stunting 2

rasional dibandingkan mereka
yang berpendidikan rendah atau mereka yang tidak
berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin mudah seseorang dalam menerima serta
mengambangkan pengetahuan dan teknologi yang dapat
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarganya
(Hapsari, 2001 dalam Suyadi, 2009). Wanita atau ibu dengan
pendidikan rendah atau tidak berpendidikan biasanya
memiliki lebih banyak anak dibandingkan mereka yang
berpendidikan tinggi. Mereka yang berpendidikan rendah
pada umumnya sulit untuk memahami dampak negatif dari
mempunyai banyak anak 
Rendahnya pengetahuan dan pendidikan orangtua
khususnya ibu, merupakan faktor pemicu  penting
terjadinya KEP. Hal ini karena danya kaitan antara peran ibu
dalam mengurus rumah tangga khususnya anak-anaknya.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat
mempengaruhi tingkat kemampuan ibu dalam mengelola
sumber daya kelurga, untuk mendapatkan kecukupan bahan
makanan yang dibutuhkan serta sejauh mana sarana
pelayanan kesehatan gigi dan sanitasi lingkungan yang
tersedia, dimanfatkan dengan sebaik-baiknya untuk
kesehatan keluarga 
Selain itu rendahnya pendidikan ibu dapat
memicu  rendahnya pemahaman ibu terhadap apa yang
dibutuhkan demi perkembangan optimal anak. Masyarakat
dengan tingkat pendidikan yang rendah akan lebih baik
mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan
makanan, sehingga sulit menerima informasi baru bidang gizi.
Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi
mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan,
semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih mudah
menerima informasi- informasi gizi. Dengan pendidikan gizi
ini  diharapkan tercipta pola kebiasaan makan yang baik
dan sehat, sehingga dapat mengetahui kandungan gizi,
sanitasi dan pengetahuan yang terkait dengan pola makan
lainnya ,
Selain itu, tingkat pendidikan ibu banyak menentukan
sikap dalam menghadapi berbagai masalah. Balita-balita dari
ibu yang mempunyai latar pendidikan lebih tinggi akan
mendapat kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik
dibandingkan dengan tingkat pendidikan ibu yang rendah.
Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal
baru guna pemeliharaan kesehatan balita juga akan berbeda
berdasar  tingkat pendidikannya. Ibu yang memiliki
pendidikan rendah berisiko 5,1 kali lebih besar memiliki balita
stunting (Rahayu dan Khairiyati, 2014). Tingkat pendidikan
merupakan pintu akses sejauh mana seorang ibu dapat
menerima informasi yang diperoleh tentunya ada
hubungannya dengan penambahan pengetahuan dari
seorang ibu. Hasil penelitian Rahayu et al (2016) telah
menemukan bahwa tingkat pengetahuan seorang ibu
berhubungan dengan kejadian stunting pada balita (p<0,05).
Penelitian ini diselenggarakan di Kota Banjarbaru yang
merupakan kota dengan julukan kota pendidikan bagi
warga Kalimantan Selatan 
Tingkat pendidikan ayah dan ibu merupakan
determinan yang kuat terhadap kejadian stunting pada anak
di negara kita  dan Bangladesh  Pada anak yang berasal dari ibu dengan tingkat
pendidikan tinggi memiliki tinggi badan 0,5 cm lebih tinggi
dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu dengan tingkat
pendidikan rendah6. berdasar  penelitian Norliani et al.,
tingkat pendidikan ayah dan ibu mempunyai risiko 2,1 dan 3,4
kali lebih besar memiliki anak yang stunted pada usia sekolah
7. Pendidikan Ayah
Tingkat pendidikan ayah yang tinggi akan meningkatkan
status ekonomi rumah tangga, hal ini karena tingkat
pendidikan ayah erat kaitannya dengan perolehan lapangan
kerja dan penghasilan yang lebih besar sehingga akan
meningkatkan daya beli rumah tanga untuk mencukupi
makanan bagi anggota keluarganya 
Tingkat pendidikan ayah dan ibu merupakan
determinan yang kuat terhadap kejadian stunting pada anak
di negara kita  dan Bangladesh  Pada anak yang berasal dari ibu dengan tingkat
pendidikan tinggi memiliki tinggi badan 0,5 cm lebih tinggi
dibandingkan dengan anak yang memiliki ibu dengan tingkat
pendidikan rendah6. berdasar  penelitian Norliani et al.,
tingkat pendidikan ayah dan ibu mempunyai risiko 2,1 dan 3,4
kali lebih besar memiliki anak yang stunted pada usia sekolah
8. Pekerjaan Ibu
Menurut Djaeni (2000), pekerjaan adalah mata
pencaharian apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Lamanya
seseorang bekerja sehari-hari pada umumnya 6-8 jam (sisa 16-
18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga,
warga, istirahat, tidur, dan lain- lain. Dalam seminggu,
seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50
jam. Ini dapat dibuat 5-6 hari kerja dalam seminggu, sesuai
dengan pasal 12 ayat 1 Undang-undang tenaga kerja No. 14
Tahun 1986. Bertambah luasnya lapangan kerja, semakin
mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja terutama
di sektor swasta. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi
pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak
negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Pengaruh ibu yang
bekerja terhadap hubungan antara ibu dan anaknya sebagian
besar sangat bergantung pada usia anak dan waktu ibu kapan
mulai bekerja. Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore
tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga,
Dalam keluarga peran ibu sangatlah penting yaitu
sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan
anggota keluarga, juga berperan dalam usaha perbaikan gizi
keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi bayi dan
anak. Para ibu yang setelah melahirkan bayinya kemudian
langsung bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari pagi,
sampai sore akan membuat bayi ini  tidak mendapatkan
ASI. Sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan
tambahan tidak dilakukan dengan semestinya. Hal ini
memicu  asupan gizi pada bayinya menjadi buruk dan
bisa berdampak pada status gizi bayinya 
9. Pekerjaan Ayah
Menurut Djaeni (2000), pekerjaan adalah mata
pencaharian apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu
yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Lamanya
seseorang bekerja sehari-hari pada umumnya 6-8 jam (sisa 16-
18 jam) digunakan untuk kehidupan dalam keluarga,
warga, istirahat, tidur, dan lain- lain. Dalam seminggu,
seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50
jam. Ini dapat dibuat 5-6 hari kerja dalam seminggu, sesuai
dengan pasal 12 ayat 1 Undang-undang tenaga kerja No. 14
Tahun 1986.
Penelitian Hatril (2001) menunjukkan kecenderungan
bahwa ayah yang bekerja dalam kategori swasta mempunyai
pola konsumsi makanan keluarga yang lebih baik
dibandingkan dengan ayah yang bekerja sebagai buruh. Hasil
uji statistiknya pun menunjukkan hubungan yang bermakna
antara keduanya. Begitu pula dengan penelitian Alibbirwin
(2002) menemukan hubungan yang bermakna antara
pekerjaan ayah dengan status gizi balita. dikatakan banwa
ayah yang bekerja sebagai buruh berisikolebih besar
mempunyai balita kurang gizi dibandingkan dengan balita
yang ayahnya bekerja wiraswasta. Proporsi ayah yang bekerja
dalam kategori PNS/Swasta cenderung mempunyai status gizi
baik dibandingkan ayah dengan pekerjaan lainnya , Hal ini di dukung oleh
penelitian Sihadi (1999) dalam Suyadi (2009) yang
menyatakan bahwa ayah yang bekerja sebagai buruh
memiliki balita dengan proporsi status gizi buruk terbesar
yaitu sebesar 53%
10. Wilayah Tempat Tinggal
Definisi perkotaan adalah suatu tempat dengan 1)
kepadatan penduduknya lebih dibandingkan dengan kondisi
pada umumnya, 2) mata pencaharian utama penduduknya
bukan merupakan aktifitas ekonomi primer/pertanian, dan 3)
tempatnya merupakan pusat budaya, administrasi atau pusat
kegiatan ekonomi wilayah sekitarnya ,Menurut Komsiah (2007),
wilayah pedesaan ditandai dengan sebagian besar
penduduknya memiliki mata pencaharian di bidang pertanian.
