kista ovarium
Kista ovarium yaitu pertumbuhan jaringan abnormal berbentuk kantong yang berisi air
pada sekitar ovarium. Kista ovarium membutuhkan penegakkan diagnosis secara
menyeluruh berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
termasuk modalitas radiologi berdasar USG, CT Scan, dan MRI. Setelah diagnosis
ditegakkan selanjutnya dilakukan penatalaksanaan pada pada kista ovarium yang terbagi
atas observasi dan operasi dengan menyesuaikan kondisi pasien.Salah satu kasus obstetri-ginekologi
klinik yang sering ditemukan yaitu
adnexal masses/ massa adneksa
(meliputi massa pada ovarium, tuba
falopi dan jaringan sekitarnya). Keluhan
yang dapat dirasakan pasien yaitu
adanya nyeri. Meski demikian, massa
adneksa lebih sering terdeteksi setelah
dilakukan Pemeriksaan Fisik (PF).
Massa adneksa memiliki sejumlah
diagnosis banding termasuk beberapa
kondisi non–ginekologis seperti kanker
gastrointestinal, divertikulum kandung
kemih, dan lain – lain. Oleh karena itu,
pemeriksaan yang tepat untuk
mendiagnosis massa adneksa perlu
dilakukan oleh setiap dokter terkait (1).
Selain mendiagnosis, seorang
dokter perlu menentukan tingkat
keganasan, baik jinak maupun ganas,
dari massa adneksa tersebut. Pada
wanita dengan massa ganas ataupun
massa yang masih belum terkonfirmasi,
perlu dilakukan tindakan pembedahan
seperti laparotomy (1). Lebih lanjut,
makalah ini akan membahas mengenai kista ovarium, salah satu jenis dari
massa adneksa.
Artikel ini merupakan tinjauan
pustaka berdasar berbagai sumber
dari buku cetak kedokteran dan jurnal
ilmiah internasional terkait diagnosis dan
penatalaksanaan kista ovarium dengan
sumber-sumber yang terpercaya.
3
Pada pencarian tinjauan literatur,
didapatkan 20 sumber yang sesuai
dengan pembahasan studi. Kriteria
inklusi yang digunakan diantaranya
yaitu kesesuaian topik, penelitian
ranah biomedik dan klinik, dan tersedia
naskah lengkap.
4
4.1 Definisi dan Etiologi
Definisi dari kista ovarium yaitu
pertumbuhan jaringan abnormal
berbentuk kantung yang berisi air pada
sekitar ovarium. (2) Kista ovarium
memiliki beragam etiologi mulai dari
fisiologis (follicular/luteal cyst) hingga
keganasan ovarium dan lebih banyak
terjadi pada wanita dalam usia
reproduktif.2
4.2 Epidemiologi
Prevalensi sebenarnya dari penderita
kista ovarium masih belum diketahui. Hal
ini banyaknya pasien tanpa gejala, yang
menyebabkan kesulitan dalam
diagnosis. Sebuah studi menyebutkan
sekitar 4% wanita 65 tahun yang berobat
ke rumah sakit memiliki kista ovarium.
Studi lain menemukan sekitar 2,5%
wanita post-menopausal memiliki kista
ovarium. Sebuah survey pada 33.739 pre
menopause dan post menopause
menunjukkan prevalensi kista ovarium
sebesar 46.7% dengan metode USG
transvaginal. (2)
4.3 Faktor Risiko
Pasien dengan terapi gonadotropin atau
penggunaan agen-agen stimulan lain
seperti dalam pengobatan infertilitas
dapat menyebabkan sindroma
hiperstimulasi. Kondisi lain seperti
penggunaan tamoxifen, kehamilan,
hipotiroid, merokok, dan ligase tuba juga
menjadi faktor risiko kista ovarium. (2)
4.4 Patofisiologi dan Klasifikasi
Terdapat dua klasifikasi kista ovarium
dan masing-masing memiliki
patofisiologinya tersendiri. Klasifikasi
tersebut yaitu neoplasma ovarium dan
kista ovarium fungsional. Kista ovarium
fungsional terdiri dari kista folikuler dan
luteal yang terjadi akibat adanya distrupsi
dari siklus normal ovulasi. (2-4)
4.4.1 Kista Ovarium Fungsional
Kista Folikuler
Kista folikuler berawal dari folikel yang
gagal pecah saat terjadinya ovulasi
terutama pada fase folikuler. Jika terjadi
kelebihan FSH atau kekurangan LH pada
fase puncak LH, ovum dapat tidak
dilepas saat proses ovulasi. (2-4)
Kista Lutein
Pada kista korpus luteum, terjadi
kegagalan degradasi pada korpus
luteum. Kista lutein memiliki 2 jenis, kista
granulosa dan kista teka. Kista
granulosa merupakan perbesaran nonneoplastik dari ovarium disebabkan oleh
luteinisasi dinding sel granulosa pasca
ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, akan
terbentuk korpus hemorarhikum akibat
terbentuknya vaskularisasi baru dan
terkumpulnya darah di tengah. Adanya
resorpsi darah di ruangan ini
menyebabkan terbentuknya kista korpus
luteum. Sebaliknya, hingga saat ini
belum ditemukan mekanisme
terbentuknya kista teka secara pasti.
