tumor payudara 6







Kanker sebagai salah satu 

penyebab angka kematian di Indonesia

meningkat setiap tahunnya. Di

Indonesia, kanker merupakan

penyebab ketiga dari banyak kasus

kematian yang terjadi setelah jantung 

dan stroke (Anonim, 2020;

Rachmansyah, 2022; Putri, 2015).

Tingkat mortalitas penderita kanker

sangat tinggi disebabkan oleh

kesembuhan pasien kanker sangat 

rendah. Berbagai faktor yang

menyebabkan proses penyembuhan

kanker gagal diantaranya yaitu:

masalah kanker tidak terdeteksi 

sedini mungkin sehingga biasanya 

kanker terdeteksi saat sudah stadiumlanjut, dan proses penanganan

terlambat (Nugroho, 2018). Lima faktor 

yang berpengaruh pada kasus kematian 

akibat kanker lebih dari 30% yaitu

indeks massa tubuh tinggi, kurang

biaya penyembuhan yang relatif

mahal, konsumsi buah dan sayur,

kurang aktivitas fisik, penggunaan

rokok, dan konsumsi alkohol

berlebihan. Selain itu kanker juga

mengakibatkan kematian sebesar 20%

kasus di negara berpenghasilan rendah 

dan menengah disebabkan oleh infeksi

virus, seperti virus hepatitis B/ hepatitis

C dan virus human papilloma

(Budijanto, 2015).

Kanker dan tumor berkaitan erat.

Kanker merupakan tumor yang bersifat

ganas sehingga bisa menyebar ke 

bagian tubuh lain secara cepat dan 

merusak sel sehat yang berada

disekitarnya. Tumor merupakan

benjolan atau jaringan yang tumbuh

secara tidak normal. Tumor dapat

bersifat jinak maupun ganas. Jenis 

tumor yang sifat jinak tidak beresiko

menyebar ke jaringan atau bagian

tubuh lain sehingga tumor jenis ini 

dianggap tidak berbahaya. Berbeda 

dengan tumor yang bersifat ganas, 

tumor ini dapat menyebar ke bagian 

tubuh lain dan membentuk tumor￾tumor baru (Fadli, 2021; Septarini,

2014).

Breast Benign Diseases (BBD)

atautumor payudara merupakan

masalah yang umum terjadi pada

payudara wanita. Tumor payudara 

adalah benjolan yang berada di 

payudara. BBD lebih sering terjadi 

dibandingkan kanker (maligna) yaitu 

kejadiannya 10 kali lipat dan yang telah 

mengalami perawatan sekitar 30%

(Sagma dkk, 2013; Lacey dkk, 2009).

Berbeda halnya dengan kanker

payudara, Tumor payudara tidak 

mengancam nyawa penderitanya, 

namun ada beberapa jenis tumor 

payudara yang dikemudian hari dapat

berkembang menjadi kanker payudara

(ACS, 2019).

Berberapa metode deteksi kanker

saat ini terus dikembangkan guna 

melacak keberadaan kaker sedini 

mungkin. Metode sebagai standar 

deteksi marker kanker yang dilakukan

untuk diagnosis sampai sekarang yaitu

dengan biopsy jaringan, dan/atau re￾biopsy (Colomer dkk, 2018). Metode ini 

membutuhkan biaya yang besar. Oleh 

sebab itu usaha pencarian metode 

untuk deteksi alternatif terhadap

tumor payudara dengan biaya relatif 

murah merupakan suatu kebutuhan

yang tidak dapat ditunda. Selain itu, 

metode biopsy sulit diterapkan pada 

stadium awal. Pemeriksaan rutin dan

deteksi dini bila diterapkan bisa

meningkatkan peluang pasien untuk

sembuh sehingga tingkat morbilitas

dan mortalitas dapat ditekan.

Pemeriksaan payudara dapat 

dilakukan secara rutin dan mandiri 

yaitu dengan cara Periksa Payudara

Sendiri (SADARI). Cara ini merupakan

teknik pemeriksaan untuk mengetahui

ada tidaknya benjolan pada payudara

wanita (Ayu, 2016). Metode diagnosis 

yang pernah dilakukan yaitu 

Westergren dan deteksi biomarker

dengan sampel darah utuh. Masing￾masing metode memiliki kelemahan. 

Metode Westergren dilakukan dengan

pemeriksaan laju endap darah atau

LED. Hasil LED dari metode ini 

kurang spesifik dan sensitif terhadap 

setiap jenis penyakit, sehingga belum 

mampu membedakan peradangan 

dengan kanker. Kedua kasus ini 

memiliki nilai LED yang sama-sama

tinggi, sehingga hanya dengan analisis

byopsy yang bisa membedakan

keduanya (Nugroho, 2018).

Metode deteksi biomarker

sering digunakan untuk deteksi dini

penyakit. Metode deteksi biomarker 

dengan sampel plasma. Plasma 

merupakan biological matrix yang 

mengandun biomarker paling sulit

dideteksi dengan proteomic (umumnya

mengacu pada analisis eksperimental

protein skala besar dan proteom,

tetapi sering mengacu secara khusus

untuk pemurnian protein dan

spektrometri massa) karena didalam

plasma terdapat protein sangat

komplek dengan rentang konsentrasi

yang lebar (Faria dkk, 2017).Biomarker atau penanda

biologis dalam konteks biomedis adalah 

indikator terukur dari beberapa

keadaan atau kondisi biologis. 

Biomarker pada kanker berupa protein 

tertentu dalam darah yangmeningkat

dengan adanya kanker (Nugroho,

2018). Protein yang terkandung pada

kanker memiliki muatan negatif

sehingga bisa mempengaruhi ion-ion di

sekitar eritrosit. Protein dalam

medium kontinu yang berbeda jenis

akan menimbulkan efek yang berbeda

terhadap nilai potensial zeta eritrosit

(sel darah merah). Penyebab

perubahan nilai potensial zeta yaitu

karena terjadi perubahan jumlah ion￾ion dan atau protein berbuatan. Ion-ion

dan atau protein berbuatan bisa

meninggalkan dan masuk ke dalam

lapisan ganda listrik (Nugroho, 2018).

