kusta34
Penyakit kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit infeksi kronis yang dipicu oleh
kuman Mycobacterium leprae (M. leprae). Morbus
Hansen merupakan salah satu penyakit menular
yang menjadi masalah kesehatan di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini memiliki
spektrum klinis, bakteriologis, imunologis dan
dermatopatologis bervariasi, pada tahun 1962 Ridley
dan Jopling mengklasifikasikan menjadi 5 tipe, yaitu
tuberkuloid tuberkuloid (TT), borderline tuberkuloid (BT), mid-borderline (BB), borderline lepromatosa (BL) dan lepromatosa lepromatosa (LL).1
Indonesia menyumbangkan 18.994 (8%) dari
keseluruhan kasus baru ini, dan menempati urutan
ke-3 setelah India dan Brazil. Prevalensi kusta di
Indonesia pada tahun 2012 yaitu sebesar 22.390
atau sekitar 12,3% dari keseluruhan kasus di
dunia.
Proporsi kejadian baru pada anak-anak di
Indonesia telah menurun dari sekitar 23% pada
tahun 1991 menjadi 10% pada tahun 2000 dan
menetap hingga tahun 2010.
Dinas Kesehatan
Propinsi Bali mencatat prevalensi kusta di Bali pada
tahun 2012 yaitu sebesar 89 kasus atau sebesar
0,22 per 10.000 penduduk. Kejadian kusta pada anak dengan usia kurang dari 15 tahun di RSUP
Sanglah Denpasar pada tahun 2003-2016 didapatkan sebanyak 14 pasien dari total 168 pasien baru
(8,3%).
Penyakit kusta diketahui dapat menyerang
berbagai usia dari bayi sampai usia lanjut dengan
kelompok usia terbanyak yaitu usia produktif.
Anak-anak memiliki resiko terkena infeksi lebih
tinggi, terjadi pada umur 5-14 tahun, dengan prevalensi yang sama pada jenis kelamin lelaki maupun
perempuan.
Prevalensi dan karakteristik penyakit
kusta pada anak memiliki arti penting dalam epidemiologi dan merupakan indikator tingkat keberhasilan pengendalian penyakit kusta.6,7 Kecacatan
yang didapat sejak usia dini akan mempengaruhi
perkembangan fisik maupun mental penderita
anak.
Gambaran klinis penyakit kusta pada anak
menunjukkan gambaran klinis yang mirip dengan
orang dewasa. Diagnosis penyakit kusta ditegakkan berdasar 4 tanda kardinal dari kusta
yaitu adanya anestesia, penebalan saraf pada
lokasi predileksi, adanya lesi kulit, dan didapatkan
adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada hapusan
kulit. Diagnosis ditegakkan minimal 2 dari 3 tanda
kardinal pertama atau adanya tanda kardinal yang
keempat.1,5,7 Berikut dilaporkan satu kasus kusta
tipe borderline lepromatous pada seorang anak
lelaki. Kasus ini dilaporkan karena penyakit kusta
ini jarang mengenai anak dan pentingnya mendiagnosis dini penyakit kusta untuk menghindari resiko
kecacatan pada anak.
ILUSTRASI KASUS
Dilaporkan satu kasus kusta pada seorang anak lelaki,
11 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin
RSUP Sanglah Denpasar dengan keluhan utama
bercak sewarna kulit pada daerah telinga kanan dan
kiri sejak 1 tahun yang lalu, tidak dirasakan gatal
ataupun nyeri. Keluhan bercak sewarna kulit yang
awalnya muncul dibagian telinga kanan dan kiri
sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu, tidak dirasakan
gatal ataupun nyeri, hanya dirasakan kebas. Sejak 2
bulan terakhir bercak ditelinga kanan dan kiri semakin lama semakin menyebar kedaerah wajah, badan
dan lengan kanan kiri. Bercak ini oleh penderita
dirasakan kebas atau mati rasa pada daerah telinga
saja. Keluhan ini juga disertai rasa kesemutan pada
jari- jari ke dua tangan dan kaki pada saat pertama
kali bercak muncul, namun saat ini hanya mengeluhkan terkadang kesemutan di daerah jari-jari
tangan. Jari tangan dan kaki masih dapat digerakkan
seperti biasa, rasa kaku pada jari- jari disangkal.
Penderita yaitu anak pertama dari dua
bersaudara. Penderita lahir di Singaraja Bali, tinggal
di Singaraja sejak lahir sampai berumur 4 tahun,
kemudian penderita pindah tinggal dengan orang
tuanya di Flores sejak berumur 4 tahun sampai
sekarang. Teman sekolah penderita di Flores dikatakan pernah mengalami penyakit yang sama, yaitu
didiagnosis kusta (Morbus Hansen tipe multibasiler) sejak 3 tahun yang lalu dan sudah menyelesaikan pengobatan (RFT) sejak 2 tahun yang lalu,
dan tidak ada mengalami keluhan hingga saat ini.
sedang anggota keluarga yang tinggal serumah
dengan penderita yaitu bapak, ibu serta adiknya
tidak memiliki keluhan yang sama sebelumnya.
Penderita sudah pernah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap termasuk vaksin BCG.
Riwayat batuk lama, dan penyakit kronis lainnya
pada penderita disangkal oleh ibu penderita.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita
dengan kesadaran kompos mentis dan keadaan
umum baik, berat badan penderita 30 kg. Tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80×/menit, frekuensi
nafas 20×/menit, suhu aksiler 36,8°C. Pada
status generalis didapatkan kepala normocephali,
pada pemeriksaan mata tidak ada anemis
dan ikterus. Alis mata dalam batas normal dan
kelopak mata dapat membuka dan menutup secara
sempurna. Pada pemeriksaan hidung, telinga, dan
tenggorokan tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
cuping telinga kanan dan kiri didapatkan adanya
infiltrat. Pemeriksaan jantung dan paru dalam
batas normal. Pemeriksaan abdomen dalam batas
normal, tidak didapatkan pembesaran hepar dan
lien. Pada ekstremitas teraba hangat, tidak ada
edema pada ekstremitas. Pembesaran kelenjar limfe
regional tidak ditemukan. Pemeriksaan kuku dan
rambut tidak ditemukan adanya kelainan.
Status dermatologis lokasi fasialis, aurikularis
dekstra et sinistra, antebrachii dekstra et sinistra,
ektremitas inferior dekstra et sinistra, didapatkan
effloresensi plak sewarna kulit, multiple, batas
tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi dari
0,5 × 1 cm hingga 1 × 3 cm. Pada lokasi antebrachii
dekstra et sinistra dan ekstremitas superior dekstra
et sinistra didapatkan effloresensi nodul multipel
sewarna kulit dengan bentuk bulat dengan diameter 0,5-1 cm. Lokasi pada telinga kanan kiri didapatkan adanya infiltrat, difus. (Gambar 1- 10)
Pada pemeriksaan saraf tidak didapatkan penebalan saraf. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kusta
didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri,
dan suhu pada lesi. Pemeriksaan voluntary muscle
test (VMT) tidak didapatkan adanya kelemahan
otot.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik pada penderita didapatkan diagnosis banding pada penderita
yaitu kusta tipe borderline lepromatosa, dan kusta
tipe lepromatous lepromatosa. Pada penderita direncanakan pemeriksaan penunjang berupa
hapusan sayatan kulit (slit-skin smear) dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan bakteriologis dengan pengecatan Ziehl- Neelsen dari kerokan jaringan pada
kulit cuping telinga kanan dan kiri, serta pada lesi
kulit dengan ditemukan basil tahan asam (BTA)
pada cuping telinga kanan didapati 40-50/1 lapang
pandang (4+) globi dan granulated, pada cuping
telinga kiri 15-20/1 lapang pandang (4+) fragmented dan granulated, pada lesi di lesi digiti IV
manus sinistra didapati 15-30/1 lapang pandang
(4+) fragmented. Indeks bakteriologis didapatkan
4+ dan indeks morfologis yaitu 0 (Gambar 11-12).
