Kerokan merupakan pengobatan tradisional yang telah dilakukan oleh
warga Indonesia secara turun-temurun. Kerokan telah umum dilakukan
bagi warga dewasa maupun anakanak. Pengobatan ini dianggap sebagai
pengobatan alternatif untuk mengatasi beberapa penyakit ringan, seperti seperti
flu, pilek, demam, serta sakit kepala. Kerokan biasa dilakukan dengan
menggosokkan potongan batu giok, keramik, plastik, tulang atau jahe pada
permukaan kulit.
Pengobatan ini dipilih warga sebab beberapa factor, seperti
budaya yang turun temurun, kepercayaan dan kebiasaan individu, praktis,
efektif, mudah dilakukan, serta biaya yang murah
Dewasa kini telah memasuki abad 21 yang berdampak besar bagi kehidupan. Indonesia
merupakan negara yang sedang memperbaiki sistem pembangunan nasionalnya di berbagai
bidang antara lain ekonomi, pendidikan dan kesehatan . Hal
ini tentu saja berimplikasi pada perubahan sistem kehidupan seiring dengan meningkatnya
kebutuhan warga , khususnya di bidang kesehatan, sebab dipengaruhi perpindahan
penduduk dari desa ke kota dan sebaliknya Badan Pusat Statistik (BPS)
mengumpulkan data mobilitas penduduk dari hasil Susenas Maret 2019, persentase penduduk
pendatang seumur hidup di seluruh Indonesia sebesar 11,1% (29,8 juta orang) dan peningkatan
proporsi penduduk pendatang di seluruh Indonesia sebesar 2,2% (5,4 juta orang (BPS, 2019).
Tentu saja hal ini juga mempengaruhi munculnya pertemuan dua budaya atau lebih dalam satu
lingkungan dalam suatu kelompok warga yang melebur menjadi satu. Salah satu bentuk
perpaduan budaya yang masih diyakini dan dipraktekkan warga kontemporer adalah
pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif merupakan bentuk budayadan
tradisi yang dikenal sebagai ethnomedicine dalam kajian antropologi kesehatan
. Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa 75-80 persen
penduduk dunia telah menggunakan pengobatan tradisional. Istilah lain dalam
pengobatan tradisional adalah terapi komplementer. Kerokan adalah contohperawatan
komplementer yang sudah lama ada di mata publik. Terbukti hingga saat ini kerokan
digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti masuk angin. Seperti yang
disebutkan dalam artikel Kholis et al (2020), 60% dari 390 responden percaya bahwa
kerokan dapat meredakan nyeri dan masuk angin.
Tidak hanya orang dewasa, anak-anak yang masuk angin juga bisa disembuhkan
dengan kerokan. Hal ini sebab masalah kesehatan anak di suatu daerah tidak lepasdari
faktor sosial budaya yang sudah ada di warga . Misalnya, menurut konsepsehat
dan sakit dalam kehidupan warga di Desa Gadingsari, seorang bayi dikatakan
sakit apabila suhu badannya panas, tetapi jika hanya hangat (Jawa “anget”) maka
orang tua bayi belum melihat bahwa anaknya yang masih bayi sakit,namun dianggap
hanya flu biasa dan obatnya cukup mengobatinya dengan kerokanmenggunakan bawang merah atau parutan bawang merah (Kasnodihardjo
Selain faktor sosial budaya, pemanfaatan kerokan sebagai pengobatan
tradisional juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendapatan rumah tangga
yang rendah mengubah pendapat dan sikap warga terhadap penyakit.
Selain itu, biaya kesehatan yang semakin mahal dimana dalam kurun waktu
terakhir ini pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan iuran BPJS, juga
menyebabkan gap antara penyedia layanan kesehatan dan BPJS Kesehatan.
warga seringkali merasa dirugikan antara mutu pelayanan kesehatan
dengan mutu pelayanan yang diterima warga . Dalam hal ini, penyedia
layanan kesehatan membatasi pelayanan kesehatan kepada pasien BPJS
Kesehatan, baik rawat inap maupun rawat jalan. Sejalan dengan penelitian lain
yang
dikutip), sarana prasarana kesehatan yang
dapat diakses publik dapat mengubah cara berpikir warga tentang
kesehatan menjadi lebih baik. Disini warga akhirnya memutuskan untuk
menggunakan kerokan sebab hanya menggunakan alat dan bahan yang
sederhana serta tidak membutuhkan biaya yang besar
Berdasarkan paparan tersebut, penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana perspektif antropologi kesehatan terhadap kebiasaan
kerokan pada warga sebagai pengobatan tradisional sehingga dapat
memberi gambaran kebiasaan kerokan dalam pandangan antropologi
kesehatan.
