gejala penyakit pada wanita hamil trimester III cenderung berat dan 

janinnya dalam bahaya.  Kadar AST diatas 150, apabila terjadi viremia prognosanya jelak. 

Didaerah endemis demam lassa sering tanpa gejala sehingga diagnosa dibuat secara 

serologis.  

 

Diagnosis dibuat dengan IgM  antibidy capture dan ditemukannya antigen dengan 

pemeriksaan ELISA atau PCR; isolasi virus dari darah, urin atau cucian tenggorokan; dan 

serokonversi IgG dengan ELISA atau IFA. Spesimen laboratorium mungkin sangat 

berbahaya (biohazardous) dan harus dikelola dengan sangat hati-hati dengan prosedur 

BSL-4 bila memungkinkan.  Serum yang dipanaskan pada suhu 60οC (140οF) selama 1 

jam akan mengakibatkan sebagian besar virus tidak aktif sehingga serum ini dapat 

digunakan untuk mengukur zat kimia darah yang tahan panas seperti elektrolit, BUN atau 

kreatinin.  

 

2. Pemicu  Infeksi : Virus Lassa,  arenavirus yang secara serologis memiliki  hubungan 

dengan lymphocytic choriomeningitis, virus Machupo, virus Junin, Guanarito dan virus 

Sabia. 

 

 

 294

3. Distribusi penyakit : Endemis di Sierra Leone, Liberia, Guinea dan wilayah Nigeria. 

Kasus lassa juga dilaporkan dari Republik Afrika Tengah.  Bukti serologis telah terjadi 

infeksi pada manusia ditemukan di Kongo, Mali dan Senegal.  Virus yang secara serologis 

mirip dengan virulensi yang lebih rendah terhadap binatang percobaan di laboratorium 

ditemukan di Republik Afrika Tengah, Mozambik dan Zimbabwe namun virus ini belum 

terbukti memicu  infeksi atau penyakit pada manusia.  

 

4. Reservoir: yang menjadi reservoir yaitu   binatang pengerat liar di Afrika Barat, sejenis 

tikus multimamat  kompleks spesies dari Mastomys  

 

5. Cara Penularan   

Terutama melalui aerosol atau kontak langsung dengan ekskreta dari binatang pengerat 

yang terinfeksi yang permukaan seperti lantai dan tempat tidur atau mencemari makanan 

dan air. Infeksi di laboratorium dapat terjadi, khususnya  di lingkungan rumah sakit, 

infeksi terjadi sebab  kontak langsung dengan darah melalui inokulasi  dengan jarum yang 

tercemar atau sebab  kontak dengan sekret faringeal atau urin pasien. Infeksi juga dapat 

ditularkan dari orang ke orang melalui hubungan seksual. 

 

6. Masa Inkubasi : Biasanya 6 – 21 hari 

 

7. Masa Penularan : Penularan dari orang ke orang dapat terjadi selama fase demam yang 

akut pada saat virus ada di tenggorokan. Virus dapat dikeluarkan melalui urin pasien 3 – 9 

minggu dari saat sakit. 

 

8. Kerentanan dan Kekebalan: Semua umur rentan tertulari, lamanya kekebalan bertahan 

setelah infeksi belum diketahui. 

 

9. Cara – cara Pemberantasan 

A. Upaya Pencegahan : Lakukan upaya pemberantasan binatang pengerat secara spesifik 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 

1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Kasus individu harus dilaporkan, 

Kelas 2A (lihat pelaporan tentang penyakit menular). 

2). Isolasi: segera lakukan isolasi di ruangan terpisah di RS yang bebas dari lalu lalang 

manusia. Staf dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. sebab  

insidensi infeksi nosokomial rendah, seperti yang dilaporkan dari RS di Afrika 

maka penderita tidak perlu dirawat di Unit isolasi khusus. Namun kalau terjadi 

infeksi nosokomial maka prosedur ketat kewaspadaan universal terhadap cairan 

tubuh dan ekskreta harus dilaksanakan. 

Perlu disediakan ruang perawatan dengan tekanan negatif dan sediakan juga PPE 

(Personel Protection Equipment) 

3). Disinfeksi serentak : ekskreta, sputum, darah dari pasien dan semua benda-benda 

yang telah kontak dengan pasien termasuk alat-alat laboratorium yang telah 

digunakan untuk pemeriksaan darah harus didesinfesikan dengan cairan 0,5% 

sodium hipoklorit atau phenol 0,5% dengan deterjen dan bila memungkinkan 

lakukkan pemanasan dengan suhu yang tepat seperti dengan otoklaving, 

insenerator atau merebus.  

 

 295

Pemeriksaan laboratorium harus dilaksanakan pada fasilitas khusus dengan derajat 

keamanan yang tinggi. Jika tidak tersedia fasilitas ini , maka pemeriksaan 

harus dilaksanakan dengan prosedur yang minimal dengan memakai   peralatan 

untuk kewaspadaan universal yang ada seperti sarung tangan dan biological safety 

cabinet. Apabila memungkinkan serum dipanaskan pada suhu 60oC (140oF) 

selama 1 jam. Di AS, laboratorium yang portable, bersama-sama dengan tenaga 

teknisian laboratorium, dapat diperoleh dari CDC Atlanta, GA. Disinfeksi 

menyeluruh dan seksama dengan cairan sodium hipoklorit 0,5% atau dengan 

phenol sudah mencukupi.  sedang  fumigasi dengan formaldehid dapat 

dipertimbangkan untuk dilakukan. 

4). Karantina: Hanya kegiatan Surveilans yang direkomendasikan untuk dilakukan 

terhadap kontak dekat (lihat 9B6, dibawah). 

5). Imunisasi kontak : tidak ada 

6). Investigasi kontak dan sumber infeksi: Lakukan identifikasi terhadap semua 

kontak dekat (dengan siapa mereka tinggal, mereka yang merawat, asal spesimen 

laboratorium dari penderita atau dari mereka yang kontak dengan pasien) paling 

sedikit dalam 3 minggu. Lakukan tindakan surveilans yang ketat terhadap kontak 

sebagai berikut : periksa suhu tubuh paling tidak 2 kali sehari selama paling tidak 

3 kali seminggu setelah terpajan. Bila suhunya diatas      38,3 0C (101 0F), segera 

dibawa ke RS untuk dirawat dengan isolasi ketat.  Cari tahu tempat tinggal pasien 

selama 3 minggu sebelum terinfeksi dan lakukan penyelidikan terhadap kasus 

yang tidak dilaporkan atau yang tidak terdiagnosa. 

7). Pengobatan spesifik : Ribavirin (Virazole®, paling efektif kalau diberikan dalam 6 

hari pertama sakit diberikan melalui intravena, pada awalnya 30 mg/kg BB, 

kemudian 15 mg/kg BB setiap 6 jam selama 4 hari, 8 mg/kg BB setiap 8 jam 

dalam 6 hari berikutnya sebagai tambahan. 

 

C. Upaya Penanggulangan Wabah : Tidak dilakukan 

 

D. Implikasi bencana: Mastomys banyak ditemukan didalam rumah dan digudang tempat 

penyimpanan bahan makanan. Apabila jumlahnya meningkat akan meningkatkan 

risiko terjadinya penularan pada manusia. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Lakukan notifikasi negara asal penderita dan kepada negara 

tujuan apabila ditemukan penderita dikalangan para wisatawan. Hal ini dilakukan 

untuk mencegah terjadi 

 

 

 

PENYAKIT LEGIONELLOSIS                            ICD - 9  482.8; ICD – 10 A48.1 

( Penyakit Legionnaires, Pneumonia Legionnaires) 

 

LEGIONELLOSIS BUKAN PNEUMONIA                                ICD – 10 A48.2 

( Demam Pontiac ) 

 

 

 296

1. Identifikasi  

Merupakan penyakit bakterial akut dengan dua hal yang saat ini dapat dikenali yaitu “ 

dengan gejala klinis dan manifestasi epidemiologi yang sangat berbeda : penyakit 

Legionnaires ( ICD – 10 A48.1 ) dan   demam Pontiac ( ICD – 10 A 48.2 )”. Keduanya 

ditandai dengan anorexia, malaise, myalgia dan sakit kepala. Dalam 1 ( satu ) hari, hal itu 

biasanya ditandai dengan suhu tubuh yang secara cepat meningkat disertai menggigil. 

Secara umum, suhu tubuh akan mencapai 39oC – 40,5oC ( 102oF – 105oF ) Batuk tidak 

berdahak, sakit perut dan diare biasa terjadi. Untuk penyakit Legionnaires, pada 

pemeriksaan foto torax mungkin akan ditemukan adanya gambaran bayang bayang fokus 

konsolidasi yang kemudian menyebar ke kedua paru dan akhirnya terjadi kegagalan 

pernafasan; angka kematian Legionella setinggi 39 % di rumah sakit; secara umum 

lebihtinggi pada mereka dengan kekebalan tubuh yang rendah. 

Diagnosa ditentukan oleh ditemukannya organisme Pemicu  pada media khusus, dengan 

pengecatan IF secara langsung dari jaringan yang terinfeksi atau dari sekrit saluran 

pernafasan, atau dengan deteksi antigen dari Legionella Pneumophila serogrup 1 dalam 

air seni dengan pemeriksaan RIA atau adanya peningkatan empat kali lipat antara titer 

IFA serum fase akut dibandingkan dengan titer IFA serum yang diambil 3 – 6 minggu 

kemudian. 

