Tampilkan postingan dengan label Kista ovarium. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kista ovarium. Tampilkan semua postingan

Kista ovarium

 








kista ovarium



Kista ovarium yaitu  pertumbuhan jaringan abnormal berbentuk kantong yang berisi air 

pada sekitar ovarium. Kista ovarium membutuhkan penegakkan diagnosis secara 

menyeluruh berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang 

termasuk modalitas radiologi berdasar  USG, CT Scan, dan MRI. Setelah diagnosis 

ditegakkan selanjutnya dilakukan penatalaksanaan pada pada kista ovarium yang terbagi 

atas observasi dan operasi dengan menyesuaikan kondisi pasien.Salah satu kasus obstetri-ginekologi 

klinik yang sering ditemukan yaitu  

adnexal masses/ massa adneksa 

(meliputi massa pada ovarium, tuba 

falopi dan jaringan sekitarnya). Keluhan 

yang dapat dirasakan pasien yaitu 

adanya nyeri. Meski demikian, massa 

adneksa lebih sering terdeteksi setelah 

dilakukan Pemeriksaan Fisik (PF). 

Massa adneksa memiliki sejumlah 

diagnosis banding termasuk beberapa 

kondisi non–ginekologis seperti kanker 

gastrointestinal, divertikulum kandung 

kemih, dan lain – lain. Oleh karena itu, 

pemeriksaan yang tepat untuk 

mendiagnosis massa adneksa perlu 

dilakukan oleh setiap dokter terkait (1).

Selain mendiagnosis, seorang 

dokter perlu menentukan tingkat 

keganasan, baik jinak maupun ganas, 

dari massa adneksa tersebut. Pada 

wanita dengan massa ganas ataupun 

massa yang masih belum terkonfirmasi, 

perlu dilakukan tindakan pembedahan 

seperti laparotomy (1). Lebih lanjut, 

makalah ini akan membahas mengenai kista ovarium, salah satu jenis dari 

massa adneksa.

 

Artikel ini merupakan tinjauan 

pustaka berdasar  berbagai sumber 

dari buku cetak kedokteran dan jurnal 

ilmiah internasional terkait diagnosis dan 

penatalaksanaan kista ovarium dengan 

sumber-sumber yang terpercaya. 

3

Pada pencarian tinjauan literatur, 

didapatkan 20 sumber yang sesuai 

dengan pembahasan studi. Kriteria 

inklusi yang digunakan diantaranya 

yaitu  kesesuaian topik, penelitian 

ranah biomedik dan klinik, dan tersedia 

naskah lengkap. 

4.1 Definisi dan Etiologi

Definisi dari kista ovarium yaitu  

pertumbuhan jaringan abnormal 

berbentuk kantung yang berisi air pada 

sekitar ovarium. (2) Kista ovarium 

memiliki beragam etiologi mulai dari 

fisiologis (follicular/luteal cyst) hingga 

keganasan ovarium dan lebih banyak 

terjadi pada wanita dalam usia 

reproduktif.2

4.2 Epidemiologi 

Prevalensi sebenarnya dari penderita 

kista ovarium masih belum diketahui. Hal 

ini banyaknya pasien tanpa gejala, yang 

menyebabkan kesulitan dalam 

diagnosis. Sebuah studi menyebutkan 

sekitar 4% wanita 65 tahun yang berobat 

ke rumah sakit memiliki kista ovarium. 

Studi lain menemukan sekitar 2,5%

wanita post-menopausal memiliki kista 

ovarium. Sebuah survey pada 33.739 pre 

menopause dan post menopause 

menunjukkan prevalensi kista ovarium 

sebesar 46.7% dengan metode USG 

transvaginal. (2)

4.3 Faktor Risiko

Pasien dengan terapi gonadotropin atau 

penggunaan agen-agen stimulan lain 

seperti dalam pengobatan infertilitas 

dapat menyebabkan sindroma 

hiperstimulasi. Kondisi lain seperti 

penggunaan tamoxifen, kehamilan, 

hipotiroid, merokok, dan ligase tuba juga 

menjadi faktor risiko kista ovarium. (2)

4.4 Patofisiologi dan Klasifikasi

Terdapat dua klasifikasi kista ovarium 

dan masing-masing memiliki 

patofisiologinya tersendiri. Klasifikasi 

tersebut yaitu  neoplasma ovarium dan 

kista ovarium fungsional. Kista ovarium 

fungsional terdiri dari kista folikuler dan 

luteal yang terjadi akibat adanya distrupsi 

dari siklus normal ovulasi. (2-4)

4.4.1 Kista Ovarium Fungsional

Kista Folikuler

Kista folikuler berawal dari folikel yang 

gagal pecah saat terjadinya ovulasi 

terutama pada fase folikuler. Jika terjadi 

kelebihan FSH atau kekurangan LH pada 

fase puncak LH, ovum dapat tidak 

dilepas saat proses ovulasi. (2-4)

Kista Lutein 

Pada kista korpus luteum, terjadi 

kegagalan degradasi pada korpus 

luteum. Kista lutein memiliki 2 jenis, kista 

granulosa dan kista teka. Kista 

granulosa merupakan perbesaran non￾neoplastik dari ovarium disebabkan oleh 

luteinisasi dinding sel granulosa pasca 

ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, akan 

terbentuk korpus hemorarhikum akibat 

terbentuknya vaskularisasi baru dan 

terkumpulnya darah di tengah. Adanya 

resorpsi darah di ruangan ini 

menyebabkan terbentuknya kista korpus 

luteum. Sebaliknya, hingga saat ini 

belum ditemukan mekanisme 

terbentuknya kista teka secara pasti. 

