Tampilkan postingan dengan label Diarea 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Diarea 2. Tampilkan semua postingan

Diarea 2

 






Inappropriate antibiotics prescription for pediatric patients with acute diarrhea is one of the most challenging health 

care problem among countries in the world, including negara kita  . Thus phenomenon will potentially increase the 

health expenditures that, actually, could be avoided in the era of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). The aim of this 

study was to provide the profile of antibiotics utilization and its’ cost among pediatric inpatients with acute diarrhea. 

This prospective observational study was conducted during April-Juli 2015. Patient medical records and billing 

charts were used as the main source of information. If it was needed, confirmation with other health care 

prefessionals was conducted during ward round session. Descriptive analysis was used to provide information 

regarding antibiotics utilization and cost profiles. There were 43 pediatric patients involved in the present study. 

Almost all of patients (93.02%) received antibiotics and the 3rd generation of cephalosporin was the most frequent 

antibiotic given to the patients either as single or combination antibiotics. As much as 45.49% (ranged from 2.13% to 

79.48%) of drug cost was allocated for antibiotics. The average of length of stay in the hospital for pediatric patients 

with non-dysentri diarrhea with or without antibiotics prescription were 4.72 and 2.5 days, consecutively. Antibiotics 

prescription did not decrease the length of hospital stay among pediatric patients with acute diarhea. Therefore, 

antibiotics prescription for pediatric patients with acute diarrhea have to be further considered. Local bacterial 

mapping should be used as a guidance before deciding to prescribe antibiotics to pediatric patients with acute 

diarrhea. 

Kasus kematian anak-anak di dunia 

masih menunjukkan angka yang tinggi, 

khususnya kematian anak di bawah usia lima 

tahun. Diare merupakan pemicu   kematian 

terbesar kedua di dunia setelah pneumonia, 

dengan proporsi kematian untuk anak di bawah

usia lima tahun sebesar 9,00% (United Nations 

Children’s Fund. Levels and trends9

). Di 

negara kita  , walaupun terdapat penurunan angka 

kematian akibat diare, yaitu: dari 8,00% pada 

tahun 2000 menjadi 5,00% pada tahun 2010, 

angka kesakitan diare masih cukup tinggi, 

khususnya pada anak-anak10. Angka kesakitan 

diare semua umur pada tahun 2012 yaitu  214 

per 1000 penduduk, sedangkan angka kesakitan 

pada kelompok balita yaitu  900 per 1000 

balita12

Berdasarkan pemicu  nya, diare dapat 

dibedakan sebagai diare terkait infeksi dan 

non-infeksi. pemicu   diare terkait infeksi 

banyak ditemukan pada anak di bawah usia 5 

tahun. Mikroorganisme pemicu   diare tidak 

selalu bakteri1,4

. Diare persisten memiliki 

kecenderungan disebabkan oleh infeksi bakteri. 

Oleh sebab   itu, antibiotik dapat digunakan 

sebagai terapi lini pertama penanganan kasus 

diare persisten dan bukan pada kasus diare akut 

anak. 

Ironisnya, pemakaian antibiotik secara 

tidak rasional pada diare akut anak masih 

banyak terjadi di berbagai daerah di dunia 

5,12,2,11

. Salah satu pertimbangan yang mendasari 

pemberian antibiotik yaitu  hasil pemeriksaan 

leukosit dan suhu tubuh pasien. Kedua 

parameter ini  juga, umumnya, menjadi 

pertimbangan keputusan pemberian antibiotik 

tunggal maupun kombinasi. Penggunaan 

antibiotik yang tidak rasional, termasuk pada 

terapi kondisi klinis yang seharusnya tidak 

memerlukan antibiotik, dapat memberikan 

beberapa konsekuensi negatif. Selain masalah 

resistensi, salah satu yang perlu diwaspadai 

oleh tenaga kesehatan profesional di era 

implementasi Jaminan Kesehatan Nasional 

(JKN) ini yaitu  risiko peningkatan biaya 

kesehatan14

. Pemberlakuan tarif klaim rawat 

inap berdasarkan negara kita   Case Base Groups

(INA CBG) menuntut pemberian terapi obat 

yang bijak dan bertanggung jawab sebagai 

upaya pencegahan risiko peningkatan biaya 

kesehatan. 

Sampai saat ini belum ditemukan 

penelitian terpublikasi terkait analisis 

penggunaan antibiotik pada kasus diare akut 

anak. Pemberian antibiotik pada pasien anak 

dengan diare akut selama menjalani rawat inap 

dipersepsikan dapat mempercepat pasien pulih 

dari diare dan sebagai konsekuensinya dapat 

memperpendek lama tinggal di rumah sakit. 

Belum ditemukan penelitian di negara kita   yang 

membandingkan lama perawatan antara pasien 

anak diare akut yang mendapatkan antibiotik 

dan tanpa antibiotik selama menjalani 

perawatan di rumah sakit. Ketiadaan bukti 

ilmiah ini  dapat menyebabkan kesalahan 

persepsi terkait peresepan antibiotik semakin 

kuat diyakini yang berdampak pada semakin 

seringnya peresepan antibiotik pada kasus diare 

akut yang belum tentu disebabkan oleh infeksi 

bakteri. Salah satu dampak langsung dari 

penggunaan antibiotik yang dirasakan oleh 

pihak pembayar biaya kesehatan yaitu  

peningkatan biaya. Penelitian ini bertujuan 

untuk memberikan deskripsi profil penggunaan 

dan beban biaya antibiotik pada pasien diare 

akut anak, termasuk membandingkan lama 

rawat inap pasien yang mendapatkan dan tidak 

mendapatkan terapi antibiotik.

METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif 

observasional dan dilakukan secara prospektif 

di bangsal rawat inap anak selama periode 21 

April – 21 Juli 2015. Penelitian dilakukan 

dengan melakukan visite bersama dokter dan 

pencatatan data perkembangan kondisi klinis 

pasien yang terdapat dalam rekam medis 

pasien. Teknik pengambilan sampel dilakukan 

dengan menggunakan metode total sampling, 

yaitu dengan mengambil data seluruh pasien 

rawat inap di paviliun anak rumah sakit yang 

terdiagnosis diare akut dengan atau tanpa 

penyakit penyerta dan berusia ≤ 5 tahun pada 

periode April-Juli 2015. Pasien anak dengan 

penyakit penyerta infeksi lain tidak dilibatkan 

dalam penelitian ini. Data pasien tidak akan 

diperhitungkan dalam analisis apabila selama 

jalannya penelitian kemudian pasien ditemukan 

memenuhi kriteria drop out berikut ini: 1) pasien 

menderita diare persisten, yaitu diare yang 

berlangsung lebih dari 14 hari, 2) pasien pindah 

dari bangsal ke Intensive Care Unit (ICU), dan 3) 

pasien didiagnosis keluar menderita infeksi lain. 

Konfirmasi kepada dokter dan/atau analisis


perubahan parameter pemeriksaan 

laboratorium terkait infeksi (white blood cell, 

suhu, eryhtrocyte sedimentation rate) dilakukan 

setiap kali terjadi perubahan pemberian 

antibiotik. 

Data pasien berikut dicatat dan 

digunakan sebagai bahan dalam melakukan 

analisis: instruksi dokter pada saat visite, 

kondisi pasien, serta data pasien yang meliputi: 

usia, jenis kelamin, intervensi terapi, penyakit 

penyerta, lama perawatan, temperatur tubuh, 

status pasien, derajat dehidrasi, dosis obat, 

jumlah racikan obat, jumlah item racikan obat. 

Hasil analisis dinyatakan dalam bentuk 

persentase atau mean yang disertai dengan 

standard deviasi. Pediatric and Neonatal Dosage 

Handbook edisi (2013) dan MICROMEDEX versi 

2.0 digunakan sebagai pustaka rujukan untuk 

melakukan analisis lebih lanjut terkait ketepatan 

pemberian dosis pasien. Ketidaktepatan dosis 

pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi: 

underdose dan overdose.

Biaya antibiotik dihitung dari data billing 

pasien dengan memperhitungkan cost to charge 

ratio (CCR) untuk merepresentasikan biaya yang 

sesungguhnya tanpa keuntungan. Besarnya 

CCR berdasarkan penelitian terpublikasi 

yaitu  0,28; 0,76; dan 1. Konversi nilai uang 

dengan memperhitungan inflation rate tidak 

dilakukan dalam penelitian ini dengan 

mempertimbangkan periode pengambilan data 

dan proses analisis dilakukan pada tahun yang 

sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat 51 pasien anak dengan 

diagnosis diare akut dengan atau tanpa 

penyakit penyerta. Sebanyak 8 pasien 

dikeluarkan sebagai partisipan sebab   

memenuhi kriteria drop out, sehingga total 

jumlah partisipan yaitu  43 pasien (gambar 1).

Hampir seluruh pasien anak dengan diare akut, 

yaitu: sebanyak 93,02%, mendapatkan 

antibiotik. Pemeriksaan laboratorium berupa 

feses lengkap dilakukan pada 40 pasien, 

sedangkan pemeriksaan kultur feses hanya 

dilakukan pada satu pasien. Dengan kata lain, 

antibiotik dalam penelitian ini diberikan sebagai 

terapi empiris sebab   proses identifikasi 

mikroorganisme pemicu   infeksi yang tidak 

dilakukan. Penggunaan antibiotik sebagai terapi 

pada kasus diare anak perlu mendapat 

perhatian khusus dengan mempertimbangkan 

patogen pemicu   infeksi pada sebagian besar 

kasus diare yaitu  non-bakteri. Beberapa bukti 

penelitian terpublikasi menunjukkan pemicu   

terbanyak diare akut pada anak di berbagai 

daerah di dunia, termasuk negara kita  , yaitu  

rotavirus


Tabel I memaparkan data karakteristik 

pasien anak dengan diagnosis diare akut non￾disentri dan diare akut dengan disentri, baik 

dengan maupun tanpa antibiotik. Berdasarkan 

kelompok usia, terdapat 81,40% pasien pada 

kelompok usia 1 bulan-2 tahun (infant) yang 

menderita diare akut. Jumlah ini  lebih 

besar dibandingkan dengan pasien kelompok 

usia 2-5 tahun (18,60%). Hasil penelitian ini 

serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh 

Mengistie, et al di Ethiopia Timur. Kejadian 

diare pada pasien anak kelompok usia 6-11 

bulan dan 12-23 bulan secara signifikan lebih 

besar dibandingkan dengan pasien kelompok 

usia >35 bulan dengan odds ratio sebesar 2,54 

(95%CI 1,730-3,730; p<0,05) dan 1,83 (95%CI 

1,31-2,56; p<0,05), secara berturut-turut.13 Salah 

satu faktor yang mendasari adanya hubungan 

antara penurunan kejadian diare dan 

peningkatan usia yaitu  faktor imunitas tubuh.

Pada usia lebih dari 2 tahun, anak sudah 

mengalami perkembangan imunitas yang lebih 

baik terhadap paparan patogen sehingga 

kemungkinan untuk menderita diare pada

kelompok ini  lebih rendah3

. Di samping 

faktor imunitas, faktor teknis seperti 

penggantian susu formula yang umumnya


terjadi pada usia 1 bulan-2 tahun, perubahan 

pola pemberian nutrisi menjadi makanan 

padat, pertumbuhan gigi yang menyebabkan 

anak cenderung memasukkan sesuatu ke mulut, 

juga berkontribusi pada peningkatan kasus 

diare pada anak usia 1 bulan-2 tahun.

Rata-rata lama perawatan pasien dalam 

penelitian ini yaitu  4,60 dan 1,46 hari. 

Penelitian terpublikasi yang dilakukan oleh 

Panchal, et al juga menunjukkan rata-rata lama 

perawatan serupa dengan hasil penelitian ini, 

6

. Variasi lama perawatan 

dapat dipengaruhi oleh derajat dehidrasi dan 

terjadinya disentri. Pasien kelompok infant 

dengan derajat dehidrasi ringan-sedang 

memiliki rata-rata lama perawatan 4,79 hari, 

sedangkan pasien tanpa dehidrasi memiliki 

rata-rata dapat lama perawatan 3 hari (tabel II). 

Adanya dehidrasi dapat menyebabkan kondisi 

tubuh anak menjadi lemas yang kemudian 

berpengaruh pada durasi perawatan yang lama. 

Adanya disentri juga berpengaruh terhadap 

lama perawatan dan, umumnya, menjadi 

salah satu faktor pertimbangan utama 

pemberian antibiotik pada pasien. Sebuah 

pedoman terapi juga merekomendasikan 

pemberian antibiotik pada kasus diare yang 

disertai dengan disentri. Pada penelitian ini, 

tidak jarang dijumpai pemberian antibiotik 

pada pasien diare anak non-disentri. 

Hasil penelitian ini menegaskan 

pemberian antibiotik pada kasus non-disentri 

tidak memberikan manfaat lebih bagi pasien.

Rata-rata lama perawatan pada pasien diare 

akut non-disentri dengan dan tanpa terapi

antibiotik yaitu  4,72 hari dan 2,5 hari, secara 

berturut-turut (tabel III). Sebuah penelitian yang 

dilakukan di Nigeria juga mengindikasikan

penggunaan antibiotik pada pasien diare akut 

anak tidak memberikan perbaikan outcome klinis

yang berarti, yang dalam penelitian ini  

dinyatakan dalam jumlah pengurangan lama 

menderita diare. Durasi diare pada pasien 

anak yang menerima dan tidak menerima 

terapi antibiotik, yaitu selama 5,06 ± 3,9 dan

3,59 ± 2,5 hari, secara berturut-turut. Tidak 

didapatkannya manfaat tambahan berarti 

setelah penggunaan antibiotik pada pasien diare 

dapat disebabkan sebab   pemicu   diare yang 

tidak selalu dapat dibunuh oleh antibiotik. 