Umumnya kista teka ditemukan
bersamaan dengan PCOS, mola
hidatidosa, dan korio karsinoma. (2-4)
4.4.2 Kista Neoplasma
Kista neoplasma merupakan akibat
adanya pertumbuhan yang abnormal
pada daerah ovarium. Pertumbuhan ini
dapat bersifat ganas ataupun jinak.
Beberapa jenis kista jinak diantaranya
yaitu kostadenoma serosum, kista
dermoid, dan kista musinosum. (2-4)4.5 Diagnosis
Kejadian kista pada ovarium umumnya
ditemukan secara tidak sengaja saat
pasien sedang melakukan pemeriksaan
rutin atau pemeriksaan ginekologi
lainnya. Hal ini disebabkan oleh kista
ovarium yang dapat bersifat asimtomatis
terutama saat ukurannya kecil. Kista
ovarium dengan ukuran besar umumnya
dapat menyebabkan gejala seperti terjadi
perasaan begah, mudah kenyang,
keinginan untuk berkemih, dan rasa
nyeri pada perut. Pada Kista ovarium
yang sudah berubah menjadi ganas,
gejalanya dapat lebih beragam akibat
kemungkinan terjadinya metastasis, baik
di daerah sekitar abdomen bahkan dapat
mencapai payudara. Gejala yang dapat
ditemukan pada kista ovarium ganas
berupa malaise, penurunan berat badan,
nyeri pada daerah yang terdampak
(nyeri abdomen atau nyeri dada), dan
kesulitan untuk bernapas. (5)
Dikarenakan kista ovarium yang jinak
umumnya bersifat asimtomatis, maka
diperlukan pendekatan klinis yang baik
mengenai keluhan yang dimiliki pasien.
Pemahaman mengenai onset, durasi,
pemicu, dan karakteristik perlu didalami
dengan baik untuk dapat menentukan
derajat keparahan dari kista ovarium.
Selain anamnesis berdasar keluhan
dan temuan fisik, riwayat keluarga dan
faktor risiko juga penting untuk
ditanyakan. Riwayat keluarga dengan
keluhan serupa atau riwayat
ditemukannya kista ovarium perlu
ditelusuri. Riwayat menstruasi, ada atau
tidaknya rasa nyeri saat haid,
peningkatan volume darah haid, serta
pemendekan siklus haid juga perlu
ditanyakan pada kasus suspek kista
ovarium. Riwayat obstetri juga perlu
dieksplorasi mengingat adanya
hubungan kehamilan dengan kista
ovarium. Riwayat operasi serta
penggunaan kontrasepsi juga perlu
untuk ditanyakan. (3)
Apabila ditemukan kecurigaan
adanya kista ovarium atau ada temuan
massa, perlu dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik. Dalam hal ini,
pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
yaitu TTV, pemeriksaan abdomen, dan
pemeriksaan dalam. Jika kista sudah
membesar, dapat dirasakan adanya
masa atau benjolan pada pemeriksaan
abdomen. Deskripsi masa yang perlu
diberikan yaitu lokasi, ukuran, batas,
kepadatan, mobilitas, dan ada atau
tidaknya nyeri. Pada pemeriksaan dalam
dilakukan pemeriksaan inspeksi,
inspekulo, VT atau RT untuk
menentukan massa pada adneksa. (3)
4.6 Modalitas Pemeriksaan
USG transvaginal menjadi
modalitas pilihan awal pada pemeriksaan
ginekologi massa adnexa. Akan tetapi
pada kasus dimana USG transvaginal
tidak dapat dilakukan, USG
transabdominal dapat dijadikan alternatif.
Ukuran USG ovarium normal yaitu 20
cm3 pada wanita usia subur dan 10 cm3
pada wanita menopause. Selain ukuran,
USG dapat melihat komposisi massa,
bentuk papiler, ada tidak cairan di pelvis,
dan lateralisasi. Hasil temuan USG dapat
dikategorikan sesuai IOTA. (6)
Pada temuan USG dengan suspek
keganasan, pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan modalitas lain.
