Home »
terapi degeneratif 1
» terapi degeneratif 1
terapi degeneratif 1
Mei 24, 2023
terapi degeneratif 1
Manusia tentu akan hadapi tahap yang sama dalam daur hidupnya mulai dari lahir, balita, kanak - kanak jadi anak muda, lalu beranjak berusia serta kesimpulannya tua. Bersamaan dengan berjalannya waktu tiap orang tentu hadapi pergantian ataupun regenarisi sel - sel dalam badannya. Secara alamiah, sel badan pula hadapi penyusutan dalam gunanya akibat proses penuaan. Proses kemunduran guna badan ataupun degeneratif ialah proses alamiah badan manusia yang wajib dicermati tiap orang.Permasalahan kesehatan yang dialami Indonesia dikala ini dipengaruhi oleh pola hidup, pola makan, aspek area kerja, berolahraga, serta aspek stress. Pergantian style hidup paling utama di kotakota besar menimbulkan terbentuknya kenaikan prevalensi penyakit degeneratif. Pergantian style hidup pada warga dipicu oleh kenaikan di zona pemasukan ekonomi, banyak aktivitas kerja yang besar serta promosi santapan trendy asal barat, utamanya fast food, tetapi tidak diimbangi dengan pengetahuan serta pemahaman gizi. Kesimpulannya budaya makan berganti jadi besar lemak jenuh serta gula, dan rendah serat serta rendah zat gizi mikro. Pola makan besar lemak jenuh serta gula, dan rendah serat serta rendah zat gizi mikro hendak menimbulkan permasalahan obesitas, gizi lebih, dan tingkatkan radikal leluasa yang kesimpulannya memicu pergantian pola penyakit dari peradangan penyakit kronis non peradangan ataupun timbulnya penyakit degeneratif.Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik yang nantinya hendak sangat pengaruhi mutu hidup seorang. Salah satu contoh penyakit degenartif merupakan diabet mellitus serta hipertensi ialah penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif terus menjadi tumbuh sebab menyusutnya kegiatan raga, style hidup serta pola makan. Penyakit degeneratif memiliki tingkatan mortilitas yang besar serta bisa pengaruhi kuatitas hidup serta produktivitas seorang. Salah satu efek dalam terbentuknya penyakit kardiovaskuler
merupakan hipekolesterolemia serta dislipidemia. Dalam atlas diabetes diperkirakan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebanyak 125 juta dengan anggapan prevalensi DM sebesar 4, 6% hingga diperkirakan pada tahun 2000 jumlah pengidap DM berjumlah 5,6 juta orang. Sebaliknya pada tahun 2020 hendak didapatkan dekat 8, 2 juta pengidap DM. Di Indonesia, penyakit degeneratif semacam hipertensi, diabetes mellitus, stroke, kandas ginjal kronik memperlihatkan angka yang bertambah di tahun 2018 dari tahun 2013. Penyakit degeneratif merupakan penyakit akibat penyusutan guna organ badan. Badan hadapi de isiensi penciptaan enzim serta hormon, imunode isiensi, peroksida lipid, kerusakan sel (DNA) dan pembuluh darah. Penyusutan guna sel saat sebelum waktunya. Penyakit degeneratif bisa dicegah dengan metode meminimalkan faktor- faktor risiko pemicu nya. Faktor - faktor resiko utama pemicu penyakit degeneratif adalah pola makan yang tidak sehat, minimnya kegiatan raga, mengkonsumsi rokok, dan meningkatnya stress dan paparan pemicu penyakit degeneratif.
Jenis-jenis Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif sangat banyak jenisnya. Berikut adalah
beberapa jenis penyakit degeneratif yang berhubungan dengan
konsumsi makanan atau zat gizi tertentu:
1. Hipertensi
Tekanan darah yaitu tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya ada dua angka yang akan disebut oleh dokter. Tekanan Sistolik menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung atau pada saat jantung berdenyut atau berdetak. Tekanan diastolik menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut tekanan diastolik atau sering juga disebut tekanan bawah. Jika pembuluh dara menyempit, maka tekanan darah di dalam pembuluh darah akan meningkat. Selain itu, jika jumlah darah yang mengalir bertambah, tekanan darah juga akan meningkat.
2. Diabetes Mellitus
De inisi diabetes melitus menurut World Health Organization (WHO) adalah kadar glukosa puasa≥126 mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL, dimana kadar glukosa antara 100 dan 125 mg/dL (6,1- 7,0 mmol/L) dapat dikatakan suatu keadaan pre diabetes.
Diabetes tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, dengan rajin mengontrol kadar gula darah. Kontrol yang ketat ini bisa mencegah terjadinya komplikasi pada pasien diabetes. Penyakit diabetes melitus dapat dihindari bila setiap individu melakukan tindakan pencegahan, antara lain mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit diabetes yaitu faktor risiko yang dapat dimodi ikasi, diantaranya obesitas, merokok, stres, hipertensi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodi ikasi, yaitu usia di atas 45 tahun keatas, faktor keturunan, ras, riwayat menderita diabetes gestasional, pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg dan jenis kelamin.
3. Dislipidemia
Istilah dislipidemia merujuk pada kadar lipid (lemak) darah yang abnormal. Dalam tubuh ada lemak yang terdiri LDL (Low Density Lipoprotein) yang mengangkut kolesterol dari hati ke jaringan tubuh dan dapat menempel pada pembuluh darah, HDL (High Density Lipoprotein) mengangkut kelebihan kolesterol dari jaringan dan membawanya kembali ke hati dan trigliserida yang meningkat sering ditemukan bersamaan dengan kadar HDL yang rendah. Kadar kolesterol ideal adalah kolesterol total kurang
dari 5 mmol/L dan kolesterol LDL kurang dari 3 mmol/L. Jika kadar berbagai jenis kolesterol dalam darah tidak normal, hal ini dapat mempengaruhi kerja jantung dan sistem sirkulasi (peredaran darah), maka sangat penting untuk menjaga dan mengkontrol kadar kolesterol
4. Penyakit Jantung
Paling sering adalah penyakit jantung koroner (PJK). Koroner adalah arteri-arteri yang melingkari jantung seperti mahkota (crown/coroner) yang berfungsi menyuplai nutrisi dan oksigen bagi otot jantung. PJK timbul jika 1 atau lebih arteri koroner mengalami penyempitan akibat penumpukan kolesterol dan komponen lain (pembentukan plak) pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis).Akibat aliran darah terganggu, maka akan timbul nyeri atau rasa tidak nyaman di dada (angina), terutama selama olahraga dimana otot jantung banyak memerlukan oksigen. Proses aterosklerosis dapat mulai terbentuk mulai usia anak-anak, sehingga pencegahan PJK harus diperhatikan sejak dini. Tanda-tanda awal PJK antara lain adalah hipertensi dan kolesterol tinggi.
5. Osteoporosis
Kalsium merupakan unsur pembentuk tulang dan gigi. Maka, agar kepadatan tulang terus terjaga, penting untuk mengkonsumsi kalsium yang banyak ada dalam susu. Sayangnya, seiring bertambahnya usia, kemampuan untuk menyerap kalsium semakin berkurang. Karena pemicu osteoporosis adalah kurangnya asupan kalsium pada usia muda. Kalsium yang dibutuhkan tiap orang berbeda, bergantung pada berat badan dan aktivitas yang dijalankan.