Beberapa penelitian terpublikasi menunjukkan 

tingginya prevalensi diare yang disebabkan oleh 

virus. Penelitian yang dilakukan di sebuah 

negara berkembang, yaitu Burkina Faso, 

membuktikan patogen pemicu   terbanyak

diare infeksi di negara ini  yaitu  rotavirus 

dan Escherichia coli dengan proporsi sebesar 

30,00% dan 24,00%, secara berturut-turut1

Penelitian mengenai patogen pemicu   diare di 

negara kita   juga mengindikasikan fenomena 

serupa. Soenarto, et al dalam penelitiannya yang 

dilakukan di 6 rumah sakit besar di negara kita  , 

yaitu: RS Muhammad Hussein Palembang, 

RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan

Sadikin Bandung, RS Sardjito Yogyakarta, RS 

Sanglah Denpasar, RS Mataram, menunjukkan 

sebanyak 60,00% dari 2240 spesimen feses anak 

dibawah 5 tahun yang menderita diare 

terinfeksi rotavirus8

. Penelitian lain yang 

dilakukan7 di kota Denpasar pada tahun 2011 

menunjukkan hasil serupa. Dari 656 pasien 

diare rawat inap anak dibawah 5 tahun, 

ditemukan bahwa rotavirus merupakan 

mikroorganisme pemicu   diare terbesar 

dengan prevalensi sebesar 49,80%7

Rata-rata lama perawatan pasien diare 

akut disentri, yang seluruhnya menerima 

antibiotik, yaitu  5 hari (tabel III). Sebanyak 

45,00% pasien mendapatkan kombinasi 2 atau 

lebih antibiotik. Mayoritas antibiotik pada 

penelitian ini diberikan melalui rute intravena.

Perbedaan hasil pemeriksaan leukosit darah 

dan suhu tubuh pasien yang mendapat terapi 

antibiotik dalam bentuk tunggal maupun 

kombinasi dapat dilihat pada tabel IV. 

Golongan antibiotik yang paling sering 

digunakan dalam penelitian ini yaitu  

sefalosporin generasi 3 (69,23%) dengan 

seftriakson sebagai jenis antibiotik yang paling 

sering digunakan baik diberikan secara tunggal 

maupun kombinasi (gambar 2). Dua golongan 

antibiotik lain yang paling sering diresepkan 

pada pasien dalam penelitian ini yaitu : 

nitroimidazol (25,64%) dan karbapenem 

(17,95%). Pasien yang menerima antibiotik 

secara tidak tepat dosis lebih banyak ditemukan 

selama periode penelitian ini, dengan proporsi 

sebesar 62,16%. Hasil temuan penelitian ini 

serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan 

di India menyatakan penggunaan sefalosporsin 

generasi 3 pada diare akut anak yang cukup 

besar yaitu 40,406

. Pemakaian sefalosporin yang 

tidak tepat menjadi faktor risiko penting 

munculnya infeksi oleh patogen resisten, yaitu: 

Clostridium difficile, methicillin-resistant 

Staphylococcus aureus, penicillin-resistant 

pneumococci, ESBL-Klebsiella pneuomonia, dan 

vancomycin-resistant enterococci.

Terdapat 15,38% pasien memperoleh 

antibiotik golongan karbapenem. Jenis 

antibiotik yang digunakan dari golongan ini 

yaitu  meropenem. Karbapenem memiliki 

keistimewaan yang tidak dimiliki oleh setiap 

jenis antibiotik, yaitu aktivitasnya terhadap 

Pseudomonas aeruginosa dan Acinetobacter 

baumannii. Peningkatan penggunaan 

karbapenem untuk kasus infeksi yang 

seharusnya belum memerlukan golongan 

antibiotik ini, termasuk diare akut, akan 

meningkatkan kasus resistensi terhadap 

golongan antibiotik yang dikelompokkan 

sebagai last resort antibiotics ini. Sebagai 

konsekuensi dari resistensi golongan 

karbapenem, antibiotik yang lebih baru dengan 

harga yang lebih mahal dibutuhkan untuk 

menyelamatkan pasien. 

Pada penelitian ini, rata-rata biaya terapi 

untuk semua obat yang harus dikeluarkan 

pasien yang mendapatkan antibiotik yaitu  

sebesar Rp 286.507,35 (rentang biaya Rp 

31.421,60-Rp 1.416.252,60); Rp 857.381,37 

(rentang biaya Rp 85.287,20-Rp 3.844.114,20); 

dan Rp1.024.597,43 (rentang biaya Rp 

112.220,00-Rp 5.058.045,00) dengan 

memperhitungkan CCR 0.28, 0.76, dan 1, secara 

berturut-turut. Rata-rata biaya untuk golongan 

antibiotik antibiotik saja yaitu  sebesar Rp 

130.503,39 (rentang biaya Rp 1.379,00-Rp

1.072.747,20); Rp 354.223,48 (rentang biaya Rp 

3.743,00-Rp 2.911.742,40); dan Rp. 466.082,40 

(rentang biaya Rp. 4.925,00-Rp. 3.831.240,00) 

dengan memperhitungkan CCR 0.28, 0.76, dan 

1, secara berturut-turut. Rata-rata biaya 

perawatan pada pasien tanpa antibiotik dalam 

penelitian ini yaitu  Rp. 329.074,33 (tabel V). 

Proporsi biaya antibiotik terhadap total biaya 

terapi pasien yaitu  45,49%. Hasil penelitian 

ini  serupa dengan penelitian di Nepal, 

dimana antibiotik memberikan kontribusi 

sebesar 52,50% terhadap total biaya perawatan 

pasien diare akut anak. Biaya antibiotik ini  

dapat merupakan beban biaya yang seharusnya 

tidak perlu dikeluarkan pasien mengingat 

pemicu   diare akut kebanyakan yaitu  virus, 

diare bersifat self limiting, dan penyakit diare 

dapat sembuh tanpa terapi antibiotik. 

Peningkatan biaya terapi yang seharusnya tidak 

diperlukan dapat berkontribusi pada 

peningkatan beban yang harus dibayar pasien, 

pihak asuransi swasta, atau oleh Badan 

Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial 

Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang saat ini 

sedang digalakkan di negara kita  . 


Sebagian besar (93,02%) pasien anak 

dengan diare akut dalam penelitian ini 

mendapatkan antibiotik selama menjalani 

perawatan di rumah sakit. Golongan antibiotik 

yang paling sering digunakan dalam penelitian 

ini yaitu  sefalosporin generasi 3 (69,23%) 

dengan seftriakson sebagai jenis antibiotik yang 

paling sering digunakan baik diberikan secara 

tunggal maupun kombinasi. Pemberian 

antibiotik pada kasus diare akut non-disentri 

tidak terbukti dapat memperpendek lama 

perawatan di rumah sakit. Rata-rata lama 

perawatan pada pasien diare akut non disentri 

yang mendapatkan antibiotik yaitu  4-5 hari 

sedangkan pasien tanpa terapi antibiotik yaitu  

2-3 hari. Selain tidak memperpendek lama 

tinggal di rumah sakit, penggunaan antibiotik 

juga berkontribusi cukup besar terhadap total 

biaya terapi pasien. Sebesar 45,49% dari total 

biaya terapi dipergunakan untuk pembiayaan 

antibiotik. Penggunaan antibiotik pada pasien 

dengan diare akut non-disentri perlu 

dipertimbangkan secara lebih mendalam 

dengan mempertimbangkan tidak terdapatnya 

manfaat klinis bagi pasien. Selain itu, 

penggunaan antibiotik pada kasus diare akut 

yang terbukti lebih banyak disebabkan oleh 

virus dapat menyebabkanpeningkatan risiko 

resistensi dan pengeluaran biaya kesehatan 

yang tidak diperlukan. Dampak negatif 

penggunaan antibiotik yang tidak bertanggung 

jawab ini  dapat merugikan bukan hanya 

pasien secara individu tetapi juga rumah sakit 

dan negara secara keseluruhan.Diare3


Peningkatan dan perbaikan usaha   kelangsungan perkembangan dan 

peningkatan kualitas hidup anak merupakan usaha   penting untuk masa depan 

Indonesia yang lebih baik. usaha   kelangsungan perkembangan dan 

peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu 

mulai masa didalam kandungan, bayi, hingga anak-anak 

Anak merupakan generasi penerus bangsa. Awal kokoh atau rapuhnya 

suatu negara dapat dilihat dari kualitas para generasi penerusnya. Kesehatan 

merupakan salah satu faktor utama dan sangat penting dalam pertumbuhan 

dan perkembangan anak. Ketika kondisi kesehatan anak kurang sehat, maka 

akan berdampak pada berbagai hal yang berkaitan dengan pertumbuhan, 

perkembangan, dan terhadap berbagai aktivitas yang akan dilakukannya 

. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah 

kesehatan masyarakat yang utama di negara maju dan berkembang. World 

Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa penyakit infeksi 

merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak 

Penyakit infeksi yang sering di derita yaitu  diare, demam tifoid, 

demam berdarah, infeksi saluran pernapasan atas (influenza, radang amandel, 

radang tenggorokan), radang paru-paru, merupakan penyakit infeksi yang 

harus cepat didiagnosis agar tidak semakin parah. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang mudah menyerang anak, hal ini disebab kan anak belum 

mempunyai sistem imun yang baik 

Menurut WHO dan United Nations Children's Fund (UNICEF), ada 

sekitar dua miliar kasus penyakit diare di seluruh dunia setiap tahunnya, dan 

1,9 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal sebab  diare. Dari semua 

kematian anak akibat diare, 78% terjadi di Afrika Tenggara dan wilayah Asia 

(World Gastroenterology Organisation, 2012)

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal 

atau tidak seperti biasanya yang ditandai dengan peningkatan volume, 

keenceran, serta frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan pada 

neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah . sedang   pengertian diare menurut Zein (2004) diare atau mencret 

didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak berbentuk 

(unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. 

Berdasarkan hasil dari Profil Kesehatan Indonesia (2018) diketahui 

bahwa penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga 

merupakan penyakit yang sering disertai dengan kematian. Pada tahun 2017 

terjadi 21 kali kasus diare yang tersebar di 21 provinsi dengan jumlah 

penderita 1725 orang dan kematian 34 orang (1,97%). sedang   selama 

tahun 2018 Terjadi 10 kali kasus Diare yang tersebar di 8 provinsi, 8 

kabupaten/kota yaitu di Kabupaten Tabanan (Bali) dan Kabupaten Buru 

(Maluku) yang masing-masing terjadi 2 kali kasus dengan jumlah penderita 

756 orang dan kematian 36 orang (4,76%). Bila dilihat per kelompok umurdiare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi 

pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. sedang   menurut jenis kelamin 

prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki 

dan 9,1% pada perempuan.

Hasil riskesdas tahun 2018 menyatakan angka kejadian diare di 

Provinsi Kalimantan Timur yaitu  sebanyak 6,75% kejadian dan 

berdasarkan. Data Profil Kesehatan Dinas Kota Balikpapan pada tahun 2017 

angka kejadian diare di Kota Balikpapan pada tahun 2017 yaitu  sebanyak 

17.478 kasus (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).

Faktor risiko diare dibagi menjadi 3 yaitu faktor karakteristik individu, 

faktor perilaku pencegahan, dan faktor lingkungan. Faktor karakteristik 

individu yaitu umur balita <24 bulan, status gizi balita, dan tingkat pendidikan 

pengasuh balita. Faktor perilaku pencegahan diantaranya, yaitu perilaku 

mencuci tangan sebelum makan, mencuci peralatan makan sebelum 

digunakan, mencuci bahan makanan, mencuci tangan dengan sabun sesudah   

buang air besar, dan kebiasaan memberi makan anak di luar rumah. Faktor 

lingkungan meliputi kepadatan perumahan, ketersediaan sarana air bersih 

(SAB), pemanfaatan SAB, dan kualitas air bersih 

Selama anak diare terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit 

(natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak. 

Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara 

adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan elektrolit, hipokalemia, dan 

hipoglikemia. Diare juga dapat memicu   penurunan asupan makanan yang menyebabkan penurunan berat badan dan berlanjut ke gagal tumbuh. 

Berdasarkan data-data diatas dapat menimbulkan masalah-masalah 

keperawatan yang sering dijumpai pada pasien diare yaitu kekurangan 

volume cairan, gangguan integritas kulit, defidit nutrisi, risiko syok, dan 

ansietas 

Pada penatalaksanaan diare ada beberapa cara yang dapat dilakukan 

salah satunya pada diare tanpa dehidrasi dilakukan rencana terapi A yaitu : 

memberi   cairan banyak dari biasanya, memberi   zinc 10 hari berturut￾turut walaupun diare sudah berhenti, memberi   makanan atau asi eksklusif, 

memberi   antibiotik sesuai dengan indikasi, dan menasehati orang tua.