Perubahan jumlah keduanya pada 

lapisan ganda listrik menyebabkan 

perubahan nilai zeta poten sial.

Lapisan ganda listrik terbentuk 

akibat adanya gaya coulomb antara 

Ion dalam dengan muatan pada 

permukaan eritrosit. Permukaan 

membrane eritrosit mengandung 

group karboksil asam sialic yang 

memiliki muatan negatif (Fernandes, 

Cesar, dan Barjas-castro, 2011).

Muatan pada permukaan eri trosit 

akan berinteraksi dengan ion-ions 

dalam plasma. Ion-ion yang

berlawanan tanda (counterion) dengan 

muatan pada permuakan eritrosif 

akan ditolok oleh muatan pada 

permukaan eritrosit. Sebaliknya ion 

yang sama tanda (coion) akan ditarik 

oleh muatan pada permukaan eritrosit 

(Prakash, Mishra, Malviya, sharma, 

2014). Kejadian ini terjadi akibat

adanya gaya Coulomb atara ion dalam 

plasma dengan muatan pada 

permukaan eritrosit.

Interaksi atara ion dalam 

plasma dengan muatan eritrosit 

mengakibatkan terbentunya lapisan 

ganda listrik disekitar eritrosit.

Lapisan ganda listrik terbentuk dalam 

rangka menetralkan muatan dari 

partikel (eritrosit) (Prakash, Mishra, 

Malviya, sharma, 2014).

Metode spertofotometri diguna￾kan untuk mendeteksi keberadaan 

suatu materi dalam larutan. Metode 

ini dapat mengidentifikasi dan 

menghitung jumlah zat yang belum 

diketahui dalam laruatan (Dadi dan 

Yasir). Pada teknik spektrofotometri 

mengukur intensitas sinar yang 

diserap materi dari seberkas sinar 

yang melewati materi tersebut (Rejini 

dan Dileep, 2017). 

Tahun 1997, telah 

dimulai penelitian pengukuran LED 

menggunakanmatode spektrofotometri.

Penelitian ini dilakukan untuk 

meningkatkan spesifisitas dari

pengukuran LED. Pengukuran

dilakukan dengan mengamati proses

terbentuknya bzp (perubahan

kejernihan pada bagian atas pada 

darah- EDTA). Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa terdapat kaitan

antara terjadinya perubahan kejernihan

terhadap darah-EDTA dengan 

terbentuknya bzp (Ngadikun, 1998).

Penelitian dengan metode yang sama

dilanjutkan dengan subjek kanker

payudara (2018 – 2019). Berdasarkan

hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa sensitivitas dan spesifisitas 

metode spektrofotometri untuk kanker

kolorektal, leukimia, dan kanker

payudara masing-masing 100%.

Penelitian lain yang relevan yaitu

disertasi penelitian tentang pola proses

agregasi sel dalam darah-EDTA dengan

metode spektrofotometri pada penderita

kanker ovarium (Nugroho, 2018).

Penelitian ini mengkaji tentang

mekanisme agregasi eritrosit dalam

darah-EDTA pada pasien kanker

ovarium berdasarkan hukum Coulomb.

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa

adanya keberhasilan dalam mendeteksi

interaksi eritrosit dengan 

menggunakan spektrofotometer dengan 

panjanggelombang 560 nm.

Metode spektrofotometri UV-Vis

memiliki kelebihan yaitu hasil yang

nantinya diperoleh akan bersifat

kuantitatif sehingga bisa lebih akurat

hasilnya (Lelangan at al., 2016).

Penelitian ini mengkaji spektrum 

absorbansi cahaya pada sampel darah

penderita tumor payudara dan sampel 

darah orang normal (subjek kontrol)dengan menggunakan metode

spektrofotometri. Pengamatan dina￾mika agregasi sel dalam darah-EDTA

dilakukan melalui perubahan nilai

absorbansi.

METODE PENELITIAN

A. Jenis, Tempat, dan Waktu

Penelitian

Penelitian ini menggunakan 

metode eksperimen dengan mengamati

nilai absorbansi eritrosit dalam darah￾EDTA pada dua kelompok uji yaitu

penderita tumor payudara dan subjek

normal (sehat) sebagai kelompok

kontrol. Pengambilan data dilakukan

pada bulan Juni 2021 sampai dengan

bulan November 2021. Proses 

pengambilan sampel darah subjek

tumor payudara yaitu di Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta

dan penelitian sampel darah dilakukan

di Radioputro dan Gedung PAU 

Pascasarjana Universitas Gajah Mada.

Alur penelitian disajikan pada Gambar 

Bahan yang digunakan adalah

sampel darah manusia dari 32 penderita

tumor payudara dan 33 subjek normal.

Sampel yang dibutuhkan adalah darah

vena lengan sebanyak 3 mL. Darah 

sebanyak 550 μL akan dipergunakan

untuk meneliti pola absorbansi dengan

metode spektrofotometri, sisanya

digunakan untuk pengujian darah rutin

dan metode Westergren.

