tonsil 2

 





National Cancer Institute  di Amerika Serikat, mengatakan  bahwa pada

tahun 1991 terdapat  6  juta  penderita  tumor  ganas.  Dari  seluruh tumor  ganas

tersebut, insiden karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa ialah sebanyak

600.000 penderita. Tercatat pula jumlah penderita tumor ganas kepala dan leher

sebanyak 78.000 orang, lebih dari 75% yaitu  karsinoma sel skuamosa.

 Dari semua karsinoma sel skuamosa kepala dan leher primer, karsinoma

orofaringeal yaitu  keganasan ketiga yang paling umum dengan tonsil menjadi

lokasi yang paling umum dari keganasan orofaring.2

 Sebagian  besar  kanker  tonsil  terkait  dengan  paparan  dari  human

papillomavirus  (HPV).  Alkohol  dan  pemakaian   tembakau  juga  merupakan

faktor risiko utama untuk perkembangan kanker tonsil. Tumor ganas tonsil lebih

banyak diderita pria daripada wanita.

 Pada pasien yang lebih tua, ukuran tonsil yang asimetris (dikenal juga

sebagai hipertrofi tonsil asimetris) dapat menjadi indikator tonsil yang terinfeksi

virus atau tumor seperti limfoma atau karsinoma sel skuamosa.

ANATOMI 

Faring yaitu  suatu tabung fibro-muscular yang meluas mulai dari basis

cranii  sampai  pada  tepi  caudal  cartilago  cricoidea,  yaitu  setinggi  vertebra

cervicalis ke 6, dan melanjutkan diri menjadi esophagus. Tabung ini memiliki 

ukuran panjang kira-kira 12,5 cm dengan diameter pada ujung cranialis kurang

lebih  5  cm dan  ujung  caudalis  kira-kira  2,5  cm (berbentuk  kerucut).  Faring

berfungsi  meneruskan  aliran  udara  dari  cavum  nasi  menuju  ke  laring  dan

makanan dari cavum oris menuju ke esophagus. Bagian cranialis selalu berada

dalam  keadaan  terbuka  yang  memungkinkan  udara  dengan  bebas  masuk

kedalam  laring,  yang  berada  pada  dinding  anterior  faring.  Bagian  caudalis

berbentuk  flat  anterior-posterior  yang  hanya  membuka  bilamana  dilalui  oleh

bolus makanan.

Dinding lateral faring mengadakan perlekatan berturut-turut dari cranial

ke  caudal  pada  lamina  pterygoideus  medialis,  sisi  lingua,  permukaan  dalam

mandibula,  os  hyoideum,  cartilago  thyreoidea  dan  cartilago  cricoidea.  Tuba

auditiva bermuara ke dalam cavum pharyngis dan berada pada bagian cranilais

dinding lateral  pharynx.  Ke arah lateral  faring  memiliki   hubungan dengan

pembuluh-pembuluh  darah  besar  dan  nervus  pada  regio  colli,  dan  juga  pada

processus styloideus bersama dengan otot yang melekat padanya. 

Dinding posterior  faring  mengadakan perlekatan  pada basiocciput  dan

terletak di sebelah ventral ke enam corpus vertebrae cervicalis bagian atas (V.C.

1–6)  dan  dipisahkan  dari  corpus  vertebrae  tersebut  oleh  ligamentum

longitudinale anterius, otot-otot prevertebralis dan fascia prevertebralis. Antara

dinding  posterior  faring  dan  fascia  prevertebralis  terdapat  spatium

retropharyngealis yang berisi jaringan ikat dan lymphonodus retropharyngealis

sehingga pharynx bebas bergerak terhadap columna vertebralis. 

Cavum pharyngis  dibagi  oleh  palatum  molle  menjadi  bagian  cranial,

disebut  nasofaring,  dan bagian caudal  yang terdiri  atas  orofaring (dibelakang

cavum oris) dan laringofaring (dibelakang laring). 

Nasofaring

Merupakan bagian yang paling luas dari  cavum pharyngis.  Terletak di

belakang  cavum nasi  dan  cranialis  dari  palatum molle  (palatum molle  dapat

dianggap membentuk lantai nasopharynx). Ruangan ini dapat dipisahkan sama

sekali  dari  oropharynx  dengan  mengangkat  palatum  molle  ke  arah  dinding

posterior  pharynx.  ke  arah  anterior  berhubungan  dengan  cavum nasi dengan

melalui choanae. Bagian ini semata-mata dilalui oleh udara respirasi. Pada setiap

dinding  lateral  nasopharynx  terdapat  muara  dari  tuba  auditiva  (tuba

pharyngotympanica).  Lubang ini terletak ssetinggi concha nasalis inferior dan

dibatasi di sebelah postero-superior oleh torus tubarius,  yaitu suatu penonjolan

yang disebabkan oleh pars medialis  dari tuba auditiva.  Di sebelah dorsal dari

tonjolan ini terdapat recessus pharyngeus (rosenmuelleri) yang berjalan vertikal.

Pada ostium pharyngeum tubae auditivae terbentuk labium anterius dan labium

posterior,  dan  labium  posterius  melanjutkan  diri  ke  caudal  pada  plica

salpingopharyngealis, yaitu suatu plica yang dibentuk oleh membrana mucosa

yang membungkus m.salpingo pharyngeus.

Di  bagian  cranialis  dinding  posterior  nasopharynx  terdapat  tonsilla

pharyngea,  yang  bertumbuh  sampai  usia  anak  6  tahun,  lalu  mengalami

retrogresi.  Bilamana  terjadi  hypetrophi  maka  nasopharynx  dapat  tertutup  dan

memberi gangguan respirasi. Di sebelah dorsal tuba auditiva terdapat kumpulan

jaringan lymphoid yang membentuk tonsilla tubaria. Pembesaran dari tonsilla ini

dapat  menekan  tuba  auditiva  dan  menghalangi  aliran  udara  yang  menuju

ketelinga bagian tengah. Pembesaran dari tonsilla pharyngea dan tonsilla tubaria

akan membentuk adenoid.

