penyakit menular 16


 ungan dan tempat penitipan anak. 

 

 

 361

4. Reservoir – Manusia. 

 

5. Cara penularan 

 Melalui droplet, sekret hidung dan tenggorokan selama periode infeksius. Tempat 

masuknya kuman seringkali yaitu   nasofaring. 

 

6. Masa inkubasi – Tidak diketahui, mungkin sekitar 2-4 hari. 

 

7. Masa penularan 

 Selama masih ada kuman di tenggorokan selama itu orang ini  dapat menularkan 

kepada orang lain; berlangsung cukup lama, walaupun tidak ada discharge hidung. 

Penderita tidak lagi menular dalam waktu 24-48 jam setelah dimulainya pengobatan 

dengan antibiotika yang efektif. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Semua orang rentan terhadap infeksi. Imunitas timbul ditandai dengan adanya antibodi 

bakterisidal dan atau antibodi antikapsul di dalam darah baik yang didapat secara 

transplacental maupun sebab  terinfeksi sebelumnya atau sebab  imunisasi. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Upaya pencegahan 

1) Melalui program imunisasi pada anak-anak. Beberapa jenis vaksin yang berisi 

konyugat protein polisakarida dapat melindungi anak-anak dari meningitis pada 

umur lebih dari 2 bulan dan vaksin ini telah terdaftar di AS sebagai vaksin tunggal 

atau sebagai vaksin kombinasi dengan lainnya. Imunisasi dianjurkan mulai 

diberikan sejak usia 2 bulan, diikuti dengan dosis berikutnya diberikan setelah 2 

bulan, jumlah dosis bervariasi tergantung jenis vaksin yang digunakan. Semua 

jenis vaksin membutuhkan booster pada usia 12-25 bulan. Imunisasi rutin tidak 

dianjurkan pada anak usia di atas 5 tahun. 

2) Lakukan pengamatan kasus yang mungkin timbul pada populasi yang rentan 

seperti pada tempat-tempat penitipan anak dan rumah yatim piatu. 

3) Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang kemungkinan timbulnya kasus 

sekunder pada saudara penderita yang berumur kurang dari 4 tahun dan perlu 

dilakukan evaluasi dan pengobatan bila ditemukan penderita dengan demam atau 

kaku kuduk. 

 

B.  Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat; di daerah endemis tertentu di 

Amerika Serikat wajib dilaporkan, kelas 3 B (lihat pelaporan tentang penyakit 

menular). 

2) Isolasi: Isolasi saluran nafas selama 24 jam setelah dimulainya pengobatan. 

3) Disinfeksi serentak:  Tidak dilakukan. 

4) Karantina:  Tidak dilakukan. 

5) Perlindungan kontak: Pengobatan profilaksis dengan rifampin (diberikan oral 

sehari sekali selama 4 hari dengan dosis 20 mg/kg BB, dosis maksimal 600 

mg/hari), diberikan kepada semua kontak serumah (termasuk orang dewasa) 

 

 362

dimana di dalam rumah ini  ada satu atau lebih bayi (selain dari kasus indeks) 

yang berumur kurang dari 12 bulan atau di rumah ini  ada anak berumur 1-3 

tahun yang tidak mendapatkan imunisasi secara adekuat. Apabila dua atau lebih 

kasus invasive ditemukan dalam waktu 60 hari, anak-anak yang tidak diimunisasi 

atau diimunisasi tidak lengkap berkunjung ke tempat penitipan anak ini , 

maka dilakukan pemberian rifampin kepada semua pengunjung dan petugas 

perawatan anak. Bila hanya timbul satu kasus saja, pemberian pengobatan 

profilaksis dengan rifampin masih diperdebatkan. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: lakukan pengamatan kontak bagi mereka 

yang berusia di bawah 6 tahun khususnya terhadap bayi yang ada di rumah, yang 

berada pada pusat perawatan anak untuk melihat kalau ada tanda-tanda sakit 

khususnya demam. 

7) Pengobatan spesifik: Ampisilin merupakan obat pilihan (dalam bentuk suntikan 

200-400 mg/kg BB/hari). Oleh sebab  30% dari strain yang ada sudah resisten 

terhadap ampisilin oleh sebab  bakteri ini  memproduksi beta laktamase, 

maka dianjurkan untuk memakai   ceftriaxione, cefotaxime atau 

chloramphenicol bersama dengan ampisilin atau tersendiri sampai saat hasil tes 

sensitivitas terhadap antibiotika diperoleh. Pasien harus diberi rifampin, sebelum 

dipulangkan dari rumah sakit untuk memastikan eliminasi kuman. 

 

C. Penanganan KLB:  Tidak dilakukan.  

 

D. Implikasi bencana:  Tidak ada. 

 

E. Penanganan lebih lanjut :  Tidak ada. 

 

 

II.C. PNEUMOCOCCAL MENINGITIS   ICD-9 320.1; ICD-10 G00.1  

  

Meningitis pneumokokus memiliki  angka kematian yang sangat tinggi. Dapat muncul 

dalam bentuk fulminan dan timbul bakterimia tanpa harus ada infeksi di tempat lain, 

walaupun mungkin terjadi otitis media atau mastoiditis pada saat yang sama. Biasanya 

penyakit muncul tiba-tiba berupa demam tinggi, kelemahan umum atau koma dan tanda-tanda 

iritasi meningeal. Pneumococcal meningitis dapat muncul sebagai penyakit  sporadis pada 

neonatus, pada orang usia lebih tua dan kelompok tertentu yang berisiko seperti pasien tanpa 

limpa dan pada penderita dengan hipogamaglobulinemia. Fraktur pada basioscranii  

memicu  terjadi hubungan yang menetap dengan nasofaring diketahui sebagai faktor 

predisposisi. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 363

II.D. NEONATAL MENINGITIS ICD-9 320.8, 771.8; ICD-10 P37.8, P35-P37, G00,G03 

  

Neonatus dengan neonatal meningitis, timbul letargi, kejang, episode apnoe (napas 

terhenti), susah makan, hipotermi dan kadang-kadang terjadi gangguan berat pada 

pernafasan dan biasanya terjadi pada minggu-minggu pertama kehidupan. Hitung darah 

putih bisa meningkat atau menurun. Kultur LCS memperlihatkan adanya streptokokus 

grup B, Listeria monocytogenes (lihat Listeriosis), E. coli K-1 atau kuman lainnya yang 

didapat melalui jalan lahir. Bayi usia 2 minggu-2 bulan bisa menunjukkan gejala yang 

sama, ditemukan mikroorganisme Streptokokus grup B atau kelompok Klebsiella-

Enterobacter-Serratia didalam LCS dan bakteri ini biasanya didapat dari ruang 

perawatan. Meningitis pada kedua grup ini berkaitan dengan terjadinya septikemia. 

Pengobatan dilakukan dengan ampisilin ditambah dengan obat generasi ketiga 

cephalosporin atau aminoglycoside, sampai kuman Pemicu  diketahui dan hasil tes 

sensitivitas terhadap antibiotika  sudah ada. 

 

 

 

MOLLUSCUM CONTAGIOSUM    ICD-9 078.0; ICD-10 B08.1 

 

1. Identifikasi 

 Suatu penyakit virus yang menyerang kulit berupa tonjolan di kulit dengan permukaan 

yang halus, lembut berupa papula sferis dengan cekungan di puncaknya. Lesi biasanya 

Tampak berwarna seperti daging, putih, bening atau kadang-kadang kuning. Kebanyakan 

papula pada moluskum berdiameter 2-5 mm, namun papula pada giant cell molluscum 

(kadang-kadang berdiameter lebih besar dari 15 mm). Lesi pada orang dewasa sering 

terdapat pada bagian bawah dinding perut, daerah pubis, alat kelamin atau paha sebelah 

dalam; lesi pada anak-anak seringkali terdapat di daerah muka, leher dan pangkal 

ekstremitas. Lesi cenderung menyebar pada pasien HIV. Kadang-kadang lesi terasa gatal 

dan sehingga tampak  lesi berupa garis, yang mungkin disebabkan oleh auto inokulasi 

sebab  garukan. Juga pada penderita tertentu, 50-100 lesi bisa menyatu dan membentuk 

sebuah plaque. 

 Tanpa pengobatan molluscum contagiosum bertahan selama 6 bulan sampai 2 tahun. 

Setiap lesi bertahan selama 2-3 bulan. Lesi dapat menghilang secara spontan atau muncul 

sebagai radang akibat infeksi sekunder atau setelah terjadi suatu trauma. Pengobatan 

(dengan melakukan pengangkatan molluscum contagiosum secara mekanis) dapat 

memperpendek masa sakit. 

 Diagnosis klinis dapat dibuat apabila ditemukan lesi multiple. Untuk konfirmasi diagnosa, 

inti dari molluscum diletakkan pada slide dan diperiksa di bawah mikroskop lampu biasa 

maka akan tampak inclusion bodies basofilik klasik, Feulgen-positif, yaitu 

intracytoplasmic inclusion, disebut juga dengan nama Molluscum bodies atau Henderson-

Paterson bodies. Dengan pemeriksaan histology dapat ditegakkan diagnosa pasti.  

 

2. Pemicu  infeksi 

 Anggota dari famili Poxyviridae, genus Molluscipoxvirus; genus ini paling tidak terdiri 

dari 2 spesies yang dibedakan dari peta DNA endonuclease cleavage. Virus ini tidak 

pernah bisa tumbuh di dalam kultur sel. 

 

 364

3. Distribusi penyakit 

 Tersebar di seluruh dunia. Tes serologis belum terstandarisasikan dengan baik. Oleh 

sebab  itu pemeriksaan kulit merupakan satu-satunya teknik skrining yang ada. Hasil 

penelitian epidemiologis dari penyakit masih sangat terbatas.  Survei pada warga  

pernah dilakukan hanya di Papua Nugini dan Fiji, dimana insidensi tertinggi dari penyakit 

ini terjadi pada anak-anak. 

 

4. Reservoir:  Manusia. 

 

5. Cara Penularan 

 Biasanya melalui kontak langsung. Penularan terjadi baik secara seksual maupun non 

seksual, termasuk penyebaran melalui barang dan pakaian. Dicurigai adanya auto 

inokulasi. 

 

6. Masa inkubasi: dari inokulasi secara eksperimental, masa inkubasi berlangsung 19-50 

hari; sedang  dari laporan-laporan klinis masa inkubasi berlangsung 7 hari sampai 6 

bulan. 