Menurut Depkes (2008), tempat tinggal adalah lokasi
rumah seseorang yang dibedakan menjadi perkotaan dan
pedesaan. Untuk menentukan suatu kelurahan termasuk
area perkotaan atau pedesaan, digunakan suatu indikator
komposit (indikator gabungan) yang skor atau nilainya
didasarkan pada variabel, yaitu: kepadatan penduduk,
presentase rumah tangga pertanian dan akses fasilitas umum,
Letak suatu tempat dapat berpengaruh terhadap
perilaku konsumsi individu. Sebagai contoh, seorang petani
yang tinggal di desa dan dekat dengan areal pertanian akan
lebih mudah dalam mendapatkan bahan makanan segar dan
alami, seperti buah dan sayur. Namun, seseorang yang
tinggal di area perkotaan akan lebih sedikit akses untuk
mendapatkan bahan makanan segar ini  karena di
area perkotaan lebih banyak tersedia berbagai makanan
cepat saji. Walaupun tidak menutup kemungkinan, terdapar
penduduk perkotaan yang mengkonsumsi buah dan sayur,
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan
provinsi yang memiliki prevalensi stunting paling tinggi untuk
wilayah pedesaan pada tahun 1999-2002 yaitu mencapai
48.2%. Pada tahun 2000 dan 2001 untuk wilayah perkotaan,
Makasar merupakan kota dengan prevalensi stunting
tertinggi, masing masing mencapai 43,1% dan 42,6% 
11. Status Ekonomi Keluarga
Besarnya pendapatan yang diperoleh atau diterima
rumah tangga dapat menggambarkan kesejahteraan suatu
warga. Namun demikian, data pendapatan yang akurat
sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan melalui
pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga
dapat dibedakan menurut pengeluaran makanan dan bukan
makanan, dimana menggambarkan bagaimana penduduk
mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Pengeluaran
untuk konsumsi makanan dan bukan makanan berkaitan erat
dengan tingkat pendapatan warga. Di Negara yang
sedang berkembang, pemenuhan kebutuhan makanan masih
menjadi prioritas utama, dikarenakan untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensional
karena dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait.
Faktor ekonomi (pendapatan) misalnya, akan terkait dengan
kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan
pangannya sehingga akan terkait pula dengan status gizi
secara tidak langsung (Soehardjo, 1989). Setidaknya,
keluarga dengan pendapatan yang minim akan kurang
menjamin ketersediaan jumlah dan keanekaragaman
makanan, karena dengan uang yang terbatas itu biasanya
keluarga ini  tidak dapat mempunyai banyak pilihan
mengatakan bahwa keluarga
terutama ibu dengan pendapatan rendah biasanya memiliki
rasa percaya diri yang kurang dan memiliki akses terbatas
untuk berpartisipasi pada pelayanan kesehatan dan gizi
seperti posyandu, Bina Keluarga Balita dan Puskesmas. Oleh
karena itu, mereka berisikoyang lebih tinggi untuk
memiliki anak yang kurang gizi. Akan tetapi, pada keluarga
dengan ekonomi lebih tinggi, tingginya pendapatan tidak
menjamin bahwa makanan yang dikonsumsi keluarga lebih
baik dan beragam. Jumlah pengeluaran yang lebih banyak
untuk makanan tidak menjamin bahwa kualitas makanan
yang dikonsumsi lebih baik dan lebih beragam. Terkadang
perbedaannya terletak pada harga makanan yang lebih mahal
Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan status
ekonomi rendah mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang
lebih sedikit dibandingkan anak-anak dari keluarga dengan status
ekonomi lebih baik. Dengan demikian, mereka pun
mengkonsumsi energi dan zat gizi dalam jumlah yang lebih
lebih sedikit. Studi mengenai ststus gizi menunjukkan bahwa
anak-anak dari keluarga yang kurang mampu memiliki berat
badan dan tinggi badan yang lebih rendah dibandingkan
anak-anak yang ekonominya baik. Dalam hasil studi,
ditemukan bahwa perbedaan tinggi badan lebih besar
dibandingkan perbedaan berat badan. Studi juga menunjukkan
bahwa anak-anak yang hidup di area yang mengalami
kekurangan suplai makanan memiliki tinggi badan yang lebih
rendah dibandingkan mereka yang tinggal di area yang memiliki
suplai makanan cukup (Pipes, 1985). Ayah yang bekerja akan
mempengaruhi jumlah pendapatan keluarganya. berdasar 
hasil penelitian Rahayu dan Putri di Kabupten Banjar telah
menemukan bahwa 62,7% balita mengalami stunting,
berhubungan pendapatan keluarga dengan OR 1,745 yang
artinya balita yang berada pada keluarga dengan pendapatan
keluarga rendah lebih berisiko 1,745 kali mengalami stunting
dibanding yang berpendapatan tinggi ,
Pendapatan berhubungan dengan pekerjaan. Menurut
teori, ada  asosiasi antara pendapatan status gizi, apabila
pendapatan meningkat maka bukan tidak mungkin kesehatan
dan masalah keluarga yang berkaitan dengan gizi mengalami
perbaikan (Suhardjo, 1989). Peningkatan pendapatan rumah
tangga berhubungan dengan penurunan dramatis terhadap
probabilitas stunting pada anak. Beberapa studi menunjukkan
bahwa peningkatan pendapatan pada penduduk miskin
adalah strategi untuk membatasi tingginya kejadian stunting
dalam sosial-ekonomi rendah pada segmen populasi.
Malnutrisi terutama stunting lebih dipengaruhi oleh dimensi
sosial-ekonomi. Menurut penelitian Semba et al tahun 2008 di
negara kita  dan Bangladesh menunjukkan bahwa anak dari
keluarga dengan tingkat ekonomi rendah memiliki risiko
stunting lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga sosial-
ekonomi yang lebih tinggi. Ha ini menunjukkan bahwa
keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi kejadian stunting
pada anak 
PERANAN METODE PENDIDIKAN DAN MEDIA DALAM
MENGATASI STUNTING
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita
akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya. Stunting berdampak pada tingkat
kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan
produktivitas dan menghambat pertumbuhan ekonomi, serta
meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Pemerintah
telah menegaskan untuk menangani masalah stuntingmelalui
koordinasi lintas kementerian/lembaga. Selain itu, sekolah
merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mana
peserta didik datang untuk belajar sehingga mampu
meningkatkan kualitas peserta didik itu sendiri. Pendidikan
gizi yang dilakukan disekolah merupakan pendidikan gizi
komunitas dan salah satu langkah strategis untuk
meningkatkan status kesehatan dan menyukseskan gerakan
1000 HPK karena sekolah merupakan salah satu lembaga
yang didirikan dengan tujuan meningkatkan sumberdaya
manusia secara fisik mental dan spiritual. Pemberian
pendidikan pada siswi disekolah mampu dijadikan investasi
agar gerakan 1000 HPK dapat berjalan dengan baik.
