cta kondisi
ini , pasien cemas berlebihan dengan
konsekuensi akibat cedera yang dialaminya,
di sam ping trauma servikal yang juga serius.
PATOFISIOLOGI
Struktur anatomi leher dibentuk oleh tujuh
tulang vertebra servikal yang sating tersusun satu sama lain. Bersama ligamen dan
otot-otot leher sebagai jaringan pendukung,
tulang belakang servikal membentuk kanalis spinalis yang mengelilingi dan melindungi medulla spinalis (Gam bar 1).
Di antara setiap tulang vertebra servikal ada diskus intervertebralis yang menjad·
peredam antar tulang (shock absorber) satu
dengan yang lainnya. Pemberian tekanan yang
besar pacta diskus akan memicu material yang menyerupai gelatin dalam diskus
mengalami protrusi keluar dari kapsulnya, sehingga terjadi ILerniasi_diskus yang memicu radikulopati.
Di sekitar tulang dan diskus juga ada
lapisan tebal ligamen yang menegang untuk membatasi gerakan antara satu tulang
servikal dengan lainnya. Trauma leher maupun trauma kepala dapat memicu
whiplash injury yang merobek ligamen ini.
Selain itu, ada pula otot-otot kecil antara tulang vertebra dan otot-otot utama
leher yang berfungsi sebagai lapisan pelindung berikutnya. Otot-otot ini bertanggungjawab untuk membantu menegakkan
kepala, mempertahankan postur normal,
serta menyangga dan menggerakkan leher
(Gambar 2). Iritasi dan overuse pacta otototot ini memicu terjadinya cervical
strain atau ketegangan leher.
ada beberapa kemungkinan yang mendasari nyeri leher. Namun demikian, seringkali sulit untuk memastikan pemicu definitif nyeri leher ini . Hal ini dikarenakan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologis seringkali tumpang tindih dan tidak
berkorelasi langsung dengan keluhan pasien.
Penting untuk disadari bahwa gambaran
radiologis, terutama gambaran degeneratif
pacta pencitraan seringkali tidak berhubungan dengan derajat nyeri, disabilitas, atau gejala lain yang dikeluhkan oleh pasien.
Secara umum, nyeri leher klasifikasi pemicu nyeri leher dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yakni:
1. Nyeri Aksial
Nyer· aksial merupakan nyeri muskuloskeletal yang dapat disebabkan karena
kelainan pada otot, sendi, atau tulang
di daerah leher. Nyeri aksial pada leher
dapat disebabkan karena hal-hal di
bawah ini:
a. Keteg&ngan otot leher (cervical strain
&sprain)
Ketegangan otot leher dapat terjadi
ketika terjadi cedera pada otot-otot
leher yang memicu terjadinya spasme pada otot-otot leher
dan punggung atas. Gervical strain
sering timbul akiba stres fisik pada
kehidupan sehari-hari, termasuk kebiasaan postur yang buruk, ketegangan otot akibat stress psikologis, atau
kebiasaan tidur yang buruk. Cedera
akibat olahraga juga dapat memicu ketegangan otot leher.
Sementara itu, cervical sprain merupakan
kondisi cedera pacta ligamen. Diagnosa
cervical sprain mengindikasikan adanya
kerusakan pacta ligamen dan struktur
kapsular yang menghubungkan sendffaset
dan tulang belakang. Dalam prakteknya,
sulit untuk membedakan cervical sprain
dan strain, dan keduanya sering terjadi
secara simultan.
b. Nyeri miofasial servikal ( myofascial pain)
Nyeri ini dapat muncul setelah trauma atau pacta kondisi medis lain,
seperti stres psikologis, depresi, dan
insomnia. Karakteristik yang khas
dari nyeri miofasial yaitu terdapatnya myofascial trigger points (MTrPs),
suatu titik nyeri hiperiritabel yang
ada pacta serabut otot rangka
yang dapat terpalpasi dan memicu nyeri serta nyeri rujukan
dan disfungsi motorik ke lokasi lain
(Gambar 3).
c. Spondilosis servikal
Spondilosis terjadi akibat aktivitas
leher pacta kegiatan sehari-hari selama
bertahun-tahun. Terjadi perubahan degeneratif secara gradual pacta tulang
belakang servikal, yaitu diskus intervertebralis menipis, sendi faset mengalami
robekan, dan ruang intervertebra menyempit. Lebih dari 90% kasus jepitan
saraf di tulang belakang disebabkan
karena spur atau osteofit. Spur pada
tulang terbentuk pacta bagian pinggir
atau tepi tulang belakang dan sendi faset, akibat peningkatan tekanan pacta
jaringan di sekitarnya. Pada sebagian
kasus, proses degeneratif merupakan
hal yang normal sesuai dengan bertambahnya usia. Namun demikian,
perubahan degeneratif yang berat
merupakan hal yang abnormal dan
akan memicu gejala klinis
yang mengganggu.
d. Nyeri diskogenik
Nyeri diskogenik diduga merupakan pen: ebab tersering nyeri leher, terutama
pada rentang usia 5-50---tahun. Nyeri
ini disebabkan karena adanya perubahan
struktural pada satu atau beberapa diskus inte!Vertebralis servikal. Diskus yang
paling sering bermasalah yaitu C5-C6
dan C6-C7, mencapai 75% kasus.
e. Sindrom faset servikal
Sendi fasetmerupakan salah satu daerah
Nyeri Leher
yang seringkali menjadi sumber nyeri
pada tulang belakang. Sendi yang terletak pada sisi kiri dan kanan tulang vertebra ini (Gam bar 4) merupakan daerah
yang paling dipengaruhi oleh nyeri leher
akibat cedera whiplash. Cedera whiplash
yang paling sering dalam kehidupan
sehari-hari yaitu kecelakaan bermotor
yang.,rnengakibatkan gerakao kepala ke
depan dan ke belakang secara tiba-tiba.
Kemungkinan patofisiologi lain yaitu
pekerjaan atau aktivitas yang menuntut
penderitanya melakukan gerakan ekstensi leher berulang.
f. Diffuse skeletal hyperostosis
Diffuse skeletal hyperostosis (DISH)
merupakan sind rom klinis akibatkalsifikasi abnormal pada ligamen dan.tendon sepanjang tulang belakang leher,
yang memicu pengerasan pad a
ligamen dan tendon ini . Kondisi
ini selain terjadi pacta tulang belakang
servikal juga dapat melibatkan tulang
belakang torakal dan lumbal.
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal dapat memicu nyeri yang menjalar akibat iritasi
atau penekanan pada radiks akibat protrusi diskus intervertebralis, artritis pada
tulang belakang, a tau adanya massa yang
menekan saraf (seperti kista sinovial). pemicu paling sering radikulopati yaitu
perubahan_ degeneratif akibat penuaan
a tau cedera dan herniasi diskus intervertebralis servikal.
Nyeri yang menjalar biasanya disertai
gejala lain seperti gangguan sensorik dan
kelemahan motorik. Pembahasan lebih
detail mengenai nyeri radikulopati dibahas
dalam bab Radikulopati buku ini.
3. Mielopati Servikal
Mielopati merupakan gangguan._pada medula spinalis yang umumnya disebabkan
karena kompresi. Mielopati servikal paling
sering disebabkan karena spondilosis atau
perubahan degeneratif yang memicu penyempitan kanalis spinalis sentral.
Penyempitan yang terjadi memicu
cedera pada medula spinalis. pemicu
lain dapat berupa penekanan oleh tumor.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gejala utama nyeri aksialleher yaitu nyeri.
Pada cervical strain dan sprain, gejala nyeri
disertai kekakuan dan ketegangan pada otot
leher, punggung atas dan bahu yang dapat
berlangsung berminggu-minggu, tanpa kelainan neurologis. Pada nyer:i miofasial, nyeri
disertai oleh kekakuan dan nyeri tekan pada
otot servikal yang sensitif terhadap nyeri.
Sementara itu, gejala klinis spondilosis
servikal mencakup nyeri leher yang
diperberat dengan gerakan; nyeri alih yang
dirasakan di daerah oksiput, di antara
tulang belikat dan lengan atas; nyeri di
daerah retroorbita atau temporal (dari C1-
C2); kekakuan leher; abnormalitas sensorik
atau kelemahan pada lengan atas; dizziness
dan gangguan kese-imbangan; kadangkadang ada keluhan sinkop, migrain,
atau pseudo-angina. Diagnosa spondilosis
servikal seringkali cukup berdasar
gejala dan tanda klinis di atas.
