diagnosa dermatologi 6



















  Autosomal dominan; fotosensitivitas jelas pada 

awal kanak-kanak; tidak seberat porfiria eritropoeitik. Dalam beberapa jam timbul 

eritema, edema, vesikel dan krusta pada paparan sinar matahari.  

 

Fotosensitivitas pada Bayl (dengan Telangiektasia)  

• SINDROMA BLOOM. Eritema wajah yang diperberat paparan sinar matahari, 

telangiektasia dengan pembentukan sisik, dan vesikulasi dimulai pada masa bayi atau 

awal kanak-kanak dan progresif. ditambahi  dengan Berat Lahir Rendah (BLR) dan 

hambatan pertumbuhan.  

• SINDROMA COCKAYNE. Manifestasi kulit seperti sindroma Bloom (atas); ditambahi  

dengan kerdil (dwarfisme), pigmentasi dan atropi retina progresif, retardasi mental, 

tuli dan defek neurologis.  

• SINDROMA ROTHMUND-THOMSON. Autosomal resesif; eritema pada daerah 

paparan sinar matahari dimulai sebelum 6. 

 

Dermis 

Dermis menunjukkan jaringan Fibroelastik yang kuat dengan jaringan kolagen dan 

fiber elastik yang melekat pada matrik ekstraseluler dengan kapasitas pengikat air yang 

tinggi. Berlawanan dengan komponen fibrous yang tersusun ketat dari lapisan retikular 

dermis, tekstur fibrous pada badan papilar dan perifolikular dan  komponen perivaskular 

bersifat longgar. Orientasi ikatan-ikatan kolagen mengikuti susunan di sekitarnya.  

Dermis berisikan jaringan vaskular yang terletak paralel dengan permukaan kulit pada 

tingkat yang bermacam-macam dan  dihubungkan oleh pembuluh penghubung vertikal. 

Dermis bagian atas membentuk pleksus dan sebagai daerah vaskular pada beberapa papilla 

dermal superfisial dan "jaringan kerja" dihubungkan secara erat sehingga seluruh sistem 

vaskular dermal menunjukan unit tunggal tiga dimensi yang berisi pembuluh-pembuluh 

dengan ukuran dan dimensi yang berbeda-beda. Pola-pola reaksi vaskular pada kulit 

sebaiknya tidak diamati secara skematis sebab  pembuluh-pembuluh tidak beraturan dan 

tersusun geometris seperti yang tampak dari gambar-gambar skematis. Susunan sistem 

vaskular yaitu  modifikasi regional sebab  sistem ini juga tergantung pada ketebalan lemak 

kulit, yang berlainan dari daerah satu sama lainnya. Pembuluh-pembuluh darah dan jaringan 

konektif periadvensial yang longgar di sekelilingnya, menunjukkan unit reaksi yang 

melekatkan tiga dimensional pada matrik jaringan konektif. 

Jaringan konektif longgar badan papilar dengan pembuluh rambutnya dan pleksus vena 

superfisial menunjukkan satu unit fungsional. Bereaksi secara menyeluruh menuju ke 

spektrum lebar dari stimuli, dan pada beberapa  besar dermatosis menunjukkan target 

jaringan yang primer, separti yang telah disebutkan diatas, anatomic dan hubungan 

fungsionalnya yang dekat dengan zona pertemuan dan  epidermis menjelaskan mengapa 

jaringan ini jarang terpengaruh di dalam cara yang terisolasi. Secara prinsip, dua pola 

reaksi terjadi proses-proses peradangan akut dimana epidermis dan zona pertemuan sering 

dibutuhkan secara bersamaan dengan sistem vaskular dan proses-proses yang lebih kronis 

yang sering tetap tertahan pada kompartemen peri vaskuler. Pada konteks ini perlu 

diperhatikan bahwa komposisi cytolcogi penyerapan peradangan pada kulit tidak selalu 

mencerminkan ketajaman proses peradangannya. Penyerapan leukosit PMN 

(polymorfonuclear) tidak selalu sama dengan proses akut dan sebaliknya proses-proses 

kronis tidak selalu disebabkan oleh penyerapan limfohistiosit.  

Radang unit jaringan konektif superfisial vaskuler ditandai oleh pelebaran vaskular, 

menurunnya permeabilitas, edema, penurunan aliran darah intravaskular dan akumulasi sel-

sel darah merah pada pembuluh rambut. Infiltrasi jaringan seluler perivaskuler terjadi dan 

geratan perivaskular histiositik yang telah ada sebelumnya dan  sel-sel jaringan konektif 

harus diamati. Tergantung pada tingkat vasolidasi, edema dan infiltrasi selular, perubahan 

makroskopik perubahan-perubahan histologi memicu  erithematos, urtikaria dan  

penyerapan lesi (pembengkakan, kemerahan dan papula). Pelepasan mediator sel-sel mast 

IgE-Laden type I pada reaksi kekebalan, secara histologika diwujudkan vasodilasi, edema 

papillari dan infiltrasi dari leukosit dan  elemen-elemen histiosit disekeliling vena 

superfisial (Gambar 6-14). Lesi-lesi ini biasanya berubah secara relatif dan cepat tanpa ada 

sisa pathologis. Reaksi yang hebat bagaimanapun juga memicu  penyerapan 

perivaskular yang tebal dan menunjukkan transisi pada proses-proses ini  dimana 

edema kurang ditegaskan dan infiltrasi limposit mengelilingi pembuluh -pembuluh pada 

bentuk seperti lengan, seperti halnya erupsi obat-obatan yang berhubungan dengan kulit 

(Gambar 6-15). Perubahan dramatis lainnya terjadi ketika sistem vaskular itu sendiri yaitu  

target proses peradangan yang memicu  kerusakan saluran-saluran vaskular dengan 

semua sekuelnya seperti pada masalah  vaskulitis. 

  

 

 

 

 

BAB 6 

REAKSI PATOLOGIS DARI  

PEMBULUH DARAH KULIT 

 

 

 

Nekrotik Vaskulitis yaitu  proses peradangan yang melibatkan pembuluh-pembuluh 

dengan segala ukuran dan tergantung pada kemampuan pembuluh dan tipe reaksi 

peradangan. Hal ini  memicu  pola-pola penyakit yang berbeda-beda secara 

histopatologi dan klinis . Rangkaian kejadian pathologis pada vaskulitis tergambar jelas pada 

nekrotik venulitis dan pada pleksus supervicial di kulit, dimana material fibrillar amorfous 

eosinofilic tersimpan di dalam dinding pembuluh yang diserap oleh leukosit PMN 

(polymorfonuclear) dan menjadi anuklear dan  nikrotik (Gambar 6-16). Lekosito klasia 

terjadi dan nuclear ditemukan di dalam pembuluh-pembuluh dan  di jaringan yang 

mengelilingi saluran vaskuler. Sel-sel darah merah dan plasma muncul di dalam jaringan 

perivaskuler. Perubahan-perubahan ini memberi  kesan histologi "pembuluh yang pecah ". 

Kemudian akan ada juga sel-sel liposit dan histiosit sebab  jaringan yang rusak diperbaiki. 

Infiltrasi dari dinding vaskuler oleh sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen, 

pelepasan sirkulasi komplek kekebalan, gerakan komplemen, pelepasan faktor lekotaktik 

yang menarik netropil, pagositosis, komplek kekebalan oleh leokosit dan pelepasan ensim 

hidrolitik yaitu  latar belakang patogenik bagi perubahan litik yaitu  latar belakang 

patogenik bagi perubahan-perubahan besar dan merusak vaskuler. 

Reaksi peradangan kronis sistem superfisial vaskular biasanya membuka infiltrasi 

limfosit dalam hubungan erat dengan dinding-dinding vaskular. Contohnya pada purpura  

simplek, rusaknya dinding pembuluh kurang jelas dibandingkan  nekrotik vaskulitis, tapi kesatuan 

pembuluh-pembuluh juga dirusak terbukti aleh pendarahan yang menuju ke jaringan limfosit 

dan sebagai reaksi-reaksi sekunder, elemen-elemen histiosit sebagian dimuat dengan 

material pagodit yang merupakan infiltrasi peradangan.  

Vena superfisial bisa juga merupakan target proses sitolitik, dengan peradangan 

sebagai peran sekunder. Pada erythropoietic protoporfyra, sel-sel endotel terlisis oleh 

reaksi pototosik; plasma, sel darah merah dan debris selular tersimpan pada jaringan 

perivaskular  memicu  reaksi peradangan yang hebat. Tak diketahui apakah sirkulasi 

protopopirin membuat peka sel-sel endotel atau reaksi fototoksik diakhiri oleh sistem 

komplemen yang telah diketahui diaktifkan oleh porpirin dan cahaya. Regenerasi sel-sel 

endotel, yang menggunakan lamina basal dari pembuluh yang hancur sebagai perancah, 

menghasilkan materi basal lamina yang baru, sehingga sesudah  reaksi-reaksi multipel 

berurutan dari fototoksik, lamina basal tersusun konsentris mengelilingi saluran vaskular. 

Material lamina basal dan serum protein yang tersimpan di sekitar pembuluh menunjukkan 

substrat submikroskopik dari hialinisasi, yang juga merupakan ciri dari penyakit ini.  

Pola-pola reaksi ini diterangkan untuk sistem vaskular dari badan papilar dan pleksus 

vena superfisial yang terjadi pada dermis dalam, namun  ada perbedaan morfologi dan 

fungsional sebab  ada  pembuluh yang lebih besar terlibat. Infiltrasi limfosit di 

sekeliling pembuluh-pembuluh pada model seperti lengan yang memicu  tanda-tanda 

klinis dan kemudian menunjukkan substrat histopatologi bagi lesi urtikaria-papular. Hal ini 

merupakan masalah  yang berhubungan dengan erupsi obat, serapan yang berkedudukan dalam 

pada lupus eritematosus. Pada masalah  vaskulitis dari pembuluh yang berukuruan medium dan 

besar, biasanya ada  penyerapan peradangan. Secara klinis muncul sebagai lesi popular 

dan nodular. Perubahan sekunder sebab  interupsi aliran vaskular yang lebih berat ada  

nekrosis dan pelepuhan seperti halnya ulserasi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada 

poliarteritis nodosa dimana nekrosis total atau sebagian dari dinding vaskular diikuti oleh 

reaksi peradangan berat, trombosis intravaskular dan pendarahan. Granulomatosis 

vaskulitis juga memicu  lesi nodular, dimana perubahan hialinisasi vaskular dan 

sumbatan vaskular pada livede vasculitis berakibat pada iskemik nekrosis. Iskemik nekrosis 

juga terjadi pada penyakit “Diego”, namun  iskemik yang lebih besar pada kulit jarang 

terjadi sebab  sistem vaskular kulit berisi banyak anastomosis (Bab 96). 

 

Infiltrasi limposit 

Meskipun infiltrasi limposit terjadi pada mayoritas dari peradangan kulit, ada 

beberapa proses pathologis dimana infiltrasi ini  merupakan ciri yang paling menonjol, 

sehingga dijelaskan dengan gambar histologis. Analisa dari infiltrasi ini merupakan salah 

satu bagian yang tersulit dari patologi yang berhubungan dengan demam kulit. Infiltrasi  

limposit terbentuk di dalam peradangan atau poliiferasi. Pada kondisi berikutnya ditunjukan 

proses jinak ataupun ganas. Hal ini dibedakan dari wujud sitologi dan  penyebarannya, 

terikat pada kompartemen persi advensisial dari sistem vaskular atau terjadi penyebaran 

secara difus melalui jaringan kolagen. Bisa pula terikat pada retikular dermis dan tak 

mengenai subepidermal ataupun menunjukkan epidermotropis berat. sebab  limfosit 

merupakan populasi sel heterogen, analisa infiltrasi harus dipertimbangkan tidak hanya 

sitomorfologi dan pola penyebarannya tapi juga sifat-sifat histokimia dan tanda-tanda 

immunologi. Analisa infiltrasi sel dengan monoklonal antibodi (immunofenotyping) dan 

penjelasan klonalitinya sekarang ini merupakan aspek terpenting dari dermatopatologi. 

Pola distribusi dari infiltrasi limfosit bisa berupa perivaskular, difus atau nodular. 

Infiltrasi terikat pada pleksus vena superfisial atau dapat terlokasi pada retikular dermis 

ataupun mencakup keseluruhan jaringan konektif dermal. Dengan pelokasian superfisial, 

keterlibatan epidermis bisa terjadi dan yang terpenting parakeratosis yang terbatas 

terjadi, contohnya pada sifat erythema, dimana akantosis berat sering diikuti reaksi 

peradangan akibat gigitan-gigitan serangga, dan epidermotropis berat dari limfosit terjadi 

pada limfoma kulit sel-T. Keterlibatan vaskular seperti hiperplasia dinding-dinding 

pembuluh pada angiolimfoid hiperplasia, atau vaskulitis seperti pada limfomatoit populosis 

merupakan ciri-ciri penting diagnosa  seperti halnya keterlibatan kolagen dan zat dasar, 

ditunjukkan oleh perubahan miksoid pada infiltrasi limposit dari jessnar-kanof dan reticular 

aritematsis mukinosis. Perluasan infiltrasi menuju jaringan lemak sering menjadi tanda 

limfoma maligna dan perkembangan folikel limfosit menandakan suatu limfositoma atau 

tanda-tanda dari sentrositik atau sentroblantik limfoma. Pengujian sitologi termasuk 

determinasi yang cermat dari infiltrasi yang merupakan monomorfik ataupun polimorfik. 

Pada infiltrasi polimorfik, keadaan alami masing-masing sel seperti eosinofil, histiosit atau 

sel-sel lainnya, merupakan pertimbangan penting dari perubahan-perubahan sekunder 

seperti hemoragik dan fagositosis sel-sel atau sel debris, melanin atau lemak oleh histiosit 

atau sel-sel mononuklear lainnya.  

Gigitan-gigitan serangga merupakan contoh yang baik dari reaksi heterogenitas 

limfohistiosit pada stimulus yang serupa. Seringkali ada  infiltrasi limfosit perivaskular 

yang diikuti dengan perubahan epitel seperti akantosis. Lemak termasuk di dalam proses 

patologis, dan campuran eosinofil hanyalah tanda dari proses gerakan yang lunak. Reaksi 

gigitan serangga yang lama, infiltrasi limfohistiosit menunjukkan seluler polimorfik yang 

berat dan terbentuk folikel limfosit. Diantara pola-pola reaksi yang ditandai dengan 

infiltrasi limfosit, beberapa pola khusus dapat dibeda-bedakan.  

1. Infiltrasi peri vaskuler superfisial termasuk bagian papillari dan pleksus vena 

superfisial dan sering dibarengi dangan reaksi sekunder epidermis. Sel-sel limfosit 

mengelilingi saluran vaskular, seringkali meluas dan menyebar ke epidermis yang  

menampakkan parakeratosis pada daerah ini. Secara klinis, perubahan-perubahan ini 

sering ditandai dangan eritema jelas namun  erupsi ringan polimorfik atau gigitan 

serangga dapat memproduksi gambar histopatologi yang mirip.  

2. Penggelembungan limfosit dari venules tanpa keterlibatan bagian papillari dan epidermis 

terjadi dari pada bentuk eritema namun  juga pada erupsi obat-obatan. Infiltrasi 

limfotik leukemia kronis menunjukkan pola distribusi yang mirip tapi menurut 

kuantitasnya, lebih berat/ parah.  

3. Infiltrasi limfosit perivaskular dengan infiltrasi mukinosis pada jaringan penghubung 

nonperivaskular ditemukan pada infiltrasi limfosit jessner-Kanof, eritematosis 

mukonosis, atau pada lupus eritematosis (Gambar 6-17) dan dermatomiositis. Pada 

dermatomiositis, diikuti dengan perubahan-perubahan epidermal dan perubahan-

perubahan yang mirip pada folikel rambut.  

4. Infiltrasi limfosit nodular yang meluas melalui dermis yang memperlihatkan timbunan 

fokal dari sel-sel histiosit dan yang menghasilkan wujud dari folikel limfosit, merupakan 

cirl limfositoma kulit. Fagositosis polikrom pada sel-sel histiosit, mitosis pada pusat 

infiltrasi dan gabungan eosinofil yaitu  ciri-ciri khusus, terbukti dengan kumpulan 

papillari yang biasanya terhindar sehingga "zone grenz” yarg mencolok dapat ditemukan 

diantara infiltrasi dan epidermis.  