 

7. Masa penularan: Tidak diketahui, namun  penularan mungkin dapat terjadi selama ada lesi. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Semua usia dapat terkena; lebih sering menyerang anak-anak. Penyakit ini lebih sering 

timbul pada penderita AIDS, dimana lesi bisa tersebar di seluruh tubuh. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A.   Upaya Pencegahan:  Hindari kontak dengan penderita. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 

1) Laporan ke instansi kesehatan setempat; laporan resmi tidak diwajibkan, Kelas 5 

(lihat laporan penyakit menular). 

2) Isolasi: pada umumnya tidak perlu. Anak yang terinfeksi dengan lesi yang jelas  

dilarang mengikuti kegiatan olah raga yang mengharuskan terjadi kontak dekat 

misalnya olah raga gulat. 

3) Disinfeksi serentak:  Tidak dilakukan. 

4) Karantina: Tidak dilakukan. 

5) Imunisasi kontak: Tidak dilakukan. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Bila mungkin dilakukan investigasi 

pasangan seksual penderita. 

7) Pengobatan spesifik: Pengobatan ditujukann untuk mengurangi risiko penularan. 

Penguretan dengan anestesi lokal atau dengan mengoleskan cantharidin atau 

bahan yang bersifat keratolitik (seperti asam salisilat atau asam laktat). Pembekuan 

dengan nitrogen cair juga dapat dilakukan. 

 

C. Upaya penanggulangan KLB:  Pada waktu KLB tunda dulu kegiatan-kegiatan yang 

memicu  terjadinya kontak langsung. 

 

 

 365

D. Implikasi bencana:  Tidak ada. 

 

E. Penanganan lebih lanjut :  Tidak ada. 

 

 

 

MONONUCLEOSIS, INFECTIOUS    ICD-9 075; ICD-10 B27 

(Mononukleosis Gammaherpesviral; Mononukleosis yang disebabkan oleh virus Epstein-

Barr, demam Glandular, Monocytic angina).  

 

1. Identifikasi 

 Sindrom virus akut, gejala klinis ditandai dengan demam, nyeri tenggorokan (sering 

dengan faringotonsilitis eksudatif), limfadenopati (khususnya bagian posterior) dan terjadi 

pembesaran limpa; secara hematologis ditandai dengan mononukleosis dan limfositosis 

sebesar 50% atau lebih, termasuk 10% atau lebih sel atipik; secara serologis ditandai 

dengan ditemukannya antibodi heterofil dan antibodi virus Epstein-Barr (EBV). 

Penyembuhan biasanya terjadi dalam waktu beberapa minggu, sebagain kecil penderita 

baru sembuh setelah beberapa bulan untuk pulih kembali tenaganya. Tidak ada bukti 

bahwa pada orang ini telah terjadi infeksi yang kronis. 

 Pada anak-anak penyakit ini biasanya muncul dengan gejala ringan dan sulit untuk 

diketahui. Ikterus timbul pada 4% kasus dewasa walaupun 95% penderita menunjukkan 

kelainan fungsi hati dan 50% kasus dengan pembesaran limpa. Lamanya sakit 

berlangsung dari 1 sampai beberapa minggu; penyakit ini sangat jarang yang fatal.  

Penyakit ini lebih berat bila diderita oleh orang dewasa. Pemicu  infeksi yaitu   EBV, 

virus ini juga  berkaitan erat dengan patogenesa dari berbagai jenis limfoma dan kanker 

nasofaring (lihat bab keganasan yang disebabkan oleh infeksi kuman). Kelainan 

immunoproliferative yang fatal sebagai akibat ekspansi dari limfosit B yang terinfeksi 

oleh poliklonal EBV dapat terjadi pada orang dengan kelainan X-linked recessive 

immunoproliferative; juga dapat timbul pada orang dengan gangguan imunitas yang 

didapat, seperti pada penderita AIDS, penerima transplantasi dan pasien yang mendapat 

pengobatan dengan obat imunosupresif jangka panjang. 

 Hampir sekitar 10-15% kasus-kasus infeksi mononucleosis yaitu   heterofil negatif. 

Bentuk heterofil negatif dari gejala klinis mononucleosis infectiosa sebagai bukti bahwa 

penyakit ini  disebabkan oleh infeksi cytomegalovirus dan menduduki tempat sekitar 

5-7% dari “monosyndrome” (lihat infeksi cytomegalo virus);  Pemicu  lain yang jarang 

yaitu   toxoplasmosis (qv) dan virus herpes tipe 6 (lihat Exanthem Subitum setelah infeksi 

Rubella). Penyakit yang menyerupai “monosyndrome” dapat muncul lebih awal pada 

penderita infeksi HIV. Untuk membedakan berbagai Pemicu  mononucleosis infestiosa 

yaitu   dengan pemeriksaan laboratorium antara lain dengan pemeriksaan IgM untuk virus 

EBV; hanya EBV yang dapat memberikan hasil “the true” antibodi heterofil. EBV 

sebagai Pemicu  kasus heterofil positif maupun kasus yang heterofil negatif 

pada”monosyndrome”.  

 Diagnosa laboratorium ditegakkan berdasarkan penemuan adanya peningkatan 

limfositosis melebihi 50% (termasuk 10% atau lebih bentuk abnormal), kelainan tes 

fungsi hati (AST) atau adanya peningkatan titer antibodi heterofil setelah dilakukan 

absorpsi serum dengan ginjal marmot. Tes yang paling sensitif dan tersedia secara 

 

 366

komersial yaitu   tes absorbsi eritrosit kuda; tes yang paling spesifik dan sering digunakan 

yaitu   qualitative slide agglutination assay. Anak kecil mungkin tidak memperlihatkan 

adanya kenaikan titer heterofil, heterofil negatif  dan bentuk-bentuk atipik jarang sekali  

ditemukan pada usia yang lebih dewasa. Apabila tersedia di pasaran, maka tes IFA untuk 

antibodi spesifik IgM dan Ig A untuk viral capsid antigen (VCA) atau antibodi terhadap 

“early antigen” dari virus Pemicu  sangat membantu untuk diagnosa kasus-kasus 

heterofilik negatif, antibodi spesifik terhadap nuclear antigen EBV (EBNA)  biasanya 

tidak ditemukan pada fase akut. Dengan demikian titer anti VCA yang positif dan titer anti 

EBNA negatif merupakan ciri respons diagnostik dari infeksi EBV primer fase awal. 

 

2. Pemicu  infeksi 

 Pemicu  infeksi yaitu   virus Epstein-Barr (EBV), human (gamma) herpes virus-4 yang 

sangat mirip dengan virus herpes lainnya secara morfologis, namun berbeda secara 

serologis; virus ini menginfeksi dan merubah limfosit B. 

 

3. Distribusi penyakit 

 Tersebar di seluruh dunia. Infeksi sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang 

pada kelompok warga  dengan sosioekonomi lemah, gejala penyakit biasanya ringan 

atau tanpa gejala. Mononucleosis infectiosa  yang khas terutama ditemukan di negara-

negara maju, dimana umur yang terkena infeksi tertunda sampai usia anak yang lebih 

besar dan masa dewasa muda, sehingga seringkali ditemukan di sekolah menengah atas 

dan universitas. Kira-kira 50% dari mereka yang terinfeksi akan menunjukkan gejala 

infeksi klinis mono; yang lainnya kebanyakan asimptomatik. 

 

4. Reservoir: Manusia. 

 

5. Cara penularan 

 Menyebar dari orang ke orang melalui rute orofaring, melalui ludah. Anak-anak dapat 

terinfeksi melalui saliva yang ada di tangan suster atau orang yang mengasuhnya dan 

ludah yang melekat di mainan atau dari “papak” makanan bayi oleh si ibu, suatu praktek 

pemberian makanan bayi yang ada di beberapa negara berkembang yaitu si ibu 

mengunyah makanan bayi sebelum disiapkan kepadanya. Menyebar melalui ciuman pada 

orang dewasa muda. Penyebaran dapat juga terjadi melalui transfusi darah kepada 

penerima yang rentan, namun  jarang muncul penyakit secara klinis setelah itu. Reaktivasi 

EBV memainkan peran penting terjadinya pneumonia iinterstitial pada bayi dengan 

infeksi HIV dan terjadinya hairy leukoplakia dan B-cell tumors pada penderita HIV 

dewasa. 

 

6. Masa inkubasi: dari 4 sampai 6 minggu. 

 

7. Masa penularan 

 Masa penularan sangat panjang; penularan melalui ekskresi faring, tetap berlangsung 

dalam bentuk bebas sel selama setahun atau lebih setelah infeksi; 15-20% atau lebih orang 

dewasa sehat dengan antibodi positif terhadap EBV merupakan carrier yang  

berkepanjangan dimana virus berada di dalam orofaring. 

 

 

 367

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Semua orang rentan terhadap infeksi. Infeksi yang terjadi dapat merangsang timbulnya 

kekebalan. Imunitas yang timbul sebab  pengalaman infeksi pada masa anak-anak bisa 

menjelaskan kenapa jarang sekali ditemukan kasus klinis pada warga  dengan tingkat 

sosioekonomi rendah. Biasanya infeksi yang terjadi pada masa  anak-anak tanpa gejala. 

Reaktivasi EBV dapat terjadi pada orang dengan imunodefisiensi, akibatnya terjadi 

peningkatan titer antibodi terhadap EBV, namun  bukan antibodi heterofil. Reaktivasi ini 

dapat juga merangsang terjadinya limfoma. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Upaya pencegahan 

Sulit dilakukan. Terapkan standar kebersihan perorangan dan lingkungan seperti 

mencuci tangan untuk menghindari kontaminasi dengan ludah dari orang yang 

terinfeksi; Hindari minum dari tempat yang sama untuk mengurangi kontak dengan 

ludah. 

 

B.  Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 

1) Laporan ke instansi kesehatan setempat: Laporan resmi tidak diperlukan, Kelas 5 

(lihat pelaporan penyakit menular). 

2) Isolasi: Tidak dilakukan. 

3) Desinfeksi serentak:  Lakukan benda-benda yang terkena sekret hidung dan 

tenggorokan. 

4) Karantina: Tidak dilakukan. 

5) Imunisasi kontak: Tidak dilakukan. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Untuk  kasus individual, kurang 

bermanfaat. 

7) Pengobatan spesifik: Tidak ada. Obat anti inflamasi nonsteroid atau steroid dalam 

dosis kecil dengan dosis yang diturunkan secara bertahap selama kurang lebih 

seminggu pada kasus toksik berat dan apsien dengan gangguan oropharingeal berat 

dan gangguan nafas. 

