laksanakan strategi eradikasi polio di dunia.
Isu dan Permasalahan
UPAYA PENCEGAHAN
PENYEBARAN VIRUS POLIO
Luthvi Febryka Nola
Analis Legislatif Ahli Madya
luthvi.nola@dpr.go.id
J
a
n
u
a
r
i Minggu ke-2
(8
s.d. 1
4
J
a
n
u
a
ri 2
02
4)
Polio merupakan penyakit berbahaya karena dampaknya akan ditanggung penderita seumur
hidup. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), satu dari 200 orang yang
terinfeksi polio akan menderita kelumpuhan permanen (biasanya di kaki). Di antara penderita
yang lumpuh, 5%-10% dapat meninggal karena otot-otot pernapasan berhenti bergerak akibat
serangan virus. Kebanyakan orang terinfeksi virus polio tidak bergejala sehingga tanpa sadar
menyebarkannya ke orang lain.
Pada 27 Maret 2014, Indonesia telah menerima sertifikat bebas polio dari World Health
Organization (WHO). Namun pada November 2018 ditemukan 1 kasus di Papua; Oktober 2022
ditemukan 3 kasus di Aceh; Februari 2023 ditemukan 1 kasus di Jawa Barat; dan terbaru
Desember 2023-Januari 2024 ditemukan 2 kasus di Jawa Timur dan 1 kasus di Jawa Tengah.
Tidak hanya pada 3 anak tersebut berdasarkan surveilans terhadap 30 anak di Sampang
ditemukan 9 orang terkena virus namun belum bergejala.
Timbulnya kasus baru, peningkatan kejadian dan kesakitan (sampai terjadi
disabilitas/kelumpuhan) akibat virus polio membuat bupati/wali kota, gubernur atau menteri
harus menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah terdampak berdasarkan Pasal
353 ayat (1) dan (2) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.Pemerintah telah menetapkan
status KLB polio di daerah yang berkasus, terbaru pada 29 Desember 2023, KLB ditetapkan di
Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pakar kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, Dede Nasrullah, menyatakan bahwa
KLB dapat diputus dengan dengan melakukan pemberian vaksinasi polio massal kepada
seluruh kelompok rentan. Pada sebagian daerah yang ditetapkan KLB, vaksinasi telah dilakukan,
bahkan Wali Kota Banda Aceh sampai mengeluarkan kebijakan vaksinasi meski tanpa
persetujuan orang tua. Kebijakan ini dilakukan mengingat salah satu kendala program vaksinasi
adalah adanya penolakan dari keluarga. Namun, penanganan KLB polio tidak cukup hanya
dengan vaksinasi karena terdapat penderita yang mendapatkan vaksinasi lengkap tapi tetap
terpapar virus. Setelah diteliti ternyata penderita mengalami malanutrisi. Oleh karenanya status
gizi anak juga perlu ditingkatkan untuk menjaga daya tahan tubuh terhadap serangan virus.
Virus polio memasuki tubuh melalui mulut, air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan
bahan feses dari orang yang terinfeksi. Virus berkembang biak di saluran pencernaan dan
keluar bersama feses. Virus juga dapat berpindah dari feses ke makanan dengan perantara
lalat. Oleh karenanya selain vaksinasi, kampanye tentang pentingnya sanitasi dan hyginitas
dalam upaya mencegah penyebaran virus polio perlu disampaikan ke masyarakat.
Pemerintah juga perlu mengampanyekan efektivitas dan kemaslahatan dari vaksin untuk
meminimalisasi penolakan. Menurut Kemenkes, cakupan vaksinasi polio sempat mengalami
penurunan akibat pengaruh adanya pembatasan di masa pandemi Covid-19 dan adanya
penolakan sebagian masyarakat dengan dalih agama, kekhawatiran terhadap efek samping,
informasi yang kontra produktif, dan pobia jarum suntik. Kampanye juga tidak cukup satu arah
melainkan perlu adanya dialog dengan melibatkan pemangku kepentingan, seperti pemuka
agama, tokoh masyarakat, dan tenaga pendidik.
Pada Desember 2023-Januari 2024, virus polio merebak di sejumlah daerah
sehingga beberapa daerah telah berstatus KLB. Virus polio sangat berbahaya
karena tidak hanya menyebabkan kelumpuhan akan tetapi dapat berujung pada
kematian. Oleh karenanya, Komisi IX DPR RI yang membidangi masalah kesehatan
perlu mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1.mengawasi upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran virus polio;
mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengadaan vaksinasi dasar,
perluasan cakupan vaksinasi, dan melaksanakan vaksinasi massal terutama di
daerah KLB;
2.
mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya surveilans supaya kasus
dapat lebih cepat ditemukan dan segera dilakukan penanganan;
3.
memastikan pemerintah berupaya menjamin ketersediaan dan kesiapan
sumber daya dalam menangani penyebaran virus;
4.
memastikan pemerintah bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan
terkait penanganan KLB polio; dan
5.
memastikan pemerintah mengampanyekan kepada masyarakat pentingnya
vaksinasi, peningkatan gizi, perbaikan sanitasi dan higiene dalam upaya
mencegah penyebaran virus polio.
Poliomielitis (polio, paralisis infantil) disebabkan oleh sejenis virus yang
terdiri dari 3 serotipe, yaitu: PV1, PV2, dan PV3. Cara penularan penyakit ini dari
manusia ke manusia melalui jalur fekal-oral. Manifestasi poliomielitis disebabkan
karena penyebaran virus yang menginfeksi dan bereplikasi di dalam sel-sel sistem
saraf pusat. Karakteristik dan bentuk manifestasi klinik yang paling berat dari infeksi
polio ialah polio paralitik yang biasanya menyebabkan paralisis permanen asimetris
pada tungkai. Diagnosis poliomielitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Program rehabilitasi medik diterapkan pada fase
akut, fase sub akut, fase penyembuhan, dan fase kronis poliomielitis.
Kata kunci: poliomielitis, virus, paralisis, diagnosis, rehabilitasi medik
Poliomielitis (polio, paralisis infantile)
adalah penyakit menular oleh infeksi virus
yang bersifat akut.
1,2 Predileksi virus ialah
merusak sel-sel neuron motorik kornu
anterior masa kelabu medula spinalis
(anterior horn cells of the spinal cord) dan
batang otak (brain stem) yang berakibat
kelemahan atau kelumpuhan otot (paralisis
flaksid akut) dengan distribusi dan tingkat
yang bervariasi serta bersifat permanen.3,4
Tujuan rehabilitasi pada penderita
poliomielitis ialah meningkatkan kualitas
hidup dan mempertahankan kemampuan
fungsional yang ada agar penderita
memiliki produktivitas sesuai kemampuan.5
Rehabilitasi diharapkan dapat mengurangi
dampak dari disabilitas atau kecacatan serta
memungkinkan penyandang cacat untuk
berpartisipasi secara aktif dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat.6
POLIOMIELITIS
Epidemiologi, etiologi, dan transmisi
Poliomielitis adalah suatu penyakit
paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus.
