Tampilkan postingan dengan label penyakit menular 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label penyakit menular 2. Tampilkan semua postingan

penyakit menular 2

 






erantara (benda ini   tidak tertular, namun 

mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang 

lain). Misalnya melalui pakaian, handuk, dan sapu tangan.  

3. Jenis kontangion yang dapat menularkan dalam jarak jauh. 

 

Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad 

renik atau mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori 

ini   tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya, 

Fracastoro tetap dianggap sebagai salah satu seorang perintis dalam 

bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai 

terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan 

kegiatan-kegiatan anti epidemik hanya merupakan tindakan yang 

diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya dikonfirmasikan 

melalui pengalaman praktik 

 

5.5 Teori Hyppocrates (hippocratic theory) 

 

Hippocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak 

Kedokteran Modern telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan 

filosofis pada zaman itu yang bersifat spekulatif dan superstitif 

(takhayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia mengemukakan 

teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa : 

 

a. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup  

b. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun 

internal sesorang. 

 

Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters 

and Places” 

 

 

Teori Terjadinya Penyakit 51 

Hippocrates sudah dikenal sebagai orang yang tidak pernah 

percaya dengan takhayul dan keajaiban tentang terjadinya penyakit 

pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa 

masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi 

tersebarnya penyakit dalam warga  . Yang dianggap paling 

mengesankan dari faham atau ajaran Hippocrates ialah bahwa dia telah 

meninggalkan cara-cara berpikir mastis-magis dan melihat segala 

peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata sebagai proses atau 

mekanisme yang alamiah belaka. 

 

Kausa penyakit menurut Hippocrates tidak hanya terletak pada 

lingkungan, tetapi juga dalam tubuh manusia. Sebagai contoh, dalam 

bukunya “On the Sacred Disease” Hippocrates menyebutkan bahwa 

epilepsi bukan merupakan penyakit yang berhubungan dengan tahayul 

atau agama, melainkan suatu penyakit otak yang diturunkan. Dalam 

bidang psikiatri, Hippocrates mendahului teori Sigmund Freud dengan 

hipotesisnya bahwa kausa melankoli (suatu gejala kejiwaan atau emosi 

akibat depresi) yang dialami putra Raja Perdica II dari Macedonia 

yaitu   depresi yang dialami Perdica karena jatuh cinta secara rahasia 

dengan istri ayahnya (ibu tirinya) 

 

Kontribusi Hippocrates untuk epidemiologi tidak hanya berupa 

pemikiran tentang kausa penyakit tetapi juga riwayat alamiah sejumlah 

penyakit. Dia mendeskripsikan perjalanan hepatitis akut pada bukunya 

„About Diseases„: Hepatitis akut dengan cepat menyebar ke urine 

menunjukkan warna agak kemerahan pada urin, panas tinggi, serta rasa 

tidak nyaman. Pasien meninggal dalam waktu 4 hingga 10 hari. 

(

 

5.6 Teori Miasma (Miasmatic Theory) 

 

Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma 

(diartikan sebagai udara buruk atau polusi) sebagai dasar pemikiran 

untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Miasma dipercaya 

sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa makhluk hidup yang 

mengalami pembusukan, barang yang membusuk atau dari buangan 

  

limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara yang 

dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit. 

Dirumuskan bahwa teori ini mengemukakan bahwa 

pemicu     penyakit berasal dari uap yang dihasilkan oleh sesuatu 

yang membusuk atau limbah yang menggenang. Jika seseorang 

menghirupnya maka akan terjangkit penyakit. (Maryani, 2010). 

Teori ini juga menganggap gas-gas busuk dari perut bumi yang 

menjadi kausa penyakit. , Dikembangkan oleh 

William Farr yang meneliti tentang kausa epidemi kolera. Teori 

ini mempunyai arah cukup spesifik, namun kurang mampu 

menjawab pertanyaan tentang pemicu     berbagai penyakit.  

Dalam perkembanganya, John Snow melakukan eksperimen ke 

beberapa rumah tangga di London yang memperoleh air minum dari 

perusahaan air minum swasta. Air yang disuplai berasal dari bagian 

hilir Sungai Thames yang paling tercemar. Suatu saat, suatu 

perusahaan yaitu Lambeth Company mengalihkan sumber air ke 

bagian hulu Sungai Thames yang kurang tercemar. Perusahaan lain 

yang merupakan pesaing yaitu Southwark Vauxhall Company tidak 

memindahkan sumber air (tetap di bagian hilir Sungai Thames yang 

paling tercemar). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa risiko 

kematian karena kolera lebih tinggi pada penduduk yang mendapatkan 

air minum dari Southwark-Vauxhall Company daripada yang 

memperoleh sumber air minum dari Lambeth Company. Penemuan ini 

menunjukkan bahwa John Snow tidak sependapat dengan William Farr 

tentang kausa kolera.  

 

Contoh pengaruh teori miasma yaitu   timbulnya penyakit 

malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya 

sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-

rawa. Penduduk yang bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk 

terjadinya malaria karena udara yang busuk ini  . 

 

Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, 

maka ia akan terjangkit penyakit. Karena penyakit timbul karena sisa-sisa 

makhluk hidup yang mengalami pembusukan, sehingga meninggalkan 

pengotoran udara dan lingkungan. . Tindakan pencegahan 

yang banyak dilakukan yaitu   menutup rumah 

 


rapat-rapat terutama di malam hari karena orang percaya udara 

malam cenderung membawa miasma. Selain itu orang 

memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu 

upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep 

miasma pada masa kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-

dasar sanitasi yang ada telah menunjukkaan hasil yang cukup 

efektif dalam menurunkan tingkat kematian. 

 

 

5.7 Teori Jasad Renik (Teori Germ) 

 

Teori yang menyatakan bahwa beberapa penyakit tertentu 

disebabkan oleh invasi mikroorganisme ke dalam tubuh. Abad ke-

19 merupakan era kejayaan teori kuman dimana aneka penyakit 

yang mendominasi rakyat berabad-abad lamanya diterangkan dan 

diperagakan oleh para ilmuan sebagai akibat dari mikroba. 

 

Pengaruh Teori Kuman dan penemuan mikroskop sangat besar 

dalam perkembangan epidemiologi penyakit infeksi. Berkat Teori 

Kuman etiologi berbagai penyakit infeksi bisa diidentifikasi. 

Bahkan kini telah diketahui sedikitnya 15% kanker di seluruh dunia 

disebabkan oleh infeksi, misalnya Human Papilloma Virus (HPV) 

yaitu   agen etiologi kanker serviks uteri  

 

Berkat Teori Kuman maka banyak penyakit kini bisa dicegah dan 

disembuhkan. Teori Kuman memungkinkan penemuan obat-obat 

antimikroba dan antibiotika, vaksin, sterilisasi, pasteurisasi, dan program 

sanitasi publik. Pendekatan mikroskopik mendorong ditemukannya 

mikroskop elektron berkekuatan tinggi dalam melipatgandakan citra, 

sehingga memungkinkan riset epidemiologi hingga level molekul sejak 

akhir abad ke 20. Di sisi lain, penerapan Teori Kuman yang berlebihan 

telah memberikan dampak kontra- produktif bagi kemajuan riset 

epidemiologi. Pengaruh Teori Kuman yang terlalu kuat mengakibatkan 

para peneliti terobsesi dengan keyakinan bahwa mikroorganisme 

merupakan etiologi semua penyakit, padahal diketahui kemudian tidak 

demikian. Banyak penyakit sama sekali tidak disebabkan oleh kuman atau 

disebabkan oleh kuman tetapi bukan satu-satunya kausa. Untuk banyak 

penyakit, mikroba merupakan komponen yang diperlukan 

  

tetapi tidak cukup untuk memicu  penyakit. Tahun 1950-an 

seiring dengan meningkatnya insidensi penyakit non-infeksi, muncul 

teori kausasi yang mengemukakan bahwa sebuah penyakit atau akibat 

dapat memiliki lebih dari sebuah kausa, disebut etiologi multifaktorial 

atau kausasi multipel. Teori kausasi multipel tidak hanya memandang 

kuman tetapi juga faktor herediter, kesehatan warga  , status 

nutrisi/ status imunologi, status sosio-ekonomi, dan gaya hidup sebagai 

kausa penyakit

 

Di dalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan 

mengenai timbulnya penyakit, mereka telah membuat model-model 

timbulnya penyakit dan atas dasar model-model ini   dilakukanlah 

eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana kebenaran dari 

model-model ini  . Penyakit menular timbul akibat dari 

beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk semang atau 

lingkungan. Pendapat ini tergambar dalam istilah pemicu     majemuk 

(“multiple causation of disease) sebagai lawan dari pemicu     tunggal 

(single causation). Hubungan kausal yaitu   hubungan antara dua atau 

lebih variabel, dimana salah satu atau lebih variable ini   

merupakan variabel pemicu     kausal (primer dan sekunder) terhadap 

terjadinya variabel lainnya sebagai hasil akhir dari suatu proses 

terjadinya penyakit. pemicu     penyakit dapat dikategorikan menjadi 

model kausa tunggal dan kausal majemuk. 

 

Model Kausal tunggal atau dikenal dengan model tunggal 

(monokausal) yaitu konsep penyakit dimana penyakit hanya 

disebabkan oleh satu pemicu    . Sementara Model Kausal Majemuk 

(multikausal) yaitu   konsep pemicu     penyakit dengan penyakit 

memiliki lebih dari satu pemicu    . Model kausalitas penyakit 

sangat bervariasi sejalan dengan perkembangan ilmu epidemiologi , 

kriteria Kausalitas Menurut Bradford Hill terdiri atas : 

 

a). Kekuatan Asosiasi : yaitu   korelasi yang kuat cenderung bersifat 

kausal korelasi yang lemah bersifat nonkausal (tidak selalu benar). 

Kekuatan asosiasi ini menjelaskan bahwa semakin kuat asosiasi, 

 

57  

maka semakin sedikit hal ini   dapat merefleksikan 

pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini 

membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari 

kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian 

yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan).  

b). Temporalitas: yaitu kemampuan untuk mendirikan kausa 

dugaan bahkan pada saat efek sementara dari sebuah 

penyakit diperkirakan akan muncul, ada anggapan bahwa 

kausa mendahului efek (akibat). 

c). Dose response/efek dosis-respon : yaitu   kondisi dimana 

ketika pajanan meningkat, kemungkinan terjadinya hasil 

akhir juga meningkat. 

d). Reversibilitas: Penurunan pajanan terhadap kausa diikuti 

penurunan kejadian penyakit. 

e). Konsistensi: Jika kondisi yang sama terus terlihat pada 

sejumlah populasi yang berbeda berdasar   tipe-tipe 

penelitian epidemiologi yang berbeda. Konsistensi 

menjelaskan replikasi dari temuan oleh investigator yang 

berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat yang berbeda, 

dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk 

menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.  

f). Biological plausibility : yaitu   perubahan yang meningkat dalam 

konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam penularan 

verifikasi terhadap hubungan dosis-respon, konsisten dengan 

model konseptual yang dihipotesakan harus ada penjelasan yang 

rasional untuk korelasi yang terlihat antara pajanan dan outcome. 

 

g). Specificity : Yaitu keadaan dimana satu pemicu     menimbulkan 

satu efek terdapat hubungan yang melekat antara spesifisitas dan 

kekuatan penularan penyakit, yang mana semakin akurat dalam 

mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat 

hubungan yang diamati ini  . Tetapi, fakta bahwa satu agen 

berkontribusi terhadap beberapa penyakit menular dan agent 

ini   saling berhubungan satu dengan yang lainnya. 

 

 

 

h). Analogy: Yaitu hubungan sebab akibat sudah terbukti untuk 

penyabab atau penyakit serupa. 

 

berdasar   kriteria Kausalitas Bradford Hill diatas, 

maka Penilaian hubungan kausalitas penyakit menular dapat 

dilakukan dengan melihat interaksi antara pola hubungan kausal 

dengan menperhatikan ketiga aspek berikut : 

 

a). Faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam 

timbulnya penyakit. 

b). Setiap perubahan pada variabel yang merupakan unsur 

pemicu     akan diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya 

sebagai akibat/ hasil akhir proses. 

c). Hubungan antara timbulnya penyakit (hasil akhir) serta proses 

keterpaparan tidak tergantung atau tidak harus dipengaruhi 

oleh faktor lainnya diluar variabel hubungan ini  . 

 

6.2 Model kausalitas berdasar   Agen dan Faktor resiko 

 

Model kausalitas penyakit berdasar   agen penyakit dan faktor 

resiko menjelaskan bagaimana proses terjadinya penyakit dengan 

menggambarkan faktor resiko sebagai pemicu     dasar, faktor resiko 

ini   dapat berasal dari lingkungan fisik, biologis, soisal dan akibat 

ekonomi, model ini   dijelaskan pada gambar berikut ini; 

 

  

6.3 Model kausalitas Roda 

 

Model Roda yang mengambarkan hubungan interaktif antara 

manusia dan lingkungan yang terdiri dari manusia dengan substansi 

genetik sebagai inti dikelilingi oleh gaya hidup individu, kultur atau 

budaya, lingkungan biologis, sosial dan fisik. Ukuran komponen roda 

bersifat relatif sangat tergantung pada masalah spesifik penyakit yang 

dialami oleh seseorang. Model roda memerlukan identifikasi dari 

berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak 

begitu menekankan pada pentingnya agen. Disini dipentingkan 

hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya 

peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit 

yang bersangkutan. Model roda dijelasan pada gambar berikut ini ; 

 


 

6.4 Model Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web of Causation) 

 

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan 

mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah 

atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan Menurut model ini, 

suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri 

melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses “sebab” dan 

“akibat”. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah 

 

  

atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik. Model 

ini   selengkapnya dijelaskan pada gambar berikut ini ; 

 


 

 

Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac 

Mohan dan Pugh (1970). Teori ini sering disebut juga sebagai 

konsep multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu 

penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor 

interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis, kimiawi dan 

sosial memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit. 