5. Infiltrasi nonfolikuler limfosit yang menghindari gerakan superfisial juga terjadi pada 

"Iymfoid hyperplasia”. namun  pada masalah  ini pembedaan dari limfoma yang berat sangat 

sulit. Infiltrasi polimorfik memperlihatkan histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil 

biasanya lunak, sedangkan limfoma non-Hodskin yang berat memperlihatkan gambaran 

monomorfik.  

6. Timbuman-timbunan nodular dari limfosit dengan gabungan sel-sel plasma dan eosinofil 

dibarengi oleh hiperplasia vaskular yaitu  ciri dari "angiolymfoid" hiperplasia (Gambar 

6-18). Dinding-dinding pembuluh darah menebal, dan sel-sel endothelial tampak 

membesar, bertambah dan meluas. Tapi ciri-ciri khas ini sebagian tidak jelas akibat 

infiltrasi limfosit yang pada. Manifestasi klinis juga tergantung pada tipe dan luas 

histopatologi. Keterlibatan dermis sebelah dalam memicu  pemasukan jaringan 

subkutan pada proses patologi dan secara klinis menunjukkan cellulitis yang mirip 

pembengkakan; infiltrasi yang sama dan perubahan vaskular tertahan pada dermis atas 

secara klinis  memicu  popular yang tegas dan lesi nodular.  

7. Infiltrasi limfosit atipikal termasuk superfisial dan dermis yang lebih dalam, dan 

ditandai secara sitologi oleh pleomorfik yang berat atas infiltrasi selular, yaitu  ciri 

dari limfomatosit papulosis. Pseudolimfoma ini menekankan masalah yang timbul saat 

histopatologi suatu lesi dipakai untuk mengetahui apakah suatu proses itu jinak atau  

ganas. Tanpa mengetahui ciri-ciri klinis dan rangkaian penyakit, diagnosa sangat sulit 

dilakukan. 

 

Infiltrasi Lekosit Polimorfonuklear  

Meski neutropil merupakan komponen-komponen kondisi peradangan kulit pada infeksi 

bakterial akut, ada beberapa penyakit dimana neutrofil mendominasi histopatologi bahkan 

pada tanpa infeksi bakterial. Pada pioderma gangrenosum, infiltrasi neoutrofil secara 

besar-basaran mangakibatkan abses steril, hancurnya jaringan dan ulserasi. Pada 

dermatitis herpetiformis, neutrofil tertimbun pada ujung papilla dermal dan membentuk 

abses paplilari yang mendahului pelepuhan dermolitik telah dijelaskan. Pada eritema 

elevatum diutinum, neutrofil merupakan sel-sel predominan dan berpusat di sekitar 

superfisial dan pembuluh-pembuluh mid-dermal, yang menunjukkan homogenitas fibrinoit 

dari dinding-dindingnya (toxic hyalin) dan tanda-tanda vaskulitis. Neutrofil juga merupakan 

sel predominan pada tahap awal dari nekrotik vaskulitis biasa. Neutrofil juga menunjukkan 

mayoritas infiltrasi radang secara masif pada dermatisis. Neutrofil febril akut, bersamaan 

dengan udara subepidermal; pada tenaga yang rendah akan tampak mirip dengan 

leukositoklastik vaskulitis tapi mengurangi perubahan-perubahan vaskulitis. 

 

Reaksi Granulomatosa  

Kulit yaitu  jaringan ideal untuk formasi granuloma dengan histiosit sebagai pemegang 

peranan. Meskipun sel-sel ini terlibat pada suatu saat ataupun pada proses peradangan, hal 

ini hanya proliferasi dan agregasi lokal histiosit, yang disebut granuloma. Saat sel-sel 

ini  berkumpul akan mirip jaringan epitel, oleh karana itu disebut sel-sel epiteloit. 

Perkembangan sel-sel raksasa, penyimpanan material fagosit dan penggabungan sel-sel 

radang seperti limfosit sel-sal plasma dan eosinofil, mengubah gambaran histologi reaksi 

granulomatosa yang lebih kompleks. Menyangkut hal-hal ini  dan  perubahan vaskular 

dan perubahan-perubahan struktur fibrosis pada jaringan penghubung. Granuloma hampir 

selalu  memicu  kerusakan jaringan yang telah ada, khususnya elastik fiber. Peda 

beberapa contoh menghasilkan perubahan yang permanen yang menunjukkan atrofi atau 

fibrosis dan bekas luka. Kerusakan jaringan tampak jelas sebagai nekrobiosis atau fibrionid 

atau nekrosis kaseosa ataupun berakibat pencairan dari abses; yang terakhir ini 

menunjukkan pergantian terhadap jaringan yang telah ada oleh infiltrasi histiosit dan 

fibrosis.  

Reaksi granulomatosa pada kulit terdiri dari ciri-ciri histiopatologi yang berspektrum 

luas. Palisading granuloma mengelilingi daerah nekrobiotik jaringan penghubung dengan 

histiosit pada jari-jari yang sejajar (Gambar 6-19) granuloma anular, nekrobiosis lipoitisa, 

nodul rheumatoid dan “juxtaarticular nodules sifilis" termasuk pada kelompok ini. Proses- 

proses ini berbeda dengan reaksi granulomatosa dimana nekrosis berkembang di dalam 

granuloma ini  seperti masalah  fibrinoit nekrosis pada sarkoidosis, caseosa pada 

tuberkulosis atau nekrosis pada mikotic granuloma. 

Sarkoidal granuloma ditandai oleh nodul yang berisi ikan sel-sel epitel, kadang-kadang 

sel langhan dan beberapa  kecil limfosit (Gambar, 6-20). Pada infiltrasi yang lebih besar, 

sering DITEMUI  nekrosis fibrinoit di pusatria, elastik fiber rusak, hasil panyembuhan pada 

atrofi, “silica, zirconium dan berryilium granuloma” dan  beberapa kelompok asing 

granuloma, memiliki ciri-ciri histopatologi yang mirip. Diagnosa sarcoidosis tidak pernah 

dibuat berdasar  histiologi lasi kulit saja tapi juga berdasar  pada kombinasi klinikal 

dan histopatologi, kekebalan selular dan gajala-gejala lainnya. Granuloma yang Infeksius 

juga berisi sel-sel epitheloid sehingga berkembang menjadi wujud sarkoidal. Nekrosis pada 

pusat Granuloma nampak sebagai kaesosa ataupun memiliki sifat yang lebih supurasi. Hal ini 

terjadi pada tuberkulosis, sifilis, letehaaniasis, penyakit-penyakit Hansen atau infeksi 

tungal. Reaksi granuloma pada kulit sulit diklasifikasikan berdasar  pada histopatologi 

saja. Perbedaan etiologi yang kuat seperti immunopati dan beberapa bentuk vaskulitis, 

dapat memicu  granuloma. 

Bergantung pada ukuran dan lokasi granulomatosa, unit reaksi kutaneus yang berbeda 

mungkin terlibat. Reaksi granulomatosa bisa meluas di lemak subkutan atau termasuk pada 

unit superfisial. Pada unit reaktif superfisial ada  reaksi epidermis beriringan, 

bereaksi dengan akantosis atau hiperplasia pseudoepitheliomatous. Epidermis bisa 

termasuk di dalam proses peradangan dengan barkembangnya abses intraefitelial atau 

bereaksi pada hiperkeratosis, seperti pada tromoderma atau blastomikosis. Bentuk khusus 

dari reaksi granulomatosa dihasilkan saat infiltrasi selular berisikan sel granuloma saja, 

monosit yang berubah bentuk, umumnya berkenaan dengan histiosit. Satu sifat dari sel ini 

yaitu  kapasitas menyimpan materi fagosit dan inilah yang menjadi ciri khas dari kondisi 

patologi tertentu. Pada reaksi xanthomatous, histiosit mengambil dan menyimpan lemak 

sehingga berubah bentuk menjadi sel-sel berbusa. Tersebar di seluruh dermis dengan 

infiltrasi diantara ikatan kolagen, seperti pada masalah  normolipemik xanthomatosis 

menyebar atau infiltrasi menyeluruh yang mirip tumor, seperti xanthomas yang terjadi pada 

hiperlipoproteinemia dan xanthelasma. Fagositosis lemak dan sel-sel besar yang kurang kuat 

ditemukan pada juvenil xanthogranuloma ; terletak pada bagian atas reticular dermis dan 

kelompok papillari dan penampilan yang berwarna-warni didapatkan dengan penggabungan 

limfosit dan eosinofil. Berkenan dengan lokalisasi proses patologi epidermis tersangkut di 

dalam kondisi dengan pemanjangan akantosis daerah rete ridge meluas menuju granuloma 

atau berakibat atropi. 

Pada kondisi yang berbeda dengan ciri-ciri granulomatosa, dimana epidermatopris 

histiosit sebagai tanda diagnosa , yaitu  histiositosis x atau histiositosis sel Langerhans.  

berdasar  ciri klinik, infiltrasi merupakan histiosit yang menonjol atau tercampur dengan 

eosinofil. Bisa pula ditandai oleh fagositosis lipid yang beredar didalam histiosit. Bentuk-

bentuk umum yaitu  keterlibatan epidermis dimana sel-sel histiosit dan patologi berpindah 

dan termasuk pada proses patologi dengan berpindah dan termasuk pada proses patologi 

dengan seluruh pola reaksi yang dapat mengerahkan: Spongiosis, akantosis, parakeratosis, 

vaskulasi spongiotik, pelepuhan subepidermal dan nekrosis. Tanda dari sel-sel histiositosis x 

dengan sel-sel Langerhans menjelaskan epidermotropism dari infiltrasi pada sindrom ini. 

Proses proliferasi reaksi dari sistem histiosit kulit dapat juga ditambahkan pada pola 

reaksi spektrum granulonatosa, dan termasuk dermatofibroma (Gambar 6-12) Ada alasan 

yang baik untuk mempercayai bahwa nodul histiosit menunjukan akibat trauma, khususnya 

gigitan serangga. Proliferasi vaskular DITEMUI  pada lesi ini, peradangan kronis minimal yang 

tidak dapat disangkal, dan fagositosis merupakan tambahan bukti untuk hipotesa ini. Saat 

dermatofibroma meluas ke dermis dalam, melibatkan lemak superfisial dengan 

 memicu  fibrosis; lokasi superfisial di dalam kelompok papillari  memicu  respon 

reaktif epidermis. Akantosis, proliferasi daerah rete ridge pseudobasal sel karsinoma dan 

epidermal hiperplasi mendampingi proses-proses ini. 

 

Fibrous Kulit dan Matrik Extraseluler. 

Proses sklenosus kulit biasanya mencerminkan perubahan dinamis. Struktur dan fungsi 

melibatkan seluruh kompartmen organ ini. Tanda scleroderma yaitu  homogenisasi dan 

bungkus tebal pada ikatan kolagen, penyempitan celah interfasikular di dalam retikular 

dermis, dan lenyapnya batas antara bagian dermis dan kelompok papillari. ada  pula 

penyusutan papillari kecil dan pembuluh-pembuluh subpillari, yang nampak mengecil dan pada 

tahap awal infiltrasi limposit perivaskular dan edema jaringan merupakan gejala 

histopatologi yang konstan (Gambar 6-22). Penebelan tidak hanya diskibatkan oleh 

pertambahan komponen fibrosa tapi juga oleh fibrosis lapisan superfisial lemak 

subkutaneus yang mengikuti infiltrasi limfosit dan reaksi histiosit. Penurunan apendiks kulit 

menunjukkan bahwa kulit sebagai keseluruhan terlibat dan penyusutan, sklerotik dermis 

pada tahap selanjutnya dari proses, memperlihatkan bahwa sklerosis tidak selalu 

memicu  kenaikan volume jaringan. 

Perubahan sklerodermoid ditemukan pada “pachydermoperiostosis" dimana kenaikan 

fibroblas dan zat dasar menyertai perubahan sklerotic. Pada porpriria kutanea tarda yang 

tidak melibatkan lemak subkutaneus dan biasanya menunjukkan ciri hialinisasi pembuluh 

papillari, Pada lichen sclerous et atroficus, ada  edema kuat dari kelompok papillari 

pada tahap awal dan infiltrasi limposit tebal yang ditandai oleh rangkuman epidermis 

kemudian memindahkan edematous kelompok papillari dari retikular dermis. sebab  timbul 

sklerosis, jaringan elastik lenyap dari kelompok papillari dengan keterlibatan epidermis 


terjadi degenerasi hidropik sel-sel basal, atrofi dan hiper keratosis pada waktu yang 

sama.Perubahan pada zona pertemuan/junctional pada kondisi semacam ini kadang-kadang 

 memicu  perpisahan epidermis dan dermis dan formasi pelepuhan. 

Kesalahan sintesa atau hubungan silang kalogen  memicu  beberapa penyakit atau 

sindrom tapi tergantung pada perubahan sifat histopatologis. Ini berbeda pada ehlers 

danlos sindrom kesalahan kolagen tidak dapat diketahui secara histopatologi, hanya 

kenaikan jaringan elastik yang menandakan sesuatu yang tidak normal terjadi di dalam 

dermis. Sebaliknya, perubahan patoologi jaringan elastik bisa diketahui dengan mudah 

sebab fiber elastik kehilangan ciri-cirinya atau sebab  nampak berbeda dengan teknik 

khusus. Pada elastolisis yang umum, fragmentasi elastik fiber yaitu  histopatologik 

substrat pada penampilan klinis kutis laxa, dan fragmentasi wujud fiber elastik yang 

tergulung dan menggumpal memiliki diagnosa yang mirip di dalam pseudoxanthoma 

elastikum. Endapan kalsium dan munculnya reaksi asing yaitu  ciri-ciri tambahan pada 

kondisi berikutnya. 

Sebaliknya, pada aktinik elastosis, substrat histologic pada dermatoheliosis, seluruh 

komponen jaringan penghubung superfisial terlihat. Kelompok papillari dan lapisan 

superfisial retikular dermis diisi dengan fiber yang tergulung dan menggumpal dan 

berkembang menjadi homogen dan basofilik. Dapat diwarnai oleh pewarnaan yang memiliki 

daya tarik bagi jaringan elastik sehingga secara histokimiawi menunjukkan reaksi seperti 

fiber elastik; bagaimanapun juga tidak diragukan lagi keterlibatan kolagen pada proses ini. 

Mengherankan bahwa biasanya zona tipis pada jaringan penghubung yang tidak berubah 

terletak antara epidermis dan materi elastatic. Tidak mengherankan bahwa perubahan pada 

tatanan kulit secara klinis jelas. Jaringan penghubung yang tegang dan kokoh pada 

skleroderma mencerminkan tanda sklerotik dan homogenisasi ikatan kolagen yang terlihat 

secara historologik ; lipatan-lipatan kendor cutis laxa yaitu  hasil fragmentasi elastic 

fiber: popula  mirip batu bulat pseudoxantoma elastikum berhubungan dengan pengumpulan 

dari matrik elastik yang berubah secara patologi ; kekerasan garis kulit dan permukaannya 

dalam dermatoheliosis yaitu  wujud klinis kumpulan fokal materi elastotik. 

Perubahan pada matriks ekstraselular terjadi khususnya di seluruh proses patologi 

peradangan atau neoplastil alami. Ini yaitu  yang terkuat, pada kondisi kulit dimana 

timbunan glikosaminoglikal terjadi. masalah -masalah  pada peradangan seperti lupus 

erithematosa, dermatomyositis, lichen sclerosus et atroficus, atau granuloma annulare. 

Pada penyakit-penyakit lain, pertambahan glicsamnoglican dan timbunan air yaitu  petunjuk 

dan sering sebegaa perubahan yang dapat diperhatikan saja. Pada pretibial mixedema dan 

sclerodema adultorum, timbunan materi meperti mucin didalam substansi dasar yaitu  

petunjuk perubahan: ikatan kolagen terpisah, “stellate fibrosis" muncul mengambang pada 

kumpulan glikosaminoglikan Pada “slcreomyxedema” perubahan-perubahan serupa pisa 


terjadi, namun  proliferasi fibroblast mendominasi keadaan dan tercermin olah penampilan 

kulit secara klinis yang menebal dan mengeras. Pada penyakit yang lain substansi dasar dan 

komponen fibrous diganti oleh materi "proteinaceous”. Pada amiloidosis misalnya, kelompok 

papillari berisi eosinofil, deposit amiloid homogen, DITEMUI  pada dinding-dinding pembuluh 

dan membran basal kelenjar keringat.  