Umumnya kista teka ditemukan 

bersamaan dengan PCOS, mola 

hidatidosa, dan korio karsinoma. (2-4)

4.4.2 Kista Neoplasma 

Kista neoplasma merupakan akibat 

adanya pertumbuhan yang abnormal 

pada daerah ovarium. Pertumbuhan ini 

dapat bersifat ganas ataupun jinak. 

Beberapa jenis kista jinak diantaranya 

yaitu  kostadenoma serosum, kista 

dermoid, dan kista musinosum. (2-4)4.5 Diagnosis

Kejadian kista pada ovarium umumnya 

ditemukan secara tidak sengaja saat 

pasien sedang melakukan pemeriksaan 

rutin atau pemeriksaan ginekologi 

lainnya. Hal ini disebabkan oleh kista

ovarium yang dapat bersifat asimtomatis 

terutama saat ukurannya kecil. Kista 

ovarium dengan ukuran besar umumnya 

dapat menyebabkan gejala seperti terjadi 

perasaan begah, mudah kenyang, 

keinginan untuk berkemih, dan rasa 

nyeri pada perut. Pada Kista ovarium 

yang sudah berubah menjadi ganas, 

gejalanya dapat lebih beragam akibat 

kemungkinan terjadinya metastasis, baik 

di daerah sekitar abdomen bahkan dapat 

mencapai payudara. Gejala yang dapat 

ditemukan pada kista ovarium ganas 

berupa malaise, penurunan berat badan, 

nyeri pada daerah yang terdampak 

(nyeri abdomen atau nyeri dada), dan 

kesulitan untuk bernapas. (5)

Dikarenakan kista ovarium yang jinak

umumnya bersifat asimtomatis, maka 

diperlukan pendekatan klinis yang baik 

mengenai keluhan yang dimiliki pasien. 

Pemahaman mengenai onset, durasi, 

pemicu, dan karakteristik perlu didalami 

dengan baik untuk dapat menentukan 

derajat keparahan dari kista ovarium. 

Selain anamnesis berdasar  keluhan 

dan temuan fisik, riwayat keluarga dan 

faktor risiko juga penting untuk 

ditanyakan. Riwayat keluarga dengan 

keluhan serupa atau riwayat 

ditemukannya kista ovarium perlu 

ditelusuri. Riwayat menstruasi, ada atau 

tidaknya rasa nyeri saat haid, 

peningkatan volume darah haid, serta 

pemendekan siklus haid juga perlu 

ditanyakan pada kasus suspek kista 

ovarium. Riwayat obstetri juga perlu 

dieksplorasi mengingat adanya 

hubungan kehamilan dengan kista 

ovarium. Riwayat operasi serta 

penggunaan kontrasepsi juga perlu 

untuk ditanyakan. (3)

Apabila ditemukan kecurigaan 

adanya kista ovarium atau ada temuan 

massa, perlu dilanjutkan dengan 

pemeriksaan fisik. Dalam hal ini, 

pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan 

yaitu  TTV, pemeriksaan abdomen, dan 

pemeriksaan dalam. Jika kista sudah 

membesar, dapat dirasakan adanya 

masa atau benjolan pada pemeriksaan 

abdomen. Deskripsi masa yang perlu 

diberikan yaitu  lokasi, ukuran, batas, 

kepadatan, mobilitas, dan ada atau 

tidaknya nyeri. Pada pemeriksaan dalam 

dilakukan pemeriksaan inspeksi, 

inspekulo, VT atau RT untuk 

menentukan massa pada adneksa. (3)

4.6 Modalitas Pemeriksaan 

USG transvaginal menjadi 

modalitas pilihan awal pada pemeriksaan 

ginekologi massa adnexa. Akan tetapi 

pada kasus dimana USG transvaginal 

tidak dapat dilakukan, USG 

transabdominal dapat dijadikan alternatif. 

Ukuran USG ovarium normal yaitu  20 

cm3 pada wanita usia subur dan 10 cm3 

pada wanita menopause. Selain ukuran, 

USG dapat melihat komposisi massa, 

bentuk papiler, ada tidak cairan di pelvis, 

dan lateralisasi. Hasil temuan USG dapat 

dikategorikan sesuai IOTA. (6)

Pada temuan USG dengan suspek 

keganasan, pemeriksaan dapat 

dilanjutkan dengan modalitas lain. 