 

C. Penanganan KLB:  Tidak ada. 

 

D. Implikasi bencana: Tidak ada. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada. 

 

 

 

MUMPS        ICD-9 072; ICD-10 B26 

(Infectious parotitis) 

 

1. Identifikasi 

 Merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus, di warga  Indonesia 

penyakit ini disebut gondongen atau radang kelenjar gondok. Di sebut juga parotitis 

infectiosa. Gejala klinis  ditandai dengan timbulnya demam, pembengkakan dan 

melemahnya satu atau lebih kelenjar ludah. Biasanya kelenjar yang terkena yaitu   

kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submaksilaris.  

 

 368

 Dapat terjadi orchitis unilateral dan menyerang 20-30% dari laki-laki setelah usia 

pubertas. sedang  pada wanita dapat terjadi mastitis yang mengenai sekitar 31% dari 

wanita berusia 15 tahun ke atas walaupun dapat terjadi sterilitas namun kasusnya sangat 

jarang. Kira-kira 40-50% infeksi oleh virus mumps ini dapat menimbulkan gejala pada 

saluran pernafasan terutama pada anak usiadi bawah 5 tahun. Tidak semua parotitis 

disebabkan oleh infeksi virus mumps; namun infeksi oleh organisme lain yang juga 

memicu  timbulnya parotitis tidak muncul dalam skala KLB seperti halnya pada 

infeksi oleh virus mumps. Infeksi mumps dapat memicu  hilangnya pendengaran 

sensorineural dengan insidensi kejadian 5/100.000 kasus. Ensefalitis dapat juga terjadi 

namun  sangat jarang (1-2/10.000 kasus); pankreatitis biasanya ringan terjadi  pada 4% dari 

penderita. Diduga pankreatitis ini dapat memicu  terjadinya diabetes, namun belum 

terbukti. 

 Gejala sisa yang permanen berupa paralysis, kejang dan hidrosefalus sangat jarang, seperti 

halnya kematian pada penderita mumps juga sangat jarang terjadi. Mumps yang terjadi 

pada trimester pertama kehamilan dapat meningkatkan terjadinya aborsi, namun belum 

terbukti infeksi mumps dapat memicu  kecacatan pada janin.  

 Infeksi akut oleh virus mumps  dibuktikan dengan adanya kenaikan titer antibodi IgG 

secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Pemeriksaan serologis yang 

umum digunakan untuk mendiagnosa adanya infeksi mumps akut atau yang baru saja 

terjadi yaitu   ELISA, tes HI dan CF. Kekebalan terhadap mumps dapat diketahui dengan 

pemeriksaan EIA, IFA atau tes netralisasi. Virus dapat diisolasi dari mukosa buccal, 7 hari 

sebelum dan 9 hari sesudah terjadi pembesaran kelenjar ludah. Virus dapat juga diisolasi 

dari air seni 6 hari sebelum dan 15 hari sesudah terjadinya parotitis. 

 

2. Pemicu  Infeksi 

 Virus mumps (gondok), anggota dari famili Paramyxoviridae, genus Paramyxovirus, yang 

sifat antigenisitasnya sama dengan Parainfluenza virus. 

 

3. Distribusi Penyakit 

 Mumps yaitu   penyakit yang jarang ditemukan jika dibandingkan dengan penyakit-

penyakit lain yang umum menyerang anak seperti campak, cacar air, walaupun jarang 

terjadi namun  pada warga  yang tidak diimunisasi, dalam suatu penelitian ditemukan 

85% diantara mereka sampai dewasa sudah pernah mengalami infeksi virus mumps. Kira-

kira sepertiga mereka yang rentan yang terpajan dengan infeksi virus mumps merupakan 

infeksi tanpa gejala. Kebanyakan infeksi yang terjadi pada anak-anak usia di bawah 2 

tahun bersifat subklinis. Penyakit ini paling sering muncul pada musim dingin dan musim 

semi. 

 Di AS, insidensi mumps menurun secara drastis sejak vaksinasi terhadap mumps 

dilakukan secara luas. Vaksin mumps pertama kali diijinkan beredar di AS pada tahun 

1967. penurunan ini terjadi pada semua umur, namun dengan tingginya cakupan imunisasi 

pada bayi, maka infeksi virus mumps bergeser pada usia anak yang lebih tua, adolescents 

dan dewasa muda. KLB yang terjadi pada tahun 1980 disebabkan rendahnya cakupan 

imunisasi terhadap mumps, sehingga yang terserang yaitu   mereka yang tidak 

diimunisasi. sedang  KLB yang terjadi belakangan ini terjadi pada warga  yang 

cakupan imunisasinya tinggi. Selama tahun 1990-an  insidensi tahunan mumps menurun 

secara pasti. Dan pada tahun 1997 di seluruh AS hanya dilaporkan kurang dari 700 kasus 

setahun.  

 

 369

4. Reservoir:  Manusia. 

 

5. Cara penularan 

 Penularan terjadi melalui udara, melalui percikan ludah, atau sebab  kontak langsung 

dengan ludah orang yang terinfeksi. 

 

6. Masa inkubasi 

 Sekitar 15-18 hari  (rata-rata 14-25 hari). 

 

7. Masa penularan 

 Virus dapat diisolasi dari ludah 6-7 hari sebelum terjadi parotitis hingga 9 hari sakit. 

Penularan tertinggi dapat terjadi antara 2  hari sebelum hingga 4 hari setelah sakit. Infeksi 

yang laten dapat menular. 

 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

 Kekebalan yang timbul umumnya seumur hidup. Kekebalan dapat terbentuk setelah 

mengalami infeksi yang tidak kelihatan atau infeksi dengan gejala klinis.  Sebagian besar 

orang dewasa, umumnya yang lahir sebelum tahun 1957, kemungkinan sudah terinfeksi 

secara alamiah dan kemungkinan sekali sudah kebal, walaupun mereka tidak 

menunjukkan gejala klinis. Ditemukannya antibodi IgG terhadap mumps melalui 

pemeriksaan serologis sebagai bukti adanya imunitas terhadap mumps.  

 

9.  Cara-cara pemberantasan 

A.  Cara-cara pencegahan 

1) Berikan penyuluhan kepada warga , Anjurkan warga  untuk 

mengimunisasikan anak-anak mereka yang berusia di atas satu tahun yang lahir 

pada tahun 1957 atau setelah itu. 

2) Vaksin yang dibuat dari virus mumps yang telah dilemahkan (live attenuated) 

dengan memakai   strain virus Jeryl Lynn, sudah beredar di AS sejak tahun 

1967 sebagai vaksin tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan vaksin lain 

(MMR). Timbulnya reaksi samping yang berat setelah pemberian imunisasi 

tergantung dari jenis virus yang dipakai untuk membuat vaksin. Pada salah satu uji 

coba yang dilakukan, insidensi timbulnya demam pada mereka yang diberi 

imunisasi dibandingkan dengan mereka yang diberikan placebo sama besar.  Di 

AS dilaporkan bahwa 1% dari mereka yang diimunisasi  mengalami parotitis, 2 

minggu setelah diimunisasi. sedang  yang jarang sekali terjadi yaitu   

meningitis aseptik, ensefalitis dan trombositopenia. Pemberian imunisasi kepada 

orang yang sudah kebal sebab  imunisasi atau yang kebal sebab  infeksi alamiah 

tidak meningkatkan risiko timbulnya efek samping pasca imunisasi. Lebih dari 

95% mereka yang diimunisasi kemungkinan kebal seumur hidup. Vaksin mumps 

dapat diberikan kapan saja setelah usia satu tahun, dalam bentuk MMR diberikan 

pada usia 12-15 bulan. Jadwal imunisasi yang dilakukan di AS dengan pemberian 

2 dosis MMR, akan melindungi warga  dari infeksi virus mumps. Dosis 

pertama diberikan pada usia 12 bulan dan dosis kedua dianjurkan untuk diberikan 

pada usia 4-5 tahun. Namun pada saat dilakukan upaya akselerasi jadwal imunisasi 

MMR dan pada saat dilakukan upaya untuk meningkatkan cakupan imunisasi 

 

 370

dengan “catch-up campaign”, maka dosis kedua diberikan 1 bulan (28 hari) 

setelah dosis pertama. Upaya khusus perlu dilakukan untuk memberikan imunisasi 

kepada anak-anak yang tidak jelas status imunisasinya sebelum mereka mencapai 

usia akil baliq. Mereka dengan status imunosupresi merupakan kontraindikasi 

pemberian imunisasi vaksin mumps. Namun mereka yang mendapat pengobatan 

steroid dengan dosis selang-seling dengan interval satu hari, atau mereka yang 

mendapat pengobatan steroid dalam bentuk aerosol atau topikal boleh diberikan 

imunisasi mumps. Wanita hamil atau wanita yang merencanakan hamil tiga bulan 

lagi, tidak dianjurkan untuk diberikan imunisasi mumps  dengan alasan teoritis 

dikhawatirkan akan terjadinya kelainan pada abyi mereka, walaupun secara praktis 

hal ini tidak pernah terjadi. Penjelasan lebih lanjut tentang vaksin mumps, lihat 

penjelasan rinci pada bab measles/campak dan rubella. Pada bab ini  

dijelaskan tentang cara-cara penyimpanan dan transportasi vaksin dan 

kontraindikasinya. 

 

B. Penanganan penderita, kontak dan lingkungan 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan bersifat selektif, Kelas 3B 

(lihat laporan tentang penyakit menular). 

2) Isolasi:  Lakukan isolasi terhadap saluran pernafasan dan sediakan ruangan khusus 

selama 9 hari setelah timbulnya parotitis apabila disekitar mereka banyak orang 

yang rentan (tidak diimunisasi). 

3) Disinfeksi serentak: Lakukan disinfeksi terhadap semua barang-barang yang 

tercemar oleh sekret hidung dan tenggorokan. 

4) Karantina: Liburkan mereka yang rentan dan yang pernah terpajan dengan 

penderita dari sekolah atau pekerjaan selama 12-25 hari setelah terpajan, apabila di 

lingkungan sekolah atau pekerjaan mereka banyak anak atau orang yang rentan. 

5) Imunisasi kontak:  Walaupun pemberian imunisasi setelah seseorang terpajan tidak 

melindungi mereka untuk menjadi sakit. Namun terhadap kontak yang telah 

diimunisasi yang kemudian tidak sakit maka pemberian imunisasi ini akan 

melindungi mereka terhadap infeksi berikutnya. Pemberian IG (Immune Globulin) 

tidak efektif dan tidak dianjurkan. 