6. Stroke
Stroke terjadi saat aliran darah ke otak terganggu atau berkurang secara hebat, sehingga otak tidak mendapat oksigen. Stroke terbagi terbagi menjadi dua:a. Stroke Iskemik, disebabkan kurangnya aliran darah ke otak karena sumbatan pada pembuluh darah otak. Merupakan jenis stroke yang paling banyak dijumpai (80%)b. Stroke Hemoragik, disebabkan pecahnya pembuluh darah dalam otak, darah yang berkumpul dalam jaringan otak memicu penekanan dan kerusakan sel otak
7. Artritis Gout
Artritis gout adalah suatu proses in lamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan disekitar sendi. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga ada purin. Purin juga dihasilkan dari hasil perusakan sel-sel tubuh yang terjadi secara normal atau karena penyakit tertentu. Asam urat yang berlebih selanjutnya akan terkumpul pada persendian sehingga memicu rasa nyeri atau bengkak. Penderita asam urat disarankan agar mengontrol makanan yang dikonsumsi sehingga dapat menghindari makanan yang banyak mengandung purin.
BAB 2
Penyakit degeneratif ialah kendala dimana terjalin penyusutan guna ataupun kehancuran struktur badan yang terjalin secara bertahap. Sebagian tipe penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit degeneratif di antara lain merupakan diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia ataupun radang sendi. Berusia ini ada kecenderungan kenaikan insidensi serta prevalensi kendala degeneratif. Pemicu utama kenaikan insidensi serta prevalensi kendala degeneratif merupakan pergantian style hidup. Pola makan yang kurang mencermati penyeimbang antara konsumsi serta kebutuhan makan dan style hidup sedentary, disinyalir ialah pemicu utama sebagian besar kendala degeneratif. Kondisi over nutrisi yang tidak terkompensasi bisa memunculkan kenaikan simpanan lemak badan( obesitas/ kegemukan) yang pada kesimpulannya bisa mengusik totalitas metabolisme badan.
A. Pola Makan
Status gizi ialah kondisi penyeimbang antara konsumsi (intake) serta kebutuhan (requirement) zat gizi. Status gizi baik (balance) bila jumlah konsumsi zat gizi cocok dengan yang diperlukan. Status gizi
tidak balance bisa berbentuk gizi kurang ialah pada kondisi konsumsi zat gizi kurang dari yang diperlukan serta status gizi lebih pada dikala konsumsi zat gizi melebihi dari yang diperlukan. Status gizi obesitas didetetapkan bersumber pada kriteria dalam indeks masa badan (body mass indeks) serta indeks lingkar perut serta panggul (waist to
hip ratio). BMI memakai perhitungan besar tubuh serta berat buat memperkirakan berapa banyak lemak badan.
Kategori Body Mass Index
Pengelompokan status gizi kegemukan dengan memakai
waist to hip ratio lebih erat kaitanya dengan resiko kesehatan. Distribusi penumpukan lemak di abdominal erat kaitannya dengan gangguan kerja jantung dan metabolisme gula darah. Waist to
hip ratio diukur dengan membagi lingkar perut dengan lingkar panggul. Kriteria resiko kesehatan yang terjadi ada pada tabel 2
Pengukuran waist lcircumference ataupun waist to hip ratio spesialnya berarti dicoba pada orang dengan BMI 25 hingga 35. Pada kondisi ini bagi riset waist circumference serta lebih relevan dalam memprediksikan tingkatan efek kesehatan.
Frekuensi MakanFrekuensi makan ialah seringnya seorang melaksanakan aktivitas makan dalam satu hari baik santapan utama ataupun selingan. Frekuensi makan biasanya dikatakan baik bila frekuensi makan tiap harinya 3 kali santapan utama ataupun 2 kali santapan utama dengan satu kali santapan selingan.
Jenis MakananZat gizi yang ada di dalam bahan makanan secara universal dipecah jadi 6 tipe ialah karbohidrat, lemak, protein, vit, mineral serta air. Karbohidrat ialah sumber tenaga utama untuk badan. Ada 2 tipe karbohidrat, yaitu1. karbohidrat kompleks2. karbohidrat simpel.
Tidak hanya karbohidrat, lemak pula menciptakan tenaga untuk badan serta pula berperan bagaikan perlengkapan transportasi zat gizi yang lain. Protein berfungsi lumayan vital bagaikan bahan baku pembuat sel serta jaringan badan. Protein pula berperan dalam proses perkembangan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan badan yang mengalami kehancuran. Protein bisa diganti jadi tenaga bila badan kekurangan karbohidrat serta lemak.
Vit berfungsi bagaikan faktor serta pengatur bermacam proses dalam badan, paling utama buat memulai respon kimia dalam sel- sel badan. Mineral dibutuhkan badan buat bermacam proses metabolisme. Badan memerlukan pasokan teratur mineral susaha metabolism badan bisa berperan dengan baik. Senyawa organik semacam kalium, natrium, magnesium, klorida, kalsium, serta fosfat. Mineral ini dibutuhkan badan dalam jumlah besar serta elektrolit berarti.Pemilihan bahan santapan kalorigenik ataupun bahan santapan yang menciptakan kalori mengacu pada saran bagaikan berikut:• karbohidrat (46%)• lemak (12%)• protein (42%)
Lebih kanjut kebutuhan vit mineral serta air disesuaikan dengan standar angka kecukupan gizi yang bergantung pada umur, tipe kelamin, kegiatan raga serta kondisi isiologis badan. Meski demikian, pada realitasnya kerap terjalin ketidak seimbangan pemilihan bahan santapan yang dalam jangka panjang bisa mengusik kesehatan.
Jumlah MakananKebutuhan gizi seorang didetetapkan oleh 4 komponen utama ialah basal metabolic rate ( BMR), speci ic dynamic action (SDA), tingkat kegiatan raga dan kondisi isiologis badan. BMR ataupun laju metabolisme basal merupakan pemakaian tenaga buat mempertahankan kegiatan badan yang sangat rendah/ pada waktu rehat, missal : denyut jantung, pernapasan, fungsi ginjal, penyeimbang osmotik, kegiatan otak, temperatur badan.
SDA ataupun Diet Induced Thermogenesis (DIT) merupakan kalori yang diperlukan buat proses pencernaan, penyerapan serta metabolisme santapan. Nutrisi paranteral merupakan 0%, sebaliknya buat santapan enteral serta oral merupakan 5-1%. Tidak hanya dipengaruhi oleh BMR, SDA ataupun kegiatan raga, kondisi isiologis semacam kondisi sakit, kehamilan, menyusui, masa perkembangan serta sebagainya tingkatkan kebutuhan atas konsumsi gizi. Pada orang orang yang hadapi perihal ini konsumsi gizi butuh ditingkatkan biar tidak kekurangan zat gizi. Dengan demikian secara universal kebutuhan gizi seorang didetetapkan oleh pola metabolisme badan, jenis kelamin dan umur.(Westerterp, 2004)Kebutuhan gizi juga ditentukan oleh tingkat kegiatan raga dan kondisi isiologi badan. Konsumsi gizi sisesuaikan dengan kebutuhan gizi seorang. Konsumsi gizi dalam jangka panjang melebihi kebutuhan gizi hingga seorang cenderung hendak mempunyai status gizi lebih sebaliknya bila konsumsi gizi secara jangka panjang kurang dari kebutuhan gizi hingga sesorang cenderung hendak hadapi status gizi kurang.
