Edukasi upaya pencegahan gangguan kesehatan mata sebagai bentuk pengabdian
masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan di SDN Pancur Kota Serang dengan tema “Aku dan
Kesehatan Mataku” yang bertujuan memberikan pengetahuan dan informasi mengenai cara
menjaga serta Merawat Kesehatan pada Mata. Edukasi diberikan kepada Siswa Kelas 4 & 5 yang
diikuti sebanyak 70 Siswa. Teknik Pengumpulan data dilakukan dengan cara Kuisioner dengan
10 item pertanyaan. Metode penelitian ini menggunakan ceramah dan diskusi. Teknik
Pengumpulan data dilakukan dengan dengan cara observasi dan kuisioner dengan 10 item. Hasil
penelitian ini 22,9% siswa belum mengetahui cara menjaga kesehatan mata dan 48,6% siswa
memiliki kebiasaan buruk yang dapat menurunkan kualitas penglihatan.. Pencegahan kerusakan
pada mata dapat dilakukan dengan menghindari kebiasaan buruk, makan-makanan bergizi, dan
membiasakan untuk merawat kesehatan mata.Manusia merupakan makhluk sosial
yang senantiasa mempunyai kecendrungan
untuk hidup bersama dalam suatu bentuk
pergaulan hidup yang disebut masyarakat.
Dalam hidup bermasyarakat manusia
senantiasa dituntut untuk mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya melalui suatu proses. Proses ini
dapat disebut sebagai proses penyesuaian diri
individu ke dalam kehidupan sosial, atau
lebih singkat dapat disebut dengan
sosialisasi. Menurut Soejono Dirdjosisworo
(1985), bahwa proses sosialisasi adalah
proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi
yang mana individu menahan, mengubah
impulsimpuls dalam dirinya dan mengambil
cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya
(Andayani et al., 2020). Pengabdian
masyarakat berupa sosialisasi ini
dilaksanakan karena terdapat beberapa siswa
di SD Negeri Pancur yang menderita mata
minus dan terdapat siswa yang tidak
mengetahui tentang kelainan atau penyakit
yang dapat menyerang mata. Maka dari itu
dilakukan pengabdian masyarakat terkhusus
tentang Kesehatan mata dengan mengambil
tema “Aku dan Kesehatan Mataku” sebagai
materi yang akan dibawakan pada kegiatan
sosialisasi.
Dalam perkembangan teknologi
digital banyak dampak yang dapat dirasakan
baik positif maupun negatif. Dampak yang
dirasakan terutama bagi para pelajar yaitu
gaya belajar peserta didik sangatlah berbeda.
Peserta didik saat ini dituntut untuk dapat
mencari informasi dan proses pencarian
informasi tersebut semakin dipermudah
dengan teknologi yang ada, yaitu smartphone
atau laptop. Pengenalan gawai pada kalangan
usia anak sekolah dasar masih terlalu dini,
dimana pada umur tersebut anak-anak lebih
disarankan untuk melakukan aktivitas atau
bermain secara langsung dalam
berkelompok. Hal ini dapat mempengaruhi
kesehatan mata bagi anak-anak.
Gangguan Kesehatan mata
merupakan masalah penting pada anak,
karena 80% informasi didapat selama 12
tahun pertama kehidupan anak melalui
penglihatan (Rudhiati et al, 2015).
Ketajaman penglihatan merupakan
kemampuan indera penglihatan dalam
membedakan berbagai bentuk visual.
Penglihatan optimal dapat tercapai jika
susunan struktur saraf visual utuh sehingga
dapat berkempuan untuk fokus pada objek
dengan tepat (Subitha, 2013).
Mata merupakan organ penglihatan
pada panca indera penting yang digunakan
saat beraktivitas, berfungsi untuk melihat dan
sangat perlu untuk melakukan pemeriksaan
secara rutin/berkala dan teratur. Pada usia
dini memang sangat dianjurkan dalam hal
pemeriksaan rutin pada mata agar lebih muda
terdiagnosis. Gangguan penglihatan
merupakan masalah kesehatan yang penting
apalagi selama di masa pandemi, terutama
pada manusia. Dampak yang terjadi pada
kesehatan mata yaitu memicu mata menjadi
rabun jauh atau miopia (Janati et al., 2021).
Miopi adalah suatu kondisi dimana
objek yang jauh tidak dapat ditampilkan
secara jelas pada retina oleh sistem optik
mata, karena sinar yang datang dibiaskan di
depan retina atau bintik kuning. Miopi juga
merupakan salah satu penyebab utama
penurunan tajam penglihatan pada anak-anak
usia sekolah, sedangkan penglihatan yang
baik sangat diperlukan dalam proses belajar
mengajar (Yuswantoro et al., 2021).
Kelainan pada penglihatan salah satunya
pada ketajaman melihat yang menjadi
masalah pada anak usia sekolah penting
untuk diperhatikan dalam aspek kesehatan,
Salah satu masalahnya berupa miopia yang
menyebabkan ketajaman penglihatan
menurun pada anak dengan rentang usia 8-12
tahun. Seiring bertambahnya usia, miopia
akan semakin memburuk. Hal ini bisa
disebabkan oleh kebiasaan anak-anak dalam
menggunakan gawai untuk belajar dan
mengakses internet (Pertiwi et al., 2018).
Ada berapa faktor dapat
mempengaruhi progresivitas miopia pada
usia sekolah. Penyebab miopia bersifat
multifactorial dan dapat bersifat internal atau
eksternal. Faktor internal meliputi genetik
yaitu riwayat keluarga, Panjang bola mata,
usia, jenis kelamin, dan etnik. Faktor genetik
atau faktor keturunan merupakan faktor yang
berasal dari keluarga, dimana lokalisasi
kromosom dan karakteristik dari molekul gen
dapat berpengaruh terhadap terjadinya
myopia. Sedangkan faktor internal
berhubungan dengan banyak atau lamanya
aktivitas luar ruangan atau pola hidup seharihari seperti pencahayaan, Pendidikan, dan
aktivitas jarak dekat. Contohnya membaca
terlalu dekat secara terus menerus, durasi
penggunaan komputer video game yang lama
(Permana et al., 2020).
Miopi dapat disebabkan oleh adanya
perilaku negatif ketika belajar, seperti
begadang untuk mengerjakan tugas, terlalu
sering dalam menggunakan komputer, gawai,
atau media elektronik lainnya dengan waktu
penggunaan relatif lama dan penerangan
yang kurang diperhatikan. Kebiasaan terus
menerus tersebut dapat menyebabkan otototot disekitar mata berkontraksi, sehingga
bola mata memanjang dan lensa pada mata
semakin bertambah lengkung menyebabkan
daya bias yang kuat hingga terjadi miopi
(Lenawati & Rudi, 2017).
METODE
Pelaksanaan kegiatan telah dilakukan
pada tanggal 7 Maret 2022 di SDN Pancur
sampai dengan selesai yang terdiri dari 2
kelas yaitu kelas 4 dan kelas 5 dengan jumlah
siswa 70 siswa. Kegiatan ini dimulai dengan
melakukan analisis kebutuhan dengan
melakukan observasi dan menyebarkan
angket/kuisioner pada peserta didik kelas 4
dan 5 di SDN Pancur. Dari data kuisioner
tersebut kemudian akan dijadikan sebagai
data awal untuk menyusun materi sosialisasi
bagi peserta didik di SDN Pancur. Lebih
lanjut mengenai rincian masing-masing tahap
kegiatan adalah sebagai berikut:
a) Tahap analisis kebutuhan dan
penyebaran kuisioner
Pada tahap ini, sebelum
melakukan pengabdian dilakukan
analisis kebutuhan dengan melakukan
observasi dan mengambil data di SDN
Pancur. Responden adalah siswa siswi
kelas 4 dan 5. Kuisioner ini berupa
pertanyaan tertutup mengenai kebiasaan
yang dilakukan sehari – hari; Deteksi
dini kelainan pada kesehatan mata;
Pengetahuan mengenai kesehatan pada
mata; Pengetahuan mengenai cara
menjaga kesehatan pada mata.
Gambar 1. Penyebaran Kuesioner
b) Tahap sosialisasi
Pada tahap ini dilakukan
pengabdian masyarakat dengan
memberikan sosialisasi bertema “Aku
dan Kesehatan Mataku”. Materi yang
dibahas berupa aktivitas yang dapat
merusak mata, ciri – ciri mata yang
sehat, penyebab mata miopi, cara
mencegah miopi, makanan yang baik
untuk kesehatan mata serta cara menjaga
kesehatan mata. Sosialisasi dilakukan
dengan metode ceramah, diskusi dan
tanya jawab, dengan narasumber yaitu
Bapak Nana Fitrotul Bana, S. Gz.
c) Tahap dokumentasi
Tahap dokumentasi dilakukan
untuk melakukan pengarsipan kegiatan
berupa dokumentasi foto dan video.
Selanjutnya dokumentasi dari hasil
kegiatan tersebut diunggah di google drive
dan di kanal youtube.
d) Tahap pembuatan laporan dan
penyusunan artikel
Tahap akhir dari rangkaian
kegiatan ini, tim pengabdian akan
menyusun laporan dari seluruh rangkaian
kegiatan yang telah dilakukan dan
menyusun artikel untuk dipublikasikan.
Metode pendekatan yang dilakukan
untuk menyelesaikan permasalahan dalam
kegiatan ini adalah metode ceramah dan
diskusi, yaitu metode pemaparan materi dan
data yang akurat untuk memberikan
pemahaman serta pengetahuan mengenai
cara menjaga serta merawat kesehatan pada
mata dan ditutup dengan diskusi serta tanya
jawab untuk mengurai lebih lanjut
keingintahuan yang belum terjawab selama
proses pemaparan materi antara peserta didik
dengan pemateri yaitu, Bapak Nana Fitrotul
Bana, S. Gz.
HASIL
Pengambilan data analisis kebutuhan
dilakukan di kelas 4 sebanyak 40 responden
dan kelas 5 sebanyak 30 responden.
Berdasarkan hasil analisis data pada
kuesioner mengenai 10 pertanyaan terkait
kesehatan mata. Pada pertanyaan 1 terdapat
24,3% siswa yang belum mengetahui bahwa
membaca dan menulis dengan jarak dekat
dapat membuat mata menjadi minus dan
buram. Selain itu, Hasil pertanyaan ke-3
terdapat 5,7% tidak dapat melihat papan tulis
dengan jelas, artinya beberapa siswa
mengalami kesulitan penglihatan (buram)
sehingga perlu adanya alat bantu penglihatan
lebih spesifik. Data membuktikan bahwa
Kebiasaan buruk siswa dapat menurunkan
kinerja fungsi mata seperti 48,6% siswa lebih
suka bermain games di gawai setelah pulang
sekolah dan 28,6% siswa menonton Televisi
di rumah. Hal ini akan berdampak pada
penurunan penglihatan seseorang. Data
lainnya menyebutkan bahwa 22,9 % siswa
tidak tahu cara menjaga kesehatan mata.
Berdasarkan data analisis kebutuhan dapat
disimpulkan bahwa perlu adanya sosialisasi
tentang kesehatan mata untuk meningkatkan
pengetahuan siswa dalam meminimalisir
mata minus atau buram. Lokasi pengabdian
ini dilakukan di SD Negeri Pancur Kota
Serang, Kecamatan Taktakan Provinsi
Banten, lihat Gambar 3.