6) Investigasi terhadap kontak dan sumber penularan infeksi: cari orang-orang yang 

rentan dan kepada mereka harus diimunisasi. 

7) Pengobatan khusus: Tidak ada. 

 

C.  Cara-cara Penanggulangan KLB 

Lakukan imunisasi kepada kelompok yang rentan; khususnya kelompok risiko tinggi; 

skrining serologis untuk mengidentifikasi mereka yang rentan, tidak praktis dan tidak 

perlu, sebab  tidak ada risiko apapun kalau imunisasi diberikan kepada mereka yang 

sudah kebal.  

 

D. Implikasi bencana:  Tidak ada. 

 

E.  Tindakan lebih lanjut :  Tidak ada. 

 

 

 

 371

MYALGIA, EPIDEMIC     ICD-9 074.1; ICD-10 B33.0 

(Epidemic pleurodynia, penyakit  Bornholm, Devil’s grippe) 

 

 

1. Identifikasi 

 Epidemic myalgia atau mialgia epidemika yaitu   penyakit akut yang ditandai dengan rasa 

sakit paroksismal di sekitar wilayah dada atau perut yang mungkin diperberat sebab  

banyak bergerak dan biasanya  disertai demam dan sakit kepala. Pada balita dan anak-

anak, rasa sakit ini cenderung menyerang daerah perut dibandingkan dengan daerah dada 

namun kebalikannya dengan orang dewasa. Kebanyakan penderita akan pulih kembali 

setelah 1 minggu, namun kemungkinan kambuh lagi dapat terjadi; tidak ada kejadian  fatal 

yang pernah dilaporkan. Karakteristik dari penyakit ini timbul sebagai KLB terbatas. 

Karakteristik munculnya sebagai KLB terbatas ini sangat penting untuk membedakannya 

dari tanda-tanda klinis kasus-kasus bedah akut yang lebih serius, yang memerlukan 

tindakan bedah. Komplikasi walaupun jarang dapat terjadi seperti: orchitis, pericarditis, 

pneumonia dan aseptic meningitis. Selama terjadi KLB epidemic myalgia, miokarditis 

yang disebabkan oleh kelompok B coxsackievirus pernah dilaporkan terjadi; sementara 

komplikasi miokarditis yang terjadi pada orang dewasa walaupun jarang terjadi namun 

kemungkinan terjadinya komplikasi ini harus dipertimbangkan. Diagnosis terjadinya KLB 

mialgia epidemika ini ditengarai kalau ada beberapa anggota keluarga yang memiliki  

gejala yang sama; diagnosis ditegakkan dengan adanya peningkatan signifikan titer 

antibodi spesifik terhadap Pemicu  infeksi pada sera darah akut dan konvalesens atau 

dengan isolasi virus dari kultur sel atau bayi tikus yang diinokulasi dengan spesimen 

sekret tenggorokan atau tinja pasien. 

 

2. Pemicu  infeksi 

 Pemicu  infeksi yaitu   grup B coxsackievirus tipe 1-3, 5 dan 6, dan echovirus 1 dan 6. 

Grup A dan B coxsackievirus dan echovirus telah dilaporkan sebagi Pemicu  terjadinya 

kasus yang sporadis. 

 

3. Distribusi penyakit 

  penyakit ini sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada musim panas dan awal musim 

gugur; biasanya menyerang anak-anak dan dewasa muda usia 5-15 tahun, namun semua 

umur dapat terserang. Beberapa orang penderita dapat dan sering muncul dalam satu 

keluarga. Beberapa KLB penyakit ini pernah dilaporkan terjadi di Eropa, Amerika Utara, 

Australia dan Selandia Baru.  

 

4. Reservoir:  Manusia 

 

5. Penularan 

 Penularan dapat terjadi melalui rute orofekal atau melalui droplet orang yang terinfeksi 

atau secara tidak langsung dapat menular melalui benda yang tercemar dengan tinja atau 

discharge tenggorokan orang yang terinfeksi, orang ini mungkin dengan atau tanpa gejala. 

Grup B coxsackievirus ditemukan pada limbah buangan dan lalat, namun cara 

penularannya kepada manusia tidak jelas. 

 

 

 372

6. Masa Inkubasi:  Biasanya 3-5 hari. 

 

7. Masa penularan 

 Penularan terjadi selama fase akut dari penyakit, tinja penderita mengandung virus selama 

beberapa minggu. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Semua orang rentan, kekebalan spesifik yang muncul mungkin sebagai akibat dari infeksi. 

 

9. Cara-cara Pemberantasan 

A.  Cara Pencegahan: Tidak ada. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan wajib dilakukan Kalau 

terjadi KLB, Kelas 4 (lihat laporan tentang penyakit menular). 

2) Isolasi: Tindakan isolasi biasanya dilakukan terbatas pada tindkan kewaspadaan 

enterik. Oleh sebab  jika penyakit ini menyerang bayi yang baru lahir dapat 

menjadi sangat serius maka apabila ada ibu atau pasien yang dirawat di klinik ibu 

dan anak yang menderita suatu penyakit yang diduga disebabkan oleh enterovirus 

maka tindakan kewaspadaan enterik ini harus segera dilakukan. Dokter, perawat, 

staf klinik atau rumah sakit yang menderita infeksi enterovirus harus 

dibebastugaskan sampai mereka sembuh. 

3) Disinfeksi serentak: Lakukan pembuangan tinja dan discharge dengan cara aman; 

cuci atau  buanglah benda-benda yang tercemar. Perhatian ekstra hati-hati 

sebaiknya diberikan kepada mereka yang merawat penderita untuk mencuci tangan 

hingga bersih setelah menangani discharge, tinja dan benda-benda yang 

terkontaminasi. 

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada. 

6) Investigasi terhadap sumber infeksi dan kontak: Tidak praktis. 

7) Pengobatan spesifik: Tidak ada. 

 

C. Cara-cara Penanggulangan KLB 

Pada waktu terjadi KLB, beritahukan semua dokter praktek swasta dan dokter rumah 

sakit bahwa telah terjadi KLB. Diingatkan agar hati-hati dalam menegakkan diagnosa 

penyakit ini sebab  gejalanya mirip dengan gejala penyakit serius yang memerlukan 

tindakan bedah seperti pada akut abdomen. 

 

D. Implikasi penyakit bencana: Tidak ada. 

 

 E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada. 

 

 

 

 

 

 

 373

MYCETOMA      ICD-9 039; ICD-10 B47 

ACTINOMYCETOMA     ICD-9 039; ICD-10 B47.1 

EUMYCETOMA      ICD-9 117.4; ICD-10 B47.0 

(Maduromycosis, Madura foot) 

 

1. Identifikasi 

 Suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh bermacam-macam bakteri aerob 

actinomycetes dan eumycetes (jamur), ditandai dengan terjadinya pembengkakan dan 

pembentukan nanah jaringan subkutan serta pembentukan sinus tract dengan granula yang 

tampak jelas pada nanah yang keluar dari sinus tract. Lesi biasanya terjadi pada telapak 

kaki atau tungkai bagian bawah, kadang-kadang pada tangan, bahu dan punggung, namun 

jarang di tempat lain.  

 Mycetoma mungkin sulit dibedakan dengan chronic osteomyelitis dan botryomycosis, 

yang disebut belakangan secara klinis dan patologis entitasnya sama yaitu disebabkan oleh 

berbagai jenis bakteri seperti stafilokokus dan bakteri gram negatif. 

 Diagnosa spesifik ditegakkan dengan ditemukannya granula pada preparat baru atau pada 

histopathologic slide  dan isolasi actinomycetes atau jamur dalam kultur. 

 

2. Pemicu  penyakit 

 Eumycetoma disebabkan oleh Madurella mycetomatis, M. grisea, Pseudallescheria 

(Petriellidium) boydii, Scedosporium (Monosporium) apiospermum, Exophiala 

(Phialophora) feanselmei, Acremonium (Cephalosporium) recifei, A. falciforme, 

Leptosphaeria senegalensis, Neotestudina rosatii, Pyrenochaeta romeroi atau beberapa 

spesies lainnya. Actinomycetoma disebabkan oleh Nocardia brasiliensis, N. asteroids, N. 

otitidiscaviarum, Actinomadura madurae, A. pelletieri, Nocardiopsis dassonvillei atau 

Streptomyces somaliensis. 

 

3. Distribusi penyakit 

 Jarang sekali ditemukan di Amerika Serikat, sering ditemukan di Meksiko, Afrika Utara, 

Asia Selatan dan daerah tropis dan subtropics lainnya, khususnya di daerah dimana orang-

orang biasa bepergian tanpa alas kaki. 

 

4. Reservoir: tanah dan tanaman yang membusuk. 

 

5. Cara penularan 

 Implantasi conidia atau elemen hyphal kedalam jaringan subkutan dari sumber 

saprophytic melalui penetrasi luka. 

 

6. Masa inkubasi: Biasanya satu bulan. 

 

7. Masa penularan: Tidak menular dari satu orang ke orang lain. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Walaupun Pemicu  infeksi tersebar luas di alam, infeksi yang sampai menimbulkan 

gejala klinis jarang terjadi, hal ini membuktikan bahwa ada kekebalan intrinsic didalam 

tubuh manusia. 

 

 374

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Cara-cara pencegahan 

Lindungi bagian-bagian tubuh dari hal-hal yang dapat memicu  luka dengan cara 

memakai sepatu atau pakaian pelindung. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: laporan resmi biasanya tidak 

diperlukan, Kelas 5 (lihat laporan tentang penyakit menular). 

2) Isolasi: Tidak ada. 

3) Desinfeksi serentak: Tidak ada, lakukan tindakan menjaga kebersihan seperti 

biasa. 

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada. 

6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Tidak dilakukan. 

7) Pengobatan spesifik:  Sebagian penderita dengan infeksi eumycetoma memberikan 

respons yang baik dengan pengobatan itraconazole atau ketoconazole; sebagian 

penderita actinomycetoma memberi respons yang baik dengan clindamycin, TMP-

SMX atau dengan long acting sulfonamides. Untuk actinomycosis, penisilin cukup 

bermanfaat dan biasanya tidak bermanfaat untuk yang lain. Pada lesi yang masih 

kecil, reseksi terhadap lesi cukup membantu sedang  tindakan amputasi 

diperlukan untuk lesi yang besar dan parah. 