Selanjutnya pada penatalaksanaan diare dengan dehidrasi sedang 

memberi   terapi B yaitu : memberi   oralit 3 jam pertama, memberi   

minum sedikit tapi sering dan memberi   zinc. Kemudian pada 

penatalaksanan diare dengan dehidrasi berat dapat memberi   terapi C 

yaitu: memberi   cairan intravena, memnerikan oralit, memberi   minum 

sedikit tapi sering dan memberi   zinc selama 10 hari berturut-turut 

(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 

2011).

Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien anak 

dengan diare dapat dilakukan dengan cara diantaranya memantau asupan 

pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan terapi cairan intravena perlu 

pengawasan untuk asupan cairan, kecepatan tetesan harus diatur untuk 

memberi   cairan dengan volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian infus harus dijaga,menganjurkan makan sedikit tapi 

sering pada anak, dan memantau status tanda-tanda vital 

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 13 

Januari 2020 di ruangan Flamboyan C RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo 

Balikpapan didapatkan bahwa jumlah kasus diare sejak bulan Agustus 2019 

hingga Januari 2020 ada   sebanyak 10 kasus dengan rata-rata kasus setiap 

bulannya 1 sampai dengan 2 kasus diare. 

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan studi 

kasus penelitian tentang “ Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan 

Diare Yang Di Rawat Di Rumah Sakit”


Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk 

tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali 

dalam kurun waktu satu hari Diare yaitu  kondisi 

dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, 

bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga 

kali atau lebih) dalam satu hari 

Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan diare yaitu  

suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3 

kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan 

atau tanpa darah dan tanpa lendir.

2. Etiologi

Etiologi pada diare ialah :

a. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan 

dimana merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi 

bakteri, virus, parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri.

b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan 

seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encephalitis 

dan biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.

c. Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap 

karbohidrat seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), 

monosakarida intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi 

protein dan lemak.

d. Faktor Risiko

Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan 

Penyehatan Lingkungan (2011) faktor risiko terjadinya diare yaitu :

1) Faktor perilaku yang meliputi :

a) Tidak memberi   air susu ibu/ASI (ASI eksklusif), memberi   

makanan pendamping/MP, ASI terlalu dini akan mempercepat 

bayi kontak terhadap kuman. 

b) memakai   botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena 

penyakit diare sebab  sangat sulit untuk membersihkan botol susu.

c) Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum 

memberi ASI/makan, sesudah   buang air besar (BAB), dan sesudah   

membersihkan BAB anak.

d) Penyimpanan makanan yang tidak higienis.

2) Faktor lingkungan antara lain:

a) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya 

ketersediaan mandi cuci kakus (MCK).

 secara umum susunan saluran 

pencernaan terdiri dari mulut, faring, esophagus (kerongkongan), lambung, 

usus halus dan usus besar. Fungsi utama system pencernaan yaitu  

menyediakan zat nutrien yang sudah dicerna secara berkesinambungan, 

untuk didistribusikan ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur 

(air, elektrolit, dan zat gizi). Sebelum zat ini diperoleh tubuh makanan harus 

berjalan/bergerak sepanjang saluran pencernaan.



Mulut

Mulut merupakan organ yang pertama dari saluran pencernaan 

yang meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara 

mulut dengan faring, terdiri dari :

1) Vestibulum oris 

Bagian diantara bibir dan pipi di luar, gusi dan gigi bagian 

dalam. Bagian atas dan bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan 

membran mukosa bibir, pipi dan gusi. Pipi membentuk lateral 

vestibulum, disusun oleh M. buksinator ditutupi oleh fasia 

bukofaringealis, berhadapan dengan gigi molar kedua. Bagian atas 

ada   papilla kecil tempat bermuaranya duktus glandula parotis.

Bagian diantara arkus alveolaris, gusi, dan gigi, memiliki atap 

yang dibentuk oleh palatum durum (palatum keras) bagian depan, 

palatum mole (palatum lunak) bagian belakang. Dasar mulut 

sebagian besar dibentuk oleh anterior lidah dan lipatan balik 

membrane mukosa. Sisa lidah pada gusi diatas mandibula. Garis 

tengah lipatan membrane mukosa ada   frenulum lingua yang 

menghubungkan permukaan bawah lidah dengan dasar mulut. Di 

kiri dan kanan frenulum lingua ada   papila kecil bagian 

puncaknya bermuara duktus duktus glandula submandibularis. 

1) Gigi 

Gigi memliki fungsi untuk mengunyah makanan, pemecahan 

partikel besar menjadi partikel kecil yang dapat ditelan tanpa 

menimbulkan tersedak. Proses ini merupakan proses mekanik 

pertama yang dialami makanan pada waktu melalui saluran 

pencernaan dengan tujuan menghancurkan makanan, melicinkan, 

dan membasahi makanan yang kering dengan saliva serta mengaduk 

makan sampai rata.

2) Lidah 

Lidah ada   dalam kavum oris, merupakan susunan otot 

serat lintang yang kasar dilengkapi dengan mukosa. Lidah berperan 

dalam proses mekanisme pencernaan di mulut dengan 

menggerakkan makanan ke segala arah. Bagian-bagian lidah yaitu  

pangkal lidah dan ujung lidah.

b. Faring 

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut 

dengan kerongkongan panjangnya kira kira 12 cm, terbentang tegak 

lurus antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis VI, kebawah 

setinggi tulang rawan krikodea. Faring dibentuk oleh jaringan yang kuat 

(jaringan otot melingkar), organ terpenting didalamnya yaitu  tonsil 

yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit. Untuk 

mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring dan mematikan 

bakteri/mikrorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan 

pernapasan. Faring melanjutkan diri ke esophagus untuk pencernaan 

makan.


c. Esofagus 

Merupakan saluran pencernaan sesudah   mulut dan faring. 

Panjangnya kira kira 25 cm. posisi vertical dimulai dari bagian tengah 

leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada dibelakang trakea. 

Pada bagian dalam di belakang jantung menembus diafragma sampai 

rongga dada. Fundus lambung melewati persimpangan sebelah kiri 

diafragma. Lapisan dinding esophagus dari dalam ke luar meliputi : 

lapisan selaput selaput lendir, lapisan mukosa, lapisan otot melingkar, 

dan lapisan otot memanjang.

d. Lambung 

Merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya antara 

esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen, dibawah diafragma 

bagian depan pankreas dan limpa. Lambung merupakan saluran yang 

dapat mengembang sebab  adanya gerakan peristaltik terutama di daerah 

epigaster. Variasi dari bentuk lambung sesuai dengan jumlah makanan 

yang masuk, adanya gelombang peristaltic tekanan organ lain dan postur 

tubuh. Bagian-bagian dari lambung terdi dari Fundus ventrikuli, Korpus 

ventrikuli, Antrum pylorus, Kurvatura minor, Kurvatura mayor dan 

Ostium kardia.

Fungsi lambung :

1) Secara mekanis : menyimpan, mencampur dengan secret lambung, 

dan mengeluarkan kimus kedalam usus. Pendorogan makanan 

terjadi secara gerakan peristaltic setiap 20 detik.2) Secara kimiawi : bolus dalam lambung akan dicampur dengan 

asam lambung dan enzim-enzim bergantung jenis makanan enzim 

yang dihasilkan antara lain pepsin, HCL, renin, dan lapisan 

lambung.

3) Lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor 

ekstrinsik dari makanan, membentuk zat yang disebut anti-anemik 

yang berguna untuk pertukaran trotrosit yang disimpan dalam hati.

e. Usus halus

Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan yang 

berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum. Panjangnya kira-kira 

6 meter, merupakan saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat 

proses pencernaan dan absorbs pencernaan. Bentuk dan susunannya 

berupa lipatan-lipatan melingkar. Makanan dalam intestinum minor 

dapat masuk sebab  adanya gerakan dan memberi   permukaan yang 

lebih halus. Banyak jonjot-jonjot tempat absorsi dan memperluas 

permukaannya. Pada ujung dan pangkalnya ada   katup. Usus halus 

terdiri dari duodenum, jejunum, ileum.

Fungsi usus halus yaitu menyekresi cairan usus, menerima cairan 

empedu dan pangkreas melalui duktus kholedukus dan duktus 

pankreatikus, mencerna makanan, mengabsorsi air garam dan vitamin, 

protein dalam bentuk asam amino, karbohidrat dalam monoksida, dan 

menggerakan kandungan usus.

f. Usus besar

Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus 

berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5-

1,7 meter dan penampang 5-5cm. Lanjutan dari usus harus yang tersusun 

seperti huruf U terbalik mengelilingi usus halus terbentang dari valvula 

iliosekalis sampai anus.

Lapisan usus besar dari dalam keluar terdiri dari lapisan selaput 

lendir atau (mukosa), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, 

dan lapisan jaringan ikat. Bagian dari usus besar terdiri dari sekum, 

kolon asendens, kolon transversum, kolon desendens dan kolon sigmoid. 

Fungsi usus besar yaitu  sebagi berikut :

1) Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk 

massa yang lembek yang disebut feses.

2) Menyimpan bahan feses.

3) Tempat tinggal bakteri koli.

4. Patofisiologi

Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare di antaranya 

sebab  faktor infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya 

mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan kemudian berkembang 

dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus.

Berikutnya terjadi perubahan dalam kapasitas usus sehingga menyebabkan 

gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan 

elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan menyebabkan

gangguan sistem transpor aktif dalam usus akibatnya sel mukosa 

mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.

Faktor malaborpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi 

yang memicu   tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi 

pergeseran cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat meningkatkan 

rongga usus sehingga terjadi diare. Pada factor makanan dapat terjadi 

apabila toksin yang ada tidak diserap dengan baik sehingga terjadi 

peningkatan dan penurunan peristaltic yang memicu   penurunan 

penyerapan makanan yang kemudian terjadi diare.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis anak diare  yaitu  

sebagai berikut :

a. Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, 

nafsu makan berkurang.

b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang 

disertai wial dan wiata.

c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan sebab  bercampur dengan 

empedu.

d. Anus dan sekitarnya lecet sebab  seringnya difekasi dan tinja menjadi 

lebih asam akibat banyaknya asam laktat.

e. ada   tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit 

menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan 

disertai penurunan berat badan.

f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan daran 

menurun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran 

menurun (apatis,samnolen,spoor,komatus) sebagai akibat hipovokanik.

g. Diueresis berkurang (oliguria sampai anuria).

h. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan 

cepat dan dalam.

sedang   manifestasi klinis  yaitu :

a. Diare Akut

1) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset

2) Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas- gas dalam 

perut, rasa tidak enak, nyeri perut

3) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut

4) Demam 

b. Diare Kronik 

1) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang

2) Penurunan BB dan nafsu makan

3) Demam indikasi terjadi infeksi 

4) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut lemah.

Bentuk Klinis diare dapat dilihat pada tabel berikut :

6. Pemeriksaan Penunjang

 pemeriksaan penunjang

pada diagnos medis diare yaitu  :

a. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, 

Ph dan kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses (colok dubur).

b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan 

keseimbangan asam basa.

c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat.

7. Penatalaksanaan

Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan 

Lingkungan (2011) program lima langkah tuntaskan diare yaitu: 

a. Rehidrasi memakai   Oralit osmolalitas rendah. 

Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium 

klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta 

glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit 

dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk 

mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang 

diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh


sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang 

terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita 

diare.

Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan Oralit 

dengan osmolaritas rendah. Berdasarkan penelitian dengan Oralit 

osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare akan:

a. Mengurangi volume tinja hingga 25% 

b. Mengurangi mual muntah hingga 30%

c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena 

sampai 33%.

Aturan pemberian oralit menurut banyaknya cairan yang hilang, 

derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :

1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%

Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret 

Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret 

Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

2) Dehidrasi ringan bia terjadi penurunan berat badan 2,5%-5%

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kgbb dan 

selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa 

dehidrasi.

3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke 

Puskesmas. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. 

Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih 

besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan 

dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 

1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai 

dengan diare berhenti.

b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 

Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk 

kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan 

menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk 

menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc 

yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap 

sehat. Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk 

kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan 

menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk 

menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc 

yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap 

sehat. 

Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 

30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai 

berikut:

1) Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari

2) Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari

c. Pemberian Makan

memberi   makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke 

atas) penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta 

mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali balita yang terkena 

diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur dan bergizi 

akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan 

meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh sebab  perlu 

diperhatikan:

1) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui 

bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa 

penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih).

2) Dukung ibu untuk memberi   ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-

6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula 

berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif. 

Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan meningkat 

dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan sebab  

ASI memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan

tubuh bayi.

3) Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan. Makanan 

Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan 

sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga 

secara bertahap.


4) sesudah   diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 

2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. 

d. Antibiotik Selektif 

Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah 

atau diare sebab  kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek 

samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional yaitu  timbulnya 

gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik.

e. Nasihat kepada orang tua/pengasuh 

Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara 

pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera 

membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:

1) Buang air besar cair lebih sering

2) Muntah berulang-ulang

3) Mengalami rasa haus yang nyata

4) Makan atau minum sedikit

5) Demam

6) Tinjanya berdarah

7) Tidak membaik dalam 3 hari

Masalah Keperawatan

1. Pengertian Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai 

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang 

dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis 

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, 

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan 

kesehatan 

2. Komponen Masalah Keperawatan

Dalam konsep masalah keperawatan menurut PPNI (2017)

ada   dua komponen utama yaitu masalah (problem) atau label 

diagnosis dan indikator diagnostik. Dalam perumusan masalah 

keperawatan pada dibagi menjadi 3 yaitu aktual, risiko, dan potensial.

