Tampilkan postingan dengan label tumor tumor jinak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tumor tumor jinak. Tampilkan semua postingan

tumor tumor jinak

 


















Tumor berasal dari bahasa latin 

tumere yang berarti membengkak. 

Tumor dapat diartikan pula sebagai 

pembengkakan, suatu tanda kardinal 

peradangan; pembesaran yang 

morbid atau pertumbuhan baru suatu 

jaringan dengan multiplikasi sel- sel 

yang tidak terkontrol dan progresif; 

disebut juga neoplasma.

1,2,3

Tumor dapat timbul dalam 

tubuh akibat pengaruh berbagai 

faktor penyebab yang akhirnya 

menyebabkan jaringan setempat pada 

tingkat gen kehilangan kendali 

normal atas pertumbuhannnya.

4

Tumor kulit dapat dibagi 

menjadi tumor jinak, tumor 

prakanker, dan tumor ganas 

(kanker). Tumor jinak ialah tumor 

yang berdiferensiasi normal 

(matang), pertumbuhannya lambat 

dan ekspansif serta kadang- kadang 

berkapsul. Prakanker berarti 

mempunyai kecenderungan 

bekembang menjadi kanker (tumor 

ganas) sedangkan, tumor ganas 

(kanker) ialah tumor yang bersifat 

infiltratif sampai merusak jaringan 

disekitarnya serta bermetastasis

melalui pembuluh darah dan atau 

pembuluh getah bening.5

Tumor jinak kulit 

merupakan manifestasi dari 

kekacauan pertumbuhan kulit yang 

bersifat kongenital atau akuisita, 

tanpa tendensi invasif dan 

metastasis, dapat berasal dari 

vaskuler dan non vaskuler.

6

Tumor 

jinak dapat mendesak jaringan organ 

sekitarnya, namun biasanya tidak 

berinfiltrasi merusak jaringan

disekitarnya, sehingga bahayanya 

relatif kecil.4

Penyakit tumor pada kulit 

dewasa ini cenderung mengalami 

peningkatan jumlah terutama di 

Amerika, Australia, dan Inggris. 

Berdasarkan beberapa penelitian, 

orang kulit putih yang lebih banyak 


menderita tumor kulit. Hal tersebut 

diprediksikan sebagai akibat 

seringnya terkena (banyak terpajan) 

cahaya matahari. Di Indonesia 

penderita tumor kulit terbilang 

sangat sedikit dibandingkan ke-3 

negara tersebut, namun demikian 

tumor kulit perlu dipahami karena 

selain menyebabkan kecacatan 

(merusak penampilan) juga pada 

stadium lanjut dapat berakibat fatal.7

Tumor jinak sering dikatakan 

tidak berbahaya karena tidak sampai 

berkembang menjadi kanker namun 

demikian, penyakit ini tetap tidak 

bisa dianggap remeh karena dapat 

berakibat fatal pada kesehatan tubuh. 

Sifatnya yang jinak membuat 

penderita kurang tanggap melakukan 

pengobatan padahal, semakin cepat 

penyakit tumor jinak diobati akan 

semakin baik hasilnya.

8

Jumlah penderita tumor 

semakin meningkat beberapa tahun 

belakangan ini.

5

Indonesia termasuk 

negara tropis dengan sinar ultraviolet 

dari matahari sangat kuat dan 

sebagian besar masyarakat banyak 

melakukan aktivitas yang langsung 

terpajan sinar matahari, sehingga 

berpengaruh pada proses terjadinya 

tumor kulit.6

Beberapa tumor kulit jinak 

yang sering dijumpai adalah 

keratosis seboroik, veruka vulgaris, 

dan keloid.9

Penelitian yang dilakukan 

oleh Wijaya, menunjukkan bahwa 

terdapat 482 (16,37%) pasien tumor 

kulit jinak di antara 2.945 pasien 

baru. Veruka vulgaris merupakan 

tumor kulit jinak terbanyak. Tumor 

kulit jinak lebih sering terjadi pada 

perempuan. Kelompok usia tertinggi 

adalah 15–44 tahun. Pekerjaan 

terbanyak adalah ibu rumah tangga9

Tujuan penelitian ini ialah untuk 

mengetahui profil pasien tumor 

jinak berdasarkan jenis tumor, umur, 

jenis kelamin dan pekerjaan di 

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP 

Prof Dr. R. D. Kandou Manado 

periode Januari 2009- Desember 

2011.

METODOLOGI 

Penelitian dilakukan secara 

retrospektif deskriptif dengan 

mengevaluasi catatan rekam medik 

kasus baru tumor kulit jinak di 

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP 

Prof Dr. R. D. Kandou Manado 

dalam jangka waktu 2 bulan yaitu 

dari bulan November - Desember 

2011.

VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang dievaluasi dalam 

penelitian ini meliputi jenis tumor 

jinak kulit yang ditemukan adalah 

usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.

HASIL PENELITIAN

Pada hasil evaluasi retrospektif yang

dilakukan di poliklinik kulit dan 

kelamin RSUP Prof. dr. R. D. 

Kandou Manado sejak Januari 2009 

sampai Desember 2011, terdapat 478 

(15,65%) pasien baru dengan tumor 

kulit jinak dari 3055 total pasien 

baru poliklinik kulit dan kelamin 

(Tabel 1).

Dari 20 jenis tumor kulit jinak, teridentifikasi dua penyakit tumor junak 

kulit terbanyak adalah veruka vulgaris sebanyak 134 (28,03%) kasus dan keratosis 

seboroik 118 (24,69%) kasus (Tabel 2).


Sebaran menurut usia1

10

, terbanyak pada kelompok usia 15- 44 tahun 

sebanyak total 235 (49,16%) pasien (Tabel 3).



Veruka vulgaris menempati urutan terbanyak untuk tumor kulit jinak 

sebanyak 134 (28,03%) kasus, dengan rasio laki-laki dan perempuan 1,06: 1 (laki￾laki: 69 [51,49%]; perempuan: 65 [48,51%]). Secara keseluruhan, persentase 

pasien laki – laki dan perempuan 1 : 1,12 (laki – laki: 226 [47,28%]; perempuan: 

252 [52,72%]) (Tabel 4).


Seratus dua puluh enam pasien atau 26,36% dari 478 pasien tumor kulit 

jinak memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan kedua terbanyak 

adalah pelajar, yaitu sebanyak 105 pasien (21,97%) (Tabel 5).

Dari 3055 pasien baru di poliklinik kulit 

dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou 

Manado sejak 1 Januari 2009 sampai 31 

Desember 2011 didapatkan 478 (15,65%) 

pasien dengan 20 jenis tumor jinak kulit 

(Tabel 1). Di antara kelompok pasien 

dengan tumor jinak kulit tersebut, veruka 

vulgaris (134 kasus; 28,03%) dan keratosis 

seboroik (118 kasus; 24,69%) merupakan 

tumor kulit jinak yang paling sering 

dijumpai (Tabel 2). Pada studi retrospektif 

yang dilakukan oleh Hamzah dkk. untuk 

tumor kulit RSUD Abdul Moeloek 

Lampung periode Januari 2006 –

Desember 2007 menunjukkan hasil bahwa 

keratosis seboroik menempati urutan 

pertama terbanyak untuk tumor kulit jinak 

(29,2%) dari 355 pasien baru dengan 

tumor kulit.9,11 Studi retrospektif yang 

dilakukan oleh Wijaya dkk. untuk tumor 

kulit RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou 

Manado periode Januari 2008– Desember 

2010 menunjukkan hasil bahwa veruka 

vulgaris menempati urutan pertama 

terbanyak untuk tumor kulit jinak 

(27,39%) dari 482 pasien baru dengan 

tumor kulit.9

Perbedaan hasil mengenai 

jenis tumor kulit terbanyak dari berbagai 

studi tersebut kemungkinan disebabkan 

oleh perbedaan dalam kriteria yang 

digunakan untuk mengelompokkan tumor 

kulit jinak. Terdapat banyak penggolongan 

tumor kulit, Rata menggolongkan tumor 

kulit jinak berdasarkan asal, predileksi, 

gambaran klinis, dan terapi.5 Thomas et al 

menyebutkan bahwa tidak ada 

keseragaman dalam sistem klasifikasi 

tumor kulit jinak karena asal dan gambaran 

klinis yang bervariasi.9,12 Literatur lain 

menggolongkan tumor kulit berdasarkan 

asal histologis, kelompok usia, lokasi, dan 

gambaran klinis mereka.9 Klasifikasi 

tumor kulit jinak dalam studi retrospektif 

ini diambil berdasarkan Kolegium Ilmu 

Kesehatan Kulit dan Kelamin Indonesia, 

tumor kulit jinak kulit dapat dibagi 

menjadi tumor jinak epidermis, kista 

epidermis, dan tumor jinak adneksa; tumor 

jinak melanosit dan sel nevus; tumor jinak 

jaringan ikat; tumor jinak jaringan lemak 

dan kelainan metabolisme lemak; tumor 

jinak karena virus; dan tumor jinak dan 

hiperplasia vaskular.