 

C. Cara-cara Penanggulangan KLB: Tidak dilakukan, sebab  penyakit bersifat sporadis. 

 

 D. Implikasi bencana: Tidak ada. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Manfaatkan Pusat Kolaborasi WHO. 

 

 

 

NAEGLERIASIS DAN ACANTHAMEBIASIS ICD-9 136.2; ICD-10 B60.2; B60.1 

(Primary amebic meningoencephalitis) 

 

1. Identifikasi 

 Pada naegleriasis ameboflagellate  hidup menyerang otak dan selaput otak melalui 

mukosa hidung dan nervus olfactorius; invasi ini memicu  terjadinya gejala yang 

khas sindroma fulminating pyogenic, meningoencephalitis (primary amebic 

meningoencephalitis (PAM)  dengan gejala sakit tenggorokan, sakit kepala yang hebat, 

kadang-kadang disertai dengan halusinasi penciuman, nausea, muntah, demam tinggi, 

kaku kuduk dan somnolen, serta penderita meninggal dalam 10 hari; biasanya penderita 

meninggal pada hari kelima atau keenam. Penyakit ini sering terjadi pada anak muda baik 

laki-laki maupun perempuan dengan active immunocompetent (status kekebalan tubuhnya 

baik).  

 Sebaliknya berbagai jenis Acanthamoeba dan Balamuthia mandrillaris (leptomyxid 

amebae) dapat menyerang otak dan selaput otak individu dengan kekebalan tubuh yang 

kurang dan kemungkinan masuk melalui lesi kulit, tanpa melalui jaringan organ 

 

 375

penciuman dan hidung; infeksi spesies ini sebagai Pemicu  penyakit granulomatous 

(granulomatous amebic  encephalitis [GAE]), ditandai dengan timbulnya penyakit secara 

perlahan dan penyakit menghilang pada hari kedelapan atau bisa sampai berbulan-bulan. 

 Pada acanthamebiasis, selain memicu  GAE maka spesies Acanthamoeba (A. 

polyphaga, A. castellanii) juga dapat memicu  lesi granulomatous kronis pada kulit, 

dengan atau tanpa invasi sekunder SSP. Infeksi pada mata (Conjunctivitis yang 

disebabkan oleh Acanthamoeba, ICD-10 H13.1) dan infeksi pada kornea 

(Keratoconjunctivitis yang disebabkan oleh Acanthamoeba, ICD-10 H19.2), dapat 

menimbulkan kebutaan. 

 Diagnosa suspek PAM atau GAE ditegakkan dengan pemeriksaan terhadap preparat basah 

dari LCS segar atau preparat LCS yang dicat dengan pewarnaan, dimana amuba motile 

kemungkinan akan kelihatan. Pada suspek infeksi Acanthamoeba, penegakan diagnosis 

dibuat dengan pemeriksaan mikroskopis terhadap preparat dari kerokan, aspirat atau 

preparat apus mata dan lesi kulit, maupun dengan kultur agar nonnutrient yang ditanami 

Escherichia coli, Klebsiella aerogenes atau spesies Enterobacter lain yang cocok. 

sedang  Balamuthia membutuhkan kultur sel mamalia untuk isolasi. Trofosoid 

Naegleria bisa membentuk flagela setelah beberapa jam didalam air. Bentuk patogen dari 

N. fowleri, Acanthamoeba sp. dan Balamuthia dapat dibedakan satu sama lain dari bentuk 

morfologisnya dan melalui tes imunologis. Pada pemeriksaan mikroskopis dengan 

pembesaran lemah terlihat seperti macrophagesi dan dikelirukan dengan Entamoeba 

histolytica. 

 

2. Agen Pemicu  

 Naegleria fowleri, beberapa spesies Acanthamoeba (A. culbertsoni, A. polyphaga, A. 

castellanii, A. astronyxis) dan Balamuthia mandrillaris. 

 

3. Distribusi penyakit 

 Organisme ini tersebar luas di lingkungan sekitar kita. Lebih dari 160 kasus PAM yang 

terjadi pada orang sehat, lebih dari 100 kasus GAE terjadi pada orang dengan kekebalan 

tubuh yang tidak baik (termasuk beberapa orang dengan AIDS) dan lebih dari 1.000 kasus 

keratitis, terutama sebab  pemakaian lensa kontak, telah dilaporkan dari beberapa negara 

di dunia. 

 

4. Reservoir 

 Acanthamoeba dan Naegleria hidup bebas pada habitat tanah yang berair dan basah. 

Sedikit sekali pengetahuan kita tentang reservoir Balamuthia. 

 

5. Cara-cara penularan 

 Infeksi Naegleria diperoleh oleh sebab  hidung terpajan dengan air yang sudah 

terkontaminasi, biasanya paling sering sebab  berenang atau menyelam pada air tawar 

terutama pada air yang tergenang atau di danau di daerah beriklim panas atau di daerah 

dengan empat musim pada saat akhir musim panas; atau pada musim semi yang panas 

atau sebab  berenang di badan air yang dipanasi oleh efluen industri atau pada waktu 

berendam di bak mandi yang panas, atau berenang di kolam renang yang pemeliharaannya  

tidak baik. Trofosoit Naegleria  menyerang dan membentuk koloni pada jaringan organ 

hidung, kemudian menyerang otak dan selaput otak melalui nervus olfactorius.  

 

 376

 Trofosoit Acanthamoeba dan Balamuthia mencapai SSP melalui aliran darah 

kemungkinan besar melalui lesi pada kulit menyebar dari koloni primer di tempat lain. 

Sering terjadi dan menyerang penderita penyakit kronis atau penderita dengan sistem 

kekebalan tubuh yang kurang tanpa diketahui sumber penularannya dan tidak ada riwayat 

pernah berenang. Infeksi pada mata terjadi terutama pada pemakai lensa kontak. Biasanya 

infeksi pada pemakai lensa kontak ini disebabkan oleh pemakaian larutan garam fisiologis 

yang dibuat sendiri di rumah untuk membersihkan lensa atau sebab  terpajan dengan air 

dari bak mandi air panas.  

 

6. Masa inkubasi 

 Masa inkubasi berkisar antara 3-7 hari untuk infeksi Naegleria, biasanya menjadi lebih 

lama bila bersamaan dengan infeksi Acanthamoeba dan Balamuthia. 

 

7. Masa penularan 

 Tidak ditemukan terjadi penularan dari orang ke orang. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Tidak diketahui. Ternyata dan ironisnya tubuh yang sehat dapat terinfeksi Naegleria; 

mereka dengan sistem kekebalan tubuh yang rapuh lebih rentan untuk terkena infeksi 

Acanthamoeba dan kemungkinan juga Balamuthia. Tidak ditemukan adanya infeksi 

asimptomatik dari Naegleria dan Balamuthia; Acanthamoeba pernah ditemukan pada 

saluran napas orang yang sehat. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A.  Cara-cara pencegahan 

1) Berikan penyuluhan kepada warga  tentang risiko atau bahayanya berenang di 

danau dan kolam yang diduga atau diperkirakan sudah terinfeksi dan bahaya 

masuknya air ke dalam hidung sewaktu menyelam atau ketika berenang di bawah 

air. 

2) Lindungi nasofaring terpajan air yang kemungkinan mengandung N. fowleri. 

Dalam prakteknya sangat sulit untuk melakukannya sebab  amebae tersebar luas 

di badan-badan air termasuk kolam renang. 

3) Kolam renang yang berisi residu khlorin bebas 1-2 ppm pada dasarnya cukup 

aman. Belum pernah dilaporkan adanya infeksi pada kolam renang dengan 

klorinisasi standar di Amerika Serikat. 

4) Pemakai lensa kontak lunak hendaknya jangan memakai lensa kontak sewaktu 

berenang di kolam renang atau pada waktu berendam di bak mandi yang hangat. 

Pemakai lensa kontak benar-benar dan disiplin mengikuti prosedur cara pemakaian 

dan pemeliharaan yang diharuskan oleh pabrik pembuat lensa kontak dan tenaga 

professional. 

 

B.  Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Tidak wajib untuk dilaporkan pada 

banyak negara, Kelas 3B (lihat tentang Laporan Penyakit Menular). 

2) Isolasi: Tidak ada. 

3) Disinfeksi serentak: Tidak ada. 

 

 377

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi: Tidak dilakukan. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Adanya riwayat pernah berenang dan 

riwayat masuknya air ke hidung dalam waktu seminggu sebelum munculnya gejala 

klinis yang mendukung dugaan tempat ini  sebagai sumber infeksi Naegleria. 

7) Pengobatan spesifik: N. fowleri sensitif terhadap amphotericin B (Fungizone®; 

penyembuhan terjadi dengan pemberian amphotericin B  dan miconazole secara 

intravena dan intra tracheal bersamaan dengan pemberian rifampin secara oral. 

Meskipun cukup sensitif terhadap pemberian  berbagai antibiotika dalam 

percobaan laboratorium, namun kesembuhan dengan pemberian antibiotika jarang 

terjadi. Untuk infeksi mata, tidak ada pengobatan yang bermanfaat yang pernah 

dilaporkan  namun  topical propamidine isethionate (Brolene®) dilaporkan cukup 

efektif terhadap beberapa kasus; sedang  clotrimazole, miconazole dan 

pimaricin sudah dipergunakan pada sebagian kecil pasien dengan hasil yang cukup 

baik. 

 

C. Cara-cara Penanggulangan KLB 

Penambahan jumlah kasus bisa terjadi setelah ada pemajanan dengan sumber infeksi. 

Apabila ditemukan sekelompok penderita pada suatu waktu, memerlukan investigasi 

epidemiologis yang tepat dan berlakukan larangan untuk berenang pada air yang 

tercemar. 

 

D. Implikasi bencana: Tidak ada. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada. 

 

 

 

NOCARDIOSIS      ICD-9 039.9; ICD-10 A43 

 

1. Identifikasi  

 yaitu   penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri yang biasanya berasal dari paru, 

menyebar melalui aliran darah hinga dapat menimbulkan abses di otak, janringan 

subkutan dan organ-organ lainnya: CFR sangat tinggi pada penderita lainnya selain 

penderita infeksi subkutan. Seringkali Nocardiosis asteroides ditemukan dari penderita 

dengan penyakit paru-paru kronis sebagai bukti adanya koloni endobronchial. Organisme 

ini bisa juga sebagai Pemicu  penyakit  cutaneous dan atau lymphocutaneous pada 

bagian kaki/tangan dan dapat memicu  actinomycotic mycetomas (lihat Mycetoma, 

Actinomycetoma, Eumycetoma). 

