terapi alternatif

 



terapi alternatif 

Penggunaan terapi alternatif berupa 

preparat herbal, terapi komplementer, dan 

terapi fisik nonmedis merupakan hal yang 

umum dijumpai. Beberapa pihak mengklaim 

bahwa penggunaan obat tradisional 

seringkali berhasil ketika dunia kedokteran 

telah angkat tangan. Beberapa yang lain 

mengklaim bahwa penggunaan obat 

tradisional adalah bebas dari efek samping 

yang merugikan pasien. Penggunaan obat￾obat herbal merupakan bagian dari tradisi 

pengobatan yang turun-temurun di berbagai 

kultur. Pengobatan tradisional Cina dan 

jamu merupakan hal yang umum dijumpai. 

Pengamatan menunjukkan bahwa ada 

peningkatan kecenderungan penggunaan 

obat-obat herbal dan terapi alternatif dewasa 

ini. Media massa berperan cukup besar 

dalam kegiatan promosi obat-obat herbal 

dan terapi alternatif lainnya. Di beberapa 

media dapat dijumpai satu halaman penuh 

iklan berisi promosi, kesaksian, atau klaim 

kemanjuran suatu tatacara pengobatan 

alternatif,

Jamu dan obat-obatan herbal merupakan 

jenis pengobatan alternatif yang sudah 

digunakan oleh warga   Indonesia dari 

generasi ke generasi. berdasar   penelitian yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) pada 2010 lalu, sebanyak 55,3% 

orang Indonesia mengkonsumsi jamu untuk 

menjaga kesehatan 

Penggunaan terapi alternatif berupa preparat 

herbal, terapi komplementer, dan terapi fisik 

nonmedis merupakan hal yang umum 

dijumpai. Penelitian di Amerika Serikat 

menunjukkan bahwa penggunaan obat 

herbal meningkat dari 3% pada tahun 1990 

menjadi 12% pada tahun 1997, dan 19% 

pada tahun 2002 , Saat ini 

penggunaan CAM di Amerika Serikat 

mencapai 40% dan di Inggris mencapai 20%

Obat herbal kini menarik perhatian 

serius dari pemerintah, salah satu program 

unggulan Departemen Kesehatan tahun 2011 

menetapkan obat herbal atau jamu masuk 

pelayanan kesehatan primer. Meski obat 

herbal di Indonesia telah dikenal sejak dulu, 

namun  sebagian besar belum memiliki latar 

belakang ilmiah yang shahih. Hal ini 

menjadi kendala ketika masuk dalam dunia 

formal. Pasalnya, dalam dunia kedokteran 

modern saat ini berpegang kuat pada 

Evidence Based Medicine (EBM) pada setiap 

mengambil keputusan medis 

Sampai saat ini, sebanyak 56 rumah 

sakit (RS) di 18 provinsi sudah melayani 

pengobatan nonkonvensional seperti 

pengobatan alternatif atau herbal tradisional 

di samping pengobatan medis konvensional

. berdasar   Surat 

Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan 

Medik telah ditetapkan 12 (dua belas) 

Rumah Sakit Pendidikan yang 

melaksanakan pelayanan pengobatan 

komplementer tradisional- alternatif: RS 

Kanker Dharmais Jakarta, RSUP 

Persahabatan Jakarta, RSUD Dr. Soetomo 

Surabaya, RSUP Prof. Dr. Kandau Menado, 

RSUP Sanglah Denpasar, RSUP Dr. 

