Secara astronomis Indonesia yang berada di antara 6o
Lintang Utara (LU) sampai 11o
Lintang
Selatan (LS) dan 95o
sampai 141o
Bujur Timur (BT), yang menunjukkan negara Indonesia dilewati oleh
garis khatulistiwa. Secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Australia dan Benua Asia,
serta berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Menurut Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah
Administrasi Pemerintahan, dan Pulau, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.374
pulau, dengan luas wilayah sebesar 1.892.410,1 km2
. Banyaknya pulau yang ada di Indonesia dengan
berbagai suku, budaya, dan bahasa, menimbulkan tantangan tersendiri dalam upaya pemerintah untuk
memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia.
Secara administratif, Indonesia terdiri dari 38 provinsi. Daerah provinsi dibagi menjadi daerah
kabupaten dan kota, dengan total 416 kabupaten dan 98 kota di seluruh Indonesia. Daerah kabupaten
dan kota dibagi menjadi kecamatan, dengan total 7.145 kecamatan di seluruh Indonesia. Daerah
kecamatan dibagi menjadi kelurahan dan desa, dengan total 8.433 kelurahan dan 74.326 desa di
seluruh Indonesia (data selengkapnya di Lampiran 1).
A. KEADAAN PENDUDUK
Menurut data Kementerian Dalam Negeri, pada tahun 2023 jumlah penduduk Indonesia adalah
sebanyak 280.725.428 jiwa yang terdiri dari 141.671.644 jiwa penduduk laki-laki dan 139.053.784 jiwa
penduduk perempuan. Gambar 1.1 menunjukkan proporsi penduduk di Indonesia tahun 2023 menurut
jenis kelamin. Proporsi antara penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama besar, hanya terpaut
0,94% lebih banyak laki-lakiJika dilihat menurut provinsi, jumlah penduduk paling banyak di Indonesia terdapat di Provinsi
Jawa Barat, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Provinsi Papua Selatan. Secara rinci
data estimasi jumlah penduduk per provinsi dapat dilihat pada Gambar 1.2Pulau berpenduduk adalah pulau dimana ada penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk
(KTP) pada wilayah administrasi dan berdomisili diantaranya melakukan aktivitas pelayanan publik dan
keamanan seperti penjaga mercusuar dan satuan tugas pengamanan. Dari 17.374 pulau di Indonesia
hanya 1.554 pulau yang berpenduduk. Pulau Jawa merupakan pulau dengan populasi penduduk
terbanyak dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia (56%). Wilayah timur Indonesia yaitu
Pulau Maluku (1,17%) dan Papua (2%) merupakan pulau dengan populasi penduduk paling sedikit.
Data mengenai persebaran populasi penduduk per pulau-pulau besar di Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 1.3
Konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat diketahui dengan menggunakan ukuran kepadatan
penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan tingkat persebaran penduduk di suatu wilayah. Angka
kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer persegi. Semakin besar
angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin banyak penduduk yang mendiami wilayah
tersebut. Wilayah yang memiliki kepadatan yang tinggi umumnya adalah pusat permukiman, pusat
peradaban, pusat pemerintahan, dan pusat aktivitas sosial ekonomi. Rata-rata kepadatan penduduk
di Indonesia tahun 2023 berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri yaitu sebanyak 148 jiwa/km2
.
Kepadatan penduduk berguna sebagai acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan dan persebaran
penduduk. Data kepadatan penduduk menurut provinsi tahun 2023 selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Gambar 1.4 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk di Indonesia tidak merata. Kepadatan
penduduk tertinggi terdapat di Pulau Jawa dengan Provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan
kepadatan penduduk tertinggi (17.153 jiwa/km2
). Provinsi dengan kepadatan penduduk terendah yaitu
di Provinsi Kalimantan Utara yaitu 11 jiwa/km2
.
Beberapa cara yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka pemerataan penduduk, antara
lain: (1) transmigrasi atau program memindahkan penduduk dari tempat yang padat penduduk ke
tempat yang masih jarang penduduknya; (2) pemerataan pembangunan terutama di wilayah timur
Indonesia; (3) sosialisasi program keluarga berencana dan menunda usia pernikahan pertama.
Piramida penduduk adalah grafik demografi yang banyak digunakan untuk memvisualisasikan
komposisi umur-jenis kelamin suatu populasi. Piramida penduduk menyajikan jumlah atau persentase
penduduk laki-laki dan perempuan dalam suatu penduduk menurut kelompok umur. Bentuk piramida
pada titik waktu tertentu menunjukkan tahapan transisi demografi yang dialami suatu populasi.
Dalam piramida penduduk, terdapat dua sumbu, yaitu sumbu horizontal dan sumbu vertikal.
Sumbu vertikal menggambarkan kelompok umur penduduk dari nol sampai dengan 75 tahun lebih
dengan interval lima tahunan dengan jumlah penduduk laki-laki digambarkan di sisi sebelah kiri dan
perempuan di sisi sebelah kanan. Sumbu horizontal menggambarkan jumlah penduduk. Piramida
tersebut merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda,
dewasa, dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial, budaya,
dan ekonomi.Piramida penduduk Indonesia pada Gambar 1.5 berbentuk kerucut dengan alas yang lebar dan
puncak yang meruncing. Hal ini menunjukkan bahwa struktur penduduk di Indonesia termasuk struktur
penduduk muda. Usia 0-14 tahun (usia muda) lebih banyak jumlahnya dibandingkan kelompok usia di
atasnya. Bagian atas pada piramida tersebut yang lebih pendek menunjukkan bahwa angka kematian
yang masih tinggi pada penduduk lanjut usia. Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk yaitu Angka Beban
Ketergantungan (ABK) atau Dependency Ratio. Angka Beban Ketergantungan adalah perbandingan
antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke
atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia
15-64 tahun (penduduk angkatan kerja). Angka ini digunakan sebagai indikator yang secara kasar
menunjukkan keadaan perekonomian suatu negara. Semakin tinggi persentase dependency ratio
menunjukkan semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai
hidup penduduk yang belum produktif dan yang tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency
ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang
produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Angka Beban Ketergantungan penduduk Indonesia pada tahun 2023 sebesar 44,65%. Hal ini
menunjukkan bahwa dari 100 penduduk Indonesia yang berusia produktif, di samping menanggung
dirinya sendiri, juga menanggung kurang lebih 45 orang yang tidak produktif. Angka ini masih sama
dengan angka tahun sebelumnya. Dalam menanggapi kondisi ini, beberapa upaya yang dapat
dilakukan diantaranya menekan jumlah kelahiran untuk mengurangi angka beban ketergantungan dan
mengupayakan program kesehatan untuk usia pra lansia sehingga tidak menjadi beban saat mencapai
usia lansia.Tabel 1.1 menyajikan data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2023
berdasarkan jenis kelamin. Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan digunakan untuk
penyusunan perencanaan dan evaluasi hasil pencapaian upaya kesehatan yang telah dilaksanakan.
Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun 2023 selengkapnya dapat dilihat di
Lampiran 2.a
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu
periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun
atas dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan
oleh suatu negara. Nilai PDB yang besar menunjukkan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga
sebaliknya. Perekonomian Indonesia pada tahun 2023 yang diukur berdasarkan PDB atas dasar harga
berlaku mencapai Rp20.892,4 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp75,0 juta atau US$4.919,7.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 mencapai 5,05%, lebih rendah daripada
pertumbuhan tahun 2022 yaitu sebesar 5,31%. Sumber pertumbuhan ekonomi yang tertinggi menurut
lapangan usaha adalah lapangan usaha transportasi dan pergudangan, sebesar 13,96%. Sedangkan
dari sisi pengeluaran, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (PK-LNPRT) menjadi
sumber pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 9,83%.
Selama tahun 2023, pertumbuhan ekonomi terus menguat di berbagai wilayah, khususnya
kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua (6,94%), Sulawesi (6,37%), dan Kalimantan (5,43%).