 Dengan pemeriksaan mikroskopis dengan pengecatan sputum, nanah atau LCS bisa 

ditemukan bakteri gram positif, tahan asam lemah, berbentuk jaringan filament bercabang, 

konfirmasi kultur diperlukan sekali namun sulit diperoleh. Spesimen yang diambil melalui 

biopsi atau autopsy dapat untuk mengetahui Pemicu  infeksi. 

 

 

 

 

 378

2. Pemicu  infeksi  

 Pemicu  infeksi yaitu   Nocardia asteroides complex (termasuk N. asteroides sensu 

strictu, N. farcinica dan  N. nova), N. brasiliensis, N. transvalensis dan N. 

otitidiscaviarum; semuanya termasuk aerobic actinomycetes.  

 

 

3.  Distribusi Penyakit 

 Penyakit ini termasuk penyakit yang muncul sporadis di warga  dan binatang, 

tersebar di seluruh dunia. Tidak ada perbedaan kejadian pada kelompok umur, jenis 

kelamin atau ras. 

 

4. Reservoir  

 Ditemukan tersebar di seluruh dunia sebagai saprofit tanah. 

 

5. Cara-cara penularan  

 Diperkirakan Nocardia masuk kedalam tubuh melalui inhalasi dari debu yang sudah 

terkontaminasi. Kontaminasi luka oleh tanah bisa menimbulkan infeksi cutaneous.  

 

6. Masa inkubasi  

 Tidak diketahui dengan pasti; kemungkinan berlangsung beberapa hari hingga beberapa 

minggu. 

 

7. Masa penularan  

 Penularan tidak langsung dari manusia atau binatang ke manusia. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Tingkat kerentanan dan kekebalan tidak diketahui dengan pasti. Endogenous atau 

iatrogenic adrenal hypercorticism dan proteinosis alveolar kemungkinan sebagai faktor 

predisposisi terjadinya infeksi. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Cara-cara pencegahan: Tidak ada.  

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat; Laporan resmi biasanya tidak 

diperlukan, kelas 5 (lihat Laporan tentang penyakit menular). 

2) Isolasi: Tidak ada. 

3) Disinfeksi serentak: Lakukan disinfeksi terhadap discharge dan pakaian yang 

terkontaminasi. 

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi: Tidak ada. 

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Tidak dilakukan. 

7) Pengobatan spesifik: TMP-SMX, sulfisoxazole atau sulfadiazine cukup efektif 

pada infeksi sistemik jika diberikan lebih dini dan dalam waktu yang lama. 

Minocycline bisa dicoba pada penderita yang alergi terhadap sulfa dan yang tidak 

memiliki  abses di otak. Amikacin, ipipenem atau ampicillin dengan dosis yang 

 

 379

tinggi bisa ditambahkan pada sulfonamides pada penderita yang gagal merespon 

pengobatan. Insisi abses diperlukan bersamaan dengan terapi antibiotika. 

 

C. Cara-cara penanggulangan KLB: Tidak dilakukan sebab  penyakit bersifat sporadis. 

 

D. Implikasi bencana: Tidak ada. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada. 

 

 

 

ONCHOCERCIASIS     ICD-9 125.3; ICD-10 B73 

(River blindness) 

 

1. Identifikasi  

 Penyakit filarial yang tidak fatal dan bersifat kronis dengan benang-benang nodulus dalam 

jaringan subkutan, umumnya menyerang daerah kepala dan bahu (Amerika) atau pinggul 

dan bagian bawah kaki/tangan (Afrika). Cacing-cacing dewasa ditemukan pada nodulus 

ini , di daerah superficial dan di daerah yang lebih dalam berupa buntelan (anyaman) 

di bawah periosteum tulang atau dekat sendi. Cacing betina melepaskan mikrofilaria yang 

bergerak dan berpindah melalui kulit, sering memicu  gatal pada kulit yang hebat 

pada saat cacing ini  mati, timbul dermatitis kronis dengan pigmentasi yang 

bervariasi, edema dan atrofi kulit. Perubahan pigmen, umumnya terjadi pada anggota 

badan bagian bawah, memberikan gambaran yang dikenal sebagai “leopard skin””, 

sementara itu hilangnya kelenturan kulit dan timbulnya  lymphadenitis bisa memicu  

terjadinya apa yang disebut dengan “hanging groin”. Seringkali mikrofilaria mencapai 

mata dan cacing kemudian mati yang dapat memicu  gangguan penglihatan dan 

kebutaan. Mikrofilaria mungkin juga ditemukan di dalam organ-organ dan jaringan-

jaringan selain kulit dan mata, namun dampak klinik yang signifikan dari keadaan ini 

belum jelas; pada infeksi yang berat mikrofilaria mungkin ditemukan juga di dalam darah, 

air mata, dahak dan urin. 

 Diagnosa laboratorium dibuat dengan pemeriksaan mikroskopis dengan ditemukannya 

mikrofilaria dari spesimen biopsi kulit segar yang direndam dalam air dan garam 

fisiologis, terbukti juga bahwa mikrofilaria terdapat dalam urin. Diagnosa juga dibuat 

dengan ditemukannya cacing dewasa dari eksisi nodulus. Perlu dilakukan upaya untuk 

membedakan mikrofilaria ini dengan mikrofilaria daripenyakit filaria lain yang juga 

endemis.  Gejala-gejala khas lain yang  membantu penegakan diagnosa onchocerciasis 

pada mata yaitu   ditemukannya mikrofilaria pada kornea dan pada bagian anterior 

corpusvitreum dengan memakai   lampu celah. Pada infeksi dengan densitas rendah 

dari parasit dimana parasit tidak ditemukan pada mata dan kulit maka dilakukan tes reaksi 

mazotti. Tes reaksi mazotti sangat berbahaya apabila dilakukan pada orang dengan infeksi 

berat. Tes ini dilakukan dengan pemberian diethylcarbamazine citrate peroral sebanyak 

25 mg atau obat ini  dioleskan pada kulit yang akan menimbulkan pruritis  pada kulit. 

Tes ini dilarang dibanyak negara. Pemeriksaan PCR dari kerokan kulit dapat dilakukan 

untuk mendeteksi DNA dari parasit. 

 

 

 380

2. Pemicu  infeksi  

 Pemicu  infeksi yaitu   Onchocerca volvulus, sejenis cacing filaria termasuk kelas 

Nematoda. 

 

3. Distribusi penyakit 

 Distribusi geografis penyakit  ini yaitu   di belahan bumi bagian barat yaitu Guatemala 

(umumnya di bagian barat dataran rendah pemisah benua); bagian Selatan Meksiko 

(daerah Chiapas dan Oaxaca); fokus di bagian Selatan dan Utara Venezuela dan sebagian 

kecil daearah di Kolombia, Ekuador, Brasilia (daerah Amazon dan Golas). Di daerah sub-

Sahara Afrika, penyakit ini tersebar di daerah yang luas mulai dari Senegal sampai ke 

Ethiopia, kemudian Angola bagian barat dan Malawi bagian timur; juga ditemukan di 

Yaman. Di beberapa daerah yang endemis di bagian Barat Afrika, sampai dengan 

beberapa tahun belakangan ini ditemukan sebagian besar warga  terinfeksi dan 

gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan masalah yang serius pada warga  

ini . warga  ini  kemudian meninggalkan lembah-lembah ini  dan 

mereka kemudian berpindah menuju dataran tinggi yang aman, namun daerah ini  

ternyata tidak subur. Dengan demikian penyakit ini menghancurkan kehidupan sosial 

ekonomi mereka. Onchocerciasis ditanggulangi melalui Program Penanggulangan 

Onchocerciasis di bagian Barat Afrika. 

 

4. Reservoir 

 Manusia bertindak sebagai reservoir. Penyakit ini ditularkan melalui eksperimen kepada 

simpanse dan secara alami penyakit sudah jarang ditemukan pada gorilla.  Spesies 

Onchocerca lain yang ditemukan pada binatang tidak dapat menginfeksi manusia namun 

bisa ditemukan bersamaan dengan O. volvulus pada vektor serangga. 

 

5. Penularan 

 Parasit ini hanya bisa ditularkan melalui gigitan lalat hitam betina dari genus Simulium; di 

Amerika Tengah sebagian besar spesies yang ditemukan yaitu   S. ochraceum; di Amerika 

Selatan S. metallicum complex, S. sanguineum/amazonicum complex, S. quadrivittatum 

dan spesies yang lain; di Afrika S. damnosum complex dan S. neavei complex, maupun S. 

albivirgulatum di Zaire. Mikrofilaria yang terisap oleh lalat hitam pada saat menggigigt 

orang yang terinfeksi, masuk menembus ke otot toraks serangga, kemudian berkembang 

menjadi larva yang infeksius, pindah ke kapsul kepala serangan ini  kemudian larva 

ini  dilepaskan dan masuk ke dalam kulit melalui lubang gigitan pada waktu lalat 

ini  menghisap darah lagi.  

 

6. Masa inkubasi 

 Mikrofilaria ditemukan biasanya setelah 1 tahun atau lebih sejak saat infeksi melalui 

gigitan; di Guatemala mikrofilaria sudah ditemukan pada anak-anak bahkan pada bayi 

usia 6 bulan. Di Afrika, vektor penyakit ini menjadi infektif 7 hari setelah menghisap 

darah; di Guatemala masa inkubasi ekstrinsik lebih panjang (hingga 14 hari) sebab  suhu 

yang rendah. 

 

7.  Masa penularan 

 Penderita tetap menular kepada orang lain apabila pada kulit mereka masih ditemukan 

 

 381

mikrofilaria hidup. Misalnya pada  kasus tertentu seseorang tetap menularkan penyakit ini 

selama 10-15 tahun setelah terakhir digigit lalat simulium, apabila mereka tidak diobati 

dengan baik. Penyakit ini tidak ditularkan dari orang ke orang. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Setiap orang rentan terhadap penyakit ini. Dapat terjadi reinfeksi. Berat-ringannya 

penyakit ini sangat tergantung jumlah kumulatif parasit dalam tubuh sebab  infeksi yang 

berulang. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Cara-cara pencegahan 

1) Hindari gigitan lalat Simulium dengan selalu mengenakan pakaian pelindung dan 

pelindung kepala sesering mungkin, atau dengan memakai   repelan yang berisi 

diethyltoluamide (Deet®) 

2) Kenali dan temukan tempat-tempat perindukan lalat hitam yang berperan sebagai 

vektor. Lakukan pemberansatan larva (larva biasanya hidup pada arus deras dan 

pada saluran-saluran buatan) dengan memakai   insektisida yang dapat terurai 

seperti temefos (Abate®) pada konsentrasi rendah, ditaburkan atau disemprot 

selama sepuluh menit seminggu sekali pada konsentrasi 0,05 mg/liter pada musim 

hujan dan pada musim kering dengan konsentrasi 0,1 mg/liter. Jenis insektisida 

lain yang disebut dengan B.t. H-14i, insektisida biologis yang dilarutkan dalam air 

dapat digunakan pada konsentrasi 2,5 kali temefos. Resistensi dapat terjadi 

terhadap temefos, namun resistensi terhadap B.t. H-14 sepertinya tidak terjadi. B.t. 