Orofaring

Terletak  di  sebelah dorsal  cavum oris,  di  sebelah caudal  dari  palatum

molle  dan di  sebelah  cranialis  aditus  laryngis.  memiliki   hubungan dengan

cavum oris melalui isthmus oropharyngeum (= isthmus faucium). Batas lateral

isthmus faucium dibentuk oleh arcus palatoglossus, yang melekat dari palatum

molle menuju ke sisi lidah (kira-kira di bagian posterior pertengahan lidah). Di

sebelah posteriornya lagi terdapat arcus palatopharyngeus yang berasal dari tepi

posterior  palatum  molle  menuju  ke  caudo-dorsal  mencapai  dinding  lateral

pharynx. Arcus palatopharyngeus, arcus palatopharyngeus dan bagian posterior

sisi lingua membentuk fossa tonsillaris yang ditempati oleh tonsilla palatina. 

Laringofaring

Bagian  ini  berada  di  sebelah  dorsal  larynx.  Ke  arah  cranialis

berhubungan  dengan  oropharynx  (hubngan  bebas)  dan  ke  arah  caudalis

melanjutkan  diri  menjadi  oesophagus.  Aditus  laryngis  terletak  pada  dinding

anterior  laryngopharynx.  Facies  posterior  dari  cartilago  arytaenoidea  dan

cartilago cricoidea membentuk dinding anterior laryngopharynx.

Rongga Mulut

Rongga ini dibagi oleh gigi-geligi bersama dengan processus alveolaris

dan gingiva menjadi vestibulum oris dan cavum oris proprius. Kedua ruangan ini

satu sama lain dihubungkan oleh suatu celah yang terdapat diantara gigi moler II

dengan ramus mandibulae. 

Vestibulum oris di sebelah luar dibatasi oleh bibir dan pipi. Lubang di

sebelah ventral disebut apertura oris. Labium superius et inferius melekat pada

gingva di linea mediana dengan perantaraan suatu lipatab mucosa yang disebut

frenulum labii superioris dan frenulum labii inferioris.  Saluran keluar kelenjar

parotis  bermuara  dihadapan  gigi  Molar  II  atas.  Labium  oris  dibentuk   oleh

lapisan cutaneus, otot, kelenjar dan mucosa. Di antara lapisan otot dan kelenjar

terdapat suatu arteri yang berjalan melingkar, yang dibentuk oleh ramus labialis

superior  et  inferior  yang  dipercabangkan  oleh  a.facialis  (pulsasinya  dapat

diraba). Pipi dibentuk juga oleh 4 lapisan yang sama dengan bibir ditambah lagi

oleh jaringan lemak buccalis  (buccal  pad of fat),  kelenjar  molaris  dan fascia

bocco-pharyngealis. 

Cavum  oris  proprius  disebut  juga  cavum  buccalis,  berada  di  bagian

dalam  dari  arcus  dentalis  dan  ke  arah  dorsal  melanjutkan  diri  menjadi

oropharynx. Dibatasi di sebelah cranialis (atap) oleh palatum durum dan bagian

anterior dari palatum molle.  Dinding caudal (lantai)  dibentuk oleh 2/3 bagian

anterior  lingua dan refleksi membranan mucosa dari  permukaan inferrior dan

lateral lingua yang menuju ke permukaan dalam gingiva. 3,6

Pada linea mediana terdapat suatu penonjolan membrana mucosa dengan

arah  caudo-ventral,  mulai  dari  permukaan  inferior  lingua  menuju  ke  lantai

cavum oris di bagian anterior, penonjolan ini disebut frenulum linguae. 

Tonsil Palatina

yaitu  jaringan lymphatica yang terdapat di antara plica palatoglossus

dan  plica  palatopharyngeus.  Jaringan  lympatica  ini  tidak  menempati  seluruh

rongga yang ada sehingga di antara tonsilla palatina dengan arcus palatoglossus

terdapat suatu celah yang dinamakan  fossa supratonsillaris  (di bagian cranialis

tonsilla palatina). Lapisan mucosa yang menutupi tonsilla akan menyilang fossa

supratonsillaris  membentuk  plica  semilunaris  dan melanjutkan  diri  ke  caudal

membentuk  plica triangularis.  Di antara plica  triangularis  dengan permukaan

tonsilla terdapat celah yang dinamakan sinus tonsillaris. Pada anak-anak bentuk

tonsilla  palatina  secara  relatif  lebih  besar  daripada  usia  dewasa.  Permukaan

medialnya bebas, kecuali  bagian anterior yang ditutupi oleh plica triangularis.

Permukaan  lateral  atau  facies  profunda  melekat  pada  suatu  kapsula  yang

melanjutkan diri menjadi plica triangularis. Dipisahkan oleh suatu jaringan ikat

dari permukaan m.constrictor phatyngis superior, dan otot ini sendiri berada di

antara  tonsilla  dengan  an,facialis  beserta  cabang-cabangnya  (r.tonsillaris  dan

r.palatinus ascendens).  Arteri carotis  interna terletak di bagian postero-lateral

tonsilla palatina pada jarak 20 – 25 mm. 

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.

Cincin  Waldeyer  merupakan  jaringan  limfoid  yang  membentuk  lingkaran  di

faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual,

gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam

fossa  Rossenmuller,  di  bawah  mukosa  dinding  posterior  faring  dan  dekat

orifisium tuba eustachius. 

Tonsil  palatina  yaitu   suatu  massa  jaringan  limfoid  yang  terletak  di

dalam fosa tonsil  pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi  oleh pilar anterior

(otot palatoglosus) dan pilar  posterior (otot palatofaringeus).  Tonsil  berbentuk

oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil memiliki   10-30 kriptus

yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa

tonsilaris,  daerah  yang  kosong  diatasnya  dikenal  sebagai  fosa  supratonsilar.

Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: 

a) Lateral – muskulus konstriktor faring superior 

b) Anterior – muskulus palatoglosus 

c) Posterior – muskulus palatofaringeus 

d) Superior – palatum mole 

e) Inferior – tonsil lingual  

Permukaan  tonsil  palatina  ditutupi  epitel  berlapis  gepeng  yang  juga

melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah

jaringan ikat  dan  tersebar  sepanjang kriptus.  Limfonoduli  terbenam di  dalam

stroma  jaringan  ikat  retikular  dan  jaringan  limfatik  difus.  Limfonoduli

merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh

tubuh  sepanjang  jalur  pembuluh  limfatik.  Noduli  sering  saling  menyatu  dan

umumnya memperlihatkan pusat germinal.