Spektrofotometer yang diguna￾kan pada penelitian ini adalah

spektrofotometer UV-1600 merek

VWR yang telah dihubungkan ke 

komputer dari port interface ADC

(analog to digital converter), Cuvette 

Disposable semi Micro 1,5 cc merk 

Brand, Rak Tabung Stainless, Spuit

Injeksi merk Terumo 10 cc,

Vacutainer-K2 EDTA 5.4 mg Volume 3 

cc merk BD, Darah vena manusia 

normal dan penderita Tumor

Payudara, Tabung Westergren (untuk

pengamatan bzp), Kertas Tissue, Blue

Tips merk Brand, Sarung Tangan 

latex, Jas Lab, Pipet Mikro (merk 

Acura seri 821, interval skala 200 –

1000 cc, skala terkecil 10 cc), Plester

Sancoplas, Tissue Swap, Tutup karet,

Laptop HP dengan spesifikasi

processor AMD A6-7310 APU Radeon

R4, RAM 2 GB, Google Colab (Program

Python) dan M. Wave Profesional.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dapat

dilakukan setelah didapatkan Ethical

Clearance (EC). Permohonan EC ini

dilakukan ke Komisi Etik Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan (Medical

andHealth Research Ethics Committee)

Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada (UGM). Sebelum subjek 

penelitian diambil sampel darahnya, 

terlebih dahulu subjek penelitian 

menyetujui informed consent. Darah

sampel tumor payudara diperoleh dari

pasien rawat jalan dan pasien rawat

inap yang berada di Rumah Sakit

Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito

Yogyakarta, sedangkan untuk subjek

normal diambil dari masyarakat

umum yang telah memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi untuk 

kelompok subjek tumor payudara

adalah pasien sudah mendapat

perlakuan biopsy atau tes Patologi 

Anatomi (PA) yang menjadi bukti

bahwa darah tersebut benar

merupakan sampel darah penderita 

tumor payudara bukan dari jenis tumor

lain, tidak menderita penyakit diabetes 

militus, dan tidak mengalami penyakit

berat lain. Subjek normal yang 

digunakan dengan kriteria inklusi

tidak memiliki riwayat keturunan

kanker atau tumor, tidak sedang

mengidap tumor atau kanker, tidak

pernah menderita penyakit kronis,

tidak sedang haid, subjek sehat saat

pengambilan sampel yang dibuktikan

dengan surat keterangan sehat dari

dokter. Subjek penelitian merupakan 

wanita dengan rentang usia 17-60 

tahun. Subjek penelitian menyetujui 

angket kesanggupan (inform concent)

menjadi subjek untuk dilakukan

pengambilan sampel darah untuk

keperluan penelitian dan pihak 

Peneliti akan menjamin kerahasian

dari data yang diberikan.

Sampel Darah Vena-EDTA

penderita tumor payudara dan sampel 

normal yang akan di uji menggunakan

alat spektrofotometer terlebih dahulu

dibagi-bagi sesuai kebutuhan. Sampel 

sebanyak ± 1 mL digunakan untuk uji

spektrofotometer, 1 mL digunakan

untuk pengujian dengan metode

Westergren. Sisanya dibunakan untuk 

pengujian darah rutin.

Data nilai absorbansi dari

spektrofotometer yang masih analog

akan direkam dalam bentuk digital 

menggunakan komputer. Output

spektrofotometer dihubungkan dengan

komputer yang telah dilengkapi aplikasi

M.Wave. Nilai absorbansi direkam setiap

sekon selama 1800 sekon dengan suhu

ruang pada saat pengukuran adalah

270–280 Celcius. Proses dalam 

pengambilan data menggunakan 

spektrofotometeradalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan peralatan peng￾ambilan data menggunakan

spektrofotometer seperti skema

pada Gambar 2.

2. Mulai menyalakan spektrofoto￾meter, kemudian menunggu selama 

20 menit dalam proses warm-up.

3. Jika proses warm-up selesai 

dilanjutkan dengan membuka

program M.Wave pada komputer.

4. Dilakukan pengaturan pada lembar

kerja dengan memilih Photometic 

Mode pada Abs, Wavelength pada 

560,0 nm, Delay pada 0,0s, Interval

pada 7,0s. Scan time pada 1s, Path 

length pada 10 mm. Kemudian

bagian report Output diatur agar

hasil keluaran data absorbansi

berupa Microsoft Excel.

Menyiapkan Cuvette disposable semi

micro kosong sebagai blanko (proses

kalibrasi). Kemudian memilih icon 

zero base sampai menunjukkan 

angka 0,000.Selanjutnya Cuvette itu

dikeluarkan kembali untuk diisi

dengan darahsampel sebanyak 550

μL dan dimasukkan kembali ke

dalam cell holder spektrofotometer. 

Memilih icon measurement untuk

memulai prosesabsorbansi.

6. Data akan muncul setelah proses

pengukuran selesai.

D. Pengolahan Data

Data hasil pengukuran disimpan

dalam folder berdasarkan kelompok

subjek penelitian yaitu subjek normal 

dan subjek tumor payudara. Nama file 

setiap data subjek penelitian disimpan 

dalam kode tertentu yaitu subjek

normal diawali dengan huruf N dan

subjek tumor payudara diawali dengan 

BBD, sedangkan kode angka adalah

menunjukan urutan data. sebagai 

contoh N5 untuk subjek normal ke-5 dan BBD1 untuk subjek tumor

payudara ke-5.

E. Analisis Data

E1. Karakteristik Subjek 

Penelitian

Kelompok kontrol (subjek 

normal) dan subjek penderita tumor

payudara memiliki karakteristik yaitu

usia, jenis kelamin (laki-laki dan

perempuan), dan jumlah eritrosit.

Berdasarkan masing-masing kriteria 

tersebut akan dihitung nilai mean,

median, dan min-max. Persebaran data

yang terdidtribusi normal angka 

eritrosit akan ditunjukkan dengan

mean ± standar deviasi, sedangkan data

yang tidak terdistribusi normal akan

ditunjukkan dengan median.

Uji normalitas untuk kriteria

usia dan angka eritrosit dari kedua 

kelompok subjek penelitian akan diuji 

dengan menggunakan tes Shapiro-Wilk 

(jumlahnya subjek < 50) dengan

aplikasi SPSS. Data usia dan angka 

eritrosit terdistribusi normal, jika nilai 

P (taraf signifikasi > 0.05). Data yang

terdistribusi tidak normal diuji beda

menggunakan tes Mann Whitney, 

sedangkan data yang terdistribusi

normal diuji menggunakan uji T. 

Kriteria usia dan angka eritrosit dari 

kedua kelompok subjek penelitian akan

berbeda makna jika P<0.05.

