protein pili Shigella dysenteriae
Disentri merupakan salah satu penyakit endemik
dunia. Terjadi 120.000.000 kasus per tahun
dengan sebagian besar pasien berasal dari negara
berkembang dan terjadi pada anak di bawah lima
tahun. Ada beberapa mikroorganisme yang dapat
menyebabkan disentri, antara lain: Shigella sp.,
Escherichia coli, Salmonella sp., Campylobacter
jejuni, dan Entamoeba hystolitica. Namun 60%
kasus disentri dan sebagian besar kasus berat
disebabkan oleh Shigella sp. (Dharma, 2001).
Infeksi Shigella sp. pada manusia dapat
menyebabkan beberapa keadaan yang secara
klinik dapat dikategorikan ringan, sedang, atau
berat yang sampai dirawat di rumah sakit. Genus
Shigella terdiri dari empat spesies yaitu S.
dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei.
Di daerah tropis, kasus yang paling sering
ditemukan adalah infeksi S. dysenteriae,
sedangkan spesies yang lainnya lebih sering
dijumpai di daerah subtropis atau daerah industri.
Ada beberapa mikroorganisme yang dapat
menyebabkan disentri, salah satunya Shigella
dysenteriae (1)(2). Shigella dysenteriae adalah
penyebab disentri basiler atau shigelosis.(3)(4) S.
dysenteriae dapat bertahan dalam makanan atau
air yang terkontaminasi dan memiliki dosis
infeksi yang sangat rendah yaitu 10-100
mikroorganisme.(3,5)
Shigelosis dimulai dengan infeksi akut pada
sekum dan diikuti oleh invasi bakteri ke mukosa
kolon menyebabkan gejala kram perut, diare dan
demam. Jika tidak diobati terutama pada anak
kecil dan pasien dengan defisiensi imun, 10-15%
kasus terjadi kematian.(6) Terkait dengan
besarnya upaya pencegahan dan pengobatan
shigelosis, diperkirakan 1,1 juta kematian per
tahun. Diikuti dengan timbulnya resistensi obat
yang sangat cepat dari spesies Shigella terhadap
berbagai jenis antibiotik menjadikan shigelosis
menjadi masalah yang lebih serius(4,7–9). Di
Indonesia prevalensi diare pada anak sebesar
11% (10), sedangkan prevalensi shigelosis di
Jakarta 11,4% dengan sebaran Shigella flexneri
(6,7%), Shigella sonnei (2,7%) 75-100% resisten
terhadap , Shigella boydi (1,7%) dan Shigella
dysenteriae (0,76%). Hasil uji kepekaan
antibiotik menunjukkan S. flexeri sebesar dengan
80-90% resisten terhadap ampisilin, tetrasiklin,
kloramfenikol, trimethoprim-sulfametosasol. S
sonnei dan S boidy hampr 75%-100% resisten
terhadap tetrasiklin dan trimethoprimsulfamethosasol. Sedangkan semua isolat S
dysenteriae (100%) resisten terhadap
klorampenikol dan trimetoprimsulfamethoxasol(11).
Patogenesis S dysenteriae diawali dengan
masuknya S dysenteriae ke dalam tubuh inang
melalui oral menuju mukosa saluran cerna.
Adhesi adalah tahap awal yang sangat penting
dalamn, diikuti dengan amplifikasi pada inang,
invasi bakteri, cedera jaringan dam penyebaran
ke jaringan lain(12–15). Adhesin adalah
komponen permukaan sel dari bakteri yang
berhubungan dengan virulensi, dapat berupa
flagella, fimbria, pili dan outer membrane protein
(OMP)(16). Pili merupakan salah satu protein
adhesi yang terdapat pada S. dysenteriae. Pili
tersusun dari struktur protein berbentuk batang
atau rambut yang terdapat pada permukaan sel
bakteri (Todar, 2009). Pili menjadi faktor yang
paling menentukan perlekatan spesifik sel bakteri
dengan sel inang. Dalam proses infeksi, pili
berperan sebagai determinan mayor virulensi
bakteri karena mampu memfasilitasi perlekatan
dan kolonisasi bakteri.