 

2. Pemicu  Penyakit  

Legionellae sulit dilakukan pengecatan, ia merupakan Gram – negative yang 

membutuhkan cytien dan makanan lain untuk tumbuh dan   berkembang in vitro.   Saat ini   

ada   delapan   belas  serogrup dari L. pneumophila yang dapat dikenal, namun serogrup L. 

pneumophila yang paling sering memicu  penyakit.   Organisme     sejenisnya   

termasuk   serogrup L. bozemanii, L. longbeachae, dan L. dumoffii, telah dapat diisolasi, 

terutama dari pasien pneumonia dengan kekebalan yang sangat rendah. Seluruhnya, 

terdapat 35 species dari Legionella yang setidaknya memiliki  45 serogrup telah dikenali 

saat ini. 

 

3. Distribusi Penyakit 

Penyakit Legioneleosis bukan penyakit baru dan bukan penyakit yang terlokalisir. Kasus 

yang pertama kali dicatat terjadi pada tahun 1947; kemudian wabah pertama tercatat pada 

tahun 1957 di Minnesota. Semenjak itu, penyakit ini dikenal sampai di Amerika Utara, 

juga di Australia, Afrika, Amerika Selatan dan Eropa. Walaupun kasus – kasus terjadi 

sepanjang tahun, baik kasus yang sporadis maupun  dalam bentuk Kejadian Luar Biasa 

umumnya terjadi pada musim panas dan musim gugur. Survei serologis menunjukkan 

prevalensi antibodi L. pneumophila serogroup 1 pada titer 1 : 28 atau lebih sebesar 1% - 

20 % dari seluruh populasi di beberapa lokasi yang disurvei. Jumlah penderita pneumonia 

dikalangan warga  yang disebabkan oleh legionellaitalic antara 0,5 % dan 5 %. 

Wabah  Legionellosis biasanya terjadi dengan angka  “ attack rate “ yang rendah          

(0,1% - 5% ) pada populasi yang rentan. sedang  untuk demam Pontiac memiliki  

angka  “ attac rate “ yang tinggi ( sekitar 95% ) dalam beberapakali wabah. 

 

4. Reservoir  

Kemungkinan utama pada tempat yang basah. Pada sistim air panas (showers), tower 

pendingin di AC, kondensor penguap, pelembab, pusaran air panas pada tempat 

 

 297

pemandian, alat perlengkapan terapi pernafasan dan air mancur taman secara 

epidemiologis telah terbukti sebagai reservoir; organisme dapat ditemukan dan diisolasi 

dari air pada tempat – tempat ini , begitu juga dari kran air panas maupun kran air 

dingin serta pancuran, bak mandi air panas dan dari anak sungai dan kolam serta tanah 

dari pinggiran sungai. Organisme dapat hidup selama berbulan – bulan di dalam kran dan 

penyulingan air. Hubungan antara penyakit Legionellosis dengan kerusakan pada tanah 

atau penggalian tanah tidak diketahui dengan jelas. 

 

5. Cara Penularan – Bukti-bukti epidemologis mendukung cara penularan melalui udara; 

cara-cara lain juga memungkinkan, termasuk melalui air. 

 

6. Masa Inkubasi – Untuk penyakit Legionellosis 2 – 10 hari, paling sering terjadi antara 5 

– 6 hari;  demam Pontiac ; 5-66 jam lebih sering antara 24-48 jam. 

 

7. Masa penularan – Transmisi dari orang ke orang tidak pernah tercatat. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan  

Kesakitan terjadi paling sering dengan bertambahnya usia ( di banyak kasus terjadi pada 

usia 50 tahun keatas ), khususnya pada pasien yang merokok dan menderita sakit kencing 

manis, sakit paru – paru yang menahun, sakit ginjal atau keganasan; dan pada orang 

dengan kekebalan tubuh yang rendah, khususnya pada mereka yang menerima 

corticosteroids atau yang menerima organ cangkokan. Rasio laki-laki dan wanita yaitu   

2,5  :  1. Penyakit ini sangat jarang terjadi pada manusia yang berusia dibawah 20 tahun. 

Beberapakali wabah telah terjadi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. 

 

9. Cara – cara pemberantasan  

A. Cara pencegahan  

Menara pendingin harus dikeringkan ketika tidak digunakan, dan dibersihkan secara 

mekanis secara rutin untuk mengangkat endapan yang berkerak. Bahan kimia yang 

tepat harus digunakan untuk mengurangi pertumbuhan organisme yang dapat 

membentuk lapisan kerak. Air kran sebaiknya tidak digunakan pada peralatan terapi 

pernapasan. Petunjuk teknis pencegahan yang  “cost effective” untuk penggunaan air 

lokal tidak ada; mempertahankan sistem air panas tetap pada suhu 50oC (122oF) atau 

lebih dapat mengurangi resiko penyebaran penyakit. 

 

B. Penanganan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya : 

1) Laporan kepada institusi kesehatan setempat : di beberapa negara bagian ( USA ), 

di banyak Negara penyakit ini bukan penyakit yang wajib dilaporkan, Kelas 3 B ( 

lihat laporan penyakit menular. ) 

2) Isolasi : TIDAK ADA 

3) Disinfeksi : TIDAK ADA 

4) Karantina : TIDAK ADA 

5) Imunisasi terhadap kontak : TIDAK ADA 

6) Penelitian kontak dan sumber infeksi: selidikilah (seisi rumah, lingkungan bisnis) 

untuk kasus tambahan yang disebabkan oleh infeksi dari sumber lingkungan 

 

 298

umum. Penyakit dimulai dari sebuah rumah sakit yang mungkin saja hanya 

melaporkan satu penderita legionellosis akibat infeksi nosokomial. 

7) Pengobatan spesifik : Erythromycin menjadi obat pilihan, golongan macrolides 

terbaru, clarithromycin dan azithromycin mungkin juga efektif. Rifampin 

bermanfaat sebagai obat tambahan, namun  jarang digunakan sendiri. Pengalaman 

dengan fluorokuin olon dapat membantu, namun  sangat terbatas. Penisilin, 

cephalosporins dan aminoglikosid tidak effektif. 

 

C. Penanggulangan wabah : Selidiki kasus-kasus yang tertulari dengan cara cara yang 

umum dan fikirkan kemungkinan lingkungan sebagai sumber infeksi. Dekontaminasi 

terhadap tempat tempat yang diduga sebagai sumber infeksi dengan klorinasi dan atau  

memanaskan air pada suhu tinggi sangat efektif. 

 

D. Implikasi bencana : Tidak ada. 

E. Tindakan Intenasional : Tidak ada. 

 

 

 

LEISHMANIASIS                                                        ICD – 9 085; ICD – 10 B55 

 

CUTANEOUS AND MUCOSAL  LEISHMANIASIS  

      ICD – 9 085.1 – 085.5; ICD – 10 B55.1, B55.2          

( LEISMANIASIS KULIT dan LEISMANIASIS SELAPUT LENDIR )  

                            

( Setan Aleppo, Borok Bagdad atau Borok Delhi, Penyakit dari timur ; di Amerika disebut: 

Borok Espundia, Uta, Ulkus Chiclero ) 

 

1. Identifikasi  

Leishmaniasis yaitu   penyakit kulit dan selaput lender yang disebabkan oleh protozoa 

polimorfis yang berasal dari berbagai spesies dari genus leishmania. Protozoa ini hidup 

sebagai parasit obligatif intraseluler pada manusia dan beberapa jenis mamalia. Penyakit 

ini dimulai dengan tumbuhnya papula (bintil)  yang membesar dan pada akhirnya menjadi 

ulkus puru (luka bernanah) tidak terasa sakit (nyeri). Lisa bisa berjumlah satu atau banyak, 

kadang-kadang nonulcerative dan menyebar. Lesi dapat sembuh dengan sendirinya dalam 

beberapa minggu sampai beberapa bulan, terkadang dapat bertahan setahun atau lebih. 

Pada orang tertentu dengan infeksi jenis parasit tertentu (terutama dari belahan bumi 

bagian barat) penyakit ini dapat menyebar dan memicu  lesi pada mukosa (espundia) 

muncul, walaupun bertahun-tahun setelah ulkus di kulit sebagai penyakit primer telah 

sembuh. Gejala sisa dapat mengenai jaringan nasopharyngeal, ditandai dengan kerusakan 

jaringan secara progresif dan seringkali pada jaringan ini  ditemukan  adanya parasit 

serta dapat menimbulkan kecacatan. Setelah penyembuhan, ulkus pada kulit dapat 

kambuh kembali sebagai ulkus, papula, atau nodula yang muncul dekat atau pada ulcus 

yang sudah sembuh.   

Diagnosa dilakukan dengan ditemukannya protozoa nonmotile secara mikroskopis sebagai 

bentuk intraseluler (amastigote) dari specimen yang dicat dan diambil  dari lesi atau 

melalui pembiakan bentuk ekstraseluler motil (promastigote)  pada media yang sesuai. 