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukosit
7,19 (4,1-11,0 × 103
/mL), neutrofil 3,53 (2,5-7,5 ×
103
/mL), limfosit 2,11 (1-4 ×103
/mL), monosit
0,62 (0,1-1,2 × 103
/mL), eosinofil 0,20 (0,00-0,50 ×
103
/mL), basofil 0,1 (0,0-0,1 × 103
/mL), eritrosit
4,55 (4,50-5,90 x106
/mL), hemoglobin 13,5 (13,5-
17,5 g/dL), hematokrit 41,51 (41,0-53,0%), trombosit 355.60 (150-440 × 103
/mL). Pada pemeriksaan
fungsi hati didapatkan: SGOT 30,0 (11,0- 33,0 U/L),
SGPT 36,5 (11,0- 50,0 U/L). Pada pemeriksaan fungsi
ginjal didapatkan BUN 8,1 (8,00- 23,00 mg/dL),
kreatinin 0,70 (0,70- 1,20 mg/dL). Pada pemeriksaan
kimia darah lainnya didapatkan gula darah sewaktu
80 (60- 100 mg/dL). Pada penderita tidak dilakukan
pengambilan biopsi kulit.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis kerja yaitu
kusta tipe Borderline Lepromatosa. Penatalaksanaan
yang diberikan pada MDT multibasiler untuk anak
(rifampisin 450 mg per bulan, dapson 50 mg setiap
hari, dan klofazimin 150 mg per bulan yang dilanjutkan dengan pemberian 50 mg setiap 2 hari),
penderita juga diberikan vitamin neurotropik (B1
100 mg, B6 200 mg, B12 200mcg) 1 × 1 tablet setiap
hari. Keluarga penderita diberikan penjelasan
mengenai penyakit, hasil pemeriksaan, pengobatan
yang diberikan, dan diharapkan kontrol 1bulan.
Pengamatan setelah pasien mendapatkan pengobatan secara subyektif tidak didapatkan bercak baru
pada kulit penderita, bercak lama sebagian tampak
memudar dan menipis terutama pada bagian wajah
dan lengan. Kesemutan dan nyeri pada kedua jarijari tangan dan kaki disangkal. Jari- jari tangan dan
kaki dapat digerakkan seperti biasa. Riwayat panas
badan disangkal oleh penderita.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita
dengan kesadaran kompos mentis dan keadaan
umum baik. Status present dalam batas normal dan
pada status generalis penderita tidak didapatkan
adanya kelainan.
Status dermatologis lokasi fasialis, aurikularis
dekstra et sinistra, antebrakii dekstra et sinistra,
ektremitas inferior dekstra et sinistra, didapatkan
plak sewarna kulit, multiple, batas tegas, bentuk
geografika, ukuran bervariasi dari 0,5 × 1 cm
hingga 1 × 3 cm. Pada lokasi antebrakii dekstra et
sinistra dan ekstremits superior dekstra et sinistra
ditemukan gambaran effloresensi nodul multipel
sewarna kulit dengan bentuk bulat dengan diameter
0,5-0,6 cm. Lokasi pada telinga kanan kiri didapatkan adanya infiltrat, difus. (Gambar 13-18). Lokasi
pada telinga kan kiri didapatkan adanya infiltrat,
difus yang mulai menipis (Gambar 14 dan 15).
Pada pemeriksaan saraf tidak didapatkan penebalan saraf. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kusta
didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri,
dan suhu. Pemeriksaan VMT (voluntary muscle
test) tidak didapatkan kelemahan otot.
Diagnosis kerja penderita saat ini yaitu kusta
tipe borderline lepromatosa. Penatalaksanaan yang
diberikan pada penderita yaitu MDT multibasiler
untuk anak (rifampisin 450 mg per bulan, dapson
50 mg setiap hari, dan klofazimin 150 mg per bulan
yang dilanjutkan dengan pemberian 50 mg setiap 2
hari) dilanjutkan, vitamin neurotropik (B1 100 mg,
B6 200 mg, B12 200mcg) 1 × 1 tablet setiap hari.
Keluarga penderita diberikan penjelasan mengenai
penyakit, pengobatan, dan diharapkan kontrol 1
bulan lagi.
Kusta yaitu penyakit yang dipicu oleh
bakteri Mycobacterium leprae, terutama mengenai
kulit dan saraf perifer. Penyakit ini dapat mengenai
setiap individu dengan berbagai kelompok usia.
Kejadian kusta pada anak dapat menjadi indikator prevalensi penyakit pada populasi umum dan
membantu menentukan transmisi dari penyakit.1,2,5
Masa inkubasi penyakit kusta berkisar antara 2-4
tahun, walaupun pernah dilaporkan masa inkubasi
3 bulan hingga 40 tahun.1,4 Anak-anak lebih rentan
untuk terkena penyakit kusta karena sistem imunitasnya yang belum berkembang sempurna. Usia
onset penyakit ini pada anak-anak yaitu antara 5
hingga 14 tahun dengan prevalensi yang sama pada
lelaki maupun perempuan.1,5,6 Namun demikian
kasus pada pasien kurang dari umur 1 tahun telah
dilaporkan oleh Brubaker, Meyers, and Bourland
dimana mempublikasikan dua kasus dari anak
umur 6 bulan dengan kusta yang dikonfirmasi
dengan pemeriksaan histopatologi.7
Kulit dan saluran pernafasan atas sampai saat
ini diyakini sebagai dua jalur masuk bakteri M.
leprae ke dalam pejamu.8,9 Adanya kontak dekat
dengan pasien kusta memberikan risiko yang
secara signifikan lebih besar daripada mereka yang
tidak tinggal serumah.10,11 Risiko individu untuk menderita penyakit kusta meningkat 4 kali lebih
besar jika ada kontak dengan penderita kusta di
lingkungan sekitar, risiko menjadi 9 kali lebih besar
pada kontak serumah, dan makin meningkat jika
kontak yaitu penderita kusta tipe multibasiler.12
Pada anak-anak, sumber infeksi kusta didapatkan
berasal dari pasien kusta tipe multibasiler yang
tidak diobati dalam keluarga atau masyarakat.13,14
Dalam penelitian retrospektif yang dilakukan di
India didapatkan lebih dari sepertiga kasus kusta
pada anak (35%) memiliki kontak serumah dengan
penderita kusta.3,14 Pada kasus didapatkan adanya
riwayat penyakit kusta pada teman satu kelas
penderita yang telah diderita 3 tahun lalu dengan
tipe kusta multibasiler. Saat ini tidak ditemukan
keluhan baru pada teman penderita maupun
anggota keluarga lainnya yang tinggal serumah
dengan penderita. Penyakit kusta pada penderita
dicurigai kemungkinan ditularkan dari teman sekelas dengan penderita.
Pemberian vaksin Bacillus Calmette- Guerin
(BCG) sebagai proteksi terhadap infeksi
Mycobacterium leprae menunjukkan hasil yang
bervariasi, efektivitas vaksin sebagai proteksi
terhadap penyakit kusta rata-rata mencapai 26%.
Penelitihan di Brazil dengan jumlah sampel yang
besar menunjukkan efek proteksi vaksin ini mencapai 56% signifikan pada insiden kusta akibat kontak,
dengan proteksi terhadap kusta tipe mulltibasiler
sebesar 89%.15,16 sedang penelitian di Birma
menunjukkan efek proteksi vaksin ini mencapai
40% pada anak usia di bawah 5 tahun, sedang
efek proteksi tidak didapatkan pada anak usia lebih
tua.16 Hal ini menunjukkan adanya efek perlindungan vaksin BCG terhadap kejadian kusta tipe
multibasiler.13,17 Namun ada beberapa faktor
yang juga berperan terhadap kejadian kusta ini dan
tipe dari kusta tersebut, diantaranya faktor genetik,
nutrisi, lingkungan (tinggal di daerah endemis).18,19
berdasar faktor lingkungan, flores berdasar
peneltitian Mochamad hatta di Flores didapatkan
4774 populasi yang tinggal idaerah penelitian,
dimana didapatkan 4140 yang terdeteksi kusta
dimana angka tersebut mencapai 87%. Dimana
didapatkan 39% yaitu kusta tipe multibasiler dan
61% yaitu tipe pausibasiler lesi tunggal atau lesi
2- 5 lesi.18 Pada kasus, penderita telah mendapatkan
imunisasi vaksin BCG saat usia bayi, namun ada
beberapa faktor yang menyebabkan pada penderita mendapat infeksi kusta tipe multibasiler yaitu
penderita tinggal didaerah endemis kusta, selain itu
juga dapat dicurigai oleh karena faktor genetik dan
host yang memiliki seseptibilitas terhadap kuman.
Diagnosis penyakit kusta ditegakkan berdasarkan tanda kardinal kusta melalui pemeriksaan
klinis, didukung pemeriksaan BTA pada hapusan
kerokan jaringan kulit. Pada kusta apabila meragukan kadang diperlukan pemeriksaan penunjang
lain seperti pemeriksaan histopatologis dan serologis.1,7,11 Tanda kardinal kusta yaitu adanya lesi
kulit, adanya anastesi, penebalan saraf pada lokasi
predileksi, dan didapatkan adanya basil tahan
asam (BTA) pada hapusan sayatan kulit. Diagnosis
ditegakkan berdasar adanya minimal 2 dari
3 tanda kardinal pertama atau adanya tanda kardinal yang keempat.2,6
Gambaran klinis dari kusta mencerminkan
patologi, yang bergantung pada keseimbangan
antara multiplikasi basil dan respon imunitas seluler
dari pejamu.7
Pada tahun 1962, Ridley dan Jopling
mengklasifikasikan kusta berdasar klinis, yang
meliputi typical tuberculoid (TT), borderline tuberculoid (BT), borderline borderline (BB), borderline
lepromatous (BL), dan lepromatous leprosy (LL).