Masing-masing komponen diagnosis diuraikan sebagai berikut :

a. Masalah (Problem)

Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang 

menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan 

atau proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas Deskriptor 

atau penjelas dan fokus diagnostik. 

b. Indikator Diagnostik

Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan 

faktor risiko dengan uraian sebagai berikut :


1) Penyebab (Etiology) merupakan faktor-faktor yang 

mempengaruhi perubahan status perubahan status kesehatan. 

Etiologi dapat mencakup empat kategori yaitu : 1) fisiologis, 

biologis atau psikologis; 2) efek samping terapi/tindakan; 3) 

situasional (lingkungan antar personal); dan 4) maturasional.

2) Tanda (sign) dan Gejala (Symptom) . Tanda merupakan data 

objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan 

laboratorium dan prosedur diagnostic, sedang   gejala 

merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis. 

Tanda/ gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :

a) Mayor : tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% untuk 

 validasi diagnosis.

b) Minor : Jika ditemukan dapat mendukung penegakkan 

diagnosia.

c. Faktor Yang Berhubungan

Faktor yang berhubungan atau kondisi klinis yang terkait 

atau penyebab pada masalah keperawatan merupakan faktor-faktor 

yang mempengaruhi perubahan status kesehatan yang mencakup 

empat kategori yaitu : a. fisiologis, biologis, psikologis; b. efek 

terapi atau tindakan; c. situasional (lingkungan atau personal); d. 

maturasional



Masalah Keperawatan Pada Klien Diare

Konsep masalah keperawatan meliputi definisi, kriteria masalah, 

dan faktor yang berhubungan, berikut ini merupakan penjelasan dari 

masalah - masalah keperawatan pada penyakit diare :

a. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

1) Definisi

Gangguan pertukaran gas yaitu  kelebihan atau kekurangan 

oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran 

alveolus-kapiler

2) Penyebab

Ketidakseimbangan ventliasi-perfusi

3) Kriteria Mayor dan Minor

Kriteria Mayor :

a) Subjektif : Dispnea

b) Objektif : 

(1) Penurunan/Peningkatan PCO2

(2) PO2 menurun

(3) Takikardia

(4) pH arteri meningkat/menurun

(5) Bunyi napas tambahan

Kriteria Minor :

a) Subjektif : 

(1) Pusing



(2) Penglihatan Kabur

b) Objektif :

(1) Sianosis

(2) Diaforesis

(3) Gelisah

(4) Napas Cuping Hidung

(5) Pola napas abnormal

(6) Warna kulit abnormal

(7) Kesadaran Menurun

b. Diare (D.0020)

1) Pengertian

Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dan 

tidak berbentuk

2) Penyebab

a. Fisiologis : Proses infeksi

b. Psikologis : Kecemasan, dan tingkat stress tinggi

c. Situasional :Terpapar kontaminan, terpapar toksin, 

penyalahgunaan laksatif, penyalahgunaan zat, program 

pengobatan (mis: agen tiroid, analgesik, pelunak feses, 

ferosulfat, antasida, cimetidine dan antibiotik), perubahan air, 

makanan dan bakteri pada air

3) Kriteria Mayor dan Kriteria Minor


Kriteria Mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif :

(1) Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam

(2) Feses lembek atau cair

Kriteria Minor :

a) Subjektif : 

(1) Urgency

(2) Nyeri/ kram abdomen

b) Objektif :

(1) Frekuensi peristaltic meningkat

(2) Bising usus hiperaktif

c. Hipovolemia (D.0023)

1) Pengertian

Hipovolemi merupakan penurunan volume cairan 

intravaskuler, interstisiel dan /atau intraseluler.

2) Penyebab

a) Kehilangan cairan aktif

b) Kekurangan intake cairan

3) Kriteria Mayor dan Minor

Kriteria Mayor

a) Subjektif: -


b) Objektif :

(1) Frekuensi nadi meningkat

(2) Nadi teraba lemah

(3) Tekanan darah menurun

(4) Tekanan nadi menyempit

(5) Turgor kulit menurun

(6) Membran mukosa kering

(7) Volume urin menurun

(8) Hematokrit meningkat

Kriteria Minor :

a) Subjektif :

(1) Merasa lemah

(2) Merasa haus

b) Objektif :

(1) Pengisian vena menurun

(2) Status mental berubah

(3) Suhu tubuh meningkat

(4) Konsentrasi urin meningkat

(5) Berat badan turun tiba-tiba

d. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)

1) Pengertian

Gangguan integritas kulit merupakan kerusakan kulit (dermis 

dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau 

ligamen)

2) Penyebab

a) Perubahan sirkulasi 

b) Penurunan mobilitas

c) Faktor mekanis (gesekan) 

d) Kurang terpapar informasi tentang usaha   mempertahankan/

melindungi integritas jaringan

3) Kriteria Mayor dan Minor

Kriteria Mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif :

(1) Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit

Kriteria Minor :

a) Subjektif : -

b) Objektif :

(1) Nyeri

(2) Perdarahan

(3) Kemerahan 

(4) Hematoma

e. Defisit Nutrisi (D.0019)

1) Pengertian 

Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk 

memenuhi kebutuhan metabolisme.

2) Penyebab

a) Kurangnya asupan makanan

b) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien

c) Faktor psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan)

3) Kriteria Mayor dan Minor

Kriteria Mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif :

(1)Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang 

ideal

Kriteria Minor :

a) Subjektif :

(1) Cepat kenyang sesudah   makan

(2) Kram/nyeri abdomen

(3) Nafsu makan menurun

b) Objektif :

(1) Bising usus hiperaktif

(2) Otot pengunyah lemah

(3) Otot menelan lemah


Membrane mukosa pucat

(5) Sariawan

(6) Serum albumin turun

(7) Rambut rontok berlebihan

(8) Diare

f. Risiko Syok (D.0039)

1) Pengertian

Risiko syok merupakan risiko untuk mengalami 

ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat 

memicu   disfungsi seluler yang mengancam jiwa.

2) Faktor Risiko

a) Hipotensi

b) Kekurangan volume cairan

g. Ansietas (D.0080)

1) Pengertian 

Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman 

subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik 

akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu 

melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

2) Penyebab

a) Ancaman terhadap kondisi diri

b) Hubungan orangtua-anak tidak memuaskan

c) Terpapar bahaya lingkungan (mis: toksin, polutan dan lain￾lain)

d) Kurang terpapar informasi

3) Kriteria Mayor dan Minor

Kriteria Mayor

a) Subjektif :

(1) Merasa bingung

(2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang 

dihadapi

(3) Sulit berkonsentrasi

b) Objektif :

(1) Tampak gelisah

(2) Tampak tegang

(3) Sulit tidur

Kriteria Minor :

a) Subjektif :

(1) Mengeluh pusing

(2) Anoreksia

(3) Palpitasi 

(4) Merasa tidak berdaya

b) Objektif :

(1) Frekuensi napas meningkat


(2) Frekuensi nadi meningkat

(3) Tekanan darah meningkat

(4) Diaforesisi

(5) Tremor

(6) Muka tampak pucat

(7) Suara bergetar

(8) Kontak mata buruk

(9) Sering berkemih

(10)Berorientasi pada masa lalu

C. Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Diare

Dalam proses keperawatan, asuhan keperawatan dibagi menjadi 5 

tahap yaitu: 

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan yaitu  tahap awal dari proses 

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam 

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan 

mengidentifikasi status kesehatan klien.

Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam 

memberi   asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi 

yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa

keperawatan dan dalam memberi   asuhan keperawatan sesuai dengan 

respon individu 

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai 

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang 

dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa 

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, 

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. 

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus diare menurut sebagai berikut :

a. Gangguan pertukaran gas 

b. Diare 

c. Hipovolemi

d. Gangguan integritas kulit 

e. Defisit nutrisi

f. Risiko syok

g. Ansietas

3. Intervensi Keperawatan 

Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan yaitu  segala 

treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada 

pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang 

diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit 

diare yaitu  sebagai berikut :a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler.

1) Tujuan : sesudah   dilakukan intervensi keperawatan diharapkan 

pertukaran gas pasien meningkat dengan kriteria hasil :

a) Pola nafas membaik

b) Warna kulit membaik

c) Sianosis membaik

d) Takikardia membaik

2) Intervensi

Obsevasi

a) Monitor frekuensi,irama,dan kedalaman usaha   nafas

b) Monitor pola nafas

c) Monitor saturasi oksigen

d) Monitor nilai analisa gas darah

Terapeutik

a) Dokumentasikan hasil pemantauan

 Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian obat 

b. Diare b.d fisiologis ( proses infeksi )

1) Tujuan : sesudah   dilakukan intervensi keperawatan diharapkan 

eliminasi fekal pasien membaik dengan kriteria hasil :

a) Konsistensi feses meningkat

b) Frekuensi defekasi/bab meningkat

c) Peristaltik usus meningkat

d) Kontrol pengeluaran feses meningkat

e) Nyeri abdomen menurun

2) Intervensi

Observasi

a) Identifiksi penyebab diare

b) Identifikasi riwayat pemberian makan

c) Identifikasi gejala invaginasi

d) Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja

e) Monitor jumlah pengeluaran diare

Terapeutik

a) Berikan asupan cairan oral (oralit)

b) Pasang jalur intravena

c) Berikan cairan intravena

d) Ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap

e) Ambil sample feses untuk kultur, jik perlu.

Edukasi

a) Anjurkan manghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan 

mengandung laktosa

b) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

b) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas

c. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif

1) Tujuan : sesudah   dilakukan intervensi keperawatan diharapkan 

 status cairan pasien membaik dengan kriteria hasil :

a) Turgor kulit membaik

b) Frekuensi nadi membaik

c) Tekanan darah membaik

d) Membrane mukosa membaik

e) Intake cairan membaik

f) Output urine meningkat

2) Intervensi

Obsevasi

a) Periksa tanda dan gejala hypovolemia ( missal frekuensi 

nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, 

tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane 

mukosa kering, volume urin menurun,haus,lemah).

b) Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

a) Hitung kebutuhan cairan

b) Berikan asupan cairan oral

Edukasi

a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

b) Anjurkan menghidari posisi mendadak

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian cairan isotonis (Nacl.RL)

b) Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kg bb 

untuk anak.

d. Gangguan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering

1) Tujuan : sesudah   dilakukan intervensi keperawatan 

diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat dengan 

kriteria hasil :

a) Kerusakan lapisan kulit menurun

b) Nyeri menurun

c) Kemerahan menurun

d) Tekstur membaik

2)Intervensi

 Observasi

a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik

a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

b) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama 

periode diare

c) Gunakan petroleum berbahan petroleum atau minyak pada 

kulit kering

Edukasi

a) Anjurkan memakai   pelembab

b) Anjurkan minum air yang cukup

c) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

d) Anjurkan mandi dan memakai   sabun secukupnya

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian obat topical

e. Defisit nutrisi b.d penurunan intake makanan

1) Tujuan : sesudah   dilakukan intervensi keperawatan diharapkan 

status nutrisi pasien membaik dengan kriteria hasil :

a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

b) Diare menurun

c) Frekuensi makan membaik

d) Nafsu makan membaik

e) Bising usus membaik

2) Intervensi

 Observasi

a) Identifikasi status nutrisi

b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

c) Identifikasi makanan yang disukai


d) Identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi

e) Monitor asupan makanan

f) Monitor berat badan

g) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

 Terapeutik

a) Berikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

b) Berikan makanan tinggi kalori dan protein

 Edukasi

a) Anjurkan diet yang diprogramkan

 Kolaborasi

a) Kolaborasi dengn ahli gizi untuk menetukan jumlh kalori 

dan jenis nutsisi yang dibutuhkan jika perlu.

b) Kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu

f. Risiko Syok 

1) Tujuan : sesudah   dilakukan intervensi keperawatan diharapkan 

tingkat syok pasien menurun dengan kriteria hasil :

a) Kekuatan nadi meningkat

b) Output urine meningkat

c) Frekuensi nafas membaik

d) Tingkat kesadaran meningkat

e) Tekanan darah sistolik,diastolic membaik


2) Intervensi

Observasi

a) Monitor status kardiopulmonal

b) Monitor frekuensi nafas 

c) Monitor status oksigenasi

d) Monitor status cairan

e) Monitor tingkat kesdaran dan respon pupil

f) Monitor jumlah,warna,dan berat jenis urine

Terapeutik

a) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen 

>94%

b) Pasang jalur IV, jika perlu

Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

b) Jelaskan penyebab/factor risiko syok

c) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

g. Ansietas b.d perubahan status kesehatan

1) Tujuan : sesudah   dilakukan intervensi keperawatan diharapkan 

tingkat ansietas pasien menurun dengan kriteria hasil :

a) Perilaku gelisah menurun

b) Perilaku tegang menurun

c) Frekuensi pernapasan menurun

d) Pucat menurun

e) Kontak mata membaik

2) Intervensi

Obsevasi

a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

b) Monitor tanda-tanda ansietas

Terapeutik

a) Ciptakan suasana terapeutik untuk mengurangi kecemasan

b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan

c) Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan

d) Gunakan nada suara lemah lembut dengan irama lambat 

Edukasi

a) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

b) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu 

4.Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan yaitu  realisasi rencana tindakan untuk mencapai 

tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi 

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Faktor-faktor 

yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain:

a. Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.

b. Kemampuan menilai data baru.

c. Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan.

d. Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.

e. Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan.

f. Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta 

efektivitas tindakan.