 

 299

Tes intra dermal (Montenegro) dengan antigen yang berasal dari promastigotes (tidak ada 

di Amerika Serikat) umumnya memberi hasil positif pada penyakit yang sudah jelas; tidak 

memberikan hasil yang nyata pada lesi yang sangat dini atau pada penyakit anergis. Tes 

serologis (IFA atau ELISA) dapat dilakukan namun  titer antibody biasanya rendah atau 

tidak dapat terdeteksi sama sekali, sehingga tidak berguna dalam menegakkan diagnosa 

(kecualia untuk leishmaniasis selaput lender). Identifikasi spesies membutuhkan tes 

biologis (dibiakkan pada lalat pasir, dibiakkan pada media biakan atau pada hewan), tes 

imunologis (monoclonal antibodies), tes molekuler (teknik DNA) dan tes criteria 

biokimiawi (analisis isoenzim).  

2.   Pemicu  Penyakit 

Di belahan bumi bagian timur penyakit ini disebabkan oleh Leishmani tropica, L. major, 

L. aethiopica.  Di belahan bumi bagian barat oleh L. braziliensis dan L. mexicana sebagai 

kompleks spesies.  Kelompok L. braziliensis biasanya memicu  lesi pada selaput 

lender; Leishmania tropica yaitu   Pemicu  utama “leishmaniasis recidivans” yang 

merupakan lesi pada kulit. Jenis kelompok Leishmania donovani biasanya memicu  

visceral leishmaniasis yaitu   L. chagasi. Kedua parasit ini dapat memicu  

leishmaniasis kulit tanpa disertai dengan visceral leishmaniasis ataupun leishmaniasis 

kulit pasca kala azar.  

 

3.   Distribusi Penyakit 

Penyakit ini tersebar di Pakistan, India dan baru-baru ini ditemukan di Cina, Timur 

Tengah, termasuk Iran dan Afganistan; Bagian Selatan bekas Uni Soviet, pesisir 

Mediterania; daerah Sub Sahara padang rumput Afrika dan Sudan, dataran tinggi Etiopia, 

Kenya, Namibia, bagian Selatan Texas, Meksiko (khususnya Yucatan), seluruh Amerika 

Tengah, Republik Dominika dan semua Negara Amerika Selatan kecuali Chili dan 

Uruguay. Bentuk nonulcerative menyerupai keloid telah ditemukan dengan peningkatan 

frekeuensi kejadian di Amerika Tengah khususnya Honduras yang disebut leishmaniasis 

kulit atipikal . Terjadi peningkatan insidensi leishmaniasis difusa di Mexico dan Republik 

Domonika. Di beberapa tempat di belahan bumi bagian timur  warga  kota termasuk 

anak-anak memiliki  risiko terancam penyakit ini. Di Belahan Bumi Bagian Barat 

penyakit ini biasanya terbatas menimpa kelompok pekerja, seperti mereka yang bekerja di 

hutan, tinggal  di hutan atau dekat hutan, dan pendatang dari Negara nonendemis. 

Umumnya penyakit ini banyak ditemukan di daerah pedesaan, pedalaman, daripada 

daerah perkotaan. 

 

4.   Reservoir 

Bervariasi menurut wilayah; dapat berupa manusia, hewan pengerat liar, Hydraxes (polyp 

air tawar), edentates yaitu sejenis binatang tanpa gigi (sloths/kukang), marsupials dan 

karnivora (Canidae), termasuk anjing peliharaan. Dibeberapa tempat hospesnya belum 

diketahui. 

 

5.   Cara Penularan 

Penularan berlangsung dari reservoir zoonotic lewat gigitan phlebotominies (lalat pasir) 

betina yang terinfeksi. Setelah menggigit hewan menyusui yang telah terinfeksi, bentuk 

“motile promastigotes” berkembang biak dan bertambah banyak di usus lalat pasir, dalam 

waktu 8-20 hari berkembang menjadi parasit yang dapat memicu  infeksi yang 

 

 300

ditularkan melalui gigitan. Pada manusia atau binatang menyusui lainnya, organisme ini 

diambil oleh macrophage dan berupah menjadi bentuk amastigotes, kemudian membiak 

dalam macrophages sampai sel-sel macrophages pecah dan terjadi penyebaran pada 

macrophages lainnya. Telah dilaporkan terjadi penularan dari orang ke  orang melalui 

transfuse darah serta kontak seksual, tapi hal ini jarang terjadi. 

 

6. Masa Inkubasi 

 Paling sedikit seminggu, sampai berbulan-bulan. 

 

7.   Masa Penularan 

Biasanya tidak ditularkan dari orang ke orang, penderita dapat menularkan parasit kepada 

lalat pasir selama parasit masih ada pada lesi. Pada penderita yang tidak diobati, biasanya 

penularan berlangsung selama beberapa bulan sampai 2 tahun. Penyembuhan dengsn 

sendirinya terjadi pada banyak kasus. Pada sebagian penderita yang terinfeksi oleh L. 

amazonensis atau L. aethiopica dapat berkembang menjadi lesi yang menyebar dan 

mengandung banyak parasit, serta tidak dapat sembuh dengan sendirinya.  Infeksi yang 

disebabkan oleh L. braziliensis dapat sembuh spontan namun sebagian kecil setelah 

beberapa bulan atau tahun dapat diikuti dengan lesi mukosa metastatik. 

 

8.   Kerentanan dan Kekebalan 

Pada umumnya semua orang rentan. Kekebalan seumur hidup dapat terjadi setelah 

sembuh dari infeksi L. tropica dan L. major, namun  kekebalan ini mungkin tidak 

melindungi seseorang dari infeksi spesies leishmania lainnya. Faktor yang memicu  

penyakit dapat menimbulkan kerusakan yang hebat seperti pada espundia, tidak diketahui; 

infeksi yang tidak terlihat  dapat menjadi aktif bertahun-tahun setelah infeksi primer. 

Faktor penting dalam pembentukan kekebalan yaitu   terbentuknya respons “cell 

mediated” yang adekuat.  

 

9.   Cara-cara Pemberantasan 

A. Cara-cara Pencegahan 

Upaya pencegahan berbeda dari satu tempat ke tempat lain, tergantung kepada 

kebiasaan  dari hospes mamalia dan bionomic vector phlebotomine. Begitu kebiasaan 

hospes  ini diketahui, maka langkah pencegahan yang tepat dapat dilakukan yang 

meliputi: 

1) Lakukan deteksi kasus secara sistematis dan obati penderita yang ditemukan 

secara dini untuk semua bentuk leishmaniasis dan merupakan salah satu cara 

penanggulangan terpenting untuk mencegah lesi selaput lender memburuk, di 

belahan Bumi bagian Barat dan mencegah bentuk “recidivans” di belahan Bumi 

bagian Timur, pada situasi dimana reservoir penyakit terutama atau hanya 

manusia. 

2) Gunakan insektisida yang memiliki  dampak residual secara rutin. Lalat pasir 

phlebotomine memiliki  jarak terbang yang relative pendek dan sangat rentan 

untuk ditanggulangi dengan penyemprotan secara sistematis memakai   

insektisida yang bersifat residual. Penyemprotan harus meliputi bagian dalam dan 

bagian luar pintu dan lubang angina lainnya jika penularan terjadi di pemukiman. 

Tempat-tempat lain di Belahan Bumi bagian Timur yang mungkin menjadi tempat 

 

 301

berkembangbiaknya lalat pasir seperti dinding/tembok batu, kandang hewan dan 

tumpukan sampah harus juga disemprot. Menghalangi (menapis) vector dengan 

memakai   kelambu dengan 10-12 lubang tiap cm2 atau 25-30 lubang per inci 

persegi, dengan ukuran lubang tidak lebih dari 0,89 mm atau 0,035 inci. Saat ini 

sedang dilakukan uji coba kelambu yang direndam dengan insektisida.  

3) Bersihkan timbunan sampah dan sarang lain untuk phlebotomines di Belahan 

Bumi bagian Timur. 

4) Musnahkan bintang sejenis tikus dan hancurkan lubang serta sarang mereka 

dengan cara menggalinya dalam-dalam. Didaerah tertentu perlu dilakukan 

pengawasan terhadap anjing. 

5) Di Belahan Bumi bagian Barat, orang agar menghindari dating ke daerah yang 

dihuni oleh lalat pasir seperti daerah yang berhutan, terutama pada waktu sore hari. 

Jika harus dating ke tempat ini  gunakan pakaian pelindung yang memadai 

serta gunakan repelan agar terhindar dari gigitan lalat pasir. 

6) Lakukan manajemen lingkungan dengan baik dan bersihkan hutan secara berkala. 

 

B. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan resmi biasanya tidak 

dilakukan, Kelas 5 (lihat tentang Laporan  tentang Penyakit Menular). 

2) Isolasi:  Tidak ada. 

3) Desinfeksi serentak: Tidak ada. 

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi terhadap orang-orang yang kontak: Tidak ada. 

6) Investigasi terhadap orang-orang yang kontak dan sumber infeksi: Identifikasikan 

rantai penularan setempat dan lakukan pemutusan dengan cara yang paling mudah. 