B. Aktivitas Fisik
Peran Aktivitas FisikAkti itas isik secara tertib memiliki bermacam dampak proteksi yang signi ikan terhadap penyakit jantung ishaemic, mengendalikan berat tubuh dan menghindari osteoporosis dengan cara mempertahankan massa tulang. Aktivitas isik meningkatkan sensitivitas terhadap insulin serta menaikkan tingkatan HDL cholesterol, serta kurangi resiko terhadap penyakit jantung. Apalagi kegiatan raga rekreasional menolong melenyapkan kecemasan serta tekanan mental.
Determinan Aktivitas FisikPerihal perihal yang secara universal pengaruhi tingkat kegiatan raga merupakan tingkatan kegiatan raga, dimensi serta komposisi badan, hawa, usia, serta kondisi kesehatan badan. Latihan raga ini pula terpaut dengan status gizi sebab kegiatan raga hendak tingkatkan kebutuhan gizi seorang. Seorang dengan kegiatan raga yang besar memerlukan konsumsi gizi yang lebih daripada orang
yang mempunyai kegiatan isik yang rendah. Dimana dengan melaksanakan latihan raga secara baik, benar serta tertib hendak melatih otot serta sendi dan memperlancar peredaran darah serta oksigen dalam badan sehingga metabolisme badan jadi maksimal. Sehingga menolong seseorang mengendalikan berat tubuh, menghindari meningkatnya kolesterol serta kandungan gula dalam darah dan menghindari terbentuknya hipertensi, kardiovaskular, DM jenis 2, serta bermacam tipe kanker. Perihal ini diperkuat dengan sebagian riset kalau ikatan antara kegiatan raga yang kurang baik dengan peristiwa penyakit kardiovaskular pada anak muda( p=0, 002) dengan nilai keeratan ikatan 2, 121, serta pula bersumber pada hasil analisis regresi logistik didapatkan hasil kalau kegiatan raga yang kurang baik berisiko 2 kali lipat menimbulkan penyakit kardiovaskular. (Cornelissen & Fagard, 2005; Nystoriak & Bhatnagar, 2018)Tidak hanya itu, riset pula dicoba tentang aspek resiko diabet mellitus di Indonesia menampilkan kalau dari hasil uji statistik didapatkan nilaiρ value sebesar 0, 000 yang berarti ada ikatan yang signi ikan antara tingkatan kegiatan raga dengan peristiwa diabet mellitus dengan analisis responden yang kurang aktif mempunyai resiko terserang diabet 2, 3 kali lebih besar dibandingkan kelompok sangat aktif. Kegiatan raga bisa mengendalikan gula darah. Glukosa hendak diganti jadi tenaga pada dikala berakti itas raga. Kegiatan raga memicu insulin terus menjadi bertambah sehingga kandungan gula darah hendak menurun. Pada orang yang tidak sering olahraga, zat santapan yang masuk ke dalam badan tidak terbakar namun ditimbun dalam badan bagaikan lemak serta gula. Bila insulin tidak memadai buat mengganti glukosa jadi tenaga hingga hendak mencuat diabet mellitus.
Derajat AktivitasDerajat aktivitas dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu 1. aktivitas sangat ringan (30% BMR)2. aktivitas ringan (50 % BMR)3. aktivitas sedang (75% BMR)4. aktivitas berat (100 % BMR).
Intensitas latihan dengan tujuan meningkatkan kebugaran isik dilakukan pada 60 – 85% denyut nadi maksimal. Efek latihan isik terhadap kebugaran jasmani umumnya terlihat setelah 8 sampai 12 minggu. Secara umum rekomendasi aktivitas isik minimal yang diperlukan untuk memelihara kesehatan adalah aktivitas isik intensitas sedang yang dilakukan 30-60 menit dan dilakukan 3-5 x dalam seminggu.
C. Pola Konsumsi Merokok dan Alkohol
Konsumsi Merokok
Rokok ialah zat psikoaktif beresiko yang memiliki 4000 zat kimia, serta 20 berbagai di antara lain merupakan toksin yang mematikan. isi yang beresiko pada rokok yang bisa jadi bom waktu
untuk badan antara lain tar dimana memiliki piridin zat yang dapet menimbulkan kanker serta bisa mengganggu sel paruparu disebabkan terus menjadi dalam orang menghirup rokok makan toksin yang mengendap saluran respirasi juga terus menjadi banyak, nikotin zat beresiko yang bisa menimbulkan kecanduan( adiksi) serta bisa tingkatkan kandungan kolesterol jahat dalam badan manusia serta kesimpulannya hendak berakibat pada jantung sehat serta mengusik program diet sehat seorang, CO zat yang bisa kurangi oksigen dalam badan, serta komponen bermacam gas serta partikulat yang bisa menimbulkan kendala paru serta bisa menimbulkan kendala respirasi kronik.(Huncharek et al., 2010) Style hidup ataupun life gaya ini menarik bagaikan sesuatu permasalahan kesehatan, sebab dikira bagaikan aspek resiko dari bermacam penyakit tidak meluas( PTM) utama, semacam penyakit kardiovaskular, penyakit paru kronik, bermacam tipe kanker serta diabet mellitus. Hasil riset tentang aspek resiko penyakit kardiovaskular melaporkan kalau sikap merokok memiliki resiko 2 - 4 kali lebih besar terkena penyakit jantung serta stroke dari pada bukan perokok. Perihal ini disebabkan sebab terus menjadi lama merokok kolesterol serta lemak yang tertimbun di arteri sebab zat nikotin yang ada pada rokok sehingga menimbulkan pengerasan pembuluh darah serta memunculkan panyakit kardiovaskular. Tidak hanya itu, suatu riset yang mempelajari tentang ikatan antara paparan asaprokok terhadap guna paru, didapatkan kesimpulan kalau ada ikatan yang bermakna antara paparan asap rokok terhadap guna paru pada pengidap ibrosis kistik.(World Heart Federation, 2012)Riset yang dicoba tentang ikatan antara merokok serta diabet kalau perokok yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok/hari memilki resiko terkena diabet 62% lebih besar( RR= 1, 61, 9% CI, 1, 43- 1, 80) dibanding dengan perokok ringan( RR= 1, 29, 95% CI, 1, 13- 1, 48) 2. Perihal ini disebabkan sebab zat nikotin yang ada dalam rokok pengaruhi kurang beresponnya jaringan target( otot, jaringan adipose serta hepar) terhadap hormon insulin. Merokok memiliki ikatan dengan peristiwa pernafasan kronis. Komponen rokok bisa memicu perubahan- perubahan pada sel- sel penghasil mucus bronkus serta silia. Dimana silia yang menyelimuti bronkus hendak hadapi kelumpuhan ataupun disfungsional dan melaplasia pergantian ini hendak mengusik system escalator mukosiliaris serta menimbulkan penimbunan mucus kental dalam jumlah besar serta susah dikeluarkan dari saluran nafas sehingga terjalin kendala pernafasan. Tidak hanya itu rokok memicu terbentuknya peradangan kronik pada paru, dimana rokok hendak mengaktivasi makrofag yang setelah itu hendak membebaskan mediator in lasmasi, setelah itu memenuhi mekanisme seluler yang menghubungkan rokok dengan in lamasi pada .(Islami et al., 2014)Bermacam berbagai tipe rokok yang disantap di Indonesia. Salah satunya merupakan rokok dengan tipe ilter serta non ilter, dimana rokok tipe ilter merupakan rokok yang bagian pangkalnya ada gabus, sebaliknya rokok non ilter merupakan rokok bagian pangkalnya tidak ada gabus, guna gabus ini yakni buat menyaring nikotin.Merokok umur dini hendak menimbulkan terbentuknya pergantian struktur serta guna saluran nafas dan jaringan paru yang lain yang jadi dasar utama untuk terbentuknya penyakit paru obstruktif kronik. Rokok mempunyai dampak dose reaksi, dimana terus menjadi muda usia seorang dikala mulai merokok, terus menjadi besar pengaruhnya terhadap kesehatan badan.Bagi para pakar kalau perokok yang menghirup 2 bungkus rokok berarti dia sudah kurangi usianya 8 tahun. Begitu pula dengan orang yang terserang asap dari 2 bungkus rokok, hendak kurangi usianya 4 tahun. Olehnya itu terus menjadi banyak mengkonsumsi
24
rokok hingga terus menjadi besar akibat yng ditimbulkan untuk kesehatan. Sikap merokok dilihat dari bermacam sudut pandang sangat merugikan, buat diri sendiri ataupun orang disekelilingnya.