Pada nyeri diskogenik servikal, gejala klinis
mencakup nyeri pada leher pada saat menengokkan atau memiringkan kepala. Nyeri
dapat memberat jika leher dipertahankan
pada satu posisi dalam waktu lama, seperti
saat berkendara, membaca atau bekerja
dengan komputer. Seringkali ada pula
gejala ketegangan oto dan spasme. Nyeri
diskogenik seringkali juga memberikan gejala
nyeri yang menjalar ke daerah bahu dan
lengan.
Gambaran klinis nyeri fasetservikal umumnya
berupa nyeri leher hingga nyeri kepala dan
keterbatasan rentang gerak (range of motion
/ROM) leher. Rasa nyeri dirasakan tumpul dan
tidak nyaman, terutama pad a bagian posterior
leher dan dapat menjalar hingga pundak
atau daerah punggung tengah (Gambar 5).
Pemeriksaan fisik yang didapatkan yaitu
nyeri palpasi pada daerah faset atau otot
paraspinal dan nyeri pada saat melakukan
gerakan ekstensi atau rotasi leher tanpa
disertai adanya defisit neurologis.
Pasien diffuse skeletal hyperostosis (DISH)
memiliki gejala yang amat bervariasi, mulai
dari asimtomatik hingga atau memiliki gejala
berupa kekakuan otot, keterbatasan gerak
(mobilitas), dan nyeri. Radikulopati servikal
memiliki gejala klinis nyeri radikulat~ mulai
dari leher; bahu, lengan atas, hingga jari. Selain nyeri, pasien radikulopati servikal dapat
merasakan hipestesia atau paresthesia sesuai
dermatom dan monoparesis tipe LMN. Sementara itu, gejala mielopati servikal dapat
berupa nyeri yang disertai kelemahan motorik, gangguan sensorik, gangguan koordinasi,
serta ganggauan otonom (inkontinensia dan
disfungsi ereksi).
Diagnosa DAN Diagnosa BANDING
Evaluasi nyeri leher biasanya dimulai dengan
mengamati kemampuan seseorang untuk
menggerakkan kepala ke kiri dan kanan,
fleksi ke depan dan ekstensi ke belakang,
serta fleksi ke tiap sisi. Amati pula postur dan
gerakan pada leher dan bahu pasien. Lakukan
palpasi dan rasakan otot-otot di leher; kepala,
punggung atas, dan bahu untuk mendeteksi
daerah nyeri, adanya kelemahan, atau ketegangan otot. Jika ada kelemahan atau
gangguan sensorik, lakukan pula evaluasi
kekuatan motorik dan sensorik di ekstremitas. Dalam beberapa kasus, tergantung pada
usia pasien, gejala klinis dan riwayat medis,
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti foto Rontgen, CT scan, MRI, atau elektromiografi (EMG).
Pada kasus dengan kecurigaan cedera leher,
pemeriksaan foto Rontgen servikal anteroposterior, lateral, oblik, dan odontoid menjadi
pemeriksaan awal yang rutin di-kerjakan.
Seluruh 7 tulang vertebral servikal harus
tervisualisasi dan jarak diskus intervertebralis antar tulang kurang lebih sama. Foto
lateral bermanfaat untuk menilai kesegarisan (alignment) dan adanya pembengkakan
jaringan lunak. Jarak normal antara bagian
depan C3-CS dan bayangan trakea yaitu
Smm pada dewasa. Jika jarak ini melebar, diperkirakan adanya pembengkakan
jaringan lunak dan cedera yang signifikan.
Sisi posterior korpus vertebral dalam keadaan normal akan berada dalam satu garis
yang membentuk kurva lordosis. Garis yang
ditarik dari aksis horizontal tiap prosesus
spinosus tulang vertebra servikal dalam
kondisi normal akan terjadi konvergensi
pada 1 titik di posterior. Hilangnya lordosis
mengimplikasikan adanya spasme otot, sementara hilangnya konvergensi menandakan kemungkinan instabilitas tulang vertebra. Posisi lateral juga bermanfaat dalam
menilai stabilitas C1 dari C2. Posisi oblik
paling baik dalam menilai sendi faset dan
foramen neural.
Pemeriksaan CT scan servikal dikerjakan
pada pasien yang memilki kelainan pada
foto Rontgen, atau pada pasien dengan kecurigaan fraktur, namun hasil foto tidak
konklusif. Adanya disrupsi korpus vertebra
atau lamina, fraktur pada sendi faset, dan
fragmen tulang intrakanal akan jelas terlihat
dengan CT scan. Karena itu, CT scan meru-
pakan pencitraan utama untuk mengevaluasi lesi traumatik pada tulang servikal.
Sementara itu, pemeriksaan MRI servikal
diindikasikan pada pasien dengan defisit
neurologis, jika pada foto Rontgen tidak
ditemukan kelainan yang pasti. MRI bermanfaat dalam mengevaluasi kelainan pada
medula spinalis dan radiks, kelainan pada
soft tissue, herniasi diskus intervertebralis,
disrupsi ligamen, dan siringomielia.
PENGOBATAN
Sebelum memberikan tata laksana, harus
ditentukan pemicu nyeri leher. Pasien diharuskan segera ke RS pada kondisi cedera
kepala atau cedera leher berat, gangguan
kontrol huang air besar a tau huang air kecil,
nyeri leher yang sangat berat (visual analog
scale/VAS >6), atau jika ada kelemahan
atau gangguan sensorik pada ekstremitas.
Demikian pula jika ada nyeri leher yang
tidak membaik dalam 1 minggu, dianjurkan
untuk dibawa ke RS. Kondisi-kondisi ini merupakan bagian dari tanda bahaya
(red flags) yang harus selalu dinilai pada
pasien dengan keluhan nyeri leher, selain
keadaan berikut:
a. Tanda keganasan, infeksi, dan inflamasi
Demam, keringat malam, be rat bad an yang
turun drastis, riwayat tuberkulosis, riwayat infeksi human immunodeficiency virus
(HIV), atau riwayat pemakaian imunosupresan, nyeri yang sangat hebat (VAS 10),
nyeri yang intraktabel pada malam hari,
limfadenopati servikal, dan nyeri tekan
pada korpus vertebra servikal.
b. Mielopati
Gangguan gait, clumsy hand, defisit neurologis yang objektifberupa gejala upper
motor neuron (UMN) di tungkai dan gejala lower motor neuron (LMN) di lengan.
c. Kondisi lain
Riwayat osteoporosis berat, riwayat operasi
leher; drop attack saat menengokkan leher,
serta nyeri yang berat dan menetap atau
makin meningkat.
Pada sebagian besar kasus, nyeri leher
cukup diterapi secara konservatif dengan
analgesik over-the-counter; dan terapi fisik
memakai pemanasan, massage, dan
latihan penguatan danjatau peregangan
yang dapat dikerjakan di rumah. Jika nyeri
tidak menghilang setelah 1-2 minggu
terapi di rumah, direkomendasikan untuk
dilakukan evaluasi lebih lanjut di fasilitas
kesehatan.
Secara umum, PENGOBATAN nyeri leher
di fasilitas kesehatan dapat dibagi menjadi terapi konservatif, terapi intervensi
nyeri, dan terapi surgikal. Terapi konservatifterdiri atas:
1. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat berupa
pemberian analgesik asetaminofen atau
obat antiinflamasi nonsteroid (GAINS),
seperti ibuprofen, meloksikam, dan
naproksen, dapat membantu mengatasi nyeri derajat ringan dan sedang. Jika
ada spasme otot yang berat, dapat
diberikan golllngan pelemas otot. Jika
derajat nyeri leher dirasakan berat, direkomendasikan pemberian antidepresan trisiklik.
2. Terapi fisik
Terapi fisik dapat dibagi dalam 3 tahap
yakni tahap akut, tahap pemulihan (re -
covery), dan tahap rumatan (mainte-
NyeriLeher
nance). Terapi fisik fase akut bertujuan
untuk mengurangi nyeri dan inflamasi,
mengembalikan ROM daerah yang tidak
nyeri, memperbaiki kontrol postural
leher, dan mencegah atrofi otot-otot
leher.
Pada fase pemulihan, terapi fisik bertujuan
untuk menghilangkan nyeri secara sempurna, memperbaiki dan menormalisasi
ROM pasif dan aktif, melanjutkan perbaikan kontrol postural, dan memulai tahap
agar otot leher dapat dipakai untuk
latihan olahraga. Selanjutnya, terapi fisik
fase rumatan bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki keseimbangan,
meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot leher dalam melakukan gerakan aktif,
sehingga pasien memiliki postur yang
normal dan dapat beraktivitas sehari-hari
tanpa nyeri.