7) Pengobatan spesifik:  Sebagian besar berupa pentavalent antimonial. Baik sebagai 

sodium stibogluconate (Pentostam®) yang ada di Amerika Serikat di CDC Atlanta 

maupun sebagai meglumine animonate (Glucantime®), yang digunakan di 

Amerika Selatan dan di beberapa tempat lain. Pentamidine digunakan sebagai 

pengobatan lini kedua untuk leishmaniasis kulit. Imidazoles, ketoconazole dan 

itraconazole,  memiliki  efekmoderat sebagai antileishmania untuk pengobatan 

terhadap spesies leishmania tertentu. Amphotericin B (Fungizone®) bermanfaat 

untuk penyakit leishmaniasis selaput lender di Amerika Selatan bila tidak berekasi 

terhadap pengobatan antimonal. Sementara untuk penyakit kulit ringan dapat 

sembuh dengan sendirinya. Infeksi yang terjadi di daerah dimana penyakit 

leishmaniasis selaput lendir dilaporkan, harus diobati secepatnya. 

 

C.   Penanggulangan Wabah 

Di daerah-daerah dimana insidens penyakit tinggi, lakukan upaya intensif 

untukmenanggulangi penyakit dengan menyediakan diagnosa dan tindakan 

pengawasan yang tepat untuk membasmi lalat phlebotomine dan mamalia yang 

berperan sebagai hospes reservoir. 

 

D.   Implikasi bencana:  Tidak ada. 

 

E.   Tindakan lebih lanjut :  Manfaatkan Pusat-pusat Kerja sama WHO (WHO CC). 

 

 302

II. LEISHMANIASIS VISCERALIS  ICD-9 085.0; ICD – 10 B55.0 

 (Kala –azar) 

 

 

1. Identifikasi  

Merupakan penyakit kronis sistemik yang disebabkan oleh protozoa dari genus 

Leishmania. Penyakit ini ditandai dengan panas, hepatosplenomegaly, lymphadenopathy, 

anemia, leukopenia, trhombocytopenia, dan cepat menjadi kurus serta rasa lemah. 

Penyakit yang telah terbukti secara klinis dan jika tidak diobati biasanya berakibat fatal. 

Demam dapat muncul secara lambat atau berupa serangan mendadak berlangsung terus-

menerus dan tidak beraturan, demam sering kali muncul dengan dua puncak tiap harinya, 

diselingi apyrexia dan periode subfebril secara bergantian. Penyakit kulit post kala azar 

dapat terjadi setelah benar-benar sembuh dari penyakit sistemik. Diagnosa ditegakkan 

dengan kultur organisme yang diambil dari spesimen biopsi atau dari aspirat, atau dengan 

ditemukannya hamastigotes intraseluler (Badan Leishman – Donovan) dari sediaan yang 

diambil dari  sumsum tulang, limpa, hati, kelenjar getah bening atau darah. Tehnik PCR 

dapat mendeteksi satu macrophage yang trinfeksi oleh leishmania dalam 8 ml darah (lihat 

bagian I, diatas ) 

 

2. Pemicu  penyakit – biasanya, biasanya disebabkan oleh Leishmania donovani, L. 

infatum, L. tropica, L. chagast. namun  dapat juga oleh Pemicu  lain. 

 

3. Distribusi Penyakit  

Terjadi di pedesan daerah tropis dan sub tropis seperti beberapa fokus di India, Banglades, 

Pakistan, Cina, Bagian Selatan Uni Soviet, Timur Tengah mencakup Turki, Lembah 

Mediterania, Meksiko, Amerika Selatan, Amerika Tengah (terutama Brazil), dan di 

Sudan, Kenya, Etiopia, dan pinggiran padang rumput Sub Sahara Afrika. Dibanyak 

wilayah yang terjangkit, penyakit umumnya menyebar diantara anak-anak, dan remaja 

namun  terkadang sebagai gelombang wabah. Distribusi Penyakit berkurang dengan adanya 

penggunaan insektisida anti malaria. Di wilayah dimana populasi anjing telah dikurangi  

secara drastis, maka penyakit ini pada manusia juga berkurang. 

 

4. Reservoir – Diketahui atau diperkirakan termasuk manusia, anjing liar, anjing peliharaan. 

Di India, Nepal dan Bangladesh diketahui hanya manusia sebagai reservoir. 

 

5. Cara penularan – melalui gigitan lalat pasir phlebotomine yang terinfeksi (lihat bagian I, 

diatas).  

 

6. Masa inkubasi – biasanya 2 – 6 bulan, rentang waktu dari 10 hari sampai bertahun-tahun. 

 

7. Masa penularan – biasanya tidak ditularkan dari orang ke orang, namun  dapat melalui 

lalat pasir selama parasit masih tetap ada dalam peredaran darah atau kulit dari reservoir 

mamalia. Penularan phlebotomines dapat terus berlangsung walaupun telah terjadi 

penyembuhan secara klinis. 

 

 

 

 303

8. Kerentanan dan Kekebalan  

Pada umumnya semua orang rentan terhadap penyakit ini. Kala azar nampaknya 

merangsang terjadinya kekebalan homolog seumur hidup. Bukti-bukti menunjukkan 

bahwa infeksi yang tidak nampak (inapparent) dan sub klinis sering terjadi dan  malnutrisi 

sebagai pencetus munculnya gejala klinis dan mengaktifkan penyakit yang  tidak nampak. 

Penyakit yang muncul pada penderita AIDS, diperkirakan sebagai akibat reaktifasi dari 

infeksi laten. 

  

9. Cara-cara pemberantasan  

A. Cara-cara Pencegahan: lihat bagian I, 9A, diatas. Di daerah tertentu dilakukan 

eliminasi anjing peliharaan yang berperan sebagai reservoir. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya : 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Di daerah tertentu dimana 

leishmaniasis endemis, penyakit ini harus dilaporkan , kelas 3 B (lihat tentang 

Laporan Penyakit Menular). 

2) Isolasi: Tindakan kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan tubuh. 

3) Desinfeksi serentak: Tidak ada. 

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi terhadap orang-orang yang kontak: Tidak ada. 

6) Penelitian terhadap orang-orang yang kontak dengan sumber infeksi: biasanya 

Tidak ada. 

7) Pengobatan spesifik: Sodium stibogluconate (Pentostam® ), yang disediakan dari 

CDC, Atlanta dan meglumine antimonate (Glucantime) cukup manjur. Kasus yang 

tidak bereaksi terhadap antimony dapat diobati dengan  amphotericin B atau 

pentamidine; obat ini tidak digunakan secara rutin sebab  toksisitasnya di beberapa 

negara, seperti Kenya dan India. Penyakit ini kurang beraksi terjadap pengobatan 

dibandingkan dengan negara-negara Mediteranean sehingga membutuhkan proses 

pengobatan yang lebih lama dibandingkan yang biasanya dilakukan.  

 

C. Penangulangan wabah: Upaya penanggulangan yang efektif harus mencakup 

pengetahuan yang baik tentang ekologi setempat dan rantai penularan penyakit, diikuti 

dengan mengadopsi cara-cara penaggulangan yang praktis untuk memutuskan rantai 

penularan. 

  

D. Implikasi bencana: Tidak ada. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Koordinasi program penanggulangan secara institusional 

diantara Negara-negara tetangga dimana penyakit ini  endemis. Manfaatkan 

pusat-pusat kerjasama WHO. 

 

 

    

 

 

 

 

 304

KUSTA/LEPRA                                                                 ICD – 9 030; ICD – 10 A 30 

(Morbus Hansen) 

 

 

1. Identifikasi  

yaitu   penyakit kronis yang sebabkan oleh bakteri yang menyerang kulit, syaraf tepi. 

Dan pada penderita dengan tipe lepromatosa menyerang saluran pernapasan bagian atas. 

Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spectrum yang berada 

diantara dua bentuk klinis dari lepra yaitu bentuk lpromatosa dan tuberkuloid. Pada kusta 

bentuk lepromatosa kelainan kulit berbentuk nodula, papula, macula dan infiltrate yang 

difus tersebar simetris bilateral dan biasanya ekstensif dan dalam jumlah banyak. 

Terkenanya daerah hidung dapat membentuk krusta, tersumbatnya jalan napas dan dapat 

terjadi epistaksis. Terserangnya mata dapat menimbulkan iritis dan keratitis. Pada kusta 

tipe tuberkuloid, lesi kulit biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa atau 

hipoetesi asimitris bilateral. Terserangnya syaraf biasanya cenderung  menjadi semakin 

berat. Kusta bentuk borderline memiliki  gambaran dari kedua tipe kusta  dan lebih 

labil. Mereka cenderung menjadi tipe lepromatosa jika penderita tidak diobati dengan 

benar dan menjadi tipe tuberkuloid  pada penderita yang diobati dengan benar.  

Bentuk awal dari kusta ditandai dengan munculnya macula hipopigmentasi dengan batas 

lesi yang tegas yang dapat berkembang menjadi bentuk tuberkuloid, borderline atau 

bentuk lepromatosa. Gejala klinis dari kusta  dapat juga berupa “reaksi kusta” yaitu 

dengan episode akut dan berat. Reaksi kusta ini disebutkan dengan nama erythema 

nodosum leprosum pada penderita tipe lepromatosa dan disebut dengan reaksi terbalik 

pada kusta borderline. 

