kusta l

 


kusta34



Penyakit kusta atau Morbus Hansen (MH) merupa￾kan penyakit infeksi kronis yang dipicu  oleh 

kuman Mycobacterium leprae (M. leprae). Morbus 

Hansen merupakan salah satu penyakit menular 

yang menjadi masalah kesehatan di negara berkem￾bang termasuk Indonesia. Penyakit ini memiliki 

spektrum klinis, bakteriologis, imunologis dan 

dermatopatologis bervariasi, pada tahun 1962 Ridley 

dan Jopling mengklasifikasikan menjadi 5 tipe, yaitu 

tuberkuloid tuberkuloid (TT), borderline tuberku￾loid (BT), mid-borderline (BB), borderline leproma￾tosa (BL) dan lepromatosa lepromatosa (LL).1

Indonesia menyumbangkan 18.994 (8%) dari 

keseluruhan kasus baru ini, dan menempati urutan 

ke-3 setelah India dan Brazil. Prevalensi kusta di 

Indonesia pada tahun 2012 yaitu  sebesar 22.390 

atau sekitar 12,3% dari keseluruhan kasus di 

dunia.

 Proporsi kejadian baru pada anak-anak di 

Indonesia telah menurun dari sekitar 23% pada 

tahun 1991 menjadi 10% pada tahun 2000 dan 

menetap hingga tahun 2010.

 Dinas Kesehatan 

Propinsi Bali mencatat prevalensi kusta di Bali pada 

tahun 2012 yaitu  sebesar 89 kasus atau sebesar 

0,22 per 10.000 penduduk. Kejadian kusta pada anak dengan usia kurang dari 15 tahun di RSUP 

Sanglah Denpasar pada tahun 2003-2016 didapat￾kan sebanyak 14 pasien dari total 168 pasien baru 

(8,3%).

Penyakit kusta diketahui dapat menyerang 

berbagai usia dari bayi sampai usia lanjut dengan 

kelompok usia terbanyak yaitu  usia produktif.

Anak-anak memiliki resiko terkena infeksi lebih 

tinggi, terjadi pada umur 5-14 tahun, dengan prev￾alensi yang sama pada jenis kelamin lelaki maupun 

perempuan.

 Prevalensi dan karakteristik penyakit 

kusta pada anak memiliki arti penting dalam epide￾miologi dan merupakan indikator tingkat keber￾hasilan pengendalian penyakit kusta.6,7 Kecacatan 

yang didapat sejak usia dini akan mempengaruhi 

perkembangan fisik maupun mental penderita 

anak.

Gambaran klinis penyakit kusta pada anak 

menunjukkan gambaran klinis yang mirip dengan 

orang dewasa. Diagnosis penyakit kusta ditega￾kkan berdasar  4 tanda kardinal dari kusta 

yaitu adanya anestesia, penebalan saraf pada 

lokasi predileksi, adanya lesi kulit, dan didapatkan 

adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada hapusan 

kulit. Diagnosis ditegakkan minimal 2 dari 3 tanda 

kardinal pertama atau adanya tanda kardinal yang 

keempat.1,5,7 Berikut dilaporkan satu kasus kusta 

tipe borderline lepromatous pada seorang anak 

lelaki. Kasus ini dilaporkan karena penyakit kusta 

ini jarang mengenai anak dan pentingnya mendiag￾nosis dini penyakit kusta untuk menghindari resiko 

kecacatan pada anak.

ILUSTRASI KASUS

Dilaporkan satu kasus kusta pada seorang anak lelaki, 

11 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin 

RSUP Sanglah Denpasar dengan keluhan utama 

bercak sewarna kulit pada daerah telinga kanan dan 

kiri sejak 1 tahun yang lalu, tidak dirasakan gatal 

ataupun nyeri. Keluhan bercak sewarna kulit yang 

awalnya muncul dibagian telinga kanan dan kiri 

sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu, tidak dirasakan 

gatal ataupun nyeri, hanya dirasakan kebas. Sejak 2 

bulan terakhir bercak ditelinga kanan dan kiri sema￾kin lama semakin menyebar kedaerah wajah, badan 

dan lengan kanan kiri. Bercak ini oleh penderita 

dirasakan kebas atau mati rasa pada daerah telinga 

saja. Keluhan ini juga disertai rasa kesemutan pada 

jari- jari ke dua tangan dan kaki pada saat pertama 

kali bercak muncul, namun saat ini hanya menge￾luhkan terkadang kesemutan di daerah jari-jari 

tangan. Jari tangan dan kaki masih dapat digerakkan 

seperti biasa, rasa kaku pada jari- jari disangkal. 

Penderita yaitu  anak pertama dari dua 

bersaudara. Penderita lahir di Singaraja Bali, tinggal 

di Singaraja sejak lahir sampai berumur 4 tahun, 

kemudian penderita pindah tinggal dengan orang 

tuanya di Flores sejak berumur 4 tahun sampai 

sekarang. Teman sekolah penderita di Flores dika￾takan pernah mengalami penyakit yang sama, yaitu 

didiagnosis kusta (Morbus Hansen tipe multiba￾siler) sejak 3 tahun yang lalu dan sudah menyele￾saikan pengobatan (RFT) sejak 2 tahun yang lalu, 

dan tidak ada mengalami keluhan hingga saat ini. 

sedang  anggota keluarga yang tinggal serumah 

dengan penderita yaitu bapak, ibu serta adiknya 

tidak memiliki keluhan yang sama sebelumnya. 

Penderita sudah pernah mendapatkan imuni￾sasi dasar secara lengkap termasuk vaksin BCG. 

Riwayat batuk lama, dan penyakit kronis lainnya 

pada penderita disangkal oleh ibu penderita. 

Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita 

dengan kesadaran kompos mentis dan keadaan 

umum baik, berat badan penderita 30 kg. Tekanan 

darah 120/80 mmHg, nadi 80×/menit, frekuensi 

nafas 20×/menit, suhu aksiler 36,8°C. Pada 

status generalis didapatkan kepala normocephali, 

pada pemeriksaan mata tidak ada  anemis 

dan ikterus. Alis mata dalam batas normal dan 

kelopak mata dapat membuka dan menutup secara 

sempurna. Pada pemeriksaan hidung, telinga, dan 

tenggorokan tidak ditemukan adanya kelainan. Pada 

cuping telinga kanan dan kiri didapatkan adanya 

infiltrat. Pemeriksaan jantung dan paru dalam 

batas normal. Pemeriksaan abdomen dalam batas 

normal, tidak didapatkan pembesaran hepar dan 

lien. Pada ekstremitas teraba hangat, tidak ada  

edema pada ekstremitas. Pembesaran kelenjar limfe 

regional tidak ditemukan. Pemeriksaan kuku dan 

rambut tidak ditemukan adanya kelainan.

Status dermatologis lokasi fasialis, aurikularis 

dekstra et sinistra, antebrachii dekstra et sinistra, 

ektremitas inferior dekstra et sinistra, didapatkan 

effloresensi plak sewarna kulit, multiple, batas 

tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi dari 

0,5 × 1 cm hingga 1 × 3 cm. Pada lokasi antebrachii 

dekstra et sinistra dan ekstremitas superior dekstra 

et sinistra didapatkan effloresensi nodul multipel 

sewarna kulit dengan bentuk bulat dengan diame￾ter 0,5-1 cm. Lokasi pada telinga kanan kiri didapa￾tkan adanya infiltrat, difus. (Gambar 1- 10) 

Pada pemeriksaan saraf tidak didapatkan pene￾balan saraf. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kusta 

didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri, 

dan suhu pada lesi. Pemeriksaan voluntary muscle 

test (VMT) tidak didapatkan adanya kelemahan 

otot. 

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik pada pender￾ita didapatkan diagnosis banding pada penderita 

yaitu  kusta tipe borderline lepromatosa, dan kusta 

tipe lepromatous lepromatosa. Pada penderita direncanakan pemeriksaan penunjang berupa 

hapusan sayatan kulit (slit-skin smear) dan pemer￾iksaan laboratorium.

Hasil pemeriksaan bakteriologis dengan penge￾catan Ziehl- Neelsen dari kerokan jaringan pada 

kulit cuping telinga kanan dan kiri, serta pada lesi 

kulit dengan ditemukan basil tahan asam (BTA) 

pada cuping telinga kanan didapati 40-50/1 lapang 

pandang (4+) globi dan granulated, pada cuping 

telinga kiri 15-20/1 lapang pandang (4+) frag￾mented dan granulated, pada lesi di lesi digiti IV 

manus sinistra didapati 15-30/1 lapang pandang 

(4+) fragmented. Indeks bakteriologis didapatkan 

4+ dan indeks morfologis yaitu  0 (Gambar 11-12). 

Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukosit 

7,19 (4,1-11,0  × 103

/mL), neutrofil 3,53 (2,5-7,5  × 

103

/mL), limfosit 2,11 (1-4 ×103

/mL), monosit 

0,62 (0,1-1,2 × 103

/mL), eosinofil 0,20 (0,00-0,50 × 

103

/mL), basofil 0,1 (0,0-0,1  × 103

/mL), eritrosit 

4,55  (4,50-5,90 x106

/mL), hemoglobin 13,5 (13,5-

17,5 g/dL), hematokrit 41,51 (41,0-53,0%), trom￾bosit 355.60 (150-440 × 103

/mL). Pada pemeriksaan 

fungsi hati didapatkan: SGOT 30,0 (11,0- 33,0 U/L), 

SGPT 36,5 (11,0- 50,0 U/L). Pada pemeriksaan fungsi 

ginjal didapatkan BUN 8,1 (8,00- 23,00  mg/dL), 

kreatinin 0,70 (0,70- 1,20 mg/dL). Pada pemeriksaan 

kimia darah lainnya didapatkan gula darah sewaktu 

80 (60- 100 mg/dL). Pada penderita tidak dilakukan 

pengambilan biopsi kulit.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemerik￾saan penunjang didapatkan diagnosis kerja yaitu  

kusta tipe Borderline Lepromatosa. Penatalaksanaan 

yang diberikan pada MDT multibasiler untuk anak 

(rifampisin 450 mg per bulan, dapson 50 mg setiap 

hari, dan klofazimin 150 mg per bulan yang dilan￾jutkan dengan pemberian 50  mg setiap 2 hari), 

penderita juga diberikan vitamin neurotropik (B1 

100 mg, B6 200 mg, B12 200mcg) 1 × 1 tablet setiap 

hari. Keluarga penderita diberikan penjelasan 

mengenai penyakit, hasil pemeriksaan, pengobatan 

yang diberikan, dan diharapkan kontrol 1bulan.

Pengamatan setelah pasien mendapatkan pengo￾batan secara subyektif tidak didapatkan bercak baru 

pada kulit penderita, bercak lama sebagian tampak 

memudar dan menipis terutama pada bagian wajah 

dan lengan. Kesemutan dan nyeri pada kedua jari￾jari tangan dan kaki disangkal. Jari- jari tangan dan 

kaki dapat digerakkan seperti biasa. Riwayat panas 

badan disangkal oleh penderita. 

Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita 

dengan kesadaran kompos mentis dan keadaan 

umum baik. Status present dalam batas normal dan 

pada status generalis penderita tidak didapatkan 

adanya kelainan.

Status dermatologis lokasi fasialis, aurikularis 

dekstra et sinistra, antebrakii dekstra et sinistra, 

ektremitas inferior dekstra et sinistra, didapatkan 

plak sewarna kulit, multiple, batas tegas, bentuk 

geografika, ukuran bervariasi dari 0,5  × 1 cm 

hingga 1 × 3 cm. Pada lokasi antebrakii dekstra et 

sinistra dan ekstremits superior dekstra et sinistra 

ditemukan gambaran effloresensi nodul multipel 

sewarna kulit dengan bentuk bulat dengan diameter 

0,5-0,6 cm. Lokasi pada telinga kanan kiri didapat￾kan adanya infiltrat, difus. (Gambar 13-18). Lokasi 

pada telinga kan kiri didapatkan adanya infiltrat, 

difus yang mulai menipis (Gambar 14 dan 15). 

Pada pemeriksaan saraf tidak didapatkan pene￾balan saraf. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kusta 

didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri, 

dan suhu. Pemeriksaan VMT (voluntary muscle 

test) tidak didapatkan kelemahan otot. 

Diagnosis kerja penderita saat ini yaitu  kusta 

tipe borderline lepromatosa. Penatalaksanaan yang 

diberikan pada penderita yaitu  MDT multibasiler 

untuk anak (rifampisin 450 mg per bulan, dapson 

50 mg setiap hari, dan klofazimin 150 mg per bulan 

yang dilanjutkan dengan pemberian 50 mg setiap 2 

hari) dilanjutkan, vitamin neurotropik (B1 100 mg, 

B6 200 mg, B12 200mcg) 1 × 1 tablet setiap hari. 

Keluarga penderita diberikan penjelasan mengenai 

penyakit, pengobatan, dan diharapkan kontrol 1 

bulan lagi. 


Kusta yaitu  penyakit yang dipicu  oleh 

bakteri Mycobacterium leprae, terutama mengenai 

kulit dan saraf perifer. Penyakit ini dapat mengenai 

setiap individu dengan berbagai kelompok usia. 

Kejadian kusta pada anak dapat menjadi indika￾tor prevalensi penyakit pada populasi umum dan 

membantu menentukan transmisi dari penyakit.1,2,5

Masa inkubasi penyakit kusta berkisar antara 2-4 

tahun, walaupun pernah dilaporkan masa inkubasi 

3 bulan hingga 40 tahun.1,4 Anak-anak lebih rentan 

untuk terkena penyakit kusta karena sistem imuni￾tasnya yang belum berkembang sempurna. Usia 

onset penyakit ini pada anak-anak yaitu  antara 5 

hingga 14 tahun dengan prevalensi yang sama pada 

lelaki maupun perempuan.1,5,6 Namun demikian 

kasus pada pasien kurang dari umur 1 tahun telah 

dilaporkan oleh Brubaker, Meyers, and Bourland

dimana mempublikasikan dua kasus dari anak 

umur 6 bulan dengan kusta yang dikonfirmasi 

dengan pemeriksaan histopatologi.7

Kulit dan saluran pernafasan atas sampai saat 

ini diyakini sebagai dua jalur masuk bakteri M. 

leprae ke dalam pejamu.8,9 Adanya kontak dekat 

dengan pasien kusta memberikan risiko yang 

secara signifikan lebih besar daripada mereka yang 

tidak tinggal serumah.10,11 Risiko individu untuk menderita penyakit kusta meningkat 4 kali lebih 

besar jika ada kontak dengan penderita kusta di 

lingkungan sekitar, risiko menjadi 9 kali lebih besar 

pada kontak serumah, dan makin meningkat jika 

kontak yaitu  penderita kusta tipe multibasiler.12

Pada anak-anak, sumber infeksi kusta didapatkan 

berasal dari pasien kusta tipe multibasiler yang 

tidak diobati dalam keluarga atau masyarakat.13,14

Dalam penelitian retrospektif yang dilakukan di 

India didapatkan lebih dari sepertiga kasus kusta 

pada anak (35%) memiliki kontak serumah dengan 

penderita kusta.3,14 Pada kasus didapatkan adanya 

riwayat penyakit kusta pada teman satu kelas 

penderita yang telah diderita 3 tahun lalu dengan 

tipe kusta multibasiler. Saat ini tidak ditemukan 

keluhan baru pada teman penderita maupun 

anggota keluarga lainnya yang tinggal serumah 

dengan penderita. Penyakit kusta pada penderita 

dicurigai kemungkinan ditularkan dari teman seke￾las dengan penderita.

Pemberian vaksin Bacillus Calmette- Guerin

(BCG) sebagai proteksi terhadap infeksi 

Mycobacterium leprae menunjukkan hasil yang 

bervariasi, efektivitas vaksin sebagai proteksi 

terhadap penyakit kusta rata-rata mencapai 26%. 

Penelitihan di Brazil dengan jumlah sampel yang 

besar menunjukkan efek proteksi vaksin ini menca￾pai 56% signifikan pada insiden kusta akibat kontak, 

dengan proteksi terhadap kusta tipe mulltibasiler 

sebesar 89%.15,16 sedang  penelitian di Birma 

menunjukkan efek proteksi vaksin ini mencapai 

40% pada anak usia di bawah 5 tahun, sedang  

efek proteksi tidak didapatkan pada anak usia lebih 

tua.16 Hal ini menunjukkan adanya efek perlind￾ungan vaksin BCG terhadap kejadian kusta tipe 

multibasiler.13,17 Namun ada  beberapa faktor 

yang juga berperan terhadap kejadian kusta ini dan 

tipe dari kusta tersebut, diantaranya faktor genetik, 

nutrisi, lingkungan (tinggal di daerah endemis).18,19

berdasar  faktor lingkungan, flores berdasar  

peneltitian Mochamad hatta di Flores didapatkan 

4774 populasi yang tinggal idaerah penelitian, 

dimana didapatkan 4140 yang terdeteksi kusta 

dimana angka tersebut mencapai 87%. Dimana 

didapatkan 39% yaitu  kusta tipe multibasiler dan 

61% yaitu  tipe pausibasiler lesi tunggal atau lesi 

2- 5 lesi.18 Pada kasus, penderita telah mendapatkan 

imunisasi vaksin BCG saat usia bayi, namun ada 

beberapa faktor yang menyebabkan pada pender￾ita mendapat infeksi kusta tipe multibasiler yaitu 

penderita tinggal didaerah endemis kusta, selain itu 

juga dapat dicurigai oleh karena faktor genetik dan 

host yang memiliki seseptibilitas terhadap kuman. 