Konsumsi Alkohol
Alkohol ialah zat psikoaktif dengan memproduksi substansi yang buat ketergantungan pengkonsumsinya. Mengkonsumsi alkohol merupakan mengkonsumsi minuman yang memiliki zat etanol. Komsumsi alkohol secara terus menerus dalam jumlah yang tidak dibatasi kesimpulannya hendak memunculkan banyak permasalahan kesehatan.Alkohol yang masuk kedalam badan kita hendak di cerna serta diserap oleh darah buat diedarkan keseluruh organ, tercantum otak, serta menekan sistem saraf pusat yang ada dalamnya. Bila disantap dalam jumlah banyak serta kelewatan, zat ini dapat berimbas memambukkan yang diisyarati dengan pergantian mental serta sikap dan hilangnya penyeimbang apalagi bila kandungan alkohol didalam terlampau besar, hingga menimbulkan koma serta kematian. Riset epidemiologi yang dicoba terhadap sebagian orang sudah dikenal kalau mengkonsumsi alkohol dosis besar berhubungan
dengan kenaikan mortalitas penyakit kardiovaskular, diabet mellitus, serta kanker tertentu. Mengkonsumsi alkohol yang kelewatan bisa mengganti sistem kardiovaskular, disebabkan kekurangan tiamin ataupun zat yang mencemari minuman alkohol. Mengkonsumsi teratur alkohol tipe apapun menampilkan terbentuknya bermacam kanker, tercantum kanker laring, esophagus, hati, buah dada, serta kolorektal. Mengkonsumsi alkohol secara kelewatan memicu lever bekerja lebih keras. Sehingga lever tersendat serta tiak bisa memproses kelebihan estrogen. Estrogen yang berlebih hendak diserap kembali oleh darah sehingga badan terus hadapi kelebihan estrogen yang bisa tingkatkan resiko kanker buah dada. Mengkonsumsi alkohol tiap hari pula hendak tingkatkan kandungan gula serta kalori dalam badan sehingga bisa memperparah penyakit diabet.(Marques-Vidal et al., 2004)(Wakabayashi et al., 2015)Dalam peneltian yang memberi tahu kalau jumlah mengkonsumsi alkohol satu ataupun lebih segelas dikira mempunyai sikap berisiko sebab mengkonsumsi alkohol yang kelewatan pada satu peluang telah mengganggu kesehatan.
D. pemicu Lingkungan dan Psikologis
Mutu hidup bagi de inisi World Health Organization merupakan anggapan orang tentang keberadaannya di kehidupan dalam konteks budaya serta sistem nilai tempat dia tinggal. Jadi dalam skala yang luas meliputi bermacam sisi kehidupan seorang baik dari segi raga, psikologis, keyakinan individu, serta ikatan sosial buat berhubungan dengan lingkungannya. Mutu hidup yang terpaut dengan kesehatan (health related quality of life / HRQOL) meliputi aspek raga, psikologis, serta social, dari bidang kesehatan yang dipengaruhi oleh pengalaman individu seorang keyakinan, harapan dan anggapan.(Smet, 2012)(Wulandari, 2015)Pada penyakit degeneratif, domain yang terpaut dengan mutu hidup meliputi raga serta mental, sosial, kepuasan terhadap pengobatan serta perasaan aman secara universal. Penyakit degeneratif serta mutu hidup mempunyai ikatan timbal balik, penyakit ini bisa pengaruhi mutu hidup demikian juga kebalikannya mutu hidup bisa pengaruhi hipertensi.Kecemasan Pada Peristiwa Hipertensi Kecemasan ialah sesuatu kebingungan, kekhawatiran pada suatu yang hendak terjalin dengan pemicu ataupun objek yang tidak jelas serta dihubungkan dengan perasaan tidak menentu serta tidak berdaya. Hasil riset mengatakan kalau Kecemasan bisa memicu stimulasi simpatis yang tingkatkan frekuensi denyut jantung, curah jantung serta resistensi vascular, dampak simpatis ini mening- katkan tekanan darah. Kecemasan mening- katkan tekanan darah sebesar 30 mmHg. Tingginya hipertensi bisa dipengaruhi oleh banyak aspek, salah satunya merupakan style hidup yang tidak sehat, mengkonsumsi garam yang besar, santapan kelewatan, minum alkohol dan merokok.Selain gaya hidup, banyak hal yang bisa menimbulkan komplikasi hipertensi, salah satunya yakni emosi. Akibat terbentuknya komplikasi hipertensi membuat mutu hidup pengidap jadi rendah serta mungkin terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.
27
Tekanan pikiran Pada Peristiwa Hipertensi Tekanan pikiran ialah sesuatu fenomena umum yang terjalin dalam kehidupan tiap hari serta tidak bisa dihindari dan akan dialami oleh setiap orang.
Stres memberikan dampak secara total pada orang semacam akibat raga, sosial, intelektual, psikologis, serta spiritual. Dampak dari tekanan pikiran berat dapat menimbulkan sikap kita tidak efektif apalagi dalam permasalahan yang ekstrim tekanan pikiran dapat membebani serta pengaruhi karakter. Oleh karena itu, terus menjadi lama tekanan pikiran yang dirasakan seorang serta berkelanjutan hingga hendak memunculkan tingkatan tekanan pikiran yang berat pula serta mengecam nyawa.Tingginya kendala psikis terhadap tekanan darah yang dicoba oleh responden mengingat rata- rata sebagian besar merupakan berjenis kelamin wanita dengan pekerjan bunda rumah tangga, hal ini dikarenakan ibu rumah tangga memiliki tekanan stres yang besar disamping mengurus anak - anaknya, bunda rumah tangga pula wajib mengurus kebutuhan rumah tangga yang lain semacam cuci serta memasak. Dampak tekanan pikiran bisa memicu kelenjar anak ginjal ataupun adrenal buat menghasilkan hormon adrenalin.
