Tampilkan postingan dengan label Profil kesehatan 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Profil kesehatan 1. Tampilkan semua postingan

Profil kesehatan 1

 




Secara astronomis Indonesia yang berada di antara 6o


 Lintang Utara (LU) sampai 11o


 Lintang 


Selatan (LS) dan 95o


 sampai 141o


 Bujur Timur (BT), yang menunjukkan negara Indonesia dilewati oleh 


garis khatulistiwa. Secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Australia dan Benua Asia, 


serta berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Menurut Keputusan Menteri Dalam 


Negeri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah 


Administrasi Pemerintahan, dan Pulau, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.374 


pulau, dengan luas wilayah sebesar 1.892.410,1 km2


. Banyaknya pulau yang ada di Indonesia dengan 


berbagai suku, budaya, dan bahasa, menimbulkan tantangan tersendiri dalam upaya pemerintah untuk 


memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia.


Secara administratif, Indonesia terdiri dari 38 provinsi. Daerah provinsi dibagi menjadi daerah 


kabupaten dan kota, dengan total 416 kabupaten dan 98 kota di seluruh Indonesia. Daerah kabupaten 


dan kota dibagi menjadi kecamatan, dengan total 7.145 kecamatan di seluruh Indonesia. Daerah 


kecamatan dibagi menjadi kelurahan dan desa, dengan total 8.433 kelurahan dan 74.326 desa di 


seluruh Indonesia (data selengkapnya di Lampiran 1).


A. KEADAAN PENDUDUK


Menurut data Kementerian Dalam Negeri, pada tahun 2023 jumlah penduduk Indonesia adalah 


sebanyak 280.725.428 jiwa yang terdiri dari 141.671.644 jiwa penduduk laki-laki dan 139.053.784 jiwa 


penduduk perempuan. Gambar 1.1 menunjukkan proporsi penduduk di Indonesia tahun 2023 menurut 


jenis kelamin. Proporsi antara penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama besar, hanya terpaut 


0,94% lebih banyak laki-lakiJika dilihat menurut provinsi, jumlah penduduk paling banyak di Indonesia terdapat di Provinsi 


Jawa Barat, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Provinsi Papua Selatan. Secara rinci 


data estimasi jumlah penduduk per provinsi dapat dilihat pada Gambar 1.2Pulau berpenduduk adalah pulau dimana ada penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk 


(KTP) pada wilayah administrasi dan berdomisili diantaranya melakukan aktivitas pelayanan publik dan 


keamanan seperti penjaga mercusuar dan satuan tugas pengamanan. Dari 17.374 pulau di Indonesia 


hanya 1.554 pulau yang berpenduduk. Pulau Jawa merupakan pulau dengan populasi penduduk 


terbanyak dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia (56%). Wilayah timur Indonesia yaitu 


Pulau Maluku (1,17%) dan Papua (2%) merupakan pulau dengan populasi penduduk paling sedikit. 


Data mengenai persebaran populasi penduduk per pulau-pulau besar di Indonesia dapat dilihat pada 


Gambar 1.3


Konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan ukuran kepadatan 


penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan tingkat persebaran penduduk di suatu wilayah. Angka 


kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer persegi. Semakin besar 


angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin banyak penduduk yang mendiami wilayah 


tersebut. Wilayah yang memiliki kepadatan yang tinggi umumnya adalah pusat permukiman, pusat 


peradaban, pusat pemerintahan, dan pusat aktivitas sosial ekonomi. Rata-rata kepadatan penduduk 


di Indonesia tahun 2023 berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri yaitu sebanyak 148 jiwa/km2



Kepadatan penduduk berguna sebagai acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan dan persebaran 


penduduk. Data kepadatan penduduk menurut provinsi tahun 2023 selengkapnya dapat dilihat pada 


Lampiran 1.

Gambar 1.4 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di Indonesia tidak merata. Kepadatan 


penduduk tertinggi terdapat di Pulau Jawa dengan Provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan 


kepadatan penduduk tertinggi (17.153 jiwa/km2


). Provinsi dengan kepadatan penduduk terendah yaitu 


di Provinsi Kalimantan Utara yaitu 11 jiwa/km2


.


Beberapa cara yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka pemerataan penduduk, antara 


lain: (1) transmigrasi atau program memindahkan penduduk dari tempat yang padat penduduk ke 


tempat yang masih jarang penduduknya; (2) pemerataan pembangunan terutama di wilayah timur 


Indonesia; (3) sosialisasi program keluarga berencana dan menunda usia pernikahan pertama. 


Piramida penduduk adalah grafik demografi yang banyak digunakan untuk memvisualisasikan 


komposisi umur-jenis kelamin suatu populasi. Piramida penduduk menyajikan jumlah atau persentase 


penduduk laki-laki dan perempuan dalam suatu penduduk menurut kelompok umur. Bentuk piramida 


pada titik waktu tertentu menunjukkan tahapan transisi demografi yang dialami suatu populasi.


Dalam piramida penduduk, terdapat dua sumbu, yaitu sumbu horizontal dan sumbu vertikal. 


Sumbu vertikal menggambarkan kelompok umur penduduk dari nol sampai dengan 75 tahun lebih 


dengan interval lima tahunan dengan jumlah penduduk laki-laki digambarkan di sisi sebelah kiri dan 


perempuan di sisi sebelah kanan. Sumbu horizontal menggambarkan jumlah penduduk. Piramida 


tersebut merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda, 


dewasa, dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial, budaya, 


dan ekonomi.Piramida penduduk Indonesia pada Gambar 1.5 berbentuk kerucut dengan alas yang lebar dan 


puncak yang meruncing. Hal ini menunjukkan bahwa struktur penduduk di Indonesia termasuk struktur 


penduduk muda. Usia 0-14 tahun (usia muda) lebih banyak jumlahnya dibandingkan kelompok usia di 


atasnya. Bagian atas pada piramida tersebut yang lebih pendek menunjukkan bahwa angka kematian 


yang masih tinggi pada penduduk lanjut usia. Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk yaitu Angka Beban 


Ketergantungan (ABK) atau Dependency Ratio. Angka Beban Ketergantungan adalah perbandingan 


antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke 


atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 


15-64 tahun (penduduk angkatan kerja). Angka ini digunakan sebagai indikator yang secara kasar 


menunjukkan keadaan perekonomian suatu negara. Semakin tinggi persentase dependency ratio


menunjukkan semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai 


hidup penduduk yang belum produktif dan yang tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency 


ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang 


produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.


Angka Beban Ketergantungan penduduk Indonesia pada tahun 2023 sebesar 44,65%. Hal ini 


menunjukkan bahwa dari 100 penduduk Indonesia yang berusia produktif, di samping menanggung 


dirinya sendiri, juga menanggung kurang lebih 45 orang yang tidak produktif. Angka ini masih sama 


dengan angka tahun sebelumnya. Dalam menanggapi kondisi ini, beberapa upaya yang dapat 


dilakukan diantaranya menekan jumlah kelahiran untuk mengurangi angka beban ketergantungan dan 


mengupayakan program kesehatan untuk usia pra lansia sehingga tidak menjadi beban saat mencapai 


usia lansia.Tabel 1.1 menyajikan data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2023 


berdasarkan jenis kelamin. Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan digunakan untuk 


penyusunan perencanaan dan evaluasi hasil pencapaian upaya kesehatan yang telah dilaksanakan. 


Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2023 selengkapnya dapat dilihat di 


Lampiran 2.a

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu 


periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun 


atas dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh 


seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir 


yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. 


PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan 


oleh suatu negara. Nilai PDB yang besar menunjukkan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga 


sebaliknya. Perekonomian Indonesia pada tahun 2023 yang diukur berdasarkan PDB atas dasar harga 


berlaku mencapai Rp20.892,4 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp75,0 juta atau US$4.919,7. 


Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 mencapai 5,05%, lebih rendah daripada 


pertumbuhan tahun 2022 yaitu sebesar 5,31%. Sumber pertumbuhan ekonomi yang tertinggi menurut 


lapangan usaha adalah lapangan usaha transportasi dan pergudangan, sebesar 13,96%. Sedangkan 


dari sisi pengeluaran, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) menjadi 


sumber pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 9,83%.