 

Lemak Subkutan  

Proses peradangan pada jaringan adiposa subkutan kulit memiliki bagian yang sangat 

berbeda dibandingkan  dalam jaringan penghubung dermis sebab  anatomi khusus subkutis. 

Analisa patologi jaringan adipose menyangkut penentuan apakah proses patologi terjadi 

pada batas antara dermis dan lemak subkutan kulit dan apakah di dalam jaringan subkutan 

kulit, reaksi berpusat pada septa interlobular atau secara primer melibatkan lobus lemak. 

keterlibatan dermis dan lemak subkutan kulit memberi kesan suatu proses patologi 

disamping pembuluh-pembuluh besar di dalam kompartmen, keterlibatan septal biasanya 

menunjukkan patologi vaskuler di dalam septa interlobular. Sebaliknya patologi secara 

primer berpusat pada jaringan lemak biasanya muncul dalam lobus lemak. Peradangan lemak 

subkutan mencerminkan proses radang jaringan adiposa atau proses pada septa; bisa 

menyangkut vena kecil dan kapilar atau muncul dari pembuluh-pembuluh otot yang besar 

manifestasi histopatologinya beragam. Patologi pembuluh kecil biasanya terwujud secara 

lokal melibatkan lobus lemak sekitarnya, sementara kerusakan atau kemacetan pembuluh 

yang lebih besar mempengaruhi keseluruhan segmen jaringan yang disediakan atau 

disalurkan oleh pembuluh ini , mungkin menyangkut lapisan dermis. Kerusakan lemak, 

trauma atau peradangan,  memicu  terlepasnya asam lemak yang merupakan penggerak 

kuat untuk peradangan, menarik neutrofil histiosit dan makrofag; fagositosis lemak yang 

hancur biasanya  memicu  formasi lipogranuloma.  

Proses septal yang mengikuti peradangan pembuluh trabekular biasanya ditambahi  

dengan edema, infiltrasi sel peradangan dan reaksi histiosit. Muncul pada erithema 

nodosum (Gambar 6-23); peradangan septal yang berulang memicu  perluasan septa 

interlobular, fibrosis dan timbunan histiosit dan sel-sel besar  memicu  

perkembangbiakan pembuluh darah. Pada awalnya hal ini disebut "Subacute nodular 

migratory panniculitis" namun  sekarang diperkirakan menjadi lebih kronis, membentuk 

eritema nodosum yang berulang-ulang (Bab 108). Berlainan dengan nodular vaskulitis, 

vaskulitis pembuluh yang besar pada daerah septa ditambahi  oleh nekrosis lobus lemak. 

diikuti oleh reaksi histiosit yang hebat dan sel epiteloid garnuloma di dalam lobus lemak, 

yang sering  memicu  reaksi sklerosa fibrotik hebat keseluruhan lapisan lemak 

subsaraf (Gambar 6-24). Lobular panniculitis menghasilkan nekrosis lobus lemak sebagai 

kejadian primer seperti pada masalah  "idiofatic nodular panniculitis" (Bab 108). Adipositnya 

 

sehingga nampak seperti sel-sel bayangan. Perpindahan neutrofil dan  leukositoklastik dan 

eosinofil dan penimbunan neutrofil dan  leukositoklasia sekarang menjelaskan pola 

histopatologik. Materi lipid diperoleh dari nekrotik adiposit yang berisi kolestrol bebas, 

lemak netral, sabun dan asam lemak bebas dimana secara bergantian mengeluarkan stimulus 

peradangan, sel histiosit berpindah ke lemak yang kena radang fagositosis  memicu  

formasi sel busa. Granuloma epiteloid dengan sel-sel besar juga dihasilkan dan seluruh tipe 

fibrosis berkembang. Oleh sebab nya nekrosis lemak yaitu  kejadian primer dan 

peradangan yaitu  kejadian sekunder di dalam ciri panniculitis pembuluh-pembuluh hanya 

terlibat secara minimal dan sekunder.  

Kapasitas inheren jaringan adiposa bereaksi sesuai sifatnya yang terhadap stimulus 

patologi dengan nekrosis, peradangan dan formasi lipogranuloma juga memegang kebenaran 

pada kondisi penyakit-penyakit yang mempengaruhi jaringan subkutan secara sekunder atau 

berakibat faktor-faktor exogenous. Traumatik pannikulitis juga  memicu  nekrosis 

lobus lemak dan gerakan peradangan dan  reaksi jaringan granulomatosa, sesudah  

penyuntikan minyak atau silikon rongga kiste yang besar mungkin terbentuk (Gambar 6-25) 

dimana sesudah  penyuntikan pentazocine misalnya, fibrosis dan sklerosis mendominasi 

gambar histopatologi. Pelarutan, kepekaan dan sifat-sifat toksik zat asing dimasukkan 

secara kurang hati-hati pada lemak menentukan tipe lesi yang berkembang di dalam 

traumatik pannikulitis. Gambar histopatologi berubah dari peradangan yang tidak spesifik 

ke reaksi limfohistisit atau formasi granuloma. Zat-zat berminyak tersisa di dalam jaringan 

adipose untuk jangka lama tanpa  memicu  reaksi jaringan penting: kista minyak 

berkembang dikelilingi oleh lapisar-lapisan residu jaringan penghubung, sehingga jaringan-

jaringan nampak seperti "keju smiss". Minyak tumbuhan atau binatang sering  memicu  

granuloma tuberkuloid atau lipofagis dengan reaksi histiosit, sel-sel busa, dan fibrosis 

sekunder.  

Pannikulitis juga terjadi sebagai hasil dari infeksi atau proses penyakit khusus. 

Peradangan nekrosis dan granuloma disebabkan oleh infeksi kokus, mikobakteria dan 

organisme bakterial lainnya dan infeksi. Mikotik dimana tingkat infeksi dan jenis organisme 

menentukan akibat peradangan dan nekrotik atau prose granulomstosa. Sebaliknya pada 

sarkoidosis, lemak digantikan oleh nodus sel epiteloid secara bertahap pada limfoma, oleh 

infiltrasi limfomatosa spesifik. Pada lupus pannikulitis, intfiltrasi limfosit jaringan septal 

dan lobular menentukan gambar histopatologik, begitupula keterlibatan pembuluh-pembuluh 

PEMICU  vaskulitis. Kerusakan lemak, pencairan dan lipogranuloma yang kuat sehingga 

komponen pembuluh darah sulit diketahui dan gambar histopatologiknya mirip dengan 

idiopatik nodular pannikulitis. 


 

  Gambar 6-1. Akantosis tanda peningkatan kinetik epidermal digambarkan pada 

fotomikrograf psoriasis. Fotomikrograf juga menunjukan para keratosis: retensi 

nukleus di dalam lapisan tanduk (anak panah tipis). 

  Gambar 6-2. Kumpulan diskeratosis (D) dan akantolisis (a) terlihat pada penyakit Darier 

dengan pemandangan yang menggunakan kekuatan besar. 

  Gambar 6-3. Gelembung spongiform 

  Gambar 6-4. Akantholysis. Tunggal maupun kelompok sel akantholitik tampak. bentuk 

lingkaran diakibatkan oleh lenyapnya hubungan intercelular. 

  Gambar 6-5. Pemfigus vulgaris. Celah intraepidermal suprabasal tampak dan berisi sel-

sel akantholitik dan peradangan. Anak panah menunjukkan penjajaran sel-sel basal 

  Gambar 6-6. Penyakit Darier. Diatas celah suprabasal yaitu  sel-sel diskeratotic dan 

acantholitic. pada ujung kanan, perhatikan villous papillari epidermal hiperplasia. 

Gambar 6-7. Infeksi herpes simplex. (a) Epidermis menunjukkan degenerasi balon, 

sitolisis dan intraepidermal vasculation. (b) Giant sel epidermal acantholitic dan 

multinucleated yaitu  kunci infeksi herpetic. 

  Gambar 6-8. Bullous pemfigoid. Celah subepidermal (junctionall) dan perivacular dan 

infiltrasi interstisial limfosinofilik yaitu  ciri-cirinya. 

  Gambar 6-9. Kontak dermatitis, vesikel intraepidermal spongiotic dan intercellular 

edema ada  di epidermis. Dermis berisi kumpulan perivaskular limfosit dan histiosit 

bercampur dengan eosinofil. 

  Gambar 6-10. Eritema Multiform. (a) Kumpulan nekrotik epidermal keratinosit, 

degenerasi vakular interface dermal-epidermal, pemisahan dermal-epidermal dan 

infiltrasi limfohistiosit perivaskular yang banar-benar kuat yaitu  ciri-cirinya. (b) 

Fibrin nampak pada tempat formasi pelepuhan. 

  Gambar 6-11. Lupus Eritematosus. Hiperkaratosis, epidermis menipis tanpa rute ridge 

vaskulisasi membran dasar terlihat pada fotomikrograf ini.  

  Gembar 6-12. Licten Planus. ada  hiperkeratosis, hipergranulosis seperti irisan, 

vakuolisasi sel basal dan infiltrasi limfosit pada pertemuan derma-lepidermal. Infilitrasi 

ini “merangkul” lapisan sel basal dan ditambahi  oleh bagian-bagian sitoid.  

  Gamhar 6-13. Dermatitis herpetiformis. Dua papilla menampakkan mikroabses yang 

tersusun oleh nautropnils. Vakuolisasi dan formasi celah yaitu  bukti kedua papiila.  

  Gambar 6-14. Urtikaria. Sifat raeksi ini yaitu  Infiltrasi perivescular limfosit dengan 

beberapa eosinofil. Perhatikan edema menyolok pada papillari dermis dan di sekitar post 

kapillari.  

  Gambar 6-15. Erupsi obat-obatan. Melalui dermis cabang perivaskular dari sel-sel 

limfosit mononuklear. Tampak pada superfisial dan venule yang dalam.   

  Gambar 6-16. Nekrotik vaskulitis. Infiltrasi peradangan tersusun oleh neutrofil dan 

debu nuklear ada  di sekitar dan pada dinding-dinding venule dimana tersimpan pula 

fibrin sel-sel endothelial yang meluas.  

  Gambar 6-17. Mukinosis pada lupus erithematosus. Semua ciri histologi lupus 

erithematosis digambarkan pada fotomikrograf ini (Lihat Gambar 6-11). Ciri lainya yang 

terlihat yaitu  musin yang berlimpahan di superfisial dermis berakibat terpisahnya 

ikatan-ikatan kolagen 

  Gambar 6-18. Angiolimfoid hyperplasia. Beberapa saluran pembuluh darah dikelilingi 

oleh kumpulan sel-sel peradangan yang terdiri atas limfosit dan eosinofil. Perhatikan 

tonjolan keluar sel-sel endotelial pada lumina pembuluh-pembuluh ini, terlihat jelas pada 

inset. 

  Gambar 6-19. Granuloma annular. Pagar batas granuloma tampak pada dermis. Di 

pusat/tengah, kolagen nekrobiotik di kelilingi oleh histiosit, limfosit dan beberapa giant 

sel-sel multinukleus yang menyebar, tampak jelas pada inset. 

  Gambar 6-20. Granuloma sarkoidal. Pada dermis beberapa tuberkel terisi sel-sel 

epiteolid dan limposit terlihat, epidermis tampak atropi 

  Gambar 6-21. Dermatifibroma. Dermis memperlihatkan proliferasi sel kumparan yang 

membungkus ikatan-ikatan kolagen yang menebal. Tampak jelas pada inset. Lapisan 

epidermis tampak atrofi. 

  Gambar 6-22. Skleroderma. Homogenisasi ekstensif dan bungkus tebal ikatan-ikatan 

kolagen terlihat pada dermis dan meluas pada subkutis. Infiltrasi sel peradangan pada 

pertemuan dermal-subkutis tampak 

  Gambar 6-23. Eritema nodusum. Infiltrasi peradangan granulomatosus kronis meluas 

pada subkutis. Infiltrasi sel peradangan pada pertemuan dermal-subcutis tampak. 

  Gambar 6-24. Nodular vaskulitis. Ciri-ciri khas yang tergambar pada vaskulitis berat 

dan nekrosis dinding pembuluh dan sumbatan lumen. Nekrosis lebus lemak terjadi 

bersamaan dengan infiltrasi sel peradangan yang akut dan kronis 

  Gambar 6-25. Injeksi Granuloma. Tatanan panniculus telah dilenyapkan oleh radang yang 

akut dan kronis 

 

 

 

 

 

  

TABLE 6-1 

Reactive Units of The Skin 

I Superfisial Reactive Unit 

 A. Epidermis 

 B. Juctional zone (dermal-epidermal junction) 

 C. Papillary body 

 D. Superfisial venular pleksus 

II Reticular dermis 

A. Connective tissue 

B. Appendage (hair follicle, glands) 

C. Deep vaskular pleksus 

III Subcutis 

A. Lobulus 

B. Septae 

 

 

 

Gambar 6-1. Akanthosis tanda peningkatan kinetic 

epidermal digambarkan pada “fotomikrograp” psoriasis. 

Fotomikrograp juga menunjukkan para keratosis retensi 

nuclei di dalam lapisan tanduk (anak panah tipis). 

 


 

 

 

 

Gambar 6-2. Kumpulan diskeratosis (D) dan 

akantholisis (A) terlihat pada penyakit darier 

dengan pemandangan kekuatan besar. 

 


 

 

 

Gambar 6-3. Gelembung spongiform 

 


 

 

Gambar 6-4. Akantholisis. Tunggal maupun kelompok sel 

akantholitik tampak. Bentuk lingkaran diakibatkan oleh 

lenyapnya hubungan intersellular. 

 


Gambar 6-5. Pemfigus vulgaris. Celah intraepidermal 

suprabasal tampak dan berisi sel-sel akantholitik dan 

peradangan. Anak panah menunjukkan penjajaran sel-sel 

basal. 


 

Gambar 6-6. Penyakit darier. Diatas celah suprabasal 

yaitu  sel-sel diskeratotik dan akantolitik. Pada ujung 

kanan, perhatikan vilous papillary epidermal hyperplasia. 

 


 

Gambar 6-7. Infeksi herpes simplek. (a) epidermis 

menunjukkan bergenerasi balon, silolinis dan intraepidermal 

vaskulasi. (b) giant sel epidermal akantholitik dan 

multinukleus yaitu  kunci infeksi herpetic. 

 

 

 

 

 

Gambar 6-8. Bullous pemfigoid. Celah sulepidermal 

(juntional) dan perivaskular dan infiltrasi interstitial 

limpoesinopil yaitu  ciri-cirinya. 

 


 

 

Gambar 6-9. Kontak dermatitis, vesikel intraepidermal 

spongiotik dan intersellular edema ada  di epi dermis. 

Dermis berisi kumpulan perivaskular limfosit dan histiosit 

bercampur dengan eosinofil. 

 


 

Gambar 6-10. Eritema Multiforme. (a) Kumpulan nekrotik 

epidermal keratinosit, degenerasi vacuolar interface 

dermal-epidermal. Pemisahan dermal-epideral dan infiltrasi 

limfositiosit perivaskular yang benar-benar kuat yaitu  

ciri-cirinya. (b) fibrin nampak pada tempat formasi 

pelepasan. 


 

Gambar 6-11. Lupus eritematosus. 

Hyperkeratosis.epidermis menipis tanpa rete ridge dan 

vakuolisasi membrane dasar terlihat pada potomikrograp 

ini. 


 

 

Gambar 6-12. Liken planus. ada  hyperkeratosis, 

hipergranulosis seperti irisan, vakuolisasi sel basal dan 

infiltrasi limfosit pada pertemuan dermal-epidermal. 

Infiltrasi ini “merangkul” lapisan sel basal dan ditambahi  oleh 

bagian-bagian sitoid.  


 

Gambar 6-13. Dermatitis herperiformis, dua papilla 

menampakkan microabses yang tersusun oleh noutropil. 

Vakuolisasi dan formasi celah yaitu  bukti kedua papilla. 

