neurologi 34












 cta kondisi 

ini , pasien cemas berlebihan dengan 

konsekuensi akibat cedera yang dialaminya, 

di sam ping trauma servikal yang juga serius. 

PATOFISIOLOGI 

Struktur anatomi leher dibentuk oleh tujuh 

tulang vertebra servikal yang sating tersusun satu sama lain. Bersama ligamen dan 

otot-otot leher sebagai jaringan pendukung, 

tulang belakang servikal membentuk kanalis spinalis yang mengelilingi dan melindungi medulla spinalis (Gam bar 1). 

Di antara setiap tulang vertebra servikal ada diskus intervertebralis yang menjad· 

peredam antar tulang (shock absorber) satu 

dengan yang lainnya. Pemberian tekanan yang 

besar pacta diskus akan memicu  material yang menyerupai gelatin dalam diskus 

mengalami protrusi keluar dari kapsulnya, sehingga terjadi ILerniasi_diskus yang memicu radikulopati.  

Di sekitar tulang dan diskus juga ada 

lapisan tebal ligamen yang menegang untuk membatasi gerakan antara satu tulang 

servikal dengan lainnya. Trauma leher maupun trauma kepala dapat memicu  

whiplash injury yang merobek ligamen ini. 

Selain itu, ada pula otot-otot kecil antara tulang vertebra dan otot-otot utama 

leher yang berfungsi sebagai lapisan pelindung berikutnya. Otot-otot ini bertanggungjawab untuk membantu menegakkan 

kepala, mempertahankan postur normal, 

serta menyangga dan menggerakkan leher 

(Gambar 2). Iritasi dan overuse pacta otototot ini memicu  terjadinya cervical 

strain atau ketegangan leher.  

ada beberapa kemungkinan yang mendasari nyeri leher. Namun demikian, seringkali sulit untuk memastikan pemicu  definitif nyeri leher ini . Hal ini dikarenakan 

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologis seringkali tumpang tindih dan tidak 

berkorelasi langsung dengan keluhan pasien. 

Penting untuk disadari bahwa gambaran 

radiologis, terutama gambaran degeneratif 

pacta pencitraan seringkali tidak berhubungan dengan derajat nyeri, disabilitas, atau gejala lain yang dikeluhkan oleh pasien. 

Secara umum, nyeri leher klasifikasi pemicu  nyeri leher dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yakni:  

1. Nyeri Aksial 

Nyer· aksial merupakan nyeri muskuloskeletal yang dapat disebabkan karena 

kelainan pada otot, sendi, atau tulang 

di daerah leher. Nyeri aksial pada leher 

dapat disebabkan karena hal-hal di 

bawah ini: 

a. Keteg&ngan otot leher (cervical strain 

&sprain) 

Ketegangan otot leher dapat terjadi 

ketika terjadi cedera pada otot-otot  

leher yang memicu  terjadinya spasme pada otot-otot leher 

dan punggung atas. Gervical strain 

sering timbul akiba stres fisik pada 

kehidupan sehari-hari, termasuk kebiasaan postur yang buruk, ketegangan otot akibat stress psikologis, atau 

kebiasaan tidur yang buruk. Cedera 

akibat olahraga juga dapat memicu  ketegangan otot leher. 

Sementara itu, cervical sprain merupakan 

kondisi cedera pacta ligamen. Diagnosa  

cervical sprain mengindikasikan adanya 

kerusakan pacta ligamen dan struktur 

kapsular yang menghubungkan sendffaset 

dan tulang belakang. Dalam prakteknya, 

sulit untuk membedakan cervical sprain 

dan strain, dan keduanya sering terjadi 

secara simultan. 

b. Nyeri miofasial servikal ( myofascial pain) 

Nyeri ini dapat muncul setelah trauma atau pacta kondisi medis lain, 

seperti stres psikologis, depresi, dan 

insomnia. Karakteristik yang khas 

dari nyeri miofasial yaitu  terdapatnya myofascial trigger points (MTrPs),  

suatu titik nyeri hiperiritabel yang 

ada pacta serabut otot rangka 

yang dapat terpalpasi dan memicu  nyeri serta nyeri rujukan 

dan disfungsi motorik ke lokasi lain 

(Gambar 3). 

c. Spondilosis servikal 

Spondilosis terjadi akibat aktivitas 

leher pacta kegiatan sehari-hari selama 

bertahun-tahun. Terjadi perubahan degeneratif secara gradual pacta tulang 

belakang servikal, yaitu diskus intervertebralis menipis, sendi faset mengalami 

robekan, dan ruang intervertebra menyempit. Lebih dari 90% kasus jepitan 

saraf di tulang belakang disebabkan 

 

karena spur atau osteofit. Spur pada 

tulang terbentuk pacta bagian pinggir 

atau tepi tulang belakang dan sendi faset, akibat peningkatan tekanan pacta 

jaringan di sekitarnya. Pada sebagian 

kasus, proses degeneratif merupakan 

hal yang normal sesuai dengan bertambahnya usia. Namun demikian, 

perubahan degeneratif yang berat 

merupakan hal yang abnormal dan 

akan memicu  gejala klinis 

yang mengganggu. 

d. Nyeri diskogenik 

Nyeri diskogenik diduga merupakan pen: ebab tersering nyeri leher, terutama 

pada rentang usia 5-50---tahun. Nyeri 

ini disebabkan karena adanya perubahan 

struktural pada satu atau beberapa diskus inte!Vertebralis servikal. Diskus yang 

paling sering bermasalah yaitu  C5-C6 

dan C6-C7, mencapai 75% kasus. 

e. Sindrom faset servikal 

Sendi fasetmerupakan salah satu daerah 

Nyeri Leher 

yang seringkali menjadi sumber nyeri 

pada tulang belakang. Sendi yang terletak pada sisi kiri dan kanan tulang vertebra ini (Gam bar 4) merupakan daerah 

yang paling dipengaruhi oleh nyeri leher 

akibat cedera whiplash. Cedera whiplash 

yang paling sering dalam kehidupan 

sehari-hari yaitu  kecelakaan bermotor 

yang.,rnengakibatkan gerakao kepala ke 

depan dan ke belakang secara tiba-tiba. 

Kemungkinan patofisiologi lain yaitu  

pekerjaan atau aktivitas yang menuntut 

penderitanya melakukan gerakan ekstensi leher berulang. 

f. Diffuse skeletal hyperostosis 

Diffuse skeletal hyperostosis (DISH) 

merupakan sind rom klinis akibatkalsifikasi abnormal pada ligamen dan.tendon sepanjang tulang belakang leher, 

yang memicu  pengerasan pad a 

ligamen dan tendon ini . Kondisi 

ini selain terjadi pacta tulang belakang 

servikal juga dapat melibatkan tulang 

belakang torakal dan lumbal.  

2. Radikulopati Servikal 

Radikulopati servikal dapat memicu nyeri yang menjalar akibat iritasi 

atau penekanan pada radiks akibat protrusi diskus intervertebralis, artritis pada 

tulang belakang, a tau adanya massa yang 

menekan saraf (seperti kista sinovial). pemicu  paling sering radikulopati yaitu  

perubahan_ degeneratif akibat penuaan 

a tau cedera dan herniasi diskus intervertebralis servikal. 

Nyeri yang menjalar biasanya disertai 

gejala lain seperti gangguan sensorik dan 

kelemahan motorik. Pembahasan lebih 

detail mengenai nyeri radikulopati dibahas 

dalam bab Radikulopati buku ini. 

3. Mielopati Servikal 

Mielopati merupakan gangguan._pada medula spinalis yang umumnya disebabkan 

karena kompresi. Mielopati servikal paling 

sering disebabkan karena spondilosis atau 

perubahan degeneratif yang memicu  penyempitan kanalis spinalis sentral. 

Penyempitan yang terjadi memicu  

cedera pada medula spinalis. pemicu  

lain dapat berupa penekanan oleh tumor. 

GEJALA DAN TANDA KLINIS 

Gejala utama nyeri aksialleher yaitu  nyeri. 

Pada cervical strain dan sprain, gejala nyeri 

disertai kekakuan dan ketegangan pada otot 

leher, punggung atas dan bahu yang dapat 

berlangsung berminggu-minggu, tanpa kelainan neurologis. Pada nyer:i miofasial, nyeri 

disertai oleh kekakuan dan nyeri tekan pada 

otot servikal yang sensitif terhadap nyeri.  

Sementara itu, gejala klinis spondilosis 

servikal mencakup nyeri leher yang 

diperberat dengan gerakan; nyeri alih yang 

dirasakan di daerah oksiput, di antara 

tulang belikat dan lengan atas; nyeri di 

daerah retroorbita atau temporal (dari C1-

C2); kekakuan leher; abnormalitas sensorik 

atau kelemahan pada lengan atas; dizziness 

dan gangguan kese-imbangan; kadangkadang ada keluhan sinkop, migrain, 

atau pseudo-angina. Diagnosa  spondilosis 

servikal seringkali cukup berdasar  

gejala dan tanda klinis di atas. 