Selama tahun 2023, pertumbuhan ekonomi terus menguat di berbagai wilayah, khususnya 


kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua (6,94%), Sulawesi (6,37%), dan Kalimantan (5,43%). 


Namun, kelompok provinsi yang berkontribusi besar pada perekonomian Indonesia berada di Pulau 


Jawa (57,05%) dan Sumatera (22,01%).Pengukuran kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic 


needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh 


World Bank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi 


untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. 


Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per 


bulan di bawah garis kemiskinan.


Angka kemiskinan dapat diukur menggunakan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, juga 


kombinasi keduanya. Indonesia termasuk negara yang mengukur data kemiskinan menggunakan 


tingkat pengeluaran per kapita dengan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs 


approach). Pengukuran angka kemiskinan menggunakan metode garis kemiskinan pengeluaran, baik 


garis kemiskinan bukan makanan maupun garis kemiskinan makanan. Garis kemiskinan menunjukkan 


jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan 


yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Jadi 


Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan 


di bawah garis kemiskinan. 


Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,89 juta orang. Jika 


dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 300 ribu orang. 


Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 tercatat sebesar 9,4%, berkurang 0,1% poin terhadap 


Maret 2022.


 Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2022 - Maret 2023, jumlah penduduk 


miskin perkotaan dan perdesaan masing-masing berkurang sebesar 100 ribu orang. Persentase 


kemiskinan di perkotaan berkurang dari 7,5% menjadi 7,3%. Persentase kemiskinan di perdesaan 


juga mengalami penurunan dari 12,3% menjadi 12,2%. Data mengenai jumlah penduduk miskin dan 


persentasenya secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.a dan 3.b.


Dari Gambar 1.7, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2023, persentase kemiskinan secara 


umum di Indonesia yaitu sebesar 9,4%. Persentase kemiskinan terendah yaitu di Provinsi Bali sebesar 


4,3%, sementara tertinggi yaitu di Provinsi Papua yang pada 2023 mencapai angka sebesar 26%.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. 


Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks 


kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk 


miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran 


penduduk dari garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai 


penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Pada periode Maret 2022 – Maret 2023, Indeks 


Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks 


Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 1,5, turun dibandingkan Maret 2022 yang sebesar 


1,6. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan pada Maret 2023 sama dengan indeks pada Maret 2022 


yaitu sebesar 0,38.


Salah satu alat ukur untuk menggambarkan ketimpangan pendapatan adalah Koefisien Gini/ 


Indeks Gini (Gini Ratio). Indeks Gini adalah suatu koefisien yang menunjukkan tingkat ketimpangan 


atau kemerataan distribusi pendapatan secara menyeluruh. Koefisien Gini berkisar antara 0 sampai 


1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti terdapat kemerataan sempurna pada distribusi pendapatan 


(pemerataan sempurna), sedangkan apabila bernilai 1 berarti terjadi ketidakmerataan pendapatan 


yang sempurna (ketimpangan sempurna). Pada Maret tahun 2023, nilai Indeks Gini Indonesia adalah 


0,39. Bila dilihat lima tahun terakhir (2019-2023) Indeks Gini relatif sama yaitu sebesar 0,38, hanya 


tahun 2020 dan 2023 Indeks Gini sebesar 0,39. Rincian mengenai Indeks Gini selengkapnya dapat 


dilihat pada Lampiran 3.d.


Pendapatan yang diterima oleh keluarga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan 


keluarga tersebut. Namun informasi mengenai pendapatan rumah tangga yang akurat sulit diperoleh, 


sehingga dilakukan pendekatan melalui data pengeluaran rumah tangga. Data pengeluaran rumah 


tangga dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan, kedua kelompok tersebut dapat 


menggambarkan bagaimana rumah tangga mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya.Berdasarkan hasil Susenas pada bulan Maret 2023, persentase rata-rata pengeluaran per kapita 


sebulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan dan bukan makanan hampir sama 


besar, yaitu 48,99% untuk pengeluaran makanan dan 51,01% untuk pengeluaran bukan makanan. 


Dari Gambar 1.8 terlihat bahwa tiga pengeluaran terbesar yaitu untuk perumahan dan fasilitas rumah 


tangga (26,7%), makanan dan minuman jadi (15,7%) dan pengeluaran untuk aneka barang dan jasa 


(12,2%).


Ketenagakerjaan merupakan aspek mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup 


dimensi sosial dan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peran manusia dalam mengelolanya 


dimana manusia merupakan tenaga kerja, input pembangunan, yang juga merupakan konsumen hasil 


pembangunan itu sendiri. 


Konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh Badan 


Pusat Statistik adalah The Labor Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization 


(ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk 


bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja, atau punya 


pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Selanjutnya, penduduk usia kerja 


dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya. 


Kelompok tersebut adalah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Kelompok angkatan kerja terdiri 


dari penduduk yang bekerja (aktif bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja) dan 


pengangguran (penduduk yang sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan suatu usaha, sudah 


memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan/putus asa). 


Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk sedang bersekolah, mengurus rumah 


tangga, dan lainnya.


Kondisi ketenagakerjaan Indonesia dapat dilihat berdasarkan jumlah angkatan kerja, jumlah 


penduduk yang bekerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia 


pada Agustus 2023 mencapai 147,71 juta orang, bertambah sekitar 3,99 juta orang (2,77%) dibanding 


Agustus 2022. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2023 sebanyak 139,85 juta orang, 


bertambah sebanyak 4,55 juta orang (3,37%) jika dibandingkan dengan Agustus 2022 (135,30 juta 


orang). TPAK merupakan persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. 


Indikator ini mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah 


dan menunjukkan besaran relatif suplai tenaga kerja yang tersedia untuk produksi barang dan jasa 


dalam suatu perekonomian. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada bulan Agustus 2023 sebesar 


69,48%. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan Agustus 2022 (68,63%).


Jumlah pengangguran pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang, berkurang sebanyak 


0,56 juta orang (6,77%) jika dibandingkan dengan Agustus 2022 (8,42 juta orang). Sementara Tingkat 


Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2023 mencapai 5,32%, mengalami penurunan 


sebesar 0,54% poin dibanding Agustus 2022 (5,86%).Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia mengalami penurunan pada periode tahun 


2020-2023, dimana pada periode Agustus 2020 TPT tercatat sebesar 7,07% turun menjadi 5,32% pada 


Agustus 2023. TPT pada tahun 2022 sebesar 5,32% artinya dari 100 orang angkatan kerja terdapat 


sekitar 5-6 orang pengangguran. Untuk daerah dengan pengangguran terbanyak di Indonesia, adalah 


Banten (7,52%), Jawa Barat (7,44%), dan Kepulauan Riau (6,80%). Tingginya TPT biasanya seiring 


dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru 


atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak 


memungkinkan untuk mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan 


lapangan kerja.Pendidikan menjadi salah satu kunci dari arah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) 


yaitu membangun SDM tangguh yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan 


dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global. Peningkatan kualitas dan daya 


saing SDM diharapkan dapat mencetak generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, adaptif, inovatif, 


terampil, serta berkarakter. 


Tingkat pendidikan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator, salah satu indikator 


yang secara sensitif dapat mengukur tingkat pendidikan masyarakat yaitu Rata-rata Lama Sekolah (RLS). 


Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata jumlah tahun yang ditempuh oleh penduduk berumur 15 


tahun ke atas untuk menempuh semua jenjang pendidikan yang pernah dijalani. Pada tahun 2023, RLS 


penduduk usia 15 tahun ke atas baru mencapai 9,13 tahun atau setara kelas 3 SMP/Sederajat. Capaian 


ini mengalami peningkatan sebesar 0,05 poin dibanding tahun sebelumnya. Jika dilihat per provinsi, RLS yang paling rendah terdapat di Provinsi Papua (7,34 tahun) 


dan yang tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (11,42 tahun). Terdapat 22 provinsi (64,71%) yang sudah 


mencapai program wajib belajar 9 tahun. Rincian data mengenai RLS penduduk berumur 15 tahun ke 


atas menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.g.


Kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis merupakan kemampuan yang mendasar. 