E2. Analisis Perbedaan Kedua 

Subjek Uji dengan Pendekatan

Hukum Coulomb

Nilai Absorbansi terhadap waktu 

mengalami fluktuasi. Grafik 

menbentuk pola gigi gergaji. Pola ini 

memiliki rentang waktu yang berbeda￾beda dan ketinggian absosbansi yang 

berbeda-beda. Akibat perbedaaan nilai 

absorbansi dan rentang waktu, maka 

diperoleh grafik gigi gergaji yang 

terbentuk memiliki sudut yang bebeda￾beda setiap bagiannya. Hal tersebut

dikarenakan adanya gaya Coulomb

yangterjadi antara dua muatan, dalam 

kasus ini terjadi antara eritrosit satu

dengan eritrosit lainnya. Kemiringan 

dari gigi gergaji ini berbeda-beda setiap

bagiannya, maka pengamatan grafik 

pola absorbansi eritrosit tersebut

dengan pendekatan hukum Coulomb

dilakukan dengan memperhatikan

jarak antar titik saat t tertentu dengan 

t berikutnya atau t sebelumnya. 

Sebagai contoh yaitu saat t14 sampai t21. 

Dalam hal ini, kemiringan grafik dari 

kedua titik tersebut dibandingkan

antara subjek tumor payudara dengan

subjek normal.

E3. Analisis Perbedaan Pola

Absorbansi dengan Pendekatan

Deterministik dan Stokastik

Model analisis dengan 

pendekatan deterministik dan

stokastik digunakan untuk

menganalisis pola kecenderungan 

data dan pola keacakan perubahan

potensial zeta yang berkaitan dengan

komposisi senyawa dalam plasma

darah (terjadi perubahan potensial

zeta dalam darah- EDTA). Fitting

curva diawali dengan proses ploting

data absorbansi menggunakan 

program Python. Berdasar analisis

fitting curva dari data pengukuran 

diperoleh parameter deterministik (d1,

d2, d3), parameter stokastik (s1, s2, s3),

nilai autokorelasi, dan tampilan grafik.

Nilai parameter yang diperoleh dari 

keduanya deterministic dan stokastik

diuji menggunakan uji normalitas (tes

Shapiro-Wilk) dan uji beda(Uji T jika

data terdistribusi normal dan uji Mann

Whitney jika data tidak terdistribusi

normal). Perbedaan nilai Parameter 

dari kedua kelompok akan dikatakan 

berbeda signifikan jika P < 0.05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Subjek

Angka eritrosit untuk kelompok

subjek tumor payudara dan subjek

normal dilakukan uji beda

menggunakan uji Mann Whitney dan 

uji T dengan hasil nilai signifikansi (P) 

yaitu 1.80 × 10−12

, sehingga kedua 

kelompok uji tersebut ada perbedaan 

bermakna. Kriteria selanjutnya yaitu

usia subjek penelitian. Nilai P untuk

subjek Tumor payudara adalah 0.45

(terdistribusi normal), sedangkan 

untuk subjek normal adalah 2.05 ×

10−7

(tidak terdistribusi normal). Pada 

penelitian ini, kriteria jenis kelamin

tidak begitu memiliki pengaruh yang

besarterhadap angka eritrositnya dari 

kedua kelompok subjek penelitian 

karena subjek penelitian yang

digunakan jenis kelaminnya sama 

yaitu perempuan. Angkaeritrosit pada

subjek tumor payudara lebih rendah 

dari subjek normal dengan angka rata￾rata dari eritrosit masing-masing yaitu 

3.96 × 106 sel/ μL dan 4.56 × 106 sel/μL.

Perbedaan ini disebabkan oleh sel-sel

leukemia (limfoblas) pada penderita

Tumor Payudara (BBD) meningkat

sehingga menekan produksi sel-sel

darah lain, terutama sel darah merah.

Selain faktor tersebut, peerbedaan ini 

dapat disebabkan faktor lain yang

yaitu terapi.

B. Parameter Darah

Kelompok subjek normal dapat

diketahui jika nilai yang ditunjukkan

oleh semua parameter darah dalam

range normal. Nilai parameter darah 

kemudian diuji normalitasnya 

menggunakan teknik Shapiro-Wilk

test. Data parameter darah yang 

terdistribusi normal (mean ± standar

deviasi). Nilai parameter darah yang

terdistribusi normal pada kelompok 

normal adalah NEUT, LYMPH, WBC,

RBC, HGB, HCT, MCH, PLT, PWD, 

MPV, dan P-LCR. Sedangkan pada 

kelompok BBD adalah RBC, HGB, 

HCT, MCV, MCH, MCHC, PLT, 

MPV, dan P-LCR. Selain itu, untuk

data nilai parameter yang tidak

terdistribusi normal (median dan

min- max). Selanjutnya kedua nilai 

parameter darah di uji beda. Nilai￾nilai parameter darah diantara kedua

subjek tersebut yang berbeda secara

bermakna adalah LYMPH%, 

NEUT#, LYMPH#, WBC, RBC, HGB,

HCT, MCV, MCH, MCHC, PLT,

RDW-CV, PWD, MPV, dan 

P-LCR (masing-masing nilai P

= 1.03 × 10−4

, 5.27 × 10−6

,

4.15 × 10−12

, 5.33 × 10−8

, 1.85 × 10−8

,

1.76 × 10−3

, 1.49 × 10−2

, 4.95 × 10−6

, 1.66 

× 10−2

, 7.68 × 10−4

, 2.00 × 10−4

, 2.58 ×

10−3

, 1.23 × 10−3

, 2.50 × 10−3

, dan 4.56

× 10−2

).

C. Pola Absorbansi Eritrosit dan

Kaitannya dengan Hukum

Coulomb

Pola proses dinamika agregasi

eritrosit dalam darah-EDTA dapat

dideteksi menggunakan

spektrofotometer. Metode ini mengukur

proses terbentuknya batas zona

phlogistica (bzp) atau batas antara

daerah jernih pada darah yang diberi

antikoagulan dengan daerah yang

keruh. Metode ini dipilih karena bisa

dikatakan lebih rinci dari metode

Westergren. Selain itu, metode lebih

unggul dari pada metode lain yang 

sudah ada saat ini (tumor marker)

yaitu bisa terdeteksinya seluruh

protein biomarker yang akan tampak 

pada grafik hasil nilai absorbansi yang

dikeluarkan oleh spektrofotometer.