Modalitas yang dapat dipakai dalam
terapi fisik mencakup:
a. Pendinginan - dengan kantung es
pada daerah yang nyeri di leher juga
dapat membantu mengurangi derajat
nyeri.
b. Pemanasan - dengan air atau uap
hangat juga dapat membantu mengurangi nyeri. Namun demikian, pada
nyeri akut gunakan es lebih dulu sebagai terapi inisial. Pemanasan boleh
dijadikan terapi inisial jika pasien
tidak sensitif dan tidak dapat mentoleransi dingin.
c. Massage - Pemijatan dapat membantu menghilangkan spasme otot
dan dapat dikerjakan setelah pemanasan atau pendinginan pada otot
leher. Dapat dilakukan secara manual
dengan tangan atau dengan vibrator
elektrik Pada saat dilakukan pemijatan, otot leher harus dalam keadaan
relaks dengan menyangga kepada atau
posisi berbaring.
3. Latihan penguatan dan peregangan
Setelah mengalami cedera, rentang gerak
leher harus direstorasi dan dipertahankan. Hal ini dilakukan dengan latihan yang
meregangkan dan menguatkan otot-otot
leher. Latihan ROM dan peregangan dapat
membantu mengurangi nyeri pascacedera
otot Latihan paling baik dilakukan saat
otot dalam keadaan hangat, misalnya
pascapemanasan atau beberapa menit
setelah latihan kardio. Latihan dapat dilakukan pada pagi hari untuk menghilangkan kekakuan otot dan malam hari sebelum tidur.
Beberapa gerakan dibawah ini dapat dilakukan untuk menguatkan dan meregangkan otot leher cervical strain yang
merupakan pemicu nyeri leher terbanyak Jangan lakukan gerakan terse but
pada kasus selain cervical strain, terlebih
pada radikulopati atau mielopati.
a. Neck tilting
Tundukkan leher hingga maksimal
dan tahan selama 5 detik sebelum
kern bali ke posisi normal (Gambar 6).
Ulangi sebanyak 5 kali.
b. Neck tilting side to side
Miringkan leher ke arah bahu, tahan
selama 5 detik ke setiap sisi dan ulangi
masing-masing sisi 5 kali (Gambar 7).
c. Neckturn
Tengokkan leher ke arah kiri dan
kanan hingga maksimal dengan posisi dagu sejajar (Gambar 8). Lakukan masing-masing selama 5 detik ke
setiap sisi dan ulangi masing-masing
sisi 5 kali
d. Neck stretch
Angkat leher ke arah dagu, tahan selama
5 detik, dan ulangi 5 kali (Gambar 9).
e. Stimulasi elektrik
Dengan memakai transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS) dapat membantu mengurangi
nyeri serta meningkatkan mobilisasi
dan kekuatan otot.
f. Traksi servikal
Traksi ini memakai beban yang
bertujuan menarik tulang leher dan
mengkoreksi kolumna spinalis menjadi
sejajar fnood alignment). Sayangnya,
berbagai studi menunjukkan teknik
traksi tidak memiliki manfaat yang signifikan dalam PENGOBATAN nyeri leher.
g. pemakaian bidai servikal (collar neck)
Bidai servikal diindikasikan pada kasus
nyeri leher. pemakaian nyaharus sesuai
anjuran dokter, karena dapat menunda
proses pemulihan dan memicu kelemahan leher jika dipakai rutin
dalam jangka panjang.
4. Kurangi stres
Stres emosional akan dapat meningkatkan ketegangan otot leher dan akan
mempengaruhi serta memperlambat
proses pemulihan. Teknik relaksasi akan
mengatasi ketegangan muskuloskeletal.
Aktivitas lain yang dapat mengurangi
stres mencakup meditasi, ibadah, dan
hipnosis.
Menjaga postur tubuh
Aktivitas dan posisi tubuh yang dapat
mencegah atau mengurangi nyeri leher
yaitu posisi leher netral dan meminimalisir ketegangan sepanjang otot dan
ligamen pendukung leher. Gerakan leher
yang berlebihan, aktivitas, dan posisi
tubuh yang memicu ketegangan
konstan harus dihindari atau diminimalisir. Hindari duduk dalam posisi yang
sama selama berjam-jam dan lakukan
istirahat berkala selama 5 me nit, bila pekerjaan mengharuskan kita pacta posisi
tertentu dalam waktu lama. Atur posisi
monitor komputer sejajar dengan mata,
agar kepala tidak terlalu menunduk atau
mendongak. Hindari menaruh juga be ban
berat di punggung atas serta pertahankan posisi postur leher yang baik dalam
setiap kondisi termasuk saat tidur.
6. Lain-lain
Adapun modalitas terapi lain, seperti
akupuntur, biofeedback, dan chiropractic,
masih memerlukan beberapa penelitian
untuk mengetahui efektivitasnya.
Sementara itu, terapi intervensi nyeri
mencakup tindakan injeksi untuk men
gurangi nyeri dengan atau tanpa panduan
(guiding tools). Di antara tindakan intervensi nyeri Ieber yang tidak memerlukan
panduan adalab injeksi trigger point
dengan anestetik lokal, seperti lidokain.
Tindakan ini dapat direkomendasikan hila latiban peregangan dan massage
tidak mengurangi nyeri secara signifikan
pada kasus cervical strain atau nyeri miofasial. Sayangnya, tidak ada cukup
bukti babwa injeksi trigger point dapat
mengurangi nyeri atau mempercepat
penyembuban dalam jangka panjang. Injeksi steroid pada otot Ieber tidak dianjurkan, karena berisiko memicu
cedera pada otot. Pada kasus nyeri Ieber
lainnya, seperti nyeri diskogenik atau
nyeri faset, jika akan dilakukan tindakan intervensi nyeri, dapat dipandu dengan memakai ultrasonografi atau
fluoroskopif C-arm.
Modalitas terakhir manajemen nyeri
Ieber adalab dengan tindakan surgikal.
Meskipun tidak diperlukan dalam mengatasi mayoritas nyeri Ieber, tindakan
bedab dapat dipertimbangkan pada kasus berniasi diskus intervertebralis yang
memicu radikulopati servikal atau
pada kasus mielopati akibat spondilosis
servikal, setelab terapi konservatif tidak
mengalami perbaikan. Selain itu pertimbangkan tindakan bedab jika ada
defisit neurologi yang progresif.
CONTOH KASUS
1. Seorang perempuan 63 tabun datang ke
klinik dengan keluban nyeri Ieber sejak
9 bulan lalu. Nyeri dirasakan lokal di belakang Ieber, seperti pegal, tidak menjalar.
620
Nyeri juga bilang timbul, terutama memberat saat posisi tidur.
Pertanyaan:
Menurut karakteristik temporal nyeri,
apa jenis nyeri yang dialami pasien ini?
a. Nyeri akut
b. Nyeri somatik
c. Nyeri kronik
d. Nyeri kronik eksaserbasi akut
e. Nyeri viseral
Jawaban: c. Nyeri kronik
2. berdasar epidemiologi, apakab pemicu tersering dari nyeri Ieber?
a. Faktor mekanik
b. Trauma
c. Keganasan/ neoplasma
d. Autoimun
e. Idiopatik
Jawaban e. Idiopatik
3. Lanjutan kasus:
Sejak 3 bulan lalu, nyeri bertambab parab.
Nyeri dirasakan terus menerus dan
kadang ada rasa kesetrum ke lengan kiri
dan kanan. Pasien mulai berobat ke dokter umum dan diberikan obat pengbilang
nyeri, namun keluban banya membaik sementara dan kemudian kambub sakit lagi.
Selanjutnya, pasien berobat ke dokter
saraf. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan ada tetraparesis UMN (kekuatan
motorik 4/5 untuk tiap ekstremitas), refleks patologis Hoffman Tromner ( +) bilateral, refleks fisiologis meningkat ( +3),
serta ada bipestesi dan bipobidrosis
setinggi C6 ke bawab. berdasar data
klinis saat ini, apakah tanda babaya yang
ditemukan pada kasus ini?
a. Demam
b. Penurunan berat badan
c. Nyeri yang memberat
d. ada kelemahan ekstremitas
e. Pilihan c dan d benar
Jawaban: e. Pilihan c dan d benar
4. Lanjutan kasus:
Setelah melakukan anamnesis lebih
lanjut, ternyata pasien memiliki riwayat
tumor otak pada ayah pasien dan kanker
payudara pada kakak kandung. Pasien
juga mengeluh batuk-batuk yang kadang
disertai darah dan berat badan menurun.
Pasien lalu menjalani pemeriksaan paru
dan didapatkan Diagnosa tumor paru.