 

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan 

mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah 

atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, 

suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri 

melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. 

Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau 

dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik. Model 

ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh perilaku dan 

gaya hidup individu. Contoh: Jaringan sebab akibat yang mendasari 

penyakit jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor yang merupakan 

menghambat atau meningkatkan perkembangan penyakit. Beberapa 

dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan tetap (umpama LDL 

 

 

Model Kausalitas Penyakit Menular 61 

genotip), yang lain seperti komponen makanan, perokok, 

inaktifasi fisik, gaya hidup dapat dimanipulasi. 

 

6.5 Model Kausalitas Segi Tiga Epidemiologi 

(Epidemilogi Triangle) 

 

Model segi tiga epidemiologi menggambarkan relasi 3 

omponen penyait yaitu Pejamu (Host), pemicu     (Agen) dan 

lingkungan (environment) perubahan pada satu komponen akan 

mengakibatkan perubahan keseimbangan yang pada gilirannya 

akan menpengaruhi kejadian penyakit. Selengkapnya dapat 

dijelaskan pada gambar berikut ini ; 

 

 

 

7.1 Prinsip pencegahan Penyakit Menular 

 

Prinsip pokok pencegahan penyakit menular yaitu dengan 

mengetahui riwayat alamiah perjalanan penyakit dan memutuskan 

rantai penularan penyakit. Riwayat alamiah perjalanan penyakit 

yaitu   proses perkembangan atau perjalanan suatu penyakit tanpa 

adanya pengobatan apapun atau intervensi dari manusia dengan 

sengaja ataupun terencana. Pengertian pencegahan secara umum 

yaitu   mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. 

Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan, haruskan 

didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis 

epidemiologi atau hasil pengamatan penelitian epidemiologis. 

 

Menurur Leavel dan Clark pencegahan Penyakit menular 

dapat dilakukan dalam lima tingkatan yang dapat dilakukan pada 

masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Leavell dan clark dalam 

bukunya “Preventive Medicine for the doctor in his community” 

Usaha-usaha pencegahan ini   yaitu   : 

 

a. Masa sebelum sakit 

 

Tujuan pencegahan pada tahap ini yaitu   untuk mempertinggi 

nilai kesehatan (Health promotion) bentuk-bentuk pencegahan yang 

dapat dilakukan pada tahap ini yaitu dengan memberikan perlindungan 

khusus terhadap sesuatu penyakit (Specific protection). 

 

 

 

b. Pada masa sakit  

1. Mengenal dan mengetahui jenis pada tingkat 

awal,serta mengadakan pengobatan yang tepat dan 

segera. (Early diagnosis and treatment). 

2. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk 

menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang 

diakibatkan sesuatu penyakit (Disability limitation). 

3. Rehabilitasi (Rehabilitation). 

 

Pencegahan penyakit merupakan suatu usaha yang 

dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit yang mencakup 

semua kalangan. Dalam melakukan pencegahan penyakit ini 

dibagi atas beberapa tingkatan, yaitu : 

 

1. Pencegahan primordial 

 

Usaha yang dilakukan untuk menghindari terjadinya faktor 

resiko, serta diperlukannya keterlibatan instansi-instansi terkait 

sehingga cepat terlaksana. Contohnya pelarangan Ilegalloging. 

 

2. Pencegahan primer 

 

Usaha yang dilakukan pada tahap prepatogenesis sehingga 

derajat kesehatan dapat ditingkatkan pada jenis penyakit tertentu. 

Usaha yang dilakukan berupa ; Health promotion berupa 

peningkatan derajat kesehatan individu secara optimal, 

mengurangi faktor resiko dan memodifikasi lingkungan dan 

Specific protection, pencegahan ini ditujukan kepada host 

(manusia) dan pemicu     untuk meningkatkan daya tahan tubuh. 

 

3. Pencegahan sekunder 

 

Usaha yang dilakukan pada saat sakit dengan 

diangosis dini serta pengobatan yang cepat dan tepat. 

4. Pencegahan tersier 

 

Usaha yang dilakukan untuk mencegah kecacatan atau 

kematian, mencegah terulangnya penyakit serta melakukan 

proses rehabilitasi fisik, sosial serta psikologi. 

Tahapan penceghaan diatas dapat berlangsung secara 

berurutan pada saat terjadinya penyakit yang digambarkan 

 

64 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR 

pada perjalanan riwayat alamiah penyakit dengan tahapan 

pencegahannya, sebagaimana dijelaskan pada gambar berikut ini ; 

 

skema perjalanan alamiah penyakit dengan tahap 

pencegahan 

 

 

 

 

Pencegahan penyakit secara umum juga dapat dilakukan 

melalui tiga tingkatan pencegahan secara umum yakni: 

 

1). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang 

meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, 

sasaran pencegahan pertama dapat ditujukan pada faktor 

pemicu    , lingkungan penjamu. Pencegahan tahap ini dapat 

dilakukan dengan cara sebagai berikut  

a. Sasaran yang ditujukan pada faktor pemicu     atau 

menurunkan pengaruh pemicu     serendah mungkin 

dengan usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, 

sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan 

mikro-organisme pemicu     penyakit, penyemprotan 

inteksida dalam rangka menurunkan menghilangkan 

sumber penularan maupun memutuskan rantai 

penularan, di samping karantina dan isolasi yang juga 

dalam rangka memutuskan rantai penularannya.  

b) Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan 

lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi 

 

Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular 65 

lingkungan dan perubahan serta bentuk pemukiman 

lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan 

biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang 

pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti 

kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan 

kehidupan sosial warga  . 

c). Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi perbaikan 

status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup 

penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk 

pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis, 

persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh 

faktor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui 

peningkatan kualitas gizi, serta olah raga kesehatan. 

 

2). Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi 

diagnosis dini serta pengobatan yang tepat . sasaran pencegahan 

ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau 

dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita 

(masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini 

yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar 

dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah 

timbulnya wabah, serta untuk mencegah proses penyakit lebih 

lanjut serta mencegah terjadi akibat samping atau komplikasi. 

Pencegahan tahap ini dapat dilakukan dengan cara : 

 

a). Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan 

usaha surveveillans penyakit tertentu, pemeriksaan berkala 

serta pemeriksaan kelompok tertentu (calon pegawai, ABRI, 

mahasiswa dan sebagainya), penyaringan (screening) untuk 

penyakit tertentu secara umum dalam warga  , serta 

pengobatan dan perawatan efektif. 

 

b). Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi 

mereka yang dicurigai berada pada proses 

prepatogenesis dan patogenesis penyakit tertentu. 

 

 

  

c). Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang 

meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. 

Sasaran pencegahan tingkat ke tiga yaitu   penderita 

penyakit tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai 

mengalami cacat permanen, mencegah bertambah parahnya 

suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit 

ini  . Pada tingkatan ini juga dilakukan usaha 

rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari 

penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi yaitu   

usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi dan sosial 

optimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis, 

rehabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial. 

 

7.2 Peningkatan Promosi Kesehatan (Health promotion) 

 

Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga 

keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan, 

sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara 

meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. 

Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat. 

 

Contoh :  

• Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas 

maupun kuantitas).  

• Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air 

bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah. 

• Pendidikan kesehatan kepada warga  . Misalnya 

untuk kalangan menengah ke atas di negara berkembang 

terhadap resiko jantung koroner.  

• Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.  

• Kesempatan memperoleh hiburan demi 

perkembangan mental dan sosial.  

• Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab. 

 

• Rekreasi atau hiburan untuk perkembangan mental dan sosial. 

 

 

 

7.3 Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-

penyakit tertentu (General and specific protection) 

 

Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah 

penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-

lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada 

penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat 

tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu. 

 

Contoh :  

• Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan 

untuk mencegah penyakit dengan adanya kegiatan Pekan 

Imunisasi Nasional (PIN).  

• Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya 

yang terkena flu burung ditempatkan di ruang isolasi.  

• Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum 

maupun tempat kerja dengan menggunakan alat perlindungan diri. 

 

• Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat 

karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.  

• Pengendalian sumber-sumber pencemaran, misalnya 

dengan kegiatan jumsih “ jum’at bersih “ untuk 

mebersihkan sungai atau selokan bersama-sama.  

• Penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS. 

 

 

7.4  Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang 

cepat dan tepat (Early diagnosis and prompt treatment) 

 

Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin 

dan melakukan perawatan intensif   segera dengan terapi yang tepat. 

 

Contoh : 

 

• Pada ibu hamil yang sudah terdapat tanda – tanda 

anemia diberikan tablet Fe dan dianjurkan untuk makan 

makanan yang mengandung zat besi.  

• Mencari penderita dalam warga   dengan jalan pemeriksaan. 

 

Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru. 

 

• Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan 

penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar 

bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan. 

• Melaksanakan skrining untuk mendeteksi dini kanker. 

 

 

7.5 Pembatasan kecacatan (Dissability limitation) 

 

Merupakan tindakan perawatan intensif   terapi yang adekuat 

pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah 

penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta 

mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul. 

 

Contoh : 

 

• Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar 

penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi, misalnya 

menggunakan tongkat untuk kaki yang cacat.  

• Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan 

dengan cara tidak melakukan gerakan – gerakan yang 

berat atau gerakan yang dipaksakan pada kaki yang cacat.  

• Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk 

dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif. 

 

7.6 Pemulihan kesehatan (Rehabilitation) 

 

Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk 

mengembalikan pasien ke warga   agar mereka dapat hidup dan 

bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain. 

 

Contoh : 

 

• Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan 

mengikutsertakan warga  . Misalnya, lembaga untuk 

rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-lain. 

• Menyadarkan warga   untuk menerima mereka 

kembali dengan memberikan dukungan moral setidaknya bagi 

yang bersangkutan untuk bertahan. Misalnya dengan tidak 

 

 

mengucilkan mantan PSK di lingkungan warga   tempat 

ia tinggal. 

• Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga 

setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri. 

 

• Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap 

dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit. 

 

7.7 Penanggulangan Penyakit Menular. 

 

Penanggulangan penyakit menular (kontrol) yaitu   upaya 

untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam warga   

serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan kesehatan 

bagi warga   ini  . Seperti halnya pada upaya pencegahan 

penyakit, maka upaya penanggulangan penyakit menular dapat pula 

dikelompokan pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran langsung 

melawan sumber penularan atau reservoir, sasran ditujukan pada 

cara penularan penyakit, sasaran yang ditujukan terhadap penjamu 

dengan menurunkan kepekaan penjamu. Konsep penanggulangan 

penyakit menular dapat dilakukan dengan cara: 

 

a. Sasaran langsung pada sumber penularan penjamu. 

 

Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam warga   

merupakan faktor yang sangat penting dalam rantai penularan. Dengan 

demikian keberadaan sumbar penularan ini   memegang peranan yang 

cukup penting serta menentukan cara penanggulangan yang paling tepat 

dan tingkat keberhasilannya yang cukup tinggi. 

 

• Sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan 

(domestik) maka upaya mengatasi penularan dengan sasaran 

sumber penularan lebih mudah dilakukan dengan memusnahkan 

binatang yang terinfeksi serta melindungi binatang lainnya dari 

penyakit ini   (imunisasi dan pemeriksaan berkala) 

 

• Apabila sumber penularan yaitu   manusia, maka cara 

pendekatannya sangat berbeda mengingat bahwa dalam keadaan 

ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber. Sasaran 

penanggulangan penyakit pada sumber penularan dapat 

 

 

dilakukan dengan isolasi dan karantina, pengobatan dalam 

berbagai bentuk umpamanya menghilangkan unsur 

pemicu     (mikro-organisme) atau menghilangkan fokus 

infeksi yang ada pada sumber. 

 

b. Sasaran ditujukan pada cara penularan 

 

Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang 

ditularkan melalui udara, terutama infeksi saluran pernapasan 

dilakukan desinfeksi udara dengan bahan kimia atau dengan 

sinar ultra violet, ternyata kurang berhasil. sedang   usaha lain 

dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam 

ruangan tampaknya lebih bermanfaat. 

 

c. Sasaran ditujukan pada penjamu potensial. 

 

Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa faktor yang 

berpengaruh pada penjamu potensial terutama tingkat kekebalan 

(imunitas) serta tingkat kerentanan/kepekaan yang pengaruhi 

oleh status gizi, keadaan umum serta faktor genetika. 

 

d. Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha 

imunitas yakni peningkatan kekebalan aktif pada penjamu 

dengan pemberian vaksinasi. Pemberian imunisasi aktif 

untuk perlindungan penyakit (DPT) merupakan pemberian 

imunisasi dasar kepada anak-anak sebagai bagian 

terpenting dalam program kegiatan kesehatan warga  . 

 

e. Peningkatan kekebalan umum. 

 

Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan penjamu 

terhadap penyakit infeksi telah diprogramkan secara luas seperti 

perbaikan keluarga, peningkatan gizi balita melalui program kartu 

menuju sehat (KMS), peningkatan derajat kesehatan warga   serta 

pelayanan kesehatan terpadu melalui posyandu. Keseluruhan program 

ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh secara umum 

dalam usaha menangkal berbagai ancaman penyakit infeks. 

 

 

 

 

 

A. Pengertian AIDS 

 

Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) 

merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan 

oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan 

tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang 

terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, 

yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali 

ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan 

virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983. Penyakit 

AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia 

(pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. 

 

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu   

Syndrome akibatdefisiensi immunitas selluler tanpa pemicu     lain 

yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan 

berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan 

berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi 

seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi 

HIV. berdasar   hal ini   maka penderita AIDS diwarga   

digolongkan kedalam 2 kategori yaitu : 

 

1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan 

gejala klinis (penderitaAIDS positif). 

