Inappropriate antibiotics prescription for pediatric patients with acute diarrhea is one of the most challenging health
care problem among countries in the world, including negara kita . Thus phenomenon will potentially increase the
health expenditures that, actually, could be avoided in the era of Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). The aim of this
study was to provide the profile of antibiotics utilization and its’ cost among pediatric inpatients with acute diarrhea.
This prospective observational study was conducted during April-Juli 2015. Patient medical records and billing
charts were used as the main source of information. If it was needed, confirmation with other health care
prefessionals was conducted during ward round session. Descriptive analysis was used to provide information
regarding antibiotics utilization and cost profiles. There were 43 pediatric patients involved in the present study.
Almost all of patients (93.02%) received antibiotics and the 3rd generation of cephalosporin was the most frequent
antibiotic given to the patients either as single or combination antibiotics. As much as 45.49% (ranged from 2.13% to
79.48%) of drug cost was allocated for antibiotics. The average of length of stay in the hospital for pediatric patients
with non-dysentri diarrhea with or without antibiotics prescription were 4.72 and 2.5 days, consecutively. Antibiotics
prescription did not decrease the length of hospital stay among pediatric patients with acute diarhea. Therefore,
antibiotics prescription for pediatric patients with acute diarrhea have to be further considered. Local bacterial
mapping should be used as a guidance before deciding to prescribe antibiotics to pediatric patients with acute
diarrhea.
Kasus kematian anak-anak di dunia
masih menunjukkan angka yang tinggi,
khususnya kematian anak di bawah usia lima
tahun. Diare merupakan pemicu kematian
terbesar kedua di dunia setelah pneumonia,
dengan proporsi kematian untuk anak di bawah
usia lima tahun sebesar 9,00% (United Nations
Children’s Fund. Levels and trends9
). Di
negara kita , walaupun terdapat penurunan angka
kematian akibat diare, yaitu: dari 8,00% pada
tahun 2000 menjadi 5,00% pada tahun 2010,
angka kesakitan diare masih cukup tinggi,
khususnya pada anak-anak10. Angka kesakitan
diare semua umur pada tahun 2012 yaitu 214
per 1000 penduduk, sedangkan angka kesakitan
pada kelompok balita yaitu 900 per 1000
balita12
.
Berdasarkan pemicu nya, diare dapat
dibedakan sebagai diare terkait infeksi dan
non-infeksi. pemicu diare terkait infeksi
banyak ditemukan pada anak di bawah usia 5
tahun. Mikroorganisme pemicu diare tidak
selalu bakteri1,4
. Diare persisten memiliki
kecenderungan disebabkan oleh infeksi bakteri.
Oleh sebab itu, antibiotik dapat digunakan
sebagai terapi lini pertama penanganan kasus
diare persisten dan bukan pada kasus diare akut
anak.
Ironisnya, pemakaian antibiotik secara
tidak rasional pada diare akut anak masih
banyak terjadi di berbagai daerah di dunia
5,12,2,11
. Salah satu pertimbangan yang mendasari
pemberian antibiotik yaitu hasil pemeriksaan
leukosit dan suhu tubuh pasien. Kedua
parameter ini juga, umumnya, menjadi
pertimbangan keputusan pemberian antibiotik
tunggal maupun kombinasi. Penggunaan
antibiotik yang tidak rasional, termasuk pada
terapi kondisi klinis yang seharusnya tidak
memerlukan antibiotik, dapat memberikan
beberapa konsekuensi negatif. Selain masalah
resistensi, salah satu yang perlu diwaspadai
oleh tenaga kesehatan profesional di era
implementasi Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) ini yaitu risiko peningkatan biaya
kesehatan14
. Pemberlakuan tarif klaim rawat
inap berdasarkan negara kita Case Base Groups
(INA CBG) menuntut pemberian terapi obat
yang bijak dan bertanggung jawab sebagai
upaya pencegahan risiko peningkatan biaya
kesehatan.
Sampai saat ini belum ditemukan
penelitian terpublikasi terkait analisis
penggunaan antibiotik pada kasus diare akut
anak. Pemberian antibiotik pada pasien anak
dengan diare akut selama menjalani rawat inap
dipersepsikan dapat mempercepat pasien pulih
dari diare dan sebagai konsekuensinya dapat
memperpendek lama tinggal di rumah sakit.
Belum ditemukan penelitian di negara kita yang
membandingkan lama perawatan antara pasien
anak diare akut yang mendapatkan antibiotik
dan tanpa antibiotik selama menjalani
perawatan di rumah sakit. Ketiadaan bukti
ilmiah ini dapat menyebabkan kesalahan
persepsi terkait peresepan antibiotik semakin
kuat diyakini yang berdampak pada semakin
seringnya peresepan antibiotik pada kasus diare
akut yang belum tentu disebabkan oleh infeksi
bakteri. Salah satu dampak langsung dari
penggunaan antibiotik yang dirasakan oleh
pihak pembayar biaya kesehatan yaitu
peningkatan biaya. Penelitian ini bertujuan
untuk memberikan deskripsi profil penggunaan
dan beban biaya antibiotik pada pasien diare
akut anak, termasuk membandingkan lama
rawat inap pasien yang mendapatkan dan tidak
mendapatkan terapi antibiotik.
METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif
observasional dan dilakukan secara prospektif
di bangsal rawat inap anak selama periode 21
April – 21 Juli 2015. Penelitian dilakukan
dengan melakukan visite bersama dokter dan
pencatatan data perkembangan kondisi klinis
pasien yang terdapat dalam rekam medis
pasien. Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan metode total sampling,
yaitu dengan mengambil data seluruh pasien
rawat inap di paviliun anak rumah sakit yang
terdiagnosis diare akut dengan atau tanpa
penyakit penyerta dan berusia ≤ 5 tahun pada
periode April-Juli 2015. Pasien anak dengan
penyakit penyerta infeksi lain tidak dilibatkan
dalam penelitian ini. Data pasien tidak akan
diperhitungkan dalam analisis apabila selama
jalannya penelitian kemudian pasien ditemukan
memenuhi kriteria drop out berikut ini: 1) pasien
menderita diare persisten, yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari, 2) pasien pindah
dari bangsal ke Intensive Care Unit (ICU), dan 3)
pasien didiagnosis keluar menderita infeksi lain.
Konfirmasi kepada dokter dan/atau analisis
perubahan parameter pemeriksaan
laboratorium terkait infeksi (white blood cell,
suhu, eryhtrocyte sedimentation rate) dilakukan
setiap kali terjadi perubahan pemberian
antibiotik.
Data pasien berikut dicatat dan
digunakan sebagai bahan dalam melakukan
analisis: instruksi dokter pada saat visite,
kondisi pasien, serta data pasien yang meliputi:
usia, jenis kelamin, intervensi terapi, penyakit
penyerta, lama perawatan, temperatur tubuh,
status pasien, derajat dehidrasi, dosis obat,
jumlah racikan obat, jumlah item racikan obat.
Hasil analisis dinyatakan dalam bentuk
persentase atau mean yang disertai dengan
standard deviasi. Pediatric and Neonatal Dosage
Handbook edisi (2013) dan MICROMEDEX versi
2.0 digunakan sebagai pustaka rujukan untuk
melakukan analisis lebih lanjut terkait ketepatan
pemberian dosis pasien. Ketidaktepatan dosis
pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi:
underdose dan overdose.
Biaya antibiotik dihitung dari data billing
pasien dengan memperhitungkan cost to charge
ratio (CCR) untuk merepresentasikan biaya yang
sesungguhnya tanpa keuntungan. Besarnya
CCR berdasarkan penelitian terpublikasi
yaitu 0,28; 0,76; dan 1. Konversi nilai uang
dengan memperhitungan inflation rate tidak
dilakukan dalam penelitian ini dengan
mempertimbangkan periode pengambilan data
dan proses analisis dilakukan pada tahun yang
sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat 51 pasien anak dengan
diagnosis diare akut dengan atau tanpa
penyakit penyerta. Sebanyak 8 pasien
dikeluarkan sebagai partisipan sebab
memenuhi kriteria drop out, sehingga total
jumlah partisipan yaitu 43 pasien (gambar 1).
Hampir seluruh pasien anak dengan diare akut,
yaitu: sebanyak 93,02%, mendapatkan
antibiotik. Pemeriksaan laboratorium berupa
feses lengkap dilakukan pada 40 pasien,
sedangkan pemeriksaan kultur feses hanya
dilakukan pada satu pasien. Dengan kata lain,
antibiotik dalam penelitian ini diberikan sebagai
terapi empiris sebab proses identifikasi
mikroorganisme pemicu infeksi yang tidak
dilakukan. Penggunaan antibiotik sebagai terapi
pada kasus diare anak perlu mendapat
perhatian khusus dengan mempertimbangkan
patogen pemicu infeksi pada sebagian besar
kasus diare yaitu non-bakteri. Beberapa bukti
penelitian terpublikasi menunjukkan pemicu
terbanyak diare akut pada anak di berbagai
daerah di dunia, termasuk negara kita , yaitu
rotavirus
Tabel I memaparkan data karakteristik
pasien anak dengan diagnosis diare akut nondisentri dan diare akut dengan disentri, baik
dengan maupun tanpa antibiotik. Berdasarkan
kelompok usia, terdapat 81,40% pasien pada
kelompok usia 1 bulan-2 tahun (infant) yang
menderita diare akut. Jumlah ini lebih
besar dibandingkan dengan pasien kelompok
usia 2-5 tahun (18,60%). Hasil penelitian ini
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mengistie, et al di Ethiopia Timur. Kejadian
diare pada pasien anak kelompok usia 6-11
bulan dan 12-23 bulan secara signifikan lebih
besar dibandingkan dengan pasien kelompok
usia >35 bulan dengan odds ratio sebesar 2,54
(95%CI 1,730-3,730; p<0,05) dan 1,83 (95%CI
1,31-2,56; p<0,05), secara berturut-turut.13 Salah
satu faktor yang mendasari adanya hubungan
antara penurunan kejadian diare dan
peningkatan usia yaitu faktor imunitas tubuh.
Pada usia lebih dari 2 tahun, anak sudah
mengalami perkembangan imunitas yang lebih
baik terhadap paparan patogen sehingga
kemungkinan untuk menderita diare pada
kelompok ini lebih rendah3
. Di samping
faktor imunitas, faktor teknis seperti
penggantian susu formula yang umumnya
terjadi pada usia 1 bulan-2 tahun, perubahan
pola pemberian nutrisi menjadi makanan
padat, pertumbuhan gigi yang menyebabkan
anak cenderung memasukkan sesuatu ke mulut,
juga berkontribusi pada peningkatan kasus
diare pada anak usia 1 bulan-2 tahun.
Rata-rata lama perawatan pasien dalam
penelitian ini yaitu 4,60 dan 1,46 hari.
Penelitian terpublikasi yang dilakukan oleh
Panchal, et al juga menunjukkan rata-rata lama
perawatan serupa dengan hasil penelitian ini,
6
. Variasi lama perawatan
dapat dipengaruhi oleh derajat dehidrasi dan
terjadinya disentri. Pasien kelompok infant
dengan derajat dehidrasi ringan-sedang
memiliki rata-rata lama perawatan 4,79 hari,
sedangkan pasien tanpa dehidrasi memiliki
rata-rata dapat lama perawatan 3 hari (tabel II).
Adanya dehidrasi dapat menyebabkan kondisi
tubuh anak menjadi lemas yang kemudian
berpengaruh pada durasi perawatan yang lama.
Adanya disentri juga berpengaruh terhadap
lama perawatan dan, umumnya, menjadi
salah satu faktor pertimbangan utama
pemberian antibiotik pada pasien. Sebuah
pedoman terapi juga merekomendasikan
pemberian antibiotik pada kasus diare yang
disertai dengan disentri. Pada penelitian ini,
tidak jarang dijumpai pemberian antibiotik
pada pasien diare anak non-disentri.
Hasil penelitian ini menegaskan
pemberian antibiotik pada kasus non-disentri
tidak memberikan manfaat lebih bagi pasien.
Rata-rata lama perawatan pada pasien diare
akut non-disentri dengan dan tanpa terapi
antibiotik yaitu 4,72 hari dan 2,5 hari, secara
berturut-turut (tabel III). Sebuah penelitian yang
dilakukan di Nigeria juga mengindikasikan
penggunaan antibiotik pada pasien diare akut
anak tidak memberikan perbaikan outcome klinis
yang berarti, yang dalam penelitian ini
dinyatakan dalam jumlah pengurangan lama
menderita diare. Durasi diare pada pasien
anak yang menerima dan tidak menerima
terapi antibiotik, yaitu selama 5,06 ± 3,9 dan
3,59 ± 2,5 hari, secara berturut-turut. Tidak
didapatkannya manfaat tambahan berarti
setelah penggunaan antibiotik pada pasien diare
dapat disebabkan sebab pemicu diare yang
tidak selalu dapat dibunuh oleh antibiotik.