Pemeriksaan CT scan berguna untuk 

melihat apakah adanya metastasis, 

asites, ataupun tumor primer pada organ 

lainnya sedangkan pemeriksaan MRI 

dapat memberikan gambaran yang lebih 

tajam untuk penentuan diagnosis. Meski 

demikian, pertimbangan mengenai biaya 

dan ketersediaan alat perlu diperhatikan. 

(6) Staging dari kanker ovarium 

berdasar  International Federation of 

Gynecology and Obstetrics (FIGO). (7)

4.7 USG Kista Ovarium 

Pemahaman yang baik mengenai 

anatomi normal dari ovarium beserta 

organ disekitarnya menjadi dasar 

interpretasi gambaran USG massa 

ovarium. Ovarium merupakan organ 

reproduksi wanita yang berjumlah 

sepasang dan berbentuk seperti kacang 

almond. Ovarium terletak bebas pada rongga perut dan tidak dilapisi oleh 

peritoneum. Ovarium terdiri atas 2 

struktur bernama korteks, bagian luar 

yang melapisi kelenjar eksternal dan 

memiliki folikel, serta medulla yang 

tersusun atas jaringan ikat, otot polos, 

ataupun pembuluh darah dan berada di 

bagian lapisan yang lebih dalam. Bentuk 

dan ukuran ovarium tidak selalu sama 

pada setiap wanita. Pada anak-anak 

yang berusia <5 tahun, volume ovarium 

sebesar <1 cc. Sementara untuk wanita 

dalam usia reproduktif dapat mencapai 

ukuran 6 – 10 cc dengan volume 

maksimum 14 – 16 cc dan dimensi 

sebesar 3 x 2 x 2 cm. Ukuran ini akan 

menyusut saat seorang wanita 

menginjak masa menopause menjadi 

sekitar 3 – 6 cc dengan volume 

maksimum sebesar <7 cc dan dimensi 2 

x 1,5 x 1,5 cm. Pada wanita 

postmenopause ovarium telah atrofi. 

Gambaran USG normal umumnya 

berbentuk oval hipoekogenik dan 

ekotekstur homogen. Pada wanita usia 

reproduktif, dapat terlihat folikel yang 

mudah diidentifikasi akibat besarnya 

volume ovarium. Sebaliknya pada usia

non-reproduktif seperti menopause, 

folikel akan semakin sulit terlihat karena 

volume yang menyusu. (8-10)Massa Ovarium Jinak

Gambaran USG dengan massa 

ovarium jinak umumnya merupakan kista 

fungsional (fisiologis). Terdapat 2 fase 

kista fungsional yaitu kista folikel atau 

kista folikular simpleks yang timbul saat 

tidak adanya ovulasi dan kista korpus 

luteum yang timbul pasca-ovulasi atau 

setelah pecahnya folikel Graff. 

Gambaran kista folikel pada USG yaitu  

massa anekoik berbentuk bulat/oval, 

berbatas tegas, dan berdinding tipis 

sedangkan kista korpus luteum memiliki 

gambaran seperti jaring laba-laba yang 

berada dalam suatu ruang (kista). Kista 

korpus luteum umumnya bersifat 

unilateral, berbatas tegas, serta memiliki 

bayangan hipoekoik, gema, dan tampak 

jaring-jaring. Kista ovarium umumnya 

berukuran 1,5 hingga 2,5 cm. Kista dapat 

berkembang hingga ukuran 6 cm saat 

terjadi ovulasi atau mengalami remisi 

spontan. (8-10)

Jenis kista ovarium jinak lainnya 

yaitu  kista dermoid. Kista ini dapat 

berukuran sebesar 15 cm. Kista dermoid 

memiliki gambaran USG yang tidak 

homogen dengan beberapa komponen 

kistik serta kombinasi daerah hiperekoik. 

Kombinasi ini tercipta akibat jaringan 

kitsa yang berasal dari berbagai lapisan 

ektoderm seperti rambut, tulang, gigi, 

ataupun lemak. (8-10)


Polycystic Ovarian Syndrome

(PCOS) merupakan suatu bentuk kista 

ovarium akibat gangguan hormonal yang 

terjadi pada siklus ovarium. Gangguan ini 

terjadi akibat sedikit atau bahkan tidak 

adanya lonjakan hormon estrogen dan 

LH dalam siklus ovulasi seorang wanita 

sehingga menyebabkan anovulasi. 

PCOS memiliki umum seperti hirsutisme, 

tidak menstruasi (amenorea), infertilitas, 

dan obesitas. PCOS memiliki gambaran 

USG seperti ovarium yang berisi banyak 

kista (polikistik) dengan folikel kistik 

multipel berjumlah minimal 12 buah dan 

berukuran 2 – 6 mm serta volume 

ovarium yang membesar menjadi 

sebesar >10 cc. Gambaran hiperekoik 

pada bagian tengan dengan pembesaran 

stroma juga ditemukan pada PCOS. (8-

10)Massa Neoplasma Ovarium 

Massa neoplasma ovarium dapat 

berasal berasal dari sel epitel atau sel 

embrional. Meski demikian, tumor epitel 

merupakan bentuk umum dari 

neoplasma ovarium dan diklasifikasikan 

menjadi tumor serosa dan tumor 

musinosum. Tumor serosa dibagi lagi 

menjadi kistadenoma serosum dan 

kistadenokarsinoma serosum. 