Diagnosis penyakit kusta ditegakkan berdasar￾kan tanda kardinal kusta melalui pemeriksaan 

klinis, didukung pemeriksaan BTA pada hapusan 

kerokan jaringan kulit. Pada kusta apabila meragu￾kan kadang diperlukan pemeriksaan penunjang 

lain seperti pemeriksaan histopatologis dan serol￾ogis.1,7,11 Tanda kardinal kusta yaitu adanya lesi 

kulit, adanya anastesi, penebalan saraf pada lokasi 

predileksi, dan didapatkan adanya basil tahan 

asam (BTA) pada hapusan sayatan kulit. Diagnosis 

ditegakkan berdasar  adanya minimal 2 dari 

3 tanda kardinal pertama atau adanya tanda kardi￾nal yang keempat.2,6

Gambaran klinis dari kusta mencerminkan 

patologi, yang bergantung pada keseimbangan 

antara multiplikasi basil dan respon imunitas seluler 

dari pejamu.7

 Pada tahun 1962, Ridley dan Jopling 

mengklasifikasikan kusta berdasar  klinis, yang 

meliputi typical tuberculoid (TT), borderline tuber￾culoid (BT), borderline borderline (BB), borderline 

lepromatous (BL), dan lepromatous leprosy (LL).

6,15

Gambaran klinis kusta tipe BL (borderline lepra￾matous), secara klasik lesi dimulai dengan makula. 

Awalnya dalam jumlah sedikit dan dengan cepat 

menyebar ke seluruh badan. Makula lebih jelas 

dan lebih bervariasi bentuknya. Walaupun masih 

kecil, papul dan nodus lebih tegas dengan distribusi 

lesi yang hampir simetris. Didapatkan area kulit 

normal di antara lesi. Lesi yang satu dan lainnya 

mempunyai ukuran dan bentuk yang berbeda. 

Dapat timbul infiltrat membentuk gambaran plak, 

terutama di daerah wajah dan telinga. Tanda- tanda 

kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopig￾mentasi, berkurangnya keringat, dan hilangnya 

rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan 

tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat 

predileksi. Pada pemeriksaan BTA memberikan 

hasil banyak ditemukan kuman Mycobacterium 

leprae pada spektrum BL.

7,15

 Penyakit kusta pada 

anak biasanya berupa lesi hipoestetik atau asim￾tomatik, sedang  manifestasi neural jarang 

dikeluhkan oleh penderita. Gambaran kusta tipe 

borderline lepromatous (BL) pada anak mirip 

dengan orang dewasa, tetapi lesi terutama berupa 

makula.

2,19

Pada kasus didapatkan adanya lesi kulit yang 

disertai dengan penurunan sensibilitas pada lesi 

tersebut. Lesi kulit pada penderita didapatkan pada 

lokasi facialis, auricularis dextra et sinistra, antebra￾chii dextra et sinistra, ektremitas inferior dextra et 

sinistra berupa plak sewarna kulit, multiple, batas 

tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi dari 

0,5 × 1 cm hingga 1 × 3 cm. Lesi lebih dari 5. Pada 

lokasi antebrachii dextra et sinistra dan ekstremitas 

superior dextra et sinistra didapatkan effloresensi 

nodul multipel sewarna kulit dengan bentuk bulat 

dengan diameter 0,5-1 cm. Lokasi pada telinga 

kanan kiri didapatkan adanya infiltrat, difus 

disertai dengan penurunan sensibilitas pada lesi tersebut. Namun masih didapatkan adanya kulit 

normal dan pada pemeriksaan saraf tidak didapa￾tkan penebalan saraf. Kemudian pada pemeriksaan 

hapusan kulit didapatkan adanya BTA pemeriksaan 

BTA dari cuping telinga kanan didapati 40-50/1 

lapang pandang (4+) globi dan granulated, pada 

cuping telinga kiri 15-20/1 lapang pandang (4+) 

fragmented dan granulated, pada lesi di lesi digiti 

IV manus sinistra didapati 15-30/1 lapang pandang 

(4+) fragmented. Indeks bakteriologis didapatkan 

4+ dan indeks morfologis yaitu  0. berdasar  

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan 

penunjang, penderita pada kasus didiagnosis 

dengan kusta tipe BL. 

Pemeriksaan histopatologi pada kusta tipe 

borderline lepromatous (BL) menunjukkan adanya 

kumpulan sel-sel makrofag. Makrofag ini memi￾liki sitoplasma berbentuk foamy seperti pada tipe 

lepromatous leprosy (LL). Selain itu juga dapat 

terlihat adanya grenz zone dan mudah ditemukan 

basil.

12,15,17

 Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan 

histopatologi. 

World Health Organization (WHO) membagi 

penderita kusta menjadi 3 kelompok berdasar  

pada kriteria klinis dengan menggunakan jumlah 

lesi kulit dan saraf yang terlibat, serta pemeriksaan 

hapusan kulit dalam menetukan pengobatan kusta. 

Pembagian ini meliputi kusta tipe pausibasiler 

dengan lesi tunggal (1 lesi kulit), kusta tipe pausi￾basiler (2-5 lesi kulit), dan kusta tipe multibasiler 

(lebih dari 5 lesi kulit). Selain itu, pasien dengan 

BTA positif juga digolongkan sebagai kusta tipe 

multibasiler, tanpa memperhatikan gambaran klin￾isnya.

11

 Pada kasus, penderita memiliki lesi kulit 

lebih dari 5 dan dari pemeriksaan hapusan kulit 

didapatkan adanya BTA positif. Oleh karena itu, 

penderita diberikan pengobatan multibasiler.

Pengobatan kusta berdasar  kriteria WHO 

yang disebut dengan multidrug therapy (MDT) 

terdiri dari beberapa antibiotika. Pada kusta 

tipe multibasiler (MB) dengan lesi >5 diberikan 

kombinasi rifampisin, dapson, dan klofazimin.

6,11

Pada anak berusia 10-14 tahun ada  regimen 

pengobatan paket khusus yang dibedakan dengan 

orang dewasa, dengan lama pemberian 12 bulan. 

Regimen ini meliputi rifampisin 450 mg per bulan, 

dapson 50 mg setiap hari, dan klofazimin 150 mg 

per bulan yang dilanjutkan dengan pemberian 50 

mg setiap 2 hari.

11,19,20 Pada kasus diberikan regi￾men MDT MB anak yang sudah dikemas dalam 

bentuk paket bulanan selama 12 bulan.

Kejadian disabilitas pada anak-anak cukup 

rendah dibandingkan orang dewasa karena durasi 

penyakit lebih singkat dan bentuk penyakit lebih 

ringan. Namun kejadian deformitas meningkat 

seiring bertambahnya usia dan pada penyakit yang 

berlangsung lama.

14,21 Pada kasus masih diperlukan 

observasi lebih lanjut terutama untuk mendeteksi 

dini adanya gangguan fungsi saraf dan mencegah 

komplikasi lebih lanjut. Prognosis pada kasus 

yaitu  dubius.


Telah dilaporkan sebuah kasus kusta tipe borderline 

lepromatous pada seorang anak lelaki usia 11 tahun. 

Terapi yang diberikan pada kasus meliputi MDT 

MB anak selama 12 bulan, vitamin B1, B6, dan B12. 

Pada kasus masih diperlukan observasi lebih lanjut 

terutama untuk mendeteksi dini adanya gangguan 

fungsi saraf dan mencegah komplikasi lebih lanjut. 

Prognosis pada kasus yaitu  dubius.



Penyakit kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit 

infeksi kronis yang dipicu  oleh kuman Mycobacterium leprae

(M. leprae). Penyakit kusta dapat menyerang berbagai usia dari 

bayi sampai usia lanjut dengan kelompok usia terbanyak yaitu  

usia produktif. Prevalensi dan karakteristik penyakit kusta pada 

anak memiliki arti penting dalam epidemiologi dan merupakan 

indikator tingkat keberhasilan pengendalian penyakit kusta. 

Kecacatan yang didapat sejak usia dini akan mempengaruhi 

perkembangan fisik maupun mental penderita anak. Diagnosis 

penyakit kusta ditegakkan berdasar  4 tanda kardinal dari kusta 

yaitu adanya anestesia, penebalan saraf pada lokasi predileksi, 

adanya lesi kulit, dan didapatkan adanya Basil Tahan Asam (BTA) 

pada hapusan kulit. Diagnosis kusta ditegakkan minimal 2 dari 3 

tanda kardinal pertama atau adanya tanda kardinal yang keempat. 

Pada laporan kasus ini dilaporkan kasus kusta tipe borderline 

lepromatous pada seorang anak lelaki berusia 11 tahun. Diagnosis 

kusta ditegakkan berdasar  anamnesis, pemeriksaan fisik dan 

pemeriksaan penunjang berupa hapusan sayatan kulit (slit-skin 

smear). Terapi yang diberikan pada kasus meliputi MDT MB anak 

selama 12 bulan.


