TumorCerebri
Tumor otak yaitu suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intrakranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Tumor ini lebih dikenal sebagai “neoplasma
intrakranial” sebab beberapa tumor bukan tumbuh dari jaringan otak (misalnya
meningioma dan lymphoma). Akan tetapi, sebagian besar tumor otak memberikan
gambaran klinis, pendekatan diagnostik dan pengobatan yang sama Telah dilaporkan adanya kasus pasien perempuan 31 tahun datang ke IGD RSUUD
Cut Meutia dengan nyeri kepala. Nyeri kepala sudah dirasakan sejak lama dan memberat
sejak ± 1 minggu SMRS. Sebelum di bawa ke rumah sakit, pasien sempat terjatuh di
kamar mandi sebab merasa kehilangan keseimbangan (hoyong). Riwayat mual muntah
(+). Pasien sebelumnya pernah mengalami gejala yang serupa namun dengan intensitas
yang lebih ringan satu tahun yang lalu, namun belum pernah berobat ke bagian neurologi.
Pada inspeksi mata didapatkan eksoftalmus (-/+). Pada pemeriksaan ketajaman
penglihatan didapati VOD (2/60) VOS (1/∞) dan pada pemeriksaan funduskopi didapati
papil edema (+/+). Pada pasien juga didapati gangguan pendengaran pada telinga sebelah
kiri.
Hasil pemeriksaan CT-scan didapati massa inhomogen dengan intra tumoral
haemorrhage pada hemisfer cerebellum kiri (ukuran = AP 5,3 cm x LL 5,1 cm) yang
tampak menempel dengan pons paramedian kiri serta sebagian dengan mesencephalon
sisi kiri. Massa tampak mendesak ke kanan dan menyebabkan penyempitan ventrikel IV
dan menyebabkan hydrocephalus non communicans dan tampak tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial.
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa cairan RL 20 gtt/i, Injeksi Ketorolac
30 mg/8 jam, Injeksi Ondansetron amp/12 jam, Injeksi Citicolin 500 mg/12 jam, Injeksi
Ranitidin amp/12 jam, Injeksi Omeprazole 1 vial/ 12 jam, Injeksi Dexamethasone 1 amp/
8 jam, Paracetamol 3 x 500 mg, Vastigo 2 x 6 mg, Flunarizine 2 x 5 mg, Capcam 2 x 1.
Tumor otak / tumor cerebri yaitu suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intrakranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Pasien perempuan 31 tahun datang ke IGD RSUCM dengan nyeri kepala. Nyeri kepala
sudah dirasakan sejak lama dan memberat sejak ± 1 minggu SMRS. Sebelum di bawa ke rumah sakit,
pasien sempat terjatuh di kamar mandi sebab merasa kehilangan keseimbangan (hoyong). Riwayat mual
muntah (+). Pasien juga mengelukan pandangan kabur pada kedua mata dan penurunan pendengaran pada
telinga sebelah kiri. Demam disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien sebelumnya pernah
mengalami gejala yang serupa namun dengan intensitas yang lebih ringan satu tahun yang lalu, namun
belum pernah berobat ke bagian neurologi. Riwayat DM (-), Hipertensi (-). Pada pemeriksaan fisik
ditemukan kesadaran komposmentis, GCS E4V5M6, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 80
x/menit, regular, frekuensi napas 19 x/menit, regular, suhu 36,5⁰C. Pada inspeksi mata didapatkan
eksoftalmus (-/+). Pada pemeriksaan ketajaman penglihatan didapati VOD (2/60) VOS (1/∞) dan pada
pemeriksaan funduskopi didapati papil edema (+/+). Pada pasien juga didapati gangguan pendengaran pada
telinga sebelah kiri. Dari hasil pemeriksaan ct-scan didapati Massa inhomogen dengan intra tumoral
haemorrhage pada hemisfer cerebellum kiri (ukuran = AP 5,3 cm x LL 5,1 cm) yang tampak menempel
dengan pons paramedian kiri serta sebagian dengan mesencephalon sisi kiri. Massa tampak mendesak ke
kanan dan menyebabkan penyempitan ventrikel IV dan menyebabkan hydrocephalus non communicans
dan tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial.