7 Penyakit ini tersebar di seluruh
dunia dan manusia merupakan satu-satunya
reservoir untuk poliomielitis.3 Poliomielitis
sedikit lebih banyak menyerang anak lakilaki dibandingkan anak perempuan, dan
lebih sering dialami oleh anak-anak yang
tidak mendapatkan vaksinasi, terutama bagi
mereka yang tinggal di daerah yang
penduduknya padat dan dengan sanitasi
yang buruk.8
Poliomielitis disebabkan oleh infeksi
dari genus enterovirus yang dikenal dengan
poliovirus. Terdapat tiga serotipe dari
poliovirus, yaitu: poliovirus tipe 1
(Brunhilde/PV1), tipe 2 (Lansing/PV2),
dan tipe 3 (Leon/PV3).3 Transmisi penyakit
ini sangat mudah lewat oral-oral
(orofaringeal) dan fekal-oral (intestinal).
9
Polio sangat infeksius antara 7-10 hari
sebelum dan sesudah timbulnya gejala,
tetapi transmisinya mungkin terjadi selama
virus berada di dalam saliva atau feses.10
Patofisiologi
Poliovirus masuk kedalam tubuh
melalui mulut, menginfeksi sel yang
pertama ditemuinya, yaitu di faring dan
mukosa saluran cerna. Virus ini masuk dan
berikatan dengan immunoglobulin-like
receptor, yang dikenal sebagai reseptor
poliovirus atau CD 155, pada membran
sel.10 Di dalam sel-sel saluran cerna, virus
ini bertahan selama sekitar 1 minggu,
kemudian menyebar ke tonsil, jaringan
limfoid saluran cerna dan kelenjar limfa
mesenterik dan servikal dimana virus ini
berkembang biak. Selanjutnya, virus ini
masuk ke dalam aliran darah. Poliovirus
dapat bertahan dan berkembang biak dalam
darah dan kelenjar limfa untuk waktu lama,
kadang-kadang hingga 17 minggu.11
Jenis-jenis poliomielitis
Polio paralitik
Denervasi jaringan otot skelet
sekunder oleh infeksi poliovirus dapat
menimbulkan kelumpuhan.12 Tanda-tanda
awal polio paralitik ialah panas tinggi, sakit
kepala, kelemahan pada punggung dan
leher, kelemahan asimetris pada berbagai
otot, peka dengan sentuhan, susah menelan,
nyeri otot, hilangnya refleks superfisial dan
dalam, parestesia, iritabilitas, konstipasi,
atau sukar buang air kecil. Kelumpuhan
umumnya berkembang 1-10 hari setelah
gejala awal mulai timbul Prosesnya
berlangsung selama 2-3 hari, dan biasanya
komplit seiring dengan turunnya panas.13
Polio spinal
Polio spinal adalah tipe poliomielitis
paralisis yang paling sering akibat invasi
virus pada motor neuron di kornu anterior
medula spinalis yang bertanggung jawab
pada pergerakan otot-otot, termasuk otototot interkostal, trunkus, dan tungkai.14
Kelumpuhan maksimal terjadi cukup cepat
(2-4 hari), dan biasanya timbul demam
serta nyeri otot.15 Virus dapat merusak otototot pada kedua sisi tubuh, tetapi
kelumpuhannya paling sering asimetris.
Kelumpuhan seringkali lebih berat di
daerah proksimal dari pada distal.16
Polio bulbar
Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio
paralitik. Polio bulbar terjadi ketika
poliovirus menginvasi dan merusak sarafsaraf di daerah bulbar batang otak.4
Destruksi saraf-saraf ini melemahkan otototot yang dipersarafi nervus kranialis,
menimbulkan gejala ensefalitis, dan
menyebabkan susah bernafas, berbicara,
dan menelan.9 Akibat gangguan menelan,
sekresi mukus pada saluran napas
meningkat, yang dapat menyebabkan
kematian.13
Polio bulbospinal
Kira-kira 19% dari semua kasus polio
paralitik yang memberikan gejala bulbar
dan spinal; subtipe ini dikenal dengan polio
respiratori atau polio bulbospinal.4
Poliovirus menyerang nervus frenikus,
yang mengontrol diafragma untuk
mengembangkan paru-paru dan mengontrol
otot-otot yang dibutuhkan untuk menelan.
16
Gejala klinik
Gejala klinik bermacam-macam dan
digolongkan sebagai berikut:
1. Jenis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak
terdapat gejala klinik sama sekali karena
daya tahan tubuh cukup baik. Jenis ini
banyak terdapat waktu epidemi.
2. Jenis abortif
Timbul mendadak langsung beberapa
jam sampai beberapa hari. Gejala seperti
infeksi virus lainnya, yaitu: malaise,
anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala,
nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri
abdomen.
3. Jenis non-paralitk
Gejala kliniknya hampir sama dengan
poliomielitis abortif, hanya nyeri kepala,
nausea, dan muntah lebih hebat.
Terdapat tanda-tanda rangsangan
meningeal tanpa adanya kelumpuhan.
Suhu bisa naik sampai 38-39o
C disertai
nyeri kepala dan nyeri otot. Bila
penderita ditegakkan, kepala akan
terjatuh kebelakang (head drops). Bila
penderita berusaha duduk dari sikap
tidur maka kedua lututnya ditekuk
dengan menunjang kebelakang dan
terlihat kekakuan otot spinal (tripod
sign).
4. Jenis paralitik
Gejala kliniknya sama seperti pada jenis
non-paralitik, kemudian disertai
kelumpuhan yang biasanya timbul 3 hari
setelah stadium preparalitik.
Diagnosis
Diagnosis poliomielitis paralitik
ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu
adanya kelumpuhan flaksid yang mendadak
pada salah satu atau lebih anggota gerak
dengan refleks tendon yang menurun atau
tidak ada pada anggota gerak yang terkena,
yang tidak berhubungan dengan penyebab
lainnya, dan tanpa adanya gangguan
sensori atau kognitif.18
Virus polio dapat diisolasi dan
dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok
pada minggu pertama penyakit, dan dari
tinja sampai beberapa minggu. Bila
pemeriksaan isolasi virus tidak dapat
dilakukan, maka dipakai pemeriksaan
serologi berupa tes netralisasi dengan
memakai serum pada fase akut dan
konvalesen. Selain itu bisa juga dilakukan
pemeriksaan complement fixation (CF).