Beberapa penelitian terpublikasi menunjukkan
tingginya prevalensi diare yang disebabkan oleh
virus. Penelitian yang dilakukan di sebuah
negara berkembang, yaitu Burkina Faso,
membuktikan patogen pemicu terbanyak
diare infeksi di negara ini yaitu rotavirus
dan Escherichia coli dengan proporsi sebesar
30,00% dan 24,00%, secara berturut-turut1
.
Penelitian mengenai patogen pemicu diare di
negara kita juga mengindikasikan fenomena
serupa. Soenarto, et al dalam penelitiannya yang
dilakukan di 6 rumah sakit besar di negara kita ,
yaitu: RS Muhammad Hussein Palembang,
RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan
Sadikin Bandung, RS Sardjito Yogyakarta, RS
Sanglah Denpasar, RS Mataram, menunjukkan
sebanyak 60,00% dari 2240 spesimen feses anak
dibawah 5 tahun yang menderita diare
terinfeksi rotavirus8
. Penelitian lain yang
dilakukan7 di kota Denpasar pada tahun 2011
menunjukkan hasil serupa. Dari 656 pasien
diare rawat inap anak dibawah 5 tahun,
ditemukan bahwa rotavirus merupakan
mikroorganisme pemicu diare terbesar
dengan prevalensi sebesar 49,80%7
.
Rata-rata lama perawatan pasien diare
akut disentri, yang seluruhnya menerima
antibiotik, yaitu 5 hari (tabel III). Sebanyak
45,00% pasien mendapatkan kombinasi 2 atau
lebih antibiotik. Mayoritas antibiotik pada
penelitian ini diberikan melalui rute intravena.
Perbedaan hasil pemeriksaan leukosit darah
dan suhu tubuh pasien yang mendapat terapi
antibiotik dalam bentuk tunggal maupun
kombinasi dapat dilihat pada tabel IV.
Golongan antibiotik yang paling sering
digunakan dalam penelitian ini yaitu
sefalosporin generasi 3 (69,23%) dengan
seftriakson sebagai jenis antibiotik yang paling
sering digunakan baik diberikan secara tunggal
maupun kombinasi (gambar 2). Dua golongan
antibiotik lain yang paling sering diresepkan
pada pasien dalam penelitian ini yaitu :
nitroimidazol (25,64%) dan karbapenem
(17,95%). Pasien yang menerima antibiotik
secara tidak tepat dosis lebih banyak ditemukan
selama periode penelitian ini, dengan proporsi
sebesar 62,16%. Hasil temuan penelitian ini
serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan
di India menyatakan penggunaan sefalosporsin
generasi 3 pada diare akut anak yang cukup
besar yaitu 40,406
. Pemakaian sefalosporin yang
tidak tepat menjadi faktor risiko penting
munculnya infeksi oleh patogen resisten, yaitu:
Clostridium difficile, methicillin-resistant
Staphylococcus aureus, penicillin-resistant
pneumococci, ESBL-Klebsiella pneuomonia, dan
vancomycin-resistant enterococci.
Terdapat 15,38% pasien memperoleh
antibiotik golongan karbapenem. Jenis
antibiotik yang digunakan dari golongan ini
yaitu meropenem. Karbapenem memiliki
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh setiap
jenis antibiotik, yaitu aktivitasnya terhadap
Pseudomonas aeruginosa dan Acinetobacter
baumannii. Peningkatan penggunaan
karbapenem untuk kasus infeksi yang
seharusnya belum memerlukan golongan
antibiotik ini, termasuk diare akut, akan
meningkatkan kasus resistensi terhadap
golongan antibiotik yang dikelompokkan
sebagai last resort antibiotics ini. Sebagai
konsekuensi dari resistensi golongan
karbapenem, antibiotik yang lebih baru dengan
harga yang lebih mahal dibutuhkan untuk
menyelamatkan pasien.
Pada penelitian ini, rata-rata biaya terapi
untuk semua obat yang harus dikeluarkan
pasien yang mendapatkan antibiotik yaitu
sebesar Rp 286.507,35 (rentang biaya Rp
31.421,60-Rp 1.416.252,60); Rp 857.381,37
(rentang biaya Rp 85.287,20-Rp 3.844.114,20);
dan Rp1.024.597,43 (rentang biaya Rp
112.220,00-Rp 5.058.045,00) dengan
memperhitungkan CCR 0.28, 0.76, dan 1, secara
berturut-turut. Rata-rata biaya untuk golongan
antibiotik antibiotik saja yaitu sebesar Rp
130.503,39 (rentang biaya Rp 1.379,00-Rp
1.072.747,20); Rp 354.223,48 (rentang biaya Rp
3.743,00-Rp 2.911.742,40); dan Rp. 466.082,40
(rentang biaya Rp. 4.925,00-Rp. 3.831.240,00)
dengan memperhitungkan CCR 0.28, 0.76, dan
1, secara berturut-turut. Rata-rata biaya
perawatan pada pasien tanpa antibiotik dalam
penelitian ini yaitu Rp. 329.074,33 (tabel V).
Proporsi biaya antibiotik terhadap total biaya
terapi pasien yaitu 45,49%. Hasil penelitian
ini serupa dengan penelitian di Nepal,
dimana antibiotik memberikan kontribusi
sebesar 52,50% terhadap total biaya perawatan
pasien diare akut anak. Biaya antibiotik ini
dapat merupakan beban biaya yang seharusnya
tidak perlu dikeluarkan pasien mengingat
pemicu diare akut kebanyakan yaitu virus,
diare bersifat self limiting, dan penyakit diare
dapat sembuh tanpa terapi antibiotik.
Peningkatan biaya terapi yang seharusnya tidak
diperlukan dapat berkontribusi pada
peningkatan beban yang harus dibayar pasien,
pihak asuransi swasta, atau oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang saat ini
sedang digalakkan di negara kita .
Sebagian besar (93,02%) pasien anak
dengan diare akut dalam penelitian ini
mendapatkan antibiotik selama menjalani
perawatan di rumah sakit. Golongan antibiotik
yang paling sering digunakan dalam penelitian
ini yaitu sefalosporin generasi 3 (69,23%)
dengan seftriakson sebagai jenis antibiotik yang
paling sering digunakan baik diberikan secara
tunggal maupun kombinasi. Pemberian
antibiotik pada kasus diare akut non-disentri
tidak terbukti dapat memperpendek lama
perawatan di rumah sakit. Rata-rata lama
perawatan pada pasien diare akut non disentri
yang mendapatkan antibiotik yaitu 4-5 hari
sedangkan pasien tanpa terapi antibiotik yaitu
2-3 hari. Selain tidak memperpendek lama
tinggal di rumah sakit, penggunaan antibiotik
juga berkontribusi cukup besar terhadap total
biaya terapi pasien. Sebesar 45,49% dari total
biaya terapi dipergunakan untuk pembiayaan
antibiotik. Penggunaan antibiotik pada pasien
dengan diare akut non-disentri perlu
dipertimbangkan secara lebih mendalam
dengan mempertimbangkan tidak terdapatnya
manfaat klinis bagi pasien. Selain itu,
penggunaan antibiotik pada kasus diare akut
yang terbukti lebih banyak disebabkan oleh
virus dapat menyebabkanpeningkatan risiko
resistensi dan pengeluaran biaya kesehatan
yang tidak diperlukan. Dampak negatif
penggunaan antibiotik yang tidak bertanggung
jawab ini dapat merugikan bukan hanya
pasien secara individu tetapi juga rumah sakit
dan negara secara keseluruhan.Diare3
Peningkatan dan perbaikan usaha kelangsungan perkembangan dan
peningkatan kualitas hidup anak merupakan usaha penting untuk masa depan
Indonesia yang lebih baik. usaha kelangsungan perkembangan dan
peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini kehidupan, yaitu
mulai masa didalam kandungan, bayi, hingga anak-anak
Anak merupakan generasi penerus bangsa. Awal kokoh atau rapuhnya
suatu negara dapat dilihat dari kualitas para generasi penerusnya. Kesehatan
merupakan salah satu faktor utama dan sangat penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Ketika kondisi kesehatan anak kurang sehat, maka
akan berdampak pada berbagai hal yang berkaitan dengan pertumbuhan,
perkembangan, dan terhadap berbagai aktivitas yang akan dilakukannya
. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di negara maju dan berkembang. World
Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa penyakit infeksi
merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak
Penyakit infeksi yang sering di derita yaitu diare, demam tifoid,
demam berdarah, infeksi saluran pernapasan atas (influenza, radang amandel,
radang tenggorokan), radang paru-paru, merupakan penyakit infeksi yang
harus cepat didiagnosis agar tidak semakin parah. Penyakit infeksi merupakan penyakit yang mudah menyerang anak, hal ini disebab kan anak belum
mempunyai sistem imun yang baik
Menurut WHO dan United Nations Children's Fund (UNICEF), ada
sekitar dua miliar kasus penyakit diare di seluruh dunia setiap tahunnya, dan
1,9 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal sebab diare. Dari semua
kematian anak akibat diare, 78% terjadi di Afrika Tenggara dan wilayah Asia
(World Gastroenterology Organisation, 2012)
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya yang ditandai dengan peningkatan volume,
keenceran, serta frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah . sedang pengertian diare menurut Zein (2004) diare atau mencret
didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak berbentuk
(unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam.
Berdasarkan hasil dari Profil Kesehatan Indonesia (2018) diketahui
bahwa penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga
merupakan penyakit yang sering disertai dengan kematian. Pada tahun 2017
terjadi 21 kali kasus diare yang tersebar di 21 provinsi dengan jumlah
penderita 1725 orang dan kematian 34 orang (1,97%). sedang selama
tahun 2018 Terjadi 10 kali kasus Diare yang tersebar di 8 provinsi, 8
kabupaten/kota yaitu di Kabupaten Tabanan (Bali) dan Kabupaten Buru
(Maluku) yang masing-masing terjadi 2 kali kasus dengan jumlah penderita
756 orang dan kematian 36 orang (4,76%). Bila dilihat per kelompok umurdiare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi
pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. sedang menurut jenis kelamin
prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki
dan 9,1% pada perempuan.
Hasil riskesdas tahun 2018 menyatakan angka kejadian diare di
Provinsi Kalimantan Timur yaitu sebanyak 6,75% kejadian dan
berdasarkan. Data Profil Kesehatan Dinas Kota Balikpapan pada tahun 2017
angka kejadian diare di Kota Balikpapan pada tahun 2017 yaitu sebanyak
17.478 kasus (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).
Faktor risiko diare dibagi menjadi 3 yaitu faktor karakteristik individu,
faktor perilaku pencegahan, dan faktor lingkungan. Faktor karakteristik
individu yaitu umur balita <24 bulan, status gizi balita, dan tingkat pendidikan
pengasuh balita. Faktor perilaku pencegahan diantaranya, yaitu perilaku
mencuci tangan sebelum makan, mencuci peralatan makan sebelum
digunakan, mencuci bahan makanan, mencuci tangan dengan sabun sesudah
buang air besar, dan kebiasaan memberi makan anak di luar rumah. Faktor
lingkungan meliputi kepadatan perumahan, ketersediaan sarana air bersih
(SAB), pemanfaatan SAB, dan kualitas air bersih
Selama anak diare terjadi peningkatan hilangnya cairan dan elektrolit
(natrium, kalium dan bikarbonat) yang terkandung dalam tinja cair anak.
Dehidrasi terjadi bila hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara
adekuat, sehingga timbullah kekurangan cairan elektrolit, hipokalemia, dan
hipoglikemia. Diare juga dapat memicu penurunan asupan makanan yang menyebabkan penurunan berat badan dan berlanjut ke gagal tumbuh.
Berdasarkan data-data diatas dapat menimbulkan masalah-masalah
keperawatan yang sering dijumpai pada pasien diare yaitu kekurangan
volume cairan, gangguan integritas kulit, defidit nutrisi, risiko syok, dan
ansietas
Pada penatalaksanaan diare ada beberapa cara yang dapat dilakukan
salah satunya pada diare tanpa dehidrasi dilakukan rencana terapi A yaitu :
memberi cairan banyak dari biasanya, memberi zinc 10 hari berturutturut walaupun diare sudah berhenti, memberi makanan atau asi eksklusif,
memberi antibiotik sesuai dengan indikasi, dan menasehati orang tua.