Vaskularisasi dan Innervasi

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,

yaitu  1)  arteri  maksilaris  eksterna  (arteri  fasialis)  dengan  cabangnya  arteri

tonsilaris  dan  arteri  palatina  asenden;  2)  arteri  maksilaris  interna  dengan

cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri

lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior

diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina

asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub

atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan

pleksus faringeal.  Tonsil  bagian bawah mendapat  sensasi  dari  cabang serabut

saraf  ke  IX  (nervus  glosofaringeal)  dan  juga  dari  cabang  desenden nervus

palatinus minor. 

HISTOLOGI

Tonsil

Permukaan  tonsil  palatina  yang  dilapisi  mukosa  terdiri  dari  epitel

berlapis pipih yang memiliki  daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel

yang  lain  dimana  mukosa  tonsil  palatina  ini  selalu  mendapat  gesekan  dalam

tubuh  sehingga  memerlukan  perlindungan  yang  lebih  baik  agar  lebih  tahan

terhadap trauma. Kripte pada tonsil palatina dalam dan bercabang-cabang dan

terdapat kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-

kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil. 8.9

Gambar 6: Histologi tonsil palatina. 1. Epitel gepeng tidak bertanduk, 2. Kript,

3. Pusat germinal, 4. Follicle cap (B-lymphocyte cap), 5. Daerah interfollikular.


FISIOLOGI

Tonsil Palatina

Tonsil  merupakan  jaringan  limfoid  yang  mengandung  sel  limfosit.

Limfosit  B  membentuk  kira-kira  50-60%  dari  limfosit  tonsilar.  sedang 

limfosit T pada tonsil yaitu  40% dan 3% lagi yaitu  sel plasma yang matang.

Limfosit  B berproliferasi di pusat germinal.  Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,

IgD),  komponen  komplemen,  interferon,  lisozim dan sitokin  berakumulasi  di

jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4

area  yaitu  epitel  sel  retikular,  area  ekstrafolikular,  mantle  zone  pada  folikel

limfoid  dan  pusat  germinal  pada  folikel  ilmfoid.  Tonsil  merupakan  organ

limfatik  sekunder  yang  diperlukan  untuk  diferensiasi  dan  proliferasi  limfosit

yang sudah disensitisasi. Tonsil memiliki  2 fungsi utama yaitu 1) menangkap

dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi

antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 

EPIDEMIOLOGI

Keganasan  tonsil  merupakan  keganasan  di  Amerika  Serikat  dengan

angka lebih dari 0,5% dari semua jenis keganasan setiap tahunnya. Lebih dari

8000 karsinoma orofaringeal  didiagnosis  di  Amerika  Serikat  setiap tahunnya.

Sebuah badan patologi di Amerika memiliki  data dari tahun 1945 – 1976 ada

sekitar 70% lebih dari keganasan di wilayah ini yaitu  karsinoma sel skuamosa.

Karsinoma sel  skuamosa menyerang 3 – 4 kali  lebih  sering pada laki  – laki

dibandingkan  wanita  dan  sebagian  besar  berkembang  dalam  dekade  kelima

kehidupan. Limfoma tonsil yaitu  keganasan yang paling sering terjadi nomer

dua.

ETIOLOGI

Menurut National Cancer Institute, faktor risiko karsinoma sel skuamosa

termasuk  merokok  dan penyalahgunaan  etanol.  Baru  –  baru  ini  ada  indikasi

bahwa etiologi  virus  juga  harus  dipertimbangkan.  Meskipun  virus  Epstein  –

Barr  (  EBV  )  merupakan  pertimbangan  utama  pada  karsinoma  nasofaring,

Human Papilloma Virus ( HPV ) telah terbukti sebagai ancaman. 

Beberapa  studi  telah  mengidentifikasi  indikasi  kehadiran  HPV  pada

sekitar 60% dari karsinoma tonsil. 

Bila tonsil termasuk dalam studi wilayah orofaring, maka faktor risiko

meliputi: 

1. Diet rendah buah dan sayuran 

2. Infeksi HPV 

3. Merokok 

4. Alkohol

HPV yaitu  virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel – sel basal

epitel  dan dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa

orofaring. Meskipun lebih dari 100 strain yang telah diisolasi, HPV tipe 16 dan

18 paling sering dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins

E6 dan E7, yang telah meningkatkan aktivitas di strain yang bersifat onkogenik.

Oncoprotein E6 menyebabkan degradasi tumor suppressor p53. Oncoprotein E7

merupakan  tumor  suppressor  retinoblastoma  (  Rb  ).  Hilangnya  PRB

menyebakan  akumulasi  p16,  yang  biasanya  akan menghambat  perkembangan

siklus sel melalui siklin D1 dan CDK4 / CDK6. Karena akumulasi ini, p16 dapat

dipakai  sebagai penanda aktivitas HPV. 

PATOGENESIS

Karsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi

perluasan pada ke struktur yang berdekatan sering terjadi. Karsinoma umumnya

menyebar  sepanjang  sulkus  glosotonsilar  melibatkan  dasar  lidah.  Selain  itu,

penyebaran sering melibatkan palatum mole atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi

oleh otot superior konstriktor yang mungkin berisi penyebaran karsinoma. 

Namun ketika otot konstriktor dilampaui, ini menjadi keuntungan tumor

untuk mengakses ke ruang parafaring. Ini melibatkan otot – otot pterigoid atau

mandibular. Penyebaran ke arah superior dari ruang parafaring bisa melibatkan

dasar tengkorak dan penyebaran ke arah inferior bisa melibatkan leher bagian

lateral.  Akhirnya  keterlibatan  yang  luas  dalam  ruang  parafaring  mungkin

melibatkan arteri karotis. 