 


2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan 

gejala klinis (penderita). 

 

B. ETIOLOGI 

 

pemicu     AIDS yaitu   sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang 

disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali 

diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 

dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedang   

Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. 

Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus 

dirubah menjadi HIV. Muman Immunodeficiency Virus yaitu   sejenis 

Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang 

inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. 

Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor 

untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat 

berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam 

sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh 

pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan 

dapat ditularkan selama hidup penderita ini  . Secara mortologis HIV 

terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung 

(envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA 

(Ribonucleic Acid).Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis 

prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 

120).Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. 

Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka 

HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air 

mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai 

disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, 

tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup 

dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh.HIV 

dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan 

otak. 

 

  

C. Gejala Penyakit HIV/AIDS 

 

Geajala penyakit HIV/AIDS tidak selalu muncul ketika terinfeksi 

AIDS, beberapa orang menderita sakit mirip flu dalam waktu beberapa 

hari hingga beberapa minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh 

deman sakit kepala, kelelahan dan kelenjar getah bening membesar di 

leher. Gejala HIV AIDS bias jadi salah satu/lebih dari ini semua biasanya 

hilang dalam beberapa minggu. Perkembangan penyakit sangat bervariasi 

setiap orangnya.Kondisi ini dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai 

lebih dari 10 tahun. Selama periode ini ,virus terus berkembang secara 

aktif menginfeksi dan memebunuh sel-sel kekebalan tubuh. Sistem 

kekebalan memungkinkan kita untuk melawan bakteri, virus, dan peyebab 

infeksi lainnya. Virus HIV menghancurkan sel-sel yang berfungsi sebagai 

“pejuang” infeksi primer, yang disebut sebagai CD4 + atau sel T4. Setelah 

system kekebalan melemah gejala HIV/AIDS akan muncul. Gejala AIDS 

yaitu   tahap yang paling maju dalam infeksi HIV.Definisi AIDS termasuk 

semua orang yang terinfeksi HIV yang memeiliki kurang 200 CD4 + sel 

per mikroliter darah. Adapun tanda-tanda klinis penderita AIDS : 

 

 

1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan  

2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan  

3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan  

4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis  

5. Dimensia/HIV ensefalopati 

 

D. Masa inkubasi AIDS 

 

Masa inkubasi yaitu   waktu yang diperlukan sejak seseorang 

terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala- gejala AIDS. 

Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai 

kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak 

menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita 

disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV 

tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 

bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa window 

periode”. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk 

 

menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai 

pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, 

dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat 

besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. Ada 5 

faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu 

sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, 

tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port d’entrée). 

 

1. Transmisi seksual 

 

Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun 

Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering 

terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina 

atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV 

kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada 

pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan 

seks.Pada penelitian Darrow(1985) ditemukan resiko seropositive 

untuk zat anti terhadap HIV cenderungnaik pada hubungan seksual 

yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering 

berhubungan seksual dengan berganti pasanganmerupakan kelompok 

manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV. 

 

2. Transmisi non seksual  

1) Transmisi Parenral 

 

Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk 

lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada 

penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum 

suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat 

juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas 

kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular 

cara transmisi parental ini kurang dari 1%. 

 

2) Darah/Produk Darah 

 

Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi 

di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 

1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat 

  

sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa 

sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV 

lewat trasfusi darah yaitu   lebih dari 90%. 

3. Transmisi Transplasental 

 

Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak 

mempunyai resiko sebesar 50%.Penularan dapat terjadi sewaktu 

hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air 

susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. 

 

 

E. Pathogenesis 

 

Dasar utama patogenesis HIV yaitu   kurangnya jenis limposit T 

helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 

merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun 

tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun 

atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara 

selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat anti body pada 

sistem kekebalan ini  , yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat 

diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas 

bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah 

bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya 

sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. 

Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung 

seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera 

 

 

memicu  kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih 

dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan 

untuk berkembang dalam tubuh penderita ini  , yang lambat laun 

akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel 

lymfosit T4. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, 

barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari 

infeksi HIV ini  . Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya 

gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) yaitu   6 bulan sampai lebih 

dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada 

orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV memicu  fungsi kekebalan 

tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau 

hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti 

penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan 

juga mudah terkena penyakit kanker sepertis arkoma kaposi. HIV 

mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, 

memicu  kerusakan neurologis. 

 

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, 

klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi 

HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan 

replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, 

untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan 

memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari. 

 

F. Cara Penularan 

 

Virus HIV terdapat dalam darah, sehingga dapat disimpulkan 

bahwa semua yang berupa cara tubuh yang bersal dari tubuh penderita 

HIV dapat dipastikan infeksius dan sangat berpotensial untuk 

menularkan virus ini pada orang lain, termasuk ketika seseorang 

penderita HIV positif melakukan hubungan seksual dengan 

pasangannya. Dan bukan tidak mungkin jika pasangan seksual itu juga 

terjangkit penyakit HIV/AIDS apalagi tidak menggunakan kondom. 

Baik penderita pria maupun wanita sangat beresiko menularkan virus 

HIV ini ketika pasangan melakukan hubungan badan, yakni melalu 

cairan sperma (laki-laki) dan melalu darah menstruasi pada vagina 

(perempuan). Selain itu HIV juga ditularkan melalui jarum suntik 

 

yang digunakan bersamaan dengan penderita HIV dengan yang 

bukan penderita (kemungkinan besar akan terinfeksi). Dan juga 

virus HIV bias ditularkan oleh seorang ibu yang positif menderita 

HIV/AIDS ketika ia hamil dan memberi ASI untuk anakanya. 

 

G. Pencegahan HIV/AIDS 

 

Beberapa hal yang bisa dilakukan agar semakin sedikit 

orang yang terkena yaitu dengan: 

 

1. Menghindari Free Sexsebisa mungkin.  

2. Usahakan hanya melakukan hunungan seksual dengan 1 pasangan. 

 

3. Memberikan vaksinanasi jika ibu hamil positif HIV agar 

bayi kemungkinan kecil terkena HIV. 

4. Tidak mendonorkan darah jika sudah terkena HIV Adapun 

usaha lain yang dapat dilakukan yaitu : memberikan 

penyuluhan/informasi kepada seluruh warga   tentang 

HIV/AIDS, melalui penyebarassn brosur, poster-poster 

yang berhubungan dengan HIV/AIDS , dan melalui iklan di 

media massa baik itu media cetak/ media elektronik. 

 

 

8.2 Epidemiologi Penyakit Malaria 

 

A. Pengertian Malaria 

 

Malaria yaitu   penyakit menular yang disebabkan oleh 

parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan 

melalui gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari 

dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau 

udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa 

yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai 

nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, 

demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme.  

Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala 

yang disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan 

ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Malaria yang disebabkan oleh 

protozoa terdiri dari empat jenis species yaitu plasmodium vivax 

 

 

memicu  malaria tertiana, plasmodium malariae memicu  

malaria quartana, plasmodium falciparum memicu  malaria 

tropika dan plasmodium ovale memicu  malaria ovale. 

 

Di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu: 

 

1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari 

wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam 

terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore. 

Masa inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah 

satu gejala yaitu   pembengkakan limpa atau splenomegali. 

 

2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan 

pemicu     malaria tropika, secara klinik berat dan dapat 

menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral dan fatal. 

Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan 

gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, 

serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal. 

3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan pemicu     

plasmodium ovale yaitu   12 sampai 17 hari, dengan gejala 

demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri. 

4. Plasmodium malariae, merupakan pemicu     malaria 

quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam. 

Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung, 

dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung 

tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun 

malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan. 

 

B. Etiologi 

 

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada 

manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium 

falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium 

ovale. Akan tetapi jenis spesies plasmodium falciparum merupakan 

pemicu     infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. 

 

  

1. Siklus Hidup Plasmodium 

 

Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua 

siklus daur hidup, yaitu pada tubuh manusia dan 

didalam tubuh nyamuk Anopheles betina. 

 

a. Siklus didalam tubuh manusia 

 

Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi 

menghisap darah manusia, sporozoit yang berada 

dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk 

kedalam aliran darah selama lebih kurang 30 menit. 

Setelah itu sporozoit menuju ke hati dan menembus 

hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian 

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 

10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini 

disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung 

selama 9-16 hari. Pada plasmodium falciparum dan 

plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung 

lebih cepat sedang   plasmodium vivax dan 

plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang 

lambat. Sebagian tropozoit hati tidak langsung 

berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada yang 

menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk 

hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam sel 

hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-

tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami 

penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif 

sehingga menimbulkan kekambuhan. 

 

b. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina 

 

Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap 

darah yang mengandung gematosit, didalam tubuh 

nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan 

meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, 

mikrogamet akan mengalami eksflagelasi dan diikuti 

fertilasi makrogametosit. Sesudah terbentuknya 

ookinet, parasit menembus dinding sel midgut, 

 

 81 

dimana parasit berkembang menjadi ookista. Setelah 

ookista pecah, sporozoit akan memasuki homokel dan 

pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan 

bergeraknya, sporozoit infektif segera menginvasi 

sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah. 

 

C. Gejala Malaria 

 

Malaria yaitu   penyakit dengan gejala demam, yang terjadi 

tujuh hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang 

infektif. Adapun gejala-gejala awal yaitu   demam, sakit kepala, 

menggigil dan muntah-muntah. 

Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium 

(trias malaria) yaitu: 

 

1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, 

penderita sering membungkus diri dengan selimut atau 

sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar 

dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti 

orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 

1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur. 

2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, 

nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C 

atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-

muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat 

sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat. 

 

3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh 

tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering 

tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat 

melaksanakan pekerjaan seperti biasa. 

 

Malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria 

ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah ini: 

 

1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).  

2. Kejang. 

 

  

3. Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.  

4. Mata kuning dan tubuh kuning.  

5. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.  

6. Jumlah kencing kurang (oliguri).  

7. Warna air kencing (urine) seperti air teh.  

8. Kelemahan umum.  

9. Nafas pendek. 

 

D. Diagnosis Malaria 

 

Diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan wawancara 

(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan 

tetapi diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan 

sediaan darah menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis atau 

Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT). 

 

1. Wawancara (anamnesis) 

 

Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk 

mendapatkan informasi tentang penderita malaria yakni, 

keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat yang 

dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri 

otot, pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah 

endemis malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau 

minum obat anti malaria satu bulan terakhir, maupun 

riwayat pernah mendapat tranfusi darah. 

 

2. Pemeriksaan fisik 

 

Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat 

ditemukan mengalami demam dengan suhu tubuh dari 

37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan dengan 

konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa 

(splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali). 

 

3. Pemerikasaan laboratorium 

 

Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi 

pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya 

dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) 

 

 83 

tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada 

tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat 

Rapid Diagnostic Test (RDT) yaitu   pemeriksaan yang 

dilakukan bedasarkan antigen parasit malaria dengan 

imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini 

digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) 

atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang 

tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji 

mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil 

pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic 

Test (RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity dan 

specificity lebih dari 95% 

 

4. Pemeriksaan penunjang 

 

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi 

umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, 

hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. 

 

E. Pencegahan Malaria 

 

1.   Menghindari gigitan nyamuk malaria 

 

Pada daerah yang jumlah penderitanya sangat 

banyak, tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat 

penting, di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang 

banyak sawah, rawa-rawa atau tambak ikan (tambak sangat 

ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk 

memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat 

keluar rumah, terutama pada malam hari karena nyamuk 

penular malaria aktif menggigit pada waktu malam hari. 

 

Kemudian mereka yang tinggal di daerah endemis 

malaria sebaiknya memasang kawat kasa di jendela pada 

ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat akan 

tidur. Setelah itu warga   juga bisa memakai anti 

nyamuk (mosquito repellent) saat hendak tidur terutama 

malam hari agar bisa mencegah gigitan nyamuk malaria. 

 

  

2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa 

 

Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria 

dewasa dapat dilakukan beberapa cara yaitu: 

 

a. Penyemprotan rumah 

 

Penyemprotan insektisida pada rumah di daerah 

endemis malaria, sebaiknya dilakukan dua kali dalam 

setahun dengan interval waktu enam bulan. 

 

b. Larvaciding 

 

Merupakan kegiatan penyemprotan pada 

rawa-rawa yang potensial sebagai tempat 

perindukan nyamuk malaria. 

c. Biological control 

 

Biological control merupakan kegiatan 

penebaran ikan kepala timah (panchax-panchax) 

dan ikan guppy/ wader cetul (lebistus retculatus), 

karena ikan-ikan ini   berfungsi sebagai 

pemangsa jentik nyamuk malaria. 

 

3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria 

 

Tempat perindukan vektor malaria bermacam-

macam, tergantung spesies nyamuknya. Ada nyamuk 

malaria yang hidup dikawasan pantai, rawa-rawa, 

empang, sawah, tambak ikan, bahkan ada yang hidup 

di air bersih pada pegunungan. Akan tetapi pada 

daerah yang endemis malaria, warga  nya harus 

menjaga kebersihan lingkungan.  

4. Pemberian obat pencegahan malaria. 

 

Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria 

bertujuan agar tidak terjadinya infeksi, dan timbulnya 

gejala-gejala malaria. Hal ini sebaiknya dilakukan 

pada orang-orang yang melaksanakan perjalanan ke 

daerah endemis malaria. 

 

 

 

 

 85 

5. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita 

hamil meliputi: 

a. Klorokuin, bukan kontraindikasi  

b. Profilaksis dengan klorokuin 5 

mg/kgBB/minggu dan proguanil 3 mg/kgBB/hari 

untuk daerah yang masih sensitif klorokuin. 

c. Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada 

bulan keempat kehamilan untuk daerah di mana 

plasmodiumnya reisten terhadap klorokuin. 

d. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan. 