6,15
Gambaran klinis kusta tipe BL (borderline lepramatous), secara klasik lesi dimulai dengan makula.
Awalnya dalam jumlah sedikit dan dengan cepat
menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas
dan lebih bervariasi bentuknya. Walaupun masih
kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi
lesi yang hampir simetris. Didapatkan area kulit
normal di antara lesi. Lesi yang satu dan lainnya
mempunyai ukuran dan bentuk yang berbeda.
Dapat timbul infiltrat membentuk gambaran plak,
terutama di daerah wajah dan telinga. Tanda- tanda
kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat, dan hilangnya
rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan
tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat
predileksi. Pada pemeriksaan BTA memberikan
hasil banyak ditemukan kuman Mycobacterium
leprae pada spektrum BL.
7,15
Penyakit kusta pada
anak biasanya berupa lesi hipoestetik atau asimtomatik, sedang manifestasi neural jarang
dikeluhkan oleh penderita. Gambaran kusta tipe
borderline lepromatous (BL) pada anak mirip
dengan orang dewasa, tetapi lesi terutama berupa
makula.
2,19
Pada kasus didapatkan adanya lesi kulit yang
disertai dengan penurunan sensibilitas pada lesi
tersebut. Lesi kulit pada penderita didapatkan pada
lokasi facialis, auricularis dextra et sinistra, antebrachii dextra et sinistra, ektremitas inferior dextra et
sinistra berupa plak sewarna kulit, multiple, batas
tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi dari
0,5 × 1 cm hingga 1 × 3 cm. Lesi lebih dari 5. Pada
lokasi antebrachii dextra et sinistra dan ekstremitas
superior dextra et sinistra didapatkan effloresensi
nodul multipel sewarna kulit dengan bentuk bulat
dengan diameter 0,5-1 cm. Lokasi pada telinga
kanan kiri didapatkan adanya infiltrat, difus
disertai dengan penurunan sensibilitas pada lesi tersebut. Namun masih didapatkan adanya kulit
normal dan pada pemeriksaan saraf tidak didapatkan penebalan saraf. Kemudian pada pemeriksaan
hapusan kulit didapatkan adanya BTA pemeriksaan
BTA dari cuping telinga kanan didapati 40-50/1
lapang pandang (4+) globi dan granulated, pada
cuping telinga kiri 15-20/1 lapang pandang (4+)
fragmented dan granulated, pada lesi di lesi digiti
IV manus sinistra didapati 15-30/1 lapang pandang
(4+) fragmented. Indeks bakteriologis didapatkan
4+ dan indeks morfologis yaitu 0. berdasar
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, penderita pada kasus didiagnosis
dengan kusta tipe BL.
Pemeriksaan histopatologi pada kusta tipe
borderline lepromatous (BL) menunjukkan adanya
kumpulan sel-sel makrofag. Makrofag ini memiliki sitoplasma berbentuk foamy seperti pada tipe
lepromatous leprosy (LL). Selain itu juga dapat
terlihat adanya grenz zone dan mudah ditemukan
basil.
12,15,17
Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan
histopatologi.
World Health Organization (WHO) membagi
penderita kusta menjadi 3 kelompok berdasar
pada kriteria klinis dengan menggunakan jumlah
lesi kulit dan saraf yang terlibat, serta pemeriksaan
hapusan kulit dalam menetukan pengobatan kusta.
Pembagian ini meliputi kusta tipe pausibasiler
dengan lesi tunggal (1 lesi kulit), kusta tipe pausibasiler (2-5 lesi kulit), dan kusta tipe multibasiler
(lebih dari 5 lesi kulit). Selain itu, pasien dengan
BTA positif juga digolongkan sebagai kusta tipe
multibasiler, tanpa memperhatikan gambaran klinisnya.
11
Pada kasus, penderita memiliki lesi kulit
lebih dari 5 dan dari pemeriksaan hapusan kulit
didapatkan adanya BTA positif. Oleh karena itu,
penderita diberikan pengobatan multibasiler.
Pengobatan kusta berdasar kriteria WHO
yang disebut dengan multidrug therapy (MDT)
terdiri dari beberapa antibiotika. Pada kusta
tipe multibasiler (MB) dengan lesi >5 diberikan
kombinasi rifampisin, dapson, dan klofazimin.
6,11
Pada anak berusia 10-14 tahun ada regimen
pengobatan paket khusus yang dibedakan dengan
orang dewasa, dengan lama pemberian 12 bulan.
Regimen ini meliputi rifampisin 450 mg per bulan,
dapson 50 mg setiap hari, dan klofazimin 150 mg
per bulan yang dilanjutkan dengan pemberian 50
mg setiap 2 hari.
11,19,20 Pada kasus diberikan regimen MDT MB anak yang sudah dikemas dalam
bentuk paket bulanan selama 12 bulan.
Kejadian disabilitas pada anak-anak cukup
rendah dibandingkan orang dewasa karena durasi
penyakit lebih singkat dan bentuk penyakit lebih
ringan. Namun kejadian deformitas meningkat
seiring bertambahnya usia dan pada penyakit yang
berlangsung lama.
14,21 Pada kasus masih diperlukan
observasi lebih lanjut terutama untuk mendeteksi
dini adanya gangguan fungsi saraf dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Prognosis pada kasus
yaitu dubius.
Telah dilaporkan sebuah kasus kusta tipe borderline
lepromatous pada seorang anak lelaki usia 11 tahun.
Terapi yang diberikan pada kasus meliputi MDT
MB anak selama 12 bulan, vitamin B1, B6, dan B12.
Pada kasus masih diperlukan observasi lebih lanjut
terutama untuk mendeteksi dini adanya gangguan
fungsi saraf dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Prognosis pada kasus yaitu dubius.
Penyakit kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit
infeksi kronis yang dipicu oleh kuman Mycobacterium leprae
(M. leprae). Penyakit kusta dapat menyerang berbagai usia dari
bayi sampai usia lanjut dengan kelompok usia terbanyak yaitu
usia produktif. Prevalensi dan karakteristik penyakit kusta pada
anak memiliki arti penting dalam epidemiologi dan merupakan
indikator tingkat keberhasilan pengendalian penyakit kusta.
Kecacatan yang didapat sejak usia dini akan mempengaruhi
perkembangan fisik maupun mental penderita anak. Diagnosis
penyakit kusta ditegakkan berdasar 4 tanda kardinal dari kusta
yaitu adanya anestesia, penebalan saraf pada lokasi predileksi,
adanya lesi kulit, dan didapatkan adanya Basil Tahan Asam (BTA)
pada hapusan kulit. Diagnosis kusta ditegakkan minimal 2 dari 3
tanda kardinal pertama atau adanya tanda kardinal yang keempat.
Pada laporan kasus ini dilaporkan kasus kusta tipe borderline
lepromatous pada seorang anak lelaki berusia 11 tahun. Diagnosis
kusta ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa hapusan sayatan kulit (slit-skin
smear). Terapi yang diberikan pada kasus meliputi MDT MB anak
selama 12 bulan.
Kusta35
Kusta (Lepra) telah ada sejak masa prasejarah, dengan kasus pertama kali
ditemukan di Afrika Timur sekitar tahun 100.000 SM
Penyakit ini memasuki wilayah negara kita di melalui jalur selatan dari benua India
sekitar 50.000-60.000 SM. Di negara kita penyebaran kusta diperkenalkan oleh sipir
dari wilayah yang dikuasai Portugis ke Batavia. Selain itu, kedatangan bangsa
Tiongkok ke Hindia-Belanda turut berkontribusi dalam penyebaran kusta. Penyakit
kusta sudah menjadi permasalahan bagi negara kita sejak abad ke-17 (Rachmawati,
2014). Sampai saat ini kusta masih menjadi permasalahan di negara kita baik
dibidang kesehatan, sosial, ekonomi, budaya, akibat stigma yang ada di warga ,
dan kecacatan yang ditimbulkannya
Kusta dimasukkan kedalam penyakit tropis terabaikan (Neclected Tropical
Disease) masih merupakan momok yang masih sangat menakutkan di warga ,
keluarga bahkan bagi sebagian petugas kesehatan karena pengetahuan, pengertian
dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta akibat cacat, stigma, dan diskriminasi
yang ditimbulkannya
Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae (M. leprae), merusak saraf tepi, dapat juga menginfeksi
kulit, serta jaringan lainnya seperti mata, mukosa saluran pernafasan bagian atas,
otot, tulang, dan testis. Pasien kusta lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada
perempuan (Chu T, 2020). Meskipun tergolong penyakit menular, penularan kusta
tidak mudah menular karena harus ada kontak erat yang lama dan terus-menerus
terutama dengan pasien kusta multibasiler yang tidak diobati.