28
Adrenalin hendak bekerja dalam memacu denyut jantung lebih cepat. (Glaser & Kiecolt-Glaser, 2005)
Gambar 2.3. Dampak Stress pada KesehatanPada usia tua dibutuhkan kondisi darah yang bertambah buat mempompakan beberapa darah ke otak dan alat vital yang lain pada usia tua pembuluh darah sudah mulai melemah dan bilik pembuluh darah telah menebal. Tekanan mental Pada Peristiwa Hipertensi Tekanan mental salah satu kendala mood, dimana terjalin pergantian keadaan emosional, motivasi, guna, serta sikap motorik, serta kognitif pada diri seorang. Depresi akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer serta curah jantung sehingga hendak menstimulasi kegiatan syaraf simpatik, dan badan hendak bereaksi berbentuk tingkatkan ketegangan otot, tingkatkan denyut jantung, serta meningkatkannya tekanan darah.(Larzelere & Jones, 2008)
29
DAFTAR PUSTAKA
Bacopoulou, F., Efthymiou, V., Landis, G., Rentoumis, A., & Chrousos, G. P. (2015). Waist circumference, waist-to-hip ratio and waist-to-height ratio reference percentiles for abdominal obesity among Greek adolescents. BMC Pediatrics. https://doi.org/10.1186/s12887-015-0366-zCornelissen, V. A., & Fagard, R. H. (2005). Effects of endurance training on blood pressure, blood pressure-regulating mechanisms, and cardiovascular risk factors. Hypertension. https://doi.org/10.1161/01.HYP.0000184225.05629.51Glaser, R., & Kiecolt-Glaser, J. K. (2005). Stress-induced immune dysfunction: Implications for health. In Nature Reviews
Immunology. https://doi.org/10.1038/nri1571Goggs, R., Vaughan-Thomas, A., Clegg, P. D., Carter, S. D., Innes, J. F., Mobasheri, A., Shakibaei, M., Schwab, W., & Bondy, C. A. (2005). Nutraceutical therapies for degenerative joint diseases: A critical review. In Critical Reviews in Food Science and
Nutrition. https://doi.org/10.1080/10408690590956341Gondim, O. S., De Camargo, V. T. N., Gutierrez, F. A., De Oliveira Martins, P. F., Passos, M. E. P., Momesso, C. M., Santos, V. C., Gorjão, R., Pithon-Curi, T. C., & Cury-Boaventura, M. F. (2015). Bene its of regular exercise on in lammatory and cardiovascular risk markers in normal weight, overweight and obese adults.
PLoS ONE. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0140596Hardinsyah, Riyadi, H., & Napitupulu, V. (2012). Kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Departemen Gizi FK UI.
30
Henry, C. (2005). Basal metabolic rate studies in humans: measurement and development of new equations. Public
Health Nutrition.https://doi.org/10.1079/phn2005801Huncharek, M., Sue Haddock, K., Reid, R., & Kupelnick, B. (2010). Smoking as a risk factor for prostate cancer: A meta-analysis of 24 prospective cohort studies. American Journal of Public
Health. https://doi.org/10.2105/AJPH.2008.150508Hutagalung, H. (2004). Metabolisme Karbohidrat, Manfaat Karbohidrat. USU Digital Library.Islami, F., Moreira, D. M., Boffetta, P., & Freedland, S. J. (2014). A systematic review and meta-analysis of tobacco use and prostate cancer mortality and incidence in prospective cohort studies. In European Urology. https://doi.org/10.1016/j.eururo.2014.08.059Larzelere, M. M., & Jones, G. N. (2008). Stress and Health. In Primary
Care - Clinics in Of ice Practice. https://doi.org/10.1016/j.pop.2008.07.011Marques-Vidal, P., Montaye, M., Arveiler, D., Evans, A., Bingham, A., Ruidavets, J. B., Amouyel, P., Haas, B., Yarnell, J., Ducimetiãƒâre, P., & Ferriãƒâres, J. (2004). Alcohol consumption and cardiovascular disease: Differential effects in France and Northern Ireland. The PRIME study. European Journal
of Preventive Cardiology. https://doi.org/10.1097/01.hjr.0000136416.24769.42Nystoriak, M. A., & Bhatnagar, A. (2018). Cardiovascular Effects and Bene its of Exercise. In Frontiers in Cardiovascular Medicine. https://doi.org/10.3389/fcvm.2018.00135
31
Primasoni, N. (2014). Manfaat Protein untuk Mendukung Akti itas Olahraga, Pertumbuhan, dan Perkembangan. Penelitian
UNY.Ross, R., & Janssen, I. (2001). Physical activity, total and regional obesity: Dose-response considerations. Medicine and Science
in Sports and Exercise. https://doi.org/10.1097/00005768-200106001-00023Smet, B. (2012). Psikologi kesehatan. Journal of Public Health. https://doi.org/10.2307/1175067Wakabayashi, M., McKetin, R., Banwell, C., Yiengprugsawan, V., Kelly, M., Seubsman, S. A., Iso, H., Sleigh, A., Chokhanapitak, J., Khamman, S., Pangsap, S., Puengson, J., Rimpeekool, W., Somboonsook, B., Vilainerun, D., Pachanee, C. A., Tangmunkolvorakul, A., Tawatsupa, B., Bain, C., … Zhao, J. (2015). Alcohol consumption patterns in Thailand and their relationship with non-communicable disease. BMC Public
Health. https://doi.org/10.1186/s12889-015-2662-9Westerterp, K. R. (2004). Diet induced thermogenesis. In Nutrition
and Metabolism. https://doi.org/10.1186/1743-7075-1-5World Heart Federation. (2012). Tobacco : totally avoidable risk factor of CVD. World Health Organization, Media Center, Fact
Sheet N 339.Wulandari, D. (2015). Perilaku Kesehatan dalam Psikologi Kesehatan.
Jurnal Administrasi Rumah Sakit.
32
INFORMASI TENTANG
PENYAKIT DIABETES
MELLITUS
BAB III
34
A. Pengertian Diabetes Mellitus Merupakan sesuatu kelompok penyakit metabolic dengan ciri hiperglikemia yang terjalin sebab kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun kedua-duanya. Menurut American Diabetes
Assosiation Diabetes Mellitus (DM) ialah sesuatu kelompok penyakit metabolic serta kronis dengan karakteristika hiperglikemia yang terjalin sebab kelainan sekresi insulin, kerja insulin ataupun kedua - duanya yang memerlukan perawatan kedokteran serta pembelajaran pengelolaan mandiri buat menghindari komplikasi kronis serta merendahkan resiko komplikasi jangka panjang.(American Diabetes Association, 2016)Diabetes mellitus ialah gangguan metabolism yang secara genetik serta klinis tercantum heterogen dengan perwujudan berbentuk hilangnya toleransi terhadap karbohidrat. Tubuh tidak bisa mengganti karbohidrat ataupun glukosa jadi tenaga diakibatkan badan tidak sanggup memproduksi ataupun penciptaan insulin kurang apalagi tidak sanggup memakai insulin yang dihasilkan, sehingga glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel buat diganti jadi tenaga serta menimbulkan kandungan glukosa di dalam darah bertambah. Keadaan ini bisa menimbulkan kehancuran di bermacam jaringan dalam badan mulai dari pembuluh darah, mata, ginjal, jantung serta syaraf yang diucap dengan komplikasi dari Diabetes mellitus.