Diagnosis laboratorik biasanya berdasarkan ditemukannya poliovirus dari sampel
feses atau dari hapusan faring. Antibodi
dari poliovirus dapat didiagnosis, dan
biasanya terdeteksi di dalam darah pasien
yang terinfeksi. Hasil analisis cairan
serebrospinal yang diambil dari pungsi
lumbal didapati adanya peningkatan jumlah
leukosit serta protein juga sedikit
meningkat. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan khusus yaitu kecepatan hantar
saraf dan elektromiografi.4
Diagnosis banding ialah meningitis
tuberkulosis, sindroma Guillain-Barre,
mieltis transversa, dan ensefalitis.19
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering
ditemukan, yaitu: equinus foot (club foot),
deformitas, gangguan pergerakan sendi,
skoliosis, osteoporosis, neuropati. dan
komplikasi akibat tirah baring lama.
20-22
Prognosis
Prognosis tergantung pada beratnya
penyakit.4 Pemulihan motorik pada
poliomielitis umumnya cukup baik. Pada
kasus polio spinal, bila sel-sel saraf rusak
total maka kelumpuhan dapat menetap.23
Prognosis buruk pada bentuk bulbar.
Kematian biasanya terjadi karena
kegagalan fungsi pusat pernapasan atau
infeksi sekunder pada jalan napas.3
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan
pemberian imunisasi aktif dan menghindari
daerah endemis.17
PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan, yaitu:24,25
1. Istirahat selama fase akut.
2. Penderita diisolasi selama fase akut.
3. Terapi simtomatik untuk meringankan
gejala.
4. Dilakukan fisioterapi untuk
mengurangi kontraktur, atrofi, dan
atoni otot. Otot-otot yang lumpuh
harus dipertahankan pada posisi untuk
mencegah deformitas. Dua hari setelah
demam menghilang dilakukan latihan
gerakan pasif dan aktif.
5. Akupunktur dapat dilakukan dengan
hasil yang cukup memuaskan
6. Terapi ortopedik dilakukan bila terjadi
cacat karena kontraktur dan subluksasi
akibat terkenanya otot di sekitar sendi
dan lain-lain.
Program rehabilitasi medik
Fase akut (< 2 minggu)6
Ditekankan tindakan suportif dan
upaya pencegahan kerusakan sel-sel kornu
anterior medula spinalis yang permanen
serta mencegah kecacatan, yang meliputi:
- Istirahat di tempat tidur (sebaiknya
dirawat di rumah sakit) dan diet yang
adekuat
- Aktivitas fisik dan trauma dihindari
selama fase preparalitik
- Karena adanya demam dan nyeri otot,
diberikan obat analgetik dan kompres
hangat untuk mengurangi nyeri dan
spasme otot
- Posisi tidur diatur yang nyaman bagi
anak dan cegah kontraktur, kalau perlu
dengan splinting. Pada awalnya otototot terasa nyeri, sehingga anak
menolak untuk meluruskan
tungkainya. Secara lembut dan pelan
luruskan lengan dan tungkainya
sehingga anak berbaring dalam posisi
yang baik. Buat lengan, pinggul (hip,
dan tungkai selurus mungkin. Berikan
penyokong pada kaki. Untuk
mengurangi nyeri, letakkan bantalan di
bawah lutut.
Fase subakut (2 minggu - 2 bulan)5
Latihan pasif atau latihan aktif yang
ringan dapat mulai diberikan. Pada akhir
fase ini, penderita bisa di latih berdiri.
Fase penyembuhan (2 bulan – 2 tahun)5
Pada fase ini dilakukan pemeriksaan
manual muscle test (MMT) pertama, untuk
menentukan pemberian jenis ortosis pada
anggota gerak dengan kekuatan otot <3.
Jenis ortosis yang diberikan tergantung
pada letak otot yang lemah (MMT <3),
misalnya:
- Bila kekuatan otot-otot pinggul <3,
ortosis yang dipakai HKAFO
- Bila terdapat kelemahan otot-otot lutut
maka yang dipakai KAFO
- Bila terdapat kelemahan otot-otot
pergelangan kaki, maka yang dipakai
AFO
Evaluasi kekuatan otot (MMT)
dilakukan setiap 3 bulan. Fase penyembuhan bisa terjadi sampai 2 tahun sehingga
bila dalam kurun waktu tersebut terdapat
perbaikan kekuatan otot, maka ortosis bisa
diubah menjadi yang lebih sederhana atau
bahkan ortosisnya bisa dilepas.
Fase kronis (> 2 tahun)5
Bila sampai 2 tahun setelah lumpuh
tidak terjadi perbaikan kekuatan otot, maka
ortosis dipakai seumur hidup untuk
mencegah komplikasi yang lain, misalnya:
karena adanya perbedaan panjang tungkai
dan tanpa koreksi akan menimbulkan
skoliosis, atau karena adanya kekuatan otot
pergelangan kaki yang tidak seimbang
tanpa koreksi, maka akan terjadi pes
equinus.
Kadang-kadang pada fase ini
memerlukan tindakan operasi bila terdapat
pemendekan otot atau kontraktur sendi
yang tidak dapat diperbaiki dengan
tindakan fisioterapi maupun dengan ortosis.
Pada penderita poliomielitis selain
dilakukan latihan penguatan untuk otot-otot
yang mengalami kelemahan, juga perlu
dilakukan latihan penguatan pada otot-otot
yang tidak mengalami kelemahan, terutama
otot-otot ekstremitas superior, untuk
persiapan penggunaan ortosis atau alat
bantu seperti wheelchair dan crutches
(Gambar 1).
Ortosis untuk penderita poliomielitis
Terdapat beberapa jenis ortosis untuk
penderita poliomielitis, yaitu:
1. Hip knee ankle foot orthosis
(HKAFO): yaitu alat penguat anggota
gerak bawah(tungkai) yang berfungsi
untuk membantu mobilitas post polio
paralysis, genu valgum poliomielitis.
HKAFO ini dibuat dari bahan
polietilen yang di rangkai dengan side
bar duraluminium/ stainless steel.
2. Knee ankle foot orthosis (KAFO):
terdapat berbagai jenis KAFO dilihat
dari desain dan fungsinya pada
pergelangan kaki dan lutut. Sebelum
memutuskan jenis KAFO yang akan
dipakai pasien, harus diketahui tempat
tinggal, jenis pekerjaan, keluhan,
perawatan lain yang diinginkan, jenis
alas kaki yang tidak cocok, cara
berjalan, lingkup gerak sendi, kekuatan
otot, kepekaan, propriosepsi, dan
panjang kaki.