Pada studi ini, veruka vulgaris 

ditemukan dengan jumlah sebanyak 134 

kasus (28.88%) (Tabel 2), dengan perbandingan 69 laki – laki dan 65 

perempuan (1,06 : 1) (Tabel 4). Jumlah 

pasien terbanyak dari kelompok usia 14-59 

tahun (345 dari 464 pasien [74,4%]) (Tabel 

3). Hasil ini sesuai dengan studi yang 

dilakukan oleh Wijaya dkk di Manado 

tahun 2008- 2009, dimana tidak terdapat 

perbedaan yang bermakna untuk jenis 

kelamin pasien.

Tidak adanya perbedaan 

bermakna antara laki – laki dan perempuan 

ini kemungkinan berhubungan dengan 

Human Papilloma Virus (HPV) sebagai 

etiologi veruka vulgaris yang dapat 

menyerang laki – laki maupun perempuan. 

Kelompok usia dengan kejadian tumor 

kulit jinak yang tertinggi adalah kelompok 

usia 14- 59 tahun sebanyak 345 (74.4 %) 

pasien (Tabel 3). Temuan ini sesuai 

dengan kepustakaan, yaitu veruka vulgaris 

dan keratosis seboroik merupakan tumor 

kulit jinak yang paling banyak ditemukan 

di usia pertengahan.9,13 Kelompok usia 15 

– 44 tahun merupakan kelompok usia 

menurut WHO10 dengan rentang yang luas, 

sehingga kemungkinan hal inilah yang 

menyebabkan jumlah pasien dalam 

kelompok ini menjadi lebih tinggi 

dibandingkan kelompok usia yang lain 

selain mengingat bahwa rentang usia 

tersebut merupakan usia produktif dengan 

aktifitas yang tinggi. 

Pekerjaan termasuk faktor yang 

berperan dalam pertumbuhan tumor.5 Pada 

studi ini, 117 pasien atau 25,22% dari 464 

pasien tumor kulit jinak memiliki 

pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. 

Pekerjaan kedua terbanyak adalah pelajar, 

yaitu sebanyak 105 pasien (22,63%). 

(Tabel 5). Studi retrospektif yang 

dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan 

oleh Sibarani dkk. pada periode 2005 –

2009 menunjukkan bahwa 26,68% dari 

296 pasien tumor kulit memiliki pekerjaan 

sebagai pelajar.

Studi retrospektif yang 

dilakukan di RSUP Prof. dr. R. D Kandou 

Manado oleh Wijaya priode 2008- 2009 

menunjukkan bahwa 137 pasien (28,42%) 

dari 482 pasien tumor kulit memiliki 

pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan 

102 (21,16%) memiliki pekerjaan sebagai 

pelajar.

Tumor kulit jinak terbanyak 

dalam studi ini adalah veruka vulgaris dan 

keratosis seboroik, di mana pekerjaan 

memiliki peranan penting sebagai faktor 

predisposisi karena berhubungan dengan 

pajanan sinar matahari. Ibu rumah tangga 

dan pelajar memiliki aktivitas sehari – hari 

yang sebagian besar dilakukan di luar 

rumah sehingga banyak mendapat pajanan 

sinar matahari


tumor jinak2




Tumor adalah salah satu jenis sel yang 

tumbuh dengan kecepatan tidak beraturan dan 

tidak memiliki fungsi yang berguna bagi tubuh 

manusia. Tumor sendiri dikategorikan dalam 

dua jenis, yaitu tumor ganas (kanker) dan tumor 

jinak.Tumor Jinak berbeda dengan tumor ganas 

yang dapat menyebabkan kematian pada 

penderita, tumor jinak sendiri tidak menyebar ke 

bagian tubuh lain dan perkembangannya pun 

sangat lambat.

Meskipun tumor jinak tergolong tumor yang 

jarang menyebabkan kematian, namun ada 

beberapa kasus tumor jinak yang tumbuh pada 

bagian tertentu yang secara tidak langsung dapat 

mengganggu organ vital tubuh yang ada disekitarnya, seperti pada kasus tumor jinak 

yang tumbuh pada jaringan fibrosa atau rahim 

yang dapat menimbulkan nyeri pada pinggul 

bahkan pendarahan yang hebat, sehingga 

membutuhkan perawatan khusus bahkan 

tindakan operasi pengangkatan tumor, 

Kurangnya pengetahuan dalam mengenali jenis 

tumor jinak yang diderita seringkali membuat 

penderita sulit untuk melakukan tindakan 

pengobatan pada tumor yang diderita 

dikarenakan jenis tumor jinak yang bermacam￾macam dengan gejala dan ciri-ciri yang hampir 

sama maka diperlukan juga pengetahuan khusus 

untuk mengenalinya dan bagaimana menangani 

tumor tersebut dengan tepat.

Dengan permasalahan tersebut maka 

diperlukan sebuah sistem yang dapat membantu 

mendiagnosis jenis tumor jinak yang diderita 

oleh pasien dengan memanfaatkan metode 

dempster shafer. Dengan adanya sistem ini,

diharapkan dapat membantu pasien untuk 

mengenali jenis tumor jinak yang diderita 

olehnya.

Metode Dempster-Shafer adalah suatu teori 

matematika untuk pembuktian berdasarkan 

belief functions dan plausible reasoning (fungsi 

kepercayaan dan pemikiran yang masuk akal), 

yang digunakan untuk mengkombinasikan 

potongan informasi yang terpisah untuk 

mengkalkulasi kemungkinan dari suatu 

peristiwa. Adapun beberapa penelitian terkait 

dengan metode ini adalah Penelitian yang 

berjudul Pemodelan Sistem Pakar Untuk 

Menganalisis Kerusakan Pada Mesin Kendaraan 

Roda 4 Menggunakan Metode Dempster-Shafer 

telah berhasil digunakan untuk mendeteksi jenis￾jenis kerusakan pada mesin kendaraan roda 4 

dengan masukan berupa gejala gejala kerusakan 

yang dimasukkan oleh pengguna. Pada 

penelitian ini, hasil pengujian menunjukkan uji 

akurasi sebesar 93% dengan data uji sebanyak 30 

kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode 

Dempster-Shafer berfungsi dengan baik sesuai 

dengan deteksi pakar, yang membuktikan bahwa 

metode Dempster Shafer dapat di terapkan 

dengan baik sesuai diagnosis pakar.

Berdasarkan penejelasan diatas maka 

penulis mencoba untuk menerapkan metode 

Dempster Shafer untuk mendiagnosis jenis 

tumor jinak yang diderita pasien dengan judul 

“Implementasi metode Dempster Shafer untuk 

mendiagnosis Jenis tumor jinak pada 

manusia”.dengan sistem berbasis konsultasi 

dengan form konsultasi dan output berupa jenis 

tumor jinak yang diderita.

2. DATA PENELITIAN

Pengumpulan data pada penelitian ini 

dilakukan dengan metode wawancara dengan 

pakar Wawancara dilakukan di Rumah sakit 

Aisyah Bojonegoro yang beralamat di Jl. Hasim 

Asyari no.17 kabupaten Bojonegoro,Jawa timur. 

Dengan cara tersebut diperoleh data 

pengetahuan tentang gejala-gejala dan cara 

penanganan tumor jinak, informasi yang didapat 

dari wawancara tersebut antara lain gejala tumor 

jinak, dan cara penanggulanangan . Peneliti juga 

menanyakan tentang tingkat bobot atau tingkat 

pengaruh gejala tertentu terhadap masing￾masing gejala tumor jinak.

3. TUMOR

Tumor adalah sel-sel yang tumbuh dengan 

kecepatan berlebihan dan tidak memiliki fungsi 

apapun bagi tubuh, tumor bisa bersifat ganas 

(kanker) mapun jinak. Berbeda dengan kanker, 

tumor jinak tidak menyerang jaringan sekitarnya 

dan tidak menyebar ke bagian tubuh lainya. Pada 

penelitian ini penulis akan membahas tentang 

tumor jinak.

3.1. Tumor Jinak

Tumor jinak tidak akan menyerang jaringan 

di sekitarnya dan tidak menyebar ke bagian 

tubuh lain, secara umum tumor jinak tidaklah 

berbahaya dan tumbuh dengan lambat, namun 

ada juga yang pertumbuhannya sangat cepat.

Tumor jinak bisa tumbuh hingga berukuran 

cukup besar dan sering ditemukan dekat dengan 

pembuluh darah, otak, saraf, atau organ lain 

hingga menekan struktur vital tersebut. 

Akibatnya tumor jinak bisa menjadi ancaman 

serius jika tidak segera ditanggulangi. Berikut

adalah jenis-jenis tumor jinak yang akan dibahas 

pada penelitian ini (Alodokter.com,2016): 

3.1.1 Lipoma 

Tumor jenis ini adalah tumor yang paling 

sering ditemui, lipoma biasanya tumbuh pada 

sel-sel lemak tubuh, mereka sering ditemukan di 

punggung, bahu,lengan atau leher. Lipoma bisa 

di kenali denganj ciri-cirinya seperti berbentuk 

bulat, permukaanya halus, dan dapat di gerakan 

sedikit di bawah kulit.