Diagnosa klinis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan kulit secara lengkap dengan 

menemukan tanda-tanda terserangnya syaraf tepi berupa gejala hipestasia, anesthesia, 

paralysis pada otot dan ulkus tropikum. Untuk mengetahui apakah terjadi pembesaran dan 

pengerasan syaraf tepi, dilakukan palpasi bilateral, untuk n. ulnaris dilakukan pada bahu 

dan untuk n. peronealis pada caput bibulae. Begitu pula dilakukan pemeriksaan terhadap 

n. auricularis major. Dilakukan tes terhadap sensasi kulit dengan rabaan halus, ditusuk 

dengan jarum pentul, diskriminasi suhu. Untuk diagnosa banding harus dibedakan dengan 

penyakit lain yang menimbulkan penyakit kulit yang infiltratif seperti limfoma, lupus 

eritomatosa, psoriasis, skleroderma dan neurofibromatosis. Leishmaniasis difosa, infeksi 

jamur pada kulit, myxedema, kulit pachydernoperiostosis,  gejala klinisnya dapat mirip 

dengan kusta tipe lepromatosa, namun tidak ditemukan bakteri tahan asam. sedang  

sebab  kekurangan gizi, nevus dan jaringan parut pada kulit dapat mirip dengan kusta tipe 

tuberkuloid.   

Diagnossa kusta tipe lepromatosa (multibaciller) ditegakkan dengan ditemukannya bakteri 

tahan asam pada sediaan yang diambil dengan melakukan incisi pada kulit. Pada kusta 

tipe tuberkuloid (paucibaciller) jumlah basil kemungkinan sangat sedikit sehingga sulit 

ditemukan pada pemeriksaan. Dalam keadaan ini media kulit hendaknya dikirim kepada 

ahli patologi yang berpengalaman dalam penegakkan diagnosa kusta. Timbulnya gejala 

terserangnya saraf dan ditemukannya bakteri tahan asam merupakan gejala 

patognopmonis kusta.  

 

 

 305

2. Pemicu  penyakit – Mycobakterium leprae. Organisme ini belum bisa dibiakkan pada 

media bakteri atau kultur sel. Bateri ini dapat dibiakkan pada jaringan telapak kaki tikus 

dengan jumlah mencapai 106 per gram jaringan; pada percobaan infeksi melalui binatang 

armadillo, bakteri ini  bisa tumbuh hingga 109 sampai 110 per gram jaringan. 

 

3. Distribusi Penyakit  

Pada tahun 1997 jumlah penderita kusta didunia diperkirakan oleh WHO mencapai 1,15 

juta kasus. Angka prevalensi lebih dari 5/1000 biasanya ditemukan di pedesaan daerah 

tropis dan sub tropis; kondisi sosioekonomi warga  mungkin lebih penting dari pada 

iklim. Wilayah endemis utama penyakit ini yaitu   Asia Selatan dan Asia Tenggara, 

termasuk Filipina, Indonesia, Papua Nugini, beberapa Kepulauan Pasifik, Banglades dan 

Myanmar ( Birma); Afrika tropis, dan beberap daerah di Amerika Latin. Angka yang 

dilaporkan di Negara-negara Amerika bervariasi antara < 0,1 sampai 14 per 10.000. Kasus 

yterbaru yang ditemukan di AS utamanya berasal dari Caifornia, Florida, Hawaii, 

Lousiana, Texas, dan New York  City, dan di Puerto Rico. Hampir seluruh kasus ini 

ditemukan pada para imigran dan pengungsi yang telah tertular di negara asal mereka; 

Meskipun demikian penyakit ini menjadi endemis di California, Hawai, Texas  dan Puerto 

Rico. 

 

4. Reservoir – Sampai saat ini manusia merupakan satu-satunya yang diketahui berperan 

sebagai reservoir. Di Lusiana dan Texas binatang armadillo liar diketahui secara alamiah 

dapat menderita penyakit yang memiliki  kusta seperti pada percobaan yang dilakukan 

dengan binatang ini. Diduga secara alamiah dapat terjadi penularan dari armadilo kepada 

manusia. Penularan kusta secara alamiah ditemukan terjadi pada monyet dan simpanse 

yang ditangkap di Nigeria dan Sierra Lione. 

 

5. Cara penularan  

Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas penularan di dalam 

rumah tangga dan konta/hubungan dekat dalam waktu yang lama tampaknya sangat 

berperan dalam penularan. Berjuta-juta basil dikeluarkan melalui lendir hidung pada 

penderita kusta tipe lepromatosa yang tidak diobati, dan basil terbukti dapat hidup selama 

7 hari pada lendir hidung yang kering. Ulkus kulit pada penderita kusta lepromatusa dapat 

menjadi sumber penyebar basil. Organisme kemungkinann masuk melalui saluran 

pernafasan atas dan juga melalui kulit yang terluka. Pada kasus anak-anak dibawah umur 

satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta. 

 

6. Masa inkubasi – Berkisar antara 9 bulan sampai 20 tahun dengan rata-rata yaitu   4 tahun 

untuk kusta tuberkuloid dan dua kali lebih lama untuk kusta lepromatosa. Penyakit ini 

jarang sekali ditemukan pada anak-anak dibawah usia 3 tahun; meskipun, lebih dari 50 

kasus telah ditemukan pada anak-anak dibawah usia 1 tahun, yang paling muda yaitu   

usia 2,5 bulan. 

 

7. Masa penularan – Fakta klinis dan laboratorium membuktikan bahwa infektivitas 

penyakit ini hilang dalam waktu 3 bulan melalui pengobatan berkelanjutan dan teratur 

dengan memakai   Dapsone (DDS) atau clofasimine atau dalam waktu 3 hari dengan 

memakai   rifampin. 

 

 306

8. Kerentanan dan kekebalan  

Kelangsungan dan tipe penyakit kusta sangat tergantung pada kemampuan tubuh untuk 

membentuk “cell mediated“ kekebalan  secara efektif. Tes lepromin yaitu   prosedur 

penyuntikan M. Leprae yang telah mati kedalam kulit; ada tidaknya indurasi dalam 28 

hari setelah penyuntikan  disebut dengan reaksi Mitsuda. Reaksi Mitsuda  negatif pada 

kusta jenis lepromatosa dan positif pada kusta tipe tuberkuloid, pada orang dewasa 

normal. sebab  tes ini hanya memiliki  nilai diagnosis yang terbatas dan sebagai 

pertanda adanya imunitas. Komite Ahli Kusta di WHO menganjurkan agar penggunaan 

tes lepromin terbatas hanya untuk tujuan penelitian. Angka hasil tes yang positif akan 

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sebagai tambahan tingginya prevalensi 

transformasi limfosit yang spesifik terhadap M. leprae dan terbentuknya antibodi spesifik 

terhadap M. leprae diantara orang yang kontak dengan penderita kusta menandakan 

bahwa penularan sudah sering terjadi walaupun hanya sebagian kecil saja dari mereka 

yang menunjukan gejala klinis penyakit kusta. 

 

9. Cara-cara pemberantasan – tersedianya obat-obatan yang efektif untuk pengobatan dan 

mencegah penularan secara cepat, seperti rifampin, telah mengubah penatalaksanaan 

penderita penyakit kusta dan kehidupan penderita kusta dari pengucilan sosial kepada cara 

berobat jalan.  Perawatan dirumah sakit hanya dilakukan untuk menangani reaksi obat. 

Operasi untuk mengoreksi kecacatan dan pengobatan luka yang disebabkan sebab  

anestesia pada ekstremitas. 

 

A. Upaya Pencegahan : 

1) Penyuluhan kesehatan harus menekankan pada pemberian informasi tentang telah 

tersedianya obat-obatan yang efektif, tidak terjadi penularan pada penderita yang 

berobat teratur serta upaya pencegahan cacat fisik dan sosial. 

2) Lakukan pencarian penderita, khususnya penderita tipe multibasiler yang menular, 

dan berikan  pengobatan kombinasi “multidrug therapy“ sedini mungkin secara 

teratur dengan berobat jalan jika memungkinkan. 

3) Uji coba lapangan di Uganda, India, Malawi, Myanmar dan Papua Nugini, 

pemberian profilaktit Bacillus Calmette – Guérin (BCG) jelas dapat mengurangi 

timbulnya penyalit kusta tuberkuloid pada orang-orang yang kontak. Sebuah studi 

di India, pemberian BCG menunjukkan adanya perlindungan yang signifikan 

terhadap kusta namun  tidak terhadap tuberkulosis; studi yang dilakukan di 

Myanmar dan India menunjukkan perlindungan yang kurang dibandingkan dengan 

studi di Uganda. Studi chemoprophylaxis menunjukkan bahwa ± 50% 

perlindungan dari penyakit ini diperoleh dengan pemberian dapsone atau 

acedapsone, namun  cara ini tidak dianjurkan kecuali dengan pengawasan yang 

intensif. Penambahan M. leprae yang telah mati pada umumnya BCG tidak 

meningkatkan perlindungan.  

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya; 

1) Laporan ke instansi Kesehatan setempat: Pelaporan kasus diwajibkan di banyak 

negara bagian di AS dan hampir di semua negara, Kelas 2B (lihat tentang Laporan 

Penyakit Menular ). 

