National Cancer Institute di Amerika Serikat, mengatakan bahwa pada
tahun 1991 terdapat 6 juta penderita tumor ganas. Dari seluruh tumor ganas
tersebut, insiden karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa ialah sebanyak
600.000 penderita. Tercatat pula jumlah penderita tumor ganas kepala dan leher
sebanyak 78.000 orang, lebih dari 75% yaitu karsinoma sel skuamosa.
Dari semua karsinoma sel skuamosa kepala dan leher primer, karsinoma
orofaringeal yaitu keganasan ketiga yang paling umum dengan tonsil menjadi
lokasi yang paling umum dari keganasan orofaring.2
Sebagian besar kanker tonsil terkait dengan paparan dari human
papillomavirus (HPV). Alkohol dan pemakaian tembakau juga merupakan
faktor risiko utama untuk perkembangan kanker tonsil. Tumor ganas tonsil lebih
banyak diderita pria daripada wanita.
Pada pasien yang lebih tua, ukuran tonsil yang asimetris (dikenal juga
sebagai hipertrofi tonsil asimetris) dapat menjadi indikator tonsil yang terinfeksi
virus atau tumor seperti limfoma atau karsinoma sel skuamosa.
ANATOMI
Faring yaitu suatu tabung fibro-muscular yang meluas mulai dari basis
cranii sampai pada tepi caudal cartilago cricoidea, yaitu setinggi vertebra
cervicalis ke 6, dan melanjutkan diri menjadi esophagus. Tabung ini memiliki
ukuran panjang kira-kira 12,5 cm dengan diameter pada ujung cranialis kurang
lebih 5 cm dan ujung caudalis kira-kira 2,5 cm (berbentuk kerucut). Faring
berfungsi meneruskan aliran udara dari cavum nasi menuju ke laring dan
makanan dari cavum oris menuju ke esophagus. Bagian cranialis selalu berada
dalam keadaan terbuka yang memungkinkan udara dengan bebas masuk
kedalam laring, yang berada pada dinding anterior faring. Bagian caudalis
berbentuk flat anterior-posterior yang hanya membuka bilamana dilalui oleh
bolus makanan.
Dinding lateral faring mengadakan perlekatan berturut-turut dari cranial
ke caudal pada lamina pterygoideus medialis, sisi lingua, permukaan dalam
mandibula, os hyoideum, cartilago thyreoidea dan cartilago cricoidea. Tuba
auditiva bermuara ke dalam cavum pharyngis dan berada pada bagian cranilais
dinding lateral pharynx. Ke arah lateral faring memiliki hubungan dengan
pembuluh-pembuluh darah besar dan nervus pada regio colli, dan juga pada
processus styloideus bersama dengan otot yang melekat padanya.
Dinding posterior faring mengadakan perlekatan pada basiocciput dan
terletak di sebelah ventral ke enam corpus vertebrae cervicalis bagian atas (V.C.
1–6) dan dipisahkan dari corpus vertebrae tersebut oleh ligamentum
longitudinale anterius, otot-otot prevertebralis dan fascia prevertebralis. Antara
dinding posterior faring dan fascia prevertebralis terdapat spatium
retropharyngealis yang berisi jaringan ikat dan lymphonodus retropharyngealis
sehingga pharynx bebas bergerak terhadap columna vertebralis.
Cavum pharyngis dibagi oleh palatum molle menjadi bagian cranial,
disebut nasofaring, dan bagian caudal yang terdiri atas orofaring (dibelakang
cavum oris) dan laringofaring (dibelakang laring).
Nasofaring
Merupakan bagian yang paling luas dari cavum pharyngis. Terletak di
belakang cavum nasi dan cranialis dari palatum molle (palatum molle dapat
dianggap membentuk lantai nasopharynx). Ruangan ini dapat dipisahkan sama
sekali dari oropharynx dengan mengangkat palatum molle ke arah dinding
posterior pharynx. ke arah anterior berhubungan dengan cavum nasi dengan
melalui choanae. Bagian ini semata-mata dilalui oleh udara respirasi. Pada setiap
dinding lateral nasopharynx terdapat muara dari tuba auditiva (tuba
pharyngotympanica). Lubang ini terletak ssetinggi concha nasalis inferior dan
dibatasi di sebelah postero-superior oleh torus tubarius, yaitu suatu penonjolan
yang disebabkan oleh pars medialis dari tuba auditiva. Di sebelah dorsal dari
tonjolan ini terdapat recessus pharyngeus (rosenmuelleri) yang berjalan vertikal.
Pada ostium pharyngeum tubae auditivae terbentuk labium anterius dan labium
posterior, dan labium posterius melanjutkan diri ke caudal pada plica
salpingopharyngealis, yaitu suatu plica yang dibentuk oleh membrana mucosa
yang membungkus m.salpingo pharyngeus.
Di bagian cranialis dinding posterior nasopharynx terdapat tonsilla
pharyngea, yang bertumbuh sampai usia anak 6 tahun, lalu mengalami
retrogresi. Bilamana terjadi hypetrophi maka nasopharynx dapat tertutup dan
memberi gangguan respirasi. Di sebelah dorsal tuba auditiva terdapat kumpulan
jaringan lymphoid yang membentuk tonsilla tubaria. Pembesaran dari tonsilla ini
dapat menekan tuba auditiva dan menghalangi aliran udara yang menuju
ketelinga bagian tengah. Pembesaran dari tonsilla pharyngea dan tonsilla tubaria
akan membentuk adenoid.