Gambar 2. Knee ankle foot orthosis. Sumber:
Kuspito.25
Kebutuhan pasien akan KAFO dilihat
berdasarkan kelumpuhan, kelemahan
otot, ketidakseimbangan otot, luka
bakar, kontraktur, spastisitas, kaki
yang tidak sama panjang. Tujuan
utamanya ialah memaksimalkan
kualitas hidup pasien dengan
menyediakan alat ortosis dan
mengajarkan manajemen ortosis yaitu
cara memakai serta merawat alat
tersebut.
3. Ankle foot orthosis (AFO): merupakan
salah satu jenis alat yang berfungsi
sebagai penguat anggota gerak. Alat
bantu ini di desain dengan
memperhatikan aspek patologis,
biomekanis dan mekanis. AFO dibuat
dari bahan polyetilene yang dilapisi
soft foam untuk kenyamanan pada saat
dipakai pasien. Tujuan AFO ialah
untuk menyediakan dukungan
eksternal yang diperlukan untuk kaki
dan tungkai ketika ada gangguan fisik
atau kelemahan otot. Umumnya AFO
berguna untuk mengendalikan
ketidakstabilan di ekstremitas bawah
dengan mempertahankan keselarasan
dan mengendalikan gerakan yang
terjadi pada ankle dan telapak kaki.
AFO berfungsi untuk mencegah
kecacatan yang lebih lanjut;
mengkoreksi kecacatan; dan
mengontrol atau mengatur gerakan
yang terjadi pada pergelangan kaki.
Gambar 3. Ankle foot orthosis. Sumber:
Kuspito.25
Perubahan bantuan dan pertolongan
terhadap anak yang menderita
poliomielitis
Terdapat beberapa jenis latihan dan
ortosis untuk penderita poliomielitis anak,
yaitu:8
1. Latihan lingkup gerak sendi
2. Latihan duduk dengan memakai
sandaran yang membantu mencegah
kontraktur
3. Latihan aktif extremitas inferior
dengan bantuan, untuk meningkatkan
kekuatan dan mempertahankan lingkup
gerak sendi
4. Latihan di dalam air, dengan berjalan,
mengapung, dan berenang
5. Wheelboard atau wheelchair dengan
bantuan untuk mencegah atau
mengoreksi kontraktur dini. Juga
melatih lengan untuk persiapan
penggunaan crutches.
6. Penggunaan braces untuk mencegah
kontraktur dan persiapan untuk
berjalan
7. Latihan mulai berjalan dan untuk
keseimbangan di parallel bar
8. Berjalan dengan machine atau walker
Menggunakan crutches yang di
modifikasi seperti walker untuk
keseimbangan
10. Menggunakan under arm crutches
11. Menggunakan forearm cruthes
12. Menggunakan cane atau tanpa bantuan
pada ekstremitas superior
SIMPULAN
Poliomielitis adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus. Gejalanya yaitu
adanya kelumpuhan flaksid mendadak pada
salah satu atau lebih anggota gerak tanpa
adanya gangguan sensori atau kognitif.
Diagnosis dan penanganan dini penderita
poliomielitis sangat diperlukan.
Tujuan rehabilitasi pada penderita
poliomielitis ialah meningkatkan kualitas
hidup dan mempertahankan kemampuan
fungsional yang ada agar penderita
memiliki produktivitas sesuai kemampuan.
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit menular yang sangat berbahaya. Penyakit ini disebabkan oleh
Virus polio yang berasal dari genus Enterovirusdan family Picorna viridae. Virus polio masuk ke tubuh melalui
mulut, dari air atau makanan yang tercemar kotoran penderita polio. Juga disebabkan kurang terjaganya
kebersihan diri dan lingkungan. Polio tidak ada obatnya, pertahanan satu-satunya adalah imunisasi. World Health
Organization (WHO) menyatakan pada tahun 2018 ada sekitar 20 juta anak di dunia yang tidak mendapatkan
imunisasi lengkap, bahkan ada yang tidak mendapatkan imunisasi sama sekali. Indonesia telah melaksanakan
program eradikasi polio dengan melakukan program imunisasi polio secara intensif di seluruh Indonesia melalui
program pengembangan imunisasi/PPI sejak tahun 1980. Perjalanan akhir eradikasi polio yang sudah tinggal
sedikit lagi, ternyata masih penuh tantangan dan sulit. Sejak pengenalan vaksin poliovirus di tahun 1950 dan awal
tahun 1960an, efektivitas vaksin untuk mencegah poliomielitis telah dibuktikan secara nyata
Poliomyelitis (polio) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan
penyakit ini sebagian besar menyerang anak-anak yang berusia di >5 tahun. Polio tidak ada
obatnya, pertahanan satu-satunya yaitu dengan melakukan imunisasi. Virus polio masuk ke
tubuh melalui mulut, dari air atau makanan yang tercemar kotoran penderita polio. Virus ini
menyerang system syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan seumur hidup dalam waktu
beberapa lama (1).
World Health Organization (WHO) menyatakan pada tahun 2018 ada sekitar 20 juta
anak di dunia yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap, bahkan ada yang tidak mendapatkan
imunisasi sama sekali (2). KEMENKES melaporkan cakupan Imunisasi dasar lengkap pada
anak umur 12-23 bulan tahun 2018. Cakupan Imunisasi dasar lengkap di Indonesia yaitu 57,9
%, Imunisasi tidak lengkap 32,9 % dan yang tidak Imunisasi sebesar 9,2 %. Sedangkan proporsi
Imunisasi menurut jenis Imunisasi yaitu HB-0 sebesar 83,1 %, BCG sebesar 86,9 %, DPTHB3/DPT-HB-HiB3 sebesar 61,3 %, Polio- 4/IPV sebesar 67,6 % dan campak sebesar 77,3 %
(3). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Aceh merupakan provinsi terendah dalam cakupan
imunisasi dasar lengkap pada bayi yaitu 49,6%. Artinya, lebih dari setengah bayi di Aceh tidak
mendapatkan imunisasi dasar lengkap (3).
Menurut laporan KEMENKES 19 November Tahun 2020, terdapat seorang anak
berusia 7 tahun 2 bulan yang berasal dari kabupaten Pidie, Provinsi Aceh yang mengalami
kelumpuhan pada kaki kirinya akibat infeksi virus polio yang tidak memiliki riwayat imunisasi.
Berdasarkan KEMENKES 19 November tahun 2020 juga melaporkan bahwa terdapat 30
Provinsi dan 415 Kabupaten/Kota di Indonesia masuk dalam kriteria risiko tinggi polio karena
rendahnya imunisasi (4).
