Tampilkan postingan dengan label Mata c. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mata c. Tampilkan semua postingan

Mata c

 



Edukasi upaya pencegahan gangguan kesehatan mata sebagai bentuk pengabdian 

masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan di SDN Pancur Kota Serang dengan tema “Aku dan 

Kesehatan Mataku” yang bertujuan memberikan pengetahuan dan informasi mengenai cara 

menjaga serta Merawat Kesehatan pada Mata. Edukasi diberikan kepada Siswa Kelas 4 & 5 yang 

diikuti sebanyak 70 Siswa. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara Kuisioner dengan 

10 item pertanyaan. Metode penelitian ini menggunakan ceramah dan diskusi. Teknik 

Pengumpulan data dilakukan dengan dengan cara observasi dan kuisioner dengan 10 item. Hasil 

penelitian ini 22,9% siswa belum mengetahui cara menjaga kesehatan mata dan 48,6% siswa 

memiliki kebiasaan buruk yang dapat menurunkan kualitas penglihatan.. Pencegahan kerusakan 

pada mata dapat dilakukan dengan menghindari kebiasaan buruk, makan-makanan bergizi, dan 

membiasakan untuk merawat kesehatan mata.Manusia merupakan makhluk sosial 

yang senantiasa mempunyai kecendrungan 

untuk hidup bersama dalam suatu bentuk 

pergaulan hidup yang disebut masyarakat. 

Dalam hidup bermasyarakat manusia 

senantiasa dituntut untuk mampu 

menyesuaikan diri dengan lingkungan 

sosialnya melalui suatu proses. Proses ini 

dapat disebut sebagai proses penyesuaian diri 

individu ke dalam kehidupan sosial, atau 

lebih singkat dapat disebut dengan 

sosialisasi. Menurut Soejono Dirdjosisworo 

(1985), bahwa proses sosialisasi adalah 

proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi 

yang mana individu menahan, mengubah 

impulsimpuls dalam dirinya dan mengambil 

cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya 

(Andayani et al., 2020). Pengabdian 

masyarakat berupa sosialisasi ini 

dilaksanakan karena terdapat beberapa siswa 

di SD Negeri Pancur yang menderita mata 

minus dan terdapat siswa yang tidak 

mengetahui tentang kelainan atau penyakit 

yang dapat menyerang mata. Maka dari itu

dilakukan pengabdian masyarakat terkhusus 

tentang Kesehatan mata dengan mengambil 

tema “Aku dan Kesehatan Mataku” sebagai 

materi yang akan dibawakan pada kegiatan 

sosialisasi. 

Dalam perkembangan teknologi 

digital banyak dampak yang dapat dirasakan 

baik positif maupun negatif. Dampak yang 

dirasakan terutama bagi para pelajar yaitu 

gaya belajar peserta didik sangatlah berbeda. 

Peserta didik saat ini dituntut untuk dapat 

mencari informasi dan proses pencarian 

informasi tersebut semakin dipermudah 

dengan teknologi yang ada, yaitu smartphone

atau laptop. Pengenalan gawai pada kalangan 

usia anak sekolah dasar masih terlalu dini, 

dimana pada umur tersebut anak-anak lebih 

disarankan untuk melakukan aktivitas atau 

bermain secara langsung dalam 

berkelompok. Hal ini dapat mempengaruhi 

kesehatan mata bagi anak-anak. 

Gangguan Kesehatan mata 

merupakan masalah penting pada anak, 

karena 80% informasi didapat selama 12 

tahun pertama kehidupan anak melalui 

penglihatan (Rudhiati et al, 2015). 

Ketajaman penglihatan merupakan 

kemampuan indera penglihatan dalam 

membedakan berbagai bentuk visual. 

Penglihatan optimal dapat tercapai jika 

susunan struktur saraf visual utuh sehingga 

dapat berkempuan untuk fokus pada objek 

dengan tepat (Subitha, 2013).

Mata merupakan organ penglihatan 

pada panca indera penting yang digunakan 

saat beraktivitas, berfungsi untuk melihat dan 

sangat perlu untuk melakukan pemeriksaan 

secara rutin/berkala dan teratur. Pada usia 

dini memang sangat dianjurkan dalam hal 

pemeriksaan rutin pada mata agar lebih muda 

terdiagnosis. Gangguan penglihatan 

merupakan masalah kesehatan yang penting 

apalagi selama di masa pandemi, terutama 

pada manusia. Dampak yang terjadi pada 

kesehatan mata yaitu memicu mata menjadi 

rabun jauh atau miopia (Janati et al., 2021). 

Miopi adalah suatu kondisi dimana 

objek yang jauh tidak dapat ditampilkan 

secara jelas pada retina oleh sistem optik 

mata, karena sinar yang datang dibiaskan di 

depan retina atau bintik kuning. Miopi juga 

merupakan salah satu penyebab utama 

penurunan tajam penglihatan pada anak-anak 

usia sekolah, sedangkan penglihatan yang 

baik sangat diperlukan dalam proses belajar 

mengajar (Yuswantoro et al., 2021). 

Kelainan pada penglihatan salah satunya 

pada ketajaman melihat yang menjadi 

masalah pada anak usia sekolah penting 

untuk diperhatikan dalam aspek kesehatan, 

Salah satu masalahnya berupa miopia yang 

menyebabkan ketajaman penglihatan 

menurun pada anak dengan rentang usia 8-12 

tahun. Seiring bertambahnya usia, miopia 

akan semakin memburuk. Hal ini bisa 

disebabkan oleh kebiasaan anak-anak dalam 

menggunakan gawai untuk belajar dan

mengakses internet (Pertiwi et al., 2018).

Ada berapa faktor dapat 

mempengaruhi progresivitas miopia pada 

usia sekolah. Penyebab miopia bersifat 

multifactorial dan dapat bersifat internal atau 

eksternal. Faktor internal meliputi genetik 

yaitu riwayat keluarga, Panjang bola mata, 

usia, jenis kelamin, dan etnik. Faktor genetik 

atau faktor keturunan merupakan faktor yang 

berasal dari keluarga, dimana lokalisasi 

kromosom dan karakteristik dari molekul gen 

dapat berpengaruh terhadap terjadinya 

myopia. Sedangkan faktor internal 

berhubungan dengan banyak atau lamanya 

aktivitas luar ruangan atau pola hidup sehari￾hari seperti pencahayaan, Pendidikan, dan 

aktivitas jarak dekat. Contohnya membaca 

terlalu dekat secara terus menerus, durasi 

penggunaan komputer video game yang lama 

(Permana et al., 2020).

Miopi dapat disebabkan oleh adanya 

perilaku negatif ketika belajar, seperti 

begadang untuk mengerjakan tugas, terlalu 

sering dalam menggunakan komputer, gawai, 

atau media elektronik lainnya dengan waktu 

penggunaan relatif lama dan penerangan 

yang kurang diperhatikan. Kebiasaan terus 

menerus tersebut dapat menyebabkan otot￾otot disekitar mata berkontraksi, sehingga 

bola mata memanjang dan lensa pada mata 

semakin bertambah lengkung menyebabkan 

daya bias yang kuat hingga terjadi miopi 

(Lenawati & Rudi, 2017).

METODE

Pelaksanaan kegiatan telah dilakukan 

pada tanggal 7 Maret 2022 di SDN Pancur 

sampai dengan selesai yang terdiri dari 2 

kelas yaitu kelas 4 dan kelas 5 dengan jumlah 

siswa 70 siswa. Kegiatan ini dimulai dengan 

melakukan analisis kebutuhan dengan 

melakukan observasi dan menyebarkan 

angket/kuisioner pada peserta didik kelas 4 

dan 5 di SDN Pancur. Dari data kuisioner 

tersebut kemudian akan dijadikan sebagai 

data awal untuk menyusun materi sosialisasi 

bagi peserta didik di SDN Pancur. Lebih 

lanjut mengenai rincian masing-masing tahap 

kegiatan adalah sebagai berikut:

a) Tahap analisis kebutuhan dan 

penyebaran kuisioner

Pada tahap ini, sebelum 

melakukan pengabdian dilakukan

analisis kebutuhan dengan melakukan 

observasi dan mengambil data di SDN 

Pancur. Responden adalah siswa siswi 

kelas 4 dan 5. Kuisioner ini berupa 

pertanyaan tertutup mengenai kebiasaan 

yang dilakukan sehari – hari; Deteksi 

dini kelainan pada kesehatan mata; 

Pengetahuan mengenai kesehatan pada 

mata; Pengetahuan mengenai cara

menjaga kesehatan pada mata.

Gambar 1. Penyebaran Kuesioner

b) Tahap sosialisasi

Pada tahap ini dilakukan 

pengabdian masyarakat dengan 

memberikan sosialisasi bertema “Aku 

dan Kesehatan Mataku”. Materi yang 

dibahas berupa aktivitas yang dapat 

merusak mata, ciri – ciri mata yang 

sehat, penyebab mata miopi, cara 

mencegah miopi, makanan yang baik 

untuk kesehatan mata serta cara menjaga 

kesehatan mata. Sosialisasi dilakukan 

dengan metode ceramah, diskusi dan 

tanya jawab, dengan narasumber yaitu 

Bapak Nana Fitrotul Bana, S. Gz.

c) Tahap dokumentasi

Tahap dokumentasi dilakukan 

untuk melakukan pengarsipan kegiatan 

berupa dokumentasi foto dan video. 

Selanjutnya dokumentasi dari hasil 

kegiatan tersebut diunggah di google drive

dan di kanal youtube.

d) Tahap pembuatan laporan dan 

penyusunan artikel

Tahap akhir dari rangkaian 

kegiatan ini, tim pengabdian akan 

menyusun laporan dari seluruh rangkaian 

kegiatan yang telah dilakukan dan 

menyusun artikel untuk dipublikasikan.

Metode pendekatan yang dilakukan 

untuk menyelesaikan permasalahan dalam 

kegiatan ini adalah metode ceramah dan 

diskusi, yaitu metode pemaparan materi dan 

data yang akurat untuk memberikan 

pemahaman serta pengetahuan mengenai 

cara menjaga serta merawat kesehatan pada 

mata dan ditutup dengan diskusi serta tanya 

jawab untuk mengurai lebih lanjut 

keingintahuan yang belum terjawab selama 

proses pemaparan materi antara peserta didik 

dengan pemateri yaitu, Bapak Nana Fitrotul 

Bana, S. Gz.

HASIL

Pengambilan data analisis kebutuhan 

dilakukan di kelas 4 sebanyak 40 responden 

dan kelas 5 sebanyak 30 responden. 

Berdasarkan hasil analisis data pada 

kuesioner mengenai 10 pertanyaan terkait 

kesehatan mata. Pada pertanyaan 1 terdapat 

24,3% siswa yang belum mengetahui bahwa 

membaca dan menulis dengan jarak dekat 

dapat membuat mata menjadi minus dan 

buram. Selain itu, Hasil pertanyaan ke-3 

terdapat 5,7% tidak dapat melihat papan tulis 

dengan jelas, artinya beberapa siswa 

mengalami kesulitan penglihatan (buram) 

sehingga perlu adanya alat bantu penglihatan 

lebih spesifik. Data membuktikan bahwa 

Kebiasaan buruk siswa dapat menurunkan 

kinerja fungsi mata seperti 48,6% siswa lebih 

suka bermain games di gawai setelah pulang 

sekolah dan 28,6% siswa menonton Televisi 

di rumah. Hal ini akan berdampak pada 

penurunan penglihatan seseorang. Data 

lainnya menyebutkan bahwa 22,9 % siswa 

tidak tahu cara menjaga kesehatan mata. 

Berdasarkan data analisis kebutuhan dapat 

disimpulkan bahwa perlu adanya sosialisasi 

tentang kesehatan mata untuk meningkatkan 

pengetahuan siswa dalam meminimalisir 

mata minus atau buram. Lokasi pengabdian 

ini dilakukan di SD Negeri Pancur Kota 

Serang, Kecamatan Taktakan Provinsi 

Banten, lihat Gambar 3.