Orofaring
Terletak di sebelah dorsal cavum oris, di sebelah caudal dari palatum
molle dan di sebelah cranialis aditus laryngis. memiliki hubungan dengan
cavum oris melalui isthmus oropharyngeum (= isthmus faucium). Batas lateral
isthmus faucium dibentuk oleh arcus palatoglossus, yang melekat dari palatum
molle menuju ke sisi lidah (kira-kira di bagian posterior pertengahan lidah). Di
sebelah posteriornya lagi terdapat arcus palatopharyngeus yang berasal dari tepi
posterior palatum molle menuju ke caudo-dorsal mencapai dinding lateral
pharynx. Arcus palatopharyngeus, arcus palatopharyngeus dan bagian posterior
sisi lingua membentuk fossa tonsillaris yang ditempati oleh tonsilla palatina.
Laringofaring
Bagian ini berada di sebelah dorsal larynx. Ke arah cranialis
berhubungan dengan oropharynx (hubngan bebas) dan ke arah caudalis
melanjutkan diri menjadi oesophagus. Aditus laryngis terletak pada dinding
anterior laryngopharynx. Facies posterior dari cartilago arytaenoidea dan
cartilago cricoidea membentuk dinding anterior laryngopharynx.
Rongga Mulut
Rongga ini dibagi oleh gigi-geligi bersama dengan processus alveolaris
dan gingiva menjadi vestibulum oris dan cavum oris proprius. Kedua ruangan ini
satu sama lain dihubungkan oleh suatu celah yang terdapat diantara gigi moler II
dengan ramus mandibulae.
Vestibulum oris di sebelah luar dibatasi oleh bibir dan pipi. Lubang di
sebelah ventral disebut apertura oris. Labium superius et inferius melekat pada
gingva di linea mediana dengan perantaraan suatu lipatab mucosa yang disebut
frenulum labii superioris dan frenulum labii inferioris. Saluran keluar kelenjar
parotis bermuara dihadapan gigi Molar II atas. Labium oris dibentuk oleh
lapisan cutaneus, otot, kelenjar dan mucosa. Di antara lapisan otot dan kelenjar
terdapat suatu arteri yang berjalan melingkar, yang dibentuk oleh ramus labialis
superior et inferior yang dipercabangkan oleh a.facialis (pulsasinya dapat
diraba). Pipi dibentuk juga oleh 4 lapisan yang sama dengan bibir ditambah lagi
oleh jaringan lemak buccalis (buccal pad of fat), kelenjar molaris dan fascia
bocco-pharyngealis.
Cavum oris proprius disebut juga cavum buccalis, berada di bagian
dalam dari arcus dentalis dan ke arah dorsal melanjutkan diri menjadi
oropharynx. Dibatasi di sebelah cranialis (atap) oleh palatum durum dan bagian
anterior dari palatum molle. Dinding caudal (lantai) dibentuk oleh 2/3 bagian
anterior lingua dan refleksi membranan mucosa dari permukaan inferrior dan
lateral lingua yang menuju ke permukaan dalam gingiva. 3,6
Pada linea mediana terdapat suatu penonjolan membrana mucosa dengan
arah caudo-ventral, mulai dari permukaan inferior lingua menuju ke lantai
cavum oris di bagian anterior, penonjolan ini disebut frenulum linguae.
Tonsil Palatina
yaitu jaringan lymphatica yang terdapat di antara plica palatoglossus
dan plica palatopharyngeus. Jaringan lympatica ini tidak menempati seluruh
rongga yang ada sehingga di antara tonsilla palatina dengan arcus palatoglossus
terdapat suatu celah yang dinamakan fossa supratonsillaris (di bagian cranialis
tonsilla palatina). Lapisan mucosa yang menutupi tonsilla akan menyilang fossa
supratonsillaris membentuk plica semilunaris dan melanjutkan diri ke caudal
membentuk plica triangularis. Di antara plica triangularis dengan permukaan
tonsilla terdapat celah yang dinamakan sinus tonsillaris. Pada anak-anak bentuk
tonsilla palatina secara relatif lebih besar daripada usia dewasa. Permukaan
medialnya bebas, kecuali bagian anterior yang ditutupi oleh plica triangularis.
Permukaan lateral atau facies profunda melekat pada suatu kapsula yang
melanjutkan diri menjadi plica triangularis. Dipisahkan oleh suatu jaringan ikat
dari permukaan m.constrictor phatyngis superior, dan otot ini sendiri berada di
antara tonsilla dengan an,facialis beserta cabang-cabangnya (r.tonsillaris dan
r.palatinus ascendens). Arteri carotis interna terletak di bagian postero-lateral
tonsilla palatina pada jarak 20 – 25 mm.
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.
Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di
faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual,
gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam
fossa Rossenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat
orifisium tuba eustachius.
Tonsil palatina yaitu suatu massa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior
(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk
oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil memiliki 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
a) Lateral – muskulus konstriktor faring superior
b) Anterior – muskulus palatoglosus
c) Posterior – muskulus palatofaringeus
d) Superior – palatum mole
e) Inferior – tonsil lingual
Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga
melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah
jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam
stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli
merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh
tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan
umumnya memperlihatkan pusat germinal.
Vaskularisasi dan Innervasi
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri
lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina
asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub
atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faringeal. Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut
saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden nervus
palatinus minor.
