Obat Antagonis Reseptor Histamin



 Obat Antagonis Reseptor Histamin



Saat ini obat golongan antagonis reseptor histamin 2 (H2) telah banyak digunakan untuk indikasi yang cukup 

luas termasuk untuk pemakaian  sebagai obat off-label. Walaupun berpotensi meningkatkan risiko reaksi 

obat yang merugikan, pada kondisi tertentu pemakaian  obat off-label menjadi satu-satunya pilihan bagi 

tenaga medis. Review ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang seberapa luas pemakaian  off￾label obat golongan antagonis reseptor H2 yang meliputi ranitidin, simetidin, famotidin, dan nizatidin. Hasil 

review ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah, produsen obat, maupun praktisi 

kesehatan. Metode yang digunakan dalam review ini yaitu  studi terhadap literatur yang diperoleh melalui 

beberapa layanan seperti PubMed®, ScienceDirect®, dan Google Scholar. Hasil review ini menunjukkan 

pemakaian  off-label obat golongan antagonis reseptor H2 yaitu  sebagai upaya kuratif dan preventif untuk 

mengatasi beberapa penyakit yaitu off-label dalam kategori usia pasien, dosis, dan indikasi.

diresepkan atau diberikan untuk pemakaian  di 

luar ketentuan yang disetujui oleh lembaga 

pengawas obat dan makanan seperti Food Drug 

and Administration (FDA) 

Ketentuan ini  meliputi dosis, usia, indikasi, 

kontraindikasi, dan rute pemberian . Obat off-label telah 

digunakan dalam berbagai bidang klinis seperti 

psikiatri, pediatri, dan unit perawatan intensif 

Salah satu obat yang digunakan sebagai 

obat off-label yaitu  obat-obat yang termasuk ke 

dalam golongan antagonis reseptor H2. Antagonis 

reseptor H2 yaitu  agen penekan asam lambung 

yang digunakan untuk mengobati penyakit refluks 

gastroesofagus (GERD) tanpa komplikasi, tukak 

lambung atau duodenum, hipersekresi lambung, 

dan heartburn atau gangguan pencernaan dalam 

jangka waktu pendek. Antagonis reseptor H2 

bekerja dengan menurunkan sekresi asam 

lambung melalui pengikatan dengan reseptor H2 

yang ada di sel parietal lambung sehingga 

menghambat pengikatan dan aktivitas ligan 

endogen histamin. Sebagai obat off-label, 

antagonis reseptor H2 digunakan untuk profilaksis 

tukak stres, perdarahan gastrointestinal, urtikaria, 

dan sebagainya , Obat yang termasuk ke dalam golongan 

antagonis reseptor H2 yaitu  ranitidin, simetidin, 

famotidin, dan nizatidin 

Ranitidin yaitu  salah satu obat golongan 

antagonis reseptor H2 yang digunakan untuk 

mengobati penyakit tukak lambung, tukak 

duodenum, esophagitis erosif, kondisi 

hipersekresi asam lambung, penyakit refluks 

gastroesofageal (GERD), dan heartburn. Ranitidin 

tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, sirup oral, 

dan larutan injeksi (Morgan & Ahlawat, 2022). 

Obat golongan antagonis reseptor H2 lainnya 

yaitu simetidin, merupakan pereda asam lambung 

yang digunakan untuk pengobatan tukak lambung 

dan tukak duodenum dalam jangka waktu pendek. 

Simetidin dapat menurunkan volume sekresi 

asam lambung dari berbagai rangsangan baik 

yang berasal dari makanan, histamin, kafein, 

ataupun insulin. Simetidin tersedia dalam bentuk 

tablet dan larutan yang diberikan secara intravena 

( Sama halnya seperti ranitidin 

dan simetidin, famotidin digunakan dalam 

pengobatan kondisi gastrointestinal terkait asam 

dengan mekanisme yang serupa. Famotidin 

tersedia di pasaran dalam bentuk larutan 

intravena, suspensi oral, dan tablet dengan 

kekuatan 10 mg, 20 mg, dan 40 mg . Obat lainnya yang 

termasuk ke dalam golongan antagonis reseptor 

H2 yaitu  nizatidin. Nizatidin banyak digunakan 

untuk pengobatan penyakit tukak lambung, tukak 

duodenum, GERD, dan pencegahan tukak stres.