Tumor otak / tumor cerebri yaitu suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intrakranial)
atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis) (1). Tumor ini lebih dikenal sebagai
“neoplasma intrakranial” sebab beberapa tumor bukan tumbuh dari jaringan otak
(misalnya meningioma dan lymphoma). Akan tetapi, sebagian besar tumor otak
memberikan gambaran klinis, pendekatan diagnostik dan pengobatan yang sama (2).
Angka kejadian tumor intrakanial berkisar antara 4,2-5,4 per 100.000 penduduk.
Pada semua autopsi yang dilakukan oleh Bernat & Vincent (1987) dijumpai 2% tumor
otak. Angka kejadian tumor otak pada anak dibawah 16 tahun yaitu 2,4 per 100.000
anak. Tampaknya angka kejadian tumor cenderung naik dengan bertambahnya umur.
Tidak diketahui secara pasti perbedaan angka kejadian menurut ras, tempat tinggal
maupun iklim (1).
Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada
susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi diruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis
spinalis. Di Amerika didapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang
menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit
neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Data di Indonesia tentang tumor
susunan saraf pusat belum dilaporkan. Angka kejadian tumor otak pada anak-anak
terbanyak pada dekade pertama, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia
40-65 tahun (2,3).
Proses neoplasmatik atau proses malignansi di susunan saraf mencakup neoplasma
saraf primer dan non-saraf atau metastatic (4). Urutan frekuensi neoplasma di dalam
ruang tengkorak yaitu sebagai berikut : (1) glioma (41%), (2) meningioma (17%), (3)
adenoa hipofisis (13%), (4) neurilemoma (12%), (5) neplasma metastatik dan (6)
neoplasma pembuluh darah serebral (3).
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis
kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan
yang maligna, sebab gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor,
kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi
intrakranial serta efek dari masa tumor ke jaringan otak yang dapat menyebabkan
kompresi, invasi dan destruksi dari jaringan otak (3).
Keluhan Utama
Nyeri kepala
2.2.2 Keluhan Tambahan
Mual, muntah, kehilangan keseimbangan (hoyong), pandangan kabur pada kedua
mata dan penurunan pendengaran pada telinga sebelah kiri.
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUCM dengan nyeri kepala. Nyeri kepala sudah dirasakan
sejak lama dan memberat sejak ± 1 minggu SMRS. Sebelum di bawa ke rumah sakit,
pasien sempat terjatuh di kamar mandi sebab merasa kehilangan keseimbangan
(hoyong). Riwayat mual muntah (+). Pasien juga mengelukan pandangan kabur pada
kedua mata dan penurunan pendengaran pada telinga sebelah kiri. Demam disangkal,
BAB dan BAK dalam batas normal.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah mengalami gejala yang serupa namun dengan intensitas
yang lebih ringan satu tahun yang lalu, namun belum pernah berobat ke bagian
neurologi. Riwayat DM (-), Hipertensi (-).
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang serupa dengan pasien.
Riwayat keluarga mengalami Hipertensi dan DM disangkal.
2.2.6 Riwayat Penggunaan Obat
Riwayat pengobatan tidak ada.