Adanya kenaikan dan penurunan pada

grafik akan menunjuk spesifik untuk

protein tertentu. Tumor marker tumor 

payudara saat ini sangatlah banyak

misalnya carcinoembryonic antigen

(CEA) dan cancer antigen 15-3 (CA 15-

3). Metode tumor marker memerlukan 

biaya sangat mahal disamping

spesifikasinya sangat rendah juga.

Selain itu, dengan metode yang ada

saat ini jika ada satu biomarker, maka

perlu dilakukan isolasi terhadap

biomarker jenis itu.


Gambar 3 menunjukkan pada

grafiknilai absorbansi terhadap waktu

pada subjek normal maupun subjek

tumor payudara memiliki pola gigi 

gergaji yang menunjukkan adanya

peristiwa mendekat (agregasi) dan 

menjauh (disagregasi) dari sel-sel 

darah merah (eritrosit). Laju endap

darah dipengaruhi oleh komposisi 

darah. Jenis dan jumlah dari ion-ion 

dan protein dalam plasma darah-EDTA

memberikan pengaruh terhadap

perubahan yang terjadi pada nilai 

potensial zeta. Penentuan nilai dari

potensial zeta dapat ditentukan

menggunakan persamaan 1 (Nugroho,

2018).


Spektrum pola absorbansi

selama30 menit dari hasil pengukuran 

dijelaskan menggunakan persamaan

hukumCoulomb. Hasil uji darah rutin 

yaitu yang dilihat dari komposisi

darah-EDTA menunjukkan komposisi 

seluler yang salingberinteraksi selama

proses agregasi terjadi yang akan

berpengaruh pada besar kecilnya nilai

potensial zeta yang terbentuk. Jika 

nilai dari potensial zeta ini berbeda,

maka akan berakibat pada proses 

interaksi tolakan eritrosit yang akan 

berbeda pula. Nilai potensial zeta

yang semakin besar akan

menyebabkan tolakan antar eritrosit

semakin jauh. Namun interaksi

eritrosit yang disebabkan oleh

potensial zeta eritrosit bukan 

merupakan gaya Coulomb (Nugroho,

2018).

Peristiwa interaksi yang terjadi

pada permukaan membran eritrosit 

dalam darah-EDTA antar komponen

darah diantaranya adalah eritrosit

dengan ion,ion dengan ion, ion dengan

protein, protein dengan eritrosit

ditinjau dengan hukum Coulomb. Pada

gambar 4 menunjukkan bahwa adanya

interaksi dalam darah sangat komplek

saat terjadi reaksi keseimbangan. 

Interaksi tersebut berupa gaya tarik￾menarik atau tolak-menolak.Komponen darah berupa A+, B-

,

C+,D-yang berinteraksi memungkin￾kan terjadinya interaksi Coulumb

dengan AB: ikatan antara ion dengan 

eritrosit, A+ : ion bermuatan positif, B-

eritrosit bermuatan negatif pada

permukaannya, C+: ion bermuatan

positif, D- protein bermuatan negatif.

Interaksi AB dengan A+, B-

, C+, atau D￾dan interaksi antara CD dengan A+, B-

C+, atau D- belum tentu dapat

dijelaskan dengan interaksi Coulomb. 

AB atau CD berupa ikatan yang energi 

ikatnya tergantung pada jenis ikatan

yang dibentuk. Ikatan kimia yang

terjadi diantaranya ikatan kovalen, 

ikatan ionik, ikatan hidrogen, ikatan

Van der Waals yang masing-masing

memiliki kekuatan yang berbeda-beda.

Energi interaksi long range

(Coulomb) ditentukan dengan 

persamaan 2. Perhitungan ini dengan

mempertimbangkan ion sebagai

muatan titik

Gambar 5 menunjukkan 

absorbansidari eritrosit subjek tumor

payudara cenderung memiliki serapan 

lebih rendah dibandingkan subjek

normal disebabkanoleh adanya faktor

yang mempercepat terjadinya proses

sedimentasi yaitu protein biomarker.

Kandungan protein biomarker tersebut 

memberikan dampak pada proses 

agregasi eritrosit seperti berdampak

pada laju endap darah penderita

tumor payudara yang meningkat.

Protein ini bermuatan negatif karena

di dalamnya terdapat kandungan

residu asam sialic terminal. Muatan

negatif pada protein tersebut bisa 

mempengaruhi ion-ion yang berada 

disekitar eritrosit. Muatan negatif

yang terdapat pada permukaan

protein berinteraksi tolak-menolak

dengan ion negatif dan tarik-menarik

dengan ion positif (Felder M. dkk, 

2014). Protein yang berdifusi sampai 

pada lapisan stern (permukaan

partikel) di sekitar eritrosit, maka

protein itu berinteraksi dengan ion-ion

pada lapisan tersebut. Keseimbangan

ion-ion yang berada di dalam dan di

luar eritrosit bersifat dinamis. 

Terjadinya interaksi antara ion- ion

dengan protein pada lapisan stern

menyebabkan perubahan nilai

potensial zeta disekitar eritrosit

(Imam, 2020).

Terjadi interaksi antar eritrosit

yang saling mendekat atau bahkan

overlap (tumpang tindih) disebabkan

oleh menurunnya nilai potensial zeta 

disekitar eritrosit, sehingga

mengakibatkan gaya tolakan antar

eritrosit melemah yang memudahkan 

eritrosit mengalami agregasi.

Begitupun jika terjadi sebaliknya.

Nilai yang berbeda pada potensial zeta 

disebabkan oleh perbedaan distribusi

muatan pada lapisan stern di sekitar

eritrosit. Selama proses agregasi,nilai

potensial zeta ini memiliki peran yang

penting yaitu mempengaruhi

kecepatan agregasi dari eritrosit di 

sekitar eritrosit. Potensial zeta yang

bernilai kecil mengakibatkan proses 

agregasi berlangsung cepat, begitu 

pula sebaliknya (Imam, 2020).