 

 307

2) Isolasi: tidak diperlukan untuk penderita kusta tipe tuberkuloid; isolasi terhadap 

kontak harus dilakukan untuk kasus kusta lepromatosa sampai saat pengobatan 

kombinasi  diberikan. Perawatan dirumah sakit biasanya dilakukan selama 

penanganan reaksi obat. Tidak diperlukan prosedur khusus untuk kasus yang 

dirawat di RS. Di RS umum dilperlukan  ruangan terpisah untuk alasan kesopanan 

atau sosial. Terhadap penderita yang sudah dianggap tidak menular lagi, tidak ada 

pembatasan bagi yang bersangkutan untuk bekerja dan bersekolah. 

3) Disinfeksi serentak dilakukan terhadap lendir hidung penderita yang menular. 

Dilakukan pembersihan menyeluruh. 

4) Karantina: tidak dilakukan  

5) Imunisasi terhadap orang-orang yang kontak: tidak dilakukan secara rutin ( lihat 

9A3 di atas ) 

6) Investigasi orang-orang yang kontak dari sumber infeksi: pemeriksaan dini paling 

bermanfaat, namun  pemeriksaan berkala di rumah tangga dan orang-orang yang 

kontak dekat sebaiknya dilakukan 12 bulan sekali selama 5 tahun setelah kontak  

terakhir dengan kasus yang menular.  

7) Pengobatan spesifik:  Mengingat sangat tingginya tingkat resistensi dari dapsone 

dan munculnya resistensi terhadap rifampin maka pemberian terapi kombinasi 

(multidrug theraphy) sangatlah penting. Rejimen minimal yang dianjurkan oleh 

WHO untuk kusta tipe multibasiler yaitu   rifampin, 600 mg sebulan sekali; 

dapsone (DDS), 100 mg per hari; dan clofasimine, 300 mg sebulan sekali dan 50 

mg per hari Rifampin dan clofasimin  yang diberikan setiap bulan harus diawasi 

dengan ketat. Komite Ahli Kusta WHO telah mentapkan waktu minimal yang 

diperlukan untuk pengobatan kusta tipe multibasiler dipersingkat menjadi 12 bulan 

dimana sebelumnya waktu pemberian pengobatan yaitu   24 bulan. Pengobatan 

jika diperlukan dapat diperpanjang sampai pada pemeriksaan specimen kulit 

menunjukkan hasil negative. Untuk penderita kusta tipe pausibasiler (tuberkuloid) 

atau untuk penderita denga lesi kulit tunggal pemberian dosis tunggal obat 

kombinasi yang terdiri dari 600 mg rifampin, 400 mg ofloxaxin  dan 100 mg 

mynocyclone sudah mencukupi. Bagi penderita tipoe pausibasiler dengan lesi kulit 

lebih dari satu, rejimen yang dianjurkan yaitu   (600 mg rifampin yang diberikan 

sebulan sekali dengan pengawasan yang ketat, 100 mg dapsone setiap hari), 

diberikan selama 6 bulan. Penderita yang sedang mendapat pengobatan harus 

dimonitor untuk melihat kemungkinan terjadinya efek samping, reaksi kusta, dan 

ulkus tropikum. Komplikasi yang tertentu yang terjadi selama pengobatan perlu 

rujuk pada pusat rujukan. 

 

C. Penanggulangan wabah: Tidak ada. 

 

D. Impilkasi bencana: Setiap penundaan pada jadwal pengobatan akan berakibat serius. 

Dalam keadaan perang, seringkali diagnosa dan pengobatan penderita kusta 

terabaikan. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Pengawasan lebih lanjut  dibatasi pada kasus menular yang 

belum mendapatkan pengobatan. Manfaatkan Pusat – pusat kerjasama WHO. 

 

 

 308

LEPTOSPIROSIS                                                              ICD – 9 100; ICD – 10 A27 

(Penyakit Weil, Demam Canicola, Ikterus Hemoragika, demam lumpur, penyakit Swinerherd) 

 

1. Identifikasi  

Kelompok penyakit zoonis yang disebabkan oleh bakteri dengan manifestasi berubah-

ubah. Ciri-ciri yang umum yaitu   demam dengan serangan tiba-tiba, sakit kepala, 

menggigil, mialgia berat (betis dan kaki ) dan merah pada conjuctiva. Manifestasi lain 

yang mungkin muncul yaitu   demam diphasic, meningitis, ruam (palatal exanthem), 

anemia hemolytic, pendarahan didalam kulit dan selaput lendir, gatal hepatorenol, 

gangguan mental dan depresi, myocarditis dan radang paru-paru dengan atau tanpa  

hemopthisis. Didaerah yang endemis leptospirosis, mayoritas infeksi tidak jelas secara 

klinis atau terlalu ringan untuk didiagnosa secara pasti. Kasus sering didiagnosa salah 

sebagai meningitis,  ecefalitis atau influenza; buktiserologis adanya infeksi leptospira 

ditemukan diantara 10 % kasus meningitis dan encephalitis yang tidak terdiagnosa. Gejala 

klinis berlangsung selama beberapa hari sampai 3 minggu atau lebih. Secara umum, ada 

dua fase dari penyakit; tahap leptospiremia  atau febris, diikuti dengan fase pemulihan 

atau kekebalan. Penyembuhan kasus yang tidak diobati akan memerlukan waktu beberapa 

bulan. Infeksi dapat terjadi tanpa adanya gejala; keparahan penyakit  bervariuasi sesuai 

dengan serovarian bakteri yang menginfeksi. Angka kematian kasus cukup rendah namun  

dapat meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan dapat mencapai 20 % atau lebih 

pada penderita yang mengalami ikterus dan kerusakan ginjal yang tidak dilakukan 

hemodialisis; kematian umumnya disebabkan  oleh kerusakan hepatorenal, kelainan 

pembuluh darah disertai dengan perdarahan, terjadinya sindroma gagal pernafasan pada 

orang dewasa atau aritmia jantung disebab kan miokarditis. Jenis letospira yang berbeda 

ditemukan pada lokasi yang berbeda sehingga tes serologi harus memakai   panel yang 

khusus untuk mendiagnosa leptospira di suatu daerah tertentu. Kesulitan dalam 

mendiagnosa penyakit ini menyulitkan upaya pemberantasan sehingga sering 

memicu  peningkatan angka kematian sebab  penderita cenderung menjadi berat 

sebab  tidak dilakukan diagnosa dan pengobatan yang tepat. Diagnosa ditegakkan dengan 

adanya peningkatan titer antibody pemeriksaan serologis seperti dengan aglutinasi 

mikroskopik, dengan isolasi leptospira dari darah (7 hari pertama), atau dari LCS (pada 

hari ke-4 sampai ke-10) pada fase akut dari urin setelah hari ke-10 dengan memakai   

media khusus. Inokulasi pada marmot dan tikus hamster atau gerbil sering memberikan 

hasil positif. Pemeriksaan dengan teknik IF dan ELISA dipakai untuk mendeteksi 

leptospira pada specimen penderita dan specimen yang daimbil pada otopsi. 

 

2. Pemicu  penyakit  

Pemicu  penyakit yaitu   Leptospira, anggota dari ordo Spirochaetales. Leptospira yang 

menularkan penyakit termasuk kedalam spesies Leptospira interrogans, yang dibagi lagi 

menjadi berbagai serovarian. Lebih dari 200 serovarian telah diketahui, dan semuanya 

terbagi dalam 23 kelompok (serogroup) yang didasarkan pada keterkaitan serologis. 

Perubahan penting dalam penamaan (nomenklatur) leptospira sedang dibuat didasarkan 

atas keterkaitan DNA. Serovarian yang umum ditemukan di AS yaitu   

Icterohaemorrhagiae, canicola, autumnalis, hebdomidis, australis dan pomona. Di 

Inggris, New Zealand dan Australia, infeksi L. interrogans serovarian hardjo paling 

sering terjadi pada manusia yang kontak dekat dengan perternakan yang terinfeksi. 

 

 309

3. Distribusi Penyakit 

Penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia; muncul di daerah perkotaan dan pedesaan baik 

di Negara maju maupun Negara berkembang kecuali daerah kutub. Penyakit ini dapat 

terjadi sebagai risiko pekerjaan (occupational hazard) menyerang petani padi dan tebu, 

pekerja tambang, dokter hewan, peternak, peternak sapi perah, pekerja yang berkerja di 

pemotongan hewan, nelayan dan tentara. KLB dapat terjadi pada orang-orang yang 

trepajan dengan sungai, kanal dan danau yang airnya tercemar dengan urin dari binatang 

peliharaan dan binatang liar atau tercemar urin dan jaringan binatang yang terinfeksi. 

Penyakit ini juga merupakan risiko rekreasi (recreational hazard). Bagi perenang, pendaki 

gunung, olahrawagawan, dan mereka yang berkemah di daerah infeksi. Dengan demikian 

penyakit ini terutama menyerang laki-laki terkait dengan pekerjaan, namun cenderung 

terjadi peningkatan jumlah penderita pada anak-anak di daerah perkotaan. KLB yang 

cukup besar di Nikaragua pada tahun 1995 dan menimbulkan banyak kematian. Dan pada 

Pebruari 1997-1998 KLB terjadi di India, Singapura, Thailand dan Kazaktan. 