Kegiatan pengabdian ini bertujuan
untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman kepada peserta didik kelas 4 dan
5 di SDN Pancur tentang cara menjaga dan
merawat kesehatan mata. Pelaksanaan
kegiatan ini dimulai sejak bulan Maret –
April 2022 yang terbagi menjadi beberapa
kegiatan. Kegiatan awal yang dilakukan
adalah analisis kebutuhan dan pengambilan
data. Pengambilan data dilakukan dengan
menyebar kuisioner padatarget sasaran yaitu
peserta didik kelas 4 dan 5 SDN Pancur. Dari
data kuisioner ini diperoleh informasi yang
kemudian akan dijadikan data awal pada
kegiatan selanjutnya yaitu sosialisasi.
Mengingat target sasaran pada kegiatan ini
adalah peserta didik kelas 4 dan 5, maka
segiatan sosialisasi dilakukan dengan
menggunakan media berupa power point
yang disajikan dengan gambar dan ilustrasi
yang menarik untuk memudahkan peserta
sosialisasi dalam memahami isi pesan dan
materi yang disampaikan. Pada akhir
kegiatan sosialisi dilakukan kegiatan diskusi
dan tanya jawab narasumber dan peserta
didik. Pihak yang terlibat pada kegiatan
sosialisasi dengan tema “Aku dan Kesehatan
Mataku” adalah peserta didik kelas 4 dan 5
SDN Pancur, tim pengabdian masyarakat,
guru-guru SDN Pancur, Puskemas Pancur
dan Narasumber yaitu Bapak Nana Fitrotul
Bana, S. Gz.
Pada kegiatan sosialisasi, peserta didik
berperan aktif mengikuti rangkaian kegiatan
sosialisasi yang dilakukan di SDN Pancur
terlihat dari antusiasme peserta didik dalam
menyimak dan mendengerkan materi yang
disampaikan oleh narasumber. Selain itu
kegiatan ini juga dapat memotivasi peserta
didik untuk dapat menjaga dan merawat
kesehatan mata. Kesehatan sekolah ditujukan agar dapat
meningkatkan kemampuan hidup sehat pada
siswa dalam lingkungannya agar dapat
belajar, serta tumbuh dan berkembang secara
optimal agar menjadi SDM yang berkualitas
(Izah et al., 2019). Upaya yang dapat
dilakukan untuk menjaga kesehatan mata
seperti penggunaan tetes mata, pemijatan
ringan di area sekitar mata, punggung, dan
leher, membiasakan mengedipkan mata,
memperhatikan posisi duduk serta
pencahayaan, istirahat yang cukup,
membiasakan beraktivitas di luar ruang yang terpapar cahaya matahari, dan mengonsumsi
makanan bergizi serta bervitamin
Penggunaan gadgetsudah mencakup setiap kalangan usia masyarakat, baik itu anak-anak,
remaja, orang dewasa, maupun orang tua. Dari setiap kalangan tersebut, persentasi
pengguna gadget pada kalangan remaja merupakan yang terbesar, yaitu sebesar 98,20%,
yang berarti hampir seluruh remaja di Indonesia menggunakan gadget dalam kehidupan
sehari-harinya. Penggunaan gadget secara berlebihan akan memberikan dampak negatif
bagi para remaja, salah satunya adalah penurunan kesehatan mata yang diakibatkan oleh
terlalu sering menatap layar gadget. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hasil
penelitian berbahasa Indonesia tentang dampak penggunaan gadget terhadap kesehatan
mata remaja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah literature review, di
mana pencarian literature dilakukan melalui Google Scholar. Kata kunci yang digunakan
untuk bahasa Indonesia yakni “kesehatan mata” dan “remaja.” Sedangkan kata kunci
yang digunakan dalam bahasa Inggris adalah “gadget”, “eye health” dan “teenager”. Dari
hasil kajian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 jurnal membahas
mengenai hubungan antara penggunaan gadget dengan kesehatan mata pada remaja yakni siswa dan mahasiswa di beberapa Sekolah dan Universitas, dan 1 jurnal menganalisis
terkait dampak penggunaan gadget terhadap penurunan ketajaman penglihatan.
Penggunaan gadget akan memberikan dampak positif pada remaja jika mampu
menggunakan gadgetsesuai dengan fungsi dan kebutuhannya, namun penggunaan gadget
juga memberikan dampak negatif pada remaja apabila tidak digunakan dengan bijak
bahkan dapat menimbulkan ketergantungan jika gadget digunakan dalam jangka waktu
yang berlebihan.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat menyebabkan terjadinya pergeseran
nilai dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Teknologi yang awalnya berfungsi
sebagai alat pendukung dalam memudahkan suatu kegiatan/aktivitas telah berubah
menjadi suatu kebutuhan hidup bagi manusia, terutama dalam bentuk gadget (Marpaung,
2018). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gadget diartikan sebagai peranti
elektronik atau mekanik dengan fungsi praktis; gawai. Perkembangan fitur yang
disematkan pada sebuah gadget sudah dapat mencakup hampir seluruh kebutuhan
manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari, hal inilah yang menyebabkan intensitas
penggunaan gadget dalam kehidupan masyarakat meningkat pesat (Rismala et al., 2021).
Menurut hasil surevi yang dilakukan oleh APJII (2023), pengguna internet
Indonesia di tahun 2023 menembus angka 215 juta jiwa atau total 78,19% dari jumal
penduduk Indonesia, angka ini meningkat dari tahun 2022 yaitu sebesar 77,02%.
Penggunaan gadget sudah mencakup setiap kalangan usia masyarakat, baik itu anak-anak,
remaja, orang dewasa, maupun orang tua. Dari setiap kalangan tersebut, persentasi
pengguna gadget pada kalangan remaja merupakan yang terbesar, yaitu sebesar 98,20%,
yang berarti hampir seluruh remaja di Indonesia menggunakan gadget dalam kehidupan
sehari-harinya.
Menurut Kementrian Kesehatan, remaja merupakan kelompok usia 10 tahun
sampai sebelum berusia 18 tahun. Fitriana et al. (2021) menyatakan bahwa remaja
menggunakan gadget selama 5-7 jam atau 300-420 menit dalam sehari, yang
mengakibatkan remaja tersebut sudah mengalami kecanduan tergadap gadget. Secara
umum, penggunaan gadget saat ini sudah menjadi seperti kebutuhan wajib pada setiap
orang yang menggunakannya, mulai dari berbelanja, bisnis online, media sosial,
pembayaran dan sebagai hiburan seperti bermain game online (Sidabutar et al., 2019).
Untuk kalangan remaja, seringkali penggunaan gadget utamanya diperuntukkan untuk
bermain game online, bahkan dalam durasi yang cukup lama, sehingga dapat
menyebabkan kecanduan.
Penggunaan gadget sewajarnya akan memberikan dampak positif kepada para
remaja, seperti mempermudah komunikasi, mempermudah akses informasi yang dapat
membantu dalam proses belajar, serta dapat menjadi media relaksasi jika berada dalam
kondisi bosan atau suntuk. Namun demikian, penggunaan gadget secara berlebihan juga
akan memberikan dampak negatif bagi para remaja, salah satunya adalah penurunan
kesehatan mata yang diakibatkan oleh terlalu sering menatap layar gadget (Pratiwi &
Malwa, 2021).
Menurut Syifa (2020), penggunaan gadget di tempat tidur dan dalam gelap dapat
menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Salah satu jenis penyakit mata yang dapat
diakibatkan oleh penggunaan gadget yang berlebihan adalah refraksi. Refraksi atau
pembiasan cahaya merupakan perubahan arah yang terjadi pada berkas cahaya yang
melintas secara miring melalui suatu medium dan menuju ke medium yang lain yang memiliki indeks bias yang berbeda (Yenni & Apriani Sagita, 2021). Kelainan refraksi
mata merupakan kelainan penglihatan yang umum terjadi, yaitu kondisi di mana cahaya
yang masuk ke mata tidak dapat terfokus dengan jelas. Hal ini membuat gambar objek
menjadi buram atau tidak jelas. Gangguan refraksi pada mata dapat disebabkan oleh
ukuran bola mata yang terlalu panjang atau terlalu pendek, perubahan bentuk kornea, dan
penuaan pada lensa (Rachman, 2020).Hasil penelusuran literature review didapatkan 5 jurnal nasional dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Tujuan dari kelima jurnal tersebut yaitu untuk
mengetahui dan menjelaskan hubungan serta pengaruh penggunaan gadget terhadap
kesehatan mata pada remaja. Analisis dari kelima jurnal tersebut yakni menggunakan
studi kelayakan cross sectional. Subjek yang digunakan pada penelitian ini merupakan
remaja dan instrumen yang digunakan yakni kuisioner dan pemeriksaan mata Snellen
Chart dan Tear Break-Up Time Test serta aplikasi whats app.
PEMBAHASAN
Jurnal pertama dari Siprianus Abdu, dkk (2021) menyatakan bahwa Penelitian ini
dilakukan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris Makassar, pada bulan Februari
sampai Maret 2021. Populasi pada penelitian ini semua mahasiswa STIK Stella Maris
Makassar. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability
sampling dengan pendekatan accidental sampling dengan ukuran sampel 60 responden.
Dari hasil uji statistik chi square diperoleh p value untuk mata kanan dan mata kiri
masing-masing p kanan = 0,647 dan p kiri = 0,462, sehingga p value < 0,05 yang artinya
bahwa penggunaan gadget tidak berdampak signifikan terhadap penurunan ketajaman
penglihatan baik pada mata kanan ataupun mata kiri. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Panambunan et al (2019), tidak terdapat hubungan antara
penggunaan smartphone dengan ketajaman penglihatan dan juga tidak terdapat hubungan
antara intensitas penggunaan smartphone dengan ketajaman penglihatan.
Adapun penelitian lain yang mendukung penelitian ini yaitu dari Ernawati (2015),
yang menunjukkan tidak ada pengaruh antara durasi lamanya menggunakan gadget
terhadap penurunan tajam penglihatan. Hasil penelitian ini menandakan bahwa
penurunan ketajaman penglihatan yang terjadi pada mahasiswa tidak disebabkan oleh
penggunaan gadget tetapi kemungkinan lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang secara
teoritis ada seperti genetik, usia, obat-obatan yang dikonsumsi, penyakit yang dialami
(diabetes melitus dan tekanan darah tinggi), radiasi, kurangnya konsumsi vitamin A dan
kurangnya pencahayaan saat beraktivitas. Namun walaupun demikian mahasiswa atau
pengguna gadget tetap harus memahami bahwa penggunaan gadget yang berlebihan baik
dari sisi lama penggunaan, intensitas cahaya maupun cara memakainya akan berdampak
terhadap ketajaman penglihatan jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Jurnal kedua yakni dari Rifka Augina Islami, dkk (2021) yang menyatakan bahwa
penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 19-21 Juni 2019. Populasi pada penelitian ini merupakan
mahasiswa angkatan 2016, 2017, dan 2018 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia yang mengalami miopia. Hasil penelitian ini
diperoleh taraf signifikansi p= 0,315. Hasil tersebut menunjukkan bahwa p<0,05
menandakan hoditerima berarti durasi penggunaan gadget tidak berpengaruh terhadap
kejadian miopia. Hasil ini dapat dipengaruhi oleh jeda waktu penggunaan yang
memungkinkan otot mata untuk berisitirahat sehingga dapat terhindar dari kelelahan.
Mata lelah dapat terjadi jika mata fokus kepada objek berjarak dekat dalam waktu yang
lama dan otot-otot mata bekerja lebih keras untuk melihat objek terutama jika disertai
dengan pencahayaan yang kurang.