Apakah pemicu nyeri leher pada pasien
ini?
a. Degeneratif usia tua
b. Osteoporosis
c. Terlalu sering batuk
d. Keganasanfneoplasma
e. Hernia nukleus pulposus
Jawaban: d. Keganasanfneoplasma
5. Bila intensitas nyeri pasien yaitu VAS
6, maka apa pilihan obat yang diberikan
pada pasien?
a. Parasetamol
b. Ibuprofen
c. Tramadol
d. Fentanil
e. Morfin
Jawaban: c. Tramadol
NYERI PUNGGUNG BAWAH
Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan
nyeri, ketegangan otot, atau kekakuan yang
terlokalisir di an tara batas iga bagian bawah
dan lipatan gluteus inferior, dengan atau
tanpa penjalaran ke paha danjatau tungkai
(sciatica). NPB dapat terjadi denganjtanpa
nyeri radikular atau nyeri alih yang menandakan kerusakan jaringan organ lain. Pada
prinsipnya, NPB disebabkan oleh kerusakan
jaringan saraf dan nonsaraf yang sangat dipengaruhi oleh aspek psikologis.
Keluhan NPB sering dijumpai pada praktik
sehari-hari. Sebanyak 17-31% dari total
populasi pernah mengalami NPB semasa
hidupnya. Oleh karena NPB sangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan posisi tubuh,
maka pasien NPB memiliki keterbatasan
dalam bergerak (disabilitas). Hal ini
memicu penurunan kualitas hidup
serta memiliki dampak sosial dan ekonomi
yangburuk.
berdasar studi The Global Burden of Disease tahun 2010, NPB merupakan penyumbang terbesar kecacatan global, yang diukur
melalui years lived with disability (YLD).
Studi di Inggris mengemukakan bahwa
NPB merupakan pemicu utama disabilitas pada dewasa muda yang menimbulkan
lebih dari 100 juta hari kerja hilang tiap
tahun. Dengan demikian, NPB pemicu
penurunan produktivitas kerja dan berkaitan dengan be ban ekonomi yang besar.
Secara temporal, NPB terbagi menjadi akut
( <6 minggu), subakut (7-12 minggu), kronik
(>12 minggu/3 bulan), dan rekuren. Sebagian besar penderita NPB mengalami rekurensi, yang sebenarnya merupakan bentuk
eksaserbasi akut pada NPB kronik. Penanganan NPB akut yang tidak cepat dan adekuat akan berakibat progresivitas keluhan
menjadi kronik dan rekuren. Selain itu, faktor stres psikologis juga turut meningkatkan
risiko kronisitas NPB. Kondisi kronik seperti
ini harus dicegah oleh klinisi yang menangani pasien NPB.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi NPB cukup bervariasi, dengan
hasil studi di negara-negara berkembang
menunjukkan prevalensi pertahun sekitar
22-65%. Data Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI menyatakan sebesar 18,37% dari
keseluruhan pasien nyeri yaitu NPB. Data
epidemiologi lain memperkirakan sekitar
40% penduduk Jawa Tengah berusia antara
65 tahun pernah menderita nyeri punggung,
dengan prevalensi 18,2% pada laki-laki dan
13,6% pada perempuan.
Di Amerika Serikat, NPB secara umum
merupakan pemicu kelima tersering
pasien datang untuk berobat. Data lain me laporkan bahwa 7,6% populasi dewasa di
Amerika Serikat mengalami NPB berat selama 1 tahun terakhir, dan hanya 39% diantara mereka mencari pengobatan.
PATOFISIOLOGI
Seperti nyeri pada umumnya, NPB dapat
terjadi akibat adanya kerusakan jaringan
saraf danfatau nonsaraf pada punggung
bawah. Di samping saraf, kerusakan dapat
pula mengenai tulang vertebra, kapsul sendi apofisial, anulus fibrosus, otot, dan ligamentum. Peregangan (stretching), robekan
(tearing), atau kontusio jaringan-jaringan
ini dapat terjadi akibat aktivitas seperti mengangkat be ban berat, gerakan memutar tulang belakang, dan whiplash injury.
Patofisiologi yang mendasari NPB sangat
berkaitan dengan mekanisme nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik sebagai akibat
dari kerusakan jaringan pada alinea sebelumnya. Pada NPB yang kronik dan rekuren,
ada proses patologis yang disebut sensitisasi sentral.
Nyeri Nosiseptif dan Neuropatik
Nyeri nosiseptif timbul akibat kerusakan
pada jaringan nonneural dan aktivasi nosiseptor. Nyeri ini menyertai aktivasi peripheral receptive terminals dari neuron
aferen primer sebagai respons terhadap
stimulus kimiawi, mekanik, atau termal
yang berbahaya. Di lain pihak, nyeri neuropatik didefinisikan sebagai nyeri yang
disebabkan karena lesi primer sistem saraf
somatosensorik Secara klinis, istilah nyeri
nosiseptifberarti nyeri yang timbul (output)
sebanding dengan input nosiseptif, berbeda
dengan yang terjadi pada nyeri neuropatik.
Nyeri Punggung Bawah
Sensitisasi Sentral (SS)
Definisi SS yaitu amplifikasi dari neuronal
signaling di dalam sistem saraf pusat yang
meningkatkan hipersensitivitas terhadap
nyeri, sehingga terjadi peningkatan respons
neuron nosiseptif di dalam sistem saraf
pusat terhadap input aferen normal atau
ambang batas (subthreshold). Dengan kata
lain, ada augmentasi respons susunan
saraf pusat terhadap terhadap input dari reseptor unimodalitas dan polimodalitas. Hal
yang penting diingat dari patofisiologi SS
yaitu peningkatan respons neuronal terhadap stimulus di dalam sistem saraf pusat
(seperti hipereksitabilitas sentral).
Gangguan yang diakibatkan oleh SS terhadap sistem saraf pusat ini meliputi
beberapa hal, yaitu perubahan pemrosesan
stimulus sensorik di dalam otak, gangguan
fungsi mekanisme antinosiseptif desenden, peningkatan aktivitas jalur fasilitator
nosiseptif, dan peningkatan sumasi nyeri
sekunder (wind up) di temporal. Selain itu,
SS meningkatkan aktivitas pain neuro matrix. SS juga meningkatkan aktivitas otak
pada area-area yang terlibat dalam sensasi
nyeri akut (insula, korteks cinguli anterior,
dan korteks prefrontal) dan yang tidak terlibat dalam sensasi nyeri akut (berbagai
nukleus di batang otak, korteks dorsolateral
frontalis, dan korteks asosiasi parietal).
Berbagai studi mengemukakan bahwa SS
ditemukan pada NPB kronik. Hal ini mempengaruhi PENGOBATAN pasien, mengingat
pasien NPB dengan SS membutuhkan
pengobatan dengan target spesifik pada
sistem saraf pus at. ANATOMI
Tulang belakang bagian lumbal terdiri dari
5 segmen vertebra lumbalis yang terletak
kranial dari sakrum dan koksigeus. Kelima
vertebra ini menyokong vertebra torakalis,
servikalis, dan tulang kepala yang merupakan sebagian besar dari berat badan tubuh,
sehingga ukuran korpusnya paling besar
dibandingkan segmen vertebra lainnya.
Sisi posterior korpus vertebra memiliki
struktur pedikel, lamina, prosesus transversus, dan prosesus spinosus yang membentuk lingkaran mengelilingi kanalis spinalis.
Kanalis spinalis dibungkus oleh kantong
dura yang berisi cairan serebrospinal.
Sendi faset merupakan persendian yang menghubungkan korpus vertebra yang satu
dengan lainnya. Prosesus artikularis superior
dan inferior dari lamina vertebra yang berdekatan
membentuk sendi faset atau zigapofisial. Sendi
ini merupakan sendi sinovial di artrodial yang
berfungsi menanggung beban kompresif serta
tekanan biomekanik diskus intervertebralis.
Tulang belakang disokong oleh berbagai
ligamentum yang merupakan jaringan ikat
yang menghubungkan satu tulang ke tulang
lainnya. Dari anterior ke posterior, ligamentum ini meliputi, ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal
posterior, ligamentum flavum, ligamentum
intertransversal, ligamentum interspinosus,
dan ligamentum supraspinosus (Gambar 1). Ligamentum longitudinal anterior merupakan ligamentum luas dan fibrous yang berasa} dari dasar tengkorak, meliputi bagian
anterior dari korpus vertebralis dan diskus
vertebralis dari Cl hingga sakrum. Ligamentum ini berfungsi dalam mempertahankan
stabilitas dari sendi intervertebralis dan
mencegah terjadinya gerakan hiperekstensi.