Wahidin Sudiro Husodo Makassar, RS TNI 

AL Mintoharjo Jakarta, RSUD Dr. Pringadi 

Medan, RSUD Saiful Anwar Malang, RS 

Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Solo, RSUP 

Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Suraji 

Tirtonegoro Klaten. Menteri Kesehatan telah 

mengarahkan bahwa RS Pendidikan Vertikal 

harus melayani pengobatan komplementer 

tradisional - alternatif yaitu ramuan jamu 

sedangkan herbal yang lain bisa sesudah  itu 

(

Pengertian Complementary and 

Alternative medicine (CAM)

Complementary and Alternatif Medicine 

(CAM) didefinisikan oleh National Center of 

Complementary and Alternatif Medicine

sebagai berbagai macam pengobatan, baik 

praktik maupun produk pengobatan yang 

bukan merupakan bagian pengobatan 

konvensional (Dietlind L. Wahner-Roedler, 

2006). berdasar   Kepmenkes nomor

1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang 

penyelengaraan pengobatan tradisional, 

diuraikan :

1. Pengobatan tradisional adalah 

pengobatan dan/atau perawatan dengan 

cara, obat dan pengobatnya yang 

mengacu kepada pengalaman, 

keterampilan turun temurun, dan/atau

pendidikan/pelatihan, dan diterapkan 

sesuai dengan norma yang berlaku dalam 

warga  .

2. Obat tradisional adalah bahan atau 

ramuan bahan yang berupa bahan 

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, 

sediaan sarian (galenik) atau campuran 

bahan ini  yang secara turun temurun 

telah digunakan untuk pengobatan 

berdasar   pengalaman


No Jenis pengobatan Deskripsi

1. Akupuntur Stimulasi dari titik akupuntur dengan menusukkan jarum, arus 

listrik (elektroakupuntur), panas (moxibustion), laser (laser 

akupuntur), atau tekanan (acupressure)

2. Alexander Technique Psikofisikal reedukasi untuk memperbaiki posisi dan 

koordinasi

3. Aromaterapi Aplikasi dari minyak esensial dari tanaman, seringnya 

dibarengi dengan pijatan

4. Pelatihan autogenik Autosugesti, teknik hypnosis mandiri untuk relaksasi

5. Kelasi Infus intravena EDTA untuk penyakit arteriosklerotik

6. Chiropractic Sistem perawatan kesehatan melalui kepercayaan bahwa sistem 

saraf berperan penting dalam kesehatan dan kebanyakan 

penyakit diakibatkan oleh subluksasi spinal dan dapat 

disembuhkan dengan manipulasi spinal

7. Terapi enzim Pemberian enzim proteolitik peroral dengan tujuan untuk 

kesehatan

8. Pengobatan dengan bunga Infus ekstrak tanaman untuk keseimbangan fisik dan emosional

9. Herbalisme Pengobatan dengan tanaman obat

10. Homeopati Orang sakit dapat disembuhkan dengan menggunakan efek 

pantulan substansi yang menghasilkan gejala sakit pada orang 

sehat

11. Pijatan Melakukan pemijatan pada lokasi-lokasi tertentu

12. Osteopati Terapi dengan melakukan pijatan, mobilisasi dan manipulasi

13. Refleksiologi Menggunakan tekanan manual ke area spesifik (khususnya 

pada telapak kaki) yang berhubungan dengan organ dalam

14. Penyembuhan spiritual Menyalurkan energy penyembuhan dari seorang terapis ke 

tubuh pasien

15. Tai chi Sistem pergerakan dan posisi tubuh untuk meningkatkan 

kesehatan fisik dan mental

16. Yoga Olahraga peregangan untuk control pernafasan dan meditasi



Sesuai dengan Peraturan Menteri 

Kesehatan definisi pengobatan 

komplementer tradisional- alternatif adalah 

pengobatan non konvensional yang 

ditujukan untuk meningkatkan derajat 

kesehatan warga   meliputi upaya 

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif 

yang diperoleh melalui pendidikan 

terstruktur dengan kualitas, keamanan dan 

efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu 

pengetahuan biomedik tapi belum diterima 

dalam kedokteran konvensional. Dalam 

penyelenggaraannya harus sinergi dan 

terintegrasi dengan pelayanan pengobatan 

konvensional dengan tenaga pelaksananya 

dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan 

lainnya yang memiliki pendidikan dalam 

bidang pengobatan komplementer 

tradisional-alternatif. Jenis pengobatan 

komplementer tradisional -alternatif yang 

dapat diselenggarakan secara sinergi dan 

terintegrasi harus ditetapkan oleh Menteri 

Kesehatan sesudah  melalui pengkajian


Dasar Hukum Penyelenggaraan CAM

Adapun dasar hukum dari 

penyelenggaraan pengobatan tradisional￾alternatif di Indonesia adalah sebagai berikut 