 

4. Reservoir – Hewan peliharaan dan binatang liar; serovarian berbeda-beda pada setiap 

hewan yang terinfeksi. Khususnya tikus besar (ichterohemorrhagiae), babi            

(pomona), lembu (hardjo), anjing (canicola), dan raccoon (autumnalis) di AS, babi 

terbukti menjadi tempat hidup bratislava; sedang  di Eropa badger sejenis mamalia 

carnivora juga dilaporkan sebagai reservoir. Ada banyak hewan lain yang dapat  menjadi 

hospes alternative, biasanya berperan sebagai carrier dalam waktu singkat. Hewan-hewan 

ini  yaitu   binatang pengerat liar, rusa, tupai, rubah, raccoon, mamalia laut (singa 

laut). Serovarian yang menginfeksi reptile dan amfibi belum terbukti dapat menginfeksi 

mamalia, namun  di Barbados dan Trinidad dicurigai telah menginfeksi manusia. Pada 

binatang carrier terjadi infeksi asimtomatik, leptospira ada didalam tubulus renalis 

binatang ini  sehingga  terjadi leptuspiruria seumur hidup binatang ini .  

 

5. Cara penularan – Melalui Kontak pada kulit, khususnya apabila terluka, atau kontak 

selaput lendir dengan air, tanah basah atau tanaman, khususnya tanaman tebu yang 

terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi, berenang, luka yang terjadi sebab   

kecelakaan kerja; kontak langsung dengan urin atau jaringan tubuh hewan yang terinfeksi; 

kadang kadang melalui makanan yang terkontaminasi dengan urin dari tikus yang 

terinfeksi; dean kadang kadang melalui terhirupnya “droplet” dari cairan yang 

terkontaminasi. 

 

6. Masa inkubasi – biasanya 10 hari, dengan rentang 4-19 hari. 

 

7. Masa penularan – Penularan langsung dari orang ke orang sangat jarang terjadi. 

Leptospira dapat dikeluarkan melalui urin, biasanya dalam waktu 1 bulan, namun  

leptospiruria telah ditemukan pada manusia dan hewan dalam waktu 11 bulan setelah 

menderita penyakit akut. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan – Pada umumnya orang rentan; kekebalan timbul terhadap 

serovarian tertentu yang disebabkan oleh infeksi alamiah atau (kadang-kadang) setelah 

pemberian imunisasi namun  kekebalan ini belum tentu dapat melindungi orang dari infeksi 

serovarian yang berbeda. 

 

 310

9. Cara – cara pemberantasan  

A. Upaya  pencegahan : 

1) Beri penyuluhan kepada warga  tentang cara-cara penularan penyakit ini. 

Jangan berenang atau menyeberangi sungai yang airnya diduga tercemar oleh 

leptospira, dan gunakan alat-alat pelindung yang diperlukan apabila harus bekerja 

pada perariran yang tercemar. 

2) Lindungi para pekerja yang bekerja di daerah yang tercemar dengan perlindungan 

secukupnya dengan menyediakan sepatu boot, sarung tangan dan apron. 

3) Kenali tanah dan air yang berpotensi terkontaminasi dan keringkan air ini  jika 

memungkinkan. 

4) Berantas hewan-hewan pengerat dari lingkungan pemukiman terutama di pedesaan 

dan tempat-tempat rekreasi. Bakar lading tebu sebelum panen. 

5) Pisahkanhewan peliharaan yang terinfeksi; cegah kontaminasi  pada lingkungan 

manusia, tempat kerja dan tempat rekreasioleh urin hewan yang terinfeksi. 

6) Pemberian imunisasi  kepada hewan ternak dan binatang peliharaan dapat 

mencegah timbulnya penyakit, namun  tidak emncegah terjadinya infeksi 

leptospiruria. Vaksin harus mengandung strain domain dari leptospira di daerah 

itu. 

7) Imunisasi diberikan kepada orang yang sebab  pekerjaannya terpajan 

denganleptospira jenis serovarian tertentu, hal  ini dilakukan di Jepang, Cina, Itali, 

Spanyol, Perancis dan Israel. 

8) Doxycycline telah terbukti efektif untuk mencegah leptospirosis pada anggota 

militer dengan memberikan dosis oral 200 mg seminggu sekali selama masa 

penularan di Panama. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekiratnya : 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Pelaporan kasus diwajibkan 

dibanyak negara bagian ( AS) dan negara lain di dunia, Klasifikasi 2B (lihat 

tentang laporan penyakit smenular) 

2) Isolasi: Tindakan kewaspadan terhadap darah dan cairan tubuh. 

3) Disinfeksi serentak: Dilakukan terhadap benda yang tercemar dengan urin. 

4) Karantina: TIDAK DILAKUKAN. 

5) Imunisasi terhadap kontak: TIDAK DILAKUKAN. 

6) Investigasi orang-orang yang kontak dan sumber infeksi: Selidiki adanya hewan-

hewan yang terinfeksi dan air yang terkontaminasi. 

7) Pengobatan spesifik: Penisilin, cephalosporin lincommycin dan erythromycin 

menghambat pertumbuhan leptospira invitro. Doxycyline dan penisilin G  terbukti 

efektif dalam percobaan “Double Blind Plasebo Controlled trials‘’ Penisilin G dan 

amoksisilin terbukti masih efektif walaupun diberikan dalam 7 hari sakit. Namun 

pengobatan yang tepat dan sedini mungkin sangatlah penting.   

 

C. Penanggulangan wabah: Mencari sumber infeksi seperti kolam renang yang 

terkontaminasi dan sumber air lainnya; menghilangkan kontaminasi atau melarang 

penggunaannya. Menyelidiki sumber penyakit dan lingkungan pekerjaan, termasuk 

mereka yang kontak langsung dengan hewan. 

  

 

 311

D. Implikasi bencana: Potensial untuk terjadi penularan dan KLB pada saatterjadi banjir 

yang menggenagi daerah sekitarnya. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Manfaatkan pusat kerjasama WHO. 

 

 

 

 

LISTERIOSIS              ICD-9 027.0; ICD-10 A32 

 

 

1. Identifikasi  

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri biasanya berupa meningoencephalitis dan atau 

septicemia pada bayi baru lahir dan orang dewasa, gejala klinis penyakit ini pada wanita 

hamil yaitu   demam dan keguguran. Mereka yang berisiko tinggi terinfeksi yaitu   bayi 

baru lahir, orang lanjut usia (manula), yang tidak memiliki  cukup kekebalan tubuh  dan 

wanita hamil. Kejadian meningoencephalitis (jarang terjadi pada wanita hamil) bisa terjadi 

tiba-tiba, dengan demam, sakit kepala yang hebat, mual-mual, muntah-muntah dan tanda-

tanda iritasi slaput otak, atau bisa sub akut, khususnya pada orang dengan kekebalan tubuh 

yang kurang dan usia lanjut. Delirium dan koma dapat terjadi pada awal sakit: kadang-

kadang pingsan dan shock. Endokarditis, lesi granulair pada hati dan organ lain, abses 

internal dan external yang terlokalisir dan lesi pustuler atau papuler pada kulit dapat 

terjadi pada keadaan  tertentu. Orang normal yang terjangkit penyakit ini kadang hanya 

berupa serangan akut, ringan, febris. namun  infeksi pada wanita hamil dapat ditularkan 

kepada janin. Bayi dapat mengalami kematian, lahir dengan septicemia, atau terkena 

radang selaput otak pada saat dilahirkan meskipun pada ibunya tidak tampak gejala. Pada 

saat masa post partum penyakit ini jarang terjadi, namun  “case fatality rate’‘ penyakit ini 

bias mencapai 30 % pada bayi baru lahir dan menjadi 50 % pada usia 4 hari pertama. Pada 

kejadian wabah terakhir, angka “case fatality rate”‘  keseluruhan pada orang dewasa yang 

tidak hamil yaitu   35 %; 11 % pada usia di bawah 40 tahun dan 63 % pada usia 60 tahun 

keatas.   

Hasil diagnosa dipastikan dengan mengisolasi Pemicu  penyakit dari LCS, darah, cairan 

amnion, plasenta, meconium, lochia, pencucian lambung dan tempat-tempat lain dimana 

infeksi dapat terjadi. Listeria monocytogenes dapat diisolasi dari tempat yang biasanya 

steril pada media rutin, namun  harus hati-hati agar dapat dibedakan organisme ini dengan 

basil gram-positif lainnya, terutama diphtheroid. Isolasi dari spesimen yang 

terkontaminasi sering dilakukan dengan memakai   media selektif yang diperkaya. 

Pemeriksaan mikroskopis terhadap LCS atau meconium hanya bersifat diagnosa perkiraan 

(presumtif); sedang  pemeriksaan serologi tidak dapat dipercaya. 

 

2. Pemicu  penyakit – Listeria monocytogenes, bakteri berbentuk gram positif; infeksi 

pada manusia biasanya disebabkan oleh serovarian 1/2 a, 1/2b dan 4b. 

 

3. Distribusi Penyakit  

Penyakit yang jarang terdiagnosa; Di AS  jumlah penderita yang sampai memerlukan 

perawatan di rumah sakit sekitar 1/200.000 warga .  