Selanjutnya pada penatalaksanaan diare dengan dehidrasi sedang
memberi terapi B yaitu : memberi oralit 3 jam pertama, memberi
minum sedikit tapi sering dan memberi zinc. Kemudian pada
penatalaksanan diare dengan dehidrasi berat dapat memberi terapi C
yaitu: memberi cairan intravena, memnerikan oralit, memberi minum
sedikit tapi sering dan memberi zinc selama 10 hari berturut-turut
(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan,
2011).
Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien anak
dengan diare dapat dilakukan dengan cara diantaranya memantau asupan
pengeluaran cairan. Anak yang mendapatkan terapi cairan intravena perlu
pengawasan untuk asupan cairan, kecepatan tetesan harus diatur untuk
memberi cairan dengan volume yang dikehendaki dalam waktu tertentu dan lokasi pemberian infus harus dijaga,menganjurkan makan sedikit tapi
sering pada anak, dan memantau status tanda-tanda vital
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 13
Januari 2020 di ruangan Flamboyan C RSUD dr. Kanudjoso Djatiwibowo
Balikpapan didapatkan bahwa jumlah kasus diare sejak bulan Agustus 2019
hingga Januari 2020 ada sebanyak 10 kasus dengan rata-rata kasus setiap
bulannya 1 sampai dengan 2 kasus diare.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan studi
kasus penelitian tentang “ Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan
Diare Yang Di Rawat Di Rumah Sakit”
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk
tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali
dalam kurun waktu satu hari Diare yaitu kondisi
dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair,
bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga
kali atau lebih) dalam satu hari
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan diare yaitu
suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan
atau tanpa darah dan tanpa lendir.
2. Etiologi
Etiologi pada diare ialah :
a. Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan
dimana merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi
bakteri, virus, parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri.
b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encephalitis
dan biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.
c. Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap
karbohidrat seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi
protein dan lemak.
d. Faktor Risiko
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan (2011) faktor risiko terjadinya diare yaitu :
1) Faktor perilaku yang meliputi :
a) Tidak memberi air susu ibu/ASI (ASI eksklusif), memberi
makanan pendamping/MP, ASI terlalu dini akan mempercepat
bayi kontak terhadap kuman.
b) memakai botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena
penyakit diare sebab sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c) Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, sesudah buang air besar (BAB), dan sesudah
membersihkan BAB anak.
d) Penyimpanan makanan yang tidak higienis.
2) Faktor lingkungan antara lain:
a) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya
ketersediaan mandi cuci kakus (MCK).
secara umum susunan saluran
pencernaan terdiri dari mulut, faring, esophagus (kerongkongan), lambung,
usus halus dan usus besar. Fungsi utama system pencernaan yaitu
menyediakan zat nutrien yang sudah dicerna secara berkesinambungan,
untuk didistribusikan ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur
(air, elektrolit, dan zat gizi). Sebelum zat ini diperoleh tubuh makanan harus
berjalan/bergerak sepanjang saluran pencernaan.
Mulut
Mulut merupakan organ yang pertama dari saluran pencernaan
yang meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara
mulut dengan faring, terdiri dari :
1) Vestibulum oris
Bagian diantara bibir dan pipi di luar, gusi dan gigi bagian
dalam. Bagian atas dan bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan
membran mukosa bibir, pipi dan gusi. Pipi membentuk lateral
vestibulum, disusun oleh M. buksinator ditutupi oleh fasia
bukofaringealis, berhadapan dengan gigi molar kedua. Bagian atas
ada papilla kecil tempat bermuaranya duktus glandula parotis.
Bagian diantara arkus alveolaris, gusi, dan gigi, memiliki atap
yang dibentuk oleh palatum durum (palatum keras) bagian depan,
palatum mole (palatum lunak) bagian belakang. Dasar mulut
sebagian besar dibentuk oleh anterior lidah dan lipatan balik
membrane mukosa. Sisa lidah pada gusi diatas mandibula. Garis
tengah lipatan membrane mukosa ada frenulum lingua yang
menghubungkan permukaan bawah lidah dengan dasar mulut. Di
kiri dan kanan frenulum lingua ada papila kecil bagian
puncaknya bermuara duktus duktus glandula submandibularis.
1) Gigi
Gigi memliki fungsi untuk mengunyah makanan, pemecahan
partikel besar menjadi partikel kecil yang dapat ditelan tanpa
menimbulkan tersedak. Proses ini merupakan proses mekanik
pertama yang dialami makanan pada waktu melalui saluran
pencernaan dengan tujuan menghancurkan makanan, melicinkan,
dan membasahi makanan yang kering dengan saliva serta mengaduk
makan sampai rata.
2) Lidah
Lidah ada dalam kavum oris, merupakan susunan otot
serat lintang yang kasar dilengkapi dengan mukosa. Lidah berperan
dalam proses mekanisme pencernaan di mulut dengan
menggerakkan makanan ke segala arah. Bagian-bagian lidah yaitu
pangkal lidah dan ujung lidah.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan panjangnya kira kira 12 cm, terbentang tegak
lurus antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis VI, kebawah
setinggi tulang rawan krikodea. Faring dibentuk oleh jaringan yang kuat
(jaringan otot melingkar), organ terpenting didalamnya yaitu tonsil
yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit. Untuk
mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring dan mematikan
bakteri/mikrorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan
pernapasan. Faring melanjutkan diri ke esophagus untuk pencernaan
makan.
c. Esofagus
Merupakan saluran pencernaan sesudah mulut dan faring.
Panjangnya kira kira 25 cm. posisi vertical dimulai dari bagian tengah
leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada dibelakang trakea.
Pada bagian dalam di belakang jantung menembus diafragma sampai
rongga dada. Fundus lambung melewati persimpangan sebelah kiri
diafragma. Lapisan dinding esophagus dari dalam ke luar meliputi :
lapisan selaput selaput lendir, lapisan mukosa, lapisan otot melingkar,
dan lapisan otot memanjang.
d. Lambung
Merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya antara
esophagus dan usus halus, sebelah kiri abdomen, dibawah diafragma
bagian depan pankreas dan limpa. Lambung merupakan saluran yang
dapat mengembang sebab adanya gerakan peristaltik terutama di daerah
epigaster. Variasi dari bentuk lambung sesuai dengan jumlah makanan
yang masuk, adanya gelombang peristaltic tekanan organ lain dan postur
tubuh. Bagian-bagian dari lambung terdi dari Fundus ventrikuli, Korpus
ventrikuli, Antrum pylorus, Kurvatura minor, Kurvatura mayor dan
Ostium kardia.
Fungsi lambung :
1) Secara mekanis : menyimpan, mencampur dengan secret lambung,
dan mengeluarkan kimus kedalam usus. Pendorogan makanan
terjadi secara gerakan peristaltic setiap 20 detik.2) Secara kimiawi : bolus dalam lambung akan dicampur dengan
asam lambung dan enzim-enzim bergantung jenis makanan enzim
yang dihasilkan antara lain pepsin, HCL, renin, dan lapisan
lambung.
3) Lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor
ekstrinsik dari makanan, membentuk zat yang disebut anti-anemik
yang berguna untuk pertukaran trotrosit yang disimpan dalam hati.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum. Panjangnya kira-kira
6 meter, merupakan saluran pencernaan yang paling panjang dari tempat
proses pencernaan dan absorbs pencernaan. Bentuk dan susunannya
berupa lipatan-lipatan melingkar. Makanan dalam intestinum minor
dapat masuk sebab adanya gerakan dan memberi permukaan yang
lebih halus. Banyak jonjot-jonjot tempat absorsi dan memperluas
permukaannya. Pada ujung dan pangkalnya ada katup. Usus halus
terdiri dari duodenum, jejunum, ileum.
Fungsi usus halus yaitu menyekresi cairan usus, menerima cairan
empedu dan pangkreas melalui duktus kholedukus dan duktus
pankreatikus, mencerna makanan, mengabsorsi air garam dan vitamin,
protein dalam bentuk asam amino, karbohidrat dalam monoksida, dan
menggerakan kandungan usus.
f. Usus besar
Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus
berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5-
1,7 meter dan penampang 5-5cm. Lanjutan dari usus harus yang tersusun
seperti huruf U terbalik mengelilingi usus halus terbentang dari valvula
iliosekalis sampai anus.
Lapisan usus besar dari dalam keluar terdiri dari lapisan selaput
lendir atau (mukosa), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang,
dan lapisan jaringan ikat. Bagian dari usus besar terdiri dari sekum,
kolon asendens, kolon transversum, kolon desendens dan kolon sigmoid.
Fungsi usus besar yaitu sebagi berikut :
1) Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk
massa yang lembek yang disebut feses.
2) Menyimpan bahan feses.
3) Tempat tinggal bakteri koli.
4. Patofisiologi
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare di antaranya
sebab faktor infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus.
Berikutnya terjadi perubahan dalam kapasitas usus sehingga menyebabkan
gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan
elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan menyebabkan
gangguan sistem transpor aktif dalam usus akibatnya sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
Faktor malaborpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi
yang memicu tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi
pergeseran cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat meningkatkan
rongga usus sehingga terjadi diare. Pada factor makanan dapat terjadi
apabila toksin yang ada tidak diserap dengan baik sehingga terjadi
peningkatan dan penurunan peristaltic yang memicu penurunan
penyerapan makanan yang kemudian terjadi diare.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anak diare yaitu
sebagai berikut :
a. Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan sebab bercampur dengan
empedu.
d. Anus dan sekitarnya lecet sebab seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan daran
menurun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran
menurun (apatis,samnolen,spoor,komatus) sebagai akibat hipovokanik.
g. Diueresis berkurang (oliguria sampai anuria).
h. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam.
sedang manifestasi klinis yaitu :
a. Diare Akut
1) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
2) Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas- gas dalam
perut, rasa tidak enak, nyeri perut
3) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
4) Demam
b. Diare Kronik
1) Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang
2) Penurunan BB dan nafsu makan
3) Demam indikasi terjadi infeksi
4) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut lemah.
Bentuk Klinis diare dapat dilihat pada tabel berikut :
6. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan penunjang
pada diagnos medis diare yaitu :
a. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis,
Ph dan kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses (colok dubur).
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat.
7. Penatalaksanaan
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan (2011) program lima langkah tuntaskan diare yaitu:
a. Rehidrasi memakai Oralit osmolalitas rendah.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium
klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta
glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit
dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk
mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh
sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang
terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita
diare.
Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan Oralit
dengan osmolaritas rendah. Berdasarkan penelitian dengan Oralit
osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare akan:
a. Mengurangi volume tinja hingga 25%
b. Mengurangi mual muntah hingga 30%
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena
sampai 33%.
Aturan pemberian oralit menurut banyaknya cairan yang hilang,
derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2) Dehidrasi ringan bia terjadi penurunan berat badan 2,5%-5%
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kgbb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih
besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan
dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya
1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai
dengan diare berhenti.
b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan
menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk
menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc
yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap
sehat. Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan
menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk
menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc
yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap
sehat.
Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar
30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai
berikut:
1) Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari
2) Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari
c. Pemberian Makan
memberi makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke
atas) penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali balita yang terkena
diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur dan bergizi
akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan
meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh sebab perlu
diperhatikan:
1) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui
bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa
penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih).
2) Dukung ibu untuk memberi ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-
6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula
berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif.
Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan meningkat
dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan sebab
ASI memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan
tubuh bayi.
3) Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan. Makanan
Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan
sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga
secara bertahap.
4) sesudah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama
2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Antibiotik Selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah
atau diare sebab kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek
samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional yaitu timbulnya
gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik.
e. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara
pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera
membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
1) Buang air besar cair lebih sering
2) Muntah berulang-ulang
3) Mengalami rasa haus yang nyata
4) Makan atau minum sedikit
5) Demam
6) Tinjanya berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari
Masalah Keperawatan
1. Pengertian Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan
2. Komponen Masalah Keperawatan
Dalam konsep masalah keperawatan menurut PPNI (2017)
ada dua komponen utama yaitu masalah (problem) atau label
diagnosis dan indikator diagnostik. Dalam perumusan masalah
keperawatan pada dibagi menjadi 3 yaitu aktual, risiko, dan potensial.
Masing-masing komponen diagnosis diuraikan sebagai berikut :
a. Masalah (Problem)
Masalah merupakan label diagnosis keperawatan yang
menggambarkan inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan
atau proses kehidupannya. Label diagnosis terdiri atas Deskriptor
atau penjelas dan fokus diagnostik.
b. Indikator Diagnostik
Indikator diagnostik terdiri atas penyebab, tanda/gejala, dan
faktor risiko dengan uraian sebagai berikut :
1) Penyebab (Etiology) merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan status perubahan status kesehatan.