H-14 harus ditaburkan di banyak titik sepanjang aliran sungai atau saluran air oleh 

sebab  efeknya yang pendek jika dibandingkan dengan temefos. Bila diperlukan 

lakukan penyemprotan melalui udara untuk bisa menjangkau wilayah yang lebih 

luas. Hal ini mungkin dilakukan pada program pemberantasan berskala besar di 

Afrika. Di Amerika penyemprotan melalui udara tidak mungkin dilakukan sebab  

banyaknya daerah bergunung-gunung. Eliminasi S. neavei dengan memakai   

insektisida  cukup efektif, S. neavei hidup dalam tubuh kepiting. 

3) Sediakan fasilitas diagnosis dan pengobatan. 

 

B.  Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar 

1) Laporkan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan resmi biasanya tidak 

diperlukan, Kelas 5 (lihat Laporan tentang Penyakit Menular). 

2) Isolasi: Tidak ada. 

3) Disinfeksi serentak: Tidak dilakukan. 

4) Karantina: Tidak ada. 

5) Imunisasi: Tidak ada. 

6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Merupakan masalah warga  

yang harus dipecahkan melalui gerakan warga . 

7) Pengobatan spesifik: Ivermectin (Mectizan®) telah tersedia untuk pengobatan 

Onchorciasis pada manusia yang diperoduksi oleh Merck & Company. Pemberian 

dosis tunggal per oral sebanyak 150 µg/kg BB, pengobatan diulang tiap tahun. 

Dosis ini dapat mengurangi angka mikrofilaria dan angka kesakitan. Obat ini  

selain membunuh mikrofilaria, juga menghalangi pelepasan mikrofilaria dari 

 

 382

uterus cacing dewasa dan sangat efektif untuk menekan jumlah mikrofilaria pada 

kulit dan mata selama periode 6-12 bulan. 

Penelitian sedang berlangsung untk menemukan obat yang aman dan efektif yang 

dapat membersihkan atau membunuh cacing dewasa, beberapa diantaranya sudah 

masuk dalam fase uji klinik. Albendazole dilaporkan menghambat proses 

embryogenesis.  

Sementara itu diethylcarbamazine citrate (DEC, Banocide®, Hetrazan®, Notezine®) 

efektif  terhadap mikrofilaria, pengobatan dengan obat-obat ini   di atas bisa 

memicu  timbulnya efek samping yang berat dan sedikit sekali yang responsive 

terhadap pemberian corticosteroids. Obat ini tidak dianjurkan lagi digunakan untuk 

pengobatan Onchocerciasis. Ivermectin diberikan bersama-sama dengan suramin 

untuk pengobatan lengkap bagi penderita tertentu. Suramin (Bayer 205, Naphuride®, 

Antrypol®) tersedia di Amerika (CDC, Atlanta) dapat membunuh cacing dewasa dan 

Menghilangkan mikrofilaria secara bertahap. Obat ini dapat merusak ginjal dan reaksi 

lain yang tidak didinginkan bisa terjadi. Oleh sebab  itu pengobatan dengan Suramin 

membutuhkan supervisi medis yang berat. Tidak ada obat yang cocok atau sesuai 

untuk pengobatan massal sebab  kemungkinan terjadi efek samping yang serius. 

Di Amerika Tengah dimana nodules biasanya muncul di daerah kepala, sering 

dilakukan eksisi, hal ini bisa mengurangi gejala dan mencegah kebutaan. 

 

C.  Cara-cara Penanggulangan KLB 

Pada wilayah dengan prevalensi tinggi, titik berat upaya yang dilakukan yaitu   untuk 

mengurangi insidensi penyakit, melalui hal-hal seperti diuraikan pada butir 9 A di 

atas. 

 

D. Implikasi bencana: Tidak ada. 

 

E. Tindakan lebih lanjut  

Program Pemberantasan Onchocerciasis (Onchocerciasis Control Programme/OCP), 

yaitu   sebuah program terpadu di Afrika Barat yang disponsori oleh World Bank, 

UNDP, FAO dan WHO, menangani wilayah terutama di daerah endemis dengan 

“savanna blinding form” di 11 negara. Sebagian besar upaya penanggulangan 

diarahkan pada upaya pemberantasan alalt hitam dengan aplikasi insektisida secara 

sistematik pada tempat-tempat perindukan di sungai-sungai wilayah ini . 

Ivermectin sekarang didistribusikan secara luas kepada warga  sebagai penggantia 

larvasida. Bahkan di daerah Barat Laut bagian Barat wilayah kerja OCP, pemberian 

Ivermectin yaitu   satu-satunya upaya pemberantasan. OCP di Amerika merupakan 

program multi agensi dan multinasional untuk mengiliminasi kebutaan dan gejala sisa 

pada kulit sebagai di daerah endemis di Amerika dengan target pencapaian pada tahun 

2000. Program ini berupa aplikasi ivermectin sekali setahun atau dua tahun sekali 

secara terus-menerus, bersamaan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan dan 

penggerakan peran serta warga . 

 

 

 

 

 

 383

ORF VIRUS DISEASE     ICD-9 051.2; ICD-10 B08.0 

(Contagious pustular dermatitis, Human orf, Ecthyma contagiosum) 

 

1. Identifikasi 

 Suatu penyakit virus cutaneous proliferatif yang ditularkan kepada manusia melalui 

kontak dengan kambing dan domba yang terinfeksi, dan kadang-kadang oleh binatang liar 

seperti rusa/kijang, rusa kutub. Lesi pada manusia biasanya soliter pada tangan, lengan 

atau wajah, berwarna merah hingga violet berupa vesiculonodule, maculopapue atau 

pustule, yang berkembang menjadi kumpulan nodule dengan  cekungan di tengahnya. Ada 

beberapa bentuk dan ukuran lesi, setiap lesi berdiameter hingga 3 cm, biasanya 

menghilang pada 3-6 minggu. Dengan infeksi sekunder oleh bakteri, lesi bisa menjadi 

bentuk pustule. Adenitis di kelenjar limfe regional terjadi pada sebagian kecil kasus. 

Ruam makulopapuler bisa muncul pada badan. Erythema multiforme dan erythema 

multiforme bullosum merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Pernah dilaporkan 

penyakit menyebar  ke seluruh tubuh dan disertai dengan kerusakan mata  yang serius. 

Penyakit ini sering dikelirukan dengan cutaneous antrax dan penyakit keganasan. 

 Diagnosa dibuat dengan adanya riwayat kontak dengan domba, kambing atau binatang liar 

dan terutama sekali kontak dengan bayi/anak binatang ini . Ditemukannya  ovoid 

parapoxvirions dengan EM dalam lesi atau dengan pemeriksaan bakteriologis 

konvensional negatif; atau ditemukannya virus yang tumbuh dalam kultur sel ovine, kultur 

jaringan sapi (bovine) atau primata; atau melalui hasil tes serologis yang positif. 

  

2. Pemicu  infeksi  

 Orf virus, virus DNA termasuk genus Parapoxvirus of Poxvirus (famili Poxviridae). Agen 

Pemicu  ini berkaitan erat dengan parapoxvirus lain yang dapat ditularkan kepada 

manusia, dikenal sebagai penyakit akibat kerja “milkers nodule virus” di perusahaan susu 

dan virus bovine papular stomatitis  dari peternakan sapi. Ecthyma parapoxvirus dari onta 

yang sangat menular bisa menginfeksi manusia namun sangat jarang terjadi.   

 

3. Distribusi penyakit 

 Kemungkinan penyakit ini menyebar luas pada pekerja di bidang pertanian. Infeksi yang 

biasa terjadi dinatar para gembala, dokter hewan dan pekerja di tempat pemotongan 

hewan di wilayah peternakan domba dan kambing sehingga merupakan penyakit akibat 

kerja utama di Selandia Baru. 

 

 

4. Reservoir 

 Binatang berikut kemungkinan berperan sebagai reservoir seperti domba, kambing, rusa 

kutub, must oxen. Virus ini sangat resisten terhadap faktor-faktor fisik, kecuali terhadap 

sinar ultraviolet (uv light) dan bisa bertahan hingga berbulan-bulan dalam tanah dan kulit 

atau bulu binatang. 

 

 

5. Cara-cara penularan 

 Penularan terjadi secara langsung melalui kontak dengan selaput lendir binatang yang 

terinfeksi, melalui luka pada ambin pengawas bendungan atau ditularkan oleh binatang 

yang tampak tidak sakit setelah binatang ini  terkontaminasi sebab  kontak dengan 

 

 384

benda-benda seperti pisau, gunting besar, palung dan sisi kandang, truk dan pakaian yang 

tercemar. 

 

6. Masa Inkubasi: Umumnya 3-6 hari. 

 

7. Masa Penularan 

 Tidakdiketahui dengan pasti. Jumlah virus pada lesi menurun selama perjalanan penyakit. 

 

8. Kerentanan dan Kekebalan 

 Setiap orang rentan terhadap penyakit ini. Seseorang yang sembuh dari infeksi penyakit 

ini memberikan tingkat kekebalan yang berbeda-beda. 

 

9. Cara-cara Pemberantasan 

A. Cara-cara pencegahan 

Penerapan kebersihan perorangan yang baik dan daerah atau tempat-tempat yang 

terpajan dicuci dengan air dan sabun. Binatang peliharaan dan binatang liar dianggap 

sebagai sumber infeksi yang potensial. Kandang ternak atau rumah binatang 

peliharaan dijaga kebersihannya dengan baik. Efikasi vaksin Parapoxvirus pada 

binatang belum diketahui dengan jelas. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar  

1). Laporkan kepada instansi kesehatan setempat: Tidak diwajibkan, namun perlu 

dilaporkan kepada yang berwajib bila ditemukan kasus di daerah yang sebelumnya 

tidak ada kasus, kelas 5 (lihat Laporan tentang Penyakit Menular). 