Metastase ke daerah limfatik sering terjadi. Metastase ke leher sebanyak

kurang lebih 65%. Karsinoma sel skuamosa tonsil juga dapat bermetastase ke

kelenjar getah bening retrofaring. Metastase jauh dari karsinoma sel skuamosa

tonsil terjadi sekitar 15 – 30%. Lokasi yang paling umum yaitu  paru – paru,

diikuti oleh hati dan kemudian tulang. 

KLASIFIKASI

1. TUMOR TONSIL JINAK

a) Kista Tonsil


Kista  epitel  tonsil  merupakan jenis yang paling sering.  Permukaannya

berkilau, halus, dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan

gejala  apapun,  akan  tetapi  kista  yang  lebih  besar  akan  menyebabkan  suatu

benjolan di tenggorokan dan mungkin perlu dioperasi

b) Papiloma Tonsil

Gambar 8: Papiloma tonsil 

Papiloma skuamosa biasanya terlihat  menggantung dari  pedicle

uvula, tonsil atau pilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar

anterior pada bagian posteriornya.

c) Polip Tonsil


Massa  tonsil  menunjukkan  gambaran  polip  jinak  pada

pemeriksaan histologi. 

2. TUMOR TONSIL GANAS

a) Karsinoma Sel Skuamosa Tonsil


Karsinoma  sel  skuamosa  tonsil  menunjukkan  pembesaran  dan

ulserasi dari tonsil,  tapi bisa juga tidak selalu disertai dengan ulserasi.

Tampilannya hampir sama dengan limfoma dan hanya dapat dibedakan

dengan  pemeriksaan  histologik.  Sekitar  90%  tumor  tonsil  yaitu 

karsinoma sel skuamosa. Tumor ini relatif sering terjadi terutama pada

usia 50 dan 70 tahun. Perbandingan laki-laki dan peremuan yaitu  3-4:1

dan sering dikaitkan dengan perokok dan peminum alkohol. 6-% pasien

datang dengan metastase ke serviks bilateral sebanyak 15%, sedang 

metastase jauh ditemukan sekitar 7%. 

b) Limfoma Tonsil

Limfoma sulit dibedakan dengan “undifferentiated” karsioma dan

limfoma marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut

memerlukan sejumlah besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar

(dalam  normal  saline,  bukan  dalam larutan  formaldehid)  kepada  ahli

patologi. Ini merupakan alasan mengapa sesudah  tonsilektomi lebih baik

di periksa jaringannya. 

Limfoma  merupakan  jenis  yang  paling  umum  kedua  pada

keganasan  tonsil.  Limfoma  tonsil  biasanya  ditandai  dengan  massa

submukosa  dan  pembesaran  asimetris  pada  salah  satu  tonsil.  Bila

terdapat limfadenopati, maka pembesaran kelenjar getah bening diamati

pada sisi yang sama.


MANIFESTASI KLINIK

Kebanyakan pasien dengan tumor tonsil datang dalam keadaan penyakit

lanjut karena lesi  awal biasanya tanpa gejala ketika lesi masih kecil.13 Pasien

dengan karsinoma tonsil dapat datang dengan keluhan massa pada leher. Hal ini

karena  karsinoma muncul  di  dalam kriptus.  Sebuah karsinoma sel  skuamosa

mungkin berasal dari 1 atau lebih lokasi dari tonsil itu sendiri. Selain itu tonsil

juga dapat membesar dan menonjol ke dalam rongga mulut. Tonsil kaya akan

kelenjar limfoid yang membantu akses neoplasma dan bermetastase ke kelenjar

leher. Semua faktor  itu menjelaskan mengapa pasien biasanya datang dengan

massa pada leher.

Pembesaran  kelenjar  getah  bening  dengan  tumor  primer  yang

tersembunyi  harus  diperiksa  lebih  lanjut  pada  tonsilnya.  Karsinoma  sel

skuamosa primer tersembunyi yang bermanifestasi sebagai limfadenopati leher

yaitu  masalah umum yang dihadapi oleh ahli THT. 2

Sakit tenggorokan, sakit telinga, sensasi benda asing di tenggorokan dan

perdarahan semuanya mungkin terjadi. Trismus mengindikasikan bahwa yaitu 

keterlibatan dari parafaring. Jika massa leher tidak jelas pada pemeriksaan biasa,

palpasi  mungkin  diarahkan  ke  bagian  belakang  yang  menunjukkan  adanya

limfadenopati  servikal.  Penurunan  berat  badan  dan  kelelahan  merupakan  hal

yang umum pada tumor ini. 

Jika tumor sampai ke dasar lidah, kelenjar kontralateral mungkin sudah

terlibat.  Tumor  tonsil  primer  dapat  tumuh  sepenuhnya  di  bawah  permukaan.

Oleh karena itu, dokter harus melihat apapun yang mencurigakan atau mungkin

melihat sedikit peningkatan ukuran tonsil. 

Karsinoma  tonsil ini tidak  menunjukkan gejala awal.  Dalam tahap

selanjutnya  beberapa gejala yang sangat menonjol dan jelas yaitu  sebagai

berikut: 

1.  Terbentuk benjolan dileher sebagai akibat metastasis karsinoma tonsil ke 

kelenjar getah bening di leher.

2.  Kesulitan dalam menelan

3. Sakit tenggorokan atau suara serak di tenggorokan

4. Air liur mengandung darah

5. Pada satu sisi tonsil mungkin dapat membesar

6. Berat badan turun

7. Merasa massa di tenggorokan 

DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Dari  anamnesis  akan  didapatkan  sakit  tenggorokan  yang  dialami

berulang-ulang  walaupun  sesudah   mengkomsumsi  antibiotik.  Pasien  juga

sering datang dengan keluhan benjolan di leher, nyeri telinga (otalgia) pada

salah  satu  telinga,  kesulitan  menelan  (odinofagia).  Kadang-kadang  pasien

tidak bisa membuka mulut (trismus). 