 

 

8.3 Epidemiologi Penyakit TB 

 

A. Pengertian  

Tuberkulosis (TB) yaitu   suatu penyakit granulomatosa 

kronis menular yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya 

mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau 

jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area 

osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel 

mengalami nekrosis perkijuan 

 

 

 

Tuberculosis (TB) yaitu   penyakit menular langsung yang 

disebabkan oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). 

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga 

mengenai organ tubuh lainnya 


B. Cara Penularan  

Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman 

Mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet 

nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah 

yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. 

Sumber penularan yaitu   pasien Tuberkulosis paru BTA positif, 

bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan 

orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru 

orang sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui 

peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat. 

Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa 

inkubasinya selama 3-6 bulan

 

C. Riwayat Alamiah Penyakit  

Tahapan riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis yaitu   

sebagai berikut. 

 

1) Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis 

 

Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan 

bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, 

dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum 

masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan 

adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih 

kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat. 

 

2) Tahap Pra gejala/Masa Inkubasi/ Sub-Klinis 

 

Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan 

gejala dan masih belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada 

penyakit Tuberkulosis paru sumber infeksi yaitu   manusia yang 

mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernapasan, kontak yang 

rapat (misalnya dalam keluarga) pasien TB dapat mengeluarkan 

kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada 

waktu pasien TB ini   batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin 

(sekitar 1 juta droplet). Droplet ini   dengan cepat menjadi 

kering dan menjadi partikel yang sangat halus di udara. 

 

 

Ukuran diameter droplet yang infeksius ini   hanya sekitar 1  

– 5 mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan 

dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan 

lembab kuman TB dalam droplet ini   dapat hidup lebih lama 

sedang   jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka 

kuman TB ini   akan cepat mati. Pasien TB yang tidak diobati 

maka setelah 5 tahun akan: 50% meninggal, 30% akan sembuh sendiri 

dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 20% menjadi kasus kronik 

yang tetap menular 

Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi 

sampai menjadi sakit, diperkirakan selama 6 bulan. Waktu yang 

diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks 

primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini 

berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, 

yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya 

gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 

4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa 

inkubasi ini  , kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, 

yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 

 

3) Tahap Klinis (stage of clinical disease) 

 

Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan 

fungsi organ yang terkena dan menimbulksn gejala. Gejala penyakit 

TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang 

timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis 

tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit 

untuk menegakkan diagnosa secara klinik. 

 

a) Gejala sistemik/umum:  

i. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat 

disertai dengan darah). 

ii. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, 

biasanya dirasakan malam hari disertai keringat 

malam. Kadang-kadang serangan demam seperti 

influenza dan bersifat hilang timbul. 

 

 

iii. Penurunan nafsu makan dan berat badan.  

iv. Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 

 

b) Gejala khusus:  

i. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila 

terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang 

menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah 

bening yang membesar, akan menimbulkan suara 

“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.  

ii. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-

paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 

iii. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti 

infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk 

saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada 

muara ini akan keluar cairan nanah. 

iv. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan 

pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis 

(radang selaput otak), gejalanya yaitu   demam tinggi, 

adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. 

 

4) Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan. 

 

Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan merupakan tahap saat 

akibat dari penyakit mulai terlihat. Pasien yang menderita penyakit 

Tuberkulosis semakin bertambah parah dan penderita tidak dapat 

melakukan pekerjaan sehingga memerlukan perawatan (bad rest). 

 

5) Tahap Terminal (Akhir Penyakit) 

 

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya 

perjalanan penyakit ini   dapat berada dalam lima keadaan, yaitu 

 

: sembuh sempurna, sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan 

social), karier, penyakit berlangsung kronik, berakhir dengan 

kematian. Menurut Depkes RI (2008), Riwayat alamiah penyakit 

Tuberkulosis, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama 

sekali, dalam kurun waktu lima tahun yaitu   sebagai berikut: 

 

 

 


a) Pasien 50 % meninggal  

b) 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi  

c) 25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular (Herlina, 2007). 

 

D. Pencegahan Penyakit TB  

Upaya pencegahan yaitu   upaya kesehatan yang dimaksudkan 

agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan 

dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya yaitu   

untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya 

penyakit yaitu pemicu     penyakit (agent), manusia atau tuan rumah 

(host) dan faktor lingkungan (environment) (Notoatmodjo, 2007). 

 

Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi 3 tingkatan sesuai 

dengan perjalanan penyakit meliputi, pencegahan primer, pencegahan 

sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama atau 

pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang 

sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. 

Upaya pencegahan primer yaitu pencegahan umum (mengadakan 

pencegahan pada warga   umum contohnya pendidikan kesehatan 

warga   dan kebersihan lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan 

pada orang-orang yang mempunyai resiko terkena penyakit). 

 

Pencegahan tingkat kedua atau pencegahan sekunder merupakan 

upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, 

menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi dan 

mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder ini dapat 

dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan 

mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan tingkat 

ketiga atau pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi 

ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan 

tersier ini dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi organ 

yang cacat, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan 

mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik 

 

 

 

  

8.4 Epidemiologi penyakit Diare 

 

A. Pengertian Diare  

Diare yaitu   buang air besar (defekasi) dengan jumlah yang lebih 

banyak dari biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja 

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai 

frekuensi defekasi yang meningkat. Pengertian lain diare yaitu   sebuah 

penyakit dimana penderita mengalami buang air besar yang sering dan 

masih memiliki kandungan air berlebihan. Ada ribuan jenis organisme 

yang dapat menginfeksi saluran pencernaan dan menjadi pemicu     

diare. Dari kelompok bakteri, ada empat jenis bakteri pemicu     diare 

yaitu: campylobacter, salmonella, shigella, dan E. Coli. Secara umum 

agent pemicu     diare dapat berupa bakteri, viris, parasit {Janmur, 

cacing dan protozoa}, keracuanan makanan dan minuman yang 

mengandung bakteri maupun bahan kimia, serta akibat penurunan daya 

tahan tubuh {immuno defisiensi). 

 

B. Penularan Kuman Penyakit Diare  

Kuman penyakit diare dapat ditularkan melalui : 

 

• Air dan makanan yang tercemar  

• Tangan yang kotor  

• Berak disembarang tempat  

• Botol susu yang kurang bersih 

 

C. Macam-macam penyakit diare  

Diare terbagi dua berdasar   mula dan lamanya yaitu : 

 

1) Diare akut 

 

Diare akut yaitu   diare yang awalnya mendadak dan 

berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. 

 

a). Etiologi 

 

Infeksi merupakan pemicu     utama diare akut, 

baik oleh bakteri, parasit maupun virus. pemicu     lain 

yang dapat menimbulkan diare akut yaitu   toksin dan 

 

 91 

obat, nutrisi eteral diikuti puasa yang berlangsung 

lama, kemoterapi, impaksi tekal (overflow diarrhea) 

atau berbagai kondisi lain. 

 

b). Patogenesis 

 

Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal 

oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan 

yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekresiyang 

buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan 

tanpa dimasak. Penularannya yaitu   transmisi orang ke 

orang melalui aeorosolisasi (Morwalk, Rotavirus), tangan 

yang terkontaminasi (Clostridium diffecile), atau melalui 

aktivitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut 

yaitu   faktror pemicu     (agent) dan faktor penjamu (host). 

Faktor penjamu yaitu   kemampuan pertahanan tubuh 

terhadap organisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau 

lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman 

lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup 

lingkongan mikroflora usus. Faktor pemicu     yang 

mempengaruhi patogenesis antara lain daya penetrasi yang 

merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin 

yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat 

kuman-kuman ini   membentuk koloni-koloni yang 

dapat menginduksi diare. 

 

c). Manifestasi klinis 

 

Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi 

menjadi dua golongan yaitu: 

 

1. Koleriform, dengan diare yang terutama terdiri 

atas cairan saja. 

2. Disentriform, pada diare di dapat lendir kental 

dan kadang-kadang darah. 

 

  

d). perawatan intensif   

 

Pada orang dewasa, penata laksanaan diare akut 

akibat infeksi terdiri dari : 

 

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan 

 

Empat hal penting yang perlu diperhatikan 

yaitu   : 

1) Jenis cairan  

2) Jumlah cairan  

3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan  

4) Jadwal pemberian cairan.  

2. Identifikasi pemicu     diare akut karena infeksi  

3. Terapi simtomatik  

4. Terapi defenitif 

 

2) Diare kronik  

Diare kronik ditetapkan berdasar   kesepakatan, yaitu diare  

yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku 

bagi orang dewasa, sedang   pada bayi dan anak ditetapkan 

batas waktu dua minggu. 

 

a. Etiologi 

 

Diare kronik memiliki pemicu     yang bervariasi dan tidak 

seluruhnya diketahui. 

 

b. Patofisiologi 

 

Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu 

konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat 

pengaruh keduanya. Gangguan proses mekanik dan ensimatik, 

disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran air dan 

elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk. 

 

 

 

Diare kronik dibagi tiga yaitu: 

 

1. Diare osmotik 

 

Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi 

akobat adanya gangguan absorpsi karbohidrat, lemak 

atau protein, danb tersering adanya malabsorpsi 

lemak. Feses berbentuk steatore. 

 

2. Diare sekretorik 

 

Terdapat gangguan tranpor akibat adanya perbedaan 

osmotif intralumen dengan mukosa yang besar sehingga 

terjadi penarikan cairan dan alektrolit ke dalam lumen usus 

dalam jumlah besar. Feses akan seperti air. 

 

3. Diare inflamasi 

 

Diare dengan kerusakan kematian enterosit disertai 

peradangan. Feses berdarah. Kelompok ini paling sering 

ditemukan. Terbagi dua yaitu nonspesitik dan spesitik. 

 

c. perawatan intensif   

a. Simtomatis 

 

1. Rehidrasi  

2. Antipasmodik, antikolinergik  

3. Obat anti diare  

a. Obat antimotilitas dan sekresi usus : 

Laperamid, ditenoksilat, kodein fosfat. 

b. Aktreotid (sadratatin).  

c. Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan 

absorpsi zat toksin yaitu Arang, campura 

kaolin dan mortin. 

4. Antiemetik (metoklopromid, proklorprazin, 

domperidon). 

5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu:  

a. Vitamin Bie, asam, vitamin A, vitamin K.  

b. Preparat besi, zinc,dan lain-lain. 

  

6. Obat ekstrak enzim pankreas.  

7. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstifasi, 

dan mengikat asam empedu. 

8. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat 

sekresi anion usus. 

b. Kausal 

 

Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun 

non infeksi pada diare kronik dengan pemicu     infeksi, 

obat diberikan berdasar   etiologinya. 

 

D. Tanda-Tanda Penyakit Diare  

Tanda penyakit diare yang umum yaitu   penderita mengalami 

berak encer, biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari, kadang-

kadang disertai dengan demam, muntah, lemah dan lesu. 

 

E. Cara Pencegahan Penyakit Diare Pada Bayi  

Jika Penyakit diare dialami oleh anak bayi, maka resiko penyakit 

akan bisa lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, oleh karena itu 

upaya pencegahan diare pada bayi yang dapat dilakukan yaitu  : 

 

1. Pemberian ASI  

Dapat mencegah Diare karena terjamin kebersihannya serta 

dapat meningkatkan daya tahan tubuh baalita. 

2. Pemberian makanan  

Berilah anak balita makanan yang bersih dan bergizi.  

3. Pemakaian air besih  

Gunakan air bersih untuk membersihkan makanan dan 

minuman bayi. 

4. Berak pada tempatnya  

Biasakanlah anak anda buang kotoran pada jamban (kakus).  

5. Kebersihan perorangan  

Biasakanlah mencuci tangan sebelm makam serta sesudah 

buang kotoran. 

 

 

 

6. Kebersihan makanan dan minuman 

 

Perhatikan kebersihan makanan dan miniman meulai daor 

cara-cara mencuci, memasak, menghidangkan dan cara 

menyimpan makanan. 

 

8.6 Epidemiologi penyakit Filariasis 

 

Filariasis yaitu   penyakit menular yang dikenal dengan istilah 

penyakit Kaki Gajah yang disebabkan oleh cacing Filaria dan ditularkan 

oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan 

bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap 

berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun 

laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan 

hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban 

keluarga, warga   dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah 

tersebar luas hampir di Seluruh Provinsi. WHO sudah menetapkan 

Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic 

Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program 

eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan 

Albendazol setahun sekali selama tahun dilokasi yang endemis dan 

perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah 

kecacatan dan mengurangi penderitanya. pemicu     penyakit kaki gajah 

yaitu   tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi 

dan Brugia timori. Vektor penular: Di Indonesia hingga saat ini telah 

diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, 

Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit 

kaki gajah. 

 

a) Cara Penularan  

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah 

apabila orang ini   digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang 

mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk ini   mendapat 

cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita 

mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung 

microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua 

  

tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap 

kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair. 

Gejala klinis Filariais Akut yaitu   berupa ; Demam berulang-

ulang selama 3 hingga 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan 

muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah 

bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) 

yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar 

getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal 

kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; 

filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah 

bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran 

tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan 

dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa 

pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah 

dada, buah zakar (elephantiasis skroti). 

 

b) Diagnosis  

Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang 

tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun 

kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 

20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita 

Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. 

 

c) Pencegahan  

Pencegahan penyakit Filariasis yaitu   dengan berusaha 

menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi 

kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu 

sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, 

menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, 

mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara 

memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada 

rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, 

mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat 

perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah. 

 

 

d) Pengobatan  

secara massal dilakukan didaeah endemis dengan menggunakan 

obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan 

Albenzol sekali setahun selama 5 ? 10 tahun, untuk mencegah reaksi 

samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk 

sekali minum yaitu  , DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg 

albenzol (1 tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate 

sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif; dilakukan 

pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan 

obat tergantung dari keadaan kasus. 

