erantara (benda ini tidak tertular, namun
mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang
lain). Misalnya melalui pakaian, handuk, dan sapu tangan.
3. Jenis kontangion yang dapat menularkan dalam jarak jauh.
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad
renik atau mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori
ini tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya,
Fracastoro tetap dianggap sebagai salah satu seorang perintis dalam
bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai
terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan
kegiatan-kegiatan anti epidemik hanya merupakan tindakan yang
diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya dikonfirmasikan
melalui pengalaman praktik
5.5 Teori Hyppocrates (hippocratic theory)
Hippocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak
Kedokteran Modern telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan
filosofis pada zaman itu yang bersifat spekulatif dan superstitif
(takhayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia mengemukakan
teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa :
a. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup
b. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun
internal sesorang.
Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters
and Places”
Teori Terjadinya Penyakit 51
Hippocrates sudah dikenal sebagai orang yang tidak pernah
percaya dengan takhayul dan keajaiban tentang terjadinya penyakit
pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa
masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi
tersebarnya penyakit dalam warga . Yang dianggap paling
mengesankan dari faham atau ajaran Hippocrates ialah bahwa dia telah
meninggalkan cara-cara berpikir mastis-magis dan melihat segala
peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata sebagai proses atau
mekanisme yang alamiah belaka.
Kausa penyakit menurut Hippocrates tidak hanya terletak pada
lingkungan, tetapi juga dalam tubuh manusia. Sebagai contoh, dalam
bukunya “On the Sacred Disease” Hippocrates menyebutkan bahwa
epilepsi bukan merupakan penyakit yang berhubungan dengan tahayul
atau agama, melainkan suatu penyakit otak yang diturunkan. Dalam
bidang psikiatri, Hippocrates mendahului teori Sigmund Freud dengan
hipotesisnya bahwa kausa melankoli (suatu gejala kejiwaan atau emosi
akibat depresi) yang dialami putra Raja Perdica II dari Macedonia
yaitu depresi yang dialami Perdica karena jatuh cinta secara rahasia
dengan istri ayahnya (ibu tirinya)
Kontribusi Hippocrates untuk epidemiologi tidak hanya berupa
pemikiran tentang kausa penyakit tetapi juga riwayat alamiah sejumlah
penyakit. Dia mendeskripsikan perjalanan hepatitis akut pada bukunya
„About Diseases„: Hepatitis akut dengan cepat menyebar ke urine
menunjukkan warna agak kemerahan pada urin, panas tinggi, serta rasa
tidak nyaman. Pasien meninggal dalam waktu 4 hingga 10 hari.
(
5.6 Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma
(diartikan sebagai udara buruk atau polusi) sebagai dasar pemikiran
untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Miasma dipercaya
sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa makhluk hidup yang
mengalami pembusukan, barang yang membusuk atau dari buangan
limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara yang
dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit.
Dirumuskan bahwa teori ini mengemukakan bahwa
pemicu penyakit berasal dari uap yang dihasilkan oleh sesuatu
yang membusuk atau limbah yang menggenang. Jika seseorang
menghirupnya maka akan terjangkit penyakit. (Maryani, 2010).
Teori ini juga menganggap gas-gas busuk dari perut bumi yang
menjadi kausa penyakit. , Dikembangkan oleh
William Farr yang meneliti tentang kausa epidemi kolera. Teori
ini mempunyai arah cukup spesifik, namun kurang mampu
menjawab pertanyaan tentang pemicu berbagai penyakit.
Dalam perkembanganya, John Snow melakukan eksperimen ke
beberapa rumah tangga di London yang memperoleh air minum dari
perusahaan air minum swasta. Air yang disuplai berasal dari bagian
hilir Sungai Thames yang paling tercemar. Suatu saat, suatu
perusahaan yaitu Lambeth Company mengalihkan sumber air ke
bagian hulu Sungai Thames yang kurang tercemar. Perusahaan lain
yang merupakan pesaing yaitu Southwark Vauxhall Company tidak
memindahkan sumber air (tetap di bagian hilir Sungai Thames yang
paling tercemar). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa risiko
kematian karena kolera lebih tinggi pada penduduk yang mendapatkan
air minum dari Southwark-Vauxhall Company daripada yang
memperoleh sumber air minum dari Lambeth Company. Penemuan ini
menunjukkan bahwa John Snow tidak sependapat dengan William Farr
tentang kausa kolera.
Contoh pengaruh teori miasma yaitu timbulnya penyakit
malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya
sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-
rawa. Penduduk yang bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk
terjadinya malaria karena udara yang busuk ini .
Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma,
maka ia akan terjangkit penyakit. Karena penyakit timbul karena sisa-sisa
makhluk hidup yang mengalami pembusukan, sehingga meninggalkan
pengotoran udara dan lingkungan. . Tindakan pencegahan
yang banyak dilakukan yaitu menutup rumah
rapat-rapat terutama di malam hari karena orang percaya udara
malam cenderung membawa miasma. Selain itu orang
memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu
upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep
miasma pada masa kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-
dasar sanitasi yang ada telah menunjukkaan hasil yang cukup
efektif dalam menurunkan tingkat kematian.
5.7 Teori Jasad Renik (Teori Germ)
Teori yang menyatakan bahwa beberapa penyakit tertentu
disebabkan oleh invasi mikroorganisme ke dalam tubuh. Abad ke-
19 merupakan era kejayaan teori kuman dimana aneka penyakit
yang mendominasi rakyat berabad-abad lamanya diterangkan dan
diperagakan oleh para ilmuan sebagai akibat dari mikroba.
Pengaruh Teori Kuman dan penemuan mikroskop sangat besar
dalam perkembangan epidemiologi penyakit infeksi. Berkat Teori
Kuman etiologi berbagai penyakit infeksi bisa diidentifikasi.
Bahkan kini telah diketahui sedikitnya 15% kanker di seluruh dunia
disebabkan oleh infeksi, misalnya Human Papilloma Virus (HPV)
yaitu agen etiologi kanker serviks uteri
Berkat Teori Kuman maka banyak penyakit kini bisa dicegah dan
disembuhkan. Teori Kuman memungkinkan penemuan obat-obat
antimikroba dan antibiotika, vaksin, sterilisasi, pasteurisasi, dan program
sanitasi publik. Pendekatan mikroskopik mendorong ditemukannya
mikroskop elektron berkekuatan tinggi dalam melipatgandakan citra,
sehingga memungkinkan riset epidemiologi hingga level molekul sejak
akhir abad ke 20. Di sisi lain, penerapan Teori Kuman yang berlebihan
telah memberikan dampak kontra- produktif bagi kemajuan riset
epidemiologi. Pengaruh Teori Kuman yang terlalu kuat mengakibatkan
para peneliti terobsesi dengan keyakinan bahwa mikroorganisme
merupakan etiologi semua penyakit, padahal diketahui kemudian tidak
demikian. Banyak penyakit sama sekali tidak disebabkan oleh kuman atau
disebabkan oleh kuman tetapi bukan satu-satunya kausa. Untuk banyak
penyakit, mikroba merupakan komponen yang diperlukan
tetapi tidak cukup untuk memicu penyakit. Tahun 1950-an
seiring dengan meningkatnya insidensi penyakit non-infeksi, muncul
teori kausasi yang mengemukakan bahwa sebuah penyakit atau akibat
dapat memiliki lebih dari sebuah kausa, disebut etiologi multifaktorial
atau kausasi multipel. Teori kausasi multipel tidak hanya memandang
kuman tetapi juga faktor herediter, kesehatan warga , status
nutrisi/ status imunologi, status sosio-ekonomi, dan gaya hidup sebagai
kausa penyakit
Di dalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan
mengenai timbulnya penyakit, mereka telah membuat model-model
timbulnya penyakit dan atas dasar model-model ini dilakukanlah
eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana kebenaran dari
model-model ini . Penyakit menular timbul akibat dari
beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk semang atau
lingkungan. Pendapat ini tergambar dalam istilah pemicu majemuk
(“multiple causation of disease) sebagai lawan dari pemicu tunggal
(single causation). Hubungan kausal yaitu hubungan antara dua atau
lebih variabel, dimana salah satu atau lebih variable ini
merupakan variabel pemicu kausal (primer dan sekunder) terhadap
terjadinya variabel lainnya sebagai hasil akhir dari suatu proses
terjadinya penyakit. pemicu penyakit dapat dikategorikan menjadi
model kausa tunggal dan kausal majemuk.
Model Kausal tunggal atau dikenal dengan model tunggal
(monokausal) yaitu konsep penyakit dimana penyakit hanya
disebabkan oleh satu pemicu . Sementara Model Kausal Majemuk
(multikausal) yaitu konsep pemicu penyakit dengan penyakit
memiliki lebih dari satu pemicu . Model kausalitas penyakit
sangat bervariasi sejalan dengan perkembangan ilmu epidemiologi ,
kriteria Kausalitas Menurut Bradford Hill terdiri atas :
a). Kekuatan Asosiasi : yaitu korelasi yang kuat cenderung bersifat
kausal korelasi yang lemah bersifat nonkausal (tidak selalu benar).
Kekuatan asosiasi ini menjelaskan bahwa semakin kuat asosiasi,
57
maka semakin sedikit hal ini dapat merefleksikan
pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini
membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari
kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian
yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan).
b). Temporalitas: yaitu kemampuan untuk mendirikan kausa
dugaan bahkan pada saat efek sementara dari sebuah
penyakit diperkirakan akan muncul, ada anggapan bahwa
kausa mendahului efek (akibat).
c). Dose response/efek dosis-respon : yaitu kondisi dimana
ketika pajanan meningkat, kemungkinan terjadinya hasil
akhir juga meningkat.
d). Reversibilitas: Penurunan pajanan terhadap kausa diikuti
penurunan kejadian penyakit.
e). Konsistensi: Jika kondisi yang sama terus terlihat pada
sejumlah populasi yang berbeda berdasar tipe-tipe
penelitian epidemiologi yang berbeda. Konsistensi
menjelaskan replikasi dari temuan oleh investigator yang
berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat yang berbeda,
dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk
menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
f). Biological plausibility : yaitu perubahan yang meningkat dalam
konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam penularan
verifikasi terhadap hubungan dosis-respon, konsisten dengan
model konseptual yang dihipotesakan harus ada penjelasan yang
rasional untuk korelasi yang terlihat antara pajanan dan outcome.
g). Specificity : Yaitu keadaan dimana satu pemicu menimbulkan
satu efek terdapat hubungan yang melekat antara spesifisitas dan
kekuatan penularan penyakit, yang mana semakin akurat dalam
mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat
hubungan yang diamati ini . Tetapi, fakta bahwa satu agen
berkontribusi terhadap beberapa penyakit menular dan agent
ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
h). Analogy: Yaitu hubungan sebab akibat sudah terbukti untuk
penyabab atau penyakit serupa.
berdasar kriteria Kausalitas Bradford Hill diatas,
maka Penilaian hubungan kausalitas penyakit menular dapat
dilakukan dengan melihat interaksi antara pola hubungan kausal
dengan menperhatikan ketiga aspek berikut :
a). Faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam
timbulnya penyakit.
b). Setiap perubahan pada variabel yang merupakan unsur
pemicu akan diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya
sebagai akibat/ hasil akhir proses.
c). Hubungan antara timbulnya penyakit (hasil akhir) serta proses
keterpaparan tidak tergantung atau tidak harus dipengaruhi
oleh faktor lainnya diluar variabel hubungan ini .
6.2 Model kausalitas berdasar Agen dan Faktor resiko
Model kausalitas penyakit berdasar agen penyakit dan faktor
resiko menjelaskan bagaimana proses terjadinya penyakit dengan
menggambarkan faktor resiko sebagai pemicu dasar, faktor resiko
ini dapat berasal dari lingkungan fisik, biologis, soisal dan akibat
ekonomi, model ini dijelaskan pada gambar berikut ini;
6.3 Model kausalitas Roda
Model Roda yang mengambarkan hubungan interaktif antara
manusia dan lingkungan yang terdiri dari manusia dengan substansi
genetik sebagai inti dikelilingi oleh gaya hidup individu, kultur atau
budaya, lingkungan biologis, sosial dan fisik. Ukuran komponen roda
bersifat relatif sangat tergantung pada masalah spesifik penyakit yang
dialami oleh seseorang. Model roda memerlukan identifikasi dari
berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak
begitu menekankan pada pentingnya agen. Disini dipentingkan
hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya
peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit
yang bersangkutan. Model roda dijelasan pada gambar berikut ini ;
6.4 Model Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web of Causation)
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan
mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah
atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan Menurut model ini,
suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses “sebab” dan
“akibat”. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah
atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik. Model
ini selengkapnya dijelaskan pada gambar berikut ini ;
Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac
Mohan dan Pugh (1970). Teori ini sering disebut juga sebagai
konsep multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu
penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor
interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis, kimiawi dan
sosial memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit.