Pencahayaan yang kurang akan mengakibatkan mata akan semakin kuat untuk
berakomodasi saat melihat suatu benda. Hal ini terjadi karena adanya kontraksi otot siliar
pada mata. Akibat dari akomodasi, daya pembiasan pada lensa akan bertambah dan
semakin cembung sehingga mengakibatkan miopia. Pencahayaan yang cukup dan
memadai dapat mencegah ketegangan pada otot siliaris mata yang dapat menyebabkan
miopia.
Jurnal ketiga penelitian dari Siti Nur Solikah, dkk (2022) yang menjelaskan bahwa
populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh siswa kelas 5A, 5B, 5C dan 5D, SD AlIslam 2 Jamsaren Surakarta yang berjumlah 120 siswa. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 40 siswa yang mana pengambilan sampel dilakukan dengan bantuan guru kelas
secara purposive sampling disetiap kelas diambil masing-masing 10 siswa yang telah
dipilih sesuai kriteria inklusi dan eklusi yang sudah ditetapkan.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yakni anak berusia 10-12 tahun, tidak
menggunakan kacamata dan tidak sedang mendapatkan pengobatan mata/tetes mata serta
bersedia menjadi responden. Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalah anak usia kurang
dari 10 tahun, menggunakan kaca mata, mendapatkan pengobatan mata dan tidak bersedia
menjadi responden. Hasil pemeriksaan dengan snellen chart menunjukkan sebagian besar
reponden dalam kondisi ketajaman mata kategori normal sebanyak 25 anak (62,5%).
Hasil analisa data menunjukkan tidak ada hubungan durasi penggunaan gadget dengan
ketajaman mata dengan nilai (p = 0,081).
Hal ini berarti bahwa durasi penggunaan gadget tidak mempengaruhi ketajaman
mata pada anak. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena adanya pendampingan dari
orang tua dirumah selama pandemi terjadi, sehingga penggunaan gadget dapat terkontrol
hanya sebatas pengerjaan tugas dari guru. Selama pandemi banyak orang tua yang
melaksanakan Work From Home (WFH) sehingga orang tua yang biasanya bekerja
mampu mendampingi anak dirumah sambil bekerja.
Jurnal keempat yakni penelitian yang telah dilakukan oleh Thesa Yurika, dkk
(2022) yang menerangkan bahwa sampel pada penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi
peneliti didapatkan 267 siswa SMA Negeri Unggul kota Subulussalam dengan metode
total sampling. Pengambilan data melalui sellf-assessment dengan menggunakan
kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87,6% siswa kelas XI dan XII SMA
Negeri Unggul kota Subulussalam mengalami mata lelah. Hasil uji statistik berdasarkan
uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,000 untuk hubungan antara posisi,
durasi, serta tampilan layar monitor penggunaan gadget dengan kejadian mata lelah,
sedangkan nilai p value = 0,432 untuk hubungan jenis gadget dengan kejadian mata lelah.
Kesimpulan dari penelitian ini yakni, durasi, posisi, serta tampilan layar monitor gadget
berpengaruh terhadap kejadian mata lelah namun jenis gadget tidak berpengaruh terhadap
kejadian mata lelah.
Menurut National Institute of Occupational Safety and Health, keluhan mata lelah
mempengaruhi sebanyak 90% dari orang-orang yang menghabiskan waktunya selama 3
jam atau lebih per hari di depan gadget. A Healthier Michigan mencatat bahwa ketika
seseorang yang menggunakan gadget fokus terhadap layar monitor dalam jangka waktu yang lama, maka otot-otot kecil pada mata mereka akan berkontraksi lebih dari biasanya
sehingga menyebabkan mata terasa lelah, kaburnya penglihatan, dan juga kesulitan untuk
memfokuskan pikiran. Selanjutnya menurut Occupational Safety and Health Association
(OSHA) pada saat menggunakan komputer atau gadget lainnya jarak antara mata dengan
layar gadget sekurang-kurangnya adalah 200 inch atau sekitar 50 cm. Jika menggunakan
gadget dengan posisi yang salah maka jarak antara mata dan gadget bisa dikatakan terlalu
dekat sehingga menimbulkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan berpotensi terjadinya
gangguan penglihatan. Secara ilmiah, ketika melihat obyek pada jarak dekat, lensa mata
akan menebal untuk fokus pada sasaran. Masing-masing mata mendekatkan sumbu
penglihatan sehingga dapat melihat sasaran. Proses ini diatur oleh otot siliar, yaitu otot
yang berperan dalam mengatur kecembungan atau ketebalan lensa mata. Jika mata
melihat obyek dekat dalam waktu yang lama, otot siliar akan mengalami ketegangan
sehingga menyebabkan mata terasa lelah.
Jurnal kelima merupakan penelitian dari Gusti Ayu Putri Diah Saraswati, dkk
(2023) yang menjelaskan bahwa Sampel pada penelitian ini berjumlah 180 orang dengan
menggunakan teknik probability sampling yaitu simple random sampling. Pengumpulan
data menggunakan kuisioner durasi penggunaan gadget melalui whatsapp dengan
menggunakan google form dan pengumpulan data secara luring. Ketajaman penglihatan
diukur menggunakan Snellen Chart. Hasil penelitian tersebut menunjukkan umur
terbanyak responden yaitu 14 tahun (74,4%), jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki
(63,3%), penggunaan gadget tergolong selalu (41,7%), dan ketajaman penglihatan
tergolong normal (85,6%). Uji hipotesis menggunakan spearman rank dengan α=0,05.
Terdapat hubungan penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan pada siswa kelas
VIII dengan nilai p=0,003. Nilai r=0,525 menunjukkan korelasi yang kuat antara variable
penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan pada siswa. Responden diharapkan
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari penggunaan gadget yang salah, agar tidak
merusak kesehatan penglihatan.
Penurunan ketajaman penglihatan juga sering dipengaruhi saat melihat objek
dengan jarak yang terlalu dekat dan intensitas pencahayaan yang sangat kuat, ataupun
lemah. Membaca atau melihat suatu obyek dalam jarak yang terlalu dekat membuat
kekuatan akomodasi pada mata menjadi sangat kuat. Pada penggunaan gadget, kondisi
ini ditambah dengan radiasi elektromagnetik dihasilkan oleh adanya tekanan radiasi
monitor yang tinggi. Gelombang yang terlalu lama dilihat tersebut akan ditangkap oleh
kornea mata, selanjutnya cahaya akan dikirimkan pada lensa. Lensa yang menerima
rangsangan cahaya yang kuat akan membuat mata rusak, dalam waktu lama, secara
fisiologis menyebabkan kerusakan syaraf mata. Peneliti berpendapat setelah anak diberi
penjelasan mengenai dampak penggunaan gadget yang berlebih, anak akan merubah gaya
hidup dan pola pikirnya untuk menggunakan gadget jika diperlukan saja.
Meskipun sebagian besar responden memiliki persepsi yang negatif terhadap
penggunaan gadget dengan ketajaman penglihatan, akan tetapi pada kenyatannya
responden masih saja menggunakan gadget tidak sesuai dengan kebutuhannya saja, tetapi
tetap menggunakan gadget di setiap waktu dengan
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan literature review dampak penggunaan gadget
terhadap kesehatan mata pada remaja dari kelima jurnal penelitian yang sesuai dengan
kriteria inklusi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 jurnal membahas mengenai
hubungan antara penggunaan gadget dengan kesehatan mata pada remaja yakni siswa dan
mahasiswa dibeberapa Sekolah dan Universitas, dan 1 jurnal menganalisis terkait dampak
penggunaan gadget terhadap penurunan ketajaman penglihatan.Penggunaan gadget akan memberikan dampak positif pada remaja jika mampu
menggunakan gadget sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya, karena dengan begitu para
remaja akan mampu menambah wawasannya terkait dengan kecanggihan teknologi yang
ada pada aplikasi-aplikasi yang terdapat pada gadget tersebut, namun penggunaan gadget
juga memberikan dampak negatif pada remaja apabila tidak digunakan dengan bijak
bahkan dapat menimbulkan ketergantungan jika gadget digunakan dalam jangka waktu
yang berlebihan, salah satu dampak negatif yang bisa saja terjadi akibat penggunaan
gadget dalam jangka waktu yang berlebihan yakni terganggunya kesehatan mata seperti
berkurangnya ketajaman penglihatan dan beberapa gangguan kesehatan mata yang bisa
saja terjadi seperti yang telah diuraikan pada pembahasan melalui kelima jurnal diatas.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) tahun 2020, pengguna gadget untuk mahasiswa
S1/Diploma (93,02%), lebih tinggi dari tingkat sekolah dan pengguna secara umum (66,31%). Perilaku
penggunaan gadget perlu diperhatikan apabila tidak terkontrol karena dapat mengganggu kesehatan, khususnya
pada penglihatan. Tujuan umum untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia tentang mencegah terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget angkatan 2019.
Desain penelitian survey deskriptif pendekatan kuantitatif desain cross sectional. Sampel penelitian dilakukan
pada 250 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 dengan teknik sampling
yaitu total sampling. Hasil Penelitian adalah distribusi frekuensi usia mayoritas usia 22 tahun berjumlah 176
responden (70,4%), jenis kelamin mayoritas perempuan berjumlah 192 responden (76,8%), tingkat pengetahuan
tentang terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget mayoritas pengetahuan baik berjumlah 218 responden
(87,2%), tingkat pengetahuan tentang pencegahan terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget mayoritas
pengetahuan baik berjumlah 215 responden (86,0)Berkembangnya era global menyebabkan pengguna gadget semakin bertambah diseluruh dunia.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tahun 2020, Indonesia akan
menjadi negara keempat terbesar dengan penggunaa aktif gadget di dunia setelah Cina, India, dan
Amerika Serikat. Pengguna gadget terbesar yaitu remaja dengan kisaran umur 15 s.d. 20 tahun (1).
Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (KOMINFO) tahun 2020
menunjukkan pengguna gadget untuk mahasiswa S1/Diploma (93,02%), lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tingkat sekolah dan pengguna secara umum (66,31%). Perilaku penggunaan gadget perlu
diperhatikan apabila tidak terkontrol karena dapat mengganggu kesehatan, khususnya pada penglihatan
(2).
Di Indonesia prevalensi gangguan kesehatan mata terus mengalami peningkatan sebanyak 1,5%
dan tertinggi jika dibandingkan dengan negara di Asia. Gangguan kesehatan mata yang disebabkan oleh
glucoma sebanyak (13,4%), kelainan refleksi (9,5%), gangguan retina (8,5%) dan penyakit mata
lainnya. Prevalensi kejadian kelelahan mata pada pengguna Visual Display Terminal (VDT) mencapai
64-90% dengan jumlah penderita sebesar 60 juta orang di seluruh dunia dan berpotensi naik sampai satu
juta kasus setiap tahun (3).