2.2.7 Riwayat Kebiasaan
Riwayat kebiasaan tidak ada
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Keadaan Umum : Sakit berat
2.3.2 Kesadaran : E4V5M6 (Composmentis)
2.3.3 Vital Sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasaan : 19 x/menit
Suhu : 36,5oC
2.3.4 Status Generalis
Pemeriksaan Fisik
Kulit
Warna : kuning langsat
Turgor : cepat kembali
Capilary refill : kurang dari 2 detik
Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Anemia : Tidak ada
Kepala
Rambut : Hitam
Bentuk : normocephali
Mata
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat isokor, 2mm/ 2mm
Reflek Cahaya : RCL(+/+) , RCTL (+/+)
Palpebra : tidak tampak udem
Funduskopi : papil edema (+/+)
Bola mata : eksoftalmus (-/+)
Telinga
Selaput pendengaran : tidak dapat dinilai
Penyumbatan : -/-
Serumen : -/-
Perdarahan : -/-
Cairan : -/-
Lubang : lapang
Hidung
Deviasi septum : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut
Bibir : sudut bibir simetris
Lidah : tidak ada deviasi
Tonsil : T1/T1
Faring : merah muda
Leher
Trakhea : terletak ditengah
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Kaku : negatif
Thoraks
Paru
Inspeksi : Pergerakan dan bentuk dada simetris, pectus
Excavatum (+), retraksi intercostal (-)
Palpasi : Fremitus taktil dada kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru kanan kiri
Auskulkasi : Vesikuler seluruh lapang paru (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing
(-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea medial linea
midclavicula
Perkusi : Batas kiri jantung : ICS V Linea Mid Clavikula
Sinistra
Batas kanan jantung : ICS V Linea Parasternal
Dextra
Auskultasi : BJ I > BJ II, bising(-), reguler
Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor (-), vena collateral (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Pembesaran hati (-), Pembesaran
Limpa (-)
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen
Auskultasi : Peristalik 3x/menit
Ekstremitas :
Pemeriksaan Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis Negative Negative Negative Negative
Edema Negative Negative Negative Negative
Kelenjar Getah Bening
Pre-aurikuler : tidak teraba membesar
Post-aurikuler : tidak teraba membesar
Sub-mandibula : tidak teraba membesar
Supra-clavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
Status Neurologis
GCS : E4M6V5
Pupil : isokor Ø (2mm/2mm)
Reflek cahaya langsung : (+/+)
Reflek cahaya tidak langsung : (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : (-)
Laseque sign : (-)
Kernig sign : (-)
Nervus Kranialis
1. N.I (Olfaktorius)
Dalam batas normal
2. N.II (Optikus)
Ketajaman Penglihatan : VOD 2/60, VOS 1/∞, Lapang Pandang : OD (dalam
batas normal), OS (tidak dapat dinilai)
3. N.III, IV, VI (Okulomotorius, Troklearis, Abdusen)
Celah Kelopak Mata : Ptosis (-/-), Exopthalmus (-/+), Nistagmus (-/-)
Pupil
a. Bentuk : Bentuk bulat, isokor, diameter 2mm/2m
b. Refleks : RCL (+/+), RCTL (+/+), Akomodasi Pupil (+)
4. N.V (Trigeminalis)
a. Sensorik : Dalam batas normal
b. Motorik : Dalam batas normal
c. Refleks : Kornea (+/+)
5. N-VII (Fasialis) :
a. Sensorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Motorik : Angkat Alis (+/+), Terlihat Simetris Kanan Dan Kiri,
Menutup Mata (+/+), Menggembungkan Pipi Simetris,
Menyeringai Kanan (baik), Kiri (baik).