Hasil penelitian selama 25 tahun di Sulawesi Utara
menunjukkan bahwa 28 dari 101 (28%) pasien yang baru didiagnosis dan
diidentifikasi sebagai kontak serumah, 36 (36%) kontak tetangga dan 15 (14,9%)
kontak sosial. menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai
kedekatan dengan pasien kusta multibasiler akan meningkatkan risiko untuk
menderita kusta. Pada penelitian menjelaskan bahwa kusta
dapat ditularkan melalui orang yang terinfeksi ke orang yang sehat dalam kontak
jangka panjang dan penularannya dapat menyebar melalui kontak rumah tangga,
kontak lingkungan serta kontak sosial lainnya. Dinamika penularan ini merupakan
elemen yang sangat diperlukan untuk strategi intervensi yang tepat dalam
pemberantasan penyakit kusta.
menjelaskan bahwa program penemuan kasus aktif dapat
dilakukan dan berkontribusi pada deteksi kasus dini dengan melacak kontak
serumah dan tetangga di daerah endemis rendah. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kontak rumah tangga pasien kusta dapat meningkatkan
risiko kusta terutama di rumah tangga dengan kasus multibasiler yang ada dan usia
yang lebih tua. ada hubungan dekat antara kontak
serumah dengan kejadian kusta dimana yang kontak serumah dengan pasien kusta
mempunyai risiko 30% lebih besar menderita kusta dibandingkan dengan seseorang
yang tidak kontak serumah dengan pasien kusta. Banyak analisis membuktikan
bahwa individu yang kontak dengan pasien kusta yang tidak diobati memiliki risikolebih tinggi menderita kusta dimana infeksi subklinis di antara individu tersebut
penting dalam rantai penularan M. leprae. Penularan kusta
dapat terjadi melalui droplet yaitu percikan cairan dari saluran pernafasan seperti
ludah dan dahak yang keluar saat batuk atau bersin, kerusakan kulit, binatang
armadillo, kurangnya kebersihan diri dan lingkungan, berkunjung atau menetap
dikawasan endemis kusta
Penyakit kusta merupakan penyakit yang tergolong langka, sehingga
identifikasi dan diagnosis dini pasien kusta masih menjadi tantangan terutama di
daerah endemis rendah Disamping itu gambaran klinis kusta
banyak mirip dengan penyakit kulit lain sehingga sering salah diagnosis, akibatnya
banyak pasien kusta yang datang berobat sudah dalam keadaan cacat. Deteksi dini
dan pengobatan kusta tepat waktu merupakan kunci untuk menghentikan penularan
dan mencegah komplikasi fisik dan sosial sehingga mengurangi beban penyakit
Penemuan kasus baru kusta sampai sekarang masih menjadi tantangan di
negara kita , terutama pada tahun 2020, dimana pandemi COVID-19 yang
memicu program berjalan kurang lancar dan kurang maksimal akibat
terkonsentrasinya sumber daya kesehatan pada program penanggulangan
COVID19 yang selama ini dilakukan secara aktif oleh puskesmas dan kader
langsung kepada warga , akibatnya, penemuan kasus baru mengalami
penurunan. (Profil Kesehatan negara kita , 2021). negara kita pada tahun 2023 berada
di peringkat ke-3 dunia jumlah kasus baru kusta terbanyak setelah India dan Brazil
(Weekly Epidemiology Record, 2020).Upaya pengendalian penyakit kusta di dunia menetapkan tahun 2000 adalah
puncak eliminasi kusta dan negara kita telah mencapai eliminasi kusta tersebut di
tingkat nasional dengan angka prevalensi kusta <1/10.000 penduduk (<10 per
100.000 penduduk), sesuai target eliminasi kusta global yang diamanatkan World
Health Assembly (WHA) tahun 1991. Angka prevalensi kusta telah menurun dari
5,2 per 10.000 penduduk pada tahun 2000.
Di negara kita sendiri didapatkan angka prevalensi penemuan kasus baru kusta
per 100000 penduduk sebesar 5,2 pada tahun 2023, dan angka prevalensi kusta
sebesar 0,63 kasus per 10.000 penduduk. Hal ini menunjukkan kecenderungan
peningkatan sejak tahun 2022. Tercatat 14.376 kasus baru kusta di 38 Provinsi di
negara kita , 90 % tipe multibassiler dan 8,2 % terjadi pada anak-anak, 11 provinsi
belum eliminasi kusta dan 124 kabupaten/kota belum eliminasi
Menurut laporan analisa situasi program pemberantasan penyakit kusta
Provinsi Sumatera Utara tahun 2021sampai tahun 2023 total jumlah pasien kusta
terdaftar sebesar sebesar 424 yang tersebar di 34 kota/kabupaten di Sumatera Utara
(Analisis situasi pemberantasan penyakit kusta provinsi Sumatera Utara,
2021,2022,2023). Angka ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Penurunan angka prevalensi kusta di negara kita tidak disertai penurunan
jumlah kasus baru yang terdeteksi (new case detection rate) yang merupakan proxy
angka insidensi kusta. Kenyataan ini menunjukkan adanya tanda masih
berlangsungnya penularan kusta pada kantong-kantong wilayah kusta dengan
kecepatan pertumbuhan yang sama. Indikasi ini diperkuat dengan adanya
kesenjangan antara jumlah kasus kusta terdaftar atau teregistrasi (registered cases)yang menjadi proxy dari angka prevalensi kusta dengan angka prevalensi hasil
survei. Angka prevalensi hasil survei (point prevalens) ditemukan lebih tinggi dari
angka kasus tercatat. Hal ini menunjukkan adanya kasus yang belum terdeteksi
yang memicu penularan kusta di warga
Kondisi ini bisa juga diibaratkan seperti fenomena gunung es, dimana angka
prevalensi pasien kusta menurun seiring berjalannya program pemerintah berupa
eliminasi massal lewat pemberian Multi Drug Theraphy (MDT) yang dianggap bisa
menghentikan sumber penularan dalam waktu singkat, namun dari fakta yang ada
jumlah pasien kusta baru tetap tidak menurun, karena program eliminasi hanya
ditujukan untuk yang menunjukkan gejala kusta, tanpa mempertimbangkan kusta
subklinis yang lebih membahayakan karena bisa menjadi kusta manifest dan
tercatat sebagai insiden pasien kusta baru. Kusta subklinis ini sampai sekarang
belum masuk kedalam program pengobatan MDT
Pencapaian eliminasi kusta di kabupaten/kota tidak selalu berbanding lurus
terhadap eliminasi kusta pada suatu wilayah provinsi, hal ini dikarenakan masih
dijumpai kantong-kantong kusta di kabupaten/kota tersebut yang menunjukkan
aktifnya penularan penyakit Belum
terwujudnya eliminasi kusta di tingkat kabupaten/kota masih menjadi tantangan
sampai saat ini sehingga diperlukan berbagai kegiatan inovasi atau strategi terarah
untuk meningkatkan efektivitas pengendalian kusta terutama dengan cara
penemuan pasien kusta secara aktif
Matrik target kinerja strategis Kementerian Kesehatan Program Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit pada Direktorat Jenderal Pencegahan dan PengendalianPenyakit tentang menurunnya penyakit menular, penyakit tidak menular, serta
meningkatnya kesehatan jiwa, menargetkan seluruh kabupaten/kota di negara kita
yang berjumlah 514 dari 34 sudah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2024.
( WHO untuk jangka panjang sampai tahun 2030
mempunyai misi zero leprosy : Nol infeksi dan penyakit, nol kecacatan, nol stigma
dan diskriminasi (WHO, 2021).
Di negara endemis kusta seperti India, Brazil, China dan negara kita
penanggulangan kusta dilakukan dengan berbagai cara yang sudah disesuaikan
dengan matriks WHO seperti promosi kesehatan, surveilans deteksi dini yang
berguna mempercepat penemuan kasus baru, memberikan pengobatan dengan
Multi Drug Therapy (MDT), mencegah penularan dan kecacatan, kemoprofilaksis
dengan pemberian dosis tunggal ripamfisin dan pendidikan kesehatan. Pemerintah
negara kita juga telah melakukan hal yang sama terkait dengan program tersebut
(WHO, 2016).
Dalam hal promosi kesehatan pemerintah negara kita telah banyak melakukan
kegiatan baik yang ditujukan kepada pasien kusta, kontak serumah, tetangga
maupun petugas kesehatan, seperti pelatihan, seminar, lokakarya, sarasehan, studi
banding, dan dialog terbuka. Beberapa media alat bantu seperti leaflet, poster dan
lembar balik juga banyak dipakai untuk menunjang kegiatan ini tetapi promosi
kesehatan untuk kusta menggunakan sistem android belum dicanangkan oleh
pemerintah.