Kegiatan pengabdian ini bertujuan 

untuk memberikan pengetahuan dan 

pemahaman kepada peserta didik kelas 4 dan

5 di SDN Pancur tentang cara menjaga dan 

merawat kesehatan mata. Pelaksanaan 

kegiatan ini dimulai sejak bulan Maret –

April 2022 yang terbagi menjadi beberapa 

kegiatan. Kegiatan awal yang dilakukan 

adalah analisis kebutuhan dan pengambilan 

data. Pengambilan data dilakukan dengan 

menyebar kuisioner padatarget sasaran yaitu 

peserta didik kelas 4 dan 5 SDN Pancur. Dari 

data kuisioner ini diperoleh informasi yang 

kemudian akan dijadikan data awal pada 

kegiatan selanjutnya yaitu sosialisasi. 

Mengingat target sasaran pada kegiatan ini 

adalah peserta didik kelas 4 dan 5, maka 

segiatan sosialisasi dilakukan dengan 

menggunakan media berupa power point

yang disajikan dengan gambar dan ilustrasi 

yang menarik untuk memudahkan peserta 

sosialisasi dalam memahami isi pesan dan 

materi yang disampaikan. Pada akhir 

kegiatan sosialisi dilakukan kegiatan diskusi 

dan tanya jawab narasumber dan peserta

didik. Pihak yang terlibat pada kegiatan 

sosialisasi dengan tema “Aku dan Kesehatan 

Mataku” adalah peserta didik kelas 4 dan 5

SDN Pancur, tim pengabdian masyarakat, 

guru-guru SDN Pancur, Puskemas Pancur 

dan Narasumber yaitu Bapak Nana Fitrotul 

Bana, S. Gz.

Pada kegiatan sosialisasi, peserta didik 

berperan aktif mengikuti rangkaian kegiatan 

sosialisasi yang dilakukan di SDN Pancur

terlihat dari antusiasme peserta didik dalam 

menyimak dan mendengerkan materi yang 

disampaikan oleh narasumber. Selain itu 

kegiatan ini juga dapat memotivasi peserta 

didik untuk dapat menjaga dan merawat 

kesehatan mata. Kesehatan sekolah ditujukan agar dapat 

meningkatkan kemampuan hidup sehat pada 

siswa dalam lingkungannya agar dapat 

belajar, serta tumbuh dan berkembang secara 

optimal agar menjadi SDM yang berkualitas 

(Izah et al., 2019). Upaya yang dapat 

dilakukan untuk menjaga kesehatan mata 

seperti penggunaan tetes mata, pemijatan 

ringan di area sekitar mata, punggung, dan 

leher, membiasakan mengedipkan mata, 

memperhatikan posisi duduk serta 

pencahayaan, istirahat yang cukup, 

membiasakan beraktivitas di luar ruang yang terpapar cahaya matahari, dan mengonsumsi 

makanan bergizi serta bervitamin 

Penggunaan gadgetsudah mencakup setiap kalangan usia masyarakat, baik itu anak-anak,

remaja, orang dewasa, maupun orang tua. Dari setiap kalangan tersebut, persentasi 

pengguna gadget pada kalangan remaja merupakan yang terbesar, yaitu sebesar 98,20%, 

yang berarti hampir seluruh remaja di Indonesia menggunakan gadget dalam kehidupan 

sehari-harinya. Penggunaan gadget secara berlebihan akan memberikan dampak negatif 

bagi para remaja, salah satunya adalah penurunan kesehatan mata yang diakibatkan oleh 

terlalu sering menatap layar gadget. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hasil 

penelitian berbahasa Indonesia tentang dampak penggunaan gadget terhadap kesehatan 

mata remaja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah literature review, di 

mana pencarian literature dilakukan melalui Google Scholar. Kata kunci yang digunakan 

untuk bahasa Indonesia yakni “kesehatan mata” dan “remaja.” Sedangkan kata kunci 

yang digunakan dalam bahasa Inggris adalah “gadget”, “eye health” dan “teenager”. Dari 

hasil kajian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 jurnal membahas 

mengenai hubungan antara penggunaan gadget dengan kesehatan mata pada remaja yakni siswa dan mahasiswa di beberapa Sekolah dan Universitas, dan 1 jurnal menganalisis 

terkait dampak penggunaan gadget terhadap penurunan ketajaman penglihatan. 

Penggunaan gadget akan memberikan dampak positif pada remaja jika mampu 

menggunakan gadgetsesuai dengan fungsi dan kebutuhannya, namun penggunaan gadget

juga memberikan dampak negatif pada remaja apabila tidak digunakan dengan bijak 

bahkan dapat menimbulkan ketergantungan jika gadget digunakan dalam jangka waktu 

yang berlebihan.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat menyebabkan terjadinya pergeseran 

nilai dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Teknologi yang awalnya berfungsi 

sebagai alat pendukung dalam memudahkan suatu kegiatan/aktivitas telah berubah 

menjadi suatu kebutuhan hidup bagi manusia, terutama dalam bentuk gadget (Marpaung, 

2018). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gadget diartikan sebagai peranti 

elektronik atau mekanik dengan fungsi praktis; gawai. Perkembangan fitur yang 

disematkan pada sebuah gadget sudah dapat mencakup hampir seluruh kebutuhan 

manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari, hal inilah yang menyebabkan intensitas 

penggunaan gadget dalam kehidupan masyarakat meningkat pesat (Rismala et al., 2021).

Menurut hasil surevi yang dilakukan oleh APJII (2023), pengguna internet 

Indonesia di tahun 2023 menembus angka 215 juta jiwa atau total 78,19% dari jumal 

penduduk Indonesia, angka ini meningkat dari tahun 2022 yaitu sebesar 77,02%. 

Penggunaan gadget sudah mencakup setiap kalangan usia masyarakat, baik itu anak-anak, 

remaja, orang dewasa, maupun orang tua. Dari setiap kalangan tersebut, persentasi 

pengguna gadget pada kalangan remaja merupakan yang terbesar, yaitu sebesar 98,20%, 

yang berarti hampir seluruh remaja di Indonesia menggunakan gadget dalam kehidupan 

sehari-harinya. 

Menurut Kementrian Kesehatan, remaja merupakan kelompok usia 10 tahun 

sampai sebelum berusia 18 tahun. Fitriana et al. (2021) menyatakan bahwa remaja 

menggunakan gadget selama 5-7 jam atau 300-420 menit dalam sehari, yang 

mengakibatkan remaja tersebut sudah mengalami kecanduan tergadap gadget. Secara 

umum, penggunaan gadget saat ini sudah menjadi seperti kebutuhan wajib pada setiap 

orang yang menggunakannya, mulai dari berbelanja, bisnis online, media sosial, 

pembayaran dan sebagai hiburan seperti bermain game online (Sidabutar et al., 2019). 

Untuk kalangan remaja, seringkali penggunaan gadget utamanya diperuntukkan untuk 

bermain game online, bahkan dalam durasi yang cukup lama, sehingga dapat 

menyebabkan kecanduan.

Penggunaan gadget sewajarnya akan memberikan dampak positif kepada para 

remaja, seperti mempermudah komunikasi, mempermudah akses informasi yang dapat 

membantu dalam proses belajar, serta dapat menjadi media relaksasi jika berada dalam 

kondisi bosan atau suntuk. Namun demikian, penggunaan gadget secara berlebihan juga 

akan memberikan dampak negatif bagi para remaja, salah satunya adalah penurunan 

kesehatan mata yang diakibatkan oleh terlalu sering menatap layar gadget (Pratiwi & 

Malwa, 2021). 

Menurut Syifa (2020), penggunaan gadget di tempat tidur dan dalam gelap dapat 

menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Salah satu jenis penyakit mata yang dapat 

diakibatkan oleh penggunaan gadget yang berlebihan adalah refraksi. Refraksi atau 

pembiasan cahaya merupakan perubahan arah yang terjadi pada berkas cahaya yang 

melintas secara miring melalui suatu medium dan menuju ke medium yang lain yang memiliki indeks bias yang berbeda (Yenni & Apriani Sagita, 2021). Kelainan refraksi 

mata merupakan kelainan penglihatan yang umum terjadi, yaitu kondisi di mana cahaya 

yang masuk ke mata tidak dapat terfokus dengan jelas. Hal ini membuat gambar objek 

menjadi buram atau tidak jelas. Gangguan refraksi pada mata dapat disebabkan oleh 

ukuran bola mata yang terlalu panjang atau terlalu pendek, perubahan bentuk kornea, dan 

penuaan pada lensa (Rachman, 2020).Hasil penelusuran literature review didapatkan 5 jurnal nasional dengan 

menggunakan bahasa Indonesia. Tujuan dari kelima jurnal tersebut yaitu untuk 

mengetahui dan menjelaskan hubungan serta pengaruh penggunaan gadget terhadap 

kesehatan mata pada remaja. Analisis dari kelima jurnal tersebut yakni menggunakan 

studi kelayakan cross sectional. Subjek yang digunakan pada penelitian ini merupakan 

remaja dan instrumen yang digunakan yakni kuisioner dan pemeriksaan mata Snellen 

Chart dan Tear Break-Up Time Test serta aplikasi whats app.

PEMBAHASAN

Jurnal pertama dari Siprianus Abdu, dkk (2021) menyatakan bahwa Penelitian ini 

dilakukan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris Makassar, pada bulan Februari 

sampai Maret 2021. Populasi pada penelitian ini semua mahasiswa STIK Stella Maris 

Makassar. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability 

sampling dengan pendekatan accidental sampling dengan ukuran sampel 60 responden. 

Dari hasil uji statistik chi square diperoleh p value untuk mata kanan dan mata kiri 

masing-masing p kanan = 0,647 dan p kiri = 0,462, sehingga p value < 0,05 yang artinya 

bahwa penggunaan gadget tidak berdampak signifikan terhadap penurunan ketajaman 

penglihatan baik pada mata kanan ataupun mata kiri. Hasil ini sejalan dengan penelitian 

yang dilakukan oleh Panambunan et al (2019), tidak terdapat hubungan antara 

penggunaan smartphone dengan ketajaman penglihatan dan juga tidak terdapat hubungan 

antara intensitas penggunaan smartphone dengan ketajaman penglihatan. 

Adapun penelitian lain yang mendukung penelitian ini yaitu dari Ernawati (2015), 

yang menunjukkan tidak ada pengaruh antara durasi lamanya menggunakan gadget 

terhadap penurunan tajam penglihatan. Hasil penelitian ini menandakan bahwa 

penurunan ketajaman penglihatan yang terjadi pada mahasiswa tidak disebabkan oleh 

penggunaan gadget tetapi kemungkinan lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang secara 

teoritis ada seperti genetik, usia, obat-obatan yang dikonsumsi, penyakit yang dialami 

(diabetes melitus dan tekanan darah tinggi), radiasi, kurangnya konsumsi vitamin A dan 

kurangnya pencahayaan saat beraktivitas. Namun walaupun demikian mahasiswa atau

pengguna gadget tetap harus memahami bahwa penggunaan gadget yang berlebihan baik 

dari sisi lama penggunaan, intensitas cahaya maupun cara memakainya akan berdampak 

terhadap ketajaman penglihatan jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

Jurnal kedua yakni dari Rifka Augina Islami, dkk (2021) yang menyatakan bahwa 

penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, penelitian 

ini dilaksanakan pada tanggal 19-21 Juni 2019. Populasi pada penelitian ini merupakan 

mahasiswa angkatan 2016, 2017, dan 2018 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia yang mengalami miopia. Hasil penelitian ini 

diperoleh taraf signifikansi p= 0,315. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p<0,05 

menandakan hoditerima berarti durasi penggunaan gadget tidak berpengaruh terhadap 

kejadian miopia. Hasil ini dapat dipengaruhi oleh jeda waktu penggunaan yang 

memungkinkan otot mata untuk berisitirahat sehingga dapat terhindar dari kelelahan. 

Mata lelah dapat terjadi jika mata fokus kepada objek berjarak dekat dalam waktu yang 

lama dan otot-otot mata bekerja lebih keras untuk melihat objek terutama jika disertai 

dengan pencahayaan yang kurang. 