 

Gambar 6-14. Urtikaria. Sifat reaksi ini infiltrasi 

perivaskuler limposit dengan beberapa eopisinopil. 

Perhatikan edema menyolok papillary dermis dan sekitar 

poskapillari.  

 

 

 

 

Gambar 6-15. Erupsi obat-obatan. Melalui dermis 

cabang periveskular dari sel-sel lymfosit mononukleus 

tampak pada superfisial dan venule yang dalam.  

 

 

 

Gambar 6-16. Nekrotik vaskulitis. Infiltrasi peradangan 

tersusun oleh neutrofil dan debu sekitar dan pada dinding-

dinging venul dimana tersimpan pula fibrin sel-sel 

endothelial yang meluas. 

 


 

 

Gambar 6-17. Musinosis pada lupus erithematosus. Semua 

ciri histologi lupus erythematous digambarkan pada foto 

mikrograp ini (lihat Gambar 6-11). Ciri lainnya yang terlihat 

yaitu  musin yang berlimpahan di superfisial dermis 

berakibat terpisahnya ikatan-ikatan kolagen. 

 


 

 

Gambar 6-18. Angiolimfoid hyperplasia. Beberapa saluran 

pembuluhdarah dikelilingi oleh kumpulan sel-sel peradangan 

yang terdiri atas limfosit dan eosinofil. Perhatikan tonjolan 

keluar sel-sel endothelial pad alumina pembuluh-pembuluh 

ini. Terlihat jelas pada onset. 

 


 

Gambar 6-19. Granuloma annulare. Pagar batas granuloma 

tampak pada dermis. Di pusat/tengah, collagen necrobiotik 

di kelilingi oleh histiosit,limfosit dan beberapa giant sel-sel 

multinuclea yang menyebar, tampak jelas pada onset. 

 

 

 

Gambar 6-20. Granuloma sarcoidal.Pada dermis beberapa 

tuberkel terisi sel-sel epitheolid dan limposit terlihat, 

epidermis tampak atropi.  

 


 

Gambar 6-21. Dermatofibroma. Dermis memperlihatkan 

proliferasi sel kumparan yang membungkus ikatan-ikatan 

kolagen yang menebal. Tampak jelas pada onset. Lapisan 

epidermis tampak hiperplastik.  

 


Gambar 6-22. Scleroderma. Homogenisasi ekstensif dan 

bungkus tebal ikatan-ikatan kolagen terlihat pada dermis 

dan meluas pada subkutis. Tampak infiltrasi sel peradangan 

pada pertemuan kutis-subkutis 

 

 

Gambar 6-23. Erythema nodusum. Infiltrasi peradangan 

granulomatous kronis meluas pada subkutis. Infiltrasi sel 

peradangan pada pertemuan dermal-subcutis tampak. 

 


Gambar 6-24. Nodular vaskulitis. Ciri-ciri khas yang 

tergambar yaitu  vaskulitis berat dan nekrosis dinding 

pembuluh dan sumbatan lumen. Nekrosis lobun lemak 

infiltrasi sel peradangan yang akut dan kronis. 

 

 

 

Gambar 6-25. Injeksi granuloma. Tatanan pannikulus telah 

dilenyapkan oleh radang yang akut dan kronis dalam 

reaksinya pada nekrosis lemak dengan akibat ruangan-

ruangan yang tak beraturan atau “micropseudokista”. 

 

 

 


STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN KULIT 

 

 

  

GENETIK DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KULIT 

Mengerti akan prinsip dan metode genetik merupakan hal yang penting didalam 

memahami dasar dan panyembuhan penyakit kulit. Dokter tidak bisa membantu tapi tertarik 

akan kelompok familial dari beberapa masalah kulit, dimana para pasien berkonsultasi 

kepada ahli dermatologi. Masalah kulit terbagi menjadi dua group. Yang pertama yaitu  

penyakit dengan pola warisan yang jelas (misalnya autasomal dominan) dan penetrasi gen 

tinggi (misalnya pembawa gen abnormal hampir selalu memicu  ketidak normalan 

klinis, seperti X-linked iktiosis, xerodema pigmentosa, epidermolysis bullora simplex). 

Secara terpisah, penyakit penyakit ini tidak umum tapi bila berkelompok maka akan sedikit 

berarti bagi masalah kulit yang lebih berat. 

Yang kedua yaitu  penyakit-penyakit dengan kelompok familial (25% pasien dengan 

psoriasis memiliki keturunan yang pertama yang terpengaruh) tapi pola keturunannya tidak 

jelas. Yang termasuk dalam group ini yaitu  masalah kulit pada umumnya psoriasis, atopik 

dermatitis dan kebotakan. 

Kami yaitu  pencetus perhatian akan kekacauan genetik kulit, khususnya disebabkan 

sebab  naiknya kesadaran akan penyakit-penyakit kelompok familial, umumnya disebab kan 

oleh kesempatan untuk menerapkan teknik dan strategi baru molekulerbiologi guna 

mempelajari penyakit-penyakit ini . Pemahaman penyakit turunan bahwa molekuler 

biologi studi DNA ada  diagnosa dramatis dan pemeriksaan benar-benar berpengaruh 

 

kuat belakangan ini, dan melalui terapi gen mungkin terapi yang berpengaruh kuat dimasa 

yang akan datang. 

Meskipun peralatan untuk penyembuhan penyakit belum tersedia dalam arti 

pembetulan kerusakan pada gen, beberapa kekacuan turunan kini dipakai  untuk 

pengobatan yang bertujuan mencegah efek-efek merusak yang ada  pada gen. 

contohnya, menambahkan zinc/seng untuk pengobatan akrodermatitis enetropatik, diet 

tirosin-rendah dan fenylalanine rendah untuk mengobati tirosinemia TI (Richner-Hanhart 

syndrome) atau pemberian oral B carotene untuk erythropoietic protoporfyria. 

Jika gen mutan berdosis tunggal (keadaannya heterozigot)  memicu  fenotip klinis 

yang khusus, kondisi ini disebut dominan; jika gen mutan berdosis ganda (keadaan 

homozigot) untuk menghasilkan penyakit, kekacauan yang ditimbulkan disebut resesif. Jika 

gen mutan berkromosom x, kondisi yang dihasilkan disebut sex-linked atau tepatnya, x-

linked. Kondisi x-linked bisa juga dominan. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 



diagnosa dermatologi 5






 t pula seorang ahli penyakit dalam, ahli biokimia atau ahli imunologi namun  tidak berhak 

menentukan Diagnosa  dermatologik sebab  tidak memenuhi persyaratan sebagai ahli 

dermatologi. Hal yang sangat penting bagi seorang ahli dermatologi yaitu  mata yang secara 

klinis terlatih untuk Diagnosa  morfologis. Mata yang diagnosa  dapat dicapai hanya dengan 

keterlibatan yang berulang kali dan tidak terputus dimana dokter ini  dipaksa tidak 

hanya untuk melihat namun  juga memperhatikan ruam yang ada, sementara seorang spesialis 

yang berpengalaman membantu menunjukkan jalannya. Kesalahan yang paling sering pada 

suatu Diagnosa  dermatologis yaitu  lebih menganggap bahwa lesi merupakan ruam yang non 

spesifik dibandingkan  sebagai suatu lesi yang spesifik. Seperti yang terjadi pada riset  

darah hapus, suatu kesan umum tidaklah cukup: aspek morfologis dari masing-masing sel 

harus diperiksa dengan cermat dan diputuskan apakah normal atau abnormal. Seringkali  

para dokter melakukan suatu pendekatan pada kulit secara cepat dan superfisial, yang tidak 

akan mereka lakukan pada organ-organ lain yang diperiksa. Lihat tabel 4-4. 

Tabel 4-3 PATOGENESIS PENYAKIT KULIT 

 

Imunologis  

dan  

Peradangan 

 

Fisik 

Infeksius 

Kimiawi 

Genetik 

 

 

Proliferatif  

dan  

Neoplastik 

 

 Metabolik 

Endokrinologik 

Pertumbuhan 

Degeneratif 

Nutrisional 

Psikologik 

 

 

 Penyakit-penyakit kulit 

dan  

Manifestasi kulit dari 

penyakit sistemik 

 

 

 

TABEL 4-4 PETUNJUK DAN KESULITAN DALAM Diagnosa  DERMATOLOGI 

1. Jangan membuang, tanpa mengirimkan sebagian untuk pemeriksaan histologi. 

2. Jika temuan dermatopatologik tidak sesuai dengan Diagnosa  klinis, lakukan biopsi lain. 

Jika tetap tidak sesuai ikuti petunjuk klinis (dengan hati-hati). 

3. Pruritus generalisata yang lebih dari 1 bulan dan tanpa PEMICU  jelas memerlukan 

pemeriksaan yang meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan kelenjar limfe (termasuk 

kelenjar supra klavikuler), pemeriksaan laboratorium, foto toraks dan jika diperlukan 

"imaging studies". 

4. Nevus yang baru atau berubah harus dievaluasi secara hati-hati dan dieksisi untuk 

Diagnosa  jika  memiliki  gambaran yang mencurigakan  

5. Periksa seluruh kulit dan membrana mukosa jika  memungkinkan dan selalu dilakukan 

pada pasien  dengan riwayat pribadi atau keluarga dengan melanoma atau nevus 

multiple.  

6. Pengobatan dapat  memicu  hampir semua jenis lesi dermatologik dan selalu 

ditempatkan dalam daftar Diagnosa  yang mungkin.reaksi obat sering timbul secara tiba-

tiba dan biasanya dengan distribusi simetris. 

7. Diagnosa  dermatosis faktisium (yang diinduksi sendiri) hanya dapat dibuat sesudah  

kemungkinan lain dapat disingkirkan. Afek "gila", gelisah, aneh dapat merupakan akibat 

atau PEMICU  problema kulit yang hebat. 

8. Waspyaitu  terhadap Diagnosa  yang cepat, tidak terkendali atau sepintas lalu. Tidak 

ada keahlian medis lainnya yang terkait dalam praktek yang berbahaya ini. 

9. Waspyaitu  terhadap Diagnosa  yang atipikal. Yang atipikal pada seseorang dapat 

menjadi tipikal bagi yang lain yang telah pernah melihat sebelumnya.

Lewis Thomas berkata: "pengobatan tidak lagi hanya memeriksa dengan menempelkan 

tangan, namun  lebih merupakan membaca tanda-tanda dari sebuah mesin. Dalam 

dermatologi, tidak ada yang dapat menggantikan memeriksa dengan menempelkan tangan, 

dan seorang dokter akan merasa terpuaskan berulang kali dengan membaca tanda-tanda 

yang bukan dari mesin, namun dari manusia" dermis dengan mudah dapat ditentukan dengan 

tehnik-tehnik yang tepat. 

Timbunan in vivo dari imunoglobulin, komplemen dan fibrin pada kulit dapat diketahui 

dengan pemeriksaan imunofluoresensi langsung dari spesimen biopsi. Tempat biopsi harus 

dipertimbangkan dengan hati-hati, sebab  tempat pengambilan spesimen yang tidak tepat 

akan memberi hasil yang tidak mendukung. Sangatlah penting bagi ahli dermatologi dan ahli 

imunologi untuk saling membantu dalam usahanya untuk memberi  hasil yang optimal. 

Jaringan yang baru saja dieksisi, dicelupkan kedalam nitrogen cair dan dijaga tetap 

membeku sampai tiba di laboratorium, atau dibekukan secara cepat dalam "cryostat". 

Spesimen dipotong dengan ukuran 4 um dan di warnai dengan senyawa fluorescein 

monospesific untuk kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresen. 

Antibodi beredar pada substansi interselular dan zona membrana basalis, seperti yang 

terjadi pada pemfigus dan bullous pemfigoid, diketahui dengan mereaksikan serum 

pasien  dengan zat yang tepat (imunofluoresensi tidak langsung). Minimal 5-10 ml “whole 

blood” yang baru didapat, harus diperiksa dengan imunofluoresensi tidak langsung. Jika 

bahan "sample" harus dikirimkan, maka serum harus dipisahkan dari bekuan darah sebelum 

dikemas dalam "dry ice" untuk pengiriman. 

Untuk imunofluoresensi tidak langsung, potongan yang tepat dengan ukuran 4 um 

ditutup dengan serum pasien  yang telah diencerkan secara serial dan di inkubasikan 

pada ruang yang lembab selama 30 menit. sesudah  gelas obyek dicuci dengan PBS 

(phosphate buffer saline) dengan pH 7.3 selama 10 menit,diberikan satu tetes senyawa 

fluorescein "antihuman imunoglobulin pada potongan jaringan dan diinkubasi selama 30  

menit, dicuci dalam PBS kemudian ditutup dengan gelas penutup menggunakan penutup 

Elvanol. 

Potongan-potongan jaringan untuk pemeriksaan dengan tehnik langsung dan tidak 

langsung, dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi dengan sumber radiasi ultra violet. 

 

 

 

 

BAB 5 

Diagnosa  DERMATOLOGI PENGENALAN  

POLA MORFOLOGI DAN SINDROMA KLINIS 


 

 

  

Sering kali erupsi kulit pada mulanya sangat hebat. Diagnosa  erupsi kulit sangat sulit. 

Hipocrates telah mengetahui kombinasi gejala dan tanda-tanda yang sering DITEMUI  dan 

kini dikenal sebagai gambaran klinis dan disebut pendekatan sindroma. Sindroma kulit 

merupakan sekelompok lesi kulit yang sering DITEMUI  dan sangat berarti secara klinis pada 

berbagai faktor etiologi (lihat tabel 4-3). 

Klinisi yang berpengalaman telah belajar mengenali erupsi kulit lalu dimasukkan dalam 

sekelompok morfologi atau pola reaksi (tabel 5-1). Erupsi ini bisa terkumpul (diskret) 

(sirkumskripta) ataupun difus (tanpa batas yang jelas), terlokasir, atau generalisata. 

Dengan pengelompokkan lesi-lesi kulit ini, Diagnosa  banding dapat dibuat. 

Ada kemungkinan terjadi overlapping (tumpang tindih) jenis lesi maupun lokasi anatomi 

lesi; penyakit kulit bisa juga muncul hanya dengan satu jenis lesi (missal; vesikel, seperti 

pada variecella) ataupun kumpulan berbagai jenis lesi (missal; vesikel, dan papul, seperti 

pada sindroma eritema multiforme). Sekalipun demikian, pendekatan sindroma morfologi ini 

terbukti merupakan pendekatan paling praktis untuk memilah berbagai kemungkinan bila 

menghadapi seorang pasien baru.  

 

 

I. KLASIFIKASI POLA-POLA REAKSI KLINIS MENURUT LOKASI ANATOMIA dari 

PERUBAHAN PATOLOGI MAYOR  

Epidermis 

Kelainan-Kelainan Bersisik 

Erupsi psoriasiformis. Psoriasis  dan  erupsi psoriasiformis lainnya ditandai khas oleh 

papula dan plak eritematosa yang 'sangat jelas' yang secara khas memperlihatkan sisik 

putih keperakan tebal. Lesi-lesi seringkali menyerang simetris. Keterlibatan kulit kepala 

dan kuku biasa- nya sangat menyolok.  

Diagnosa banding  

• Psoriasis vuigaris  

• Erupsi obat psoriasiform: Sering akut: kadang jarang mengenal kuku  

• Pityriasis Rubra Pilaris: Erythoma berwarna oranye-merah jambu. Erythroderma 

dengan lokasi yang berloncatan ('skip') dan papul-papul folikuler. ada  

hyperkeratosis dan onycgodystrophy palmar-plantar.  

• Lymphoma sel T kutaneus): seperti psoriasiform tapi yang khas asimetris  

 

Erupsi Pityriasiform (Bentuk seperti Pityriasis Rosea) Erupsi papul dan plak kecil 

generalisata dengan sisik lembut, yang paling sering tampak pada tepi lesi. Lesi jumlahnya 

beratus-ratus dan biasanya mengikuti pola garis relaksasi kulit, khususnya pada tubuh.  

Diagnosa  Banding  

• Pityriasis Rosea, Erupsi prototip pityriasiformis, onset biasanya didahului oleh 

munculnya herald patch. Biasanya tersebar pada mukosa wajah, telapak tangan 

dan kaki.  