Kusta35





Kusta (Lepra) telah ada sejak masa prasejarah, dengan kasus pertama kali

ditemukan di Afrika Timur sekitar tahun 100.000 SM 

Penyakit ini memasuki wilayah negara kita  di melalui jalur selatan dari benua India

sekitar 50.000-60.000 SM. Di negara kita  penyebaran kusta diperkenalkan oleh sipir

dari wilayah yang dikuasai Portugis ke Batavia. Selain itu, kedatangan bangsa

Tiongkok ke Hindia-Belanda turut berkontribusi dalam penyebaran kusta. Penyakit

kusta sudah menjadi permasalahan bagi negara kita  sejak abad ke-17 (Rachmawati,

2014). Sampai saat ini kusta masih menjadi permasalahan di negara kita  baik

dibidang kesehatan, sosial, ekonomi, budaya, akibat stigma yang ada di warga ,

dan kecacatan yang ditimbulkannya 

Kusta dimasukkan kedalam penyakit tropis terabaikan (Neclected Tropical

Disease) masih merupakan momok yang masih sangat menakutkan di warga ,

keluarga bahkan bagi sebagian petugas kesehatan karena pengetahuan, pengertian

dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta akibat cacat, stigma, dan diskriminasi

yang ditimbulkannya 

Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae (M. leprae), merusak saraf tepi, dapat juga menginfeksi

kulit, serta jaringan lainnya seperti mata, mukosa saluran pernafasan bagian atas,

otot, tulang, dan testis. Pasien kusta lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada

perempuan (Chu T, 2020). Meskipun tergolong penyakit menular, penularan kusta


tidak mudah menular karena harus ada kontak erat yang lama dan terus-menerus

terutama dengan pasien kusta multibasiler yang tidak diobati.

Hasil penelitian selama 25 tahun di Sulawesi Utara

menunjukkan bahwa 28 dari 101 (28%) pasien yang baru didiagnosis dan

diidentifikasi sebagai kontak serumah, 36 (36%) kontak tetangga dan 15 (14,9%)

kontak sosial.  menjelaskan bahwa seseorang yang mempunyai

kedekatan dengan pasien kusta multibasiler akan meningkatkan risiko untuk

menderita kusta. Pada penelitian  menjelaskan bahwa kusta

dapat ditularkan melalui orang yang terinfeksi ke orang yang sehat dalam kontak

jangka panjang dan penularannya dapat menyebar melalui kontak rumah tangga,

kontak lingkungan serta kontak sosial lainnya. Dinamika penularan ini merupakan

elemen yang sangat diperlukan untuk strategi intervensi yang tepat dalam

pemberantasan penyakit kusta.

menjelaskan bahwa program penemuan kasus aktif dapat

dilakukan dan berkontribusi pada deteksi kasus dini dengan melacak kontak

serumah dan tetangga di daerah endemis rendah. Hasil penelitian  menjelaskan bahwa kontak rumah tangga pasien kusta dapat meningkatkan

risiko kusta terutama di rumah tangga dengan kasus multibasiler yang ada dan usia

yang lebih tua.  ada  hubungan dekat antara kontak

serumah dengan kejadian kusta dimana yang kontak serumah dengan pasien kusta

mempunyai risiko 30% lebih besar menderita kusta dibandingkan dengan seseorang

yang tidak kontak serumah dengan pasien kusta. Banyak analisis membuktikan

bahwa individu yang kontak dengan pasien kusta yang tidak diobati memiliki risikolebih tinggi menderita kusta dimana infeksi subklinis di antara individu tersebut

penting dalam rantai penularan M. leprae.  Penularan kusta

dapat terjadi melalui droplet yaitu percikan cairan dari saluran pernafasan seperti

ludah dan dahak yang keluar saat batuk atau bersin, kerusakan kulit, binatang

armadillo, kurangnya kebersihan diri dan lingkungan, berkunjung atau menetap

dikawasan endemis kusta 

Penyakit kusta merupakan penyakit yang tergolong langka, sehingga

identifikasi dan diagnosis dini pasien kusta masih menjadi tantangan terutama di

daerah endemis rendah  Disamping itu gambaran klinis kusta

banyak mirip dengan penyakit kulit lain sehingga sering salah diagnosis, akibatnya

banyak pasien kusta yang datang berobat sudah dalam keadaan cacat. Deteksi dini

dan pengobatan kusta tepat waktu merupakan kunci untuk menghentikan penularan

dan mencegah komplikasi fisik dan sosial sehingga mengurangi beban penyakit

Penemuan kasus baru kusta sampai sekarang masih menjadi tantangan di

negara kita , terutama pada tahun 2020, dimana pandemi COVID-19 yang

memicu  program berjalan kurang lancar dan kurang maksimal akibat

terkonsentrasinya sumber daya kesehatan pada program penanggulangan

COVID19 yang selama ini dilakukan secara aktif oleh puskesmas dan kader

langsung kepada warga , akibatnya, penemuan kasus baru mengalami

penurunan. (Profil Kesehatan negara kita , 2021). negara kita  pada tahun 2023 berada

di peringkat ke-3 dunia jumlah kasus baru kusta terbanyak setelah India dan Brazil

(Weekly Epidemiology Record, 2020).Upaya pengendalian penyakit kusta di dunia menetapkan tahun 2000 adalah

puncak eliminasi kusta dan negara kita  telah mencapai eliminasi kusta tersebut di

tingkat nasional dengan angka prevalensi kusta <1/10.000 penduduk (<10 per

100.000 penduduk), sesuai target eliminasi kusta global yang diamanatkan World

Health Assembly (WHA) tahun 1991. Angka prevalensi kusta telah menurun dari

5,2 per 10.000 penduduk pada tahun 2000.

Di negara kita  sendiri didapatkan angka prevalensi penemuan kasus baru kusta

per 100000 penduduk sebesar 5,2 pada tahun 2023, dan angka prevalensi kusta

sebesar 0,63 kasus per 10.000 penduduk. Hal ini menunjukkan kecenderungan

peningkatan sejak tahun 2022. Tercatat 14.376 kasus baru kusta di 38 Provinsi di

negara kita , 90 % tipe multibassiler dan 8,2 % terjadi pada anak-anak, 11 provinsi

belum eliminasi kusta dan 124 kabupaten/kota belum eliminasi 

Menurut laporan analisa situasi program pemberantasan penyakit kusta

Provinsi Sumatera Utara tahun 2021sampai tahun 2023 total jumlah pasien kusta

terdaftar sebesar sebesar 424 yang tersebar di 34 kota/kabupaten di Sumatera Utara

(Analisis situasi pemberantasan penyakit kusta provinsi Sumatera Utara,

2021,2022,2023). Angka ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.

Penurunan angka prevalensi kusta di negara kita  tidak disertai penurunan

jumlah kasus baru yang terdeteksi (new case detection rate) yang merupakan proxy

angka insidensi kusta. Kenyataan ini menunjukkan adanya tanda masih

berlangsungnya penularan kusta pada kantong-kantong wilayah kusta dengan

kecepatan pertumbuhan yang sama. Indikasi ini diperkuat dengan adanya

kesenjangan antara jumlah kasus kusta terdaftar atau teregistrasi (registered cases)yang menjadi proxy dari angka prevalensi kusta dengan angka prevalensi hasil

survei. Angka prevalensi hasil survei (point prevalens) ditemukan lebih tinggi dari

angka kasus tercatat. Hal ini menunjukkan adanya kasus yang belum terdeteksi

yang memicu  penularan kusta di warga  

Kondisi ini bisa juga diibaratkan seperti fenomena gunung es, dimana angka

prevalensi pasien kusta menurun seiring berjalannya program pemerintah berupa

eliminasi massal lewat pemberian Multi Drug Theraphy (MDT) yang dianggap bisa

menghentikan sumber penularan dalam waktu singkat, namun dari fakta yang ada

jumlah pasien kusta baru tetap tidak menurun, karena program eliminasi hanya

ditujukan untuk yang menunjukkan gejala kusta, tanpa mempertimbangkan kusta

subklinis yang lebih membahayakan karena bisa menjadi kusta manifest dan

tercatat sebagai insiden pasien kusta baru. Kusta subklinis ini sampai sekarang

belum masuk kedalam program pengobatan MDT 

Pencapaian eliminasi kusta di kabupaten/kota tidak selalu berbanding lurus

terhadap eliminasi kusta pada suatu wilayah provinsi, hal ini dikarenakan masih

dijumpai kantong-kantong kusta di kabupaten/kota tersebut yang menunjukkan

aktifnya penularan penyakit  Belum

terwujudnya eliminasi kusta di tingkat kabupaten/kota masih menjadi tantangan

sampai saat ini sehingga diperlukan berbagai kegiatan inovasi atau strategi terarah

untuk meningkatkan efektivitas pengendalian kusta terutama dengan cara

penemuan pasien kusta secara aktif 

Matrik target kinerja strategis Kementerian Kesehatan Program Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit pada Direktorat Jenderal Pencegahan dan PengendalianPenyakit tentang menurunnya penyakit menular, penyakit tidak menular, serta

meningkatnya kesehatan jiwa, menargetkan seluruh kabupaten/kota di negara kita 

yang berjumlah 514 dari 34 sudah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2024.

( WHO untuk jangka panjang sampai tahun 2030

mempunyai misi zero leprosy : Nol infeksi dan penyakit, nol kecacatan, nol stigma

dan diskriminasi (WHO, 2021).