Etiologi dapat mencakup empat kategori yaitu : 1) fisiologis,
biologis atau psikologis; 2) efek samping terapi/tindakan; 3)
situasional (lingkungan antar personal); dan 4) maturasional.
2) Tanda (sign) dan Gejala (Symptom) . Tanda merupakan data
objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan prosedur diagnostic, sedang gejala
merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis.
Tanda/ gejala dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :
a) Mayor : tanda/gejala ditemukan sekitar 80% - 100% untuk
validasi diagnosis.
b) Minor : Jika ditemukan dapat mendukung penegakkan
diagnosia.
c. Faktor Yang Berhubungan
Faktor yang berhubungan atau kondisi klinis yang terkait
atau penyebab pada masalah keperawatan merupakan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan status kesehatan yang mencakup
empat kategori yaitu : a. fisiologis, biologis, psikologis; b. efek
terapi atau tindakan; c. situasional (lingkungan atau personal); d.
maturasional
Masalah Keperawatan Pada Klien Diare
Konsep masalah keperawatan meliputi definisi, kriteria masalah,
dan faktor yang berhubungan, berikut ini merupakan penjelasan dari
masalah - masalah keperawatan pada penyakit diare :
a. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
1) Definisi
Gangguan pertukaran gas yaitu kelebihan atau kekurangan
oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus-kapiler
2) Penyebab
Ketidakseimbangan ventliasi-perfusi
3) Kriteria Mayor dan Minor
Kriteria Mayor :
a) Subjektif : Dispnea
b) Objektif :
(1) Penurunan/Peningkatan PCO2
(2) PO2 menurun
(3) Takikardia
(4) pH arteri meningkat/menurun
(5) Bunyi napas tambahan
Kriteria Minor :
a) Subjektif :
(1) Pusing
(2) Penglihatan Kabur
b) Objektif :
(1) Sianosis
(2) Diaforesis
(3) Gelisah
(4) Napas Cuping Hidung
(5) Pola napas abnormal
(6) Warna kulit abnormal
(7) Kesadaran Menurun
b. Diare (D.0020)
1) Pengertian
Diare merupakan pengeluaran feses yang sering, lunak dan
tidak berbentuk
2) Penyebab
a. Fisiologis : Proses infeksi
b. Psikologis : Kecemasan, dan tingkat stress tinggi
c. Situasional :Terpapar kontaminan, terpapar toksin,
penyalahgunaan laksatif, penyalahgunaan zat, program
pengobatan (mis: agen tiroid, analgesik, pelunak feses,
ferosulfat, antasida, cimetidine dan antibiotik), perubahan air,
makanan dan bakteri pada air
3) Kriteria Mayor dan Kriteria Minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
(1) Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
(2) Feses lembek atau cair
Kriteria Minor :
a) Subjektif :
(1) Urgency
(2) Nyeri/ kram abdomen
b) Objektif :
(1) Frekuensi peristaltic meningkat
(2) Bising usus hiperaktif
c. Hipovolemia (D.0023)
1) Pengertian
Hipovolemi merupakan penurunan volume cairan
intravaskuler, interstisiel dan /atau intraseluler.
2) Penyebab
a) Kehilangan cairan aktif
b) Kekurangan intake cairan
3) Kriteria Mayor dan Minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif: -
b) Objektif :
(1) Frekuensi nadi meningkat
(2) Nadi teraba lemah
(3) Tekanan darah menurun
(4) Tekanan nadi menyempit
(5) Turgor kulit menurun
(6) Membran mukosa kering
(7) Volume urin menurun
(8) Hematokrit meningkat
Kriteria Minor :
a) Subjektif :
(1) Merasa lemah
(2) Merasa haus
b) Objektif :
(1) Pengisian vena menurun
(2) Status mental berubah
(3) Suhu tubuh meningkat
(4) Konsentrasi urin meningkat
(5) Berat badan turun tiba-tiba
d. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)
1) Pengertian
Gangguan integritas kulit merupakan kerusakan kulit (dermis
dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau
ligamen)
2) Penyebab
a) Perubahan sirkulasi
b) Penurunan mobilitas
c) Faktor mekanis (gesekan)
d) Kurang terpapar informasi tentang usaha mempertahankan/
melindungi integritas jaringan
3) Kriteria Mayor dan Minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
(1) Kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
Kriteria Minor :
a) Subjektif : -
b) Objektif :
(1) Nyeri
(2) Perdarahan
(3) Kemerahan
(4) Hematoma
e. Defisit Nutrisi (D.0019)
1) Pengertian
Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme.
2) Penyebab
a) Kurangnya asupan makanan
b) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
c) Faktor psikologis (mis: stress, keengganan untuk makan)
3) Kriteria Mayor dan Minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif : -
b) Objektif :
(1)Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang
ideal
Kriteria Minor :
a) Subjektif :
(1) Cepat kenyang sesudah makan
(2) Kram/nyeri abdomen
(3) Nafsu makan menurun
b) Objektif :
(1) Bising usus hiperaktif
(2) Otot pengunyah lemah
(3) Otot menelan lemah
Membrane mukosa pucat
(5) Sariawan
(6) Serum albumin turun
(7) Rambut rontok berlebihan
(8) Diare
f. Risiko Syok (D.0039)
1) Pengertian
Risiko syok merupakan risiko untuk mengalami
ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat
memicu disfungsi seluler yang mengancam jiwa.
2) Faktor Risiko
a) Hipotensi
b) Kekurangan volume cairan
g. Ansietas (D.0080)
1) Pengertian
Ansietas merupakan kondisi emosi dan pengalaman
subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik
akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
2) Penyebab
a) Ancaman terhadap kondisi diri
b) Hubungan orangtua-anak tidak memuaskan
c) Terpapar bahaya lingkungan (mis: toksin, polutan dan lainlain)
d) Kurang terpapar informasi
3) Kriteria Mayor dan Minor
Kriteria Mayor
a) Subjektif :
(1) Merasa bingung
(2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
(3) Sulit berkonsentrasi
b) Objektif :
(1) Tampak gelisah
(2) Tampak tegang
(3) Sulit tidur
Kriteria Minor :
a) Subjektif :
(1) Mengeluh pusing
(2) Anoreksia
(3) Palpitasi
(4) Merasa tidak berdaya
b) Objektif :
(1) Frekuensi napas meningkat
(2) Frekuensi nadi meningkat
(3) Tekanan darah meningkat
(4) Diaforesisi
(5) Tremor
(6) Muka tampak pucat
(7) Suara bergetar
(8) Kontak mata buruk
(9) Sering berkemih
(10)Berorientasi pada masa lalu
C. Konsep Asuhan Keperawatan Anak Dengan Diare
Dalam proses keperawatan, asuhan keperawatan dibagi menjadi 5
tahap yaitu:
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan yaitu tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam
memberi asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi
yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan dalam memberi asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus diare menurut sebagai berikut :
a. Gangguan pertukaran gas
b. Diare
c. Hipovolemi
d. Gangguan integritas kulit
e. Defisit nutrisi
f. Risiko syok
g. Ansietas
3. Intervensi Keperawatan
Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan yaitu segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan PPNI (2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit
diare yaitu sebagai berikut :a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler.
1) Tujuan : sesudah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
pertukaran gas pasien meningkat dengan kriteria hasil :
a) Pola nafas membaik
b) Warna kulit membaik
c) Sianosis membaik
d) Takikardia membaik
2) Intervensi
Obsevasi
a) Monitor frekuensi,irama,dan kedalaman usaha nafas
b) Monitor pola nafas
c) Monitor saturasi oksigen
d) Monitor nilai analisa gas darah
Terapeutik
a) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat
b. Diare b.d fisiologis ( proses infeksi )
1) Tujuan : sesudah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
eliminasi fekal pasien membaik dengan kriteria hasil :
a) Konsistensi feses meningkat
b) Frekuensi defekasi/bab meningkat
c) Peristaltik usus meningkat
d) Kontrol pengeluaran feses meningkat
e) Nyeri abdomen menurun
2) Intervensi
Observasi
a) Identifiksi penyebab diare
b) Identifikasi riwayat pemberian makan
c) Identifikasi gejala invaginasi
d) Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
e) Monitor jumlah pengeluaran diare
Terapeutik
a) Berikan asupan cairan oral (oralit)
b) Pasang jalur intravena
c) Berikan cairan intravena
d) Ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap
e) Ambil sample feses untuk kultur, jik perlu.
Edukasi
a) Anjurkan manghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa
b) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
b) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
c. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif
1) Tujuan : sesudah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
status cairan pasien membaik dengan kriteria hasil :
a) Turgor kulit membaik
b) Frekuensi nadi membaik
c) Tekanan darah membaik
d) Membrane mukosa membaik
e) Intake cairan membaik
f) Output urine meningkat
2) Intervensi
Obsevasi
a) Periksa tanda dan gejala hypovolemia ( missal frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urin menurun,haus,lemah).
b) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
a) Hitung kebutuhan cairan
b) Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
b) Anjurkan menghidari posisi mendadak
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan isotonis (Nacl.RL)
b) Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kg bb
untuk anak.
d. Gangguan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering
1) Tujuan : sesudah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat dengan
kriteria hasil :
a) Kerusakan lapisan kulit menurun
b) Nyeri menurun
c) Kemerahan menurun
d) Tekstur membaik
2)Intervensi
Observasi
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik
a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
b) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama
periode diare
c) Gunakan petroleum berbahan petroleum atau minyak pada
kulit kering
Edukasi
a) Anjurkan memakai pelembab
b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
d) Anjurkan mandi dan memakai sabun secukupnya
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat topical
e. Defisit nutrisi b.d penurunan intake makanan
1) Tujuan : sesudah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
status nutrisi pasien membaik dengan kriteria hasil :
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b) Diare menurun
c) Frekuensi makan membaik
d) Nafsu makan membaik
e) Bising usus membaik
2) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi
e) Monitor asupan makanan
f) Monitor berat badan
g) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
a) Berikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
b) Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Edukasi
a) Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengn ahli gizi untuk menetukan jumlh kalori
dan jenis nutsisi yang dibutuhkan jika perlu.
b) Kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu
f. Risiko Syok
1) Tujuan : sesudah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
tingkat syok pasien menurun dengan kriteria hasil :
a) Kekuatan nadi meningkat
b) Output urine meningkat
c) Frekuensi nafas membaik
d) Tingkat kesadaran meningkat
e) Tekanan darah sistolik,diastolic membaik
2) Intervensi
Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal
b) Monitor frekuensi nafas
c) Monitor status oksigenasi
d) Monitor status cairan
e) Monitor tingkat kesdaran dan respon pupil
f) Monitor jumlah,warna,dan berat jenis urine
Terapeutik
a) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%
b) Pasang jalur IV, jika perlu
Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b) Jelaskan penyebab/factor risiko syok
c) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
g. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
1) Tujuan : sesudah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
tingkat ansietas pasien menurun dengan kriteria hasil :
a) Perilaku gelisah menurun
b) Perilaku tegang menurun
c) Frekuensi pernapasan menurun
d) Pucat menurun
e) Kontak mata membaik
2) Intervensi
Obsevasi
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
b) Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
a) Ciptakan suasana terapeutik untuk mengurangi kecemasan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
c) Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
d) Gunakan nada suara lemah lembut dengan irama lambat
Edukasi
a) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
b) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu
4.Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan yaitu realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain:
a. Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.
b. Kemampuan menilai data baru.
c. Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan.
d. Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.
e. Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan.
f. Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta
efektivitas tindakan.
5.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian
yaitu tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif,
psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik (
D. Konsep Keperawatan pada Anak
konsep dasar keperawatan anak
yaitu sebagai berikut:
1. Paradigma Keperawatan Anak
Paradigma keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir
dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir ini
terdiri dari empat komponen, diantaranya manusia dalam hal ini anak,
keperawatan, sehat-sakit dan lingkungan.
a. Manusia (anak)
Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) yaitu
anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18
(delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan
khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Anak
merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses
berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping
dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin
pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif
adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak
bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami
perkembangan seiring bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah
terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar.
Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang
terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. sedang
respons emosi terhadap penyakit bervariasi tergantung pada usia dan
pencapaian tugas perkembangan anak, seperti pada bayi saat perpisahan dengan orang tua maka responsnya akan menangis, berteriak, menarik diri
dan menyerah pada situasi yaitu diam.