HISTOLOGI
Tonsil
Permukaan tonsil palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel
berlapis pipih yang memiliki daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel
yang lain dimana mukosa tonsil palatina ini selalu mendapat gesekan dalam
tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan
terhadap trauma. Kripte pada tonsil palatina dalam dan bercabang-cabang dan
terdapat kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-
kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil. 8.9
Gambar 6: Histologi tonsil palatina. 1. Epitel gepeng tidak bertanduk, 2. Kript,
3. Pusat germinal, 4. Follicle cap (B-lymphocyte cap), 5. Daerah interfollikular.
FISIOLOGI
Tonsil Palatina
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.
Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. sedang
limfosit T pada tonsil yaitu 40% dan 3% lagi yaitu sel plasma yang matang.
Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,
IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4
area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Tonsil merupakan organ
limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit
yang sudah disensitisasi. Tonsil memiliki 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap
dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
EPIDEMIOLOGI
Keganasan tonsil merupakan keganasan di Amerika Serikat dengan
angka lebih dari 0,5% dari semua jenis keganasan setiap tahunnya. Lebih dari
8000 karsinoma orofaringeal didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Sebuah badan patologi di Amerika memiliki data dari tahun 1945 – 1976 ada
sekitar 70% lebih dari keganasan di wilayah ini yaitu karsinoma sel skuamosa.
Karsinoma sel skuamosa menyerang 3 – 4 kali lebih sering pada laki – laki
dibandingkan wanita dan sebagian besar berkembang dalam dekade kelima
kehidupan. Limfoma tonsil yaitu keganasan yang paling sering terjadi nomer
dua.
ETIOLOGI
Menurut National Cancer Institute, faktor risiko karsinoma sel skuamosa
termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru – baru ini ada indikasi
bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein –
Barr ( EBV ) merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring,
Human Papilloma Virus ( HPV ) telah terbukti sebagai ancaman.
Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi kehadiran HPV pada
sekitar 60% dari karsinoma tonsil.
Bila tonsil termasuk dalam studi wilayah orofaring, maka faktor risiko
meliputi:
1. Diet rendah buah dan sayuran
2. Infeksi HPV
3. Merokok
4. Alkohol
HPV yaitu virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel – sel basal
epitel dan dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa
orofaring. Meskipun lebih dari 100 strain yang telah diisolasi, HPV tipe 16 dan
18 paling sering dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins
E6 dan E7, yang telah meningkatkan aktivitas di strain yang bersifat onkogenik.
Oncoprotein E6 menyebabkan degradasi tumor suppressor p53. Oncoprotein E7
merupakan tumor suppressor retinoblastoma ( Rb ). Hilangnya PRB
menyebakan akumulasi p16, yang biasanya akan menghambat perkembangan
siklus sel melalui siklin D1 dan CDK4 / CDK6. Karena akumulasi ini, p16 dapat
dipakai sebagai penanda aktivitas HPV.
PATOGENESIS
Karsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi
perluasan pada ke struktur yang berdekatan sering terjadi. Karsinoma umumnya
menyebar sepanjang sulkus glosotonsilar melibatkan dasar lidah. Selain itu,
penyebaran sering melibatkan palatum mole atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi
oleh otot superior konstriktor yang mungkin berisi penyebaran karsinoma.
Namun ketika otot konstriktor dilampaui, ini menjadi keuntungan tumor
untuk mengakses ke ruang parafaring. Ini melibatkan otot – otot pterigoid atau
mandibular. Penyebaran ke arah superior dari ruang parafaring bisa melibatkan
dasar tengkorak dan penyebaran ke arah inferior bisa melibatkan leher bagian
lateral. Akhirnya keterlibatan yang luas dalam ruang parafaring mungkin
melibatkan arteri karotis.
Metastase ke daerah limfatik sering terjadi. Metastase ke leher sebanyak
kurang lebih 65%. Karsinoma sel skuamosa tonsil juga dapat bermetastase ke
kelenjar getah bening retrofaring. Metastase jauh dari karsinoma sel skuamosa
tonsil terjadi sekitar 15 – 30%. Lokasi yang paling umum yaitu paru – paru,
diikuti oleh hati dan kemudian tulang.
KLASIFIKASI
1. TUMOR TONSIL JINAK
a) Kista Tonsil
Kista epitel tonsil merupakan jenis yang paling sering. Permukaannya
berkilau, halus, dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan
gejala apapun, akan tetapi kista yang lebih besar akan menyebabkan suatu
benjolan di tenggorokan dan mungkin perlu dioperasi
b) Papiloma Tonsil
Gambar 8: Papiloma tonsil
Papiloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle
uvula, tonsil atau pilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar
anterior pada bagian posteriornya.
c) Polip Tonsil
Massa tonsil menunjukkan gambaran polip jinak pada
pemeriksaan histologi.
2. TUMOR TONSIL GANAS
a) Karsinoma Sel Skuamosa Tonsil
Karsinoma sel skuamosa tonsil menunjukkan pembesaran dan
ulserasi dari tonsil, tapi bisa juga tidak selalu disertai dengan ulserasi.