Namun, kelompok provinsi yang berkontribusi besar pada perekonomian Indonesia berada di Pulau
Jawa (57,05%) dan Sumatera (22,01%).Pengukuran kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh
World Bank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan di bawah garis kemiskinan.
Angka kemiskinan dapat diukur menggunakan tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, juga
kombinasi keduanya. Indonesia termasuk negara yang mengukur data kemiskinan menggunakan
tingkat pengeluaran per kapita dengan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
approach). Pengukuran angka kemiskinan menggunakan metode garis kemiskinan pengeluaran, baik
garis kemiskinan bukan makanan maupun garis kemiskinan makanan. Garis kemiskinan menunjukkan
jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan
yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Jadi
Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan
di bawah garis kemiskinan.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mencapai 25,89 juta orang. Jika
dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 300 ribu orang.
Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 tercatat sebesar 9,4%, berkurang 0,1% poin terhadap
Maret 2022.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2022 - Maret 2023, jumlah penduduk
miskin perkotaan dan perdesaan masing-masing berkurang sebesar 100 ribu orang. Persentase
kemiskinan di perkotaan berkurang dari 7,5% menjadi 7,3%. Persentase kemiskinan di perdesaan
juga mengalami penurunan dari 12,3% menjadi 12,2%. Data mengenai jumlah penduduk miskin dan
persentasenya secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.a dan 3.b.
Dari Gambar 1.7, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2023, persentase kemiskinan secara
umum di Indonesia yaitu sebesar 9,4%. Persentase kemiskinan terendah yaitu di Provinsi Bali sebesar
4,3%, sementara tertinggi yaitu di Provinsi Papua yang pada 2023 mencapai angka sebesar 26%.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks
kedalaman kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran
penduduk dari garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan memberikan gambaran mengenai
penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Pada periode Maret 2022 – Maret 2023, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks
Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 1,5, turun dibandingkan Maret 2022 yang sebesar
1,6. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan pada Maret 2023 sama dengan indeks pada Maret 2022
yaitu sebesar 0,38.
Salah satu alat ukur untuk menggambarkan ketimpangan pendapatan adalah Koefisien Gini/
Indeks Gini (Gini Ratio). Indeks Gini adalah suatu koefisien yang menunjukkan tingkat ketimpangan
atau kemerataan distribusi pendapatan secara menyeluruh. Koefisien Gini berkisar antara 0 sampai
1. Apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti terdapat kemerataan sempurna pada distribusi pendapatan
(pemerataan sempurna), sedangkan apabila bernilai 1 berarti terjadi ketidakmerataan pendapatan
yang sempurna (ketimpangan sempurna). Pada Maret tahun 2023, nilai Indeks Gini Indonesia adalah
0,39. Bila dilihat lima tahun terakhir (2019-2023) Indeks Gini relatif sama yaitu sebesar 0,38, hanya
tahun 2020 dan 2023 Indeks Gini sebesar 0,39. Rincian mengenai Indeks Gini selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3.d.
Pendapatan yang diterima oleh keluarga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan
keluarga tersebut. Namun informasi mengenai pendapatan rumah tangga yang akurat sulit diperoleh,
sehingga dilakukan pendekatan melalui data pengeluaran rumah tangga. Data pengeluaran rumah
tangga dibedakan menurut kelompok makanan dan bukan makanan, kedua kelompok tersebut dapat
menggambarkan bagaimana rumah tangga mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya.Berdasarkan hasil Susenas pada bulan Maret 2023, persentase rata-rata pengeluaran per kapita
sebulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan dan bukan makanan hampir sama
besar, yaitu 48,99% untuk pengeluaran makanan dan 51,01% untuk pengeluaran bukan makanan.
Dari Gambar 1.8 terlihat bahwa tiga pengeluaran terbesar yaitu untuk perumahan dan fasilitas rumah
tangga (26,7%), makanan dan minuman jadi (15,7%) dan pengeluaran untuk aneka barang dan jasa
(12,2%).
Ketenagakerjaan merupakan aspek mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup
dimensi sosial dan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peran manusia dalam mengelolanya
dimana manusia merupakan tenaga kerja, input pembangunan, yang juga merupakan konsumen hasil
pembangunan itu sendiri.
Konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh Badan
Pusat Statistik adalah The Labor Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization
(ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk
bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja, atau punya
pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Selanjutnya, penduduk usia kerja
dibedakan pula menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya.
Kelompok tersebut adalah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Kelompok angkatan kerja terdiri
dari penduduk yang bekerja (aktif bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja) dan
pengangguran (penduduk yang sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan suatu usaha, sudah
memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan/putus asa).
Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari penduduk sedang bersekolah, mengurus rumah
tangga, dan lainnya.
Kondisi ketenagakerjaan Indonesia dapat dilihat berdasarkan jumlah angkatan kerja, jumlah
penduduk yang bekerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja di Indonesia
pada Agustus 2023 mencapai 147,71 juta orang, bertambah sekitar 3,99 juta orang (2,77%) dibanding
Agustus 2022. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2023 sebanyak 139,85 juta orang,
bertambah sebanyak 4,55 juta orang (3,37%) jika dibandingkan dengan Agustus 2022 (135,30 juta
orang). TPAK merupakan persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja.
Indikator ini mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah
dan menunjukkan besaran relatif suplai tenaga kerja yang tersedia untuk produksi barang dan jasa
dalam suatu perekonomian. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada bulan Agustus 2023 sebesar
69,48%. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan Agustus 2022 (68,63%).
Jumlah pengangguran pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang, berkurang sebanyak
0,56 juta orang (6,77%) jika dibandingkan dengan Agustus 2022 (8,42 juta orang). Sementara Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2023 mencapai 5,32%, mengalami penurunan
sebesar 0,54% poin dibanding Agustus 2022 (5,86%).Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia mengalami penurunan pada periode tahun
2020-2023, dimana pada periode Agustus 2020 TPT tercatat sebesar 7,07% turun menjadi 5,32% pada
Agustus 2023. TPT pada tahun 2022 sebesar 5,32% artinya dari 100 orang angkatan kerja terdapat
sekitar 5-6 orang pengangguran. Untuk daerah dengan pengangguran terbanyak di Indonesia, adalah
Banten (7,52%), Jawa Barat (7,44%), dan Kepulauan Riau (6,80%). Tingginya TPT biasanya seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru
atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak
memungkinkan untuk mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan
lapangan kerja.Pendidikan menjadi salah satu kunci dari arah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)
yaitu membangun SDM tangguh yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global. Peningkatan kualitas dan daya
saing SDM diharapkan dapat mencetak generasi penerus bangsa yang sehat, cerdas, adaptif, inovatif,
terampil, serta berkarakter.
Tingkat pendidikan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator, salah satu indikator
yang secara sensitif dapat mengukur tingkat pendidikan masyarakat yaitu Rata-rata Lama Sekolah (RLS).
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata jumlah tahun yang ditempuh oleh penduduk berumur 15
tahun ke atas untuk menempuh semua jenjang pendidikan yang pernah dijalani. Pada tahun 2023, RLS
penduduk usia 15 tahun ke atas baru mencapai 9,13 tahun atau setara kelas 3 SMP/Sederajat. Capaian
ini mengalami peningkatan sebesar 0,05 poin dibanding tahun sebelumnya. Jika dilihat per provinsi, RLS yang paling rendah terdapat di Provinsi Papua (7,34 tahun)
dan yang tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (11,42 tahun). Terdapat 22 provinsi (64,71%) yang sudah
mencapai program wajib belajar 9 tahun. Rincian data mengenai RLS penduduk berumur 15 tahun ke
atas menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 3.g.
Kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis merupakan kemampuan yang mendasar.