 

 

 

 erantara (benda ini   tidak tertular, namun 

mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang 

lain). Misalnya melalui pakaian, handuk, dan sapu tangan.  

3. Jenis kontangion yang dapat menularkan dalam jarak jauh. 

 

Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad 

renik atau mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori 

ini   tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya, 

Fracastoro tetap dianggap sebagai salah satu seorang perintis dalam 

bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai 

terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan 

kegiatan-kegiatan anti epidemik hanya merupakan tindakan yang 

diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya dikonfirmasikan 

melalui pengalaman praktik 

 

5.5 Teori Hyppocrates (hippocratic theory) 

 

Hippocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak 

Kedokteran Modern telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan 

filosofis pada zaman itu yang bersifat spekulatif dan superstitif 

(takhayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia mengemukakan 

teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa : 

 

a. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup  

b. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun 

internal sesorang. 

 

Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters 

and Places” 

 

 

Teori Terjadinya Penyakit 51 

Hippocrates sudah dikenal sebagai orang yang tidak pernah 

percaya dengan takhayul dan keajaiban tentang terjadinya penyakit 

pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa 

masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi 

tersebarnya penyakit dalam warga  . Yang dianggap paling 

mengesankan dari faham atau ajaran Hippocrates ialah bahwa dia telah 

meninggalkan cara-cara berpikir mastis-magis dan melihat segala 

peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata sebagai proses atau 

mekanisme yang alamiah belaka. 

 

Kausa penyakit menurut Hippocrates tidak hanya terletak pada 

lingkungan, tetapi juga dalam tubuh manusia. Sebagai contoh, dalam 

bukunya “On the Sacred Disease” Hippocrates menyebutkan bahwa 

epilepsi bukan merupakan penyakit yang berhubungan dengan tahayul 

atau agama, melainkan suatu penyakit otak yang diturunkan. Dalam 

bidang psikiatri, Hippocrates mendahului teori Sigmund Freud dengan 

hipotesisnya bahwa kausa melankoli (suatu gejala kejiwaan atau emosi 

akibat depresi) yang dialami putra Raja Perdica II dari Macedonia 

yaitu   depresi yang dialami Perdica karena jatuh cinta secara rahasia 

dengan istri ayahnya (ibu tirinya) 

 

Kontribusi Hippocrates untuk epidemiologi tidak hanya berupa 

pemikiran tentang kausa penyakit tetapi juga riwayat alamiah sejumlah 

penyakit. Dia mendeskripsikan perjalanan hepatitis akut pada bukunya 

„About Diseases„: Hepatitis akut dengan cepat menyebar ke urine 

menunjukkan warna agak kemerahan pada urin, panas tinggi, serta rasa 

tidak nyaman. Pasien meninggal dalam waktu 4 hingga 10 hari. 

(

 

5.6 Teori Miasma (Miasmatic Theory) 

 

Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma 

(diartikan sebagai udara buruk atau polusi) sebagai dasar pemikiran 

untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Miasma dipercaya 

sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa makhluk hidup yang 

mengalami pembusukan, barang yang membusuk atau dari buangan 

  

limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara yang 

dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit. 

Dirumuskan bahwa teori ini mengemukakan bahwa 

pemicu     penyakit berasal dari uap yang dihasilkan oleh sesuatu 

yang membusuk atau limbah yang menggenang. Jika seseorang 

menghirupnya maka akan terjangkit penyakit. (Maryani, 2010). 

Teori ini juga menganggap gas-gas busuk dari perut bumi yang 

menjadi kausa penyakit. , Dikembangkan oleh 

William Farr yang meneliti tentang kausa epidemi kolera. Teori 

ini mempunyai arah cukup spesifik, namun kurang mampu 

menjawab pertanyaan tentang pemicu     berbagai penyakit.  

Dalam perkembanganya, John Snow melakukan eksperimen ke 

beberapa rumah tangga di London yang memperoleh air minum dari 

perusahaan air minum swasta. Air yang disuplai berasal dari bagian 

hilir Sungai Thames yang paling tercemar. Suatu saat, suatu 

perusahaan yaitu Lambeth Company mengalihkan sumber air ke 

bagian hulu Sungai Thames yang kurang tercemar. Perusahaan lain 

yang merupakan pesaing yaitu Southwark Vauxhall Company tidak 

memindahkan sumber air (tetap di bagian hilir Sungai Thames yang 

paling tercemar). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa risiko 

kematian karena kolera lebih tinggi pada penduduk yang mendapatkan 

air minum dari Southwark-Vauxhall Company daripada yang 

memperoleh sumber air minum dari Lambeth Company. Penemuan ini 

menunjukkan bahwa John Snow tidak sependapat dengan William Farr 

tentang kausa kolera.  

 

Contoh pengaruh teori miasma yaitu   timbulnya penyakit 

malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya 

sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-

rawa. Penduduk yang bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk 

terjadinya malaria karena udara yang busuk ini  . 

 

Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma, 

maka ia akan terjangkit penyakit. Karena penyakit timbul karena sisa-sisa 

makhluk hidup yang mengalami pembusukan, sehingga meninggalkan 

pengotoran udara dan lingkungan. . Tindakan pencegahan 

yang banyak dilakukan yaitu   menutup rumah 

 


rapat-rapat terutama di malam hari karena orang percaya udara 

malam cenderung membawa miasma. Selain itu orang 

memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu 

upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep 

miasma pada masa kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-

dasar sanitasi yang ada telah menunjukkaan hasil yang cukup 

efektif dalam menurunkan tingkat kematian. 

 

 

5.7 Teori Jasad Renik (Teori Germ) 

 

Teori yang menyatakan bahwa beberapa penyakit tertentu 

disebabkan oleh invasi mikroorganisme ke dalam tubuh. Abad ke-

19 merupakan era kejayaan teori kuman dimana aneka penyakit 

yang mendominasi rakyat berabad-abad lamanya diterangkan dan 

diperagakan oleh para ilmuan sebagai akibat dari mikroba. 

 

Pengaruh Teori Kuman dan penemuan mikroskop sangat besar 

dalam perkembangan epidemiologi penyakit infeksi. Berkat Teori 

Kuman etiologi berbagai penyakit infeksi bisa diidentifikasi. 

Bahkan kini telah diketahui sedikitnya 15% kanker di seluruh dunia 

disebabkan oleh infeksi, misalnya Human Papilloma Virus (HPV) 

yaitu   agen etiologi kanker serviks uteri  

 

Berkat Teori Kuman maka banyak penyakit kini bisa dicegah dan 

disembuhkan. Teori Kuman memungkinkan penemuan obat-obat 

antimikroba dan antibiotika, vaksin, sterilisasi, pasteurisasi, dan program 

sanitasi publik. Pendekatan mikroskopik mendorong ditemukannya 

mikroskop elektron berkekuatan tinggi dalam melipatgandakan citra, 

sehingga memungkinkan riset epidemiologi hingga level molekul sejak 

akhir abad ke 20. Di sisi lain, penerapan Teori Kuman yang berlebihan 

telah memberikan dampak kontra- produktif bagi kemajuan riset 

epidemiologi. Pengaruh Teori Kuman yang terlalu kuat mengakibatkan 

para peneliti terobsesi dengan keyakinan bahwa mikroorganisme 

merupakan etiologi semua penyakit, padahal diketahui kemudian tidak 

demikian. Banyak penyakit sama sekali tidak disebabkan oleh kuman atau 

disebabkan oleh kuman tetapi bukan satu-satunya kausa. Untuk banyak 

penyakit, mikroba merupakan komponen yang diperlukan 

  

tetapi tidak cukup untuk memicu  penyakit. Tahun 1950-an 

seiring dengan meningkatnya insidensi penyakit non-infeksi, muncul 

teori kausasi yang mengemukakan bahwa sebuah penyakit atau akibat 

dapat memiliki lebih dari sebuah kausa, disebut etiologi multifaktorial 

atau kausasi multipel. Teori kausasi multipel tidak hanya memandang 

kuman tetapi juga faktor herediter, kesehatan warga  , status 

nutrisi/ status imunologi, status sosio-ekonomi, dan gaya hidup sebagai 

kausa penyakit

 

Di dalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan 

mengenai timbulnya penyakit, mereka telah membuat model-model 

timbulnya penyakit dan atas dasar model-model ini   dilakukanlah 

eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana kebenaran dari 

model-model ini  . Penyakit menular timbul akibat dari 

beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk semang atau 

lingkungan. Pendapat ini tergambar dalam istilah pemicu     majemuk 

(“multiple causation of disease) sebagai lawan dari pemicu     tunggal 

(single causation). Hubungan kausal yaitu   hubungan antara dua atau 

lebih variabel, dimana salah satu atau lebih variable ini   

merupakan variabel pemicu     kausal (primer dan sekunder) terhadap 

terjadinya variabel lainnya sebagai hasil akhir dari suatu proses 

terjadinya penyakit. pemicu     penyakit dapat dikategorikan menjadi 

model kausa tunggal dan kausal majemuk. 

 

Model Kausal tunggal atau dikenal dengan model tunggal 

(monokausal) yaitu konsep penyakit dimana penyakit hanya 

disebabkan oleh satu pemicu    . Sementara Model Kausal Majemuk 

(multikausal) yaitu   konsep pemicu     penyakit dengan penyakit 

memiliki lebih dari satu pemicu    . Model kausalitas penyakit 

sangat bervariasi sejalan dengan perkembangan ilmu epidemiologi , 

kriteria Kausalitas Menurut Bradford Hill terdiri atas : 

 

a). Kekuatan Asosiasi : yaitu   korelasi yang kuat cenderung bersifat 

kausal korelasi yang lemah bersifat nonkausal (tidak selalu benar). 

Kekuatan asosiasi ini menjelaskan bahwa semakin kuat asosiasi, 

 

57  

maka semakin sedikit hal ini   dapat merefleksikan 

pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini 

membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari 

kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian 

yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan).  

b). Temporalitas: yaitu kemampuan untuk mendirikan kausa 

dugaan bahkan pada saat efek sementara dari sebuah 

penyakit diperkirakan akan muncul, ada anggapan bahwa 

kausa mendahului efek (akibat). 

c). Dose response/efek dosis-respon : yaitu   kondisi dimana 

ketika pajanan meningkat, kemungkinan terjadinya hasil 

akhir juga meningkat. 

d). Reversibilitas: Penurunan pajanan terhadap kausa diikuti 

penurunan kejadian penyakit. 

e). Konsistensi: Jika kondisi yang sama terus terlihat pada 

sejumlah populasi yang berbeda berdasar   tipe-tipe 

penelitian epidemiologi yang berbeda. Konsistensi 

menjelaskan replikasi dari temuan oleh investigator yang 

berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat yang berbeda, 

dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk 

menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.  

f). Biological plausibility : yaitu   perubahan yang meningkat dalam 

konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam penularan 

verifikasi terhadap hubungan dosis-respon, konsisten dengan 

model konseptual yang dihipotesakan harus ada penjelasan yang 

rasional untuk korelasi yang terlihat antara pajanan dan outcome. 

 

g). Specificity : Yaitu keadaan dimana satu pemicu     menimbulkan 

satu efek terdapat hubungan yang melekat antara spesifisitas dan 

kekuatan penularan penyakit, yang mana semakin akurat dalam 

mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat 

hubungan yang diamati ini  . Tetapi, fakta bahwa satu agen 

berkontribusi terhadap beberapa penyakit menular dan agent 

ini   saling berhubungan satu dengan yang lainnya. 

 

 

 

h). Analogy: Yaitu hubungan sebab akibat sudah terbukti untuk 

penyabab atau penyakit serupa. 

 

berdasar   kriteria Kausalitas Bradford Hill diatas, 

maka Penilaian hubungan kausalitas penyakit menular dapat 

dilakukan dengan melihat interaksi antara pola hubungan kausal 

dengan menperhatikan ketiga aspek berikut : 

 

a). Faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam 

timbulnya penyakit. 

b). Setiap perubahan pada variabel yang merupakan unsur 

pemicu     akan diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya 

sebagai akibat/ hasil akhir proses. 

c). Hubungan antara timbulnya penyakit (hasil akhir) serta proses 

keterpaparan tidak tergantung atau tidak harus dipengaruhi 

oleh faktor lainnya diluar variabel hubungan ini  . 

 

6.2 Model kausalitas berdasar   Agen dan Faktor resiko 

 

Model kausalitas penyakit berdasar   agen penyakit dan faktor 

resiko menjelaskan bagaimana proses terjadinya penyakit dengan 

menggambarkan faktor resiko sebagai pemicu     dasar, faktor resiko 

ini   dapat berasal dari lingkungan fisik, biologis, soisal dan akibat 

ekonomi, model ini   dijelaskan pada gambar berikut ini; 

 

  

6.3 Model kausalitas Roda 

 

Model Roda yang mengambarkan hubungan interaktif antara 

manusia dan lingkungan yang terdiri dari manusia dengan substansi 

genetik sebagai inti dikelilingi oleh gaya hidup individu, kultur atau 

budaya, lingkungan biologis, sosial dan fisik. Ukuran komponen roda 

bersifat relatif sangat tergantung pada masalah spesifik penyakit yang 

dialami oleh seseorang. Model roda memerlukan identifikasi dari 

berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak 

begitu menekankan pada pentingnya agen. Disini dipentingkan 

hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya 

peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit 

yang bersangkutan. Model roda dijelasan pada gambar berikut ini ; 

 


 

6.4 Model Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web of Causation) 

 

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan 

mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah 

atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan Menurut model ini, 

suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri 

melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses “sebab” dan 

“akibat”. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah 

 

  

atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik. Model 

ini   selengkapnya dijelaskan pada gambar berikut ini ; 

 


 

 

Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac 

Mohan dan Pugh (1970). Teori ini sering disebut juga sebagai 

konsep multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu 

penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor 

interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis, kimiawi dan 

sosial memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit. 