Di negara endemis kusta seperti India, Brazil, China dan negara kita 

penanggulangan kusta dilakukan dengan berbagai cara yang sudah disesuaikan

dengan matriks WHO seperti promosi kesehatan, surveilans deteksi dini yang

berguna mempercepat penemuan kasus baru, memberikan pengobatan dengan

Multi Drug Therapy (MDT), mencegah penularan dan kecacatan, kemoprofilaksis

dengan pemberian dosis tunggal ripamfisin dan pendidikan kesehatan. Pemerintah

negara kita  juga telah melakukan hal yang sama terkait dengan program tersebut

(WHO, 2016).

Dalam hal promosi kesehatan pemerintah negara kita  telah banyak melakukan

kegiatan baik yang ditujukan kepada pasien kusta, kontak serumah, tetangga

maupun petugas kesehatan, seperti pelatihan, seminar, lokakarya, sarasehan, studi

banding, dan dialog terbuka. Beberapa media alat bantu seperti leaflet, poster dan

lembar balik juga banyak dipakai untuk menunjang kegiatan ini tetapi promosi

kesehatan untuk kusta menggunakan sistem android belum dicanangkan oleh

pemerintah.

Deteksi dini pasien kusta dilakukan dengan cara penemuan penderita baik

secara pasif maupun aktif. Penemuan penderita secara aktif ini dilakukan denganmelaksanakan survailens dengan berbagai cara antara lain: pemeriksaan kontak,

Rapid Village Survey, Chase survey, pemeriksaan anak sekolah SD sederajat,

Leprosy Elimination Campaign, dan Special Action Program for Elimination

Leprosy. Sampai saat ini kegiatan deteksi dini ini sebagian besar dijalankan oleh

petugas kesehatan, wasor dan kader yang terlatih 

Walaupun sudah banyak program yang dilaksanakan di banyak negara

termasuk negara kita , tetapi negara seperti India, Brazil, Cina, dan negara kita  belum

dapat mencapai eliminasi kusta. Faktor-faktor yang memicu  kegagalan

penanggulangan kusta di negara kita  dan berbagai negara lain yaitu: 1. Informasi

tentang kusta yang masih kurang dan adanya asumsi bahwa kusta tidak bisa

disembuhkan akibat kecacatan yang ditimbulkannya; 2. Pengetahuan petugas

puskesmas dalam deteksi dini dan tatalaksana pasien kusta masih sangat kurang; 3.

Tatalaksana multi drug therapy yang belum maksimal; 4. Resistensi obat pada

kusta; 5. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan; 6. Kurangnya keterlibatan lintas

program dan lintas sektor dalam penanggulangan kusta; 7. Masih tingginya stigma

dan diskriminasi di warga ; 8. Kurangnya perhatian terhadap penanggulangan

kusta akibat adanya penyakit seperti tuberkulosis dan Human Immunodeficiency

Virus (HIV) 

Faktor lain dari kegagalan penanggulangan kusta yang tak kalah penting

adalah pengetahuan warga  yang terbatas tentang kusta. Meningkatkan

pengetahuan salah satunya melalui edukasi yang berguna untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku. Pengetahuan tentang kusta penting karena

penyakit ini dapat memicu  komplikasi seperti kecacatan permanen jika tidakditangani dengan baik, membantu diagnosis kusta dengan benar, mengurangi

penyebaran kusta, membantu menghilangkan stigma dan diskriminasi yang melekat

pada penyakit ini.

Studi dan survei tentang pengetahuan dan pemahaman warga  tentang

kusta telah menunjukkan beberapa temuan yang relevan. Studi yang dilakukan di

berbagai negara menunjukkan rendahnya pengetahuan warga  tentang kusta.

Banyak orang masih memiliki pemahaman yang keliru tentang penyakit ini,

termasuk persepsi bahwa kusta adalah kutukan atau penyakit yang menular jika

bersentuhan dengan penderitanya 

Banyak warga  memiliki stigma dan diskriminasi terhadap individu yang

terkena kusta. Diskriminasi terjadi karena rendahnya pemahaman tentang

bagaimana cara penularan penyakit. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya

pemahaman tentang cara penularan penyakit dan pengobatan yang efektif. Beberapa

studi menunjukkan bahwa pengetahuan tentang gejala awal kusta, seperti bercak￾bercak pada kulit atau kehilangan sensasi, masih rendah. Hal ini dapat menghambat

diagnosis dini dan mengakibatkan keterlambatan dalam pengobatan yang tepat.

, kurangnya pengetahuan menjadikan

pasien kurang mengerti bagaimana tanda awal kusta, malu ke puskesmas, dan

kurang mengetahui ketersediaan obat gratis tentang di puskesmas. Studi lain juga

menunjukkan rendahnya pengetahuan tentang pengobatan yang tersedia untuk

kusta. Banyak warga  tidak menyadari bahwa kusta dapat diobati dengan

antibiotik dan bahwa pengobatan yang tepat dapat mencegah kerusakan permanen.Faktor sosial, budaya, dan ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan dan

pemahaman warga  tentang kusta dalam hal ini tingkat pendidikan yang

rendah, keterbatasan terhadap akses layanan kesehatan, begitu juga stigma sosial

dapat dianggap langsung berkontribusi pada rendahnya pengetahuan tentang

kusta. Penelitian lain mengatakan bahwa pendidikan yang rendah dikaitkan dengan

tingkat kusta yang lebih tinggi karena berkurangnya pengetahuan seputar masalah

kesehatan dan berkurangnya pendapatan 

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pemahaman warga 

tentang kusta, penting untuk melakukan upaya pemberdayaan warga ,

pendidikan kesehatan yang tepat, dan penggunaan media yang efektif untuk

menyebarkan informasi dan edukasi yang akurat tentang kusta, termasuk penyebab,

gejala, pengobatan yang tersedia, dan pentingnya dukungan sosial bagi individu

yang terkena dampak penyakit ini 

Edukasi dapat memainkan peran yang sangat penting dalam penanggulangan

penyakit kusta dalam berbagai aspek, termasuk pencegahan dan pengobatan.

Beberapa alasan mengapa edukasi penting dalam penanggulangan penyakit kusta

dimana edukasi yang baik membantu warga .

Edukasi tentang pengobatan membantu warga  untuk memahami faktor

risiko, tanda dan gejala awal, dan cara penularan penyakit kusta serta komplikasi

yang diakibatkan dan apabila warga  memiliki pengetahuan yang benar akan

dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang efektif, seperti menjaga

kebersihan diri, menghindari kontak langsung dengan pasien kusta yang belum

mendapatkan pengobatan, dan mencari perawatan medis jika ada  gejala yangmencurigakan. Untuk pencegahan kusta ada  dalam model edukasi ”DOKTER

KUSTA” dalam fitur promotif memberikan informasi tentang kusta pada

warga  yang bertujuan dalam meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap,

dan perilaku melalui video yang berisikan tentang materi kusta yang terdiri dari

definisi, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi, pengobatan, pencegahan,

komplikasi, stigma kusta dan fitur preventif berisi tentang Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS) dimana pelaporan yang dilakukan menggunakan formulir isian

manual.

Edukasi pengobatan penting dalam menghilangkan stigma, diskriminasi, dan

ketakutan yang terkait dengan penyakit kusta. Banyak warga  masih memiliki

persepsi yang keliru tentang kusta, dan ini dapat menghambat individu untuk

mencari pengobatan yang tepat. Melalui edukasi yang komprehensif, warga 

dapat memahami bahwa kusta dapat diobati dengan antibiotik modern dan bahwa

penanganan yang tepat dapat mencegah kerusakan permanen. Pelaporan

pengobatan kusta ada  dalam model edukasi ”DOKTER KUSTA” pada fitur

kuratif merupakan aplikasi dalam bentuk notifikasi pelaporan minum obat setiap

hari dan notifikasi pengambilan obat bagi pasien 5 hari sebelum menghabiskan

paket obat, reaksi kusta dan daftar permohonan relokasi. Selain itu, fitur ini juga

menyediakan penyimpanan foto penderita sebelum dan sesudah pengobatan

sebagai dokumen untuk melihat kemajuan pengobatan. Pelaporan minum obat

dibuat juga dalam bentuk laporan minum melalui pengisian formulir manual.

Edukasi dapat membantu dalam memberikan dukungan psikososial kepada

individu yang terkena dampak penyakit kusta. Stigma sosial yang terkait dengankusta dapat memicu  isolasi dan depresi. Edukasi yang mempromosikan

pemahaman, empati, dan dukungan dapat membantu membangun lingkungan yang

inklusif dan mengurangi stigma yang terkait dengan kusta. Penjelasan tentang

dukungan psikososial dapat dilihat dalam video edukasi yang menjelaskan tentang

stigma.

Komplikasi kusta memicu  kerusakan fisik dan kecacatan yang menetap

pada pasien kusta. Edukasi tentang rehabilitasi dapat membantu individu yang

telah sembuh dari kusta untuk mengelola dan mengatasi dampak fisik dan

fisiologis dari penyakit tersebut. Model Edukasi ”DOKTER KUSTA” belum

memasukkan penanggulangan rehabilisasi pada pasien kusta.