Pencahayaan yang kurang akan mengakibatkan mata akan semakin kuat untuk 

berakomodasi saat melihat suatu benda. Hal ini terjadi karena adanya kontraksi otot siliar 

pada mata. Akibat dari akomodasi, daya pembiasan pada lensa akan bertambah dan 

semakin cembung sehingga mengakibatkan miopia. Pencahayaan yang cukup dan 

memadai dapat mencegah ketegangan pada otot siliaris mata yang dapat menyebabkan 

miopia. 

Jurnal ketiga penelitian dari Siti Nur Solikah, dkk (2022) yang menjelaskan bahwa 

populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh siswa kelas 5A, 5B, 5C dan 5D, SD Al￾Islam 2 Jamsaren Surakarta yang berjumlah 120 siswa. Sampel dalam penelitian ini 

berjumlah 40 siswa yang mana pengambilan sampel dilakukan dengan bantuan guru kelas 

secara purposive sampling disetiap kelas diambil masing-masing 10 siswa yang telah 

dipilih sesuai kriteria inklusi dan eklusi yang sudah ditetapkan. 

Kriteria inklusi dalam penelitian ini yakni anak berusia 10-12 tahun, tidak 

menggunakan kacamata dan tidak sedang mendapatkan pengobatan mata/tetes mata serta 

bersedia menjadi responden. Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah anak usia kurang 

dari 10 tahun, menggunakan kaca mata, mendapatkan pengobatan mata dan tidak bersedia 

menjadi responden. Hasil pemeriksaan dengan snellen chart menunjukkan sebagian besar 

reponden dalam kondisi ketajaman mata kategori normal sebanyak 25 anak (62,5%). 

Hasil analisa data menunjukkan tidak ada hubungan durasi penggunaan gadget dengan 

ketajaman mata dengan nilai (p = 0,081). 

Hal ini berarti bahwa durasi penggunaan gadget tidak mempengaruhi ketajaman 

mata pada anak. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena adanya pendampingan dari 

orang tua dirumah selama pandemi terjadi, sehingga penggunaan gadget dapat terkontrol 

hanya sebatas pengerjaan tugas dari guru. Selama pandemi banyak orang tua yang 

melaksanakan Work From Home (WFH) sehingga orang tua yang biasanya bekerja 

mampu mendampingi anak dirumah sambil bekerja. 

Jurnal keempat yakni penelitian yang telah dilakukan oleh Thesa Yurika, dkk 

(2022) yang menerangkan bahwa sampel pada penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi 

peneliti didapatkan 267 siswa SMA Negeri Unggul kota Subulussalam dengan metode 

total sampling. Pengambilan data melalui sellf-assessment dengan menggunakan 

kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,6% siswa kelas XI dan XII SMA 

Negeri Unggul kota Subulussalam mengalami mata lelah. Hasil uji statistik berdasarkan 

uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,000 untuk hubungan antara posisi, 

durasi, serta tampilan layar monitor penggunaan gadget dengan kejadian mata lelah, 

sedangkan nilai p value = 0,432 untuk hubungan jenis gadget dengan kejadian mata lelah. 

Kesimpulan dari penelitian ini yakni, durasi, posisi, serta tampilan layar monitor gadget 

berpengaruh terhadap kejadian mata lelah namun jenis gadget tidak berpengaruh terhadap 

kejadian mata lelah. 

Menurut National Institute of Occupational Safety and Health, keluhan mata lelah 

mempengaruhi sebanyak 90% dari orang-orang yang menghabiskan waktunya selama 3 

jam atau lebih per hari di depan gadget. A Healthier Michigan mencatat bahwa ketika 

seseorang yang menggunakan gadget fokus terhadap layar monitor dalam jangka waktu yang lama, maka otot-otot kecil pada mata mereka akan berkontraksi lebih dari biasanya 

sehingga menyebabkan mata terasa lelah, kaburnya penglihatan, dan juga kesulitan untuk 

memfokuskan pikiran. Selanjutnya menurut Occupational Safety and Health Association 

(OSHA) pada saat menggunakan komputer atau gadget lainnya jarak antara mata dengan 

layar gadget sekurang-kurangnya adalah 200 inch atau sekitar 50 cm. Jika menggunakan 

gadget dengan posisi yang salah maka jarak antara mata dan gadget bisa dikatakan terlalu 

dekat sehingga menimbulkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan berpotensi terjadinya 

gangguan penglihatan. Secara ilmiah, ketika melihat obyek pada jarak dekat, lensa mata 

akan menebal untuk fokus pada sasaran. Masing-masing mata mendekatkan sumbu 

penglihatan sehingga dapat melihat sasaran. Proses ini diatur oleh otot siliar, yaitu otot 

yang berperan dalam mengatur kecembungan atau ketebalan lensa mata. Jika mata 

melihat obyek dekat dalam waktu yang lama, otot siliar akan mengalami ketegangan 

sehingga menyebabkan mata terasa lelah.

Jurnal kelima merupakan penelitian dari Gusti Ayu Putri Diah Saraswati, dkk 

(2023) yang menjelaskan bahwa Sampel pada penelitian ini berjumlah 180 orang dengan 

menggunakan teknik probability sampling yaitu simple random sampling. Pengumpulan 

data menggunakan kuisioner durasi penggunaan gadget melalui whatsapp dengan 

menggunakan google form dan pengumpulan data secara luring. Ketajaman penglihatan 

diukur menggunakan Snellen Chart. Hasil penelitian tersebut menunjukkan umur 

terbanyak responden yaitu 14 tahun (74,4%), jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki 

(63,3%), penggunaan gadget tergolong selalu (41,7%), dan ketajaman penglihatan 

tergolong normal (85,6%). Uji hipotesis menggunakan spearman rank dengan α=0,05. 

Terdapat hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan pada siswa kelas 

VIII dengan nilai p=0,003. Nilai r=0,525 menunjukkan korelasi yang kuat antara variable 

penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan pada siswa. Responden diharapkan 

mengetahui dampak yang ditimbulkan dari penggunaan gadget yang salah, agar tidak 

merusak kesehatan penglihatan.

Penurunan ketajaman penglihatan juga sering dipengaruhi saat melihat objek 

dengan jarak yang terlalu dekat dan intensitas pencahayaan yang sangat kuat, ataupun 

lemah. Membaca atau melihat suatu obyek dalam jarak yang terlalu dekat membuat 

kekuatan akomodasi pada mata menjadi sangat kuat. Pada penggunaan gadget, kondisi 

ini ditambah dengan radiasi elektromagnetik dihasilkan oleh adanya tekanan radiasi 

monitor yang tinggi. Gelombang yang terlalu lama dilihat tersebut akan ditangkap oleh 

kornea mata, selanjutnya cahaya akan dikirimkan pada lensa. Lensa yang menerima 

rangsangan cahaya yang kuat akan membuat mata rusak, dalam waktu lama, secara 

fisiologis menyebabkan kerusakan syaraf mata. Peneliti berpendapat setelah anak diberi 

penjelasan mengenai dampak penggunaan gadget yang berlebih, anak akan merubah gaya 

hidup dan pola pikirnya untuk menggunakan gadget jika diperlukan saja. 

Meskipun sebagian besar responden memiliki persepsi yang negatif terhadap 

penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan, akan tetapi pada kenyatannya 

responden masih saja menggunakan gadget tidak sesuai dengan kebutuhannya saja, tetapi 

tetap menggunakan gadget di setiap waktu dengan

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan literature review dampak penggunaan gadget 

terhadap kesehatan mata pada remaja dari kelima jurnal penelitian yang sesuai dengan 

kriteria inklusi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 jurnal membahas mengenai 

hubungan antara penggunaan gadget dengan kesehatan mata pada remaja yakni siswa dan 

mahasiswa dibeberapa Sekolah dan Universitas, dan 1 jurnal menganalisis terkait dampak 

penggunaan gadget terhadap penurunan ketajaman penglihatan.Penggunaan gadget akan memberikan dampak positif pada remaja jika mampu 

menggunakan gadget sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya, karena dengan begitu para 

remaja akan mampu menambah wawasannya terkait dengan kecanggihan teknologi yang 

ada pada aplikasi-aplikasi yang terdapat pada gadget tersebut, namun penggunaan gadget 

juga memberikan dampak negatif pada remaja apabila tidak digunakan dengan bijak 

bahkan dapat menimbulkan ketergantungan jika gadget digunakan dalam jangka waktu 

yang berlebihan, salah satu dampak negatif yang bisa saja terjadi akibat penggunaan 

gadget dalam jangka waktu yang berlebihan yakni terganggunya kesehatan mata seperti 

berkurangnya ketajaman penglihatan dan beberapa gangguan kesehatan mata yang bisa 

saja terjadi seperti yang telah diuraikan pada pembahasan melalui kelima jurnal diatas.

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) tahun 2020, pengguna gadget untuk mahasiswa

S1/Diploma (93,02%), lebih tinggi dari tingkat sekolah dan pengguna secara umum (66,31%). Perilaku 

penggunaan gadget perlu diperhatikan apabila tidak terkontrol karena dapat mengganggu kesehatan, khususnya 

pada penglihatan. Tujuan umum untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran 

Universitas Muslim Indonesia tentang mencegah terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget angkatan 2019. 

Desain penelitian survey deskriptif pendekatan kuantitatif desain cross sectional. Sampel penelitian dilakukan 

pada 250 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 dengan teknik sampling

yaitu total sampling. Hasil Penelitian adalah distribusi frekuensi usia mayoritas usia 22 tahun berjumlah 176 

responden (70,4%), jenis kelamin mayoritas perempuan berjumlah 192 responden (76,8%), tingkat pengetahuan 

tentang terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget mayoritas pengetahuan baik berjumlah 218 responden 

(87,2%), tingkat pengetahuan tentang pencegahan terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget mayoritas 

pengetahuan baik berjumlah 215 responden (86,0)Berkembangnya era global menyebabkan pengguna gadget semakin bertambah diseluruh dunia. 

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tahun 2020, Indonesia akan 

menjadi negara keempat terbesar dengan penggunaa aktif gadget di dunia setelah Cina, India, dan 

Amerika Serikat. Pengguna gadget terbesar yaitu remaja dengan kisaran umur 15 s.d. 20 tahun (1).

Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (KOMINFO) tahun 2020 

menunjukkan pengguna gadget untuk mahasiswa S1/Diploma (93,02%), lebih tinggi jika dibandingkan 

dengan tingkat sekolah dan pengguna secara umum (66,31%). Perilaku penggunaan gadget perlu 

diperhatikan apabila tidak terkontrol karena dapat mengganggu kesehatan, khususnya pada penglihatan

(2).

Di Indonesia prevalensi gangguan kesehatan mata terus mengalami peningkatan sebanyak 1,5% 

dan tertinggi jika dibandingkan dengan negara di Asia. Gangguan kesehatan mata yang disebabkan oleh 

glucoma sebanyak (13,4%), kelainan refleksi (9,5%), gangguan retina (8,5%) dan penyakit mata 

lainnya. Prevalensi kejadian kelelahan mata pada pengguna Visual Display Terminal (VDT) mencapai 

64-90% dengan jumlah penderita sebesar 60 juta orang di seluruh dunia dan berpotensi naik sampai satu 

juta kasus setiap tahun (3).