3.1.2 Nevi

Nevi, dikenal juga sebagai tahi lalat dan 

sangat umum terbentuk pada kulit, Warnanya 

mulai dari merah muda dan kecokelatan, hingga 

cokelat atau hitam. Namun hati-hati jika tahi lalat yang ada di kulit anda terlihat berbeda dari 

biasanya (berubah bentuk,ukuran dan 

warna,batas tahi lalat tidak tegas/tidak rata, tahi 

lalat terasa gatal atau mulai berdarah), maka tahi 

lalat dengan kondisi seperti itu dapat memiliki 

resiko yang lebih tinggi untuk berkembang 

menjadi kanker.

3.1.3 Fibroid 

Fibroid atau Fibroma tumbuh pada jaringan 

fibrosa pada organ tertentu, tumor jinak jenis ini 

paling umum muncul di rahim hbingga dikenal 

sebagai fibroid rahim, meskipun tidak berbahaya 

namun tumor jinak jenis ini dapat menyebabkan 

pendarahan hebat, serta nyeri pada pinggul.

3.1.4 Adenoma

Tumor jinak jenis ini terbentuk pada 

jaringan epitel yang melapisi sebuah kelenjar, 

jenis yang sering muncul adalah polip di usus 

besar, namuntidak menutup kemungkinan dapat 

tumbuh pada hati dan beberapa kelenjar pada 

otak.

3.1.5 Mioma

Jenis tumor ini tumbuh pada otot, Mioma

juga bisa tumbuh pada otot polos pada rahim 

atau pada dinding pembuluh darah.

3.1.6 Hemangioma

Tumor jenis ini berkembang pada kulit, pada 

umumnya tumor jenis ini muncul sebagai tanda 

lahir yang berwarna merah atu kebiruan. Tumor 

jenis ini akan menjadi berbahaya jika terjadi 

pendahran pada tumor jenis ini, terjadi 

perubahan warna kulit, terasa sakit dan timbul 

bekas luka.

3.1.7 Mengioma

Tumor jenis ini berkembang pada membran 

yang mengelilingi otak dan sumsum tulang 

belakang.dengan gejala berupa kejang-kejang, 

hilang ingatan,kesulitan berkonsentrasi, dan 

perubahan kepribadian.

3.1.8 Neuroma

Neuroma adalah tumor jinak yang 

mempengaruhi saraf yang menghubungkan 

telinga bagian dalam dengan otak, tumor jenis 

ini memilik gejala berupa gangguan 

pendengaran,telinga berdengung,pusing, dan 

hilang keseimbangan.

3.1.9 Osteokondroma 

Tumor jinak ini muncul pada area tulang 

dengan ciri-ciri benjolan di daerah persendian 

dengan gejala berupa nyeri pada sendi di sertai 

dengan benjolan dan adanya tekanan pada saraf 

atau pembuluh darah.

3.1.10 Papiloma

Papiloma (kutil) adalah tumor jinak yang 

tumbuh pada jaringan epitel kulit, leher 

rahim,saluran payudara, atau selaput lendir yang 

menutupi baguan dalam kelopak mata, tumor ini 

di sebabkan oleh kontak langsung dengan infeksi 

virus tertentu dengan gejala yang cenderung 

tidak terlihat di karenakan sistem kekebalan 

tubuh kita biasanya akan langsung memberantas 

infeksi virus ini sebelum menyebabkan gejala 

sehingga tidak membutuhkan penangan khusus. 

Namun ada beberapa kasus yang di butuhkan 

penanganan yang tepat jika kutil menimbulkan 

rasa sakit.

4. DEMPSTER-SHAFER

Metode Dempster Shafer pertama kali 

diperkenalkan oleh Dempster, yang melakukan 

percobaan model ketidakpastian dengan range

probabilities dari pada sebagai probabilitas 

tunggal. Kemudian pada tahun 1976 Shafer 

mempublikasikan teori Dempsteritu pada sebuah 

buku yang berjudul Mathematical Theory Of 

Evident. (Efendi,2016)

Secara umum teori Dempster Shafer ditulis 

dalam suatu interval : 

• Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan 

evidence dalam mendukung suatu himpunan 

proposisi. Jika bernilai 0 maka 

mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, 

dan jika bernilai 1 menunjukkan adanya 

kepastian. 

• Plausibility (Pl) dinotasikan sebagai :

Pl(s) = 1 – Bel (⌐s) (1)

Plausibility juga bernilai 0 sampai 1. 

Jika yakin akan ⌐s, maka dapat dikatakan 

bahwa Bel(⌐s)=1, dan Pl(⌐s)=0.

Pada teori Dempster Shafer dikenal adanya 

frame of discrement yang dinotasikan dengan θ. 

Frame ini merupakan semesta pembicaraan dari 

sekumpulan hipotesis.

Tujuannya adalah mengaitkan ukuran 

kepercayaan elemen-elemen θ. Tidak semua 

evidence secara langsung mendukung tiap-tiap 

elemen. Untuk itu perlu adanya probabilitas 

fungsi densitas (m). Nilai m tidak hanya 

mendefinisikan elemen-elemen θ saja, namun 

juga semua subsetnya. Sehingga jika θ berisi n elemen, maka subset θ adalah n2 . Jumlah semua 

m dalam subset θ sama dengan 1. Apabila tidak 

ada informasi apapun untuk memilih hipotesis, 

maka nilai : m{θ} = 1,0 

Apabila diketahui X adalah subset dari θ, 

dengan m1 sebagai fungsi densitasnya, dan Y 

juga merupakan subset dari θ dengan m2 sebagai 

fungsi densitasnya, maka dapat dibentuk fungsi 

kombinasi m1 dan m2 sebagai m3, yaitu :5. IMPLEMENTASI SISTEM

Pada bagian ini membahas mengenai 

implementasi perangkat lunak berdasarkan hasil 

dari perancangan yang telah dibuat. Pembahasan 

implementasi terdiri dari implementasi basis 

pengetahuan, dan implementasi antarmuka.

6. PENGUJIAN & ANALISIS

Pengujian yang dilakukan terhadap sistem 

ini adalah pengujian akurasi. Pengujian akurasi 

digunakan untuk menguji tingkat akurasi antara 

perhitungan tes secara manual dengan 

perhitungan tes yang telah diimplementasikan 

menjadi sistem pakar sampel yang telah diuji.

7. HASIL

Berikut ini merupakan hasil proses 

pengujian akurasi. Pengujian akurasi digunakan 

untuk menguji tingkat akurasi antara 

perhitungan tes secara manual dengan 

perhitungan tes yang telah diimplementasikan 

pada sistem pakar sampel yang telah diuji, 

ditunjukkan pada tabel 1.


Dari tabel diatas didapatkan hasil berupa 

nilai akurasi dengan menghitung menggunakan 

rumus berikut:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑡

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎

X 100% (3)

Dan mendapatkan hasil Hasil akurasi 

bernilai 1 artinya Keluaran dari diagnosa sistem 

sama dengan diagnosa pakar. Sebaliknya, hasil 

akurasi bernilai 0 artinya diagnosa sistem tidak 

sama dengan diagnosa pakar. Berdasarkan Tabel

1 telah dilakukan pengujian akurasi dengan 15

sampel data menghasilkan nilai akurasi:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =

12

15 𝑥 100% = 80%

8. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perancangan, 

implementasi dan pengujian yang dilakukan, 

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi metode Dempster-shafer 

untuk mendiagnosis jenis tumor jinak pada 

manusia dapat digunakan sebagai langkah 

awal dalam melakukan diagnosis jenis 

tumor jinak yang di derita, sistem ini 

memberikan hasil berupa diagnosa jenis 

tumor jinak yang diderita dan bagaimana 

cara menanggulanginya.Penentuan jenis 

tumor jinak didasarkan pada nilai densitas 

masing-masing gejalanya.

2. Berdasarkan hasil pengujian akurasi dari 15 

kasus uji dengan membandng diingkan 

antara hasil diagnosis sistem dengan pakar 

maka sistem dapat menghasilkan tingkat 

akurasi sebesar 80%.













Tumor merupakan satu jenis sel yang tumbuh dengan kecepatan tidak beraturan dan tidak memiliki 

fungsi yang berguna bagi tubuh manusia. Tumor sendiri dikategorikan dalam dua jenis, yaitu tumor 

ganas (kanker) dan tumor jinak. Tumor Jinak berbeda dengan tumor ganas yang dapat menyebabkan 

kematian pada penderita, meskipun tumor jinak tergolong tumor yang jarang menyebabkan kematian, 

namun ada beberapa kasus tumor jinak yang tumbuh pada bagian tertentu yang secara tidak langsung 

dapat mengganggu organ vital tubuh yang ada disekitarnya, kurangnya pengetahuan dalam mengenali 

jenis tumor jinak yang diderita seringkali membuat penderita sulit untuk melakukan tindakan 

pengobatan pada tumor yang diderita dikarenakan jenis tumor jinak yang bermacam-macam dengan 

gejala dan ciri-ciri yang hampir sama maka diperlukan juga pengetahuan khusus untuk mengenalinya. 