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan
mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah
atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini,
suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat.
Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau
dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik. Model
ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh perilaku dan
gaya hidup individu. Contoh: Jaringan sebab akibat yang mendasari
penyakit jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor yang merupakan
menghambat atau meningkatkan perkembangan penyakit. Beberapa
dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan tetap (umpama LDL
Model Kausalitas Penyakit Menular 61
genotip), yang lain seperti komponen makanan, perokok,
inaktifasi fisik, gaya hidup dapat dimanipulasi.
6.5 Model Kausalitas Segi Tiga Epidemiologi
(Epidemilogi Triangle)
Model segi tiga epidemiologi menggambarkan relasi 3
omponen penyait yaitu Pejamu (Host), pemicu (Agen) dan
lingkungan (environment) perubahan pada satu komponen akan
mengakibatkan perubahan keseimbangan yang pada gilirannya
akan menpengaruhi kejadian penyakit. Selengkapnya dapat
dijelaskan pada gambar berikut ini ;
7.1 Prinsip pencegahan Penyakit Menular
Prinsip pokok pencegahan penyakit menular yaitu dengan
mengetahui riwayat alamiah perjalanan penyakit dan memutuskan
rantai penularan penyakit. Riwayat alamiah perjalanan penyakit
yaitu proses perkembangan atau perjalanan suatu penyakit tanpa
adanya pengobatan apapun atau intervensi dari manusia dengan
sengaja ataupun terencana. Pengertian pencegahan secara umum
yaitu mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian.
Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan, haruskan
didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis
epidemiologi atau hasil pengamatan penelitian epidemiologis.
Menurur Leavel dan Clark pencegahan Penyakit menular
dapat dilakukan dalam lima tingkatan yang dapat dilakukan pada
masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Leavell dan clark dalam
bukunya “Preventive Medicine for the doctor in his community”
Usaha-usaha pencegahan ini yaitu :
a. Masa sebelum sakit
Tujuan pencegahan pada tahap ini yaitu untuk mempertinggi
nilai kesehatan (Health promotion) bentuk-bentuk pencegahan yang
dapat dilakukan pada tahap ini yaitu dengan memberikan perlindungan
khusus terhadap sesuatu penyakit (Specific protection).
b. Pada masa sakit
1. Mengenal dan mengetahui jenis pada tingkat
awal,serta mengadakan pengobatan yang tepat dan
segera. (Early diagnosis and treatment).
2. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk
menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang
diakibatkan sesuatu penyakit (Disability limitation).
3. Rehabilitasi (Rehabilitation).
Pencegahan penyakit merupakan suatu usaha yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit yang mencakup
semua kalangan. Dalam melakukan pencegahan penyakit ini
dibagi atas beberapa tingkatan, yaitu :
1. Pencegahan primordial
Usaha yang dilakukan untuk menghindari terjadinya faktor
resiko, serta diperlukannya keterlibatan instansi-instansi terkait
sehingga cepat terlaksana. Contohnya pelarangan Ilegalloging.
2. Pencegahan primer
Usaha yang dilakukan pada tahap prepatogenesis sehingga
derajat kesehatan dapat ditingkatkan pada jenis penyakit tertentu.
Usaha yang dilakukan berupa ; Health promotion berupa
peningkatan derajat kesehatan individu secara optimal,
mengurangi faktor resiko dan memodifikasi lingkungan dan
Specific protection, pencegahan ini ditujukan kepada host
(manusia) dan pemicu untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
3. Pencegahan sekunder
Usaha yang dilakukan pada saat sakit dengan
diangosis dini serta pengobatan yang cepat dan tepat.
4. Pencegahan tersier
Usaha yang dilakukan untuk mencegah kecacatan atau
kematian, mencegah terulangnya penyakit serta melakukan
proses rehabilitasi fisik, sosial serta psikologi.
Tahapan penceghaan diatas dapat berlangsung secara
berurutan pada saat terjadinya penyakit yang digambarkan
64 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
pada perjalanan riwayat alamiah penyakit dengan tahapan
pencegahannya, sebagaimana dijelaskan pada gambar berikut ini ;
skema perjalanan alamiah penyakit dengan tahap
pencegahan
Pencegahan penyakit secara umum juga dapat dilakukan
melalui tiga tingkatan pencegahan secara umum yakni:
1). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang
meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
sasaran pencegahan pertama dapat ditujukan pada faktor
pemicu , lingkungan penjamu. Pencegahan tahap ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut
a. Sasaran yang ditujukan pada faktor pemicu atau
menurunkan pengaruh pemicu serendah mungkin
dengan usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi,
sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan
mikro-organisme pemicu penyakit, penyemprotan
inteksida dalam rangka menurunkan menghilangkan
sumber penularan maupun memutuskan rantai
penularan, di samping karantina dan isolasi yang juga
dalam rangka memutuskan rantai penularannya.
b) Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan
lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular 65
lingkungan dan perubahan serta bentuk pemukiman
lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan
biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang
pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti
kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan
kehidupan sosial warga .
c). Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi perbaikan
status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup
penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk
pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis,
persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh
faktor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui
peningkatan kualitas gizi, serta olah raga kesehatan.
2). Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat . sasaran pencegahan
ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita
(masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini
yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar
dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah
timbulnya wabah, serta untuk mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadi akibat samping atau komplikasi.
Pencegahan tahap ini dapat dilakukan dengan cara :
a). Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan
usaha surveveillans penyakit tertentu, pemeriksaan berkala
serta pemeriksaan kelompok tertentu (calon pegawai, ABRI,
mahasiswa dan sebagainya), penyaringan (screening) untuk
penyakit tertentu secara umum dalam warga , serta
pengobatan dan perawatan efektif.
b). Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi
mereka yang dicurigai berada pada proses
prepatogenesis dan patogenesis penyakit tertentu.
c). Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang
meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.
Sasaran pencegahan tingkat ke tiga yaitu penderita
penyakit tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai
mengalami cacat permanen, mencegah bertambah parahnya
suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit
ini . Pada tingkatan ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi yaitu
usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi dan sosial
optimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis,
rehabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial.
7.2 Peningkatan Promosi Kesehatan (Health promotion)
Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga
keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan,
sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara
meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan.
Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat.
Contoh :
• Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas
maupun kuantitas).
• Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
• Pendidikan kesehatan kepada warga . Misalnya
untuk kalangan menengah ke atas di negara berkembang
terhadap resiko jantung koroner.
• Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
• Kesempatan memperoleh hiburan demi
perkembangan mental dan sosial.
• Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
• Rekreasi atau hiburan untuk perkembangan mental dan sosial.
7.3 Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-
penyakit tertentu (General and specific protection)
Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah
penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-
lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada
penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat
tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu.
Contoh :
• Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan
untuk mencegah penyakit dengan adanya kegiatan Pekan
Imunisasi Nasional (PIN).
• Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya
yang terkena flu burung ditempatkan di ruang isolasi.
• Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum
maupun tempat kerja dengan menggunakan alat perlindungan diri.
• Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat
karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.
• Pengendalian sumber-sumber pencemaran, misalnya
dengan kegiatan jumsih “ jum’at bersih “ untuk
mebersihkan sungai atau selokan bersama-sama.
• Penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
7.4 Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang
cepat dan tepat (Early diagnosis and prompt treatment)
Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin
dan melakukan perawatan intensif segera dengan terapi yang tepat.
Contoh :
• Pada ibu hamil yang sudah terdapat tanda – tanda
anemia diberikan tablet Fe dan dianjurkan untuk makan
makanan yang mengandung zat besi.
• Mencari penderita dalam warga dengan jalan pemeriksaan.
Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru.
• Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan
penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar
bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan.
• Melaksanakan skrining untuk mendeteksi dini kanker.
7.5 Pembatasan kecacatan (Dissability limitation)
Merupakan tindakan perawatan intensif terapi yang adekuat
pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah
penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta
mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul.
Contoh :
• Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar
penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi, misalnya
menggunakan tongkat untuk kaki yang cacat.
• Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
dengan cara tidak melakukan gerakan – gerakan yang
berat atau gerakan yang dipaksakan pada kaki yang cacat.
• Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
7.6 Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)
Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk
mengembalikan pasien ke warga agar mereka dapat hidup dan
bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain.
Contoh :
• Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan
mengikutsertakan warga . Misalnya, lembaga untuk
rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-lain.
• Menyadarkan warga untuk menerima mereka
kembali dengan memberikan dukungan moral setidaknya bagi
yang bersangkutan untuk bertahan. Misalnya dengan tidak
mengucilkan mantan PSK di lingkungan warga tempat
ia tinggal.
• Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga
setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
• Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap
dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
7.7 Penanggulangan Penyakit Menular.
Penanggulangan penyakit menular (kontrol) yaitu upaya
untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam warga
serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan kesehatan
bagi warga ini . Seperti halnya pada upaya pencegahan
penyakit, maka upaya penanggulangan penyakit menular dapat pula
dikelompokan pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran langsung
melawan sumber penularan atau reservoir, sasran ditujukan pada
cara penularan penyakit, sasaran yang ditujukan terhadap penjamu
dengan menurunkan kepekaan penjamu. Konsep penanggulangan
penyakit menular dapat dilakukan dengan cara:
a. Sasaran langsung pada sumber penularan penjamu.
Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam warga
merupakan faktor yang sangat penting dalam rantai penularan. Dengan
demikian keberadaan sumbar penularan ini memegang peranan yang
cukup penting serta menentukan cara penanggulangan yang paling tepat
dan tingkat keberhasilannya yang cukup tinggi.
• Sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan
(domestik) maka upaya mengatasi penularan dengan sasaran
sumber penularan lebih mudah dilakukan dengan memusnahkan
binatang yang terinfeksi serta melindungi binatang lainnya dari
penyakit ini (imunisasi dan pemeriksaan berkala)
• Apabila sumber penularan yaitu manusia, maka cara
pendekatannya sangat berbeda mengingat bahwa dalam keadaan
ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber. Sasaran
penanggulangan penyakit pada sumber penularan dapat
dilakukan dengan isolasi dan karantina, pengobatan dalam
berbagai bentuk umpamanya menghilangkan unsur
pemicu (mikro-organisme) atau menghilangkan fokus
infeksi yang ada pada sumber.
b. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang
ditularkan melalui udara, terutama infeksi saluran pernapasan
dilakukan desinfeksi udara dengan bahan kimia atau dengan
sinar ultra violet, ternyata kurang berhasil. sedang usaha lain
dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam
ruangan tampaknya lebih bermanfaat.
c. Sasaran ditujukan pada penjamu potensial.
Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa faktor yang
berpengaruh pada penjamu potensial terutama tingkat kekebalan
(imunitas) serta tingkat kerentanan/kepekaan yang pengaruhi
oleh status gizi, keadaan umum serta faktor genetika.
d. Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha
imunitas yakni peningkatan kekebalan aktif pada penjamu
dengan pemberian vaksinasi. Pemberian imunisasi aktif
untuk perlindungan penyakit (DPT) merupakan pemberian
imunisasi dasar kepada anak-anak sebagai bagian
terpenting dalam program kegiatan kesehatan warga .
e. Peningkatan kekebalan umum.
Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan penjamu
terhadap penyakit infeksi telah diprogramkan secara luas seperti
perbaikan keluarga, peningkatan gizi balita melalui program kartu
menuju sehat (KMS), peningkatan derajat kesehatan warga serta
pelayanan kesehatan terpadu melalui posyandu. Keseluruhan program
ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh secara umum
dalam usaha menangkal berbagai ancaman penyakit infeks.
A. Pengertian AIDS
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan
tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang
terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal,
yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali
ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan
virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983. Penyakit
AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia
(pandemi), termasuk diantaranya Indonesia.