Pada nyeri diskogenik servikal, gejala klinis 

mencakup nyeri pada leher pada saat menengokkan atau memiringkan kepala. Nyeri 

dapat memberat jika leher dipertahankan 

pada satu posisi dalam waktu lama, seperti 

saat berkendara, membaca atau bekerja 

dengan komputer. Seringkali ada pula 

gejala ketegangan oto dan spasme. Nyeri 

diskogenik seringkali juga memberikan gejala 

nyeri yang menjalar ke daerah bahu dan 

lengan. 

Gambaran klinis nyeri fasetservikal umumnya 

berupa nyeri leher hingga nyeri kepala dan 

keterbatasan rentang gerak (range of motion 

/ROM) leher. Rasa nyeri dirasakan tumpul dan 

tidak nyaman, terutama pad a bagian posterior 

leher dan dapat menjalar hingga pundak 

atau daerah punggung tengah (Gambar 5). 

Pemeriksaan fisik yang didapatkan yaitu  

nyeri palpasi pada daerah faset atau otot 

paraspinal dan nyeri pada saat melakukan 

gerakan ekstensi atau rotasi leher tanpa 

disertai adanya defisit neurologis.  

Pasien diffuse skeletal hyperostosis (DISH) 

memiliki gejala yang amat bervariasi, mulai 

dari asimtomatik hingga atau memiliki gejala 

berupa kekakuan otot, keterbatasan gerak 

(mobilitas), dan nyeri. Radikulopati servikal 

memiliki gejala klinis nyeri radikulat~ mulai 

dari leher; bahu, lengan atas, hingga jari. Selain nyeri, pasien radikulopati servikal dapat 

merasakan hipestesia atau paresthesia sesuai 

dermatom dan monoparesis tipe LMN. Sementara itu, gejala mielopati servikal dapat 

berupa nyeri yang disertai kelemahan motorik, gangguan sensorik, gangguan koordinasi, 

serta ganggauan otonom (inkontinensia dan 

disfungsi ereksi).  

Diagnosa  DAN Diagnosa  BANDING 

Evaluasi nyeri leher biasanya dimulai dengan 

mengamati kemampuan seseorang untuk 

menggerakkan kepala ke kiri dan kanan, 

fleksi ke depan dan ekstensi ke belakang, 

serta fleksi ke tiap sisi. Amati pula postur dan 

gerakan pada leher dan bahu pasien. Lakukan 

palpasi dan rasakan otot-otot di leher; kepala, 

punggung atas, dan bahu untuk mendeteksi 

daerah nyeri, adanya kelemahan, atau ketegangan otot. Jika ada kelemahan atau 

gangguan sensorik, lakukan pula evaluasi 

kekuatan motorik dan sensorik di ekstremitas. Dalam beberapa kasus, tergantung pada 

usia pasien, gejala klinis dan riwayat medis, 

diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti foto Rontgen, CT scan, MRI, atau elektromiografi (EMG). 

Pada kasus dengan kecurigaan cedera leher, 

pemeriksaan foto Rontgen servikal anteroposterior, lateral, oblik, dan odontoid menjadi 

pemeriksaan awal yang rutin di-kerjakan. 

Seluruh 7 tulang vertebral servikal harus 

tervisualisasi dan jarak diskus intervertebralis antar tulang kurang lebih sama. Foto 

lateral bermanfaat untuk menilai kesegarisan (alignment) dan adanya pembengkakan 

jaringan lunak. Jarak normal antara bagian 

depan C3-CS dan bayangan trakea yaitu  

Smm pada dewasa. Jika jarak ini  melebar, diperkirakan adanya pembengkakan 

jaringan lunak dan cedera yang signifikan. 

Sisi posterior korpus vertebral dalam keadaan normal akan berada dalam satu garis 

yang membentuk kurva lordosis. Garis yang 

ditarik dari aksis horizontal tiap prosesus 

spinosus tulang vertebra servikal dalam 

kondisi normal akan terjadi konvergensi 

pada 1 titik di posterior. Hilangnya lordosis 

mengimplikasikan adanya spasme otot, sementara hilangnya konvergensi menandakan kemungkinan instabilitas tulang vertebra. Posisi lateral juga bermanfaat dalam 

menilai stabilitas C1 dari C2. Posisi oblik 

paling baik dalam menilai sendi faset dan 

foramen neural. 

Pemeriksaan CT scan servikal dikerjakan 

pada pasien yang memilki kelainan pada 

foto Rontgen, atau pada pasien dengan kecurigaan fraktur, namun hasil foto tidak 

konklusif. Adanya disrupsi korpus vertebra 

atau lamina, fraktur pada sendi faset, dan 

fragmen tulang intrakanal akan jelas terlihat 

dengan CT scan. Karena itu, CT scan meru- 

pakan pencitraan utama untuk mengevaluasi lesi traumatik pada tulang servikal. 

Sementara itu, pemeriksaan MRI servikal 

diindikasikan pada pasien dengan defisit 

neurologis, jika pada foto Rontgen tidak 

ditemukan kelainan yang pasti. MRI bermanfaat dalam mengevaluasi kelainan pada 

medula spinalis dan radiks, kelainan pada 

soft tissue, herniasi diskus intervertebralis, 

disrupsi ligamen, dan siringomielia. 

PENGOBATAN 

Sebelum memberikan tata laksana, harus 

ditentukan pemicu  nyeri leher. Pasien diharuskan segera ke RS pada kondisi cedera 

kepala atau cedera leher berat, gangguan 

kontrol huang air besar a tau huang air kecil, 

nyeri leher yang sangat berat (visual analog 

scale/VAS >6), atau jika ada kelemahan 

atau gangguan sensorik pada ekstremitas. 

Demikian pula jika ada nyeri leher yang 

tidak membaik dalam 1 minggu, dianjurkan 

untuk dibawa ke RS. Kondisi-kondisi ini  merupakan bagian dari tanda bahaya 

(red flags) yang harus selalu dinilai pada 

pasien dengan keluhan nyeri leher, selain 

keadaan berikut: 

a. Tanda keganasan, infeksi, dan inflamasi 

Demam, keringat malam, be rat bad an yang 

turun drastis, riwayat tuberkulosis, riwayat infeksi human immunodeficiency virus 

(HIV), atau riwayat pemakaian  imunosupresan, nyeri yang sangat hebat (VAS 10), 

nyeri yang intraktabel pada malam hari, 

limfadenopati servikal, dan nyeri tekan 

pada korpus vertebra servikal. 

b. Mielopati 

Gangguan gait, clumsy hand, defisit neurologis yang objektifberupa gejala upper  

motor neuron (UMN) di tungkai dan gejala lower motor neuron (LMN) di lengan. 

c. Kondisi lain 

Riwayat osteoporosis berat, riwayat operasi 

leher; drop attack saat menengokkan leher, 

serta nyeri yang berat dan menetap atau 

makin meningkat. 

Pada sebagian besar kasus, nyeri leher 

cukup diterapi secara konservatif dengan 

analgesik over-the-counter; dan terapi fisik 

memakai  pemanasan, massage, dan 

latihan penguatan danjatau peregangan 

yang dapat dikerjakan di rumah. Jika nyeri 

tidak menghilang setelah 1-2 minggu 

terapi di rumah, direkomendasikan untuk 

dilakukan evaluasi lebih lanjut di fasilitas 

kesehatan. 

Secara umum, PENGOBATAN nyeri leher 

di fasilitas kesehatan dapat dibagi menjadi terapi konservatif, terapi intervensi 

nyeri, dan terapi surgikal. Terapi konservatifterdiri atas: 

1. Terapi medikamentosa 

Terapi medikamentosa dapat berupa 

pemberian analgesik asetaminofen atau 

obat antiinflamasi nonsteroid (GAINS), 

seperti ibuprofen, meloksikam, dan 

naproksen, dapat membantu mengatasi nyeri derajat ringan dan sedang. Jika 

ada spasme otot yang berat, dapat 

diberikan golllngan pelemas otot. Jika 

derajat nyeri leher dirasakan berat, direkomendasikan pemberian antidepresan trisiklik. 

2. Terapi fisik 

Terapi fisik dapat dibagi dalam 3 tahap 

yakni tahap akut, tahap pemulihan (re -

covery), dan tahap rumatan (mainte- 

NyeriLeher 

nance). Terapi fisik fase akut bertujuan 

untuk mengurangi nyeri dan inflamasi, 

mengembalikan ROM daerah yang tidak 

nyeri, memperbaiki kontrol postural 

leher, dan mencegah atrofi otot-otot 

leher. 

Pada fase pemulihan, terapi fisik bertujuan 

untuk menghilangkan nyeri secara sempurna, memperbaiki dan menormalisasi 

ROM pasif dan aktif, melanjutkan perbaikan kontrol postural, dan memulai tahap 

agar otot leher dapat dipakai  untuk 

latihan olahraga. Selanjutnya, terapi fisik 

fase rumatan bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki keseimbangan, 

meningkatkan kekuatan dan ketahanan 

otot leher dalam melakukan gerakan aktif, 

sehingga pasien memiliki postur yang 

normal dan dapat beraktivitas sehari-hari 

tanpa nyeri. 