Nizatidin tersedia dengan resep dalam kapsul 150 

dan 300 mg dalam bentuk oral dan parenteral 

(National Institute of Diabetes and Digestive and 

Kidney Diseases, 2018). 

pemakaian  obat off-label sering dikaitkan 

dengan risiko reaksi obat yang merugikan, namun 

dalam kondisi tertentu, obat off-label dapat 

menjadi satu-satunya pilihan yang tersedia untuk 

perawatan pasien. Oleh karena itu, review artikel 

ini dibuat untuk memberikan gambaran seberapa 

luas pemakaian  off–label pemakaian  obat 

golongan antagonis reseptor H2 sehingga 

diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi 

pemerintah, produsen obat, maupun institusi 

penyedia pelayanan kesehatan dalam membuat 

kebijakan terkait pemakaian  off-label obat

golongan H2 ini.


Metode yang digunakan dalam review ini 

yaitu  studi terhadap literatur yang diperoleh 

melalui beberapa layanan seperti PubMed®, 

ScienceDirect®, dan Google Scholar. Penelusuran 

pemakaian  off-label obat antagonis reseptor H2 

terkait usia pasien, dosis, dan indikasi dilakukan 

menggunakan kata kunci berupa “off label”, “H2 

receptor antagonist”, “off label uses of ranitidine”, 

“off label uses of cimetidine”, “off label uses of 

famotidine”, dan “off label uses of nizatidine”.

Pustaka yang didapat yaitu sebanyak 614 artikel, 

namun hanya 33 artikel yang memenuhi kriteria 

inklusi. Kriteria inklusi pada artikel review ini 

merupakan artikel yang dipublikasikan pada tahun 

2011-2022 dengan kata kunci yang dimaksud. 

Pustaka lain yang didapat yaitu 2 buku dan 5 

website.

HASIL

pemakaian  Off-Label Obat Antagonis

Reseptor H2 dalam Kategori Usia.

Ranitidin oral tidak dilisensikan untuk anak 

usia kurang dari 3 tahun dan ranitidin parenteral 

tidak dilisensikan untuk diberikan pada anak 

kurang dari enam bulan

Namun, ada  penelitian yang menunjukkan 

bahwa 2,4% peresepan ranitidin ditujukan untuk 

mengatasi penyakit refluks gastroesofagus 

(GERD) pada anak-anak dengan usia kurang dari 

enam bulan dengan menghambat sekresi asam, 

mengurangi volume dan kandungan asam serta 

sekresi pepsin 

pemakaian  Off-Label Obat Antagonis 

Reseptor H2 dalam Kategori Dosis.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahrina 

pada tahun 2014 di Rumah Sakit PKU 

Muhammadiyah Yogyakarta pada pasien dengan 

usia 26-45 tahun menunjukkan adanya dosis yang 

berlebih pada pemakaian  ranitidin untuk

mengobati tukak lambung. Pada penelitian ini, 

diberikan dosis sehari tiga kali 150 mg untuk 

mengobati tukak lambung, sedangkan pada 

umumnya ranitidin diberikan sehari dua kali 150 

mg 

pemakaian  Off-Label Obat Antagonis 

Reseptor H2 dalam Kategori Indikasi.