1. Kepmenkes No. 1076/ 2003 tentang

penyelenggaraan pengobatan tradisi

onal (battra)

2. Kepmenkes No. 1109/ 2007 tentang

pengobatan komplementer alternatif,

merupakan pengaturan cara 

pengobatan tradisional pada 

pelayanan kesehatan formal, 

dokter/dokter gigi, dan battra.

3. UU No. 36 Tahun 2009, pada Pasal

48 dinyatakan: “Pelayanan kesehata

n tradisional 

merupakan bagian dari penyelengga

raan upaya kesehatan”

4. Pasal 59-

61 mengatur tentang pelayanan kese

hatan tradisional, jenis pelayanan ke

sehatan tradisional, pembinaan dan 

pengawasan, serta pengembangan. 

Pasal 101 dinyatakan, “Sumber obat

tradisional yang sudah terbukti berk

hasiat dan aman digunakan dalam 

pencegahan, pengobatan, perawatan,

dan atau pemeliharaan kesehatan, 

tetap dijaga kelestariannya.”

5. Permenkes No. 003/ 2010 tentang sa

intifikasi Jamu, yang mengatur tenta

ng perlunya pembuktian ilmiah obat

tradisional melalui penelitian berbas

is pelayanan (dual system), serta pe

manfaatan obat tradisional untuk tuj

uan promotif dan preventif (pemelih

araan kesehatan dan kebugaran)

kuratif (mengobati penyakit), dan 

paliatif (meningkatkan kualitas 

hidup) 

Bagaimana dokter harus bersikap 

terhadap Obat Herbal dan pengobatan 

alternatif

Dokter sebagai bagian dari warga   

ilmiah harus dapat mempertanggungjawabka

n secara ilmiah pula segala tindakan medis 

yang diputuskan terhadap pasien. Suatu obat 

pertama kali harus ada kajian teorinya, 

bukan tiba-tiba dipakai untuk mengobati. 

Menampik soal obat herbal yang tidak ada 

atau minim efek sampingnya, hal ini 

sebenarnya hanya justifikasi dari testimoni

beberapa orang saja dan belum ada standar 

penelitiannya. Obat-obat herbal harus 

memiliki bukti-bukti ilmiah, karena 

tantangan dokter saat ini adalah bagaimana 

menerapkan Evidence Based Medicine pada 

praktiknya 

Terdapat tiga jenis obat herbal yang 

umum ditemui di Indonesia, yaitu: Jamu, 

merupakan obat herbal yang belum teruji 

secara klinis. Sedangkan, Obat Herbal 

Terstandar (OHT) merupakan obat herbal 

yang telah diuji pra klinik pada hewan. Ada 

juga Fitofarmaka, merupakan obat herbal 

yang telah diuji klinis pada manusia. 

Sayangnya, kebanyakan obat herbal yang 

beredar di Indonesia masih berputar pada 

kategori Jamu dan OHT. Penggunaan dan 

khasiat obat herbal juga bukan berdasar   

uji klinis, melainkan testimonial dari 

beberapa orang yang sembuh dengan 

mengkonsumsi obat herbal. Hal inilah yang 

menjadi momok dilema bagi para dokter.

berdasar   tingkatan uji klinisnya, 

obat tradisonal dapat digolongkan menjadi :

1. Jamu (empirical based herbal 

medicine). Jamu adalah jenis herbal 

yang belum melalui proses uji 

kelayakan, hanya berdasar   

pengalaman warga  .