Pada penelitian ini masalah-masalh tersebut diselesaikan dengan membuat sebuah sistem dengan 

mengimplementasikan metode Dempster-Shafer yang bertujuan untuk mendiagnosis jenis-jenis tumor 

jinak yang diderita oleh manusia, sehingga dengan adanya sistem tersebut diharapkan dapat membantu 

pengguna dalam mendiagnosis jenis tumor jinak yang di deritanya. Pengujian dilakukan dengan 

membandingkan hasil diagnosis sistem dengan pakar, dan dari pengujian 15 data kasus didapatkan 

tingkat akurasi sebesar 80%. Sehingga dapat di simpulkan bahwa sistem ini dapat digunakan untuk 

membantu pengguna dalam melakukan diagnosis jenis tumor jinak yang diderita

tumor jinak3


Hampir semua orang memiliki satu atau lebih tumor kulit yang pada umumnya 
adalah tumor jinak. Tumor jinak kulit dapat terjadi di seluruh permukaan kulit termasuk kulit 
wajah. Tumor kulit pada wajah umumnya menimbulkan masalah kosmetik dan kemungkinan 
pertumbuhan ke arah keganasan. Tumor jinak pada wajah yang sering ditemukan antara lain 
ialah keratosis seboroik, skin tag, siringoma, nevus pigmentosus, xantelasma, hiperplasia 
sebasea, dan kista. Secara klinik beberapa tumor jinak kulit pada wajah dapat langsung 
terdiagnosis, dengan syarat pemeriksaan dilakukan dengan teliti, mulai dari anamnesa sampai 
pemeriksaan fisik yang dilakukan di bawah penerangan yang baik. Dokter atau dokter ahli 
harus mampu mengategorikan tumor kulit sebagai tumor jinak/benigna, ganas/maligna, atau 
tidak jelas, sehingga kemungkinan penatalaksanaan dapat ditetapkan. Tumor jinak kulit adalah pertumbuhan 
jaringan kulit yang bersifat kongenital atau 
akuisita sehigga terbentuk suatu massa, 
tanpa tendensi invasif dan metastasis, yang 
tidak menyebar ke bagian tubuh lain dan 
tidak merusak jaringan sekitarnya, sehingga 
tidak membahayakan.1,2
Terdapat sejumlah besar tumor jinak 
kulit yang dibagi dalam berbagai kelompok 
tetapi tidak ada satu sistem klasifikasi yang 
dipakai secara universal karena asal 
pertumbuhan dan gambaran klinik tumor 
jinak sangat bervariasi.3,4
Epidemiologi tumor jinak berbeda￾beda di setiap populasi karena terjadinya 
tumor dan perkembangannya dipengaruhi 
beberapa faktor terutama paparan sinar 
ultraviolet dan faktor familial.3,5
Hampir semua orang memiliki satu 
atau lebih tumor kulit yang pada umumnya 
adalah tumor jinak. Tumor jinak kulit dapat 
terjadi di seluruh permukaan kulit termasuk 
kulit wajah. Tumor kulit di wajah pada 
umumnya menimbulkan masalah kosmetik 
dan kemungkinan pertumbuhan ke arah 
keganasan. Tumor jinak di wajah yang 
sering ditemukan antara lain adalah 
keratosis seboroik, skin tag, siringoma, 
nevus pigmentosus, xantelasma, hiperplasia 
sebasea, kista, dan jenis tumor lainnya. 5,6
Secara klinik beberapa tumor jinak 
kulit di wajah dapat langsung terdiagnosis, 
dengan syarat pemeriksaan dilakukan 
dengan teliti, mulai dari anamnesa sampai pemeriksaan fisik yang di lakukan di 
bawah penerangan yang baik. Dokter atau 
dokter ahli harus mampu mengkategorikan 
tumor kulit sebagai tumor jinak/benigna, 
ganas/maligna, atau tidak jelas, sehingga 
kemungkinan penatalaksanaan dapat 
ditetapkan. 5,6
Penentuan diagnosis akurat untuk 
suatu tumor kulit adalah dengan 
pemeriksaan histopatologi terutama bila 
terdapat keragu-raguan dalam hal 
gambaran klinik dan membedakan kondisi 
jinak dari ganas.
5,6
Penanganan tumor jinak kulit pada 
umumnya adalah dengan tindakan 
pembedahan. Tindakan pembedahan yang 
dapat dilakukan mencakup eksisi, insisi, 
kuretase, bedah listrik, bedah beku dan 
bedah laser. Semua tindakan ini akan 
memberikan hasil yang optimal bila 
dilakukan oleh dokter ahli atau dokter yang 
terlatih dengan menguasai pengetahuan 
tentang tumor jinak.
7
Tinjauan pustaka berikut ini akan 
membahas beberapa tumor jinak kulit yaitu 
keratosis seboroik, skin tag, dan siringoma.
KERATOSIS SEBOROIKA (KS)
Definisi
Keratosis seboroika (KS), disebut juga
seborrheic wart, senile wart, verruca 
seborrhoeica, atau basal cell papilloma,
6,8
merupakan tumor jinak kulit yang berasal 
dari proliferasi epidermis dengan 
penumpukan keratin di atas permukaan 
kulit.4
Epidemiologi
Meskipun KS sangat sering ditemukan, 
hanya sedikit data statistik menyangkut 
prevalensi, jenis kelamin, ras, atau 
distribusi geografik. Beberapa studi telah 
melaporkan bahwa KS paling sering 
dijumpai pada populasi usia pertengahan 
dan meningkat di usia lanjut, terutama pada 
orang berkulit putih, prevalensi pria dan 
wanita sama, dan dapat juga lesi awal 
tumbuh di usia remaja. Satu studi di Inggris 
menemukan sebanyak 8,3% pria dan 16,7% 
wanita usia kurang dari 40 tahun, memiliki 
sedikitnya satu lesi KS.9 Pada populasi 
Australia ditemukan KS sebanyak 12% 
kelompok usia 15-25 tahun, 79% usia 26-
50 tahun, 100% usia 51-75 tahun, dan 
100% usia > 75 tahun.10 Lesi KS kecil 
kemungkinan untuk menghilang spontan
walaupun kebanyakan lesi akan terus 
muncul dan berkembang selama bertahun￾tahun.3
Etiologi dan patofisiologi
Etiologi KS tidak diketahui pasti, 
diduga terdapat kecenderungan familial, 
paparan sinar matahari, dan infeksi. 
Individu dengan sejumlah besar lesi KS 
biasanya mempunyai riwayat keluarga 
dengan lesi yang sama. Tendensi familial 
ini diturunkan secara autosomal dominan. 
Epidermal growth factors beserta 
reseptornya diduga berperan dalam 
terbentuknya KS. Sejumlah mutasi gen 
reseptor tirosin kinase FGFR3 (fibroblast 
growth factor receptor 3) sering ditemukan 
pada beberapa tipe KS. Pada ikatan dimer 
FGFR3 terjadi induksi fosforilasi sehingga 
mengaktivasi mutasi pada FGFR3. Mutasi 
ini ditemukan sekitar 40% pada KS 
hiperkeratotik, 40% pada KS akantotik, dan 
85% pada KS adenoid.11
Tingginya prevalensi KS pada kulit 
yang sering terpapar sinar matahari 
merupakan implikasi faktor sinar matahari 
sebagai etiologi. Hal ini masih kontroversi 
mengingat lesi KS dapat terjadi pada 
hampir semua permukaan tubuh termasuk 
area yang kurang atau tidak terpapar sinar 
matahari. Studi di Australia yang melihat
distribusi 3067 lesi KS pada 100 pasien, 
menemukan distribusi lesi paling tinggi 
pada batang tubuh yaitu 54,7%, tangan 
15,2%, wajah dan leher sebanyak 11,4%.10
Penelitian di Korea menemukan faktor 
independen yang berkontribusi dalam 
terjadinya KS adalah proses menua dan 
paparan sinar matahari.12 Ming et al, 
melakukan studi pada tikus dengan target 
supresor tumor yaitu phosphatase and 
tensin homologue on chromosom 10 
(PTEN) di epidermisnya, menemukan 
bahwa UVA menyebabkan formasi tumor 
menyerupai KS dan karsinoma sel skuamosa manusia.13 Meskipun beberapa 
penelitian telah dilakukan, studi lanjut 
masih diperlukan untuk lebih memastikan 
hubungan sinar UV dan KS. 
Infeksi virus dihubungkan dengan KS 
karena secara klinik mirip dengan kutil. 
Satu studi menemukan epidermodysplasia 
verruciformis-associated HPV DNA 
sebanyak 76% dari 55 biopsi KS non￾genital, temuan ini menunjukkan 
kemungkinan peran infeksi virus terhadap 
terjadinya KS.14 Studi lain oleh Gushi dkk, 
menyimpulkan hal yang sama setelah 
menganalisis 104 sampel KS non-genital 
pasien imunokompeten. Studi ini menemu￾kan 87 sampel mengandung HPV-18, 81 
sampel HPV-6, dan 73 sampel 
mengandung keduanya.
15
KS memiliki variasi pigmentasi yang 
terjadi akibat sekresi melanocyte￾stimulating cytokines. Sekresi sitokin ini 
dirangsang oleh proliferasi keratinost 
disekitarnya. Endothelin-1 memiliki dua 
efek stimuli yaitu sintesis DNA dan 
melanisasi, hal ini yang berperan pada 
terjadinya hiperpigmentasi KS.16
Gambaran klinik
KS dapat terjadi pada semua 
permukaan kulit dengan predileksi paling 
sering di wajah, leher, punggung, dan 
lengan. Lesi sering timbul pada area tidak 
berambut, biasanya dimulai dengan lesi 
datar, berwarna coklat muda sampai tua, 