Kemampuan baca tulis tersebut dapat dilihat berdasarkan indikator Angka Melek Huruf (AMH). Angka 


Melek Huruf (AMH) adalah proporsi penduduk kelompok umur tertentu yang memiliki kemampuan 


membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin, huruf arab, dan huruf lainnya (seperti huruf jawa, kanji, dll) terhadap penduduk kelompok umur tersebut. Capaian pendidikan Angka Melek 


Huruf (AMH) terendah terjadi pada kelompok umur 15 tahun ke atas. Mayoritas penduduk 15 tahun 


ke atas di Indonesia telah mencapai wajib belajar 9 tahun (63,11%). Berdasarkan jenis kelamin, pada 


tahun 2023, AMH laki-laki (97,7%) lebih tinggi daripada AMH perempuan (95,29%). Secara rinci, AMH 


(persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melek huruf) menurut provinsi dan jenis kelamin 


dapat dilihat pada Lampiran 3.h.


Salah satu indikator yang digunakan pemerintah untuk menilai keberhasilan di bidang 


pendidikan adalah partisipasi sekolah. Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah proporsi penduduk pada 


kelompok usia jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok 


usia tersebut. Harapannya semakin tinggi tingkat partisipasi dari penduduk pada semua jenjang 


pendidikan, kualitas sumber daya manusia dapat menjadi lebih baik.


Angka Partisipasi Sekolah (APS) menggambarkan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap 


penduduk usia sekolah. APS yang tinggi menunjukkan tingginya partisipasi sekolah dari penduduk usia 


tertentu. APS secara umum dikategorikan menjadi 3 kelompok umur, yaitu 7-12 tahun mewakili umur 


setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat SMP/MTs, 16-18 tahun mewakili umur setingkat 


SMA/SMK dan 19-24 tahun mewakili umur setingkat perguruan tinggi.Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah proporsi jumlah penduduk yang sedang bersekolah 


pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang 


pendidikan tersebut. Jika jumlah populasi murid yang bersekolah pada suatu jenjang tertentu melebihi 


jumlah anak pada batas usia sekolah sesuai jenjang yang bersesuaian, maka nilai APK pada jenjang 


tersebut akan lebih dari 100. Hal ini disebabkan karena adanya siswa yang sekolah walaupun usianya 


belum mencapai usia sekolah yang bersesuaian, siswa yang telat masuk sekolah, atau banyaknya pengulangan kelas pada siswa. Secara umum, APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program 


pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk 


untuk mengenyam pendidikan.


Nilai APK (Gambar 1.12) untuk SD/MI tahun 2018-2021 melebihi 100% yang menunjukkan masih 


adanya penduduk yang terlalu cepat sekolah (penduduk usia di bawah 7 tahun yang sudah bersekolah) 


atau terlambat bersekolah (penduduk usia lebih dari 12 tahun masih bersekolah di SD/sederajat). Meski 


demikian, dari tahun ke tahun nilainya semakin turun mendekati 100%, hal ini berarti penduduk yang 


bersekolah di SD/sederajat semakin banyak yang sesuai dengan peruntukan umurnya. Namun, untuk 


tahun 2023, angka APK untuk semua jenjang mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. 


Secara lengkap, nilai APK per jenjang Pendidikan per provinsi ini dapat dilihat pada lampiran 3.j.


Secara umum APK penduduk perempuan pada kelompok sekolah yang lebih tinggi lebih 


tinggi dibandingkan penduduk laki-laki. Hal ini menunjukan lebih banyak penduduk perempuan yang 


melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki. Rincian APK 


menurut provinsi dan jenis kelamin tahun 2023 terdapat pada Lampiran 3.k.Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan perbandingan antara jumlah siswa kelompok 


usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dengan 


usianya, dinyatakan dalam persen. APM bertujuan untuk mengukur ketepatan usia penduduk dalam 


berpartisipasi untuk mengenyam suatu jenjang pendidikan tertentu. Jika dibandingkan APK, APM 


merupakan indikator pendidikan yang lebih baik karena memperhitungkan juga partisipasi penduduk 


kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. Secara umum, APM 


di setiap kelompok umur sekolah mengalami kenaikan sejak 2018 hingga 2023.IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 


dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). 


IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh 


pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. IPM merupakan indikator penting untuk 


mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). 


IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan di suatu wilayah/negara. IPM dibentuk dari 


3 (tiga) dimensi dasar: (1) Umur panjang dan hidup sehat; (2) Pengetahuan; dan (3) Standar hidup 


layak. IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan di suatu 


wilayah dalam jangka panjang.


Pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami kemajuan. Sejak 2020, status 


pembangunan manusia Indonesia sudah berada di level “tinggi”. Selama 2020–2023, IPM Indonesia 


rata-rata meningkat sebesar 0,72 persen per tahun, dari 72,81 pada 2020 menjadi 74,39 pada 2023. 


Peningkatan IPM 2023 didukung oleh semua dimensi penyusunnya, terutama standar hidup layak 


dan pengetahuan. Dua indikator mengalami percepatan pertumbuhan, yaitu Harapan Lama Sekolah 


(HLS) sebesar 0,38% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 0,15% dan Pengeluaran Riil per Kapita 


sebesar 3,66% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 2,90%. Sementara itu, Umur Harapan Hidup 


saat lahir (UHH) pertumbuhannya sedikit melambat, dari 0,33% menjadi 0,31%. Rata-rata Lama Sekolah 


(RLS) pertumbuhannya juga melambat, dari 1,76 persen menjadi 0,92 persen.Provinsi dengan peringkat IPM tertinggi adalah DKI Jakarta. Sejak pertama kali dihitung hingga 


tahun 2022, capaian IPM Provinsi DKI Jakarta selalu paling tinggi diantara provinsi lainnya. Ketersediaan 


sarana kesehatan, pendidikan dan perekonomian, serta kemudahan akses terhadap semua sarana 


tersebut membuat Provinsi DKI Jakarta lebih unggul dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Kondisi 


ini menjadi salah satu faktor pendorong tingginya capaian pembangunan manusia di Provinsi DKI 


Jakarta setiap tahun. Rincian lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.n.



Tingkat kesehatan masyarakat suatu negara dapat dipengaruhi oleh adanya fasilitas layanan 


kesehatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang 


Kesehatan adalah tempat dan/atau alat yang digunakan untuk menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan 


kepada perseorangan ataupun masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, 


dan/atau paliatif yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.


Bab ini akan membahas tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang terdiri dari 


A. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi puskesmas, klinik pratama, tempat 


praktik mandiri tenaga kesehatan;


B. Laboratorium kesehatan;


C. Unit Transfusi Darah (UTD);


D. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi klinik utama, rumah sakit 


umum, rumah sakit khusus; dan


E. Fasilitas kefarmasian dan alat kesehatan.


Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan, sebagaimana diatur dalam Peraturan 


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019, adalah proses yang bertujuan untuk 


meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan individu, keluarga, serta masyarakat agar 


mereka dapat berperan aktif dalam upaya kesehatan. Proses ini dilakukan melalui fasilitasi pemecahan 


masalah dengan pendekatan edukatif dan partisipatif, sambil memperhatikan kebutuhan, potensi, 


serta kondisi sosial budaya setempat.


Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) berdasarkan Peraturan Menteri 


Kesehatan Nomor 8 Tahun 2019 menyebutkan bahwa UKBM sebagai wahana pemberdayaan 


masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat yang dikelola oleh, dari, untuk dan 


bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait 


lainnya untuk melaksanakan kegiatan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan 


mandiri dalam bidang kesehatan. Peraturan tersebut menempatkan masyarakat tidak hanya sebagai 


objek pembangunan, melainkan yang lebih penting sebagai subjek pembangunan kesehatan yang 


dapat mengambil keputusan dalam mengadopsi inovasi di bidang kesehatan.


Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan tahapan: 


a. pengenalan kondisi desa/kelurahan; 


b. survei mawas diri; 


c. musyawarah di desa/kelurahan;


d. perencanaan partisipatif;


e. pelaksanaan kegiatan; dan 


f. pembinaan kelestarian.


Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat didampingi oleh tenaga pendamping yang berasal 


dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, 


swasta, perguruan tinggi, dan/atau anggota masyarakat. Tenaga pendamping dimaksud harus memiliki 


kemampuan sebagai tenaga pendamping yang didapat melalui pelatihan. Pada bab II ini, UKBM yang akan diulas adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos 


Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM).


A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, 


menyebutkan bahwa puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan 


upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih 


mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.