2. Obat ekstrak alam (obat herbal 

terstandar/scientific based herbal 

medicine). Obat tradisional yang 

telah diuji khasiat dan toksisitasnya 

(kandungan racun), namun belum 

diujicobakan penggunaannya pada 

pasien.

3. Fitofarmaka (clinical based herbal 

medicine). Adalah obat traditional 

yang telah melalui tiga uji penting, 

yaitu :

a. Uji praklinik. Uji khasiat dan 

toksisitas.

b. Uji teknologi farmasi. Untuk 

menentukan identitas atau bahan 

berkhasiat secara seksama hingga 

dapat dibuat produk yang 

terstandardisasi.

c. Uji klinis kepada pasien.

Agar setara dengan obat modern, obat 

tradisional harus melewati berbagai proses 

ini . Apabila telah lulus uji klinis, obat 

herbal ini  kemudian disebut 

fitofarmaka yang layak diresepkan oleh 

dokter dan dapat beredar di pusat pelayanan 

kesehatan 

Ada tiga label yang harus diperhatikan saat 

membeli obat tradisional, yaitu:

1. Label daun

 Jika Anda menemukan label dengan 

bentuk daun, artinya obat tradisional 

yang Anda beli masuk dalam kategori 

jamu. Pada jamu, belum ada penelitian 

yang membuktikan apakah obat ini 

aman dan baik digunakan. Namun 

biasanya, bagi kalangan medis, jamu 

direkomendasikan untuk mencegah 

penyakit.

2. Label Binatang

Obat tradisional yang memiliki label 

seperti tiga bintang masuk dalam 

kategori Obat Herbal Terstandar (OHT).

Obat herbal ini formulasinya berasal 

dari jamu atau penemuan obat herbal 

terbaru. Namun sudah dilakukan uji pra 

klinis. Biasanya, kalangan medis 

menggunakan obat ini untuk terapi 

alternatif.

3. Label Kristal

Obat yang memiliki label kristal

merupakan obat herbal yang masuk 

dalam kategori Fitofarmaka. Sayangnya, 

obat herbal ini tidak banyak disediakan 

di Indonesia karena biaya penelitian 

yang mahal. Fitofarmaka merupakan 

obat herbal yang sudah di melalui uji pra 

klinik dan uji klinik (

Sejauh ini telah beredar 5-7 obat 

fitofarmaka yang sesuai standar farmasi 

modern, kesemuanya memiliki logo 

fitofarmaka pada kemasannya, yaitu 

tanda "akar hijau" menyerupai tanda 

salju dengan latar belakang berwarna

kuning muda, dikelilingi lingkaran 

berwarna hijau muda. Logo ini 

merupakan tanda sertifikat dari Badan 

Pengawas Obat dan Makanan (Badan 

POM) 

Sebuah penelitian di Amerika Serikat 

dilakukan untuk menilai bagaimana perilaku 

dokter ahli penyakit (sampel 660 orang) 

dalam terhadap CAM. Didapatkan hasil 

bahwa 76% dokter tidak pernah 

menyarankan pasiennya untuk menjalani 

terapi CAM. namun  44% dokter menyatakan 

merujuk pasiennya ke praktisi CAM apabila 

tersedia fasilitas ini di institusi kerja mereka. 

Lima puluh lima persen dokter menyatakan 

bahwa kerjasama dengan praktisi CAM 

memiliki efek positif terhadap kepuasan 

pasien, dan 48% percaya bahwa dengan 

menawarkan pengobatan CAM akan 

meningkatkan jumlah kunjungan pasien. 

Kebanyakan dokter setuju bahwa terapi 

CAM menjanjikan untuk mengobati gejala 

dari penyakit, namun  mayoritas dari mereka

tidak nyaman apabila mereka menyarankan 

pasiennya untuk menjalani terapi CAM. 