Kejadian kelelahan mata dapat terjadi karena penggunaan gadget yang berlebihan. Pada layar
telepon termasuk gadget secara umum dapat menghasilkan cahaya radiasi blue light yang dapat
memberikan efek negatif terhadap sistem penglihatan (4). Sinar biru dapat menciptakan silau yang dapat
mengurangi kontras visual dan mempengaruhi ketajaman penglihatan. Kelelahan mata akibat paparan
sinar biru dapat terjadi apabila menatap layar gadget lebih dari 2 jam. Dampak sinar dari paparan sinar
biru selain terjadinya kelelahan mata dan kerusakan retina dalam jangka panjang, juga dapat
meningkatkan risiko kenaikan berat badan, diabetes, kanker dan serangan jantung. Selain itu, lama
penggunaan gadget dapat menyebabkan mata kering karena produksi air mata yang berkurang, kepala
menjadi pusing dan gangguan tidur (5).Tingkat pengetahuan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya mata lelah akibat penggunaan
gadget dapat dimulai dari posisi saat menggunakan gadget yaitu dengan posisi duduk tegak, penggunaan
gadget juga dibatasi berkisar 1-2 jam dalam sehari. Pembatasan waktu penggunaan gadget dapat
mengurangi tekanan berlebihan pada mata. Jarak antara layar gadget dengan mata sebaiknya lebih dari
30 cm untuk mengurangi paparan langsung dari radiasi dari gadget. Pengaturan penerangan atau
pencahayaan sangat berpengaruh pengguna gadget. Kedipan mata sangat penting untuk mengurangi
risiko mata kering (6). Metode istirahat mata yang disarankan yaitu 20-20-20 yang artinya selama 20
menit penggunaan, dilanjutkan dengan melihat objek lain sejauh 6meter (20 kaki) dengan waktu selama
20 detik, sehingga disarankan ketika menggunakan gadget selama 2 jam, dapat melakukan istirahat
selama 15 menit dan melakukan peregangan otot. Dengan melakukan kegiatan ini, dapat menambah
kenyamanan ketika menggunakan gadget (7).
Kelelahan mata yang diabaikan akan berdampak pada penurunan fungsi penglihatan dan
penurunan produktivitas. Oleh karena itu, berdasarkan data-data yang sudah didapatkan, maka peneliti
tertarik melakukan penelitian mengenai “tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia tentang mencegah terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget
angkatan 2019”.
METODE
Desain penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif desain cross sectional yaitu variabel dependen (tingkat pengetahuan tentang terjadinya mata
lelah akibat penggunaan gadget dan tingkat pengetahuan tentang pencegahan terjadinya mata lelah
akibat penggunaan gadget) dan variabel independen (tingkat pengetahuan kelelahan mata) dikumpulkan
dalam waktu bersamaan.8 Pada penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia pada angkatan 2019 dan waktu penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan surat etik dari
fakultas maupun universitas.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia angkatan 2019 berjumlah 252 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah total sampling yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian ini
dilakukan pada 252 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019
dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa
fakultas kedokteran universitas muslim indonesia angkatan 2019, bersedia menjadi responden dan
menandatangani lembar persetujuan dan mampu berkomunikasi dengan baik. Kriteria eksklusi pada
penelitian ini yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 yang
tidak mengisi kuisioner dengan lengkap. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Pengolahan data dalam penelitian dengan menggunakan peranan komputer melalui tahaptahap yaitu editing (pengecekan data), coding (pengkodean data), data entry (memasukkan data) dan
tabulating (tabulasi). Analisa data dilakukan dalam 1 tahap yaitu analisa univariat. Analisa univariat
pada penelitian ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuesioner atau angket dengan skoring yaitu tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai
76-100% menjawab benar, tingkat pengetahuan cukup baik bila skor atau nilai 56-75% menjawab benar
dan tingkat pengetahuan kurang baik bila skor atau nilai <56 % menjawab benar.
HASIL
Peneliti telah melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran
universitas muslim indonesia angkatan 2019 tentang terjadinya mata lelah akibat penggunaan gadget.
Data diperoleh dari kuisioner yang telah di bagikan menggunakan google form. Data yang telah
diperoleh selanjutnya dimasukan ke dalam suatu table induk (master tabel) menggunakan program
Microsoft Excel. Kemudian data diolah menggunakan program SPSS di perangkat komputer. Lalu
dibuat dalam bentuk tabel frekuensiBerdasarkan tabel 1 didapatkan dari 250 responden yang berumur 21 tahun sebanyak 10
responden (4,0%), usia 22 tahun sebanyak 176 responden (70,4%), umur 23 tahun sebanyak 54
responden (21,6%), dan sedangkan yang berumur 24 tahun sebanyak 10 responden (4,0%). Dan dari
hasil yang telah di dapatkan responden terbanyak berusia 22-23 tahun, usia responden 21 tahun
merupakan usia paling muda dan usia 24 tahun merupakan usia paling tua. Berdasarkan tabel 2 didapatkan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 192
(76,8%) sedangkan laki laki sebanyak 58 (23,2%).Berdasarkan tabel 3 didapatkan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 218 orang (87,2%),
yang memiliki pengetahuan cukup berjumlah 25 orang (10,0%), sedangkan yang memiliki pengetahuan
kurang berjumlah 7 orang (2,8%) dengan persentase valid 100,0%.Berdasarkan tabel 4 didapatkan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 215 orang (86,0%),
yang memiliki pengetahuan cukup berjumlah 30 orang (12,0%), sedangkan yang memiliki pengetahuan
kurang berjumlah 5 orang (2,0%) dengan persentase valid 100,0%.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Usia
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 250 mahasiswa proporsi terbanyak berjenis
kelamin perempuan dengan usia rentang 21-24 tahun. Dari 250 orang yang mengikuti penelitian, pada
table 2 terdapat 192 (76,8%) responden berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 58 (23,2%) berjenis
kelamin laki-laki.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Rizki (2021)
yang berjudul hubungan durasi penggunaan gadget dengan keluhan subjektif gangguan kesehatan mata
pada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Riau, menunjukkan hasil bahwa responden
mayoritas berumur 22 tahun berjumlah 23 orang (76,7%) dan usia 21 tahun berjumlah 7 orang (23,3%)
(8).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rizki Enddrayanti Dkk (2020), yang
Berjudul: Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Penggunaan Gadget Dengan Kelelahan Mata
Mahasiswa FIK UMS Masa Pandemi Covid-19. Menunjukan adanya variasi usia responden rentang usia
responden dalam penelitian ini diamana usia minimum 18 tahun dan usia maksimum 25 tahun (9).
Responden yang mengikuti penelitian dengan jumlah paling banyak yakni responden yang
memiliki usia 20-21 tahun yaitu sebanyak 74 57 orang, sedangkan usia 24-25 tahun ialah responden
yang mengikuti penelitian dengan jumlah paling sedikit yaitu sebanyak 2 orang.
Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi berdasarkan jenis kelamin mahasiswa
fakultas kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 dengan jumlah 250 responden yaitu
mayoritas terdapat pada jenis kelamin perempuan berjumlah 192 responden (76,8%) dan laki-laki
berjumlah 58 responden (23,2%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2021) yang berjudul
hubungan durasi penggunaan gadget dengan keluhan subjektif gangguan kesehatan mata pada
mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Riau, menunjukkan hasil bahwa responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 responden (76,7%) dan laki-laki berjumlah 7 responden (23,3%)
(8).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah (2022) yang berjudul
gambaran perilaku pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan laptop dan smartphone pada
mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2022,
menunjukkan hasil bahwa mayoritas berjenis kelamin perempuan berjumlah 110 responden (88,7%) dan
laki-laki berjumlah 14 responden (11,3%) (10).
Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin respoden didapatkan mayoritas perempuan
dikarenakan sebagian besar responden di fakultas kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan
2019 berjenis kelamin perempuan, sehingga turut mengambil bagian dalam proses pengambilan untuk
dijadikan responden dalam penelitian.
Perempuan akan memiliki keinginan berkomunikasi lebih kuat dari pada laki-laki yang
mendorong mereka untuk selalu memeriksa gadget hampir setiap waktu (11). Teknologi canggih untuk
mengakses internet saat menggunakan gadget lain untuk membuat responden pada usia ini lebih banyak
memilih untuk menemukan informasi, jejaring sosial, saat mencari hiburan melalui perangkat yang lebih
praktis untuk digunakan (12).
Tingkat Pengetahuan Tentang Terjadinya Mata Lelah Akibat Penggunaan Gadget
Hasil penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang di
milki mahasiswa fakultas kedokteran umi tentang terjadinya mata Lelah. Penderita asthenopia di dunia
mencapai 60 juta orang (13). Prevalensi asthenopia tertinggi berada di usia muda. Prevalensi yang tinggi
ini diakibatkan penggunaan teknologi digital yang semakin banyak. Data menunjukkan penggunaan
perangkat lebih dari 6 jam memicu kemunculan keluhan ini (14).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 250 mahasiswa, 218 (87,25) orang diantaranya
memiliki pengetahuan tinggi, sedangkan 25 (10,0) mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup, dan
7 (2,8%) mahasiswa memiliki tingkat pengetahuan rendah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah (2022) yang berjudul
gambaran perilaku pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan laptop dan smartphone pada
mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2022,
menunjukkan hasil bahwa mayoritas memiliki pengetahuan baik berjumlah 23 responden (82,3%),
pengetahuan kurang berjumlah 12 responden (9,7%) dan pengetahuan sedang berjumlah 10 responden
(8,0%) (10).
Kelelahan mata menurut American Optometric Association yaitu keadaan seseorang dimana
terdapat masalah mata dan penglihatan yang kompleks terkait dengan pekerjaan dan dilakukan
menggunakan computer (15). Gejala kelelahan mata yang dirasakan dapat bermacam-macam, seperti
sakit kepala, penglihatan kabur, mata terasa kering, iritasi, fokus mata melambat, sakit leher, sakit
punggung, sensitif terhadap cahaya, penglihatan berganda, dan distorsi warna (16).Kelelahan mata dapat terjadi karena dalam penggunaan smartphone, sebagian besar mahasiswa
tidak melakukan istirahat mata setelah 20 menit pemakaian, tidak dapat lepas dari penggunaan
smartphone setiap hari, menggunakan smartphone dalam kondisi ruangan redup/gelap, menggunakan
smartphone di setiap kegiatan, dan tidak memakai kacamata radiasi (17).
Pengetahuan baik tentang kelelahan mata biasanya terjadi karena mempunyai sumber informasi
lebih banyak maka ia akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Informasi ini bisa didapatkan dari
berbagai sumber antara lain buku tentang kesehatan yang dibaca, media massa, serta TV yaitu informasi
tentang posisi duduk tegak, durasi penggunaan gadget dibatasi berkisar 1-2 jam dalam sehari, jarak
antara layar gadget dengan mata sebaiknya lebih dari 30 cm, pengaturan penerangan atau pencahayaan,
kedipan mata sangat penting untuk mengurangi risiko mata kering dan metode istirahat mata yang
disarankan yaitu 20-20-20 yang artinya selama 20 menit penggunaan, dilanjutkan dengan melihat objek
lain sejauh 6 meter (20 kaki) dengan waktu selama 20 detik, dapat melakukan istirahat selama 15 menit
dan melakukan peregangan otot.
Pengetahuan yang kurang tentang kelelahan mata biasanya terjadi ketika seseorang tidak
mengetahui tentang kelelahan mata akibat penggunaan gadget yaitu mata terasa terbakar, mata terasa
gatal, terasa ada benda asing di dalam mata, mata berair, berkedip berlebihan, mata merah, sakit mata,
kelopak mata terasa berat, mata kering, penglihatan kabur, penglihatan ganda, kesulitan fokus untuk
penglihatan dekat, sensitif terhadap cahaya, terdapat lingkaran cahaya berwarna di sekitar objek yang
dilihat, merasa penglihatan memburuk dan sakit kepala. Ketika mereka memilik pengetahuan yang luas
tentang akibat negatif penggunaan gadget maka mereka akan menjaga kesehatan mata mereka dengan
melakukan pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan gadget (18).
Frekuensi gejala kelelahan mata yaitu seberapa sering gejala kelelahan mata yang terjadi dalam
hitungan hari, dengan kategori tidak pernah, kadang-kadang (gejala muncul seminggu sekali), dan sering
(gejala muncul 2-3 kali seminggu atau setiap hari). Sedangkan intensitas lama gejala kelelahan mata
yaitu gejala kelelahan mata yang dirasakan, dengan kategori sedang atau kuat.