Kemampuan baca tulis tersebut dapat dilihat berdasarkan indikator Angka Melek Huruf (AMH). Angka
Melek Huruf (AMH) adalah proporsi penduduk kelompok umur tertentu yang memiliki kemampuan
membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin, huruf arab, dan huruf lainnya (seperti huruf jawa, kanji, dll) terhadap penduduk kelompok umur tersebut. Capaian pendidikan Angka Melek
Huruf (AMH) terendah terjadi pada kelompok umur 15 tahun ke atas. Mayoritas penduduk 15 tahun
ke atas di Indonesia telah mencapai wajib belajar 9 tahun (63,11%). Berdasarkan jenis kelamin, pada
tahun 2023, AMH laki-laki (97,7%) lebih tinggi daripada AMH perempuan (95,29%). Secara rinci, AMH
(persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melek huruf) menurut provinsi dan jenis kelamin
dapat dilihat pada Lampiran 3.h.
Salah satu indikator yang digunakan pemerintah untuk menilai keberhasilan di bidang
pendidikan adalah partisipasi sekolah. Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah proporsi penduduk pada
kelompok usia jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok
usia tersebut. Harapannya semakin tinggi tingkat partisipasi dari penduduk pada semua jenjang
pendidikan, kualitas sumber daya manusia dapat menjadi lebih baik.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menggambarkan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap
penduduk usia sekolah. APS yang tinggi menunjukkan tingginya partisipasi sekolah dari penduduk usia
tertentu. APS secara umum dikategorikan menjadi 3 kelompok umur, yaitu 7-12 tahun mewakili umur
setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat SMP/MTs, 16-18 tahun mewakili umur setingkat
SMA/SMK dan 19-24 tahun mewakili umur setingkat perguruan tinggi.Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah proporsi jumlah penduduk yang sedang bersekolah
pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang
pendidikan tersebut. Jika jumlah populasi murid yang bersekolah pada suatu jenjang tertentu melebihi
jumlah anak pada batas usia sekolah sesuai jenjang yang bersesuaian, maka nilai APK pada jenjang
tersebut akan lebih dari 100. Hal ini disebabkan karena adanya siswa yang sekolah walaupun usianya
belum mencapai usia sekolah yang bersesuaian, siswa yang telat masuk sekolah, atau banyaknya pengulangan kelas pada siswa. Secara umum, APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program
pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk
untuk mengenyam pendidikan.
Nilai APK (Gambar 1.12) untuk SD/MI tahun 2018-2021 melebihi 100% yang menunjukkan masih
adanya penduduk yang terlalu cepat sekolah (penduduk usia di bawah 7 tahun yang sudah bersekolah)
atau terlambat bersekolah (penduduk usia lebih dari 12 tahun masih bersekolah di SD/sederajat). Meski
demikian, dari tahun ke tahun nilainya semakin turun mendekati 100%, hal ini berarti penduduk yang
bersekolah di SD/sederajat semakin banyak yang sesuai dengan peruntukan umurnya. Namun, untuk
tahun 2023, angka APK untuk semua jenjang mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara lengkap, nilai APK per jenjang Pendidikan per provinsi ini dapat dilihat pada lampiran 3.j.
Secara umum APK penduduk perempuan pada kelompok sekolah yang lebih tinggi lebih
tinggi dibandingkan penduduk laki-laki. Hal ini menunjukan lebih banyak penduduk perempuan yang
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki. Rincian APK
menurut provinsi dan jenis kelamin tahun 2023 terdapat pada Lampiran 3.k.Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan perbandingan antara jumlah siswa kelompok
usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dengan
usianya, dinyatakan dalam persen. APM bertujuan untuk mengukur ketepatan usia penduduk dalam
berpartisipasi untuk mengenyam suatu jenjang pendidikan tertentu. Jika dibandingkan APK, APM
merupakan indikator pendidikan yang lebih baik karena memperhitungkan juga partisipasi penduduk
kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. Secara umum, APM
di setiap kelompok umur sekolah mengalami kenaikan sejak 2018 hingga 2023.IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990
dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR).
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. IPM merupakan indikator penting untuk
mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan di suatu wilayah/negara. IPM dibentuk dari
3 (tiga) dimensi dasar: (1) Umur panjang dan hidup sehat; (2) Pengetahuan; dan (3) Standar hidup
layak. IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan di suatu
wilayah dalam jangka panjang.
Pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami kemajuan. Sejak 2020, status
pembangunan manusia Indonesia sudah berada di level “tinggi”. Selama 2020–2023, IPM Indonesia
rata-rata meningkat sebesar 0,72 persen per tahun, dari 72,81 pada 2020 menjadi 74,39 pada 2023.
Peningkatan IPM 2023 didukung oleh semua dimensi penyusunnya, terutama standar hidup layak
dan pengetahuan. Dua indikator mengalami percepatan pertumbuhan, yaitu Harapan Lama Sekolah
(HLS) sebesar 0,38% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 0,15% dan Pengeluaran Riil per Kapita
sebesar 3,66% dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 2,90%. Sementara itu, Umur Harapan Hidup
saat lahir (UHH) pertumbuhannya sedikit melambat, dari 0,33% menjadi 0,31%. Rata-rata Lama Sekolah
(RLS) pertumbuhannya juga melambat, dari 1,76 persen menjadi 0,92 persen.Provinsi dengan peringkat IPM tertinggi adalah DKI Jakarta. Sejak pertama kali dihitung hingga
tahun 2022, capaian IPM Provinsi DKI Jakarta selalu paling tinggi diantara provinsi lainnya. Ketersediaan
sarana kesehatan, pendidikan dan perekonomian, serta kemudahan akses terhadap semua sarana
tersebut membuat Provinsi DKI Jakarta lebih unggul dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia. Kondisi
ini menjadi salah satu faktor pendorong tingginya capaian pembangunan manusia di Provinsi DKI
Jakarta setiap tahun. Rincian lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.n.
Tingkat kesehatan masyarakat suatu negara dapat dipengaruhi oleh adanya fasilitas layanan
kesehatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang
Kesehatan adalah tempat dan/atau alat yang digunakan untuk menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
kepada perseorangan ataupun masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif,
dan/atau paliatif yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Bab ini akan membahas tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang terdiri dari
A. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi puskesmas, klinik pratama, tempat
praktik mandiri tenaga kesehatan;
B. Laboratorium kesehatan;
C. Unit Transfusi Darah (UTD);
D. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) yang meliputi klinik utama, rumah sakit
umum, rumah sakit khusus; dan
E. Fasilitas kefarmasian dan alat kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019, adalah proses yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan individu, keluarga, serta masyarakat agar
mereka dapat berperan aktif dalam upaya kesehatan. Proses ini dilakukan melalui fasilitasi pemecahan
masalah dengan pendekatan edukatif dan partisipatif, sambil memperhatikan kebutuhan, potensi,
serta kondisi sosial budaya setempat.
Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 8 Tahun 2019 menyebutkan bahwa UKBM sebagai wahana pemberdayaan
masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat yang dikelola oleh, dari, untuk dan
bersama masyarakat, dengan bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait
lainnya untuk melaksanakan kegiatan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan
mandiri dalam bidang kesehatan. Peraturan tersebut menempatkan masyarakat tidak hanya sebagai
objek pembangunan, melainkan yang lebih penting sebagai subjek pembangunan kesehatan yang
dapat mengambil keputusan dalam mengadopsi inovasi di bidang kesehatan.
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan tahapan:
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian.
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat didampingi oleh tenaga pendamping yang berasal
dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan,
swasta, perguruan tinggi, dan/atau anggota masyarakat. Tenaga pendamping dimaksud harus memiliki
kemampuan sebagai tenaga pendamping yang didapat melalui pelatihan. Pada bab II ini, UKBM yang akan diulas adalah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM).
A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
menyebutkan bahwa puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
Jumlah puskesmas di Indonesia tahun 2023 adalah 10.180 puskesmas, yang terdiri dari 4.210
puskesmas rawat inap dan 5.970 puskesmas non rawat inap. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun
2022 yaitu sebanyak 10.374, dengan jumlah puskesmas rawat inap sebanyak 4.302 dan puskesmas non
rawat inap sebanyak 6.072. Penurunan jumlah puskesmas tersebut dikarenakan adanya penghapusan
puskesmas. Beberapa sebab puskesmas dihapus antara lain meningkatnya status puskesmas menjadi
RS pratama tipe D, restrukturisasi organisasi, dan penggabungan antara dua puskesmas. Data mengenai
jumlah puskesmas ini dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4.a dan 4.b.Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan primer dapat dilihat secara umum dari rasio
puskesmas terhadap kecamatan. Rasio puskesmas terhadap kecamatan pada tahun 2023 sebesar 1,4.