Jumlah puskesmas di Indonesia tahun 2023 adalah 10.180 puskesmas, yang terdiri dari 4.210 


puskesmas rawat inap dan 5.970 puskesmas non rawat inap. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 


2022 yaitu sebanyak 10.374, dengan jumlah puskesmas rawat inap sebanyak 4.302 dan puskesmas non 


rawat inap sebanyak 6.072. Penurunan jumlah puskesmas tersebut dikarenakan adanya penghapusan 


puskesmas. Beberapa sebab puskesmas dihapus antara lain meningkatnya status puskesmas menjadi 


RS pratama tipe D, restrukturisasi organisasi, dan penggabungan antara dua puskesmas. Data mengenai 


jumlah puskesmas ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4.a dan 4.b.Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan primer dapat dilihat secara umum dari rasio 


puskesmas terhadap kecamatan. Rasio puskesmas terhadap kecamatan pada tahun 2023 sebesar 1,4. 


Hal ini menggambarkan bahwa rasio ideal puskesmas terhadap kecamatan yaitu minimal 1 puskesmas 


di tiap kecamatan, secara nasional sudah terpenuhi, tetapi perlu diperhatikan distribusi dari puskesmas 


tersebut di seluruh kecamatan.Rasio puskesmas per kecamatan tersebut dapat menggambarkan kondisi aksesibilitas 


masyarakat terhadap pelayanan kesehatan primer. Selain ketersediaan minimal 1 puskesmas di setiap 


kecamatan, aksesibilitas masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi geografis, 


luas wilayah, ketersediaan sarana dan prasarana dasar, sosial ekonomi dan kemajuan suatu daerah. 


Dari gambar tersebut, provinsi dengan rasio terendah terdapat di Provinsi Papua Tengah, Papua 


Barat, Papua Barat Daya, dan Papua Pegunungan. Hal ini menggambarkan bahwa akses masyarakat 


di provinsi tersebut terhadap fasilitas pelayanan kesehatan primer masih belum ideal. Rasio di bawah 


1 menunjukkan bahwa belum semua kecamatan memiliki puskesmas. Kemungkinan tidak adanya 


kecamatan yang memiliki paling sedikit 1 puskesmas karena adanya kondisi geografis yang sulit dan rata-rata tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah di daerah tersebut menunjukkan bahwa 


akses terhadap pelayanan kesehatan masih perlu ditingkatkan lagi. Data mengenai rasio puskesmas 


per kecamatan setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 4.c.


1. Akreditasi Puskemas


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi 


Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik 


Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi sebagai pengganti Permenkes Nomor 46 Tahun 


2015 dimana akreditasi puskesmas adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan puskesmas setelah 


dilakukan penilaian bahwa puskesmas telah memenuhi standar akreditasi. Pengaturan akreditasi ini 


bertujuan untuk: 


1) meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan dan keselamatan bagi pasien dan masyarakat; 


2) meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan dan puskesmas sebagai 


institusi; 


3) meningkatkan tata kelola organisasi dan tata kelola pelayanan di puskesmas; dan 


4) mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.


Setiap puskesmas wajib dilakukan akreditasi. Akreditasi dilakukan paling lambat setelah 


puskesmas beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh perizinan berusaha untuk pertama kali. 


Puskesmas yang telah terakreditasi wajib dilakukan akreditasi kembali secara berkala setiap 5 (lima) 


tahun. Dalam rangka menyelenggarakan akreditasi, menteri menetapkan lembaga penyelenggara 


akreditasi yang bertugas membantu menteri dalam melaksanakan survei akreditasi.


Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK.02.01/menkes/1048/2023 tentang Penyelenggaraan 


Akreditasi Rumah Sakit, Rumah Sakit Kelas D Pratama, Puskesmas, Dan Klinik, Serta Pelaporan Indikator 


Nasional Mutu Bagi Tempat Praktik Mandiri Dokter Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi menyatakan 


bahwa:


1. puskesmas yang telah melaksanakan survei akreditasi pada tahun 2023 dan memiliki sertifikat 


akreditasi harus melakukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara terus menerus 


dan berkesinambungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk 


menyusun dan melaksanakan Perencanaan Perbaikan Strategis (PPS).


2. puskesmas yang belum melakukan survei akreditasi pada tahun 2023 harus segera 


mendaftarkan survei akreditasi melalui aplikasi Lembaga Penyelenggara Akreditasi rumah sakit 


yang terintegrasi dengan aplikasi Sistem Informasi Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SINAR) 


untuk rumah sakit, dan melalui aplikasi Data Fasyankes Online (DFO) untuk puskesmas dan 


klinik, paling lambat tanggal 31 Januari 2024.


3. Waktu survei akreditasi puskesmas pada aplikasi Data Fasyankes Online (DFO) sebagaimana 


dimaksud pada angka 1 huruf b, dilakukan oleh puskesmas dan klinik paling lambat tanggal 31 


Mei 2024.


4. Bukti pendaftaran survei akreditasi dari aplikasi Data Fasyankes Online (DFO) untuk puskesmas 


dan klinik (screenshot pengajuan survei di aplikasi DFO) sebagaimana dimaksud serta sertifikat 


akreditasi dan pernyataan komitmen untuk menjaga dan melakukan upaya peningkatan mutu 


berlaku sampai dengan tanggal 30 Juni 2024Sampai dengan 31 Desember 2023, jumlah Puskesmas yang sudah terakreditasi sebanyak 


8.250 puskesmas (81%) dari 10.180 puskesmas yang tersebar di 38 provinsi dan 514 Kabupaten/Kota 


Indonesia dengan kategori tingkat kelulusan sebagai berikut.Penetapan status akreditasi Puskesmas terdiri atas 5 (lima) tingkatan dengan pemenuhan 


masing-masing Bab pada tiap tingkatan kelulusan dengan persyaratan sebagai berikut.Untuk kondisi per Desember 2023 didapatkan hasil akreditasi Puskesmas yang mencapai 


kelulusan status Paripurna sebesar 67,4%, status Utama sebanyak 25,3%, status Madya 6,6%, dan Dasar 


0,7%. Setelah proses akreditasi Puskesmas wajib membuat dan menyampaikan Program Perbaikan 


Strategis (PPS) kepada Lembaga Penyelenggara Akreditasi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, 


dan dinas kesehatan daerah provinsi berdasarkan rekomendasi perbaikan hasil survei dari Kementerian 


Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. PPS digunakan sebagaibahan pelaksanaan monitoring dan evaluasi akreditasi oleh lembaga penyelenggara akreditasi, dinas 


kesehatan daerah kabupaten/kota, dan dinas kesehatan daerah provinsi.


Puskesmas wajib mengisi formulir umpan balik pelaksanaan survei akreditasi melalui Sistem 


Informasi Nasional Akreditasi Fasyankes (SINAF) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah sertifikat 


akreditasi elektronik dan rekomendasi hasil survei diterima melalui Sistem Informasi Nasional Akreditasi 


Fasyankes (SINAF). Sehingga diharapkan upaya perbaikan dilakukan memastikan tercapainya pelayanan 


Puskesmas yang berkualitas.


Berdasarkan Gambar 2.4, terdapat tiga provinsi yang berada jauh di bawah target Renstra 


Kementerian Kesehatan 2023 yaitu Papua Barat Daya, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Untuk 


Puskesmas pada wilayah tersebut akan didorong untuk melakukan persiapan akreditasi, dengan akan 


disokong dengan penganggaran melalui pembiayaan DAK Non Fisik. Dengan begitu pelaksanaan 


akreditasi tetap dapat dilakukan untuk menjamin bahwasannya pelayanan berkualitas adalah merata 


didapatkan baik di wilayah regional barat maupun regional Timur Indonesia.Puskesmas berdasarkan kemampuan pelayanan dibagi atas dua kategori yaitu puskesmas rawat 


inap dan puskesmas non rawat inap. Berikut disajikan perkembangan jumlah puskesmas rawat inap 


dan non rawat inap dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023.Jumlah puskesmas rawat inap selama tahun 2019-2022 jumlahnya terus meningkat, kemudian 


pada tahun 2023, terjadi penurunan jumlah puskesmas menjadi 4.210 unit (Gambar 2.5). Puskesmas 


non rawat inap cenderung mengalami penurunan jumlah puskesmasnya berdasarkan status pada 


tahun 2019, yaitu 6.086 dan pada tahun 2022 sebanyak 5.970. Gambaran lebih rinci tentang jumlah 


dan jenis puskesmas menurut provinsi terdapat pada Lampiran 4.b.