Tingkat Pengetahuan Tentang Pencegahan Terjadinya Mata Lelah Akibat Penggunaan Gadget
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dari 250 mahasiswa, 215orang (86,0%), yang
memiliki pengetahuan cukup berjumlah 30 orang (12,0%), sedangkan yang memiliki pengetahuan
kurang berjumlah 5 orang (2,0%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah (2022) yang berjudul
gambaran perilaku pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan laptop dan smartphone pada
mahasiswa angkatan 2019 Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2022,
menunjukkan hasil bahwa mayoritas memiliki pengetahuan baik berjumlah 84 responden (67,7%),
pengetahuan sedang berjumlah 36 responden (29,0%) dan pengetahuan kurang berjumlah 4 responden
(3,3%) (19).
Pengetahuan mengenai pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan smartphone dalam
penelitian ini yaitu informasi yang diketahui dan diperoleh dari berbagai sumber mengenai pencegahan kelelahan mata akibat penggunaan smartphone. Pengetahuan dapat dihasilkan oleh seseorang melalui
proses pengindraan pada suatu objek (20).
Penggunaan smartphone sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, terutama pada
mahasiswa untuk menunjang kebutuhan pembelajaran (21). Pengetahuan yang dimiliki belum tentu
sesuai dengan perilaku penggunaan gadget yang baik dan benar (22). Namun dengan adanya
pengetahuan, dapat membentuk tindakan seseorang sesuai dengan kemampuannya. Pengetahuan yang
baik mengenai pencegahan kelelahan mata akibat dari paparan smartphone, diharapkan dapat menjadi
upaya dasar agar mampu melakukan tindakan pencegahan kelelahan mata dan tetap menjaga
produktivitas kegiatan ketika menggunakan perangkat digital. Perubahan dan peningkatan pengetahuan
seseorang juga dapat terjadi karena pengaruh teknologi yang semakin maju.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis mengenai tingkat pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran
Universitas Muslim Indonesia angkatan 2019 tentang mata lelah akibat penggunaan gadget
menunjukkan bahwa mayoritas (87,2%) memiliki pengetahuan baik, sedangkan pengetahuan cukup dan
kurang masing-masing sebesar 10,0% dan 2,8%. Tingkat pengetahuan mengenai pencegahan mata lelah
akibat gadget juga mayoritas baik (86,0%), dengan cukup dan kurang masing-masing 12,0% dan 2,0%.
Universitas diharapkan menggunakan penelitian ini sebagai pedoman untuk meningkatkan kesadaran
mahasiswa tentang penggunaan gadget yang baik dan aman, termasuk penambahan materi dan gambar
dalam kurikulum. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini menjadi dasar untuk pengembangan
pengetahuan dan solusi lebih efektif dalam masalah mata lelah akibat gadget.
Mata merupakan salah satu indra tubuh yang berfungsi untuk melihat. Mata dapat
menyesuaikan diri dengan jarak dan cahaya ketika melihat objek. Fungsi mata dapat menurun
seiring dengan bertambahnya usia. Studi ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang masalah
kesehatan keluarga di lingkungan jalan Tapian Nauli, Teladan Barat. Observasi masalah
kesehatan ini berkaitan tentang menjaga kesehatan mata pada keluarga. Studi dilakukan dengan
metode observasi (pengamatan) dan pendekatan terhadap keluarga secara langsung. Data studi
ini adalah hasil observasi dan hasil pendekatan yang dilakukan ke keluarga terkait masalah
kesehatan. Penganalisisan data dilakukan dengan pengumpulan data yang kemudian dilakukan
pemilahan data serta mengklasifikasi data yang akhirnya menyajikan hasil dari observasi. Dari
studi ini dapat disimpulkan jenis rumah yang semi permanen rumah keluarga binaan telah
memenuhi standar rumah yang sehat, pengetahuan atas kesehatan terutama kesehatan mata
sudah baikMata merupakan salah satu indra
tubuh yang berfungsi untuk melihat.1
Mata
dapat menyesuaikan diri dengan jarak dan
cahaya ketika melihat objek.2
Fungsi mata
dapat menurun seiring dengan
bertambahnya usia.3
Pada orang dewasa yang berusia lebih
dari 40 tahun dapat mengalami gangguan
saat melihat benda dengan jarak dekat,
selain itu mata juga dapat terjadi gangguan
karena terdapat aktivitas yang diyakini
dapat menyebabkan masalah pada
penglihatan.4
Beberapa aktivitas yang dianggap penyebab masalah penglihatan
yaitu beraktivitas di depan komputer setiap
hari dapat merusak mata, terlalu lama
melihat layar bisa membuat mata lelah,
kering, dan sakit kepala, tetapi tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa dapat
menyebabkan kerusakan permanen.5
Anda dapat melakukan terapi 20-20-
20 yaitu setiap 20 menit alihkan mata dari
layar, fokuslah pada benda yang berjarak
20 kaki selama 20 detik.6
Merokok ketika di usia muda dapat
meningkatkan risiko terjadinya katarak
pada usia tua, selain katarak, rokok juga
dapat memperburuk gejala kondisi mata
lainnya, pada akhirnya jika kesehatan
terganggu, maka kesejahteraan juga akan
berkurang.7
METODE
Studi ini adalah studi observasional
dengan menggunakan pendekatan di mana
pengamatan bebas dan terikat dilakukan
secara bersamaan.
HASIL
Pada kegiatan observasi yang telah
dilakukan, kami mendapatkan hasil:
Kondisi Lokasi Studi
Pada keluarga binaan yang kami
lakukan observasi didapat kondisi dari
tempat tinggal keluarga tersebut telah
memenuhi standar rumah yang sehat.
adapun fasilitas yang dapat kami temui di
dalam rumah keluarga tersebut adalah:
1. Penyediaan air yang bersih
2. Pembuangan tinja
3. Tempat pembuangan sampah
4. Fasilitas dapur
5. Terdapatnya ventilasi rumah
Karakteristik Subjek Studi
Pada keluarga binaan yang kami
lakukan observasi, keluarga tersebut
memiliki sikap peduli yang cukup terhadap
kesehatan, kasih sayang yang tinggi dan
tegas dan memiliki kebiasaan yang buruk
yaitu merokok untuk ibu.
DISKUSI
Pengetahuan Responden Sebelum
Diberikan Penyuluhan Tentang Menjaga
Kesehatan Mata
Sebelum dilakukannya penyuluhan
kepada keluarga binaan, sudah beberapa hal
yang diketahui tentang bagaimana menjaga
kesehatan mata, karena sebelumnya sudah
pernah ada dilakukannya penyuluhan
di lingkungan tersebut.
Kurangnya informasi tentang
bagaimana menjaga kesehatan mata akan
mempengaruhi pengetahuan kesehatan
keluarga.8
Strategi mengetahui
bagaimana menjaga kesehatan mata
salah satunya adalah penyuluhan dan
pengecekan mata .9
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran
bagaimana menjaga kesehatan mata dan
dapat mengantisipasi potensi penyakit mata
salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mensosialisasikan tentang
bagaimana menjaga kesehatan mata dengan
baik itu adalah dengan memberikan
informasi tentang pentingnya kesehatan
mata. Pada penyuluhan ini, bentuk
penyampaian informasi dilakukan secara
lisan menggunakan metode komunikasi
secara langsung. Dan materi dari
penyampaian informasi itu adalah menjaga
kesehatan mata. Penyampaian informasi
yang dilakukan secara lisan yang jelas dan tepat diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan meningkatkan kesadaran
dari keluarga binaan.
Data dari keluarga binaan yang
menunjukkan bahwa memiliki kesadaran
Kesehatan fisik yang baik dengan aktif
beraktivitas. Hal ini juga ada kaitnya
dengan kesehatan mata yang selama ini
dijalani cukup peduli akan kesehatan.
Pengetahuan Responden Setelah
Diberikan Penyuluhan Tentang Menjaga
Kesehatan Mata
Setelah dilakukannya penyuluhan
dan penyampaian informasi tentang
menjaga kesehatan mata keluarga tampak
sudah dapat mengetahui lebih informasi
yang selama ini sudah di ketahui . Hal ini
berarti informasi yang disampaikan tentang
menjaga kesehatan mata tersampaikan dan
dapat diterima dengan baik oleh keluarga.
Pemberian informasi dilakukan dengan
metode ceramah, serta tanya jawab.
Peningkatan pengetahuan terjadi
dikarenakan responden sangat senang
dengan adanya penyuluhan ini dan
menyimak dengan baik informasi yang
disampaikan saat penyuluhan.
Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku
terbuka
Sosialisasi mengenai penyakit mata pada lansia dan langkah-langkah pencegahannya diadakan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan mata di kalangan lanjut
usia. Seiring bertambahnya usia, risiko terkena berbagai penyakit mata seperti katarak, glaukoma,
degenerasi makula, dan retinopati diabetes meningkat, yang dapat berdampak signifikan terhadap
kualitas hidup dan mobilitas lansia. Acara ini memberikan informasi mendalam tentang tanda dan
gejala awal penyakit mata serta langkah-langkah pencegahan yang efektif, termasuk pentingnya
pemeriksaan mata rutin, pola makan sehat, perlindungan dari sinar UV, dan gaya hidup sehat. Selain
itu, peserta mendapatkan kesempatan untuk berdialog langsung dengan ahli dan praktisi kesehatan,
serta terlibat dalam demonstrasi pemeriksaan mata sederhana. Dengan adanya sosialisasi ini,
diharapkan lansia dapat lebih proaktif dalam menjaga kesehatan mata mereka dan memanfaatkan
layanan kesehatan yang tersedia untuk mencegah dan mengelola penyakit mata.
Seiring bertambahnya usia, kesehatan
mata sering kali menjadi aspek yang
terabaikan, meskipun masalah penglihatan
dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas
hidup lansia. Penyakit mata, seperti katarak,
glaukoma, degenerasi makula, dan retinopati
diabetes, adalah kondisi umum yang sering
dihadapi oleh orang tua dan dapat
menyebabkan penurunan penglihatan atau
bahkan kebutaan jika tidak ditangani dengan
baik.
Di Indonesia, peningkatan populasi
lansia menggarisbawahi perlunya upaya lebih
dalam meningkatkan pemahaman mengenai
kesehatan mata di kalangan lanjut usia. Dengan
meningkatnya usia, risiko mengalami masalah
penglihatan juga meningkat, namun banyak
lansia yang tidak menyadari gejala awal atau
tidak mengetahui cara pencegahan yang tepat.
Sosialisasi ini bertujuan untuk:
1) Meningkatkan Pengetahuan: Memberikan
informasi yang jelas tentang penyakit mata
yang umum terjadi pada lansia, termasuk
penyebab, gejala, dan dampaknya.
2) Edukasi Pencegahan: Menjelaskan
langkah-langkah pencegahan yang dapat
diambil untuk mengurangi risiko terkena
penyakit mata, seperti pentingnya
pemeriksaan rutin dan pola makan sehat.
3) Meningkatkan Akses Informasi:
Menyediakan informasi praktis tentang
fasilitas pemeriksaan mata dan layanan
kesehatan yang tersedia di komunitas.
Dengan mengadakan sosialisasi ini,
diharapkan peserta, terutama lansia, dapat
lebih sadar tentang pentingnya menjaga
kesehatan mata dan mengambil tindakan
preventif yang diperlukan. Melalui pemahaman
yang lebih baik mengenai penyakit mata dan
pencegahannya, diharapkan kualitas hidup
lansia dapat ditingkatkan dan risiko penurunan
penglihatan dapat diminimalkan.