2. Pemeriksaan Fisis

Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan

bibir,  mukosa  rongga  mulut,  lidah  dan  gerakan  lidah.  Dengan  menekan

bagian  tengah  lidah  memakai  spatula  lidah,  maka  bagian-bagian  rongga

mulut  lebih  jelas  terlihat.  Pemeriksaan  dimulai  dengan  melihat  dinding

uvula, arkus faring, tonsil, mukosa pipi, apakah terdapat pembesaran, palpasi

rongga  mulut  diperlukan  bila  ada  massa  tumor,  kista  dan  lain-lain.  pada

pemeriksaan  fisis  pasien  dengan  tumor  tonsil,  terdapatnya  suatu  massa

dengan permukaan yang tidak rata dan memberikan nyeri, karena dipersarafi

oleh cabang N. Trigeminus dan N. Fasialis, dapat menjadi petanda adanya

suatu keganasan. 

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Tes fungsi hati diperlukan untuk mengetahui riwayat komsumsi

aethanol/alkohol.  Selain  itu  untuk  mengetahui  metabolisme  hepar

terhadap pemakaian agen kemoterapi atau obat lain sebelumnya. 

b. Radiologi

CT  scan  leher  dengan  atau  tanpa  kontras  diperlukan  untuk

mengevaluasi metastasis dan untuk menilai sejauh mana perkembangan

tumor. Hal ini penting dalam staging tumor tonsil. 

Gambar 12: Massa dengan ukuran 2mm pada daerah tonsil kanan dengan

hasil biopsi jarum halus didapatkan suatu karsinoma sel skuamosa

Gambar  13:  Hasil  CT-scan  menunjukkan  tumor  tonsil  pada  pasien

dengan HPV-positif tanpa riwayat merokok atau alkohol. Anak panah kiri

menunjukkan tonsil yang udem dengan tumor primer. Anak panah kanan

menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada kedua sisi

leher 

MRI juga sangat berguna untuk menilai ukuran tumor dan invasi

jaringan  lunak.  CT  scan  dada  yang  paling  sensitif  untuk  menilai

metastasis khususnya ke daerah paru- paru. 

c. Biopsi

Biopsi  yaitu   satu-satunya  alat  untuk mendiagnosis  keganasan

tonsil berupa limfoma, karena itu ahli patologi dan timnya harus segera

siap  untuk menangani  jaringan dengan tepat.  Beberapa  jaringan segar

mungkin diperlukan untuk studi, yang tergantung waktu dan memerlukan

penangan segera. Beberapa jaringan harus dibedakan dalam nitrogen cair.

Pertimbangan  lain  yang  sangat  penting  yaitu   kenyataan  bahwa

karsinoma sel skuamosa biasanya timbul jauh di dalam kripta. Hal ini

memerlukan ahli bedah untuk mengambil biopsi yang lebih dalam. 

d. Panendoskopi

Panedoskopi  merupakan  tindakan  operatif  endoskopi  untuk

memastikan diagnosa dan staging dan mengetahui  yaitu  synchronous

primary tumor. Ini meliputi laringoskopi direk, esofagoskopi dan trakeo-

bronkoskopi. 

e. Tes Human Papilloma Virus (HPV)

NCCN  guidline  merekomendasikan  tes  HPV  untuk  menilai

prognosis  Pemeriksaan  dilakukan  menggunakan  metode  quantitative

reverse transcriptase PCR (QRT-PCR). 

STAGING

Staging karsinoma  tonsil  menurut  America  Joint  Committee  on  Cancer

(AJCC)  edisi  ke-6.  Klasifikasi  meliputi  ukuran  tumor  primer  (T),  kejadian,

ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau

tidak (M)

Staging ukuran tumor karsinoma tonsil2:

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 : Tidak ada kejadian tumor primer

Tis : Carcinoma in situ

T1 : Diameter tumor ≤ 2 cm

T2 : Diameter tumor 2-4 cm

T3 : Diameter tumor > 4 cm

T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ektrinsik,

otot pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula

T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral,  lempeng pterygoid, nasofaring

lateral, basis crania atau arteri karotis

Kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional2

Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional

N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter ≤ 3 cm

N2 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm;

ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm; kelenjar limfe bilateral atau

kontralateral, diameter < 6 cm

N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm

N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm

N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm

N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm

Metastase jauh

Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh.

AJCC guidelines: 

  Stage I: T1 N0 M0

  Stage II: T2 N0 M0

  Stage III: T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0

  Stage IVa: T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a 

N2 M0

  Stage IVb: Any T N3 M0 T4b Any N M0

20

  Stage IVc: Any T Any N M1 

TERAPI

1. Operasi

Operasi  dapat  dipakai  untuk mengelola  semua  stadium pada tumor

tonsil,  tetapi  sebaiknya  operasi  dilakukan pada stadium awal tumor. Jenis

prosedur  yang  dilakukan  tergantung  pada  ukuran,  jenis,  lokasi  dan

penyebaran tumor. Tumor yang sangat kecil yang belum menyebar di luar

tonsil dapat diobati dengan tindakan operasi saja. Jenis operasi meliputi: 

a. Operasi transoral (Transoral surgery), yaitu mengangkat tumor melalui

mulut. Pendekatan ini tidak memerlukan proses rekonstruksi rehabilitasi

yang  panjang  pada  daerah  tenggorokan  sesudah   operasi  untuk

memperbaiki fungsi bicara dan menelan.

b. Bedah robotik transoral (Transoral robotic surgery), yang menyediakan

akses  yang  lebih  tepat  untuk  tumor.  Operasi  ini  aman,  efektif  dan

memungkinkan  waktu  pemulihan  lebih  cepat  dibandingkan  dengan

pendekatan bedah standar.

c. Insisi  leher  eksternal  (External  neck  incision),  dipertimbangkan  untuk

tumor yang besar atau tumor yang telah menyebar di leher. Jika tumor

telah  menyebar  di  luar  tonsil,  kelenjar  getah  bening  di  dekatnya  juga

turut diangkat.

d. Bedah  rekonstruksi.  Pasien  dengan  tumor  lanjut  yang  mengalami

disporposi  pada  wajah,  rahang atau  leher  sesudah   pengangkatan  tumor

mungkin memerlukan pembedahan rekonstruktif. 

2. Terapi radiasi/Radioterapi

Terapi radiasi dapat menjadi pilihan untuk tumor tonsil fase awal maupun

lanjutan,  seperti  intensitas-termodulasi  terapi  radiasi,  yang  justru

menargetkan radiasi  untuk sel  tumor  dan membatasi  paparan radiasi  pada

jaringan normal di dekatnya. 