6. N.VIII (Vestibulocochlearis)
Daya Pendengaran (+/-), Tes Rinne, Weber, dan Swabach : tidak dilakukan
7. N.IX dan N.X (Glosspharingeus dan Vagus)
a. Motorik
- Menyebutkan “aaa” : Disfonia (-) / Afonia (-)
- Kembungkan pipi : Kanan (baik), Kiri (baik)
- Menelan : Disfagia (-)
- Membuka mulut
• Palatum molle : tidak ada deviasi
• Arkus faring : tidak ada deviasi
• Uvula : tidak ada deviasi
b. Sensorik
- 1/3 posterior lidah : dalam batas normal
- Reflek muntah : dalam batas normal
8. N.XI (Accesorius)
a. Gerakan kepala : dapat melawan tahanan
b. Leher : dapat melawan tahanan
c. Bahu : dapat melawan tahanan
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : tidak ditemukan
b. Atrofi lidah : tidak ditemukan
c. Ujung lidah istirahat : tidak ada deviasi
d. Ujung lidah dijulurkan : tidak ada deviasi
e. Fasikulasi : tidak ditemukan
Motorik
Pergerakan : (+/+)
Kekuatan : 5555/5555
5555/5555
Tonus otot : Normotonus / Normotonus
Normrtonus / Normotonus
Atrofi otot : Eutrofi / Eutrofi
Eutrofi / Eutrofi
Sensorik
Sensorik Eksteroseptif : dalam batas normal
Sensorik proptopatik : dalam batas normal
Reflek Fisiologis
Biceps : (+2/+2)
Triceps : (+2/+2)
Patella : (+2/+2)
Achilles : (+2/+2)
Reflek Patologis
Tromner : (-/-)
Hoffman : (-/-)
Babinski : (-/-)
Chaddok : (-/-)
Gordon : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Schaefer : (-/-)
Fungsi Otonom
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Hidrosis : Dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 15,00 13,0-18,0 g/dl
Hematokrit 41,2 37-47 %
Eritrosit 4,81 4,5-6,5 x 106
/mm3
MCV 85,7 79-99 fL
MCH 31,3 27,0-31,2 pg
MCHC 36,5 33,0-37,0 g/dl
Leukosit 9,8 4,0-11,0 x 103
/mm3
Trombosit 152 150-450 x 103
/mm3
RDW-CV 10,1 11,5-14,5%
Kimia Darah
Fungsi Ginjal
Ureum 17 < 50 mg/dL
Kreatinin 0,7 0,6 – 1,1 mg/dL
Asam Urat 3,5 3,4-7,0 mg/dL
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu 107 70-110 mg/dL
Imunologi
Cov-2 Antigen Negatif
Massa inhomogen dengan intra tumoral haemorrhage pada hemisfer cerebellum kiri
(ukuran = AP 5,3 cm x LL 5,1 cm) yang tampak menempel dengan pons paramedian kiri
serta sebagian dengan mesencephalon sisi kiri. Massa tampak mendesak ke kanan dan
menyebabkan penyempitan ventrikel IV dan menyebabkan hydrocephalus non
communicans. Tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial.
2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Cephalgia Kronik + Buta Kategori 3 pada Mata Kanan +
Buta Kategori 4 pada Mata Kiri + Gangguan Pendengaran
Telinga Kiri
Diagnosis Topik : Cerebellum
Diagnosis Etiologi : Tumor cerebri
Diagnosis Patologis : Hyperplasia
2.6 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad bonam
2.7 Penatalaksanaan
• IVFD RL 20 gtt/i
• Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 j
• Injeksi Ondansetron amp/ 12 j
• Injeksi Citicolin 500 mg/ 12 j
• Injeksi Ranitidin amp/ 12 j
• Injeksi Omeprazole 1 vial/ 12 j
• Injeksi Dexamethasone 1 amp/ 8 j
• Oral : Paracetamol 3 x 500 mg, Vestigo 2 x 6 mg, Flunarizine 2 x 5 mg,
Capcam 2x1
3. PEMBAHASAN
Pasien perempuan 31 tahun datang ke IGD RSUD Cut Meutia dengan nyeri kepala.
Nyeri kepala sudah dirasakan sejak lama dan memberat sejak ± 1 minggu SMRS.
Sebelum di bawa ke rumah sakit, pasien sempat terjatuh di kamar mandi sebab merasa
kehilangan keseimbangan (hoyong). Riwayat mual muntah (+). Pasien juga mengelukan
pandangan kabur pada kedua mata dan penurunan pendengaran pada telinga sebelah kiri.