Randomized Controlled Trial diperlukan 

untuk menyakinkan para dokter agar mereka 

bersedia untuk bekerja sama dengan praktisi 

CAM (Dietlind L. Wahner-Roedler, 2006).Perbedaan antara CAM dan Pengobatan 

Convensional

Perbedaan antara CAM dan Pengobatan 

konvensional :

1. Pada banyak negara CAM 

merupakan pengobatan privat dan 

tidak terintegrasi dengan petugas 

medis.

2. Penyedia jasa CAM umumnya tidak 

terdidik secara medis, dan umumnya 

bukan dokter yang telah menempuh 

pendidikan medis.

3. Penyedia CAM memiliki perizinan 

dan aturan mereka sendiri dan 

terpisah dengan aturan/perizinan 

medis.

4. Efektivitas dan keamanan dari 

berbagai macam CAM sedikit sekali 

yang diteliti, sering merupakan 

pengobatan ortodok dan tidak 

terbukti secara ilmiah seperti 

pengobatan konvensional.

5. Pendanaan riset CAM kecil, jauh 

dibandingkan dengan pengobatan 

konvensional.

6. CAM kurang saintifikasi jika 

dibandingkan dengan pengobatan 

konvensional.

7. CAM diklaim lebih holistik, 

sekaligus memiliki keuntungan 

terhadap mental, psikologis, 

spiritual dan sosial sehingga tidak 

diperlukan pembuktian seperti 

pengobatan konvensional.

Beberapa contoh pengobatan alternatif

yang dikenal yaitu :

Tabel 1. Beberapa contoh CAM

Evidence Based CAM

Ilmu kedokteran modern berkembang 

pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 

di Inggris, Jerman, dan Perancis. Disebut 

juga ilmu kedokteran ilmiah dimana setiap 

pengobatan yang diberikan harus dibuktikan 

melalui proses uji klinis. Kedokteran 

berdasar   bukti (evidence-based 

medicine) ini dilakukan dengan tujuan untuk 

memberikan cara kerja yang efektif dengan 

menggunakan metode ilmiah serta informasi 

sains global yang modern. Begitupun 

dengan obat tradisional. Agar setara dengan 

obat modern, obat tradisional harus melalui 

berbagai tingkatan uji klinis. Jadi tidak 

hanya mengklaim khasiat pengobatan 

traditional dengan testimoni 

Penerapan Evidence based Medicine dalam 

diagnosis dan terapi pasien merupakan gold 

standar. Kebanyakan CAM belum memenuhi 

randomized clinical trials (RTCs) 

Minimnya data ilmiah obat herbal 

membuat Menteri Kesehatan menerbitkan 

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) 

No. 003/2010 tentang saintifikasi Jamu, 

yang mengatur tentang perlunya pembuktian 

ilmiah obat tradisional melalui penelitian 

berbasis pelayanan (dual sistem), serta 

pemanfaatan obat tradisional untuk tujuan 

promotif dan preventif, kuratif dan paliatif. 

Menkes menegaskan saintifikasi jamu ini 

adalah upaya penelitian berbasis pelayanan 

kesehatan. Duet antara dokter peneliti dan 

pelayanan kesehatan ini ditujukan untuk 

memberikan landasan ilmiah secara empiris 

melalui penelitian berbasis pelayanan 

kesehatan Ada 

harapan yang besar bahwa preparat herbal 

dari Indonesia yang diteliti oleh orang 

Indonesia dapat banyak dibaca dalam 

publikasi majalah medis internasional, dan 

kemudian dipatenkan 

Untuk dapat menilai efikasi, efektivitas 

dan keamanan suatu obat herbal, harus 

dapat menjawab pertanyaan dibawah ini :

1. Pengobatan yang bagaimana yang 

telah diteliti?

2. Apakah obat ini  dapat diteliti 

mengikuti protokol sains modern?