Pemeriksaan CT scan berguna untuk
melihat apakah adanya metastasis,
asites, ataupun tumor primer pada organ
lainnya sedangkan pemeriksaan MRI
dapat memberikan gambaran yang lebih
tajam untuk penentuan diagnosis. Meski
demikian, pertimbangan mengenai biaya
dan ketersediaan alat perlu diperhatikan.
(6) Staging dari kanker ovarium
berdasar International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO). (7)
4.7 USG Kista Ovarium
Pemahaman yang baik mengenai
anatomi normal dari ovarium beserta
organ disekitarnya menjadi dasar
interpretasi gambaran USG massa
ovarium. Ovarium merupakan organ
reproduksi wanita yang berjumlah
sepasang dan berbentuk seperti kacang
almond. Ovarium terletak bebas pada rongga perut dan tidak dilapisi oleh
peritoneum. Ovarium terdiri atas 2
struktur bernama korteks, bagian luar
yang melapisi kelenjar eksternal dan
memiliki folikel, serta medulla yang
tersusun atas jaringan ikat, otot polos,
ataupun pembuluh darah dan berada di
bagian lapisan yang lebih dalam. Bentuk
dan ukuran ovarium tidak selalu sama
pada setiap wanita. Pada anak-anak
yang berusia <5 tahun, volume ovarium
sebesar <1 cc. Sementara untuk wanita
dalam usia reproduktif dapat mencapai
ukuran 6 – 10 cc dengan volume
maksimum 14 – 16 cc dan dimensi
sebesar 3 x 2 x 2 cm. Ukuran ini akan
menyusut saat seorang wanita
menginjak masa menopause menjadi
sekitar 3 – 6 cc dengan volume
maksimum sebesar <7 cc dan dimensi 2
x 1,5 x 1,5 cm. Pada wanita
postmenopause ovarium telah atrofi.
Gambaran USG normal umumnya
berbentuk oval hipoekogenik dan
ekotekstur homogen. Pada wanita usia
reproduktif, dapat terlihat folikel yang
mudah diidentifikasi akibat besarnya
volume ovarium. Sebaliknya pada usia
non-reproduktif seperti menopause,
folikel akan semakin sulit terlihat karena
volume yang menyusu. (8-10)Massa Ovarium Jinak
Gambaran USG dengan massa
ovarium jinak umumnya merupakan kista
fungsional (fisiologis). Terdapat 2 fase
kista fungsional yaitu kista folikel atau
kista folikular simpleks yang timbul saat
tidak adanya ovulasi dan kista korpus
luteum yang timbul pasca-ovulasi atau
setelah pecahnya folikel Graff.
Gambaran kista folikel pada USG yaitu
massa anekoik berbentuk bulat/oval,
berbatas tegas, dan berdinding tipis
sedangkan kista korpus luteum memiliki
gambaran seperti jaring laba-laba yang
berada dalam suatu ruang (kista). Kista
korpus luteum umumnya bersifat
unilateral, berbatas tegas, serta memiliki
bayangan hipoekoik, gema, dan tampak
jaring-jaring. Kista ovarium umumnya
berukuran 1,5 hingga 2,5 cm. Kista dapat
berkembang hingga ukuran 6 cm saat
terjadi ovulasi atau mengalami remisi
spontan. (8-10)
Jenis kista ovarium jinak lainnya
yaitu kista dermoid. Kista ini dapat
berukuran sebesar 15 cm. Kista dermoid
memiliki gambaran USG yang tidak
homogen dengan beberapa komponen
kistik serta kombinasi daerah hiperekoik.
Kombinasi ini tercipta akibat jaringan
kitsa yang berasal dari berbagai lapisan
ektoderm seperti rambut, tulang, gigi,
ataupun lemak. (8-10)
Polycystic Ovarian Syndrome
(PCOS) merupakan suatu bentuk kista
ovarium akibat gangguan hormonal yang
terjadi pada siklus ovarium. Gangguan ini
terjadi akibat sedikit atau bahkan tidak
adanya lonjakan hormon estrogen dan
LH dalam siklus ovulasi seorang wanita
sehingga menyebabkan anovulasi.
PCOS memiliki umum seperti hirsutisme,
tidak menstruasi (amenorea), infertilitas,
dan obesitas. PCOS memiliki gambaran
USG seperti ovarium yang berisi banyak
kista (polikistik) dengan folikel kistik
multipel berjumlah minimal 12 buah dan
berukuran 2 – 6 mm serta volume
ovarium yang membesar menjadi
sebesar >10 cc. Gambaran hiperekoik
pada bagian tengan dengan pembesaran
stroma juga ditemukan pada PCOS. (8-
10)Massa Neoplasma Ovarium
Massa neoplasma ovarium dapat
berasal berasal dari sel epitel atau sel
embrional. Meski demikian, tumor epitel
merupakan bentuk umum dari
neoplasma ovarium dan diklasifikasikan
menjadi tumor serosa dan tumor
musinosum. Tumor serosa dibagi lagi
menjadi kistadenoma serosum dan
kistadenokarsinoma serosum.