Demam disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran kompos mentis, GCS E4V5M6,
tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, regular, frekuensi napas 19
x/menit, regular, suhu 36,5⁰C. Pemeriksaan inspeksi mata didapatkan eksoftalmus (-/+).
Pemeriksaan ketajaman penglihatan didapati VOD (2/60), VOS (1/∞) dan pada
pemeriksaan funduskopi didapati papil edema (+/+). Pada pasien juga didapati gangguan
pendengaran pada telinga sebelah kiri.
Hasil pemeriksaan CT-scan didapati massa inhomogen dengan intra tumoral
haemorrhage pada hemisfer cerebellum kiri (ukuran = AP 5,3 cm x LL 5,1 cm) yang
tampak menempel dengan pons paramedian kiri serta sebagian dengan mesencephalon
sisi kiri. Massa tampak mendesak ke kanan dan menyebabkan penyempitan ventrikel IV
dan menyebabkan hydrocephalus non communicans dan tampak tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial.
Angka kejadian tumor otak pada anak-anak di Indonesia terbanyak pada dekade
pertama, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun. Anak
dibawah 16 tahun, angka kejadian tumor otak yaitu 2,4 per 100.000 anak. Angka
kejadian tumor cenderung naik dengan bertambahnya umur dan lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan (5,6,7,8).
Penyebab tersering dari nyeri kepala pada tumor otak yaitu traksi pada struktur
peka nyeri baik intra- maupun ekstrakranial. Pada tumor otak, traksi biasanya terjadi
akibat perluasan dari jaringan tumor, edema dan atau perdarahan. Struktur peka nyeri
intra- maupun ekstrakranial meliputi sinus venosus, arteri dura dan serebri, duramater,
kulit, jaringan subkutan dan otot, serta periosteum dari kranium. Sedangkan parenkim
otak tidak sensitif terhadap nyeri sebab kurang memiliki reseptor nyeri (misalnya: free
nerve ending) (9,10).
Selain itu, penting untuk diketahui bahwa peningkatan TIK dapat menyebabkan
nyeri kepala. Kemungkinan hal ini dapat dijelaskan dengan adanya obstruksi periodik
dari sistem ventrikel (misalnya ball valving) dari massa di dalam sistem ventrikel atau
kompresi intermiten dari massa (seringkali berbentuk pedunkuler) pada system ventrikel.
Pasien mengeluhkan kehilangan keseimbangan (hoyong), hal tersebut sesuai
dengan hasil pemeriksaan CT-scan yaitu ditemukan massa inhomogen dengan intra
tumoral haemorrhage pada hemisfer serebelum kiri (ukuran = AP 5,3 cm x LL 5,1 cm).
Fungsi cerebellum yaitu sebagai pusat koordinasi yang mempertahankan keseimbangan
dan mengontrol tonus otot melalui sirkut regulasi dan mekanisme umpan balik yang
kompleks, dan memastikan eksekusi semua proses motorik terarah yang tepat dan
terkoordinasi dengan baik secara sementara.
Secara fungsional cerebellum terbagi menjadi 3 komponen yaitu
vestibuloserebelum (mengatur keseimbangan), spinoserebelum (mengontrol postur serta
gaya berjalan), dan serebroserebelum (berperan untuk kehalusan dan ketepatan seluruh
gerakan terkontrol halus). Jika terdapat lesi vestibuloserebelum menyebabkan (1)
disekuilibrium, pasien mengalami kesulitan berdiri tegak (astasia) dan berjalan (abasia),
dan gaya berjalan pasien lebar-lebar dan tidak stabil, menyerupai gaya berjalan orang
yang sedang mabuk (ataksia trunkal); (2) Gangguan okulomotor, nistagmus. Gangguan
serebelar fungsi okulomotor bermanifestasi sebagai gangguan kemampuan
mempertahankan tatapan seseorang terhadap objek yang diam atau bergerak. Hasilnya
yaitu gerakan pursuit sakadik dan gaze-evoked nystagmus (11,14).