Ligamentum longitudinalis posterior berjalan dari dasar tengkorak dan C2 hingga ke
sakrum, berhubungan dengan bagian posterior dari korpus vertebralis dan diskus
intervertebralis, sehingga ligamentum ini
membentuk satu kesatuan dengan dinding
kanalis vertebralis. Hal ini berkaitan
dengan pencegahan terjadinya protrusi diskus ke arah posterior, namun tidak mencegah
ke arah posterolateral, serta mencegah terjadinya gerakan hiperfleksi kolumna vertebralis.
Di seberang ligamentum longitudinalis posterior, ada ligamentum flavum. Kedua
ligamentum ini membentuk bagian dari kanalis spinalis. Ligamentum flavum berperan
dalam mempertahankan kontur dan keutuhan posisi tulang belakang saat membungkuk dan sebaliknya.
Ligamentum intertransversal berjalan diantara prosesus transversus kolumna vertebralis pada tiap segmen, dan biasanya
bergabung dengan muskulus intertransversarii. Peran ligamentum ini yaitu untuk
membatasi gerakan fleksi lateral ke kiri dan
kanan.
Ligamentum interspinosus terdiri dari
lapisan-lapisan tipis yang menghubungkan
prosesus spinosus Cl hingga Sl pada tiap
segmen. Pada bagian anterior, serat liga-
Nyeri Punggung Bawah
mentum ini berhubungan dengan flavum,
sedangkan pada bagian posterior serat ligamentum ini berhubungan dengan ligamentum supraspinosus. Ligamentum ini untuk
membatasi gerakan fleksi ke depan atau
membungkuk.
Ligamentum supraspinosus melekat pada
apeks prosesus spinosus. Ligamentum ini
terdiri dari serat yang panjang dan tebal
yang berjalan secara vertikal, mulai dari
C7 hingga sakrum. Di atas C7, ligamentum
ini disebut ligamentum nuchae. Bagian internal/anterior dari serat ini berhubungan
dengan ligamentum interspinosus, sehingga
berperan membatasi gerakan fleksi.
Diskus intervertebralis yaitu sendi yang
terletak di antara korpus vertebralis. Sendi
ini berperan dalam hal mekanik dikarenakan fungsinya dalam menanggung beban
berat badan dan aktivitas otot melalui kolumna spinalis. Adanya fleksibilitas sendi
ini membuat tulang belakang mampu beregerak membungkuk, fleksi ke lateral, dan
memutar.
Diskus intervertebralis memiliki ketebalan
sekitar 7-lOmm dan diameter 4cm pada regio lumbalis. Diskus intervertebralis merupakan struktur kompleks yang terdiri dari
lapisan luar tebal jaringan fibrosa kartilago
yang disebut anulus fibrosus. Struktur anulus fibrosus terdiri dari 15 hingga 25 cincin
konsentrik atau lamela, dengan serat kolagen yang berada paralel di an tara tiap lamela. Selain itu, ada serat elastin yang berada di antara lamela, sehingga membantu
diskus untuk kembali ke posisi awal setelah
gerakan. Serat elastin ini menyatu
dengan lamela saat serat ini berjalan
secara radial antar lapisan lamela. Sel-sel
dari anulus, terutama yang berada di bagian
luar, bersifat fibroblast-like, berukuran panjang, tipis, dan teletak paralel dengan serat
kolagen. Bentuk sel ini menjadi lebih oval
pada bagian dalam anulus fibrosus.
Cartilage endplate merupakan lapisan horizontal tipis dengan ketebalan lmm, yang
tersusun atas jaringan kartilago hialin.
Struktur ini mempertemukan diskus intervertebralis dengan korpus vertebralis.
Pada kondisi normal, diskus intervertebralis memiliki sedikit pembuluh darah dan
saraf, terutama terbatas pada lamela luar
yang berakhir pada proprioseptor. Cartilage endplate bersifat avaskular dan aneural
pada orang dewasa normal. Pembuluh darah ada pada ligamentum longitudinal yang
berdekatan dengan diskus intervertebralis
dan pada cartilage endplate yang berasal
dari percabangan arteri spinalis.
Anulus fibrosus mengelilingi inti yang lebih
bersifatgelatin (gelatinous), disebutnukleus
pulposus (Gambar 2). Batas atas dan bawah
Saraf
Diskus normal ~
Gam bar Z. Anatomi Diskus Intervertebralis
dari nukleus pulposus yaitu struktur cartilage endplates. Bagian tengah dari nukleus
pulposus mengandung serat kolagen yang
tersusun acak, dan serat elastin yang tersusun secara radial. Di antaranya ada
sel menyerupai kondrosit (chondrocyte-like
cells) dengan densitas yang rendah yang berada di dalam kapsul.
ETIOLOGI
Pasien yang datang dengan NPB harus dieksplorasi etiologinya karena sebenarnya NPB
yaitu suatu gejala, bukan penyakit. NPB
memiliki beberapa etiologi yang mendasari
kondisi patologisnya yang harus ditentukan
untuk PENGOBATAN dan prognosisnya (Tabel 1). berdasar etiologinya, NPB dibagi
menjadi spesifik dan nonspesifik/ idiopatik. NPB yang diketahui etiologinya dengan
jelas disebut NPB spesifik. Sayangnya dalam
praktik sehari-hari, sebagian besar NPB tidak diketahui etiologinya dengan jelas, atau
disebut juga NPB nonspesifik a tau idiopatik.
Nyeri Sendi Faset
Seperti sendi sinovial lainnya, proses trauma
dan inflamasi yang terjadi pada memiliki manifestasi klinis berupa nyeri, kekakuan, disfungsi
sendi, serta spasme otot sekunder, yang kemudian akan memicu kekakuan dan degenerasi sendi yang memicu osteoartritis.
Salah satu struktur yang terlibat pada proses
degenerasi sendi yaitu kapsul fibrosa dari
sendi faset yang mengandung ujung saraf encapsulated, uncapsulated, dan bebas. Studi
imtmohistokimia menunjukan bahwa ujung
saraf ini mengandung neuropeptida yang
memediasi dan memodulasi nosiseptor, misalnya substansi P, calcitonin gene related peptide (CGRP), dan vasoactive intestinal peptide
(VIP). Adanya neuropeptida ini menandakan proses penuaan serta beban biomekanik
yang kumulatif. Mediator kimiawi dan inflamasi ini berhubungan dengan enzim proteolitik dan kolagenolitik yang dapat memicu
degradasi matriks kartilago sendi. Bila neuropeptida ini ditemukan bersama dengan jaringan perivaskular dan input aferen nosiseptif,
maka kombinasi ini dapat menjadi penghasil
nyeri (pain generator).
Facet arthrosis merupakan bentuk patologi
sendi faset yang paling banyak ditemukan.
Penyakit ini sering mengenai usia tua di atas
60 tahun, walaupun pada beberapa kasus
dapat dimulai pada usia sebelum 20 tahun.
Tidak ada perbedaan prevalensi antar jenis kelamin. Penyakit ini dikaitkan dengan
kebiasaan mengangkut beban berat dan
cedera minor berulang. Stres mekanik timbul pada faset yang lebih horizontal pada
potongan sagital, terutama tingkat L4-LS.
Gejala dan tanda klinis facet arthrosis sangat tidak spesifik dan bervariasi tergantung pada progresivitasnya, mulai dari nyeri
pada leher atau punggung bawah hingga tidak ada nyeri. Gejala nyeri yang muncul tidak menjalar ke bawah lutut dan diperberat
dengan gerakan ekstensi, serta membaik
dengan gerakan fleksi. Nyeri tidak berkorelasi dengan tingkat degenerasi.
Nyeri Sendi Sakroiliaka
Sendi sakroiliaka merupakan sendi sinovial diartrodial yang menerima inervasi atau persara n
fan utama dari rami dorsalis 4 nervus sakralis
pertama. Artrografi atau injeksi larutan iritan
kedalam sendi sakroiliaka dapat memprovokasi
nyeri dengan berbagai pola nyeri lokal maupun
nye1i alih pada daerah bokong, lurnbal bawah,
dan paha. Prevalensi nyeri sakroiliaka bervatiasi antara 2-30% pada pasien NPB kronik.
Nyeri Otot
Otot punggung bawah membantu menstabilisasikan tulang belakang serta memungkinkan gerakan rotasi, fleksi, dan ekstensi. Otototot profunda melekat pada rongga-rongga
yang berada di antara prosesus spinosus
(Gambar 3). Adapun otot-otot penting yang
menyongkong vertebra lumbalis meliputi M.
Longisimus, M. Multifidus, dan M. Spinalis.