3. Puskesmas dengan Tenaga Kesehatan


Sebuah Puskesmas dianggap memadai atau memenuhi syarat jika memiliki setidaknya satu 


orang dari masing-masing jenis tenaga kesehatan, meliputi: (1) dokter atau dokter layanan primer; (2) 


dokter gigi; (3) perawat; (4) bidan; (5) tenaga kesehatan masyarakat; (6) tenaga sanitasi lingkungan; 


(7) ahli teknologi laboratorium medik; (8) tenaga gizi; dan (9) tenaga kefarmasian. Menurut data dari 


Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK), pada tahun 2023, sebanyak 56,2% Puskesmas telah memiliki 


sembilan jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,1% 


dibandingkan tahun sebelumnya.Berdasarkan Gambar 2.6, persentase provinsi dengan Puskesmas yang memenuhi 9 (sembilan) 


jenis tenaga kesehatan paling tinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (100%), Kalimantan Selatan (88,8%), 


dan DI Yogyakarta (88,4%). Sedangkan persentase provinsi dengan Puskesmas yang memenuhi 9 


(sembilan) jenis tenaga kesehatan paling rendah adalah Provinsi Maluku (18,3%), Papua Barat (19,2%), 


dan Papua (24,2%). Rincian lengkap mengenai persentase Puskesmas dengan 9 (sembilan) jenis tenaga 


kesehatan dapat dilihat di Lampiran 4.e.


Derajat kesehatan masyarakat mulai membaik, meskipun jumlah tenaga kesehatan belum 


menjangkau seluruh penduduk. Berdasarkan data dari Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK), 


di tahun 2023 masih terdapat 3,2% Puskesmas tanpa dokter. KemProvinsi dengan persentase Puskesmas tanpa dokter tertinggi berdasarkan Gambar 2.7 adalah 


Provinsi Papua Pegunugan (54,3%), Papua Tengah (43,5%), dan Papua Barat Daya (26,9%). Sedangkan 


provinsi dimana seluruh puskesmas di wilayahnya memiliki dokter mencakup 8 provinsi diantaranya 


adalah Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, 


Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Rincian lengkap mengenai persentase Puskesmas tanpa dokter dapat 


dilihat di Lampiran 4.e.enterian Kesehatan mengadakan 


program Nusantara Sehat (Penugasan Khusus Berbasis Tim dan Individu) sejak tahun 2015 dalam 


rangka pemerataan distribusi tenaga kesehatan di Puskesmas.Upaya Kesehatan Kerja mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang 


Kesehatan Pasal 98-101 yang bertujuan untuk melindungi pekerja dan orang lain yang ada di tempat 


kerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan 


oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja secara umum diatur sesuai dengan standar kesehatan kerja 


berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja. Selanjutnya, 


Penerapan standar kesehatan kerja dapat dikembangkan oleh Kementerian/Lembaga terkait sesuai 


dengan bahaya, risiko, dan karakteristik masing-masing bidang. 


Upaya Kesehatan Kerja yang dilakukan sesuai standar meliputi upaya preventif, promotif, kuratif, 


rehabilitatif, dan paliatif. Pemberi kerja berkewajiban untuk menerapkan standar Kesehatan kerja 


dan memastikan seluruh pekerjanya mendapatkan hak sehat dan selamat selama bekerja di tempat 


kerjanya. Dalam penerapannya, standar ini berkembang menjadi program Kesehatan kerja yang tidak 


dapat terpisahkan oleh program keselamatan kerja. Oleh karena itu, terdapat program Keselamatan 


dan Kesehatan Kerja (K3) Perkantoran, K3 Rumah Sakit, dan K3 Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang 


dapat diterapkan oleh masing-masing instansi. Selain itu, terdapat program Pos Upaya Kesehatan Kerja 


(Pos UKK) yang ditujukan bagi pekerja sektor informal dan Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan 


Produktif bagi Perusahaan dan organisasi perangkat daerah.


Agar tujuan Upaya Kesehatan kerja dapat tercapai, terukur, dan terlaksana dengan baik di 


setiap tempat kerja, di dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan terdapat indikator 


terkait Kesehatan kerja. Indikator Kesehatan Kerja yang dimaksud adalah jumlah kabupaten/kota yang 


melaksanakan kesehatan kerja. Setiap Kabupaten/kota dapat terhitung melaksanakan Kesehatan kerja, 


apabila:


1. Minimal 60% Puskesmas di wilayah kerjanya melaksanakan kesehatan kerja


2. Adanya SK/SE atau pedoman/petunjuk teknis yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang 


mendukung pelaksanaan program kesehatan di tempat kerja; dan


3. Melakukan Pembinaan kesehatan kerja di sektor formal diantaranya Gerakan Pekerja 


Perempuan Sehat Produktif (GP2SP), K3 Perkantoran, dan K3 Fasyankes.Setiap tahunnya target RENSTRA terkait indikator kesehatan kerja berhasil tercapai, dengan 


capaian terakhir pada tahun 2023 sebanyak 389 kabupaten/kota sudah menerapkan kesehatan kerja. 


Capaian ini telah melewati target RENSTRA tahun 2023 yaitu 385 kabupaten/kota. Dari 38 provinsi 


di Indonesia, sebanyak 20 provinsi telah menerapkan sebesar 75% di di seluruh kabupaten/kota-nya. 


Oleh karena itu, pada tahun 2024, perlu adanya penguatan program Kesehatan kerja di 18 Provinsi 


yang capiannya masih kurang dari 75% diantaranya Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Selatan, Nusa 


Tenggara Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua Selatan, Lampung, Kalimantan Utara, 


Maluku Utara, Jambi, Papua Barat Daya, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Papua 


Tengah, dan Papua Pegunungan.


Selain Kesehatan Kerja, dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 juga diatur tentang 


kesehatan olahraga. Pada pasal 102-103 dinyatakan bahwa Upaya Kesehatan Olahraga ditujukan untuk 


meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat melalui aktivitas fisik, latihan fisik, 


dan/atau olahraga. Peningkatan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat sebagaimana 


dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya dasar dalam meningkatkan prestasi belajar, kerja, dan olahraga.Pada tahun 2023, di Indonesia terdapat 8.053 Puskesmas, 21.505 perusahaan, 12.999 Pos UKK, 


dan 2.173 GP2SP yang menyelenggarakan kesehatan kerja dan/atau memberikan pelayanan kesehatan 


kerja di tempat kerja.


Dari gambar 2.10, pada tahun 2023 di Indonesia, jumlah instansi pemerintah yang melaksanakan 


pengukuran kebugaran jasmani sebanyak 4.033 instansi, jumlah pembinaan pemeriksaan kebugaran 


jasmani bagi jemaah haji sebanyak 44.418 jemaah, dan jumlah kelompok olahraga sebanyak 14.292 


kelompok. Gambaran lebih rinci tentang pelaksanaan kesehatan kerja, pengukuran dan pemeriksaan 


kebugaran menurut provinsi terdapat pada Lampiran 8.h.Upaya kesehatan olahraga ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani 


masyarakat melalui aktivitas fisik, latihan fisik dan prestasi olahraga. Upaya kesehatan olahraga lebih 


mengutamakan pendekatan preventif dan promotif tanpa mengabaikan pendekatan kuratif dan 


rehabilitatif. Penyelenggaraan upaya kesehatan olahraga diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah 


daerah dan masyarakat.


5. Pelayanan Kesehatan Tradisional


Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah bentuk pengobatan dan perawatan yang mengacu pada 


pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris. Metode ini dapat dipertanggungjawabkan 


dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah 


Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pelayanan kesehatan tradisional 


dibagi menjadi tiga jenis: empiris, komplementer, dan integrasi. Pelayanan kesehatan tradisional telah 


dilaksanakan di 350 puskesmas, 16 rumah sakit, dan 16 Griya Sehat.Berdasarkan perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan sesuai Permenkes 


Nomor 13 Tahun 2022, indikator terkait kesehatan tradisional masuk sebagai salah satu komponen 


dalam indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Menerapkan Kebijakan Gerakan Masyarakat Hidup 


Sehat (Germas), yaitu memiliki kegiatan pembinaan kesehatan tradisional. Pada tahun 2023, sebanyak 


379 kabupaten/kota di 38 provinsi terlibat dalam pembinaan kesehatan tradisional.