5.Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses 

keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang 

telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan 

mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan 

keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian 

yaitu  tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu 

berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, 

psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik (

D. Konsep Keperawatan pada Anak

konsep dasar keperawatan anak 

yaitu  sebagai berikut:

1. Paradigma Keperawatan Anak

Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir 

dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir ini  

terdiri dari empat komponen, diantaranya manusia dalam hal ini anak, 

keperawatan, sehat-sakit dan lingkungan.

a. Manusia (anak)

Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) yaitu  

anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 

(delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan 

khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Anak 

merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan 

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses 

berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping 

dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin 

pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif 

adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak 

bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami 

perkembangan seiring bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah 

terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar.

Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang 

terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. sedang   

respons emosi terhadap penyakit bervariasi tergantung pada usia dan 

pencapaian tugas perkembangan anak, seperti pada bayi saat perpisahan dengan orang tua maka responsnya akan menangis, berteriak, menarik diri 

dan menyerah pada situasi yaitu diam.

Dalam memberi   pelayanan keperawatan anak selalu 

diutamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih 

dalam proses kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa sebab  

struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga 

aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa 

mempunyai perbedaan dalam hal fungsi tubuh dimana orang dewasa 

cenderung sudah mencapai kematangan. Kemampuan berpikir anak 

dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa sudah matang 

sedang   anak masih dalam proses perkembangan. Demikian pula dalam 

hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak 

cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung 

maka akan berdampak pada tumbuh kembang anak sedang   pada 

dewasa cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan 

matang.

b. Sehat-sakit

Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan 

bantuan pelayanan keperawatan pada anak yaitu  suatu kondisi anak 

berada dalam status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal, 

sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam 

menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu. 

Selama dalam batas rentang ini  anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti apabila anak dalam 

rentang sehat maka usaha   perawat untuk meningkatkan derajat kesehatan 

sampai mencapai taraf kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual. 

Demikian sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis atau 

meninggal maka perawat selalu memberi   bantuan dan dukungan pada 

keluarga. Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan suatu keadaan 

yang sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari 

penyakit dan kelemahan.

c. Lingkungan 

Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud 

yaitu  lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam 

perubahan status kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir 

dengan kelainan bawaan maka di kemudian hari akan terjadi perubahan 

status kesehatan yang cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal 

seperti gizi buruk, peran orang tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat 

akan mempengaruhi status kesehatan anak.

d. Keperawatan

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang 

diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan 

secara optimal dengan melibatkan keluarga. usaha   ini  dapat tercapai 

dengan keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga 

merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif 

dan keluarga sangat berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat penting 

dalam perlindungan anak Peran lainnya yaitu  mempertahankan 

kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak 

dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak yang lebih 

baik, melalui interaksi ini  dalam terwujud kesejahteraan anak. 

2. Batasan Usia Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 

tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak yaitu  seseorang yang 

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam 

kandungan. sedang   menurut definisi WHO, batasan usia anak yaitu  

sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun 

3. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Menurut  pertumbuhan ialah bertambahnya jumlah dan 

besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur. 

sedang   perkembangan ialah sebagai bertambahnya struktur dan fungsi 

tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, 

bicara dan Bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian. 

4. Prinsip Keperawatan Anak

Dalam memberi   asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda 

dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan yang 

diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan usia anak serta pertumbuhan 

dan perkembangan sebab  perawatan yang tidak optimal akan berdampak 

tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri. Perawat harus memahami dan mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan 

asuhan keperawatan anak, dimana prinsip ini  terdiri dari 

:

a. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik, 

artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja 

melainkan sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan 

dan perkembangan menuju proses kematangan.

b. Anak yaitu  sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai 

tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki 

berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh 

kembang. 

c. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, tidur 

dan lain-lain, sedang   kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang 

akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya. 

d. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada usaha   pencegahan penyakit 

dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan 

angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak yaitu  penerus 

generasi bangsa. 

e. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada

kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara 

komprehensif dalam memberi   asuhan keperawatan anak. Dalam 

mensejahterakan anak maka keperawatan selalu mengutamakan kepentingan anak dan usaha  nya tidak terlepas dari peran keluarga 

sehingga selalu melibatkan keluarga. 

f. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga 

untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan 

kesejahteraan hidup, dengan memakai   proses keperawatan yang 

sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).

g. Tujuan keperawatan anak dan keluarga yaitu  untuk meningkatkan 

maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai 

makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan 

masyarakat. usaha   kematangan anak yaitu  dengan selalu memperhatikan 

lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal dimana 

kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.

5. Peran Perawat Anak

Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak 

dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam 

memberi   pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain, 

dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan masalah yang 

berkaitan dengan perawatan anak. Perawat merupakan salah satu anggota tim 

kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting 

seorang perawat, meliputi 

a. Sebagai pendidik. Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung 

dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun 

secara tidak langsung dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap 

pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian dasar penyakit anaknya, 

perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk 

persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat dirubah oleh perawat 

melalui pendidikan kesehatan yaitu  pengetahuan, keterampilan serta 

sikap keluarga dalam hal kesehatan khususnya perawatan anak sakit.

b. Sebagai konselor. Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai 

kebutuhan psikologis berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai 

konselor, perawat dapat memberi   konseling keperawatan ketika anak 

dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan 

konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan cara mendengarkan 

segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara fisik maka perawat 

dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang 

masalah anak dan keluarganya dan membantu mencarikan alternatif 

pemecahannya.

c. Melakukan koordinasi atau kolaborasi. Dengan pendekatan interdisiplin, 

perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan anggota tim 

kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya asuhan yang holistik dan 

komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator 

pelayanan kesehatan sebab  24 jam berada di samping pasien. Keluarga 

yaitu  mitra perawat, oleh sebab  itu kerjasama dengan keluarga juga harus 

terbina dengan baik tidak hanya saat perawat membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan seluruh rangkaian proses perawatan anak harus 

melibatkan keluarga secara aktif.

d. Sebagai pembuat keputusan etik. Perawat dituntut untuk dapat berperan 

sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal 

yang diyakini dengan penekanan pada hak pasien untuk mendapat otonomi, 

menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan 

keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat juga harus 

terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat 

kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh para 

pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang bertujuan untuk 

meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang paling mengerti tentang 

pelayanan keperawatan anak. Oleh sebab  itu perawat harus dapat 

meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan 

pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi dampak terhadap 

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak. 

e. Sebagai peneliti. Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan 

penuh dalam usaha   menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang 

harus diteliti, melaksanakan penelitian langsung dan memakai   hasil 

penelitian kesehatan/keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan 

kualitas praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada peran ini diperlukan 

kemampuan berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada dalam 

layanan asuhan keperawatan anak sehari-hari dan menelusuri penelitian 

yang telah dilakukan serta memakai   literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu, 

perawat harus dapat melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk 

meningkatkan kualitas praktik keperawatan anak.

6. Pengertian Hospitalisasi

yang dimaksud dengan hospitalisasi 

yaitu  masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien dengan berbagai 

alasan seperti pemeriksaan diagnostik, prosedur operasi, perawatan medis, 

pemberian obat dan menstabilkan atau pemantauan kondisi tubuh.

Hospitalisasi ini merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak 

sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini (hospitalisasi) terjadi sebab  

anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu 

rumah sakit, sehingga kondisi ini  menjadi stressor baik terhadap anak 

maupun orang tua dan keluarga, perubahan kondisi ini merupakan masalah 

besar yang menimbulkan ketakutan, kecemasan bagi anak yang dapat 

menyebabkan perubahan fisiologis dan psikologis pada anak jika anak tidak 

mampu beradaptasi terhadap perubahan ini .

7. Dampak Hospitalisasi

Dampak hospitalisasi pada anak meliputi respon fisiologis yang dapat 

muncul meliputi seperti perubahan pada sistem kardiovaskuler seperti 

palpitasi, denyut jantung meningkat, perubahan pola napas yang semakin 

cepat, selain itu, kondisi hospitalisasi dapat juga menyebabkan nafsu makan 

menurun, gugup, pusing, tremor, hingga insomnia, keluar keringat dingin dan 

wajah menjadi kemerahan. Perubahan perilaku juga dapat terjadi, seperti gelisah, anak rewel, 

mudah terkejut, menangis, berontak, menghindar hingga menarik diri, tidak 

sabar, tegang, dan waspada terhadap lingkungan. Hal-hal ini  membuat 

anak tidak nyaman serta mengganggu proses perawatan dan pengobatan pada 

anak. Hospitalisasi juga berdampak pada perkembangan anak. Hal ini 

bergantung pada faktor- faktor yang saling berhubungan seperti sifat anak, 

keadaan perawatan dan keluarga.

Perawatan anak yang berkualitas tinggi dapat mempengaruhi 

perkembangan intelektual anak dengan baik terutama pada anak-anak yang 

kurang beruntung yang mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Anak 

yang sakit dan dirawat akan mengalami kecemasan dan ketakutan. Dampak 

jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang tidak segera ditangani akan 

membuat anak melakukan penolakan terhadap tindakan perawatan dan 

pengobatan yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap lamanya hari 

rawat, memperberat kondisi anak dan bahkan dapat menyebabkan kematian 

pada anak.

Dampak jangka panjang dari anak sakit dan dirawat yang tidak segera 

ditangani akan menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca yang 

buruk, memiliki gangguan Bahasa dan perkembangan kognitif, menurunnya 

kemampuan intelektual dan social serta fungsi imun 

Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan proses hospitalisasi sesuai 

dengan tahapan perkembangan anak  ialah :

a. tahap   lahir sampai 12 bulan

Bayi pada usia ini biasanya mengembangkan banyak keterampilan 

baru. Berada di rumah sakit kadang-kadang tidak memungkinkan mereka 

untuk berlatih keterampilan ini. Keterampilan ini mungkin termasuk 

bergulir, duduk, merangkak dan berjalan. Anak pada usia ini dapat menjadi 

kelompok usia yang paling menantang untuk mempersiapkan operasi 

sebab  pemahaman mereka yang terbatas dan penggunaan bahasa. 

Anak pada usia ini juga paling sensitif terhadap lingkungan mereka 

seperti nada suara, sentuhan dan gerakan tiba-tiba. Ketakutan terbesar bagi 

anak usia ini yaitu  terpisah dari orangtua mereka. Kehadiran dan ikatan 

waktu orangtua menjadi bagian paling penting dari rumah sakit untuk 

proses hospitalisasi anak.

Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau 

cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya. Reaksi 

yang sering muncul pada anak usia ini yaitu  menangis keras, marah, 

ekspresi wajah yang tidak menyenangkan, dan banyak melakukan gerakan 

sebagain sikap stranger anxiety.

b. tahap   2 sampai 24 bulan

Anak-anak pada usia ini juga mulai mengembangkan kemampuan 

kepercayaan mereka. Pengembangan kepercayaan bisa terganggu atau 

sulit di rumah sakit sebab  ada banyak orang yang terlibat dengan 

perawatan anak. Hal ini  bisa menimbulkan stres pada anak. Stres 

juga diakibatkan sebab  anak mulai menyadari bahwa ia berada jauh dari keluarga. Anak pada usia ini sering takut pada orang asing dan tidak 

sepenuhnya memahami mengapa mereka berada di rumah sakit.

Respons perilaku anak pada usia ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu 

tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, 

respons yang ditunjukkan yaitu  menangis kuat, menjerit memanggil 

orangtua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Sementara itu, 

pada tahap putus asa, anak sudah bisa mengontrol tangisannya, menjadi 

kurang aktif daripada sebelumnya, kurang menunjukkan minat untuk 

makan dan bermain, terlihat sedihm dan apatis. Anak mulai secara samar 

menerima perpisahan ketika mencapai tahap pengingkaran. Selain itu, 

pada tahap terakhir ini, anak juga mulai membina hubungan secara 

dangkal dan mulai terlihat menyukai lingkungan barunya 

c. tahap   2 sampai 5 tahun

Perawatan anak pada usia ini membuat anak mengalami stress 

sebab  merasa berada jauh dari rumah dan kehilangan rutinitas yang 

familiar. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia ini 

yaitu  dengan menolak makan, menolak perawatan yang dilakukan, 

menangis perlahan, dan tidak kooperawatif terhadap perawat.

Sebagian besar anak-anak dalam kelompok usia ini siap untuk 

mandiri dan ingin membuat pilihan. Usia ini juga yaitu  usia dimana 

imajinasi dan pemikiran berjalan liar sehingga menyebabkan ketakutan 

dan mimpi buruk. Anak-anak mungkin takut mereka akan terluka oleh prosedur rumah sakit. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul sebab  

menganggap tindakan dan prosedur perawatan mengancam integritas 

tubuhnya. Selain itu, anak-anak mungkin percaya bahwa mereka 

melakukan sesuatu yang salah dan itulah sebabnya mereka berada di 

rumah sakit. Perawatan dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak 

akan merasa malu, bersalah dan takut. Anak-anak pada usia ini juga lebih 

sering bertanya sebab  mereka mungkin tahu lebih banyak tentang tubuh 

mereka, tetapi pemahaman mereka masih terbatas.

d. tahap   5 sampai 12 tahun

Proses hospitalisasi memaksa anak berpisah dengan lingkungan 

yang dicintainya, yakni keluarga dan sekolah (teman-teman). Hal ini  

sangat berpotensi membuat anak menjadi stress. Adanya pembatasan 

aktivitas akibat proses hospitalisasi membuat anak kehilangan kontrol diri. 