Kondisi salah posisi dapat memicu terjadinya
peregangan berlebih pada ligamentum dan
otot-otot ini sehingga memicu robekan,
perdarahan kecil dan inflamasi, serta menimbulkan nyeri. Hal ini dikenal dengan
strain atau regangan, maupun sprain atau regangan yang memicu kerusakan.
Sindrom Nyeri Miofasial
Reseptor nyeri di otot sensitif terhadap berbagai stimulus mekanik, termasuk tekanan, cubitan (pinching), irisan (cutting), dan peregangan (stretching. Unit kontraksi otot dan tendon
yang terpapar beban biomekanik tunggal atau
rekuren dapat mengalami cedera dan menimbulkan nyeri. Otot ini akan memendek secara abnormal dan disertai peningkatan tonus
akibat spasme atau kontraksi yang berlebihan.
Otot yang cedera ini merupakan area nyeri
yang dianggap sebagai trigger point (TrP) atau
taut band yang menjadi kriteria Diagnosa sindrom nyeri miofasial. ·
Karakteristik yang khas. dari sindrom nyeri
miofasial yaitu adanya TrP berupa nodul
berukuran 3-6mm, bersifat nyeri dan kaku,
dan dapat diidenti:fikasi melalui palpasi otot.
Palpasi TrP akan. memprovokasi nyeri hebat
dan menjalar ke zona-zona tertentu. Stimulus
mekanik seperti penusukan atau pemberian
tekanan pada area yang hiperiritasi di TrP akan
memicu kedutan otot (muscle twitch).
Palpasi TrP kadang-kadang dapat menimbulkan refleks involunter (jump sign), atau flinching yang tidak sesuai dengan tekanan palpasi
yang diberikan. Sindrom nyeri miofasial dapat
menjadi simtomatik akibat trauma langsung
atau tidak langsung, paparan strain kumulatif,
disfungsi postural, dan physical deconditioning.
Sindrom nyeri miofasial dapat terjadi pada
daerah yang mengalami kerusakan jaringan
atau daerah tempat penjalaran nyeri neuropatik/radikular. Otot yang terpengaruh oleh nyeri
neuropatik dapat mengalami kerusakan akibat
spasme berkepanjangan, beban mekanik berlebihan atau gangguan metabolik serta nutrisi.
NPB yang disebabkan oleh Trauma
Ada beberapa kondisi patologis NPB yang
disebabkan oleh trauma, antara lain:
• NPB muskular akut atau sprain terjadi
saat punggung bawah . ter}lapar trauma
eksternal, seperti terbentur orang lain
atau mengangkat benda berat, sehingga
terjadi kerusakan otot dan fasia. Trauma
Nyeri Punggung Bawah
ini juga dapat menimbulkan herniasi diskus intervertebralis lumbalis dan
mengkompresisaraf
• NPB muskular kronik terjadi akibat
pemakaian otot berulang secar~ terus
menerus.
• Traumatic vertebral body fractures terjadi saat korpus vertebralis kolaps akibat
jatuh dan sebagainya.
• Fragile vertebral body fractures biasanya
menimbulkan NPB terkait osteoporosis,
meskipun tidak terpapar trauma yang
he bat.
NPB yang disebabkan oleh Infeksijlnflamasi
Spondilitis tuberkulosis yaitu infeksi tulang belakang yang seringkali bennanifestasi sebagai nyeri punggung bawah. Infeksi
ini dapat mengenai tulang belakang torakolumbal (SO%), servikal (25%), dan lumbal (25%). Mikroorganisme patogen dapat
menghancurkan korpus vertebralis atau
diskus intervertebralis. Untuk mencegah
timbulnya komplikasi neurologis, maka diagnosis harus cepat dan pengobatannya tepat. Anamnesis mengenai riwayat penyakit
tuberkulosis dapat membantu Diagnosa penyakit ini. Pencitraan MRI merupakan salah
satu pemeriksaan penunjang untuk melihat
gambaran destruksi tulang, abses, serta keterlibatan jaringan: lunak sekitar tulang dan
medulla spinalis (Gambar 4).
Ankylosing spondylitis (Gambar 5) yaitu suatu
periyakit rematik dengan faktor rematoid
· negatifyang memicu tulangvertebra menyambungseperti bambu (bamboo spine), osifikasi ligamentum supraspinosus dan interspinosus (dagger sign), dan fusi sendi sakroiliaka.
NPB yang Disebabkan oleh Neoplasma
Tumor ganas, seperti kanker paru-paru,
lambung, payudara, dan prostat, dapat hermetastasis ke tulang lumbal sebagai lesi
multipel yang berbercak-bercak (Gambar
6). Gambaran ini juga dijumpai pacta keganasan hematologi, seperti mieloma multipel. Tumor primer, seperti schwanoma dan
angioma, dapat berkembang pacta daerah
lumbal dan menimbulkan nyeri yang he bat.
NPB yang Disebabkan oleh Proses Degeneratif
Dengan bertambahnya usia, insidens NPB
akan meningkat dengan terbentuknya Jesi
akibat degenerasi lumbal dan jaringan sekitarnya. Proses degenerasi ini juga
berkaitan dengan terbentuknya spondylosis deforman, degenerasi diskus intervertebralis, nyeri punggung bawah artikular
intervertebralis, spondilolistesis nonspondilolitik, ankylosing spinal hiperostosis, dan
stenosis spinalis lumbalis.
1. Osteoporosis
Pacta osteoporosis terjadi deformitas tu-
lang belakang disertai fraktur yang memicu nyeri di berbagai tingkat. Di
lain pihak, osteoporosis kadang-kadang
tidak disertai fraktur dan deformitas,
namun tetap ada nyeri. Hal ini disebabkan
oleh hipersensitivitas nyeri terkait dengan menopause.
2. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
Kehilangan proteoglikan dan disorganisasi matriks memiliki dampak mekanik
yang penting, yaitu menimbulkan stres
pacta cartilage endplate atau anulus fibrosus. Perubahan ini memicu
diskus intervertebralis rentan terhadap
cedera dengan menimbulkan perubahan
osteoarthritik. Kondisi ini dapat memicu herniasi nukleus pulposus, yaitu
prolapsnya diskus intervertebralis akibat
robeknya annulus fibrosus (Gambar 7).
Proses degeneratif ini akan berdampak pacta struktur sekitarnya, misalnya radiks. Kompresi radiks akibat herniasi ini
bukan satu-satunya pemicu timbulnya
gejala nyeri, karena 70% pasien dengan prolaps diskus yang menekan radiks tidak
mengeluhkan nyeri. Hipotesis yang mendasari timbulnya nyeri yaitu kompresi
yang ditimbulkan akan meningkatkan sensitisasi radiks. Proses ini terutama disebabkan oleh molekul-molekul kaskade inflamasi, seperti asam arakidonat, prostaglandin
E2, tromboksan, fosfolipase A2, tumor necrotizing factor (TNF)a, interleukin, dan matriks
metalloprotease.
NPB Akibat pemicu Lain
NPB dapat timbul akibat nyeri alih dari penyakit organ intraabdominal seperti hati,
kandung empedu, dan pankreas. Nyeri alih
ke punggung bawah juga dapat timbul dari
organ-organ abdomen bagian posterior; seperti uterus, ovarium, dan kandung kemih.
Kemungkinan adanya nyeri psikogenik yang
berkaitan dengan histeria dan depresi juga tidak boleh dilupakan. Fibromialgia merupakan salah satu bentuk NPB kronik yang paling
sering ditemukan pada daerah perkotaan. Diagnosis fibromialgia ditegakkan secara klinis,
ditandai oleh nyeri dengan distribusi yang
luas pada tubuh, ada titik-titik nyeri,
dan seringkali disertai penyakit komorbid
seperti fatig kronik, insomnia, dan depresi.
Oleh karena itu, penyakit ini sering dikaitkan
dengan faktor sosial dan psikologis.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Pasien NPB datang biasanya dengan keluhan utama nyeri. Selain nyeri, keluhan lain
yang dapat timbul yaitu rasa kaku, pegal,
kesulitan bergerak, atau perubahan bentuk punggung (deformitas). Keluhan utama
nyeri pada NPB harus dieksplorasi karakteristiknya lebih lanjut, an tara lain jenis dan
lokasi, durasi (menetapfintermiten), intensitas (ringanfsedang/berat), hubungan
temporal (akut/kronik), dan faktor yang
memperberat a tau meringankan nyeri.