 

 312

Penyakit ini biasanya muncul sporadic, namun beberapa KLB belakangan ini dilaporkan 

terjadi hamper di semua musim. Sekitar 30% dari kasus klinis terjadi pada usia 3 minggu 

pertama. Pada wanita yang tidak hamil infeksi terjadi setelah  usia 40 tahun. Pernah 

dilaporkanterjadi infeksi nosocomial. Infeksi asymptomatic terjadi pada semua usia, 

namun infeksi pada wanita hamil perlu perhatian khusus. Aborsi dapat terjadi setiap saat, 

namun paling sering terjadi pada usia pertengahan kehamilan. Infeksi perinatal didapat 

selama trimester terakhir. 

 

 

4. Reservoir  

Reservoir utama organisme ini yaitu   tanah, makanan ternak, Lumpur dan tempat 

penyimpanan makanan ternak.  Penyimpanan makanan ternak yang biasa dilakukan secara 

musiman meningkatkan insidens listeriosis pada binatang. Reservoir lain yaitu   binatang 

liar dan binatang peliharaan yang terinfeksi, manusia, unggas. Carrier yang tidak 

menunjukkan gejala  dan dalam tinjanya selalu mengandung listeria mencapai 10%, lebih 

tinggi pada orang yang bekerja pada rumah potong hewan dan pada petugas laboratorium 

yang menangani kultur Listeria mocyctogenes. Keju lunak dapat berperan sebagai media 

pertumbuhan listeria pada waktu proses pembuatannya dan dapat menimbulkan KLB.  

Berbeda dengan organisme Pemicu  KLB melalui makanan yang lain, listeria tetap 

berkembang biak pada makananyang terkontaminasi yang disimpan di lemari es.  

 

5. Cara Penularan  

Penularan penyakit listeriosis dilaporkan terjadi sebab  minum susu tercemar, keju lunak, 

sayur mayur dan daging siap makan, seperti “pâtè”. Sebagian besar lesteriosis yang terjadi 

secara sporadis akibat penularan melalui makanan. Luka papuler pada tangan dan lengan 

dapat terjadi melalui kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi. Infeksi pada bayi 

baru lahir, organisme dapat ditularkan dari ibu ke janin dalam rahim atau ketika melewati 

jalan lahir yang terinfeksi. Jarang sekali dilaporkan terjadi penularan pada kamar anak-

anak melalui alat atau benda yang terkontaminasi. 

 

6. Masa Inkubasi – Bervariasi; penularan terjadi antara 3 – 70 hari setelah terpapar suatu 

produk yang tercemar. Median masa inkubasi diperkirakan 3 minggu. 

 

7. Masa Penularan – Seorang ibu yang menginfeksi bayinya tetap mengandung bakteri 

pada vagina dan urin selama 7 – 10 hari setelah melahirkan dan jarang lebih lama. Namun 

orang yang terinfeksi, dalam tinjnya dapat mengandung bakteri selama beberapa bulan. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan – Janin dan bayi baru lahir sangat rentan. Anak anak dan 

orang dewasa muda umumnya kebal, kekebalan orang dewasa yang berusia lebih dari 40 

tahun menurun, khususnya yang sistim kekebalannya terganggu dan usia lanjut. Penyakit 

ini biasanya sangat mudah terjadi pada orang yang menderita penyakit lain seperti kanker, 

trasplantasi organ, diabetes dan AIDS. Sedikit sekali bukti bahwa timbul kekebalan, 

bahkan setelah mengalami infeksi yang berat. 

 

 

 

 

 313

9. Cara–cara Pemberantasan  - 

A. Tindakan Pencegahan : 

1) Wanita hamil dan orang yang memiliki kekebalan tubuh yang kurang harus 

menghidari mengkonsumsi keju lunak seperti keju Brie, Camembert dan keju ala 

Mexico. Mereka harus memasak hingga mendidih makanan sisa atau makanan 

seperti “hot dog”. Mereka harus menghindari daging mentah dan hanya 

menkonsumsi daging yang dimasak serta produk susu yang telah di pasteurisasi. 

Mereka juga harus menghindari kontak dengan bahan yang terinfeksi, seperti janin 

ternak yang mati sebab  keguguran. 

2) Pastikan keamanan makanan yang berasal dari hewan. Pasteurisasi semua produk 

susu jika memungkinkan. Lakukan radiasi terhadap semua keju lunak setelah 

pemasakan atau lakukan pemantauan terhadap produk susu yang belum 

dipasteurisasi, seperti keju lunak, dengan cara mengambil sampel untuk dikultur 

melihat kemungkinan tercemar listeria. 

3) Makanan jadi yang telah terkontaminasi Listeria monocytogenes (misalnya pada 

saat melakukan surveilans bakteri secara rutin) harus ditarik dari peredaran. 

4) Cuci sayuran mentah dengan bersih sebelum dimakan. 

5) Masak makanan mentah yang berasal dari hewan seperti sapi, babi dan unggas 

sampai matang benar. 

6) Cuci tangan, pisau, dan talenan setelah memotong makanan yang belum dimasak. 

7) Hindari penggunaan pupuk yang belum diolah untuk tanaman sayuran.  

8) Dokter hewan dan petani harus melakukan tindakan pencegahan yang tepat dalam 

menangani janin hewan yang aborsi dan hewan yang sakit atau mati, khususnya 

biri biri yang mati sebab  encephalitis. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya: 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: pelaporan khusus diwajibkan 

dibanyak negara bagian (AS) dan dibeberapa negara, Klasifikasi 2B; sedang  di 

negara lain, laporan diperlukan jika terjadi peningkatan jumlah khusus, Klasifikasi 

4 (lihat Laporan Penyakit Menular). 

2) Isolasi: tindakan kewaspadaan terhadap penyekit enterik. 

3) Disinfeksi serentak: Tidak ada 

4) Karantina: Tidak  ada. 

5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada. 

6) Investigasi orang-orang yang kontak dan sumber infeksi: data surveilans kasus 

harus sering dianalisa akan kemungkinan adanya peningkatan jumlah kasus semua 

kejadian yang diduga KLB harus diteliti terhadap kemungkinan adanya satu 

sumber infeksi (common source). 

7) Pengobatan spesifik: Penisilin dan ampicilin atau ditambah dengan 

aminoglycosides. Untuk penderita yang alergi terhadap penecilin, TMP-SMX atau 

erythromycin dapat digunakan. Cephalosporin, termasuk cephalosporin generasi 

ke tiga, tidak efektif untuk pengobatan listeriosis secara klinik . Telah ditemukan 

resistensi terhadap tetracyclin. Specimen dari meconium yang dicat dengan gram 

dari bayi baru lahir yang dicurigai menderita listeriosis harus diperiksai 

keberadaan jenis batang gram positif L. monocytogenes. Jika hasilnya positif, 

profilaksis antibiotik harus diberikan sebagai tindakan pencegahan. 

 

 314

   

C.  Penanggulangan Wabah: Lakukan investigasi terhadap KLB untuk mengetahui 

sumber infeksi, dan mencegah adanya kontak lebih lanjut dengan sumber ini . 

 

D. Implikasi Bencana: Tidak ada 

 

E. Penanganan lebih lanjut : Tidak ada. 

 

 

 

 

LOIASIS                  ICD –9 125.2; ICD–10 B74.3 

(Infeksi Loa loa, Penyakit cacing mata Afrika, Pembengkakan Calabar) 

 

 

1. Identifikasi  

Suatu penyakit filarial kronis yang ditandai dengan migrasi cacing dewasa kedalam 

jaringan kulit atau jaringan tubuh yang lebih dalam, memicu  pembengkakan 

sementara dengan diameter sebesar beberapa sentimeter, dapat terjadi pada bagian tubuh 

manapun. Pembengkakan didahului oleh rasa sakit pada lokasi tertentu disertai dengan 

pruritus. Pruritus lengan, dada, wajah dan bahu merupakan gejala utama. Nama local 

antara lain:  ‘pembengkakan sementara‘ dan ‘pembengkakan Calabar‘. Migrasi dibawah 

conjunctiva bulbaris dapat disertai dengan rasa sakit dan edema. Terkadang timbul reaksi 

alergi berupa urticaria yang lebar disertai demam.  

Infeksi oleh filarial lain, seperti Wuchereria  bancrofti, Onchocerca volvulus, Monsonella 

(Dipetalonema) perstans dan M. streptocerca (yang biasa ditemukan di daerah endemis 

Loa-loa) harus dipertimbangkan dalam melakukan diagnosis diferensial. Larvae (mikro 

filariae) terdapat dalam darah tepi pada siang hari dan dapat dilihat pada pewarnaan 

sediaan darah tebal, pewarnaan sedimen serupa darah atau dengan filtrasi memakai   

membran. Eosinophilia sering terjadi. DNA spesifik dari Loa-loa dapat dideteksi dari 

darah orang yang terinfeksi, tanpa gejala klinis. Riwayat perjalanan seseorang penting 

untuk diagnosa. 

 

2. Pemicu  penyakit – Loa-loa, sejenis cacing, filaria. 

 

3. Distribusi penyakit – Tersebar luas di hutan hujan tropis Afrika, khususnya di Afrika 

Tengah. Ditepi sungai Congo, 90 % dari warga  asli beberepa desa telah terinfeksi . 

 

4. Reservoir –