Modalitas yang dapat dipakai  dalam 

terapi fisik mencakup: 

a. Pendinginan - dengan kantung es 

pada daerah yang nyeri di leher juga 

dapat membantu mengurangi derajat 

nyeri. 

b. Pemanasan - dengan air atau uap 

hangat juga dapat membantu mengurangi nyeri. Namun demikian, pada 

nyeri akut gunakan es lebih dulu sebagai terapi inisial. Pemanasan boleh 

dijadikan terapi inisial jika pasien 

tidak sensitif dan tidak dapat mentoleransi dingin. 

c. Massage - Pemijatan dapat membantu menghilangkan spasme otot 

dan dapat dikerjakan setelah pemanasan atau pendinginan pada otot  

leher. Dapat dilakukan secara manual 

dengan tangan atau dengan vibrator 

elektrik Pada saat dilakukan pemijatan, otot leher harus dalam keadaan 

relaks dengan menyangga kepada atau 

posisi berbaring. 

3. Latihan penguatan dan peregangan 

Setelah mengalami cedera, rentang gerak 

leher harus direstorasi dan dipertahankan. Hal ini dilakukan dengan latihan yang 

meregangkan dan menguatkan otot-otot 

leher. Latihan ROM dan peregangan dapat 

membantu mengurangi nyeri pascacedera 

otot Latihan paling baik dilakukan saat 

otot dalam keadaan hangat, misalnya 

pascapemanasan atau beberapa menit 

setelah latihan kardio. Latihan dapat dilakukan pada pagi hari untuk menghilangkan kekakuan otot dan malam hari sebelum tidur. 

Beberapa gerakan dibawah ini dapat dilakukan untuk menguatkan dan meregangkan otot leher cervical strain yang 

merupakan pemicu  nyeri leher terbanyak Jangan lakukan gerakan terse but 

pada kasus selain cervical strain, terlebih 

pada radikulopati atau mielopati. 

a. Neck tilting 

Tundukkan leher hingga maksimal 

dan tahan selama 5 detik sebelum 

kern bali ke posisi normal (Gambar 6). 

Ulangi sebanyak 5 kali. 

b. Neck tilting side to side 

Miringkan leher ke arah bahu, tahan 

selama 5 detik ke setiap sisi dan ulangi 

masing-masing sisi 5 kali (Gambar 7). 

c. Neckturn 

Tengokkan leher ke arah kiri dan  

kanan hingga maksimal dengan posisi dagu sejajar (Gambar 8). Lakukan masing-masing selama 5 detik ke 

setiap sisi dan ulangi masing-masing 

sisi 5 kali 

d. Neck stretch 

Angkat leher ke arah dagu, tahan selama 

5 detik, dan ulangi 5 kali (Gambar 9). 

e. Stimulasi elektrik 

Dengan memakai  transcutaneous electrical nerve stimulation 

(TENS) dapat membantu mengurangi 

nyeri serta meningkatkan mobilisasi 

dan kekuatan otot. 

f. Traksi servikal 

Traksi ini memakai  beban yang 

bertujuan menarik tulang leher dan 

mengkoreksi kolumna spinalis menjadi 

sejajar fnood alignment). Sayangnya, 

berbagai studi menunjukkan teknik 

traksi tidak memiliki manfaat yang signifikan dalam PENGOBATAN nyeri leher. 

g. pemakaian  bidai servikal (collar neck) 

Bidai servikal diindikasikan pada kasus 

nyeri leher. pemakaian nyaharus sesuai 

anjuran dokter, karena dapat menunda 

proses pemulihan dan memicu  kelemahan leher jika dipakai rutin 

dalam jangka panjang. 

4. Kurangi stres 

Stres emosional akan dapat meningkatkan ketegangan otot leher dan akan 

mempengaruhi serta memperlambat 

proses pemulihan. Teknik relaksasi akan 

mengatasi ketegangan muskuloskeletal. 

Aktivitas lain yang dapat mengurangi 

stres mencakup meditasi, ibadah, dan 

hipnosis.  

Menjaga postur tubuh 

Aktivitas dan posisi tubuh yang dapat 

mencegah atau mengurangi nyeri leher 

yaitu  posisi leher netral dan meminimalisir ketegangan sepanjang otot dan 

ligamen pendukung leher. Gerakan leher 

yang berlebihan, aktivitas, dan posisi 

tubuh yang memicu  ketegangan 

konstan harus dihindari atau diminimalisir. Hindari duduk dalam posisi yang 

sama selama berjam-jam dan lakukan 

istirahat berkala selama 5 me nit, bila pekerjaan mengharuskan kita pacta posisi 

tertentu dalam waktu lama. Atur posisi  

monitor komputer sejajar dengan mata, 

agar kepala tidak terlalu menunduk atau 

mendongak. Hindari menaruh juga be ban 

berat di punggung atas serta pertahankan posisi postur leher yang baik dalam 

setiap kondisi termasuk saat tidur. 

6. Lain-lain 

Adapun modalitas terapi lain, seperti 

akupuntur, biofeedback, dan chiropractic, 

masih memerlukan beberapa penelitian 

untuk mengetahui efektivitasnya. 

Sementara itu, terapi intervensi nyeri 

mencakup tindakan injeksi untuk men 

gurangi nyeri dengan atau tanpa panduan 

(guiding tools). Di antara tindakan intervensi nyeri Ieber yang tidak memerlukan 

panduan adalab injeksi trigger point 

dengan anestetik lokal, seperti lidokain. 

Tindakan ini  dapat direkomendasikan hila latiban peregangan dan massage 

tidak mengurangi nyeri secara signifikan 

pada kasus cervical strain atau nyeri miofasial. Sayangnya, tidak ada cukup 

bukti babwa injeksi trigger point dapat 

mengurangi nyeri atau mempercepat 

penyembuban dalam jangka panjang. Injeksi steroid pada otot Ieber tidak dianjurkan, karena berisiko memicu  

cedera pada otot. Pada kasus nyeri Ieber 

lainnya, seperti nyeri diskogenik atau 

nyeri faset, jika akan dilakukan tindakan intervensi nyeri, dapat dipandu dengan memakai  ultrasonografi atau 

fluoroskopif C-arm. 

Modalitas terakhir manajemen nyeri 

Ieber adalab dengan tindakan surgikal. 

Meskipun tidak diperlukan dalam mengatasi mayoritas nyeri Ieber, tindakan 

bedab dapat dipertimbangkan pada kasus berniasi diskus intervertebralis yang 

memicu  radikulopati servikal atau 

pada kasus mielopati akibat spondilosis 

servikal, setelab terapi konservatif tidak 

mengalami perbaikan. Selain itu pertimbangkan tindakan bedab jika ada 

defisit neurologi yang progresif. 

CONTOH KASUS 

1. Seorang perempuan 63 tabun datang ke 

klinik dengan keluban nyeri Ieber sejak 

9 bulan lalu. Nyeri dirasakan lokal di belakang Ieber, seperti pegal, tidak menjalar. 

620 

Nyeri juga bilang timbul, terutama memberat saat posisi tidur. 

Pertanyaan: 

Menurut karakteristik temporal nyeri, 

apa jenis nyeri yang dialami pasien ini? 

a. Nyeri akut 

b. Nyeri somatik 

c. Nyeri kronik 

d. Nyeri kronik eksaserbasi akut 

e. Nyeri viseral 

Jawaban: c. Nyeri kronik 

2. berdasar  epidemiologi, apakab pemicu  tersering dari nyeri Ieber? 

a. Faktor mekanik 

b. Trauma 

c. Keganasan/ neoplasma 

d. Autoimun 

e. Idiopatik 

Jawaban e. Idiopatik 

3. Lanjutan kasus: 

Sejak 3 bulan lalu, nyeri bertambab parab. 

Nyeri dirasakan terus menerus dan 

kadang ada rasa kesetrum ke lengan kiri 

dan kanan. Pasien mulai berobat ke dokter umum dan diberikan obat pengbilang 

nyeri, namun  keluban banya membaik sementara dan kemudian kambub sakit lagi. 

Selanjutnya, pasien berobat ke dokter 

saraf. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan ada tetraparesis UMN (kekuatan 

motorik 4/5 untuk tiap ekstremitas), refleks patologis Hoffman Tromner ( +) bilateral, refleks fisiologis meningkat ( +3), 

serta ada bipestesi dan bipobidrosis 

setinggi C6 ke bawab. berdasar  data 

klinis saat ini, apakah tanda babaya yang 

ditemukan pada kasus ini?  

a. Demam 

b. Penurunan berat badan 

c. Nyeri yang memberat 

d. ada kelemahan ekstremitas 

e. Pilihan c dan d benar 

Jawaban: e. Pilihan c dan d benar 

4. Lanjutan kasus: 

Setelah melakukan anamnesis lebih 

lanjut, ternyata pasien memiliki riwayat 

tumor otak pada ayah pasien dan kanker 

payudara pada kakak kandung. Pasien 

juga mengeluh batuk-batuk yang kadang 

disertai darah dan berat badan menurun. 