Eritrosit memiliki energi yang 

dari waktu ke waktu semakin

berkurang sampai proses agregasi

terjadi karena pengaruh dari turunnya

nilai potensial zeta. Saat gaya tarik 

lebih besar daripada gaya tolak antar 

partikel yang berdekatan maka akan

menyebabkan nilai potensial zeta

eritrosit berada di bawah ambang

batas laju endap darah dan kemudian

eritrosit akan saling mengumpul

(rouleaux). Kumpulan eritrosit

membentuk struktur dua atau tiga 

dimensi saat beradapada larutan yang 

berisi protein plasma. Struktur ini 

berbentuk statis saat terdapat gaya

geser cukup kecil dan dengan gaya

geser besar akan dapat memisahkan

bentuk gumpalan tersebut. Proses

agregasi akan reversible saat

diturunkan ataudihilangkannya gaya

gesek (Nugroho, 2018).

Eritrosit yang bentuknya 

sempurna membentuk kumpulan 

bulat stabil dengan ukuran sama. 

Kumpulan eritrosit tersebut yang 

bergerak ke bawah dapat mengalami

pemisahan disebabkan oleh timbulnya

potensial zeta di sekitar eritrosit yang

melebihi ambang sehingga interaksi 

tolak- menolak antar eritrosit itu

mampu menjauhkan mereka. Adanya

transport ionyang ke luar atau masuk

membran sel menjadi penyebab dari

perubahan nilai potensial zeta. Proses

sedimentasi (pengendapan) berbeda￾beda, hal ini karena kecepatan 

terbentuknya kumpulaneritrosit yang 

belum tentu terjadi secara bersamaan.

Ketika berat dari kumpulan eritrosit 

lebih besar dari gaya apung dan gaya 

geseknya maka akan terjadi proses

pengendapan. Setelah kumpulan 

eritrosit ini telah mengendap, posisi

tersebut selanjutnya akan diisi atau 

digantikan oleh eritrosit lainnya.

Proses agregasi dan pengendapan 

akan terus berulang hingga semua 

eritrosit pada bagian sama dalam

darah-EDTA mengalami

pengendapan, dimana proses ini 

sesuai dengan Hukum Stokes (Imam, 

2020; Nugroho. 2018, Septiani,

2022).

Tiga peristiwa yang dialami oleh

kumpulan eritrosit sesuai dengan 

Hukum Stokes yaitu keadaan naik

(kumpulan eritrosit memiliki berat

lebih kecil dari gaya apung dan gaya 

gesek), keadaan turun (kumpulan

eritrosit memiliki berat lebih besar dari

gaya apung dan gaya gesek), dan

keadaan diam (kumpulan eritrosit 

memiliki berat sama dengan gaya apung

dan gaya gesek). Jumlah kejadian dari 

peristiwa Stokes pada kedua kelompok

uji (subjek normal dan tumor payudara)

berbeda-beda setiap sampelnya (Septiani,

2022).

Tiga peristiwa yang dialami oleh

kumpulan eritrosit sesuai dengan 

Hukum Stokes yaitu keadaan naik

(kumpulan eritrosit memiliki berat

lebih kecil dari gaya apung dan gaya 

gesek), keadaan turun (kumpulan

eritrosit memiliki berat lebih besar dari

gaya apung dan gaya gesek), dan

keadaan diam (kumpulan eritrosit 

memiliki berat sama dengan gaya apung

dan gaya gesek). Jumlah kejadian dari 

peristiwa Stokes pada kedua kelompok

uji (subjek normal dan tumor payudara)

berbeda-beda setiap sampelnya

(Septiani, 2022).

Proses interaksi eritrosit (tarik￾menarik atau tolak-menolak) dalam

darah-EDTA akan mempengaruhi

nilai absorbansi eritrosit pada daerah

yang disinari oleh cahaya

spektrofotometer. Gambar 6

menggambarkan adanya perubahan

pola absorbansi interaksi eritrosit 

dalam darah-EDTA pada subjek N26

dan subjek BBD4 dengan angka

eritrosit sama yang berbeda dari

waktu ke waktu (Imam, 2020;

Septiani, 2022). Gambar tersebut

menunjukkan perubahan nilai 

absorbansi pada posisi a, b, c, d, e, dan f 

yang menggambarkan kondisi dari 

eritrosit yang berbeda dari waktu ke

waktu. Posisi a ke b, grafik mengalami

peningkatan sehingga terjadi 

peningkatan nilai absorbansi yang

menunjukkan adanya peningkatan

luas permukaan eritrosit yang disinari

oleh sinar datang disebabkan jumlah

eritrosit yang juga bertambah

(eritrosit saling mendekat).

Posisi b ke c menunjukkan

penurunan grafik sehingga nilai

absorbansi mengalami penurunan, hal 

ini menggambarkan luas permukaan 

eritrosityang disinari oleh sinar datang 

mengalamipenurunan disebabkan oleh

jumlah eritrosit yang berkurang 

(eritrosit saling menjauh atau tumpang

tindih). Pada posisi c ke d grafik 

mendatar yang artinya nilai absorbansi

tidak mengalami perubahan

(cenderung konstan) sehingga luas

permukaan eritrosit yang tersinari

konstan. Dalam keadaan ini eritrosit

dalam keadaan diam atau bergerak 

dalam keseimbangan (jumlah eritrosit

yang naik = eritrosit yang turun dan 

atau jumlah eritrosit yang mendekat = 

jumlah eritrosit yang menjauh). Posisi d

ke f pada Gambar 6 dan Gambar 6 (b)

menunjukkan adanyapenurunan nilai 

absorbansi disebabkan Proses

interaksi eritrosit (tarik- menarik atau

tolak-menolak) dalam darah- EDTA

akan mempengaruhi nilai absorbansi

eritrosit pada daerah yangdisinari olehcahaya spektrofotometer. Gambar 6

menggambarkan adanya perubahan

pola absorbansi interaksi eritrosit 

dalam darah-EDTA pada subjek N26

dan subjek BBD4 dengan angka

eritrosit sama yang berbeda dari waktu

ke waktu (Imam, 2020; Septiani, 2022).