Untuk melaksanakan sosialisasi tentang
penyakit mata pada lansia dan pencegahannya,
pertama tama, penting untuk melakukan
perencanaan yang menyeluruh. Ini melibatkan
penentuan tujuan sosialisasi, seperti
meningkatkan pemahaman tentang penyakit
mata yang umum di kalangan lansia dan
langkah-langkah pencegahannya. Riset
mendalam mengenai penyakit mata seperti
katarak, glaukoma, dan degenerasi makula
sangat penting untuk memastikan informasi
yang diberikan akurat dan relevan. Materi
edukasi harus dikembangkan dengan cara yang
mudah dipahami oleh lansia. Gunakan bahasa
yang sederhana dan visualisasi seperti gambar,
diagram, dan video untuk menjelaskan kondisi
serta pencegahannya. Menyertakan testimoni
dari mereka yang telah mengalami atau
berhasil mengatasi masalah mata juga bisa
membantu memberikan perspektif nyata dan
memotivasi peserta.
Pelaksanaan sosialisasi dapat dilakukan
melalui berbagai metode. Mengadakan seminar
dan workshop di pusat-pusat lansia, rumah
sakit, atau komunitas lokal bisa menjadi cara
yang efektif untuk menjangkau banyak orang
sekaligus. Adakan sesi interaktif di mana
peserta bisa bertanya langsung kepada ahli
mata. Penyuluhan langsung ke rumah-rumah
lansia juga bisa dilakukan untuk memberikan
informasi secara personal dan menjawab
pertanyaan mereka. Aktivitas seperti kuis atau
diskusi kelompok dapat meningkatkan
keterlibatan dan pemahaman peserta. Penting
juga untuk menekankan langkah-langkah
pencegahan. Edukasikan lansia tentang
pentingnya pemeriksaan mata rutin, gaya
hidup sehat yang dapat mempengaruhi
kesehatan mata, dan
penggunaan alat bantu seperti kacamata
atau lensa kontak jika diperlukan.
Informasikan juga tentang cara melindungi
mata dari faktor-faktor risiko seperti paparan
sinar matahari berlebihan dan kebiasaan merokok. Setelah sosialisasi dilakukan,
evaluasi efektivitas kegiatan tersebut melalui
survei atau umpan balik dari peserta. Ini
membantu untuk memahami sejauh mana
peserta menyerap informasi dan bagaimana
mereka meresponsnya. Berdasarkan hasil
evaluasi, lakukan tindak lanjut yang
diperlukan, seperti menyediakan informasi
kontak untuk bantuan lebih lanjut dan
merencanakan sesi follow-up untuk mengatasi
pertanyaan atau masalah tambahan yang
mungkin timbul. Penyebaran informasi dapat
dilakukan melalui media sosial, website, dan
materi cetak seperti brosur dan leaflet yang
disebarkan di tempat-tempat umum seperti
puskesmas, apotek, dan pusat komunitas.
Dengan pendekatan yang terintegrasi dan
komprehensif ini, sosialisasi tentang penyakit
mata pada lansia dapat dilakukan secara
efektif, meningkatkan kesadaran, dan
mendukung tindakan pencegahan yang tepat.
Hasil pembahasan menunjukkan
beberapa temuan penting. Melalui pendekatan
yang terencana, pemahaman tentang penyakit
mata yang umum di kalangan lansia dan
pencegahannya dapat meningkat secara
signifikan. Materi edukasi yang dikembangkan
dengan bahasa sederhana, gambar, dan video
terbukti efektif dalam menyampaikan
informasi dengan jelas dan mudah dipahami
oleh lansia. Pelaksanaan sosialisasi melalui
seminar, workshop, dan penyuluhan langsung
memberikan dampak yang positif. Seminar dan
workshop di pusat-pusat lansia dan rumah
sakit memungkinkan banyak peserta untuk
mendapatkan informasi sekaligus dan bertanya
langsung kepada ahli. Penyuluhan rumah ke
rumah juga memberikan sentuhan personal
yang membantu meningkatkan pemahaman
dan keterlibatan lansia.
Selama kegiatan, peserta menunjukkan
peningkatan kesadaran tentang pentingnya
pemeriksaan mata rutin dan pencegahan
penyakit mata. Informasi tentang gaya hidup
sehat, perlindungan dari sinar matahari, dan
penggunaan alat bantu juga diterima dengan
baik. Ini menunjukkan bahwa informasi yang
diberikan relevan dan diterima dengan baik
oleh peserta. Evaluasi yang dilakukan setelah
sosialisasi menunjukkan bahwa peserta merasa
lebih siap untuk mengelola kesehatan mata
mereka dan menunjukkan minat untuk
melanjutkan tindakan pencegahan. Umpan
balik yang dikumpulkan memberikan wawasan
berharga tentang area yang perlu ditingkatkan
dan menyoroti pentingnya tindak lanjut untuk
memastikan informasi diterapkan dengan
efektif.
Penyebaran informasi melalui media
sosial, website, dan materi cetak membantu
menjangkau audiens yang lebih luas dan
memperkuat pesan yang disampaikan selama
sosialisasi. Ini juga memberikan saluran
tambahan bagi lansia dan keluarga mereka
untuk mengakses informasi lebih lanjut. Secara
keseluruhan, proses sosialisasi berhasil
meningkatkan kesadaran tentang penyakit
mata pada lansia dan langkah-langkah
pencegahannya. Metode yang diterapkan
terbukti efektif dalam memberikan informasi
yang jelas dan mendorong tindakan
pencegahan, serta memberikan dasar yang kuat
untuk tindak lanjut dan penyebaran informasi
lebih lanjut.
Sosialisasi penyakit mata pada lansia
berhasil meningkatkan pemahaman mereka
tentang penyakit mata umum dan langkahlangkah pencegahannya. Metode seperti
seminar, workshop, dan penyuluhan langsung
efektif dalam menyampaikan informasi dengan
cara yang mudah dipahami. Peserta
menunjukkan peningkatan kesadaran
mengenai pentingnya pemeriksaan mata rutin
dan gaya hidup sehat. Evaluasi menunjukkan
bahwa peserta siap untuk menerapkan
tindakan pencegahan yang disarankan.
Penyebaran informasi melalui berbagai saluran
memastikan pesan kesehatan mata terus
mata10
Penyakit mata kering ialah penyakit multifaktorial pada air mata serta permukaan mata yang memunculkan indikasi tidak
aman, kendala penglihatan, serta ketidakstabilan tear film dengan potensial merusak permukaan mata. Kondisi ini dapat
diikuti dengan kenaikan osmolaritas tear film dan inflamasi permukaan mata. Mata kering ini bisa terjadi karena
berkurangnya caira aqueous humor yang dihasilkan oleh tubuh siliar ataupun meningkatnya produksi evaporasi air mata yang
terjadi karena terganggu nya fungsi dari kelenjar meibom. Berdasarkan pemicunya mata kering di klasifikasikan menjadi 2
yaitu mata kering karena defisiensi aqueous (MKDA) dan mata kering evaporasi (MKE). Diagnosis dan urutan pemeriksaan
mata kering antara lain kuisioner, tear film break-up time dengan fluoresein, pewarnaan permukaan mata menggunakan
fluoresein atau lissamine green, tes Schirmer I dengan atau tanpa anestesi/ tes Schirmer II dengan stimulasi nasal,
pemeriksaan kelopak mata dan kelenjar meibomian. Tatalaksana bisa dengan farmakologi dan non farmakologi. Tatalaksana
penyakit ini tergantung derajat kesakitan. Contoh obat untuk penatalaksanaan penyakit mata kering ini adalah cendo lyters.
Tatalaksana non farmakologi untuk pencegahan penyakit mata kering ini adalah dengan cara menghindari penyebab nya,
seperti asap kendaraan, membatasi penggunaan gadget, dan juga bisa menggunakan kaca mata hitam jika sudah ada indikasi
mata merah dan kering. Tulisan ini menggunakan metode article review dengan menggunakan sumber seperti jurnal. Tujuan
penulisan ini untuk mengetahui pengertian, diagnosis, dan tatalaksana mata kering. Hasil dari tulisan ini ditemukan bahwa
diagnosis mata kering dapat ditegakan dengan anamnesis serta pemeriksaan fisik. Kesimpulan yang didapatkan yaitu
tatalaksana dari mata kering bergantung pada gejala yang ditemukan pada anamnesis serta Pemeriksaan fisik.
Penyakit mata kering ialah penyakit
multifaktorial pada air mata serta permukaan
mata yang memunculkan indikasi tidak aman,
kendala penglihatan, serta ketidakstabilan tear
film dengan potensial merusak permukaan
mata. Kondisi ini dapat diikuti dengan kenaikan
osmolaritas tear film dan inflamasi permukaan
mata. Air mata terdiri dari 3 struktur yang
membentuk tear film. Susunan mucin ialah
susunan sangat dalam serta tipis yang dibuat
oleh konjungtiva. Fungsi mucin yaitu
menyelimuti segala permukaan susunan
aqueous di permukaan mata. Lapisan tengah ataupun susunan aquos ialah lapisan sangat
tebal, dibuat oleh kelenjar air mata serta
memiliki larutan garam. Lapisan ini melindungi
kelembapan permukaan mata serta
mensterilkan debu, fibrin, ataupun benda asing.
Susunan yang paling atas merupakan susunan
lipid yang dihasilkan oleh kelenjar meibomian
dan kelenjar Zeis. Susunan ini berfungsi untuk
menghindari evaporasisusunan aquos. Air mata
pula mengandung protein, imunoglobulin,
elektrolit, sitokin, laktoferin, lisozim, serta
aspek perkembangan; pH rata- rata 7, 25 dan
osmolaritas nya yaitu 309 mOsm/ L.1
Penyakit mata kering ini atau dalam
bahasa inggris nya dry eyes disease merupakan
penyait yang terjadi karena pemicu
multifaktorial. Mata kering dapat menggangu
aktivitas kehidupan, seperti membaca, menulis,
maupun bekerja Ketika menggunakan monitor.7
Epidemiologi penyakit ini di dunia sekitar 5%-
34%, dimana kejadian ini terus bertambah
bersumber dari umur( Messmer, 2015). Angka
kejadiannya yaitu pada perempuan sekitar 3,2
juta dan pada laki-laki 1,6 juta pada usia lebih
dari 50 tahun. Alasan masih belum bisa di teliti
lebih lanjuti, tetapi ada beberapa faktor yaitu
fluktuasihormon ketika haid, setelah
menopause, pemakaian kontrasepsi hormonal,
insisi pada operasi katarak maka
mengakibatkan ketidakstabilan lapisan air mata
yang dapat mencetuskan terjadinya PMK, serta
pengobatan pengganti hormon ikut
berkontribusi. Faktor resiko penyakit mata
kering ini bukan hanya berdasarkan dari jenis
kelamin, area pekerjaan juga bisa menjadi
faktor resiko dari penyakit ini. faktor pekerja
meliputi umur, tipe kelamin, Kerutinan
membaca serta kelainan refraksi, sedangkan
aspek area kerja meliputi temperatur,
kelembaban, penerangan, besar meja, tinggi
sofa serta jarak mata ke monitor.1
Faktor
resiko lainnya dapat berupa dari individu
berupa usia, jenis kelamin, penggunaan lensa
kontak, riwayat penyakit sistemik, riwayat
pengobatan dan trauma serta kurangnya refleks
berkedip. Faktor lingkungan berupa
pencahayaan dengan tingkat iluminasi tinggi,
kelembaban yang rendah, kondisi ruangan yang
menggunakan air conditioner (AC) atau alat
pemanas sentral yang akan mengalirkan udara
kering dengan aliran cepat dapat menyebabkan
penguapan air mata menjadi meningkat. Hal
inilah yang dapat menimbulkan mata menjadi
kering. Faktor resiko selanjutnya dari mata
kering adalah penggunaan obat-obatan, seperti
obat topikal atau sistemik.