Kistadenoma serosum memiliki 

gambaran USG yang anekoik dan 

seringkali tidak ditemukan pembentukan 

papila pada bagian lumen kista atau 

dapat ditemukan septa tipis. Sementara 

itu, kistadenokarsinoma serosum 

sebagian besar berukuran >15 

cm,bilateral, dan ditemukan papila pada 

lumen dengan multilokular kistik, 

bersepta tebal, dan tidak teratur dalam 

pemeriksaa USG (8-11)

Di sisi lain, tumor musinosum 

dapat dikelompokkan menjadi 

kistadenoma musinosum dan 

kistadenokarsinoma musinosum. Tumor 

musinosum ditemukan pada 20 – 25% 

kasus tumor ovarium. Kistadenoma 

musinosum umumnya bersifat unilateral 

dengan gambaran USG berupa dinding 

tipis dan dapat ditemukan pembentukan 

papila. Ukuran kista ini beragam dan 

dapat mencapai >30 cm. Sementara itu, 

pada kistadenokarsinoma musinosum, 

sebesar 20% kasus bersifat bilateral dan 

lebih sering ditemukan pada wanita 

berusia 40 – 60 tahun. Ukuran 

kistadenokarsinoma musinosum dapat 

mencapai 50 cm. Tumor ganas ini 

memiliki gambaran USG berupa massa 

kistik multilokular berukuran besar, 

memiliki bagian padat, dan dapat 

ditemukan papil di dalamnya. (8-10)


Foto Polos Kista Ovarium 

Meski relatif lebih jarang digunakan 

daripada modalitas lain seperti USG, CT, 

dan MRI, penggunaan foto polos tetap 

dapat dilakukan dalam menegakkan 

diagnosis kista ovarium. (12) Umumnya, 

Kista ovarium memberikan gambaran 

densitas lebih tinggi dan opak seperti 

kista dermoid yang terlihat pada foto 

polos abdomen dengan gambaran gigi 

yang radiopak. (13) Pada kista yang 

sudah membesar, dapat terjadi 

pempelan pada organ abdominopelvik 

lainnya sehingga menyamarkan struktur 

atau menekan organ lain seperti usus

(14)Gambaran foto polos juga digunakan 

untuk mencari adanya hidrotoraks pada 

paru-paru dan asites pada pasien 

dengan kista ovarium jinak. Ketiga 

gambaran tersebut mengindikasikan 

terjadinya Sindrom Meigs. Meski 

demikian prevalensi sindrom ini masih 

rendah (15)CT scan Kista Ovarium

Computer Tomography scan (CT 

scan) merupakan salah satu dari 

modalitas pencitraan yang dapat 

digunakan dalam memeriksa massa di 

ovarum. CT scan menggunakan sinar- X 

untuk mendapatkan gambaran potong 

lintang tubuh. CT scan umumnya 

digunakan pada evaluasi preoperatif pada 

suspek keganasan ovarium. Bentuk dari 

kista ovarium dapat menyerupai 

keganasan, namun beberapa gambaran 

seperti adanya kista berdinding tebal, 

bersepta dan adanya papillary projection 

yang dapat lebih jelas terlihat jika 

menggunakan kontras. Temuan lain 

seperti invasi ke organ-organ pelvis, 

implantasi peritoneal, adenopati, dan 

asites dapat meningkatkan keyakinan 

adanya keganasan. (16-17)

CT scan memiliki kelebihan 

seperti lebih banyak tersedia dan lebih 

cepat dan mudah untuk dilakukan. 

Pemeriksaan CT scan abdomen atau 

pelvis sekaligus dapat mengevaluasi 

lokasi yang berpotensi terjadi implantasi

peritoneal atau limpadenopati serta situs 

tumor secara lebih komprehensif. 

Penggunaan kontras peroral pada 

pemeriksaan CT dapat membantu 

membedakan saluran dari implantasi 

peritoneal. Oleh karena itu, pemeriksaan 

CT dapat menguntungkan untuk 

mengevaluasi besarnya penyakit pada 

pasien dengan keganasan ovarium. 

Meski demikian, beberapa studi 

menunjukan bahwa CT scan tidak lebih 

baik dibandingkan modalitas lain untuk 

menentukan staging dari keganasan. 