berbatas tegas dengan permukaan licin 
seperti lilin atau hiperkeratotik. Diameter 
lesi bervariasi biasanya antara beberapa 
milimeter sampai 3 cm. Lama kelamaan 
lesi akan menebal, dan memberi gambaran 
yang khas yaitu verukosa dan menempel 
(stuck on) pada permukaan kulit (Gambar 
1). Lesi yang telah berkembang penuh 
tampak mengalami pigmentasi yang gelap 
dan tertutup oleh skuama berminyak.
Terdapat beberapa varian kliniko￾patologi KS yaitu:
4,17-19
- Common seborrheic keratosis: secara 
klasik berupa papul verukosa yang 
menempel di kulit. Biasanya 
asimptomatik, sebagian terjadi gatal 
ringan. 
- Reticulated seborrheic keratosis: 
merupakan papul atau plak berpigmen, 
biasanya diawali lentigo solaris (Gambar 
2). 
- Stucco keratoses: papul kecil,
berdiameter sekitar 1-3 mm, keratotik,
multipel, berwarna pucat yang timbul 
pada punggung tangan, tungkai bawah, 
dan punggung kaki (Gambar 3). Lesi 
mudah dilepaskan dari kulit dengan 
menggunakan kuku tanpa menyebabkan 
perdarahan. 
- Dermatosis papulosa nigra: papul 
multipel berminyak warna coklat tua 
sampai hitam yang timbul di dahi, 
malar, dan leher, terjadi pada orang kulit 
hitam (Gambar 4). 
- Leser-Trélat sign: erupsi mendadak lesi 
KS yang cepat berkembang disertai 
gatal. Keadaan ini dihubungkan dengan 
malignansi organ dalam, paling sering 
adalah adenokarsinoma perut. Mayoritas 
lesi berlokasi di punggung, diikuti 
dengan ekstremitas, wajah, dan 
abdomen. Patogenesis kelainan ini 
masih belum jelas, diduga berhubungan 
dengan sekresi growth factor oleh 
neoplasma yang menyebabkan hiper--
plasia epitelial.Varian klinik KS dapat dinilai dengan 
menggunakan dermoskopi. Dermoskopi 
atau yang dikenal dengan mikroskop 
epiluminesens memiliki akurasi diagnostik 
5-30% lebih tinggi dibandingkan visual 
inspeksi dan sangat membantu menilai 
adanya pertumbuhan gabungan tumor 
benigna dan maligna.22
Diagnosis banding
Hampir semua KS dapat teridentifikasi 
secara klinik meskipun terdapat berbagai 
kelainan lain yang memiliki gambaran 
klinik yang sama. Diagnosis banding KS 
mencakup veruka vulgaris, karsinoma sel 
basal berpigmen, nevus pigmentosus dan
melanoma maligna. 
Penanganan
Umumnya pasien tidak memerlukan 
terapi spesifik. Masalah klinis penyakit ini 
bersifat kosmetik yang mengganggu 
penampilan. Karena letaknya yang 
superfisial, KS mudah dihilangkan dengan 
kuretase, shaving, elektrodesikasi, eksisi, 
dermabrasi, bedah beku dengan nitrogen,
dan laser. Eksisi lesi merupakan modalitas 
terapi yang sering menjadi pilihan. 
Sebaiknya selalu memastikan metode 
removal yang dipakai akan meminimalisasi 
risiko skar.3,19
Prognosis umumnya baik, jarang lesi 
KS berubah menjadi ganas. Nevus displasia 
atau melanoma maligna kadang ditemukan 
pada individu dengan sejumlah besar lesi 
KS di batang tubuh. Pada keadaan dimana 
terdapat kecurigaan keganasan, biopsi 
eksisi merupakan tindakan yang tepat 
selain observasi dan evaluasi pasien secara 
teratur.6,19,23
SKIN TAG 
Definisi dan epidemiologi
Skin tag, disebut juga soft wart,
acrochordon, cutaneous papilloma, 
fibroma durum, fibroepithelial polyp, atau 
soft fibroma, merupakan tumor jinak kulit 
yang berasal dari jaringan fibrovaskuler 
epidermis dan dermis, sering menggantung, 
terutama pada area lipatan kulit. Banyak 
ditemukan pada usia pertengahan dan orang
tua, umumya pada wanita. Pada populasi 
umum prevalensi mencapai 25-46% yang 
meningkat insidennya sejalan peningkatan 
usia. Sebanyak 59% populasi memiliki skin 
tag sebelum usia 70 tahun.5,6,17
Etiologi dan patofisiologi
Penyebab pasti kelainan ini belum 
diketahui. Teori sebelumnya menyebutkan 
berkurangnya elastisitas jaringan menye￾babkan timbulnya lesi atrofik atau lesi yang 
melekat ke kulit. Variasi pedunkulasi atau 
tangkai yang terbentuk kemungkinan akibat 
luasnya area elastin yang hilang, namun 
pada studi jaringan elastin pada
fibroepithelial polyps di tahun 1999 tidak 
ditemukan kelainan yang signifikan.24 
Faktor predisposisi antara lain obesitas, 
penuaan, diabetes dan kehamilan. Iritasi 
akibat gesekan berlebihan diduga sebagi 
faktor kausal yang penting utnuk terjadinya 
skin tag, terutama pada obesitas. Pendapat 
lain juga menyebutkan bahwa skin tag
merupakan efek dari proses kulit yang 
menua diperberat oleh sinar matahari.
2,17
Studi oleh Akpinar dan Dervis mendapat￾kan bahwa kelompok acrochordon
menunjukkan nilai yang lebih tinggi 
dibandingkan kelompok kontrol untuk 
indeks massa tubuh, kolesterol total, dan 
LDL.25 Penelitian cross-sectional pasien
dewasa di suatu rumah sakit pendidikan 
menemukan hubungan yang signifikan 
antara resistensi insulin dengan skin tag
multipel pada 98 pasien tanpa melihat 
faktor lainnya.26 Molluscum fibrosum 
gravidarum dan acrochordon yang identik 
dengan skin tag terjadi pada kehamilan dan 
biasanya mulai bulan ke-4 sampai bulan 
ke-6 yang menghilang setelah partus. 
Patofisiologinya tidak diketahui pasti, 
kemungkinan akibat adanya ketidak￾seimbangan hormonal dan tingginya 
epidermal growth factor selama kehamilan 
yang dapat merangsang pertumbuhan 
tumor.
27
Adanya keterlibatan infeksi HPV 
terhadap terjadinya skin tag sampai saat ini 
masih belum jelas karena beberapa studi 
memberikan hasil yang berbeda.28,29
Gambaran klinik
Skin tag sering ditemukan bersamaan 
dengan KS pada daerah leher dan 
intertriginosa (aksila, inframammae, lipat 
paha), dapat profus sampai ke wajah, 
punggung dan dada, dengan gambaran 
klinis berupa papul bulat/oval, teraba lunak, 
bertangkai dengan panjang bervariasi,
ukuran massa 1 mm - 1 cm, warna mulai 
dari sewarna kulit sampai hiperpigmentasi.
Birt-Hogg-Dube (BHD) syndrome
adalah suatu genodermatosis yang diturun￾kan secara autosomal dominan yang 
ditandai dengan trias tumor jinak kulit yaitu 
fibrofolliculoma, trichodiscoma, dan 
acrochordon yang tersebar di kepala, wajah 
dan tubuh bagian atas. Lesi biasanya 
muncul di usia 30 atau 40-an, meskipun 
dapat ditemukan juga pada usia yang lebih 
muda. Pasien dengan kelainan ini berisiko 
mengalami malignansi terutama renal dan 
kolon serta kolaps paru spontan akibat kista 
pulmonal. Gen abnormal untuk sindrom ini 
telah teridentifikasi dan diduga suatu tumor 
supresor namun demikian kelainan ini tidak 
selalu dialami mereka dengan gen BHD 
abnormal.30-32
Diagnosis banding
Skin tag sangat mudah didiagnosis 
secara klinik, jarang terjadi kesalahan 
diagnosis. Skin tag dapat seperti lesi KS 
yang kecil, bahkan sebagian memasukkan 
skin tag sebagai varian KS. Skin tag
biasanya lebih kecil dibandingkan nevus 
melanositik atau lesi neurofibromatosis.
Moluskum kontagiosum tidak bertangkai, 
sering pad anak-anak, terdapat central 
delle. 
Gambar 5. Skin tag (A) dan beberapa lesi yang 
menyerupai skin tag, melanositik nevus (B), 
KS (C), moluskum kontagiosum(D)
5
Penanganan
Skin tag bukan ancaman malignansi 
pada dewasa, terapi biasanya untuk alasan 
kosmetik atau karena iritasi. Terapi paling 
mudah dan tanpa anestesi ialah dengan 
scissor excision. Lesi kecil dapat diterapi 
dengan elektrodesikasi atau cryotherapy. 
Lesi berukuran >2 cm harus dieksisi. 
Kadang-kadang dapat terjadi resolusi 
spontan, tetapi biasanya menetap dalam 
waktu lama. Evaluasi patologik tidak perlu 
dilakukan kecuali skin tag muncul di masa 
kanak-kanak, sebab biasanya merupakan 
inisial presentasi dari sindrom nevoid basal 
cell carcinoma.
4,32 Selain itu analisis 
histopatologik perlu dilakukan terutama 
bila ada kecurigaan neoplasma pada suatu 
acrochordon. Pada tahun 2004, Schwartz et 
al. menemukan suatu karsinoma sel 
skuamosa di dalam lesi fibroepithelial 
p
3
SIRINGOMA
Definisi dan epidemiologi
Siringoma atau hidradenomes
eruptifs, syringocystadenoma, syringo￾cystoma adalah tumor jinak adenoma