Kistadenoma serosum memiliki
gambaran USG yang anekoik dan
seringkali tidak ditemukan pembentukan
papila pada bagian lumen kista atau
dapat ditemukan septa tipis. Sementara
itu, kistadenokarsinoma serosum
sebagian besar berukuran >15
cm,bilateral, dan ditemukan papila pada
lumen dengan multilokular kistik,
bersepta tebal, dan tidak teratur dalam
pemeriksaa USG (8-11)
Di sisi lain, tumor musinosum
dapat dikelompokkan menjadi
kistadenoma musinosum dan
kistadenokarsinoma musinosum. Tumor
musinosum ditemukan pada 20 – 25%
kasus tumor ovarium. Kistadenoma
musinosum umumnya bersifat unilateral
dengan gambaran USG berupa dinding
tipis dan dapat ditemukan pembentukan
papila. Ukuran kista ini beragam dan
dapat mencapai >30 cm. Sementara itu,
pada kistadenokarsinoma musinosum,
sebesar 20% kasus bersifat bilateral dan
lebih sering ditemukan pada wanita
berusia 40 – 60 tahun. Ukuran
kistadenokarsinoma musinosum dapat
mencapai 50 cm. Tumor ganas ini
memiliki gambaran USG berupa massa
kistik multilokular berukuran besar,
memiliki bagian padat, dan dapat
ditemukan papil di dalamnya. (8-10)
Foto Polos Kista Ovarium
Meski relatif lebih jarang digunakan
daripada modalitas lain seperti USG, CT,
dan MRI, penggunaan foto polos tetap
dapat dilakukan dalam menegakkan
diagnosis kista ovarium. (12) Umumnya,
Kista ovarium memberikan gambaran
densitas lebih tinggi dan opak seperti
kista dermoid yang terlihat pada foto
polos abdomen dengan gambaran gigi
yang radiopak. (13) Pada kista yang
sudah membesar, dapat terjadi
pempelan pada organ abdominopelvik
lainnya sehingga menyamarkan struktur
atau menekan organ lain seperti usus
(14)Gambaran foto polos juga digunakan
untuk mencari adanya hidrotoraks pada
paru-paru dan asites pada pasien
dengan kista ovarium jinak. Ketiga
gambaran tersebut mengindikasikan
terjadinya Sindrom Meigs. Meski
demikian prevalensi sindrom ini masih
rendah (15)CT scan Kista Ovarium
Computer Tomography scan (CT
scan) merupakan salah satu dari
modalitas pencitraan yang dapat
digunakan dalam memeriksa massa di
ovarum. CT scan menggunakan sinar- X
untuk mendapatkan gambaran potong
lintang tubuh. CT scan umumnya
digunakan pada evaluasi preoperatif pada
suspek keganasan ovarium. Bentuk dari
kista ovarium dapat menyerupai
keganasan, namun beberapa gambaran
seperti adanya kista berdinding tebal,
bersepta dan adanya papillary projection
yang dapat lebih jelas terlihat jika
menggunakan kontras. Temuan lain
seperti invasi ke organ-organ pelvis,
implantasi peritoneal, adenopati, dan
asites dapat meningkatkan keyakinan
adanya keganasan. (16-17)
CT scan memiliki kelebihan
seperti lebih banyak tersedia dan lebih
cepat dan mudah untuk dilakukan.
Pemeriksaan CT scan abdomen atau
pelvis sekaligus dapat mengevaluasi
lokasi yang berpotensi terjadi implantasi
peritoneal atau limpadenopati serta situs
tumor secara lebih komprehensif.
Penggunaan kontras peroral pada
pemeriksaan CT dapat membantu
membedakan saluran dari implantasi
peritoneal. Oleh karena itu, pemeriksaan
CT dapat menguntungkan untuk
mengevaluasi besarnya penyakit pada
pasien dengan keganasan ovarium.
Meski demikian, beberapa studi
menunjukan bahwa CT scan tidak lebih
baik dibandingkan modalitas lain untuk
menentukan staging dari keganasan.
Dalam sebuah penelitian, nilai sensitifitas
dan spesitifitas dari CT scan untuk
menentukan staging masing-masing
sebesar 50% dan 92%. Pada beberapa
penelitian, pemeriksaan CT memiliki
akurasi yang cukup baik dalam
menentukan pasien dengan kemungkinan
tumor yang dapat diangkat dengan
operasi (nodul tumor >2 cm dapat
diangkat). Pasien dengan tumor yang
tidak dapat direseksi dapat menjalani
biopsi perkutan atau laparoskopi diikuti
dengan kemoterapi dan operasi. (18)
4.7.5 MRI Kista Ovarium
Magnetic Resonance Imaging
(MRI) merupakan modalitas pencitraan
dengan menggunakan radiasi magnetik.