3. KEMOTERAPI

Untuk  mengobati  tumor  tonsil  stadium  lanjut,  direkomendasikan

pengobatan kemoterapi. Kemoterapi dapat menjadi bagian dari pengobatan

awal  stadium  lanjut,  tetapi  tumor  tonsil  dapat  disembuhkan  dengan

kombinasi  dengan  terapi  radiasi,  atau  untuk  tumor  tonsil  yang  sudah

berulang  atau  menyebar  ke  tempat  yang  jauh  dan  tidak  lagi  dapat

disembuhkan.

PROGNOSIS

Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil berdasarkan

staging tumor yaitu :

  Stage I = 80%

  Stage II = 70%

  Stage III = 40%

  Stage IV = 30%

Ang et al dalam penelitiannya menganalisis pada pasien dengan HPV positif

maupun  negatif  yang  diacak  secara  random  dengan  perlakuan  diberikan

radioterapi  pada  karsinoma  tonsil  staging  III-IV. Pasien  dengan  HPV positif

survival  rate  bertambah  rata-rata  3  tahun  (82.4%  vs  57.1%,  p<0,001)  dan

menurunkan resiko kematian sebesar 58% jika dibandingkan pada pasien dengan

HPV negatif. 





Tumor Tonsil yaitu  kanker yang terjadi pada salah satu dari tiga jenis tonsil 

tenggorokan. Hal ini paling sering terjadi pada tonsil palatina, yang terletak di kedua sisi 

tenggorokan, meskipun dapat juga terjadi pada tonsil faring (juga disebut kelenjar gondok), 

yang berada di balik rongga hidung, atau dalam bahasa tonsil, yang berada di bagian 

belakang lidah ,

Tumor tonsil kebanyakan karsinoma sel skuamosa, yang timbul dalam jaringan 

lapisan mulut, meskipun ada kemungkinan untuk limfoma (jenis kanker sistem kekebalan) 

untuk berkembang di amandel. Merokok yaitu  faktor risiko yang paling umum untuk 

karsinoma sel skuamosa amandel. Alkohol juga merupakan faktor risiko, kombinasi 

pemakaian  rokok dan alkohol menghasilkan resiko yang lebih besar dibandingkan  

menggunakan zat baik sendiri. 

B. Etiologi 

Meskipun penyebab spesifik dari tumor tonsil tidak diketahui, beberapa faktor risiko 

telah diidentifikasi, termasuk pemakaian  tembakau, yang merupakan faktor risiko terkuat 

tunggal untuk mengembangkan kanker amandel, dan pemakaian  alcohol 

diterima faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk 

merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru - baru ini, namun, beberapa indikasi 

menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Walaupun virus Epstein-

Barr (EBV) yaitu  pertimbangan utama dalam karsinoma nasofaring, papilloma virus 

(HPV) telah ditunjukkan sebagai lebih dari ancaman di wilayah ini. Beberapa studi telah 

mengidentifikasi indikasi kehadiran HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil. Bila 

amandel termasuk dalam studi kawasan orofaringeal seluruh faktor - faktor risiko meliputi:  

1. Diet rendah buah dan sayuran  

2. Infeksi HPV  

3. Tembakau, merokok  

4. Mengkonsumsi alkohol 

  

C. Tanda dan Gejala 

Gejala tumor tonsil termasuk sakit di bagian belakang tenggorokan yang tidak 

sembuh - sembuh, atau satu amandel yang lebih besar dari yang lain. Ini mungkin 

menyakitkan atau bisa juga tidak. Kanker amandel diketahui memicu  perdarahan, 

bau mulut, atau rasa / pengecapan berubah. kanker yang lebih besar dapat mengganggu 

makan, berbicara atau bernapas, dan dapat membuat sulit untuk membuka mulut.  

Gejala umum kanker amandel meliputi:  

1. Indera pengecapan berubah  

2. Napas bau  

3. Perdarahan  

4. Ukuran amandel berubah  

5. Kesulitan makan, menelan atau berbicara  

6. Sakit telinga  

7. Benjolan atau sakit yang tidak hilang 

8. Sakit tenggorokan  

9. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher  

10. Tenggorokan sakit 

11. Berat badan mengalami penurunan  

 

Dalam beberapa kasus, tumor tonsil dapat mengancam kehidupan termasuk jika 

Anda, atau seseorang yang bersama Anda, memiliki kehidupan yang mengancam gejala - 

gejala ini :  

1. Pernafasan atau masalah pernapasan seperti sesak napas, kesulitan bernapas, mengi, 

tidak bernapas, atau tersedak. 

2. Muntah darah seperti warna hitam bubuk kopi (Mansjoer 2011). 

D. Patofisiologi  

Tonsil SCC mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi ekstensi untuk struktur 

berdekatan yaitu  umum. Karsinoma umumnya menyebar di sepanjang glossotonsillar 

sulkus untuk melibatkan dasar lidah ke tingkat variabel. Selain itu, penyebaran sering 

terjadi pada langit - langit lunak atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi lateral oleh otot 

pembatas unggul, yang mungkin berisi penyebaran karsinoma (Adams 2013). 

Namun, ketika otot pembatas yaitu  melanggar, tumor memperoleh akses ke ruang 

parapharyngeal. Ini mungkin melibatkan otot - otot pterygoid atau mandibula. Superior 

ekstensi di ruang parapharyngeal dapat memicu  keterlibatan dasar tengkorak, dan 

perpanjangan inferior dapat memicu  keterlibatan leher lateral. Akhirnya, keterlibatan 

luas dalam ruang parapharyngeal mungkin melibatkan arteri karotis (Silvia 2010).  

Metastasis ke daerah limfatik umum. metastasis leher hadir pada sekitar 65% dari 

pasien. Pada pasien dengan leher klinis negatif, sekitar 30% dari pasien ini akan memiliki 

penyakit leher gaib. metastasis kelenjar getah kebanyakan untuk tingkat II dan III sejauh 

tingkat yang lebih rendah. Nodal metastasis ke tingkat I atau level IV terjadi pada sekitar 

10%, dan melewatkan lesi di kedua lokasi tersebut telah ditemukan (Silvia 2010).  