Ada empat jenis nyeri yang harus diidentifikasi pada pasien NPB, yaitu nyeri lokal,
nyeri alih, nyeri radikular; dan spasme otot
sekunder. Nyeri lokal disebabkan oleh proses
patologis yang mengenai struktur peka nyeri
di tulang belakang, antara lain periosteum
korpus vertebra, kapsul sendi apofisial, annulus fibrosus, dan ligamentum-ligamentum.
Oleh sebab itu, segala proses patologis yang
melibatkan struktur-struktur ini akan
menimbulkan nyeri lokal. Nyeri ini memiliki
intensitas stabil, namun kadang-kadang nyeri
terasa lebih berat dan tajam. Batasan nyeri
tidak terlalu tegas, namun dirasakan di sekitar struktur peka nyeri pada tulang belakang
yang terkena ini .
Salah satu contoh proses patologis yang menimbulkan nyeri lokal yaitu strain/sprain
akut. pemicu nya yaitu cedera minor;
seperti mengangkat benda berat, kesalahan postur (duduk, berkendara), atau pergerakan punggung yang mendadak. Pasien
kadang-kadang merubah postur tubuh akibat nyeri yang dirasakan. Otot-otot sakrospinalis dan punggung bawah menjadi kaku,
sehingga nyeri bertambah berat bila pasien
melakukan pergerakan punggung.
Nyeri alih pada NPB dapat berupa nyeri
pada vertebra yang merujuk ke organ dalam
abdomen dan pelvis, atau sebaliknya. Penyakit-penyakit pada organ dalam abdomen
atau pelvis dapat menimbulkan nyeri alih
pada punggung bawah. Hal ini dapat dibedakan dengan NPB akibat proses patologis
di tulang belakang dan struktur sekitarnya
karena intensitas nyerinya tidak berubah
dengan pergerakan punggung. Proses patologis pada bagian atas vertebra
lumbal dapat menimbulkan nyeri alih pada
daerah kostovertebral (flank) medial, panggul sisi lateral, selangkangan, dan paha bagian anterior. Hal ini terjadi karena iritasi
nervus kluneal superior yang berasal dari divisi posterior nervus spinalis Ll-L3. Sementara itu, proses patologis yang terjadi pada
bagian bawah vertebra lumbal dapat memiliki nyeri alih ke bagian bawah bokong dan
paha bagian posterior akibat iritasi nervus
spinalis L4-LS. Nervus spinalis ini mengaktivasi sekumpulan neuron intraspinal yang
sama dengan nervus yang menginervasi
paha bagian posterior. Nyeri alih ini
biasanya difus, tidak lokal, dan terasa dalam.
Intensitas nyeri alih tidak jauh berbeda dengan nyeri lokal. Setiap gerakan yang memperberat atau meringankan intensitas nyeri
lokal juga dapat memengaruhi nyeri alih.
Contoh proses patologis yang menimbulkan nyeri alih yaitu strain pada sendi
sakroiliaka. Pasien dapat merasakan nyeri
alih dari punggung bawah ke bokong atau
paha bagian posterior. Saat pasien bergerak
abduksi paha melawan tahanan, nyeri akan
bertambah berat dan dapat dirasakan di
simfisis pubis atau selangkangan.
Nyeri radikular berasal dari struktur radiks
spinalis yang mengalami proses tarikan,
iritasi, atau kompresi. Karakteristik nyeri
radikular memiliki intensitas yang lebih
berat, penjalaran hingga ke tungkai bawah
sesuai perjalanan sarafnya, dengan batas
yang lebih tegas. Penjalaran nyeri radikular
yang paling khas terjadi pada iskialgia, yang
berasal dari bokong menjalar ke sepanjang
posterior paha, betis, hingga ke kaki. Nyeri
terasa tajam dan kadang-kadang tumpang
tindih dengan nyeri bersifat tumpul. Perilaku
Nyeri Punggung Bawah
batuk, bersin, atau mengedan dapat memperberat nyeri radikular. Oleh karena struktur saraf yang terkena pada nyeri radikular,
maka defisit neurologis, seperti parestesia,
hipestesia, monoparesis, hiporefleks, dan
atrofi otot, dapat ditemukan pada pasien.
Dengan demikian, nyeri radikular berbeda
dengan nyeri alih. Walaupun nyeri alih juga
bisa menjalar, namun tidak sampai distal dari
lutut dan tidak disertai defisit neurologis.
Segala proses patologis yang mengenai radiks pada punggung bawah akan menimbulkan nyeri radikular, contohnya herniasi
diskus intervertebralis dan kanalis stenosis.
Herniasi diskus intervertebralis memiliki
karakteristik tambahan berupa nyeri yang
bertambah berat saat membungkuk, duduk,
atau berubah posisi duduk ke berdiri. Nyeri
terasa berkurang saat pasien berbaring
telentang dengan lulut fleksi untuk mengurangi lordosis lumbal.
Di lain pihak, kanalis stenosis memiliki ciri
tambahan berupa nyeri yang bertambah berat saat duduk lama, berdiri, atau berjalan.
Nyeri akan membaik saat istirahat setelah
aktivitas ini . Posisi yang paling nyaman bagi pasien kanalis stenosis yaitu
jongkok, agak membungkuk ke depan, dan
fleksi panggul dan lulut. Hal ini menyerupai posisi pengendara sepeda. Selain itu,
ada fenomena klaudikasio neurogenik
pada kanalis stenosis, yang ditandai dengan
aktivitas berjalan dan berdiri memicu
hipestesi dan kelemahan tungkai secara
bertahap, sehingga memaksa pasien untuk
duduk istirahat. Hal ini disebabkan oleh insufisiensi arteri iliofemoral.
Selain itu, nyeri radikular isialgia dapat dijumpai pada sindrom piriformis. Hal ini dise babkan oleh kompresi sarafiskhiadikus yang
mengalami dalam perjalanannya oleh otot.
Ciri khas dari sindrom ini yaitu nyeri yang
muncul saat otot teregang melalui gerakan
fleksi, aduksi, dan endorotasi sendi panggul.
Spasme otot sekunder biasanya terjadi sebagai mekanisme proteksi nosiseptif akibat
iritasi lokal pada struktur tulang belakang.
Kontraksi otot berkepanjangan dapat menimbulkan nyeri lokal yang tumpul dan terasa kram. Pasien kadang-kadang merasakan
spasme otot ini pada otot-otot sakrospinalis
dan gluteal.
Diagnosa
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
baik dan fokus dapat mengarahkan NPB ke
dalam klasifikasi NPB, yang meliputi NPB
nonspesifik, NPB yang berkaitan dengan radikulopati atau stenosis spinalis, dan NPB
yang berkaitan dengan pemicu spinal lain
yang spesifik Anamnesis harus disertai penilaian faktor risiko psikososial yang berguna untuk memprediksi risiko terjadinya
NPB kronik dan kekambuhan yang menimbulkan disabilitas.
Klinisi sebaiknya tidak melakukan pemeriksaan pencitraan atau tes diagnostik lain
secara rutin pada pasien NPB nonspesifik
Pemeriksaan penunjang, sepelti MRI, harus
sesuai dengan indikasi, misalnya ada
defisit neurologis berat dan progresif atau
dicurigai ada kondisi serius yang mendasari
(underlying disease).
Melalui anamnesis, klinisi mendapat data
mengenai pemicu terjadinya NPB, seperti
membungkuk (bending), memutar (twisting), mengangat beban (lifting), atau bahkan
hanya dengan bangun dari kondisi berbaring. Evaluasi keluhan NPB baru pertama kali
atau kambuh berulang penting untuk diketahui. Setiap episode kambuh berulang biasanya memiliki intensitas nyeri yang lebih berat
disertai peningkatan gejala dari sebelumnya.
Setiap pasien NPB harus dievaluasi adaftidak tanda bahaya (red flags). Adanya tanda
bahaya mengarah kepada jenis NPB yang
membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lanjut serta pengobatan segera (Tabel 2).
Nyeri yang bersumber dari struktur-struktur yang membentuk tulang belakang,
seperti otot, ligamentum, sendi faset, dan
diskus dapat beralih ke regio paha bawah,
namun jarang ke area di bawah lutut. Nyeri
yang berkaitan dengan sendi sakroiliaka
seringkali beralih ke paha bawah, namun
juga dapat menjalar ke bawah lutut. Adanya
iritasi, benturan, atau kompresi saraf lumbalis akan memicu nyeri yang lebih
dirasakan pada tungkai dibandingkan pada
punggung bawah. Nyeri yang berasal dari
radiks atau saraf spinal L1-L3 akan beradiasi ke panggul dan atau paha bawah, sedangkan nyeri yang berasal dari L4-S1 akan
beradiasi di bawah lutut. Herniasi diskus
sentralis, subsentralis, atau lateralis dapat
mengenai saraf yang berbeda-beda pada
tingkat yang sama, yang dapat dinilai berdasar pemeriksaan neurologis terhadap
ekstremitas bawah berupa kekuatan motorik, sensorik, dan refleks (Tabel 3).