Deteksi dini pasien kusta dilakukan dengan cara penemuan penderita baik
secara pasif maupun aktif. Penemuan penderita secara aktif ini dilakukan denganmelaksanakan survailens dengan berbagai cara antara lain: pemeriksaan kontak,
Rapid Village Survey, Chase survey, pemeriksaan anak sekolah SD sederajat,
Leprosy Elimination Campaign, dan Special Action Program for Elimination
Leprosy. Sampai saat ini kegiatan deteksi dini ini sebagian besar dijalankan oleh
petugas kesehatan, wasor dan kader yang terlatih
Walaupun sudah banyak program yang dilaksanakan di banyak negara
termasuk negara kita , tetapi negara seperti India, Brazil, Cina, dan negara kita belum
dapat mencapai eliminasi kusta. Faktor-faktor yang memicu kegagalan
penanggulangan kusta di negara kita dan berbagai negara lain yaitu: 1. Informasi
tentang kusta yang masih kurang dan adanya asumsi bahwa kusta tidak bisa
disembuhkan akibat kecacatan yang ditimbulkannya; 2. Pengetahuan petugas
puskesmas dalam deteksi dini dan tatalaksana pasien kusta masih sangat kurang; 3.
Tatalaksana multi drug therapy yang belum maksimal; 4. Resistensi obat pada
kusta; 5. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan; 6. Kurangnya keterlibatan lintas
program dan lintas sektor dalam penanggulangan kusta; 7. Masih tingginya stigma
dan diskriminasi di warga ; 8. Kurangnya perhatian terhadap penanggulangan
kusta akibat adanya penyakit seperti tuberkulosis dan Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
Faktor lain dari kegagalan penanggulangan kusta yang tak kalah penting
adalah pengetahuan warga yang terbatas tentang kusta. Meningkatkan
pengetahuan salah satunya melalui edukasi yang berguna untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan perilaku. Pengetahuan tentang kusta penting karena
penyakit ini dapat memicu komplikasi seperti kecacatan permanen jika tidakditangani dengan baik, membantu diagnosis kusta dengan benar, mengurangi
penyebaran kusta, membantu menghilangkan stigma dan diskriminasi yang melekat
pada penyakit ini.
Studi dan survei tentang pengetahuan dan pemahaman warga tentang
kusta telah menunjukkan beberapa temuan yang relevan. Studi yang dilakukan di
berbagai negara menunjukkan rendahnya pengetahuan warga tentang kusta.
Banyak orang masih memiliki pemahaman yang keliru tentang penyakit ini,
termasuk persepsi bahwa kusta adalah kutukan atau penyakit yang menular jika
bersentuhan dengan penderitanya
Banyak warga memiliki stigma dan diskriminasi terhadap individu yang
terkena kusta. Diskriminasi terjadi karena rendahnya pemahaman tentang
bagaimana cara penularan penyakit. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya
pemahaman tentang cara penularan penyakit dan pengobatan yang efektif. Beberapa
studi menunjukkan bahwa pengetahuan tentang gejala awal kusta, seperti bercakbercak pada kulit atau kehilangan sensasi, masih rendah. Hal ini dapat menghambat
diagnosis dini dan mengakibatkan keterlambatan dalam pengobatan yang tepat.
, kurangnya pengetahuan menjadikan
pasien kurang mengerti bagaimana tanda awal kusta, malu ke puskesmas, dan
kurang mengetahui ketersediaan obat gratis tentang di puskesmas. Studi lain juga
menunjukkan rendahnya pengetahuan tentang pengobatan yang tersedia untuk
kusta. Banyak warga tidak menyadari bahwa kusta dapat diobati dengan
antibiotik dan bahwa pengobatan yang tepat dapat mencegah kerusakan permanen.Faktor sosial, budaya, dan ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan dan
pemahaman warga tentang kusta dalam hal ini tingkat pendidikan yang
rendah, keterbatasan terhadap akses layanan kesehatan, begitu juga stigma sosial
dapat dianggap langsung berkontribusi pada rendahnya pengetahuan tentang
kusta. Penelitian lain mengatakan bahwa pendidikan yang rendah dikaitkan dengan
tingkat kusta yang lebih tinggi karena berkurangnya pengetahuan seputar masalah
kesehatan dan berkurangnya pendapatan
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman warga
tentang kusta, penting untuk melakukan upaya pemberdayaan warga ,
pendidikan kesehatan yang tepat, dan penggunaan media yang efektif untuk
menyebarkan informasi dan edukasi yang akurat tentang kusta, termasuk penyebab,
gejala, pengobatan yang tersedia, dan pentingnya dukungan sosial bagi individu
yang terkena dampak penyakit ini
Edukasi dapat memainkan peran yang sangat penting dalam penanggulangan
penyakit kusta dalam berbagai aspek, termasuk pencegahan dan pengobatan.
Beberapa alasan mengapa edukasi penting dalam penanggulangan penyakit kusta
dimana edukasi yang baik membantu warga .
Edukasi tentang pengobatan membantu warga untuk memahami faktor
risiko, tanda dan gejala awal, dan cara penularan penyakit kusta serta komplikasi
yang diakibatkan dan apabila warga memiliki pengetahuan yang benar akan
dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif, seperti menjaga
kebersihan diri, menghindari kontak langsung dengan pasien kusta yang belum
mendapatkan pengobatan, dan mencari perawatan medis jika ada gejala yangmencurigakan. Untuk pencegahan kusta ada dalam model edukasi ”DOKTER
KUSTA” dalam fitur promotif memberikan informasi tentang kusta pada
warga yang bertujuan dalam meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap,
dan perilaku melalui video yang berisikan tentang materi kusta yang terdiri dari
definisi, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, pengobatan, pencegahan,
komplikasi, stigma kusta dan fitur preventif berisi tentang Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) dimana pelaporan yang dilakukan menggunakan formulir isian
manual.
Edukasi pengobatan penting dalam menghilangkan stigma, diskriminasi, dan
ketakutan yang terkait dengan penyakit kusta. Banyak warga masih memiliki
persepsi yang keliru tentang kusta, dan ini dapat menghambat individu untuk
mencari pengobatan yang tepat. Melalui edukasi yang komprehensif, warga
dapat memahami bahwa kusta dapat diobati dengan antibiotik modern dan bahwa
penanganan yang tepat dapat mencegah kerusakan permanen. Pelaporan
pengobatan kusta ada dalam model edukasi ”DOKTER KUSTA” pada fitur
kuratif merupakan aplikasi dalam bentuk notifikasi pelaporan minum obat setiap
hari dan notifikasi pengambilan obat bagi pasien 5 hari sebelum menghabiskan
paket obat, reaksi kusta dan daftar permohonan relokasi. Selain itu, fitur ini juga
menyediakan penyimpanan foto penderita sebelum dan sesudah pengobatan
sebagai dokumen untuk melihat kemajuan pengobatan. Pelaporan minum obat
dibuat juga dalam bentuk laporan minum melalui pengisian formulir manual.
Edukasi dapat membantu dalam memberikan dukungan psikososial kepada
individu yang terkena dampak penyakit kusta. Stigma sosial yang terkait dengankusta dapat memicu isolasi dan depresi. Edukasi yang mempromosikan
pemahaman, empati, dan dukungan dapat membantu membangun lingkungan yang
inklusif dan mengurangi stigma yang terkait dengan kusta. Penjelasan tentang
dukungan psikososial dapat dilihat dalam video edukasi yang menjelaskan tentang
stigma.
Komplikasi kusta memicu kerusakan fisik dan kecacatan yang menetap
pada pasien kusta. Edukasi tentang rehabilitasi dapat membantu individu yang
telah sembuh dari kusta untuk mengelola dan mengatasi dampak fisik dan
fisiologis dari penyakit tersebut. Model Edukasi ”DOKTER KUSTA” belum
memasukkan penanggulangan rehabilisasi pada pasien kusta.
Edukasi juga dapat membatu kesadaran warga : merupakan edukasi yang
membantu meningkatkan kesadaran warga tentang kusta dan menghilangkan
mitos dan ketakutan yang tidakberdasar. Melalui kampanye edukasi yang luas,
warga memahami pentingnya deteksi dini, pengobatan yang tepat, dan
dukungan bagi individu yang terkena dampak penyakit ini. Hal ini juga dapat
membantu mengurangi diskriminasi dan stigma yang terkait dengan kusta.
Penjelasan tentang kesadaran masyarak ada dalam model edukasi ”DOKTER
KUSTA” pada fitur diagnostik (aplikasi deteksi dini kusta) berupa formulir
pelaporan online yang memungkinkan pengguna atau warga akan melaporkan
ke petugas kesehatan yang bertugas secara langsung jika mencurigai atau
menemukan tanda dan gejala kusta pada pasien, kontak serumah dan tetangga.