Hal ini menggambarkan bahwa rasio ideal puskesmas terhadap kecamatan yaitu minimal 1 puskesmas
di tiap kecamatan, secara nasional sudah terpenuhi, tetapi perlu diperhatikan distribusi dari puskesmas
tersebut di seluruh kecamatan.Rasio puskesmas per kecamatan tersebut dapat menggambarkan kondisi aksesibilitas
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan primer. Selain ketersediaan minimal 1 puskesmas di setiap
kecamatan, aksesibilitas masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi geografis,
luas wilayah, ketersediaan sarana dan prasarana dasar, sosial ekonomi dan kemajuan suatu daerah.
Dari gambar tersebut, provinsi dengan rasio terendah terdapat di Provinsi Papua Tengah, Papua
Barat, Papua Barat Daya, dan Papua Pegunungan. Hal ini menggambarkan bahwa akses masyarakat
di provinsi tersebut terhadap fasilitas pelayanan kesehatan primer masih belum ideal. Rasio di bawah
1 menunjukkan bahwa belum semua kecamatan memiliki puskesmas. Kemungkinan tidak adanya
kecamatan yang memiliki paling sedikit 1 puskesmas karena adanya kondisi geografis yang sulit dan rata-rata tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah di daerah tersebut menunjukkan bahwa
akses terhadap pelayanan kesehatan masih perlu ditingkatkan lagi. Data mengenai rasio puskesmas
per kecamatan setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 4.c.
1. Akreditasi Puskemas
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi
Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi sebagai pengganti Permenkes Nomor 46 Tahun
2015 dimana akreditasi puskesmas adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan puskesmas setelah
dilakukan penilaian bahwa puskesmas telah memenuhi standar akreditasi. Pengaturan akreditasi ini
bertujuan untuk:
1) meningkatkan dan menjamin mutu pelayanan dan keselamatan bagi pasien dan masyarakat;
2) meningkatkan perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan dan puskesmas sebagai
institusi;
3) meningkatkan tata kelola organisasi dan tata kelola pelayanan di puskesmas; dan
4) mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.
Setiap puskesmas wajib dilakukan akreditasi. Akreditasi dilakukan paling lambat setelah
puskesmas beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh perizinan berusaha untuk pertama kali.
Puskesmas yang telah terakreditasi wajib dilakukan akreditasi kembali secara berkala setiap 5 (lima)
tahun. Dalam rangka menyelenggarakan akreditasi, menteri menetapkan lembaga penyelenggara
akreditasi yang bertugas membantu menteri dalam melaksanakan survei akreditasi.
Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK.02.01/menkes/1048/2023 tentang Penyelenggaraan
Akreditasi Rumah Sakit, Rumah Sakit Kelas D Pratama, Puskesmas, Dan Klinik, Serta Pelaporan Indikator
Nasional Mutu Bagi Tempat Praktik Mandiri Dokter Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi menyatakan
bahwa:
1. puskesmas yang telah melaksanakan survei akreditasi pada tahun 2023 dan memiliki sertifikat
akreditasi harus melakukan peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara terus menerus
dan berkesinambungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk
menyusun dan melaksanakan Perencanaan Perbaikan Strategis (PPS).
2. puskesmas yang belum melakukan survei akreditasi pada tahun 2023 harus segera
mendaftarkan survei akreditasi melalui aplikasi Lembaga Penyelenggara Akreditasi rumah sakit
yang terintegrasi dengan aplikasi Sistem Informasi Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SINAR)
untuk rumah sakit, dan melalui aplikasi Data Fasyankes Online (DFO) untuk puskesmas dan
klinik, paling lambat tanggal 31 Januari 2024.
3. Waktu survei akreditasi puskesmas pada aplikasi Data Fasyankes Online (DFO) sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf b, dilakukan oleh puskesmas dan klinik paling lambat tanggal 31
Mei 2024.
4. Bukti pendaftaran survei akreditasi dari aplikasi Data Fasyankes Online (DFO) untuk puskesmas
dan klinik (screenshot pengajuan survei di aplikasi DFO) sebagaimana dimaksud serta sertifikat
akreditasi dan pernyataan komitmen untuk menjaga dan melakukan upaya peningkatan mutu
berlaku sampai dengan tanggal 30 Juni 2024Sampai dengan 31 Desember 2023, jumlah Puskesmas yang sudah terakreditasi sebanyak
8.250 puskesmas (81%) dari 10.180 puskesmas yang tersebar di 38 provinsi dan 514 Kabupaten/Kota
Indonesia dengan kategori tingkat kelulusan sebagai berikut.Penetapan status akreditasi Puskesmas terdiri atas 5 (lima) tingkatan dengan pemenuhan
masing-masing Bab pada tiap tingkatan kelulusan dengan persyaratan sebagai berikut.Untuk kondisi per Desember 2023 didapatkan hasil akreditasi Puskesmas yang mencapai
kelulusan status Paripurna sebesar 67,4%, status Utama sebanyak 25,3%, status Madya 6,6%, dan Dasar
0,7%. Setelah proses akreditasi Puskesmas wajib membuat dan menyampaikan Program Perbaikan
Strategis (PPS) kepada Lembaga Penyelenggara Akreditasi, dinas kesehatan daerah kabupaten/kota,
dan dinas kesehatan daerah provinsi berdasarkan rekomendasi perbaikan hasil survei dari Kementerian
Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. PPS digunakan sebagaibahan pelaksanaan monitoring dan evaluasi akreditasi oleh lembaga penyelenggara akreditasi, dinas
kesehatan daerah kabupaten/kota, dan dinas kesehatan daerah provinsi.
Puskesmas wajib mengisi formulir umpan balik pelaksanaan survei akreditasi melalui Sistem
Informasi Nasional Akreditasi Fasyankes (SINAF) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah sertifikat
akreditasi elektronik dan rekomendasi hasil survei diterima melalui Sistem Informasi Nasional Akreditasi
Fasyankes (SINAF). Sehingga diharapkan upaya perbaikan dilakukan memastikan tercapainya pelayanan
Puskesmas yang berkualitas.
Berdasarkan Gambar 2.4, terdapat tiga provinsi yang berada jauh di bawah target Renstra
Kementerian Kesehatan 2023 yaitu Papua Barat Daya, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Untuk
Puskesmas pada wilayah tersebut akan didorong untuk melakukan persiapan akreditasi, dengan akan
disokong dengan penganggaran melalui pembiayaan DAK Non Fisik. Dengan begitu pelaksanaan
akreditasi tetap dapat dilakukan untuk menjamin bahwasannya pelayanan berkualitas adalah merata
didapatkan baik di wilayah regional barat maupun regional Timur Indonesia.Puskesmas berdasarkan kemampuan pelayanan dibagi atas dua kategori yaitu puskesmas rawat
inap dan puskesmas non rawat inap. Berikut disajikan perkembangan jumlah puskesmas rawat inap
dan non rawat inap dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023.Jumlah puskesmas rawat inap selama tahun 2019-2022 jumlahnya terus meningkat, kemudian
pada tahun 2023, terjadi penurunan jumlah puskesmas menjadi 4.210 unit (Gambar 2.5). Puskesmas
non rawat inap cenderung mengalami penurunan jumlah puskesmasnya berdasarkan status pada
tahun 2019, yaitu 6.086 dan pada tahun 2022 sebanyak 5.970. Gambaran lebih rinci tentang jumlah
dan jenis puskesmas menurut provinsi terdapat pada Lampiran 4.b.