SCC tonsil juga dapat bermetastasis ke retropharyngeal kelenjar getah bening. Hal ini 

bukan hal yang utama, tapi metastasis ke lokasi ini dapat terjadi ketika limfatik terganggu 

dalam kasus penyakit positif node dalam node jugulodigastric atau dalam hal perawatan 

sebelumnya lebih baik dilakukan pembedahan atau radiasi. Metastasis jauh dari tonsil SCC 

terjadi pada sekitar 15 -30% pasien. Yang paling sering terjadi umumnya yaitu  paru - 

paru, diikuti oleh hati, dan kemudian tulang (Adams 2013). 

 

E. Pemeriksaan Penunjang 

1. Laboratorium Studi   

a. Tes fungsi paru :  

1) Setiap pembedahan kepala dan leher membawa risiko komplikasi pernapasan 

tambahan perioperatif dan pasca operasi.  

2) Cadangan pernapasan yaitu  sedikit diperlukan pengetahuan sebelum operasi 

tersebut dilakukan.  

b. Pembekuan dan koagulasi studi (termasuk jumlah trombosit, mengetik, cross - 

matching)  

1) Kepala dan leher yaitu  salah satu daerah terkaya vaskularisasi dalam tubuh 

manusia.  

2) Perdarahan yaitu  salah satu masalah terbesar di operasi tonsil.  

3) Setelah bahan tersedia transfusi baik dilaksanakan.  

2. Studi Imaging  

a. CT scan leher, dengan dan tanpa kontras, diperlukan untuk mengevaluasi metastase 

dan untuk menilai sejauh mana tumor. Selain itu, jika diperpanjang ke atas untuk 

mencakup daerah tulang, invasi tulang yaitu  bagian dari basis pengetahuan baru. 

Hal ini penting dalam pementasan tumor tonsil.  

b. MRI juga sangat berguna untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak.  

3. Biopsi yaitu  satu - satunya alat untuk memperoleh jaringan diagnostik.  

a. Keganasan tonsil mungkin limfoma, karena itu, ahli patologi dan tim harus segera 

siap untuk menangani jaringan dengan benar.  

b. Lain pertimbangan yang sangat penting yaitu  fakta bahwa karsinoma sel skuamosa 

biasanya timbul jauh di dalam kriptus. Ini membutuhkan ahli bedah mengambil biopsi 

mendalam sehingga neoplasma sejati tidak terjawab. Mengingat kecenderungan untuk 

lesi ini berdarah, ini yaitu  prosedur rumit, dan ahli bedah harus siap untuk yang tak 

terduga.  

4. Panendoscopy  

a. Operative endoskopi memungkinkan ahli bedah untuk menilai tingkat penuh tumor. 

Ini bisa sangat membantu ketika memilih antara pendekatan bedah terbuka dan 

endoskopi. Hal ini juga memungkinkan untuk biopsi jika tidak dapat dilakukan di 

kantor.  

b. Bronkoskopi dan esophagoscopy dimanfaatkan untuk menilai untuk tumor primer 

kedua yang dapat hadir pada saat diagnosa . 

F. Penatalaksanaan 

1. Terapi Medis  

Terapi Non-bedah dari karsinoma amandel terdiri dari terapi radiasi ke situs utama dan 

leher untuk tumor tahap awal T1-2N0. Untuk tumor stadium lanjut T3-4n +, terapi non-

bedah terdiri dari organ-pelestarian kemoradiasi bersamaan.  

2. Preoperative 

Ketika mengevaluasi pasien dengan karsinoma amandel untuk operasi, seseorang 

harus menentukan pendekatan bedah yang optimal. Bagi sebagian besar tumor tahap awal 

dan pilih stadium akhir tumor, pendekatan transoral mungkin tepat. pendekatan Transoral 

termasuk menggunakan lelucon mulut standar dan lampu sebagai melakukan 

tonsilektomi standar, laser transoral mikro (TLM), atau teknik bedah transoral robot baru 

(Pracy 2012). 

3. Intraoperatif  

Teknik laser mikro Transoral telah diuraikan secara rinci oleh Steiner dan 

Ambrosch. Pendekatan standar yaitu  untuk mendapatkan eksposur melalui mouthgags 

standar atau oropharyngoscopes distending. Mikroskop operasi dan laser CO2 ini 

kemudian digunakan untuk menghilangkan tumor sedikit demi sedikit. Menggunakan 

visualisasi mikroskop yang disempurnakan dan diferensial pemotongan laser melalui 

jaringan normal versus tumor memungkinkan ahli bedah untuk mengikuti tumor dan 

melestarikan nilai maksimal jaringan normal. Karena tumor dihapus sedikit demi sedikit, 

sangat penting bahwa ahli bedah berkomunikasi secara efektif dengan ahli patologi untuk 

memastikan margin negatif yang benar (Pracy 2012).  

4. Pascaoperasi  

Pasien menjalani operasi untuk karsinoma tonsil harus dipantau secara hati - hati 

dalam periode pasca operasi. Isu yang sangat penting untuk dipertimbangkan termasuk 

manajemen jalan nafas, potensi untuk perdarahan, dan diet. manajemen jalan nafas 

tergantung pada pendekatan yang digunakan dan sejauh mana reseksi. Ketika pendekatan 

transoral digunakan, pasien mungkin tetap intubated operasi berikut, tergantung pada 

sejauh mana reseksi, potensi resiko untuk pendarahan, atau preferensi ahli bedah. Dalam 

kebanyakan kasus, pasien yang menjalani reseksi transoral tidak perlu trakeostomi, 

seperti pembengkakan umumnya kurang dibandingkan  di reseksi terbuka.   