2 Mata kering karena
obat sistemik terjadi karena penurunan
produksi air mata, perubahan input saraf
termasuk refleks sekresi dan penurunan sensasi
kornea atau efek inflamasi langsung pada
kelenjar sekretori. Obat sistemik yang dapat
menyebabkan mata merah salah satunya yaitu
obat antimuskarini.3 Obat topikal dapat
menyebabkan mata kering karena konsentrasi
obat yang lebih tinggi, frekuensi aplikasi yang
lebih sering, kandungan pengawet pada obat,
terapi jangka panjang dan peradangan
permukaan mata yang diinduksi obat
tatalaksana secara umum dapat diberikan air
mata buatan. Tatalaksana lainnya yaitu dengan
menghentikan penggunaan obat yang
menyebabkan mata kering atau mengganti obat
dengan obat lainnya dan menghindari
penggunaan obat mata yang mengangung
benzalkonium chloride.3
Faktor resiko
penyakit mata kering meliputi usia lanjut, ras
Asia, kehamilan, beberapa penyakit seperti
kekurangan vitamin A, infeksi hepatitis C,
diabetes mellitus, infeksi HIV, keratoplastik,
isotretinoin, sarkoidosis, disfungsi ovarium,
penyakit pada jaringan ikat, diet asam lemak
omega 3 dan omega 6, obat-obatan seperti
antihistamin, antidepresan trisiklik,
penghambat serotonin secara selektif, diuretik,
β-bloker, antikolinergik, ankiolitis, antipsikosis,
drytransplantasi stem sel hematopoietik,
merokok, alkohol, dan lingkungan dengan
kelembaban rendah (Hikmatul, 2016). Faktor
resiko lainnya adalah Reumatoid Artritis,
penyakit Grave’s dan ketidaknormalan kelopak
mata atau permukaan mata (Clinical, 2010).
4
Selain faktor resiko di atas, beberapa
penelitian melaporkan bahwa penggunaan obat
antihipertensi dapat menyebabkan beberapa
efek samping, salah satunya dapat
mengakibatkan sindroma mata kering
(Fraunfelder, Sciubba, & Mathers, 2012; Sagili &
Malhotra, 2011).4 Mata kering ini bisa terjadi
karena berkurangnya cairan aqueous humor
yang dihasilkan oleh tubuh siliar ataupun
meningkatnya produksi evaporasi air mata yang
terjadi karena terganggu nya fungsi dari kelenjar meibom. Berdasarkan dari kedua
pemicu tersebut mata kering dapat di
klasifikasikan menjadi 2 yaitu mata kering
karena defisiensi aqueous (MKDA) dan mata
kering evaporasi (MKE).1 Faktor resiko nya yaitu
bisa dari kepribadian masing-masing orang,
area lingkungan, penyakit kronis, penyakit
autoimun, obat-obatan dan luka.5 Mata
kering dalam perjalanan penyakitnya
menyebabkan kerusakan pada permukaan
okular baik yang bersifat temporer maupun
permanen. Mata kering dapat menurunkan
produktivitas kerja sehingga pekerjaan yang
dilakukan tidak memuaskan. Ketidakstabilan
dari lapisan air mata yang berlangsung lama
menyebabkan terjadinya komplikasi pada
permukaan mata. Penurunan volume aquous
memudahkan terjadi iritasi, alergi dan infeksi
serta menurunnya fungsi antibakteri sehingga
dapat menyebabkan timbulnya keratopati.
Mata kering merupakan kondisi yang membuat
penderita nya tidak nyaman yang disebabkan
berkurang nya kelembapan pada mata.2
Penyakit ini sering terjadi pada masa-masa lalu.
Hal tersebut bisa karena hawa yang dapat
merangsang mata serta susunan air mata
menjadi kering. Gejala awal penderita mata
kering yaitu merasa matanya kesakitan, mata
seperti ada pasir, rasa silau, penglihatan kabur,
sekresi mucus berlebih, menggerakan kelopak
mata terasa sulit, mata kering,erosi kornea
mata terasa kering, terbakar, gatal, perih, terasa
ada benda asing, dan juga fotofobia.6 Pada
stadium awal sindrom mata kering bisa tidak
beresiko, tetapi untuk fase lanjut bisa
menyebabkan kehancuran bola mata. Gejalaindikasi ini kerap diperburuk di area berasap
atau kering, dengan pemanasan ruangan,
dengan membaca ataupun memakai computer
secara kelewatan. Pada awal perjalanan
penyakit mata kering ini bisa membuat
penglihatan terganggu. Pada fase lanjut
penyakit mat kering ini bisa menyebabkan ulkus
kornea bahkan bisa sampai pada kebutaan.5
Tatalaksana penyakit ini bisa dalam bentuk self
care at home, seperti humidifier, hot compres,
eye exercise dan juga bisa menggunakan obat
seperti pelumas mata (lubrikan). Mata kering
bisa terjadi sendiri atau bersamaan dengan
penyakit mata lain. Berdasarkan etiopatologi
mata kering di klasifikasikan menjadi 2, yaitu
mata kering defisiensi aqueous (MKDA) dan
mata kering evaporasi (MKE).7
1. Mata Kering Defisiensi Aqueous( MKDA)
Diakibatkan oleh kegagalan sekresi air
mata lakrimal akibat disfungsi kelenjar lakrimal
asinar ataupun penurunan volume sekresi air
mata. Kondisi ini dapat menimbulkan
hiperosmolaritas karena evaporasi senantiasa
berlangsung wajar. Hiperosmolaritas
menstimulasi mediator inflamasi( IL- 1α, IL- 1β,
TNFα, matriks metaloproteinase 9, MAP kinase,
dan NFkβ pathway). MKDA dikelompokkan jadi
2 sub- kelas, ialah mata kering sindrom Sjogren(
MKSS) serta mata kering bukan sindrom
Sjogren( MKBSS). MKSS ialah penyakit autoimun
yang melanda kelenjar lakrimal, kelenjar saliva,
serta sebagian organ lain. Infiltrasi sel T pada
kelenjar saliva dan lakrimal menimbulkan
kematian sel asinar serta duktus dan
hiposekresi air mata atau saliva. Aktivasi
mediator inflamasi memicu ekspresi
autoantigen di permukaan sel epitel( fodrin, Ro,
serta La) serta retensi sel T CD4 serta CD8.
Perinci kriteria klasifikasi sindrom Sjogren
bersumber pada AmericanEuropean Consensus
Group. MKBSS ialah kelompok MKDA akibat
disfungsi kelenjar lakrimal yang bukan bagian
dari autoimun sistemik. Kondisi yang sangat
kerap ditemukan merupakan mata kering
berkaitan dengan umur. Defisiensi kelenjar
lakrimal juga bisa terjalin akibat penyakit lain
seperti sarkoidosis, AIDS, Graft vs Host Disease
(GVHD) ataupun kondisi obstruksi duktus
kelenjar lakrimal akibat trakoma juga berfungsi
dalam MKBSS. 1, 4 Pada Beave Dam study
ditemui angka peristiwa mata kering penderita
Desimeter 18, 1% dibandingkan dengan
penderita non- DM( 14, 1%).
1
2. Mata Kering Evaporasi( MKE)
MKE terjalin akibat kehabisan air mata
di permukaan mata, sebaliknya kelenjar
lakrimasi berperan wajar. Kondisi ini bisa
dipengaruhi oleh aspek intrinsik (struktur
kelopak mata) serta ekstrinsik (penyakit
permukaan mata ataupun pengaruh obat
topikal), keterkaitan kedua faktor masih susah
dibedakan.Penyakit mata kering merupakan
penyakit pada air mata dan permukaan mata.
Penyakit ini multifactorial pada keduanya dan
bisa berbahaya, masalah penglihatan, tidak
stabilnya tear film yang dapat berakibat
rusaknya permukaan mata. Ciri dari penyakit ini
bisa berhubungan dengan naiknya osmolaritas
tear film dan inflamasi permukan mata. Air
mata terdiri dari 3 struktur yang membentuk
tear film. Susunan mucin ialah susunan sangat
dalam serta tipis yang dibuat oleh konjungtiva.1
Diagnosis
Diagnosis dan urutan pemeriksaan mata kering
antara lain:
1. Riwayat pasien dengan kuesioner
2. Tear film break-up time dengan fluoresein
3. Pewarnaan permukaan mata menggunakan
fluoresein atau lissamine green
4. Tes Schirmer I dengan atau tanpa anestesi/
tes Schirmer II dengan stimulasi nasal
5. Pemeriksaan kelopak mata dan kelenjar
meibomian
Diagnosis penyakit mata kering dapat
ditegakkan dengan kombinasi gejala dan
penurunan hasil tear film breakup time (TBUT).7
Informasi gejala, riwayat tindakan operasi mata,
penggunaan obat topikal atau sistemik, dan
penyakit penyerta (blefaritis atau alergi).
Beberapa kuesioner yang dapat
digunakan untuk diagnosis mata kering yaitu
Ocular Surface Disease Index (OSDI), Impact of
Dry Eye on Everyday Life (IDEEL), McMonnies,
dan Womens’s Health Study Questionnaire.
OSDI merupakan kuesioner yang paling sering
digunakan untuk diagnosis penyakit mata
kering jika nilainya di atas 30. Tear film breakup
time (TBUT) merupakan waktu yang dibutuhkan
oleh tear film untuk pecah mengikuti kedipan
mata. Pemeriksaan kuantitatif ini berguna
untuk menilai kestabilan tear film, dan waktu
normal TBUT adalah 15-20 detik, sedangkan
pada mata kering nilai TBUT adalah 5-10 detik.
Tes Schirmer I untuk menilai produksi air mata
oleh kelenjar lakrimal selama 5 menit. Kertas
filter fluoresein diletakkan pada cul-de-sac
kelopak mata bawah dan mata pasien tertutup
selama 5 menit kemudian dinilai panjang kertas
yang basah, ambang batas diagnostik adalah
kurang dari 5 mm dalam 5 menit. Pewarnaan
permukaan mata menggunakan fluoresein lebih
digunakan untuk menilai derajat keparahan
epitel kornea dan dinilai menggunakan skema
Oxford. nilai ≥3 menunjukkan indikasi penyakit
mata kering yang berat. Pewarnaan hijau
lissamin untuk menilai konjungtiva.
Pemeriksaan tepi kelopak mata dapat
mengetahui inflamasi atau disfungsi kelenjar
meibomian yang berkaitan dengan MKE
.Meniskus air mata kurang dari 0,2 mm dan hasil
tes Schirmer I yang tidak normal dapat
digunakan sebagai indikator MKDA. Pada MKE,
biasanya ditemukan kelopak mata yang tidak
normal atau disfungsi kelenjar meibomian dan
TBUT rendah. Gangguan permukaan mata dan
peningkatan osmolaritas tear film dapat
ditemukan pada keadaan MKDA dan MKE.
Pemeriksaan biomarker serologi dilakukan pada
gangguan kelenjar lakrimal dan kelenjar saliva.
Keratografi okulus merupakan metode baru dan
tidak invasif untuk menganalisis tear film.