3. Puskesmas dengan Tenaga Kesehatan
Sebuah Puskesmas dianggap memadai atau memenuhi syarat jika memiliki setidaknya satu
orang dari masing-masing jenis tenaga kesehatan, meliputi: (1) dokter atau dokter layanan primer; (2)
dokter gigi; (3) perawat; (4) bidan; (5) tenaga kesehatan masyarakat; (6) tenaga sanitasi lingkungan;
(7) ahli teknologi laboratorium medik; (8) tenaga gizi; dan (9) tenaga kefarmasian. Menurut data dari
Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK), pada tahun 2023, sebanyak 56,2% Puskesmas telah memiliki
sembilan jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,1%
dibandingkan tahun sebelumnya.Berdasarkan Gambar 2.6, persentase provinsi dengan Puskesmas yang memenuhi 9 (sembilan)
jenis tenaga kesehatan paling tinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (100%), Kalimantan Selatan (88,8%),
dan DI Yogyakarta (88,4%). Sedangkan persentase provinsi dengan Puskesmas yang memenuhi 9
(sembilan) jenis tenaga kesehatan paling rendah adalah Provinsi Maluku (18,3%), Papua Barat (19,2%),
dan Papua (24,2%). Rincian lengkap mengenai persentase Puskesmas dengan 9 (sembilan) jenis tenaga
kesehatan dapat dilihat di Lampiran 4.e.
Derajat kesehatan masyarakat mulai membaik, meskipun jumlah tenaga kesehatan belum
menjangkau seluruh penduduk. Berdasarkan data dari Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK),
di tahun 2023 masih terdapat 3,2% Puskesmas tanpa dokter. KemProvinsi dengan persentase Puskesmas tanpa dokter tertinggi berdasarkan Gambar 2.7 adalah
Provinsi Papua Pegunugan (54,3%), Papua Tengah (43,5%), dan Papua Barat Daya (26,9%). Sedangkan
provinsi dimana seluruh puskesmas di wilayahnya memiliki dokter mencakup 8 provinsi diantaranya
adalah Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten,
Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Rincian lengkap mengenai persentase Puskesmas tanpa dokter dapat
dilihat di Lampiran 4.e.enterian Kesehatan mengadakan
program Nusantara Sehat (Penugasan Khusus Berbasis Tim dan Individu) sejak tahun 2015 dalam
rangka pemerataan distribusi tenaga kesehatan di Puskesmas.Upaya Kesehatan Kerja mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang
Kesehatan Pasal 98-101 yang bertujuan untuk melindungi pekerja dan orang lain yang ada di tempat
kerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja secara umum diatur sesuai dengan standar kesehatan kerja
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja. Selanjutnya,
Penerapan standar kesehatan kerja dapat dikembangkan oleh Kementerian/Lembaga terkait sesuai
dengan bahaya, risiko, dan karakteristik masing-masing bidang.
Upaya Kesehatan Kerja yang dilakukan sesuai standar meliputi upaya preventif, promotif, kuratif,
rehabilitatif, dan paliatif. Pemberi kerja berkewajiban untuk menerapkan standar Kesehatan kerja
dan memastikan seluruh pekerjanya mendapatkan hak sehat dan selamat selama bekerja di tempat
kerjanya. Dalam penerapannya, standar ini berkembang menjadi program Kesehatan kerja yang tidak
dapat terpisahkan oleh program keselamatan kerja. Oleh karena itu, terdapat program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) Perkantoran, K3 Rumah Sakit, dan K3 Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
dapat diterapkan oleh masing-masing instansi. Selain itu, terdapat program Pos Upaya Kesehatan Kerja
(Pos UKK) yang ditujukan bagi pekerja sektor informal dan Gerakan Pekerja Perempuan Sehat dan
Produktif bagi Perusahaan dan organisasi perangkat daerah.
Agar tujuan Upaya Kesehatan kerja dapat tercapai, terukur, dan terlaksana dengan baik di
setiap tempat kerja, di dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan terdapat indikator
terkait Kesehatan kerja. Indikator Kesehatan Kerja yang dimaksud adalah jumlah kabupaten/kota yang
melaksanakan kesehatan kerja. Setiap Kabupaten/kota dapat terhitung melaksanakan Kesehatan kerja,
apabila:
1. Minimal 60% Puskesmas di wilayah kerjanya melaksanakan kesehatan kerja
2. Adanya SK/SE atau pedoman/petunjuk teknis yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang
mendukung pelaksanaan program kesehatan di tempat kerja; dan
3. Melakukan Pembinaan kesehatan kerja di sektor formal diantaranya Gerakan Pekerja
Perempuan Sehat Produktif (GP2SP), K3 Perkantoran, dan K3 Fasyankes.Setiap tahunnya target RENSTRA terkait indikator kesehatan kerja berhasil tercapai, dengan
capaian terakhir pada tahun 2023 sebanyak 389 kabupaten/kota sudah menerapkan kesehatan kerja.
Capaian ini telah melewati target RENSTRA tahun 2023 yaitu 385 kabupaten/kota. Dari 38 provinsi
di Indonesia, sebanyak 20 provinsi telah menerapkan sebesar 75% di di seluruh kabupaten/kota-nya.
Oleh karena itu, pada tahun 2024, perlu adanya penguatan program Kesehatan kerja di 18 Provinsi
yang capiannya masih kurang dari 75% diantaranya Kalimantan Timur, Aceh, Sumatera Selatan, Nusa
Tenggara Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua Selatan, Lampung, Kalimantan Utara,
Maluku Utara, Jambi, Papua Barat Daya, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua Barat, Papua
Tengah, dan Papua Pegunungan.
Selain Kesehatan Kerja, dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 juga diatur tentang
kesehatan olahraga. Pada pasal 102-103 dinyatakan bahwa Upaya Kesehatan Olahraga ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat melalui aktivitas fisik, latihan fisik,
dan/atau olahraga. Peningkatan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya dasar dalam meningkatkan prestasi belajar, kerja, dan olahraga.Pada tahun 2023, di Indonesia terdapat 8.053 Puskesmas, 21.505 perusahaan, 12.999 Pos UKK,
dan 2.173 GP2SP yang menyelenggarakan kesehatan kerja dan/atau memberikan pelayanan kesehatan
kerja di tempat kerja.
Dari gambar 2.10, pada tahun 2023 di Indonesia, jumlah instansi pemerintah yang melaksanakan
pengukuran kebugaran jasmani sebanyak 4.033 instansi, jumlah pembinaan pemeriksaan kebugaran
jasmani bagi jemaah haji sebanyak 44.418 jemaah, dan jumlah kelompok olahraga sebanyak 14.292
kelompok. Gambaran lebih rinci tentang pelaksanaan kesehatan kerja, pengukuran dan pemeriksaan
kebugaran menurut provinsi terdapat pada Lampiran 8.h.Upaya kesehatan olahraga ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani
masyarakat melalui aktivitas fisik, latihan fisik dan prestasi olahraga. Upaya kesehatan olahraga lebih
mengutamakan pendekatan preventif dan promotif tanpa mengabaikan pendekatan kuratif dan
rehabilitatif. Penyelenggaraan upaya kesehatan olahraga diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat.
5. Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah bentuk pengobatan dan perawatan yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris. Metode ini dapat dipertanggungjawabkan
dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional, pelayanan kesehatan tradisional
dibagi menjadi tiga jenis: empiris, komplementer, dan integrasi. Pelayanan kesehatan tradisional telah
dilaksanakan di 350 puskesmas, 16 rumah sakit, dan 16 Griya Sehat.Berdasarkan perubahan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan sesuai Permenkes
Nomor 13 Tahun 2022, indikator terkait kesehatan tradisional masuk sebagai salah satu komponen
dalam indikator Persentase Kabupaten/Kota yang Menerapkan Kebijakan Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (Germas), yaitu memiliki kegiatan pembinaan kesehatan tradisional. Pada tahun 2023, sebanyak
379 kabupaten/kota di 38 provinsi terlibat dalam pembinaan kesehatan tradisional.