Pasien lalu menjalani pemeriksaan paru 

dan didapatkan Diagnosa  tumor paru. 

Apakah pemicu  nyeri leher pada pasien 

ini? 

a. Degeneratif usia tua 

b. Osteoporosis 

c. Terlalu sering batuk 

d. Keganasanfneoplasma 

e. Hernia nukleus pulposus 

Jawaban: d. Keganasanfneoplasma 

5. Bila intensitas nyeri pasien yaitu  VAS 

6, maka apa pilihan obat yang diberikan 

pada pasien? 

a. Parasetamol 

b. Ibuprofen 

c. Tramadol 

d. Fentanil 

e. Morfin 

Jawaban: c. Tramadol  








NYERI PUNGGUNG BAWAH 


Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan 

nyeri, ketegangan otot, atau kekakuan yang 

terlokalisir di an tara batas iga bagian bawah 

dan lipatan gluteus inferior, dengan atau 

tanpa penjalaran ke paha danjatau tungkai 

(sciatica). NPB dapat terjadi denganjtanpa 

nyeri radikular atau nyeri alih yang menandakan kerusakan jaringan organ lain. Pada 

prinsipnya, NPB disebabkan oleh kerusakan 

jaringan saraf dan nonsaraf yang sangat dipengaruhi oleh aspek psikologis. 

Keluhan NPB sering dijumpai pada praktik 

sehari-hari. Sebanyak 17-31% dari total 

populasi pernah mengalami NPB semasa 

hidupnya. Oleh karena NPB sangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan posisi tubuh, 

maka pasien NPB memiliki keterbatasan 

dalam bergerak (disabilitas). Hal ini  

memicu penurunan kualitas hidup 

serta memiliki dampak sosial dan ekonomi 

yangburuk. 

berdasar  studi The Global Burden of Disease tahun 2010, NPB merupakan penyumbang terbesar kecacatan global, yang diukur 

melalui years lived with disability (YLD). 

Studi di Inggris mengemukakan bahwa 

NPB merupakan pemicu  utama disabilitas pada dewasa muda yang menimbulkan 

lebih dari 100 juta hari kerja hilang tiap 

tahun. Dengan demikian, NPB pemicu   

penurunan produktivitas kerja dan berkaitan dengan be ban ekonomi yang besar. 

Secara temporal, NPB terbagi menjadi akut 

( <6 minggu), subakut (7-12 minggu), kronik 

(>12 minggu/3 bulan), dan rekuren. Sebagian besar penderita NPB mengalami rekurensi, yang sebenarnya merupakan bentuk 

eksaserbasi akut pada NPB kronik. Penanganan NPB akut yang tidak cepat dan adekuat akan berakibat progresivitas keluhan 

menjadi kronik dan rekuren. Selain itu, faktor stres psikologis juga turut meningkatkan 

risiko kronisitas NPB. Kondisi kronik seperti 

ini harus dicegah oleh klinisi yang menangani pasien NPB. 

EPIDEMIOLOGI 

Prevalensi NPB cukup bervariasi, dengan 

hasil studi di negara-negara berkembang 

menunjukkan prevalensi pertahun sekitar 

22-65%. Data Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI menyatakan sebesar 18,37% dari 

keseluruhan pasien nyeri yaitu  NPB. Data 

epidemiologi lain memperkirakan sekitar 

40% penduduk Jawa Tengah berusia antara 

65 tahun pernah menderita nyeri punggung, 

dengan prevalensi 18,2% pada laki-laki dan 

13,6% pada perempuan. 

Di Amerika Serikat, NPB secara umum 

merupakan pemicu  kelima tersering 

pasien datang untuk berobat. Data lain me laporkan bahwa 7,6% populasi dewasa di 

Amerika Serikat mengalami NPB berat selama 1 tahun terakhir, dan hanya 39% diantara mereka mencari pengobatan. 

PATOFISIOLOGI 

Seperti nyeri pada umumnya, NPB dapat 

terjadi akibat adanya kerusakan jaringan 

saraf danfatau nonsaraf pada punggung 

bawah. Di samping saraf, kerusakan dapat 

pula mengenai tulang vertebra, kapsul sendi apofisial, anulus fibrosus, otot, dan ligamentum. Peregangan (stretching), robekan 

(tearing), atau kontusio jaringan-jaringan 

ini  dapat terjadi akibat aktivitas seperti mengangkat be ban berat, gerakan memutar tulang belakang, dan whiplash injury. 

Patofisiologi yang mendasari NPB sangat 

berkaitan dengan mekanisme nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik sebagai akibat 

dari kerusakan jaringan pada alinea sebelumnya. Pada NPB yang kronik dan rekuren, 

ada proses patologis yang disebut sensitisasi sentral. 

Nyeri Nosiseptif dan Neuropatik 

Nyeri nosiseptif timbul akibat kerusakan 

pada jaringan nonneural dan aktivasi nosiseptor. Nyeri ini menyertai aktivasi peripheral receptive terminals dari neuron 

aferen primer sebagai respons terhadap 

stimulus kimiawi, mekanik, atau termal 

yang berbahaya. Di lain pihak, nyeri neuropatik didefinisikan sebagai nyeri yang 

disebabkan karena lesi primer sistem saraf 

somatosensorik Secara klinis, istilah nyeri 

nosiseptifberarti nyeri yang timbul (output) 

sebanding dengan input nosiseptif, berbeda 

dengan yang terjadi pada nyeri neuropatik.  

Nyeri Punggung Bawah 

Sensitisasi Sentral (SS) 

Definisi SS yaitu  amplifikasi dari neuronal 

signaling di dalam sistem saraf pusat yang 

meningkatkan hipersensitivitas terhadap 

nyeri, sehingga terjadi peningkatan respons 

neuron nosiseptif di dalam sistem saraf 

pusat terhadap input aferen normal atau 

ambang batas (subthreshold). Dengan kata 

lain, ada augmentasi respons susunan 

saraf pusat terhadap terhadap input dari reseptor unimodalitas dan polimodalitas. Hal 

yang penting diingat dari patofisiologi SS 

yaitu  peningkatan respons neuronal terhadap stimulus di dalam sistem saraf pusat 

(seperti hipereksitabilitas sentral). 

Gangguan yang diakibatkan oleh SS terhadap sistem saraf pusat ini  meliputi 

beberapa hal, yaitu perubahan pemrosesan 

stimulus sensorik di dalam otak, gangguan 

fungsi mekanisme antinosiseptif desenden, peningkatan aktivitas jalur fasilitator 

nosiseptif, dan peningkatan sumasi nyeri 

sekunder (wind up) di temporal. Selain itu, 

SS meningkatkan aktivitas pain neuro matrix. SS juga meningkatkan aktivitas otak 

pada area-area yang terlibat dalam sensasi 

nyeri akut (insula, korteks cinguli anterior, 

dan korteks prefrontal) dan yang tidak terlibat dalam sensasi nyeri akut (berbagai 

nukleus di batang otak, korteks dorsolateral 

frontalis, dan korteks asosiasi parietal). 

Berbagai studi mengemukakan bahwa SS 

ditemukan pada NPB kronik. Hal ini mempengaruhi PENGOBATAN pasien, mengingat 

pasien NPB dengan SS membutuhkan 

pengobatan dengan target spesifik pada 

sistem saraf pus at.  ANATOMI 

Tulang belakang bagian lumbal terdiri dari 

5 segmen vertebra lumbalis yang terletak 

kranial dari sakrum dan koksigeus. Kelima 

vertebra ini menyokong vertebra torakalis, 

servikalis, dan tulang kepala yang merupakan sebagian besar dari berat badan tubuh, 

sehingga ukuran korpusnya paling besar 

dibandingkan segmen vertebra lainnya. 

Sisi posterior korpus vertebra memiliki 

struktur pedikel, lamina, prosesus transversus, dan prosesus spinosus yang membentuk lingkaran mengelilingi kanalis spinalis. 

Kanalis spinalis dibungkus oleh kantong 

dura yang berisi cairan serebrospinal. 

Sendi faset merupakan persendian yang menghubungkan korpus vertebra yang satu 

dengan lainnya. Prosesus artikularis superior 

dan inferior dari lamina vertebra yang berdekatan 

membentuk sendi faset atau zigapofisial. Sendi 

ini merupakan sendi sinovial di artrodial yang 

berfungsi menanggung beban kompresif serta 

tekanan biomekanik diskus intervertebralis. 

Tulang belakang disokong oleh berbagai 

ligamentum yang merupakan jaringan ikat 

yang menghubungkan satu tulang ke tulang 

lainnya. Dari anterior ke posterior, ligamentum ini  meliputi, ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal 

posterior, ligamentum flavum, ligamentum 

intertransversal, ligamentum interspinosus, 

dan ligamentum supraspinosus (Gambar 1).  Ligamentum longitudinal anterior merupakan ligamentum luas dan fibrous yang berasa} dari dasar tengkorak, meliputi bagian 

anterior dari korpus vertebralis dan diskus 

vertebralis dari Cl hingga sakrum. Ligamentum ini berfungsi dalam mempertahankan 

stabilitas dari sendi intervertebralis dan 

mencegah terjadinya gerakan hiperekstensi. 