Modalitas ini menjadi pilihan jikalau hasil
pemeriksaan USG tidak dapat ditentukan
atau kompleks. Pemeriksaan MRI
memberikan beberapa keuntungan
seperti kemudahan dalam mengevaluasi
lesi serta informasi untuk perencanaan
operatif dengan paparan radiasi yang
minim. Selain itu, MRI memiliki akurasi tinggi yang mencapai 88% - 93% dalam
membedakan dan memberikan informasi
tentang adanya perdarahan, lemak dan
kolagen dan mengidentifikasi tumor jinak
denga tumor. Sebelum pemeriksaan MRI
dilakukan, pasien dianjurkan untuk
berpuasa 3-4 jam sebelumnya dan
diberikan obat antisplasmodic 10 menit
sebelumnya agar mengurangi gerakan
peristalsis di saluran cerna sehingga
meningkatkan visualisasi adneksa dan
lapisan peritoneum. Untuk evaluasi pelvis
dengan MRI, diperlukan minimal 2
potongan. Penggunaan gambaran T1-
weighted (T1W) dan T2-weighted (T2W)
sangat penting untuk melihat anatomi
pelvis dan jenis jaringan yang terdapat di
pelvis. (19-20)
Gambaran T1-weighted dengan
saturasi lemak pada potongan aksial
dapat mengidentifikasi darah dan
jaringan lemak, sedangkan T2-weighted
dengan saturasi lemak dapat digunakan
untuk mengidentifikasi inflamasi atau
edema. Peningkatan kualitas kualitas
gambar papilarry projection pada lesi
kistik didapatkan dengan menggunakan
lapang pandang yang kecil (20 cm),
resolusi matriks yang tinggi (256 x 256)
dan lapisan tipis (4 mm). (20)
Beberapa jenis jaringan dan
cairan yang terdapat pada massa ovarium
dapat dibedakan dengan MRI dilihat dari
intensitas sinyal gambar. Lesi kistik
memiliki intensitas yang rendah pada
T1W dan intensitas tinggi pada T2W.
Massa yang solid pada T2W terlihat
hiperintens. Sebaliknya lemak,
perdarahan, dan lesi dengan mucin
memiliki intensitas sinyal yang tinggi pada
T1W. Salah satu contoh lesi berisi lemak
yaitu mature cystic teratoma.
Sedangkan lesi hemorragik antara lain
endometriosis, kista hemoragik, foci
hemoragik adenomyosis, dan
hematosalpinx. Gambaran T1W fat
saturated dapat membedakan antara
hemoragik dan lemak seperti pada
teratoma. Gambaran fibrosis atau otot
polos memiliki intensitas yang rendah
atau intermediet pada T1W dan intensitas
rendah pada T2W, hal ini dikarenakan T2
memiliki efek yang memendekkan aktin,
myosin dan kolagen intramuscular serta
cairan ekstraselular yang lebih sedikit
dibandingkan jaringan sekitarnya. Lesi
fibrosis antara lain dapat berupa fibroma,
fibrothecoma, kistadenofibroma dan
dinding dari abses pelvis kronik,
sedangkan massa dengan otot polos
antara lain yaitu leiomyoma dan stroma
pada adenomyosis.
Gambaran dengan T1W dengan
kontras gadolinium dapat membantu
memvisualisasi arsitektur dalam lesi kistik
dan membedakan kista dari lesi yang solid
serta lesi junak dari lesi yang ganas.