• Sifilis Sekunder,: bisa mirip pityriasis rosea namun  umumnya mengenai membrana 

mukosa, dan telapak tangan dan kaki. Lesi khas berwarna tembaga pada pasien 

kulit putih (Eropa), bukan merah jambu seperti pityrisis rosea.  

• Pityriasis Lichenoides kronik,perjalanannya lebih kronis dibandingkan  pitiriasis rosea: 

lesi lebih sedikit dengan warna merah bata pada orang eropa. sisik halus dan 

mengkilat.  

• Pityriasis Lichenoldes et variollaformis akut, serupa dengan pityriasis lichenoides 

kronik, namun  lesi polimorfik, antara lain, papula pityriasiformis, papula, vesikel, 

dan pustula berkrusta.  

• Plak Parapsoriasis kecil,: plak sisik cukup lebar (2-5 ca), superfisial, biru merah 

sampai kuning dengan batas tepi teratur terutama pada tubuh.  

• Reaksi terhadap Captopril. Reaksi hipersensitiftitas pernah diungkapkan dengan 

gambaran morfologi berupa pityriasis rossa, walaupun biasasnya herald patch 

tidak muncul. 


 

Kelainan-kelainan ichthyosis 

Kelainan ichtiosis dapat berupa terjadi disebab kan hiperkeratosis generalisata yang 

menghasilkan gambaran mirip dengan sisik ikan atau mirip dengan lempengan. 

Diagnosa  Banding: 

• Ichthyosis Vulgaris: kelainan autosomal dominan, dengan gambaran berupa 

lempengan-lempengan hiperkeratotik tipis tersebar secara generalisata pada daerah 

fleksor. Ditemukan paling sering pada telapak tangan dan kaki dan  seringkali pasien 

ditambahi  dengan riwayat atopi. 

• Ichthyosis Terkait Rantai-X: kelainan pada rantai-X resesif yang  memicu  

pembentukan lempeng-lempeng yang lebih tebal dibandingkan Ichthyosis Vulgaris 

dengan warna coklat kotor. Banyak ditemukan pada daerah leher, wajah, dan lipatan 

(fleksura), jarang ditemukan pada tangan dan kaki. 

• Ichtyosis Lamelar:  kelainan autosomal resesif yang terjadi sebagian besar pada 

bayi baru lahir yang terbungkus mebran kolodion ditambahi  keterlibatan pada wajah 

berupa ektropion, dan mulut eklabium; sesudah  terkelupas akan ada  gambaran 

eritema generalisata yang ditambahi  lempeng sisik hiperkeratosis difus yang sangat 

tebal. 

• Hiperkeratosis Epidermolitik: kelainan autosomal dominan berupa penebalan stratum 

korneum yang memicu  lempengan seperti sisik berbentuk segiempat (cubical). 

• Ichthyosis yang Didapat: muncul pada saat dewasa tanpa adanya riwayat keluarga, 

mirip dengan ichthyosis vulgaris. Dapat diedan i dengan lymphoma, sarcoidosis, dan 

infeksi HIV. 

 

Erupsi Lichenoid (Like-Lichen Planus) 

Lesi dengan gambaran khas berupa papul violaseus poligonal yang kemudian bergabung 

membentuk plak. Lesi akan membentuk pola yang halus dan akan tampak sebagai garis-garis 

putih yang sangat halus pada permukaan papul (Wick-ham striae), terutama pada pipi bagian 

dalam.  

Diagnosa  Banding: 

• Lichen Planus: suatu gangguan prototipik lichenoid. Lesi yang simetris banyak 

ditemukan pada sisi voler pergelangan tangan dan genitalia. Jarang ditemukan 

distrofi khas pada kuku (pterygium). Manifestasi lain dapat berupa erosi oral dan 

Wick-ham striae. Lichen Nitidus: papul berwarna sama dengan kulit hingga cerah 

dengan puncak datar dan berukuran kecil. Pada area genitalia, sering DITEMUI  

susunan papul linear sesudah  terjadi trauma. 

• Erupsi Lichenoid Diinduksi Obat: dapat disebabkan oleh obat malaria, obat yang 

mengandung emas, dan obat-obatan lain yang memicu  erupsi mirip dengan 

 

Lichen Planus. Biasanya tidak dapat dibedakan secara klinis dengan Lichen Planus 

idiopatik. 

•  Lichenoid diinduksi kontak bahan pewarna: beberapa bahan kimia yang dipakai  

dalam fotografi dapat menginduksi munculnya papul dan plak mirip Lichen Planus 

pada daerah kontak. 

• Penyakit ‘Graft-Versus-Host’ Kronik: erupsi yang mirip dengan Lichen Planus, terjadi 

perubahan hiper dan hipopigmentasi ditambahi  perubahan mirip skleroderma yang 

sering ditemukan secara bersamaan. 

 

Erupsi Eksematosa 

Secara klinis, reaksi inflamasi pada epidermis akan membentuk gambaran khas pada 

eksematosa, seperti eritema dan pruritus. Pada dermatitis eksematosa akut, terbentuk 

vesikel pada epidermis. Pada dermatitis eksematosa subakut dan kronik, vesikel sedikit 

terbentuk dan beralih menjadi likenifikasi yang mencolok. Tanda histologi dermatitis 

eksematosa berupa spongiosis, yang menunjukkan adanya edema intraseluler di epidermis. 

Sindroma Klinis: 

A. Dermatitis Eksematosa Akut 

Banyak ditemukan pada bayi dan anak-anak; lesi simetris pada wajah dan banyak 

ditemukan pada lipatan-lipatan tubuh. Pada fase eksaserbasi akut, masih ada  

tanda inflamasi dan lesi tertutup krusta. Fase kronis, menghasilkan gambaran 

likenifikasi pada fossa antekubiti dan poplitea dan wajah. 

Diagnosa  banding: 

• Dermatitis kontak alergika kronik 

• Dermatitis eksematosa numularis 

B. Dermatitis Eksematosa Numularis 

Banyak ditemukan pada pasien dewasa tanpa adanya riwayat atopi. Gambaran berupa 

plak berbentuk koin (uang logam) yang tertutup sisik tipis dan eksudasi minimal pada 

fase subakut. Lesi umumnya ditemukan pada ekstremitas. 

Diagnosa  banding: 

• Dermatitis eksematosa atopik 

• Tinea korporis 

• Limfoma sel-T kutaneus 

C. Dermatitis Stasis 

Lesi plak lichenifikasi eritematosa dengan batas tidak tegas ditambahi  sisik dan/atau 

krusta. Dermatitis ini mengenai tungkai bawah dimana terjadi insufisiensi vena kronik. 

Diagnosa  banding: 

• Tinea korporis 


 

 

D. Dermatitis Eksematosa Dishidrosis (Pomfolik) 

Erupsi vesikel pruritik rekuren kronik pada telapak tangan, tepi jari, dan kaki. 

Diagnosa  banding: 

• Dermatitis atopik: secara klinis sulit dibedakan dengan eksema dishidrosis, 

namun  pasien memiliki riwayat atopi 

• Dermatitis kontak alergi: terutama bila mengenai punggung tangan atau kaki, 

dan  telapak tangan 

• Reaksi dermatofitid (Id Reaction): erupsi eksematosa yang tersebar luas, 

akibat tinea pedis atau dermatitis stasis 

• Tinea pedis dan tinea manus 

• Pemfigoid bulosa: dapat muncul bersamaan dengan vesikel yang  memicu  

rasa gatal pada telapak tangan dan kaki 

• Scabies: banyak terjadi pada anak-anak, dengan lesi berupa vesikel pada 

plantar yang bercampur dengan pus dan ada terowongan. 

E. Lichen Simpleks Kronik 

ada  plak soliter yang sangat gatal dan lama kelamaan semakin digaruk 

 memicu  terjadinya likenifikasi. Banyak ditemukan pada tengkuk dan pergelangan 

kaki. 

Diagnosa  banding: 

• Lichen planus hipertrofi (lesi lebih dari satu) 

F. Sindroma Dermatitis Kontak 

Gambaran dermatitis menyerupai Lichenifikasi kronik. Gambaran lesi tidak seragam 

(polimorf). Susunan plak dapat berbentuk linear pada daerah sabuk, atau menyerupai 

jam tangan, kerah baju sering ditemukan. 

Diagnosa  banding: 

• Bentuk lain dermatitis eksematosa. Identifikasi PEMICU  diperlukan untuk 

menentukan masalah  dermatitis kontak tidak terduga. 

G. Dermatitis Seboroik 

Gambaran lesi berupa plak merah jambu dengan batas tidak tegas dan tertutup oleh 

sisik mirip ketombe halus pada kulit kepala. Lokasi yang terkena paling sering di daerah 

yang memiliki rambut, seperti alis mata, jambang, lipatan melolabialis dan nasolabialis, 

kulit presternal, namun jarang di skrotum atau vulva. 

Diagnosa  banding: 

• Psoriasis vulgaris: banyak ditemukan plak pada kulitkepala dan seringkali 

melewati garis rambut ke dahi atau leher. Namun, jarang terjadi di wajah.  

• Dermatitis perioral: lesi berupa papul halus pada lipatan melolabialis, dagu, 

dan bibir atas. Mirip dengan dermatitis seboroik, tapi lebih bersisik dan 

jarang ditemukan pada kulit kepala dan alis. 

H. Sindroma Eritroderma 

Lesi akut maupun kronik dengan gambaran berupa eritema generalisata yang dapat 

ditambahi  sisik. 

Diagnosa  banding: 

• Eritroderma eksfoliativa yang diakibatkan oleh psoriasis, limfoma sel-T 

kutaneus, dermatitis atopik eksematosa, pityriasis rubra pilaris, dermatitis 

seboroik, akibat diinduksi obat, atau reaksi idiopati. 

 

Gangguan Vesikel dan Bulosa 

Vesikel dan bula dapat terbentuk bila terjadi akumulasi cairan dalam kulit. Hal ini, 

dapat terjadi disebab kan spongiosis, akantolisis, sitolisis keratinosit epidermal, disolusi 

(pemisahan) membrana basalis, atau kerusakan papiler dermis. Klasifikasi berdasar  

lokasi anatomis celah perlepuhan pemakaiannya sangat terbatas dalam memeriksaan kulit. 

Pembagian klinis yang mudah dalam menegakkan Diagnosa  dengan membagi menurut susunan 

dan sitribusi lesi, yaitu sebagai berikut:  

A. Vesikel dan Bula Soliter 

Diagnosa  banding: 

• Reaksi bulosa akibat gigitan serangga. 

• Bula diabetik  

• Fixed Drug Eruption 

B. Vesikel dan Bula berkelompok 

Kelompok soliter: 

• Herpes Simpleks: vesikel yang tersusun herpetiformis dengan dasar eritem 

• Herpes Zoster: mirip dengan herpes simpleks, namun  persebaran secara 

dermatomal 

• Dermatitis kontak akut: vesikel yang berkelompok dan dapat bergabung menjadi 

bula 

 

Kelompok multiple: 

• Herpes Zoster: vesikel-vesikel dengan ukuran kecil yang tersebar secara 

dermatom 

• Dermatitis Herpetiformis: vesikel-vesikel yang berkelompok dapat ditambahi  

erosi yang tertutup krusta simetris bilateral. Banyak ditemukan pada leher, 

skapula, siku, daerah sakrum dan lutut.  

• Dermatitis Bulosa IgA Linear Dewasa: mirip dengan dermatitis herpetiformis, 

namun  terusun anular dan lebih besar, sering DITEMUI  bula tegang. 

C. Erupsi Vesikuler Generalisata 

• Varisela: erupsi versikel dengan dasar eritem yang tersebar secara 

generalisata. (“Dewdrop on a rose petal” = seperti tetesan air pada bunga 

mawar). 

• Reaksi Dermatofitid: lesi berupa vesikel ditambahi  papul dan plak esematosa yang 

tersebar secara generalisata. Pada telapak tangan banyak DITEMUI  vesikel 

• Mononukleosis Infeksiosa: lesi berupa papul dan vesikel eritematosa yang 

tersebar secara generalisata. 

• Pityriasis Rosea Papulovesikuler: mirip dengan mononukleosis infeksiosa 

 

Penyakit Bulosa Generalisata 

A. Pemfigus Vulgaris 

Banyak ditemukan pada pasien usia dewasa dna jarang pada dewasa muda; erupsi bula 

yang tersebar secara lusa dengan predileksi pada mukosa, dada bagian tengah, 

abdomen, punggung bagian tengah, dan ada  Nikolsky Sign. 

Diagnosa  banding: 

• Pemfigus foliaseus: lesi yang mirip dengan pemfigus vulgaris ditambahi  dengan 

krusta, namun penampakan bula jarang. 

B. Pemfigoid Bulosa 

Banyak ditemukan pada pasien usia tua, dengan lesi berupa erupsi bula tegang yang 

tersebar generalisata dan dapat ditambahi  dengan plak seperti pada urtikaria, jarang 

mengenai mukosa. Predileksi untuk lesinya yaitu abdomen bawah, pantat, paha bagian 

tengah, dan lengan.  

Diagnosa  banding: 

• Herpes gestasional: mirip dengan pemfigoid bulosa, namun terjadi pada masa 

kehamilan. 

• Epidermolisis Bulosa Akuisita: mirip dengan pemfigoid bulosa, bila bula pecah akan 

tampak jaringan parut superfisial dan milia. Gambaran khas lain berupa distrofi 

kuku. 

• Dermatosis Bulosa IgA Linear Dewasa dan Anak-Anak: tampak lesi bula tegang 

dengan dasar eritem mirip dengan pemfigoid bulosa. Dapat ditambahi  vesikel yg 

tersusun anular dan herpetiformis.   

  

C. Eritema Multiform 

Lesi yang timbul berupa papul eritem, edema, dan plak berukuran kecil berbentuk 

targetoid (mirip sel target) ditambahi  bula sentral. Lesi biasa muncul pada mukosa, 

telapak tangan dan kaki dan  simetris. 

Diagnosa  banding: 

• FDE Generalisata (Erupsi Obat Terfiksir Generalisata): mirip dengan eritema 

multiform, namun jarang mengenai mukosa dan telapak tangan/kaki. 

• Nekrolisis Epidermal Toksik “Toxic Epidermal Necrolysis” (NET/TEN): 

eritema multiform yang tersebar secara generalisata ditambahi  bula yang 

tersebar diskret. Lesi target dapat bergabung dan membentuk lebaran 

epidermis nekrotik. Tanda Nikolsky Sign positif. 

 

Bula yang memicu  Atropi atau Parut 

A. Epidermolisis Bulosa Distrofik 

Kerapuhan kulit yang mencolok ditambahi  perlepuhan sesudah  trauma minor, ditambahi  

pembentukan milia. Lesi pada bayi timbul hebat, yang memicu  parut kulit dan 

memicu  apendik dan  autoamputasi jari. Bentuk epidermolisis bulosa lainnya tidak 

memicu  jaringan parut  

B. Epidermolisis Bulosa Akuisita 

Mirip dengan epidermolisis bulosa distrofik, tapi muncul saat dewasa dan tidak berat 

(tanpa autoamputasi). Timbul milia dan hilangnya kuku yang membedakan dengan 

pemfigoid bulosa. 

C. Porfiria Kutanea Tarda 

Kerapuhan kulit mirip dengan epidrmolisis bulosa, erosi yang sembuh memicu  

jaringan parut dan milia. Lesi terbatas hanya pada daerah yang terpapar sinar 

matahari, timbul hypertrichosis, dan lesi mirip skleroderma. Porfiria variegate 

memberi  gambaran kulit yang identik. 

D. Lichen Planus Bulosa 

Lesi seperti Lichen Planus namun tampak bula dan parut atrofi akibat pembentukan 

milia. Lesi berupa papul yang khas pada Lichen Planus dan ditemukan pada daerah yang 

sama. 

 

Vesikel dan Bula Pada Telapak Tangan dan Kaki 

A. Eksema Dishidrosis 

Lesi vesikel yang mirip granula ‘pudding tapioca’. Dapat bergabung dan membentuk 

perlepuhan multilokuler. Terbatas pada telapak tangan dan tepi jari. Reaksi id, identik 

dengan eksema dishidrosis, tapi ditambahi  dermatitis eksematosa generalisata. 

  

B. Tinea Manus 

Lesi berupa vesikel halus dan didominasi oleh eritema ditambahi  hyperkeratosis. 