B. Klasi ikasi Diabetes Mellitus ada 4 klasi ikasi diabetes mellitus berdasarkan pato i-siologi yang mendasari, yaitu diabetes tipe 1, tipe 2, tipe lain dan diabetes melitus gestasional. (American Diabetes Association, 2016; Eliana, 2015) Klasi ikasi DM secara etiologi, antara lain :Diabetes melitus tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent)
35
1. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena destruktif sel beta yang
mengakibatkan defi siensi insulin absolut yang disebabkan autoimun
dan idiopatik. DM tipe 1 terjadi karena sel beta di pankreas
mengalami kerusakan, sehingga memerlukan insulin eksogen
seumur hidup. Umumnya muncul pada usia muda. pemicu
penyakit ini bukan karena faktor keturunan melainkan faktor
autoimun.
Gambar 3.1. Diabetes Tipe 1
2. Diabetes melitus tipe 2 (Diabetes Non Insulin Dependent)Diabetes melitus tipe 2 terjasi karena bermacam - macam pemicu , dari mulai dominasi resitensi yang disertai de iensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin yang disertai resistensi insulin. DM tipe 2 merupakan tipe DM yang umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan DM tipe 1.Munculnya penyakit ini pada saat usia dewasa yang disebabkan beberapa faktor diantaranya obesitas dan keturunan. DM tipe 2 dapat memicu terjadinya komplikasi bila tidak dikendalikan.
36
Gambar 3.2. Diabetes Tipe II
3. Diabetes melitus gestasionalDiabetes Melitus yang timbul pada saat kehamilan. Faktor-faktor pemicu terjadinya DM gestasional diantaranya adalah adanya riwayat DM dari keluarga, obesitas atau kenaikan berat badan pada saat kehamilan, faktor usia ibu pada saat hamil, riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) dan riwayat penyakit lain (hipertensi, abortus). Gejala dan tanda DM Gestasional sama dengan DM secara klinis yaitu poliuria (sering kencing), polifagia (cepat lelah) dan polidipsi (sering haus). Akibat dari DM gestasional bila tidak ditangani secara dini pada ibu adalah akan terjadi preklamsia, komplikasi proses persalinan, resiko DM tipe 2 setelah melahirkan. Sedangkan resiko pada bayi adalah lahir dengan berat badan >40 gram, pertumbuhan janin terhambat, hipokalsemia dan kematian bayi dalam kandungan.
37
Gambar 3.3. Diabetes Gestational
4. Diabetes melitus tipe lainDiabetes melitus tipe lain, banyak faktor yang mungkin dapat menimbulkan DM diantaranya:a. Defek genetik fungsi sel beta Dapat disebabkan karena kelainan dari kromoson dan Mitokondria DNA.b. Defek genetik kerja insulin Dapat disebabkan karena resistensi insulin, leprechaun-is me, dan diabetes lipoatropik.c. Penyakit eksokrin pancreas Dapat disebabkan karena pankreatitis, neoplasia, ibrosis kistik dan hemokromatosis.d. Endokrinopati Dapat disebabkan karena akromegali, sindrom cushing, glukagonoma, hipertiroid dan somatostatinoma.e. Karena obat dan zat kimia Dapat disebabkankarena pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, agonis β-adrenergik dan thiazide.
38
f. Infeksi Dapat disebabkan karena rubella congenital dan cytomegalovirus.g. Sebab imunologi yang jarang Dapat disebabkan karena sindromstiff-man dan antibodi antiinsulin reseptor.h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Dapat disebabkan karena sindrom down, sindrom turner dan lainnya.
C. Pato isiologi Diabetes MellitusPada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas. Kondisi ini merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti islet dalam darah. Kerusakan pankreas memicu penurunan sekresi insulin sehingga regulasi glukosa terganggu. Selain hilangnya sekresi insulin, kerusakan akibat autoimun ini mengakibatkan abnormalitas sel sel alpha pankreas dimana terjadi sekresi glukagon yang berlebihan. Kedua hal ini memicu kondisi hiperglikemia yang berkepanjangan dan mulai terjadi gangguan metabolik. (Baynest, 2015)
Gambar 3.4. Patogenesis DM Tipe 1
39
Pada diabetes melitus tipe 2, disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak terjadi de isiensi absolut seperti diabetes mellitus tipe 1. Pada DM tipe 2 terjadi de isiensi insulin relatif. Tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau de isiensi insulin perifer. (Baynest, 2015)
Gambar 3.5 Patogenesis DM Tipe 2
De inisi Diabetes Tipe 2Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula darah akibat dari penurunan sekresi hormon insulin oleh sel beta yang berada di dalam pankreas dan juga akibat gangguan fungsi insulin. Kenaikan kadar gula darah disebut dengan hiperglikemia yang dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis pada jaringan dan organ tubuh. DM tipe 2 umummya terjangkit pada penderita berusia 45 tahun ke atas yang disebabkan karena faktor penuaan dan kemunduran jaringan tubuh. Terjadinya resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin karena berkurangnya respon sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang memicu kenaikan kadar gula dalam darah. (Whelton et al., 2018)
40
Diabetes melitus tipe 2 merupakan hasil interaksi faktor genetik dan keterpaparan lingkungan. Faktor genetik akan menentukan individu ini rentan terhadap DM. Sedangkan faktor lingkungan dapat berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan berlebihan yang memicu kurangnya akti itas tubuh, sehingga menimbulkan obesitas. DM tipe 2 ditandai dengan 4 gangguan metabolik yaitu hiperglikemia kronik, resistensi insulin, respon reduksi insulin dan peningkatan pengeluaran glukosa hepar. (Ministry of Health, 2009)Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.Secara klinis DM tipe 2 terjadi ketika tubuh tidak mampu memproduksi cukup insulin untuk menyeimbangi peningkatan insulin resistensi.DM tipe 2 menjadi masalah kesehatan di dunia karena prevalensinya dan akibat penyakit ini terus meningkat dan merupakan penyakit epidemik yang berkembang, sehingga mengakibatkan penderitaan individu dan kerugian ekonomi yang luar biasa. (Ministry of Health, 2009)
Gambar 3.6 Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2
41
Tabel 3.1. Perbandingan Perbedaan DM tipe 1 dan 2
Komponen DM Tipe 1 DM Tipe 2
Mula muncul Umumnya masa kanak-kanak dan remaja, walau pun ada juga pada masa dewasa < 40 tahun Pada usia tua, umumnya > 40 tahunKeadaan klinis saatdiagnosis Berat RinganKadar insulin darah Rendah, tak ada Cukup tinggi, normalBerat badan Biasanya kurus Gemuk atau normalPengelolaan yangdisarankan Terapi insulin, diet,olahraga Diet, olahraga,hipoglikemik oral
(American Diabetes Association, 2016)
D. Faktor Resiko Diabetes MellitusFaktor risiko diabetes melitus umumnya dibagi menjadi 2 golongan besar menurut (Chan et al., 2009; Eliana, 2015) yaitu :Faktor yang tidak dapat dimodi ikasi 1. Usia Manusia mengalami penurunan isiologis setelah usia 40 tahun. Diabetes melitus sering muncul setelah manusia memasuki usia ini . Semakin bertambahnya usia, maka risiko menderita diabetes melitus akan meningkat terutama usia 45 tahun yang merupakan kelompok resiko tinggi 2. Jenis kelamin Distribusi penderita diabetes melitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Penderita diabetes melitus di Amerika Serikat lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian diabetes melitus belum jelas.