Edukasi juga dapat membatu kesadaran warga : merupakan edukasi yang

membantu meningkatkan kesadaran warga  tentang kusta dan menghilangkan

mitos dan ketakutan yang tidakberdasar. Melalui kampanye edukasi yang luas,

warga  memahami pentingnya deteksi dini, pengobatan yang tepat, dan

dukungan bagi individu yang terkena dampak penyakit ini. Hal ini juga dapat

membantu mengurangi diskriminasi dan stigma yang terkait dengan kusta.

Penjelasan tentang kesadaran masyarak ada  dalam model edukasi ”DOKTER

KUSTA” pada fitur diagnostik (aplikasi deteksi dini kusta) berupa formulir

pelaporan online yang memungkinkan pengguna atau warga  akan melaporkan

ke petugas kesehatan yang bertugas secara langsung jika mencurigai atau

menemukan tanda dan gejala kusta pada pasien, kontak serumah dan tetangga.

Secara keseluruhan, edukasi memainkan peran sentral dalam penanggulangan

penyakit kusta, mulai dari pencegahan, pengobatan, hingga rehabilitasi. Melaluiedukasi yang tepat, stigma dapat dikurangi, pemahaman yang akurat dapat

meningkat, dan individu yang terkena dampak penyakit kusta dapat memperoleh

dukungan yang mereka butuhkan untuk pulih dan hidup dengan baik di warga 

Di dunia, pendekatan pendidikan mengenai penyakit kusta telah mengalami

perubahan seiring waktu. Awalnya, model edukasi yang digunakan cenderung

bersifat paternalistic dan stigmatizing, dengan fokus pada isolasi sosial dan

penyingkiran pasien kusta dari warga . Namun, seiring dengan pemahaman

yang lebih baik tentang penyakit ini, pendekatan edukasi telah bergeser menjadi

lebih holistik, inklusif, dan berbasis hak asasi manusia 

Model edukasi yang digunakan saat ini lebih menekankan pada peningkatan

kesadaran warga , pengurangan stigma, dan dukungan bagi pasien kusta.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan badan-badan kesehatan internasional

lainnya telah berperan aktif dalam mengembangkan model-model edukasi yang

efektif 

Penanganan kusta di negara kita , telah mengalami kemajuan signifikan dalam

beberapa dekade terakhir. Sebelumnya, model edukasi yang digunakan cenderung

stigmatisasi dan mengarah pada pemisahan pasien kusta dari warga . Namun,

sekarang ada pergeseran paradigma yang bertujuan untuk mengurangi stigma dan

diskriminasi terhadap pasien kusta .

Sikap terhadap kusta penting karena stigma negatif penyakit ini dapat

menganggu kesejahteraan penderita kusta dan keluarganya. Stigma ini

memicu  penderita enggan memeriksakan diri, berobat, merawat diri, dijauhi

atau dikucilkan, memicu  gangguan psikis dan kesulitan mencari lapangan

pekerjaan, beribadah dan lain lain.

Perilaku penting untuk mencegah penyakit dengan mengubah kebiasaan dan

sikap pribadi warga . Salah satu contoh adalah perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS) yang berguna untuk meningkatkan kesadaran warga  untuk mau

menjalankan hidup bersih dan sehat sehingga warga  dapat mencegah dan

menanggulangi kesehatan, menciptakan lingkungan yang sehat dan meningkatkan

kualitas hidup serta mencegah terjadinya penularan kusta. Perilaku pencegahan

kusta yang lain dalam penelitian ini adalah kepatuhan mengkonsumsi obat,

kesediaan melaporkan jika menemukan tanda dan gejala kusta yang dicurigai,

reaksi kusta dan relokasi tempat tinggal. Hal ini dianggap penting karena lamanya

waktu berobat, efek samping obat dan pindah rumah sering memicu 

kegagalan menyelesaikan pengobatan.

menyatakan ada hubungan antara

kebersihan diri dengan kejadian kusta di Kabupaten Kolaka, dimana responden

yang memiliki kebersihan yang buruk berisiko empat kali lebih besar terkena kusta

dibanding dengan kebersihan yang baik, dan memiliki risiko enam kali lebih besar

jika memiliki riwayat kontak dengan pasien. Penelitian Rusneni, et al., (2024)

menyatakan bahwa pemberian edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) secara signifikan meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa dalam

menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

 di Desa Dullah Laut menyatakan bahwa

dari 55 responden yang menjalankan 10 indikator PHBS dalam tatanan rumahdidapati mayoritas 60% ibu rumah tangga telah memiliki pengetahuan yang cukup

baik terhadap PHBS, 56,4% sikap negatif, 43,6% memiliki sikap positif dimana

sikap merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang. Perilaku

cuci tangan menggunakan air bersih 30,9%, jamban sehat 69,1%, konsumsi sayur

49,1%, melakukan aktivitas fisik 38,2%, merokok dalam rumah 83,6%. Secara

keseluruhan hasil presentase PHBS tatanan rumah tangga nilainya berada dibawah

renstra kemenkes. Penelitian Sainal & Murni (2022) menyatakan bahwa tingkat

PHBS warga  di wilayah puskesmas Bissappu Kabupaten Bantaeng rendah

sehingga diperlukan strategi promosi kesehatan yang berhubungan dengan PHBS.

Pendekatan terkini di negara kita , model-model edukasi yang digunakan

mencakup komunikasi yang efektif, melibatkan warga  secara langsung, dan

memastikan penyampaian informasi yang akurat tentang kusta. Pemerintah,

organisasi kesehatan, dan lembaga sosial warga  (LSM) bekerja sama untuk

meningkatkan pemahaman warga  tentang penyakit ini, menghilangkan

stigma, dan mempromosikan inklusi sosial bagi pasien kusta (Kemenkes RI, 2020).

Keseluruhan pendekatan edukasi terkini di dunia, termasuk di negara kita ,

berfokus pada peningkatan kesadaran, pengurangan stigma, dan pemenuhan hak

asasi manusia bagi pasien kusta. Noordende et al,. (2021) mengubah sikap dan

persepsi itu sulit dan umumnya memerlukan kombinasi pendidikan kesehatan dan

intervensi perubahan perilaku.

Beberapa model edukasi dan pencegahan kusta yang telah dilakukan

sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan

perilaku berbasis android.  mengatakanbahwa keberhasilan penerapan teknologi inovatif dalam program kesehatan seperti

peringatan aplikasi mobile melalui layanan pesan singkat (SMS) telah dibuktikan

oleh banyak penelitian. Aplikasi android MH Mobile 

merupakan sarana yang efektif untuk memberikan edukasi tentang kusta sebagai

upaya peningkatan attitude dan pencegahan komplikasi dan efek samping obat

disamping itu dapat juga menjadi sarana pendidikan kesehatan. Aplikasi ini terdiri

dari materi kusta seperti sejarah kusta, cara perawatan kusta, efek samping obat,

pengingat minum obat melalui notifikasi, dan kalender cheklist minum obat dan

mengharuskan pengguna memasukkan dan menulis riwayat diagnosis. Hasil

penelitian ini menunjukkan peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah

menggunakan MH Mobile.

Aplikasi Surveilans Deteksi Dini (SI-DINI) dikembangkan sebagai alat bantu

berbasis teknologi yang dirancang untuk mendukung surveilans dan edukasi terkait

deteksi dini kusta, formulir pelaporan digital, peta kasus dan edukasi kesehatan

yang salah satu gunanya adalah mengurang stigma terkait kusta 

Aplikasi Surveilans Deteksi Dini (SI-DINI) dikembangkan sebagai alat bantu

berbasis teknologi yang dirancang untuk mendukung surveilans dan edukasi terkait

deteksi dini penyakit kusta. Aplikasi ini terdiri dari panduan deteksi dini, formulir

pelaporan digital, peta kasus dan edukasi kesehatan.

Rancang bangun aplikasi pemantauan kesehatan pada pasien kusta berbasis

Web terdiri dari dashbord pemantauan, pengingat jadwal minum

obat, penilaian tingkat kepatuhan minum obat, pencatatan riwayat pasien, dan

laporan berkala. Penelitian ini membuktikan bahwa aplikasi berbasis web dapatmenjadi alat yang efektif dalam mendukung pemantauan kesehatan pasien kusta.

Dengan fitur-fitur canggih seperti penilaian otomatis menggunakan algoritma

Fuzzy C-Means Clustering, aplikasi ini memberikan solusi yang inovatif untuk

mengatasi tantangan dalam pengelolaan penyakit kusta. Implementasi aplikasi ini

secara luas berpotensi meningkatkan kualitas layanan kesehatan, mempercepat

eliminasi penyakit kusta, dan mendukung tujuan pembangunan kesehatan global.

Aplikasi Periksa.in untuk deteksi dini penyakit kusta (Farid, 2020) adalah

inovasi teknologi yang menjanjikan dalam mendukung upaya pemberantasan

penyakit kusta. Dengan memanfaatkan machine learning, aplikasi ini

memungkinkan deteksi dini yang cepat, akurat, dan mudah diakses oleh

warga . Selain meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas diagnostik, Periksa.in

juga memiliki potensi untuk membantu mengurangi stigma sosial terhadap

penderita kusta. Implementasi yang luas dari aplikasi ini dapat menjadi langkah

strategis dalam mendukung tujuan eliminasi kusta di negara kita  dan meningkatkan

kualitas hidup pasien. Aplikasi ini dirancang untuk meningkatkan kesadaran,

mempermudah akses diagnostik dan mengurangi stigma.