Ada dua tahap patogenesis dari S. dysenteriae
untuk menimbulkan penyakit. Tahap pertama, S.
dysenteriae melakukan perlekatan dengan sel
inang. Perlekatan awal ini diperankan oleh pili,
dengan sifat perlekatan anchoring. Setelah itu
dilanjutkan perlekatan oleh outermembrane,
dengan sifat perlekatan docking. Sebagian besar
komponen dari outer membrane adalah outer
membrane protein (OMP). Tahap kedua, S.
dysenteriae mengadakan replikasi pada sel epitel
kolon hingga mencapai 108
kuman/ml. Selain
mengadakan replikasi, bakteri tersebut juga
memproduksi bahan-bahan metabolisme yang
dapat merugikan sel inang (Suswati dan Mufida,
2010).
Penelitian pendahuluan telah berhasil
mengisolasi protein pili S dysenteriae dengan
berat molekul 42 kDa. Berdasarkan mortalitas
dan morbiditas S. dysenteriae serta peran protein
sebagai faktor yang berperan pada adhesi bakteri
pada sel inang oleh karena itu perlu dilakukan uji
OMP S dysenteriae 42 kDa sebagai protein
adhesin.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
laboratoris yang dilaksanakan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Jember. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa
tahap yaitu isolasi dan identifikasi S. dysenteriae,
kultur S. dysenteriae, isolasi pili, SDS-PAGE,
pemurnian protein pili, uji hemaglutinasi, isolasi
enterosit mencit galur BALB/c, dan uji adhesi.
Hasil uji adhesi yang berupa indeks adhesi
membuktikan protein pili S. dysenteriae 42 kDa
merupakan protein adhesi pada enterosit mencit
galur BALB/c. Variabel bebas dari penelitian ini
adalah konsentrasi protein pili S. dysenteriae 42
kDa, sedangkan variabel terikatnya berupa jumlah
bakteri S. dysenteriae yang menempel pada 100
enterosit mencit galur BALB/c (indeks adhesi).
Pada penelitian ini dibentuk 6 kelompok
perlakuan dan 1 kontrol negatif. Keenam
kelompok perlakuan tersebut meliputi konsentrasi
protein pili 1, ½, ¼, 1
/8,
1
/16, dan 1
/32. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan program
statistik SPSS (Statistical Product and Service
Solution) versi 16, jenis regresi linier sederhana
dan one way Anova.
Uji hemaglutinasi merupakan langkah awal
sebelum melakukan uji adhesi, berdasarkan
adanya kesamaan antara reseptor eritrosit dan
reseptor enterosit pada hewan coba dengan jenis
yang sama. Uji hemaglutinasi bertujuan untuk
mengetahui potensi suatu protein dalam
menghambat aglutinasi eritrosit. Protein tersebut
akan berikatan dengan reseptor eritrosit sehingga
reseptor eritrosit penuh dan tidak mampu
berikatan dengan eritrosit lainnya. Dengan
demikian¸ aglutinasi akan terhambat dan tidak
terbentuk bekuan (dot) pada saat uji
hemaglutinasi. Uji hemaglutinasi dilakukan dua
kali, yaitu pada hasil pencukuran pili dan pada
protein pili yang telah melewati tahap
elektroforesis (SDS-PAGE) dan pemurnian berat
molekul dominan. Hasil uji hemaglutinasi yang
pertama terdapat pada Tabel 1.
Hasil uji hemaglutinasi menunjukkan pada Pili 1
tidak terjadi aglutinasi hanya pada sumur pertama
atau konssentrasi satu. Pada Pili 2 tidak terjadi
aglutinasi pada konsentrasi 1 dan ½. Pada Pili 3,
Pili 4, dan Pili 5 tidak terjadi aglutinasi pada
konsentrasi 1, ½, dan ¼. Penelitian dilanjutkan
dengan metode SDS-PAGE untuk memprediksi
berat molekul protein. Hasil SDS-PAGE dapat
dilihat pada Gambar 1.
Profil protein pada hasil SDS-PAGE dari lima
pencukuran bertingkat pada piliS. dysenteriae
menunjukkan adanya beberapa protein yang
dominan, antara lain protein dengan berat
molekul 135 kDa, 95 kDa, 70 kDa, 42 kDa, 22
kDa, dan 19 kDa. Pada penelitian ini, yang
digunakan adalah protein dengan berat molekul
42 kDa karena pada hasil SDS-PAGE tampak
paling dominan (garisnya tampak paling tebal).