Keratografi menggunakan lingkaran plasido
pada kamera yang dapat menilai permukaan
konjungtiva bulbar, TBUT noninvasif, TBUT ratarata, dan tinggi meniskus air mata. Pemeriksaan
penanda inflamasi matrix metalloproteinase
(MMP-9) pada air mata juga menjadi fokus
diagnosis dengan nilai normal <40 ng/mL.8
Peningkatan kadar MMP-9 dapat dideteksi pada
fase awal dan 53% pasien dengan gejala mata
kering memiliki kadar MMP-9 >40
ng/mL.9Inflammadry (RPS Diagnostic)
merupakan alat deteksi cepat peningkatan
MMP-9 pada air mata.1
Tatalaksana
Asian dry eye society membuat konsep
penatalaksanaan mata kering sesuai klasifikasi
etiopatologi. Tear film terdiri atas mucin,
aqueous, dan lipid, gangguan salah satu lapisan
dan ketidakstabilan tear film menyebabkan
mata kering. Terapi diberikan berdasarkan
pendekatan etiopatologi, sehingga akan
memperbaiki gejala dan meningkatkan kualitas
hidup. Penggunaan obat mata topikal
disarankan bebas zat pengawet, hipotonik, atau
isotonik, dan mengandung elektrolit, pH netral
atau sedikit basa, dan osmolaritas 181-354 mOsm/L, serta biasanya dalam sediaan dosis
tunggal yang lebih mahal. Zat pengawet
benzalkonium klorida (BAK) dapat merusak
epitel kornea dan konjungtiva. Air mata artifisial
dapat digunakan empat kali sehari atau pada
keadaan lebih parah bisa hingga 10-12 kali
sehari. Tersedia berbagai macam produk
dengan komposisi, indikasi, dan zat pengawet
yang berbeda. Komposisi utama air mata
artifisial seperti selulosa dan polivinil,
kondroitin sulfat, dan natrium hialuronat
menentukan viskositas, waktu retensi, dan
adhesi terhadap permukaan okuler. Air mata
natrium hialuronat 0,3% hipotonik lebih efektif
dibandingkan dengan isotonik dalam
memperbaiki pewarnaan kornea, menurunkan
molekul inflamasi, dan meningkatkan sel goblet.
Hidroksipropil selulosa digunakan sebagai
lubrikasi steril, larut air, dan cara kerja lepas
lambat, sehingga digunakan untuk penyakit
mata kering sedang-berat. Sediaan lubrikasi
umumnya bebas zat pengawet, tetapi memiliki
efek samping gangguan tajam penglihatan
sementara, sehingga lebih disarankan
penggunaannya pada malam hari. Stimulasi air
mata (secretogogeus) dapat meningkatkan
sekresi aqueous, mucin, atau keduanya.
Beberapa obat topikal yang masih dalam
penelitian antara lain diquafosol, rebamipide,
gefarnate, ecabet sodium, dan 15 (S)- HETE.
Topikal diaquafasol 3% dan rebamipide 2%
paling banyak tersedia di pasaran dan
digunakan sebagai salah satu pilihan terapi
penyakit mata kering. Diaquafosol merupakan
reseptor agonis P2Y2 yang menstimulasi sekresi
air, gel-forming MUC5AC, dan ekspresi
membranes-associated mucins MUC1, MUC4,
dan MUC16. Diaquafosol 3% secara signifikan
dapat meningkatkan kadar MUC5AC pada air
mata kelinci. Penelitian lain menemukan efek
diaquafosol 3% dapat meningkatkan kadar
lapisan lipid pada tear film. Rebamipide
merupakan turunan kuinolon yang bekerja
meningkatkan densitas sel goblet dan ekspresi
gen dan protein MUC1, MUC4, dan MUC16,
serta sebagai sawar pelindung.Agonis kolinergik,
pilokarpin, dan cevilemine dapat digunakan
sebagai secretogogeus oral pasien sindrom
Sjogren. Pilokarpin 5 mg malam hari
menunjukkan perbaikan dibandingkan plasebo,
tetapi efek samping keringat berlebihan terjadi
pada 40% pasien. Cevilemine merupakan agonis
kolinergik yang memiliki efek samping sistemik
lebih sedikit daripada pilokarpin dan
menunjukkan perbaikan gejala mata kering
dibandingkan plasebo. Oklusi punctal
menggunakan punctal plug untuk mencegah
aliran air mata masuk ke sistem nasolakrimal.
Sekitar 74-86% pasien mengalami perbaikan
gejala, TBUT yang memanjang, dan penurunan
osmolaritas air mata. Kontraindikasi
penggunaan plug pada pasien dengan riwayat
gangguan anatomi sistem lakrimasi, infeksi atau
peradangan kelopak mata, dan alergi.
Gangguan kelenjar sekresi air mata dapat
memicu perubahan komposisi air mata seperti
hiperosmolaritas, sehingga menstimulasi
inflamasi permukaan mata. Berdasarkan
patogenesis inflamasi, maka anti-inflamasi
dapat menjadi salah satu pilihan terapi. Pada
penelitian fase III, siklosporin 0,05% topikal
secara signifikan meningkatkan skor Schirmer
dan densitas sel goblet konjungtiva.
Kortikosteroid topikal dosis rendah dapat
menurunkan gejala iritasi, pewarnaan kornea
dan keratitis filamen; penggunaan jangka
panjang perlu pemantauan tekanan intraokuler,
keadaan kornea, dan risiko katarak. Loteprednol
0,5% dan fluorometholone merupakan steroid
tetes mata topikal berisiko rendah
meningkatkan tekanan intra-okuler. Asam
lemak omega 3 (biasa ditemukan pada minyak
ikan) menghambat sintesis mediator lipid dan
menghambat produksi Il-1 dan TNF alfa.1,5
DEWS tahun 2007 merekomendasikan nutrisi
tambahan omega 3 sebagai salah satu pilihan
terapi blefaritis atau disfungsi kelenjar
meibomian. Tetes mata serum otologus terdiri
atas komponen air mata esensial seperti
transforming growth factor, vitamin A, lisosim,
fibronektin, vitamin C, imunoglobulin A, dan
epithelial growth factor yang berperan penting
dalam menjaga kesehatan permukaan mata.
Obat ini juga direkomendasikan sebagai terapi
gangguan permukaan bola mata seperti MKSS,
MKBSS yang berkaitan dengan graftversus-host
disease, keratitis neurotropik, defek epitel
persisten, keratokonjungtivitis superior limbik,
dan mata kering post-LASIK. sejumlah 20-50%
pasien mengalami perbaikan gejala setelah
penggunaan serum autologus selama 4-8 hari.
Pada kasus disfungsi kelenjar meibom, tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran
sekresi meibom dan menurunkan paparan
terhadap antibiotik. Kompres hangat untuk
memperlebar orifisium kelenjar meibom, sabun
dan scrub untuk membersihkan debris serta
koloni bakteri, dan pijatan pada kelopak mata
untuk memperlancar sekresi meibom yang
mengental. Lipiflow merupakan terapi
termodinamik pada kelenjar meibomian yang
tersumbat, alat sekali pakai ini diletakkan pada
kelopak mata dan menyalurkan panas pada
kelenjar sehingga terjadi sekresi meibom.
Pemeriksaan selanjutnya perlu dilakukan untuk
menilai respons terapi dan kerusakan struktur
permukaan mata. Frekuensi evaluasi
tergantung pada derajat keparahan penyakit
dan pendekatan terapi. Pasien mata kering
disertai ulkus kornea membutuhkan evaluasi
setiap hari. Pengobatan penyakit mata ini bisa
juga di berikan Cendo lyters 4 gtt 1, Catarlent
eye drops 4 gtt 1. cendo lyteers merupakan obat
tetes mata yang mengandung sodium chloride
dan potassium chloride. obat ini digunakan
untuk melumasi serta menyejukkan pada mata
kering akibat kekurangan sekresi air mata atau
teriritasi karena kondisi lingkungan,
penggunaan contact lens, dan terdapat lendir
berlebih pada mata. cendo Catarlent eye drops
15 ml merupakan tetes mata yang digunakan
untuk membantu mengatasi katarak,
pendarahan pada vitreous humour (zat seperti
gel yang terdapat diantara lensa mata dan
retina didalam bola mata), serta kekeruhan
pada vitreous humour. cendo catarlent
minidose mengandung k-iodida 5mg, k-klorida
5mg, na-tiosulfat 0.5mg, timerosal
0.0002mg/ml yang di gunakan untuk mengobati
mata katarak lentrikularis. Penyakit mata kering
adalah kondisi penyakit yang kronis, yang tidak
dapat disembuhkan tapi dapat di atasi gejalagejalanya (simptomatic treatment).
Penanganan sindroma ini sangat bergantung
dari penyebab sindroma mata kering tersebut.
Apabila penyebabnya adalah lingkungan (iklim
yang terlalu panas atau sangat dingin) maka
penanganannya adalah dengan menggunakan
kaca mata hitam (sun glasses) terutama saat
berada di luar ruangan. Kaca mata hitam yang
diperlukan adalah kacamata hitam dengan
bentuk yang cukup lebar dan menutupi daerah
samping mata, sehingga penguapan air mata
dapat dihindari. Apabila berada dalam ruangan,
maka air cleaner dan humidifier akan sangat
membantu menangani masalah ini. Dokter
mata akan memberikan tetes air mata buatan
(artificial tears), yang berfungsi untuk
membantu mengurangi iritasi dan gejala-gejala
yang timbul. Frekuensi pemakaian artificial
tears ini bergantung pada jenis dari artificial
tears tersebut. Apabila artificial tears yang
dipakai adalah jenis yang non preservative atau
tidak memakai bahan pengawet, maka bisa
diteteskan tiap 30 menit atau 1 jam. Apabila
yang dipakai adalah jenis yang ada bahan
pengawetnya, maka penggunaanya cukup 4-6
kali sehari. Suplemen nutrisi yang mengandung
asam lemak esensial (linoleic and gammalinolenic) dikatakan dapat mengurangi gejalagejala dari sindroma mata kering. Obat tetes
mata lainnya dokter mungkin obat antiinflamasi
atau obat steroid, tergantung pada penyebab
mata kering dan gejala yang dialami. Komplikasi
penyakit mata kering ini tidak menimbulkan
gangguan pada tajam penglihatan. Namun,
pada kasus yang sangat parah dapat
menimbulkan kekeruhan pada kornea. Apabila
ini terjadi, tentu saja penglihatan akan
terganggu. Tidak ada usaha pencegahan yang
dapat dilakukan mengingat sebagian besar
penyebabnya adalah proses penuaan normal,
namun apabila kita sudah merasa memiliki
salah satu gejala diatas, sebaiknya kita pergi ke
dokter mata untuk kepastian diagnosa dan
mendapatkan penanganan yang tepat untuk
menghindari komplikasi kekeruhan pada kornea.
Pada kasus yang berlanjut dapat terjadi erosi
kornea, ulkus kornea, dan perforasi. Terkadang
ada infeksi sekunder. Terapi dini dapat
mencegah komplikasi-komplikasi ini.1
Ringkasan
Mata kering dapat di klasifikasikan
menjadi 2 yaitu mata kering karena defisiensi
aqueous (MKDA) dan mata kering evaporasi
(MKE). Faktor resiko nya yaitu bisa dari
kepribadian masing-masing orang, area
lingkungan, penyakit kronis, penyakit autoimun,
obat-obatan dan luka. Untuk penegakan
diagnosis dari mata kering bisa dengan isi
riwayat pasien dengan kuesioner, Tear film
break-up time dengan fluoresein, pewarnaan
permukaan mata menggunakan fluoresein atau lissamine green, tes Schirmer I dengan atau
tanpa anestesi/ tes Schirmer II dengan stimulasi
nasal dan pemeriksaan kelopak mata dan
kelenjar meibomian. Pengobatan penyakit mata
ini bisa juga di berikan Cendo lyters 4 gtt 1,
Catarlent eye drops 4 gtt 1.