Pengobatan Verruca vulgaris

Ranitidin dan simetidin sering kali 

digunakan sebagai terapi off-label untuk Verruca 

vulgaris atau dikenal dengan kutil. Ranitidin 150 

mg/hari digunakan selama 4 minggu dan menjadi 

alternatif dalam pengobatan kutil, terlebih bagi 

pasien anak yang sudah diobati dengan nitrogen 

cair selama lebih dari dua bulan namun tanpa 

hasil  Sementara itu 

simetidin digunakan dengan dosis 30 sampai 40 

mg/kg/hari pada anak dan famotidin 20 mg/hari 

digunakan sebagai pengobatan untuk kutil 

Ranitidin, simetidin, dan famotidin 

digunakan untuk mengobati kutil didasari atas 

ada nya lima belas persen reseptor histamin 

di kulit yaitu  reseptor H2 dan sel mast kulit 

manusia yang menyimpan histamin juga 

mengekspresikan reseptor H2. Mekanismenya 

yaitu melalui efek imunomodulator yang dimiliki 

antagonis reseptor H2 dapat menghambat limfosit 

T, meningkatkan aktivitas killer cell alami  Selain itu, antagonis reseptor H2 

akan merangsang sel Th1 untuk memproduksi 

interleukin (IL)-2, IL-12, tumor necrosis factor

(TNF)-α, dan interferon (IFN)-γ; ekspresinya 

berkorelasi dengan peningkatan imunitas seluler 

dan remisi kutil 

Pengobatan Urtikaria

Histamin merupakan salah satu mediator 

yang memicu  urtikaria. Kombinasi 

antagonis reseptor H1 dan H2 lebih efektif dalam 

mengobati urtikaria dengan tingkat kekambuhan 

yang lebih rendah. pemakaian  klorfeniramin 

maleat 4 mg yang dikombinasikan dengan 

simetidin 200 mg setiap 8 jam dalam sehari 

mampu mengatasi urtikaria . Selain itu, setirizin 10 mg yang 

diberikan bersama dengan ranitidin 300 mg 

selama 30 hari dianggap lebih efektif 

dibandingkan hanya dengan setirizin saja . Kerja antagonis 

reseptor histamin dalam mengobati urtikaria yaitu 

penurunan tingkat aktivasi tonik reseptor melalui 

pengikatan dengan reseptor H sehingga dapat 

memblokir pelepasan histamin dan mengurangi 

atau bahkan mencegah gejala urtikaria terjadi 

Pengobatan Perilaku Hiperseksual pada 

Pasien Gangguan Kejiwaan

Hiperseksualitas merupakan kondisi yang 

relatif umum yang terjadi pada anak-anak maupun 

remaja dengan gangguan kejiwaan. Hal ini  

dapat terkait dengan keterbelakangan mental, 

gangguan bipolar, pelecehan seksual, dan lain￾lain. Simetidin menjadi alternatif terapi untuk 

pengobatan hiperseksualitas pada anak, remaja, 

bahkan hingga lansia dengan gangguan kejiwaan 

(. Simetidin 

menunjukkan efek antiandrogenik yaitu melalui pengikatan pada 

reseptor androgen sehingga efek samping yang 

memungkinkan terjadi yaitu  penurunan atau 

hilangnya libido, disfungsi ereksi, atau 

ginekomastia 

Pencegah Kenaikan Berat Badan pada 

Pengguna Antipsikotik

Pasien dengan skizofrenia yang 

menggunakan antipsikotik seperti olanzapin dan 

klozapin umumnya mengalami kenaikan berat 

badan. Peningkatan berat badan ini dapat 

meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus, 

penyakit kardiovaskular, dan kematian. Antagonis 

reseptor H2 dalam beberapa penelitian digunakan dalam pencegahan kenaikan berat badan 

bersama dengan sistem serotonergik,

noradrenergik, dan histaminergik 

ada  sebuah studi yang menunjukkan 

bahwa nizatidin 300 mg per hari atau 150 mg 

sehari dua kali dapat mengurangi penambahan 

berat badan pada pasien skizofrenia yang 

menggunakan olanzapin . Antagonis reseptor H2, simetidin, 

dilaporkan dapat menurunkan berat badan pada 

subyek sehat yang kelebihan berat badan dan 

pasien diabetes mellitus tipe 2 yang kelebihan 

berat badan. Hal ini  dibuktikan dalam uji 

praklinik pada hewan pengerat, bahwa antagonis 

reseptor H2 dapat menurunkan berat badan yang 

dimediasi dengan peningkatan kolesistokinin yang 

berdampak pada umpan balik sistem saraf pusat 

lambung  Selain itu, 

reseptor H2 merupakan mediator yang 

memungkinkan berpengaruh pada perilaku makan 

dan pengaturan berat badan 

Kanker

Simetidin memiliki aktivitas antitumor 

terhadap berbagai jenis kanker. Beberapa peneliti 

menyatakan bahwa pasien kanker yang diobati 

dengan simetidin 800 mg per hari memiliki respon 

yang lebih baik secara signifikan dibandingkan 

dengan pasien yang tidak diobati dengan 

simetidin  Secara umum 

simetidin mencegah histamin mengikat reseptor

H2, menghambat pertumbuhan tumor, dan 

tindakan antagonis selektif, yang mengurangi 

metastasis kanker . Produksi histamin lokal dapat 

membentuk pola ekspresi sitokin yang abnormal 

melalui reseptor H2, yang dapat memicu  

penekanan imunitas tumor. Selain itu, 

pemakaian  simetidin untuk pasien kanker 

dimediasi oleh penghambatan adhesi sel tumor, 

antiangiogenesis, dan aktivasi sistem kekebalan 

tubuh . Pada kanker 

hepatoma, simetidin dapat menghambat ekspresi 

E-selektin pada permukaan sel endotel dan 

menghambat pertumbuhan karsinoma 

hepatoseluler dengan menurunkan angiogenesis 

(. Pada kanker kolorektal, 

simetidin mendorong pertumbuhan sel limfosit di 

lingkungan peritumoral dengan meningkatkan 

respons imun antitumor, menekan metastasis, 

mengurangi VEGF menjadi antiangiogenik dan 

meningkatkan produksi sitokin seperti TNF-alpha, 

IL-10, dan IL-15 

Terapi Tambahan Covid-19

Covid-19 terjadi karena ada  sindrom 

pelepasan sitokin pro-inflamasi (badai sitokin). 