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu
Syndrome akibatdefisiensi immunitas selluler tanpa pemicu lain
yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan
berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan
berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi
seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi
HIV. berdasar hal ini maka penderita AIDS diwarga
digolongkan kedalam 2 kategori yaitu :
1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan
gejala klinis (penderitaAIDS positif).
2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan
gejala klinis (penderita).
B. ETIOLOGI
pemicu AIDS yaitu sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983
dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedang
Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III.
Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus
dirubah menjadi HIV. Muman Immunodeficiency Virus yaitu sejenis
Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang
inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target.
Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam
sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan
dapat ditularkan selama hidup penderita ini . Secara mortologis HIV
terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung
(envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid).Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis
prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp
120).Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan.
Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka
HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai
disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya,
tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup
dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh.HIV
dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan
otak.
C. Gejala Penyakit HIV/AIDS
Geajala penyakit HIV/AIDS tidak selalu muncul ketika terinfeksi
AIDS, beberapa orang menderita sakit mirip flu dalam waktu beberapa
hari hingga beberapa minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh
deman sakit kepala, kelelahan dan kelenjar getah bening membesar di
leher. Gejala HIV AIDS bias jadi salah satu/lebih dari ini semua biasanya
hilang dalam beberapa minggu. Perkembangan penyakit sangat bervariasi
setiap orangnya.Kondisi ini dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
lebih dari 10 tahun. Selama periode ini ,virus terus berkembang secara
aktif menginfeksi dan memebunuh sel-sel kekebalan tubuh. Sistem
kekebalan memungkinkan kita untuk melawan bakteri, virus, dan peyebab
infeksi lainnya. Virus HIV menghancurkan sel-sel yang berfungsi sebagai
“pejuang” infeksi primer, yang disebut sebagai CD4 + atau sel T4. Setelah
system kekebalan melemah gejala HIV/AIDS akan muncul. Gejala AIDS
yaitu tahap yang paling maju dalam infeksi HIV.Definisi AIDS termasuk
semua orang yang terinfeksi HIV yang memeiliki kurang 200 CD4 + sel
per mikroliter darah. Adapun tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati
D. Masa inkubasi AIDS
Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan sejak seseorang
terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala- gejala AIDS.
Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai
kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita
disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV
tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3
bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa window
periode”. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk
menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai
pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama,
dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat
besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. Ada 5
faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu
sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port d’entrée).
1. Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering
terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina
atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV
kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada
pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan
seks.Pada penelitian Darrow(1985) ditemukan resiko seropositive
untuk zat anti terhadap HIV cenderungnaik pada hubungan seksual
yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering
berhubungan seksual dengan berganti pasanganmerupakan kelompok
manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
2. Transmisi non seksual
1) Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada
penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum
suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas
kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular
cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
2) Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi
di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun
1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat
sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa
sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV
lewat trasfusi darah yaitu lebih dari 90%.
3. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%.Penularan dapat terjadi sewaktu
hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air
susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
E. Pathogenesis
Dasar utama patogenesis HIV yaitu kurangnya jenis limposit T
helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4
merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun
atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara
selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat anti body pada
sistem kekebalan ini , yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat
diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas
bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah
bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya
sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus.
Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung
seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera
memicu kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih
dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan
untuk berkembang dalam tubuh penderita ini , yang lambat laun
akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel
lymfosit T4. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian,
barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari
infeksi HIV ini . Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya
gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) yaitu 6 bulan sampai lebih
dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada
orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV memicu fungsi kekebalan
tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau
hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan
juga mudah terkena penyakit kanker sepertis arkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,
memicu kerusakan neurologis.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat,
klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi
HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan
replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi,
untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan
memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari.
F. Cara Penularan
Virus HIV terdapat dalam darah, sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua yang berupa cara tubuh yang bersal dari tubuh penderita
HIV dapat dipastikan infeksius dan sangat berpotensial untuk
menularkan virus ini pada orang lain, termasuk ketika seseorang
penderita HIV positif melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya. Dan bukan tidak mungkin jika pasangan seksual itu juga
terjangkit penyakit HIV/AIDS apalagi tidak menggunakan kondom.
Baik penderita pria maupun wanita sangat beresiko menularkan virus
HIV ini ketika pasangan melakukan hubungan badan, yakni melalu
cairan sperma (laki-laki) dan melalu darah menstruasi pada vagina
(perempuan). Selain itu HIV juga ditularkan melalui jarum suntik
yang digunakan bersamaan dengan penderita HIV dengan yang
bukan penderita (kemungkinan besar akan terinfeksi). Dan juga
virus HIV bias ditularkan oleh seorang ibu yang positif menderita
HIV/AIDS ketika ia hamil dan memberi ASI untuk anakanya.
G. Pencegahan HIV/AIDS
Beberapa hal yang bisa dilakukan agar semakin sedikit
orang yang terkena yaitu dengan:
1. Menghindari Free Sexsebisa mungkin.
2. Usahakan hanya melakukan hunungan seksual dengan 1 pasangan.
3. Memberikan vaksinanasi jika ibu hamil positif HIV agar
bayi kemungkinan kecil terkena HIV.
4. Tidak mendonorkan darah jika sudah terkena HIV Adapun
usaha lain yang dapat dilakukan yaitu : memberikan
penyuluhan/informasi kepada seluruh warga tentang
HIV/AIDS, melalui penyebarassn brosur, poster-poster
yang berhubungan dengan HIV/AIDS , dan melalui iklan di
media massa baik itu media cetak/ media elektronik.
8.2 Epidemiologi Penyakit Malaria
A. Pengertian Malaria
Malaria yaitu penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari
dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau
udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa
yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai
nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik,
demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme.
Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala
yang disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan
ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Malaria yang disebabkan oleh
protozoa terdiri dari empat jenis species yaitu plasmodium vivax
memicu malaria tertiana, plasmodium malariae memicu
malaria quartana, plasmodium falciparum memicu malaria
tropika dan plasmodium ovale memicu malaria ovale.
Di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari
wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam
terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore.
Masa inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah
satu gejala yaitu pembengkakan limpa atau splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan
pemicu malaria tropika, secara klinik berat dan dapat
menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral dan fatal.
Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan
gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata,
serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan pemicu
plasmodium ovale yaitu 12 sampai 17 hari, dengan gejala
demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae, merupakan pemicu malaria
quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam.
Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung,
dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung
tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun
malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada
manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium
falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium
ovale. Akan tetapi jenis spesies plasmodium falciparum merupakan
pemicu infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
1. Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua
siklus daur hidup, yaitu pada tubuh manusia dan
didalam tubuh nyamuk Anopheles betina.
a. Siklus didalam tubuh manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi
menghisap darah manusia, sporozoit yang berada
dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk
kedalam aliran darah selama lebih kurang 30 menit.
Setelah itu sporozoit menuju ke hati dan menembus
hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari
10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung
selama 9-16 hari. Pada plasmodium falciparum dan
plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung
lebih cepat sedang plasmodium vivax dan
plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang
lambat. Sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada yang
menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk
hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam sel
hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-
tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami
penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif
sehingga menimbulkan kekambuhan.
b. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap
darah yang mengandung gematosit, didalam tubuh
nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan
meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini,
mikrogamet akan mengalami eksflagelasi dan diikuti
fertilasi makrogametosit. Sesudah terbentuknya
ookinet, parasit menembus dinding sel midgut,
81
dimana parasit berkembang menjadi ookista. Setelah
ookista pecah, sporozoit akan memasuki homokel dan
pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan
bergeraknya, sporozoit infektif segera menginvasi
sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah.
C. Gejala Malaria
Malaria yaitu penyakit dengan gejala demam, yang terjadi
tujuh hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang
infektif. Adapun gejala-gejala awal yaitu demam, sakit kepala,
menggigil dan muntah-muntah.
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium
(trias malaria) yaitu:
1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering,
penderita sering membungkus diri dengan selimut atau
sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar
dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai
1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur.
2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering,
nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C
atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-
muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
Malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria
ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah ini:
1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).
2. Kejang.
3. Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.
4. Mata kuning dan tubuh kuning.
5. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.
6. Jumlah kencing kurang (oliguri).
7. Warna air kencing (urine) seperti air teh.
8. Kelemahan umum.
9. Nafas pendek.
D. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan wawancara
(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan
tetapi diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan
sediaan darah menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis atau
Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT).
1. Wawancara (anamnesis)
Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk
mendapatkan informasi tentang penderita malaria yakni,
keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat yang
dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri
otot, pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah
endemis malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau
minum obat anti malaria satu bulan terakhir, maupun
riwayat pernah mendapat tranfusi darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat
ditemukan mengalami demam dengan suhu tubuh dari
37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan dengan
konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa
(splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali).
3. Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya
dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah)
83
tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada
tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat
Rapid Diagnostic Test (RDT) yaitu pemeriksaan yang
dilakukan bedasarkan antigen parasit malaria dengan
imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini
digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa)
atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang
tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji
mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil
pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic
Test (RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity dan
specificity lebih dari 95%
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit.
E. Pencegahan Malaria
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
Pada daerah yang jumlah penderitanya sangat
banyak, tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat
penting, di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang
banyak sawah, rawa-rawa atau tambak ikan (tambak sangat
ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk
memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat
keluar rumah, terutama pada malam hari karena nyamuk
penular malaria aktif menggigit pada waktu malam hari.
Kemudian mereka yang tinggal di daerah endemis
malaria sebaiknya memasang kawat kasa di jendela pada
ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat akan
tidur. Setelah itu warga juga bisa memakai anti
nyamuk (mosquito repellent) saat hendak tidur terutama
malam hari agar bisa mencegah gigitan nyamuk malaria.
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria
dewasa dapat dilakukan beberapa cara yaitu:
a. Penyemprotan rumah
Penyemprotan insektisida pada rumah di daerah
endemis malaria, sebaiknya dilakukan dua kali dalam
setahun dengan interval waktu enam bulan.
b. Larvaciding
Merupakan kegiatan penyemprotan pada
rawa-rawa yang potensial sebagai tempat
perindukan nyamuk malaria.
c. Biological control
Biological control merupakan kegiatan
penebaran ikan kepala timah (panchax-panchax)
dan ikan guppy/ wader cetul (lebistus retculatus),
karena ikan-ikan ini berfungsi sebagai
pemangsa jentik nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria
Tempat perindukan vektor malaria bermacam-
macam, tergantung spesies nyamuknya. Ada nyamuk
malaria yang hidup dikawasan pantai, rawa-rawa,
empang, sawah, tambak ikan, bahkan ada yang hidup
di air bersih pada pegunungan. Akan tetapi pada
daerah yang endemis malaria, warga nya harus
menjaga kebersihan lingkungan.
4. Pemberian obat pencegahan malaria.
Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria
bertujuan agar tidak terjadinya infeksi, dan timbulnya
gejala-gejala malaria. Hal ini sebaiknya dilakukan
pada orang-orang yang melaksanakan perjalanan ke
daerah endemis malaria.
85
5. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita
hamil meliputi:
a. Klorokuin, bukan kontraindikasi
b. Profilaksis dengan klorokuin 5
mg/kgBB/minggu dan proguanil 3 mg/kgBB/hari
untuk daerah yang masih sensitif klorokuin.
c. Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada
bulan keempat kehamilan untuk daerah di mana
plasmodiumnya reisten terhadap klorokuin.
d. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.
8.3 Epidemiologi Penyakit TB
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) yaitu suatu penyakit granulomatosa
kronis menular yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya
mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau
jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area
osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel
mengalami nekrosis perkijuan
Tuberculosis (TB) yaitu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya
B. Cara Penularan
Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman
Mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet
nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas.
Sumber penularan yaitu pasien Tuberkulosis paru BTA positif,
bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan
orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru
orang sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui
peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat.
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa
inkubasinya selama 3-6 bulan
C. Riwayat Alamiah Penyakit
Tahapan riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis yaitu
sebagai berikut.
1) Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia,
dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum
masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan
adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih
kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
2) Tahap Pra gejala/Masa Inkubasi/ Sub-Klinis
Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan
gejala dan masih belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada
penyakit Tuberkulosis paru sumber infeksi yaitu manusia yang
mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernapasan, kontak yang
rapat (misalnya dalam keluarga) pasien TB dapat mengeluarkan
kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada
waktu pasien TB ini batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin
(sekitar 1 juta droplet). Droplet ini dengan cepat menjadi
kering dan menjadi partikel yang sangat halus di udara.
Ukuran diameter droplet yang infeksius ini hanya sekitar 1
– 5 mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan
dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan
lembab kuman TB dalam droplet ini dapat hidup lebih lama
sedang jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka
kuman TB ini akan cepat mati. Pasien TB yang tidak diobati
maka setelah 5 tahun akan: 50% meninggal, 30% akan sembuh sendiri
dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 20% menjadi kasus kronik
yang tetap menular
Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan selama 6 bulan. Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain,
yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu
4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi ini , kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104,
yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
3) Tahap Klinis (stage of clinical disease)
Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan
fungsi organ yang terkena dan menimbulksn gejala. Gejala penyakit
TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a) Gejala sistemik/umum:
i. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat
disertai dengan darah).
ii. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
iii. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
iv. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b) Gejala khusus:
i. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila
terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang
menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
ii. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-
paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
iii. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti
infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
iv. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan
pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis
(radang selaput otak), gejalanya yaitu demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
4) Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan.
Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan merupakan tahap saat
akibat dari penyakit mulai terlihat. Pasien yang menderita penyakit
Tuberkulosis semakin bertambah parah dan penderita tidak dapat
melakukan pekerjaan sehingga memerlukan perawatan (bad rest).
5) Tahap Terminal (Akhir Penyakit)
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya
perjalanan penyakit ini dapat berada dalam lima keadaan, yaitu
: sembuh sempurna, sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan
social), karier, penyakit berlangsung kronik, berakhir dengan
kematian. Menurut Depkes RI (2008), Riwayat alamiah penyakit
Tuberkulosis, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama
sekali, dalam kurun waktu lima tahun yaitu sebagai berikut:
a) Pasien 50 % meninggal
b) 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi
c) 25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular (Herlina, 2007).
D. Pencegahan Penyakit TB
Upaya pencegahan yaitu upaya kesehatan yang dimaksudkan
agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan
dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya yaitu
untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit yaitu pemicu penyakit (agent), manusia atau tuan rumah
(host) dan faktor lingkungan (environment) (Notoatmodjo, 2007).
Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi 3 tingkatan sesuai
dengan perjalanan penyakit meliputi, pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama atau
pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Upaya pencegahan primer yaitu pencegahan umum (mengadakan
pencegahan pada warga umum contohnya pendidikan kesehatan
warga dan kebersihan lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan
pada orang-orang yang mempunyai resiko terkena penyakit).
Pencegahan tingkat kedua atau pencegahan sekunder merupakan
upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder ini dapat
dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan tingkat
ketiga atau pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan
tersier ini dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi organ
yang cacat, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan
mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik
8.4 Epidemiologi penyakit Diare
A. Pengertian Diare
Diare yaitu buang air besar (defekasi) dengan jumlah yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai
frekuensi defekasi yang meningkat. Pengertian lain diare yaitu sebuah
penyakit dimana penderita mengalami buang air besar yang sering dan
masih memiliki kandungan air berlebihan. Ada ribuan jenis organisme
yang dapat menginfeksi saluran pencernaan dan menjadi pemicu
diare. Dari kelompok bakteri, ada empat jenis bakteri pemicu diare
yaitu: campylobacter, salmonella, shigella, dan E. Coli. Secara umum
agent pemicu diare dapat berupa bakteri, viris, parasit {Janmur,
cacing dan protozoa}, keracuanan makanan dan minuman yang
mengandung bakteri maupun bahan kimia, serta akibat penurunan daya
tahan tubuh {immuno defisiensi).
B. Penularan Kuman Penyakit Diare
Kuman penyakit diare dapat ditularkan melalui :
• Air dan makanan yang tercemar
• Tangan yang kotor
• Berak disembarang tempat
• Botol susu yang kurang bersih
C. Macam-macam penyakit diare
Diare terbagi dua berdasar mula dan lamanya yaitu :
1) Diare akut
Diare akut yaitu diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
a). Etiologi
Infeksi merupakan pemicu utama diare akut,
baik oleh bakteri, parasit maupun virus. pemicu lain
yang dapat menimbulkan diare akut yaitu toksin dan
91
obat, nutrisi eteral diikuti puasa yang berlangsung
lama, kemoterapi, impaksi tekal (overflow diarrhea)
atau berbagai kondisi lain.
b). Patogenesis
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal
oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan
yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekresiyang
buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan
tanpa dimasak. Penularannya yaitu transmisi orang ke
orang melalui aeorosolisasi (Morwalk, Rotavirus), tangan
yang terkontaminasi (Clostridium diffecile), atau melalui
aktivitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut
yaitu faktror pemicu (agent) dan faktor penjamu (host).
Faktor penjamu yaitu kemampuan pertahanan tubuh
terhadap organisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau
lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman
lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup
lingkongan mikroflora usus. Faktor pemicu yang
mempengaruhi patogenesis antara lain daya penetrasi yang
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin
yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat
kuman-kuman ini membentuk koloni-koloni yang
dapat menginduksi diare.
c). Manifestasi klinis
Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi
menjadi dua golongan yaitu:
1. Koleriform, dengan diare yang terutama terdiri
atas cairan saja.
2. Disentriform, pada diare di dapat lendir kental
dan kadang-kadang darah.
d). perawatan intensif
Pada orang dewasa, penata laksanaan diare akut
akibat infeksi terdiri dari :
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Empat hal penting yang perlu diperhatikan
yaitu :
1) Jenis cairan
2) Jumlah cairan
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
4) Jadwal pemberian cairan.
2. Identifikasi pemicu diare akut karena infeksi
3. Terapi simtomatik
4. Terapi defenitif
2) Diare kronik
Diare kronik ditetapkan berdasar kesepakatan, yaitu diare
yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku
bagi orang dewasa, sedang pada bayi dan anak ditetapkan
batas waktu dua minggu.
a. Etiologi
Diare kronik memiliki pemicu yang bervariasi dan tidak
seluruhnya diketahui.
b. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu
konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat
pengaruh keduanya. Gangguan proses mekanik dan ensimatik,
disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran air dan
elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk.
Diare kronik dibagi tiga yaitu:
1. Diare osmotik
Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi
akobat adanya gangguan absorpsi karbohidrat, lemak
atau protein, danb tersering adanya malabsorpsi
lemak. Feses berbentuk steatore.
2. Diare sekretorik
Terdapat gangguan tranpor akibat adanya perbedaan
osmotif intralumen dengan mukosa yang besar sehingga
terjadi penarikan cairan dan alektrolit ke dalam lumen usus
dalam jumlah besar. Feses akan seperti air.
3. Diare inflamasi
Diare dengan kerusakan kematian enterosit disertai
peradangan. Feses berdarah. Kelompok ini paling sering
ditemukan. Terbagi dua yaitu nonspesitik dan spesitik.
c. perawatan intensif
a. Simtomatis
1. Rehidrasi
2. Antipasmodik, antikolinergik
3. Obat anti diare
a. Obat antimotilitas dan sekresi usus :
Laperamid, ditenoksilat, kodein fosfat.
b. Aktreotid (sadratatin).
c. Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan
absorpsi zat toksin yaitu Arang, campura
kaolin dan mortin.
4. Antiemetik (metoklopromid, proklorprazin,
domperidon).
5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu:
a. Vitamin Bie, asam, vitamin A, vitamin K.
b. Preparat besi, zinc,dan lain-lain.
6. Obat ekstrak enzim pankreas.
7. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstifasi,
dan mengikat asam empedu.
8. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat
sekresi anion usus.
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun
non infeksi pada diare kronik dengan pemicu infeksi,
obat diberikan berdasar etiologinya.
D. Tanda-Tanda Penyakit Diare
Tanda penyakit diare yang umum yaitu penderita mengalami
berak encer, biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari, kadang-
kadang disertai dengan demam, muntah, lemah dan lesu.
E. Cara Pencegahan Penyakit Diare Pada Bayi
Jika Penyakit diare dialami oleh anak bayi, maka resiko penyakit
akan bisa lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, oleh karena itu
upaya pencegahan diare pada bayi yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemberian ASI
Dapat mencegah Diare karena terjamin kebersihannya serta
dapat meningkatkan daya tahan tubuh baalita.
2. Pemberian makanan
Berilah anak balita makanan yang bersih dan bergizi.
3. Pemakaian air besih
Gunakan air bersih untuk membersihkan makanan dan
minuman bayi.
4. Berak pada tempatnya
Biasakanlah anak anda buang kotoran pada jamban (kakus).
5. Kebersihan perorangan
Biasakanlah mencuci tangan sebelm makam serta sesudah
buang kotoran.
6. Kebersihan makanan dan minuman
Perhatikan kebersihan makanan dan miniman meulai daor
cara-cara mencuci, memasak, menghidangkan dan cara
menyimpan makanan.
8.6 Epidemiologi penyakit Filariasis
Filariasis yaitu penyakit menular yang dikenal dengan istilah
penyakit Kaki Gajah yang disebabkan oleh cacing Filaria dan ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan
bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban
keluarga, warga dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah
tersebar luas hampir di Seluruh Provinsi. WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program
eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan
Albendazol setahun sekali selama tahun dilokasi yang endemis dan
perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah
kecacatan dan mengurangi penderitanya. pemicu penyakit kaki gajah
yaitu tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi
dan Brugia timori. Vektor penular: Di Indonesia hingga saat ini telah
diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia,
Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit
kaki gajah.
a) Cara Penularan
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah
apabila orang ini digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang
mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk ini mendapat
cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita
mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung
microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua
tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap
kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
Gejala klinis Filariais Akut yaitu berupa ; Demam berulang-
ulang selama 3 hingga 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan
muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah
bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis)
yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar
getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal
kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ;
filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran
tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan
dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa
pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
b) Diagnosis
Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang
tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun
kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul
20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita
Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.
c) Pencegahan
Pencegahan penyakit Filariasis yaitu dengan berusaha
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi
kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu
sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk,
menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar,
mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara
memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada
rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun,
mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat
perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah.
d) Pengobatan
secara massal dilakukan didaeah endemis dengan menggunakan
obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan
Albenzol sekali setahun selama 5 ? 10 tahun, untuk mencegah reaksi
samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk
sekali minum yaitu , DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg
albenzol (1 tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate
sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif; dilakukan
pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan
obat tergantung dari keadaan kasus.
erantara (benda ini tidak tertular, namun
mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang
lain). Misalnya melalui pakaian, handuk, dan sapu tangan.
3. Jenis kontangion yang dapat menularkan dalam jarak jauh.
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad
renik atau mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori
ini tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya,
Fracastoro tetap dianggap sebagai salah satu seorang perintis dalam
bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai
terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan
kegiatan-kegiatan anti epidemik hanya merupakan tindakan yang
diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya dikonfirmasikan
melalui pengalaman praktik
5.5 Teori Hyppocrates (hippocratic theory)
Hippocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak
Kedokteran Modern telah berhasil membebaskan hambatan-hambatan
filosofis pada zaman itu yang bersifat spekulatif dan superstitif
(takhayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia mengemukakan
teori tentang sebab musabab penyakit, yaitu bahwa :
a. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup
b. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun
internal sesorang.
Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters
and Places”
Teori Terjadinya Penyakit 51
Hippocrates sudah dikenal sebagai orang yang tidak pernah
percaya dengan takhayul dan keajaiban tentang terjadinya penyakit
pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa
masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi
tersebarnya penyakit dalam warga . Yang dianggap paling
mengesankan dari faham atau ajaran Hippocrates ialah bahwa dia telah
meninggalkan cara-cara berpikir mastis-magis dan melihat segala
peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata sebagai proses atau
mekanisme yang alamiah belaka.