Secara keseluruhan, edukasi memainkan peran sentral dalam penanggulangan
penyakit kusta, mulai dari pencegahan, pengobatan, hingga rehabilitasi. Melaluiedukasi yang tepat, stigma dapat dikurangi, pemahaman yang akurat dapat
meningkat, dan individu yang terkena dampak penyakit kusta dapat memperoleh
dukungan yang mereka butuhkan untuk pulih dan hidup dengan baik di warga
Di dunia, pendekatan pendidikan mengenai penyakit kusta telah mengalami
perubahan seiring waktu. Awalnya, model edukasi yang digunakan cenderung
bersifat paternalistic dan stigmatizing, dengan fokus pada isolasi sosial dan
penyingkiran pasien kusta dari warga . Namun, seiring dengan pemahaman
yang lebih baik tentang penyakit ini, pendekatan edukasi telah bergeser menjadi
lebih holistik, inklusif, dan berbasis hak asasi manusia
Model edukasi yang digunakan saat ini lebih menekankan pada peningkatan
kesadaran warga , pengurangan stigma, dan dukungan bagi pasien kusta.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan badan-badan kesehatan internasional
lainnya telah berperan aktif dalam mengembangkan model-model edukasi yang
efektif
Penanganan kusta di negara kita , telah mengalami kemajuan signifikan dalam
beberapa dekade terakhir. Sebelumnya, model edukasi yang digunakan cenderung
stigmatisasi dan mengarah pada pemisahan pasien kusta dari warga . Namun,
sekarang ada pergeseran paradigma yang bertujuan untuk mengurangi stigma dan
diskriminasi terhadap pasien kusta .
Sikap terhadap kusta penting karena stigma negatif penyakit ini dapat
menganggu kesejahteraan penderita kusta dan keluarganya. Stigma ini
memicu penderita enggan memeriksakan diri, berobat, merawat diri, dijauhi
atau dikucilkan, memicu gangguan psikis dan kesulitan mencari lapangan
pekerjaan, beribadah dan lain lain.
Perilaku penting untuk mencegah penyakit dengan mengubah kebiasaan dan
sikap pribadi warga . Salah satu contoh adalah perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) yang berguna untuk meningkatkan kesadaran warga untuk mau
menjalankan hidup bersih dan sehat sehingga warga dapat mencegah dan
menanggulangi kesehatan, menciptakan lingkungan yang sehat dan meningkatkan
kualitas hidup serta mencegah terjadinya penularan kusta. Perilaku pencegahan
kusta yang lain dalam penelitian ini adalah kepatuhan mengkonsumsi obat,
kesediaan melaporkan jika menemukan tanda dan gejala kusta yang dicurigai,
reaksi kusta dan relokasi tempat tinggal. Hal ini dianggap penting karena lamanya
waktu berobat, efek samping obat dan pindah rumah sering memicu
kegagalan menyelesaikan pengobatan.
menyatakan ada hubungan antara
kebersihan diri dengan kejadian kusta di Kabupaten Kolaka, dimana responden
yang memiliki kebersihan yang buruk berisiko empat kali lebih besar terkena kusta
dibanding dengan kebersihan yang baik, dan memiliki risiko enam kali lebih besar
jika memiliki riwayat kontak dengan pasien. Penelitian Rusneni, et al., (2024)
menyatakan bahwa pemberian edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) secara signifikan meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa dalam
menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
di Desa Dullah Laut menyatakan bahwa
dari 55 responden yang menjalankan 10 indikator PHBS dalam tatanan rumahdidapati mayoritas 60% ibu rumah tangga telah memiliki pengetahuan yang cukup
baik terhadap PHBS, 56,4% sikap negatif, 43,6% memiliki sikap positif dimana
sikap merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang. Perilaku
cuci tangan menggunakan air bersih 30,9%, jamban sehat 69,1%, konsumsi sayur
49,1%, melakukan aktivitas fisik 38,2%, merokok dalam rumah 83,6%. Secara
keseluruhan hasil presentase PHBS tatanan rumah tangga nilainya berada dibawah
renstra kemenkes. Penelitian Sainal & Murni (2022) menyatakan bahwa tingkat
PHBS warga di wilayah puskesmas Bissappu Kabupaten Bantaeng rendah
sehingga diperlukan strategi promosi kesehatan yang berhubungan dengan PHBS.
Pendekatan terkini di negara kita , model-model edukasi yang digunakan
mencakup komunikasi yang efektif, melibatkan warga secara langsung, dan
memastikan penyampaian informasi yang akurat tentang kusta. Pemerintah,
organisasi kesehatan, dan lembaga sosial warga (LSM) bekerja sama untuk
meningkatkan pemahaman warga tentang penyakit ini, menghilangkan
stigma, dan mempromosikan inklusi sosial bagi pasien kusta (Kemenkes RI, 2020).
Keseluruhan pendekatan edukasi terkini di dunia, termasuk di negara kita ,
berfokus pada peningkatan kesadaran, pengurangan stigma, dan pemenuhan hak
asasi manusia bagi pasien kusta. Noordende et al,. (2021) mengubah sikap dan
persepsi itu sulit dan umumnya memerlukan kombinasi pendidikan kesehatan dan
intervensi perubahan perilaku.
Beberapa model edukasi dan pencegahan kusta yang telah dilakukan
sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan
perilaku berbasis android. mengatakanbahwa keberhasilan penerapan teknologi inovatif dalam program kesehatan seperti
peringatan aplikasi mobile melalui layanan pesan singkat (SMS) telah dibuktikan
oleh banyak penelitian. Aplikasi android MH Mobile
merupakan sarana yang efektif untuk memberikan edukasi tentang kusta sebagai
upaya peningkatan attitude dan pencegahan komplikasi dan efek samping obat
disamping itu dapat juga menjadi sarana pendidikan kesehatan. Aplikasi ini terdiri
dari materi kusta seperti sejarah kusta, cara perawatan kusta, efek samping obat,
pengingat minum obat melalui notifikasi, dan kalender cheklist minum obat dan
mengharuskan pengguna memasukkan dan menulis riwayat diagnosis. Hasil
penelitian ini menunjukkan peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah
menggunakan MH Mobile.
Aplikasi Surveilans Deteksi Dini (SI-DINI) dikembangkan sebagai alat bantu
berbasis teknologi yang dirancang untuk mendukung surveilans dan edukasi terkait
deteksi dini kusta, formulir pelaporan digital, peta kasus dan edukasi kesehatan
yang salah satu gunanya adalah mengurang stigma terkait kusta
Aplikasi Surveilans Deteksi Dini (SI-DINI) dikembangkan sebagai alat bantu
berbasis teknologi yang dirancang untuk mendukung surveilans dan edukasi terkait
deteksi dini penyakit kusta. Aplikasi ini terdiri dari panduan deteksi dini, formulir
pelaporan digital, peta kasus dan edukasi kesehatan.
Rancang bangun aplikasi pemantauan kesehatan pada pasien kusta berbasis
Web terdiri dari dashbord pemantauan, pengingat jadwal minum
obat, penilaian tingkat kepatuhan minum obat, pencatatan riwayat pasien, dan
laporan berkala. Penelitian ini membuktikan bahwa aplikasi berbasis web dapatmenjadi alat yang efektif dalam mendukung pemantauan kesehatan pasien kusta.
Dengan fitur-fitur canggih seperti penilaian otomatis menggunakan algoritma
Fuzzy C-Means Clustering, aplikasi ini memberikan solusi yang inovatif untuk
mengatasi tantangan dalam pengelolaan penyakit kusta. Implementasi aplikasi ini
secara luas berpotensi meningkatkan kualitas layanan kesehatan, mempercepat
eliminasi penyakit kusta, dan mendukung tujuan pembangunan kesehatan global.
Aplikasi Periksa.in untuk deteksi dini penyakit kusta (Farid, 2020) adalah
inovasi teknologi yang menjanjikan dalam mendukung upaya pemberantasan
penyakit kusta. Dengan memanfaatkan machine learning, aplikasi ini
memungkinkan deteksi dini yang cepat, akurat, dan mudah diakses oleh
warga . Selain meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas diagnostik, Periksa.in
juga memiliki potensi untuk membantu mengurangi stigma sosial terhadap
penderita kusta. Implementasi yang luas dari aplikasi ini dapat menjadi langkah
strategis dalam mendukung tujuan eliminasi kusta di negara kita dan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Aplikasi ini dirancang untuk meningkatkan kesadaran,
mempermudah akses diagnostik dan mengurangi stigma.