Antihistamin merupakan golongan obat yang 

aman dan efektif dalam mengurangi peradangan 

dan pelepasan sitokin. Pada pasien covid-19, 

kombinasi antagonis reseptor H1 dan antagonis 

reseptor H2 dianggap dapat menurunkan badai 

sitokin paru yang dimediasi histamin. Salah satu 

alternatifnya yaitu  famotidin 20 mg dua kali 

sehari atau 40 mg/hari dengan setirizin 10 mg dua 

kali sehari ,. Penelitian 

yang dilakukan oleh Mather dkk. pada 2020 lalu, 

melaporkan bahwa famotidin dikaitkan dengan 

peningkatan hasil klinis termasuk penurunan 

angka kematian di rumah sakit pada pasien covid-

19 

Famotidin dapat berperan sebagai antiinflamasi 

dengan mengaktifkan refleks inflamasi, saraf 

vagus yang terintegrasi otak, yang menghambat 

peradangan melalui tranduksi sinyal alfa 7 

acetylcholine receptor (α7nAChR) sehingga dapat 

mencegah badai sitokin 

Pramedikasi pemakaian  Paklitaksel

Paklitaksel merupakan salah satu obat 

antikanker yang paling banyak digunakan di dunia 

karena efektivitasnya dalam mengobati berbagai 

kanker seperti kanker payudara, paru-paru, rahim, 

kepala dan leher, dan kerongkongan. Namun

karena sifat hidrofobiknya, paklitaksel harus 

diemulsikan dalam Cremophor-EL dan polisorbat 

80, yang seringkali memicu  reaksi 

hipersensitivitas dengan mengaktifkan tiga 

mekanisme, yaitu degranulasi sel mast yang 

dimediasi IgE atau hipersensitivitas tipe I, 

degranulasi sel mast idiosinkratik yang dimediasi 

non-IgE dan aktivasi komplemen . Untuk mencegah 

reaksi alergi akibat pemakaian  paklitaksel maka 

diberikan pramedikasi berupa deksametason, 

difenhidramin, dan antagonis reseptor H2 

(

Informasi produk paklitaksel menyatakan 

simetidin atau ranitidin dapat digunakan sebagai 

pramedikasi pemakaian  paklitaksel  Pemberian 

simetidin 300 mg iv, ranitidin 50 mg iv atau ranitidin 150 mg peroral (p.o.), dan famotidin 20 

mg iv atau p.o. diberikan 30-60 menit sebelum 

pemakaian  paklitaksel dapat mencegah 

terjadinya reaksi hipersensitivitas paklitaksel 

pemakaian  antagonis reseptor H2 dapat 

mencegah sekresi asam lambung ketika diaktivasi 

melalui IgE 

Profilaksis Tukak Stres

Ranitidin, famotidin, dan simetidin banyak 

diresepkan sebagai profilaksis tukak stres pada 

pasien yang dirawat di unit perawatan intensif 

Meskipun rejimen antagonis reseptor

H2 yang disetujui FDA untuk profilaksis tukak 

stres hanya simetidin iv, Namun beberapa rumah 

sakit menambahkan ranitidin atau famotidin dalam 

profilaksis tukak stres , Pada 

penelitian yang dilakukan oleh Mahdayana dkk., 

ranitidin yang diberikan sebagai profilaksis tukak 

stres pada pasien bedah digestif yaitu 50 mg 

setiap 6-12 jam secara intravena atau 150 mg 

sehari dua kali per oral 

 

pemakaian  antagonis reseptor H2, 

meliputi ranitidin, simetidin, famotidin, dan 

nizatidin, sebagai obat off-label cukup luas. 

Ranitidin dijadikan sebagai obat off-label dalam 

kategori usia pasien, dosis, dan indikasi. Obat 

lainnya seperti famotidin, simetidin, dan nizatidin 

digunakan sebagai obat off-label dengan kategori 

indikasi meliputi terapi untuk Verruca vulgaris, 

terapi bagi perilaku hiperseksual pada pasien 

gangguan jiwa, serta terapi tambahan untuk

urtikaria, covid-19, kanker kolorektal, dan kanker 

hepatoma. Selain itu, digunakan sebagai 

pencegahan kenaikan berat badan pasien yang 

mengkonsumsi antipsikotik, pramedikasi 

pemakaian  paklitaksel, dan profilaksis tukak 

stres.