Gambar tersebut menunjukkan

perubahan nilai absorbansi pada posisi a, 

b, c, d, e, dan f yang menggambarkan 

kondisi dari eritrosit yang berbeda dari 

waktu ke waktu. Posisi a ke b, grafik

mengalami peningkatan sehingga 

terjadi peningkatan nilai absorbansi

yang menunjukkan adanya

peningkatan luas permukaan eritrosit

yang disinari oleh sinar datang

disebabkan jumlah eritrosit yang juga

bertambah (eritrosit saling mendekat).

Posisi b ke c menunjukkan

penurunan grafik sehingga nilai

absorbansi mengalami penurunan, hal 

ini menggambarkan luas permukaan 

eritrosityang disinari oleh sinar datang 

mengalamipenurunan disebabkan oleh

jumlah eritrosit yang berkurang 

(eritrosit saling menjauh atau tumpang

tindih). Pada posisi c ke d grafik 

mendatar yang artinya nilai absorbansi

tidak mengalami perubahan (cenderung

konstan) sehingga luas permukaan

eritrosit yang tersinari konstan. Dalam

keadaan ini eritrosit dalam keadaan 

diam atau bergerak dalam

keseimbangan (jumlah eritrosit yang

naik = eritrosit yang turun dan atau 

jumlah eritrosit yang mendekat = 

jumlah eritrosit yang menjauh). Posisi d

ke f pada gambar 6 (a) dan gambar 6 (b)

menunjukkan adanyapenurunan nilai 

absorbansi disebabkan oleh adanya

eritrosit-eritrosit yang telah

mengendap


Gaya Coulomb terjadi antara

dua muatan, dalam kasus ini terjadi

antara eritrosit satu dengan eritrosit

lainnya. Keberadaan protein

biomarker dalam darah 

menyebabkan perubahan ke￾seimbangan dari ion-ion yang berada

disekitar eritrosit disebabkan oleh 

ion-ion dalam darah berinteraksi 

dengan protein. Keseimbangan ion￾ion yang berubah menggakibatkan

perubahan pula pada nilai potensial

zeta eritrosit, sehingga dalam

penelitian ini sebenarnya yang ingin

dilihat adalah keberadaan biomarker

tersebut dalam darah. Jika nilai 

potensial zeta berubah maka 

mempengaruhi cepat atau lambatnya 

pergerakan dari eritrosit untuk 

mengalami agregasi. Nilai potensial

zeta yang mengalami penurunan

akan mempercepat proses agregasi

pada eritrosit. Semakin cepat

terbentuk kumpulan eritrosit 

(rouleaux), maka proses sedimentasi

juga berlangsung cepat dan pada

kondisi inilah yang bisa dijadikan

acuan untuk membedakan antara

subjek normal (sehat) dengan subjek

sakit.


Gambar 7 merupakan sampel

untuk mengetahui pengaruh gaya

Coulomb terhadap proses agregasi 

eritrosit dalam darah-EDTA. Gaya

Coulomb terjadi pada darah sebelum 

terjadi hukum Stokes dan sebelum nilai

absorbansi eritrosit dalamdarah-EDTA

didapatkan dengan analisis

spektrofotometer. Gambar tersebut

menunjukkan bahwa dalam proses

pembentukan pola gigi gergaji tersebut

membutuhkan waktu seperti untuk

membentuk grafik yang landai (miring)

atau tegak. Kemiringan dari gigi gergaji 

ini berbeda-beda setiap waktunya.

Seperti yang ditunjukkan pada grafik

yaitu saat t1015 sampai t1022 yang berbeda 

antara N26 dengan BBD4. Kemiringan

ini menunjukkan cepat atau lambatnya 

gerak dari interaksi eritrosit yang 

sesuai dengan hukum Coulomb. Pola

semakin landai menunjukkan semakin

lambatnya gerak eritrosit untuk saling

menjauh atau mendekat sehingga

membuat gaya Coulomb kecil.

Sebaliknya jika semakin tegak atau

tajam grafik, maka semakin cepat pula

gerak dari eritrosit untuk saling

menjauh atau mendekat dan gaya

Coulomb akan semakin besar pula. 

Dalam gambar tersebut pada subjek

N26 lebih tajam(tegak) dari pada BBD4

yang lebih landai. Ini menunjukkan 

gaya Coulomb pada N26 lebih besar

dari BBD4. Namun berbeda saat t1057

sampai t1064 subjek N26 lebih landai dari

pada BBD4. Sehingga gaya Coulomb

dari BBD lebih besar dari N26.

Proses kenaikan danpenurunan

pada saat t lainnya dalam grafik

memungkinkan memiliki hasil yang

beragam. Dapat disimpulkan bahwa 

gaya Coulomb setiap waktunya tidak

menentu (dapat berubah-ubah) dan

tidak sama disetiap rentang titik

waktunya karena adanya pengaruh 

dari protein biomarker pada darah

subjek tumor payudara dan subjek

normal menyebabkan interaksi gaya

Coulomb berbeda, sehingga jika

diamati berdasarkan grafik nilai

absorbansi terhadap waktu tersebut

sebenarnya dari hukum Coulombnya

sudah menunjukkan adanya

perbedaan antara kedua subjek uji,

namun penulis mengalami kesulitan

dalam melakukanpengamatan karena

sangat banyaknya jumlah titik

(kenaikan atau penurunan pada

grafik), maka perlu dilakukan

pengamatan secara menyeluruh untuk

membandingkan lebih mendetail

antara subjek satu dengan lainnya

ditiap-tiap titiknya yang jumlahnya

sangat banyak.