1. Klinik


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, klinik merupakan 


salah satu jenis fasilitas Pelayanan kesehatan (fasyankes). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan 


(Permenkes) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan 


Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan 


yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar dan/atau 


spesialistik secara komprehensif. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor: HK.02.02/


II/4392/2020 tentang Registrasi Klinik, Kementerian Kesehatan telah menghimbau seluruh klinik 


di Indonesia melakukan registrasi klinik secara daring melalui aplikasi berbasis website pada alamat 


registrasi fasyankes.kemkes.go.id. Berdasarkan data pada aplikasi tersebut per Desember 2023, 


terdapat 17.261 klinik teregistrasi di Indonesia yang dimiliki oleh Pemerintah (Kementerian/Lembaga, 


TNI/Polri, dan Pemerintah Daerah), dan swasta (masyarakat).


Berdasarkan kemampuan pelayanan klinik, terdapat 14.564 klinik pratama dan 2.697 klinik utama, 


sedangkan berdasarkan kepemilikan klinik terdapat 1.950 klinik Pemerintah dan 15.311 klinik swasta. 


Data mengenai klinik teregistrasi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan lampiran 4.h.Provinsi dengan jumlah klinik pratama teregistrasi paling banyak adalah Provinsi Jawa Barat, 


sebanyak 2.755 klinik. Sedangkan provinsi dengan jumlah klinik pratama paling sedikit adalah Provinsi 


Papua Pegunungan, sebanyak 4 klinik


Provinsi dengan jumlah klinik utama teregistrasi paling banyak adalah Provinsi DKI Jakarta, 


sebanyak 628 klinik. Sedangkan provinsi dengan jumlah klinik utama paling sedikit adalah Provinsi 


Papua Selatan, sebanyak 0 klinik.


2. Praktik Mandiri Tenaga Medis


Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, praktik mandiri 


tenaga medis merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Praktik mandiri 


tenaga medis meliputi Tempat Praktik Mandiri Dokter (TPMD) dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi 


(TPMDG). Sesuai Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor: HK.02.02/II/4406/2021 tentang Registrasi 


Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menghimbau kepada dokter 


dan dokter gigi di Indonesia yang melakukan praktik mandiri agar dapat segera melakukan proses 


registrasi online melalui aplikasi berbasis website pada alamat registrasifasyankes.kemkes.go.id. 


Berdasarkan data pada aplikasi tersebut per Desember 2023, terdapat 12.411 praktik mandiri tenaga 


medis telah Teregistrasi meliputi sebanyak 8.465 TPMD dan 3.946 TPMDG.


Data mengenai praktik mandiri tenaga medis ini dapat dilihat pada lampiran 4.iProvinsi dengan jumlah TPMD teregistrasi paling banyak adalah Provinsi Jawa Timur, sebanyak 


1.587 TPMD. Sedangkan provinsi dengan jumlah TPMD paling sedikit adalah Provinsi Papua Pegunungan, 


sebanyak 0 TPMD.Provinsi dengan jumlah TPMDG teregistrasi paling banyak adalah Provinsi Jawa Timur, sebanyak 


1.365 TPMD. Sedangkan provinsi dengan jumlah TPMDG paling sedikit adalah Provinsi Papua Barat, 


Papua Selatan, dan Papua Pegunungan, sebanyak 0 TPMDG.


3. Unit Transfusi Darah


Berdasarkan data dari aplikasi registrasi fasyankes, per Desember 2023 terdapat 408 UTD 


teregistrasi di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan Palang Merah 


Indonesia (PMI).


Pada tahun 2023, provinsi dengan total jumlah UTD teregistrasi paling banyak yaitu Provinsi 


Jawa Timur sebanyak 41 UTD, sementara itu provinsi yang memiliki UTD teregistrasi paling rendah 


adalah Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan (0 UTD). Data selengkapnya mengenai UTD 


teregistrasi dapat dilihat pada Gambar 2.17 dan lampiran 4.k.Laboratorium Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengukuran, 


penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dan/atau bahkan bukan berasal 


dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor risiko 


yang dapat berpengaruh pada kesehatan perseorangan dan/atau masyarakat. Laboratorium kesehatan 


merupakan salah satu sarana penunjang dalam pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan. Laboratorium 


kesehatan diperlukan untuk memeriksa, menganalisis, menguraikan, dan mengidentifikasi bahan 


dalam penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, dan kondisi kesehatan tertentu.


Jumlah seluruh laboratorium kesehatan di Indonesia sebanyak 1.487, dan sebanyak 327 (22%) 


laboratorium sudah terakreditasi. Laboratorium terakreditasi terbanyak dimiliki oleh swasta yaitu 


sebanyak 1.218 (50,2%). Data mengenai laboratorium kesehatan dapat dilihat pada lampiran 4.j.Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah laboratorium kesehatan terbanyak, yaitu sebanyak 


290 laboratorium. Provinsi terbanyak kedua yaitu Provinsi Jawa Timur dengan jumlah laboratorium 


kesehatan sebanyak 218, dan terbanyak ketiga yaitu Provinsi Jawa Tengah (180 laboratorium). Sebanyak 


3 provinsi memiliki laboratorium paling sedikit, yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua 


Pegunungan, Papua Barat Daya (0 laboratorium).

Sebagai upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat selain dilakukan upaya 


promotif dan preventif, diperlukan juga upaya kuratif dan rehabilitatif. Selain menyediakan upaya 


kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, rumah sakit juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan 


kesehatan rujukan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021 


tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang 


menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan 


rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diklasifikasikan atau dikelompokkan kelasnya 


berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana penunjang, dan sumber daya manusia.


1. Jenis Rumah Sakit


Rumah sakit yang teregistrasi di Kementerian Kesehatan diselenggarakan oleh berbagai instansi 


atau lembaga, antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI/POLRI, BUMN, dan swasta. 


Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum 


(RSU) dan Rumah Sakit Khusus (RSK).


Selama tahun 2019-2023 jumlah rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 


9,7%. Pada tahun 2019 jumlah rumah sakit sebanyak 2.877 meningkat menjadi 3.155 pada tahun 


2023. Jumlah rumah sakit di Indonesia sampai dengan tahun 2023 terdiri dari 2.636 RSU dan 519 RSK. 


Perkembangan jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus dalam lima tahun terakhir dapat 


dilihat pada Gambar 2.20.


Pada tahun 2023, Rumah Sakit Umum (RSU) yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat 


sebanyak 242 (9,2%), pemerintah daerah sebanyak 849 (32,2%), dan swasta 1.545 (58,6%). Adapun 


rincian jumlah rumah sakit menurut jenis, kepemilikan, dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 8.a.Rumah sakit dikelompokkan berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana 


penunjang, dan sumber daya manusia menjadi Kelas A, Kelas B, Kelas C, dan Kelas D. Jumlah rumah 


sakit (RS) di Indonesia menurut kelas terbanyak yaitu tipe C sebesar 1.683 (53%) RS, kemudian kelas D 


dan D Pratama sebesar 946 (30%) RS , kelas B sebesar 437 (14%) RS, dan kelas A sebesar 70 (2,0%) RS, 


sedangkan selebihnya merupakan RS yang belum ditetapkan kelasnya sebesar 19 (1,0%) RS.Dalam standar World Health Organization (WHO), standar terpenuhi atau tidaknya kebutuhan 


masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat 


dari rasio tempat tidur terhadap 1.000 penduduk. Standar WHO adalah 1 tempat tidur untuk 1.000 


penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2019 hingga 2023 yaitu lebih 


dari 1 per 1.000 penduduk. Untuk tahun 2023, rasio tempat tidur rumah sakit di Indonesia adalah 1,38 


per 1.000 penduduk (Gambar 2.22). Sehingga, jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia sudah 


tercukupi menurut standar WHO 


 Rasio tempat tidur menurut provinsi tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara (2,7 per 1.000 


penduduk) dan terdapat dua provinsi yang masih berada dibawah standar WHO yaitu Provinsi Papua 


Tengah (0,7 per 1.000 penduduk) dan Papua Pegunungan (0,4 per 1.000 penduduk

Dalam RPJMN 2020-2024, salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah pemerataan pelayanan 


kesehatan melalui peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik pada fasilitas kesehatan 


tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Indikator sasaran strategis yang ingin dicapai 


adalah 100% RS terakreditasi pada tahun 2024Berdasarkan Permenkes Nomor 13 Tahun 2022 peningkatan kualitas dan daya saing pelayanan 


rujukan dilakukan melalui akreditasi rumah sakit dan pengembangan sistem jejaring rujukan serta 


kemitraan. Persentase RS terakreditasi tertinggi adalah Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar 98,8% dan 


terendah di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 68,8%. Capaian rumah sakit yang terakreditasi pada 


tahun 2023 sebagaimana terlihat pada Gambar 2.24 dibawah untuk rincian data selengkapnya terdapat 


pada Lampiran 8.e.Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat yang baik dibutuhkan beberapa syarat. 