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Khoirani (2012)
menunjukkan adanya pengaruh media permainan terhadap
peningkiatan pengetahuan siswa tentang gizi  seimbang
menjadi 100% dari yang sebelumnya 80,77%, sedangkan
menurut  penelitian yang dilakukan oleh Koka (2014)
mengenai pengaruh pendidikan gizi yang dilakukan dengan
metode ceramah dan diskusi menunjukkan adanya
peningkatan pengetahuan dan sikap siswa menjadi lebih baik
mengenai 1000 HPK dimana pengetahuan siswa pada
kategori baik sebelum diberikan pendidikan hanya sebesar
3,9% meningkat menjadi 64,7% setelah dilakukan pendidikan
gizi 1000 HPK, begitu juga dengan sikap siswa yang
meningkat secara nyata sesudah diberikan pendidikan gizi
1000 HPK. Penelitian yang dilakukan oleh Demitri (2015)
diketahui bahwa ada pengaruh pendidikan gizi melalui game
puzzle terhadap peningkatan pengetahuan anak sekolah
dasar tentang pola makan seimbang. Hasil penelitian
Gunawan (2014) yang bertujuan untuk mengkaji pengetahuan
daan sikap mahasiswa IPB tentang 1000 hari pertama
kehidupan terkait masa postnatal dengan membandingkan
mahasiswi jurusan ilmu gizi semester delapan dan mahasiswi
tingkat persiapan bersama (TPB), diperoleh hasil tingkat
pengetahuan mengenai 1000 HPK terkait masa postnatal
mahasiswi ilmu  gizi semeser delapan secara signifikan lebih
tinggi (83,7%) dibandingkan dengan  mahasiswi tingkat
persiapan bersama (52,8%), sedangkan untuk sikap keduanya
tergolong dalam kategori sedang (Rosha BC, dkk, 2016).
Kekurangan gizi pada kasus stunting terjadi sejak bayi di
dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir,
atau dalam 1.000 hari pertama dalam kehidupan. Tetapi
stunting baru nampak setelah anak berusia dua tahun.
Stunting dapat berdampak pada tingkat kecerdasan,
kerentanan terhadap penyakit, dan penurunan produktivitas.
Pada anak dengan pertumbuhan normal, sel otaknya
berkembang baik dengan cabang yang panjang. Pada anak
stunting, sel otaknya berkembang terbatas, bercabang tidak
normal, dan memiliki cabang yang lebih pendek dibandingkan
anak normal. Hal ini berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan anak.
Peranan edukasi gizi pada ibu-ibu yang memiliki balita
sangat penting. Edukasi gizi merupakan bagian kegiatan
pendidikan kesehatan, didefinisikan sebagai upaya terencana
untuk mengubah perilaku individu, keluarga, kelompok dan
warga dalam bidang kesehatan. Academic Nutrition and
Dietetics (AND) mendefinisikan edukasi gizi sebagai suatu
proses yang formal untuk melatih kemampuan klien atau
meningkatkan pengetahuan klien dalam memilih makanan,
aktifitas fisik, dan perilaku yang berkaitan dengan
pemeliharaan atau perbaikan kesehatan. Edukasi gizi mampu
meningkatkan pengetahuan dan feeding practice ibu
meskipun pertumbuhan anak tidak meningkat secara
langsung. Edukasi gizi kepada ibu dan para pengasuh balita
menjadi salah satu rekomendasi Unicef negara kita  untuk
mengentaskan masalah stunting di negara kita . Edukasi gizi
dapat dilakukan secara individu maupun berkelompok 
Academy of Nutrition and Dietetics in International Dietetics
dan Nutrition Terminology/IDNT, 2013).
Pada tahun 2012, OECD PISA mengeluarkan hasil
risetnya tentang tingkat kecerdasan anak negara kita .
Asesmen yang dilakukan OECD PISA itu memperlihatkan
bahwa tingkat kecerdasan anak negara kita  berada di urutan
64 terendah dari 65 negara. Posisi itu bahkan menjadikan
negara kita  berada dibawah negara ASEAN lainnya, seperti
Malaysia (urutan ke-52), Thailand (urutan ke-50), dan Vietnam
(urutan ke-17). OECD PISA (Organization for Economic
Cooperation and Development – Programme for International
Student Assessment) adalah sebuah organisasi global
bergengsi yang mengamati kompetensi pelajar usia 15 tahun
dari 65 negara, termasuk negara kita , dalam bidang membaca,
matematika, dan sains.
Pengalaman dan bukti internasional yang diolah dari
laporan World Bank Investing in Early Years Brief tahun 2016
menunjukkan bahwa masalah anak kerdil (stunting) juga
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan produktivitas
pasar kerja, dengan potensi kehilangan 11 % GDP (Gross
Domestic Product), serta mengurangi pendapatan pekerja
dewasa hingga 20 %. Masalah stunting juga memperburuk
kesenjangan karena mengurangi 10 % dari total pendapatan
seumur hidup, sehingga menciptakan kemiskinan antar
generasi.
berdasar  data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2013, sekitar 37%
atau kurang lebih sembilan juta anak balita di negara kita 
mengalami masalah stunting. Anak-anak dengan masalah
stunting ini tersebar di seluruh wilayah negara kita  dan lintas
kelompok pendapatan. Saat ini negara kita  menjadi salah satu
negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi
dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan
menengah lainnya. negara kita  sendiri berada pada kelompok
negara-negara dengan kondisi stunting terburuk dengan
kasus stunting pada balita dan anemia pada perempuan
dewasa (WRA/Women of Reproductive Age), bersama 47
negara lainnya, antara lain Angola, Ghana, Haiti, Malawi,
Nepal, dan Timor Leste. Situasi ini jika tidak segera ditangani
akan memengaruhi kinerja pembangunan negara kita , baik
yang menyangkut pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan
ketimpangan.
Stunting dipicu  oleh faktor multidimensi, yaitu
praktik pengasuhan yang tidak baik, terbatasnya layanan
kesehatan dan pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya
akses ke makanan bergizi, serta kurangnya akses ke air bersih
dan sanitasi. Penanganan anak kerdil (stunting) memerlukan
koordinasi antar sektor dan melibatkan berbagai pemangku
kepentingan seperti pemerintah pusat, pemerintah area,
dunia usaha/industri, dan warga umum. Presiden dan
Wakil Presiden pun berkomitmen untuk memimpin langsung
upaya penanganan stunting agar penurunan prevalensi
stunting dapat dipercepat dan dapat terjadi secara merata di
seluruh wilayah negara kita .
Secara umum, ada dua jenis intervensi yang dilakukan
pemerintah untuk menangani masalah stunting, yaitu
Intervensi Gizi Spesifik (berkontribusi 30 %) dan Intervensi Gizi
Sensitif (berkontribusi 70 %). Intervensi Gizi Spesifik adalah
intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan
oleh sector kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka
pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.