Pengembangan Medication Reminder Control berbasis android yang
dilakukan Dahoklori (2023) berguna untuk meningkatkan pengetahuan melalui
informasi yang ada di aplikasi. Aplikasi ini terdiri dari pengingat jadwal minum
obat, monitoring keluarga, pencatatan kepatuhan terkait pengobatan dan edukasi
kusta.
Berbeda dengan aplikasi dengan yang sudah ada sebelumnya aplikasi yang
dibuat dalam penelitian ini diberi nama dengan “DOKTER KUSTA”. Adapunperbedaannya yaitu model edukasi “DOKTER KUSTA” terdiri dari video edukasi,
dan sistem pelaporan kusta. Pada video edukasi materi yang diberikan tentang
defenisi, etiologi, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan, komplikasi, stigma
serta PHBS, forum konsultasi (fitur promotif dan preventif) sedang sistem
pelaporan terdiri dari pelaporan deteksi dini (fitur diagnostik), fitur kuratif yang
terdiri dari laporan minum obat, pelaporan minum obat setiap hari, notifkasi
pengambilan paket obat bagi penderita, laporan reaksi kusta, permohonan relokasi,
foto sebelum dan sesudah pengobatan, sertifikat setelah menjalankan PHBS.
Aplikasi ini dirancang untuk edukasi kusta dan mempermudah akses antara
warga dengan wasor dan petugas kusta terutama dalam forum konsultasi.
Pada saat ini perkembangan media telekomunikasi dan informasi cukup pesat,
penggunaan sistem android yang diprogram dengan berbagai sistem informasi
tentang kusta dan merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat mengurangi
permasalahan kusta di negara kita . Laporan Statistik Telekomunikasi negara kita 2021,
menyatakan bahwa pada tahun 2021 tercatat 90,54% rumah tangga di negara kita
telah memiliki (menguasai) minimal 1 nomor telepon seluler, dan akan terus
meningkat setiap tahunnya. Dari uraian di atas terlihat jelas upaya-upaya yang
sudah dilakukan untuk menurunkan angka prevalensi kusta di negara kita , tetapi
berbagai hal baru dibuat untuk mempermudah penemuan, pelaporan, dan pelacakan
pasien kusta baru, sehingga target eliminasi kusta dapat tercapai.
Spesifikasi Model Edukasi ”DOKTER KUSTA”
Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D) untuk
mengembangkan model edukasi ”DOKTER KUSTA” sebagai upaya pencegahan
kusta pada warga . Model Edukasi ”DOKTER KUSTA” berguna sebagai
media promosi kesehatan dalam pencegahan kusta serta menganalisis
implementasinya. Pengembangan model edukasi ”DOKTER KUSTA” sebagai
upaya pencegahan kusta pada warga menggunakan metode ADDIE dan
dievaluasi oleh 3 orang tenaga ahli yaitu 1) Ahli dibidang teknologi informasi 2)
Ahli dibidang teknologi pendidikan 3) Ahli psikologi. Hasil pengembangan produk
memiliki spesifikasi model edukasi pencegahan kusta pada warga :
1.4.1 Model Edukasi “DOKTER KUSTA” Sebagai Upaya Pencegahan Kusta
Pada warga
Model ini diberi nama ”DOKTER KUSTA” yang didesain sesuai kebutuhan
kebutuhan pengguna yaitu pasien kusta, kontak serumah dan tetangga. Model ini
merupakan suatu sistem informasi yang dapat diinstal menggunakan smartphone
dengan menggunakan sistem operasi android. Model edukasi ini berisi fitur-fitur :
1) Fitur promotif memberikan informasi tentang kusta pada warga yang
bertujuan dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku melalui video
yang berisikan tentang materi kusta, definisi, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi,pengobatan, pencegahan, komplikasi, stigma kusta dan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).
2) Fitur preventif untuk pencegahan kusta memberikan informasi, tentang cara
pencegahan kusta lewat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan tersedianya
forum kosulyasi dengan petugas kesehatan.
3) Fitur diagnostik berupa formulir pelaporan online yang memungkinkan
pengguna atau warga melaporkan secara langsung jika mencurigai atau
menemukan tanda dan gejala kusta pada pasien kusta, kontak serumah dan tetangga.
4) Fitur kuratif merupakan aplikasi dalam bentuk notifikasi pelaporan minum obat
setiap hari dan notifikasi pengambilan obat bagi pasien 5 hari sebelum
menghabiskan paket obat, pelaporan dan reaksi kusta (muncul bercak yang
bertambah parah) dan laporan relokasi. Selain itu, fitur ini juga menyediakan
penyimpanan foto penderita sebelum dan sesudah pengobatan sebagai dokumen
untuk melihat perkembangan kesehatan. Pemberian sertifikat sebagai hadiah
setelah menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pelaporan minum obat selain
diaplikasi juga dibuat dalam bentuk manual, sedangkan pelaporan PHBS dilakukan
hanya dalam bentuk pelaporan manual.
1.4.2 Spesifikasi Perangkat Intervensi
Spesifikasi model edukasi ”DOKTER KUSTA” sebagai upaya pencegahan
kusta terdiri dari RAM 1 GB, storage 8 GB, free storage 50 MB, sistem operasi
minimum android versi 4 (Kit Kat), jaringan internet minimum 4G saat download
menggunakan aplikasi dengan batas waktu maksimal 11 menit.Pentingnya Pengembangan
Kasus kusta di negara kita sampai tahun 2020 masih berada di urutan ketiga di
dunia dengan jumlah kasus baru sebesar 11.173 setelah India 65.143 dan Brazil
17.979 (WHO Global leprosy update, 2021). Data situasi kusta negara kita tahun
2021 menunjukkan ada 6 provinsi, 101 kabupaten/kota yang belum mencapai
eliminasi. Jumlah pasien kusta baru tidak berkurang dikarenakan tingginya angka
penularan pada warga serta penanggulangan kusta yang belum optimal.
Perlu dilakukan berbagai strategi intervensi untuk mencegah kusta dan
menurunkan angka kasus kusta baru yang salah satunya melalui edukasi kesehatan.
Model edukasi pencegahan kusta pada warga yang dibuat terdiri dari video
edukasi dan sistem pelaporan kusta yang dibagi kedalam beberapa fitur. Fitur
promotif berupa video edukasi berisi tentang definisi, etiologi, klasifikasi,
penularan, gambaran klinis, pengobatan, komplikasi, stigma kusta dan Fitur
preventif berupa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) diharapkan akan dapat
meningkatkan pengetahuan warga tentang kusta, sedangkan sistem pelaporan
terdiri dari beberapa fitur yaitu diagnostik mampu mengenali tanda dan gejala kusta
sehingga mempermudah deteksi dini kusta, dan jika ditemukan tanda dan gejala
yang mencurigakan dapat segera melaporkan kepada petugas kesehatan melalui
aplikasi yang tersedia.
Selain mengenali tanda dan gejala kusta, untuk pasien kusta ada fitur
kuratif aplikasi dalam bentuk notifikasi pelaporan minum obat dan notifikasi untuk
pengambilan paket obat berikutnya, sehingga program pengobatan dapat
diselesaikan tepat waktu dan tidak putus obat. Fitur lain adalah laporan jikamenemukan bercak yang lebih parah untuk menghindari reaksi dan kecacatan,
laporan pindah lokasi untuk bisa tetap melanjutkan pengobatan supaya terhindar
dari putus obat serta dibuatnya forum konsultasi untuk tanya jawab terhadap setiap
permasalahan yang di hadapi. Fitur ini ada juga foto pasien sebelum dan sesudah
minum obat dan sertifikat setelah menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat.
Sistem pelaporan dalam bentuk aplikasi ini membantu memudahkan petugas
kesehatan dalam pelacakan kasus kusta baru dan melakukan deteksi dini. Metode
intervensi ini juga mengurangi stigma kusta pada pasien, maupun petugas
kesehatan.
1.6 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1.6.1 Asumsi
Penelitian ini merupakan pengembangan model edukasi ”DOKTER KUSTA”
sebagai upaya pencegahan kusta pada warga dengan menggunakan aplikasi
”DOKTER KUSTA” dengan asumsi:
1.6.1.1 Pasien kusta, kontak serumah dan tetangga menganggap teknologi pada
smarthphone bermanfaat dan mudah digunakan sehingga mendorong niat
untuk menggunakannya.
1.6.1.2 Pasien kusta, kontak serumah dan tetangga penting melaksanakan Perilaku
Hidup Bersi dan Sehat (PHBS) sehingga perlu mengetahui tentang
perilaku hidup sehat guna menghindari penularan kusta.