Salah satu syarat yang dimaksud adalah tersedianya data yang lengkap, tidak hanya tentang keadaan 


kesehatan pasien yang menjadi tanggung jawab dokter tetapi juga tentang keadaan lingkungan fisik serta 


lingkungan non fisik masing-masing. Semua data tersebut perlu dicatat serta disimpan sebaik-baiknya, 


sehingga apabila diperlukan ke depan dapat dengan mudah diambil kembali. Berkas atau catatan 


yang berisikan data yang dimaksud di atas dalam praktek kedokteran dikenal dengan nama Rekam 


Medis (Medical Record). Peranan rekam medis dalam pelayanan kesehatan sangat penting karena 


macam dan jenis data pada pelayanan kesehatan relatif lebih banyak dan kompleks.


Di era digital ini, semua serba efisien dengan penggunaan teknologi informasi. Salah satu 


penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang rekam medis adalah pemanfaatan RME. RME merupakan 


sistem informasi kesehatan terkomputerisasi yang berisi data sosial dan data medis pasien, serta 


dapat dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan. RME dapat membantu manajemen pelayanan 


kesehatan pasien dengan lebih baik. Pengguna merupakan aspek penting untuk mewujudkan RME 


yang ideal. Dengan memahami persepsi pengguna mengenai RME dapat ditemukan rekomendasi 


yang tepat untuk memaksimalkan adopsi RME dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pasien. 


Penyelenggaraan rekam medis secara elektronik sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan 


profesionalisme dan manajemen kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan untuk mempermudah sistem 


pelaporan yang dilakukan oleh seluruh pemberi pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. 


Secara administratif, RME bermanfaat sebagai gudang penyimpanan informasi secara elektronik 


mengenai status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya. Selain 


itu, penggunaan RME memberikan manfaat kepada dokter dan petugas kesehatan dalam mengakses 


informasi pasien yang pada akhirnya membantu dalam pengambilan keputusan klinis. Pencatatan 


rekam medis adalah wajib bagi dokter dan dokter gigi yang melakukan tindakan medis kepada pasien, 


sesuai dengan aturan sehingga tidak ada alasan bagi dokter untuk tidak membuat rekam medis 


tersebut. RME merupakan solusi bagi rumah sakit untuk mengatasi berbagai masalah yang sering 


terjadi di rumah sakit seperti tempat penyimpanan yang besar, hilangnya rekam medis, pengeluaran 


data yang dibutuhkan, dan lain-lain.


Saat ini diperlukan pertukaran informasi yang sangat cepat dan akurat untuk mendukung 


pelayanan menjadi lebih efisien dan bermutu. RME di Rumah Sakit harus dilaksanakan dan menjadi 


salah satu kunci keberhasilan pelayanan kesehatan. Keadaan geografis Indonesia, keterbatasan SDM 


tenaga kesehatan, keterbatasan sarana dan prasarana serta mobilitas penduduk membutuhkan 


pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan dimana saja dengan disertai pertukaran informasi 


kesehatan yang akurat. 


Dengan memahami persepsi pengguna mengenai RME dapat ditemukan rekomendasi yang 


tepat untuk memaksimalkan adopsi RME dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pasien. 


Implementasi RME tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2022 pasal 45 yang 


menyatakan bahwa seluruh fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan RME sesuai dengan 


ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat pada tanggal 31 Desember 2023.


Pada tahun 2023, terdapat 768 rumah sakit telah melaksanakan RME di enam pelayanan 


(Pendaftaran, Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Unit Penunjang, Farmasi). Terdapat 


delapan provinsi yang belum RME yaitu NTT, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua 


Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.26.Dari 3.138 rumah sakit yang dilakukan survey, terdapat 768 (24,5%) rumah sakit yang telah 


melaksanakan RME sepenuhnya, 1.225 (39%) rumah sakit melaksanakan sebagian RME yaitu RME 


digunakan minimal pada tiga pelayanan dari total enam pelayanan, dan 1.145 (36,5%) rumah sakit 


belum melaksanakan RME sebagaimana terlihat pada Gambar 2.25.1. Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat Esensial


Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan ketersediaan obat 


publik dan perbekalan kesehatan untuk menjamin akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan 


alat kesehatan. Upaya tersebut dilakukan melalui penyediaan obat, vaksin, dan perbekalan kesehatan 


yang bermutu, merata, dan terjangkau di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Kementerian 


Kesehatan telah menetapkan indikator sasaran program pada Program Pelayanan Kesehatan dan 


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024 


sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan pencapaian upaya tersebut. Adapun indikator sasaran 


program tersebut yaitu persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial. Definisi operasional 


dari indikator tersebut adalah persentase Puskesmas yang memiliki ketersediaan minimal 80% dari 40 


item obat indikator pada saat dilakukan pemantauan.


Pemantauan dilakukan terhadap 40 item obat yang dianggap esensial dan harus tersedia di 


pelayanan kesehatan dasar. Obat-obat yang dipilih sebagai obat indikator merupakan obat pendukung 


program tuberkulosis, malaria, kesehatan keluarga, gizi, dan imunisasi serta obat pelayanan kesehatan 


dasar esensial yang terdapat di dalam Formularium Nasional. Pada tahun 2023, puskesmas yang melapor 


dengan ketersediaan obat esensial sebesar 93,1% dan persentase puskesmas dengan ketersediaan 


obat esensial sebesar 94,3%. Angka ini sudah melebihi target yang telah ditetapkan dalam Renstra 


Kemenkes di tahun 2023 yaitu sebesar 94%.


Capaian tertinggi persentase puskesmas dengan ketersediaan obat esensial pada tahun 


2023 sebesar 100% dan dicapai oleh lima provinsi yaitu Kepulauan Bangka Belitung, D.I. Yogyakarta, 


Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Gorontalo. Hal tersebut berbeda pada tahun 2022 yaitu 


hanya terdapat satu provinsi dengan capaian 100%. Terdapat 15 provinsi yang belum mencapai target 


indikator tahun 2023. Rincian data persentase puskesmas dengan ketersediaan obat esensial menurut 


provinsi terdapat pada Lampiran 9.a.


2. Persentase Kabupaten/Kota dengan Ketersediaan Obat Esensial


Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, 


ditetapkan beberapa indikator yang berperan dalam mendukung kebijakan nasional pembangunan 


kesehatan dalam hal menjamin akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, 


yang salah satunya diindikasikan oleh kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial. Indikator 


ini bertujuan untuk memantau ketersediaan obat esensial di tingkat kabupaten/kota. Adapun definisi 


operasional dari indikator persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial adalah 


persentase kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan minimal 85% dari 40 item obat indikator pada 


saat dilakukan pemantauan.


Pada tahun 2023, realisasi indikator persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat 


esensial sebesar 84,1%, melebihi target yang telah ditetapkan dalam RPJMN Kemenkes Tahun 2020-


2024 yaitu sebesar 83%. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan minimal 85% obat esensial 


(40 item obat indikator) sebanyak 391 kabupaten/kota dari 465 kabupaten/kota yang melapor.Capaian tertinggi kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial pada tahun 2023 sebesar 


100% yang dicapai oleh 12 provinsi. Namun, terdapat 20 provinsi yang belum mencapai target RPJMN 


di tahun 2023. Rincian data persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial menurut 


provinsi tahun 2023 terdapat pada lampiran 9.b.


3. Persentase Kabupaten/Kota dengan Ketersediaan Vaksin Imunisasi Dasar 


Lengkap (IDL)


Memastikan ketersediaan vaksin di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu 


strategi yang dilakukan dalam rangka mewujudkan upaya meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu 


sediaan farmasi dan alat kesehatan. Upaya tersebut diindikasikan dengan indikator kinerja persentase 


kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) yang bertujuan untuk 


memantau ketersediaan vaksin IDL di tingkat daerah. Definisi operasional dari indikator persentase 


kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) adalah persentase 


kabupaten/kota yang memiliki vaksin IDL terdiri dari Vaksin Hepatitis B, Vaksin BCG, Vaksin DPT-HB-HIB, 


Vaksin Polio, Vaksin Campak/Campak Rubella.