Dalam memberi pelayanan keperawatan anak selalu
diutamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih
dalam proses kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa sebab
struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga
aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa
mempunyai perbedaan dalam hal fungsi tubuh dimana orang dewasa
cenderung sudah mencapai kematangan. Kemampuan berpikir anak
dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa sudah matang
sedang anak masih dalam proses perkembangan. Demikian pula dalam
hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak
cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung
maka akan berdampak pada tumbuh kembang anak sedang pada
dewasa cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan
matang.
b. Sehat-sakit
Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan
bantuan pelayanan keperawatan pada anak yaitu suatu kondisi anak
berada dalam status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal,
sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur dalam
menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu.
Selama dalam batas rentang ini anak membutuhkan bantuan perawat baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti apabila anak dalam
rentang sehat maka usaha perawat untuk meningkatkan derajat kesehatan
sampai mencapai taraf kesejahteraan baik fisik, sosial maupun spiritual.
Demikian sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis atau
meninggal maka perawat selalu memberi bantuan dan dukungan pada
keluarga. Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan suatu keadaan
yang sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari
penyakit dan kelemahan.
c. Lingkungan
Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud
yaitu lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam
perubahan status kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir
dengan kelainan bawaan maka di kemudian hari akan terjadi perubahan
status kesehatan yang cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal
seperti gizi buruk, peran orang tua, saudara, teman sebaya dan masyarakat
akan mempengaruhi status kesehatan anak.
d. Keperawatan
Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan
secara optimal dengan melibatkan keluarga. usaha ini dapat tercapai
dengan keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga
merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif
dan keluarga sangat berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat penting
dalam perlindungan anak Peran lainnya yaitu mempertahankan
kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak
dan mensejahterakan anak untuk mencapai masa depan anak yang lebih
baik, melalui interaksi ini dalam terwujud kesejahteraan anak.
2. Batasan Usia Anak
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak yaitu seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. sedang menurut definisi WHO, batasan usia anak yaitu
sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun
3. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut pertumbuhan ialah bertambahnya jumlah dan
besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur.
sedang perkembangan ialah sebagai bertambahnya struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus,
bicara dan Bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.
4. Prinsip Keperawatan Anak
Dalam memberi asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda
dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan yang
diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan usia anak serta pertumbuhan
dan perkembangan sebab perawatan yang tidak optimal akan berdampak
tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri. Perawat harus memahami dan mengingat beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan
asuhan keperawatan anak, dimana prinsip ini terdiri dari
:
a. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,
artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja
melainkan sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan
dan perkembangan menuju proses kematangan.
b. Anak yaitu sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak memiliki
berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai tumbuh
kembang.
c. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, tidur
dan lain-lain, sedang kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang
akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya.
d. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada usaha pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak yaitu penerus
generasi bangsa.
e. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberi asuhan keperawatan anak. Dalam
mensejahterakan anak maka keperawatan selalu mengutamakan kepentingan anak dan usaha nya tidak terlepas dari peran keluarga
sehingga selalu melibatkan keluarga.
f. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan memakai proses keperawatan yang
sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
g. Tujuan keperawatan anak dan keluarga yaitu untuk meningkatkan
maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai
makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan
masyarakat. usaha kematangan anak yaitu dengan selalu memperhatikan
lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal dimana
kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.
5. Peran Perawat Anak
Perawat merupakan anggota dari tim pemberi asuhan keperawatan anak
dan orang tuanya. Perawat dapat berperan dalam berbagai aspek dalam
memberi pelayanan kesehatan dan bekerjasama dengan anggota tim lain,
dengan keluarga terutama dalam membantu memecahkan masalah yang
berkaitan dengan perawatan anak. Perawat merupakan salah satu anggota tim
kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting
seorang perawat, meliputi
a. Sebagai pendidik. Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung
dengan memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun
secara tidak langsung dengan menolong orang tua/anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap
pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian dasar penyakit anaknya,
perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan lanjut untuk
persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat dirubah oleh perawat
melalui pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, keterampilan serta
sikap keluarga dalam hal kesehatan khususnya perawatan anak sakit.
b. Sebagai konselor. Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai
kebutuhan psikologis berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai
konselor, perawat dapat memberi konseling keperawatan ketika anak
dan keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan
konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan cara mendengarkan
segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara fisik maka perawat
dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang
masalah anak dan keluarganya dan membantu mencarikan alternatif
pemecahannya.
c. Melakukan koordinasi atau kolaborasi. Dengan pendekatan interdisiplin,
perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan anggota tim
kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya asuhan yang holistik dan
komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi koordinator
pelayanan kesehatan sebab 24 jam berada di samping pasien. Keluarga
yaitu mitra perawat, oleh sebab itu kerjasama dengan keluarga juga harus
terbina dengan baik tidak hanya saat perawat membutuhkan informasi dari keluarga saja, melainkan seluruh rangkaian proses perawatan anak harus
melibatkan keluarga secara aktif.
d. Sebagai pembuat keputusan etik. Perawat dituntut untuk dapat berperan
sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal
yang diyakini dengan penekanan pada hak pasien untuk mendapat otonomi,
menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan
keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat juga harus
terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat
kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh para
pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang paling mengerti tentang
pelayanan keperawatan anak. Oleh sebab itu perawat harus dapat
meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan
pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi dampak terhadap
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak.
e. Sebagai peneliti. Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan
penuh dalam usaha menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang
harus diteliti, melaksanakan penelitian langsung dan memakai hasil
penelitian kesehatan/keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan
kualitas praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada peran ini diperlukan
kemampuan berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada dalam
layanan asuhan keperawatan anak sehari-hari dan menelusuri penelitian
yang telah dilakukan serta memakai literatur untuk memvalidasi masalah penelitian yang ditemukan. Pada tingkat kualifikasi tertentu,
perawat harus dapat melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas praktik keperawatan anak.
6. Pengertian Hospitalisasi
yang dimaksud dengan hospitalisasi
yaitu masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien dengan berbagai
alasan seperti pemeriksaan diagnostik, prosedur operasi, perawatan medis,
pemberian obat dan menstabilkan atau pemantauan kondisi tubuh.
Hospitalisasi ini merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini (hospitalisasi) terjadi sebab
anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu
rumah sakit, sehingga kondisi ini menjadi stressor baik terhadap anak
maupun orang tua dan keluarga, perubahan kondisi ini merupakan masalah
besar yang menimbulkan ketakutan, kecemasan bagi anak yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologis dan psikologis pada anak jika anak tidak
mampu beradaptasi terhadap perubahan ini .
7. Dampak Hospitalisasi
Dampak hospitalisasi pada anak meliputi respon fisiologis yang dapat
muncul meliputi seperti perubahan pada sistem kardiovaskuler seperti
palpitasi, denyut jantung meningkat, perubahan pola napas yang semakin
cepat, selain itu, kondisi hospitalisasi dapat juga menyebabkan nafsu makan
menurun, gugup, pusing, tremor, hingga insomnia, keluar keringat dingin dan
wajah menjadi kemerahan. Perubahan perilaku juga dapat terjadi, seperti gelisah, anak rewel,
mudah terkejut, menangis, berontak, menghindar hingga menarik diri, tidak
sabar, tegang, dan waspada terhadap lingkungan. Hal-hal ini membuat
anak tidak nyaman serta mengganggu proses perawatan dan pengobatan pada
anak. Hospitalisasi juga berdampak pada perkembangan anak. Hal ini
bergantung pada faktor- faktor yang saling berhubungan seperti sifat anak,
keadaan perawatan dan keluarga.
Perawatan anak yang berkualitas tinggi dapat mempengaruhi
perkembangan intelektual anak dengan baik terutama pada anak-anak yang
kurang beruntung yang mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit. Anak
yang sakit dan dirawat akan mengalami kecemasan dan ketakutan. Dampak
jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang tidak segera ditangani akan
membuat anak melakukan penolakan terhadap tindakan perawatan dan
pengobatan yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap lamanya hari
rawat, memperberat kondisi anak dan bahkan dapat menyebabkan kematian
pada anak.
Dampak jangka panjang dari anak sakit dan dirawat yang tidak segera
ditangani akan menyebabkan kesulitan dan kemampuan membaca yang
buruk, memiliki gangguan Bahasa dan perkembangan kognitif, menurunnya
kemampuan intelektual dan social serta fungsi imun
Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan proses hospitalisasi sesuai
dengan tahapan perkembangan anak ialah :
a. tahap lahir sampai 12 bulan
Bayi pada usia ini biasanya mengembangkan banyak keterampilan
baru. Berada di rumah sakit kadang-kadang tidak memungkinkan mereka
untuk berlatih keterampilan ini. Keterampilan ini mungkin termasuk
bergulir, duduk, merangkak dan berjalan. Anak pada usia ini dapat menjadi
kelompok usia yang paling menantang untuk mempersiapkan operasi
sebab pemahaman mereka yang terbatas dan penggunaan bahasa.
Anak pada usia ini juga paling sensitif terhadap lingkungan mereka
seperti nada suara, sentuhan dan gerakan tiba-tiba. Ketakutan terbesar bagi
anak usia ini yaitu terpisah dari orangtua mereka. Kehadiran dan ikatan
waktu orangtua menjadi bagian paling penting dari rumah sakit untuk
proses hospitalisasi anak.
Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau
cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya. Reaksi
yang sering muncul pada anak usia ini yaitu menangis keras, marah,
ekspresi wajah yang tidak menyenangkan, dan banyak melakukan gerakan
sebagain sikap stranger anxiety.
b. tahap 2 sampai 24 bulan
Anak-anak pada usia ini juga mulai mengembangkan kemampuan
kepercayaan mereka. Pengembangan kepercayaan bisa terganggu atau
sulit di rumah sakit sebab ada banyak orang yang terlibat dengan
perawatan anak. Hal ini bisa menimbulkan stres pada anak. Stres
juga diakibatkan sebab anak mulai menyadari bahwa ia berada jauh dari keluarga. Anak pada usia ini sering takut pada orang asing dan tidak
sepenuhnya memahami mengapa mereka berada di rumah sakit.
Respons perilaku anak pada usia ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu
tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes,
respons yang ditunjukkan yaitu menangis kuat, menjerit memanggil
orangtua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Sementara itu,
pada tahap putus asa, anak sudah bisa mengontrol tangisannya, menjadi
kurang aktif daripada sebelumnya, kurang menunjukkan minat untuk
makan dan bermain, terlihat sedihm dan apatis. Anak mulai secara samar
menerima perpisahan ketika mencapai tahap pengingkaran. Selain itu,
pada tahap terakhir ini, anak juga mulai membina hubungan secara
dangkal dan mulai terlihat menyukai lingkungan barunya
c. tahap 2 sampai 5 tahun
Perawatan anak pada usia ini membuat anak mengalami stress
sebab merasa berada jauh dari rumah dan kehilangan rutinitas yang
familiar. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia ini
yaitu dengan menolak makan, menolak perawatan yang dilakukan,
menangis perlahan, dan tidak kooperawatif terhadap perawat.
Sebagian besar anak-anak dalam kelompok usia ini siap untuk
mandiri dan ingin membuat pilihan. Usia ini juga yaitu usia dimana
imajinasi dan pemikiran berjalan liar sehingga menyebabkan ketakutan
dan mimpi buruk. Anak-anak mungkin takut mereka akan terluka oleh prosedur rumah sakit. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul sebab
menganggap tindakan dan prosedur perawatan mengancam integritas
tubuhnya. Selain itu, anak-anak mungkin percaya bahwa mereka
melakukan sesuatu yang salah dan itulah sebabnya mereka berada di
rumah sakit. Perawatan dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak
akan merasa malu, bersalah dan takut. Anak-anak pada usia ini juga lebih
sering bertanya sebab mereka mungkin tahu lebih banyak tentang tubuh
mereka, tetapi pemahaman mereka masih terbatas.
d. tahap 5 sampai 12 tahun
Proses hospitalisasi memaksa anak berpisah dengan lingkungan
yang dicintainya, yakni keluarga dan sekolah (teman-teman). Hal ini
sangat berpotensi membuat anak menjadi stress. Adanya pembatasan
aktivitas akibat proses hospitalisasi membuat anak kehilangan kontrol diri.
Hal ini berdampak pada perubahan peran dalam keluarga dan kelompok
sosialnya, perasaan takut terhadap kematian, serta adanya kelemahan fisik.