42
3. Faktor keturunan Diabetes melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat diabetes melitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung berisiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
Faktor yang dapat dimodi ikasi 1. Obesitas Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak dapat memblok kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas. 2. Akti itas isik yang kurang Berdasarkan penelitian bahwa akti itas isik yang dilakukan secara teratur dapat menambah sensiti itas insulin. Prevalensi diabetes melitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin kurang akti itas isik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau akti itas isik dapat membantu
43
mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, akti itas isik yang teratur juga dapat melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. 3. Hipertensi Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole ≥140 mmHg atau tekanan darah diastole ≥90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes melitus. Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan pemicu utama peningkatan kadar glukosa darah. 4. Pola makan Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat badan. Kedua hal ini dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin. 5. Alkohol Alkohol dapat memicu terjadinya in lamasi kronis pada pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit ini dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat memicu diabetes mellitus. Genetika Diabetes melitus dapat diturunkan dari keluarga atau orang tua yang mempunyai riwayat DM. Faktor genetik memegang peranan penting dalam terjadinya DM.
44
6. Obesitas Peningkatan berat badan dapat memicu resiko terjadinya DM. Timbunan lemak yang ada di dalam tubuh menghalangi kerja insulin, sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk di pembuluh darah yang memicu peningkatan kadar gula darah dalam pembuluh darah. 7. Kurangnya akti itas Berkurangnya akti itas tubuh dapat meningkatkan berat badan, sehingga dapat memicu obesitas.
E. Gejala dan Tanda Diabetes Mellitus
Beberapa gejala-gejala dan tanda-tanda klinis Diabetes Melitus (DM) antara lain:1. Poliuria (sering kencing) Adalah kondisi dimana terjadi kelainan pada produksi urin di dalam tubuh yang abnormal yang memicu sering
45
berkemih.Biasanya berkemih normalnya 4-8 kali sehari, karena kelebihan produksi urin dalam tubuh maka berkemih lebih dari normal sehari.2. Polifagia (cepat lapar) Adalah kondisi dimana sering merasa lapar.Hal ini disebabkan karena glukosa darah pada penderita DM tidak semuanya dapat diserap oleh tubuh yang berakibat tubuh kekurangan energi.3. Polidipsia (sering haus) Adalah kondisi akibat dari poliuria (sering kencing) menyebab-kan rasa haus yang berlebihan.4. Mudah lelah Adalah kondisi yang terjadi akibat poliuria dan polidipsi.5. Berat badan menurun Adalah kondisi dimana kemampuan metabolisme glukosa terganggu sehingga tubuh tidak dapat menyimpan glukosa dan membuangnya melalui urin, sehingga tubuh mengambil glukosa cadangan di jaringan tubuh sebagai energi.6. Luka infeksi yang sukar sembuh Adalah kondisi yang disebabkan efek dari hiperglikemia, sehingga terjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik yang merusak jaringan tubuh. (International Diabetes Federation, 2012)
F. Metode Pemeriksaan Diabetes MellitusDiagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan memakai pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
46
glukosuria. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan bila ada keluhan seperti:• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Metode pemeriksaan dalam mendiagnosa penyakit Diabetes Mellitus antara lain :1. Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam. Dilakukan pengambilan sampel darah untuk Tes gula darah puasa setelah pasien melakukan puasa minimal 8 jam.2. Pemeriksaan glukosa darah ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTOG) dengan beban glukosa 75 gram. Pada tes TTOG pasien melakukan puasa terlebih dahulu minimal 8 jam, setelah itu diminta makan dan minum seperti biasanya. Selang waktu 2 jam setelah itu dilakukan pengecekan kadar gula darah.3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan - keluhan (poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan). Tes gula darah sewaktu dilakukan kapan saja tanpa mempertimbangkan puasa dan waktu terakhir pasien makan. Tes ini dilakukan bila terjadi gejala-gejala DM secara umum, diantaranya poliurea (sering kencing), polifagia (cepat lapar), polidipsi (sering haus), berat badan turun dan infeksi yang sukar sembuh.4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan memakai metode terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
47
Program (NGSP). Tes hemoglobin terglikasi (HbA1c) adalah pengukuran persentase gula darah yang terikat dengan hemoglobin. Hemoglobin adalah protein yang ada dalam sel darah merah. Semakin tinggi hemoglogin A1c, semakin tinggi pula tingkat gula darah. (Baynest, 2015)
Tabel 3.2 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis
diabetes dan prediabetes. (Eliana, 2015)
HbA1C Glukosa darah
puasa (mg/dL)
Glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO (mg/dL)Diabetes > 6,5 > 126 > 200 mg/dLPrediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199Normal < 5,7 < 100 < 140
Cara Pelaksanaan TTGO :1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup) dan melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari-hari.2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan.3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anakanak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.6. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
48
G. Komplikasi Diabetes MelitusDiabetes Mellitus dengan karakteristik hiperglikemia dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang dapat dibagi menjadi dua secara garis besar yaitu : (Baynest, 2015)
1. Komplikasi Macrovaskular Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga memicu atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, dan stroke. Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi makrovaskular ini sering terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe-2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan.
2. Komplikasi MicrovaskularKomplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi memicu dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil.Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.
Komplikasi akut:
-- HipoglikemiaHipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda :1. Rasa lapar2. Gemetar
49
3. Keringat dingin4. Pusing
Hipoglikemia dapat memicu te rjadinya koma penderita diabetes melitus yang mengalami reaksi hipoglikemik biasanya disebabkan oleh obat anti diabetes yang diambil dalam dosis tinggi.
-- Krisis HiperglikemiaKrisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut serius pada penderita diabetes mellitus. Krisis Hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk Ketoasidosis Diabetik (KAD), status Hiperosmolar Hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan badan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni. Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah de isiensi insul in, relatif ataupun absolut. Pada KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah, terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan Growth Hormone (GH). Hormon-hormon ini memicu peningkatan produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan, yang mengakibatkan h iperglikemia dan perubahan osmolaritas ekstraselular.Kombinasi kekurangan hormon insulin dan meningkatnya hormon kontrainsulin pada KAD juga mengakibatkan perlepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa dari proses lipolisis ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda keton (ß - hydroxybutyrate [ß-OHB] dan acetoacetate) tak terkendali, sehingga mengakibat kan ketonemia dan asidosis metabolik.