Metode yang digunakan untuk menulis artikel ini adalah literature
review. Sumber pustaka yang digunakan berasal dari dari website jurnal atau
artikel nasional dan internasional, seperti Google Scholar, PubMed, dan
Mendeley. Tinjauan Sistematis dan Meta Protokol–Analisis (PRISMA-P)
digunakan untuk membuat artikel. Kata kunci yang digunakan untuk
menemukan artikel tersebut antara lain"kerokan", "kerokan dan manfaat", dan pengobatan tradisional". Pencarian literatur dengan menggunakan kata kunci
di database sumber pustaka menghasilkan total 23.456 artikel. Kemudian
diperoleh 868 artikel dan diklasifikasikan sesuai dengan kriteria pemilihan
artikel. Selain itu, dilakukan excluded studies untuk mendapatkan 18 artikel.
Tahap akhir diklasifikasikan sesuai dengan kriteria inklusi yang memenuhi
persyaratan review sebanyak 10 jurnal. Gambar 1 menunjukkan diagram
pencarian data Kebiasaan Kerokan pada warga sebagai Pengobatan
Tradisional dari Perspektif Antropologi Kesehatan.Kerokan (Scraping) di Berbagai NegaraTeknik kerokan sudah umum di
warga . Kerokan sudah umum di beberapa negara seperti Vietnam,
Kamboja, China, dan Indonesia. Di Vietnam pengobatan ini disebut Cao Gio, diKamboja Goh Kyol (pijat angin) Kyol sendiri diartikan sebagai
penyakit masuk angin atau flu biasa Di Cina disebut gua sha,
gua berarti menggosok dan sha berarti racun Pengobatan
tradisional ini biasanya dilakukandengan cara menggosokkan koin, koin atau
alat khusus yang terbuat dari potongan batu giok, keramik, plastik, tulang
atau jahe ke dalam tubuh. Sebelum memijat target, minyak pijat, krim atau
minyak lainnya biasanya dioleskan ke bagian tubuh yang akan dipijat. Tujuan
penambahan minyak adalah untuk membuat permukaan kulit menjadi lebih
halus, tidak terlalu sakit saat dipijat dan lebih hangat saat disentuh.
warga juga menggunakan bawang merah dengan minyak kelapa
sebagai pengganti koin. Kerokan tidak memiliki efek samping Saat dikerok, warna kulit biasanya berubah dari kemerahan,
merah kebiruan, bahkan hitam arna ini akan segera
hilang dengan sendirinya
Kebiasaan Kerokan pada warga sebagai Pengobatan Tradisional
Kerokan telah lama digunakan oleh warga Indonesia. Pengobatan ini sering
dianggap sebagai budaya turun temurun dari nenek moyang kita dan harus
dilestarikan di kalangan warga . Saran dan faktor biaya orang tua juga
menjadi pertimbangan di warga , dalam hal ini mereka memilih dengan
scraper Faktor lain seperti latar belakang memengaruhi
nilai, kepercayaan dan kebiasaan individu, termasuk pelayanan kesehatan . Suku bangsa yang tersebar di nusantara juga memiliki latar
belakang budaya yang berbeda Khusus bagi warga
Jawa, teknik pengobatan alternatif melalui kerokan dianggap lebih praktis,
murah, efektif, dan terbukti Adanya pandangan seperti ini
membuat beberapa warga menganggap penyakit ringan seperti flu, pilek,
demam, sakit kepala tidak perlu diobati dengan pergi ke puskesmas dan rumah
sakit, melainkan cukup dengan cara dikerok, dipijat, minum obat atau jamu
tradisional Bahkan, banyak orang yang kecanduan kerokan
(Kemungkinan penyebab ketagihan kerokan adalah
morfin (endorfin). Morfin dikeluarkan dari tubuh sebagai respon lokal terhadap
kerokan .Kebiasaan Kerokan dari Segi Ekonomi di warga Terlepas dari
alasan budaya turun-temurun, orang biasanya menggunakankerokan sebagai
pengobatan alternatif sebab mudah dan tidak perlu mengeluarkan banyak
uang untuk membuat scraper (Musta'in et al., 2020). Secara ekonomi,
pengobatan tradisional relatif murah sebab tidak membutuhkan bahan yang
mahal. Tidak hanya itu, Sembiring et al (2015), dalam artikelnya menyebutkan
bahwa pengobatan tradisional dapat menjadi sumber penghidupan bagi
beberapa kelompok, misalnya di Desa Sukanalu terdapat warga yang
mempraktekkan pengobatan tradisional yang sudah menjadi andalan
warga setempat secara turun-temurun. Orang yang seharusnya merawat
dengan cara tradisional (dalam hal ini bukan dokter atau tenaga kesehatan
lainnya) tidak pernah membayar orang yang merawatnya. warga sekitar
membayar biaya pengobatan mulai dari Rp 10.000,00 hingga Rp 500.000,00
secara sukarela. Selain itu, warga desa Sukanalu juga memproduksi bahanbahan herbal yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional, seperti
minyak urut, yang kemudian dipasarkan dengan harga eceran Rp 40.000,00 di
berbagai daerah.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikaitkan dengan cara kerokan yang
masih dianggap warga sebagai pengobatan tradisional, dimana
tidak diperlukan bahan yang mahal dan sulit didapat. warga khususnya
warga Jawa sendiri memproduksi dan menjual bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk kerokan dengan harga yang relatif terjangkau, seperti
minyak tawon, minyak kayu putih, bawang merah dan kerok yang terbuat
dari plastik, logam atau kayu dengan kisaran harga Rp 5.000,00 hingga Rp
50.000,00.