Gel hasil proses SDS-PAGE tersebut dipotong
pada berat molekul 42 kDa, lalu dimurnikan
melalui proses elektroforesis dan dialisis untuk
memperoleh protein murni dari pili S. dysenteriae
dengan berat molekul 42 kDa. Protein yang
dihasilkan dari proses tersebut diuji
hemaglutinasi pada enterosit mencit galur
BALB/C, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Protein pili S. dysenteriae dengan berat molekul
42 kDa mampu menghambat proses
hemaglutinasi sampai pengenceran dengan
konsentrasi 1
/32. Hasil di atas menunjukkan
bahwa protein tersebut mempunyai kemampuan
adhesi terhadap eritrosit mencit galur BALB/c
dari konsentrasi awal (1) sampai konsentrasi 1
/32
Uji adhesi S. dysenteriae pada enterosit mencit
galur BALB/c dilakukan secara in vitro dengan
variabel bebas konsentrasi protein pili S.
dysenteriae 42 kDa yang diencerkan secara serial
sehingga didapatkan konsentrasi 1, ½, ¼. 1
/8,
1
/16,
dan 1
/32. Pada keenam kelompok perlakuan ini,
enterosit disalut terlebih dahulu dengan
konsentrasi protein bertingkat, lalu ditambahkan
suspensi kuman S. dysenteriae ke dalam masingmasing tabung perlakuan. Sebagai kontrol negatif,
diberikan konsentrasi 0 protein pili atau dengan
kata lain, enterosit kelompok kontrol tidak disalut
dengan protein terlebih dahulu sebelum suspensi
kuman S. dysenteriae dimasukkan ke dalam
tabung kontrol. Dari masing-masing tabung
perlakuan dan tabung kontrol, diambil 20 µl untuk
dibuat hapusan pada obyek glass, dicat
menggunakan pengecatan gram, lalu dihitung
indeks adhesi S. dysenteriae menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 1000x.
Keterlibatan protein pili dengan berat molekul 42
kDa dalam menghambat perlekatan S. dysenteriae
terhadap enterosit mencit galur BALB/c dapat
dilihat pada Gambar 4.2 sampai Gambar 4.8.
Semakin kecil konsentrasi protein pili yang
disalutkan pada enterosit, semakin besar indeks
adhesi S. dysenteriae pada enterosit. Semakin
besar konsentrasi protein pili yang disalutkan
pada enterosit, semakin kecil indeks adhesi S.
dysenteriae pada enterosit. Fenomena ini
menunjukkan bahwa protein pili 42 kDa dapat
menghambat bakteri untuk melakukan perlekatan.
Hasil perhitungan indeks adhesi S. dysenteriae
dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein pili
S. dysenteriae 42 kDa mampu menghambat
perlekatan S. dysenteriae terhadap enterosit
mencit galur BALB/c. Hal ini terjadi karena
dengan meningkatnya konsentrasi protein pili,
makin banyak protein yang menjenuhi reseptor enterosit sehingga makin sedikit S. dysenteriae
yang mampu menempel pada enterosit. Pada uji
regresi linier sederhana diperoleh nilai R square
0,897 yang berarti nilai indeks adhesi dipengaruhi
oleh konsentrasi protein pili sebesar 89,7%, dan
10,3% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan
hasil uji regresi linier didapatkan hubungan yang
kuat antara perlakuan konsentrasi pili terhadap
indeks adhesi S. dysenteriae pada enterosit mencit
galur BALB/c. Hasil uji one way Anova
menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi
protein pili berpengaruh terhadap indeks adhesi
bakteri dengan nilai Sig. = 0,000 (p value < 0,05)
yang artinya terdapat perbedaan indeks adhesi
secara bermakna antar kelompok konsentrasi
protein pili yang berbeda. Dengan demikian
terbukti bahwa protein pili dengan berat molekul
42 kDa merupakan protein adhesi dari Shigella
dysenteriae pada enterosit mencit galur BALB/c. hemaglutinasi merupakan langkah awal
sebelum melakukan uji hambat adhesi, berdasarkan
adanya homolog reseptor antara sel darah merah
dan entrosit hewan. Pada penelitian ini dilakukan
uji hemaglutinasi dan uji adhesi pada enterosit
mencit galur balb/c. Hasil yang diperoleh protein
OMP S. dysenteriae berat molekul 237 kD amampu
menghambat aglutinasi pada sel darah merah
mencit. Dasar dilakukannya uji hambat adhesi
adalah karena adanya homolog reseptor pada sel
darah merah dan enterosit mencit Balb/c. Hasiluji
hemaglutinasi menunjukkan protein OMP 237 kDa
dapat menghambat aglutinasi eritrosit pada
konsentrasi 1
/32 sesuai dengan hasil peneliti
sebelumnya terhadap OMP Proteus mirabilis,
Escheceria coli, Shigella flexneri, Salmonella
typhi, Klebsiella pneumoniae (16,19–24)
Kemampuan OMP menggumpalkan sel darah
merah ada dua tipe, yaitu manosa resisten (MRHA)
dan manosa sensitive hemaglutinasi (MSHA).