Ligamentum longitudinalis posterior berjalan dari dasar tengkorak dan C2 hingga ke 

sakrum, berhubungan dengan bagian posterior dari korpus vertebralis dan diskus 

intervertebralis, sehingga ligamentum ini 

membentuk satu kesatuan dengan dinding 

kanalis vertebralis. Hal ini  berkaitan 

dengan pencegahan terjadinya protrusi diskus ke arah posterior, namun  tidak mencegah 

ke arah posterolateral, serta mencegah terjadinya gerakan hiperfleksi kolumna vertebralis. 

Di seberang ligamentum longitudinalis posterior, ada ligamentum flavum. Kedua 

ligamentum ini membentuk bagian dari kanalis spinalis. Ligamentum flavum berperan 

dalam mempertahankan kontur dan keutuhan posisi tulang belakang saat membungkuk dan sebaliknya. 

Ligamentum intertransversal berjalan diantara prosesus transversus kolumna vertebralis pada tiap segmen, dan biasanya 

bergabung dengan muskulus intertransversarii. Peran ligamentum ini yaitu  untuk 

membatasi gerakan fleksi lateral ke kiri dan 

kanan. 

Ligamentum interspinosus terdiri dari 

lapisan-lapisan tipis yang menghubungkan 

prosesus spinosus Cl hingga Sl pada tiap 

segmen. Pada bagian anterior, serat liga- 

Nyeri Punggung Bawah 

mentum ini berhubungan dengan flavum, 

sedangkan pada bagian posterior serat ligamentum ini berhubungan dengan ligamentum supraspinosus. Ligamentum ini untuk 

membatasi gerakan fleksi ke depan atau 

membungkuk. 

Ligamentum supraspinosus melekat pada 

apeks prosesus spinosus. Ligamentum ini 

terdiri dari serat yang panjang dan tebal 

yang berjalan secara vertikal, mulai dari 

C7 hingga sakrum. Di atas C7, ligamentum 

ini disebut ligamentum nuchae. Bagian internal/anterior dari serat ini berhubungan 

dengan ligamentum interspinosus, sehingga 

berperan membatasi gerakan fleksi. 

Diskus intervertebralis yaitu  sendi yang 

terletak di antara korpus vertebralis. Sendi 

ini berperan dalam hal mekanik dikarenakan fungsinya dalam menanggung beban 

berat badan dan aktivitas otot melalui kolumna spinalis. Adanya fleksibilitas sendi 

ini membuat tulang belakang mampu beregerak membungkuk, fleksi ke lateral, dan 

memutar. 

Diskus intervertebralis memiliki ketebalan 

sekitar 7-lOmm dan diameter 4cm pada regio lumbalis. Diskus intervertebralis merupakan struktur kompleks yang terdiri dari 

lapisan luar tebal jaringan fibrosa kartilago 

yang disebut anulus fibrosus. Struktur anulus fibrosus terdiri dari 15 hingga 25 cincin 

konsentrik atau lamela, dengan serat kolagen yang berada paralel di an tara tiap lamela. Selain itu, ada serat elastin yang berada di antara lamela, sehingga membantu 

diskus untuk kembali ke posisi awal setelah 

gerakan. Serat elastin ini  menyatu 

dengan lamela saat serat ini  berjalan 

secara radial antar lapisan lamela. Sel-sel  

dari anulus, terutama yang berada di bagian 

luar, bersifat fibroblast-like, berukuran panjang, tipis, dan teletak paralel dengan serat 

kolagen. Bentuk sel ini menjadi lebih oval 

pada bagian dalam anulus fibrosus. 

Cartilage endplate merupakan lapisan horizontal tipis dengan ketebalan lmm, yang 

tersusun atas jaringan kartilago hialin. 

Struktur ini mempertemukan diskus intervertebralis dengan korpus vertebralis. 

Pada kondisi normal, diskus intervertebralis memiliki sedikit pembuluh darah dan 

saraf, terutama terbatas pada lamela luar 

yang berakhir pada proprioseptor. Cartilage endplate bersifat avaskular dan aneural 

pada orang dewasa normal. Pembuluh darah ada pada ligamentum longitudinal yang 

berdekatan dengan diskus intervertebralis 

dan pada cartilage endplate yang berasal 

dari percabangan arteri spinalis. 

Anulus fibrosus mengelilingi inti yang lebih 

bersifatgelatin (gelatinous), disebutnukleus 

pulposus (Gambar 2). Batas atas dan bawah 

Saraf 

Diskus normal ~ 

Gam bar Z. Anatomi Diskus Intervertebralis  

dari nukleus pulposus yaitu  struktur cartilage endplates. Bagian tengah dari nukleus 

pulposus mengandung serat kolagen yang 

tersusun acak, dan serat elastin yang tersusun secara radial. Di antaranya ada 

sel menyerupai kondrosit (chondrocyte-like 

cells) dengan densitas yang rendah yang berada di dalam kapsul. 

ETIOLOGI 

Pasien yang datang dengan NPB harus dieksplorasi etiologinya karena sebenarnya NPB 

yaitu  suatu gejala, bukan penyakit. NPB 

memiliki beberapa etiologi yang mendasari 

kondisi patologisnya yang harus ditentukan 

untuk PENGOBATAN dan prognosisnya (Tabel 1). berdasar  etiologinya, NPB dibagi 

menjadi spesifik dan nonspesifik/ idiopatik. NPB yang diketahui etiologinya dengan 

jelas disebut NPB spesifik. Sayangnya dalam 

praktik sehari-hari, sebagian besar NPB tidak diketahui etiologinya dengan jelas, atau 

disebut juga NPB nonspesifik a tau idiopatik. 

Nyeri Sendi Faset 

Seperti sendi sinovial lainnya, proses trauma 

dan inflamasi yang terjadi pada memiliki manifestasi klinis berupa nyeri, kekakuan, disfungsi 

sendi, serta spasme otot sekunder, yang kemudian akan memicu kekakuan dan degenerasi sendi yang memicu osteoartritis. 

Salah satu struktur yang terlibat pada proses 

degenerasi sendi yaitu  kapsul fibrosa dari 

sendi faset yang mengandung ujung saraf encapsulated, uncapsulated, dan bebas. Studi 

imtmohistokimia menunjukan bahwa ujung 

saraf ini  mengandung neuropeptida yang 

memediasi dan memodulasi nosiseptor, misalnya substansi P, calcitonin gene related peptide (CGRP), dan vasoactive intestinal peptide  

(VIP). Adanya neuropeptida ini  menandakan proses penuaan serta beban biomekanik 

yang kumulatif. Mediator kimiawi dan inflamasi ini berhubungan dengan enzim proteolitik dan kolagenolitik yang dapat memicu 

degradasi matriks kartilago sendi. Bila neuropeptida ini ditemukan bersama dengan jaringan perivaskular dan input aferen nosiseptif, 

maka kombinasi ini dapat menjadi penghasil 

nyeri (pain generator). 

Facet arthrosis merupakan bentuk patologi 

sendi faset yang paling banyak ditemukan. 

Penyakit ini sering mengenai usia tua di atas 

60 tahun, walaupun pada beberapa kasus 

dapat dimulai pada usia sebelum 20 tahun. 

Tidak ada perbedaan prevalensi antar jenis kelamin. Penyakit ini dikaitkan dengan  

kebiasaan mengangkut beban berat dan 

cedera minor berulang. Stres mekanik timbul pada faset yang lebih horizontal pada 

potongan sagital, terutama tingkat L4-LS. 

Gejala dan tanda klinis facet arthrosis sangat tidak spesifik dan bervariasi tergantung pada progresivitasnya, mulai dari nyeri 

pada leher atau punggung bawah hingga tidak ada nyeri. Gejala nyeri yang muncul tidak menjalar ke bawah lutut dan diperberat 

dengan gerakan ekstensi, serta membaik 

dengan gerakan fleksi. Nyeri tidak berkorelasi dengan tingkat degenerasi. 

Nyeri Sendi Sakroiliaka 

Sendi sakroiliaka merupakan sendi sinovial diartrodial yang menerima inervasi atau persara n

fan utama dari rami dorsalis 4 nervus sakralis 

pertama. Artrografi atau injeksi larutan iritan 

kedalam sendi sakroiliaka dapat memprovokasi 

nyeri dengan berbagai pola nyeri lokal maupun 

nye1i alih pada daerah bokong, lurnbal bawah, 

dan paha. Prevalensi nyeri sakroiliaka bervatiasi antara 2-30% pada pasien NPB kronik. 

Nyeri Otot 

Otot punggung bawah membantu menstabilisasikan tulang belakang serta memungkinkan gerakan rotasi, fleksi, dan ekstensi. Otototot profunda melekat pada rongga-rongga 

yang berada di antara prosesus spinosus 

(Gambar 3). Adapun otot-otot penting yang 

menyongkong vertebra lumbalis meliputi M. 

Longisimus, M. Multifidus, dan M. Spinalis. 