2). Isolasi: Tidak ada. 

3). Disinfeksi serentak: Pakaian dan kain-kain yang dipakai penderita direbus, di-

autoclave atau di-incenerasi. 

4). Karantina: Tidak dilakukan. 

5). Imunisasi: Tidak ada. 

6). Investigasi: Penting untuk memperoleh informasi tentang riwayat kontak. 

7). Pengobatan spesifik: Tidak ada. 

 

C. Cara-cara penanggulangan KLB: Tidak ada. 

D. Implikasi bencana:  Tidak ada. 

E.  Tindakan lebih lanjut : Tidak ada untuk manusia. 

 

 

 

PARACOCCIDIOIDOMYCOSIS    ICD-9 116.1; ICD-10 B41 

(South American blastomycosis, Paracoccidioidal granuloma) 

 

1. Identifikasi 

 Penyakit mikosis serius, kronis dan kadang-kadang fatal (tipe dewasa). Penyakit ini 

ditandai dengan ditemukannya infiltrate tersebar di paru-paru dan atau lesi ulseratif pada 

mukosa (mulut, hidung, saluran pencernaan) dan kulit.  

 

 385

Sering ditemukan limfadenopati. Pada penderita dengan tipe diseminata, penyakit juga 

menyerang organ-organ dalam terutama yang terserang yaitu   kelenjar adrenal. Penyakit 

tipe juvenile, tipe akut, jarang terjadi, ditandai dengan terserangnya sistem retikulo 

endothelial serta terjadi disfungsi sum-sum tulang. Ada satu jenis mikosis yang 

sebelumnya dikira sebagai paracoccidioidomycosis. Penyakit ini  yaitu   keloidal 

blastomycosis (Lobo disease), disebabkan oleh Loboa loboi,  jamur yang hanya 

menyerang kulit, belum bisa ditumbuhkan pada kultur. 

 Diagnosa paracoccidioidomycosis ditegakkan dengan pemeriksaan histologis atau dengan 

dibiakkan pada media yang sesuai. Pemeriksaan serologis juga dilakukan untuk 

menegakkan diagnosa. 

 

2. Pemicu  infeksi 

 Paracoccidioides brasiliensis, jamur dimorfis. 

 

3. Distribusi penyakit 

 Endemis di daerah tropis dan sub-tropis wilayah Amerika Selatan dan sedikit ditemukan 

di Amerika tengah dan Meksiko. Para pekerja yang kontak dengan tanah, seperti petani, 

buruh dan pekerja konstruksi, sangat berisiko. Insiden tertinggi ditemukan pada orang 

dewasa  berusia 30-50 tahun, umumnya lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan 

perempuan. 

 

4. Reservoir 

 Diduga tanah atau jamur yang  berisi debu.  

 

5. Cara-cara penularan 

 Barangkali infeksi diperoleh melalui inhalasi debu atau tanah yang terkontaminasi. 

 

6. Masa inkubasi 

 Sangat bervariasi mulai dari 1 bulan hinga bertahun-tahun. 

 

7. Masa penularan 

 Penularan langsung dari orang ke orang belum diketahui. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan: Tidak diketahui. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A.  Cara-cara pencegahan: Tidak ada. 

 

B. Pengawasan kontak, penderita dan lingkungan sekitar 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan resmi biasanya  tidak 

dilakukan, Kelas 5 (lihat Laporan tentang Penyakit Menular). 

2) Isolasi: Tidak ada. 

3) Disinfeksi serentak: Lakukan disinfeksi serentak terhadap discharge  dan benda-

benda yang tercemar. Pembersihan menyeluruh. 

4) Karantina: Tidak dilakukan. 

5) Imunisasi: Tidak ada. 

 

 386

6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Tidak dilakukan. 

7) Pengobatan spesifik: Itraconazole yaitu   obat pilihan untuk semua jenis penderita 

terkecuali bagi penderita yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, diberikan 

amphotericin B (Fungizone®) diikuti dengan terapi Itraconazole dalam waktu yang 

lama. Sulfonamide murah namun  kurang efektif dibandingkan derivate azoles. 

 

C. Cara-cara Penanggulangan KLB: Tidak dilakukan sebab  penyakit bersifat sporadis. 

 

D. Implikasi bencana: Tidak ada. 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada. 

 

 

 

PARAGONIMIASIS     ICD-9 121.2; ICD-10 B66.4 

(Pulmonary distomiasis, Lung fluke disease) 

 

 

1. Identifikasi 

 Penyakit yang disebabkan oleh trematoda yang sering menyerang paru-paru. Gejala klinis 

yang sering muncul antara lain batuk, hemoptisis dan sakit dada. Pada pemeriksaan 

radiologis bisa ditemukan infiltrate segmental atau difus, nodulus, caverne, kista atau efusi 

pleura. Cacing kadang-kadang bukan saja menyerang paru. Dikenal juga tipe ekstra 

pulmoner, dimana cacing ditemukan di luar paru seperti pada jaringan SSP, jaringan 

subkutan, dinding usus, rongga perut, hati, kelenjar limfe dan saluran kemih.  Infeksi 

biasanya berlangsung selama bertahun-tahun dan biasanya orang yang terinfeksi kelihatan 

sehat. Di kalangan imigran dari Asia penyakit ini dikelirukan dengan tuberculosis, sebab  

gambaran foto thorax hampir sama.  

Pada pemeriksaan sputum, ditemukan bintik-bintik berwaran coklat oranye tersebar 

merata; pada bintik-bintik ini  terlihat telur cacing. Diagnosa ditegakkan dengan 

ditemukannya telur-telur cacing ini.  Namun apabila dilakukan Pengecatan sputum untuk 

menemukan bakteri tahan asam, maka teknik Pengecatan ini menghancurkan telur cacing 

sehingga dapat mengacaukan diagnosa. Telur cacing dapat juga masuk kedalam tubuh 

sebab  tertelan, terutama pada anak-anak. Oleh sebab  itu dengan teknik konsentrasi, telur 

dapat ditemukan di dalam tinja. Teknik pemeriksaan yang sangat sensitif dan spesifik 

dalah tes serologis dengan teknik immunoblot. Tes ini tersedia di CDC Atlanta. 

 

2.  Pemicu  infeksi 

 Di Asia Pemicu  penyakit yaitu   Paragonimus westermani, P. skrjabini dan sepsies lain; 

di Afrika P. africanus  dan P. uterobilateralis; di Amerika P. mexicanus (P. peruvianus) 

dan spesies yang lain; dan P. kellicotti di Amerika Serikat dan Kanada. 

 

3. Distribusi penyakit 

 Penyakit ini dilaporkan terjadi di daerah Timur jauh, Barat Daya Asia, India, Afrika dan 

Amerika. Cina, sekarang merupakan daerah endemis terbesar dimana 20 juta orang 

diperkirakan terinfeksi; Laos, Propinsi Manipur-India dan Myanmar (Birma) 

 

 387

kemungkinan terbanyak setelah Cina. Penyakit ini sudah hampir hilang di Jepang, 

sementara itu di Korea kurang dari seribu orang yang terinfeksi. Di negara-negaraAmerika 

Latin, Ekuador yaitu   negara yang paling banyak terinfeksi, yang mana sekitar 500.000 

orang diperkirakan sudah terinfeksi; kasus ini juga ditemukan di Brazil, Colombia, Peru, 

Venezuela, Costa Rica dan Meksiko. Di Amerika Serikat dan Kanada, penyakit ini jarang 

ditemukan. 

 

4. Reservoir 

 Manusia, anjing, kucing, babi dan binatang karnivora liar disebut hospes definitif dan 

dapat juga berperan sebagai reservoir. 

 

5. Cara penularan 

 Infeksi terjadi sebab  mengkonsumsi sejenis kepiting air tawar mentah atau yang tidak 

dimasak dengan sempurna, digaramkan atau diasinkan seperti Eriocheir dan potamon atau 

sejenis udang seperti Cambaroides, yang berisi larva (metacercaria). Larva keluar di 

duodenum, menembus dinding usus, migrasi melalui jaringan dinding usus kemudian 

membentuk kapsul encapsulated (biasanya di paru), dan berkembang menjadi cacing 

dewasa yang dapat memproduksi telur. Telur-telur ini  dikeluarkan melalui sputum 

dan apabila telur ini tertelan akan keluar melalui tinja, mencemari badan air dan 

mengembrio dalam waktu 2-4 minggu. Larva (miracidia) menetas, masuk kedalam tubuh 

keong air tawat (Semisulcospira, Thiara, Aroapyrgus atau genus yang lain) dan masuk 

kedalam siklus pertumbuhan kira-kira berlangsung selama 2 bulan. Larva (cercariae) 

keluar dari tubuh keong, masuk dan hidup dalam tubuh kepiting air tawar dan udang 

karang. Pengawetan crustacean (binatang air berkulit keras) di dalam anggur dengan 

garam atau cuka, biasa dilakukan di Asia. Cara-cara ini tidak membunuh kista larva. 

Infeksi sering menyerang para pelancong atau pecinta makanan lokal yang eksotik. 

 

6. Masa inkubasi 

 Cacing pita menjadi dewasa dan mulai mengeluarkan telur kira-kira 6-10 minggu setelah 

seseorang menelan larva infektif. Interval saat infeksi sampai timbul gejala-gejala klinis 

sangat panjang, bervariasi, tidak diketahui dengan pasti dan sangat tergantung pada organ 

yang diserang dan jumlah cacing yang menyerang. 

 

7. Masa penularan 

 Penderita dapat mengeluarkan telur hingga 20 tahun; lamanya infeksi pada moluska 

(kerang-kerangan) dan crustacean tidak diketahui dengan pasti. Tidak ada penularan 

langsung dari orang ke orang. 

 

8. Kerentanan dan Kekebalan: Setiap orang rentan terhadap infeksi cacing ini. 

  

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Cara-cara pencegahan 

1) Lakukan penyuluhan kesehatan kepada warga  di daerah endemis tentang 

siklus hidup parasit. 

2) Beri penyuluhan kepada warga  agar mengkonsumsi krustasea yang dimasak 

dengan sempurna. 

 

 388

3) Membuang sputum dan tinja dengan cara yang saniter. 

4) Lakukan pengawasan terhadap keong atau siput. 

 

B. Pengawasan penderita,