Jika terdapat lesi spinoserebelum menyebabkan : (1) Lesi lobus anterior dan bagian
superior vermis did an di dekat garis tengah, menimbulkan ataksia cara berdiri (stance)
dan gaya berjalan (gait). Pasien yang menderita gangguan ini menunjukkan cara berjalan
yang lebar dan tidak stabil yang berdeviasi ke sisi lesi, dan terdapat kecenderungan untuk jatuh ke sisi tersebut; (2) Lesi bagian inferior vermis menyebabkan ataksia stance
(astasia) yang lebih berat dibandingkan ataksia gait. Pasien mengalami kesulitan untuk
duduk atau berdiri dengan stabil dan pada tes Romberg bergoyang secara perlahan ke
belakang dan ke depan (12,13,14,15).
Jika terdapat lesi serebroserebelum menyebabkan : (1) Dekomposisi gerakan
volunteer yaitu dismetria (ketidakmampuan untuk menghentikan gerakan terarah tepat
pada waktunya, bermanifestasi (misalnya) sebagai gerakan jari melewati lokasi target.
Disinergia yaitu hilangnya kerjasama yang tepat pada beberapa kelompok otot dalam
eksekusi gerakan tertentu; masing-masing otot berkontraksi tapi tidak dapat bekerjasama
secara tepat. Disdiadokokinesia yaitu gangguan gerakan bergantian secara cepat akibat
kerusakan koordinasi ketepatan waktu beberapa kelompok otot antagonistic : gerakan
seperti pronasi dan supinasi tangan secra cepat menjadi lambat, terputus-putus, dan tidak
berirama. Intention tremor/tremor aksi terutama terlihat pada gerakan langsung dan
menjadi lebih berat ketika jari semakin dekat dengan target; (2) hipotonia dan
hiporefleksia dan (3) disartria dan disartrofonia patah-patah (scanning) (11,14,16).
Hasil pemeriksaan ditemukan massa inhomogen dengan intra tumoral haemorrhage
pada hemisfer serebelum kiri (ukuran = AP 5,3 cm x LL 5,1 cm) juga menyebabkan dari
hasil pemeriksaan inspeksi diapati eksoftalmus pada mata sebelah kiri yang disebabkan
olaeh sebab adanya penekanan pada struktur intrakranial.
Pasien juga mengalami mual muntah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial. Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK :
1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi
sebab traksi atau distorsi arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala
yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas, batuk, mengangkat, bersin.
2. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.
3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang
berhubungan dengan rongga subarakhnoid di otak.
4. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran, gelisah,
iritabilitas, letargi dan penurunan fungsi motorik.
5. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran
jaringan otak maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum
Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola nafas akan
dapat membantu melokalisasi level cedera.
Pasien juga mengelukan pandangan kabur pada kedua mata dan penurunan
pendengaran pada telinga sebelah kiri. Hal tersebut sesuai dengan hasil temuan CT-scan
yaitu massa yang tampak menempel dengan pons paramedian kiri dan mendesak ke kanan
serta sebagian menempel dengan mesencephalon sisi kiri.
Massa yang menempel dengan pons paramedian kiri dan mendesak ke kanan
menyebabkan penyempitan ventrikel IV sebab aspek dorsal pons membentuk bagian
superior dasar ventrikel IV sehingga menyebabkan hydrocephalus non communicans dan
tampak tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial yang tampak pada hasil CT-scan.
Massa yang sebagian menepel dengan mesencephalon sisi kiri menyebabkan
pandangan kabur dan gangguan pendengaran pada pasien. Pada mesensephalon terdapat
celah diantara pedunkulus yang disebut fosa interpedunkularis, yaitu tempat keluarnya
dua nervus okulomotorius (N.III) dari batang otak. Pedunkulus serebri menghilang ke
arah kaudal ketika memasuki pons yang mana diarah rostral, struktur ini dikelilingi oleh
traktus optikus sebelum memasuki hemisfer serebri.