3. Apakah pengobatan ini  dapat 

dilakukan juga di negara lain?4. Apakah obat ini  sudah 

digunakan secara luas, efektif dan 

tanpa efek samping?

5. Apakah secara etis tepat melakukan 

penelitian terhadap obat ini ?

Preparat yang mengandung Echinacea, 

gingseng, dan gingko biloba menempati 

urutan pertama dari preaparat herbal yang 

paling banyak dikonsumsi. Pertanyaan kritis 

yang sering muncul adalah bukti ilmiah dari 

penggunaan obat-obat ini . Beberapa 

kajian terdahulu menunjukkan bahwa terapi 

alternatif seringkali tidak didukung oleh data 

penelitian klinik yang baku. Data yang 

disajikan seringkali tidak memenuhi kaidah￾kaidah ilmiah dan metodologi. Di era 

pelayanan kesehatan berbasis bukti 

(evidence based healthcare), maka ada 

keharusan bukti ilmiah dari suatu tatacara 

pengobatan yang diklaim bermanfaat. 

Pengalaman satu pasien yang sembuh tidak 

dapat diklaim untuk berlaku bagi semua 

orang. 

Kajian 

memperlihatkan bahwa pengobatan 

tradisional dan komplementer seringkali 

menunjukkan bias dalam hal publikasi. Hal 

lain yang perlu dikritisi adalah jumlah 

subyek yang pada umumnya terlalu kecil 

untuk mengambil suatu kesimpulan yang 

akurat. Klaim bahwa pengobatan alternatif 

lebih aman juga diragukan. Setiap herbal 

memiliki zat aktif yang berpengaruh pada 

kesehatan. Zat aktif ini juga memiliki efek 

terapetik dan efek samping. Beberapa 

preparat obat yang mengandung gingko 

biloba dan gingseng juga memiliki efek 

samping mual, muntah, dan diare. Beberapa 

terapi jamu juga terbukti dicampur dengan 

obat kimia. 

Pada banyak publikasi ilmiah yang lain, 

preparat herbal seringkali tidak terbukti 

bermanfaat. Kalimat yang seringkali muncul 

dalam berbagai kajian ilmiah adalah "belum 

ada cukup bukti", "jumlah sampel yang 

terlalu sedikit", dan "aspek metodologi yang 

lemah". Hal ini dapat dilihat pada berbagai 

penelitian-penelitian terapi tradisional yang 

sering kali hanya dipublikasi dalam majalah 

ilmiah lokal. 

Bagaimana dengan kondisi di 

Indonesia? Beberapa waktu belakangan ini 

muncul banyak tulisan ilmiah tentang 

efektivitas preparat herbal. Sebagian besar 

artikel penelitian dilakukan dengan hewan 

coba di laboratorium, dan bukan pada 

subyek penelitian pasien yang 

sesungguhnya. Hal ini dapat dipahami 

karena tidak adanya dukungan dana yang 

memadai bagi para peneliti. Banyak bukti 

menunjukkan bahwa terapi yang terbukti 

bermanfaat pada hewan coba dan 

laboratorium ternyata tidak terbukti 

bermanfaat pada pasien. Masih ada jalan 

panjang yang harus ditempuh untuk 

mengklaim preparat herbal asli Indonesia di 

mata kedokteran barat.

Bagaimana dengan kondisi riil di 

warga  ? Adanya kesenjangan informasi 

yang besar warga   seringkali tidak 

paham bahwa suatu terapi yang diklaim 

bermanfaat. Harusnya didukung oleh bukti 

ilmiah yang akurat. Kesaksian seorang 

pasien yang sembuh dan ditulis dengan 

huruf yang besar-besar di media massa 

belum tentu berlaku bagi semua pasien. 

warga   seringkali tidak keberatan untuk 

membayar harga yang lebih mahal untuk 

pengobatan alternatif. Hal ini seharusnya 

ditanggapi dengan kritis oleh dunia medis. 