1. Klinik
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, klinik merupakan
salah satu jenis fasilitas Pelayanan kesehatan (fasyankes). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar dan/atau
spesialistik secara komprehensif. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor: HK.02.02/
II/4392/2020 tentang Registrasi Klinik, Kementerian Kesehatan telah menghimbau seluruh klinik
di Indonesia melakukan registrasi klinik secara daring melalui aplikasi berbasis website pada alamat
registrasi fasyankes.kemkes.go.id. Berdasarkan data pada aplikasi tersebut per Desember 2023,
terdapat 17.261 klinik teregistrasi di Indonesia yang dimiliki oleh Pemerintah (Kementerian/Lembaga,
TNI/Polri, dan Pemerintah Daerah), dan swasta (masyarakat).
Berdasarkan kemampuan pelayanan klinik, terdapat 14.564 klinik pratama dan 2.697 klinik utama,
sedangkan berdasarkan kepemilikan klinik terdapat 1.950 klinik Pemerintah dan 15.311 klinik swasta.
Data mengenai klinik teregistrasi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.12 dan lampiran 4.h.Provinsi dengan jumlah klinik pratama teregistrasi paling banyak adalah Provinsi Jawa Barat,
sebanyak 2.755 klinik. Sedangkan provinsi dengan jumlah klinik pratama paling sedikit adalah Provinsi
Papua Pegunungan, sebanyak 4 klinik
Provinsi dengan jumlah klinik utama teregistrasi paling banyak adalah Provinsi DKI Jakarta,
sebanyak 628 klinik. Sedangkan provinsi dengan jumlah klinik utama paling sedikit adalah Provinsi
Papua Selatan, sebanyak 0 klinik.
2. Praktik Mandiri Tenaga Medis
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, praktik mandiri
tenaga medis merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Praktik mandiri
tenaga medis meliputi Tempat Praktik Mandiri Dokter (TPMD) dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
(TPMDG). Sesuai Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor: HK.02.02/II/4406/2021 tentang Registrasi
Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menghimbau kepada dokter
dan dokter gigi di Indonesia yang melakukan praktik mandiri agar dapat segera melakukan proses
registrasi online melalui aplikasi berbasis website pada alamat registrasifasyankes.kemkes.go.id.
Berdasarkan data pada aplikasi tersebut per Desember 2023, terdapat 12.411 praktik mandiri tenaga
medis telah Teregistrasi meliputi sebanyak 8.465 TPMD dan 3.946 TPMDG.
Data mengenai praktik mandiri tenaga medis ini dapat dilihat pada lampiran 4.iProvinsi dengan jumlah TPMD teregistrasi paling banyak adalah Provinsi Jawa Timur, sebanyak
1.587 TPMD. Sedangkan provinsi dengan jumlah TPMD paling sedikit adalah Provinsi Papua Pegunungan,
sebanyak 0 TPMD.Provinsi dengan jumlah TPMDG teregistrasi paling banyak adalah Provinsi Jawa Timur, sebanyak
1.365 TPMD. Sedangkan provinsi dengan jumlah TPMDG paling sedikit adalah Provinsi Papua Barat,
Papua Selatan, dan Papua Pegunungan, sebanyak 0 TPMDG.
3. Unit Transfusi Darah
Berdasarkan data dari aplikasi registrasi fasyankes, per Desember 2023 terdapat 408 UTD
teregistrasi di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan Palang Merah
Indonesia (PMI).
Pada tahun 2023, provinsi dengan total jumlah UTD teregistrasi paling banyak yaitu Provinsi
Jawa Timur sebanyak 41 UTD, sementara itu provinsi yang memiliki UTD teregistrasi paling rendah
adalah Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan (0 UTD). Data selengkapnya mengenai UTD
teregistrasi dapat dilihat pada Gambar 2.17 dan lampiran 4.k.Laboratorium Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pengukuran,
penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dan/atau bahkan bukan berasal
dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor risiko
yang dapat berpengaruh pada kesehatan perseorangan dan/atau masyarakat. Laboratorium kesehatan
merupakan salah satu sarana penunjang dalam pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan. Laboratorium
kesehatan diperlukan untuk memeriksa, menganalisis, menguraikan, dan mengidentifikasi bahan
dalam penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, dan kondisi kesehatan tertentu.
Jumlah seluruh laboratorium kesehatan di Indonesia sebanyak 1.487, dan sebanyak 327 (22%)
laboratorium sudah terakreditasi. Laboratorium terakreditasi terbanyak dimiliki oleh swasta yaitu
sebanyak 1.218 (50,2%). Data mengenai laboratorium kesehatan dapat dilihat pada lampiran 4.j.Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah laboratorium kesehatan terbanyak, yaitu sebanyak
290 laboratorium. Provinsi terbanyak kedua yaitu Provinsi Jawa Timur dengan jumlah laboratorium
kesehatan sebanyak 218, dan terbanyak ketiga yaitu Provinsi Jawa Tengah (180 laboratorium). Sebanyak
3 provinsi memiliki laboratorium paling sedikit, yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua
Pegunungan, Papua Barat Daya (0 laboratorium).
Sebagai upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat selain dilakukan upaya
promotif dan preventif, diperlukan juga upaya kuratif dan rehabilitatif. Selain menyediakan upaya
kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, rumah sakit juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan
kesehatan rujukan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diklasifikasikan atau dikelompokkan kelasnya
berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana penunjang, dan sumber daya manusia.
1. Jenis Rumah Sakit
Rumah sakit yang teregistrasi di Kementerian Kesehatan diselenggarakan oleh berbagai instansi
atau lembaga, antara lain pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI/POLRI, BUMN, dan swasta.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum
(RSU) dan Rumah Sakit Khusus (RSK).
Selama tahun 2019-2023 jumlah rumah sakit di Indonesia mengalami peningkatan sebesar
9,7%. Pada tahun 2019 jumlah rumah sakit sebanyak 2.877 meningkat menjadi 3.155 pada tahun
2023. Jumlah rumah sakit di Indonesia sampai dengan tahun 2023 terdiri dari 2.636 RSU dan 519 RSK.
Perkembangan jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus dalam lima tahun terakhir dapat
dilihat pada Gambar 2.20.
Pada tahun 2023, Rumah Sakit Umum (RSU) yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat
sebanyak 242 (9,2%), pemerintah daerah sebanyak 849 (32,2%), dan swasta 1.545 (58,6%). Adapun
rincian jumlah rumah sakit menurut jenis, kepemilikan, dan provinsi dapat dilihat pada Lampiran 8.a.Rumah sakit dikelompokkan berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, sarana
penunjang, dan sumber daya manusia menjadi Kelas A, Kelas B, Kelas C, dan Kelas D. Jumlah rumah
sakit (RS) di Indonesia menurut kelas terbanyak yaitu tipe C sebesar 1.683 (53%) RS, kemudian kelas D
dan D Pratama sebesar 946 (30%) RS , kelas B sebesar 437 (14%) RS, dan kelas A sebesar 70 (2,0%) RS,
sedangkan selebihnya merupakan RS yang belum ditetapkan kelasnya sebesar 19 (1,0%) RS.Dalam standar World Health Organization (WHO), standar terpenuhi atau tidaknya kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat
dari rasio tempat tidur terhadap 1.000 penduduk. Standar WHO adalah 1 tempat tidur untuk 1.000
penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2019 hingga 2023 yaitu lebih
dari 1 per 1.000 penduduk. Untuk tahun 2023, rasio tempat tidur rumah sakit di Indonesia adalah 1,38
per 1.000 penduduk (Gambar 2.22). Sehingga, jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia sudah
tercukupi menurut standar WHO
Rasio tempat tidur menurut provinsi tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara (2,7 per 1.000
penduduk) dan terdapat dua provinsi yang masih berada dibawah standar WHO yaitu Provinsi Papua
Tengah (0,7 per 1.000 penduduk) dan Papua Pegunungan (0,4 per 1.000 penduduk
Dalam RPJMN 2020-2024, salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah pemerataan pelayanan
kesehatan melalui peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik pada fasilitas kesehatan
tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Indikator sasaran strategis yang ingin dicapai
adalah 100% RS terakreditasi pada tahun 2024Berdasarkan Permenkes Nomor 13 Tahun 2022 peningkatan kualitas dan daya saing pelayanan
rujukan dilakukan melalui akreditasi rumah sakit dan pengembangan sistem jejaring rujukan serta
kemitraan. Persentase RS terakreditasi tertinggi adalah Provinsi D.I. Yogyakarta sebesar 98,8% dan
terendah di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 68,8%. Capaian rumah sakit yang terakreditasi pada
tahun 2023 sebagaimana terlihat pada Gambar 2.24 dibawah untuk rincian data selengkapnya terdapat
pada Lampiran 8.e.Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat yang baik dibutuhkan beberapa syarat.