Indonesia telah melaksanakan program eradikasi polio dengan melakukan program
imunisasi polio secara intensif di seluruh Indonesia melalui program pengembangan
imunisasi/PPI sejak tahun 1980. Perjalanan akhir eradikasi polio yang sudah tinggal sedikit
lagi, ternyata masih penuh tantangan dan sulit. Sampai saat ini masih terdapat dua negara yang
berstatus endemik polio liar tipe 1 yaitu Afganistan dan Pakistan. Selain itu, penggunaan OPV
yang berbasis virus hidup (strain Sabin) dilemahkan menimbulkan permasalahan baru dengan
adanya perubahan sifat virulensi strain Sabin yang menyebabkan terjadinya polio paralitik
setelah vaksinasi (vaccine-associated paralysis poliomyelitis (VAPP)) sebagai kejadian ikutan
paska imunisasi (KIPI) serta kemunculan virus turunan dari OPV (vaccine-derived poliovirus
(VDPV)) yang menyebabkan terjadinya wabah polio (5).
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Poliomyelitis (polio) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Virus polio
yang berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae. Virus ini menular melalui
kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi yang masuk melalui tetesan
cairan seperti batuk, ludah, ataupun bersin sehingga menyebabkan infeksi. Virus polio dapat
berkembangbiak di tenggorokan dan usus selama 4-35 hari, kemudian akan dikeluarkan
melalui tinja selama beberapa minggu kemudian. Dalam beberapa kondisi, poliomyelitis ini
mampu menyebar ke aliran darah dan menyerang sistem saraf (6).
Epidemiologi Polio
Sekitar tahun 1900an, terjadi endemik polio yang menyebabkan ratusan ribu anak
mengalami kelumpuhan setiap tahunnya dan menjadi salah satu penyakit yang ditakuti di dunia. Setelah ditemukannya struktur genom dan proses patogenesis virus polio,
dikembangkan vaksin polio baik dalam bentuk inaktivasi maupun virus hidup yang
dilemahkan. Di Amerika Serikat, imunisasi massal pertama mampu menurunkan jumlah kasus
polio dari hampir 58.000 menjadi hanya 5.600 dalam waktu setahun. Penurunan jumlah kasus
terus berlanjut setelah gelombang kedua imunisasi. Berdasarkan hasil tersebut pada tahun
1988, WHO bersama para menteri kesehatan dari berbagai negara anggota WHO menyerukan
gerakan eradikasi polio melalui program imunisasi massal di seluruh dunia hingga terjadi
penurunan insidens polio lebih dari 99% di dunia sampai saat ini. Empat regional WHO sudah
dinyatakan bebas polio dan memperoleh sertifikat, yaitu regional Amerika pada tahun 1994,
regional Pasifik Barat pada tahun 2000, regional Eropa pada tahun 2002 dan regional Asia
TimurBarat pada tahun 2014, termasuk Indonesia. Sampai saat ini, masih terdapat dua negara
yang berstatus endemik polio tipe 1 yaitu Afganistan dan Pakistan (7).
Patofisiologi Polio
Poliovirus masuk kedalam tubuh melalui mulut, menginfeksi sel yang pertama
ditemuinya, yaitu di faring dan mukosa saluran cerna. Virus ini masuk dan berikatan dengan
immunoglobulin-like receptor, yang dikenal sebagai reseptor poliovirus atau CD 155, pada
membran sel. Di dalam sel-sel saluran cerna, virus ini bertahan selama sekitar 1 minggu,
kemudian menyebar ke tonsil, jaringan limfoid saluran cerna dan kelenjar limfa mesenterik dan
servikal dimana virus ini berkembang biak. Selanjutnya, virus ini masuk ke dalam aliran darah.
Poliovirus dapat bertahan dan berkembang biak dalam darah dan kelenjar limfa untuk waktu
lama, kadang-kadang hingga 17 minggu (7).
Tanda dan Gejala Polio
Manifestasi klinis muncul 7 – 21 hari setelah virus pertama kali menginfeksi tubuh.
Masa inkubasi virus ini berkisar 3-6 hari. Manifestasi klinis bergantung pada sel saraf yang
dirusak oleh virus. Pada kerusakan sel saraf di medula spinalis, terjadi kelumpuhan akut yang
disertai atrofi otot, sementara kerusakan sel saraf batang otak akan menimbukan kelumpuhan
persarafan kanialis dan otot-otot pernafaan. Spektrum penyakit polio terbagi atas gejala ringan
(minor illness) dan gejala berat (major illness) (8).
1. Gejala ringan (minor illness)
Kumpulan gejala ringan muncul dapat menandakan bahwa telah terjadinya infeksi akut
virus polio dalam tubuh, munculnya gejala juga bergantung pada lokasi kolonisasi virus. Gejala
yang timbul dapat berupa demam ringan, nyeri tenggorakan, rasa tidak nyaman di perut, nyeri
kepala atau letargis. Gejala timbul 1-4 hari dan ditemukan pada 90-95% kasus polio. Umumnya
kondisi ini akan hilang dengan sendirinya dan tidak berakibat fatal (8).
2. Gejala berat (major illness)
Kumpulan gejala berat merupakan kumpulan gejala yang sangat ditakutkan pada
infeksi virus polio. Diawali dengan gejala ringan, kemudian berlanjut hingga gejala berat
sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk.
a. Poliomielitis abortif (abortive poliomyelitis); Suatu keadaan dimana terjadinya iritasi pada
meningen yang ringan dan dapat segera membaik dalam 2-10 hari.
b. Poliomielitis non paralitik (non paralytic poliomielitis); Manifestasi polio yang berat,
namun dapat menyerupai meningitis, sehingga dapat dianggap sebagai meningitis aseptik.
c. Poliomielitis paralitik (paralytic polimyelitis); Suatu kondisi yang ditakuti pada infeksi
virus polio. Pada awalnya gejala muncul menyerupai gejala ringan atau poliomielitis
abortif, kemudian membaik dalam 1-3 hari dan secara tiba-tiba memburuk dengan cepat.
d. Sindroma pascapolio (post-polio syndrome); Mempunyai manifestasi lambat dari infeksi
virus polio berat. Gejala yang timbul menyerupai poliomielitis paralitik, namun muncul 15-
40 tahun kemudian.
Diagnosis Polio
Diagnosis poliomielitis paralitik ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu dengan
adanya kelumpuhan flaksid yang mendadak pada salah satu atau lebih anggota gerak dengan
refleks tendon yang menurun atau tidak ada pada anggota gerak yang terkena, yang tidak
berhubungan dengan penyebab lainnya, dan tanpa adanya gangguan sensori atau kognitif (7).
Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan tenggorok pada minggu
pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa minggu. Bila pemeriksaan isolasi virus tidak
dapat dilakukan, maka dipakai pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan memakai
serum pada fase akut dan konvalesen. Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan complement
fixation (CF). Diagnosis laboratorik biasanya berdasarkan ditemukannya poliovirus dari
sampel feses atau dari hapusan faring. Antibodi dari poliovirus dapat didiagnosis, dan biasanya
terdeteksi di dalam darah pasien yang terinfeksi. Hasil analisis cairan serebrospinal yang
diambil dari pungsi lumbal didapati adanya peningkatan jumlah leukosit serta protein juga
sedikit meningkat. Dapat juga dilakukan pemeriksaan khusus yaitu kecepatan hantar saraf dan
elektromiografi (7). Diagnosis banding ialah meningitis tuberkulosis, sindroma Guillain-Barre,
mieltis transversa, dan ensefalitis (7).
Tatalaksana Polio
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap Poliomielitis. Antibiotika, γ- globulin dan
vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis daft suportif (9).
a. lnfeksi tanpa gejala : Istirahat
b. Infeksi abortif : Istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat
diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu. 2 bulan
kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-muskuloskletal untuk mengetahui adanya kelainan
(9).
c. Non Paralitik: Sama dengan tipe abortif Pemberian analgetik sangat efektif bila diberikan
bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap 2-4 jam dan kadang-kadang
mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot board, papan penahan
pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.
Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi
otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi
deformitas yang terjadi (9).
d. Paralitik: Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis
pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang
dapat dilakukan fisioterapi pasip dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika terjadi paralisis
kandung kemih maka diberikan stimulan parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine)
5-10 mg oral atau 2.5-5 mg/SK (9).
Prognosis dan Komplikasi
Prognosis dari poliomyelitis bergantung kepada beratnya penyakit. Pada bentuk
paralitik bergantung pada bagian yang terkena. Pada pasien dengan bentuk bulbar mempunyai
prognosis yang jelek, dan dapat mengakibatkan kematian biasanya karena kegagalan fungsi
pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Berdasarkan hasil data dari negara-
negara berkembang menunjukkan bahwa 9% anak meninggal pada fase akut, 15% sembuh
sempurna dan 75% memiliki deformitas yang permanen seperti kontraktur terutama sendi,
perubahan trofik oleh sirkulasi yang kurang sempurna, sehingga mudah terjadi ulserasi. Pada
keadaan ini diberikan pengobatan secara ortopedik (7).
Beberapa komplikasi yang sering ditemukan, yaitu: neuropati, deformitas,
osteoporosis, gangguan pergerakan sendi, equinus foot (club foot), skoliosis, dan komplikasi
akibat tirah baring lama (7).
Eradikasi Polio
Pada tahun 2016 menjadi tahun monumental bagi negara Indonesia, hal ini karena tahun
tersebut Indonesia turut serta dalam kesepakatan serta komitmen global untuk bersama-sama
mencapai target eradikasi polio melalui pelaksanaan beberapa rangkaian kegiatan yaitu Pekan
Imunisasi Nasional (PIN) Polio pada tanggal 8-15 Maret 2016 di seluruh Indonesia (kecuali
DIY) dengan memberikan imunisasi polio tetes sebanyak satu dosis kepada anak usia 0-59
bulan tanpa memandang status imunisasi polio sebelumnya. Kegiatan tersebut diikuti dengan
kegiatan penggantian (switching) vaksin polio oral trivalen (tOPV) menjadi vaksin polio oral
bivalen (b0PV) pada tanggal 4 April 2016 diseluruh Indonesia, kecuali Provinsi DlY secara
serentak untuk kemudian melakukan pemusnahan vaksin tOPV hingga 30 April 2016 dan yang
terakhir adalah introduksi imunisasi polio suntik IPV ke dalam program imunisasi nasional
(10).
a. Pekan lmunisasi Nasional (PIN) Polio
PIN Polio ini adalah suatu kegiatan yang besar karena tidak hanya melibatkan unsur
kesehatan (khususnya program imunisasi) tetapi juga melibatkan unsur lainnya dalam
pemerintahan dan masyarakat baik yang ada di tingkat pusat, bahkan hingga tingkat desa
(10). Beberapa upaya dan langkah dilakukan dalam rangka mempersiapkan PIN Polio
seperti : pelatihan petugas imunisasi di seluruh puskesmas; penyusunan dan pengadaan
buku pedoman; advokasi dan sosialisasi secara berjenjang di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan puskesmas; penyusunan materi KIE bersama dengan Direktorat
Promosi Kesehatan dan pengadaan materi KIE; dibentuknya Kelompok Kerja Eradikasi
Polio yang melibatkan berbagai unsur organisasi/instansi baik pemerintah maupun
masyarakat; melaksanakan Rapat Koordinasi Nasional Pelaksanaan PIN Polio di Bogor
pada 9-12 Februari 2016; pengiriman surat permohonan dukungan dani Menteri Kesehatan
RI dan Dirjen P2P (10).
b. Penggantian tOPV menjadi bOPV
Tujuan penggantian tOPV menjadi bOPV untuk menghentikan Kejadian Luar Biasa
(KLB) cVDPV (circulating Vaccine-Derived Polio Virus) dan VAPP (Vaccine- associated
Paralytic Polio) yang disebabkan virus Polio tipe 2 karena vaksin. Penarikan komponen
tipe 2 tOPV merupakan bagian dani strategi eradikasi Polio dunia tahun 2013 -2018 (10).
c. Introduksi IPV
Strategic Advisory Group of Experts (SAGE) WHO merekomendasikan seluruh
negara untuk melakukan introduksi minimal 1 dosis IPV ke dalam program imunisasi rutin.
Alasan dilaksanakannya introduksi IPV yaitu (10) :
• Untuk mengurangi risiko terjadinya KLB setelah penarikan OPV tipe 2
• Untuk menghentikan KLB secepatnya apabila virus polio tipe 2 muncul kembali
• Untuk meningkatkan imunitas terhadap virus polio tipe 1 dan 3
Vaksinasi Polio
Sejak pengenalan vaksin poliovirus di tahun 1950 dan awal tahun 1960an,
efektivitas vaksin untuk mencegah poliomielitis telah dibuktikan secara nyata. Kasus polio
terakhir di Amerika Serikat yang disebabkan oleh virus polio liar dilaporkan pada tahun
1979. Tidak ada kasus baru yang dilaporkan di negara barat sejak Agustus 1991, dan hal ini
membuat Amerika mendapat sertifikasi bebas polio dari komisi internasional di tahun 1994.