MRHA akan berubah menjadi MSHA apabila sel
darah merah diberi asam tanat 0,01%. Protein
hemagglutinin bakteri dapat berasal dari fimbria
dan atau OMP. Adhesin pada beberapa bakteri
berupa protein yang dapat mengaglutinasi eritrosit
yang dikenal sebagai protein hemagglutinin (17,25)
Peran protein pili 42 kDa S. dysenteriae sebagai
protein adhesin pada enterosit mencit galur balb/c
ditunjukkan dengan jumlah perlekatan bakteri pada
100 enterosit mencit galur balb/c. Jumlah perlekatan
bakteri pada 100 enterosit mencit disebut dengan
indeks adhesi. Hasil uji hambat adhesi telah
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
protein pili S. dysenteriae 42 kDa yang disalutkan
ke enterosit maka akan semakin sedikit jumlah S.
dysenteriae yang menempel ke enterosit mencit
Balb/c. Hal ini bisa terjadi karena reseptor
permukaan enterosit mencit Balb/c sudah dipenuhi
oleh protein pili S. dysenteriae 42 kDa. Dengan
demikian adhesi dapat dicegah dan proses
pathogenesis tidak berlanjut lagi (15,25)
Protein pili S. dysenteriae 42 kDa mampu
memediasi terjadinya adhesi, mekanisme ini
menunjukkan interaksi antara protein pili S.
dysenteriae 42 kDa dengan sel inang yang kuat. Faktor adhesi memberikan target inovatif dan
peluang terapi baru dan strategi baru untuk
mengendalikan dan mencegah infeksi Shigella
(25,26)
Kesimpulan
Protein pili S. dysenteriae dengan berat molekul 42
kDa merupakan protein adhesin pada enterosit
mencit galur Balb/c.
Tujuan penelitian ini adalah membuktikan bahwa protein pili Shigella dysenteriae dengan berat molekul 42 kDa
merupakan protein adhesi dari S. dysenteriae pada enterosit mencit galur BALB/c. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratoris yang dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember, melalui
beberapa tahap yaitu isolasi dan identifikasi S. dysenteriae, kultur S. dysenteriae, isolasi pili, SDS-PAGE, pemurnian protein
pili, uji hemaglutinasi,isolasi enterosit mencit galur BALB/c, dan uji adhesi. Pada penelitian ini dibentuk 6 kelompok perlakuan
dan 1 kontrol negatif. Keenam kelompok perlakuan tersebut meliputi konsentrasi protein pili 1, ½, ¼, 1
/8,
1
/16, dan 1
/32. Data
dianalisis menggunakan program statistik SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16, jenis regresi linier sederhana
dan one way Anov. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein pili S. dysenteriae 42 kDa mampu menghambat perlekatan S.
dysenteriae terhadap enterosit mencit galur BALB/c. Pada uji regresi linier sederhana diperoleh nilai R square 0,897 yang berarti
nilai indeks adhesi dipengaruhi oleh konsentrasi protein pili sebesar 89,7%, dan 10,3% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil uji
one way Anova menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi protein pili berpengaruh terhadap indeks adhesi bakteri dengan nilai
Sig. = 0,000 (p value < 0,05). Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan hipotesis, yaitu protein pili dengan
berat molekul 42 kDa merupakan protein adhesi dari Shigella dysenteriae pada enterosit mencit galur BALB/c.