Kondisi salah posisi dapat memicu terjadinya 

peregangan berlebih pada ligamentum dan 

otot-otot ini sehingga memicu robekan, 

perdarahan kecil dan inflamasi, serta menimbulkan nyeri. Hal ini dikenal dengan 

strain atau regangan, maupun sprain atau regangan yang memicu kerusakan. 

Sindrom Nyeri Miofasial 

Reseptor nyeri di otot sensitif terhadap berbagai stimulus mekanik, termasuk tekanan, cubitan (pinching), irisan (cutting), dan peregangan (stretching. Unit kontraksi otot dan tendon 

yang terpapar beban biomekanik tunggal atau 

rekuren dapat mengalami cedera dan menimbulkan nyeri. Otot ini  akan memendek secara abnormal dan disertai peningkatan tonus 

akibat spasme atau kontraksi yang berlebihan. 

Otot yang cedera ini merupakan area nyeri 

yang dianggap sebagai trigger point (TrP) atau 

taut band yang menjadi kriteria Diagnosa  sindrom nyeri miofasial. · 

Karakteristik yang khas. dari sindrom nyeri 

miofasial yaitu  adanya TrP berupa nodul 

berukuran 3-6mm, bersifat nyeri dan kaku, 

dan dapat diidenti:fikasi melalui palpasi otot. 

Palpasi TrP akan. memprovokasi nyeri hebat 

dan menjalar ke zona-zona tertentu. Stimulus 

mekanik seperti penusukan atau pemberian 

tekanan pada area yang hiperiritasi di TrP akan 

memicu kedutan otot (muscle twitch). 

Palpasi TrP kadang-kadang dapat menimbulkan refleks involunter (jump sign), atau flinching yang tidak sesuai dengan tekanan palpasi 

yang diberikan. Sindrom nyeri miofasial dapat 

menjadi simtomatik akibat trauma langsung 

atau tidak langsung, paparan strain kumulatif, 

disfungsi postural, dan physical deconditioning. 

Sindrom nyeri miofasial dapat terjadi pada 

daerah yang mengalami kerusakan jaringan 

atau daerah tempat penjalaran nyeri neuropatik/radikular. Otot yang terpengaruh oleh nyeri 

neuropatik dapat mengalami kerusakan akibat 

spasme berkepanjangan, beban mekanik berlebihan atau gangguan metabolik serta nutrisi. 

NPB yang disebabkan oleh Trauma 

Ada beberapa kondisi patologis NPB yang 

disebabkan oleh trauma, antara lain: 

• NPB muskular akut atau sprain terjadi 

saat punggung bawah . ter}lapar trauma 

eksternal, seperti terbentur orang lain 

atau mengangkat benda berat, sehingga 

terjadi kerusakan otot dan fasia. Trauma 

Nyeri Punggung Bawah 

ini  juga dapat menimbulkan herniasi diskus intervertebralis lumbalis dan 

mengkompresisaraf 

• NPB muskular kronik terjadi akibat 

pemakaian  otot berulang secar~ terus 

menerus. 

• Traumatic vertebral body fractures terjadi saat korpus vertebralis kolaps akibat 

jatuh dan sebagainya. 

• Fragile vertebral body fractures biasanya 

menimbulkan NPB terkait osteoporosis, 

meskipun tidak terpapar trauma yang 

he bat. 

NPB yang disebabkan oleh Infeksijlnflamasi 

Spondilitis tuberkulosis yaitu  infeksi tulang belakang yang seringkali bennanifestasi sebagai nyeri punggung bawah. Infeksi 

ini dapat mengenai tulang belakang torakolumbal (SO%), servikal (25%), dan lumbal (25%). Mikroorganisme patogen dapat 

menghancurkan korpus vertebralis atau 

diskus intervertebralis. Untuk mencegah 

timbulnya komplikasi neurologis, maka diagnosis harus cepat dan pengobatannya tepat. Anamnesis mengenai riwayat penyakit 

tuberkulosis dapat membantu Diagnosa  penyakit ini. Pencitraan MRI merupakan salah 

satu pemeriksaan penunjang untuk melihat 

gambaran destruksi tulang, abses, serta keterlibatan jaringan: lunak sekitar tulang dan 

medulla spinalis (Gambar 4). 

Ankylosing spondylitis (Gambar 5) yaitu  suatu 

periyakit rematik dengan faktor rematoid 

· negatifyang memicu tulangvertebra menyambungseperti bambu (bamboo spine), osifikasi ligamentum supraspinosus dan interspinosus (dagger sign), dan fusi sendi sakroiliaka.  

NPB yang Disebabkan oleh Neoplasma 

Tumor ganas, seperti kanker paru-paru, 

lambung, payudara, dan prostat, dapat hermetastasis ke tulang lumbal sebagai lesi 

multipel yang berbercak-bercak (Gambar 

6). Gambaran ini juga dijumpai pacta keganasan hematologi, seperti mieloma multipel. Tumor primer, seperti schwanoma dan 

angioma, dapat berkembang pacta daerah 

lumbal dan menimbulkan nyeri yang he bat. 

NPB yang Disebabkan oleh Proses Degeneratif 

Dengan bertambahnya usia, insidens NPB 

akan meningkat dengan terbentuknya Jesi 

akibat degenerasi lumbal dan jaringan sekitarnya. Proses degenerasi ini  juga 

berkaitan dengan terbentuknya spondylosis deforman, degenerasi diskus intervertebralis, nyeri punggung bawah artikular 

intervertebralis, spondilolistesis nonspondilolitik, ankylosing spinal hiperostosis, dan 

stenosis spinalis lumbalis. 

1. Osteoporosis 

Pacta osteoporosis terjadi deformitas tu- 

lang belakang disertai fraktur yang memicu nyeri di berbagai tingkat. Di 

lain pihak, osteoporosis kadang-kadang 

tidak disertai fraktur dan deformitas, 

namun  tetap ada nyeri. Hal ini disebabkan 

oleh hipersensitivitas nyeri terkait dengan menopause. 

2. Hernia Nukleus Pulposus (HNP) 

Kehilangan proteoglikan dan disorganisasi matriks memiliki dampak mekanik 

yang penting, yaitu menimbulkan stres 

pacta cartilage endplate atau anulus fibrosus. Perubahan ini memicu  

diskus intervertebralis rentan terhadap 

cedera dengan menimbulkan perubahan 

osteoarthritik. Kondisi ini dapat memicu herniasi nukleus pulposus, yaitu 

prolapsnya diskus intervertebralis akibat 

robeknya annulus fibrosus (Gambar 7). 

Proses degeneratif ini  akan berdampak pacta struktur sekitarnya, misalnya radiks. Kompresi radiks akibat herniasi ini 

bukan satu-satunya pemicu  timbulnya 

gejala nyeri, karena 70% pasien dengan prolaps diskus yang menekan radiks tidak 

mengeluhkan nyeri. Hipotesis yang mendasari timbulnya nyeri yaitu  kompresi 

yang ditimbulkan akan meningkatkan sensitisasi radiks. Proses ini terutama disebabkan oleh molekul-molekul kaskade inflamasi, seperti asam arakidonat, prostaglandin 

E2, tromboksan, fosfolipase A2, tumor necrotizing factor (TNF)a, interleukin, dan matriks 

metalloprotease. 

NPB Akibat pemicu  Lain 

NPB dapat timbul akibat nyeri alih dari penyakit organ intraabdominal seperti hati, 

kandung empedu, dan pankreas. Nyeri alih 

ke punggung bawah juga dapat timbul dari 

organ-organ abdomen bagian posterior; seperti uterus, ovarium, dan kandung kemih. 

Kemungkinan adanya nyeri psikogenik yang 

berkaitan dengan histeria dan depresi juga tidak boleh dilupakan. Fibromialgia merupakan salah satu bentuk NPB kronik yang paling 

sering ditemukan pada daerah perkotaan. Diagnosis fibromialgia ditegakkan secara klinis, 

ditandai oleh nyeri dengan distribusi yang 

luas pada tubuh, ada titik-titik nyeri, 

dan seringkali disertai penyakit komorbid 

seperti fatig kronik, insomnia, dan depresi. 

Oleh karena itu, penyakit ini sering dikaitkan 

dengan faktor sosial dan psikologis. 

GEJALA DAN TANDA KLINIS 

Pasien NPB datang biasanya dengan keluhan utama nyeri. Selain nyeri, keluhan lain 

yang dapat timbul yaitu  rasa kaku, pegal, 

kesulitan bergerak, atau perubahan bentuk punggung (deformitas). Keluhan utama 

nyeri pada NPB harus dieksplorasi karakteristiknya lebih lanjut, an tara lain jenis dan 

lokasi, durasi (menetapfintermiten), intensitas (ringanfsedang/berat), hubungan  

temporal (akut/kronik), dan faktor yang 

memperberat a tau meringankan nyeri. 