Kejadian kelelahan mata dapat terjadi karena penggunaan gadget yang berlebihan. Pada layar 

telepon termasuk gadget secara umum dapat menghasilkan cahaya radiasi blue light yang dapat 

memberikan efek negatif terhadap sistem penglihatan (4). Sinar biru dapat menciptakan silau yang dapat 

mengurangi kontras visual dan mempengaruhi ketajaman penglihatan. Kelelahan mata akibat paparan 

sinar biru dapat terjadi apabila menatap layar gadget lebih dari 2 jam. Dampak sinar dari paparan sinar 

biru selain terjadinya kelelahan mata dan kerusakan retina dalam jangka panjang, juga dapat 

meningkatkan risiko kenaikan berat badan, diabetes, kanker dan serangan jantung. Selain itu, lama 

penggunaan gadget dapat menyebabkan mata kering karena produksi air mata yang berkurang, kepala 

menjadi pusing dan gangguan tidur (5).Tingkat pengetahuan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya mata lelah akibat penggunaan 

gadget dapat dimulai dari posisi saat menggunakan gadget yaitu dengan posisi duduk tegak, penggunaan 

gadget juga dibatasi berkisar 1-2 jam dalam sehari. Pembatasan waktu penggunaan gadget dapat 

mengurangi tekanan berlebihan pada mata. Jarak antara layar gadget dengan mata sebaiknya lebih dari 

30 cm untuk mengurangi paparan langsung dari radiasi dari gadget. Pengaturan penerangan atau 

pencahayaan sangat berpengaruh pengguna gadget. Kedipan mata sangat penting untuk mengurangi 

risiko mata kering (6). Metode istirahat mata yang disarankan yaitu 20-20-20 yang artinya selama 20 

menit penggunaan, dilanjutkan dengan melihat objek lain sejauh 6meter (20 kaki) dengan waktu selama 

20 detik, sehingga disarankan ketika menggunakan gadget selama 2 jam, dapat melakukan istirahat 

selama 15 menit dan melakukan peregangan otot. Dengan melakukan kegiatan ini, dapat menambah 

kenyamanan ketika menggunakan gadget (7).

Kelelahan mata yang diabaikan akan berdampak pada penurunan fungsi penglihatan dan 

penurunan produktivitas. Oleh karena itu, berdasarkan data-data yang sudah didapatkan, maka peneliti 

tertarik melakukan penelitian mengenai “tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran 

Universitas Muslim Indonesia tentang mencegah terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget

angkatan 2019”.

METODE

Desain penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan menggunakan pendekatan 

kuantitatif desain cross sectional yaitu variabel dependen (tingkat pengetahuan tentang terjadinya mata 

lelah akibat penggunaan gadget dan tingkat pengetahuan tentang pencegahan terjadinya mata lelah 

akibat penggunaan gadget) dan variabel independen (tingkat pengetahuan kelelahan mata) dikumpulkan 

dalam waktu bersamaan.8 Pada penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim 

Indonesia pada angkatan 2019 dan waktu penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan surat etik dari 

fakultas maupun universitas. 

Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim 

Indonesia angkatan 2019 berjumlah 252 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini 

adalah total sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian ini 

dilakukan pada 252 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 

dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa 

fakultas kedokteran universitas muslim indonesia angkatan 2019, bersedia menjadi responden dan 

menandatangani lembar persetujuan dan mampu berkomunikasi dengan baik. Kriteria eksklusi pada 

penelitian ini yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 yang 

tidak mengisi kuisioner dengan lengkap. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah 

kuesioner. Pengolahan data dalam penelitian dengan menggunakan peranan komputer melalui tahap￾tahap yaitu editing (pengecekan data), coding (pengkodean data), data entry (memasukkan data) dan 

tabulating (tabulasi). Analisa data dilakukan dalam 1 tahap yaitu analisa univariat. Analisa univariat 

pada penelitian ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuesioner atau angket dengan skoring yaitu tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 

76-100% menjawab benar, tingkat pengetahuan cukup baik bila skor atau nilai 56-75% menjawab benar 

dan tingkat pengetahuan kurang baik bila skor atau nilai <56 % menjawab benar.

HASIL

Peneliti telah melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran 

universitas muslim indonesia angkatan 2019 tentang terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget. 

Data diperoleh dari kuisioner yang telah di bagikan menggunakan google form. Data yang telah 

diperoleh selanjutnya dimasukan ke dalam suatu table induk (master tabel) menggunakan program 

Microsoft Excel. Kemudian data diolah menggunakan program SPSS di perangkat komputer. Lalu 

dibuat dalam bentuk tabel frekuensiBerdasarkan tabel 1 didapatkan dari 250 responden yang berumur 21 tahun sebanyak 10 

responden (4,0%), usia 22 tahun sebanyak 176 responden (70,4%), umur 23 tahun sebanyak 54 

responden (21,6%), dan sedangkan yang berumur 24 tahun sebanyak 10 responden (4,0%). Dan dari 

hasil yang telah di dapatkan responden terbanyak berusia 22-23 tahun, usia responden 21 tahun 

merupakan usia paling muda dan usia 24 tahun merupakan usia paling tua. Berdasarkan tabel 2 didapatkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 192 

(76,8%) sedangkan laki laki sebanyak 58 (23,2%).Berdasarkan tabel 3 didapatkan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 218 orang (87,2%), 

yang memiliki pengetahuan cukup berjumlah 25 orang (10,0%), sedangkan yang memiliki pengetahuan 

kurang berjumlah 7 orang (2,8%) dengan persentase valid 100,0%.Berdasarkan tabel 4 didapatkan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 215 orang (86,0%), 

yang memiliki pengetahuan cukup berjumlah 30 orang (12,0%), sedangkan yang memiliki pengetahuan 

kurang berjumlah 5 orang (2,0%) dengan persentase valid 100,0%.

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden 

Usia 

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 250 mahasiswa proporsi terbanyak berjenis 

kelamin perempuan dengan usia rentang 21-24 tahun. Dari 250 orang yang mengikuti penelitian, pada 

table 2 terdapat 192 (76,8%) responden berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 58 (23,2%) berjenis 

kelamin laki-laki.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Rizki (2021) 

yang berjudul hubungan durasi penggunaan gadget dengan keluhan subjektif gangguan kesehatan mata 

pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Riau, menunjukkan hasil bahwa responden 

mayoritas berumur 22 tahun berjumlah 23 orang (76,7%) dan usia 21 tahun berjumlah 7 orang (23,3%)

(8).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rizki Enddrayanti Dkk (2020), yang 

Berjudul: Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Penggunaan Gadget Dengan Kelelahan Mata 

Mahasiswa FIK UMS Masa Pandemi Covid-19. Menunjukan adanya variasi usia responden rentang usia 

responden dalam penelitian ini diamana usia minimum 18 tahun dan usia maksimum 25 tahun (9). 

Responden yang mengikuti penelitian dengan jumlah paling banyak yakni responden yang 

memiliki usia 20-21 tahun yaitu sebanyak 74 57 orang, sedangkan usia 24-25 tahun ialah responden 

yang mengikuti penelitian dengan jumlah paling sedikit yaitu sebanyak 2 orang.

Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi berdasarkan jenis kelamin mahasiswa 

fakultas kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 dengan jumlah 250 responden yaitu 

mayoritas terdapat pada jenis kelamin perempuan berjumlah 192 responden (76,8%) dan laki-laki 

berjumlah 58 responden (23,2%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2021) yang berjudul 

hubungan durasi penggunaan gadget dengan keluhan subjektif gangguan kesehatan mata pada 

mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Riau, menunjukkan hasil bahwa responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 responden (76,7%) dan laki-laki berjumlah 7 responden (23,3%)

(8).

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah (2022) yang berjudul 

gambaran perilaku pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan laptop dan smartphone pada 

mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2022, 

menunjukkan hasil bahwa mayoritas berjenis kelamin perempuan berjumlah 110 responden (88,7%) dan 

laki-laki berjumlah 14 responden (11,3%) (10).

Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin respoden didapatkan mayoritas perempuan 

dikarenakan sebagian besar responden di fakultas kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 

2019 berjenis kelamin perempuan, sehingga turut mengambil bagian dalam proses pengambilan untuk 

dijadikan responden dalam penelitian.

Perempuan akan memiliki keinginan berkomunikasi lebih kuat dari pada laki-laki yang 

mendorong mereka untuk selalu memeriksa gadget hampir setiap waktu (11). Teknologi canggih untuk 

mengakses internet saat menggunakan gadget lain untuk membuat responden pada usia ini lebih banyak 

memilih untuk menemukan informasi, jejaring sosial, saat mencari hiburan melalui perangkat yang lebih 

praktis untuk digunakan (12).

Tingkat Pengetahuan Tentang Terjadinya Mata Lelah Akibat Penggunaan Gadget

Hasil penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang di 

milki mahasiswa fakultas kedokteran umi tentang terjadinya mata Lelah. Penderita asthenopia di dunia 

mencapai 60 juta orang (13). Prevalensi asthenopia tertinggi berada di usia muda. Prevalensi yang tinggi 

ini diakibatkan penggunaan teknologi digital yang semakin banyak. Data menunjukkan penggunaan 

perangkat lebih dari 6 jam memicu kemunculan keluhan ini (14).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 250 mahasiswa, 218 (87,25) orang diantaranya 

memiliki pengetahuan tinggi, sedangkan 25 (10,0) mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup, dan 

7 (2,8%) mahasiswa memiliki tingkat pengetahuan rendah. 

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah (2022) yang berjudul 

gambaran perilaku pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan laptop dan smartphone pada 

mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2022, 

menunjukkan hasil bahwa mayoritas memiliki pengetahuan baik berjumlah 23 responden (82,3%), 

pengetahuan kurang berjumlah 12 responden (9,7%) dan pengetahuan sedang berjumlah 10 responden 

(8,0%) (10).

Kelelahan mata menurut American Optometric Association yaitu keadaan seseorang dimana 

terdapat masalah mata dan penglihatan yang kompleks terkait dengan pekerjaan dan dilakukan 

menggunakan computer (15). Gejala kelelahan mata yang dirasakan dapat bermacam-macam, seperti 

sakit kepala, penglihatan kabur, mata terasa kering, iritasi, fokus mata melambat, sakit leher, sakit 

punggung, sensitif terhadap cahaya, penglihatan berganda, dan distorsi warna (16).Kelelahan mata dapat terjadi karena dalam penggunaan smartphone, sebagian besar mahasiswa 

tidak melakukan istirahat mata setelah 20 menit pemakaian, tidak dapat lepas dari penggunaan 

smartphone setiap hari, menggunakan smartphone dalam kondisi ruangan redup/gelap, menggunakan 

smartphone di setiap kegiatan, dan tidak memakai kacamata radiasi (17).

Pengetahuan baik tentang kelelahan mata biasanya terjadi karena mempunyai sumber informasi 

lebih banyak maka ia akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Informasi ini bisa didapatkan dari 

berbagai sumber antara lain buku tentang kesehatan yang dibaca, media massa, serta TV yaitu informasi 

tentang posisi duduk tegak, durasi penggunaan gadget dibatasi berkisar 1-2 jam dalam sehari, jarak 

antara layar gadget dengan mata sebaiknya lebih dari 30 cm, pengaturan penerangan atau pencahayaan, 

kedipan mata sangat penting untuk mengurangi risiko mata kering dan metode istirahat mata yang 

disarankan yaitu 20-20-20 yang artinya selama 20 menit penggunaan, dilanjutkan dengan melihat objek 

lain sejauh 6 meter (20 kaki) dengan waktu selama 20 detik, dapat melakukan istirahat selama 15 menit 

dan melakukan peregangan otot.

Pengetahuan yang kurang tentang kelelahan mata biasanya terjadi ketika seseorang tidak 

mengetahui tentang kelelahan mata akibat penggunaan gadget yaitu mata terasa terbakar, mata terasa 

gatal, terasa ada benda asing di dalam mata, mata berair, berkedip berlebihan, mata merah, sakit mata, 

kelopak mata terasa berat, mata kering, penglihatan kabur, penglihatan ganda, kesulitan fokus untuk 

penglihatan dekat, sensitif terhadap cahaya, terdapat lingkaran cahaya berwarna di sekitar objek yang 

dilihat, merasa penglihatan memburuk dan sakit kepala. Ketika mereka memilik pengetahuan yang luas 

tentang akibat negatif penggunaan gadget maka mereka akan menjaga kesehatan mata mereka dengan 

melakukan pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan gadget (18).

Frekuensi gejala kelelahan mata yaitu seberapa sering gejala kelelahan mata yang terjadi dalam 

hitungan hari, dengan kategori tidak pernah, kadang-kadang (gejala muncul seminggu sekali), dan sering 

(gejala muncul 2-3 kali seminggu atau setiap hari). Sedangkan intensitas lama gejala kelelahan mata 

yaitu gejala kelelahan mata yang dirasakan, dengan kategori sedang atau kuat.

Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Terjadinya Mata Lelah Akibat Penggunaan Gadget

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 250 mahasiswa, 215orang (86,0%), yang 

memiliki pengetahuan cukup berjumlah 30 orang (12,0%), sedangkan yang memiliki pengetahuan 

kurang berjumlah 5 orang (2,0%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah (2022) yang berjudul 

gambaran perilaku pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan laptop dan smartphone pada 

mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2022, 

menunjukkan hasil bahwa mayoritas memiliki pengetahuan baik berjumlah 84 responden (67,7%), 

pengetahuan sedang berjumlah 36 responden (29,0%) dan pengetahuan kurang berjumlah 4 responden 

(3,3%) (19).

Pengetahuan mengenai pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan smartphone dalam 

penelitian ini yaitu informasi yang diketahui dan diperoleh dari berbagai sumber mengenai pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan smartphone. Pengetahuan dapat dihasilkan oleh seseorang melalui 

proses pengindraan pada suatu objek (20).

Penggunaan smartphone sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, terutama pada 

mahasiswa untuk menunjang kebutuhan pembelajaran (21). Pengetahuan yang dimiliki belum tentu 

sesuai dengan perilaku penggunaan gadget yang baik dan benar (22). Namun dengan adanya 

pengetahuan, dapat membentuk tindakan seseorang sesuai dengan kemampuannya. Pengetahuan yang 

baik mengenai pencegahan kelelahan mata akibat dari paparan smartphone, diharapkan dapat menjadi 

upaya dasar agar mampu melakukan tindakan pencegahan kelelahan mata dan tetap menjaga 

produktivitas kegiatan ketika menggunakan perangkat digital. Perubahan dan peningkatan pengetahuan 

seseorang juga dapat terjadi karena pengaruh teknologi yang semakin maju.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis mengenai tingkat pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran 

Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 tentang mata lelah akibat penggunaan gadget

menunjukkan bahwa mayoritas (87,2%) memiliki pengetahuan baik, sedangkan pengetahuan cukup dan 

kurang masing-masing sebesar 10,0% dan 2,8%. Tingkat pengetahuan mengenai pencegahan mata lelah 

akibat gadget juga mayoritas baik (86,0%), dengan cukup dan kurang masing-masing 12,0% dan 2,0%. 

Universitas diharapkan menggunakan penelitian ini sebagai pedoman untuk meningkatkan kesadaran 

mahasiswa tentang penggunaan gadget yang baik dan aman, termasuk penambahan materi dan gambar 

dalam kurikulum. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini menjadi dasar untuk pengembangan 

pengetahuan dan solusi lebih efektif dalam masalah mata lelah akibat gadget.

Mata merupakan salah satu indra tubuh yang berfungsi untuk melihat. Mata dapat 

menyesuaikan diri dengan jarak dan cahaya ketika melihat objek. Fungsi mata dapat menurun 

seiring dengan bertambahnya usia. Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang masalah 

kesehatan keluarga di lingkungan jalan Tapian Nauli, Teladan Barat. Observasi masalah 

kesehatan ini berkaitan tentang menjaga kesehatan mata pada keluarga. Studi dilakukan dengan 

metode observasi (pengamatan) dan pendekatan terhadap keluarga secara langsung. Data studi 

ini adalah hasil observasi dan hasil pendekatan yang dilakukan ke keluarga terkait masalah 

kesehatan. Penganalisisan data dilakukan dengan pengumpulan data yang kemudian dilakukan 

pemilahan data serta mengklasifikasi data yang akhirnya menyajikan hasil dari observasi. Dari 

studi ini dapat disimpulkan jenis rumah yang semi permanen rumah keluarga binaan telah 

memenuhi standar rumah yang sehat, pengetahuan atas kesehatan terutama kesehatan mata 

sudah baikMata merupakan salah satu indra 

tubuh yang berfungsi untuk melihat.1

 Mata 

dapat menyesuaikan diri dengan jarak dan 

cahaya ketika melihat objek.2

 Fungsi mata 

dapat menurun seiring dengan 

bertambahnya usia.3

 

Pada orang dewasa yang berusia lebih 

dari 40 tahun dapat mengalami gangguan 

saat melihat benda dengan jarak dekat, 

selain itu mata juga dapat terjadi gangguan 

karena terdapat aktivitas yang diyakini 

dapat menyebabkan masalah pada 

penglihatan.4

 Beberapa aktivitas yang dianggap penyebab masalah penglihatan 

yaitu beraktivitas di depan komputer setiap 

hari dapat merusak mata, terlalu lama 

melihat layar bisa membuat mata lelah, 

kering, dan sakit kepala, tetapi tidak ada 

bukti yang menunjukkan bahwa dapat 

menyebabkan kerusakan permanen.5

 

Anda dapat melakukan terapi 20-20-

20 yaitu setiap 20 menit alihkan mata dari 

layar, fokuslah pada benda yang berjarak 

20 kaki selama 20 detik.6

 

Merokok ketika di usia muda dapat 

meningkatkan risiko terjadinya katarak 

pada usia tua, selain katarak, rokok juga 

dapat memperburuk gejala kondisi mata 

lainnya, pada akhirnya jika kesehatan 

terganggu, maka kesejahteraan juga akan 

berkurang.7

METODE 

Studi ini adalah studi observasional 

dengan menggunakan pendekatan di mana 

pengamatan bebas dan terikat dilakukan 

secara bersamaan. 

HASIL 

Pada kegiatan observasi yang telah 

dilakukan, kami mendapatkan hasil: 

Kondisi Lokasi Studi 

Pada keluarga binaan yang kami 

lakukan observasi didapat kondisi dari 

tempat tinggal keluarga tersebut telah 

memenuhi standar rumah yang sehat. 

adapun fasilitas yang dapat kami temui di 

dalam rumah keluarga tersebut adalah: 

1. Penyediaan air yang bersih 

2. Pembuangan tinja 

3. Tempat pembuangan sampah 

4. Fasilitas dapur 

5. Terdapatnya ventilasi rumah 

 

Karakteristik Subjek Studi 

Pada keluarga binaan yang kami 

lakukan observasi, keluarga tersebut 

memiliki sikap peduli yang cukup terhadap 

kesehatan, kasih sayang yang tinggi dan 

tegas dan memiliki kebiasaan yang buruk 

yaitu merokok untuk ibu. 

 

DISKUSI 

Pengetahuan Responden Sebelum 

Diberikan Penyuluhan Tentang Menjaga 

Kesehatan Mata 

Sebelum dilakukannya penyuluhan 

kepada keluarga binaan, sudah beberapa hal 

yang diketahui tentang bagaimana menjaga 

kesehatan mata, karena sebelumnya sudah 

pernah ada dilakukannya penyuluhan 

 di lingkungan tersebut. 

Kurangnya informasi tentang 

bagaimana menjaga kesehatan mata akan 

mempengaruhi pengetahuan kesehatan 

keluarga.8

 Strategi mengetahui 

 bagaimana menjaga kesehatan mata 

salah satunya adalah penyuluhan dan 

pengecekan mata .9

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk 

meningkatkan pengetahuan, kesadaran 

bagaimana menjaga kesehatan mata dan 

dapat mengantisipasi potensi penyakit mata 

salah satu upaya yang dapat dilakukan 

untuk mensosialisasikan tentang 

bagaimana menjaga kesehatan mata dengan 

baik itu adalah dengan memberikan 

informasi tentang pentingnya kesehatan 

mata. Pada penyuluhan ini, bentuk 

penyampaian informasi dilakukan secara 

lisan menggunakan metode komunikasi 

secara langsung. Dan materi dari 

penyampaian informasi itu adalah menjaga 

kesehatan mata. Penyampaian informasi 

yang dilakukan secara lisan yang jelas dan tepat diharapkan dapat meningkatkan 

pengetahuan dan meningkatkan kesadaran 

dari keluarga binaan. 

Data dari keluarga binaan yang 

menunjukkan bahwa memiliki kesadaran 

Kesehatan fisik yang baik dengan aktif 

beraktivitas. Hal ini juga ada kaitnya 

dengan kesehatan mata yang selama ini 

dijalani cukup peduli akan kesehatan. 

 

Pengetahuan Responden Setelah 

Diberikan Penyuluhan Tentang Menjaga 

Kesehatan Mata 

 Setelah dilakukannya penyuluhan 

dan penyampaian informasi tentang 

menjaga kesehatan mata keluarga tampak 

sudah dapat mengetahui lebih informasi 

yang selama ini sudah di ketahui . Hal ini 

berarti informasi yang disampaikan tentang 

menjaga kesehatan mata tersampaikan dan 

dapat diterima dengan baik oleh keluarga. 

Pemberian informasi dilakukan dengan 

metode ceramah, serta tanya jawab. 

Peningkatan pengetahuan terjadi 

dikarenakan responden sangat senang 

dengan adanya penyuluhan ini dan 

menyimak dengan baik informasi yang 

disampaikan saat penyuluhan. 

Pengetahuan merupakan domain yang 

sangat penting untuk terbentuknya perilaku 

terbuka



Sosialisasi mengenai penyakit mata pada lansia dan langkah-langkah pencegahannya diadakan dengan 

tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan mata di kalangan lanjut 

usia. Seiring bertambahnya usia, risiko terkena berbagai penyakit mata seperti katarak, glaukoma, 

degenerasi makula, dan retinopati diabetes meningkat, yang dapat berdampak signifikan terhadap 

kualitas hidup dan mobilitas lansia. Acara ini memberikan informasi mendalam tentang tanda dan 

gejala awal penyakit mata serta langkah-langkah pencegahan yang efektif, termasuk pentingnya 

pemeriksaan mata rutin, pola makan sehat, perlindungan dari sinar UV, dan gaya hidup sehat. Selain 

itu, peserta mendapatkan kesempatan untuk berdialog langsung dengan ahli dan praktisi kesehatan, 

serta terlibat dalam demonstrasi pemeriksaan mata sederhana. Dengan adanya sosialisasi ini, 

diharapkan lansia dapat lebih proaktif dalam menjaga kesehatan mata mereka dan memanfaatkan 

layanan kesehatan yang tersedia untuk mencegah dan mengelola penyakit mata.


Seiring bertambahnya usia, kesehatan 

mata sering kali menjadi aspek yang 

terabaikan, meskipun masalah penglihatan 

dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas 

hidup lansia. Penyakit mata, seperti katarak, 

glaukoma, degenerasi makula, dan retinopati 

diabetes, adalah kondisi umum yang sering 

dihadapi oleh orang tua dan dapat 

menyebabkan penurunan penglihatan atau 

bahkan kebutaan jika tidak ditangani dengan 

baik. 

Di Indonesia, peningkatan populasi 

lansia menggarisbawahi perlunya upaya lebih 

dalam meningkatkan pemahaman mengenai 

kesehatan mata di kalangan lanjut usia. Dengan 

meningkatnya usia, risiko mengalami masalah 

penglihatan juga meningkat, namun banyak 

lansia yang tidak menyadari gejala awal atau 

tidak mengetahui cara pencegahan yang tepat. 

Sosialisasi ini bertujuan untuk: 

1) Meningkatkan Pengetahuan: Memberikan 

informasi yang jelas tentang penyakit mata 

yang umum terjadi pada lansia, termasuk 

penyebab, gejala, dan dampaknya. 

2) Edukasi Pencegahan: Menjelaskan 

langkah-langkah pencegahan yang dapat 

diambil untuk mengurangi risiko terkena 

penyakit mata, seperti pentingnya 

pemeriksaan rutin dan pola makan sehat. 

3) Meningkatkan Akses Informasi: 

Menyediakan informasi praktis tentang 

fasilitas pemeriksaan mata dan layanan 

kesehatan yang tersedia di komunitas. 

Dengan mengadakan sosialisasi ini, 

diharapkan peserta, terutama lansia, dapat 

lebih sadar tentang pentingnya menjaga 

kesehatan mata dan mengambil tindakan 

preventif yang diperlukan. Melalui pemahaman 

yang lebih baik mengenai penyakit mata dan 

pencegahannya, diharapkan kualitas hidup 

lansia dapat ditingkatkan dan risiko penurunan 

penglihatan dapat diminimalkan. 