duktus kelenjar ekrin intraepidermis yang 
biasanya multipel. 
Siringoma sangat jarang ditemukan 
pada populasi umum; di Amerika terdapat 
pada sekitar 1% populasinya. Wanita lebih 
sering mengalami siringoma dibanding 
pria. Biasanya onset inisial di masa 
pubertas dengan lesi bertambah beberapa 
waktu kemudian.
Etiologi & patofisiologi
Siringoma biasanya sporadik atau 
terjadi spontan. Beberapa kasus terjadi 
dengan latar belakang familial yang 
diturunkan secara autosomal dominan. 
Meskipun belum ada studi insiden 
siringoma yang dihubungkan dengan ras 
tertentu, siringoma eruptif secara statistik 
lebih sering ditemukan pada orang Afro￾Amerika dan Asia.
Siringoma secara umum dianggap 
sebagai neoplasma jinak yang berdiferen￾siasi sepanjang jalur ekrin. Sulit untuk 
membedakan antara duktus ekrin dan 
apokrin. Beberapa peneliti menyimpulkan 
bahwa pada kasus-kasus siringoma eruptif, 
terjadinya hiperplasia duktus ekrin lebih 
merupakan respon terhadap reaksi 
inflamasi.
34 Teori inflamasi ini didukung 
adanya beberapa laporan siringoma pada 
alopesia sikatrisial, prurigo nodularis, dan 
setelah terapi radiasi
Siringoma diasosiasikan dengan 
beberapa sindroma. Sindroma yang paling 
sering ialah Down syndrome dengan lesi 
terbatas pada regio periorbital, namun ada 
juga laporan siringoma eruptif pada 
sindroma ini (Gambar 6). Hubungan 
siringoma dengan Down syndrome sampai 
sekarang masih belum jelas. Sindrom 
unik lainnya ialah Nicolau-Balus syndrome
yaitu suatu sindrom yang terdiri dari 
siringoma eruptif tipe diseminata 
mikropapuler, kista milium, dan 
atrofoderma vermikulata. Sangat jarang, 
siringoma diasosiasikan dengan Brooke￾Spiegler syndrome, suatu penyakit 
autosomal dominan yang khas ditandai 
dengan multipel silindroma, trikoepiteli￾oma, spiradenoma, dan siringoma.
Beberapa literatur menyebutkan 
pengaruh hormon terhadap terjadinya 
siringoma. Hal ini dikonfirmasi dengan 
adanya peningkatan insiden siringoma pada 
wanita sebelum dan sekitar masa pubertas 
dengan keluhan pruritus setiap siklus 
menstruasi. Juga dilaporkan manifestasi 
siringoma vulva selama kehamilan.
Pengaruh hormonal lainnya ialah adanya 
laporan clear-cell syringoma yang 
diasosiasikan dengan diabetes melitus.

Gambaran klinik
Presentasi klinik siringoma yang 
bervariasi sudah sering dilaporkan. Pada 
tahun 1987 Friedman dan Butler membagi 
siringoma ke dalam empat varian klinik 
yaitu:
1. Bentuk lokal
2. Bentuk diseminata (siringoma multipel 
dan eruptif)
3. Bentuk yang berhubungan dengan 
Down’s syndrome 
4. Bentuk familial
Siringoma biasanya asimtomatik, lesi 
berupa papul-papul datar lunak/padat 
lunak, diameter l-5 mm, paling sering 
<3mm, permukaan membulat atau rata, 
dengan warna umumnya sewarna kulit atau 
sedikit kekuningan tapi dapat pula agak 
merah muda atau bahkan kecoklatan, yang 
tersebar di daerah kelopak mata, leher, 
serta dapat pula dalam bentuk generalisata.
Bentuk generalisata atau siringoma eruptif 
jarang dilaporkan, lebih sering terjadi pada 
wanita usia remaja dan dewasa muda.4,35
Bentuk klinik tersering ialah bentuk 
periorbital, dan umumnya lesi awal timbul
di area periorbital inferior/kelopak mata 
bagian bawah (Gambar 7). Bentuk yang 
jarang dilaporkan ialah milium-like 
syringoma, siringoma dengan lesi unilateral 
dan clear-cell syringoma.

Diagnosis banding
Diagnosis banding tersering ialah 
milia, diikuti trikoepitelioma, veruka plana, 
xanthoma eruptif, dan akne. Siringoma 
cenderung lebih kecil, kurang superfisial, 
tepi atas lesi lebih rata dan tersebar di pipi 
dan kelopak mata. Lesi pada kelopak sering 
menyerupai xantelasma namun berbeda 
warna. Eruptif siringoma di batang tubuh 
didiagnosis banding dengan granuloma 
anulare diseminata. Lesi granuloma anulare 
lebih eritematosa, lebih padat, berawal dari 
akral dan batang tubuh, papul sering 
bergabung membentuk plak.
Penanganan
Pengobatan bertujuan destruksi tumor
dengan skar minimal. Pilihan pengobatan
antara lain dengan bedah eksisi, kuretase, 
krioterapi, chemical peeling, dermabrasi, 
elektrodesikasi dan terapi laser. Beberapa 
teknik pengobatan siringoma yang 
belakangan ini banyak dikembangkan 
antara lain elektrodesikasi menggunakan 
short burst high frequency low voltage 
intralesional dengan memakai elektroda 
jarum halus atau jarum epilasi, atau 
kombinasi laser CO2 vaporisasi dengan 
aplikasi asam trikloroasetat 50% memberi￾kan hasil yang cukup memuaskan, tanpa 
jaringan parut dan bebas lesi 6 bulan 
hingga 4 tahun.
 

Hampir semua pertumbuhan pada kulit
wajah tergolong keadaan jinak dan tidak 
membahayakan, namun membedakannya 
dengan kondisi keganasan kulit sangat 
penting. Biopsi kulit ialah langkah 
selanjutnya untuk suatu penegakkan 
diagnosis.
Terapi tumor jinak kulit di wajah 
paling sering melalui tindakan 
pembedahan, namun untuk kasus tertentu 
tidak memerlukan terapi atau diberikan 
terapi non-pembedahan. Tumor jinak kulit 
wajah yang tidak memberikan gejala dan 
yang menurut pasien tidak menggangu 
aktivitas atau kosmetik sering tidak 
memerlukan tindakan. Beberapa pertum￾buhan jinak dapat menunjukkan suatu 
kondisi sistemik, termasuk kelainan 
hormonal namun biasanya hal ini tidak 
memengaruhi penanganan.
Tumor jinak kulit wajah terdiri dari 
berbagai variasi dalam hal definisi, asal 
pertumbuhan, gambaran histopatologis, dan 
bentuk. Pemahaman tentang tumor jinak 
kulit terutama yang sering ditemukan di 
klinik merupakan hal yang esensial untuk 
membantu membuat diagnosis pasti dan 
penentuan terapi yang berujung pada 
kepuasan pasien dan dokter.
tumor jinak 4


Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita. Data Global Cancer 
Observatory 2018 dari World Health Organization (WHO) menunjukkan kasus kanker yang 
paling banyak terjadi di Indonesia adalah kanker payudara, yakni 58.256 kasus atau 16.7% dari 
total 348.809 kasus kanker. Mamografi merupakan teknik yang paling umum digunakan dalam 
mendeteksi tumor payudara memakai  sistem sinar-X dosis rendah. Ada beberapa tipe 
abnormalitas dalam citra mammogram, yaitu mikrokalsifikasi dan massa. Penelitian ini 
bertujuan untuk meningkatkan performa sistem Computer-Aided Diagnosis (CAD) dalam 
mengklasifikasi tumor jinak dan tumor ganas dengan mengembangkan metode ekstraksi fitur 
memakai  Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan metode klasifikasi memakai  
Support Vector Machine (SVM). Uji coba dilakukan dengan memakai  database DDSM 
dengan 256 citra abnormal (95 tumor jinak dan 161 tumor ganas) menghasilkan nilai akurasi 
sebesar 83.59% dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas 87.58% dan 76.84%. Selain itu, 
didapatkan nilai AUC sebesar 0.98%. Metode tersebut menunjukkan bahwa sistem memberikan 
hasil performa yang baik dalam mengklasifikasi tumor jinak dan tumor ganas.