Pemberian kontras gadolinium
meningkatkan akurasi dalam melihat ciri
dari sebuah lesi pada adneksa, terutama
untuk jaringan nekrosis, papillary
projection, komponen solid, septa,
implant peritoneal dan penyakit omental
sehingga pemberian kontras
direkomendasikan. (20)
Dengan mengidentifikasi
intensitas dari massa ovarium, maka
diagnosis banding semakin dapat
dikerucutkan. Sayangnya, hingga saat ini
belum ditemukan sinyal MRI dengan
intensitas yang spesifik untuk keganasan
epithelial.(20)
Terdapat sejumlah protokol
dalam mengidentifikasi massa pelvis/
ovarium, namun pada dasarnya terdiri
dari:
1. T2W dengan resolusi tinggi tanpa fat
saturation pada setidaknya 2
potongan untuk Identifikasi anatomi
pelvis
2. T1W sequence tanpa fat saturation
untuk deteksi lemak pada teratoma
3. T1W dengan fat saturation untuk
identifikasi produk darah dan korelasi
dengan gambaran T1W setelah
pemberian kontras
4. Proton-Density atau T1W sequence
hingga ke abdomen bagian ats untuk
deteksi nodal disease
5. T1W sequence dengan fat saturation
setelah pemberian Gadolinium untuk
enhancement lesi solid atau
komponen lesi
6. Diffusion-weighted dengan v-value 500-1000 s/mm2
untuk mendeteksi nodus limfa dan
deteksi deposit peritoneum. (20)
4.8 Tatalaksana
Kista ovarium memiliki beragam tata
laksana, mulai dari observasi ketat
sampai dengan melakukan pembedaan
untuk mengangkat kista seperti dengan
laparoskopi atau laparotomi. Penentuan
terapi didasarkan pada ukuran kista,
tingkat keganasan, dan gejala yang
ditimbulkan. Metode observasi dapat
dilakukan pada kista yang ditemukan
pada perempuan prepubertas dan wanita
yang berada dalam masa reproduksi
ataupun pada kista yang asimptomatik.
Pada kelompok tersebut kebanyakan
kista ovarium yang diderita merupakan
kista fungsional yang akan terregresi
spontan dalam waktu 6 bulan.
Sebaliknya, wanita postmenopause
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
berkembang menjadi keganasan.
Prevalensi kista ganas lebih tinggi
daripada kista jinak pada wanita
postmenopause. Akan tetapi, terdapat
kriteria seorang wanita postmenopause
dengan kista ovarium simpel yang hanya
memerlukan observasi ketat saja seperti:
(1) kista unilokular berdinding tipis yang
didapatkan dari hasil USG; (2) kista
dengan diameter <5 cm; (3) tidak ada
pembesaran kista pada periode
observasi; (4) kadar CA125 serum yang
normal. Kista yang berdiameter sampai
dengan 10 cm masih dapat dilakukan
observasi, jika lebih besar maka dapat
dipertimbangkan untuk pembedahan.
(2-3, 21)
Pembedahan dapat dilakukan
apabila kista berukuran cukup besar
sehingga menimbulkan gejala ataupun
pada kecurigaan keganasan.
Pembedahan yang dapat dilakukan
berupa cystectomy ataupun
oophorectomy. Pada cystectomy hanya
dilakukan pengangkatan kista tanpa
mengangkat seluruh ovarium. Dengan
metode ini fertilitas tetap dapat
dipertahankan. Metode ini umumnya
dilakukan untuk lesi yang berukuran kecil
dan pasien masih dalam usia reproduktif
dan masih ingin untuk hamil. Sedangkan
untuk lesi yang lebih besar lebih
dianjurkan untuk dilakukan
oophorectomy yaitu metode dnegan
mengangkat seluruh ovarium karena
pada kista yang berukuran lebih besar
lebih rendah untuk terjadi ruptur pada
saat dilakukan enukleasi. Selain itu pada
kista yang lebih besar juga akan semakin
sulit untuk dilakukan rekonstruksi
anatomi ovarium serta adanya risiko
keganasan yang lebih tinggi. Pada
wanita postmenopause, oophorectomy
lebih dianjurkan karena risiko keganasan
kelompok tersebut lebih tinggi dan juga
keuntungannya lebih besar dibandingkan
dengan risikonya. (2-3, 21)
Terapi pembedahan dapat
dilakukan dengan dua metode yaitu
metode minimal invasif seperti
laparoskopi serta pembedahan terbuka
seperti laparotomi. Pada kista yang
berukuran kecil dan jinak dapat
dilakukan cystectomy dan oophorectomy
secara laparoskopik. Namun jika kista
sudah berukuran besar, pengangkatan
laparoskopi tidak dianjurkan karena akan
mengganggu mobilitas instrument dan
tidak muat pada saat pengangkatan.
Oleh karena itu, kista berukuran besar
tersebut dapat diangkat secara
laparotomi. Selain observasi dan
pembedahan, terdapat pula terapi
dengan menggunakan pil KB oral
kombinasi. Meski demikian, belum
ditemukan studi yang cukup kuat untuk
mendukung efektivitas terapi
menggunakan pil KB oral kombinasi ini.
Kista ovarium membutuhkan
diagnosis yang menyeluruh, sehubungan
dengan keluhan gejala yang seringkali
ditemukan asimptomatik pada kista yang
masih kecil sehingga pemeriksaan fisik
dan penunjang menjadi metode
penegakkan yang penting. Pemeriksaan
penunjang dibutuhkan hingga modalitas
radiologi berdasar USG, CT Scan,
hingga MRI. Penatalaksanaan pada pada kista ovarium terbagi atas
observasi dan operasi yang
menyesuaikan dengan kondisi dari
pasien.