 

Untuk melaksanakan sosialisasi tentang 

penyakit mata pada lansia dan pencegahannya, 

pertama tama, penting untuk melakukan 

perencanaan yang menyeluruh. Ini melibatkan 

penentuan tujuan sosialisasi, seperti 

meningkatkan pemahaman tentang penyakit 

mata yang umum di kalangan lansia dan 

langkah-langkah pencegahannya. Riset 

mendalam mengenai penyakit mata seperti 

katarak, glaukoma, dan degenerasi makula 

sangat penting untuk memastikan informasi 

yang diberikan akurat dan relevan. Materi 

edukasi harus dikembangkan dengan cara yang 

mudah dipahami oleh lansia. Gunakan bahasa 

yang sederhana dan visualisasi seperti gambar, 

diagram, dan video untuk menjelaskan kondisi 

serta pencegahannya. Menyertakan testimoni 

dari mereka yang telah mengalami atau 

berhasil mengatasi masalah mata juga bisa 

membantu memberikan perspektif nyata dan 

memotivasi peserta. 

Pelaksanaan sosialisasi dapat dilakukan 

melalui berbagai metode. Mengadakan seminar 

dan workshop di pusat-pusat lansia, rumah 

sakit, atau komunitas lokal bisa menjadi cara 

yang efektif untuk menjangkau banyak orang 

sekaligus. Adakan sesi interaktif di mana 

peserta bisa bertanya langsung kepada ahli 

mata. Penyuluhan langsung ke rumah-rumah 

lansia juga bisa dilakukan untuk memberikan 

informasi secara personal dan menjawab 

pertanyaan mereka. Aktivitas seperti kuis atau 

diskusi kelompok dapat meningkatkan 

keterlibatan dan pemahaman peserta. Penting 

juga untuk menekankan langkah-langkah 

pencegahan. Edukasikan lansia tentang 

pentingnya pemeriksaan mata rutin, gaya 

hidup sehat yang dapat mempengaruhi 

kesehatan mata, dan 

penggunaan alat bantu seperti kacamata 

atau lensa kontak jika diperlukan. 

Informasikan juga tentang cara melindungi 

mata dari faktor-faktor risiko seperti paparan 

sinar matahari berlebihan dan kebiasaan merokok. Setelah sosialisasi dilakukan, 

evaluasi efektivitas kegiatan tersebut melalui 

survei atau umpan balik dari peserta. Ini 

membantu untuk memahami sejauh mana 

peserta menyerap informasi dan bagaimana 

mereka meresponsnya. Berdasarkan hasil 

evaluasi, lakukan tindak lanjut yang 

diperlukan, seperti menyediakan informasi 

kontak untuk bantuan lebih lanjut dan 

merencanakan sesi follow-up untuk mengatasi 

pertanyaan atau masalah tambahan yang 

mungkin timbul. Penyebaran informasi dapat 

dilakukan melalui media sosial, website, dan 

materi cetak seperti brosur dan leaflet yang 

disebarkan di tempat-tempat umum seperti 

puskesmas, apotek, dan pusat komunitas. 

Dengan pendekatan yang terintegrasi dan 

komprehensif ini, sosialisasi tentang penyakit 

mata pada lansia dapat dilakukan secara 

efektif, meningkatkan kesadaran, dan 

mendukung tindakan pencegahan yang tepat.

Hasil pembahasan menunjukkan 

beberapa temuan penting. Melalui pendekatan 

yang terencana, pemahaman tentang penyakit 

mata yang umum di kalangan lansia dan 

pencegahannya dapat meningkat secara 

signifikan. Materi edukasi yang dikembangkan 

dengan bahasa sederhana, gambar, dan video 

terbukti efektif dalam menyampaikan 

informasi dengan jelas dan mudah dipahami 

oleh lansia. Pelaksanaan sosialisasi melalui 

seminar, workshop, dan penyuluhan langsung 

memberikan dampak yang positif. Seminar dan 

workshop di pusat-pusat lansia dan rumah 

sakit memungkinkan banyak peserta untuk 

mendapatkan informasi sekaligus dan bertanya 

langsung kepada ahli. Penyuluhan rumah ke 

rumah juga memberikan sentuhan personal 

yang membantu meningkatkan pemahaman 

dan keterlibatan lansia. 

Selama kegiatan, peserta menunjukkan 

peningkatan kesadaran tentang pentingnya 

pemeriksaan mata rutin dan pencegahan 

penyakit mata. Informasi tentang gaya hidup 

sehat, perlindungan dari sinar matahari, dan 

penggunaan alat bantu juga diterima dengan 

baik. Ini menunjukkan bahwa informasi yang 

diberikan relevan dan diterima dengan baik 

oleh peserta. Evaluasi yang dilakukan setelah 

sosialisasi menunjukkan bahwa peserta merasa 

lebih siap untuk mengelola kesehatan mata 

mereka dan menunjukkan minat untuk 

melanjutkan tindakan pencegahan. Umpan 

balik yang dikumpulkan memberikan wawasan 

berharga tentang area yang perlu ditingkatkan 

dan menyoroti pentingnya tindak lanjut untuk 

memastikan informasi diterapkan dengan 

efektif. 

Penyebaran informasi melalui media 

sosial, website, dan materi cetak membantu 

menjangkau audiens yang lebih luas dan 

memperkuat pesan yang disampaikan selama 

sosialisasi. Ini juga memberikan saluran 

tambahan bagi lansia dan keluarga mereka 

untuk mengakses informasi lebih lanjut. Secara 

keseluruhan, proses sosialisasi berhasil 

meningkatkan kesadaran tentang penyakit 

mata pada lansia dan langkah-langkah 

pencegahannya. Metode yang diterapkan 

terbukti efektif dalam memberikan informasi 

yang jelas dan mendorong tindakan 

pencegahan, serta memberikan dasar yang kuat 

untuk tindak lanjut dan penyebaran informasi 

lebih lanjut.

 

Sosialisasi penyakit mata pada lansia 

berhasil meningkatkan pemahaman mereka 

tentang penyakit mata umum dan langkah￾langkah pencegahannya. Metode seperti 

seminar, workshop, dan penyuluhan langsung 

efektif dalam menyampaikan informasi dengan 

cara yang mudah dipahami. Peserta 

menunjukkan peningkatan kesadaran 

mengenai pentingnya pemeriksaan mata rutin 

dan gaya hidup sehat. Evaluasi menunjukkan 

bahwa peserta siap untuk menerapkan 

tindakan pencegahan yang disarankan. 

Penyebaran informasi melalui berbagai saluran 

memastikan pesan kesehatan mata terus


mata10



Penyakit mata kering ialah penyakit multifaktorial pada air mata serta permukaan mata yang memunculkan indikasi tidak 

aman, kendala penglihatan, serta ketidakstabilan tear film dengan potensial merusak permukaan mata. Kondisi ini dapat 

diikuti dengan kenaikan osmolaritas tear film dan inflamasi permukaan mata. Mata kering ini bisa terjadi karena 

berkurangnya caira aqueous humor yang dihasilkan oleh tubuh siliar ataupun meningkatnya produksi evaporasi air mata yang 

terjadi karena terganggu nya fungsi dari kelenjar meibom. Berdasarkan pemicunya mata kering di klasifikasikan menjadi 2 

yaitu mata kering karena defisiensi aqueous (MKDA) dan mata kering evaporasi (MKE). Diagnosis dan urutan pemeriksaan 

mata kering antara lain kuisioner, tear film break-up time dengan fluoresein, pewarnaan permukaan mata menggunakan 

fluoresein atau lissamine green, tes Schirmer I dengan atau tanpa anestesi/ tes Schirmer II dengan stimulasi nasal, 

pemeriksaan kelopak mata dan kelenjar meibomian. Tatalaksana bisa dengan farmakologi dan non farmakologi. Tatalaksana 

penyakit ini tergantung derajat kesakitan. Contoh obat untuk penatalaksanaan penyakit mata kering ini adalah cendo lyters. 

Tatalaksana non farmakologi untuk pencegahan penyakit mata kering ini adalah dengan cara menghindari penyebab nya, 

seperti asap kendaraan, membatasi penggunaan gadget, dan juga bisa menggunakan kaca mata hitam jika sudah ada indikasi 

mata merah dan kering. Tulisan ini menggunakan metode article review dengan menggunakan sumber seperti jurnal. Tujuan 

penulisan ini untuk mengetahui pengertian, diagnosis, dan tatalaksana mata kering. Hasil dari tulisan ini ditemukan bahwa 

diagnosis mata kering dapat ditegakan dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Kesimpulan yang didapatkan yaitu 

tatalaksana dari mata kering bergantung pada gejala yang ditemukan pada anamnesis serta Pemeriksaan fisik.

Penyakit mata kering ialah penyakit

multifaktorial pada air mata serta permukaan

mata yang memunculkan indikasi tidak aman,

kendala penglihatan, serta ketidakstabilan tear 

film dengan potensial merusak permukaan 

mata. Kondisi ini dapat diikuti dengan kenaikan 

osmolaritas tear film dan inflamasi permukaan 

mata. Air mata terdiri dari 3 struktur yang

membentuk tear film. Susunan mucin ialah 

susunan sangat dalam serta tipis yang dibuat 

oleh konjungtiva. Fungsi mucin yaitu 

menyelimuti segala permukaan susunan 

aqueous di permukaan mata. Lapisan tengah ataupun susunan aquos ialah lapisan sangat 

tebal, dibuat oleh kelenjar air mata serta 

memiliki larutan garam. Lapisan ini melindungi 

kelembapan permukaan mata serta 

mensterilkan debu, fibrin, ataupun benda asing. 

Susunan yang paling atas merupakan susunan 

lipid yang dihasilkan oleh kelenjar meibomian 

dan kelenjar Zeis. Susunan ini berfungsi untuk 

menghindari evaporasisusunan aquos. Air mata 

pula mengandung protein, imunoglobulin, 

elektrolit, sitokin, laktoferin, lisozim, serta 

aspek perkembangan; pH rata- rata 7, 25 dan 

osmolaritas nya yaitu 309 mOsm/ L.1

Penyakit mata kering ini atau dalam 

bahasa inggris nya dry eyes disease merupakan 

penyait yang terjadi karena pemicu 

multifaktorial. Mata kering dapat menggangu 

aktivitas kehidupan, seperti membaca, menulis, 

maupun bekerja Ketika menggunakan monitor.7 

Epidemiologi penyakit ini di dunia sekitar 5%-

34%, dimana kejadian ini terus bertambah 

bersumber dari umur( Messmer, 2015). Angka 

kejadiannya yaitu pada perempuan sekitar 3,2

juta dan pada laki-laki 1,6 juta pada usia lebih 

dari 50 tahun. Alasan masih belum bisa di teliti 

lebih lanjuti, tetapi ada beberapa faktor yaitu 

fluktuasihormon ketika haid, setelah 

menopause, pemakaian kontrasepsi hormonal, 

insisi pada operasi katarak maka 

mengakibatkan ketidakstabilan lapisan air mata 

yang dapat mencetuskan terjadinya PMK, serta 

pengobatan pengganti hormon ikut 

berkontribusi. Faktor resiko penyakit mata 

kering ini bukan hanya berdasarkan dari jenis 

kelamin, area pekerjaan juga bisa menjadi 

faktor resiko dari penyakit ini. faktor pekerja

meliputi umur, tipe kelamin, Kerutinan 

membaca serta kelainan refraksi, sedangkan

aspek area kerja meliputi temperatur, 

kelembaban, penerangan, besar meja, tinggi

sofa serta jarak mata ke monitor.1

Faktor

resiko lainnya dapat berupa dari individu 

berupa usia, jenis kelamin, penggunaan lensa 

kontak, riwayat penyakit sistemik, riwayat 

pengobatan dan trauma serta kurangnya refleks 

berkedip. Faktor lingkungan berupa 

pencahayaan dengan tingkat iluminasi tinggi,

kelembaban yang rendah, kondisi ruangan yang 

menggunakan air conditioner (AC) atau alat 

pemanas sentral yang akan mengalirkan udara 

kering dengan aliran cepat dapat menyebabkan 

penguapan air mata menjadi meningkat. Hal 

inilah yang dapat menimbulkan mata menjadi 

kering. Faktor resiko selanjutnya dari mata 

kering adalah penggunaan obat-obatan, seperti 

obat topikal atau sistemik.