Tampilannya hampir sama dengan limfoma dan hanya dapat dibedakan
dengan pemeriksaan histologik. Sekitar 90% tumor tonsil yaitu
karsinoma sel skuamosa. Tumor ini relatif sering terjadi terutama pada
usia 50 dan 70 tahun. Perbandingan laki-laki dan peremuan yaitu 3-4:1
dan sering dikaitkan dengan perokok dan peminum alkohol. 6-% pasien
datang dengan metastase ke serviks bilateral sebanyak 15%, sedang
metastase jauh ditemukan sekitar 7%.
b) Limfoma Tonsil
Limfoma sulit dibedakan dengan “undifferentiated” karsioma dan
limfoma marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut
memerlukan sejumlah besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar
(dalam normal saline, bukan dalam larutan formaldehid) kepada ahli
patologi. Ini merupakan alasan mengapa sesudah tonsilektomi lebih baik
di periksa jaringannya.
Limfoma merupakan jenis yang paling umum kedua pada
keganasan tonsil. Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa
submukosa dan pembesaran asimetris pada salah satu tonsil. Bila
terdapat limfadenopati, maka pembesaran kelenjar getah bening diamati
pada sisi yang sama.
MANIFESTASI KLINIK
Kebanyakan pasien dengan tumor tonsil datang dalam keadaan penyakit
lanjut karena lesi awal biasanya tanpa gejala ketika lesi masih kecil.13 Pasien
dengan karsinoma tonsil dapat datang dengan keluhan massa pada leher. Hal ini
karena karsinoma muncul di dalam kriptus. Sebuah karsinoma sel skuamosa
mungkin berasal dari 1 atau lebih lokasi dari tonsil itu sendiri. Selain itu tonsil
juga dapat membesar dan menonjol ke dalam rongga mulut. Tonsil kaya akan
kelenjar limfoid yang membantu akses neoplasma dan bermetastase ke kelenjar
leher. Semua faktor itu menjelaskan mengapa pasien biasanya datang dengan
massa pada leher.
Pembesaran kelenjar getah bening dengan tumor primer yang
tersembunyi harus diperiksa lebih lanjut pada tonsilnya. Karsinoma sel
skuamosa primer tersembunyi yang bermanifestasi sebagai limfadenopati leher
yaitu masalah umum yang dihadapi oleh ahli THT. 2
Sakit tenggorokan, sakit telinga, sensasi benda asing di tenggorokan dan
perdarahan semuanya mungkin terjadi. Trismus mengindikasikan bahwa yaitu
keterlibatan dari parafaring. Jika massa leher tidak jelas pada pemeriksaan biasa,
palpasi mungkin diarahkan ke bagian belakang yang menunjukkan adanya
limfadenopati servikal. Penurunan berat badan dan kelelahan merupakan hal
yang umum pada tumor ini.
Jika tumor sampai ke dasar lidah, kelenjar kontralateral mungkin sudah
terlibat. Tumor tonsil primer dapat tumuh sepenuhnya di bawah permukaan.
Oleh karena itu, dokter harus melihat apapun yang mencurigakan atau mungkin
melihat sedikit peningkatan ukuran tonsil.
Karsinoma tonsil ini tidak menunjukkan gejala awal. Dalam tahap
selanjutnya beberapa gejala yang sangat menonjol dan jelas yaitu sebagai
berikut:
1. Terbentuk benjolan dileher sebagai akibat metastasis karsinoma tonsil ke
kelenjar getah bening di leher.
2. Kesulitan dalam menelan
3. Sakit tenggorokan atau suara serak di tenggorokan
4. Air liur mengandung darah
5. Pada satu sisi tonsil mungkin dapat membesar
6. Berat badan turun
7. Merasa massa di tenggorokan
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Dari anamnesis akan didapatkan sakit tenggorokan yang dialami
berulang-ulang walaupun sesudah mengkomsumsi antibiotik. Pasien juga
sering datang dengan keluhan benjolan di leher, nyeri telinga (otalgia) pada
salah satu telinga, kesulitan menelan (odinofagia). Kadang-kadang pasien
tidak bisa membuka mulut (trismus).
2. Pemeriksaan Fisis
Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan
bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah. Dengan menekan
bagian tengah lidah memakai spatula lidah, maka bagian-bagian rongga
mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat dinding
uvula, arkus faring, tonsil, mukosa pipi, apakah terdapat pembesaran, palpasi
rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain. pada
pemeriksaan fisis pasien dengan tumor tonsil, terdapatnya suatu massa
dengan permukaan yang tidak rata dan memberikan nyeri, karena dipersarafi
oleh cabang N. Trigeminus dan N. Fasialis, dapat menjadi petanda adanya
suatu keganasan.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tes fungsi hati diperlukan untuk mengetahui riwayat komsumsi
aethanol/alkohol. Selain itu untuk mengetahui metabolisme hepar
terhadap pemakaian agen kemoterapi atau obat lain sebelumnya.
b. Radiologi
CT scan leher dengan atau tanpa kontras diperlukan untuk
mengevaluasi metastasis dan untuk menilai sejauh mana perkembangan
tumor. Hal ini penting dalam staging tumor tonsil.