Hal ini berdampak pada perubahan peran dalam keluarga dan kelompok 

sosialnya, perasaan takut terhadap kematian, serta adanya kelemahan fisik. 

Anak usia sekolah ingin menjadi sangat mandiri dari orangtua 

mereka. Proses sosialisasi dan hubungan teman sebaya menjadi lebih 

penting selama usia ini. Anak-anak dalam kelompok usia ini sangat 

menyadari perubahan tubuh serta penampilan fisik. Mereka sangat sensitif 

terhadap pemeriksaan tubuh dan mungkin merasa malu, memberi anak￾anak dalam kelompok usia ini privasi mereka selama ini akan menjadi hal 

yang penting untuk dilakukan.



e. tahap   12 tahun ke atas

Ketika di rumah sakit, remaja akan merasa seolah-olah telah 

kehilangan kontrol penuh dan hidup mereka telah ditahan. Mereka akan 

merasa seperti telah terputus dari rutinitas normal dan dari teman-teman 

serta keluarga. Penting bagi pengunjung untuk melakukan besuk pada saat 

yang tepat. Orangtua diharapkan mendorong remaja untuk membuat 

keputusan dan megajukan pertanyaan tentang kondisi atau prosedur 

perawatan yang akan dijalani oleh mereka. Anak pada usia remaja juga 

perlu dilibatkan dalam semua percakapan yang dibuat oleh tim medis. 

Selain itu, orangtua juga harus memberi mereka kesempatan sering 

membahas apa yang terjadi dan untuk mengekspresikan kekhawatiran 

yang mungkin mereka miliki. 

Kecemasan yang timbul akibat proses hospitalisasi pada anak usia 

remaja disebabkan adanya perpisahan dengan teman sebaya dan hilangnya 

privasi diri. Anak pada usia remaja juga menunjukkan reaksi aktif pada 

pembatasa n aktivitas dengan menolak perawatan yang dilakukan dan 

tidak kooperatif dengan petugas kesehatan. Anak juga menarik diri dari 

keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan (isolasi).


A. Pendekatan/Desain Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu  deskriptif dalam bentuk literatur review untuk 

mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien anak dengan diare. 

Pendekatan yang digunakan yaitu  pendekatan asuhan keperawatan yang 

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan 

evaluasi.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam literatur review asuhan

keperawatan yaitu  dua klien anak dengan kasus diare yang akan di review secara 

rinci dan mendalam. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu  sebagai 

berikut:

1. Subyek anak terdiri dari 2 (dua) orang anak baik laki-laki maupun perempuan 

2. Anak dengan diagnosa medis Diare. 

3. Anak yang berusia 1 bulan s/d 14 tahun.

C. Batasan Istilah (Definisi Operasional)

Definisi Operasional yaitu  batasan penelitian yang dirumuskan dengan 

tidak menimbulkan perbedaan pengertian antar perorang dan agar orang lain dapat 

mengulangi penelitian ini . Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi komunikasi dan replikasi (Nursalam, 2008). Definisi 

operasioanal dalam penelitian ini yaitu  sebagai berikut :

1. Diare

Definisi operasional penelitin ini yaitu  suatu keadaan dimana terjadi 

pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan 

konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah dan tanpa 

lendir, yang dapat diketahui dari diagnosa dokter berdasarkan rekam medik 

pasien. Penatalaksanaan diare dapat dilakukan dengan memakai   rencana 

terapi A yaitu memberi   cairan banyak dari biasanya, memberi   zinc 

selama 10 hari, memberi   makanan atau asi eksklusif, memberi   

antibiotik sesuai dengan indikasi, dan menasehati orang tua, terapi B yaitu 

memberi   oralit 3 jam pertama, memberi   minum sedikit tapi sering dan 

memberi   zinc, terapi C pada penatalaksanan diare yaitu memberi   cairan 

intravena, memberi   oralit, memberi   minum sedikit tapi sering dan 

memberi   zinc selama 10 hari berturut-turut.

2. Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare

Asuhan Keperawatan klien anak dengan diare merupakan suatu proses 

tindakan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat yang diberikan 

secara langsung kepada pasien dalam tatanan pelayanan kesehatan dengan 

proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, 

intervensi, implementasi, dan evaluasi untuk mengatasi masalah klien anak 

dengan diare.

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian pada kasus ini yaitu klien 1 di ruang rawat inap 

puskesmas Puuwatu pada tanggal 25 Juni 2018 , dan lokasi penelitian klien 

2 di RSI Siti Khadijah Palembang pada tanggal 20 Januari 2017.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut :

1. Penelitian berupa studi kasus dengan metode literatur review yang diawali

dengan identifikasi laporan asuhan keperawatan terdahulu maupun melalui 

media internet.

2. Kasus yang telah diperoleh dikonsultasikan ke pembimbing

3. sesudah   kasus disetujui kemudian mahasiswa membuat review kasus dari 

kedua subjek.

E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pada sub bab ini dijelaskan bahwa metode pengumpulan data yang 

digunakan pada penelitain ini yaitu  literature review, dengan melakukan 

identifikasi laporan asuhan keperawatan melalui media internet kemudian 

mengulas kasus dari kedua subyek.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Alat atau instrument pengumpulan data memakai   format asuhan 

keperawatan pada anak sesuai ketentuan yang berlaku.

F. Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksud untuk membuktikan kualitas data atau informasi 

yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas 

tinggi. Disamping integritas peneliti (sebab  peneliti menjadi instrument utama), 

keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara peneliti melakukan 

Asuhan Keperawatan secara koheren dan komprehensif, peneliti juga 

memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan, sumber informasi tambahan 

memakai   triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat dan 

keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan 

data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan dengan cara 

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan 

selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan 

dengan cara menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari 

hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan 

masalah penelitian. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti 

dan studi dokumentasi yang memakai   data untuk selanjutnya 

diinterpretasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang sudah ada sebagai bahan 

untuk memberi   rekomendasi dalam intervensi ini .


Pada bab ini akan diuraikan hasil literatur review asuhan keperawatan pada 

klien anak dengan diare di dilokasi yang berbeda dengan judul asuhan keperawatan 

pada klien anak pasien diare di ruang rawat nginap di puskesmas Puuwatu tahun 

2018 oleh Esmi Sinaga dan asuhan keperawatan pada klien anak dengan kasus diare 

pada di ruang madinah RSI Siti Khadijah Palembang tahun 2017 oleh Andi 

Fatmawati. Adapun hasil penelitiannya diuraikan sebagai berikut:

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 lokasi yang berbeda. Klien 1 

dilakukan di puskesmas Puuwatu, sedang   klien 2 dilakukan penelitian di 

Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang berlokasi di Jl. Demang Lebar 

Daun Pakjo Palembang. Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang ini 

mulai operasional secara definitif pada tanggal 28 Februari 1980. Tipe 

Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang ini bertipe C dengan kapasitas 

218 tempat tidur, dengan luas tanah 81879 m2 dan luas halamannya sebesar 

69.050 m2.



Berdasarkan tabel diatas didapatkan data pengkajian pada Klien 1 

dan Klien 2 dirawat dengan diagnosa medis diare. Pada klien 1 sama-sama 

dilakukan pengkajian pada hari ke 2 perawatan klien. Didapatkan data 

keluhan utama pada Klien 1 masuk ruang rawat Puskesmas Puuwatu dengan 

keluhan BAB 3 x sehari dengan konsistensi encer, sedang   pada Klien 2

masuk ke Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang dengan keluhan 

BAB cair tanpa ampas dan muntah. 

Pada riwayat penyakit sekarang klien 1 Klien dibawah ke puskesmas 

dengan keluhan BAB encer yang dialami sejak 5 hari yang lalu, di selingi 

muntah-muntah 2 kali hilang timbul sejak 5 hari lalu, sedang   pada klien 

2 dengan keluhan BAB 4-7 kali dalam sehari dan badan panas. Pada riwayat 

masa lampau pada klien 1 sebelumya tidak pernah di rawat di rumah sakit 

sedang   pada klien 2 sebelumnya pernah di rawat di rumah sakit selama 

5 hari disebab kan demam tinggi. Pada Klien 1 didapatkan hasil pengkajian 

dari orang tua mengenai masa prenatal, natal, dan post natal anak, 

sedang   pada Klien 2 tidak didapatkan hasil pengkajian serupa. Pada 

klien 1 imunisasi dasar anak lengkap sedang   pada klien 2 imunisasi 

dasar anak tidak dijelaskan. Pada riwayat kesehatan keluarga baik klien 1 

maupun klien 2 tidak ada yang mengalami sakit yang sama seperti klien dan 

tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan lainnya.

Pada klien 1 status nutrisi klien selama sakit selera makan tidak ada 

/ menurun, sedang   pada klien 2 Pola nutrisi selama sakit makan 3 x 

sehari dengan ½ porsi bubur, lauk pauk, buah, dan air putih. Status cairan 

pada Klien 1 minum asi dan air putih 7-9 x/hari, terpasang cairan kristaloid 

(RL) 18 tpm, terapi atau obat-obatan saat ini klien 1 di berikan obat 

antipiretik L bio 2 x 1, Zinc 2 x 1, injeksi Paracetamol 70 mg (7 cc) bila 

demam. sedang   status cairan pada klien 2 minum air putih dengan 

frekuensi tidak ditemukan data, terpasang cairan ikristaloid (RL) 16 tpm, 

untuk pemberian terapi atau obat-obatan klien diberikan obat Paracetamol 

sirup 1 sendok, Cefotaxime 1 x 500 mg, bubuk diare 3x1 ( 1 bungkus). 

Adapun data lainnya yang di peroleh dari hasil anamnesa yaitu pada 

Klien 1 tinggal ditempat tinggal jauh dari sekolah dan tidak ada tempat 

bermain, tidak ada   tangga. sedang   pada Klien 2 tinggal di 

lingkungan lingkungan yang cukup bersih. Pada klien 1 mengalami trauma/ 

hospitalisasi dengan perawat sebab  klien menangis saat melihat perawat 

sedang   pada klien 2 tidak ditemukan data pengkajian hospitalisasi.

2) Pemeriksaan Fisik


Berdasarkan tabel diatas didapatkan data hasil pemeriksaan fisik pada 

Klien 1 suhu 37oC, pernafasan 30 x/menit, nadi 138 x/menit, mukosa bibir 

kering, CRT < 3 detik dan tampak kemerahan daerah anus. sedang   pada 

Klien 2 didapatkan hasil pemeriksaan fisik, warna bibir pucat mukosa kering,


tidak ada kelainan colon dan rektum normal, hasil pengukuran tanda-tanda vital 

pada klien 2 suhu 37,6oC, pernafasan: 26 x/menit, nadi :105x/menit.

3) Pemeriksaan Penunjang



Berdasarkan hasil laboratorium diatas terjadi penurunan hematokrit 

(Normal 40,0 – 54,0%) pada klien 1 dan klien 2. Pada hasil klien 1 juga ada   

penurunan hemoglobin (Normal 13,0 – 18,0 g/dl), sedang   pada klien 2 

penurunan limfosit (20 – 40%), dan peningkatan leukosit (Normal 4,0 – 10,0).

4) Terapi


Berdasarkan table 4.4 diatas ada   data terapi klien 1 dan klien 2 

, pada klien 1 mendapatkan terapi IVFDRL 18 tpm, L Bio 2, Zinc 2, dan 

Injeksi Pracetamol 70 mg (7 cc) bila demam . sedang   pada data klien 2 

mendapatkan terapi RL 16 tpm (IVFDRL), Paracetamol syrup 1 sendok, 

Cefotaxime 1x500 mg, dan Bubuk diare 3x1 (1 bungkus)


Berdasarkan tabel diatas Klien 1 dan Klien 2 mempunyai kesamaan 

yaitu sama – sama menegakkan 2 diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa 

pada Klien 1 yaitu diare berhubungan dengan Proses infeksi virus, parasit, 

bakteri, mikroorganisme dan diagnosa keperawatan kekurangan volume 

cairan berhubungan dengan frekuensi BAB meningkat. sedang   pada 

Klien 2 di diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan 

dengan kehilangan cairan aktif, dan diagnosa keperawatan 

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Tabel diatas menjelaskan mengenai intervensi yang akan diberikan 

pada klien 1 dan klien 2 selama masa perawatan sesuai dengan diagnosa 

keperawatan yang ditegakkan, tetapi ditemukan data ketidaksesuaian antara 

diagnosa dalam tabel analisa data dan tabel intervensi keperawatan diatas 

yaitu pada tabel analisa data Klien 1 ditegakkan diagnosa kekurangan 

volume cairan namun pada tabel intervensi ditegakkan diagnosa kerusakan 

integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering.

Berdasarkan tabel diatas bahwa Implementasi yang dilakukan 

berdasarkan dari rencana atau intervensi yang telah dibuat, tujuan melakukan 

tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan agar kriteria 

hasil dapat tercapai, namun ada   beberapa intervensi yang tidak 

dilakukan. Implementasi pada klien 1 dilakukan selama 3 hari di ruang rawat 

inap puskesmas Puuwatu pada tanggal 25 Juni 2018 s/d 27 Juni 2018, 

sedang   pada klien 2 dilakukan selama 2 hari di rumah sakit mulai dari 

tanggal 20 Januari 2016 s/d 21 Januari 2016.