1.6.1.3 Pasien kusta, kontak serumah dan tetangga harus mengetahui pentingnya
pengobatan kusta untuk menghindari komplikasi kusta misalnya kecacatan
anggota tubuh baik pada wajah, tangan dan kaki.1.6.1.4. Model edukasi pencegahan kusta bagi pasien kusta, kontak serumah dan
tetangga dirancang untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang
pencegahan kusta. Dengan pengetahuan ini, mereka dapat mengenali tanda
dan gejala awal kusta, sehingga mampu mendeteksi penyakit lebih cepat
dan mempercepat proses pengobatan serta mampu mengenali perubahan
ruam yang lebih berat untuk mencegah reaksi dan kecatatan.
1.6.1.5. Model edukasi pencegahan kusta memiliki berbagai manfaat yaitu
memudahkan petugas kesehatan kusta (wasor) untuk menemukan kasus
baru, memonitoring kepatuhan mengkonsumsi obat, dan memungkinkan
petugas kesehatan untuk mendata pasien yang pindah lokasi tempat tinggal
untuk memastikan pasien tersebut tetap mendapatkan pengobatan yang
diperlukan dan tidak putus obat.
1.6.2 Keterbatasan
Keterbatasan model edukasi pencegahan kusta pada warga ini adalah:
1) Model edukasi pencegahan kusta ini memerlukan instal ke android yang
membutuhkan memori atau ruang penyimpanan yang cukup pada file
smartphone.
2) Model edukasi pencegahan kusta ini hanya dapat diakses menggunakan
smartphone android.
3) Memerlukan jaringan internet pada saat melakukan penginstalan atau
mendownload aplikasi serta saat mengaplikasikannya.
4) Perlu dilakukan maintenance aplikasi agar tetap berfungsiAplikasi android yang digunakan dalam penelitian ini merupakan aplikasi
baru yang diperuntukkan untuk pendidikan dan pencegahan kusta di negara kita .
Diharapkan aplikasi ini bermanfaat untuk mempermudah warga melaporkan
kepada petugas kesehatan setiap ada tanda dan gejala yang mencurigakan sehingga
mempermudah petugas kesehatan dalam pelacakan kasus kusta baru, meningkatkan
deteksi dini, dan pengobatan segera.
Aplikasi ini masih memiliki banyak kekurangan antara lain keterbatasan
jaringan telekomunikasi atau koneksi internet yang ada di setiap daerah berbeda,
kapasitas penyimpanan aplikasi yang digunakan cukup besar dan keterbatasan
kepemilikan smartphone untuk masing-masing anggota keluarga.
1.7 Definisi Istilah
Definisi dan istilah adalah penjelasan singkat variabel terkait dengan aplikasi
edukasi berbasis android tentang model edukasi “DOKTER KUSTA” sebagai
upaya pencegahan kusta pada warga yang terdiri dari:
1.7.1 Penelitian Pengembangan
Penelitian desain dan pengembangan merupakan penelitian yang bersifat
mengatasi keterbatasan dan menyesuaikan dengan tujuan, memecahkan masalah,
mengambil keputusan, bernalar dalam ketidakpastian, menelusuri, mencari dan
merencanakan (Rusdi, 2019). Langkah - langkah Pengembangan model edukasi
“DOKTER KUSTA” sebagai upaya pencegahan kusta pada masysrakat terdiri:
1) Menganalisis potensi serta masalah
2) Melakukan pengumpulan data
3) Melakukan desain pengembangan model edukasi4) Validasi desain model pengembangan oleh tiga orang tenaga ahli
5) Revisi desain produk dari masukan dan revisi ketiga tenaga ahli
6) Uji coba kelompok kecil
7) Perbaikan model edukasi
8) Uji coba kelompok besar
9) Perbaikan model edukasi
10) Produksi akhir serta uji coba produk.
1.7.2 Model Edukasi
Model edukasi adalah cara atau teknik yang digunakan untuk menyebarkan
pengaruh terhadap kesehatan individu, kelompok atau warga . Menurut Rusdi
(2019), ada tiga jenis model edukasi yaitu model konseptual (conceptual
models), model prosedural (procedural models), dan model matematis
(mathematical models). Model Edukasi “DOKTER KUSTA” untuk pencegahan
kusta pada warga merupakan suatu model prosedural yang menggambarkan
penggunaan aplikasi edukasi pencegahan kusta pada warga yang dimuat pada
sistem operasi android.
1.7.3 Tanda dan Gejala Kusta
Kusta adalah penyakit infeksi granulomatosa kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae (M. leprae) menginfeksi jaringan kulit, mukosa dan saraf
tepi. Cara menegakkan diagnosis kusta harus melihat tanda-tanda utama atau
Cardinal Sign yaitu:
1) Kelainan kulit/lesi berupa bercak keputih-putihan (hypopigmented) atau
kemerah-merahan (erythematous) yang mati rasa (anaesthesia).2) Penebalan atau pembesaran saraf tepi, disertai kehilangan sensasi dan atau
kelemahan otot akibat kerusakan saraf tersebut.
3) Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (slit skin
smear)
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta paling sedikit harus ditemukan
satu cardinal sign, tetapi jika belum ditemukan disebut dengan tersangka kusta
(suspect) dan perlu diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat
ditegakkan atau disingkirkan.
1.7.4 Deteksi Dini Kusta
Deteksi dini kusta adalah suatu proses yang dilakukan untuk memeriksa atau
melakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala kusta dengan menggunakan cara
dan teknik tertentu untuk dapat mendiagnosis dan melakukan pengobatan kusta
yang dimulai dari sebelum terjadinya kerusakan saraf.
1.7.5 Fitur
Fitur: Elemen atau atribut khusus yang dimiliki oleh suatu objek, sistem,
produk, atau layanan yang membedakannya dari yang lain. Fitur biasanya merujuk
pada kemampuan, fungsi, atau karakteristik yang ditawarkan untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan pengguna. Pada konteks yang berbeda, fitur dapat
memiliki makna yang sedikit berbeda, tetapi secara umum, fitur adalah bagian dari
keseluruhan yang memiliki nilai atau manfaat tertentu.
1.7.6 Fitur Promotif
Fitur Promotif: Segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya untuk
mempromosikan, menggerakkan, atau menyebarluaskan suatu ide, produk,layanan, atau program untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi di kalangan
audiens. Dalam konteks yang lebih spesifik, fitur promotif sering kali terkait
dengan tindakan atau elemen yang dirancang untuk mengedukasi dan mendorong
perubahan perilaku, sering digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti dalam
bidang kesehatan, pendidikan, atau pemasaran.
1.7.7 Fitur Preventif
Preventif : Tindakan atau langkah yang diambil untuk mencegah terjadinya
suatu masalah, penyakit, atau kerugian di masa depan. Pendekatan preventif
berfokus pada pencegahan, dengan tujuan menghindari terjadinya kondisi atau
situasi yang tidak diinginkan sebelum hal tersebut terjadi. Biasanya, langkahlangkah preventif diterapkan untuk mengurangi risiko atau memperkecil
kemungkinan masalah muncul.
1.7.8 Fitur Kuratif
Fitur Kuratif: Tindakan atau upaya yang dilakukan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit, kondisi, atau masalah yang sudah ada. Pendekatan
kuratif bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi dampak dari penyakit atau
kondisi tersebut, serta memperbaiki kesehatan atau keadaan seseorang. Berbeda
dengan tindakan preventif yang bertujuan untuk mencegah, kuratif berfokus pada
penyembuhan atau perawatan terhadap masalah yang sudah terjadi.
1.7.9 Fitur Diagnostik
Fitur diagnostik adalah proses untuk mengidentifikasi penyakit seseorang.Dokter Kusta
Dokter Kusta adalah platform digital yang dirancang untuk membantu
memudahkan penurunan angka kejadian kusta baru.
1.7.11 warga
warga adalah gabungan dari semua pasien kusta, kontak serumah dan
tetangga yang ada di kabupaten Langkat, kota Binjai, kota Medan, kabupaten Deli
Serdang, kabupaten Serdang Bedagai, kota Padang Sidempuan di wilayah provinsi
Sumatera Utara.
1.7.12 Pasien Kusta
Pasien kusta adalah orang yang didiagnosis kusta yang sudah mendapat
pengobatan ataupun yang belum.
1.7.13 Kontak Serumah
Kontak serumah adalah orang yang menetap atau tinggal bersama dengan
pasien kusta minimal 3 bulan berturut-turut.
1.7.14 Tetangga
Tetangga adalah orang yang tinggal disekitar lokasi pasien kusta dengan
minimal jarak 100 meter dari rumah pasien kusta.
1.7.15 Wasor
Wasor kusta adalah singkatan dari wakil suvervisor program pengendalian
kusta yang bertugas menjalankan program rutin pengendalian kusta, seperti
memeriksa, mendiagnosis dan memberikan terapi pada pasien kusta.
Tenaga Kesehatan adalah petugas kesehatan yang membantu tugas wasor
kusta di wilayah puskesmas.