Penelitian ini sangat sulit

dilakukan untuk melihat perbedaan

dengan gaya Coulomb pada subjek 

Tumor Payudara dengan subjek

normal karena penerapan hukum

Coulomb sebenarnya berlaku untuk

sistem mati sedangkan eritrosit￾eritrosit yang terdispersi dalamplasma 

darah-EDTA masih dalam kondisi

hidup sehingga mekanisme transport 

ion melalui membran eritrosit masih

terjadi (Nugroho, 2018). Perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut

sehingga bisa diketahui perbedaanya

secara detail. Analisis yang bisa

digunakan yaitu pendekatan

deterministik dan stokastik.

D. Pola Perubahan Absorbansi

Eritrosit

Interaksi eritrosit dalam darah￾EDTA terjadi disertai dengan endapan

darah, maka pendekatan yang 

digunakan dalam penelitian ini adalah 

kombinasi dari pendekatan

deterministik dan stokastik. Gambaran

pola proses dinamika perubahan


potensial zeta dalam darah- EDTA dari

kelompok subjek normal dan tumor 

payudara sulit diidentifikasi secara

langsung. Maka diperlukan analisis

yang dapat menemukan ciri khas

(karakter) dari grafik yang bisa

menggambarkan perubahan potensial 

zeta tersebut dengan menggunakan

model matematis (bentuk fungsi

kuadrat) yaitu pendekatan

deterministik.

Interaksi antar eritrosit terjadi

secara acak dan tidak pasti (proses yang

komplek), sehingga model pendekatan

deterministik tidak dapat digunakan

untuk menganalisis proses tersebut.

Pendekatan yang cocok digunakan 

adalah pendekatan stokastik yang 

secara umum menggunakan fungsi 

autokorelasi. Proses perhitungannya 

menggunakan google colab dengan

bahasa pemrograman python.Gambar 8

merupakan grafik hasil keluaran dari

fitting kurva.Gambar 8 (b) menunjukkan nilai

autokorelasi yang semakin menurun

absolut maksimum terjadi pada selang

waktu (lag) ke-2 sampai ke-35. Lag

tersebut menunjukkan bahwa derajat

korelasi tertinggi dari nilai respon

spektrofotometer pada setiap satuan 

waktu terjadi pada saat lag ke-1 dan 

nilai terendah pada lag ke-35. Nilai 

autokorelasi terendah dari kelompok

subjek normal adalah -0.14826328

dimiliki oleh N6, sedangkan 0.00843291

pada kelompok subjek tumor payudara 

yaitu BBD12. Nilai parameter 

deterministik dan stokastik dari kedua 

kelompok sampel tersebut kemudian

diuji normalitasnya menggunakan

teknikShapiro-Wilk test. Selanjutnya 

dilakukan uji beda pada kedua

kelompok sampel tersebut. Masing￾masing parameter di uji beda antara 

kelompok subjek normal dan 

kelompok subjek tumor payudara. 

Keenam parameter yang terdiri dari 3 

parameter deterministik dan 3 

parameter stokastik hampir 

seluruhnya berbeda bermakna yaitu 

parameter d1, d2, s1, s2, dan s3 dengan 

nilai P secara berturut- turut 2.67 ×

10−7

, 1.68 × 10−5

, 6.22 × 10−5

, 3.94 × 10−7

,

dan 9.95 × 10−8

. Keenam parameter 

yang diperoleh hanya ada satu yang 

tidak berbeda secara bermakna yaitu

parameter d3 (P = 0.181).

SIMPULAN

Data pola interaksi eritrosit

dalam darah-EDTA pada penderita

tumor payudara dan subjek normal

tidakmenentu sehingga sulit dianalisis

berdasarkan hukum Coulomb.

Berdasarkan pendekatan determinis￾tik (d) dan stokastik (s), perbedaan pola

absorbansi eritrosit dalam darah￾EDTApada penderita tumor payudara

dan subjek normal berbeda secara 

signifikan pada parameter d1, d2, s1, s2, 

dan s3, namun tidak berbeda pada 

parameter d3.



1.



Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah pertama, 

mengetahui perbedaan pola interaksi eritrosit dalam darah￾EDTA antara penderita tumor payudara dan subjek normal 

ditinjau dari hukum Coulomb. Kedua, mengeteahui ada

tidaknya perbedaan pola absorbansi eritrosit berdasarkan 

hasil analisis parameter deterministik dan stokastik.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-November 2021. 

Lokasi penelitian berada di gedung Radioputro dan gedung

PAU Pascasarjana UGM. Pola Absorbansi Eritrosit dalam

darah-EDTA dideteksi menggunakan spektrofotometer UV￾Vis dengan panjanggelombang (λ) 560nm. Subjek penelitian 

yang digunakan adalah33 subjek normal dan 32 subjek tumor 

payudara. Sampel darah sebanyak 3 ml diambil dari lengan 

bawah subjek penelitian. Sampel darah ini digunakan untuk 

uji pola absorbansi sebanya 550 μL, dan sisanya untuk

pengujian darah rutin dan metode Westergren. Hasil data dari 

uji spektrofotometer berupa nilai absorbansi terhadap waktu.

Nilai absorbansi dianalisis menggunakan google colab dengan

bahasa pemrograman python. Uji beda parameter 

deterministic dan stokastik pola absorbansi eritrosit kedua 

kelompok penelitian menggunakan Mann-Whitney. Pola 

absorbansi eritrosit dalam darah-EDTA yang tidak menentu 

pada kedua kelompok menyebabkan data sulit dianalisis

berdasarkan hukum Coulomb. Analaisis uji beda parameter 

deterministik (d) dan stokastik (s) dari kedua kelompok 

diperoleh signifikansi uji beda 𝑑1, 𝑑2, 𝑑3, 𝑠1, 𝑠2, dan 𝑠3 adalah 

sebesar 2.67 × 10−7, 1.68 × 10−5, 6.22 × 10−5, 0.181, 3.94 × 10−7 dan

9.95 × 10−8. Berdasarkan hasil uji beda tersebut, hanya ada 

satuparameter yang tidak berbeda signifikan yaitu d3 (P >