Dalam sebuah penelitian, nilai sensitifitas 

dan spesitifitas dari CT scan untuk 

menentukan staging masing-masing 

sebesar 50% dan 92%. Pada beberapa 

penelitian, pemeriksaan CT memiliki 

akurasi yang cukup baik dalam 

menentukan pasien dengan kemungkinan 

tumor yang dapat diangkat dengan 

operasi (nodul tumor >2 cm dapat 

diangkat). Pasien dengan tumor yang 

tidak dapat direseksi dapat menjalani 

biopsi perkutan atau laparoskopi diikuti 

dengan kemoterapi dan operasi. (18)

4.7.5 MRI Kista Ovarium 

Magnetic Resonance Imaging

(MRI) merupakan modalitas pencitraan 

dengan menggunakan radiasi magnetik.

Modalitas ini menjadi pilihan jikalau hasil 

pemeriksaan USG tidak dapat ditentukan 

atau kompleks. Pemeriksaan MRI 

memberikan beberapa keuntungan 

seperti kemudahan dalam mengevaluasi 

lesi serta informasi untuk perencanaan 

operatif dengan paparan radiasi yang 

minim. Selain itu, MRI memiliki akurasi tinggi yang mencapai 88% - 93% dalam 

membedakan dan memberikan informasi 

tentang adanya perdarahan, lemak dan 

kolagen dan mengidentifikasi tumor jinak 

denga tumor. Sebelum pemeriksaan MRI 

dilakukan, pasien dianjurkan untuk 

berpuasa 3-4 jam sebelumnya dan 

diberikan obat antisplasmodic 10 menit 

sebelumnya agar mengurangi gerakan 

peristalsis di saluran cerna sehingga 

meningkatkan visualisasi adneksa dan 

lapisan peritoneum. Untuk evaluasi pelvis

dengan MRI, diperlukan minimal 2 

potongan. Penggunaan gambaran T1-

weighted (T1W) dan T2-weighted (T2W) 

sangat penting untuk melihat anatomi 

pelvis dan jenis jaringan yang terdapat di 

pelvis. (19-20)

Gambaran T1-weighted dengan 

saturasi lemak pada potongan aksial 

dapat mengidentifikasi darah dan 

jaringan lemak, sedangkan T2-weighted 

dengan saturasi lemak dapat digunakan 

untuk mengidentifikasi inflamasi atau 

edema. Peningkatan kualitas kualitas 

gambar papilarry projection pada lesi 

kistik didapatkan dengan menggunakan 

lapang pandang yang kecil (20 cm), 

resolusi matriks yang tinggi (256 x 256) 

dan lapisan tipis (4 mm). (20)

Beberapa jenis jaringan dan 

cairan yang terdapat pada massa ovarium 

dapat dibedakan dengan MRI dilihat dari 

intensitas sinyal gambar. Lesi kistik 

memiliki intensitas yang rendah pada 

T1W dan intensitas tinggi pada T2W. 

Massa yang solid pada T2W terlihat 

hiperintens. Sebaliknya lemak, 

perdarahan, dan lesi dengan mucin 

memiliki intensitas sinyal yang tinggi pada 

T1W. Salah satu contoh lesi berisi lemak 

yaitu  mature cystic teratoma. 

Sedangkan lesi hemorragik antara lain 

endometriosis, kista hemoragik, foci 

hemoragik adenomyosis, dan 

hematosalpinx. Gambaran T1W fat 

saturated dapat membedakan antara 

hemoragik dan lemak seperti pada 

teratoma. Gambaran fibrosis atau otot 

polos memiliki intensitas yang rendah 

atau intermediet pada T1W dan intensitas 

rendah pada T2W, hal ini dikarenakan T2 

memiliki efek yang memendekkan aktin, 

myosin dan kolagen intramuscular serta 

cairan ekstraselular yang lebih sedikit 

dibandingkan jaringan sekitarnya. Lesi 

fibrosis antara lain dapat berupa fibroma, 

fibrothecoma, kistadenofibroma dan 

dinding dari abses pelvis kronik, 

sedangkan massa dengan otot polos 

antara lain yaitu  leiomyoma dan stroma 

pada adenomyosis. 

Gambaran dengan T1W dengan 

kontras gadolinium dapat membantu 

memvisualisasi arsitektur dalam lesi kistik 

dan membedakan kista dari lesi yang solid 

serta lesi junak dari lesi yang ganas. 

Pemberian kontras gadolinium 

meningkatkan akurasi dalam melihat ciri 

dari sebuah lesi pada adneksa, terutama 

untuk jaringan nekrosis, papillary 

projection, komponen solid, septa, 

implant peritoneal dan penyakit omental 

sehingga pemberian kontras 

direkomendasikan. (20)

Dengan mengidentifikasi 

intensitas dari massa ovarium, maka 

diagnosis banding semakin dapat 

dikerucutkan. Sayangnya, hingga saat ini 

belum ditemukan sinyal MRI dengan 

intensitas yang spesifik untuk keganasan 

epithelial.(20)

Terdapat sejumlah protokol 

dalam mengidentifikasi massa pelvis/ 

ovarium, namun pada dasarnya terdiri 

dari: 