Tumor ovarium
Tumor ovarium termasuk tumor yang perlu menjadi perhatian bagi
masyarakat dan petugas kesehatan karena tumor ovarium yang
bukan hanya dapat dijumpai pada semua kelompok usia, tetapi juga bisa menyebabkan kematian terutama pada kasus tumor ganas
ovarium. Gejalanya yang tidak khas membuat tumor ovarium bisa saja tidak terdiagnosa pada stadium awalnya tetapi sudah
terdiagnosa stadium lanjut pada saat diperiksa. Berbagai faktor resiko yang mungkin tidak disadari oleh wanita tersebut seperti
adanya faktor riwayat keluarga, paritas, penggunaan kontrasepsi oral, dan faktor lingkungan, karena ternyata semua itu berperan
untuk terjadinya tumor ovarium. Perlunya pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosa tumor ovarium dari stadium awal agar
prognosis penderita menjadi lebih baik, dapat menurunkan jumlah penderita tumor ovarium dan sekaligus meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Perlunya informasi yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai tumor ovarium dan
cara yang tepat untuk mencegah atau deteksi dini tumor ganas ovarium.Tumor ovarium merupakan jenis tumor nomor tiga terbanyak yang dijumpai pada sistem reproduksi wanita.
Tumor ovarium dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu tumor jinak, tumor borderline, dan tumor ganas. Sebagian
besar tumor ovarium (80%) merupakan tumor jinak dan mengenai wanita usia antara 20-45 tahun. Untuk kasus tumor
ganas ovarium, cenderung mengenai usia yang lebih tua yaitu usia antara 45-65 tahun.1–3 Pada tahun 2016, di Amerika
Serikat, diperkirakan lebih dari 14.000 kematian oleh karena tumor ganas ovarium dari 20.000 kasus tumor ganas
ovarium. Hal ini membuat tumor ganas ovarium berada pada urutan kelima penyebab kematian akibat tumor ganas
pada wanita dan lebih dari 70% kasus didiagnosis dengan stadium lanjut. Data Word Cancer Research Found
International melaporkan insiden baru kanker ovarium mengalami peningkatan mencapai 300.000.4
Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penderita tumor ganas ovarium yang tertinggi, ditemukan sebanyak 13.310 (7,1%)
kasus baru dan angka kematian akibat penyakit ini mencapai 7.842 (4,4%). Penelitian Johari & Siregar5 menjelaskan
bahwa insidensi tumor ganas ovarium banyak ditemukan pada kelompok umur 35-50 tahun (42.1%). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Dhitayoni & Budiana6 di RSUP Sanglah Denpasar Bali diketahui bahwa insiden tumor ganas
ovarium mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur. Puncak insiden kanker ovarium terbanyak
ditemukan pada umur 40-50 tahun.
Karena kurangnya gejala yang spesifik, tidak khas, pada stadium awal. Penderita tumor ovarium datang periksa
biasanya sudah stadium lanjut, sehingga membuat tumor ganas ovarium disebut sebagai “silent killer” dengan angka
kelangsungan hidup kurang dari 30% pada stadium lanjut.2,7 Gejala adanya tumor ovarium diawali dengan
asimptomatik atau secara insidental ditemukan pada saat dilakukannya pemeriksaan abdomen. Keluhan lainnya seperti
gejala nyeri perut bagian bawah, gangguan gastrointestinal, gangguan berkemih, adanya tekanan pada panggul, dansampai munculnya pembesaran perut. Pada kasus tumor ganas ovarium bahkan dapat menyebabkan terjadinya asites,
tidak nyaman dan cepat merasa kenyang, mudah lelah, kelemahan otot, penurunan nafsu makan, penurunan aktifitas,
penurunan berat badan dan kaheksia.
Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya tumor ganas ovarium termasuk paritas, kontrasepsi, usia dan
fertilitas.10Prevalensi jumlah kelahiran hidup (paritas) diduga memiliki pengaruh terhadap penurunan risiko menderita
tumor ganas ovarium. Literatur terdahulu11 menunjukkan kelahiran pertama dapat menurunkan risiko menderita tumor
ganas ovarium dibandingkan kelahiran berikutnya, tetapi penelitian oleh
12 justru memperlihatkan risiko
menderita tumor ganas ovarium menurun setelah kelahiran kedua. Wanita yang memiliki anak memiliki faktor risiko
29% lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita nullipara dan semakin meningkat setiap kehamilan selanjutnya.8
Wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi jenis oral memiliki faktor risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
wanita yang tidak menggunakannya. Durasi penggunaan kontrasepsi jenis oral yang lama berhubungan terhadap
penurunan faktor risiko kanker ovarium. Penggunaan kontrasepsi jenis oral lebih dari 10 tahun memiliki 45% faktor
risiko yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan kurang dari 1 tahun.13 Pada penelitian oleh
Momenimovahed et al.