Gambar 12: Massa dengan ukuran 2mm pada daerah tonsil kanan dengan
hasil biopsi jarum halus didapatkan suatu karsinoma sel skuamosa
Gambar 13: Hasil CT-scan menunjukkan tumor tonsil pada pasien
dengan HPV-positif tanpa riwayat merokok atau alkohol. Anak panah kiri
menunjukkan tonsil yang udem dengan tumor primer. Anak panah kanan
menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada kedua sisi
leher
MRI juga sangat berguna untuk menilai ukuran tumor dan invasi
jaringan lunak. CT scan dada yang paling sensitif untuk menilai
metastasis khususnya ke daerah paru- paru.
c. Biopsi
Biopsi yaitu satu-satunya alat untuk mendiagnosis keganasan
tonsil berupa limfoma, karena itu ahli patologi dan timnya harus segera
siap untuk menangani jaringan dengan tepat. Beberapa jaringan segar
mungkin diperlukan untuk studi, yang tergantung waktu dan memerlukan
penangan segera. Beberapa jaringan harus dibedakan dalam nitrogen cair.
Pertimbangan lain yang sangat penting yaitu kenyataan bahwa
karsinoma sel skuamosa biasanya timbul jauh di dalam kripta. Hal ini
memerlukan ahli bedah untuk mengambil biopsi yang lebih dalam.
d. Panendoskopi
Panedoskopi merupakan tindakan operatif endoskopi untuk
memastikan diagnosa dan staging dan mengetahui yaitu synchronous
primary tumor. Ini meliputi laringoskopi direk, esofagoskopi dan trakeo-
bronkoskopi.
e. Tes Human Papilloma Virus (HPV)
NCCN guidline merekomendasikan tes HPV untuk menilai
prognosis Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode quantitative
reverse transcriptase PCR (QRT-PCR).
STAGING
Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Committee on Cancer
(AJCC) edisi ke-6. Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian,
ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau
tidak (M)
Staging ukuran tumor karsinoma tonsil2:
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ada kejadian tumor primer
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Diameter tumor ≤ 2 cm
T2 : Diameter tumor 2-4 cm
T3 : Diameter tumor > 4 cm
T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ektrinsik,
otot pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula
T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral, lempeng pterygoid, nasofaring
lateral, basis crania atau arteri karotis
Kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional2
Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional
N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter ≤ 3 cm
N2 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm;
ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm; kelenjar limfe bilateral atau
kontralateral, diameter < 6 cm
N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm
N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm
N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm
N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm
Metastase jauh
Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.
AJCC guidelines:
Stage I: T1 N0 M0
Stage II: T2 N0 M0
Stage III: T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0
Stage IVa: T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a
N2 M0
Stage IVb: Any T N3 M0 T4b Any N M0
20
Stage IVc: Any T Any N M1
TERAPI
1. Operasi
Operasi dapat dipakai untuk mengelola semua stadium pada tumor
tonsil, tetapi sebaiknya operasi dilakukan pada stadium awal tumor. Jenis
prosedur yang dilakukan tergantung pada ukuran, jenis, lokasi dan
penyebaran tumor. Tumor yang sangat kecil yang belum menyebar di luar
tonsil dapat diobati dengan tindakan operasi saja. Jenis operasi meliputi:
a. Operasi transoral (Transoral surgery), yaitu mengangkat tumor melalui
mulut. Pendekatan ini tidak memerlukan proses rekonstruksi rehabilitasi
yang panjang pada daerah tenggorokan sesudah operasi untuk
memperbaiki fungsi bicara dan menelan.
b. Bedah robotik transoral (Transoral robotic surgery), yang menyediakan
akses yang lebih tepat untuk tumor. Operasi ini aman, efektif dan
memungkinkan waktu pemulihan lebih cepat dibandingkan dengan
pendekatan bedah standar.
c. Insisi leher eksternal (External neck incision), dipertimbangkan untuk
tumor yang besar atau tumor yang telah menyebar di leher. Jika tumor
telah menyebar di luar tonsil, kelenjar getah bening di dekatnya juga
turut diangkat.
d. Bedah rekonstruksi. Pasien dengan tumor lanjut yang mengalami
disporposi pada wajah, rahang atau leher sesudah pengangkatan tumor
mungkin memerlukan pembedahan rekonstruktif.
2. Terapi radiasi/Radioterapi
Terapi radiasi dapat menjadi pilihan untuk tumor tonsil fase awal maupun
lanjutan, seperti intensitas-termodulasi terapi radiasi, yang justru
menargetkan radiasi untuk sel tumor dan membatasi paparan radiasi pada
jaringan normal di dekatnya.
3. KEMOTERAPI
Untuk mengobati tumor tonsil stadium lanjut, direkomendasikan
pengobatan kemoterapi. Kemoterapi dapat menjadi bagian dari pengobatan
awal stadium lanjut, tetapi tumor tonsil dapat disembuhkan dengan
kombinasi dengan terapi radiasi, atau untuk tumor tonsil yang sudah
berulang atau menyebar ke tempat yang jauh dan tidak lagi dapat
disembuhkan.
PROGNOSIS
Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil berdasarkan
staging tumor yaitu :
Stage I = 80%
Stage II = 70%
Stage III = 40%
Stage IV = 30%
Ang et al dalam penelitiannya menganalisis pada pasien dengan HPV positif
maupun negatif yang diacak secara random dengan perlakuan diberikan
radioterapi pada karsinoma tonsil staging III-IV. Pasien dengan HPV positif
survival rate bertambah rata-rata 3 tahun (82.4% vs 57.1%, p<0,001) dan
menurunkan resiko kematian sebesar 58% jika dibandingkan pada pasien dengan
HPV negatif.