1. T2W dengan resolusi tinggi tanpa fat 

saturation pada setidaknya 2 

potongan untuk Identifikasi anatomi 

pelvis

2. T1W sequence tanpa fat saturation 

untuk deteksi lemak pada teratoma 

3. T1W dengan fat saturation untuk 

identifikasi produk darah dan korelasi 

dengan gambaran T1W setelah 

pemberian kontras 

4. Proton-Density atau T1W sequence 

hingga ke abdomen bagian ats untuk

deteksi nodal disease 

5. T1W sequence dengan fat saturation 

setelah pemberian Gadolinium untuk

enhancement lesi solid atau 

komponen lesi 

6. Diffusion-weighted dengan v-value 500-1000 s/mm2 

untuk mendeteksi nodus limfa dan 

deteksi deposit peritoneum. (20)

4.8 Tatalaksana

Kista ovarium memiliki beragam tata 

laksana, mulai dari observasi ketat 

sampai dengan melakukan pembedaan 

untuk mengangkat kista seperti dengan 

laparoskopi atau laparotomi. Penentuan 

terapi didasarkan pada ukuran kista, 

tingkat keganasan, dan gejala yang 

ditimbulkan. Metode observasi dapat 

dilakukan pada kista yang ditemukan 

pada perempuan prepubertas dan wanita 

yang berada dalam masa reproduksi 

ataupun pada kista yang asimptomatik. 

Pada kelompok tersebut kebanyakan 

kista ovarium yang diderita merupakan 

kista fungsional yang akan terregresi 

spontan dalam waktu 6 bulan. 

Sebaliknya, wanita postmenopause 

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk 

berkembang menjadi keganasan. 

Prevalensi kista ganas lebih tinggi 

daripada kista jinak pada wanita 

postmenopause. Akan tetapi, terdapat 

kriteria seorang wanita postmenopause 

dengan kista ovarium simpel yang hanya 

memerlukan observasi ketat saja seperti: 

(1) kista unilokular berdinding tipis yang 

didapatkan dari hasil USG; (2) kista 

dengan diameter <5 cm; (3) tidak ada 

pembesaran kista pada periode 

observasi; (4) kadar CA125 serum yang 

normal. Kista yang berdiameter sampai 

dengan 10 cm masih dapat dilakukan 

observasi, jika lebih besar maka dapat 

dipertimbangkan untuk pembedahan. 

(2-3, 21)

Pembedahan dapat dilakukan 

apabila kista berukuran cukup besar 

sehingga menimbulkan gejala ataupun 

pada kecurigaan keganasan. 

Pembedahan yang dapat dilakukan 

berupa cystectomy ataupun 

oophorectomy. Pada cystectomy hanya 

dilakukan pengangkatan kista tanpa 

mengangkat seluruh ovarium. Dengan 

metode ini fertilitas tetap dapat 

dipertahankan. Metode ini umumnya 

dilakukan untuk lesi yang berukuran kecil 

dan pasien masih dalam usia reproduktif 

dan masih ingin untuk hamil. Sedangkan 

untuk lesi yang lebih besar lebih 

dianjurkan untuk dilakukan 

oophorectomy yaitu metode dnegan 

mengangkat seluruh ovarium karena 

pada kista yang berukuran lebih besar 

lebih rendah untuk terjadi ruptur pada 

saat dilakukan enukleasi. Selain itu pada 

kista yang lebih besar juga akan semakin 

sulit untuk dilakukan rekonstruksi 

anatomi ovarium serta adanya risiko 

keganasan yang lebih tinggi. Pada 

wanita postmenopause, oophorectomy 

lebih dianjurkan karena risiko keganasan 

kelompok tersebut lebih tinggi dan juga 

keuntungannya lebih besar dibandingkan 

dengan risikonya. (2-3, 21)

Terapi pembedahan dapat 

dilakukan dengan dua metode yaitu 

metode minimal invasif seperti 

laparoskopi serta pembedahan terbuka 

seperti laparotomi. Pada kista yang 

berukuran kecil dan jinak dapat 

dilakukan cystectomy dan oophorectomy 

secara laparoskopik. Namun jika kista 

sudah berukuran besar, pengangkatan 

laparoskopi tidak dianjurkan karena akan 

mengganggu mobilitas instrument dan 

tidak muat pada saat pengangkatan. 

Oleh karena itu, kista berukuran besar 

tersebut dapat diangkat secara 

laparotomi. Selain observasi dan 

pembedahan, terdapat pula terapi 

dengan menggunakan pil KB oral 

kombinasi. Meski demikian, belum 

ditemukan studi yang cukup kuat untuk 

mendukung efektivitas terapi 

menggunakan pil KB oral kombinasi ini. 

Kista ovarium membutuhkan 

diagnosis yang menyeluruh, sehubungan 

dengan keluhan gejala yang seringkali 

ditemukan asimptomatik pada kista yang 

masih kecil sehingga pemeriksaan fisik 

dan penunjang menjadi metode 

penegakkan yang penting. Pemeriksaan 

penunjang dibutuhkan hingga modalitas 

radiologi berdasar  USG, CT Scan, 

hingga MRI. Penatalaksanaan pada pada kista ovarium terbagi atas 

observasi dan operasi yang 

menyesuaikan dengan kondisi dari 

pasien.