C. Pemfigoid Bulosa 

ada  vesikel atau bula tegang ditambahi  inflamasi eritematosa pada telapak tangan, 

punggung tangan. Dapat ditemukan lesi serupa pada tempat lain. 

D. Eritema Multiform 

Papul edematosa yang berbentuk target, dengan pusat lesi berupa vesikel atau bula. 

DITEMUI  di daerah telapak tangan dan kaki. 

E. FDE (Fixed Drug Eruption) 

Lesi berupa plak kemerahan soliter, ditambahi  bula sentral. DITEMUI  pada dorsum salah 

satu tangan. 

F. Epidermolisis Bulosa Simpleks Terlokalisir Rekuren 

Gangguan autosomal dominan yang  memicu  erupsi bulosa non-parut rekuren pada 

tangan dan kaki. 

 

Sindroma Nekrolisis Epidermal 

Eritema yang tersebar generalisata dan terasa nyeri mirip luka bakar akibat terpapar 

sinar matahari atau luka bakar dengan onset yang cepat. Pada trauma toksik, terjadi 

pengelupasan epidermis. 

Diagnosa  banding: 

• Necrosis Epidermal Toxic (NET): diakibatkan reaksi obat pada orang dewasa; 

terjadi kehilangan seluruh ketebalan (full thickness) pada lapisan epidermis 

yang mirip dengan luka bakar derajat dua berat. 

• Eritema Multiform Mayor: sulit dibedakan dengan NET, lesi target berupa 

papul dan plak dapat ditemukan. Onset lebih lamat dibandingkan NET. 

• Staphylococcal Scalded Skin Syndrome : banyak ditemukan pada bayi, dimana 

terjadi pengelupasan lapisan epidermis superfisial. 

 

Erupsi-erupsi Pustularis 

Seperti vesikel dan bula, pustul dapat dikategorikan berdasar  jumlah dan 

distribusinya, yaitu: 

• Pustula Soliter dan Pustula Terlokalisir. 

A. Furunkulosis 

Lesi berupa nodul eritematosa yang sangat nyeri dan akan muncul pustul besar 

soliter 

B. Herpes Simpleks 

Lesi berupa pustul kecil dengan dasar eritem yang berkelompok  

C. Dermatitis Kontak Pustularis 

Lesi berupa pustul kecil dengan dasar eritem dan berbentuk angulasi yang 

merupakan petunjuk etiologi kontak. 

D. Dermatofitosis 

Timbul inflamasi dan memicu  lesi berupa pustul yang ditambahi  vesikel dan 

hiperkeratosis. 

E. Halogenoderma 

Lesi khas berupa pustul dan terlokalisir pada salah satu bagian tubuh, misalnya 

permukaan pretibia. 

F. Pyoderma Vegetans 

Lesi berupa plak verukosa yang akan erosi ditambahi  pustul pada lipatan tubuh. 

G. Dermatosis Pustularis Subkornealis 

Lesi berupa plak polisiklik dan anular ditambahi  pustul halus dengan tepi 

superficial; banyak ditemukan pada lipatan tubuh. 

 

• Pustula Generalisata 

A. Varicella 

Lesi berupa vesikel dengan dasar eritem dan kan berubah menjadi pustul dalam 

3-4 hari, muncul secara berkelompok. Erupsi generalisata hebat pada kepala, 

leher, dan tungkai atas. Penegakan Diagnosa  dibantu dengan tes Tzanck. 

Diagnosa  banding: 

• Erupsi Variselformis Kaposi: lesi mirip pustul, berkaitan dengan penyebaran 

herpes simpleks pada pasien dengan dermatitis eksematosa atopik atau 

Penyakit Darier; erupsi khas terpusat disekeliling lesi herpes simpleks 

seperti pada daerah mulut ataupun genitalia, namun tidak seluas varicella. 

Dapat dibantu dengan tes Tzanck. 

B. Psoriasis Pustularis 

Lesi berupa plak eritematosa edematous yang nyeri ditambahi  pustul kecil. “Danau” 

pus dapat DITEMUI . Pasien nampak sakit, demam, dan leukositosis. Papul atau 

plak psorisiform dapat atau tidak dapat ditemukan. 

Diagnosa  banding: 

• Impetigo Herpetiformis: secara klinis mirip dengan psoriasis pustularis; 

muncul saat kehamilan 

• Erupsi Obat: erupsi obat pustularis relaitf jarang 

• Halogenoderma: secara khas terlokalisir pada satu bagian tubuh namun 

dapat tersebar secara generalisata. Demam bervariasi 

 

C. Bakterimia dan Fungaemia 

Lesi berupa papul atau nodul eritem atau purpura terutama pada daerah akral. 

Pusat lesi akan menjadi pustul dalam beberapa hari. Pustul seringkali berwarna 

abu-abu seperti  “logam bedil”, akibat perdarahan dalam pustul. Keadaan pasien 

nampak sakit. 

D. Sindroma ‘Sweet’ 

Sebagian lesi berupa plak atau papul merah edematous, namun  lesi kemudian 

berubah menjadi pustul. 

 

Pustula Folikularis 

A. Folikulitis 

Inflamasi pada papul folikuler akan berubah menjadi pustul, dapat dibedakan dari 

penyakit pustularis lain sebab  lesi monomorf. Tampak banyak rambut keluar dari pusat 

pustul. 

Diagnosa  banding: 

• Folikulitis Bakterial: dapat muncul pada semua permukaan tubuh dengan 

predileksi ekstremitas dan kulit kepala. Pemeriksaan yang dilakukan berupa 

pewarnaan Gram, ditemukan bakteri coccus gram-positif. 

• Folikulitis Jamur: biasa disebabkan oleh Candida. Lesi berupa plak maserasi 

eritem dengan tepi pustul folikularis, dan biasa muncul pada kulit yang lembab 

dan kotor. Pityrosporum merupakan organisme yang sering ditemukan. 

B. Pustula Akneiformis 

Proses akneiformis memperlihatkan pembentukan komedo sebagai tanda diagnosa .   

Diagnosa  banding: 

• Akne Vulgaris: salah satu penyakit akneiformis yang memperlihatkan suatu 

campuran komedo tertutup dan terbuka, ditambahi  papul, pustul, dan nodul 

inflamasi yang muncul pada wajah, leher, dan tubuh bagian atas. 

• Chiorakne: suatu bentuk akne inflamasi yang diinduksi oleh paparan hidrokarbon 

polihalogenasi, lesi cenderung berupa nodul atau papul. Muncul pada daerah yang 

sama dengan akne, juga pada tempat yang tidak lazim, seperti tungkai dan kulit 

kepala. 

• Akne yang Diinduksi Obat: akne yang diinduksi oleh obat (misal, Prednison) 

memberi  lesi khas yaitu monomorf dan pustul merupakan lesi dominan. 

Pustula yang terbatas pada punggung 

• Folikulitis: pustul intak dengan rambut yang menembus keluar  

• Candidiasis: papul berkrusta dan jarang muncul plak eritem dengan tepi pustul 

yang mengalami maserasi 

• Acne: campuran papul, pustul, dan komedo 

• Miliaria: sebagian lesi berupa erosi yang tertutup krusta ditambahi  beberapa 

vesikel atau pustul intak (lesi non-folikuler) 

 

Pustul yang Terbatas Pada Telapak Tangan dan Kaki 

Diagnosa  banding: 

• Psoriasis Pustularis: ada  “Danau Pus” pada pustul subkornealis superfisial. 

Banyak ditemukan pada telapak tangan dan kaki (Pustulosis palmaris et plantaris). 

Mirip dengan psoriasis pustularis (pustula kering berwarna coklat/oranye). 

• Scabies: lesi berupa papul atau terowongan berkrusta, namun jarang ditemukan 

pustul; biasanya ditambahi  keterlibatan jaringan ikat longgar hebat. Banyak ditemukan 

pada telapak tangan dan kaki terutama anak-anak. 

• Infeksi Dermatofita: lesi berupa vesikel kemudian berubah menjadi pusutl dan pada 

daerah relatif kecil, yaitu pada tangan dan kaki. Pada tangan, kaki, dan mulut ciri lesi 

berupa pustul abu-abu dengan dasar eritem, ovoid, ditambahi  nyeri, dan ditambahi  erosi 

mulut. 

• eritema Multiform: lesi target dengan pustul sentral kadang dapat ditemukan. 

 

Erupsi Eksudatif (Krusta) 

Lesi vesikobulosa dan pustul memicu  krusta pada kulit. Krusta tidak dapat 

berdiri sendiri, sekalipun mendominasi, krusta merupakan gambaran klinis impetigo dan dua 

penyakit lain. 

Impetigo, lesi dapat berupa krusta berwana mirip sarang lebah. Daerah tempat 

muncul lesi terutama pada sela-sela mukosa dan ditambahi  rasa gatal yang menyolok. 

Diagnosa  banding: 

• Eksema Impetiginosa: krusta berwarna seperti sarang lebah muncul dari kulit yang 

mengalami eritematosa dengan likenifikasi. 

• Pemfigus Foliaceus: krusta berasal dari erosi pada wajah, bagian tengah tubuh. 

Dapat ditambahi  perlepuhan superfisial bila dilakukan inspeksi dengan cermat. 

 

Atropi Epidermal 

Atropi epidermal jarang terjadibila tidak ditambahi  atropi dermis. Lapisan epidermis 

pada atropi nampak mengkilat dan tanpa garis-garis. Jika atropi mencpaai dermis, kulit akan 

nampak longgar dan berkeriput. Bila epidermis atropi akan ada  penebalan diatas 

 

dermis yang sklerotik, dan kulit akan memounyai gambaran halus mengkilat. Atropi dermis 

ditemukan pada beberapa keadaan:  

• Berikatan dengan lapisan dermis yang menebal dibawahnya: Parut, 

skleroderma 

• Atropi Epidermal dan Dermal Longgar Berkeriput: striae, kerusakan aktinik 

kronik 

• Atropi epidermis dan dermis terlokalisir: parut atropi 

• Aplasia kutis kongenita: biasanya pada kulit kepala 

• Lupus eritematosus diskoid: rasa terbakar pada kulit kepala atau wajah. 

Biasanya ditambahi  dengan perubahan pigmentasi atau sumbatan folikuler 

• Atrophoderma Pasini dan Pierini: plak atropi pada tubuh dengan tepi 

berbatas tegas 

• Akrodermatitis kronik atropikans: pada ekstremitas distal 

• Atropi difus: Atropi generalisata merupakan gambaran normal kulit orang 

tua. 

 

 



APENDIK  KULIT 

Kelainan Kelenjar Keringat Ekrin  

Sindroma Hiperhidrotik  

• BERKERINGAT FISIOLOGIS. Dicetuskan oleh kenaikan suhu inti tubuh menyeluruh 

(generalisata) 

• BERKERINGAT YANG BERKAITAN DENGAN KECEMASAN (ANSIETAS). Biasanya 

terbatas pada telapak tangan, kaki dan ketika. dicetuskan oleh katekolamine yang 

dilepaskan pada keadaan cemas (ansietas). 

• HIPERHIDROSIS GUSTATORIUS. Berkeringat pada wajah yang dicetuskan oleh 

makan makanan tertentu, terutama yang mengandung capsaicin. ditambahi  dengan wajah 

kemerahan. 

• HIPERHIDROSIS NOKTURNAL. Berkeringat malam hari akibat demam nokturnal 

(malam hari) dan merupakan gejala kardinal tuberkulosis dan limfoma. Pada usia tua, 

ini bisa terjadi walaupun tanpa penyakit. 

• CHROMHIDROSIS. Keringat ekrin berwarna akibat produksi lipokrom ekrin. sangat 

jarang terjadi, telah dilaporkan keringat warna hitam, biru, hijau, coklat, merah. 

 

Sindroma Hipohidrotik dan Anhidrotik 

• HIPOHIDROSIS FISIOLOGIS. Akibat dehidrasi: kulit panas dan kering: pasien 

sering pingsan kegerahan (shock panas). 

• HIPOTIROIDISME. Kekeringan pada kulit miksedematosa khas akibat berkurangnya 

keringat ekrin dan menyeluruh. 

• DISPLASIA EKTODERMAL ANHIDROTIK. Pasien laki-laki, dengan penurunan 

keringat ekrin generalisata, hipotrichosis, anodonsia komplit ataupun parsial. 

• HIPOHIDROSIS UNILATERAL. DITEMUI  pada kelainan neurologis seperti distropi 

refleks simpatis dan sindroma Horner. 

 

Kelainan Kelenjar Keringat Apokrin 

• HIDRADENITIS SUPURATIVA. Gangguan inflamasi folikel apokrin yang 

menghasilkan nodul dan abses: Sangat nyeri di ketiak, pantat, jarang ditempat lain 

• PENYAKIT FOX-FORDYCE. Papula folikuler berbentuk kubah kecil di ketiak 

 

Kelainan Folikel-folikel Rambut  

Hipertrikosis (Nevoid-Hamartomatosa) 

• NEVUS NEVOSELULARE KONGENITAL. Plak hiperpigmentasi berbatas tegas dengan 

rambut hitam kasar didalamnya. Bisa ada  pada semua bagian tubuh.  

 

• NEVUS BECKER: Agregasi makula berpigmen atau papul sedikit menonjol, biasanya di 

regio skapula dan dada. Rambut hitam yang nampak normal seringkali ada  dalam 

lesi. Kongenital atau dapatan pada masa remaja.  

• HIPERTRIKOSIS NEVOID: Bonggol rambut soliter yang biasanya lebih panjang, lebih 

hitam dan lebih kasar dibandingkan  rambut normal. Bersifat kongenital. Hipertrikosis 

lumbosakral ditambahi  dengan disrafisme spinalis.  

 

Hirsutisme. Pertumbuhan rambut normal berlebihan pada wajah, terutama di jambang dan 

jenggot, tepi lengan, tengah dada dan daerah pubis. Sebaran rambut pubis berbentuk 

rhomboidal (jajaran genjang) pada laki-laki dan pada wanita segitiga.  

Diagnosa Banding 

• Sindroma ovarium polikistik: Hirsutisme terjadi selama bertahun-tahun ditambahi  

obesitas, amenore dan infertilitas.  

• Tumor yang mensekresi Androgen: Hirsutisme dapatan ditambahi  amenore sekunder.  

• Sindroma Cushing: Hirsutisme ditambahi  obesitas pada tubuh, pletora wajah, striae 

abdomen.  

• Sindroma Adrenogenital: Pubertas prekok dengan amenore primer dan hirsutisme.  

• Idiopatik: Tidak ditambahi  amenore, infertilitas ataupun gangguan endokrin lainnya.  

 

PEMICU -PEMICU  Lain Kenaikan Pertumbuhan Rambut  

• HIPERTRIKOSIS LANUCINOSA. Kenaikan pertumbuhan rambut vellus generalisata, 

terutama banyak di wajah. Pertumbuhan rambut halus panjang tak berpigmen yang 

lebat merupakan masalah dapatan; berkaitan dengan keganasan internal.  

• PORFIRIA KUTANEA TARDA. Rambut terminalis, kasar dan gelap terutama tumbuh 

pada kulit pelipis dan zigomatikus; biasanya ditambahi  elastosis solaris, bula, erosi, atau 

parut dengan milia.  

• HIPERTRIKOSIS YANG DIINDUKSI OBAT. Minoxidil dan cyclosporine 

memicu  hipertrikosis fasial serupa dengan yang DITEMUI  pada porfiria, 

kenaikan pertumbuhan rambut pada daerah lain seperti lengan atas juga ditemukan. 

Androgen dan kortikosteroid eksogen memicu  hirsutisme.  

Sindroma Alopesia dapat dibagi menjadi kelainan yang tidak memicu  

parut dan kelainan yang memicu  kehilangan rambut permanen melalui 

pembentukan parut.  

• ALOPESIA ANDROGENETIK. Alopesia nonparut pada kulit kepala sebab  pengecilan 

(miniaturisasi) folikel rambut; banyak rambut halus nampak dalam daerah penipisan 

rambut. Pola khas berupa recesi garis rambut bifrontal, kebotakan pada verteks  

(puncak kepala), atau penipisan rambut difus pada seluruh kulit kepala (terutama 

sering pada wanita).  