Anak usia sekolah ingin menjadi sangat mandiri dari orangtua
mereka. Proses sosialisasi dan hubungan teman sebaya menjadi lebih
penting selama usia ini. Anak-anak dalam kelompok usia ini sangat
menyadari perubahan tubuh serta penampilan fisik. Mereka sangat sensitif
terhadap pemeriksaan tubuh dan mungkin merasa malu, memberi anakanak dalam kelompok usia ini privasi mereka selama ini akan menjadi hal
yang penting untuk dilakukan.
e. tahap 12 tahun ke atas
Ketika di rumah sakit, remaja akan merasa seolah-olah telah
kehilangan kontrol penuh dan hidup mereka telah ditahan. Mereka akan
merasa seperti telah terputus dari rutinitas normal dan dari teman-teman
serta keluarga. Penting bagi pengunjung untuk melakukan besuk pada saat
yang tepat. Orangtua diharapkan mendorong remaja untuk membuat
keputusan dan megajukan pertanyaan tentang kondisi atau prosedur
perawatan yang akan dijalani oleh mereka. Anak pada usia remaja juga
perlu dilibatkan dalam semua percakapan yang dibuat oleh tim medis.
Selain itu, orangtua juga harus memberi mereka kesempatan sering
membahas apa yang terjadi dan untuk mengekspresikan kekhawatiran
yang mungkin mereka miliki.
Kecemasan yang timbul akibat proses hospitalisasi pada anak usia
remaja disebabkan adanya perpisahan dengan teman sebaya dan hilangnya
privasi diri. Anak pada usia remaja juga menunjukkan reaksi aktif pada
pembatasa n aktivitas dengan menolak perawatan yang dilakukan dan
tidak kooperatif dengan petugas kesehatan. Anak juga menarik diri dari
keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan (isolasi).
A. Pendekatan/Desain Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu deskriptif dalam bentuk literatur review untuk
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien anak dengan diare.
Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan dalam literatur review asuhan
keperawatan yaitu dua klien anak dengan kasus diare yang akan di review secara
rinci dan mendalam. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Subyek anak terdiri dari 2 (dua) orang anak baik laki-laki maupun perempuan
2. Anak dengan diagnosa medis Diare.
3. Anak yang berusia 1 bulan s/d 14 tahun.
C. Batasan Istilah (Definisi Operasional)
Definisi Operasional yaitu batasan penelitian yang dirumuskan dengan
tidak menimbulkan perbedaan pengertian antar perorang dan agar orang lain dapat
mengulangi penelitian ini . Definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi komunikasi dan replikasi (Nursalam, 2008). Definisi
operasioanal dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Diare
Definisi operasional penelitin ini yaitu suatu keadaan dimana terjadi
pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan
konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah dan tanpa
lendir, yang dapat diketahui dari diagnosa dokter berdasarkan rekam medik
pasien. Penatalaksanaan diare dapat dilakukan dengan memakai rencana
terapi A yaitu memberi cairan banyak dari biasanya, memberi zinc
selama 10 hari, memberi makanan atau asi eksklusif, memberi
antibiotik sesuai dengan indikasi, dan menasehati orang tua, terapi B yaitu
memberi oralit 3 jam pertama, memberi minum sedikit tapi sering dan
memberi zinc, terapi C pada penatalaksanan diare yaitu memberi cairan
intravena, memberi oralit, memberi minum sedikit tapi sering dan
memberi zinc selama 10 hari berturut-turut.
2. Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare
Asuhan Keperawatan klien anak dengan diare merupakan suatu proses
tindakan keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat yang diberikan
secara langsung kepada pasien dalam tatanan pelayanan kesehatan dengan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi untuk mengatasi masalah klien anak
dengan diare.
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian pada kasus ini yaitu klien 1 di ruang rawat inap
puskesmas Puuwatu pada tanggal 25 Juni 2018 , dan lokasi penelitian klien
2 di RSI Siti Khadijah Palembang pada tanggal 20 Januari 2017.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut :
1. Penelitian berupa studi kasus dengan metode literatur review yang diawali
dengan identifikasi laporan asuhan keperawatan terdahulu maupun melalui
media internet.
2. Kasus yang telah diperoleh dikonsultasikan ke pembimbing
3. sesudah kasus disetujui kemudian mahasiswa membuat review kasus dari
kedua subjek.
E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pada sub bab ini dijelaskan bahwa metode pengumpulan data yang
digunakan pada penelitain ini yaitu literature review, dengan melakukan
identifikasi laporan asuhan keperawatan melalui media internet kemudian
mengulas kasus dari kedua subyek.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Alat atau instrument pengumpulan data memakai format asuhan
keperawatan pada anak sesuai ketentuan yang berlaku.
F. Keabsahan Data
Keabsahan data dimaksud untuk membuktikan kualitas data atau informasi
yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan validitas
tinggi. Disamping integritas peneliti (sebab peneliti menjadi instrument utama),
keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara peneliti melakukan
Asuhan Keperawatan secara koheren dan komprehensif, peneliti juga
memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan, sumber informasi tambahan
memakai triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat dan
keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan
data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan dengan cara
mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan
selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan
dengan cara menarasikan jawaban-jawaban dari penelitian yang diperoleh dari
hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan
masalah penelitian. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti
dan studi dokumentasi yang memakai data untuk selanjutnya
diinterpretasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang sudah ada sebagai bahan
untuk memberi rekomendasi dalam intervensi ini .
Pada bab ini akan diuraikan hasil literatur review asuhan keperawatan pada
klien anak dengan diare di dilokasi yang berbeda dengan judul asuhan keperawatan
pada klien anak pasien diare di ruang rawat nginap di puskesmas Puuwatu tahun
2018 oleh Esmi Sinaga dan asuhan keperawatan pada klien anak dengan kasus diare
pada di ruang madinah RSI Siti Khadijah Palembang tahun 2017 oleh Andi
Fatmawati. Adapun hasil penelitiannya diuraikan sebagai berikut:
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 lokasi yang berbeda. Klien 1
dilakukan di puskesmas Puuwatu, sedang klien 2 dilakukan penelitian di
Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang berlokasi di Jl. Demang Lebar
Daun Pakjo Palembang. Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang ini
mulai operasional secara definitif pada tanggal 28 Februari 1980. Tipe
Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang ini bertipe C dengan kapasitas
218 tempat tidur, dengan luas tanah 81879 m2 dan luas halamannya sebesar
69.050 m2.
Berdasarkan tabel diatas didapatkan data pengkajian pada Klien 1
dan Klien 2 dirawat dengan diagnosa medis diare. Pada klien 1 sama-sama
dilakukan pengkajian pada hari ke 2 perawatan klien. Didapatkan data
keluhan utama pada Klien 1 masuk ruang rawat Puskesmas Puuwatu dengan
keluhan BAB 3 x sehari dengan konsistensi encer, sedang pada Klien 2
masuk ke Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang dengan keluhan
BAB cair tanpa ampas dan muntah.
Pada riwayat penyakit sekarang klien 1 Klien dibawah ke puskesmas
dengan keluhan BAB encer yang dialami sejak 5 hari yang lalu, di selingi
muntah-muntah 2 kali hilang timbul sejak 5 hari lalu, sedang pada klien
2 dengan keluhan BAB 4-7 kali dalam sehari dan badan panas. Pada riwayat
masa lampau pada klien 1 sebelumya tidak pernah di rawat di rumah sakit
sedang pada klien 2 sebelumnya pernah di rawat di rumah sakit selama
5 hari disebab kan demam tinggi. Pada Klien 1 didapatkan hasil pengkajian
dari orang tua mengenai masa prenatal, natal, dan post natal anak,
sedang pada Klien 2 tidak didapatkan hasil pengkajian serupa. Pada
klien 1 imunisasi dasar anak lengkap sedang pada klien 2 imunisasi
dasar anak tidak dijelaskan. Pada riwayat kesehatan keluarga baik klien 1
maupun klien 2 tidak ada yang mengalami sakit yang sama seperti klien dan
tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan lainnya.
Pada klien 1 status nutrisi klien selama sakit selera makan tidak ada
/ menurun, sedang pada klien 2 Pola nutrisi selama sakit makan 3 x
sehari dengan ½ porsi bubur, lauk pauk, buah, dan air putih. Status cairan
pada Klien 1 minum asi dan air putih 7-9 x/hari, terpasang cairan kristaloid
(RL) 18 tpm, terapi atau obat-obatan saat ini klien 1 di berikan obat
antipiretik L bio 2 x 1, Zinc 2 x 1, injeksi Paracetamol 70 mg (7 cc) bila
demam. sedang status cairan pada klien 2 minum air putih dengan
frekuensi tidak ditemukan data, terpasang cairan ikristaloid (RL) 16 tpm,
untuk pemberian terapi atau obat-obatan klien diberikan obat Paracetamol
sirup 1 sendok, Cefotaxime 1 x 500 mg, bubuk diare 3x1 ( 1 bungkus).
Adapun data lainnya yang di peroleh dari hasil anamnesa yaitu pada
Klien 1 tinggal ditempat tinggal jauh dari sekolah dan tidak ada tempat
bermain, tidak ada tangga. sedang pada Klien 2 tinggal di
lingkungan lingkungan yang cukup bersih. Pada klien 1 mengalami trauma/
hospitalisasi dengan perawat sebab klien menangis saat melihat perawat
sedang pada klien 2 tidak ditemukan data pengkajian hospitalisasi.
2) Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan tabel diatas didapatkan data hasil pemeriksaan fisik pada
Klien 1 suhu 37oC, pernafasan 30 x/menit, nadi 138 x/menit, mukosa bibir
kering, CRT < 3 detik dan tampak kemerahan daerah anus. sedang pada
Klien 2 didapatkan hasil pemeriksaan fisik, warna bibir pucat mukosa kering,
tidak ada kelainan colon dan rektum normal, hasil pengukuran tanda-tanda vital
pada klien 2 suhu 37,6oC, pernafasan: 26 x/menit, nadi :105x/menit.
3) Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan hasil laboratorium diatas terjadi penurunan hematokrit
(Normal 40,0 – 54,0%) pada klien 1 dan klien 2. Pada hasil klien 1 juga ada
penurunan hemoglobin (Normal 13,0 – 18,0 g/dl), sedang pada klien 2
penurunan limfosit (20 – 40%), dan peningkatan leukosit (Normal 4,0 – 10,0).
4) Terapi
Berdasarkan table 4.4 diatas ada data terapi klien 1 dan klien 2
, pada klien 1 mendapatkan terapi IVFDRL 18 tpm, L Bio 2, Zinc 2, dan
Injeksi Pracetamol 70 mg (7 cc) bila demam . sedang pada data klien 2
mendapatkan terapi RL 16 tpm (IVFDRL), Paracetamol syrup 1 sendok,
Cefotaxime 1x500 mg, dan Bubuk diare 3x1 (1 bungkus)
Berdasarkan tabel diatas Klien 1 dan Klien 2 mempunyai kesamaan
yaitu sama – sama menegakkan 2 diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa
pada Klien 1 yaitu diare berhubungan dengan Proses infeksi virus, parasit,
bakteri, mikroorganisme dan diagnosa keperawatan kekurangan volume
cairan berhubungan dengan frekuensi BAB meningkat. sedang pada
Klien 2 di diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif, dan diagnosa keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Tabel diatas menjelaskan mengenai intervensi yang akan diberikan
pada klien 1 dan klien 2 selama masa perawatan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang ditegakkan, tetapi ditemukan data ketidaksesuaian antara
diagnosa dalam tabel analisa data dan tabel intervensi keperawatan diatas
yaitu pada tabel analisa data Klien 1 ditegakkan diagnosa kekurangan
volume cairan namun pada tabel intervensi ditegakkan diagnosa kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan ekskresi/BAB sering.
Berdasarkan tabel diatas bahwa Implementasi yang dilakukan
berdasarkan dari rencana atau intervensi yang telah dibuat, tujuan melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan agar kriteria
hasil dapat tercapai, namun ada beberapa intervensi yang tidak
dilakukan. Implementasi pada klien 1 dilakukan selama 3 hari di ruang rawat
inap puskesmas Puuwatu pada tanggal 25 Juni 2018 s/d 27 Juni 2018,
sedang pada klien 2 dilakukan selama 2 hari di rumah sakit mulai dari
tanggal 20 Januari 2016 s/d 21 Januari 2016.
Tabel di atas menjelaskan bahwa pada klien 1 dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari di puskesmas Puuwatu evaluasi pada klien 1
menunjukan diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan proses
infeksi inflamasi di usus teratasi dan diagnosa kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan eksresi/BAB sering dipertahankan di hari ke 3
perawatan.
Tabel di atas menjelaskan bahwa pada klien 2 dilakukan asuhan
keperawatan selama 2 hari di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah evaluasi
pada klien 2 menunjukan ada 2 diagnosa keperawatan yang teratasi
sebagian yaitu diagnosa kekurangan volume cairan dan diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan di hari ke 2 perawatan.