Tumor ovarium






Tumor ovarium termasuk tumor yang perlu menjadi perhatian bagi 

masyarakat dan petugas kesehatan karena tumor ovarium yang 

bukan hanya dapat dijumpai pada semua kelompok usia, tetapi juga bisa menyebabkan kematian terutama pada kasus tumor ganas 

ovarium. Gejalanya yang tidak khas membuat tumor ovarium bisa saja tidak terdiagnosa pada stadium awalnya tetapi sudah 

terdiagnosa stadium lanjut pada saat diperiksa. Berbagai faktor resiko yang mungkin tidak disadari oleh wanita tersebut seperti 

adanya faktor riwayat keluarga, paritas, penggunaan kontrasepsi oral, dan faktor lingkungan, karena ternyata semua itu berperan 

untuk terjadinya tumor ovarium. Perlunya pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosa tumor ovarium dari stadium awal agar 

prognosis penderita menjadi lebih baik, dapat menurunkan jumlah penderita tumor ovarium dan sekaligus meningkatkan derajat 

kesehatan masyarakat. Perlunya informasi yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai tumor ovarium dan 

cara yang tepat untuk mencegah atau deteksi dini tumor ganas ovarium.Tumor ovarium merupakan jenis tumor nomor tiga terbanyak yang dijumpai pada sistem reproduksi wanita. 

Tumor ovarium dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu tumor jinak, tumor borderline, dan tumor ganas. Sebagian 

besar tumor ovarium (80%) merupakan tumor jinak dan mengenai wanita usia antara 20-45 tahun. Untuk kasus tumor 

ganas ovarium, cenderung mengenai usia yang lebih tua yaitu usia antara 45-65 tahun.1–3 Pada tahun 2016, di Amerika 

Serikat, diperkirakan lebih dari 14.000 kematian oleh karena tumor ganas ovarium dari 20.000 kasus tumor ganas

ovarium. Hal ini membuat tumor ganas ovarium berada pada urutan kelima penyebab kematian akibat tumor ganas 

pada wanita dan lebih dari 70% kasus didiagnosis dengan stadium lanjut. Data Word Cancer Research Found 

International melaporkan insiden baru kanker ovarium mengalami peningkatan mencapai 300.000.4

Indonesia 

merupakan negara dengan jumlah penderita tumor ganas ovarium yang tertinggi, ditemukan sebanyak 13.310 (7,1%) 

kasus baru dan angka kematian akibat penyakit ini mencapai 7.842 (4,4%). Penelitian Johari & Siregar5 menjelaskan 

bahwa insidensi tumor ganas ovarium banyak ditemukan pada kelompok umur 35-50 tahun (42.1%). Berdasarkan 

penelitian yang dilakukan Dhitayoni & Budiana6 di RSUP Sanglah Denpasar Bali diketahui bahwa insiden tumor ganas 

ovarium mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur. Puncak insiden kanker ovarium terbanyak 

ditemukan pada umur 40-50 tahun.

Karena kurangnya gejala yang spesifik, tidak khas, pada stadium awal. Penderita tumor ovarium datang periksa 

biasanya sudah stadium lanjut, sehingga membuat tumor ganas ovarium disebut sebagai “silent killer” dengan angka 

kelangsungan hidup kurang dari 30% pada stadium lanjut.2,7 Gejala adanya tumor ovarium diawali dengan 

asimptomatik atau secara insidental ditemukan pada saat dilakukannya pemeriksaan abdomen. Keluhan lainnya seperti 

gejala nyeri perut bagian bawah, gangguan gastrointestinal, gangguan berkemih, adanya tekanan pada panggul, dansampai munculnya pembesaran perut. Pada kasus tumor ganas ovarium bahkan dapat menyebabkan terjadinya asites, 

tidak nyaman dan cepat merasa kenyang, mudah lelah, kelemahan otot, penurunan nafsu makan, penurunan aktifitas, 

penurunan berat badan dan kaheksia.


Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya tumor ganas ovarium termasuk paritas, kontrasepsi, usia dan 

fertilitas.10Prevalensi jumlah kelahiran hidup (paritas) diduga memiliki pengaruh terhadap penurunan risiko menderita 

tumor ganas ovarium. Literatur terdahulu11 menunjukkan kelahiran pertama dapat menurunkan risiko menderita tumor 

ganas ovarium dibandingkan kelahiran berikutnya, tetapi penelitian oleh 

12 justru memperlihatkan risiko 

menderita tumor ganas ovarium menurun setelah kelahiran kedua. Wanita yang memiliki anak memiliki faktor risiko 

29% lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita nullipara dan semakin meningkat setiap kehamilan selanjutnya.8

Wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi jenis oral memiliki faktor risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan 

wanita yang tidak menggunakannya. Durasi penggunaan kontrasepsi jenis oral yang lama berhubungan terhadap 

penurunan faktor risiko kanker ovarium. Penggunaan kontrasepsi jenis oral lebih dari 10 tahun memiliki 45% faktor 

risiko yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan kurang dari 1 tahun.13 Pada penelitian oleh 

Momenimovahed et al.