Ada empat jenis nyeri yang harus diidentifikasi pada pasien NPB, yaitu nyeri lokal, 

nyeri alih, nyeri radikular; dan spasme otot 

sekunder. Nyeri lokal disebabkan oleh proses 

patologis yang mengenai struktur peka nyeri 

di tulang belakang, antara lain periosteum 

korpus vertebra, kapsul sendi apofisial, annulus fibrosus, dan ligamentum-ligamentum. 

Oleh sebab itu, segala proses patologis yang 

melibatkan struktur-struktur ini  akan 

menimbulkan nyeri lokal. Nyeri ini memiliki 

intensitas stabil, namun  kadang-kadang nyeri 

terasa lebih berat dan tajam. Batasan nyeri 

tidak terlalu tegas, namun dirasakan di sekitar struktur peka nyeri pada tulang belakang 

yang terkena ini . 

Salah satu contoh proses patologis yang menimbulkan nyeri lokal yaitu  strain/sprain 

akut. pemicu nya yaitu  cedera minor; 

seperti mengangkat benda berat, kesalahan postur (duduk, berkendara), atau pergerakan punggung yang mendadak. Pasien 

kadang-kadang merubah postur tubuh akibat nyeri yang dirasakan. Otot-otot sakrospinalis dan punggung bawah menjadi kaku, 

sehingga nyeri bertambah berat bila pasien 

melakukan pergerakan punggung. 

Nyeri alih pada NPB dapat berupa nyeri 

pada vertebra yang merujuk ke organ dalam 

abdomen dan pelvis, atau sebaliknya. Penyakit-penyakit pada organ dalam abdomen 

atau pelvis dapat menimbulkan nyeri alih 

pada punggung bawah. Hal ini dapat dibedakan dengan NPB akibat proses patologis 

di tulang belakang dan struktur sekitarnya 

karena intensitas nyerinya tidak berubah 

dengan pergerakan punggung.  Proses patologis pada bagian atas vertebra 

lumbal dapat menimbulkan nyeri alih pada 

daerah kostovertebral (flank) medial, panggul sisi lateral, selangkangan, dan paha bagian anterior. Hal ini terjadi karena iritasi 

nervus kluneal superior yang berasal dari divisi posterior nervus spinalis Ll-L3. Sementara itu, proses patologis yang terjadi pada 

bagian bawah vertebra lumbal dapat memiliki nyeri alih ke bagian bawah bokong dan 

paha bagian posterior akibat iritasi nervus 

spinalis L4-LS. Nervus spinalis ini mengaktivasi sekumpulan neuron intraspinal yang 

sama dengan nervus yang menginervasi 

paha bagian posterior. Nyeri alih ini  

biasanya difus, tidak lokal, dan terasa dalam. 

Intensitas nyeri alih tidak jauh berbeda dengan nyeri lokal. Setiap gerakan yang memperberat atau meringankan intensitas nyeri 

lokal juga dapat memengaruhi nyeri alih. 

Contoh proses patologis yang menimbulkan nyeri alih yaitu  strain pada sendi 

sakroiliaka. Pasien dapat merasakan nyeri 

alih dari punggung bawah ke bokong atau 

paha bagian posterior. Saat pasien bergerak 

abduksi paha melawan tahanan, nyeri akan 

bertambah berat dan dapat dirasakan di 

simfisis pubis atau selangkangan. 

Nyeri radikular berasal dari struktur radiks 

spinalis yang mengalami proses tarikan, 

iritasi, atau kompresi. Karakteristik nyeri 

radikular memiliki intensitas yang lebih 

berat, penjalaran hingga ke tungkai bawah 

sesuai perjalanan sarafnya, dengan batas 

yang lebih tegas. Penjalaran nyeri radikular 

yang paling khas terjadi pada iskialgia, yang 

berasal dari bokong menjalar ke sepanjang 

posterior paha, betis, hingga ke kaki. Nyeri 

terasa tajam dan kadang-kadang tumpang 

tindih dengan nyeri bersifat tumpul. Perilaku  

Nyeri Punggung Bawah 

batuk, bersin, atau mengedan dapat memperberat nyeri radikular. Oleh karena struktur saraf yang terkena pada nyeri radikular, 

maka defisit neurologis, seperti parestesia, 

hipestesia, monoparesis, hiporefleks, dan 

atrofi otot, dapat ditemukan pada pasien. 

Dengan demikian, nyeri radikular berbeda 

dengan nyeri alih. Walaupun nyeri alih juga 

bisa menjalar, namun  tidak sampai distal dari 

lutut dan tidak disertai defisit neurologis. 

Segala proses patologis yang mengenai radiks pada punggung bawah akan menimbulkan nyeri radikular, contohnya herniasi 

diskus intervertebralis dan kanalis stenosis. 

Herniasi diskus intervertebralis memiliki 

karakteristik tambahan berupa nyeri yang 

bertambah berat saat membungkuk, duduk, 

atau berubah posisi duduk ke berdiri. Nyeri 

terasa berkurang saat pasien berbaring 

telentang dengan lulut fleksi untuk mengurangi lordosis lumbal. 

Di lain pihak, kanalis stenosis memiliki ciri 

tambahan berupa nyeri yang bertambah berat saat duduk lama, berdiri, atau berjalan. 

Nyeri akan membaik saat istirahat setelah 

aktivitas ini . Posisi yang paling nyaman bagi pasien kanalis stenosis yaitu  

jongkok, agak membungkuk ke depan, dan 

fleksi panggul dan lulut. Hal ini menyerupai posisi pengendara sepeda. Selain itu, 

ada fenomena klaudikasio neurogenik 

pada kanalis stenosis, yang ditandai dengan 

aktivitas berjalan dan berdiri memicu 

hipestesi dan kelemahan tungkai secara 

bertahap, sehingga memaksa pasien untuk 

duduk istirahat. Hal ini disebabkan oleh insufisiensi arteri iliofemoral. 

Selain itu, nyeri radikular isialgia dapat dijumpai pada sindrom piriformis. Hal ini dise babkan oleh kompresi sarafiskhiadikus yang 

mengalami dalam perjalanannya oleh otot. 

Ciri khas dari sindrom ini yaitu  nyeri yang 

muncul saat otot teregang melalui gerakan 

fleksi, aduksi, dan endorotasi sendi panggul. 

Spasme otot sekunder biasanya terjadi sebagai mekanisme proteksi nosiseptif akibat 

iritasi lokal pada struktur tulang belakang. 

Kontraksi otot berkepanjangan dapat menimbulkan nyeri lokal yang tumpul dan terasa kram. Pasien kadang-kadang merasakan 

spasme otot ini pada otot-otot sakrospinalis 

dan gluteal. 

Diagnosa  

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang 

baik dan fokus dapat mengarahkan NPB ke 

dalam klasifikasi NPB, yang meliputi NPB 

nonspesifik, NPB yang berkaitan dengan radikulopati atau stenosis spinalis, dan NPB 

yang berkaitan dengan pemicu  spinal lain 

yang spesifik Anamnesis harus disertai penilaian faktor risiko psikososial yang berguna untuk memprediksi risiko terjadinya 

NPB kronik dan kekambuhan yang menimbulkan disabilitas. 

Klinisi sebaiknya tidak melakukan pemeriksaan pencitraan atau tes diagnostik lain 

secara rutin pada pasien NPB nonspesifik 

Pemeriksaan penunjang, sepelti MRI, harus 

sesuai dengan indikasi, misalnya ada 

defisit neurologis berat dan progresif atau 

dicurigai ada kondisi serius yang mendasari 

(underlying disease). 

Melalui anamnesis, klinisi mendapat data 

mengenai pemicu terjadinya NPB, seperti  

membungkuk (bending), memutar (twisting), mengangat beban (lifting), atau bahkan 

hanya dengan bangun dari kondisi berbaring. Evaluasi keluhan NPB baru pertama kali 

atau kambuh berulang penting untuk diketahui. Setiap episode kambuh berulang biasanya memiliki intensitas nyeri yang lebih berat 

disertai peningkatan gejala dari sebelumnya. 

Setiap pasien NPB harus dievaluasi adaftidak tanda bahaya (red flags). Adanya tanda 

bahaya mengarah kepada jenis NPB yang 

membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut serta pengobatan segera (Tabel 2). 

Nyeri yang bersumber dari struktur-struktur yang membentuk tulang belakang, 

seperti otot, ligamentum, sendi faset, dan 

diskus dapat beralih ke regio paha bawah, 

namun jarang ke area di bawah lutut. Nyeri 

yang berkaitan dengan sendi sakroiliaka 

seringkali beralih ke paha bawah, namun  

juga dapat menjalar ke bawah lutut. Adanya 

iritasi, benturan, atau kompresi saraf lumbalis akan memicu nyeri yang lebih 

dirasakan pada tungkai dibandingkan pada 

punggung bawah. Nyeri yang berasal dari 

radiks atau saraf spinal L1-L3 akan beradiasi ke panggul dan atau paha bawah, sedangkan nyeri yang berasal dari L4-S1 akan 

beradiasi di bawah lutut. Herniasi diskus 

sentralis, subsentralis, atau lateralis dapat 

mengenai saraf yang berbeda-beda pada 

tingkat yang sama, yang dapat dinilai berdasar  pemeriksaan neurologis terhadap 

ekstremitas bawah berupa kekuatan motorik, sensorik, dan refleks (Tabel 3). 