• ALOPESIA AREATA. Bercak sirkuler atau ovoid pada rambut yang hampir hilang 

seluruhnya dapat terjadi pada semua permukaan kulit. Lesi yang menyolok 

memperlihatkan "garis batas" rambut di tepi. Keterlibatan rambut kepala yang 

berlangsung invasif dapat memicu  kebotakan total; hilangnya seluruh rambut 

tubuh disebut alopesia universalis. Kuku jari nampak memiliki  gambaran “beaten 

brass".  

• TELOGEN EFFLUVIUM. Nampak patahan rambut difus tanpa pola. Rambut mudah 

dicabut, rambut masih dalam fase telogen bila dilihat dengan pembesaran.  

• ANAGEN EFFLUVIUM. Rambut hilang sebab  kerapuhan tangkai yang disebabkan oleh 

obat sitotoksik. Tahan rambut merupakan petunjuk diagnosa , dan rambut pendek-

pendek pada kulit kepala.  

Diagnosa  Banding  

• Sistemik lupus eritematosus (SLE), hipotiroidisme, defisiensi besi, dan  

kelainan-kelainan lain dapat memicu  kehilangan rambut nonparut difus.  

• ALOPESIA PARUT PADA KULIT KEPALA. Alopesia yang memicu  kehilangan 

rambut permanen sebab  pembentukan parut antara lain: Lupus eritematosus diskoid: 

Plak atrofi bulat atau ovoid terlokalisir tanpa folikel rambut.  

• Lichen planopilaris: Serupa dengan lupus papula folikuler violaceus dapat DITEMUI  

pada tepi parut, pasca-trauma, pasca infeksi dan postradiasi. 

Diagnosa  Banding 

• Sistemik lupus eritematosus (SLE), hipotiroidisme, defisiensi besi, dan  

kelainan-kelainan lain dapat memicu  kehilangan rambut nonparut difus.  

• ALOPESIA PARUT PADA KULIT KEPALA. Alopesia yang memicu  kehilangan 

rambut permanen sebab  pembentukan parut antara lain:  

• Lupus eritematosus diskoid: Plak atrofi bulat atau ovoid terlokalisir tanpa 

folikel rambut. 

• Lichen planopilaris: Serupa dengan lupus: papula folikuler violaceus dapat 

DITEMUI  pada tepi parut. Pasca-trauma, pasca Infeksi dan postradiasi  

 

DERMIS DAN PANIKULUS ADIPOSUS  

Papul, nodul dan tumor dermal (epidermis distasnya biasanya tidak terkena)  

 

Papul, Nodul dan Tumor Dermal Noninflamasi  

GRANULOMA ANULARE. Papul dermal berwarna daging segar atau violaseus dengan 

kecenderungan tersusun anuler atau gabungan plak. Permukaan ekstensor, terutama  

punggung tangan, siku, lutut dan pungung kaki terkena. Salah satu variannya granuloma 

anulare papuler generalisata.  

Diagnosa  Banding  

• Sarkoidosis, granutoma elastolitik anularis  

SARKOIDOSIS. Penampakannya banyak; umumnya papul atau nodul dermal berwarna daging 

segar atau violaseus yang muncul disekitar lubang tubuh atau pada Parut; plak yang lebih 

besar, berkilat, hiperpigmentasi juga bisa DITEMUI . Papul bersusun anuler jarang 

ditemukan.  

Diagnosa  Banding  

• Granuloma anulare, granuloma infeksius 

GRANULOMA ELASTOLITIK ANULARE. Plak anuler dengan sentral atropi: ada  pada 

kulit yang rusak sebab  sinar matahari kronik. 

Diagnosa  Banding  

• Granutoma anulare, sarkoidosis 

DERMATOFIBROMA. Nodul biasanya soliter, walaupun bisa DITEMUI  nodul multipel. Nodul 

Intradermal sangat keras, seringkali dengan hiperpigmentasi perifer. Dikelilingi dengan 

benjolan-benjolan kulit bila ditekan dari samping. 

Diagnosa  Banding  

• Tumor metastasis, melanoma maligna desmoplastik 

MUCINOSIS PAPULARIS. Papula dermal lembut berwarna daging segar multipel pada 

wajah, leher, tubuh bagian atas, ekstremitas atas. Bisa bergabung, ditambahi  infiltrasi masif 

pada kulit. 

TUMOR METASTASE. Sebagian besar metastase karsinoma berupa nodul intradermal 

sangat keras (sekeras batu) yang umumnya muncul pada kulit kepala dan pada regio 

periumbilikus. Metastase kanker payudara cenderung multipel, mengenai dinding dada. 

Metastase melanoma maligna seringkali berpigmen: metastase kanker lain berwarna buah 

plum atau eritematosa. 

INFILIRAT LEUKEMIK DAN LIMFOID. Papul, plak atau nodul berwarna buah plum, merah 

atau merah jambu yang muncul acak pada permukaan kulit merupakan gambaran khas 

infiltrat leukemik dan limfoma pada kulit. Bila ada  trombositopenia, gambaran yang 

menyolok yaitu  purpura. 

 

Papul, Nodul dan Tumor Dermal Inflamasi 

ERITEMA MULTIFORME. Mungkin tidak memperlihatkan perubahan epidermal. Papul atau 

plak eritematosa pada telapak tangan dan kaki dan  permukaan dorsal ujung ekstremitas 

sangat khas. 

 

MUCINOSIS ERITEMATOSA RETIKULASI. Papul dermal eritematosa multipel yang 

cenderung bergabung pada bagian tengah punggung ataupun dada atas. Bersifat kronik dan 

seringkali asimptomatik. 

SINDROMA "SWEET. Papul dan plak violaseus atau merah terang sangat nyeri. Banyak 

yang memiliki  gambaran “pseudovesikuler" sebab  edema intradermal masif. Pustula 

dapat muncul di dalan lesi.  

Sindroma Eritema Nodosum dan Pannikulitis  

ERITEMA NODOSUM. Onset akut; terutama berupa nodul intradermal subakut 

eritematosa, umumnya pada permukaan pretibia. Tidak ada kecenderungan supurasi ataupun 

ulserasi.  

Diagnosa  Banding Eritema Nodosum  

• Kuman Infeksius: Kadang tuberkulosis primer (anak), coccidioidomycosis, 

histoplasmosis, sterptococcus betahemolitikus, kuman Yersinia, Limfogranuloma 

venereum Obat-obatan: sulfonamida, kontrasepsi oral. Lain-lain: sarkoidosis (sangat 

sering), kolitis ulserativa, sindroma Behcet, idiopati ±40%.  

Diagnosa  Banding Pannikulitis  

• Bentuk Panikulitis nonsupuratif lainnya, seperti penyakit Weber-Christian, 

pannikulitis poststerol. Pannikulitis supurotiva, misal, nekrosis lemak pankreas. 

Vaskulitis nodularis, misal, poliarteritis nodosa, granulonatosis Wegener, eritema 

induratum.  

 

Ulkus  

Ulkus kulit diakibatkan oleh berbagai PEMICU  antara lain infeksi, vaskulitis, trauma, 

luka bakar, penyakit granulomatosa, kanker kulit, dan penyakit-penyakit yang tidak 

diketahui etiologinya, seperti pyoderma gangrenosum. Pendekatan morfologi untuk 

Diagnosa  banding ulkus bisa didasarkan atas distribusi lesi.  

 

Ulkus daerah Kepala dan Leher  

• KARSINOMA SEL BASAL. Tepi ulkus menonjol atau bergulung naik: jaringan 

dipenuhi oleh beberapa  pembuluh telanglektasis; muncul pada daerah yang terpapar 

sinar matahari.  

• KRARSINOMA SEL SKUAMOSA. Agak bervariasi, namun  ulkus umumnya ada  

pada bagian tengah tumor mirip daging besar, yang dengan atau tanpa hiperkeratosis: 

lebih banyak pada tempat yang terpapar sinar matahari. 

• ARTERITIS SEL RAKSASA. Ulkus nampak pada akhir perjalanan penyakit, seringkali 

sesudah  bertahun-tahun nyeri dibagian pelipis dan daerah parietal kepala. Ulkus 

 

terjadi akibat infark, sehingga irreguler dan superfisial, seringkali dengan krusta 

hemoragik. Banyak DITEMUI  ulkus temporalis (pelipis) bilateral. 

• Pyoderma Gangrenosum. Ulkus purulen dalam lengan tepi menonjol besar sianotik; 

dapat muncul sesudah  insisi bedah, terutama pada abdomen; namun demikian lokasi 

yang paling banyak di ekstremitas bawah. 

 

Ulkus daerah Genital dan Perianal. 

ULKUS INFEKSIUS 

• Syphilis primer: Biasanya nodul soliter dengan ulkus tanpa nyeri ditambahi  

adenopati inguinal.  

• Chancroid: Ulkus nonindurasi nyeri dengan tepi "bergerigi", adenopati inguinal 

bukan gambaran yang menatap. 

• Herpes simpleks: Lebih banyak memicu  erosi bukan ulkus, kecuali pada 

pasien dengan gangguan sistem imun dimana ulkus bertahan selama beberapa 

minggu, erosi dan ulkus memiliki  gambaran khas tepi 'scalloped' (mudah 

terkelupas). 

• Citomegalovirus: Ulkus perianal pada pasien AIDS. Secara klinis serupa dengan 

ulkus herpes simpleks.  

ULKUS NONINFEKSIUS 

• Penyakit Crohn  

• Ulkus perianal yang ditambahi  dengan drainase fistula dan parut cribiformis: Dapat 

keliru dianggap pyoderma gangrenosum atau hidranitis supurativa. 

 

Ulkus Tungkai Penyakit Vaskuler NonInflamasi 

• ULKUS STATIS VENOSA. Ulkus biasanya superfisial; tepi kurang tegas; sangat 

kronis, pada mulanya berasal dari trauma minor pada prominens tulang; lokasi klasik 

di proksimal atau medial maleolus; banyak bukti adanya insufisiensi venosa, misal 

hiperpigmentasi, edema, varises. 

• Ulkus sebab  Insufisiensi Arterial. Ulkus "punch-out" berbatas tegas sangat nyeri: 

muncul pada jari kaki, diatas prominena tulang kaki kadang pada tungkai; kulit dingin, 

tak berambut; denyut nadi turun atau hilang; kadang ditemukan klaudikasio 

intermiten. 

 

Ulkus sebab  Penyakit Granufomatosa  

• NEKROBIOSIS LIPOIDIKA DIABETIKORUM. Plak atropik dengan warna coklat 

kekuningan di tengah dengan tepi bayangan biru; biasanya di pretibia; telangiektasia 

dan inftitrasi dengan lipida netral, fosfolipid dan kolesterol nampak dibawah bagian 

tengah plak atropi; ulkus terjadi pada atropi hebat.  

 

• SARKOIDOSIS. Ulkus Jarang pada pasien sakoidosis; gambarannya serupa 

nekroblosis lipoidika diabetikorum.  

• PYODERMA GANGRENOSUM. Nodul intradermal sangat nyeri dengan cepat menjadi 

ulkus purulen dalam dengan tepi abu-abu-biru besar. Ulkus muncul sesudah  trauma 

minor; khas didaerah pretibia, namun  lesi bisa ditemukan juga dipermukaan kulit 

lainnya  

 

Sindroma Chancriform (Lesi Noduloulseratif dengan Limfodenopati Regional). Sindroma 

chancriform pada mulanya selalu akibat infeksi. Harus ada dua komponen yaitu: nodul 

inflamasi dengan atau tanpa ulserasi, yang terjadi pada tempat inokulasi primer kuman 

PEMICU nya, dan  limfadenopati regional. Nodul inflamasi sekunder bisa muncul pada 

beberapa kelainan, mengikuti perjalanan pembuluh limfe.  

Diagnosa  banding  

• Sifilis: Ulkus tanpa nyeri atas dasar nodul keras: tempat paling banyak di genital.  

• Chancroid: Ulkus sangat nyeri dengan indursi minimal dan tepi tak rata: biasanya di 

genital.  

• Tuberkulosis Inokulasi primer: Lesi primer berupa nodul tanpa nyeri verukosa 

biasanya pada jari tangan.  

• Mycobacteria atipik: Identik dengan tuberkulosis, paling banyak sebab  

Mycobocterium marinum. Banyak nodul inflamasi sekunder sepanjang limfe, 

terutama pada pejamu yang mengalami immunosupresi.  

• Sporotrikosis: Nodul inflamasi nyeri ringan, biasanya juga pada jari: selalu ada 

nodul sekunder multipel sepanjang aliran limfe, riwayat sebab  pekerjaan berguna.  

 

Sklerosis (Sindrom Sklerodernoid)  

Kulit sklerotik terasa kaku, tidak elastis dan melekat ke jaringan di bawahnya. Sklerosis 

bisa merupakan perubahan primer seperti pada skleroderma atau dapat akibat sekunder 

proses penyakit lain, seperti pada penyakit stasis vena kronis. Sindroma dimana terjadi 

sklerosis dapat dibagi menjadi penyakit yang terdistribusi menyeluruh dan yang 

sirkumskripta.  

 

Sklerosis Generalisata  

• SKLEROSIS SISTEMIK. Seluruh kulit mengalami sklerotik, namun  perubahan paling 

jelas di akral dan di wajah. Kulit jari tangan, kaki, punggung tangan dan kaki mengkilat, 

kaku dan keras bila diraba, ujung jari berdekak. Gambaran yang menyertai kontraktur 

fleksi, telangiektasis periungual, kalsinosis kutis dan sindroma Raynaud. Kulit wajah 

juga sklerotik sehingga wajah nampak mengkilat seperti topeng.  

 

Diagnosa  Banding  

• Bentuk skleroderma lainnya (lihat bawah).  

• PENYAKIT ‘GRAFT-VERSUS-HOST’. Serupa dengan sklerosis sistemik, namun  

perubahannya tidak selalu nampak pada wajah dan tubuh. Sklerosis ditambahi  

poikiloderma (hiper-, hipopigmentasi dan telangiektasis).  

Diagnosa  Banding  

• Diagnosa  tak sulit, ada riwayat cangkok sumsum tulang.  

 

 

Varian Skleroderma  

• SINDROMA CREST. Mirip sklerotik sistemik, namun  perubahan ada  di 

ekstremitas akral. Kalsinosis dan sindroma Raynaud sangat menyolok.  

• SKLERODERMA LINEAR. Garis sklerotik ku1it linear, biasanya soliter dan melekat 

erat ke tulang dibawahnya. Banyak di ekstremitas dan kulit frontoparietal (coup de 

sabre = irisan pedang)  

Diagnosa  Banding  

• Aplasia kutis kongenita: Parut linear atropik dapat mirip skleroderma linear, 

namun  kulit tidak benar-benar sklerotik.  

• Atropi hemifasial tipe Romberg-Perry: Atropi jaringan subkutan dapat 

memicu  depresi linear pada wajah, namun  kulit itu sendiri tidak atropi, 

sklerotik ataupun perpigmen.  

• MORFEA. Plak sklerotik dengan tersebar acak. Biasanya bulat atau ovoid; warna dari 

kuning lilin sampai coklat. Lesi sembuh meninggalkan makula hiperpigmentasi coklat.  

• CACAT MORFEA PANSKLEROTIK MASA KANAK-KANAK. Morfes hebat tersebar 

luas ditambahi  sklerosi pada lemak dan otot dibawahnya, terutama pada ekstremitas. 

Keterlibatan sistemik tidak terjadi. Terutama pada anak-anak.  

Diagnosa  Banding  

• Sklerosis sistemik, sindroma CREST .  

PEMICU  Sklerosis Lainnya  

• SKLEROMIKSEDEMA. Pasien dewasa: banyak sekali papul edematosa yang 

bergabung memicu  sklerosis difus pada wajah, tubuh dan ekstremitas akral. 

Kulit lentur tebal.  

• SKLEREDERMA. Penebalan dermis seperti kayu difus, terutama pada regio 

trapezius; dada atas depan dan leher juga sklerotik. Berkaitan dengan infeksi 

streptococcus dan terutama diabetes melitus.  

• PORFIRIA KUTANEA TARDA. Porfiria yang lama memicu  sklerosis kulit yang 

terkena. Perubahan pada kulit yang terbuka wajah, tubuh atas, punggung tangan.  