Kanker payudara merupakan suatu 
pertumbuhan jaringan payudara abnormal 
dengan pertumbuhan berlebihan dan tidak ada 
koordinasi dengan pertumbuhan jaringan
normal, tumbuh infiltratif, dan destruktif serta 
dapat bermetastase dan tetap akan tumbuh 
dengan cara yang berlebihan. Kanker payudara 
merupakan penyebab utama kematian pada 
wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus 
baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan 
kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Data 
Global Cancer Observatory 2018 dari World 
Health Organization (WHO) [1] menunjukkan 
kasus kanker yang paling banyak terjadi di 
Indonesia adalah kanker payudara, yakni 
58.256 kasus atau 16.7% dari total 348.809 
kasus kanker. Kementerian Kesehatan 
Republik Indonesia [2] menyatakan, angka 
kanker payudara di Indonesia mencapai 
42,1orang per 100 ribu warga  . Upaya 
pencegahan dan pengendalian kanker 
payudara dapat dilakukan dengan cara deteksi 
dini. Teknologi pencitraan medis untuk 
pemeriksaan tumor pada payudara yaitu: 
Mammography, MRI, Ultrasound (USG) [3]. 
Mamografi merupakan teknik yang paling 
umum digunakan dalam mendeteksi tumor 
payudara memakai  sistem sinar-X dosis 
rendah. Ada beberapa tipe abnormalitas dalam 
citra mammogram, yaitu keberadaan mikro￾kalsifikasi (berbentuk seperti noda berukuran 
kecil dan terkadang berupa titik-titik) dan 
keberadaan massa. Massa adalah lesi dan 
biasanya muncul pada mammogram sebagai 
daerah yang relatif padat. Karakteristik massa 
seperti bentuk, batas tepi, dan densitas pada 
citra mammogram dapat digunakan sebagai 
acuan untuk mengelompokkan ke dalam tumor 
jinak ataupun tumor ganas [4]. 
Computer-Aided Diagnosis (CAD) 
telah dikembangkan untuk meningkatkan hasil 
performa dalam deteksi keberadaan massa dan 
diagnosis tumor payudara. Dalam citra 
grayscale, tekstur mencerminkan variasi lokal 
dari nilai gray-level berupa kombinasi pada 
smoothness, kekasaran, dan keteraturan objek
[3]. Fitur tekstur telah terbukti berguna dalam 
memberikan informasi tentang karakteristik 
citra. Ekstraksi fitur memakai  Gray Level 
Co-Occurrence Matrix (GLCM) dilakukan 
oleh peneliti (Biswas, Nath, dan Roy) [5] dan 
fitur yang digunakan terdiri 4 fitur yaitu 
kontras, energi, korelasi, dan homogenitas. 
Hasil akurasi memakai  metode 3NN
(Neural Network) dan ANN (Artificial Neural 
Network) sebesar 95% dan 75% (klasifikasi 
normal dan abnormal). Pada penelitian 
(Wisudawati et al.) [6] proses ekstraksi fitur 
memakai  kombinasi metode 2D-Discrete 
Wavelet Transform dan GLCM dengan 4 fitur 
yaitu kontras, korelasi, energi dan 
homogenitas. Hasil yang akurasi yang 
didapatkan dalam mengklasifikasi keberadaan 
massa pada citra mammogram adalah 100% 
dan mendapatkan akurasi 93.8% dalam 
mengklasifikasi normal, tumor jinak, dan 
tumor ganas. Peneliti (Wisudawati et al.) [7]
kemudian juga mengembangkan metode tersebut dalam mengklasifikasi tumor jinak 
dan tumor ganas memakai  analisis tekstur 
memakai  GLCM dan Backpropagation 
Neural Network. Hasil akurasi yang 
didapatkan yaitu 95.83% dengan sensitivitas 
95.23% dan spesifisitas 96.49%. Peneliti (S. 
M. Salve) [8] pada penelitiannya yang berjudul 
“Mammographic Image Classification using 
Gabor wavelet” melakukan klasifikasi tumor 
jinak dan tumor ganas pada citra mammogram
memakai  SVM (Support Vector Machine). 
Hasil dari preprocessing digunakan untuk 
ekstraksi fitur dengan 114 citra abnormal (63 
tumor jinak dan 51 tumor ganas) 
memakai  metode Gabor Wavelet serta
SVM untuk klasifikasi. Hasil akurasi
didapatkan sebesar 86% dengan memakai  
Gabor Wavelet. Pada penelitian tersebut hanya 
memakai  sedikit dataset. Selain itu 
(Sharifah et al.) [9] dalam penelitiannya yang 
berjudul “Cancer Detection Using Artificial 
Neural Network dan Supoort Vector Machine”
membandingkan SVM dan ANN memakai  
dataset yang berbeda. Hasil penelitian 
menunjukkan bahwa kedua metode 
menghasilkan performa yang baik tapi metode 
SVM masih lebih baik dibandingkan dengan 
ANN. Pada penelitian (Ankit Verma, Ankit 
Kumar dan Sanjeev Kumar) [10] juga 
memprediksi kanker payudara memakai  
Support Vector Machine memakai  
database Wisconsin Diagnosis Breast Cancer 
(WDBC). Hasil klasifikasi tumor jinak dan 
tumor ganas memakai  SVM sebesar 
96.07%. Hal tersebut menunjukkan bahwa 
SVM memberikan performa yang baik dalam 
proses klasifikasi tersebut.
Dengan melihat kelemahan dan 
kelebihan metode dari peneliti sebelumnya,
maka pada penelitian ini mengusulkan metode 
ekstraksi fitur dengan metode GLCM
memakai  4 fitur statistik yaitu kontras, 
korelasi, entropi dan homogenitas serta 
metode klasifikasi memakai  SVM untuk 
meningkatkan performa dalam klasifikasi
tumor jinak dan tumor ganas. 
METODE PENELITIAN
Gambaran Umum Sistem
Gambaran umum sistem yang diajukan 
dapat dilihat pada Gambar 1 yang 
menunjukkan tahapan pengembangan sistem 
CAD meliputi input citra mammogram yang 
berupa daerah massa tumor jinak dan tumor 
ganas, ekstraksi fitur dilakukan dengan metode 
GLCM, klasifikasi (pelatihan dan pengujian) 
menggun akan SVM dan proses evaluasi untuk 
melihat performa sistem
Citra Mammogram
Citra mammogram merupakan hasil dari 
mesin mamografi yang dapat digunakan untuk 
deteksi tumor payudara secara dini dan radiasi
yang dipancarkan oleh mesin mamografi aman 
bagi tubuh, yaitu 0,7 smV. Citra mammogram 
menampilkan struktur jaringan payudara yang 
cukup kompleks. Keberadaan tumor pada 
payudara dapat dilihat dari pola tekstur citra 
mammogram. Tumor biasanya terdapat pada 
daerah dengan nilai intensitas yang lebih besar 
dari daerah sekitarnya dan juga dapat dilihat 
dari bentuk massa itu sendiri sehingga pada 
citra mammogram normal dan abnormal 
memiliki ciri karakteristik tekstur berbeda 
seperti pada Gambar 2. 
Pada citra mammogram normal (A) dan 
citra mammogram abnormal terdapat massa 
(terindikasi adanya tumor). Massa adalah lesi 
dan biasanya muncul pada mammogram 
sebagai daerah yang relatif padat. Gambar 3. 
menunjukkan area massa pada citra 
mammogram tumor jinak dan tumor ganas.
Massa digambarkan oleh tiga fitur, yaitu 
bentuk atau kontur, batas tepi, dan densitas 
[11]. Pengelompokan tumor jinak dan tumor 
ganas pada karakteristik massa berdasarkan 
Breast Imaging-Reporting and Data System
(BI-RADS) descriptor [12] dapat dilihat pada 
Tabel 1.
Dataset
Database yang digunakan dalam 
penelitian ini adalah citra mammogram dari 
publik database DDSM (Digital Database for 
Screening Mammography) dengan format 
TIFF (Temporary Instruction File Format) 
berjumlah 256 citra abnormal yang terdiri dari 
95 tumor jinak dan 161 tumor ganas. 
GLCM (Gray Level Co-Occurrence Matrix)
GLCM merupakan perhitungan tekstur 
pada orde kedua [13] dan merupakan matrik
yang menggambarkan frekuensi munculnya 
pasangan piksel pada jarak d dan orientasi arah 
dengan sudut 𝜃 dalam citra yang digunakan 
untuk menghitung fitur-fitur GLCM. 
Jarak d yang digunakan adalah 1 yang 
dinyatakan dalam piksel, sementara untuk 
orientasi sudut dinyatakan dalam derajat 
dengan sudut 00
, 450
, 900
, dan 1350
.
Pembentukan GLCM dilakukan dengan 
menentukan hubungan spasial antara piksel 
referensi dengan piksel tetangga, dengan sudut 
𝜃 dan jarak d. Dalam penelitian ini 
memakai  sudut 450 dengan jarak 1 (offset, 
[-1 1]) dan Numlevel 32, dimana numlevel 