Intervensi Gizi Sensitif adalah intervensi yang ditujukan
melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor
kesehatan. Sasarannya adalah warga umum, dan tidak
khusus untuk 1.000 hari pertama kehidupan.
Intervensi Gizi Spesifik menyasar pada tiga target
sasaran, yaitu ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-6
bulan, dan ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan. Beberapa
hal yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan antara lain memberikan makanan tambahan pada
ibu hamil untuk mengatasai kekurangan energi dan protein
kronis, mendorong inisiasi menyusui dini (IMD) dan
pemberian ASI eksklusif, serta mendorong penerusan
pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Intervensi Gizi Sensitif antara lain dilakukan dengan
menyediakan dan memastikan akses pada air bersih dan
sanitasi, memberikan Pendidikan pengasuhan pada orang
tua, memberikan pendidikan gizi warga, memberikan
edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada
remaja, dan menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi
keluarga miskin. Di tingkat regional ASEAN, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjalankan
program nutrisi dan kesehatan bagi anak dan sekolah
negara kita  melalui SEAMEO REFCON. Southeast Asian
Ministers of Education Organization Regional Centre for Food
and Nutrition (SEAMEO REFCON) adalah pusat
pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan dan
gizi di tingkat Asia Tenggara atau ASEAN, yang berlokasi di
Jakarta. Selama tiga tahun terakhir, SEAMEO REFCON
mengamati fenomena masalah gizi pada anak-anak. Hasil
penelitian terkait dengan gizi anak sekolah, gizi ibu dan anak,
serta transisi gizi dipresentasikan pada ajang diseminasi hasil
riset yang berskala regional pada tanggal 9 Agustus 2017.
Sebanyak 75 studi yang masuk dalam lima kelompok
studi telah dilakukan selama periode tahun 2014-2016. Lima
kelompok studi ini  adalah Keamanan Pangan,
Nutrigenomics dan Nutrigenetics, Gizi dan Penyakit,
Kebijakan dan Program Gizi, serta Praktik Baik dalam
Pengukuran Status Gizi. Selain para peneliti dari SEAMEO
RECFON, beberapa pakar Pendidikan gizi di Asia Tenggara
hadir untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman seperti
Dr. Rani Samugram (Singapore Health Promotion Board),
Prof. Corazon Barba (UPLB-Filipina), dan Dr. Siti Rohaiza
(Universiti Brunei Darussalam). Seminar ini dihadiri oleh
akademisi, peneliti, kalangan pemerintah dari berbagai
kementerian terkait, LSM, sektor swasta, alumni, dan media,
serta para pakar dari Australia, Brunei Darussalam, negara kita ,
Malaysia, Filipina, and Singapura.
Di tingkat sekolah, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud memiliki
Program Gizi Anak Sekolah (progas). Progas merupakan salah
satu bentuk intervensi Kemendikbud untuk menjawab
permasalahan banyaknya anak-anak sekolah yang tidak
mendapatkan asupan sarapan yang memadai. Kurangnya
asupan sarapan anak berdampak pada status gizi buruk,
sehingga konsentrasi belajar menurun, dan ketahanan fisik
menurun, dan memicu  kualitas belajar juga anak
menurun. Pada tahun 2016 telah dilaksanakan progas di
empat kabupaten, yaitu Kabupaten Belu, Kota Kupang,
Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Tangerang.
berdasar  hasil evaluasi pada progas 2016, terjadi
peningkatan kualitas belajar dan fisik anak. Progas tahun 2017
menyasar 100.000 siswa sekolah dasar dari 563 sekolah di 11
kabupaten pada lima provinsi, yaitu Banten, Nusa Tenggara
Timur (NTT), Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Dalam peranan mengatasi permasalahan stunting,
pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang
penting dalam tumbuh kembang anak. Pendidikan yang baik
memungkinkan orang tua dapat menerima segala informasi
dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,
menjaga kesehatan anak, dan pendidikan. Tidak adanya
hubungan pendidikan orang tua, baik ayah dan ibu dengan
perkembangan motorik bisa dipicu  oleh perkembangan
anak tidak saja dipengaruhi oleh pendidikan orang tua, tapi
juga besarnya dukungan dari lingkungan.
Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh frekuensi dan
intensitas interaksi anak dengan lingkungannya. Interaksi
yang berkualitas dan efektif akan mempunyai dampak yang
baik. Sikap orang tua sangat menentukan tumbuh kembang
anak. Orang tua yang mau menerima kondisi anak, memberi
dukungan, serta menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk tumbuh kembang, akan mengoptimalkan tumbuh
kembang anak. Sebaliknya, orang tua yang frustrasi, stres,
merasa berdosa atau menolak anak, dapat menghambat
tumbuh kembang anak.
Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam
menerima informasi. Orang dengan tingkat pendidikan yang
lebih baik akan lebih mudah dalam menerima informasi
dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan yang kurang.
Informasi ini  dijadikan sebagai bekal ibu untuk
mengasuh balitanya dalam kehidupan sehari- hari
(Soetjiningsih, 1995). Pendidikan ayah yang tinggi berkaitan
erat dengan pola pengasuhan anak dalam keluarga,
penggunaan jamban tertutup, pemberian imunisasi dan
vitamin A, penggunaan garam beryodium, serta pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Pendidikan yang tinggi seorang ayah
mempunyai peluang yang lebih besar untuk memperoleh
pekerjaan yang lebih baik, sehingga dengan demikian dapat
memenuhi kebutuhan keluarganya 
Selain itu, menurut Siti bahwa penggunaan media
pembelajaran terhadap materi yang diajarkan merupakan
faktor yang memengaruhi efektifitas dalam proses
pendidikan sebab periode emas tumbuh kembang anak
adalah penentu masa depan anak terhadap kondisi
kesehatannya, kecerdasan fisik dan mental anak serta daya
saing anak sebagai generasi penerus bangsa. maka ,
intervensi edukasi ini diharapkan dapat meningkatkan niat
ibu dan pada akhirnya menjadi perilaku pada ibu hamil dan
keluarga terhadap pemenuhan gizi pada 1000 HPK (Siti,
2010). Hal ini didukung dari hasil penelitian Rosani et al (2017)
menemukan bahwa ada pengaruh yang sifnifikan antara
edukasi berbasis keluarga terhadap intensi ibu hamil dalam
optimalisasi nutrisi pada 1000 hari pertama kehidupan
(p<0,005). Program edukasi berbasis keluarga efektif
meningkatkan intensi ibu hamil 

 
PERANAN GIZI IBU HAMIL DALAM MENGATASI STUNTING
PADA ANAK
Gizi adalah suatu proses organisme dalam
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal dari organ-organ, serta mengahasilkan enegi
(Supariasa dkk, 2003). Sedangkan menurut Francin (2005)
gizi ibu hamil adalah makanan sehat dan seimbang yang
harus dikonsumsi ibu selama masa kehamilannya, dengan
porsi dua kali dari makanan orang yang tidak sedang hamil
(Francin, 2005).
Kehamilan adalah peristiwa yang sangat dinantikan oleh
sebagian besar wanita. Hal ini dikarenakan mereka akan
mendapatkan peran baru sebagai seorang ibu. Kehamilan
dapat memicu sekaligus memacu perubahan tubuh, secara
anatomis, fisiologis, maupun biokimiawi. Perubahan ini dapat
terjadi secara sistemik atau sekadar lokal. Tingkat kebutuhan
gizi seorang wanita akan meningkat bila dalam keadaan
hamil. Mengingat hasil penelitian di Amuntai 64,8%  ibu hamil
anemia .