Kausa penyakit menurut Hippocrates tidak hanya terletak pada
lingkungan, tetapi juga dalam tubuh manusia. Sebagai contoh, dalam
bukunya “On the Sacred Disease” Hippocrates menyebutkan bahwa
epilepsi bukan merupakan penyakit yang berhubungan dengan tahayul
atau agama, melainkan suatu penyakit otak yang diturunkan. Dalam
bidang psikiatri, Hippocrates mendahului teori Sigmund Freud dengan
hipotesisnya bahwa kausa melankoli (suatu gejala kejiwaan atau emosi
akibat depresi) yang dialami putra Raja Perdica II dari Macedonia
yaitu depresi yang dialami Perdica karena jatuh cinta secara rahasia
dengan istri ayahnya (ibu tirinya)
Kontribusi Hippocrates untuk epidemiologi tidak hanya berupa
pemikiran tentang kausa penyakit tetapi juga riwayat alamiah sejumlah
penyakit. Dia mendeskripsikan perjalanan hepatitis akut pada bukunya
„About Diseases„: Hepatitis akut dengan cepat menyebar ke urine
menunjukkan warna agak kemerahan pada urin, panas tinggi, serta rasa
tidak nyaman. Pasien meninggal dalam waktu 4 hingga 10 hari.
(
5.6 Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Kira-kira pada awal abad ke-18 mulai muncul konsep miasma
(diartikan sebagai udara buruk atau polusi) sebagai dasar pemikiran
untuk menjelaskan timbulnya wabah penyakit. Miasma dipercaya
sebagai uap yang dihasilkan dari sisa-sisa makhluk hidup yang
mengalami pembusukan, barang yang membusuk atau dari buangan
limbah yang tergenang, sehingga mengotori udara yang
dipercaya berperan dalam penyebaran penyakit.
Dirumuskan bahwa teori ini mengemukakan bahwa
pemicu penyakit berasal dari uap yang dihasilkan oleh sesuatu
yang membusuk atau limbah yang menggenang. Jika seseorang
menghirupnya maka akan terjangkit penyakit. (Maryani, 2010).
Teori ini juga menganggap gas-gas busuk dari perut bumi yang
menjadi kausa penyakit. , Dikembangkan oleh
William Farr yang meneliti tentang kausa epidemi kolera. Teori
ini mempunyai arah cukup spesifik, namun kurang mampu
menjawab pertanyaan tentang pemicu berbagai penyakit.
Dalam perkembanganya, John Snow melakukan eksperimen ke
beberapa rumah tangga di London yang memperoleh air minum dari
perusahaan air minum swasta. Air yang disuplai berasal dari bagian
hilir Sungai Thames yang paling tercemar. Suatu saat, suatu
perusahaan yaitu Lambeth Company mengalihkan sumber air ke
bagian hulu Sungai Thames yang kurang tercemar. Perusahaan lain
yang merupakan pesaing yaitu Southwark Vauxhall Company tidak
memindahkan sumber air (tetap di bagian hilir Sungai Thames yang
paling tercemar). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa risiko
kematian karena kolera lebih tinggi pada penduduk yang mendapatkan
air minum dari Southwark-Vauxhall Company daripada yang
memperoleh sumber air minum dari Lambeth Company. Penemuan ini
menunjukkan bahwa John Snow tidak sependapat dengan William Farr
tentang kausa kolera.
Contoh pengaruh teori miasma yaitu timbulnya penyakit
malaria. Malaria berasal dari bahasa Italia mal dan aria yang artinya
sisa-sisa pembusukan binatang dan tumbuhan yang ada di rawa-
rawa. Penduduk yang bermukim di dekat rawa sangat rentan untuk
terjadinya malaria karena udara yang busuk ini .
Pada waktu itu dipercaya bahwa bila seseorang menghirup miasma,
maka ia akan terjangkit penyakit. Karena penyakit timbul karena sisa-sisa
makhluk hidup yang mengalami pembusukan, sehingga meninggalkan
pengotoran udara dan lingkungan. . Tindakan pencegahan
yang banyak dilakukan yaitu menutup rumah
rapat-rapat terutama di malam hari karena orang percaya udara
malam cenderung membawa miasma. Selain itu orang
memandang kebersihan lingkungan hidup sebagai salah satu
upaya untuk terhindar dari miasma tadi. Walaupun konsep
miasma pada masa kini dianggap tidak masuk akal, namun dasar-
dasar sanitasi yang ada telah menunjukkaan hasil yang cukup
efektif dalam menurunkan tingkat kematian.
5.7 Teori Jasad Renik (Teori Germ)
Teori yang menyatakan bahwa beberapa penyakit tertentu
disebabkan oleh invasi mikroorganisme ke dalam tubuh. Abad ke-
19 merupakan era kejayaan teori kuman dimana aneka penyakit
yang mendominasi rakyat berabad-abad lamanya diterangkan dan
diperagakan oleh para ilmuan sebagai akibat dari mikroba.
Pengaruh Teori Kuman dan penemuan mikroskop sangat besar
dalam perkembangan epidemiologi penyakit infeksi. Berkat Teori
Kuman etiologi berbagai penyakit infeksi bisa diidentifikasi.
Bahkan kini telah diketahui sedikitnya 15% kanker di seluruh dunia
disebabkan oleh infeksi, misalnya Human Papilloma Virus (HPV)
yaitu agen etiologi kanker serviks uteri
Berkat Teori Kuman maka banyak penyakit kini bisa dicegah dan
disembuhkan. Teori Kuman memungkinkan penemuan obat-obat
antimikroba dan antibiotika, vaksin, sterilisasi, pasteurisasi, dan program
sanitasi publik. Pendekatan mikroskopik mendorong ditemukannya
mikroskop elektron berkekuatan tinggi dalam melipatgandakan citra,
sehingga memungkinkan riset epidemiologi hingga level molekul sejak
akhir abad ke 20. Di sisi lain, penerapan Teori Kuman yang berlebihan
telah memberikan dampak kontra- produktif bagi kemajuan riset
epidemiologi. Pengaruh Teori Kuman yang terlalu kuat mengakibatkan
para peneliti terobsesi dengan keyakinan bahwa mikroorganisme
merupakan etiologi semua penyakit, padahal diketahui kemudian tidak
demikian. Banyak penyakit sama sekali tidak disebabkan oleh kuman atau
disebabkan oleh kuman tetapi bukan satu-satunya kausa. Untuk banyak
penyakit, mikroba merupakan komponen yang diperlukan
tetapi tidak cukup untuk memicu penyakit. Tahun 1950-an
seiring dengan meningkatnya insidensi penyakit non-infeksi, muncul
teori kausasi yang mengemukakan bahwa sebuah penyakit atau akibat
dapat memiliki lebih dari sebuah kausa, disebut etiologi multifaktorial
atau kausasi multipel. Teori kausasi multipel tidak hanya memandang
kuman tetapi juga faktor herediter, kesehatan warga , status
nutrisi/ status imunologi, status sosio-ekonomi, dan gaya hidup sebagai
kausa penyakit
Di dalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan
mengenai timbulnya penyakit, mereka telah membuat model-model
timbulnya penyakit dan atas dasar model-model ini dilakukanlah
eksperimen terkendali untuk menguji sampai dimana kebenaran dari
model-model ini . Penyakit menular timbul akibat dari
beroperasinya berbagai faktor baik dari agen, induk semang atau
lingkungan. Pendapat ini tergambar dalam istilah pemicu majemuk
(“multiple causation of disease) sebagai lawan dari pemicu tunggal
(single causation). Hubungan kausal yaitu hubungan antara dua atau
lebih variabel, dimana salah satu atau lebih variable ini
merupakan variabel pemicu kausal (primer dan sekunder) terhadap
terjadinya variabel lainnya sebagai hasil akhir dari suatu proses
terjadinya penyakit. pemicu penyakit dapat dikategorikan menjadi
model kausa tunggal dan kausal majemuk.
Model Kausal tunggal atau dikenal dengan model tunggal
(monokausal) yaitu konsep penyakit dimana penyakit hanya
disebabkan oleh satu pemicu . Sementara Model Kausal Majemuk
(multikausal) yaitu konsep pemicu penyakit dengan penyakit
memiliki lebih dari satu pemicu . Model kausalitas penyakit
sangat bervariasi sejalan dengan perkembangan ilmu epidemiologi ,
kriteria Kausalitas Menurut Bradford Hill terdiri atas :
a). Kekuatan Asosiasi : yaitu korelasi yang kuat cenderung bersifat
kausal korelasi yang lemah bersifat nonkausal (tidak selalu benar).
Kekuatan asosiasi ini menjelaskan bahwa semakin kuat asosiasi,
57
maka semakin sedikit hal ini dapat merefleksikan
pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini
membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari
kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian
yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan).
b). Temporalitas: yaitu kemampuan untuk mendirikan kausa
dugaan bahkan pada saat efek sementara dari sebuah
penyakit diperkirakan akan muncul, ada anggapan bahwa
kausa mendahului efek (akibat).
c). Dose response/efek dosis-respon : yaitu kondisi dimana
ketika pajanan meningkat, kemungkinan terjadinya hasil
akhir juga meningkat.
d). Reversibilitas: Penurunan pajanan terhadap kausa diikuti
penurunan kejadian penyakit.
e). Konsistensi: Jika kondisi yang sama terus terlihat pada
sejumlah populasi yang berbeda berdasar tipe-tipe
penelitian epidemiologi yang berbeda. Konsistensi
menjelaskan replikasi dari temuan oleh investigator yang
berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat yang berbeda,
dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk
menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
f). Biological plausibility : yaitu perubahan yang meningkat dalam
konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam penularan
verifikasi terhadap hubungan dosis-respon, konsisten dengan
model konseptual yang dihipotesakan harus ada penjelasan yang
rasional untuk korelasi yang terlihat antara pajanan dan outcome.
g). Specificity : Yaitu keadaan dimana satu pemicu menimbulkan
satu efek terdapat hubungan yang melekat antara spesifisitas dan
kekuatan penularan penyakit, yang mana semakin akurat dalam
mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat
hubungan yang diamati ini . Tetapi, fakta bahwa satu agen
berkontribusi terhadap beberapa penyakit menular dan agent
ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
h). Analogy: Yaitu hubungan sebab akibat sudah terbukti untuk
penyabab atau penyakit serupa.
berdasar kriteria Kausalitas Bradford Hill diatas,
maka Penilaian hubungan kausalitas penyakit menular dapat
dilakukan dengan melihat interaksi antara pola hubungan kausal
dengan menperhatikan ketiga aspek berikut :
a). Faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam
timbulnya penyakit.
b). Setiap perubahan pada variabel yang merupakan unsur
pemicu akan diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya
sebagai akibat/ hasil akhir proses.
c). Hubungan antara timbulnya penyakit (hasil akhir) serta proses
keterpaparan tidak tergantung atau tidak harus dipengaruhi
oleh faktor lainnya diluar variabel hubungan ini .
6.2 Model kausalitas berdasar Agen dan Faktor resiko
Model kausalitas penyakit berdasar agen penyakit dan faktor
resiko menjelaskan bagaimana proses terjadinya penyakit dengan
menggambarkan faktor resiko sebagai pemicu dasar, faktor resiko
ini dapat berasal dari lingkungan fisik, biologis, soisal dan akibat
ekonomi, model ini dijelaskan pada gambar berikut ini;
6.3 Model kausalitas Roda
Model Roda yang mengambarkan hubungan interaktif antara
manusia dan lingkungan yang terdiri dari manusia dengan substansi
genetik sebagai inti dikelilingi oleh gaya hidup individu, kultur atau
budaya, lingkungan biologis, sosial dan fisik. Ukuran komponen roda
bersifat relatif sangat tergantung pada masalah spesifik penyakit yang
dialami oleh seseorang. Model roda memerlukan identifikasi dari
berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak
begitu menekankan pada pentingnya agen. Disini dipentingkan
hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya
peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit
yang bersangkutan. Model roda dijelasan pada gambar berikut ini ;
6.4 Model Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web of Causation)
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan
mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah
atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan Menurut model ini,
suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses “sebab” dan
“akibat”. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah
atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik. Model
ini selengkapnya dijelaskan pada gambar berikut ini ;
Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac
Mohan dan Pugh (1970). Teori ini sering disebut juga sebagai
konsep multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu
penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor
interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis, kimiawi dan
sosial memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit.
Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan
mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah
atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Menurut model ini,
suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat.
Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau
dihentikan dengan memotong mata rantai pada berbagai titik. Model
ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh perilaku dan
gaya hidup individu. Contoh: Jaringan sebab akibat yang mendasari
penyakit jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor yang merupakan
menghambat atau meningkatkan perkembangan penyakit. Beberapa
dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan tetap (umpama LDL
Model Kausalitas Penyakit Menular 61
genotip), yang lain seperti komponen makanan, perokok,
inaktifasi fisik, gaya hidup dapat dimanipulasi.
6.5 Model Kausalitas Segi Tiga Epidemiologi
(Epidemilogi Triangle)
Model segi tiga epidemiologi menggambarkan relasi 3
omponen penyait yaitu Pejamu (Host), pemicu (Agen) dan
lingkungan (environment) perubahan pada satu komponen akan
mengakibatkan perubahan keseimbangan yang pada gilirannya
akan menpengaruhi kejadian penyakit. Selengkapnya dapat
dijelaskan pada gambar berikut ini ;
7.1 Prinsip pencegahan Penyakit Menular
Prinsip pokok pencegahan penyakit menular yaitu dengan
mengetahui riwayat alamiah perjalanan penyakit dan memutuskan
rantai penularan penyakit. Riwayat alamiah perjalanan penyakit
yaitu proses perkembangan atau perjalanan suatu penyakit tanpa
adanya pengobatan apapun atau intervensi dari manusia dengan
sengaja ataupun terencana. Pengertian pencegahan secara umum
yaitu mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian.
Dalam mengambil langkah-langkah untuk pencegahan, haruskan
didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis
epidemiologi atau hasil pengamatan penelitian epidemiologis.
Menurur Leavel dan Clark pencegahan Penyakit menular
dapat dilakukan dalam lima tingkatan yang dapat dilakukan pada
masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Leavell dan clark dalam
bukunya “Preventive Medicine for the doctor in his community”
Usaha-usaha pencegahan ini yaitu :
a. Masa sebelum sakit
Tujuan pencegahan pada tahap ini yaitu untuk mempertinggi
nilai kesehatan (Health promotion) bentuk-bentuk pencegahan yang
dapat dilakukan pada tahap ini yaitu dengan memberikan perlindungan
khusus terhadap sesuatu penyakit (Specific protection).
b. Pada masa sakit
1. Mengenal dan mengetahui jenis pada tingkat
awal,serta mengadakan pengobatan yang tepat dan
segera. (Early diagnosis and treatment).
2. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk
menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang
diakibatkan sesuatu penyakit (Disability limitation).
3. Rehabilitasi (Rehabilitation).
Pencegahan penyakit merupakan suatu usaha yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit yang mencakup
semua kalangan. Dalam melakukan pencegahan penyakit ini
dibagi atas beberapa tingkatan, yaitu :
1. Pencegahan primordial
Usaha yang dilakukan untuk menghindari terjadinya faktor
resiko, serta diperlukannya keterlibatan instansi-instansi terkait
sehingga cepat terlaksana. Contohnya pelarangan Ilegalloging.
2. Pencegahan primer
Usaha yang dilakukan pada tahap prepatogenesis sehingga
derajat kesehatan dapat ditingkatkan pada jenis penyakit tertentu.
Usaha yang dilakukan berupa ; Health promotion berupa
peningkatan derajat kesehatan individu secara optimal,
mengurangi faktor resiko dan memodifikasi lingkungan dan
Specific protection, pencegahan ini ditujukan kepada host
(manusia) dan pemicu untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
3. Pencegahan sekunder
Usaha yang dilakukan pada saat sakit dengan
diangosis dini serta pengobatan yang cepat dan tepat.
4. Pencegahan tersier
Usaha yang dilakukan untuk mencegah kecacatan atau
kematian, mencegah terulangnya penyakit serta melakukan
proses rehabilitasi fisik, sosial serta psikologi.
Tahapan penceghaan diatas dapat berlangsung secara
berurutan pada saat terjadinya penyakit yang digambarkan
64 EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
pada perjalanan riwayat alamiah penyakit dengan tahapan
pencegahannya, sebagaimana dijelaskan pada gambar berikut ini ;
skema perjalanan alamiah penyakit dengan tahap
pencegahan
Pencegahan penyakit secara umum juga dapat dilakukan
melalui tiga tingkatan pencegahan secara umum yakni:
1). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang
meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
sasaran pencegahan pertama dapat ditujukan pada faktor
pemicu , lingkungan penjamu. Pencegahan tahap ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut
a. Sasaran yang ditujukan pada faktor pemicu atau
menurunkan pengaruh pemicu serendah mungkin
dengan usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi,
sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan
mikro-organisme pemicu penyakit, penyemprotan
inteksida dalam rangka menurunkan menghilangkan
sumber penularan maupun memutuskan rantai
penularan, di samping karantina dan isolasi yang juga
dalam rangka memutuskan rantai penularannya.
b) Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan
lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular 65
lingkungan dan perubahan serta bentuk pemukiman
lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan
biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang
pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti
kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan
kehidupan sosial warga .
c). Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi perbaikan
status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup
penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk
pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis,
persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh
faktor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui
peningkatan kualitas gizi, serta olah raga kesehatan.
2). Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi
diagnosis dini serta pengobatan yang tepat . sasaran pencegahan
ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita
(masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini
yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar
dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah
timbulnya wabah, serta untuk mencegah proses penyakit lebih
lanjut serta mencegah terjadi akibat samping atau komplikasi.
Pencegahan tahap ini dapat dilakukan dengan cara :
a). Pencarian penderita secara dini dan aktif melalui peningkatan
usaha surveveillans penyakit tertentu, pemeriksaan berkala
serta pemeriksaan kelompok tertentu (calon pegawai, ABRI,
mahasiswa dan sebagainya), penyaringan (screening) untuk
penyakit tertentu secara umum dalam warga , serta
pengobatan dan perawatan efektif.
b). Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi
mereka yang dicurigai berada pada proses
prepatogenesis dan patogenesis penyakit tertentu.
c). Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang
meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.
Sasaran pencegahan tingkat ke tiga yaitu penderita
penyakit tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai
mengalami cacat permanen, mencegah bertambah parahnya
suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit
ini . Pada tingkatan ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi yaitu
usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi dan sosial
optimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis,
rehabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial.
7.2 Peningkatan Promosi Kesehatan (Health promotion)
Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk menjaga
keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan,
sehingga dapat menguntungkan manusia dengan cara
meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki lingkungan.
Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat.
Contoh :
• Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas
maupun kuantitas).
• Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
• Pendidikan kesehatan kepada warga . Misalnya
untuk kalangan menengah ke atas di negara berkembang
terhadap resiko jantung koroner.
• Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
• Kesempatan memperoleh hiburan demi
perkembangan mental dan sosial.
• Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
• Rekreasi atau hiburan untuk perkembangan mental dan sosial.
7.3 Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-
penyakit tertentu (General and specific protection)
Merupakan tindakan yang masih dimaksudkan untuk mencegah
penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit-pejamu-
lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada
penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat
tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu.
Contoh :
• Memberikan immunisasi pada golongan yang rentan
untuk mencegah penyakit dengan adanya kegiatan Pekan
Imunisasi Nasional (PIN).
• Isolasi terhadap penderita penyakit menular, misalnya
yang terkena flu burung ditempatkan di ruang isolasi.
• Pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat umum
maupun tempat kerja dengan menggunakan alat perlindungan diri.
• Perlindungan terhadap bahan-bahan yang bersifat
karsinogenik, bahan-bahan racun maupun alergi.
• Pengendalian sumber-sumber pencemaran, misalnya
dengan kegiatan jumsih “ jum’at bersih “ untuk
mebersihkan sungai atau selokan bersama-sama.
• Penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
7.4 Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang
cepat dan tepat (Early diagnosis and prompt treatment)
Merupakan tindakan menemukan penyakit sedini mungkin
dan melakukan perawatan intensif segera dengan terapi yang tepat.
Contoh :
• Pada ibu hamil yang sudah terdapat tanda – tanda
anemia diberikan tablet Fe dan dianjurkan untuk makan
makanan yang mengandung zat besi.
• Mencari penderita dalam warga dengan jalan pemeriksaan.
Misalnya pemeriksaan darah, rontgent paru.
• Mencari semua orang yang telah berhubungan dengan
penderita penyakit menular (contact person) untuk diawasi agar
bila penyakitnya timbul dapat segera diberikan pengobatan.
• Melaksanakan skrining untuk mendeteksi dini kanker.
7.5 Pembatasan kecacatan (Dissability limitation)
Merupakan tindakan perawatan intensif terapi yang adekuat
pada pasien dengan penyakit yang telah lanjut untuk mencegah
penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta
mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul.
Contoh :
• Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar
penderita sembuh dan tak terjadi komplikasi, misalnya
menggunakan tongkat untuk kaki yang cacat.
• Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan
dengan cara tidak melakukan gerakan – gerakan yang
berat atau gerakan yang dipaksakan pada kaki yang cacat.
• Perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
7.6 Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)
Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk
mengembalikan pasien ke warga agar mereka dapat hidup dan
bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain.
Contoh :
• Mengembangkan lembaga-lembaga rehabilitasi dengan
mengikutsertakan warga . Misalnya, lembaga untuk
rehabilitasi mantan PSK, mantan pemakai NAPZA dan lain-lain.
• Menyadarkan warga untuk menerima mereka
kembali dengan memberikan dukungan moral setidaknya bagi
yang bersangkutan untuk bertahan. Misalnya dengan tidak
mengucilkan mantan PSK di lingkungan warga tempat
ia tinggal.
• Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga
setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.
• Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutan yang harus tetap
dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.
7.7 Penanggulangan Penyakit Menular.
Penanggulangan penyakit menular (kontrol) yaitu upaya
untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam warga
serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan kesehatan
bagi warga ini . Seperti halnya pada upaya pencegahan
penyakit, maka upaya penanggulangan penyakit menular dapat pula
dikelompokan pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran langsung
melawan sumber penularan atau reservoir, sasran ditujukan pada
cara penularan penyakit, sasaran yang ditujukan terhadap penjamu
dengan menurunkan kepekaan penjamu. Konsep penanggulangan
penyakit menular dapat dilakukan dengan cara:
a. Sasaran langsung pada sumber penularan penjamu.
Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam warga
merupakan faktor yang sangat penting dalam rantai penularan. Dengan
demikian keberadaan sumbar penularan ini memegang peranan yang
cukup penting serta menentukan cara penanggulangan yang paling tepat
dan tingkat keberhasilannya yang cukup tinggi.
• Sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan
(domestik) maka upaya mengatasi penularan dengan sasaran
sumber penularan lebih mudah dilakukan dengan memusnahkan
binatang yang terinfeksi serta melindungi binatang lainnya dari
penyakit ini (imunisasi dan pemeriksaan berkala)
• Apabila sumber penularan yaitu manusia, maka cara
pendekatannya sangat berbeda mengingat bahwa dalam keadaan
ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber. Sasaran
penanggulangan penyakit pada sumber penularan dapat
dilakukan dengan isolasi dan karantina, pengobatan dalam
berbagai bentuk umpamanya menghilangkan unsur
pemicu (mikro-organisme) atau menghilangkan fokus
infeksi yang ada pada sumber.
b. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang
ditularkan melalui udara, terutama infeksi saluran pernapasan
dilakukan desinfeksi udara dengan bahan kimia atau dengan
sinar ultra violet, ternyata kurang berhasil. sedang usaha lain
dengan perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam
ruangan tampaknya lebih bermanfaat.
c. Sasaran ditujukan pada penjamu potensial.
Sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa faktor yang
berpengaruh pada penjamu potensial terutama tingkat kekebalan
(imunitas) serta tingkat kerentanan/kepekaan yang pengaruhi
oleh status gizi, keadaan umum serta faktor genetika.
d. Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha
imunitas yakni peningkatan kekebalan aktif pada penjamu
dengan pemberian vaksinasi. Pemberian imunisasi aktif
untuk perlindungan penyakit (DPT) merupakan pemberian
imunisasi dasar kepada anak-anak sebagai bagian
terpenting dalam program kegiatan kesehatan warga .
e. Peningkatan kekebalan umum.
Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan penjamu
terhadap penyakit infeksi telah diprogramkan secara luas seperti
perbaikan keluarga, peningkatan gizi balita melalui program kartu
menuju sehat (KMS), peningkatan derajat kesehatan warga serta
pelayanan kesehatan terpadu melalui posyandu. Keseluruhan program
ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh secara umum
dalam usaha menangkal berbagai ancaman penyakit infeks.
A. Pengertian AIDS
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
merupakan suatu syndrome/kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh Retrovirus yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan
tubuh. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang
terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal,
yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama kali
ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan
virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983. Penyakit
AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia
(pandemi), termasuk diantaranya Indonesia.
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu
Syndrome akibatdefisiensi immunitas selluler tanpa pemicu lain
yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan
berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan
berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi
seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi
HIV. berdasar hal ini maka penderita AIDS diwarga
digolongkan kedalam 2 kategori yaitu :
1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan
gejala klinis (penderitaAIDS positif).
2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan
gejala klinis (penderita).
B. ETIOLOGI
pemicu AIDS yaitu sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983
dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedang
Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III.
Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus
dirubah menjadi HIV. Muman Immunodeficiency Virus yaitu sejenis
Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang
inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target.
Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor
untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam
sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan
dapat ditularkan selama hidup penderita ini . Secara mortologis HIV
terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung
(envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid).Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis
prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp
120).Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan.
Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka
HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai
disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya,
tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup
dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh.HIV
dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan
otak.
C. Gejala Penyakit HIV/AIDS
Geajala penyakit HIV/AIDS tidak selalu muncul ketika terinfeksi
AIDS, beberapa orang menderita sakit mirip flu dalam waktu beberapa
hari hingga beberapa minggu setelah terpapar virus. Mereka mengeluh
deman sakit kepala, kelelahan dan kelenjar getah bening membesar di
leher. Gejala HIV AIDS bias jadi salah satu/lebih dari ini semua biasanya
hilang dalam beberapa minggu. Perkembangan penyakit sangat bervariasi
setiap orangnya.Kondisi ini dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
lebih dari 10 tahun. Selama periode ini ,virus terus berkembang secara
aktif menginfeksi dan memebunuh sel-sel kekebalan tubuh. Sistem
kekebalan memungkinkan kita untuk melawan bakteri, virus, dan peyebab
infeksi lainnya. Virus HIV menghancurkan sel-sel yang berfungsi sebagai
“pejuang” infeksi primer, yang disebut sebagai CD4 + atau sel T4. Setelah
system kekebalan melemah gejala HIV/AIDS akan muncul. Gejala AIDS
yaitu tahap yang paling maju dalam infeksi HIV.Definisi AIDS termasuk
semua orang yang terinfeksi HIV yang memeiliki kurang 200 CD4 + sel
per mikroliter darah. Adapun tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati
D. Masa inkubasi AIDS
Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan sejak seseorang
terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala- gejala AIDS.
Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai
kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita
disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV
tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3
bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa window
periode”. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk
menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai
pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama,
dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat
besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini. Ada 5
faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu
sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan,
tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port d’entrée).
1. Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering
terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina
atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV
kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada
pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan
seks.Pada penelitian Darrow(1985) ditemukan resiko seropositive
untuk zat anti terhadap HIV cenderungnaik pada hubungan seksual
yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering
berhubungan seksual dengan berganti pasanganmerupakan kelompok
manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
2. Transmisi non seksual
1) Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada
penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum
suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas
kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular
cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
2) Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi
di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun
1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat
sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa
sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV
lewat trasfusi darah yaitu lebih dari 90%.
3. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%.Penularan dapat terjadi sewaktu
hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air
susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
E. Pathogenesis
Dasar utama patogenesis HIV yaitu kurangnya jenis limposit T
helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4
merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun
atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara
selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat anti body pada
sistem kekebalan ini , yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat
diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas
bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah
bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya
sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus.
Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung
seumur hidup. Pada awal infeksi, HIV tidak segera
memicu kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih
dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan
untuk berkembang dalam tubuh penderita ini , yang lambat laun
akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel
lymfosit T4. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian,
barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari
infeksi HIV ini . Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya
gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) yaitu 6 bulan sampai lebih
dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada
orang dewasa. Infeksi oleh virus HIV memicu fungsi kekebalan
tubuh rusak yang mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau
hilang, akibatnya mudah terkena penyakit-penyakit lain seperti
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa, dan jamur dan
juga mudah terkena penyakit kanker sepertis arkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,
memicu kerusakan neurologis.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat,
klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi
HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan
replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi,
untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan
memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari.
F. Cara Penularan
Virus HIV terdapat dalam darah, sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua yang berupa cara tubuh yang bersal dari tubuh penderita
HIV dapat dipastikan infeksius dan sangat berpotensial untuk
menularkan virus ini pada orang lain, termasuk ketika seseorang
penderita HIV positif melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya. Dan bukan tidak mungkin jika pasangan seksual itu juga
terjangkit penyakit HIV/AIDS apalagi tidak menggunakan kondom.
Baik penderita pria maupun wanita sangat beresiko menularkan virus
HIV ini ketika pasangan melakukan hubungan badan, yakni melalu
cairan sperma (laki-laki) dan melalu darah menstruasi pada vagina
(perempuan). Selain itu HIV juga ditularkan melalui jarum suntik
yang digunakan bersamaan dengan penderita HIV dengan yang
bukan penderita (kemungkinan besar akan terinfeksi). Dan juga
virus HIV bias ditularkan oleh seorang ibu yang positif menderita
HIV/AIDS ketika ia hamil dan memberi ASI untuk anakanya.
G. Pencegahan HIV/AIDS
Beberapa hal yang bisa dilakukan agar semakin sedikit
orang yang terkena yaitu dengan:
1. Menghindari Free Sexsebisa mungkin.
2. Usahakan hanya melakukan hunungan seksual dengan 1 pasangan.
3. Memberikan vaksinanasi jika ibu hamil positif HIV agar
bayi kemungkinan kecil terkena HIV.
4. Tidak mendonorkan darah jika sudah terkena HIV Adapun
usaha lain yang dapat dilakukan yaitu : memberikan
penyuluhan/informasi kepada seluruh warga tentang
HIV/AIDS, melalui penyebarassn brosur, poster-poster
yang berhubungan dengan HIV/AIDS , dan melalui iklan di
media massa baik itu media cetak/ media elektronik.
8.2 Epidemiologi Penyakit Malaria
A. Pengertian Malaria
Malaria yaitu penyakit menular yang disebabkan oleh
parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria diambil dari
dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau
udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa
yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai
nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam tropik,
demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme.
Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala
yang disebabkan oleh parasit plasmodium (termasuk protozoa) dan
ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Malaria yang disebabkan oleh
protozoa terdiri dari empat jenis species yaitu plasmodium vivax
memicu malaria tertiana, plasmodium malariae memicu
malaria quartana, plasmodium falciparum memicu malaria
tropika dan plasmodium ovale memicu malaria ovale.
Di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari
wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam
terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada siang atau sore.
Masa inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah
satu gejala yaitu pembengkakan limpa atau splenomegali.
2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan
pemicu malaria tropika, secara klinik berat dan dapat
menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral dan fatal.
Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan
gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata,
serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan pemicu
plasmodium ovale yaitu 12 sampai 17 hari, dengan gejala
demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae, merupakan pemicu malaria
quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam.
Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung,
dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung
tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun
malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.
B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada
manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium
falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium
ovale. Akan tetapi jenis spesies plasmodium falciparum merupakan
pemicu infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
1. Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua
siklus daur hidup, yaitu pada tubuh manusia dan
didalam tubuh nyamuk Anopheles betina.
a. Siklus didalam tubuh manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi
menghisap darah manusia, sporozoit yang berada
dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk
kedalam aliran darah selama lebih kurang 30 menit.
Setelah itu sporozoit menuju ke hati dan menembus
hepatosit, dan menjadi tropozoit. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari
10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung
selama 9-16 hari. Pada plasmodium falciparum dan
plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung
lebih cepat sedang plasmodium vivax dan
plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang
lambat. Sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada yang
menjadi bentuk dorman yang disebut bentuk
hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam sel
hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-
tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami
penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif
sehingga menimbulkan kekambuhan.
b. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap
darah yang mengandung gematosit, didalam tubuh
nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan
meninggalkan eritrosit. Pada tahap gematogenesis ini,
mikrogamet akan mengalami eksflagelasi dan diikuti
fertilasi makrogametosit. Sesudah terbentuknya
ookinet, parasit menembus dinding sel midgut,
81
dimana parasit berkembang menjadi ookista. Setelah
ookista pecah, sporozoit akan memasuki homokel dan
pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan
bergeraknya, sporozoit infektif segera menginvasi
sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah.
C. Gejala Malaria
Malaria yaitu penyakit dengan gejala demam, yang terjadi
tujuh hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang
infektif. Adapun gejala-gejala awal yaitu demam, sakit kepala,
menggigil dan muntah-muntah.
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium
(trias malaria) yaitu:
1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering,
penderita sering membungkus diri dengan selimut atau
sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar
dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai
1 jam diikuti dengan peningkatan temperatur.
2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering,
nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C
atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-
muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh
tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
Malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria
ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah ini:
1. Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).
2. Kejang.
3. Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.
4. Mata kuning dan tubuh kuning.
5. Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.
6. Jumlah kencing kurang (oliguri).
7. Warna air kencing (urine) seperti air teh.
8. Kelemahan umum.
9. Nafas pendek.
D. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan wawancara
(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan
tetapi diagnosis pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan
sediaan darah menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis atau
Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT).
1. Wawancara (anamnesis)
Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk
mendapatkan informasi tentang penderita malaria yakni,
keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat yang
dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri
otot, pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah
endemis malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau
minum obat anti malaria satu bulan terakhir, maupun
riwayat pernah mendapat tranfusi darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat
ditemukan mengalami demam dengan suhu tubuh dari
37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan dengan
konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa
(splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali).
3. Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya
dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah)
83
tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada
tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat
Rapid Diagnostic Test (RDT) yaitu pemeriksaan yang
dilakukan bedasarkan antigen parasit malaria dengan
imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini
digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa)
atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang
tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji
mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil
pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic
Test (RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity dan
specificity lebih dari 95%
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi
umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit.
E. Pencegahan Malaria
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
Pada daerah yang jumlah penderitanya sangat
banyak, tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat
penting, di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang
banyak sawah, rawa-rawa atau tambak ikan (tambak sangat
ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk
memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat
keluar rumah, terutama pada malam hari karena nyamuk
penular malaria aktif menggigit pada waktu malam hari.
Kemudian mereka yang tinggal di daerah endemis
malaria sebaiknya memasang kawat kasa di jendela pada
ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat akan
tidur. Setelah itu warga juga bisa memakai anti
nyamuk (mosquito repellent) saat hendak tidur terutama
malam hari agar bisa mencegah gigitan nyamuk malaria.
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria
dewasa dapat dilakukan beberapa cara yaitu:
a. Penyemprotan rumah
Penyemprotan insektisida pada rumah di daerah
endemis malaria, sebaiknya dilakukan dua kali dalam
setahun dengan interval waktu enam bulan.
b. Larvaciding
Merupakan kegiatan penyemprotan pada
rawa-rawa yang potensial sebagai tempat
perindukan nyamuk malaria.
c. Biological control
Biological control merupakan kegiatan
penebaran ikan kepala timah (panchax-panchax)
dan ikan guppy/ wader cetul (lebistus retculatus),
karena ikan-ikan ini berfungsi sebagai
pemangsa jentik nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria
Tempat perindukan vektor malaria bermacam-
macam, tergantung spesies nyamuknya. Ada nyamuk
malaria yang hidup dikawasan pantai, rawa-rawa,
empang, sawah, tambak ikan, bahkan ada yang hidup
di air bersih pada pegunungan. Akan tetapi pada
daerah yang endemis malaria, warga nya harus
menjaga kebersihan lingkungan.
4. Pemberian obat pencegahan malaria.
Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria
bertujuan agar tidak terjadinya infeksi, dan timbulnya
gejala-gejala malaria. Hal ini sebaiknya dilakukan
pada orang-orang yang melaksanakan perjalanan ke
daerah endemis malaria.