 

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan 

mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah 

atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini, 

suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri 

melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. 

Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau 

dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik. Model 

ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh perilaku dan 

gaya hidup individu. Contoh: Jaringan sebab akibat yang mendasari 

penyakit jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor yang merupakan 

menghambat atau meningkatkan perkembangan penyakit. Beberapa 

dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan tetap (umpama LDL 

 

 

Model Kausalitas Penyakit Menular 61 

genotip), yang lain seperti komponen makanan, perokok, 

inaktifasi fisik, gaya hidup dapat dimanipulasi. 

 

6.5 Model Kausalitas Segi Tiga Epidemiologi 

(Epidemilogi Triangle) 

 

Model segi tiga epidemiologi menggambarkan relasi 3 

omponen penyait yaitu Pejamu (Host), pemicu     (Agen) dan 

lingkungan (environment) perubahan pada satu komponen akan 

mengakibatkan perubahan keseimbangan yang pada gilirannya 

akan menpengaruhi kejadian penyakit. Selengkapnya dapat 

dijelaskan pada gambar berikut ini ; 

 

 

 

7.1 Prinsip pencegahan Penyakit Menular 

 

Prinsip pokok pencegahan penyakit menular yaitu dengan 

mengetahui riwayat alamiah perjalanan penyakit dan memutuskan 

rantai penularan penyakit. Riwayat alamiah perjalanan penyakit 

yaitu   proses perkembangan atau perjalanan suatu penyakit tanpa 

adanya pengobatan apapun atau intervensi dari manusia dengan 

sengaja ataupun terencana. Pengertian pencegahan secara umum 

yaitu   mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. 

Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan, haruskan 

didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis 

epidemiologi atau hasil pengamatan penelitian epidemiologis. 

 

Menurur Leavel dan Clark pencegahan Penyakit menular 

dapat dilakukan dalam lima tingkatan yang dapat dilakukan pada 

masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Leavell dan clark dalam 

bukunya “Preventive Medicine for the doctor in his community” 

Usaha-usaha pencegahan ini   yaitu   : 

 

a. Masa sebelum sakit 

 

Tujuan pencegahan pada tahap ini yaitu   untuk mempertinggi 

nilai kesehatan (Health promotion) bentuk-bentuk pencegahan yang 

dapat dilakukan pada tahap ini yaitu dengan memberikan perlindungan 

khusus terhadap sesuatu penyakit (Specific protection). 

 

 

 

b. Pada masa sakit  

1. Mengenal dan mengetahui jenis pada tingkat 

awal,serta mengadakan pengobatan yang tepat dan 

segera. (Early diagnosis and treatment). 

2. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk 

menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang 

diakibatkan sesuatu penyakit (Disability limitation). 

3. Rehabilitasi (Rehabilitation). 

 

Pencegahan penyakit merupakan suatu usaha yang 

dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit yang mencakup 

semua kalangan. Dalam melakukan pencegahan penyakit ini 

dibagi atas beberapa tingkatan, yaitu : 

 

1. Pencegahan primordial 

 

Usaha yang dilakukan untuk menghindari terjadinya faktor 

resiko, serta diperlukannya keterlibatan instansi-instansi terkait 

sehingga cepat terlaksana. Contohnya pelarangan Ilegalloging. 

 

2. Pencegahan primer 

 

Usaha yang dilakukan pada tahap prepatogenesis sehingga 

derajat kesehatan dapat ditingkatkan pada jenis penyakit tertentu. 

Usaha yang dilakukan berupa ; Health promotion berupa 

peningkatan derajat kesehatan individu secara optimal, 

mengurangi faktor resiko dan memodifikasi lingkungan dan 

Specific protection, pencegahan ini ditujukan kepada host 

(manusia) dan pemicu     untuk meningkatkan daya tahan tubuh. 

 

3. Pencegahan sekunder 

 

Usaha yang dilakukan pada saat sakit dengan 

diangosis dini serta pengobatan yang cepat dan tepat. 

4. Pencegahan tersier 

 

Usaha yang dilakukan untuk mencegah kecacatan atau 

kematian, mencegah terulangnya penyakit serta melakukan 

proses rehabilitasi fisik, sosial serta psikologi. 

Tahapan penceghaan diatas dapat berlangsung secara 

berurutan pada saat terjadinya penyakit yang digambarkan 

 

64 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR 

pada perjalanan riwayat alamiah penyakit dengan tahapan 

pencegahannya, sebagaimana dijelaskan pada gambar berikut ini ; 

 

skema perjalanan alamiah penyakit dengan tahap 

pencegahan 

 

 

 

 

Pencegahan penyakit secara umum juga dapat dilakukan 

melalui tiga tingkatan pencegahan secara umum yakni: 

 

1). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang 

meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, 

sasaran pencegahan pertama dapat ditujukan pada faktor 

pemicu    , lingkungan penjamu. Pencegahan tahap ini dapat 

dilakukan dengan cara sebagai berikut  

a. Sasaran yang ditujukan pada faktor pemicu     atau 

menurunkan pengaruh pemicu     serendah mungkin 

dengan usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, 

sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan 

mikro-organisme pemicu     penyakit, penyemprotan 

inteksida dalam rangka menurunkan menghilangkan 

sumber penularan maupun memutuskan rantai 

penularan, di samping karantina dan isolasi yang juga 

dalam rangka memutuskan rantai penularannya.  

b) Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan 

lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi 

 

Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular 65 

lingkungan dan perubahan serta bentuk pemukiman 

lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan 

biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang 

pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti 

kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan 

kehidupan sosial warga  . 

c). Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi perbaikan 

status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup 

penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk 

pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis, 

persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh 

faktor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui 

peningkatan kualitas gizi, serta olah raga kesehatan. 

 

2). Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi 

diagnosis dini serta pengobatan yang tepat . sasaran pencegahan 

ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau 

dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita 

(masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini 

yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar 

dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah 

timbulnya wabah, serta untuk mencegah proses penyakit lebih 

lanjut serta mencegah terjadi akibat samping atau komplikasi. 

Pencegahan tahap ini dapat dilakukan dengan cara : 

 

a). Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan 

usaha surveveillans penyakit tertentu, pemeriksaan berkala 

serta pemeriksaan kelompok tertentu (calon pegawai, ABRI, 

mahasiswa dan sebagainya), penyaringan (screening) untuk 

penyakit tertentu secara umum dalam warga  , serta 

pengobatan dan perawatan efektif. 

 

b). Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi 

mereka yang dicurigai berada pada proses 

prepatogenesis dan patogenesis penyakit tertentu. 

 

 

  

c). Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang 

meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. 

Sasaran pencegahan tingkat ke tiga yaitu   penderita 

penyakit tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai 

mengalami cacat permanen, mencegah bertambah parahnya 

suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit 

ini  . Pada tingkatan ini juga dilakukan usaha 

rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari 

penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi yaitu   

usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi dan sosial 

optimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis, 

rehabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial. 

 

7.2 Peningkatan Promosi Kesehatan (Health promotion) 

 

Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga 

keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan, 

sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara 

meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan. 

Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat. 

 

Contoh :  

• Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas 

maupun kuantitas).  

• Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air 

bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah. 

• Pendidikan kesehatan kepada warga  . Misalnya 

untuk kalangan menengah ke atas di negara berkembang 

terhadap resiko jantung koroner.  

• Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.  

• Kesempatan memperoleh hiburan demi 

perkembangan mental dan sosial.  

• Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab. 

 

• Rekreasi atau hiburan untuk perkembangan mental dan sosial. 

 

 

 

7.3 Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-

penyakit tertentu (General and specific protection) 

 

Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah 

penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-

lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada 

penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat 

tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu. 

 

Contoh :  

• Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan 

untuk mencegah penyakit dengan adanya kegiatan Pekan 

Imunisasi Nasional (PIN).  

• Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya 

yang terkena flu burung ditempatkan di ruang isolasi.  

• Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum 

maupun tempat kerja dengan menggunakan alat perlindungan diri. 

 

• Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat 

karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.  

• Pengendalian sumber-sumber pencemaran, misalnya 

dengan kegiatan jumsih “ jum’at bersih “ untuk 

mebersihkan sungai atau selokan bersama-sama.  

• Penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS. 

 

 

7.4  Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang 

cepat dan tepat (Early diagnosis and prompt treatment) 

 

Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin 

dan melakukan perawatan intensif   segera dengan terapi yang tepat. 

 

Contoh : 

 

• Pada ibu hamil yang sudah terdapat tanda – tanda 

anemia diberikan tablet Fe dan dianjurkan untuk makan 

makanan yang mengandung zat besi.  

• Mencari penderita dalam warga   dengan jalan pemeriksaan. 

 

Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru. 

 

• Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan 

penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar 

bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan. 

• Melaksanakan skrining untuk mendeteksi dini kanker. 

 

 

7.5 Pembatasan kecacatan (Dissability limitation) 

 

Merupakan tindakan perawatan intensif   terapi yang adekuat 

pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah 

penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta 

mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul. 

 

Contoh : 

 

• Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar 

penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi, misalnya 

menggunakan tongkat untuk kaki yang cacat.  

• Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan 

dengan cara tidak melakukan gerakan – gerakan yang 

berat atau gerakan yang dipaksakan pada kaki yang cacat.  

• Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk 

dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif. 

 

7.6 Pemulihan kesehatan (Rehabilitation) 

 

Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk 

mengembalikan pasien ke warga   agar mereka dapat hidup dan 

bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain. 

 

Contoh : 

 

• Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan 

mengikutsertakan warga  . Misalnya, lembaga untuk 

rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-lain. 

• Menyadarkan warga   untuk menerima mereka 

kembali dengan memberikan dukungan moral setidaknya bagi 

yang bersangkutan untuk bertahan. Misalnya dengan tidak 

 

 

mengucilkan mantan PSK di lingkungan warga   tempat 

ia tinggal. 

• Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga 

setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri. 

 

• Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap 

dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit. 

 

7.7 Penanggulangan Penyakit Menular. 

 

Penanggulangan penyakit menular (kontrol) yaitu   upaya 

untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam warga   

serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan kesehatan 

bagi warga   ini  . Seperti halnya pada upaya pencegahan 

penyakit, maka upaya penanggulangan penyakit menular dapat pula 

dikelompokan pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran langsung 

melawan sumber penularan atau reservoir, sasran ditujukan pada 

cara penularan penyakit, sasaran yang ditujukan terhadap penjamu 

dengan menurunkan kepekaan penjamu. Konsep penanggulangan 

penyakit menular dapat dilakukan dengan cara: 

 

a. Sasaran langsung pada sumber penularan penjamu. 

 

Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam warga   

merupakan faktor yang sangat penting dalam rantai penularan. Dengan 

demikian keberadaan sumbar penularan ini   memegang peranan yang 

cukup penting serta menentukan cara penanggulangan yang paling tepat 

dan tingkat keberhasilannya yang cukup tinggi. 

 

• Sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan 

(domestik) maka upaya mengatasi penularan dengan sasaran 

sumber penularan lebih mudah dilakukan dengan memusnahkan 

binatang yang terinfeksi serta melindungi binatang lainnya dari 

penyakit ini   (imunisasi dan pemeriksaan berkala) 

 

• Apabila sumber penularan yaitu   manusia, maka cara 

pendekatannya sangat berbeda mengingat bahwa dalam keadaan 

ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber. Sasaran 

penanggulangan penyakit pada sumber penularan dapat 

 

 

dilakukan dengan isolasi dan karantina, pengobatan dalam 

berbagai bentuk umpamanya menghilangkan unsur 

pemicu     (mikro-organisme) atau menghilangkan fokus 

infeksi yang ada pada sumber. 

 

b. Sasaran ditujukan pada cara penularan 

 

Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang 

ditularkan melalui udara, terutama infeksi saluran pernapasan 

dilakukan desinfeksi udara dengan bahan kimia atau dengan 

sinar ultra violet, ternyata kurang berhasil. sedang   usaha lain 

dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam 

ruangan tampaknya lebih bermanfaat. 

 

c. Sasaran ditujukan pada penjamu potensial. 

 

Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa faktor yang 

berpengaruh pada penjamu potensial terutama tingkat kekebalan 

(imunitas) serta tingkat kerentanan/kepekaan yang pengaruhi 

oleh status gizi, keadaan umum serta faktor genetika. 

 

d. Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha 

imunitas yakni peningkatan kekebalan aktif pada penjamu 

dengan pemberian vaksinasi. Pemberian imunisasi aktif 

untuk perlindungan penyakit (DPT) merupakan pemberian 

imunisasi dasar kepada anak-anak sebagai bagian 

terpenting dalam program kegiatan kesehatan warga  . 

 

e. Peningkatan kekebalan umum. 

 

Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan penjamu 

terhadap penyakit infeksi telah diprogramkan secara luas seperti 

perbaikan keluarga, peningkatan gizi balita melalui program kartu 

menuju sehat (KMS), peningkatan derajat kesehatan warga   serta 

pelayanan kesehatan terpadu melalui posyandu. Keseluruhan program 

ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh secara umum 

dalam usaha menangkal berbagai ancaman penyakit infeks. 

 

 

 

 

 

A. Pengertian AIDS 

 

Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) 

merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan 

oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan 

tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang 

terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal, 

yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali 

ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan 

virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983. Penyakit 

AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia 

(pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. 

 

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu   

Syndrome akibatdefisiensi immunitas selluler tanpa pemicu     lain 

yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan 

berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan 

berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi 

seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi 

HIV. berdasar   hal ini   maka penderita AIDS diwarga   

digolongkan kedalam 2 kategori yaitu : 

 

1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan 

gejala klinis (penderitaAIDS positif). 

 


2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan 

gejala klinis (penderita). 