Tumor Tonsil yaitu kanker yang terjadi pada salah satu dari tiga jenis tonsil
tenggorokan. Hal ini paling sering terjadi pada tonsil palatina, yang terletak di kedua sisi
tenggorokan, meskipun dapat juga terjadi pada tonsil faring (juga disebut kelenjar gondok),
yang berada di balik rongga hidung, atau dalam bahasa tonsil, yang berada di bagian
belakang lidah ,
Tumor tonsil kebanyakan karsinoma sel skuamosa, yang timbul dalam jaringan
lapisan mulut, meskipun ada kemungkinan untuk limfoma (jenis kanker sistem kekebalan)
untuk berkembang di amandel. Merokok yaitu faktor risiko yang paling umum untuk
karsinoma sel skuamosa amandel. Alkohol juga merupakan faktor risiko, kombinasi
pemakaian rokok dan alkohol menghasilkan resiko yang lebih besar dibandingkan
menggunakan zat baik sendiri.
B. Etiologi
Meskipun penyebab spesifik dari tumor tonsil tidak diketahui, beberapa faktor risiko
telah diidentifikasi, termasuk pemakaian tembakau, yang merupakan faktor risiko terkuat
tunggal untuk mengembangkan kanker amandel, dan pemakaian alcohol
diterima faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk
merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru - baru ini, namun, beberapa indikasi
menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Walaupun virus Epstein-
Barr (EBV) yaitu pertimbangan utama dalam karsinoma nasofaring, papilloma virus
(HPV) telah ditunjukkan sebagai lebih dari ancaman di wilayah ini. Beberapa studi telah
mengidentifikasi indikasi kehadiran HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil. Bila
amandel termasuk dalam studi kawasan orofaringeal seluruh faktor - faktor risiko meliputi:
1. Diet rendah buah dan sayuran
2. Infeksi HPV
3. Tembakau, merokok
4. Mengkonsumsi alkohol
C. Tanda dan Gejala
Gejala tumor tonsil termasuk sakit di bagian belakang tenggorokan yang tidak
sembuh - sembuh, atau satu amandel yang lebih besar dari yang lain. Ini mungkin
menyakitkan atau bisa juga tidak. Kanker amandel diketahui memicu perdarahan,
bau mulut, atau rasa / pengecapan berubah. kanker yang lebih besar dapat mengganggu
makan, berbicara atau bernapas, dan dapat membuat sulit untuk membuka mulut.
Gejala umum kanker amandel meliputi:
1. Indera pengecapan berubah
2. Napas bau
3. Perdarahan
4. Ukuran amandel berubah
5. Kesulitan makan, menelan atau berbicara
6. Sakit telinga
7. Benjolan atau sakit yang tidak hilang
8. Sakit tenggorokan
9. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher
10. Tenggorokan sakit
11. Berat badan mengalami penurunan
Dalam beberapa kasus, tumor tonsil dapat mengancam kehidupan termasuk jika
Anda, atau seseorang yang bersama Anda, memiliki kehidupan yang mengancam gejala -
gejala ini :
1. Pernafasan atau masalah pernapasan seperti sesak napas, kesulitan bernapas, mengi,
tidak bernapas, atau tersedak.
2. Muntah darah seperti warna hitam bubuk kopi (Mansjoer 2011).
D. Patofisiologi
Tonsil SCC mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi ekstensi untuk struktur
berdekatan yaitu umum. Karsinoma umumnya menyebar di sepanjang glossotonsillar
sulkus untuk melibatkan dasar lidah ke tingkat variabel. Selain itu, penyebaran sering
terjadi pada langit - langit lunak atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi lateral oleh otot
pembatas unggul, yang mungkin berisi penyebaran karsinoma (Adams 2013).
Namun, ketika otot pembatas yaitu melanggar, tumor memperoleh akses ke ruang
parapharyngeal. Ini mungkin melibatkan otot - otot pterygoid atau mandibula. Superior
ekstensi di ruang parapharyngeal dapat memicu keterlibatan dasar tengkorak, dan
perpanjangan inferior dapat memicu keterlibatan leher lateral. Akhirnya, keterlibatan
luas dalam ruang parapharyngeal mungkin melibatkan arteri karotis (Silvia 2010).
Metastasis ke daerah limfatik umum. metastasis leher hadir pada sekitar 65% dari
pasien. Pada pasien dengan leher klinis negatif, sekitar 30% dari pasien ini akan memiliki
penyakit leher gaib. metastasis kelenjar getah kebanyakan untuk tingkat II dan III sejauh
tingkat yang lebih rendah. Nodal metastasis ke tingkat I atau level IV terjadi pada sekitar
10%, dan melewatkan lesi di kedua lokasi tersebut telah ditemukan (Silvia 2010).
SCC tonsil juga dapat bermetastasis ke retropharyngeal kelenjar getah bening. Hal ini
bukan hal yang utama, tapi metastasis ke lokasi ini dapat terjadi ketika limfatik terganggu
dalam kasus penyakit positif node dalam node jugulodigastric atau dalam hal perawatan
sebelumnya lebih baik dilakukan pembedahan atau radiasi. Metastasis jauh dari tonsil SCC
terjadi pada sekitar 15 -30% pasien. Yang paling sering terjadi umumnya yaitu paru -
paru, diikuti oleh hati, dan kemudian tulang (Adams 2013).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Studi
a. Tes fungsi paru :
1) Setiap pembedahan kepala dan leher membawa risiko komplikasi pernapasan
tambahan perioperatif dan pasca operasi.