Pada aspek dorsal mesensefalon memiliki empat tonjolan yang secara keseluruhan
disebut lamina quadrigemina. Informasi visual diproses di dua tonjolan atas (kolikul
superior), sedangkan informasi auditorik diproses di dua penonjolan bagian bawah
(kolikul inferior), yang lebih kecil. Pada aspek lateral lamina quadrigermina juga terdapat
dua penonjolan kecil yang disebut korpus genikulatum mediale (area relay auditorik) dan
korpus genikulatum laterale (area relay visual). sebab pada pasien letak lesinya di atas
traktus kortikobulbar (kortikonuklear) maka manifestasinya ipsilateral yaitu gangguan
pendengaran di telinga kiri dan pandangan kabur yang dirasakan lebih berat pada mata
sebelah kiri. Ketajaman penglihatan didapatkan VOD 2/60 dan VOS 1/∞, sehingga dapat
dikategorikan sebagai buta menurut WHO, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa cairan RL 20 gtt/i, Injeksi Ketorolac
30 mg/8 jam, Injeksi Ondansetron amp/12 jam, Injeksi Citicolin 500 mg/12 jam, Injeksi
Ranitidin amp/12 jam, Injeksi Omeprazole 1 vial/12 jam, Injeksi Dexamethasone 1 amp/
8 jam, Paracetamol 3 x 500 mg, Vastigo 2 x 6 mg, Flunarizine 2 x 5 mg, Capcam 2 x 1.
Ketorolac diberikan sebagai anti nyeri sebab bersifat analgesik poten dengan antiinflamasi sedang. Ketorolac memperlihatkan efektivitas sebanding morfin, masa kerjanya
lebih panjang dan efek sampingnya lebih ringan. Ondansetron bekerja dengan
menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT3, sehingga membuat penggunanya tidak
mual dan berhenti muntah. Citicolin yaitu obat yang bekerja dengan cara meningkatkan
senyawa kimia di otak bernama phospholipid phosphatidylcholine. Senyawa ini memiliki
efek untuk melindungi otak, mempertahankan fungsi otak secara normal, serta
mengurangi jaringan otak yang rusak akibat cedera. Selain itu, citicolin mampu
meningkatkan aliran darah dan konsumsi oksigen di otak.
Ranitidine diberikan untuk mengurangi gejala gastritis, dan mencegah terjadinya
stress ulcer bekerja sebagai antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam
lambung. Omeprazole merupakan obat golongan proton pump inhibitor yang dgunakan
untuk menurunkan produksi asam berlebih pada lambung. Dexamethasone, pemberian
kortikosteroid untuk mengurangi nyeri pada 85% kasus, dan dapat menghasilkan
perbaikan neurologis. Paracetamol diberikan sebagai pereda nyeri (analgesic).
Vastigo (Betahistine Mesylate) bekerja dengan mempengaruhi perpindahan
kalsium sehingga pembuluh darah bekerja lebih santai dalam proses. digunakan untuk
pencegahan migrain (sakit kepala sebelah), pencegahan gangguan perifer (gangguan atau
kelainan saraf yang terjadi memengaruhi saraf di luar otak dan saraf tulang belakang) dan
serebrovaskular (gangguan pembuluh darah pada otak), pencegahan vertigo (pusing yang
berputar) dan gangguan vestibular (gangguan yang menyebabkan seseorang merasa
goyah, pusing, pening, atau memiliki sensasi gerakan). Flunarizine merupakan golongan
obat calcium chanel blocker dan memiliki aktivitas memblok histamin H1. Obat ini
digunakan untuk profilaksis migrain, penyakit oklusi vaskular perifer, vertigo sentral dan
perifer.