Tabel di atas menjelaskan bahwa pada klien 1 dilakukan asuhan 

keperawatan selama 3 hari di puskesmas Puuwatu evaluasi pada klien 1 

menunjukan diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan proses 

infeksi inflamasi di usus teratasi dan diagnosa kerusakan integritas kulit 

berhubungan dengan eksresi/BAB sering dipertahankan di hari ke 3 

perawatan.

Tabel di atas menjelaskan bahwa pada klien 2 dilakukan asuhan 

keperawatan selama 2 hari di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah evaluasi 

pada klien 2 menunjukan ada   2 diagnosa keperawatan yang teratasi 

sebagian yaitu diagnosa kekurangan volume cairan dan diagnosa 

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan di hari ke 2 perawatan.


Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas mengenai adanya 

kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan 

pada anak klien 1 pada tanggal 25 Juni 2018 dan klien 2 pada tanggal 20 

Januari 2017. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa 

keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi 

keperawatan.


Hasil dari pengkajian ditemukan beberapa data yaitu klien 1 berusia 1 

tahun dan klien 2 berusia 5 tahun dengan diagnos medis diare. Ditemukan 

pengkajian pada klien 1 yaitu BAB encer 3 x sehari diselingi muntah, nafsu 

makan menurun, mukosa mulut kering, dan ditemukan anus tampak merah. 

sedang   pada pengkajian klien 2 ditemukan data BAB cair tanpa ampas 4 – 7 x sehari, muntah, penurunan nafsu makan, warna bibir pucat, mukosa 

kering, dan suhu peningkatan tubuh 37,6 oC.

Berdasarkan hasil yang telah dikemukan diatas maka peneliti 

menghubungkan dengan teori menurut Wijayaningsih (2013) yang 

menjelaskan bahwa manifestasi klinis diare pada anak yaitu anak cengeng, 

gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, sering buang air 

besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, anus dan sekitarnya lecet, 

ada   tanda dan gejala dehidrasi, elastisitas kulit menurun, mata cekung 

membrane mukosa kering, dan pasien sangat lemas.

Perbedaan yang ditemukan pada klien 1 dan klien 2 ditemukan data 

klien 1 mengalami hospitalisasi sebab  klien menangis ketika melihat 

perawat, sedang   pada klien 2 tidak ditemukan data pengkajian

hospitalisasi. Menurut Saputro & Fazris (2017) hospitalisasi dapat 

menyebabkan perubahan perilaku yang dapat terjadi, seperti gelisah, anak 

rewel, mudah terkejut, menangis, berontak, menghindar hingga menarik 

diri, tidak sabar, dan waspada terhadap lingkungan. 

Menurut asumsi peneliti pada pengkajian kedua klien tidak hanya 

dilihat dari keadaan kesehatan anak saja, melainkan psikologis anak juga 

harus diperhatikan. sebab  ketika seorang anak mengalami hospitalisasi 

maka anak akan merasa tidak nyaman dan mengganggu proses perawatan 

dan pengobatan pada anak. Dalam hal ini perawat harus dapat melakukan 

pengkajian lebih dalam agar semua masalah yang dirasakan oleh klien dapat 

diketahui dan dapat dilakukan implementasi secara menyeluruh ( holistik ).2. Diagnosa Keperawatan

Menurut aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan Nurarif dan 

Kusuma (2016) dan mengacu pada standar diagnosa keperawatan PPNI 

(2017) ada   7 diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diare. 

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada klien 1 yaitu diare

berhubungan dengan proses infeksi proses infeksi inflamasi di usus dan 

kekurangan volume cairan. sedang   pada klien 2 yaitu kekurangan 

volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, dan 

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan 

mual muntah.

ada   penegakkan diagnosa yang sama pada klien 1 dan klien 2 

yaitu sebagai berikut :

a) Diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan pada klien 1, dan 

diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan 

kehilangan cairan aktif pada klien 2. Dari hasil pengkajian yang 

ditemukan pada klien 1 didapatkan data subjektif klien BAB sejak 5 

hari lalu dengan frekuensi ± 3 x / sehari dengan konsistensi encer, dan 

klien lemas. Data objektif yang ditemukan pada klien 1 tampak BAB 

encer 3 x/hari, mukosa bibir kering, tampak lemah, tanda – tanda vital 

nadi 138 x/menit, pernapasan 30 x/menit, suhu 37°C , dan terpasang RL 

18 tpm. sedang   hasil pengkajian pada klien 2 didapatkan data 

subjektif BAB 4-7 x/ hari encer tanpa ampas, mual dan muntah > 3 

kali, dan data objektif yang didapatkan pada klien 2 yaitu klien tidak mau minum, klien lemas, bibir kering, klien rewel, tanda – tanda vital 

suhu 37,6 °C, nadi 105 x /menit, pernafasan 26 x/menit, berat badan 

13,5 kg, tinggi badan 92 cm, dan hasil laboratorium leukosit tinggi 19,9 

103/ul, penurunan hematokrit 38% dan penurunan limfosit 11,0%.

Pada penderita diare terjadi peningkatan tekanan osmotik dalam 

usus sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektrolit dalam rongga 

usus. Perubahan dalam kapasitas usus menyebabkan gangguan fungsi 

usus dalam mengabsorpsi ( penyerapan ) cairan dan elektrolit ( cairan 

yang disekresi lebih banyak dari kapasitas absorpsi atau adanya 

kegagalan absorbsi ). Ketika hal itu terjadi frekuensi BAB akan

meningkat sehingga memicu   hilangnya cairan dan elektolit 

berlebihan melalui feses, maka gangguan keseimbangan cairan dan 

elektolit akan terjadi hingga memicu   kekurangan volume cairan.

Perumusan penulisan diagnosa keperawatan yang tercantum pada 

klien 1 dan 2 menurut teori penulisan diagnosa pada SDKI PPNI ( 2017

) maka menjadi hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

( D.0023 ). Menurut asumsi peneliti penegakkan diagnosa ini  

belum memenuhi validasi penegakan diagnosa keperawatan pada SDKI 

(PPNI, 2017) yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen dari tanda 

mayor dan tanda minor sebagai pendukung . Kriteria mayor yang dapat 

ditemukan berupa data objektif meliputi frekuensi nadi meningkat, nadi 

teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor 

kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, dan hematokrit meningkat. sedang   kriteria minornya yang dapat 

ditemukan berupa data subjektif ialah merasa lemah dan merasa haus. 

Kriteria minor yang dapat ditemukan pada data objektif ialah pengisian 

vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat, 

konsentrasi urin meningkat, dan berat badan turun tiba-tiba (PPNI, 

2017).

Kemudian penegakkan diagnosa yang berbeda pada klien 1 dan 

klien 2 yaitu yaitu  diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi 

diusus pada klien 1, dan diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 

kebutuhan tubuh, yang dijelaskan sebagai berikut :

a) Diagnosa diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi 

diusus pada klien 1 didapatkan hasil pengkajian data subjektif BAB 

dengan frekuensi 3x/sehari dan konsistensi encer. Data objektif 

didapatkan data pada klien 1 yaitu tampak lemah dan lemas, tampak

bab 3 x/sehari, dan peristaltik usus 24 x/menit. 

Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya 

bentuk tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan 

lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu hari 

Ketika infeksi mikroorganisme terjadi dalam saluran 

pencernaan kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel 

mukosa usus. Sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus dalam 

mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan menyebabkan gangguan sistem transpor 

aktif dalam usus, akibatnya sel mukosa mengalami iritasi yang 

kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat sehingga menga

kibatkan diare.

Perumusan penulisan diagnosa keperawatan yang tercantum 

pada klien 1 menurut panduan teori penulisan diagnosa pada SDKI 

PPNI ( 2017 ) maka menjadi diare berhubungan dengan fisiologis ( 

D.0020 ). 

Menurut asumsi peneliti diagnosa diare berhubungan dengan 

fisiologis sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis 

keperawatan pada SDKI (PPNI, 2017) yaitu sekitar 80 persen 

sampai 100 persen dari tanda mayor dan tanda minor sebagai 

pendukung yang ditemukan meliputi kriteria mayor dalam data 

objektif BAB dengan frekuensi 3x/sehari, dan feses lembek atau 

cair, dan kriteria minor dalam data objektif frekuensi peristaltik 

yang meningkat. 

b) Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada klien 2 yaitu  

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada saat 

pengkajian didapatkan data subjektif, klien tidak mau makan dan 

mual muntah, dan data objektif keadaan umum lemah, membrane 

mukosa pucat, penurunan berat badan, kelemahan otot untuk 

menelan, dan ketidakmampuan memakan makanan menghabiskan 

½ sendok dari porsi makan. Kegagalan dalam melakukan absorbsi yang memicu   

tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air 

dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga 

usus sehingga terjadilah diare, hal ini  akan mendorong nafsu 

makan menurung akibat dari reaksi mual muntah 

Diare dapat menjadi faktor risiko terjadinya malnutrisi 

disebabkan antara lain asupan makanan penderita diare menurun 

sebagai, adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), berkurangnya 

absorbsi zat makanan, kehilangan langsung zat makanan melalui 

usus dalam bentuk tinja, bertambahnya kebutuhan zat makanan oleh 

tubuh sebab  terjadi peningkatan katabolisme, serta kehilangan 

cairan dan elektrolit dalam jumlah banyak (dehidrasi) dalam waktu 

relatif singkat.

Perumusan penulisan diagnosa keperawatan yang tercantum 

pada klien 2 menurut panduan penulisan diagnosa pada SDKI 

PPNI( 2017) maka menjadi defisit nutrisi berhubungan dengan 

kurangnya asupan makan ( D.0019 ). Menurut peneliti penegakkan 

diagnose ini  belum memenuhi validasi penegakan diagnosis 

keperawatan pada SDKI PPNI ( 2017 ) yaitu sekitar 80 persen 

sampai 100 persen dari tanda mayor dan tanda minor sebagai 

pendukung. Kriteria mayornya yang dapat dilihat dari data 

objektifnya meliputi berat badan menurun minimal 10% dibawah rentan ideal. sedang   kriteria minornya dari data subjektif cepat 

kenyang sesudah   makan, kram/nyeri abdomen, dan nafsu makan 

menurun, dan dari data objektif yaitu bising usus hiperaktif, otot 

pengunyah lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, 

sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan, dan diare 

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti berasumsi bahwa ada   

diagnosa keperawatan lain yang dapat ditegakkan pada klien 1 yaitu 

diagnosa keperawatan risiko hipovolemia ditandai dengan kekurangan 

intake cairan ( D.0034 ), hal ini dibuktikan pada hasil pengkajian cairan 

pada klien, sebelum sakit klien minum ASI dan air putih 7 – 12 gelas 

sedang   selama sakit klien hanya mengkonsumsi 7 – 9 gelas ASI dan 

air putih. Diagnosa keperawatan kedua yang dapat ditegakkan pada klien 

1 ialah diagnosa keperawatan risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor 

psikologis ( D.0032 ), hal ini sesuai dengan pengkajian nutrisi sebelum 

sakit klien makan bubur 3 x sehari dengan 1 porsi habis, sedang   pada 

sakit klien tidak mau makan hanya minum ASI dan air putih. Diagnosa 

keperawatan ketiga yang dapat ditegakkan pada klien 1 yaitu risiko 

gangguan integritas kulit / jaringan ditandai dengan faktor gesekkan 

dibuktikan dengan faktor mekanis ( D.0139 ), hal ini dibuktikan pada 

pemeriksaan fisik klien 1 ditemukan anus klien tampak merah. 

sedang   pada klien 2 menurut asumsi peneliti diagnosa 

keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan fisiologis ( D.0020 ), hal ini dibuktikan pada 

pengkajian klien BAB 4-7 x / sehari, dan feses cair. Selanjutnya diagnosa 

keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien 2 ialah diagnosa 

keperawatan risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor psikologis ( 

D.0032 ) , hal ini dibuktikan pada pengkajian nutrisi klien selama sakit 

klien makan 3 x sehari dengan ½ porsi saja yang dapat dihabiskan. 

3. Intervensi Keperawatan 

Tahap ketiga dari proses keperawatan yaitu  perencanaan, 

perencanaan tindakan keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 disusun 

sesudah   semua data yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan. 

Ditemukan ketidaksesuaian data dalam analisa data dan intervensi 

keperawatan yaitu pada tabel analisa data klien 1 ditegakkan diagnosa 

keperawatan hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif 

namun pada tabel intervensi disusun perencanaan diagnosa keperawatan 

gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan ekskresi/BAB 

sering. 

Intervensi keperawatan yang disusun pada klien 1 dengan diagnosa 

keperawatan diare berhubungan dengan proses fisiologis (risiko infeksi) 

yaitu observasi : Observasi turgor kulit secara rutin, monitor tanda dan 

gejala diare,identifikasi faktor penyebab diare, monitor persiapan makanan 

yang aman, evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal, 

evaluasi intake makanan yang masuk, terapeutik : diarhae management, ukur diare / keluaran BAB, edukasi : Ajarkan pasien untuk memakai   

obat anti diare , kolaborasi : hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus. 

sedang   intervensi yang disusun pada klien 1 dengan diagnosa 

keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi / BAB 

sering yaitu observasi : monitor kulit akan adanya kemerahan, monitor 

status nutrisi pasien, terapeutik : pressure management, jaga kebersihan 

kulit agar tetap bersih dan kering, oleskan lotion / minyak / baby oil pada 

daerah yang kemerahan, memandikan pasien dengan air hangat, edukasi 

anjurkan pasien untuk memakai   pakaian yang longgar, dan tidak ada 

intervensi kolaborasi.