 

B. ETIOLOGI 

 

pemicu     AIDS yaitu   sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang 

disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali 

diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 

dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedang   

Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. 

Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus 

dirubah menjadi HIV. Muman Immunodeficiency Virus yaitu   sejenis 

Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang 

inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. 

Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor 

untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat 

berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam 

sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh 

pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan 

dapat ditularkan selama hidup penderita ini  . Secara mortologis HIV 

terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung 

(envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA 

(Ribonucleic Acid).Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis 

prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 

120).Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. 

Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka 

HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air 

mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai 

disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, 

tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup 

dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh.HIV 

dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan 

otak. 

 

  

C. Gejala Penyakit HIV/AIDS 

 

Geajala penyakit HIV/AIDS tidak selalu muncul ketika terinfeksi 

AIDS, beberapa orang menderita sakit mirip flu dalam waktu beberapa 

hari hingga beberapa minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh 

deman sakit kepala, kelelahan dan kelenjar getah bening membesar di 

leher. Gejala HIV AIDS bias jadi salah satu/lebih dari ini semua biasanya 

hilang dalam beberapa minggu. Perkembangan penyakit sangat bervariasi 

setiap orangnya.Kondisi ini dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai 

lebih dari 10 tahun. Selama periode ini ,virus terus berkembang secara 

aktif menginfeksi dan memebunuh sel-sel kekebalan tubuh. Sistem 

kekebalan memungkinkan kita untuk melawan bakteri, virus, dan peyebab 

infeksi lainnya. Virus HIV menghancurkan sel-sel yang berfungsi sebagai 

“pejuang” infeksi primer, yang disebut sebagai CD4 + atau sel T4. Setelah 

system kekebalan melemah gejala HIV/AIDS akan muncul. Gejala AIDS 

yaitu   tahap yang paling maju dalam infeksi HIV.Definisi AIDS termasuk 

semua orang yang terinfeksi HIV yang memeiliki kurang 200 CD4 + sel 

per mikroliter darah. Adapun tanda-tanda klinis penderita AIDS : 

 

 

1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan  

2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan  

3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan  

4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis  

5. Dimensia/HIV ensefalopati 

 

D. Masa inkubasi AIDS 

 

Masa inkubasi yaitu   waktu yang diperlukan sejak seseorang 

terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala- gejala AIDS. 

Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai 

kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak 

menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita 

disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV 

tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 

bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa window 

periode”. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk 

 

menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai 

pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, 

dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat 

besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. Ada 5 

faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu 

sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, 

tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port d’entrée). 

 

1. Transmisi seksual 

 

Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun 

Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering 

terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina 

atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV 

kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada 

pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan 

seks.Pada penelitian Darrow(1985) ditemukan resiko seropositive 

untuk zat anti terhadap HIV cenderungnaik pada hubungan seksual 

yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering 

berhubungan seksual dengan berganti pasanganmerupakan kelompok 

manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV. 

 

2. Transmisi non seksual  

1) Transmisi Parenral 

 

Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk 

lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada 

penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum 

suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat 

juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas 

kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular 

cara transmisi parental ini kurang dari 1%. 

 

2) Darah/Produk Darah 

 

Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi 

di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 

1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat 

  

sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa 

sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV 

lewat trasfusi darah yaitu   lebih dari 90%. 

3. Transmisi Transplasental 

 

Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak 

mempunyai resiko sebesar 50%.Penularan dapat terjadi sewaktu 

hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air 

susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. 

 

 

E. Pathogenesis 

 

Dasar utama patogenesis HIV yaitu   kurangnya jenis limposit T 

helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 

merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun 

tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun 

atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara 

selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat anti body pada 

sistem kekebalan ini  , yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat 

diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas 

bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah 

bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya 

sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. 

Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung 

seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera 

 

 

memicu  kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih 

dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan 

untuk berkembang dalam tubuh penderita ini  , yang lambat laun 

akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel 

lymfosit T4. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, 

barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari 

infeksi HIV ini  . Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya 

gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) yaitu   6 bulan sampai lebih 

dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada 

orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV memicu  fungsi kekebalan 

tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau 

hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti 

penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan 

juga mudah terkena penyakit kanker sepertis arkoma kaposi. HIV 

mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, 

memicu  kerusakan neurologis. 

 

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, 

klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi 

HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan 

replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, 

untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan 

memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari. 

 

F. Cara Penularan 

 

Virus HIV terdapat dalam darah, sehingga dapat disimpulkan 

bahwa semua yang berupa cara tubuh yang bersal dari tubuh penderita 

HIV dapat dipastikan infeksius dan sangat berpotensial untuk 

menularkan virus ini pada orang lain, termasuk ketika seseorang 

penderita HIV positif melakukan hubungan seksual dengan 

pasangannya. Dan bukan tidak mungkin jika pasangan seksual itu juga 

terjangkit penyakit HIV/AIDS apalagi tidak menggunakan kondom. 

Baik penderita pria maupun wanita sangat beresiko menularkan virus 

HIV ini ketika pasangan melakukan hubungan badan, yakni melalu 

cairan sperma (laki-laki) dan melalu darah menstruasi pada vagina 

(perempuan). Selain itu HIV juga ditularkan melalui jarum suntik 

 

yang digunakan bersamaan dengan penderita HIV dengan yang 

bukan penderita (kemungkinan besar akan terinfeksi). Dan juga 

virus HIV bias ditularkan oleh seorang ibu yang positif menderita 

HIV/AIDS ketika ia hamil dan memberi ASI untuk anakanya. 

 

G. Pencegahan HIV/AIDS 

 

Beberapa hal yang bisa dilakukan agar semakin sedikit 

orang yang terkena yaitu dengan: 

 

1. Menghindari Free Sexsebisa mungkin.  

2. Usahakan hanya melakukan hunungan seksual dengan 1 pasangan. 

 

3. Memberikan vaksinanasi jika ibu hamil positif HIV agar 

bayi kemungkinan kecil terkena HIV. 

4. Tidak mendonorkan darah jika sudah terkena HIV Adapun 

usaha lain yang dapat dilakukan yaitu : memberikan 

penyuluhan/informasi kepada seluruh warga   tentang 

HIV/AIDS, melalui penyebarassn brosur, poster-poster 

yang berhubungan dengan HIV/AIDS , dan melalui iklan di 

media massa baik itu media cetak/ media elektronik. 

 

 

8.2 Epidemiologi Penyakit Malaria 

 

A. Pengertian Malaria 

 

Malaria yaitu   penyakit menular yang disebabkan oleh 

parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan 

melalui gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari 

dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau 

udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa 

yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai 

nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, 

demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme.  

Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala 

yang disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan 

ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Malaria yang disebabkan oleh 

protozoa terdiri dari empat jenis species yaitu plasmodium vivax 

 

 

memicu  malaria tertiana, plasmodium malariae memicu  

malaria quartana, plasmodium falciparum memicu  malaria 

tropika dan plasmodium ovale memicu  malaria ovale. 

 

Di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu: 

 

1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari 

wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam 

terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore. 

Masa inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah 

satu gejala yaitu   pembengkakan limpa atau splenomegali. 

 

2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan 

pemicu     malaria tropika, secara klinik berat dan dapat 

menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral dan fatal. 

Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan 

gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, 

serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal. 

3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan pemicu     

plasmodium ovale yaitu   12 sampai 17 hari, dengan gejala 

demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri. 

4. Plasmodium malariae, merupakan pemicu     malaria 

quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam. 

Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung, 

dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung 

tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun 

malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan. 

 

B. Etiologi 

 

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada 

manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium 

falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium 

ovale. Akan tetapi jenis spesies plasmodium falciparum merupakan 

pemicu     infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. 

 

  

1. Siklus Hidup Plasmodium 

 

Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua 

siklus daur hidup, yaitu pada tubuh manusia dan 

didalam tubuh nyamuk Anopheles betina. 

 

a. Siklus didalam tubuh manusia 

 

Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi 

menghisap darah manusia, sporozoit yang berada 

dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk 

kedalam aliran darah selama lebih kurang 30 menit. 

Setelah itu sporozoit menuju ke hati dan menembus 

hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian 

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 

10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini 

disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung 

selama 9-16 hari. Pada plasmodium falciparum dan 

plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung 

lebih cepat sedang   plasmodium vivax dan 

plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang 

lambat. Sebagian tropozoit hati tidak langsung 

berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada yang 

menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk 

hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam sel 

hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-

tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami 

penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif 

sehingga menimbulkan kekambuhan. 

 

b. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina 

 

Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap 

darah yang mengandung gematosit, didalam tubuh 

nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan 

meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini, 

mikrogamet akan mengalami eksflagelasi dan diikuti 

fertilasi makrogametosit. Sesudah terbentuknya 

ookinet, parasit menembus dinding sel midgut, 

 

 81 

dimana parasit berkembang menjadi ookista. Setelah 

ookista pecah, sporozoit akan memasuki homokel dan 

pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan 

bergeraknya, sporozoit infektif segera menginvasi 

sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah. 

 

C. Gejala Malaria 

 

Malaria yaitu   penyakit dengan gejala demam, yang terjadi 

tujuh hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang 

infektif. Adapun gejala-gejala awal yaitu   demam, sakit kepala, 

menggigil dan muntah-muntah. 

Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium 

(trias malaria) yaitu: 

 

1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, 

penderita sering membungkus diri dengan selimut atau 

sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar 

dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti 

orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 

1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur. 

2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, 

nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C 

atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-

muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat 

sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat. 

 

3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh 

tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering 

tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat 

melaksanakan pekerjaan seperti biasa. 

 

Malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria 

ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah ini: 

 

1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).  

2. Kejang. 

 

  

3. Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.  

4. Mata kuning dan tubuh kuning.  

5. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.  

6. Jumlah kencing kurang (oliguri).  

7. Warna air kencing (urine) seperti air teh.  

8. Kelemahan umum.  

9. Nafas pendek. 

 

D. Diagnosis Malaria 

 

Diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan wawancara 

(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan 

tetapi diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan 

sediaan darah menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis atau 

Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT). 

 

1. Wawancara (anamnesis) 

 

Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk 

mendapatkan informasi tentang penderita malaria yakni, 

keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat yang 

dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri 

otot, pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah 

endemis malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau 

minum obat anti malaria satu bulan terakhir, maupun 

riwayat pernah mendapat tranfusi darah. 

 

2. Pemeriksaan fisik 

 

Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat 

ditemukan mengalami demam dengan suhu tubuh dari 

37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan dengan 

konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa 

(splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali). 

 

3. Pemerikasaan laboratorium 

 

Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi 

pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya 

dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) 

 

 83 

tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada 

tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat 

Rapid Diagnostic Test (RDT) yaitu   pemeriksaan yang 

dilakukan bedasarkan antigen parasit malaria dengan 

imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini 

digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) 

atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang 

tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji 

mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil 

pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic 

Test (RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity dan 

specificity lebih dari 95% 

 

4. Pemeriksaan penunjang 

 

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi 

umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, 

hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. 

 

E. Pencegahan Malaria 

 

1.   Menghindari gigitan nyamuk malaria 

 

Pada daerah yang jumlah penderitanya sangat 

banyak, tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat 

penting, di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang 

banyak sawah, rawa-rawa atau tambak ikan (tambak sangat 

ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk 

memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat 

keluar rumah, terutama pada malam hari karena nyamuk 

penular malaria aktif menggigit pada waktu malam hari. 

 

Kemudian mereka yang tinggal di daerah endemis 

malaria sebaiknya memasang kawat kasa di jendela pada 

ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat akan 

tidur. Setelah itu warga   juga bisa memakai anti 

nyamuk (mosquito repellent) saat hendak tidur terutama 

malam hari agar bisa mencegah gigitan nyamuk malaria. 

 

  

2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa 

 

Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria 

dewasa dapat dilakukan beberapa cara yaitu: 

 

a. Penyemprotan rumah 

 

Penyemprotan insektisida pada rumah di daerah 

endemis malaria, sebaiknya dilakukan dua kali dalam 

setahun dengan interval waktu enam bulan. 

 

b. Larvaciding 

 

Merupakan kegiatan penyemprotan pada 

rawa-rawa yang potensial sebagai tempat 

perindukan nyamuk malaria. 

c. Biological control 

 

Biological control merupakan kegiatan 

penebaran ikan kepala timah (panchax-panchax) 

dan ikan guppy/ wader cetul (lebistus retculatus), 

karena ikan-ikan ini   berfungsi sebagai 

pemangsa jentik nyamuk malaria. 

 

3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria 

 

Tempat perindukan vektor malaria bermacam-

macam, tergantung spesies nyamuknya. Ada nyamuk 

malaria yang hidup dikawasan pantai, rawa-rawa, 

empang, sawah, tambak ikan, bahkan ada yang hidup 

di air bersih pada pegunungan. Akan tetapi pada 

daerah yang endemis malaria, warga  nya harus 

menjaga kebersihan lingkungan.  

4. Pemberian obat pencegahan malaria. 

 

Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria 

bertujuan agar tidak terjadinya infeksi, dan timbulnya 

gejala-gejala malaria. Hal ini sebaiknya dilakukan 

pada orang-orang yang melaksanakan perjalanan ke 

daerah endemis malaria. 

 

 

 

 

 85 

5. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita 

hamil meliputi: 

a. Klorokuin, bukan kontraindikasi  

b. Profilaksis dengan klorokuin 5 

mg/kgBB/minggu dan proguanil 3 mg/kgBB/hari 

untuk daerah yang masih sensitif klorokuin. 

c. Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada 

bulan keempat kehamilan untuk daerah di mana 

plasmodiumnya reisten terhadap klorokuin. 

d. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan. 