Pengembangan Medication Reminder Control berbasis android yang

dilakukan Dahoklori (2023) berguna untuk meningkatkan pengetahuan melalui

informasi yang ada di aplikasi. Aplikasi ini terdiri dari pengingat jadwal minum

obat, monitoring keluarga, pencatatan kepatuhan terkait pengobatan dan edukasi

kusta.

Berbeda dengan aplikasi dengan yang sudah ada sebelumnya aplikasi yang

dibuat dalam penelitian ini diberi nama dengan “DOKTER KUSTA”. Adapunperbedaannya yaitu model edukasi “DOKTER KUSTA” terdiri dari video edukasi,

dan sistem pelaporan kusta. Pada video edukasi materi yang diberikan tentang

defenisi, etiologi, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan, komplikasi, stigma

serta PHBS, forum konsultasi (fitur promotif dan preventif) sedang sistem

pelaporan terdiri dari pelaporan deteksi dini (fitur diagnostik), fitur kuratif yang

terdiri dari laporan minum obat, pelaporan minum obat setiap hari, notifkasi

pengambilan paket obat bagi penderita, laporan reaksi kusta, permohonan relokasi,

foto sebelum dan sesudah pengobatan, sertifikat setelah menjalankan PHBS.

Aplikasi ini dirancang untuk edukasi kusta dan mempermudah akses antara

warga  dengan wasor dan petugas kusta terutama dalam forum konsultasi.

Pada saat ini perkembangan media telekomunikasi dan informasi cukup pesat,

penggunaan sistem android yang diprogram dengan berbagai sistem informasi

tentang kusta dan merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat mengurangi

permasalahan kusta di negara kita . Laporan Statistik Telekomunikasi negara kita  2021,

menyatakan bahwa pada tahun 2021 tercatat 90,54% rumah tangga di negara kita 

telah memiliki (menguasai) minimal 1 nomor telepon seluler, dan akan terus

meningkat setiap tahunnya. Dari uraian di atas terlihat jelas upaya-upaya yang

sudah dilakukan untuk menurunkan angka prevalensi kusta di negara kita , tetapi

berbagai hal baru dibuat untuk mempermudah penemuan, pelaporan, dan pelacakan

pasien kusta baru, sehingga target eliminasi kusta dapat tercapai.

Spesifikasi Model Edukasi ”DOKTER KUSTA”

Penelitian ini merupakan penelitian Research and Development (R&D) untuk

mengembangkan model edukasi ”DOKTER KUSTA” sebagai upaya pencegahan

kusta pada warga . Model Edukasi ”DOKTER KUSTA” berguna sebagai

media promosi kesehatan dalam pencegahan kusta serta menganalisis

implementasinya. Pengembangan model edukasi ”DOKTER KUSTA” sebagai

upaya pencegahan kusta pada warga  menggunakan metode ADDIE dan

dievaluasi oleh 3 orang tenaga ahli yaitu 1) Ahli dibidang teknologi informasi 2)

Ahli dibidang teknologi pendidikan 3) Ahli psikologi. Hasil pengembangan produk

memiliki spesifikasi model edukasi pencegahan kusta pada warga  :

1.4.1 Model Edukasi “DOKTER KUSTA” Sebagai Upaya Pencegahan Kusta

Pada warga 

Model ini diberi nama ”DOKTER KUSTA” yang didesain sesuai kebutuhan

kebutuhan pengguna yaitu pasien kusta, kontak serumah dan tetangga. Model ini

merupakan suatu sistem informasi yang dapat diinstal menggunakan smartphone

dengan menggunakan sistem operasi android. Model edukasi ini berisi fitur-fitur :

1) Fitur promotif memberikan informasi tentang kusta pada warga  yang

bertujuan dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku melalui video

yang berisikan tentang materi kusta, definisi, etiologi, tanda dan gejala, klasifikasi,pengobatan, pencegahan, komplikasi, stigma kusta dan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS).

2) Fitur preventif untuk pencegahan kusta memberikan informasi, tentang cara

pencegahan kusta lewat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan tersedianya

forum kosulyasi dengan petugas kesehatan.

3) Fitur diagnostik berupa formulir pelaporan online yang memungkinkan

pengguna atau warga  melaporkan secara langsung jika mencurigai atau

menemukan tanda dan gejala kusta pada pasien kusta, kontak serumah dan tetangga.

4) Fitur kuratif merupakan aplikasi dalam bentuk notifikasi pelaporan minum obat

setiap hari dan notifikasi pengambilan obat bagi pasien 5 hari sebelum

menghabiskan paket obat, pelaporan dan reaksi kusta (muncul bercak yang

bertambah parah) dan laporan relokasi. Selain itu, fitur ini juga menyediakan

penyimpanan foto penderita sebelum dan sesudah pengobatan sebagai dokumen

untuk melihat perkembangan kesehatan. Pemberian sertifikat sebagai hadiah

setelah menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pelaporan minum obat selain

diaplikasi juga dibuat dalam bentuk manual, sedangkan pelaporan PHBS dilakukan

hanya dalam bentuk pelaporan manual.

1.4.2 Spesifikasi Perangkat Intervensi

Spesifikasi model edukasi ”DOKTER KUSTA” sebagai upaya pencegahan

kusta terdiri dari RAM 1 GB, storage 8 GB, free storage 50 MB, sistem operasi

minimum android versi 4 (Kit Kat), jaringan internet minimum 4G saat download

menggunakan aplikasi dengan batas waktu maksimal 11 menit.Pentingnya Pengembangan

Kasus kusta di negara kita  sampai tahun 2020 masih berada di urutan ketiga di

dunia dengan jumlah kasus baru sebesar 11.173 setelah India 65.143 dan Brazil

17.979 (WHO Global leprosy update, 2021). Data situasi kusta negara kita  tahun

2021 menunjukkan ada 6 provinsi, 101 kabupaten/kota yang belum mencapai

eliminasi. Jumlah pasien kusta baru tidak berkurang dikarenakan tingginya angka

penularan pada warga  serta penanggulangan kusta yang belum optimal.

Perlu dilakukan berbagai strategi intervensi untuk mencegah kusta dan

menurunkan angka kasus kusta baru yang salah satunya melalui edukasi kesehatan.

Model edukasi pencegahan kusta pada warga  yang dibuat terdiri dari video

edukasi dan sistem pelaporan kusta yang dibagi kedalam beberapa fitur. Fitur

promotif berupa video edukasi berisi tentang definisi, etiologi, klasifikasi,

penularan, gambaran klinis, pengobatan, komplikasi, stigma kusta dan Fitur

preventif berupa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) diharapkan akan dapat

meningkatkan pengetahuan warga  tentang kusta, sedangkan sistem pelaporan

terdiri dari beberapa fitur yaitu diagnostik mampu mengenali tanda dan gejala kusta

sehingga mempermudah deteksi dini kusta, dan jika ditemukan tanda dan gejala

yang mencurigakan dapat segera melaporkan kepada petugas kesehatan melalui

aplikasi yang tersedia.

Selain mengenali tanda dan gejala kusta, untuk pasien kusta ada  fitur

kuratif aplikasi dalam bentuk notifikasi pelaporan minum obat dan notifikasi untuk

pengambilan paket obat berikutnya, sehingga program pengobatan dapat

diselesaikan tepat waktu dan tidak putus obat. Fitur lain adalah laporan jikamenemukan bercak yang lebih parah untuk menghindari reaksi dan kecacatan,

laporan pindah lokasi untuk bisa tetap melanjutkan pengobatan supaya terhindar

dari putus obat serta dibuatnya forum konsultasi untuk tanya jawab terhadap setiap

permasalahan yang di hadapi. Fitur ini ada juga foto pasien sebelum dan sesudah

minum obat dan sertifikat setelah menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat.

Sistem pelaporan dalam bentuk aplikasi ini membantu memudahkan petugas

kesehatan dalam pelacakan kasus kusta baru dan melakukan deteksi dini. Metode

intervensi ini juga mengurangi stigma kusta pada pasien, maupun petugas

kesehatan.

1.6 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

1.6.1 Asumsi

Penelitian ini merupakan pengembangan model edukasi ”DOKTER KUSTA”

sebagai upaya pencegahan kusta pada warga  dengan menggunakan aplikasi

”DOKTER KUSTA” dengan asumsi:

1.6.1.1 Pasien kusta, kontak serumah dan tetangga menganggap teknologi pada

smarthphone bermanfaat dan mudah digunakan sehingga mendorong niat

untuk menggunakannya.

1.6.1.2 Pasien kusta, kontak serumah dan tetangga penting melaksanakan Perilaku

Hidup Bersi dan Sehat (PHBS) sehingga perlu mengetahui tentang

perilaku hidup sehat guna menghindari penularan kusta.