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas mengenai adanya
kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan
pada anak klien 1 pada tanggal 25 Juni 2018 dan klien 2 pada tanggal 20
Januari 2017. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
Hasil dari pengkajian ditemukan beberapa data yaitu klien 1 berusia 1
tahun dan klien 2 berusia 5 tahun dengan diagnos medis diare. Ditemukan
pengkajian pada klien 1 yaitu BAB encer 3 x sehari diselingi muntah, nafsu
makan menurun, mukosa mulut kering, dan ditemukan anus tampak merah.
sedang pada pengkajian klien 2 ditemukan data BAB cair tanpa ampas 4 – 7 x sehari, muntah, penurunan nafsu makan, warna bibir pucat, mukosa
kering, dan suhu peningkatan tubuh 37,6 oC.
Berdasarkan hasil yang telah dikemukan diatas maka peneliti
menghubungkan dengan teori menurut Wijayaningsih (2013) yang
menjelaskan bahwa manifestasi klinis diare pada anak yaitu anak cengeng,
gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, sering buang air
besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, anus dan sekitarnya lecet,
ada tanda dan gejala dehidrasi, elastisitas kulit menurun, mata cekung
membrane mukosa kering, dan pasien sangat lemas.
Perbedaan yang ditemukan pada klien 1 dan klien 2 ditemukan data
klien 1 mengalami hospitalisasi sebab klien menangis ketika melihat
perawat, sedang pada klien 2 tidak ditemukan data pengkajian
hospitalisasi. Menurut Saputro & Fazris (2017) hospitalisasi dapat
menyebabkan perubahan perilaku yang dapat terjadi, seperti gelisah, anak
rewel, mudah terkejut, menangis, berontak, menghindar hingga menarik
diri, tidak sabar, dan waspada terhadap lingkungan.
Menurut asumsi peneliti pada pengkajian kedua klien tidak hanya
dilihat dari keadaan kesehatan anak saja, melainkan psikologis anak juga
harus diperhatikan. sebab ketika seorang anak mengalami hospitalisasi
maka anak akan merasa tidak nyaman dan mengganggu proses perawatan
dan pengobatan pada anak. Dalam hal ini perawat harus dapat melakukan
pengkajian lebih dalam agar semua masalah yang dirasakan oleh klien dapat
diketahui dan dapat dilakukan implementasi secara menyeluruh ( holistik ).2. Diagnosa Keperawatan
Menurut aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan Nurarif dan
Kusuma (2016) dan mengacu pada standar diagnosa keperawatan PPNI
(2017) ada 7 diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diare.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada klien 1 yaitu diare
berhubungan dengan proses infeksi proses infeksi inflamasi di usus dan
kekurangan volume cairan. sedang pada klien 2 yaitu kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual muntah.
ada penegakkan diagnosa yang sama pada klien 1 dan klien 2
yaitu sebagai berikut :
a) Diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan pada klien 1, dan
diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif pada klien 2. Dari hasil pengkajian yang
ditemukan pada klien 1 didapatkan data subjektif klien BAB sejak 5
hari lalu dengan frekuensi ± 3 x / sehari dengan konsistensi encer, dan
klien lemas. Data objektif yang ditemukan pada klien 1 tampak BAB
encer 3 x/hari, mukosa bibir kering, tampak lemah, tanda – tanda vital
nadi 138 x/menit, pernapasan 30 x/menit, suhu 37°C , dan terpasang RL
18 tpm. sedang hasil pengkajian pada klien 2 didapatkan data
subjektif BAB 4-7 x/ hari encer tanpa ampas, mual dan muntah > 3
kali, dan data objektif yang didapatkan pada klien 2 yaitu klien tidak mau minum, klien lemas, bibir kering, klien rewel, tanda – tanda vital
suhu 37,6 °C, nadi 105 x /menit, pernafasan 26 x/menit, berat badan
13,5 kg, tinggi badan 92 cm, dan hasil laboratorium leukosit tinggi 19,9
103/ul, penurunan hematokrit 38% dan penurunan limfosit 11,0%.
Pada penderita diare terjadi peningkatan tekanan osmotik dalam
usus sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektrolit dalam rongga
usus. Perubahan dalam kapasitas usus menyebabkan gangguan fungsi
usus dalam mengabsorpsi ( penyerapan ) cairan dan elektrolit ( cairan
yang disekresi lebih banyak dari kapasitas absorpsi atau adanya
kegagalan absorbsi ). Ketika hal itu terjadi frekuensi BAB akan
meningkat sehingga memicu hilangnya cairan dan elektolit
berlebihan melalui feses, maka gangguan keseimbangan cairan dan
elektolit akan terjadi hingga memicu kekurangan volume cairan.
Perumusan penulisan diagnosa keperawatan yang tercantum pada
klien 1 dan 2 menurut teori penulisan diagnosa pada SDKI PPNI ( 2017
) maka menjadi hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
( D.0023 ). Menurut asumsi peneliti penegakkan diagnosa ini
belum memenuhi validasi penegakan diagnosa keperawatan pada SDKI
(PPNI, 2017) yaitu sekitar 80 persen sampai 100 persen dari tanda
mayor dan tanda minor sebagai pendukung . Kriteria mayor yang dapat
ditemukan berupa data objektif meliputi frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, dan hematokrit meningkat. sedang kriteria minornya yang dapat
ditemukan berupa data subjektif ialah merasa lemah dan merasa haus.
Kriteria minor yang dapat ditemukan pada data objektif ialah pengisian
vena menurun, status mental berubah, suhu tubuh meningkat,
konsentrasi urin meningkat, dan berat badan turun tiba-tiba (PPNI,
2017).
Kemudian penegakkan diagnosa yang berbeda pada klien 1 dan
klien 2 yaitu yaitu diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi
diusus pada klien 1, dan diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, yang dijelaskan sebagai berikut :
a) Diagnosa diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi
diusus pada klien 1 didapatkan hasil pengkajian data subjektif BAB
dengan frekuensi 3x/sehari dan konsistensi encer. Data objektif
didapatkan data pada klien 1 yaitu tampak lemah dan lemas, tampak
bab 3 x/sehari, dan peristaltik usus 24 x/menit.
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya
bentuk tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan
lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu hari
Ketika infeksi mikroorganisme terjadi dalam saluran
pencernaan kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus. Sehingga menyebabkan gangguan fungsi usus dalam
mengabsorpsi (penyerapan) cairan dan elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan menyebabkan gangguan sistem transpor
aktif dalam usus, akibatnya sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat sehingga menga
kibatkan diare.
Perumusan penulisan diagnosa keperawatan yang tercantum
pada klien 1 menurut panduan teori penulisan diagnosa pada SDKI
PPNI ( 2017 ) maka menjadi diare berhubungan dengan fisiologis (
D.0020 ).
Menurut asumsi peneliti diagnosa diare berhubungan dengan
fisiologis sudah memenuhi validasi penegakan diagnosis
keperawatan pada SDKI (PPNI, 2017) yaitu sekitar 80 persen
sampai 100 persen dari tanda mayor dan tanda minor sebagai
pendukung yang ditemukan meliputi kriteria mayor dalam data
objektif BAB dengan frekuensi 3x/sehari, dan feses lembek atau
cair, dan kriteria minor dalam data objektif frekuensi peristaltik
yang meningkat.
b) Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada klien 2 yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada saat
pengkajian didapatkan data subjektif, klien tidak mau makan dan
mual muntah, dan data objektif keadaan umum lemah, membrane
mukosa pucat, penurunan berat badan, kelemahan otot untuk
menelan, dan ketidakmampuan memakan makanan menghabiskan
½ sendok dari porsi makan. Kegagalan dalam melakukan absorbsi yang memicu
tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga
usus sehingga terjadilah diare, hal ini akan mendorong nafsu
makan menurung akibat dari reaksi mual muntah
Diare dapat menjadi faktor risiko terjadinya malnutrisi
disebabkan antara lain asupan makanan penderita diare menurun
sebagai, adanya anoreksia (kehilangan nafsu makan), berkurangnya
absorbsi zat makanan, kehilangan langsung zat makanan melalui
usus dalam bentuk tinja, bertambahnya kebutuhan zat makanan oleh
tubuh sebab terjadi peningkatan katabolisme, serta kehilangan
cairan dan elektrolit dalam jumlah banyak (dehidrasi) dalam waktu
relatif singkat.
Perumusan penulisan diagnosa keperawatan yang tercantum
pada klien 2 menurut panduan penulisan diagnosa pada SDKI
PPNI( 2017) maka menjadi defisit nutrisi berhubungan dengan
kurangnya asupan makan ( D.0019 ). Menurut peneliti penegakkan
diagnose ini belum memenuhi validasi penegakan diagnosis
keperawatan pada SDKI PPNI ( 2017 ) yaitu sekitar 80 persen
sampai 100 persen dari tanda mayor dan tanda minor sebagai
pendukung. Kriteria mayornya yang dapat dilihat dari data
objektifnya meliputi berat badan menurun minimal 10% dibawah rentan ideal. sedang kriteria minornya dari data subjektif cepat
kenyang sesudah makan, kram/nyeri abdomen, dan nafsu makan
menurun, dan dari data objektif yaitu bising usus hiperaktif, otot
pengunyah lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat,
sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan, dan diare
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti berasumsi bahwa ada
diagnosa keperawatan lain yang dapat ditegakkan pada klien 1 yaitu
diagnosa keperawatan risiko hipovolemia ditandai dengan kekurangan
intake cairan ( D.0034 ), hal ini dibuktikan pada hasil pengkajian cairan
pada klien, sebelum sakit klien minum ASI dan air putih 7 – 12 gelas
sedang selama sakit klien hanya mengkonsumsi 7 – 9 gelas ASI dan
air putih. Diagnosa keperawatan kedua yang dapat ditegakkan pada klien
1 ialah diagnosa keperawatan risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor
psikologis ( D.0032 ), hal ini sesuai dengan pengkajian nutrisi sebelum
sakit klien makan bubur 3 x sehari dengan 1 porsi habis, sedang pada
sakit klien tidak mau makan hanya minum ASI dan air putih. Diagnosa
keperawatan ketiga yang dapat ditegakkan pada klien 1 yaitu risiko
gangguan integritas kulit / jaringan ditandai dengan faktor gesekkan
dibuktikan dengan faktor mekanis ( D.0139 ), hal ini dibuktikan pada
pemeriksaan fisik klien 1 ditemukan anus klien tampak merah.
sedang pada klien 2 menurut asumsi peneliti diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan fisiologis ( D.0020 ), hal ini dibuktikan pada
pengkajian klien BAB 4-7 x / sehari, dan feses cair. Selanjutnya diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien 2 ialah diagnosa
keperawatan risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor psikologis (
D.0032 ) , hal ini dibuktikan pada pengkajian nutrisi klien selama sakit
klien makan 3 x sehari dengan ½ porsi saja yang dapat dihabiskan.
3. Intervensi Keperawatan
Tahap ketiga dari proses keperawatan yaitu perencanaan,
perencanaan tindakan keperawatan pada pasien 1 dan pasien 2 disusun
sesudah semua data yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan.
Ditemukan ketidaksesuaian data dalam analisa data dan intervensi
keperawatan yaitu pada tabel analisa data klien 1 ditegakkan diagnosa
keperawatan hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
namun pada tabel intervensi disusun perencanaan diagnosa keperawatan
gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan ekskresi/BAB
sering.
Intervensi keperawatan yang disusun pada klien 1 dengan diagnosa
keperawatan diare berhubungan dengan proses fisiologis (risiko infeksi)
yaitu observasi : Observasi turgor kulit secara rutin, monitor tanda dan
gejala diare,identifikasi faktor penyebab diare, monitor persiapan makanan
yang aman, evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal,
evaluasi intake makanan yang masuk, terapeutik : diarhae management, ukur diare / keluaran BAB, edukasi : Ajarkan pasien untuk memakai
obat anti diare , kolaborasi : hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus.
sedang intervensi yang disusun pada klien 1 dengan diagnosa
keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi / BAB
sering yaitu observasi : monitor kulit akan adanya kemerahan, monitor
status nutrisi pasien, terapeutik : pressure management, jaga kebersihan
kulit agar tetap bersih dan kering, oleskan lotion / minyak / baby oil pada
daerah yang kemerahan, memandikan pasien dengan air hangat, edukasi
anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang longgar, dan tidak ada
intervensi kolaborasi.