Laju pertambahan berat selama hamil merupakan
petunjuk yang sama pentingnya dengan pertambahan berat
itu sendiri. sebab  itu, sebaiknya menentukan patokan
besaran pertambahan berat sampai kehamilan berakhir
sekaligus memantau prosesnya, dan kemudian mencatatnya
dalam KMS ibu hamil. Selama trimester I kisaran
pertambahan berat sebaiknya 1-2 kg (350 -400 gr/ mg);
sementara trimester II dan III sekitar 0,34 - 0,50 kg tiap
minggu. Pertambahan berat yang berlebihan setelah minggu
ke-20 menyiratkan terjadinya retensi air dan juga berkaitan
dengan janin besar dan resiko penyulit. Namun demikian,
masih ada pengecualian dalam penggunaan patokan umum
di atas karena pada hakekatnya tujuan pertambahan berat
kumulatif itu didasarkan pada berat dan tinggi badan
sebelum hamil. Meskipun begitu, pertambahan berat
kumulatif wanita pendek (150 cm) cukup ditata sampai

sekitar 8,8 - 13,6 kg. Mereka yang hamil kembar dibatasi
sekitar 15,4 - 20,4 kg ( Arisman, 2009).
Tujuan penataan gizi pada ibu hamil, menyiapkan: (1)
cukup kalori, protein yang bernilai biologi tinggi, vitamin,
mineral, dan cairan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu,
janin, serta plasenta; (2) makanan padat kalori dapat
membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan lemak; (3)
cukup kalori dan zat gizi untuk memenuhi pertambahan berat
baku selama hamil; (4) perencanaan perawatan gizi yang
memungkinkan ibu hamil untuk memperoleh dan
mempertahankan status optimal sehingga dapat menjalani
kehamilan dengan aman dan berhasil, melahirkan bayi
dengan potensi fisik dan mental yang baik, dan memperoleh
cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi kelak; (5)
perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan
reaksi yang tidak diinginkan, seperti mual dan muntah; (6)
perawatan gizi yang dapat membantu pengobatan penyulit
yang teriadi selama kehamilan (diabetes kehamilan) dan; (7)
mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk
mengembangkan kebiasaan makan yang baik yang dapat
diajarkan kepada anaknya selama hidup.
Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu
pada RDA. Dibandingkan ibu yang tidak hamil, kebutuhan ibu
hamil akan protein sampai 68%, asam folat 100%, kalsium 50%,
dan zat besi 200-300%. Bahan pangan yang digunakan harus
meliputi enam kelompok, yaitu (1) makanan yang
mengandung protein (hewani dan nabati), (2) susu dan
olahannya, (3) roti dan bebijian, (4) buah dan sayur yang kaya
akan vitamin C, (5) sayuran berwarna hijau tua, (6) buah dan
sayur lain. Jika keenam bahan makanan ini digunakan, seluruh
zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil akan terpenuhi,
kecuali zat besi dan asam folat. Itulah sebabnya mengapa
suplementasi kedua zat ini tetap diperlukan meskipun status
gizi ibu yang hamil itu terposisi pada “jalur hijau” KMS ibu
hamil. Mengingat di Amuntai 90% ibu hamil tidak mengalami
penambahan BB, dan 47,8% tidak mengonsumsi tablet besi 90
butir (Kemenkes RI, 2018).
Kehamilan memicu  meningkatnya metabolisme
energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainya
meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi
ini  diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan
komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan
zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat
memicu  janin tumbuh tidak sempurna. Bila status gizi
ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup
bulan dengan berat badan normal. Jika ibu hamil tidak
mendapat gizi yang cukup selama hamil, maka bayi yang
dikandungnya akan kekurangan gizi. Meski sudah cukup
bulan, bayi ini  lahirnya BBLR (berat bayi lahir rendah)
yang kemudian anak berisiko untuk mengalami stunting
Pentingnya status gizi ibu terutama saat hamil perlu
dilihat dari berbagai aspek. Berbagai hasil studi menunjukkan
bahwa status gizi ibu tidak hanya memberikan dampak
negatif terhadap kesehatan ibu, tetapi juga berdampak
terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin yang
dikandung ibu bahkan hingga anak ini  dewasa.
Keadaan kurang gizi pada anak akibat gizi ibu yang tidak baik
sering kali sudah dimulai sejak janin dalam kandungan. Akibat
dari terhambatnya pertumbuhan anak pada masa dalam
kandungan akan menetap selama siklus kehidupan, artinya
akan tetap ada  risiko terjadi defisit pada tinggi badan di
masa sebelum dan setelah mencapai usia dewasa, walaupun
lingkungan pascalahir mendukung pertumbuhan anak secara
optimal. Alur perjalanan status gizi wanita usia reproduktif
sebagai calon ibu 
Kualitas hidup seseorang pada masa dewasa
merupakan hasil dari investasi sejak dini masa kehidupannya.
Berat badan saat lahir merupakan indikasi dari masa gestasi,
jika berat badan saat lahir kurang artinya menunjukkan
indikasi kurangnya usia gestasi atau adanya hambatan
pertumbuhan, yang kedepannya akan berhubungan pula
dengan tinggi badan. Efek sisa atau retained effect pada masa
janin cukup bermakna sehingga secara umum dapat
diperkirakan bahwa anak yang mengalami hambatan
pertumbuhan pada saat dalam kandungan akibat tidak
adekuatnya intake gizi ibu pada saat hamil akan mempunyai
tinggi badan yang tidak optimal saat usia dewasa. Apabila
saat masa kanak-kanak, proses pertumbuhan anak
mengalami hambatan, efek sisa pada masa janin akan
diperparah oleh efek sisa pada saat bayi/kanak-kanak
sehingga efek ini  menjadi efek kumulatif dan akhirnya
aka menghasilkan seorang anak/remaja/dewasa yang
pendek/stunted (Achadi EL, 2014). Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan seorang anak sangat
dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi ibu. Risiko hambatan
pertumbuhan salah satunya adalah pertumbuhan tinggi
badan semakin meningkat apabila kejadian kurang gizi pada
janin diikuti dengan asupan nutirisi yang tidak adekuat
terutama asupan energi, protein, vitamin A, seng, dan besi
pada masa dua tahun pertama kehidupannya. Masa dalam
kandungan dan dua tahun pertama kehidupan sangat
menentukan apakah anak akan mengalami stunting atau tidak 
sebab  itu untuk kesehatan ibu selama kehamilan
maupun pertumbuhan dan aktifitas diferensiasi janin, maka
ibu dalam keadaan hamil harus cukup mendapat makanan
bagi dirinya sendiri maupun bagi janinnya. Makanan yang
biasa dikonsumsi baik kualitas maupun kuantitasnya harus
ditambah dengan zat-zat gizi energi agar ibu dan janin dalam
keadaan sehat. Nutrisi yang diberikan pada ibu hamil untuk
mendapatkan gizi yang optimal sebaiknya mengandung
makronutrien dan mikronutrien yang dapat dijelaskan
dibawah ini 
1. Protein
Kebutuhan tambahan protein tergantung pada
kecepatan pertumbuhan janinnya. Trimester pertama kurang
dari 6 gram tiap hari sampai trimester kedua. Trimester
terakhir pada waktu pertumbuhan janin sangat cepat sampai
10 gram/hari. Bila bayi sudah dilahirkan protein dinaikkan
menjadi 15 gram/hari. Menurut WHO tambahan protein ibu
hamil adalah 0,75 gram/kg berat badan. Protein penting
untuk pertumbuhan dan merupakan komponen penting dari
janin, plasenta, cairan amnion, darah dan jaringan
ektraseluler. Protein yang diteruskan ke janin dalam bentuk
asam amino. Kenaikan berat badan ibu yang normal karena