9 ditemukan bahwa kanker ovarium banyak ditemukan pada usia di atas 50 tahun. Semakin tua
seseorang terkena kanker ovarium,maka semakin tinggi juga angka kasus ditemukan dan juga semakin kecil usia
harapan hidup dari wanita yang menderita tumor ganas ovarium.10 Penderita tumor ganas ovarium memiliki angka
ketahanan hidup lebih rendah dibandingkan penderita jenis tumor ganas lainnya yaitu 30-50%. Menurut American
Cancer Society, mengatakan bahwa sekitar 10% dari penderita tumor ganas ovarium memiliki anggota keluarga dengan
penyakit yang sama (jenis tipe epitel). Wanita yang memiliki riwayat keluarga dapat meningkatkan resiko terjadinya
tumor ganas ovarium yang berhubungan dengan adanya mutasi gen, sehingga terbentuknya sel yang bersifat ganas.
13
Faktor lingkungan dan kebiasaan hidup terpapar zat karsinogen juga berperan untuk terjadinya mutasi gen.
Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-125, ultrasonografi transvaginal (TVS), pemeriksaan imunohistokimia
dan patologi molekular dapat dilakukan untuk mendeteksi tumor sekaligus memantau kekambuhan atau perkembangan
tumor ovarium. Pemeriksaan histopatologi paska ooforektomi, terutama untuk menentukan jenis tumor ganas ovarium,
sangat membantu dalam pemberian terapi yang tepat sekaligus dapat memberikan informasi tentang perjalanan penyakit
atau prognosis dari tumor ganas ovarium tersebut.7,8,14 Prosedur pembedahan (laparotomi) dianjurkan untuk dilakukan
pada kasus adanya tumor ovarium, untuk kemudian diambil sampel jaringan dan cairan, dilanjutkan untuk pemeriksaan
mikroskopis oleh ahli patologi. Pada kasus tumor ganas ovarium, ahli bedah akan mengangkat jaringan tumor sebanyak
mungkin. Prosedur ini merupakan langkah penting dalam pengobatan tumor ganas ovarium, atau disebut stadium.
Sejumlah faktor mempengaruhi keberhasilan pengobatan tumor ovarium. Derajat dan stadium tumor ovarium
turut mempengaruhi prognosis. Pengobatan cenderung lebih berhasil bila tumor didiagnosis pada stadium awal dan
pada orang yang lebih muda. Kekambuhan terjadi terutama pada stadium lanjut saat di diagnosis. Diagnosa awal tumor
ovarium dengan tumor kecil dan masih terbatas pada ovarium, merupakan faktor prognostik yang paling penting.
Meskipun, hasil pengobatan dengan terapi kombinasi kemoterapi dan pembedahan telah menunjukkan peningkatan
yang nyata pada stadium lanjut, tetapi kematian masih dapat muncul terutama akibat metastasis. Semakin cepat
dideteksi secara dini kanker ovarium maka proses pengobatan akan lebih awal dilakukan, sehingga tingkat kesembuhan
akan lebih cepat. Hal ini terjadi karena pada usia dewasa muda masih memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik,
sedangkan pada dewasa menegah dan lansia tingkat kesehatan telah dipengaruhi oleh degenaratif.15,16 Diketahui bahwa
insiden dan mortalitas tumor ovarium menurun dengan adanya peningkatan penggunaan kontrasepsi hormonal dan
penurunan penggunaan hormon paskamenopause.
Pentingnya upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang mengenal tumor ovarium sedini
mungkin. Salah satu cara nya dengan meningkatkan kesadaran individu terhadap upaya peningkatan pengetahuan dan
pendidikan kesehatan mengenai tumor ovarium, dan menciptakan perilaku masyarakat yang peduli akan kesehatan,
khususnya kesehatan organ reproduksi. Tercapainya perilaku masyarakat yang peduli akan kesehatan, akan
menciptakan individu yang sehat dan produktif. Dengan demikian harapannya, masyarakat dapat lebih meningkatkan
kewaspadaan terhadap gejala awal tumor ganas ovarium yang harus segera ditindaklanjuti. Perlunya penyuluhan
kesehatan yang dilaksanakan secara rutin dan efektif tentang tumor ovarium kepada masyarakat, akan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mengetahui gejala awal tumor ovarium,
sehingga dapat membantu dalam menurunkan angka insidensi tumor ovarium dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Tulisan ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat mengenai faktor risiko terjadinya tumor ovarium sehingga dapat menentukan langkah-langkah
pencegahan dan deteksi dini terutama tentang tumor ganas ovarium.