Salah satu syarat yang dimaksud adalah tersedianya data yang lengkap, tidak hanya tentang keadaan
kesehatan pasien yang menjadi tanggung jawab dokter tetapi juga tentang keadaan lingkungan fisik serta
lingkungan non fisik masing-masing. Semua data tersebut perlu dicatat serta disimpan sebaik-baiknya,
sehingga apabila diperlukan ke depan dapat dengan mudah diambil kembali. Berkas atau catatan
yang berisikan data yang dimaksud di atas dalam praktek kedokteran dikenal dengan nama Rekam
Medis (Medical Record). Peranan rekam medis dalam pelayanan kesehatan sangat penting karena
macam dan jenis data pada pelayanan kesehatan relatif lebih banyak dan kompleks.
Di era digital ini, semua serba efisien dengan penggunaan teknologi informasi. Salah satu
penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang rekam medis adalah pemanfaatan RME. RME merupakan
sistem informasi kesehatan terkomputerisasi yang berisi data sosial dan data medis pasien, serta
dapat dilengkapi dengan sistem pendukung keputusan. RME dapat membantu manajemen pelayanan
kesehatan pasien dengan lebih baik. Pengguna merupakan aspek penting untuk mewujudkan RME
yang ideal. Dengan memahami persepsi pengguna mengenai RME dapat ditemukan rekomendasi
yang tepat untuk memaksimalkan adopsi RME dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
Penyelenggaraan rekam medis secara elektronik sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
profesionalisme dan manajemen kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan untuk mempermudah sistem
pelaporan yang dilakukan oleh seluruh pemberi pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Secara administratif, RME bermanfaat sebagai gudang penyimpanan informasi secara elektronik
mengenai status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya. Selain
itu, penggunaan RME memberikan manfaat kepada dokter dan petugas kesehatan dalam mengakses
informasi pasien yang pada akhirnya membantu dalam pengambilan keputusan klinis. Pencatatan
rekam medis adalah wajib bagi dokter dan dokter gigi yang melakukan tindakan medis kepada pasien,
sesuai dengan aturan sehingga tidak ada alasan bagi dokter untuk tidak membuat rekam medis
tersebut. RME merupakan solusi bagi rumah sakit untuk mengatasi berbagai masalah yang sering
terjadi di rumah sakit seperti tempat penyimpanan yang besar, hilangnya rekam medis, pengeluaran
data yang dibutuhkan, dan lain-lain.
Saat ini diperlukan pertukaran informasi yang sangat cepat dan akurat untuk mendukung
pelayanan menjadi lebih efisien dan bermutu. RME di Rumah Sakit harus dilaksanakan dan menjadi
salah satu kunci keberhasilan pelayanan kesehatan. Keadaan geografis Indonesia, keterbatasan SDM
tenaga kesehatan, keterbatasan sarana dan prasarana serta mobilitas penduduk membutuhkan
pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan dimana saja dengan disertai pertukaran informasi
kesehatan yang akurat.
Dengan memahami persepsi pengguna mengenai RME dapat ditemukan rekomendasi yang
tepat untuk memaksimalkan adopsi RME dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pasien.
Implementasi RME tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2022 pasal 45 yang
menyatakan bahwa seluruh fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan RME sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat pada tanggal 31 Desember 2023.
Pada tahun 2023, terdapat 768 rumah sakit telah melaksanakan RME di enam pelayanan
(Pendaftaran, Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Unit Penunjang, Farmasi). Terdapat
delapan provinsi yang belum RME yaitu NTT, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua
Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 2.26.Dari 3.138 rumah sakit yang dilakukan survey, terdapat 768 (24,5%) rumah sakit yang telah
melaksanakan RME sepenuhnya, 1.225 (39%) rumah sakit melaksanakan sebagian RME yaitu RME
digunakan minimal pada tiga pelayanan dari total enam pelayanan, dan 1.145 (36,5%) rumah sakit
belum melaksanakan RME sebagaimana terlihat pada Gambar 2.25.1. Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat Esensial
Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan ketersediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan untuk menjamin akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan. Upaya tersebut dilakukan melalui penyediaan obat, vaksin, dan perbekalan kesehatan
yang bermutu, merata, dan terjangkau di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Kementerian
Kesehatan telah menetapkan indikator sasaran program pada Program Pelayanan Kesehatan dan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024
sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan pencapaian upaya tersebut. Adapun indikator sasaran
program tersebut yaitu persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat esensial. Definisi operasional
dari indikator tersebut adalah persentase Puskesmas yang memiliki ketersediaan minimal 80% dari 40
item obat indikator pada saat dilakukan pemantauan.
Pemantauan dilakukan terhadap 40 item obat yang dianggap esensial dan harus tersedia di
pelayanan kesehatan dasar. Obat-obat yang dipilih sebagai obat indikator merupakan obat pendukung
program tuberkulosis, malaria, kesehatan keluarga, gizi, dan imunisasi serta obat pelayanan kesehatan
dasar esensial yang terdapat di dalam Formularium Nasional. Pada tahun 2023, puskesmas yang melapor
dengan ketersediaan obat esensial sebesar 93,1% dan persentase puskesmas dengan ketersediaan
obat esensial sebesar 94,3%. Angka ini sudah melebihi target yang telah ditetapkan dalam Renstra
Kemenkes di tahun 2023 yaitu sebesar 94%.
Capaian tertinggi persentase puskesmas dengan ketersediaan obat esensial pada tahun
2023 sebesar 100% dan dicapai oleh lima provinsi yaitu Kepulauan Bangka Belitung, D.I. Yogyakarta,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Gorontalo. Hal tersebut berbeda pada tahun 2022 yaitu
hanya terdapat satu provinsi dengan capaian 100%. Terdapat 15 provinsi yang belum mencapai target
indikator tahun 2023. Rincian data persentase puskesmas dengan ketersediaan obat esensial menurut
provinsi terdapat pada Lampiran 9.a.
2. Persentase Kabupaten/Kota dengan Ketersediaan Obat Esensial
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,
ditetapkan beberapa indikator yang berperan dalam mendukung kebijakan nasional pembangunan
kesehatan dalam hal menjamin akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan,
yang salah satunya diindikasikan oleh kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial. Indikator
ini bertujuan untuk memantau ketersediaan obat esensial di tingkat kabupaten/kota. Adapun definisi
operasional dari indikator persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial adalah
persentase kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan minimal 85% dari 40 item obat indikator pada
saat dilakukan pemantauan.
Pada tahun 2023, realisasi indikator persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat
esensial sebesar 84,1%, melebihi target yang telah ditetapkan dalam RPJMN Kemenkes Tahun 2020-
2024 yaitu sebesar 83%. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan minimal 85% obat esensial
(40 item obat indikator) sebanyak 391 kabupaten/kota dari 465 kabupaten/kota yang melapor.Capaian tertinggi kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial pada tahun 2023 sebesar
100% yang dicapai oleh 12 provinsi. Namun, terdapat 20 provinsi yang belum mencapai target RPJMN
di tahun 2023. Rincian data persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial menurut
provinsi tahun 2023 terdapat pada lampiran 9.b.
3. Persentase Kabupaten/Kota dengan Ketersediaan Vaksin Imunisasi Dasar
Lengkap (IDL)
Memastikan ketersediaan vaksin di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu
strategi yang dilakukan dalam rangka mewujudkan upaya meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu
sediaan farmasi dan alat kesehatan. Upaya tersebut diindikasikan dengan indikator kinerja persentase
kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) yang bertujuan untuk
memantau ketersediaan vaksin IDL di tingkat daerah. Definisi operasional dari indikator persentase
kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) adalah persentase
kabupaten/kota yang memiliki vaksin IDL terdiri dari Vaksin Hepatitis B, Vaksin BCG, Vaksin DPT-HB-HIB,
Vaksin Polio, Vaksin Campak/Campak Rubella.