Fakta ini membuat pemikiran positif bahwa polio dapat dieradikasi di dunia. Jenis vaksin
polio, sebagai berikut (11);
a. Oral poliovirus vaccine (OPV)
OPV sering disebut sebagai vaksin polio Sabin sesuai nama penemunya, bentuk
trivalen (tOPV) untuk mencegah tiga jenis virus polio. Vaksin tOPV adalah vaksin hidup
yang dilemahkan (live- attenuated virus vaccine), diberikan tiga dosis secara serial untuk
memberikan kekebalan seumur hidup. Namun, vaksin OPV adalah virus yang dilemahkan,
yang dapat mengalami mutasi sebelum dapat bereplikasi dalam usus dan diekskresi keluar.
Hal ini menimbulkan kerugian berupa munculnya circulating vaccine derived polio viruses
(cVDPVs) dan vaccine- associated paralytic poliomyelitis (VAPP). Saat ini, mulai
dipertimbangkan pemberian vaksin OPV bivalent (bOPV) yang berisi virus tipe 1 dan 3
sesuai rekomendasi WHO (11).
b. Inactivated poliovirus vaccine (IPV)
Vaksin polio inaktif (IPV) sebenarnya lebih dulu ditemukan daripada OPV, disebut
juga vaksin polio Salk, sesuai dengan nama penemunya Jonas Salk ditahun 1955. Vaksin
IPV berisi virus inaktif, berisi 3 tipe virus polio liar. Vaksin yang disuntikkan akan
memunculkan imunitas yang dimediasi IgG dan mencegah terjadinya viremia serta
melindungi motor neuron. Vaksin IPV mampu mencegah kelumpuhan karena menghasilkan
antibodi netralisasi yang tinggi. Keuntungan lain IPV adalah dapat diberikan pada kasus
dengan status immunocompromised. Namun bila dibandingkan dengan OPV, vaksin inaktif
ini kurang kuat dalam memberikan perlindungan mukosa dan kurang efektif untuk
menimbulkan herd immunity. Harga vaksin IPV ini juga relatif mahal (11).
KESIMPULAN
Poliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Gejalanya yaitu adanya
kelumpuhan flaksid mendadak pada salah satu atau lebih anggota gerak tanpa adanya gangguan
sensori atau kognitif. Diagnosis dan penanganan dini penderita poliomielitis sangat diperlukan.
Masalah polio ini mendapat perhatian yang serius dari organisasi-organisasi yang ada di PBB
,salah satu organisasi PBB yang memberi perhatian yang besar pada masalah-masalah
kesehatan adalah World Health Organization (WHO), WHO yang merupakan badan kesehatan
Internasional ini sangat memperhatikan kondisi kesehatan masyarakat di berbagai negara,
khususnya negara-negara berkembang mengingat bagaimana rentannya negara-negara
terhadap penyakit terutama karena terbatasnya pelayanan kesehatan.
APA ITU POLIO
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit virus yang sangat menular yang sebagian besar menyerang
anak-anak di bawah usia 5 tahun. Virus polio memasuki tubuh melalui mulut, dalam air atau
makanan yang telah terkontaminasi dengan bahan feses dari orang yang terinfeksi. Virus
berkembang biak di usus dan diekskresikan oleh orang yang terinfeksi di feses, yang dapat
menularkan virus ke yang lain, di mana ia dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan
kelumpuhan.
Kasus virus polio liar telah menurun lebih dari 99% sejak tahun 1988, dari sekitar 350.000 kasus di
lebih dari 125 negara endemik menjadi 6 kasus yang dilaporkan pada tahun 2021. Dari 3 galur virus
polio liar (tipe 1, tipe 2 dan tipe 3), virus polio liar virus polio tipe 2 diberantas pada tahun 1999 dan
virus polio liar tipe 3 diberantas pada tahun 2020.
Baru-baru ini diberitakan kasus positif polio kembali ditemukan pada seorang anak perempuan
berusia 4 tahun 5 bulan yang menunjukkan gejala lumpuh layuh. Balita perempuan warga Kampung
Cadas Bodas, Desa Tegal Datar, Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta. Hal ini tentunya
menjadi peringatan bagi kita semua untuk terus waspada dan melakukan pencegahan dengan
imunisasi atau vaksin polio.
PENYEBAB POLIO
Poliovirus sangat menular, masa inkubasi biasanya 7-10 hari tetapi dapat berkisar antara 4-35 hari.
Virus masuk ke tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus, kemudian menyerang sistem
saraf. Hingga 90% dari mereka yang terinfeksi tidak mengalami atau mengalami gejala ringan,
sehingga penyakit ini biasanya tidak diketahui. Pada kasus lain, gejala awal dari polio termasuk
demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kaku pada leher, dan nyeri pada tungkai. Gejala ini
biasanya berlangsung selama 2-10 hari dan sebagian pemulihan selesai di hampir semua kasus.
Namun, dalam proporsi kasus yang tersisa, virus menyebabkan kelumpuhan, biasanya pada kaki,
yang paling sering bersifat permanen. Kelumpuhan dapat terjadi secepat dalam beberapa jam
setelah infeksi. Dari mereka yang lumpuh, 5-10% meninggal saat otot pernapasannya tidak bisa
bergerak.
Virus ini disebarkan oleh orang yang terinfeksi (biasanya anak-anak) melalui feses, yang dapat
menyebar dengan cepat, terutama di daerah dengan sistem kebersihan dan sanitasi yang buruk.
PENGOBATAN POLIO
Tidak ada obat untuk polio, polio hanya dapat dicegah dengan imunisasi. Vaksin polio yang
diberikan berkali-kali dapat melindungi seorang anak seumur hidup. Lebih dari 20 juta orang dapat
berjalan hari ini yang seharusnya lumpuh, sejak tahun 1988, ketika Inisiatif Pemberantasan Polio
Global diluncurkan. Diperkirakan 1,5 juta kematian anak telah dicegah melalui pemberian vitamin A
secara sistematis selama kegiatan imunisasi polio.
Perawatan untuk polio fokus pada membatasi dan mengurangi gejala. Terapi panas dan fisik dapat
digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodik digunakan untuk mengendurkan otot
yang terpengaruh. Ini dapat meningkatkan mobilitas tetapi tidak membalikkan kelumpuhan polio
permanen.
PENCEGAHAN POLIO
Cara mencegah polio adalah dengan Imunisasi atau vaksinasi, karena vaksin sangat penting dalam
perang melawan polio. Kegagalan untuk menerapkan pendekatan strategis menyebabkan penularan
virus yang berkelanjutan. Kegagalan menghentikan polio di daerah yang tersisa ini dapat
mengakibatkan sebanyak 200.000 kasus baru setiap tahun dalam 10 tahun, di seluruh dunia. Itulah
mengapa sangat penting untuk memastikan polio diberantas sepenuhnya, sekali dan untuk
selamanya.