2) Cadangan pernapasan yaitu sedikit diperlukan pengetahuan sebelum operasi
tersebut dilakukan.
b. Pembekuan dan koagulasi studi (termasuk jumlah trombosit, mengetik, cross -
matching)
1) Kepala dan leher yaitu salah satu daerah terkaya vaskularisasi dalam tubuh
manusia.
2) Perdarahan yaitu salah satu masalah terbesar di operasi tonsil.
3) Setelah bahan tersedia transfusi baik dilaksanakan.
2. Studi Imaging
a. CT scan leher, dengan dan tanpa kontras, diperlukan untuk mengevaluasi metastase
dan untuk menilai sejauh mana tumor. Selain itu, jika diperpanjang ke atas untuk
mencakup daerah tulang, invasi tulang yaitu bagian dari basis pengetahuan baru.
Hal ini penting dalam pementasan tumor tonsil.
b. MRI juga sangat berguna untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak.
3. Biopsi yaitu satu - satunya alat untuk memperoleh jaringan diagnostik.
a. Keganasan tonsil mungkin limfoma, karena itu, ahli patologi dan tim harus segera
siap untuk menangani jaringan dengan benar.
b. Lain pertimbangan yang sangat penting yaitu fakta bahwa karsinoma sel skuamosa
biasanya timbul jauh di dalam kriptus. Ini membutuhkan ahli bedah mengambil biopsi
mendalam sehingga neoplasma sejati tidak terjawab. Mengingat kecenderungan untuk
lesi ini berdarah, ini yaitu prosedur rumit, dan ahli bedah harus siap untuk yang tak
terduga.
4. Panendoscopy
a. Operative endoskopi memungkinkan ahli bedah untuk menilai tingkat penuh tumor.
Ini bisa sangat membantu ketika memilih antara pendekatan bedah terbuka dan
endoskopi. Hal ini juga memungkinkan untuk biopsi jika tidak dapat dilakukan di
kantor.
b. Bronkoskopi dan esophagoscopy dimanfaatkan untuk menilai untuk tumor primer
kedua yang dapat hadir pada saat diagnosa .
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Medis
Terapi Non-bedah dari karsinoma amandel terdiri dari terapi radiasi ke situs utama dan
leher untuk tumor tahap awal T1-2N0. Untuk tumor stadium lanjut T3-4n +, terapi non-
bedah terdiri dari organ-pelestarian kemoradiasi bersamaan.
2. Preoperative
Ketika mengevaluasi pasien dengan karsinoma amandel untuk operasi, seseorang
harus menentukan pendekatan bedah yang optimal. Bagi sebagian besar tumor tahap awal
dan pilih stadium akhir tumor, pendekatan transoral mungkin tepat. pendekatan Transoral
termasuk menggunakan lelucon mulut standar dan lampu sebagai melakukan
tonsilektomi standar, laser transoral mikro (TLM), atau teknik bedah transoral robot baru
(Pracy 2012).
3. Intraoperatif
Teknik laser mikro Transoral telah diuraikan secara rinci oleh Steiner dan
Ambrosch. Pendekatan standar yaitu untuk mendapatkan eksposur melalui mouthgags
standar atau oropharyngoscopes distending. Mikroskop operasi dan laser CO2 ini
kemudian digunakan untuk menghilangkan tumor sedikit demi sedikit. Menggunakan
visualisasi mikroskop yang disempurnakan dan diferensial pemotongan laser melalui
jaringan normal versus tumor memungkinkan ahli bedah untuk mengikuti tumor dan
melestarikan nilai maksimal jaringan normal. Karena tumor dihapus sedikit demi sedikit,
sangat penting bahwa ahli bedah berkomunikasi secara efektif dengan ahli patologi untuk
memastikan margin negatif yang benar (Pracy 2012).
4. Pascaoperasi
Pasien menjalani operasi untuk karsinoma tonsil harus dipantau secara hati - hati
dalam periode pasca operasi. Isu yang sangat penting untuk dipertimbangkan termasuk
manajemen jalan nafas, potensi untuk perdarahan, dan diet. manajemen jalan nafas
tergantung pada pendekatan yang digunakan dan sejauh mana reseksi. Ketika pendekatan
transoral digunakan, pasien mungkin tetap intubated operasi berikut, tergantung pada
sejauh mana reseksi, potensi resiko untuk pendarahan, atau preferensi ahli bedah. Dalam
kebanyakan kasus, pasien yang menjalani reseksi transoral tidak perlu trakeostomi,
seperti pembengkakan umumnya kurang dibandingkan di reseksi terbuka.
Proses keperawatan yaitu metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan,
proses keperawatan terdiri dari lima tahun yang sequensial dan berhubungan yaitu pengkajian,
diagnosa , perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
Asuhan keperawatan yaitu faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitas, dan preventif perawatan kesehatan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian yaitu tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2013).Pengkajian dalam sistem imun
meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan prosedur diagnostik yang merupakan
data yang menunjang keadaan klinis dari pasien.
a. Identitas klien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan,
agama, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal datang ke rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan yang terdiri dari :
1. Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala apa yang memicu pasien
berobat atau keluhan atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali
yang utama. Keluhan utama klien tonsilitis biasanya nyeri pada tenggorokan
dan pada saat menelan disertai demam.