Intervensi yang disusun pada klien 2 dengan diagnosa keperawatan 

hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu observasi : 

Kaji tanda-tanda vital pasien, kaji tanda-tanda dehidrasi, kaji intake dan 

output cairan, edukasi : anjurkan keluarga untuk memberi   minum sedikit 

tapi sering, kolaborasi : kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat 

dan cairan. 

sedang   intervensi yang disusun pada klien 2 dengan diagnosa 

keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan

yaitu observasi : kaji pola nutrisi pasien, kaji faktor penyebab gangguan 

pemenuhan nutrisi, terapeutik : timbang berat badan pasien, berikan diet 

dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering, edukasi : anjurkan pasien 

untuk meningkatkan protein dan vitamin, kolaborasi : kolaborasi dengan tim 

ahli gizi dalam pemenuhan / penentuan diet pasien. Menurut panduan SIKI PPNI (2018) intervensi keperawatan harus 

memuat 4 komponen yaitu observasi, terapeutik, edukasi, kolaborasi, dan 

memakai   panduan SLKI (PPNI, 2019). Maka intervensi yang sesuai 

dengan panduan PPNI ini  ialah sebagai berikut : Intervensi dan kriteria 

hasil pada diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan fisiologis 

(proses infeksi) yaitu sesudah   dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 

24 jam diharapkan eliminasi fekal pasien membaik ( L.03101 ) dengan 

kriteria hasil : konsistensi feses meningkat, frekuensi defekasi/bab 

meningkat, peristaltik usus meningkat, kontrol pengeluaran feses 

meningkat, nyeri abdomen menurun dengan intervensi observasi : 

identifiksi penyebab diare, identifikasi riwayat pemberian makan, 

identifikasi gejala invaginasi, monitor warna, volume, frekuensi, dan 

konsistensi tinja, monitor jumlah pengeluaran diare, terapeutik : berikan 

asupan cairan oral (oralit), pasang jalur intravena, berikan cairan intravena, 

ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap, ambil sample feses 

untuk kultur, jika perlu, edukasi anjurkan manghindari makanan pembentuk 

gas, pedas, dan mengandung laktosa, anjurkan makanan porsi kecil dan 

sering secara bertahap, kolaborasi : kolaborasi pemberian obat pengeras 

feses,kolaborasi pemberian obat antimotilitas.

Intervensi dan kriteria hasil pada diagnosa keperawatan gangguan 

integritas kulit berhubungan dengan eksresi / BAB sering yaitu sesudah   

dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan integritas 

kulit dan jaringan meningkat ( L.11353 ) dengan kriteria hasil kerusakan lapisan kulit menurun, nyeri menurun, kemerahan menurun, tekstur 

membaik, dengan intervensi observasi : identifikasi penyebab gangguan 

integritas kulit, terapeutik : ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring, 

bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare, 

gunakan petroleum berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering, 

edukasi : anjurkan memakai   pelembab, anjurkan minum air yang 

cukup, anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur, anjurkan mandi dan 

memakai   sabun secukupnya, kolaborasi : kolaborasi pemberian obat 

topical. 

Intervensi dan kriteria hasil pada diagnosa keperawaan hipovolemia 

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu sesudah   dilakukan 

intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status cairan pasien 

membaik ( L. 03114 ) dengan kriteria hasil turgor kulit membaik, frekuensi 

nadi membaik, tekanan darah membaik, membrane mukosa membaik, 

intake cairan membaik, output urine meningkat, dengan intervensi observasi 

: periksa tanda dan gejala hypovolemia ( missal frekuensi nadi meningkat, 

nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor 

kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin 

menurun,haus,lemah), monitor intake dan output cairan, terapeutik : hitung 

kebutuhan cairan, berikan asupan cairan oral, edukasi : anjurkan 

memperbanyak asupan cairan oral, anjurkan menghidari posisi mendadak, 

kolaborasi : kolaborasi pemberian cairan isotonis (Nacl.RL), kolaborasi 

pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kg bb untuk anak.Intervensi dan kriteria hasil pada diagnosa keperawatan defisit nutrisi 

berhubungan dengan penurunan intake makanan yaitu sesudah   dilakukan 

intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi pasien 

membaik ( L.03119 ) dengan kriteria hasil porsi makanan yang dihabiskan 

meningkat, diare menurun, frekuensi makan membaik, nafsu makan 

membaik, bising usus membaik, dengan intervensi observasi : identifikasi 

status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi makanan, identifikasi 

makanan yang disukai, identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi, monitor 

asupan makanan, monitor berat badan, terapeutik : berikan makanan secara 

menarik dan suhu yang sesuai, berikan makanan tinggi kalori dan protein, 

edukasi : anjurkan diet yang diprogramkan, kolaborasi : kolaborasi dengan 

ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan 

jika perlu, kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang dilakukan pada klien 1 pada dan pada klien 2

dilakukan disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun.

Implementasi yang dilakukan pada klien 1 pada tanggal 25 Juni 2018 yaitu 

menganjurkan kepada ibu klien untuk memberi   obat anti diare pada 

klien, mengobservasi turgor kulit, anjurkan pada ibu klien untuk mengganti 

pakaian yang longgar pada klien, memonitoring kulit akan adanya 

kemerahan, penatalaksanaan pemberian medikasi infuse. Implementasi 

yang dilakukan klien 1 pada tanggal 26 Juni 2018 yaitu menganjurkan 

kepada ibu klien untuk memberi   obat anti diare pada klien, mengobservasi turgor kulit, anjurkan pada ibu klien untuk mengganti 

pakaian yang longgar pada klien, memonitoring kulit akan adanya 

kemerahan, penatalaksanaan pemberian medikasi infuse, dan mengoleskan 

lotion atau baby oil pada daerah anus. Implementasi yang dilakukan pada 

klien 1 pada tanggal 27 Juni 2018 yaitu Menganjurkan kepada ibu klien 

untuk memberi   obat anti diare pada klien mengobservasi turgor kulit, 

anjurkan pada ibu klien untuk mengganti pakaian yang longgar pada klien, 

memonitoring kulit akan adanya kemerahan, dan penatalaksanaan 

pemberian medikasi infuse 

Dalam implementasi diagnosa keperawatan diare berhubungan 

dengan fisiologis (proses infeksi) pada klien 1 ada beberapa tindakan yang 

tidak dilakukan yaitu diarhae management, evaluasi efek samping 

pengobatan terhadap gastrointestinal, evaluasi intake makanan yang masuk, 

identifikasi faktor penyebab dari diare, monitor tanda dan gejala diare,

observasi turgor kulit secara rutin, ukur diare/keluaran BAB, hubungi dokter 

jika ada kenaikan bising usus, dan monitor persiapan makanan yang aman. 

sedang   implementasi yang tidak dilakukan pada diagnosa 

gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi / BAB sering pada 

klien 1 ialah pressure management, jaga kebersihan kulit tetap bersih dan 

kering, monitor status nutrisi klien, dan memandikan klien dengan air 

hangat.

Implementasi yang dilakukan pada klien 2 dimulai pada tanggal 20 

Januari 2017 s/d 21 Januari 2017. Implementasi yang dilakukan pada klien 2 dengan diagnosa keperawatan hipovolemi berhubungan dengan 

kehilangan cairan aktif dan defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan 

intake makanan sudah dilakukan sesuai dengan intervensi asuhan 

keperawatan yang telah disusun. Implementasi pada diagnosa hipovolemi 

dengan kehilangan cairan aktif yang dilakukan ialah kaji tanda – tanda vital 

pasien, kaji tanda-tanda dehidrasi, kaji intake dan output cairan, anjurkan 

keluarga untuk memberi   minum sedikit tapi sering, dan kolaborasi 

dengan tim medis dalam pemberian obat dan cairan, infus NACL gtt 16 x/m 

dan oralit. 

sedang   Implementasi diagnosa keperawatan defisit nutrisi 

berhubungan dengan penurunan intake makanan pada klien 2 yang telah 

dilakukan yaitu  kaji pola nutrisi pasien, timbang berat badan pasien, kaji 

fakor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, anjurkan pasien untuk 

meningkatka protein dan vitamin, berikan diet dalam kondisi hangat dan 

porsi kecil tapi sering, dan kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam 

pemenuhan / penentuan diet pasien. 

Kesimpulan dari uraian diatas yaitu  pada klien 1 tidak dilakukan 

semua tindakan yang telah direncanakan, sedang   pada klien 2 dilakukan 

semua tindakan yang telah direncanakan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan 

pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi 

kebutuhan klien. Penilaian yaitu  tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen 

kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang 

spesifik 

Hasil evaluasi yang dilakukan pada klien 1 ada   diagnosa 

keperawatan yang teratasi sesudah   3 hari dilakukan asuhan keperawatan 

yaitu diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan fisiologis (proses 

infeksi) dan diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan 

dengan eksresi/BAB sering . sedang   pada klien 2 ada   diagnosa yang 

teratasi sebagian sesudah   2 hari dilakukan asuhan keperawatan yaitu 

diagnosa hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan 

diagnosa keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake 

makanan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan BAB IV mengenai, 

penerapan asuhan keperawatan pada klien anak dengan diare pada klien 1 di 

ruang rawat nginap puskesmas Puuwatu dan klien 2 di RSI Siti Khadijah 

Palembang, maka kesimpulan dan saran yaitu  sebagai berikut:

A

1. Pengkajian 

Pengkajian didapatkan dari hasil studi review kasus pada klien 1 dan 

klien 2. ada   perbedaan dalam pengkajian yaitu pada klien 1 ditemukan 

pengkajian masa prenatal, natal, dan post natal, dan data imunisasi lengkap 

sedang   pada klien 2 tidak ditemukan hasil pengkajian ini . Adapun 

pengkajian serupa yang didapatkan pada klien 1 dan klien 2 meliputi 

keluhan BAB dengan konsistensi cair dengan frekuensi yang sering. 

2. Diagnosa keperawatan 

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien diare 

sebanyak 7 diagnosa yaitu gangguan pertukaran gas, hipovolemia, diare, 

defisit nutrisi, gangguan integritas kulit, ansietas, dan risiko syok. Namun 

pada klien 1 diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan ialah diare 

berhubungan dengan fisiologis (proses infeksi), risiko hipovolemia ditandai 

dengan kekurangan intake cairan, risiko defisit nutrisi ditandai dengan 

faktor psikologis), risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan faktor mekanis ( gesekkan ), sedang   pada klien 2 diagnosa keperawatan yang 

dapat ditegakkan yaitu  diare berhubungan dengan fisiologis ( proses 

infeksi ), dan risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor psikologis.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang digunakan dalam kasus pada klien 1 dan klien 2 

disusun sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan dan disesuaikan dengan 

teori yang ada. Intervensi disusun sesuai dengan masalah yang ditemukan 

berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan secara mandiri maupun 

kolaborasi.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana

tindakan yang telah disusun. Implementasi pada klien 1 dan klien 2 sesuai 

dengan kebutuhan klien dengan diare. Dalam implementasi pada klien 1 

ditemukan rencana tindakan yang tidak dilakukan sedang   pada klien 2 

melakukan semua rencana tindakan yang telah dibuat.. 

5. Evaluasi Keperawatan

Akhir dari proses keperawatan yaitu  evaluasi terhadap asuhan 

keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan pada klien 1 selama 

3 hari dan pada klien 2 selama 2 hari perawatan dan dibuat dalam bentuk 

SOAP. Pada klien 1 didapatkan 2 diagnosa yang teratasi, sedang   pada 

klien 2 didapatkan 2 diagnosa yang teratasi sebagian.



Diare yaitu  kondisi seorang anak mengalami BAB dengan frekuensi yang 

tidak normal dalam waktu sehari. Menurut WHO sekitar dua miliar kasus penyakit 

diare di seluruh dunia setiap tahunnya terjadi, dan 1,9 juta anak dibawah usia 5 

tahun meninggal sebab  diare. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan 

memahami secara mendalam mengenai asuhan keperawatan pada klien anak 

dengan diare.

Penelitian ini memakai   metode penelitian studi kasus dengan 

melakukan literatur review pada asuhan keperawatan. Unit analisis yaitu  klien 

anak dengan diare dengan dua sumber kasus review yang berbeda. Metode 

pengambilan data dalam penilitian ini dengan review asuhan keperawatan dengan 

kasus diare pada anak dari 2 sumber literature yang berbeda.

sesudah   dilakukan review kasus asuhan keperawatan maka hasil yang 

ditemukan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien 1 ialah diare 

berhubungan dengan fisiologis (proses infeksi), risiko hipovolemia ditandai dengan 

kekurangan intake cairan, risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor psikologis), 

risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan faktor mekanis ( gesekkan ), dan 

pada klien 2 diare berhubungan dengan fisiologis ( proses infeksi ), dan risiko defisit 

nutrisi ditandai dengan faktor psikologis.

Penyakit diare merupakan penyakit tertinggi pada anak yang dapat 

menyebabkan kematian, pada anak dengan diare harus diperhatikan personal 

hygiene anak, nutrisi, dan pola eliminasi yang terjadi pada anak. Diharapkan tenaga 

kesehatan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan agar dapat 

menjadi tenaga kesehatan yang profesional.