Intervensi yang disusun pada klien 2 dengan diagnosa keperawatan
hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu observasi :
Kaji tanda-tanda vital pasien, kaji tanda-tanda dehidrasi, kaji intake dan
output cairan, edukasi : anjurkan keluarga untuk memberi minum sedikit
tapi sering, kolaborasi : kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
dan cairan.
sedang intervensi yang disusun pada klien 2 dengan diagnosa
keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake makanan
yaitu observasi : kaji pola nutrisi pasien, kaji faktor penyebab gangguan
pemenuhan nutrisi, terapeutik : timbang berat badan pasien, berikan diet
dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering, edukasi : anjurkan pasien
untuk meningkatkan protein dan vitamin, kolaborasi : kolaborasi dengan tim
ahli gizi dalam pemenuhan / penentuan diet pasien. Menurut panduan SIKI PPNI (2018) intervensi keperawatan harus
memuat 4 komponen yaitu observasi, terapeutik, edukasi, kolaborasi, dan
memakai panduan SLKI (PPNI, 2019). Maka intervensi yang sesuai
dengan panduan PPNI ini ialah sebagai berikut : Intervensi dan kriteria
hasil pada diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan fisiologis
(proses infeksi) yaitu sesudah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x
24 jam diharapkan eliminasi fekal pasien membaik ( L.03101 ) dengan
kriteria hasil : konsistensi feses meningkat, frekuensi defekasi/bab
meningkat, peristaltik usus meningkat, kontrol pengeluaran feses
meningkat, nyeri abdomen menurun dengan intervensi observasi :
identifiksi penyebab diare, identifikasi riwayat pemberian makan,
identifikasi gejala invaginasi, monitor warna, volume, frekuensi, dan
konsistensi tinja, monitor jumlah pengeluaran diare, terapeutik : berikan
asupan cairan oral (oralit), pasang jalur intravena, berikan cairan intravena,
ambil sample darah untuk pemeriksaan darah lengkap, ambil sample feses
untuk kultur, jika perlu, edukasi anjurkan manghindari makanan pembentuk
gas, pedas, dan mengandung laktosa, anjurkan makanan porsi kecil dan
sering secara bertahap, kolaborasi : kolaborasi pemberian obat pengeras
feses,kolaborasi pemberian obat antimotilitas.
Intervensi dan kriteria hasil pada diagnosa keperawatan gangguan
integritas kulit berhubungan dengan eksresi / BAB sering yaitu sesudah
dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan integritas
kulit dan jaringan meningkat ( L.11353 ) dengan kriteria hasil kerusakan lapisan kulit menurun, nyeri menurun, kemerahan menurun, tekstur
membaik, dengan intervensi observasi : identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit, terapeutik : ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring,
bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare,
gunakan petroleum berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering,
edukasi : anjurkan memakai pelembab, anjurkan minum air yang
cukup, anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur, anjurkan mandi dan
memakai sabun secukupnya, kolaborasi : kolaborasi pemberian obat
topical.
Intervensi dan kriteria hasil pada diagnosa keperawaan hipovolemia
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu sesudah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status cairan pasien
membaik ( L. 03114 ) dengan kriteria hasil turgor kulit membaik, frekuensi
nadi membaik, tekanan darah membaik, membrane mukosa membaik,
intake cairan membaik, output urine meningkat, dengan intervensi observasi
: periksa tanda dan gejala hypovolemia ( missal frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor
kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
menurun,haus,lemah), monitor intake dan output cairan, terapeutik : hitung
kebutuhan cairan, berikan asupan cairan oral, edukasi : anjurkan
memperbanyak asupan cairan oral, anjurkan menghidari posisi mendadak,
kolaborasi : kolaborasi pemberian cairan isotonis (Nacl.RL), kolaborasi
pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kg bb untuk anak.Intervensi dan kriteria hasil pada diagnosa keperawatan defisit nutrisi
berhubungan dengan penurunan intake makanan yaitu sesudah dilakukan
intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi pasien
membaik ( L.03119 ) dengan kriteria hasil porsi makanan yang dihabiskan
meningkat, diare menurun, frekuensi makan membaik, nafsu makan
membaik, bising usus membaik, dengan intervensi observasi : identifikasi
status nutrisi, identifikasi alergi dan intoleransi makanan, identifikasi
makanan yang disukai, identifikasi keburuhan kalori dan nutrisi, monitor
asupan makanan, monitor berat badan, terapeutik : berikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai, berikan makanan tinggi kalori dan protein,
edukasi : anjurkan diet yang diprogramkan, kolaborasi : kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
jika perlu, kolaborasi pemberian obat antimetik jika perlu.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada klien 1 pada dan pada klien 2
dilakukan disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun.
Implementasi yang dilakukan pada klien 1 pada tanggal 25 Juni 2018 yaitu
menganjurkan kepada ibu klien untuk memberi obat anti diare pada
klien, mengobservasi turgor kulit, anjurkan pada ibu klien untuk mengganti
pakaian yang longgar pada klien, memonitoring kulit akan adanya
kemerahan, penatalaksanaan pemberian medikasi infuse. Implementasi
yang dilakukan klien 1 pada tanggal 26 Juni 2018 yaitu menganjurkan
kepada ibu klien untuk memberi obat anti diare pada klien, mengobservasi turgor kulit, anjurkan pada ibu klien untuk mengganti
pakaian yang longgar pada klien, memonitoring kulit akan adanya
kemerahan, penatalaksanaan pemberian medikasi infuse, dan mengoleskan
lotion atau baby oil pada daerah anus. Implementasi yang dilakukan pada
klien 1 pada tanggal 27 Juni 2018 yaitu Menganjurkan kepada ibu klien
untuk memberi obat anti diare pada klien mengobservasi turgor kulit,
anjurkan pada ibu klien untuk mengganti pakaian yang longgar pada klien,
memonitoring kulit akan adanya kemerahan, dan penatalaksanaan
pemberian medikasi infuse
Dalam implementasi diagnosa keperawatan diare berhubungan
dengan fisiologis (proses infeksi) pada klien 1 ada beberapa tindakan yang
tidak dilakukan yaitu diarhae management, evaluasi efek samping
pengobatan terhadap gastrointestinal, evaluasi intake makanan yang masuk,
identifikasi faktor penyebab dari diare, monitor tanda dan gejala diare,
observasi turgor kulit secara rutin, ukur diare/keluaran BAB, hubungi dokter
jika ada kenaikan bising usus, dan monitor persiapan makanan yang aman.
sedang implementasi yang tidak dilakukan pada diagnosa
gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi / BAB sering pada
klien 1 ialah pressure management, jaga kebersihan kulit tetap bersih dan
kering, monitor status nutrisi klien, dan memandikan klien dengan air
hangat.
Implementasi yang dilakukan pada klien 2 dimulai pada tanggal 20
Januari 2017 s/d 21 Januari 2017. Implementasi yang dilakukan pada klien 2 dengan diagnosa keperawatan hipovolemi berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif dan defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan
intake makanan sudah dilakukan sesuai dengan intervensi asuhan
keperawatan yang telah disusun. Implementasi pada diagnosa hipovolemi
dengan kehilangan cairan aktif yang dilakukan ialah kaji tanda – tanda vital
pasien, kaji tanda-tanda dehidrasi, kaji intake dan output cairan, anjurkan
keluarga untuk memberi minum sedikit tapi sering, dan kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian obat dan cairan, infus NACL gtt 16 x/m
dan oralit.
sedang Implementasi diagnosa keperawatan defisit nutrisi
berhubungan dengan penurunan intake makanan pada klien 2 yang telah
dilakukan yaitu kaji pola nutrisi pasien, timbang berat badan pasien, kaji
fakor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi, anjurkan pasien untuk
meningkatka protein dan vitamin, berikan diet dalam kondisi hangat dan
porsi kecil tapi sering, dan kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam
pemenuhan / penentuan diet pasien.
Kesimpulan dari uraian diatas yaitu pada klien 1 tidak dilakukan
semua tindakan yang telah direncanakan, sedang pada klien 2 dilakukan
semua tindakan yang telah direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Penilaian yaitu tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen
kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang
spesifik
Hasil evaluasi yang dilakukan pada klien 1 ada diagnosa
keperawatan yang teratasi sesudah 3 hari dilakukan asuhan keperawatan
yaitu diagnosa keperawatan diare berhubungan dengan fisiologis (proses
infeksi) dan diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit berhubungan
dengan eksresi/BAB sering . sedang pada klien 2 ada diagnosa yang
teratasi sebagian sesudah 2 hari dilakukan asuhan keperawatan yaitu
diagnosa hipovolemi berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan
diagnosa keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan penurunan intake
makanan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan BAB IV mengenai,
penerapan asuhan keperawatan pada klien anak dengan diare pada klien 1 di
ruang rawat nginap puskesmas Puuwatu dan klien 2 di RSI Siti Khadijah
Palembang, maka kesimpulan dan saran yaitu sebagai berikut:
A
1. Pengkajian
Pengkajian didapatkan dari hasil studi review kasus pada klien 1 dan
klien 2. ada perbedaan dalam pengkajian yaitu pada klien 1 ditemukan
pengkajian masa prenatal, natal, dan post natal, dan data imunisasi lengkap
sedang pada klien 2 tidak ditemukan hasil pengkajian ini . Adapun
pengkajian serupa yang didapatkan pada klien 1 dan klien 2 meliputi
keluhan BAB dengan konsistensi cair dengan frekuensi yang sering.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien diare
sebanyak 7 diagnosa yaitu gangguan pertukaran gas, hipovolemia, diare,
defisit nutrisi, gangguan integritas kulit, ansietas, dan risiko syok. Namun
pada klien 1 diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan ialah diare
berhubungan dengan fisiologis (proses infeksi), risiko hipovolemia ditandai
dengan kekurangan intake cairan, risiko defisit nutrisi ditandai dengan
faktor psikologis), risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan faktor mekanis ( gesekkan ), sedang pada klien 2 diagnosa keperawatan yang
dapat ditegakkan yaitu diare berhubungan dengan fisiologis ( proses
infeksi ), dan risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor psikologis.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang digunakan dalam kasus pada klien 1 dan klien 2
disusun sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan dan disesuaikan dengan
teori yang ada. Intervensi disusun sesuai dengan masalah yang ditemukan
berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan secara mandiri maupun
kolaborasi.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah disusun. Implementasi pada klien 1 dan klien 2 sesuai
dengan kebutuhan klien dengan diare. Dalam implementasi pada klien 1
ditemukan rencana tindakan yang tidak dilakukan sedang pada klien 2
melakukan semua rencana tindakan yang telah dibuat..
5. Evaluasi Keperawatan
Akhir dari proses keperawatan yaitu evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang di berikan. Evaluasi yang dilakukan pada klien 1 selama
3 hari dan pada klien 2 selama 2 hari perawatan dan dibuat dalam bentuk
SOAP. Pada klien 1 didapatkan 2 diagnosa yang teratasi, sedang pada
klien 2 didapatkan 2 diagnosa yang teratasi sebagian.
Diare yaitu kondisi seorang anak mengalami BAB dengan frekuensi yang
tidak normal dalam waktu sehari. Menurut WHO sekitar dua miliar kasus penyakit
diare di seluruh dunia setiap tahunnya terjadi, dan 1,9 juta anak dibawah usia 5
tahun meninggal sebab diare. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan
memahami secara mendalam mengenai asuhan keperawatan pada klien anak
dengan diare.
Penelitian ini memakai metode penelitian studi kasus dengan
melakukan literatur review pada asuhan keperawatan. Unit analisis yaitu klien
anak dengan diare dengan dua sumber kasus review yang berbeda. Metode
pengambilan data dalam penilitian ini dengan review asuhan keperawatan dengan
kasus diare pada anak dari 2 sumber literature yang berbeda.
sesudah dilakukan review kasus asuhan keperawatan maka hasil yang
ditemukan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien 1 ialah diare
berhubungan dengan fisiologis (proses infeksi), risiko hipovolemia ditandai dengan
kekurangan intake cairan, risiko defisit nutrisi ditandai dengan faktor psikologis),
risiko gangguan integritas kulit ditandai dengan faktor mekanis ( gesekkan ), dan
pada klien 2 diare berhubungan dengan fisiologis ( proses infeksi ), dan risiko defisit
nutrisi ditandai dengan faktor psikologis.
Penyakit diare merupakan penyakit tertinggi pada anak yang dapat
menyebabkan kematian, pada anak dengan diare harus diperhatikan personal
hygiene anak, nutrisi, dan pola eliminasi yang terjadi pada anak. Diharapkan tenaga
kesehatan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan agar dapat
menjadi tenaga kesehatan yang profesional.