50
Gambar 3.7 Komplikasi Akut pada Diabetes Melitus Tipe 2
Komplikasi kronik :• NefropatiNefropati diabetik merupakan pemicu kematian kedua terbanyak penderita diabetes melitus selepas infark miokard. Patogenesis nefropati diabetik berhubungan dengan hiperglikemia, kemungkinan karena kerja ginjal yang terus menerus melebihi batas untuk menyaring glukosa memicu peningkatan tekanan darah pada ginjal dan perubahan struktur glomerular. • NeuropatiNeuropati muncul pada 60% penderita diabetes jangka panjang baik pada tipe 2. Pada penderita diabetes melitus kemungkinan
51
disebabkan gangguan sirkulasi pada sel saraf karena kerusakan pembuluh darah, Ada pun jenis-jenisnya adalah:a. Polineuropati dan mononeuropati Bentuk yang paling umum dari neu ropati diabetes adalah polineuropati simetris distal. Ini paling sering ditandai dengan kehilangan sensori distal, tetapi hanya 50% dari penderita diabetes melitus memiliki gejala neuropati. Gejala mungkin termasuk sensasi mati rasa, kesemutan, atau rasa panas yang dimulai dari kaki dan menyebar proksimal. Nyeri sering melibatkan ekstremitas bawah dan biasanya hadir saat istirahat, dan memburuk pada malam hari. Sedangkan mononeuropati adalah disfungsi saraf perifer atau saraf kranial yang terisolasi. Mono neuropati ditandai dengan rasa sakit dan kelemahan motorik dalam distribusi saraf tunggal. b. Neuropati otonom Penderita DM dapat mengalami disfungsi saraf otonom (sistem kolinergik, noradrenergic dan peptidergik). Saraf -saraf ini mengatur jantung, gastrointestinal dan sistem kemih. Hal ini bisa mengakibatkan takikardi, gejala gangguan pengosongan lambung, gangguan frekuensi berkemih dan hipotensi ortostatik.
• RetinopatiKeadaan hiperglikemi dapat memicu hilangnya
retinal pericytes, peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina, perubahan dalam aliran darah retina, dan sistem mikrovaskular retina abnormal, yang memicu iskemia retina.Keadaan ini akan memicu neovaskularisasi pada saraf optik dan makula. Secara struktural, pembuluh darah ini rapuh dan dapat memicu perdarahan vitreous, ibrosis, dan perlepasan retina yang dapat berakibat kebutaan.
52
• GastrointestinalKelainan yang paling sering muncul adalah gang guan pengosongan lambung dan gangguan motilitas usus. Gejala yang mungkin muncul adalah anorexia, muntah, mual, dan kembung. Keadaan ini disebabkan disfungsi saraf simpatis akibat neuropati otonomik. • GenitourinariNeuropati otonom diabetes mungkin memicu disfungsi genitourinari termasuk cystopathy, disfungsi ereksi, dan disfungsi seksual wanita (penurunan libido dan dispareunia).Gejala diabetes cystopathy dimulai dengan ketidakmampuan untuk merasakan kandung kemih pen uh dan kegagalan untuk buang air kecil sepenuhnya. Seiring dengan berkembangnya neuropati otonom, kontraktilitas kandung kemih memburuk, kapasitas kandung kemih berkurang dan terjadinya peningkatas residu air kemih yang sering berakibat pada infeksi salura n kemih berulang.
• Komplikasi kardiovaskularPada penderita diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi peningkatan plasminogen activator inhibitor dan ibrinogen yang meningkatkan koagulasi darah. Selain itu diabetes juga berhubungan dengan di sfungsi endotel, otot polos pada pembuluh dan platelet.
• InfeksiKeadaan hiperglikemia membantu kolonisasi jamur dan bakteri karena menyediakan sumber nutriri yang adekuat untuk pertumbuhan koloni. Infeksi tersering yang muncul pada pasien diabetes melitus adalah pneumonia, infeksi salur kemih dan infeksi pada kulit. Selain itu penderita diabetes juga lebih rentan mengalami infeksi pasca operasi.
53
Gambar 3.8 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus Tipe 2
H. Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Pencegahan Primer
Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 1. Sasaran pencegahan primer Pencegahan primer adalah usaha yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :
-- Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi 1. Ras dan etnik 2. Riwayat keluarga dengan DM
54
3. Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM. 4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). 5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.
-- Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi 1. Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2). 2. Kurangnya aktivitas fisik 3. Hipertensi (>140/90 mmHg) 4. Dislipidemia (HDL<35mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl) 5. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes / intoleransi glukosa dan DMT2.
-- Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus 1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin Penderita sindrom metabolic yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases)
55
Materi Pencegahan Primer Diabetes Melitus Tipe 2 Pencegahan primer dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi antara laina. Program penurunan berat badan.
-- Diet sehat.
-- Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan
ideal
-- Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan
secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan
puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan
-- Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan
tinggi serat larut.
b. Latihan jasmani Latihan jasmani yang dianjurkan :
-- Latihan dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut
jantung maksimal) (A), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal).
-- Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu
c. Menghentikan kebiasaan merokok (A)
d. Pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi farmakologis.(American Diabetes Association, 2016; Davies et al., 2018)
56
Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes
MelitusPencegahan sekunder adalah usaha mencegah atau meng-hambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM. Program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya. (American Diabetes Association, 2016; Davies et al., 2018)
Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam usaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup. usaha rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada usaha pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk usaha rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, pediatris, dan lain-lain.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier. (American Diabetes Association, 2016; Davies et al., 2018)
57
I. PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUSTujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes, meliputi :(Federation, 2017)1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila
perlu dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan.
1. Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari usaha pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang memakai obat penurun glukosa darah atau
insulin.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur
(3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit , dengan total 150
menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70%
denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara = 220-usia pasien.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri
dari obat oral dan bentuk suntikan.a. Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid1. Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel beta pankreas.2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin tahap pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion (TZD) a) Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
b) Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III- IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa. Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa tidak dipakai bila GFR ≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan
sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain: Canagli lozin, Empagli lozin, Dapagli lozin, Ipragli lozin.
Tabel 3.3. Pro il obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia
61
b. Obat Antihiperglikemia Suntik1) Insulin
Tabel 3.4 Farmakokinetik Insulin Eksogen
Berdasarkan Waktu Kerja
62
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.c. Terapi KombinasiTerapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun ixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus memakai dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi ini pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, lalu dilakukan evaluasi dosis ini dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan.
A. Pengertian HipertensiHipertensi merupakan penyakit yang banyak dijumpai dalam praktek klinik sehari-hari. Menurut JNC VII, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Berdasarkan JNC VII, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan sistolik nya melebihi 140 mmHg dan atau diastoliknya melebihi 90 mmHg berdasarkan rerata dua atau tiga kali kunjungan yang cermat sewaktu duduk dalam satu atau dua kali kunjungan. (JNC VII, 2003)Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas isik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh.Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent
killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh pemicu penyakit jantung.
B. Klasi ikasi HipertensiHipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan
tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak- anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi bila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolic.
Berdasarkan pemicu nya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui pemicu nya, disebut juga hipertensi idiopatik. ada sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. ada sekitar 5% kasus. pemicu spesi iknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
Gambar 4.2. Klasi ikasi Hipertensi menurut JNC VII dan ACC / AHA(JNC VII, 2003)(Whelton et al., 2017)
Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan
darah arteri yang dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai
ke otak. Susaha pembuluh darah elastis dan tidak pecah, serta
otak tidak mengalami kekurangan oksigen/ normal, MAP yang
dibutuhkan yaitu 70-100 mmHg. bila < 70 atau > 100 maka
tekanan darah rerata arteri itu harus diseimbangkan yaitu dengan
meningkatkan atau menurunkan tekanan darah pasien ini .
Rumus menghitung MAP :
MAP = sistol + 2 (diastol)
3Hipertensi juga dapat dikategorikan berdasarkan MAP (Mean
Arterial Pressure). Rentang normal MAP adalah 70-100 mmHg.
C. Pato isiologi HipertensiTubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang re lek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panja