 

Pemeriksaan fisik pada regio lumbosakral, 

pelvis, dan abdomen dapat memberikan petunjuk etiologi NPB. Beberapa pemeriksaan 

fisik khusus dilakukan pada pasien NPB 

(Gambar 8). Pemeriksaan straight leg raise 

test dilakukan dalam posisi terlentang, kedua 

tungkai diangkat, dengan kedua lutut dalam 

posisi ekstensi. Hasil tes yang positif ditandai 

jika ada nyeri yang memjalar ke bawah 

lutut, yang menunjukkan sumber nyeri berasal dari radiks atau saraf spinal L4-S 1. Selain 

itu, reverse straight leg raise test dikerjakan 

dalam posisi pasien tengkurap, dilakukan 

ekstensi panggul dan fleksi lutut Hasil positif 

ditandai dengan nyeri yang menjalar ke anterior paha bawah, yang menunjukkan keterlibatan radiks atau saraf spinal L3. 

Jika dicurigai adanya kondisi serius yang mendasari NPB, maka MRI merupakan modalitas 

terpilih untuk sebagian besar kasus (Gambar 

9). CT scan merupakan alternatifjika ada 

kontraindikasi atau tidak tersedia fasilitas 

MRI. Hasil MRI atau CT scan harus disesuaikan dengan klinis pasien, mengingat kemungkinan hasil ini  positif palsu yang semakin sering sesuai dengan meningkatnya usia. 

 

Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah dan 

C-reactive protein berguna jika dicurigai infeksi atau adanya neoplasma di sumsum 

tulang. Pemeriksaan ini paling sensitif pada 

kasus-kasus infeksi spinal karena pada kasus terse but biasanya tidak disertai demam 

dan pemeriksaan darah lengkap menunjukkan hasil yang normal. Diperlukan pemeriksaan MRI dengan kontras serta biopsi pada 

kasus-kasus yang memiliki keterbatasan 

dalam pemeriksaan laboratorium. 

PENGOBATAN 

Tujuan pengobatan NPB akut yaitu  untuk 

mengurangi nyeri, mengembalikan pasien 

ke dalam aktivitas sehari-hari, menurunkan 

hilangnya waktu kerja, dan mengembangkan strategi untuk mengatasi nyeri melalui 

edukasi. Optimalisasi pengobatan nyeri 

akut dapat mencegah berkembang menjadi  

kronik. Pada prinsipnya penatalaksanaan 

untuk NPB dibagi menjadi tiga, yaitu pengobatan penyakit yang mendasarinya, tindakan operasi, dan terapi konservatif. 

1. Pada NPB yang berasal dari organ abdomen dan bagian posterior abdomen, 

serta NPB akibat metastasis spinal, maka 

pengobatan ditujukan pada pengobatan 

penyakit yang mendasari ini . 

2. Pada NPB yang dapat disembuhkan dengan operasi, tentukan indikasi dan untung rugi tindakan operasi pada awal 

awitan NPB atau setelah terapi konservatif terlebih dahulu. 

3. Pada NPB tanpa indikasi operasi: 

a. lstirahat; membatasi aktivitas fisik, 

atau memakai  korset 

b. Terapi fisik; pada prinsipnya dilakukan termoterapi, namun juga dengan 

traksi. Terapi fisik ini harus didahului 

 

dengan penilaian yang tepat oleh ahlinya. 

c. Terapi olah raga: 

• Untuk meningkatkan kekuatan otot 

dan menghasilkan korset alami dari 

otot-otot abdomen dan otot-otot 

punggung 

• Untuk melakukan latihan peregangan 

dan relaksasi 

• Untuk meningkatkan kekuatan tulang 

dengan memberikan beban mekanik 

pada tulang-tulang 

d. Orthoses; sebagai imobilisasi tulang belakang serta mengkoreksi kifosis dan 

skoliosis. 

e. Terapi medikamentosa: 

• Terapi kuratif dengan antibiotik, antifungal, atau obat anti tuberkulosis 

untuk kasus-kasus infeksi 

• Terapi simptomatik dengan obatobatan antiinflamasi dan analgetik 

• Menghilangkan nyeri dengan blok lokal atau blok saraf 

f. Psikoterapi; konseling untuk nyeri punggung bawah kronik dan nyeri punggung 

bawah psikogenik 

g. Panduan untuk menjalankan kehidupan 

sehari-hari: panduan gaya hidup dan 

kerja yang tidak baik yang dapat mempengaruhi timbulnya atau memperberat 

nyeri punggung bawah. 

Oleh karena sebagian besar pasien 

dalam praktik sehari-hari tergolong NPB 

nonspesifik, maka American Family Physician mengemukakan tata laksananya 

sebagai berikut: 

638 

1. Pada kunjungan pertama pasien 

a. Edukasi pasieli 

• Meyakinkan pasien bahwa prognosis nyeri punggung bawah seringkali 

baik, dengan sebagian besar kasus hilang dengan sendirinya tanpa banyak 

intervensi. 

• Memberi saran kepada pasien untuk 

tetap aktif, sebisa mungkin hindari 

bed rest dan kembali ke aktivitas normal secepat mungkin. 

• Memberi saran kepada pasien untuk 

menghindari gerakan memutar (twisting) dan membungkuk (bending) terutama saat mengangkat barang. 

Tujuan dari edukasi kepada pasien 

yaitu  untuk mengurangi kekhawatiran 

terhadap nyeri punggung bawah yang 

dialaminya serta mengajarkan cara 

untuk menghindari nyeri bertambah 

berat atau timbul kembali. 

b. Mulai terapi dengan obat antiinflamasi 

nonsteroid (OAINS) atau asetaminofen. 

OAINS merupakan obat lini pertama untuk terapi NPB. 

c. Pertimbangkan pemberian pelemas otot 

berdasar  keparahan nyeri, misalnya 

diazepam, siklobenzaprin, tizanidin, dan 

metaksalon. 

d. Pertimbangkan terapi opioid jangka 

pendek jika intensitas nyeri berat. 

e. Pertimbangkan memberikan rujukan 

untuk terapi fisik jika ini bukan merupakan episode pertama. Terapi fisik telah 

dikatakan dapat menurunkan nyeri, disabilitas, dan risiko terjadinya kekambuhan setelah episode pertama NPB.  

2. Pada kunjungan kedua pasien (2 hingga 4 

minggu setelah kunjungan pertama, jika 

pasien belum ada perbaikan yang bermakna). 

a. Pertimbangkan mengganti ke OAINS 

lain. 

b. Pertimbangkan memberikan rujukan 

untuk terapi fisik jika belum dilakukan pada kunjungan pertama. 

c. Pertimbangkan untuk dirujuk ke subspesialis tulang belakang jika intensitas nyeri hebat atau membatasi aktivitas sehari-hari. 

CONTOH KASUS 

Seorang laki-laki 28 tahun datang ke klinik 

dengan keluhan nyeri pinggang bawah sejak 5 

hari lalu. Nyeri dirasakan setelah pasien mengangkat galon air. Karakteristik nyeri seperti 

tertekan, hilang timbul, tidak menjalar, dan intensitas ringan sedang. Nyeri memberat saat 

membungkuk, berubah posisi dari berbaring 

ke dudukjberdiri. Nyeri membaik saat istirahat 

dan berbaring. Pemeriksaan fi.sik menunjukkan spasme otot dan ada trigger pointpada otot 

paravertebrallumbal tanpa defisit neurologis. 

Pertanyaan 

1. Apakah etiologi NPB yang paling mungkin pada pasien ini? 

a. Tumor 

b. Trauma 

c. Infeksifinflamasi 

d. Degeneratif 

e. Idiopatik 

Jawaban: B 

2. berdasar  data kasus, tergolong apa 

nyeri yang dialami pasien? 

a. Nosiseptif, akut 

b. Nosiseptif, kronik 

639 

Nyeri Punggung Bawah 

c. Neuropatik 

d. Campuran nosiseptif dan neuropatik 

e. Breakthrough pain 

Jawaban:A 

3. Apa saja tanda bahaya yang belum dieksplorasi pada kasus ini? 

a. Demam 

b. Penurunan berat badan 

c. Riwayat keganasan 

d. Riwayat infeksi tuberkulosis 

e. Semua benar 

Jawaban: E 

4. Apa saja PENGOBATAN medikamentosa 

yang dapat diberikan pada kasus ini? 

a. Parasetamol 

b. Ibuprofen 

c. Diazepam 

d. Hanya a dan b yang benar 

e. Pilihan a, b, dan c benar 

Jawaban: E 

5. Enam bulan berikutnya, pasien datang lagi 

ke klinik dengan keluhan nyeri pinggang 

yang lebih berat dari sebelumnya. Pasien 

memiliki riwayat demam, batuk kronik, 

dan penurunan berat badan. Pemeriksaan 

fi.sik ada gibbus, deformitas kifosis pada segmen torakal, dan nyeri tekan 

vertebra tor