Pada tahun 2023, realisasi indikator kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin Imunisasi
Dasar Lengkap (IDL) sebesar 95,7%, melebihi target yang telah ditetapkan dalam RPJMN Tahun 2020-
2024 yaitu sebesar 94%. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki vaksin IDL yang terdiri dari Vaksin
Hepatitis B, Vaksin BCG, Vaksin DPT-HB-HIB, Vaksin Polio, dan Vaksin Campak/Campak Rubella sebanyak
492 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota yang melapor.
Provinsi yang sudah mencapai target capaian tertinggi kabupaten/kota dengan ketersediaan vaksin
IDL pada tahun 2023 yakni sebanyak 28 provinsi. Namun, terdapat 10 provinsi dengan capaian kabupaten/
kota dengan ketersediaan vaksin IDL dibawah target nasional. Rincian data persentase kabupaten/kota
dengan ketersediaan vaksin IDL menurut provinsi tahun 2023 terdapat pada lampiran 9.c.
1. Sarana Produksi dan Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Cakupan sarana produksi dan distribusi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan
tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi dan distribusi di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Sarana produksi dan distribusi di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan antara lain Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT),
Pedagang Besar Farmasi (PBF), Apotek, Toko Obat, dan Distributor Alat Kesehatan (DAK).
Jika ditelaah, sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia masih
menunjukkan adanya ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Sebagian besar sarana produksi
maupun distribusi berlokasi di Pulau Sumatera dan Jawa yakni sebesar 75,9%. Ketersediaan ini terkait
dengan sumber daya yang dimiliki dan kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi
kefarmasian dan alat kesehatan di wilayah Indonesia lainnya, sehingga terjadi pemerataan di seluruh
wilayah Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk membuka akses keterjangkauan masyarakat
terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
Pada tahun 2023 terdapat 31.995 apotek, 8.559 toko obat, 3.594 Distributor Alat Kesehatan,
2.930 Pedagang Besar Farmasi, serta 2.343 sarana UKOT/UMOT. Secara keseluruhan, Provinsi dengan
jumlah sarana produksi dan distribusi terbanyak adalah Jawa Barat. Hal ini dapat disebabkan karena
Jawa Barat memiliki populasi yang besar dan wilayah yang luas. Gambar 2.30 berikut menyajikan jumlah
sarana produksi dan Gambar 2.31 menyajikan jumlah sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan
pada tahun 2023 serta rincian jumlah sarana produksi (Lampiran 9.d) dan distribusi kefarmasian dan
alat kesehatan menurut provinsi tahun 2023 pada Lampiran 9.e.
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Berdasarkan Permendagri 18 Tahun 2018, Posyandu termasuk dalam Lembaga Kemasyarakatan
Desa/Kelurahan (LKD/K) yang bertugas bertugas membantu Kepala Desa/Lurah dalam peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat Desa/Kelurahan.
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Kementerian Kesehatan dengan
komitmen melaksanakan transformasi layanan primer, melaksanakan peningkatan kapasitas posyandu
untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap edukasi, skrining dan pelayanan promotif preventif
bagi sasaran siklus hidup. Posyandu di garda depan, terdekat dengan masyarakat, sangat strategis
mendukung Puskesmas untuk memperkuat upaya promosi kesehatan serta pencegahan penyakit bagi
sasaran siklus kehidupan, serta memperkuat pemantauan wilayah setempat. Sehubungan dengan hal
itu Posyandu yang selama ini berjalan masih bersifat programatik seperti Posyandu KIA, Posyandu
Lansia, Posyandu Remaja, Posbindu PTM dengan adanya transformasi layanan kesehatan primer
mengintegrasikan dalam satu Lembaga Kemasyarakatan Desa/ Kelurahan “Posyandu”. Posyandu
menyediakan layanan untuk seluruh sasaran siklus kehidupan, mulai dari ibu hamil, bersalin dan nifas,
bayi, balita, anak prasekolah, usia sekolah dan remaja, usia dewasa dan lansia. Hal ini sejalan dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial
Dasar di Pos Pelayanan Terpadu. Diharapakan Posyandu dalam kerangka LKD/K dilengkapi dengan
tempat permanen, pengurus dan kader yang memadai, anggaran operasional memadai serta prasarana
kesehatan yang memenuhi standar, peralatan kesehatan.
Jumlah posyandu di Indonesia pada Tahun 2023 sebanyak 304.263 posyandu yang tersebar di
seluruh wilayah (sumber: Pelaporan Program Prioritas Microsite Promkes Tahun 2023).
Kementerian Kesehatan melaksanakan pembinaan teknis bagi posyandu dengan mengacu
sasaran Permenkes 13 Tahun 2022 Renstra Kementerian Kesehatan yaitu indikator Tahun 2023
ditargetkan 80% persentase kabupaten/kota dengan minimal 80% posyandu aktif. Adapun definisi
operasional Posyandu aktif adalah jika memenuhi kriteria:
1) Melakukan kegiatan rutin Posyandu (pelayanan kesehatan ibu hamil/balita/remaja/usia
produktif/lansia) 1 kali dalam satu sebulan minimal 8 kali/tahun;
2) Memberikan pelayanan kesehatan minimal untuk ibu hamil dan atau balita dan atau remaja;
3) Memiliki minimal 5 orang kader.
Hasil capaian indikator persentase kabupaten/kota dengan minimal 80% Posyandu aktif pada
tahun 2023 sebanyak 427 kabupaten/kota (83,1%) (Gambar 2.33). Angka ini sudah memenuhi target
Renstra tahun 2023 yaitu 75% kabupaten/kota dengan minimal 80% posyandu aktif. Sebanyak 50%
provinsi yang mencapai indikator kabupaten/kota dengan minimal 80% posyandu aktif. Rincian lengkap
data Posyandu dapat dilihat pada Lampiran 10.
Kementerian Kesehatan telah merumuskan transformasi kesehatan terdiri dari enam pilar
utama mencakup transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem
ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM Kesehatan, dan
transformasi teknologi kesehatan. Di antara semua pilar tersebut, SDM Kesehatan memegang peran
kunci dalam menggerakkan proses transformasi ini.
Sistem Kesehatan Nasional menggambarkan Sumber Daya Manusia Kesehatan sebagai elemen
vital yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan.
Mereka memiliki peran yang signifikan dalam upaya meningkatkan kesadaran, motivasi, dan
keterampilan hidup sehat bagi semua individu guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Berdasarkan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Sumber Daya Manusia
(SDM) kesehatan terdiri dari; (a) Tenaga Medis; (b) Tenaga Kesehatan; dan (3) Tenaga pendukung atau
penunjang kesehatan. Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi (termasuk dokter/dokter gigi
spesialis dan subspesialis). Sedangkan tenaga kesehatan terdiri dari: a. tenaga psikologi klinis; b. tenaga
keperawatan; c. tenaga kebidanan; d. tenaga kefarmasian; e. tenaga kesehatan masyarakat; f. tenaga
kesehatan lingkungan; g. tenaga gizi; h. tenaga keterapian fisik; i. tenaga keteknisian medis; j. tenaga
teknik biomedika; k. tenaga kesehatan tradisional; dan l. Tenaga Kesehatan lain yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pembahasan SDM kesehatan pada bab ini meliputi tenaga medis, tenaga kesehatan, dan
tenaga pendukung atau penunjang kesehatan baik di seluruh fasilitas kesehatan, maupun secara rinci
di puskesmas dan rumah sakit, registrasi tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, serta
lulusan tenaga kesehatan.
A. JUMLAH SDM KESEHATAN
Pengembangan dan pengelolaan SDM kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 17
tahun 2023 tentang Kesehatan. Undang-undang tersebut mendefinisikan SDM kesehatan sebagai
seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik memi