• EDEMA KRONIK. Edema kronik dapat memicu  fibrosis sekunder pada dermis 

dan jaringan lunak dibawahnya. Fenomena ini paling jelas pada pasien dengan edema 

 

pedis kronik sebab  penyakit stasis vena, penyakit jantung atau ginjal, atau 

limfedema.  

 

Edema 

Pitting Edema  

Diagnosa  Banding  

• Kenaikan kadar air ekstraseluler: Penyakit jantung kongestif, insufisiensi 

ginjal kronik, kelebihan mineralokortikoid.  

• Gangguan drainase limfe: Atresia limfe, obstruksi limfe sebab  tumor atau 

limfoma, obstruksi limfe sekunder akibat terapi radiasi, ligasi bedah, dll.  

• Gangguan drainase venosa: insufisiensi venosa kronik.  

Edema Nonpitting  

Diagnosa  Banding  

• Kelebihan substansi dasar: Miksedema pretibia, skleromik sedema, lupus 

eritomatosus 'membengkak’.  

Edema kronik dengan fibrosis sekunder: Penyakit stasis venosa, limfedema, filariasis yang 

lama. Istilah elephantiasis menunjukkan hipertrofi masif pada epidermis, dermis dan 

jaringan subkutan dengan sklerosis. Elephantiasis umumnya mengikuti limfedema lama 

sebab  berbagi sebab diatas. Epidermis dari kulit yang mengalami elefantiasis dipenuhi 

papul dan nodul verukosa dan  lipatan-lipatan kelebihan kulit fibrotik berkeriput. 

 

 

PANIKULUS ADIPOSUS 

SINDROMA ERITEMA NODOSUM (lihat atas)  

LIPOATROPI 

• Atropi lemak Insulin: Hilangnya lemak subkutan wajah, kadang leher, tubuh atas 

pada wanita, yang terjadi pada, dekade pertama kehidupan.  

• Panatropi Gowers: Depresi atropik berbatas tegas pada ekstremitas atau punggung; 

atropi seluruh lemak ditambahi  atropi kulit diatasnya.  

• Hemiatropi fasial Romberg dan Perry: Atropi kulit, lemak subkutan, otot dan tulang 

wajah unilateral. Tak ada perubahan epidermal.  

• Lipodistrofi total: Kehilangan lemak subkutan generalisata muncul saat lahir atau 

beberapa saat sesudah  lahir. Berkaitan dengan hepatomegali dan diabetes melitus.  

 

Sellulitis. Selulitis merupakan proses inflamasi akut yang mengenai lemak subkutan dan 

dermis dalam, biasanya sebab  infeksi bakteri. Istilah "erisipelas" menunjukkan selulitis 

oleh streptokokus beta-hemolitik grup A atau Staphilococcus aureus.   

• SELULITIS STREPTOKOKUS. Plak eritematous nyeri dengan batas tak tegas: tanpa 

fluktuasi, bisa ditambahi  limfangitis.  

• SELULITIS STAFILOKOKUS. Mirip, jika tidak identik dengan selulitis 

streptokokus, namun  pembentukan abses sangat khas.  

Diagnosa  Banding  

• Selulitis sebab  bakteri lain (misal, Hemophylus -influenzae); Infeksi fungi 

profunda (host mengalami gangguan immunologi); sindroma Well (tanpa 

demam); pembengkakan mirip selulitis bisa anuler.  

• SELULITIS NEKROTIKANS. Plak nyeri progresif cepat dengan tepi ireguler; bagian 

tengah menjadi iskemik, kemudian infark; biasanya pasien mengalami immunosupresi 

sakit berat. 

 

PEMBULUH DARAH  

Erupsi Ersantematosa Lain (Ruam dan Demam) 

• ERUPSI MORBILIFORMIS - EKSANTEMA IMFEKSIUS  

• Campak: Batuk  dan gatal tenggorokan, konjungtivitis pada hari 1 demam; ruam 

nampak pada hari 3 dan pada mulanya terdiri atas papul halus yang bisa pucat 

(bila ditekan = blanchable) di wajah, kemudian menyebar ke tubuh dan 

ekstremitas; ruam dan demam memuncak pada hari 4; ruam merah kebiruan 

(livide); pasien nampak lesu lemah. Ruam hilang kari ke-7.  

• Rubella: Penyakit lebih ringan dari pada campak; pertama kali ruam, adenopati 

cervikal posterior, demam derajat ringan pada hari 1; ruam makula merah 

jambu generalisata; mulai menghilang pada hari 3.  

• Eritema Intfeksiosum: Penyakit ringan; ‘Pipi tersaput kemerahan’ muncul pada 

hari 1 dan eksantem generalisata nampak pada hari 2 atau 3, menghilang 

sesudah  10 hari; rekurensi ruam sering terjadi beberapa minggu kemudian, 

ditandai khas eritema retikulata pada ekstremitas.  

• Exanthem subitum (roseola Infantum): Demam pada bayi onset tiba-tiba; 

deman revolusi cepat pada hari 4 dengan munculnya eksantem morbiliform 

makula generalisata dalam 24 jam penurunan demam; ruam mulai pada tepi 

leher. Eksantem virus lainnya: Echovirus dan adenovirus banyak memicu  

eksantem.  

• Demam berbercak Rickettsia-Rocky Mountain: Pada mulanya ruam makula 

merah-jambu, dan bisa pucat, pertama kali muncul pada pergelangan tangan dan 

kaki. Demam, letih, nyeri kepala bermula pada saat yang sama dan memburuk 

ketika ruam berlanjut ke proksimal.  

• Lesi menjadi petechiae dalam 24 jam.  

 

ERUPSI OBAT MORBILIFORMIS. Saat onset bervariasi dari 48 jam sampai 

beberapa minggu sesudah  dosis pertama. Ruam obat muncul tiba-tiba, simetris, menyeluruh, 

sering merah terang pada orang Eropa; obat yang sering memicu  antara lain, 

antibiotika beta-laktam, sulfonamida, antikonvulsi. karakteristik sindroma ruam obat 

sebagat berikut:  

• Sindroma hipersensitivitas antikonvulsan: Demam, limfadenopati generalisata, 

eosinofi1ia, 1imfositosis atipik, hepatomegali, ruam morbiliform generalisata, 

kadang kala dengan pustula folikuler.  

• Sindroma Mononukleosis-ampisillin: Eksantem generalisata tidak dapat 

dibedakan dari ruam obat lain yang sering terjadi pada pasien mononukleosis 

infeksiosa yang diterapi dengan ampisilin atau antibiotik beta laktam.  

 

Sindroma Eritema Toksik Sindroma eritema toksik di tandai khas oleh ruam generalisata 

yang ditambahi  eritema difus pada telapak tangan dan kaki, seringkali dengan edema jelas 

pada permukaan akral. ditambahi  mukositis, sehingga memicu  “strawberry tongue". 

Eritema toksik menghilang ditambahi  deskuamasi stratum korneum.  

DEMAM SCARLET. Eksantem generalisata yang berkaitan dengan faringitis 

streptokokus, demam, mual, muntah. Folikel menyolok; deskuamasi memicu  ruam 

seperti "amplas"; strawberry tongue, kadang ditambahi  petekie fletsura.  

SINDROMA SYOK TOKSIK. Eksantem generalisata bisa berbentuk morbiliform atau 

urtikaria; mukositis ringan; inflamasi dan deskuamasi akral menyolok. Keadaan lainnya 

yaitu  hipotensi atau syok, sitopenia, inflamasi hepatoselulare, rhabdomyolisis, gagal ginjal, 

ensefalopati toksik.  

PENYAKIT KAWASAKI. Terjadi pada anak kecil; demam persisten menetap selama 

lebih dari 5 hari ditambahi  limfadenopati generalisata (terutama leher); konjungtivitis, 

strawberry tongue, bibir merah, ruam polimorf, bisa morbiliform, urtikaria atau kombinasi, 

dengan eritema akral menyolok dan deskuamasi berlembaran khas pada telapat tangan dan 

kaki.  

 

ERITEMA AKRAL YANG DIINDUKSI KEMOTERAPI. Reaksi toksik terhadap 

berbagai bahan kemoterapi, khususnya cytarabine. lebih sedikit dibandingkan  eritema toksik 

lainnya; biasanya telapak tangan edem, eritemtosa, nyeri ditambahi  pembentukan lepuh atau 

deskuamasi.  

PENYAKIT 'GRAFT-VERSUS-HOST’ AKUT. Serupa penyakit Kawasaki dan eritema 

akral yang diinduksi kemoterapi. Riwayat transplantasi sumsum tulang atau transfusi pada 

host terimmunosupresi.  

  

Sindroma Urtikaria 

URTIKARIA. Ditandai khas oleh gelembung berbagai ukuran, biasanya terdistribusi 

generalisata acak. Petunjuk diagnosa  berupa lesi muncul dan hilang serentak (evanescent), 

yang bertahan kurang dari 24 jam. Angioedema kadang ditambahi  urtikaria. Diketahui 

beberapa Jenis: 

• Dermografisme (Dermatografisme): Pembentukan gelembung diinduksi oleh garukan 

atau gesekan kulit, sehingga memicu  gelembung urtikaria linear.  

• Sindroma urtikaria kontak: Urtikaria muncul beberapa menit sesudah  kontak dengan 

antigen yang dapat larut air, gelembung hanya muncul pada tempat kontak. 

• Urtikaria cholinergik: Urtikaria yang diinduksi aktivitas fisik atau panas dengan 

gambaran khas gelembung mikropapul berukuran sampai 0,5 cm. 

• Vaskulitis urtikaria: Gelembung urtikaria persisten, bertahan lebih dari 24 jam. 

menjadi purpura sesudah  1-2 hari.sering ditambahi  purpura.  

• Papul dan Plak Gatal pada Kehamilan (PUPPP): Gelembung urtikaria persisten pada 

trimester ketiga primigravida. Lesi nampak pertama kali pada striae distensa, 

kemudian menyeluruh. Menghilang sesudah  persalinan. 

 

Purpura. Purpura akibat ekstravasasi eritrosit dalam dermis. Bisa akibat perlukaan 

pembuluh atau gangguan hemostasis. Ukuran lesi purpura memberi petunjuk mengenai 

peabuluh yang berdarah, kemudian akan menunjukkan etiologi purpura. 

• ERUPSI PETECHIAE: Petekie yaitu  makula purpura berdiameter 0,1-0,5 cm. Lesi 

kecil ini  akibat perdarahan kapiler, baik akibat trombositopenia, dimana terjadi 

perdarahan lain (epistaksis, perdarahan gusi, dil), ataupun kapilaritis, yang 

memicu  petekie kecil-kecil tersebar kronik pada ekstremitas bawah. Petekie 

capilaritis pada mulanya berwarna jingga kemudian menjadi merah bata dan 

pigmentasi menetap selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. 

• ERUPSI EKIMOTIK. Ekimosis akibat perdarahan pembuluh darah besar dan khas 

ditemukan pada koagulopati; sesudah  trauma. Istilah purpura senilis menunjukkan 

ekimosis pada permukaan ekstensor lengan bawah dan tangan dan  kerusakan sebab  

matahari pada orang tua. 

• PURPURA TERABA (PALPABEL). Papul-papul purpura paling sering akibat perlukaan 

pembuluh inflamatif, misal, vaskulitis. PEMICU nya antara lain: 

• Vaskulitis leukositoklastik:  Papul purpura dengan predileksi pada daerah 

tergantung, seperti tungkai dan kaki; lesi yang lama dan lebih besar dapat 

mengalami ulserasi, dan kadang DITEMUI  bula hemoragik. Bisa ditambahi  melena, 

hematuria, atralgia, arthritis, nyeri abdomen, dan neuropati perifer. Jumlah lesi 

biasanya ratusan. 

 

• Sepsis: Sepsis bakterial atau fungi memicu  papula purpurik, yang 

kemudian menjadi pustula. Lesi terjadi pada permukaan akral dan diatas 

persendian seperti pada gonokokaemia. Sering hanya DITEMUI  beberapa lesi. 

• Meningokokaemia: memicu  erupsi petekie ditambahi  beberapa papul 

purpurik; lesi berbentuk stelata dan banyak. 

 

Infark pada kulit: Infark pada kulit berbentuk stelata, seringkali dikelilingi oleh retikularis 

livid. Kulit infarka pada mulanya purpurik, kemudian abu-abu atau hitam kadang dengan 

ulkus. Ukuran dan lokasi infark dan  derajat livido berguna untuk membedakan berbagai 

PEMICU  infark kulit. 

• INFARK EMBOLI. Ateroemboli terjadi spontan di ujung jari kaki atau sesudah  

tindakan vaskuler invasif. Livedo mendominasi penampakkan; Infark sering kecil. 

Emboli septik berbentuk makula livedoid purpurik, papul purpurik atau perdarahan 

splinter pada telapak tangan dan kaki, jari tangan dan kaki. Jumlahnya beberapa. 

 

Vaskulitis  

• LIVEDO RETIKULARIS DENGAN ULKUS . Livedo menunjukkan oklusi pembuluh 

darah dan terutama merupakan gambaran sindroma artritis . Penyakit emboli atau 

obat juga memicu  livedo. 

• POLIARTERITIS NODOSA. Pasien sering nampak sehat ; pola livedo jelas pada 

ekstremitas dengan nodul subkutan nyeri multipel ; nodul pecah membentuk ulkus 

stelata sangat nyeri di tengah bagian livedo, 

• VASKULITIS NODULARIS. Gambaran mirip poliarteritis nodosa, walaupun livedo 

nampak jelas. 

• GRANULOMATOSIS WEGENER. Pasien sakit: vaskulitis polimorf dengan nodul 

purpura palpable, livedo subkutan sangat nyeri menjadi ulkus. 

• LEUKOSITOKLASTIK VASKULITIS (Atrophie blanche). Plak atropik putih rata 

dengan pembuluh angiektaktik kecil dan pungtum purpura di tepinya; ulkus 

superfisial namun  sangat kronis, ada  ditengah plak: sangat nyeri ditambahi  

"berdenyut" atau rasa terbakar. 

 

Penyakit Vasooklusi  

• CRYOGLOBULINEMIA. Infark ada  pada jari tangan dan kaki, telinga, hidung 

dan  bagian kulit yang sangat dingin. ada  sianosis dan livedo; ulkus jarang 

terjadi. 

• TROMBOSIS AKUT. Trombosis arteri besar.memicu  gangren diseluruh 

bagian, namun  trombosis arteriol memicu  infark kulit. Khas berupa plak 

 

purpura geografik atau stelat dengan ulkus ditengah. DIC (koagulasi intravaskular 

menyeluruh) memicu  ekstremitas terkena asimetris. Antibodi  

antiplateletyang diinduksi heparin  memicu  gambaran serupa bila heparin 

diberikan secara sistematik. Nekrosis warfarin pada kulit terlokalisir, ada  pada 

daerah berlemak seperti pantat abdomen dan purpura fulminan dan merupakan 

manifest trombosis intravaskular, biasanya sebab  DIC . 

 

II. KEADAAN REAKSI KLINIS YANG DIKLASIFIKASIKAN TANPA  

MEMPERHATIKAN TEMPAT ANATOMISNYA.   

Gangguan kelainan fotosensitivitas berperan penting melalui berbagai cara. Klasifikasi 

biofisik gangguan sensitivitas cahaya didasarkan pada spektrum kerjanya, yakni panjang 

gelombang atau rantai panjang gelombang yang memicu  penyakit klinis. Sebagian 

besar penyakit fotosensitivitas bekerja dalam spektrum ultraviolet, walaupun panjang 

gelombang sinar yang nampak juga dapat memicu  penyakit pada keadaan tertentu. 

Pendekatan kedua untuk disusun menurut onset umur dan  perbedaan gambaran klinis. 

FOTOSENSITIVITAS 

Fotosensitivitas poda Masa Bayi (tanpa Telangiektasis)  

• XERODERMA PIGMENTOSUM. Diturunkan autosomal resesif; onset pada awal masa 

bayi dengan kecenderungan luka bakar matahari menyolok, timbul bercak-bercak 

terbakar xerosis dini. Kemudian muncul kanker kulit.  

• PORFIRIA ERITROPOEITIK. Diturunkan autosomal resesif; urin merah jambu; 

fotosensitivitas hebat pada awal masa bayi dengan pembentukan vesikel di daerah 

yang terpapar sinar matahari. memicu  parut progresif.  

• PROTOPORFIRIA ERITROPOEITIK.