Proses pembelajaran di media massa 

seharusnya dilakukan secara terus menerus. 

Publikasi ilmiah terus diperbanyak dan 

dikemas dalam bahasa ilmiah populer yang 

mudah dimengerti (Pinzon, 2007).

CAM Dan Efek Samping Obat

Sebenarnya prinsip obat tradisional tidak 

jauh berbeda dengan obat modern. Apabila tidak digunakan secara tepat juga dapat 

mendatangkan efek buruk, sehingga tidak 

benar pernyataan yang beredar di 

warga   bahwa obat tradisional sama 

sekali tidak memiliki efek samping. Dan 

perlu diketahui bahwa tidak semua herbal 

memiliki khasiat dan aman untuk 

dikonsumsi, sehingga kembali lagi kepada 

para konsumen agar lebih teliti dalam 

memilih obat tradisional yang digunakan. 

Harus pula dibedakan antara istilah 

pengobatan komplementer dengan

pengobatan alternatif. Maksud pengobatan 

komplementer adalah bahwa obat tradisional 

tidak digunakan secara tunggal untuk 

mengobati penyakit tertentu, namun  sebagai 

obat pendamping yang telah disesuaikan 

dengan mekanisme kerja obat modern agar 

tidak terjadi interaksi yang merugikan, 

sedangkan istilah pengobatan alternatif 

menempatkan obat tradisional sebagai obat 

pilihan pengganti obat modern yang telah 

lulus uji klinis. Bahkan pasien kanker yang 

mencari pengobatan ke Guangzhou 

mendapat obat modern dengan dibekali 

herbal cina sebagai suplemen. Jadi jangan 

hanya karena meletakkan harapan yang 

begitu besar kepada metoda pengobatan 

tradisional sehingga metoda pengobatan 

modern dilupakan begitu saja. Terkadang 

pengobatan tradisional yang tidak tepat guna 

hanya akan menunda proses pengobatan 

yang lebih optimal, sehingga alih-alih 

sembuh justru membuat penyakit semakin 

memburuk dan terlambat ditangani 

Tanpa adanya uji klinis terhadap obat￾obatan ini , sulit bagi para dokter untuk 

menggeneralisir khasiat dan meresepkan 

obat herbal kepada pasien. Obat-obatan 

herbal tidak dijamin 100 persen aman, 

seperti anggapan warga   pada

umumnya. Racikan obat-obatan herbal yang 

biasanya menggunakan rebusan atau resep 

turun temurun tidak memiliki dosis dan 

indikasi yang pasti. Sehingga dapat 

menimbulkan keracunan maupun komplikasi

penyakit lainnya. Risiko lainnya jika tidak 

memperhatikan kualitas komposisi obat 

herbal adalah ancaman sirosis hati. Bahan￾bahan obat herbal yang diragukan kesegaran 

dan kualitasnya bisa mengandung jamur 

Amanita phaloides yang memproduksi 

aflatoksin yang bisa merusak hati.

Obat Herbal Pengobatan Kanker

Bagi penderita kanker, “obat herbal” 

amat akrab dan seringkali menjadi pilihan 

utama dan pertama. Hal ini disebabkan oleh 

beberapa hal, pertama adanya janji bahwa 

pengobatan dapat terlaksana “tanpa adanya 

efek samping samping kemoterapi”, kedua 

harga pengobatan kanker 

yang konvensional seperti pembedahan, 

kemoterapi dan radioterapi masih sulit 

dijangkau kemampuan keuangan orang 

banyak. Tidak ada yang menginformasikan 

bahwa sungguhpun obat antikanker seperti 

paklitaksel itu berasal dari kulit pohon 

sejenis pohon pinus, diperlukan upaya 

bertahun-tahun dan amat mahal untuk 

mendapatkan bahan aktifnya (diperlukan uji 

coba berlapis selama bertahun-tahun dan 

dana ratusan juta dollar)