  


Proses keperawatan yaitu  metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan, 

proses keperawatan terdiri dari lima tahun yang sequensial dan berhubungan yaitu pengkajian, 

diagnosa , perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi 

Asuhan keperawatan yaitu  faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek 

pemeliharaan, rehabilitas, dan preventif perawatan kesehatan 

1. PENGKAJIAN 

Pengkajian yaitu  tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang 

sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan 

mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2013).Pengkajian dalam sistem imun 

meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan prosedur diagnostik yang merupakan 

data yang menunjang keadaan klinis dari pasien. 

a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan, 

agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah sakit. 

b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari : 

1. Keluhan utama yaitu  keluhan atau gejala apa yang memicu  pasien 

berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali 

yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis biasanya nyeri pada tenggorokan 

dan pada saat menelan disertai demam. 

2. Riwayat kesehatan sekarang yaitu  faktor yang melatarbelakangi atau 

mempengaruhi dan mendahuli keluhan, bagaimana sifat terjadinya gejala 

(mendadak, perlahan-lahan, terus menerus atau berupa serangan, hilang dan 

timbul atau berhubungan dengan waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan 

sifatnya bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap). 

Bagaimana berat ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung 

atau mulai kapan serta usaha  yang telah dilakukan apa saja. 

3. Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti riwayat pemakaian jenis 

obat, jumlah dosis dan pemakaiannya, riwayat atau pengalaman masa lalu 

tentang kesehatan atau penyakit yang pernah dialami atau riwayat masuk 

rumah sakit atau riwayat kecelakaan. 

4. Riwayat kesehatan keluarga 

Adakan keluarga yang menderita penyakit tonsillitis, Penyakit kronik yang lain 

seperti diabetes melitus, batu ginjal, kardiovaskuler, hipertensi, kelainan 

bawaan. 

5. Status Sosial 

Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan 

tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini 

akan berpengaruh pada pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan 

mencerminkan tingkat kesehatan klien. 

6. Penampilan Umum 

Kulit pucat kering, lemah, tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh 

meningkat, tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma, delirium, 

konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak, kemampuan bicara : mampu 

bicara atau tidak. 

c. Pola Fungsi Kesehatan 

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala yang 

memicu  klien mencari pertolongan kesehatan seperti : nyeri pada 

tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu tubuh, kelemahan hebat, 

kehilangan perhatian pada lingkungan. 

2. Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani tonsilektomi. 

3. Pola nutrisi dan metabolik. 

4. Anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake kurang, nyeri untuk 

menelan, nafas berbau, membran mukosa kering. 

5. Pola eliminasi Warna urin kunin pekat, ureum meningkat. 

6. Pola aktivitas dan latihan Kelelahan (fatique), kelemahan. 

7. Pola tidur dan istirahat Gelisah tidur sering terganggu karena nyeri pada 

tenggorokan. 

8. Pola persepsi sensor dan kognitif 

Kurangnya pendengaran perhatian berkurang atau menyempit, kemampuan 

berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan, sakit kepala. 

2. Pemeriksaan Fisik 

Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan 

posisi pasien, kesadaran (GCS / Gaslow Coma Scale), yang dapat meliputi penilaian 

secara kualitas seperti composmentis, apatis, somnolen, sofor, koma, delirium, dan status 

gizinya. 

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola pernafasan dan 

suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis mengalami kesulitan bernafas karena ada 

pembesaran pada tonsil dan mengalami peningkatan suhu tubuh. 

b. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening 

  Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik, pucat, eritema), 

turgor, kelembaban kulit dan atau ada tidaknya edema. 

  Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik. 

  Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda 

radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal oksiptil, dan 

retroavrikuler. 

c. Pemeriksaan kepala dan leher 

  Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-ubun, wajahnya 

asimetris atau ada tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus palpebra, 

mata merah, alis, bulu mata, konjungtiva, anemis karena Hb nya menurun, 

skelera, kornea, pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, 

lubang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran hidung dan 

mulut ada tidaknya stismus. 

  Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher, dengan ditentukan 

ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, dan ada tidaknya nyeri tekan. 

d. Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada, 

keadaan paru yang meliputi simetris atau tidaknya, pergerakan nafas, ada tidaknya 

femitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas ada saat perkuasi didapatkan (bunyi 

perkusinya bagaimana apakah hipersenosor atau timpani). Pada pemeriksaan jantung 

dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordis dan aktivitas 

artikel, getaran bsising, bunyi jantung. 

e. Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya 

ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ 

hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada 

pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, serta genitalia. 

f. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak 

keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki dan lainnya. 

 

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUMOR TONSIL 

Diagnosa keperawatan yaitu  suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia 

(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana 

perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara 

pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah 

Diagnosa keperawatan pada pasien tonsilitis yaitu   

1. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil. 

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 

anoreksia, mual, muntah 

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa 

sakit pada jaringan tonsil 

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual, 

anoreksia, letargi. 

5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit. 

6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit, 

prognosis dan kebutuhan pengobatan. 

  

INTERVENSI KEPERAWATAN 

 


Nyeri akut berhubungan 

dengan pembengkakan 

jaringan tonsil 

 

 

Ketidakseimbangan nutrisi 

kurang dari kebutuhan 

tubuh berhubungan dengan 

anoreksia 

Kontrol Nyeri 

- Mengenali faktor penyebab. 

- Mengenali serangan nyeri. 

- Melaporkan kontrol nyeri 

 

Fluid balance 

- Adanya peningkatan BB 

sesuai tujuan 

- BB ideal sesuai tinggi badan 

- Mampu mengidentifikasi ke 

butuhan nutrisi 

- Tidak ada tanda-tanda 

malnutrisi. 

 

Menejemen Nyeri 

- Lakukan pengkajian nyeri 

secara komprehensif termasuk 

lokasi, karakteristik, durasi, 

frekuensi, kualitas dan faktor 

presipitasi 

- Ajarkan teknik non 

farmakologi dengan distraksi / 

latihan nafas dalam. 

- Observasi reaksi non verbal 

dari ketidanyamanan 

- Anjurkan pasien untuk 

istirahat. 

- Berikan analgesik yang 

sesuai. 

 

Manajemen nutrisi 

- Berikan makanan yang 

terpilih 

- Kaji kemampuan klien 

untuk mendapatkan nutrisi 

yang dibutuhkan 

- Berikan makanan sedikit 

tapi sering 

- Berikan makanan selagi 

hangat dan dalam bentuk 

menarik. 

- Kolaborasi dengan ahli gizi