asupan kalori dan protein yang seimbang dapat memberikan
efek yang positif terhadap pertumbuhan janin. Kekurangan
protein pada masa hamil akan mengakibatkan BBLR,
gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
2. Energi
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah
karbohidrat, lemak dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini
menghasilkan energi yang diperlukan tubuh unutk melakukan
kegiatan/aktifitas. Ketiga zat gizi termasuk ikatan organic
yang mengandung karbon yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi
ada  dalam jumlah paling banyak dalam bahan pangan,
dalam fungsi sebagai zat pemberi energi. Tambahan energi
selama hamil diperlukan baik bagi komponen fetus maupun
perubahan yang ada  pada dirinya sendiri. Kurang lebih
27.000 Kkal atau 100 Kkal/hari dibutuhkan selama
mengandung. Tambahan energi dibutuhkan untuk
pertumbuhan janin yang memadai dan untuk mendukung
metabolisme karena terjadi peningkatan metabolisme
sebesar 15% selama kehamilan dan membutuhkan asupan
energi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan
metabolisme ini  
3. Zat Besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak
ada  dalam tubuh manusia. Zat ini mempunyai beberapa
fungsi esensial didalam tubuh sebagai alat angkut oksigen
dari paru-paru kejaringan tubuh, sebagai alat angkut electron
di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi
enzim didalam jaringan tubuh. Konsumsi tablet besi 30-60 mg
sehari minimal 90 butir selama kehamilan, dimulai setelah
rasa mual hilang umumnya pada trimester II. Tablet besi ini
jangan diminum bersama teh, susu, atau kopi karena
mengganggu penyerapan. Ibu hamil  sebaiknya
mengkonsumsi tablet besi diantara waktu makan. Bukti
penelitian melaporkan bahwa tablet besi tidak dianjurkan
pada ibu dengan kadar Hb atau kadar feritin yang normal,
karena pemberian tablet besi yang berlebihan akan
memicu  BBLR yang dipicu  adanya
hemokonsentrasi. Zat besi juga diperlukan untuk
perkembangan otak janin. Selain mengkonsumsi tablet besi,
ibu hamil dapat mengkonsumsi bahan makanan yang kaya
akan zat besi yang dapat ditemukan di daging merah, daging
unggas, hati, kuning telur, kacang-kacangan dan sayuran
hijau.
4. Zink
Zink memegang peranan esensial dalam banyak fungsi
tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofactor. Zink
berperan dalam berbagai aspek metabolism, seperti reaksi-
reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi
karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat. Zink penting
untuk pertumbuhan janin, terutama pada proses genetika
yaitu transkripsi, translasi, sintesis protein, sintesis DNA, divisi
sel serta proliferasi dan maturasi dari limfosit. Defisiensi zink
dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu
hamil, ibu menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurngan
zink adalah gangguan pertumbuhan dan kematangan
seksual. Selain itu, kekurangan zink mengganggu metabolism
vitamin A. Kekurangan zink mengganggu fungsi kelenjar
tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan,
penurunan ketajaman indra rasa serta memperlambat
penyembuhan luka. Kekurangan zinc berhubungan dengan
malformasi, retardasi mental serta hipogonadisme pada bayi
laki-laki, gangguan neurosensory dan gangguan imunitas
dikemudian hari. Kebutuhan zinc pada ibu hamil adalah 11-12
mg per hari.
5. Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak
ada  didalam tubuh yaitu 1,5-2% dari berat badan orang
dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari jumlah ini, 99%
berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama
dalam bentuk hidroksiapatit. Densitas tulang berbeda
menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan
dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Kalsium
mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor
pertumbuhan. Oleh karenanya, semakin tinggi kebutuhan,
maka semakin rendah persediaan kalisum dalam tubuh
semakin efisiensi absorbs kalsium. Peningkatan kebutuhan
terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, meyusui, defisiensi
kalsium dan tingkat aktifitas fisik yang meningkat densitas
tulang. Jumlah kalsium yang dikonsumsi mempengaruhi
absorbs kalsium. Penyerapan akan meningkat jika kalsium
yang dikonsumsi menurun. Kalsium diperlukan untuk
kekuatan tulang ibu hamil serta pertumbuhan tulang janin.
Ibu hamil membutuhkan kalsium 400 mg perhari. Kalsium
dapat ditemukan di sayuran, susu, kacang-kacangan, roti dan
ikan. Tablet kalsium sebaiknya dikonsumsi pada saat makan
dan diikuti dengan minum jus buah yang kaya akan vitamin C
untuk membantu penyerapan. Kalsium juga dapat diberikan
pada ibu dengan riwayat preeklampsi pada usia kehamilan
>20 minggu, karena dapat mencegah berulangnya
preeklampsi.
6. Asam Folat
Kekurangan asam folat terutama memicu 
gangguan metabolism DNA. Akibatnya terjadi perubahan
dalam morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat
membelah, seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel-
sel epitel lambung dan usus, vagina dan serviks Rahim.
Kekurang asam folat menghambat pertumbuhan,
memicu  anemia megaloblastik dan gangguan darah
lain, peradangan lidah (glositis) dan gangguan saluran cerna.
Asam Folat dianjurkan untuk di konsumsi sesegera mungkin.
Asam folat 400 mcg harus diminum setiap hari sebanyak 90
butir selama kehamilan. Akan lebih baik jika dikonsumsi
sebelum terjadi konsepsi, selambat-lambatnya satu bulan
sebelum hamil. Zat ini diperlukan untuk mencegah adanya
kelainan bawaan seperti spina bifida, nuchal translucency dan
anencefali. Bahan makanan yang kaya akan asam folat antara
lain brokoli, kacang hijau, asparagus, jeruk, tomat, stroberi,
pisang, anggur hijau dan roti gandum.
7. Yodium
Yodium merupakan bagian integral dari kedua macam
hormone tiroksi triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4).
Fungsi utama hormone-hormon ini adalah mengatur
pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengontrol
kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Dengan demikian,
hormone tiroid mengontrol kecepatan tiap sel menggunakan
oksigen. Dengan demikian, hormone tiroid mengontrol
kecepatan pelepasan energi dari zat gizi yang menghasilkan
energi. Tiroksin dapat meransang metabolism sampai 30%.
Disamping itu kedua hormone ini mengatur suhu tubuh,
reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot
dan syaraf. Yodium penting untuk perkembangan otak.
Kekurangan yodium dapat mengakibatkan kelahiran mati,
cacat lahir, dan gangguan pertumbuhan otak. Kondisi ini
terjadi karena di dalam darah yodium ada  dalam bentuk
yodium bebas atau terikat dengan protein (Protein Bound
Yodium). Yodium dengan mudah diabsorbsi dalam bentuk
yodida. Konsumsi normal sehari adalah sebanyak 100-150 ug
sehari untuk dewasa dan balita hingga anak sekolah sebesar
70-120 ug sedangkan bayi berjumlah 50-70 ug. Ekskresi
dilakukan melalui ginjal, jumlahnya berkaitan dengan
konsumsi ,
8. Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang esensial
untuk pemeliharaan kesehatan dan klangsungan hidup.