Pada tahun 2023, realisasi indikator kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin Imunisasi 


Dasar Lengkap (IDL) sebesar 95,7%, melebihi target yang telah ditetapkan dalam RPJMN Tahun 2020-


2024 yaitu sebesar 94%. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki vaksin IDL yang terdiri dari Vaksin 


Hepatitis B, Vaksin BCG, Vaksin DPT-HB-HIB, Vaksin Polio, dan Vaksin Campak/Campak Rubella sebanyak 


492 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota yang melapor.


Provinsi yang sudah mencapai target capaian tertinggi kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin 


IDL pada tahun 2023 yakni sebanyak 28 provinsi. Namun, terdapat 10 provinsi dengan capaian kabupaten/


kota dengan ketersediaan vaksin IDL dibawah target nasional. Rincian data persentase kabupaten/kota 


dengan ketersediaan vaksin IDL menurut provinsi tahun 2023 terdapat pada lampiran 9.c.


1. Sarana Produksi dan Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan


Cakupan sarana produksi dan distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan 


tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi dan distribusi di 


bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana produksi dan distribusi di bidang kefarmasian dan alat 


kesehatan antara lain Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), 


Pedagang Besar Farmasi (PBF), Apotek, Toko Obat, dan Distributor Alat Kesehatan (DAK).


Jika ditelaah, sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia masih 


menunjukkan adanya ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Sebagian besar sarana produksi 


maupun distribusi berlokasi di Pulau Sumatera dan Jawa yakni sebesar 75,9%. Ketersediaan ini terkait 


dengan sumber daya yang dimiliki dan kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan 


sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi 


kefarmasian dan alat kesehatan di wilayah Indonesia lainnya, sehingga terjadi pemerataan di seluruh 


wilayah Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk membuka akses keterjangkauan masyarakat 


terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.


Pada tahun 2023 terdapat 31.995 apotek, 8.559 toko obat, 3.594 Distributor Alat Kesehatan, 


2.930 Pedagang Besar Farmasi, serta 2.343 sarana UKOT/UMOT. Secara keseluruhan, Provinsi dengan 


jumlah sarana produksi dan distribusi terbanyak adalah Jawa Barat. Hal ini dapat disebabkan karena 


Jawa Barat memiliki populasi yang besar dan wilayah yang luas. Gambar 2.30 berikut menyajikan jumlah 


sarana produksi dan Gambar 2.31 menyajikan jumlah sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan 


pada tahun 2023 serta rincian jumlah sarana produksi (Lampiran 9.d) dan distribusi kefarmasian dan 


alat kesehatan menurut provinsi tahun 2023 pada Lampiran 9.e.


Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)


Berdasarkan Permendagri 18 Tahun 2018, Posyandu termasuk dalam Lembaga Kemasyarakatan 


Desa/Kelurahan (LKD/K) yang bertugas bertugas membantu Kepala Desa/Lurah dalam peningkatan 


pelayanan kesehatan masyarakat Desa/Kelurahan. 


Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Kementerian Kesehatan dengan 


komitmen melaksanakan transformasi layanan primer, melaksanakan peningkatan kapasitas posyandu 


untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap edukasi, skrining dan pelayanan promotif preventif 


bagi sasaran siklus hidup. Posyandu di garda depan, terdekat dengan masyarakat, sangat strategis 


mendukung Puskesmas untuk memperkuat upaya promosi kesehatan serta pencegahan penyakit bagi 


sasaran siklus kehidupan, serta memperkuat pemantauan wilayah setempat. Sehubungan dengan hal 


itu Posyandu yang selama ini berjalan masih bersifat programatik seperti Posyandu KIA, Posyandu 


Lansia, Posyandu Remaja, Posbindu PTM dengan adanya transformasi layanan kesehatan primer 


mengintegrasikan dalam satu Lembaga Kemasyarakatan Desa/ Kelurahan “Posyandu”. Posyandu 


menyediakan layanan untuk seluruh sasaran siklus kehidupan, mulai dari ibu hamil, bersalin dan nifas, 


bayi, balita, anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, usia dewasa dan lansia. Hal ini sejalan dengan 


Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial 


Dasar di Pos Pelayanan Terpadu. Diharapakan Posyandu dalam kerangka LKD/K dilengkapi dengan 


tempat permanen, pengurus dan kader yang memadai, anggaran operasional memadai serta prasarana 


kesehatan yang memenuhi standar, peralatan kesehatan. 


Jumlah posyandu di Indonesia pada Tahun 2023 sebanyak 304.263 posyandu yang tersebar di 


seluruh wilayah (sumber: Pelaporan Program Prioritas Microsite Promkes Tahun 2023).


Kementerian Kesehatan melaksanakan pembinaan teknis bagi posyandu dengan mengacu 


sasaran Permenkes 13 Tahun 2022 Renstra Kementerian Kesehatan yaitu indikator Tahun 2023 


ditargetkan 80% persentase kabupaten/kota dengan minimal 80% posyandu aktif. Adapun definisi 


operasional Posyandu aktif adalah jika memenuhi kriteria:


1) Melakukan kegiatan rutin Posyandu (pelayanan kesehatan ibu hamil/balita/remaja/usia 


produktif/lansia) 1 kali dalam satu sebulan minimal 8 kali/tahun;


2) Memberikan pelayanan kesehatan minimal untuk ibu hamil dan atau balita dan atau remaja;


3) Memiliki minimal 5 orang kader.


Hasil capaian indikator persentase kabupaten/kota dengan minimal 80% Posyandu aktif pada 


tahun 2023 sebanyak 427 kabupaten/kota (83,1%) (Gambar 2.33). Angka ini sudah memenuhi target 


Renstra tahun 2023 yaitu 75% kabupaten/kota dengan minimal 80% posyandu aktif. Sebanyak 50% 


provinsi yang mencapai indikator kabupaten/kota dengan minimal 80% posyandu aktif. Rincian lengkap 


data Posyandu dapat dilihat pada Lampiran 10.


Kementerian Kesehatan telah merumuskan transformasi kesehatan terdiri dari enam pilar 


utama mencakup transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem 


ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM Kesehatan, dan 


transformasi teknologi kesehatan. Di antara semua pilar tersebut, SDM Kesehatan memegang peran 


kunci dalam menggerakkan proses transformasi ini. 


Sistem Kesehatan Nasional menggambarkan Sumber Daya Manusia Kesehatan sebagai elemen 


vital yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan. 


Mereka memiliki peran yang signifikan dalam upaya meningkatkan kesadaran, motivasi, dan 


keterampilan hidup sehat bagi semua individu guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal.


Berdasarkan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Sumber Daya Manusia 


(SDM) kesehatan terdiri dari; (a) Tenaga Medis; (b) Tenaga Kesehatan; dan (3) Tenaga pendukung atau 


penunjang kesehatan. Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi (termasuk dokter/dokter gigi 


spesialis dan subspesialis). Sedangkan tenaga kesehatan terdiri dari: a. tenaga psikologi klinis; b. tenaga 


keperawatan; c. tenaga kebidanan; d. tenaga kefarmasian; e. tenaga kesehatan masyarakat; f. tenaga 


kesehatan lingkungan; g. tenaga gizi; h. tenaga keterapian fisik; i. tenaga keteknisian medis; j. tenaga 


teknik biomedika; k. tenaga kesehatan tradisional; dan l. Tenaga Kesehatan lain yang ditetapkan oleh 


Menteri. 


Pembahasan SDM kesehatan pada bab ini meliputi tenaga medis, tenaga kesehatan, dan 


tenaga pendukung atau penunjang kesehatan baik di seluruh fasilitas kesehatan, maupun secara rinci 


di puskesmas dan rumah sakit, registrasi tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, serta 


lulusan tenaga kesehatan.


A. JUMLAH SDM KESEHATAN


Pengembangan dan pengelolaan SDM kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 


tahun 2023 tentang Kesehatan. Undang-undang tersebut mendefinisikan SDM kesehatan sebagai 


seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik memi