2 Mata kering karena 

obat sistemik terjadi karena penurunan 

produksi air mata, perubahan input saraf 

termasuk refleks sekresi dan penurunan sensasi 

kornea atau efek inflamasi langsung pada 

kelenjar sekretori. Obat sistemik yang dapat 

menyebabkan mata merah salah satunya yaitu 

obat antimuskarini.3 Obat topikal dapat 

menyebabkan mata kering karena konsentrasi 

obat yang lebih tinggi, frekuensi aplikasi yang 

lebih sering, kandungan pengawet pada obat, 

terapi jangka panjang dan peradangan 

permukaan mata yang diinduksi obat 

tatalaksana secara umum dapat diberikan air 

mata buatan. Tatalaksana lainnya yaitu dengan 

menghentikan penggunaan obat yang 

menyebabkan mata kering atau mengganti obat 

dengan obat lainnya dan menghindari 

penggunaan obat mata yang mengangung 

benzalkonium chloride.3

Faktor resiko 

penyakit mata kering meliputi usia lanjut, ras 

Asia, kehamilan, beberapa penyakit seperti 

kekurangan vitamin A, infeksi hepatitis C, 

diabetes mellitus, infeksi HIV, keratoplastik, 

isotretinoin, sarkoidosis, disfungsi ovarium, 

penyakit pada jaringan ikat, diet asam lemak 

omega 3 dan omega 6, obat-obatan seperti 

antihistamin, antidepresan trisiklik, 

penghambat serotonin secara selektif, diuretik, 

β-bloker, antikolinergik, ankiolitis, antipsikosis, 

drytransplantasi stem sel hematopoietik, 

merokok, alkohol, dan lingkungan dengan 

kelembaban rendah (Hikmatul, 2016). Faktor 

resiko lainnya adalah Reumatoid Artritis, 

penyakit Grave’s dan ketidaknormalan kelopak 

mata atau permukaan mata (Clinical, 2010).

4

Selain faktor resiko di atas, beberapa 

penelitian melaporkan bahwa penggunaan obat 

antihipertensi dapat menyebabkan beberapa 

efek samping, salah satunya dapat 

mengakibatkan sindroma mata kering 

(Fraunfelder, Sciubba, & Mathers, 2012; Sagili & 

Malhotra, 2011).4 Mata kering ini bisa terjadi 

karena berkurangnya cairan aqueous humor 

yang dihasilkan oleh tubuh siliar ataupun 

meningkatnya produksi evaporasi air mata yang 

terjadi karena terganggu nya fungsi dari kelenjar meibom. Berdasarkan dari kedua 

pemicu tersebut mata kering dapat di 

klasifikasikan menjadi 2 yaitu mata kering 

karena defisiensi aqueous (MKDA) dan mata 

kering evaporasi (MKE).1 Faktor resiko nya yaitu

bisa dari kepribadian masing-masing orang, 

area lingkungan, penyakit kronis, penyakit 

autoimun, obat-obatan dan luka.5 Mata 

kering dalam perjalanan penyakitnya 

menyebabkan kerusakan pada permukaan 

okular baik yang bersifat temporer maupun 

permanen. Mata kering dapat menurunkan 

produktivitas kerja sehingga pekerjaan yang 

dilakukan tidak memuaskan. Ketidakstabilan 

dari lapisan air mata yang berlangsung lama 

menyebabkan terjadinya komplikasi pada 

permukaan mata. Penurunan volume aquous 

memudahkan terjadi iritasi, alergi dan infeksi 

serta menurunnya fungsi antibakteri sehingga 

dapat menyebabkan timbulnya keratopati. 

Mata kering merupakan kondisi yang membuat 

penderita nya tidak nyaman yang disebabkan 

berkurang nya kelembapan pada mata.2

Penyakit ini sering terjadi pada masa-masa lalu. 

Hal tersebut bisa karena hawa yang dapat 

merangsang mata serta susunan air mata 

menjadi kering. Gejala awal penderita mata 

kering yaitu merasa matanya kesakitan, mata 

seperti ada pasir, rasa silau, penglihatan kabur, 

sekresi mucus berlebih, menggerakan kelopak 

mata terasa sulit, mata kering,erosi kornea 

mata terasa kering, terbakar, gatal, perih, terasa 

ada benda asing, dan juga fotofobia.6 Pada 

stadium awal sindrom mata kering bisa tidak 

beresiko, tetapi untuk fase lanjut bisa 

menyebabkan kehancuran bola mata. Gejala￾indikasi ini kerap diperburuk di area berasap 

atau kering, dengan pemanasan ruangan, 

dengan membaca ataupun memakai computer

secara kelewatan. Pada awal perjalanan 

penyakit mata kering ini bisa membuat 

penglihatan terganggu. Pada fase lanjut 

penyakit mat kering ini bisa menyebabkan ulkus 

kornea bahkan bisa sampai pada kebutaan.5 

Tatalaksana penyakit ini bisa dalam bentuk self 

care at home, seperti humidifier, hot compres, 

eye exercise dan juga bisa menggunakan obat 

seperti pelumas mata (lubrikan). Mata kering 

bisa terjadi sendiri atau bersamaan dengan 

penyakit mata lain. Berdasarkan etiopatologi 

mata kering di klasifikasikan menjadi 2, yaitu 

mata kering defisiensi aqueous (MKDA) dan 

mata kering evaporasi (MKE).7

1. Mata Kering Defisiensi Aqueous( MKDA)

Diakibatkan oleh kegagalan sekresi air 

mata lakrimal akibat disfungsi kelenjar lakrimal 

asinar ataupun penurunan volume sekresi air 

mata. Kondisi ini dapat menimbulkan 

hiperosmolaritas karena evaporasi senantiasa 

berlangsung wajar. Hiperosmolaritas 

menstimulasi mediator inflamasi( IL- 1α, IL- 1β, 

TNFα, matriks metaloproteinase 9, MAP kinase, 

dan NFkβ pathway). MKDA dikelompokkan jadi 

2 sub- kelas, ialah mata kering sindrom Sjogren( 

MKSS) serta mata kering bukan sindrom 

Sjogren( MKBSS). MKSS ialah penyakit autoimun

yang melanda kelenjar lakrimal, kelenjar saliva, 

serta sebagian organ lain. Infiltrasi sel T pada 

kelenjar saliva dan lakrimal menimbulkan 

kematian sel asinar serta duktus dan 

hiposekresi air mata atau saliva. Aktivasi 

mediator inflamasi memicu ekspresi 

autoantigen di permukaan sel epitel( fodrin, Ro, 

serta La) serta retensi sel T CD4 serta CD8. 

Perinci kriteria klasifikasi sindrom Sjogren 

bersumber pada AmericanEuropean Consensus 

Group. MKBSS ialah kelompok MKDA akibat 

disfungsi kelenjar lakrimal yang bukan bagian 

dari autoimun sistemik. Kondisi yang sangat 

kerap ditemukan merupakan mata kering 

berkaitan dengan umur. Defisiensi kelenjar 

lakrimal juga bisa terjalin akibat penyakit lain 

seperti sarkoidosis, AIDS, Graft vs Host Disease

(GVHD) ataupun kondisi obstruksi duktus 

kelenjar lakrimal akibat trakoma juga berfungsi 

dalam MKBSS. 1, 4 Pada Beave Dam study 

ditemui angka peristiwa mata kering penderita 

Desimeter 18, 1% dibandingkan dengan 

penderita non- DM( 14, 1%).

1

2. Mata Kering Evaporasi( MKE) 

MKE terjalin akibat kehabisan air mata

di permukaan mata, sebaliknya kelenjar

lakrimasi berperan wajar. Kondisi ini bisa 

dipengaruhi oleh aspek intrinsik (struktur 

kelopak mata) serta ekstrinsik (penyakit 

permukaan mata ataupun pengaruh obat 

topikal), keterkaitan kedua faktor masih susah 

dibedakan.Penyakit mata kering merupakan 

penyakit pada air mata dan permukaan mata. 

Penyakit ini multifactorial pada keduanya dan 

bisa berbahaya, masalah penglihatan, tidak 

stabilnya tear film yang dapat berakibat 

rusaknya permukaan mata. Ciri dari penyakit ini 

bisa berhubungan dengan naiknya osmolaritas 

tear film dan inflamasi permukan mata. Air 

mata terdiri dari 3 struktur yang membentuk 

tear film. Susunan mucin ialah susunan sangat 

dalam serta tipis yang dibuat oleh konjungtiva.1

Diagnosis

Diagnosis dan urutan pemeriksaan mata kering 

antara lain:

1. Riwayat pasien dengan kuesioner

2. Tear film break-up time dengan fluoresein

3. Pewarnaan permukaan mata menggunakan 

fluoresein atau lissamine green

4. Tes Schirmer I dengan atau tanpa anestesi/ 

tes Schirmer II dengan stimulasi nasal

5. Pemeriksaan kelopak mata dan kelenjar 

meibomian 

Diagnosis penyakit mata kering dapat 

ditegakkan dengan kombinasi gejala dan 

penurunan hasil tear film breakup time (TBUT).7

Informasi gejala, riwayat tindakan operasi mata, 

penggunaan obat topikal atau sistemik, dan 

penyakit penyerta (blefaritis atau alergi).

Beberapa kuesioner yang dapat 

digunakan untuk diagnosis mata kering yaitu 

Ocular Surface Disease Index (OSDI), Impact of 

Dry Eye on Everyday Life (IDEEL), McMonnies, 

dan Womens’s Health Study Questionnaire. 

OSDI merupakan kuesioner yang paling sering 

digunakan untuk diagnosis penyakit mata 

kering jika nilainya di atas 30. Tear film breakup 

time (TBUT) merupakan waktu yang dibutuhkan 

oleh tear film untuk pecah mengikuti kedipan 

mata. Pemeriksaan kuantitatif ini berguna 

untuk menilai kestabilan tear film, dan waktu 

normal TBUT adalah 15-20 detik, sedangkan 

pada mata kering nilai TBUT adalah 5-10 detik. 

Tes Schirmer I untuk menilai produksi air mata 

oleh kelenjar lakrimal selama 5 menit. Kertas 

filter fluoresein diletakkan pada cul-de-sac 

kelopak mata bawah dan mata pasien tertutup 

selama 5 menit kemudian dinilai panjang kertas 

yang basah, ambang batas diagnostik adalah 

kurang dari 5 mm dalam 5 menit. Pewarnaan 

permukaan mata menggunakan fluoresein lebih 

digunakan untuk menilai derajat keparahan 

epitel kornea dan dinilai menggunakan skema 

Oxford. nilai ≥3 menunjukkan indikasi penyakit 

mata kering yang berat. Pewarnaan hijau 

lissamin untuk menilai konjungtiva. 

Pemeriksaan tepi kelopak mata dapat 

mengetahui inflamasi atau disfungsi kelenjar 

meibomian yang berkaitan dengan MKE 

.Meniskus air mata kurang dari 0,2 mm dan hasil 

tes Schirmer I yang tidak normal dapat 

digunakan sebagai indikator MKDA. Pada MKE, 

biasanya ditemukan kelopak mata yang tidak 

normal atau disfungsi kelenjar meibomian dan 

TBUT rendah. Gangguan permukaan mata dan 

peningkatan osmolaritas tear film dapat 

ditemukan pada keadaan MKDA dan MKE. 

Pemeriksaan biomarker serologi dilakukan pada 

gangguan kelenjar lakrimal dan kelenjar saliva. 

Keratografi okulus merupakan metode baru dan 

tidak invasif untuk menganalisis tear film. 