Vitamin A yang didalam makanan sebagian besar dalam
bentuk ester retinil. Didalam sel-sel mukosa usus halus, ester
retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pancreas esterase
menjadi retinol yang lebih efisien diabsorbsi dibandingkan ester
retinil. Sebagian dari karateneid, terutama beta karoten di
dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi
retinol. Bentuk aktif vitamin A hanya ada  pada pangan
hewani. Pangan nabati mengandung karatenoid yang
merupakan precursor (provitamin) vitamin A. Hati berperan
sebagai tempat penyimpanan vitamin A utama didalam
tubuh. Dalam keadaan normal, cadangan vitamin Adalam hati
dapat bertahan hingga 6 (enam) bulan. Bila tubuh mengalami
kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoid diabsorbsi
tanpa perubahan. Asam retinoid merupakan sebagian kecil
vitamin A dalam darah yang aktif dalam deferensiasi sel dan
pertumbuhan. Bila tubuh memerlukan, vitamin A dimobilisasi
dari hati dalam bentuk retinol yang diangkut oleh Retinol
Binding Protein (RBP) yang disintesis dalam hati.
Vitamin A berpengaruh terhadap sitesis protein, dengan
demikian terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan
dalam perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk
email dalam pertumbuhan gizi. Pada kekurangan vitamin A,
pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak
normal. Pada anak-anak kekurangan vitamin A, terjadi
kegagalan dalam pertumbuhan. Vitamin A dibutuhkan dalam
jumlah kecil untuk melindungi janin dari masalah sistem
kekebalan tubuh, penglihatan yang normal, infeksi, ekspresi
gen dan perkembangan embrionik. Kekurangan vitamin A
dapat memicu  rabun senja,  cacat lahir pada dosis
tinggi.
9. Vitamin D
Vitamin D diperlukan untuk pembentukan tulang dan
gigi yang kuat. Vitamin ini dianjurkan agar dikonsumsi ole ibu
nifas sebanyak 10 mikrogram setiap hari. Sumber vitamin D
dapat ditemukan di susu dan produk susu lainnya, telur,
daging, beberapa jenis ikan seperti salmon, trout, mackerel,
sarden, dan tuna segar. Selain itu, Vitamin D berfungsi
mencegah dan menyembuhkan riketsia, yaitu penyakit
dimana tulang tidak mampu melakukan kalsifikasi. Vitamin D
dapat dibentuk tubuh dengan bantuan sinar matahari. Bila
tubuh mendapat cukup sinar matahari vitamin D melalui
makanan tidak dibutuhkan. sebab  dapat disintesis didalam
tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin tapi
prohormonal. Bila tubuh tidak mendapat cukup sinar
matahari, vitamin D perlu dipenuhi melalui makanan
10. Omega 3 dan Asam Lemak
Omega-3 dan asam lemak penting untuk pertumbuhan
otak dan mencegah prematuritas, dan esensial untuk
penglihatan. Omega-3 dan asam lemak juga dapat
menurunkan kejadian penyakit jantung. Omega-3 dan asam
lemak diekomendasi sebanyak 300 milligram untuk
dikonsumsi oleh ibu hamil setiap hari. Bahan makanan yang
mengandung omega-3 dan asam lemak dapat ditemukan di
kapsul minyak ikan, ikan tertentu seperti salmon, trout,
mackerel, sardin dan tuna segar. Selain itu juga ada  di
minyak nabati seperti minyak bunga matahari, dan minyak
kenari.
Pada tahun 2010, gerakan global yang dikenal dengan
Scaling-Up Nutrition (SUN) diluncurkan dengan prinsip dasar
bahwa semua penduduk berhak untuk memperoleh akses  ke
makanan yang cukup dan bergizi. Pada tahun 2012,
Pemerintah negara kita  bergabung dalam gerakan ini 
melalui perancangan dua kerangka besar Intervensi Stunting.
Kerangka Intervensi Stunting ini  kemudian
diterjemahkan menjadi berbagai macam program yang
dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait.
Kerangka Intervensi Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah
negara kita  terbagi menjadi dua, yaitu intervensi gizi spesifik
dan Intervensi gizi sensitif (Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan RI, 2017).
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek
difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) salah satunya adalah intervensi gizi terhadap ibu hamil.
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara
terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat
makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam
keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi
Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan
kepada ibu hamil ini . Setiap ibu hamil perlu mendapat
tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan
dan kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak
mengalami sakit 
Hasil studi yang dilakukan oleh Salimo H dkk 
menunjukkan ada  pengaruh positif antara status gizi ibu
saat hamil dengan panjang badan lahir. Bayi dengan panjang
badan lahir pendek lebih banyak terjadi pada ibu yang
menderita KEK (5.5%) dibandingkan dengan ibu yang tidak
menderita KEK (2.8%). Panjang badan lahir dapat dijadikan
sebagai faktor resiko kejadian stunting pada usia balita. Ibu
dengan status KEK pada saat hamil akan melahirkan generasi
dengan kekurangan gizi dan mudah sakit yang ditandai
dengan berat badan dan tinggi badan yang tidak sesuai jika
dibandingkan dengan standar pertumbuhan anak yang sehat
dan hidup dalam lingkungan yang sehat 
Penelitian ini  sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sukmawati dkk (2018) menunjukkan ada 
hubungan antara status gizi ibu hamil yang diukur dengan
menggunakan lingkar lengan atas (LILA) dengan kejadian
stunting pada balita. Ibu hamil yang mengalami Kurang Energi
Kronik (KEK) mempunyai risiko yang lebih besar melahirkan
bayi dengan BBLR yang akan berdampak stunting pada anak
di masa akan datang. Ibu yang mengalami Kurang Energi
Kronis (KEK) berarti ibu sudah mengalami keadaan kurang
gizi dalam waktu yang telah lama, apabila ini terjadi
kebutuhan gizi untuk proses tumbuh kembang janin menjadi
terhambat. Ibu hamil KEK merupakan pemicu  25-30%
terjadinya Intrauterine Growth Retardation (IUGR) pada janin
dan keadaan ini akan diturunkan dari satu generasi ke
generasi dan pertumbuhan anak tidak maksimal di tahun-
tahun berikutnya sehingga anak berisiko mengalami stunting
di masa yang akan datang 
Studi lain yang dilakukan oleh Destarina (2018)
menyatakan bahwa permasalahan gizi pada ibu hamil seperti
anemia berhubungan dengan panjang badan lahir pendek
pada anak yang kedepannya dapat mengakibatkan anak
menjadi stunting. Beberapa pemicu  utama stunting
diantaranya adalah hambatan pertumbuhan dalam
kandungan, asupan zat gizi yang tidak mencukupi untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang cepat
pada masa bayi dan anak-anak, serta seringnya terkena
penyakit infeksi selama awal masa kehidupan. Kekurangan
gizi pada Ibu saat hamil akan mempengaruhi dan
menghambat pertumbuhan janin sehingga anak akan berisiko
mengalami stunting 
maka , penanggulangan masalah stunting
harus dimulai jauh sebelum seorang anak dilahirkan  salah
satunya adalah dengan menjaga kondisi kesehatan dan gizi
ibu saat hamil karena gizi ibu saat hamil memiliki peranan
yang sangat penting untuk mencegah terjadinya stunting
pada anak karena gizi ibu secara langsung dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin yang
dikandungnya. maka  penting untuk diperhatikan
dan dilakukan upaya pencegahan masalah gizi ibu dengan
menetapkan dan/atau memperkuat kebijakan  untuk
meningkatkan intervensi gizi ibu dan kesehatan yang dapat
dipersiapkan sejak dini.
PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik
dan Intervensi Sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama
kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun. Peraturan
Presiden No. 42 tahun 2013 menyatakan bahwa Gerakan 1000
HPK  terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi
sensitif. Intervensi spesifik,  adalah tindakan atau kegiatan
yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk
kelompok 1000 HPK. Sedangkan intervensi sensitif adalah
berbagai kegiatan  pembangunan di luar sektor kesehatan.
Sasarannya adalah warga umum, tidak  khusus untuk
1000 HPK. Salah satu sasaran untuk intervensi gizi sensitif
adalah  remaja. Remaja merupakan kelompok yang perlu
mendapat perhatian serius  mengingat masa remaja adalah
masa transisi dari anak-anak ke dewasa dan belum  mencapai
tahap kematangan fisiologis dan psikososial. Menurut
Heriana yang dikutip oleh Rosa (2012) remaja mempunyai
sifat yang selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan
untuk mencoba hal-hal baru. Sehingga, apabila tidak
dipersiapkan dengan baik remaja sangat beresiko terhadap
kehidupan seksual pranikah. Di berbagai area kira-kira
separuh dari remaja telah menikah,
A. Intervensi Gizi Spesifik
Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada
anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan
berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka
kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada
sektor kesehatan.
Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil: 1).
memberi  makanan tambahan pada ibu hamil untuk
mengatasi kekurangan energi dan protein kronis.2).
Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, 3)
Mengatasi kekurangan iodium, 4). Menanggulangi
kecacingan pada ibu hamil, 5). Melindungi ibu hamil dari
Malaria.
Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak
Usia 0-6 Bulan: 1) Mendorong inisiasi menyusui dini
(pemberian ASI jolong/colostrum), 2). Mendorong
pemberian ASI Eksklusif.
Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak
Usia 7-23 bulan: 1). Mendorong penerusan pemberian ASI
hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI.
2). Menyediakan obat cacing, 3). Menyediakan
suplementasi zink, 4). Melakukan fortifikasi zat besi ke
dalam makanan, 5). memberi  perlindungan terhadap
malaria, 6). memberi  imunisasi lengkap, 7).
Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
B. Intervensi Gizi Sensitif
Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan diluar sector kesehatan dan berkontribusi
pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi
spesifik adalah warga secara umum dan tidak
khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari
PertamaKehidupan (HPK).
1). Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih,
2). Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi, 3).
Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan, 4). Menyediakan
Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB), 5). Menyediakan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN), 6). Menyediakan Jaminan Persalinan
Universal (Jampersal). 7). memberi  Pendidikan
Pengasuhan pada Orang tua., 8). memberi 
Pendidikan Anak Usia Dini Universal. 9). memberi 
Pendidikan Gizi Masyarakat. 10). memberi  Edukasi
Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada
Remaja. 11). Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial
bagi Keluarga Miskin. 12). Meningkatkan Ketahanan
Pangan dan Gizi.

Usia 0–2 tahun atau usia bawah tiga tahun (batita)
merupakan periode emas (golden age) untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak, karena pada masa ini  terjadi
pertumbuhan yang sangat pesat. Periode 1000 hari pertama
sering disebut window of opportunities atau periode emas ini
didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai
anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh-kembang yang
sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain. Gagal
tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan
kesehatan pada usia dewasa. maka  perlu dilakukan
upaya-upaya pencegahan masalah stunting ini mengingat
tingginya prevalensi stunting di negara kita . Pemerintah telah
menetapkan kebijakan pencegahan stunting, melalui
Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan
Nasional Peningkatan Percepatan Gizi dengan fokus pada
kelompok usia pertama 1000 hari kehidupan, yaitu sebagai
berikut: .



1. Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal
90 tablet selama kehamilan
2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil
3. Pemenuhan gizi
4. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli
5. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
6. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi
hingga usia 6 bulan
7. memberi  Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk
bayi diatas 6 bulan hingga 2 tahun
8. Pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A
9. Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat
10. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Selain itu, pemerintah menyelenggarakan pula PKGBM
yaitu Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk
mencegah stunting. PKGBM adalah program yang
komprehensif dan berkelanjutan untuk mencegah stunting di
area tertentu. Dengan tujuan program sebagai berikut:
a. Mengurangi dan mencegah berat badan lahir rendah,
kurang gizi,  dan


stunting pada anak – anak
b. Meningkatkan pendapatan rumah tangga/keluarga
dengan penghematan biaya, pertumbuhan produkstifitas
dan pendapatan lebih tinggi

Penguatan
pemberdayaan
warga
Penguatan kapasitas
pelayanan kesehatan
Kampanye perubahan
perilaku dan monev
Meningkatkan kapasitas
warga
Untuk mendapatkan kemudahan
Pelayanan kesehatan dan
pendidikan
Meningkatkan kapasitas pelayanan
kesehatan melalui peningkatan
kapasitas petugas dan kader dan
pengenalan intervensi gizi
“cost effective”
1
2
3 Meningkatkan kesadaran,
Pengetahuan dan komitmen
warga dan pemangku
kepentingan tentang pencegahan
stunting
1. Bantuan teknis oleh fasilitator
2. Perencanaan
partisifatif
3. Pelaksanaan BLM
1. Pelatihan petugas dan kader tentang PMBA dan
pemantauan pertumbuhan
2. Penyediaan gizi mikro untuk ibu hamil dan anak 6-23 bulan
3. Pemicuan sanitasi dan higen
4. Pengembangan kemitraan pemerintah-swasta
5. Penyediaan antro kit
1. Kampanye perubahan
perilaku
2. Monitoring dan evaluasi
TUJUAN RINCIAN KEGIATANKEGIATAN
Rincian alur PKGBM (Proyek Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat untuk
mencegah stunting)


 
Ibu dan bayi memerlukan gizi yang cukup dan
berkualitas untuk menjamin status gizi dan status kesehatan;
kemampuan motorik, sosial, dan kognitif; kemampuan belajar
dan produktivitasnya pada masa yang akan datang. Anak
yang mengalami kekurangan gizi pada masa 1000 HPK akan
mengalami masalah neurologis, penurunan kemampuan
belajar, peningkatan risiko drop out dari sekolah, penurunan
produktivitas dan kemampuan bekerja, penurunan
pendapatan, penurunan kemampuan menyediakan
makananan yang bergizi dan penurunan kemampuan
mengasuh anak. Selanjutnya akan menghasilkan penularan
kurang gizi dan kemiskinan pada generasi selanjutnya
Mempertimbangkan pentingnya gizi bagi 1000
HPK, maka intervensi gizi pada 1000 HPK merupakan prioritas
utama untuk meningkatkan kualitas kehidupan generasi yang
akan dating ,