1.6.1.3 Pasien kusta, kontak serumah dan tetangga harus mengetahui pentingnya

pengobatan kusta untuk menghindari komplikasi kusta misalnya kecacatan

anggota tubuh baik pada wajah, tangan dan kaki.1.6.1.4. Model edukasi pencegahan kusta bagi pasien kusta, kontak serumah dan

tetangga dirancang untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang

pencegahan kusta. Dengan pengetahuan ini, mereka dapat mengenali tanda

dan gejala awal kusta, sehingga mampu mendeteksi penyakit lebih cepat

dan mempercepat proses pengobatan serta mampu mengenali perubahan

ruam yang lebih berat untuk mencegah reaksi dan kecatatan.

1.6.1.5. Model edukasi pencegahan kusta memiliki berbagai manfaat yaitu

memudahkan petugas kesehatan kusta (wasor) untuk menemukan kasus

baru, memonitoring kepatuhan mengkonsumsi obat, dan memungkinkan

petugas kesehatan untuk mendata pasien yang pindah lokasi tempat tinggal

untuk memastikan pasien tersebut tetap mendapatkan pengobatan yang

diperlukan dan tidak putus obat.

1.6.2 Keterbatasan

Keterbatasan model edukasi pencegahan kusta pada warga  ini adalah:

1) Model edukasi pencegahan kusta ini memerlukan instal ke android yang

membutuhkan memori atau ruang penyimpanan yang cukup pada file

smartphone.

2) Model edukasi pencegahan kusta ini hanya dapat diakses menggunakan

smartphone android.

3) Memerlukan jaringan internet pada saat melakukan penginstalan atau

mendownload aplikasi serta saat mengaplikasikannya.

4) Perlu dilakukan maintenance aplikasi agar tetap berfungsiAplikasi android yang digunakan dalam penelitian ini merupakan aplikasi

baru yang diperuntukkan untuk pendidikan dan pencegahan kusta di negara kita .

Diharapkan aplikasi ini bermanfaat untuk mempermudah warga  melaporkan

kepada petugas kesehatan setiap ada tanda dan gejala yang mencurigakan sehingga

mempermudah petugas kesehatan dalam pelacakan kasus kusta baru, meningkatkan

deteksi dini, dan pengobatan segera.

Aplikasi ini masih memiliki banyak kekurangan antara lain keterbatasan

jaringan telekomunikasi atau koneksi internet yang ada di setiap daerah berbeda,

kapasitas penyimpanan aplikasi yang digunakan cukup besar dan keterbatasan

kepemilikan smartphone untuk masing-masing anggota keluarga.

1.7 Definisi Istilah

Definisi dan istilah adalah penjelasan singkat variabel terkait dengan aplikasi

edukasi berbasis android tentang model edukasi “DOKTER KUSTA” sebagai

upaya pencegahan kusta pada warga  yang terdiri dari:

1.7.1 Penelitian Pengembangan

Penelitian desain dan pengembangan merupakan penelitian yang bersifat

mengatasi keterbatasan dan menyesuaikan dengan tujuan, memecahkan masalah,

mengambil keputusan, bernalar dalam ketidakpastian, menelusuri, mencari dan

merencanakan (Rusdi, 2019). Langkah - langkah Pengembangan model edukasi

“DOKTER KUSTA” sebagai upaya pencegahan kusta pada masysrakat terdiri:

1) Menganalisis potensi serta masalah

2) Melakukan pengumpulan data

3) Melakukan desain pengembangan model edukasi4) Validasi desain model pengembangan oleh tiga orang tenaga ahli

5) Revisi desain produk dari masukan dan revisi ketiga tenaga ahli

6) Uji coba kelompok kecil

7) Perbaikan model edukasi

8) Uji coba kelompok besar

9) Perbaikan model edukasi

10) Produksi akhir serta uji coba produk.

1.7.2 Model Edukasi

Model edukasi adalah cara atau teknik yang digunakan untuk menyebarkan

pengaruh terhadap kesehatan individu, kelompok atau warga . Menurut Rusdi

(2019), ada  tiga jenis model edukasi yaitu model konseptual (conceptual

models), model prosedural (procedural models), dan model matematis

(mathematical models). Model Edukasi “DOKTER KUSTA” untuk pencegahan

kusta pada warga  merupakan suatu model prosedural yang menggambarkan

penggunaan aplikasi edukasi pencegahan kusta pada warga  yang dimuat pada

sistem operasi android.

1.7.3 Tanda dan Gejala Kusta

Kusta adalah penyakit infeksi granulomatosa kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae (M. leprae) menginfeksi jaringan kulit, mukosa dan saraf

tepi. Cara menegakkan diagnosis kusta harus melihat tanda-tanda utama atau

Cardinal Sign yaitu:

1) Kelainan kulit/lesi berupa bercak keputih-putihan (hypopigmented) atau

kemerah-merahan (erythematous) yang mati rasa (anaesthesia).2) Penebalan atau pembesaran saraf tepi, disertai kehilangan sensasi dan atau

kelemahan otot akibat kerusakan saraf tersebut.

3) Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (slit skin

smear)

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta paling sedikit harus ditemukan

satu cardinal sign, tetapi jika belum ditemukan disebut dengan tersangka kusta

(suspect) dan perlu diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat

ditegakkan atau disingkirkan.

1.7.4 Deteksi Dini Kusta

Deteksi dini kusta adalah suatu proses yang dilakukan untuk memeriksa atau

melakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala kusta dengan menggunakan cara

dan teknik tertentu untuk dapat mendiagnosis dan melakukan pengobatan kusta

yang dimulai dari sebelum terjadinya kerusakan saraf.

1.7.5 Fitur

Fitur: Elemen atau atribut khusus yang dimiliki oleh suatu objek, sistem,

produk, atau layanan yang membedakannya dari yang lain. Fitur biasanya merujuk

pada kemampuan, fungsi, atau karakteristik yang ditawarkan untuk memenuhi

kebutuhan atau keinginan pengguna. Pada konteks yang berbeda, fitur dapat

memiliki makna yang sedikit berbeda, tetapi secara umum, fitur adalah bagian dari

keseluruhan yang memiliki nilai atau manfaat tertentu.

1.7.6 Fitur Promotif

Fitur Promotif: Segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya untuk

mempromosikan, menggerakkan, atau menyebarluaskan suatu ide, produk,layanan, atau program untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi di kalangan

audiens. Dalam konteks yang lebih spesifik, fitur promotif sering kali terkait

dengan tindakan atau elemen yang dirancang untuk mengedukasi dan mendorong

perubahan perilaku, sering digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, seperti dalam

bidang kesehatan, pendidikan, atau pemasaran.

1.7.7 Fitur Preventif

Preventif : Tindakan atau langkah yang diambil untuk mencegah terjadinya

suatu masalah, penyakit, atau kerugian di masa depan. Pendekatan preventif

berfokus pada pencegahan, dengan tujuan menghindari terjadinya kondisi atau

situasi yang tidak diinginkan sebelum hal tersebut terjadi. Biasanya, langkah￾langkah preventif diterapkan untuk mengurangi risiko atau memperkecil

kemungkinan masalah muncul.

1.7.8 Fitur Kuratif

Fitur Kuratif: Tindakan atau upaya yang dilakukan untuk mengobati atau

menyembuhkan suatu penyakit, kondisi, atau masalah yang sudah ada. Pendekatan

kuratif bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi dampak dari penyakit atau

kondisi tersebut, serta memperbaiki kesehatan atau keadaan seseorang. Berbeda

dengan tindakan preventif yang bertujuan untuk mencegah, kuratif berfokus pada

penyembuhan atau perawatan terhadap masalah yang sudah terjadi.

1.7.9 Fitur Diagnostik

Fitur diagnostik adalah proses untuk mengidentifikasi penyakit seseorang.Dokter Kusta

Dokter Kusta adalah platform digital yang dirancang untuk membantu

memudahkan penurunan angka kejadian kusta baru.

1.7.11 warga 

warga  adalah gabungan dari semua pasien kusta, kontak serumah dan

tetangga yang ada di kabupaten Langkat, kota Binjai, kota Medan, kabupaten Deli

Serdang, kabupaten Serdang Bedagai, kota Padang Sidempuan di wilayah provinsi

Sumatera Utara.

1.7.12 Pasien Kusta

Pasien kusta adalah orang yang didiagnosis kusta yang sudah mendapat

pengobatan ataupun yang belum.

1.7.13 Kontak Serumah

Kontak serumah adalah orang yang menetap atau tinggal bersama dengan

pasien kusta minimal 3 bulan berturut-turut.

1.7.14 Tetangga

Tetangga adalah orang yang tinggal disekitar lokasi pasien kusta dengan

minimal jarak 100 meter dari rumah pasien kusta.

1.7.15 Wasor

Wasor kusta adalah singkatan dari wakil suvervisor program pengendalian

kusta yang bertugas menjalankan program rutin pengendalian kusta, seperti

memeriksa, mendiagnosis dan memberikan terapi pada pasien kusta.

Tenaga Kesehatan adalah petugas kesehatan yang membantu tugas wasor

kusta di wilayah puskesmas.