 

 

8.3 Epidemiologi Penyakit TB 

 

A. Pengertian  

Tuberkulosis (TB) yaitu   suatu penyakit granulomatosa 

kronis menular yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya 

mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau 

jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area 

osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel 

mengalami nekrosis perkijuan 

 

 

 

Tuberculosis (TB) yaitu   penyakit menular langsung yang 

disebabkan oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). 

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga 

mengenai organ tubuh lainnya 


B. Cara Penularan  

Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman 

Mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet 

nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah 

yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. 

Sumber penularan yaitu   pasien Tuberkulosis paru BTA positif, 

bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan 

orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru 

orang sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui 

peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat. 

Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa 

inkubasinya selama 3-6 bulan

 

C. Riwayat Alamiah Penyakit  

Tahapan riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis yaitu   

sebagai berikut. 

 

1) Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis 

 

Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan 

bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, 

dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum 

masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan 

adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih 

kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat. 

 

2) Tahap Pra gejala/Masa Inkubasi/ Sub-Klinis 

 

Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan 

gejala dan masih belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada 

penyakit Tuberkulosis paru sumber infeksi yaitu   manusia yang 

mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernapasan, kontak yang 

rapat (misalnya dalam keluarga) pasien TB dapat mengeluarkan 

kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada 

waktu pasien TB ini   batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin 

(sekitar 1 juta droplet). Droplet ini   dengan cepat menjadi 

kering dan menjadi partikel yang sangat halus di udara. 

 

 

Ukuran diameter droplet yang infeksius ini   hanya sekitar 1  

– 5 mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan 

dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan 

lembab kuman TB dalam droplet ini   dapat hidup lebih lama 

sedang   jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka 

kuman TB ini   akan cepat mati. Pasien TB yang tidak diobati 

maka setelah 5 tahun akan: 50% meninggal, 30% akan sembuh sendiri 

dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 20% menjadi kasus kronik 

yang tetap menular 

Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi 

sampai menjadi sakit, diperkirakan selama 6 bulan. Waktu yang 

diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks 

primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini 

berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, 

yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya 

gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 

4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa 

inkubasi ini  , kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, 

yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 

 

3) Tahap Klinis (stage of clinical disease) 

 

Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan 

fungsi organ yang terkena dan menimbulksn gejala. Gejala penyakit 

TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang 

timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis 

tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit 

untuk menegakkan diagnosa secara klinik. 

 

a) Gejala sistemik/umum:  

i. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat 

disertai dengan darah). 

ii. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, 

biasanya dirasakan malam hari disertai keringat 

malam. Kadang-kadang serangan demam seperti 

influenza dan bersifat hilang timbul. 

 

 

iii. Penurunan nafsu makan dan berat badan.  

iv. Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 

 

b) Gejala khusus:  

i. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila 

terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang 

menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah 

bening yang membesar, akan menimbulkan suara 

“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.  

ii. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-

paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 

iii. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti 

infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk 

saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada 

muara ini akan keluar cairan nanah. 

iv. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan 

pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis 

(radang selaput otak), gejalanya yaitu   demam tinggi, 

adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. 

 

4) Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan. 

 

Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan merupakan tahap saat 

akibat dari penyakit mulai terlihat. Pasien yang menderita penyakit 

Tuberkulosis semakin bertambah parah dan penderita tidak dapat 

melakukan pekerjaan sehingga memerlukan perawatan (bad rest). 

 

5) Tahap Terminal (Akhir Penyakit) 

 

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya 

perjalanan penyakit ini   dapat berada dalam lima keadaan, yaitu 

 

: sembuh sempurna, sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan 

social), karier, penyakit berlangsung kronik, berakhir dengan 

kematian. Menurut Depkes RI (2008), Riwayat alamiah penyakit 

Tuberkulosis, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama 

sekali, dalam kurun waktu lima tahun yaitu   sebagai berikut: 

 

 

 


a) Pasien 50 % meninggal  

b) 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi  

c) 25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular (Herlina, 2007). 

 

D. Pencegahan Penyakit TB  

Upaya pencegahan yaitu   upaya kesehatan yang dimaksudkan 

agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan 

dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya yaitu   

untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya 

penyakit yaitu pemicu     penyakit (agent), manusia atau tuan rumah 

(host) dan faktor lingkungan (environment) (Notoatmodjo, 2007). 

 

Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi 3 tingkatan sesuai 

dengan perjalanan penyakit meliputi, pencegahan primer, pencegahan 

sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama atau 

pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang 

sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. 

Upaya pencegahan primer yaitu pencegahan umum (mengadakan 

pencegahan pada warga   umum contohnya pendidikan kesehatan 

warga   dan kebersihan lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan 

pada orang-orang yang mempunyai resiko terkena penyakit). 

 

Pencegahan tingkat kedua atau pencegahan sekunder merupakan 

upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, 

menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi dan 

mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder ini dapat 

dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan 

mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan tingkat 

ketiga atau pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi 

ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan 

tersier ini dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi organ 

yang cacat, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan 

mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik 

 

 

 

  

8.4 Epidemiologi penyakit Diare 

 

A. Pengertian Diare  

Diare yaitu   buang air besar (defekasi) dengan jumlah yang lebih 

banyak dari biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja 

berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai 

frekuensi defekasi yang meningkat. Pengertian lain diare yaitu   sebuah 

penyakit dimana penderita mengalami buang air besar yang sering dan 

masih memiliki kandungan air berlebihan. Ada ribuan jenis organisme 

yang dapat menginfeksi saluran pencernaan dan menjadi pemicu     

diare. Dari kelompok bakteri, ada empat jenis bakteri pemicu     diare 

yaitu: campylobacter, salmonella, shigella, dan E. Coli. Secara umum 

agent pemicu     diare dapat berupa bakteri, viris, parasit {Janmur, 

cacing dan protozoa}, keracuanan makanan dan minuman yang 

mengandung bakteri maupun bahan kimia, serta akibat penurunan daya 

tahan tubuh {immuno defisiensi). 

 

B. Penularan Kuman Penyakit Diare  

Kuman penyakit diare dapat ditularkan melalui : 

 

• Air dan makanan yang tercemar  

• Tangan yang kotor  

• Berak disembarang tempat  

• Botol susu yang kurang bersih 

 

C. Macam-macam penyakit diare  

Diare terbagi dua berdasar   mula dan lamanya yaitu : 

 

1) Diare akut 

 

Diare akut yaitu   diare yang awalnya mendadak dan 

berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. 

 

a). Etiologi 

 

Infeksi merupakan pemicu     utama diare akut, 

baik oleh bakteri, parasit maupun virus. pemicu     lain 

yang dapat menimbulkan diare akut yaitu   toksin dan 

 

 91 

obat, nutrisi eteral diikuti puasa yang berlangsung 

lama, kemoterapi, impaksi tekal (overflow diarrhea) 

atau berbagai kondisi lain. 

 

b). Patogenesis 

 

Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal 

oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan 

yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekresiyang 

buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan 

tanpa dimasak. Penularannya yaitu   transmisi orang ke 

orang melalui aeorosolisasi (Morwalk, Rotavirus), tangan 

yang terkontaminasi (Clostridium diffecile), atau melalui 

aktivitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut 

yaitu   faktror pemicu     (agent) dan faktor penjamu (host). 

Faktor penjamu yaitu   kemampuan pertahanan tubuh 

terhadap organisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau 

lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman 

lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup 

lingkongan mikroflora usus. Faktor pemicu     yang 

mempengaruhi patogenesis antara lain daya penetrasi yang 

merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin 

yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat 

kuman-kuman ini   membentuk koloni-koloni yang 

dapat menginduksi diare. 

 

c). Manifestasi klinis 

 

Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi 

menjadi dua golongan yaitu: 

 

1. Koleriform, dengan diare yang terutama terdiri 

atas cairan saja. 

2. Disentriform, pada diare di dapat lendir kental 

dan kadang-kadang darah. 

 

  

d). perawatan intensif   

 

Pada orang dewasa, penata laksanaan diare akut 

akibat infeksi terdiri dari : 

 

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan 

 

Empat hal penting yang perlu diperhatikan 

yaitu   : 

1) Jenis cairan  

2) Jumlah cairan  

3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan  

4) Jadwal pemberian cairan.  

2. Identifikasi pemicu     diare akut karena infeksi  

3. Terapi simtomatik  

4. Terapi defenitif 

 

2) Diare kronik  

Diare kronik ditetapkan berdasar   kesepakatan, yaitu diare  

yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku 

bagi orang dewasa, sedang   pada bayi dan anak ditetapkan 

batas waktu dua minggu. 

 

a. Etiologi 

 

Diare kronik memiliki pemicu     yang bervariasi dan tidak 

seluruhnya diketahui. 

 

b. Patofisiologi 

 

Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu 

konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat 

pengaruh keduanya. Gangguan proses mekanik dan ensimatik, 

disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran air dan 

elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk. 

 

 

 

Diare kronik dibagi tiga yaitu: 

 

1. Diare osmotik 

 

Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi 

akobat adanya gangguan absorpsi karbohidrat, lemak 

atau protein, danb tersering adanya malabsorpsi 

lemak. Feses berbentuk steatore. 

 

2. Diare sekretorik 

 

Terdapat gangguan tranpor akibat adanya perbedaan 

osmotif intralumen dengan mukosa yang besar sehingga 

terjadi penarikan cairan dan alektrolit ke dalam lumen usus 

dalam jumlah besar. Feses akan seperti air. 

 

3. Diare inflamasi 

 

Diare dengan kerusakan kematian enterosit disertai 

peradangan. Feses berdarah. Kelompok ini paling sering 

ditemukan. Terbagi dua yaitu nonspesitik dan spesitik. 

 

c. perawatan intensif   

a. Simtomatis 

 

1. Rehidrasi  

2. Antipasmodik, antikolinergik  

3. Obat anti diare  

a. Obat antimotilitas dan sekresi usus : 

Laperamid, ditenoksilat, kodein fosfat. 

b. Aktreotid (sadratatin).  

c. Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan 

absorpsi zat toksin yaitu Arang, campura 

kaolin dan mortin. 

4. Antiemetik (metoklopromid, proklorprazin, 

domperidon). 

5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu:  

a. Vitamin Bie, asam, vitamin A, vitamin K.  

b. Preparat besi, zinc,dan lain-lain. 

  

6. Obat ekstrak enzim pankreas.  

7. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstifasi, 

dan mengikat asam empedu. 

8. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat 

sekresi anion usus. 

b. Kausal 

 

Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun 

non infeksi pada diare kronik dengan pemicu     infeksi, 

obat diberikan berdasar   etiologinya. 

 

D. Tanda-Tanda Penyakit Diare  

Tanda penyakit diare yang umum yaitu   penderita mengalami 

berak encer, biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari, kadang-

kadang disertai dengan demam, muntah, lemah dan lesu. 

 

E. Cara Pencegahan Penyakit Diare Pada Bayi  

Jika Penyakit diare dialami oleh anak bayi, maka resiko penyakit 

akan bisa lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, oleh karena itu 

upaya pencegahan diare pada bayi yang dapat dilakukan yaitu  : 

 

1. Pemberian ASI  

Dapat mencegah Diare karena terjamin kebersihannya serta 

dapat meningkatkan daya tahan tubuh baalita. 

2. Pemberian makanan  

Berilah anak balita makanan yang bersih dan bergizi.  

3. Pemakaian air besih  

Gunakan air bersih untuk membersihkan makanan dan 

minuman bayi. 

4. Berak pada tempatnya  

Biasakanlah anak anda buang kotoran pada jamban (kakus).  

5. Kebersihan perorangan  

Biasakanlah mencuci tangan sebelm makam serta sesudah 

buang kotoran. 

 

 

 

6. Kebersihan makanan dan minuman 

 

Perhatikan kebersihan makanan dan miniman meulai daor 

cara-cara mencuci, memasak, menghidangkan dan cara 

menyimpan makanan. 

 

8.6 Epidemiologi penyakit Filariasis 

 

Filariasis yaitu   penyakit menular yang dikenal dengan istilah 

penyakit Kaki Gajah yang disebabkan oleh cacing Filaria dan ditularkan 

oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan 

bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap 

berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun 

laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan 

hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban 

keluarga, warga   dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah 

tersebar luas hampir di Seluruh Provinsi. WHO sudah menetapkan 

Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic 

Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program 

eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan 

Albendazol setahun sekali selama tahun dilokasi yang endemis dan 

perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah 

kecacatan dan mengurangi penderitanya. pemicu     penyakit kaki gajah 

yaitu   tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi 

dan Brugia timori. Vektor penular: Di Indonesia hingga saat ini telah 

diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, 

Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit 

kaki gajah. 

 

a) Cara Penularan  

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah 

apabila orang ini   digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang 

mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk ini   mendapat 

cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita 

mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung 

microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua 

  

tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap 

kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair. 

Gejala klinis Filariais Akut yaitu   berupa ; Demam berulang-

ulang selama 3 hingga 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan 

muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah 

bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) 

yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar 

getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal 

kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; 

filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah 

bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran 

tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan 

dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa 

pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah 

dada, buah zakar (elephantiasis skroti). 

 

b) Diagnosis  

Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang 

tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun 

kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 

20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita 

Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. 

 

c) Pencegahan  

Pencegahan penyakit Filariasis yaitu   dengan berusaha 

menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi 

kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu 

sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, 

menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, 

mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara 

memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada 

rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, 

mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat 

perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah. 

 

 

d) Pengobatan  

secara massal dilakukan didaeah endemis dengan menggunakan 

obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan 

Albenzol sekali setahun selama 5 ? 10 tahun, untuk mencegah reaksi 

samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk 

sekali minum yaitu  , DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg 

albenzol (1 tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate 

sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif; dilakukan 

pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan 

obat tergantung dari keadaan kasus.