Kerokan sebagai Penyembuhan Penyakit bagi Anak- Anakwarga
yang menganggap kerokan praktis dan tidak memerlukan biaya mahal
biasanya juga menggunakan kerokan untuk mengatasi penyakit pada anakanak mereka. Anak-anak biasanya kerokan dengan bawang merah yang
dicampur minyak kelapa. Kerokan anak dengan bawang merah dan minyak
kelapa merupakan budaya yang diwariskan (Musta'in et al., 2020). Atas saran
orang tua atau nenek, warga mulai menerapkan kerokan pada anakanak. Generasi sebelumnya, termasuk orang tua, menanggapi suatu gejala
atau tanda suatu penyakit dan berusaha mencegah terjadinya penyakit
tersebut berdasarkan persepsi budaya yang berbeda terhadapkesehatan dan
penyakit yang diturunkan dari generasi ke generasi (Musta’in et al., 2020).
Nenek biasanya menyarankan orang tua anak untuk mengerok anaknya saat
kembung atau demam. Anak juga sering kali dikerok sebab orang tua yang
merasa bahwa anaknya masih sakit setelah dibawa kepuskesmas atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
Kerokan anak dilakukan dengan cara yang cukup sederhana. Alat
yangdigunakan biasanya terdiri dari 2-4 buah bawang merah yang dipotong
menjadi dua. Bawang yang sudah dipotong kemudian direndam dalam
minyak kelapa yang dituangkan ke dalam wadah. Setelah direndam, bawang
dapat digunakan untuk garukan oleh anak-anak. Efek setelah garukan pada
anak tidak berbeda dengan efek yang terjadi pada orang dewasa. Bagian
tubuh yang tergores bawang tampak merah. Namun, efek kemerahannya
hilang dalam waktu yang relatif singkat.
Meskipun saat ini telah memasuki era modern dimana ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran berkembang sangat pesat
namun sebagian besar warga masih mempertahankan
pengobatan tradisional sebagai upaya kuratif.Pengobatan
tradisional telah menjadi suatu kebiasaan turun temurun dan
melekat di kehidupan warga Indonesia dalam bidang
kesehatan salah satunya adalah kebiasaan kerokan. Terdapat
berbagai macam alasan warga masih mempertahankan
kerokan sebagai pengobatan tradisional diantaranya adalah faktor
kepercayaan, sosial budaya, faktor ekonomi dan lain sebagainya.
Penulisan ini dilakukan menggunakan metode literature review dan
disusun untuk mengidentifikasi pandangan antropologi kesehatan
terhadap kebiasaan kerokan yang ada di warga . Dari hasil
telaah diketahui bahwa kerokan tidak hanya ada di Indonesia saja
namun terdapat pula di beberapa negara Asia dengan istilah dan
alat yang berbeda pada masing-masing negara. Selain itu
pengobatan tradisional ini dapat membuka peluang lapangan
pekerjaan bagi warga . Sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa kerokan merupakan pengobatan tradisional yang telah
dilakukan oleh warga Indonesia secara turun-temurun.
Kerokan telah umum dilakukan bagi warga dewasa maupun anak-anak. Pengobatan ini
dianggap sebagai pengobatan alternatif untuk mengatasi beberapa penyakit ringan, seperti seperti
flu, pilek, demam, serta sakit kepala.