Pemeriksaan fisik pada regio lumbosakral,
pelvis, dan abdomen dapat memberikan petunjuk etiologi NPB. Beberapa pemeriksaan
fisik khusus dilakukan pada pasien NPB
(Gambar 8). Pemeriksaan straight leg raise
test dilakukan dalam posisi terlentang, kedua
tungkai diangkat, dengan kedua lutut dalam
posisi ekstensi. Hasil tes yang positif ditandai
jika ada nyeri yang memjalar ke bawah
lutut, yang menunjukkan sumber nyeri berasal dari radiks atau saraf spinal L4-S 1. Selain
itu, reverse straight leg raise test dikerjakan
dalam posisi pasien tengkurap, dilakukan
ekstensi panggul dan fleksi lutut Hasil positif
ditandai dengan nyeri yang menjalar ke anterior paha bawah, yang menunjukkan keterlibatan radiks atau saraf spinal L3.
Jika dicurigai adanya kondisi serius yang mendasari NPB, maka MRI merupakan modalitas
terpilih untuk sebagian besar kasus (Gambar
9). CT scan merupakan alternatifjika ada
kontraindikasi atau tidak tersedia fasilitas
MRI. Hasil MRI atau CT scan harus disesuaikan dengan klinis pasien, mengingat kemungkinan hasil ini positif palsu yang semakin sering sesuai dengan meningkatnya usia.
Pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah dan
C-reactive protein berguna jika dicurigai infeksi atau adanya neoplasma di sumsum
tulang. Pemeriksaan ini paling sensitif pada
kasus-kasus infeksi spinal karena pada kasus terse but biasanya tidak disertai demam
dan pemeriksaan darah lengkap menunjukkan hasil yang normal. Diperlukan pemeriksaan MRI dengan kontras serta biopsi pada
kasus-kasus yang memiliki keterbatasan
dalam pemeriksaan laboratorium.
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan NPB akut yaitu untuk
mengurangi nyeri, mengembalikan pasien
ke dalam aktivitas sehari-hari, menurunkan
hilangnya waktu kerja, dan mengembangkan strategi untuk mengatasi nyeri melalui
edukasi. Optimalisasi pengobatan nyeri
akut dapat mencegah berkembang menjadi
kronik. Pada prinsipnya penatalaksanaan
untuk NPB dibagi menjadi tiga, yaitu pengobatan penyakit yang mendasarinya, tindakan operasi, dan terapi konservatif.
1. Pada NPB yang berasal dari organ abdomen dan bagian posterior abdomen,
serta NPB akibat metastasis spinal, maka
pengobatan ditujukan pada pengobatan
penyakit yang mendasari ini .
2. Pada NPB yang dapat disembuhkan dengan operasi, tentukan indikasi dan untung rugi tindakan operasi pada awal
awitan NPB atau setelah terapi konservatif terlebih dahulu.
3. Pada NPB tanpa indikasi operasi:
a. lstirahat; membatasi aktivitas fisik,
atau memakai korset
b. Terapi fisik; pada prinsipnya dilakukan termoterapi, namun juga dengan
traksi. Terapi fisik ini harus didahului
dengan penilaian yang tepat oleh ahlinya.
c. Terapi olah raga:
• Untuk meningkatkan kekuatan otot
dan menghasilkan korset alami dari
otot-otot abdomen dan otot-otot
punggung
• Untuk melakukan latihan peregangan
dan relaksasi
• Untuk meningkatkan kekuatan tulang
dengan memberikan beban mekanik
pada tulang-tulang
d. Orthoses; sebagai imobilisasi tulang belakang serta mengkoreksi kifosis dan
skoliosis.
e. Terapi medikamentosa:
• Terapi kuratif dengan antibiotik, antifungal, atau obat anti tuberkulosis
untuk kasus-kasus infeksi
• Terapi simptomatik dengan obatobatan antiinflamasi dan analgetik
• Menghilangkan nyeri dengan blok lokal atau blok saraf
f. Psikoterapi; konseling untuk nyeri punggung bawah kronik dan nyeri punggung
bawah psikogenik
g. Panduan untuk menjalankan kehidupan
sehari-hari: panduan gaya hidup dan
kerja yang tidak baik yang dapat mempengaruhi timbulnya atau memperberat
nyeri punggung bawah.
Oleh karena sebagian besar pasien
dalam praktik sehari-hari tergolong NPB
nonspesifik, maka American Family Physician mengemukakan tata laksananya
sebagai berikut:
638
1. Pada kunjungan pertama pasien
a. Edukasi pasieli
• Meyakinkan pasien bahwa prognosis nyeri punggung bawah seringkali
baik, dengan sebagian besar kasus hilang dengan sendirinya tanpa banyak
intervensi.
• Memberi saran kepada pasien untuk
tetap aktif, sebisa mungkin hindari
bed rest dan kembali ke aktivitas normal secepat mungkin.
• Memberi saran kepada pasien untuk
menghindari gerakan memutar (twisting) dan membungkuk (bending) terutama saat mengangkat barang.
Tujuan dari edukasi kepada pasien
yaitu untuk mengurangi kekhawatiran
terhadap nyeri punggung bawah yang
dialaminya serta mengajarkan cara
untuk menghindari nyeri bertambah
berat atau timbul kembali.
b. Mulai terapi dengan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau asetaminofen.
OAINS merupakan obat lini pertama untuk terapi NPB.
c. Pertimbangkan pemberian pelemas otot
berdasar keparahan nyeri, misalnya
diazepam, siklobenzaprin, tizanidin, dan
metaksalon.
d. Pertimbangkan terapi opioid jangka
pendek jika intensitas nyeri berat.
e. Pertimbangkan memberikan rujukan
untuk terapi fisik jika ini bukan merupakan episode pertama. Terapi fisik telah
dikatakan dapat menurunkan nyeri, disabilitas, dan risiko terjadinya kekambuhan setelah episode pertama NPB.
2. Pada kunjungan kedua pasien (2 hingga 4
minggu setelah kunjungan pertama, jika
pasien belum ada perbaikan yang bermakna).
a. Pertimbangkan mengganti ke OAINS
lain.
b. Pertimbangkan memberikan rujukan
untuk terapi fisik jika belum dilakukan pada kunjungan pertama.
c. Pertimbangkan untuk dirujuk ke subspesialis tulang belakang jika intensitas nyeri hebat atau membatasi aktivitas sehari-hari.
CONTOH KASUS
Seorang laki-laki 28 tahun datang ke klinik
dengan keluhan nyeri pinggang bawah sejak 5
hari lalu. Nyeri dirasakan setelah pasien mengangkat galon air. Karakteristik nyeri seperti
tertekan, hilang timbul, tidak menjalar, dan intensitas ringan sedang. Nyeri memberat saat
membungkuk, berubah posisi dari berbaring
ke dudukjberdiri. Nyeri membaik saat istirahat
dan berbaring. Pemeriksaan fi.sik menunjukkan spasme otot dan ada trigger pointpada otot
paravertebrallumbal tanpa defisit neurologis.
Pertanyaan
1. Apakah etiologi NPB yang paling mungkin pada pasien ini?
a. Tumor
b. Trauma
c. Infeksifinflamasi
d. Degeneratif
e. Idiopatik
Jawaban: B
2. berdasar data kasus, tergolong apa
nyeri yang dialami pasien?
a. Nosiseptif, akut
b. Nosiseptif, kronik
639
Nyeri Punggung Bawah
c. Neuropatik
d. Campuran nosiseptif dan neuropatik
e. Breakthrough pain
Jawaban:A
3. Apa saja tanda bahaya yang belum dieksplorasi pada kasus ini?
a. Demam
b. Penurunan berat badan
c. Riwayat keganasan
d. Riwayat infeksi tuberkulosis
e. Semua benar
Jawaban: E
4. Apa saja PENGOBATAN medikamentosa
yang dapat diberikan pada kasus ini?
a. Parasetamol
b. Ibuprofen
c. Diazepam
d. Hanya a dan b yang benar
e. Pilihan a, b, dan c benar
Jawaban: E
5. Enam bulan berikutnya, pasien datang lagi
ke klinik dengan keluhan nyeri pinggang
yang lebih berat dari sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat demam, batuk kronik,
dan penurunan berat badan. Pemeriksaan
fi.sik ada gibbus, deformitas kifosis pada segmen torakal, dan nyeri tekan
vertebra tor