2. Riwayat kesehatan sekarang yaitu faktor yang melatarbelakangi atau
mempengaruhi dan mendahuli keluhan, bagaimana sifat terjadinya gejala
(mendadak, perlahan-lahan, terus menerus atau berupa serangan, hilang dan
timbul atau berhubungan dengan waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan
sifatnya bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap).
Bagaimana berat ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung
atau mulai kapan serta usaha yang telah dilakukan apa saja.
3. Riwayat kesehatan masa lalu dapat ditanyakan seperti riwayat pemakaian jenis
obat, jumlah dosis dan pemakaiannya, riwayat atau pengalaman masa lalu
tentang kesehatan atau penyakit yang pernah dialami atau riwayat masuk
rumah sakit atau riwayat kecelakaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Adakan keluarga yang menderita penyakit tonsillitis, Penyakit kronik yang lain
seperti diabetes melitus, batu ginjal, kardiovaskuler, hipertensi, kelainan
bawaan.
5. Status Sosial
Status sosial ekonomi atau mempengaruhi tingkat pendidikan, sedangkan
tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan klien dan hal ini
akan berpengaruh pada pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan
mencerminkan tingkat kesehatan klien.
6. Penampilan Umum
Kulit pucat kering, lemah, tanda-tanda vital : pola pernafasan dan suhu tubuh
meningkat, tingkat kesadaran : composmetis, somnolen, sofor, koma, delirium,
konsentrasi : mampu berkonsentrasi atau tidak, kemampuan bicara : mampu
bicara atau tidak.
c. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan adanya tanda dan gejala yang
memicu klien mencari pertolongan kesehatan seperti : nyeri pada
tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu tubuh, kelemahan hebat,
kehilangan perhatian pada lingkungan.
2. Riwayat penyakit tonsilitis akut atau kronik, menjalani tonsilektomi.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
4. Anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake kurang, nyeri untuk
menelan, nafas berbau, membran mukosa kering.
5. Pola eliminasi Warna urin kunin pekat, ureum meningkat.
6. Pola aktivitas dan latihan Kelelahan (fatique), kelemahan.
7. Pola tidur dan istirahat Gelisah tidur sering terganggu karena nyeri pada
tenggorokan.
8. Pola persepsi sensor dan kognitif
Kurangnya pendengaran perhatian berkurang atau menyempit, kemampuan
berfikir abstrak menurun, kehilangan perhatian untuk lingkungan, sakit kepala.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan
posisi pasien, kesadaran (GCS / Gaslow Coma Scale), yang dapat meliputi penilaian
secara kualitas seperti composmentis, apatis, somnolen, sofor, koma, delirium, dan status
gizinya.
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi nadi, tekanan darah, pola pernafasan dan
suhu tubuh. Biasanya klien tonsilitis mengalami kesulitan bernafas karena ada
pembesaran pada tonsil dan mengalami peningkatan suhu tubuh.
b. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening
Kulit meliputi warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterik, pucat, eritema),
turgor, kelembaban kulit dan atau ada tidaknya edema.
Rambut meliputi dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik.
Kelenjar getah bening meliputi dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda
radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal oksiptil, dan
retroavrikuler.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala meliputi dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, ubun-ubun, wajahnya
asimetris atau ada tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus palpebra,
mata merah, alis, bulu mata, konjungtiva, anemis karena Hb nya menurun,
skelera, kornea, pupil, lensa. Pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga,
lubang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran hidung dan
mulut ada tidaknya stismus.
Leher meliputi kuku kuduk, ada tidaknya masa di leher, dengan ditentukan
ukuran, bentuk, posisi, konsistensi, dan ada tidaknya nyeri tekan.
d. Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara umum bentuk dada,
keadaan paru yang meliputi simetris atau tidaknya, pergerakan nafas, ada tidaknya
femitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas ada saat perkuasi didapatkan (bunyi
perkusinya bagaimana apakah hipersenosor atau timpani). Pada pemeriksaan jantung
dapat diperiksa tentang denyut apeks atau dikenal dengan siklus kordis dan aktivitas
artikel, getaran bsising, bunyi jantung.
e. Pemeriksaan abdomen meliputi bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya
ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ
hati, limfa, ginjal, kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah anus, rectum, serta genitalia.
f. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya rentang gerak
keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki dan lainnya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUMOR TONSIL
Diagnosa keperawatan yaitu suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah
Diagnosa keperawatan pada pasien tonsilitis yaitu
1. Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi atau imflamasi: rasa
sakit pada jaringan tonsil
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan: mual,
anoreksia, letargi.
5. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme penyakit.
6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan
dengan pembengkakan
jaringan tonsil
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Kontrol Nyeri
- Mengenali faktor penyebab.
- Mengenali serangan nyeri.
- Melaporkan kontrol nyeri
Fluid balance
- Adanya peningkatan BB
sesuai tujuan
- BB ideal sesuai tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi ke
butuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
Menejemen Nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
- Ajarkan teknik non
farmakologi dengan distraksi /
latihan nafas dalam.
- Observasi reaksi non verbal
dari ketidanyamanan
- Anjurkan pasien untuk
istirahat.
- Berikan analgesik yang
sesuai.
Manajemen nutrisi
- Berikan makanan yang
terpilih
- Kaji kemampuan klien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
- Berikan makanan sedikit
tapi sering
- Berikan makanan selagi
hangat dan dalam bentuk
menarik.
- Kolaborasi dengan ahli gizi