85
5. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita
hamil meliputi:
a. Klorokuin, bukan kontraindikasi
b. Profilaksis dengan klorokuin 5
mg/kgBB/minggu dan proguanil 3 mg/kgBB/hari
untuk daerah yang masih sensitif klorokuin.
c. Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada
bulan keempat kehamilan untuk daerah di mana
plasmodiumnya reisten terhadap klorokuin.
d. Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.
8.3 Epidemiologi Penyakit TB
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) yaitu suatu penyakit granulomatosa
kronis menular yang disebabkan oleh MT. Penyakit ini biasanya
mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau
jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area
osteoartikular. Biasanya pada bagian tengah granuloma tuberkel
mengalami nekrosis perkijuan
Tuberculosis (TB) yaitu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya
B. Cara Penularan
Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman
Mycobacteriun tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet
nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah
yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas.
Sumber penularan yaitu pasien Tuberkulosis paru BTA positif,
bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan
orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru
orang sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui
peredaran darah pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat.
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa
inkubasinya selama 3-6 bulan
C. Riwayat Alamiah Penyakit
Tahapan riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis yaitu
sebagai berikut.
1) Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis
Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia,
dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum
masuk kedalam tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan
adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih
kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
2) Tahap Pra gejala/Masa Inkubasi/ Sub-Klinis
Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan
gejala dan masih belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada
penyakit Tuberkulosis paru sumber infeksi yaitu manusia yang
mengeluarkan basil tuberkel dari saluran pernapasan, kontak yang
rapat (misalnya dalam keluarga) pasien TB dapat mengeluarkan
kuman TB dalam bentuk droplet yang infeksius ke udara pada
waktu pasien TB ini batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin
(sekitar 1 juta droplet). Droplet ini dengan cepat menjadi
kering dan menjadi partikel yang sangat halus di udara.
Ukuran diameter droplet yang infeksius ini hanya sekitar 1
– 5 mikron. Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan
dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan
lembab kuman TB dalam droplet ini dapat hidup lebih lama
sedang jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka
kuman TB ini akan cepat mati. Pasien TB yang tidak diobati
maka setelah 5 tahun akan: 50% meninggal, 30% akan sembuh sendiri
dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 20% menjadi kasus kronik
yang tetap menular
Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan selama 6 bulan. Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain,
yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu
4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi ini , kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104,
yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
3) Tahap Klinis (stage of clinical disease)
Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan
fungsi organ yang terkena dan menimbulksn gejala. Gejala penyakit
TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a) Gejala sistemik/umum:
i. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat
disertai dengan darah).
ii. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
iii. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
iv. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b) Gejala khusus:
i. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila
terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang
menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
ii. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-
paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
iii. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti
infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk
saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
iv. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan
pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis
(radang selaput otak), gejalanya yaitu demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
4) Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan.
Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan merupakan tahap saat
akibat dari penyakit mulai terlihat. Pasien yang menderita penyakit
Tuberkulosis semakin bertambah parah dan penderita tidak dapat
melakukan pekerjaan sehingga memerlukan perawatan (bad rest).
5) Tahap Terminal (Akhir Penyakit)
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya
perjalanan penyakit ini dapat berada dalam lima keadaan, yaitu
: sembuh sempurna, sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan
social), karier, penyakit berlangsung kronik, berakhir dengan
kematian. Menurut Depkes RI (2008), Riwayat alamiah penyakit
Tuberkulosis, apabila tidak mendapatkan pengobatan sama
sekali, dalam kurun waktu lima tahun yaitu sebagai berikut:
a) Pasien 50 % meninggal
b) 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi
c) 25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular (Herlina, 2007).
D. Pencegahan Penyakit TB
Upaya pencegahan yaitu upaya kesehatan yang dimaksudkan
agar setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan
dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya yaitu
untuk mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit yaitu pemicu penyakit (agent), manusia atau tuan rumah
(host) dan faktor lingkungan (environment) (Notoatmodjo, 2007).
Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi 3 tingkatan sesuai
dengan perjalanan penyakit meliputi, pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama atau
pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Upaya pencegahan primer yaitu pencegahan umum (mengadakan
pencegahan pada warga umum contohnya pendidikan kesehatan
warga dan kebersihan lingkungan) dan pencegahan khusus (ditujukan
pada orang-orang yang mempunyai resiko terkena penyakit).
Pencegahan tingkat kedua atau pencegahan sekunder merupakan
upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder ini dapat
dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Pencegahan tingkat
ketiga atau pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan
tersier ini dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi organ
yang cacat, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan
mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik
8.4 Epidemiologi penyakit Diare
A. Pengertian Diare
Diare yaitu buang air besar (defekasi) dengan jumlah yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai
frekuensi defekasi yang meningkat. Pengertian lain diare yaitu sebuah
penyakit dimana penderita mengalami buang air besar yang sering dan
masih memiliki kandungan air berlebihan. Ada ribuan jenis organisme
yang dapat menginfeksi saluran pencernaan dan menjadi pemicu
diare. Dari kelompok bakteri, ada empat jenis bakteri pemicu diare
yaitu: campylobacter, salmonella, shigella, dan E. Coli. Secara umum
agent pemicu diare dapat berupa bakteri, viris, parasit {Janmur,
cacing dan protozoa}, keracuanan makanan dan minuman yang
mengandung bakteri maupun bahan kimia, serta akibat penurunan daya
tahan tubuh {immuno defisiensi).
B. Penularan Kuman Penyakit Diare
Kuman penyakit diare dapat ditularkan melalui :
• Air dan makanan yang tercemar
• Tangan yang kotor
• Berak disembarang tempat
• Botol susu yang kurang bersih
C. Macam-macam penyakit diare
Diare terbagi dua berdasar mula dan lamanya yaitu :
1) Diare akut
Diare akut yaitu diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
a). Etiologi
Infeksi merupakan pemicu utama diare akut,
baik oleh bakteri, parasit maupun virus. pemicu lain
yang dapat menimbulkan diare akut yaitu toksin dan
91
obat, nutrisi eteral diikuti puasa yang berlangsung
lama, kemoterapi, impaksi tekal (overflow diarrhea)
atau berbagai kondisi lain.
b). Patogenesis
Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal
oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan
yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekresiyang
buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan
tanpa dimasak. Penularannya yaitu transmisi orang ke
orang melalui aeorosolisasi (Morwalk, Rotavirus), tangan
yang terkontaminasi (Clostridium diffecile), atau melalui
aktivitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut
yaitu faktror pemicu (agent) dan faktor penjamu (host).
Faktor penjamu yaitu kemampuan pertahanan tubuh
terhadap organisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau
lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman
lambung, motilitas lambung, imunitas, juga mencakup
lingkongan mikroflora usus. Faktor pemicu yang
mempengaruhi patogenesis antara lain daya penetrasi yang
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin
yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat
kuman-kuman ini membentuk koloni-koloni yang
dapat menginduksi diare.
c). Manifestasi klinis
Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi
menjadi dua golongan yaitu:
1. Koleriform, dengan diare yang terutama terdiri
atas cairan saja.
2. Disentriform, pada diare di dapat lendir kental
dan kadang-kadang darah.
d). perawatan intensif
Pada orang dewasa, penata laksanaan diare akut
akibat infeksi terdiri dari :
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Empat hal penting yang perlu diperhatikan
yaitu :
1) Jenis cairan
2) Jumlah cairan
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
4) Jadwal pemberian cairan.
2. Identifikasi pemicu diare akut karena infeksi
3. Terapi simtomatik
4. Terapi defenitif
2) Diare kronik
Diare kronik ditetapkan berdasar kesepakatan, yaitu diare
yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku
bagi orang dewasa, sedang pada bayi dan anak ditetapkan
batas waktu dua minggu.
a. Etiologi
Diare kronik memiliki pemicu yang bervariasi dan tidak
seluruhnya diketahui.
b. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu
konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat
pengaruh keduanya. Gangguan proses mekanik dan ensimatik,
disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran air dan
elektrolit, sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk.
Diare kronik dibagi tiga yaitu:
1. Diare osmotik
Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi
akobat adanya gangguan absorpsi karbohidrat, lemak
atau protein, danb tersering adanya malabsorpsi
lemak. Feses berbentuk steatore.
2. Diare sekretorik
Terdapat gangguan tranpor akibat adanya perbedaan
osmotif intralumen dengan mukosa yang besar sehingga
terjadi penarikan cairan dan alektrolit ke dalam lumen usus
dalam jumlah besar. Feses akan seperti air.
3. Diare inflamasi
Diare dengan kerusakan kematian enterosit disertai
peradangan. Feses berdarah. Kelompok ini paling sering
ditemukan. Terbagi dua yaitu nonspesitik dan spesitik.
c. perawatan intensif
a. Simtomatis
1. Rehidrasi
2. Antipasmodik, antikolinergik
3. Obat anti diare
a. Obat antimotilitas dan sekresi usus :
Laperamid, ditenoksilat, kodein fosfat.
b. Aktreotid (sadratatin).
c. Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan
absorpsi zat toksin yaitu Arang, campura
kaolin dan mortin.
4. Antiemetik (metoklopromid, proklorprazin,
domperidon).
5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu:
a. Vitamin Bie, asam, vitamin A, vitamin K.
b. Preparat besi, zinc,dan lain-lain.
6. Obat ekstrak enzim pankreas.
7. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstifasi,
dan mengikat asam empedu.
8. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat
sekresi anion usus.
b. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun
non infeksi pada diare kronik dengan pemicu infeksi,
obat diberikan berdasar etiologinya.
D. Tanda-Tanda Penyakit Diare
Tanda penyakit diare yang umum yaitu penderita mengalami
berak encer, biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari, kadang-
kadang disertai dengan demam, muntah, lemah dan lesu.
E. Cara Pencegahan Penyakit Diare Pada Bayi
Jika Penyakit diare dialami oleh anak bayi, maka resiko penyakit
akan bisa lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, oleh karena itu
upaya pencegahan diare pada bayi yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemberian ASI
Dapat mencegah Diare karena terjamin kebersihannya serta
dapat meningkatkan daya tahan tubuh baalita.
2. Pemberian makanan
Berilah anak balita makanan yang bersih dan bergizi.
3. Pemakaian air besih
Gunakan air bersih untuk membersihkan makanan dan
minuman bayi.
4. Berak pada tempatnya
Biasakanlah anak anda buang kotoran pada jamban (kakus).
5. Kebersihan perorangan
Biasakanlah mencuci tangan sebelm makam serta sesudah
buang kotoran.
6. Kebersihan makanan dan minuman
Perhatikan kebersihan makanan dan miniman meulai daor
cara-cara mencuci, memasak, menghidangkan dan cara
menyimpan makanan.
8.6 Epidemiologi penyakit Filariasis
Filariasis yaitu penyakit menular yang dikenal dengan istilah
penyakit Kaki Gajah yang disebabkan oleh cacing Filaria dan ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan
bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban
keluarga, warga dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah
tersebar luas hampir di Seluruh Provinsi. WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program
eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan
Albendazol setahun sekali selama tahun dilokasi yang endemis dan
perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah
kecacatan dan mengurangi penderitanya. pemicu penyakit kaki gajah
yaitu tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi
dan Brugia timori. Vektor penular: Di Indonesia hingga saat ini telah
diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia,
Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit
kaki gajah.
a) Cara Penularan
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah
apabila orang ini digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang
mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk ini mendapat
cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita
mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung
microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua
tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap
kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
Gejala klinis Filariais Akut yaitu berupa ; Demam berulang-
ulang selama 3 hingga 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan
muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah
bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis)
yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar
getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal
kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ;
filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran
tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan
dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa
pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
b) Diagnosis
Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang
tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun
kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul
20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita
Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.
c) Pencegahan
Pencegahan penyakit Filariasis yaitu dengan berusaha
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi
kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu
sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk,
menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar,
mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara
memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada
rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun,
mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat
perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah.
d) Pengobatan
secara massal dilakukan didaeah endemis dengan menggunakan
obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan
Albenzol sekali setahun selama 5 ? 10 tahun, untuk mencegah reaksi
samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk
sekali minum yaitu , DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg
albenzol (1 tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate
sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif; dilakukan
pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan
obat tergantung dari keadaan kasus.