Keratografi menggunakan lingkaran plasido 

pada kamera yang dapat menilai permukaan 

konjungtiva bulbar, TBUT noninvasif, TBUT rata￾rata, dan tinggi meniskus air mata. Pemeriksaan 

penanda inflamasi matrix metalloproteinase 

(MMP-9) pada air mata juga menjadi fokus 

diagnosis dengan nilai normal <40 ng/mL.8 

Peningkatan kadar MMP-9 dapat dideteksi pada 

fase awal dan 53% pasien dengan gejala mata 

kering memiliki kadar MMP-9 >40 

ng/mL.9Inflammadry (RPS Diagnostic) 

merupakan alat deteksi cepat peningkatan 

MMP-9 pada air mata.1

 

Tatalaksana

Asian dry eye society membuat konsep 

penatalaksanaan mata kering sesuai klasifikasi 

etiopatologi. Tear film terdiri atas mucin, 

aqueous, dan lipid, gangguan salah satu lapisan 

dan ketidakstabilan tear film menyebabkan 

mata kering. Terapi diberikan berdasarkan 

pendekatan etiopatologi, sehingga akan 

memperbaiki gejala dan meningkatkan kualitas 

hidup. Penggunaan obat mata topikal 

disarankan bebas zat pengawet, hipotonik, atau 

isotonik, dan mengandung elektrolit, pH netral 

atau sedikit basa, dan osmolaritas 181-354 mOsm/L, serta biasanya dalam sediaan dosis 

tunggal yang lebih mahal. Zat pengawet 

benzalkonium klorida (BAK) dapat merusak 

epitel kornea dan konjungtiva. Air mata artifisial 

dapat digunakan empat kali sehari atau pada 

keadaan lebih parah bisa hingga 10-12 kali 

sehari. Tersedia berbagai macam produk 

dengan komposisi, indikasi, dan zat pengawet 

yang berbeda. Komposisi utama air mata 

artifisial seperti selulosa dan polivinil, 

kondroitin sulfat, dan natrium hialuronat 

menentukan viskositas, waktu retensi, dan 

adhesi terhadap permukaan okuler. Air mata 

natrium hialuronat 0,3% hipotonik lebih efektif 

dibandingkan dengan isotonik dalam 

memperbaiki pewarnaan kornea, menurunkan 

molekul inflamasi, dan meningkatkan sel goblet. 

Hidroksipropil selulosa digunakan sebagai 

lubrikasi steril, larut air, dan cara kerja lepas 

lambat, sehingga digunakan untuk penyakit 

mata kering sedang-berat. Sediaan lubrikasi 

umumnya bebas zat pengawet, tetapi memiliki 

efek samping gangguan tajam penglihatan 

sementara, sehingga lebih disarankan 

penggunaannya pada malam hari. Stimulasi air 

mata (secretogogeus) dapat meningkatkan 

sekresi aqueous, mucin, atau keduanya. 

Beberapa obat topikal yang masih dalam 

penelitian antara lain diquafosol, rebamipide, 

gefarnate, ecabet sodium, dan 15 (S)- HETE. 

Topikal diaquafasol 3% dan rebamipide 2% 

paling banyak tersedia di pasaran dan 

digunakan sebagai salah satu pilihan terapi 

penyakit mata kering. Diaquafosol merupakan 

reseptor agonis P2Y2 yang menstimulasi sekresi 

air, gel-forming MUC5AC, dan ekspresi 

membranes-associated mucins MUC1, MUC4, 

dan MUC16. Diaquafosol 3% secara signifikan 

dapat meningkatkan kadar MUC5AC pada air 

mata kelinci. Penelitian lain menemukan efek 

diaquafosol 3% dapat meningkatkan kadar 

lapisan lipid pada tear film. Rebamipide 

merupakan turunan kuinolon yang bekerja 

meningkatkan densitas sel goblet dan ekspresi 

gen dan protein MUC1, MUC4, dan MUC16, 

serta sebagai sawar pelindung.Agonis kolinergik, 

pilokarpin, dan cevilemine dapat digunakan 

sebagai secretogogeus oral pasien sindrom 

Sjogren. Pilokarpin 5 mg malam hari 

menunjukkan perbaikan dibandingkan plasebo, 

tetapi efek samping keringat berlebihan terjadi 

pada 40% pasien. Cevilemine merupakan agonis 

kolinergik yang memiliki efek samping sistemik 

lebih sedikit daripada pilokarpin dan 

menunjukkan perbaikan gejala mata kering 

dibandingkan plasebo. Oklusi punctal 

menggunakan punctal plug untuk mencegah 

aliran air mata masuk ke sistem nasolakrimal. 

Sekitar 74-86% pasien mengalami perbaikan 

gejala, TBUT yang memanjang, dan penurunan 

osmolaritas air mata. Kontraindikasi 

penggunaan plug pada pasien dengan riwayat 

gangguan anatomi sistem lakrimasi, infeksi atau 

peradangan kelopak mata, dan alergi. 

Gangguan kelenjar sekresi air mata dapat 

memicu perubahan komposisi air mata seperti 

hiperosmolaritas, sehingga menstimulasi 

inflamasi permukaan mata. Berdasarkan 

patogenesis inflamasi, maka anti-inflamasi 

dapat menjadi salah satu pilihan terapi. Pada 

penelitian fase III, siklosporin 0,05% topikal 

secara signifikan meningkatkan skor Schirmer 

dan densitas sel goblet konjungtiva. 

Kortikosteroid topikal dosis rendah dapat 

menurunkan gejala iritasi, pewarnaan kornea 

dan keratitis filamen; penggunaan jangka 

panjang perlu pemantauan tekanan intraokuler, 

keadaan kornea, dan risiko katarak. Loteprednol 

0,5% dan fluorometholone merupakan steroid 

tetes mata topikal berisiko rendah 

meningkatkan tekanan intra-okuler. Asam 

lemak omega 3 (biasa ditemukan pada minyak 

ikan) menghambat sintesis mediator lipid dan 

menghambat produksi Il-1 dan TNF alfa.1,5 

DEWS tahun 2007 merekomendasikan nutrisi 

tambahan omega 3 sebagai salah satu pilihan 

terapi blefaritis atau disfungsi kelenjar 

meibomian. Tetes mata serum otologus terdiri 

atas komponen air mata esensial seperti 

transforming growth factor, vitamin A, lisosim, 

fibronektin, vitamin C, imunoglobulin A, dan 

epithelial growth factor yang berperan penting 

dalam menjaga kesehatan permukaan mata. 

Obat ini juga direkomendasikan sebagai terapi 

gangguan permukaan bola mata seperti MKSS, 

MKBSS yang berkaitan dengan graftversus-host 

disease, keratitis neurotropik, defek epitel 

persisten, keratokonjungtivitis superior limbik, 

dan mata kering post-LASIK. sejumlah 20-50% 

pasien mengalami perbaikan gejala setelah 

penggunaan serum autologus selama 4-8 hari. 

Pada kasus disfungsi kelenjar meibom, tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran 

sekresi meibom dan menurunkan paparan 

terhadap antibiotik. Kompres hangat untuk 

memperlebar orifisium kelenjar meibom, sabun 

dan scrub untuk membersihkan debris serta 

koloni bakteri, dan pijatan pada kelopak mata 

untuk memperlancar sekresi meibom yang 

mengental. Lipiflow merupakan terapi 

termodinamik pada kelenjar meibomian yang 

tersumbat, alat sekali pakai ini diletakkan pada 

kelopak mata dan menyalurkan panas pada 

kelenjar sehingga terjadi sekresi meibom. 

Pemeriksaan selanjutnya perlu dilakukan untuk 

menilai respons terapi dan kerusakan struktur 

permukaan mata. Frekuensi evaluasi 

tergantung pada derajat keparahan penyakit 

dan pendekatan terapi. Pasien mata kering 

disertai ulkus kornea membutuhkan evaluasi 

setiap hari. Pengobatan penyakit mata ini bisa 

juga di berikan Cendo lyters 4 gtt 1, Catarlent 

eye drops 4 gtt 1. cendo lyteers merupakan obat 

tetes mata yang mengandung sodium chloride 

dan potassium chloride. obat ini digunakan 

untuk melumasi serta menyejukkan pada mata 

kering akibat kekurangan sekresi air mata atau 

teriritasi karena kondisi lingkungan, 

penggunaan contact lens, dan terdapat lendir 

berlebih pada mata. cendo Catarlent eye drops 

15 ml merupakan tetes mata yang digunakan 

untuk membantu mengatasi katarak, 

pendarahan pada vitreous humour (zat seperti 

gel yang terdapat diantara lensa mata dan 

retina didalam bola mata), serta kekeruhan 

pada vitreous humour. cendo catarlent 

minidose mengandung k-iodida 5mg, k-klorida 

5mg, na-tiosulfat 0.5mg, timerosal 

0.0002mg/ml yang di gunakan untuk mengobati 

mata katarak lentrikularis. Penyakit mata kering 

adalah kondisi penyakit yang kronis, yang tidak 

dapat disembuhkan tapi dapat di atasi gejala￾gejalanya (simptomatic treatment). 

Penanganan sindroma ini sangat bergantung 

dari penyebab sindroma mata kering tersebut. 

Apabila penyebabnya adalah lingkungan (iklim 

yang terlalu panas atau sangat dingin) maka 

penanganannya adalah dengan menggunakan 

kaca mata hitam (sun glasses) terutama saat 

berada di luar ruangan. Kaca mata hitam yang 

diperlukan adalah kacamata hitam dengan 

bentuk yang cukup lebar dan menutupi daerah 

samping mata, sehingga penguapan air mata 

dapat dihindari. Apabila berada dalam ruangan, 

maka air cleaner dan humidifier akan sangat 

membantu menangani masalah ini. Dokter 

mata akan memberikan tetes air mata buatan 

(artificial tears), yang berfungsi untuk 

membantu mengurangi iritasi dan gejala-gejala 

yang timbul. Frekuensi pemakaian artificial 

tears ini bergantung pada jenis dari artificial 

tears tersebut. Apabila artificial tears yang 

dipakai adalah jenis yang non preservative atau 

tidak memakai bahan pengawet, maka bisa 

diteteskan tiap 30 menit atau 1 jam. Apabila 

yang dipakai adalah jenis yang ada bahan 

pengawetnya, maka penggunaanya cukup 4-6 

kali sehari. Suplemen nutrisi yang mengandung 

asam lemak esensial (linoleic and gamma￾linolenic) dikatakan dapat mengurangi gejala￾gejala dari sindroma mata kering. Obat tetes 

mata lainnya dokter mungkin obat antiinflamasi 

atau obat steroid, tergantung pada penyebab 

mata kering dan gejala yang dialami. Komplikasi 

penyakit mata kering ini tidak menimbulkan 

gangguan pada tajam penglihatan. Namun, 

pada kasus yang sangat parah dapat 

menimbulkan kekeruhan pada kornea. Apabila 

ini terjadi, tentu saja penglihatan akan 

terganggu. Tidak ada usaha pencegahan yang 

dapat dilakukan mengingat sebagian besar 

penyebabnya adalah proses penuaan normal, 

namun apabila kita sudah merasa memiliki 

salah satu gejala diatas, sebaiknya kita pergi ke 

dokter mata untuk kepastian diagnosa dan 

mendapatkan penanganan yang tepat untuk 

menghindari komplikasi kekeruhan pada kornea. 

Pada kasus yang berlanjut dapat terjadi erosi 

kornea, ulkus kornea, dan perforasi. Terkadang 

ada infeksi sekunder. Terapi dini dapat 

mencegah komplikasi-komplikasi ini.1

Ringkasan

Mata kering dapat di klasifikasikan 

menjadi 2 yaitu mata kering karena defisiensi 

aqueous (MKDA) dan mata kering evaporasi 

(MKE). Faktor resiko nya yaitu bisa dari 

kepribadian masing-masing orang, area 

lingkungan, penyakit kronis, penyakit autoimun, 

obat-obatan dan luka. Untuk penegakan 

diagnosis dari mata kering bisa dengan isi 

riwayat pasien dengan kuesioner, Tear film 

break-up time dengan fluoresein, pewarnaan 

permukaan mata menggunakan fluoresein atau lissamine green, tes Schirmer I dengan atau 

tanpa anestesi/ tes Schirmer II dengan stimulasi 

nasal dan pemeriksaan kelopak mata dan 

kelenjar meibomian. Pengobatan penyakit mata 

ini bisa juga di berikan Cendo lyters 4 gtt 1, 

Catarlent eye drops 4 gtt 1.