9 ditemukan bahwa kanker ovarium banyak ditemukan pada usia di atas 50 tahun. Semakin tua 

seseorang terkena kanker ovarium,maka semakin tinggi juga angka kasus ditemukan dan juga semakin kecil usia 

harapan hidup dari wanita yang menderita tumor ganas ovarium.10 Penderita tumor ganas ovarium memiliki angka 

ketahanan hidup lebih rendah dibandingkan penderita jenis tumor ganas lainnya yaitu 30-50%. Menurut American 

Cancer Society, mengatakan bahwa sekitar 10% dari penderita tumor ganas ovarium memiliki anggota keluarga dengan 

penyakit yang sama (jenis tipe epitel). Wanita yang memiliki riwayat keluarga dapat meningkatkan resiko terjadinya 

tumor ganas ovarium yang berhubungan dengan adanya mutasi gen, sehingga terbentuknya sel yang bersifat ganas.

13

Faktor lingkungan dan kebiasaan hidup terpapar zat karsinogen juga berperan untuk terjadinya mutasi gen.


Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-125, ultrasonografi transvaginal (TVS), pemeriksaan imunohistokimia

dan patologi molekular dapat dilakukan untuk mendeteksi tumor sekaligus memantau kekambuhan atau perkembangan 

tumor ovarium. Pemeriksaan histopatologi paska ooforektomi, terutama untuk menentukan jenis tumor ganas ovarium, 

sangat membantu dalam pemberian terapi yang tepat sekaligus dapat memberikan informasi tentang perjalanan penyakit 

atau prognosis dari tumor ganas ovarium tersebut.7,8,14 Prosedur pembedahan (laparotomi) dianjurkan untuk dilakukan 

pada kasus adanya tumor ovarium, untuk kemudian diambil sampel jaringan dan cairan, dilanjutkan untuk pemeriksaan 

mikroskopis oleh ahli patologi. Pada kasus tumor ganas ovarium, ahli bedah akan mengangkat jaringan tumor sebanyak 

mungkin. Prosedur ini merupakan langkah penting dalam pengobatan tumor ganas ovarium, atau disebut stadium.


Sejumlah faktor mempengaruhi keberhasilan pengobatan tumor ovarium. Derajat dan stadium tumor ovarium 

turut mempengaruhi prognosis. Pengobatan cenderung lebih berhasil bila tumor didiagnosis pada stadium awal dan 

pada orang yang lebih muda. Kekambuhan terjadi terutama pada stadium lanjut saat di diagnosis. Diagnosa awal tumor 

ovarium dengan tumor kecil dan masih terbatas pada ovarium, merupakan faktor prognostik yang paling penting. 

Meskipun, hasil pengobatan dengan terapi kombinasi kemoterapi dan pembedahan telah menunjukkan peningkatan 

yang nyata pada stadium lanjut, tetapi kematian masih dapat muncul terutama akibat metastasis. Semakin cepat 

dideteksi secara dini kanker ovarium maka proses pengobatan akan lebih awal dilakukan, sehingga tingkat kesembuhan 

akan lebih cepat. Hal ini terjadi karena pada usia dewasa muda masih memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik, 

sedangkan pada dewasa menegah dan lansia tingkat kesehatan telah dipengaruhi oleh degenaratif.15,16 Diketahui bahwa 

insiden dan mortalitas tumor ovarium menurun dengan adanya peningkatan penggunaan kontrasepsi hormonal dan 

penurunan penggunaan hormon paskamenopause.


Pentingnya upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang mengenal tumor ovarium sedini 

mungkin. Salah satu cara nya dengan meningkatkan kesadaran individu terhadap upaya peningkatan pengetahuan dan 

pendidikan kesehatan mengenai tumor ovarium, dan menciptakan perilaku masyarakat yang peduli akan kesehatan, 

khususnya kesehatan organ reproduksi. Tercapainya perilaku masyarakat yang peduli akan kesehatan, akan 

menciptakan individu yang sehat dan produktif. Dengan demikian harapannya, masyarakat dapat lebih meningkatkan 

kewaspadaan terhadap gejala awal tumor ganas ovarium yang harus segera ditindaklanjuti. Perlunya penyuluhan 

kesehatan yang dilaksanakan secara rutin dan efektif tentang tumor ovarium kepada masyarakat, akan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mengetahui gejala awal tumor ovarium, 

sehingga dapat membantu dalam menurunkan angka insidensi tumor ovarium dan meningkatkan derajat kesehatan 

masyarakat. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan 

kesadaran masyarakat mengenai faktor risiko terjadinya tumor ovarium sehingga dapat menentukan langkah-langkah 

pencegahan dan deteksi dini terutama tentang tumor ganas ovarium.