Setelah mengetahui cara penularan dan pencegahannya, Biotizen diharapkan lebih waspada dan
segera melakukan vaksinasi polio jika belum. Bagikan artikel ini ke teman, keluarga, dan orang
terdekat Biotizen agar mereka mendapat informasi kesehatan.
Agen penyebab
Penyakit ini diakibatkan oleh virus polio. Dari 3 strain virus polio liar (tipe 1, tipe 2, dan
tipe 3), kasus terakhir virus polio liar tipe 2 dilaporkan pada tahun 1999 dan tidak ada
kasus virus polio liar tipe 3 yang ditemukan sejak kasus yang terakhir dilaporkan di
Nigeria pada bulan November 2012. Akan tetapi, kasus virus polio liar tipe 1 masih
terjadi di sejumlah kecil negara.
Gejala klinis
Penyakit ini utamanya mempengaruhi anak-anak berusia muda. Penyakit ini dapat
menyebabkan demam, sakit kepala, muntah, ketidaknyamanan pada perut, nyeri otot,
leher dan punggung kaku, dan kelumpuhan. Sebagian besar pasien akan sembuh,
namun dalam kasus yang parah, dapat mengakibatkan kelumpuhan permanen dan
kematian.
Cara penularan
Penyakit ini sangat menular. Penyakit ini menular antara manusia, terutama melalui
rute feses-oral. Virus penyebabnya masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan akhirnya
menyerang sistem saraf pusat.
Periode inkubasi
Biasanya 7 hingga 10 hari, dengan rentang 4 hingga 35 hari.
Pengelolaan
Orang yang diduga terinfeksi harus dirujuk ke rumah sakit untuk pengelolaan dan
pengasingan lebih lanjut. Saat ini, tidak ada obat untuk penyakit ini.
Karena kotoran penderitanya dapat mengandung virus ini, perawat harus bertindak
ekstra hati-hati dalam menjaga kebersihan saat merawat penderita.
Pencegahan
Vaksinasi adalah cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit ini. Ada dua jenis
vaksin polio: Vaksin Polio Oral (OPV) yang diberikan melalui mulut dan Vaksin Polio
Inaktif (IPV) yang diberikan melalui suntikan. Karena OPV telah diasosiasikan dengan
komplikasi jarang yang dikenal sebagai vaccine-associated paralytic polio myelitis
(lumpur polio terkait vaksin), IPC digunakan dalam Program Imunisasi Masa Kanakkanak Hong Kong sejak tahun 2007. OPV tidak lagi digunakan di Hong Kong.
Pada tanggal 5 Mei 2014, Direktur Jenderal World Health Organization (WHO)
mendeklarasikan penyebaran virus polio secara internasional sebagai Kondisi Kesehatan
Masyarakat Darurat Internasional di bawah Regulasi Kesehatan Internasional (2005)
dan mengeluarkan Rekomendasi Sementara untuk menurunkan penyebaran virus
polio secara internasional. Informasi mengenai Rekomendasi Sementara terbaru dari
WHO dan daftar terbarui negara / negara bagian yang terpengaruh virus polio tersedia
dalam situs web berikut:
http://polioeradication.org/polio-today/polio-now/public-health- emergency-status.
WHO menyarankan agar sebelum berpergian ke wilayah yang terpengaruh polio (mis.
negara yang mengalami penularan aktif virus polio liar atau dalam bentuk vaksin
[VDPV]), orang yang berpergian dari negara bebas polio perlu memastikan bahwa
mereka telah melengkapi rangkaian vaksin polio yang sesuai dengan usianya, menurut
jadwal imunisasi negara asal masing-masing. Orang yang berpergian ke wilayah
terpengaruh polio yang belum menerima vaksin polio sebelumnya perlu melengkapi
jadwal primer vaksinasi polio sebelum berangkat.
Orang yang berpergian turut disarankan untuk:
• Menjaga kebersihan pribadi dan makanan
• Selalu mencuci tangan sebelum makan atau menangani makanan, dan setelah
menggunakan toilet
• Menghindari ekspos terhadap makanan atau minuman yang mungkin terkontaminasi
Menurut rekomendasi WHO, negara-negara yang terinfeksi oleh virus polio liar atau
VDPV sirkulasi (cVDPV) dengan kemungkinan resiko penyebaran secara internasional
perlu memastikan bahwa / mendorong agar semua penduduk dan pengunjung jangka
panjang (mis. > empat minggu) semua umur menerima satu dosis vaksin polio setidaknya
saat berangkat. Negara-negara yang terinfeksi oleh virus polio tipe 1, cVDPV tipe 1
atau tipe 3 dengan kemungkinan resiko penyebaran secara internasional perlu
memastikan bahwa orang yang berpergian tersebut diberi Sertifikat Vaksinasi atau
Profilaksis Internasional untuk mencatat vaksinasi polio dan sebagai bukti vaksinasi.
Waspada Kasus KLB Polio - Ketahui Pencegahan dan Gejala
Polio
Kementerian Kesehatan RI melaporkan terdapat tiga kasus lumpuh layu akut (Acute Flaccid
Paralysis / AFP) yang disebabkan oleh Virus Polio Tipe Dua di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur,
pada Desember 2023 dan Januari 2024.
Poliomyelitis (polio) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio ini
dapat menyerang sistem saraf dan menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian. Virus polio ini akan
masuk ke dalam tubuh melalui mulut, yang bersumber dari air atau makanan yang telah
terkontaminasi, dan kemudian virus tersebut akan berkembang di dalam saluran pencernaan.
Gejala Polio
Polio ditandai dengan gejala yang akan muncul pada rentang waktu 7 - 10 hari setelah terinfeksi
atau 4 - 35 hari. Gejala - gejala tersebut meliputi:
Demam
Kelelahan
Sakit Kepala
Muntah
Kekakuan di leher
Nyeri pada tungkai
Pencegahan polio
Polio dapat menyerang siapa saja, terutama anak - anak. Kasus Polioo yang baru -baru terjadi di
dominasi oleh anak - anak yang berada pada rentang usia 1 - 7 tahun. Apabila diabaikan, polio dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen (biasanya di kaki) dan 5-10% diantaranya dapat meninggal
dunia karena pelumpuhan otot pernapasan oleh virus
Upaya untuk mencegah polio dapat dilakukan dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap sesuai usia,
yaitu
Imunisasi polio tetes (OPV) 1, 2, 3, dan 4 bulan,
Imunisasi polio suntik (IPV) yang diberikan pada anak usia 4 bulan - sebelum 1 tahun.
Referensi
Kemenkes.Temukan Kasus Lumpuh Layu Akut akibat Virus Polio.2024
1