adalah kedalaman bit citra yang akan 
dianalisis. Penentuan awal matriks GLCM
dilakukan dengan menghitung matriks 
kookurensi dan menjumlahkan matrik 
kookurensi dengan transposenya untuk 
menjadikannya simetris. Untuk menghilang￾kan ketergantungan pada ukuran citra, nilai￾nilai elemen GLCM dinormalisasi. 
Perhitungan pengukuran statistika fitur-fitur 
GLCM yang digunakan dalam penelitian ini, 
antara lain [14]:
• Kontras merupakan ukuran keberadaan 
variasi aras keabuan piksel citra
• Energi merupakan ukuran homogenitas 
dari suatu citra
• Korelasi menyatakan ukuran 
ketergantungan linear derajat keabuan 
citra
• Homogenitas merupakan keseragaman 
intensitas keabuan pada citra.
SVM (Support Vector Machine)
SVM adalah metode learning
machine yang bekerja atas prinsip Structural 
Risk Minimization (SRM) dengan tujuan 
menemukan hyperplane terbaik yang me￾misahkan dua buah class pada input space.
Pada dasarnya SVM memiliki prinsip linear, 
akan tetapi pada saat ini SVM telah berkembang 
sehingga dapat menyelesaikan masalah non￾linear. Cara kerja SVM pada masalah non￾linear adalah dengan memasukkan konsep 
kernel pada ruang berdimensi tinggi. Pada 
ruang yang berdimensi ini, nantinya akan dicari 
pemisah atau yang sering 
disebut hyperplane. Hyperplane dapat mem￾aksimalkan jarak atau margin antara kelas 
data. Hyperplane terbaik antara kedua kelas 
dapat ditemukan dengan mengukur margin dan 
kemudian mencari titik maksimalnya. Gambar 
4a menunjukkan beberapa pattern yang 
merupakan anggota dari dua buah class yaitu 
positif (dinotasikan dengan +1) dan negatif 
(dinotasikan dengan –1). Pattern yang 
tergabung pada class negatif disimbolkan 
dengan kotak, sedangkan pattern 
pada class positif disimbolkan dengan 
lingkaran. Proses pembelajaran dalam problem 
klasifikasi dilakukan dengan menemukan garis 
(hyperplane) yang memisahkan antara kedua 
kelompok tersebut. Garis solid pada Gambar 
4b menunjukkan hyperplane yang terbaik yaitu 
yang terletak tepat pada tengah-tengah kedua 
class, sedangkan titik merah dan kuning yang 
berada dalam lingkaran hitam adalah support 
vectorPengembangan sistem CAD dalam 
klasifikasi tumor jinak dan tumor ganas 
dilakukan dengan memakai  perangkat 
lunak MATLAB. 
Ekstraksi fitur memakai  GLCM
Hasil dari ekstraksi fitur memakai  
GLCM untuk tumor jinak dan tumor ganas 
dapat dilihat pada Tabel 2. Fitur kontras pada 
tumor jinak mempunyai nilai yang lebih kecil 
dibandingkan dengan tumor ganas. Sedangkan 
fitur homogenitas pada tumor jinak lebih besar 
dibandingkan dengan tumor ganas. Target 0 
menyatakan tumor jinak dan Target 1 
menyatakan tumor ganas. Target tersebut akan 
digunakan dalam proses klasifikasi 
memakai  SVM.
Hasil rata-rata dari nilai ekstraksi fitur 
dapat dilihat pada Tabel 3 dan dapat 
disimpulkan bahwa nilai rata-rata kontras pada 
tumor ganas lebih besar dibandingkan dengan 
tumor ganas. Hal tersebut menunjukkan bahwa 
ukuran keberadaan variasi atas keabuan piksel 
citra tumor jinak kecil. Pada fitur korelasi 
tumor jinak mempunyai nilai rata-rata lebih 
besar dibandingkan dengan tumor ganas. Hal 
tersebut menunjukkan bahwa pada citra tumor 
jinak mempunyai nilai yang kecil pada ukuran konsentrasi pasangan dengan intensitas 
keabuan tertentu pada matriks. Pada fitur 
energi dan homogenitas tumor jinak 
mempunyai nilai rata-rata lebih besar 
dibandingkan dengan tumor ganas. Hal 
tersebut menunjukkan bahwa pada citra tumor 
jinak mempunyai nilai piksel yang mirip 
dengan piksel lainnya dan mempunyai 
keseragaman intensitas keabuan yang tinggi 
pada citra
Klasifikasi Tumor Jinak dan Tumor Ganas 
memakai  SVM
Proses klasifikasi dibagi menjadi dua 
yaitu (lihat Gambar 5):
• Proses training: pada proses training 
digunakan training set yang telah 
diketahui label-labelnya untuk 
membangun model atau fungsi.
• Proses testing: dilakukan untuk 
mengetahui keakuratan model atau 
fungsi yang akan dibangun pada proses 
training. Data testing digunakan untuk 
memprediksi label-labelnya.
Hasil fitur-fitur yang telah didapatkan 
dalam proses ekstraksi fitur kemudian 
dimasukkan dalam proses klasifikasi tumor 
jinak dan tumor ganas memakai  metode 
SVM. Metode, pelatihan, pengujian dan 
evaluasi memakai  10-fold cross 
validation yang merupakan pilihan terbaik 
untuk mendapatkan hasil validasi yang akurat. 
Metode tersebut membagi dataset menjadi 10-
buah partisi secara acak. Kemudian dilakukan 
10 kali eksperimen, dimana masing-masing 
eksperimen memakai  data partisi ke-10 
sebagai data testing dan memanfaatkan sisa 
partisi lainnya sebagai data training.
Hasil Confusion Matrix dapat dilihat 
pada Tabel 4. Performa sistem diukur 
berdasarkan akurasi, sensitivitas, spesifisitas 
dan AUC (Area Under Curve). Nilai True 
Positive = 141, False Positive = 22, False 
Negative = 20 dan True Negative = 73. Hasil 
uji diagnostik dapat dilihat pada Tabel 5. 
Akurasi adalah ukuran seberapa dekat suatu 
hasil pengukuran dengan nilai yang benar atau 
diterima dari kuantitas besaran yang diukur. 
Hasil akurasi yang didapatkan sebesar 83.59 % 
yang menunjukkan sistem dapat 
mengklasifikasi tumor jinak dan tumor ganas 
sebesar 83.59%.
Akurasi=
141+73
141+73+20+22
× 100% = 83.59%
Sensitivitas adalah ukuran keakuratan 
tes yaitu seberapa besar kemungkinan tes 
untuk mendeteksi positif orang-orang yang 
memiliki penyakit. Hasil sensitivitas 
menunjukkan sebesar 87.58% sistem dapat 
medeteksi positif orang-orang yang memiliki 
penyakit.
Sensitivitas: =
141
141+20
× 100% = 87.58%
Spesifisitas adalah proporsi orang yang 
benar-benar tidak sakit dan tidak sakit pula 
saat diidentifikasi dengan tes skrining atau 
ukuran statistik mengenai akurasi tes, yaitu 
seberapa baik tes mengidentifikasi negatif 
orang-orang yang tidak memiliki penyakit. 
Hasil spesifisitas menunjukkan sebesar 
76.84% sistem dapat mengidentifikasi negatif 
orang-orang yang tidak memiliki penyakit
Spesifisitas= =
73
73+22
× 100% = 76.84%
Area under the curve (AUC)
memberikan gambaran tentang keseluruhan 
pengukuran atas kesesuaian dari model yang 
digunakan. Semakin besar AUC maka semakin 
baik variabel yang diteliti dalam memprediksi 
kejadian. Nilai AUC yang didapatkan sebesar 
0.908. Mengacu pada klasifikasi akurasi nilai 
tersebut menunjukkan sistem dapat 
mendiagnosis tumor jinak dan tumor ganas 
dengan baik (excellent classification) [15]. Pendekatan metode yang digunakan 
dalam penelitian ini untuk meningkatkan 
performa sistem CAD berhasil dilakukan. 
Pendekatan ekstraksi fitur memakai 
metode GLCM dengan sudut 450 dan metode 
klasifikasi memakai  SVM. Uji coba yang 
dilakukan dengan memakai  database 
DDSM dengan 256 citra abnormal (95 tumor 
jinak dan 161 tumor ganas) menghasilkan nilai 
akurasi sebesar 83.59% dengan nilai 
sensitivitas dan spesifisitas 87.58% dan 
76.84%. Selain itu, didapatkan nilai AUC 
sebesar 0.98%. Hal tersebut menunjukkan 
bahwa metode klasifikasi memakai  
GLCM dan SVM memberikan hasil performa 
yang baik dalam mengklasifikasi tumor jinak 
dan tumor ganas.
Tahapan selanjutnya, ujicoba dilakukan 
dengan menambah dataset pada tahapan 
pelatihan dan pengujian. Selain itu juga akan 
dilakukan proses pre-processing untuk 
menghilangkan derau pada citra mammogram. 
Pengembangan metode klasifikasi juga akan 
dilakukan dengan metode lainnya seperti 
LibSVM, deep learning, K-Nearest Neighbor