Tumor berasal dari bahasa latin
tumere yang berarti membengkak.
Tumor dapat diartikan pula sebagai
pembengkakan, suatu tanda kardinal
peradangan; pembesaran yang
morbid atau pertumbuhan baru suatu
jaringan dengan multiplikasi sel- sel
yang tidak terkontrol dan progresif;
disebut juga neoplasma.
1,2,3
Tumor dapat timbul dalam
tubuh akibat pengaruh berbagai
faktor penyebab yang akhirnya
menyebabkan jaringan setempat pada
tingkat gen kehilangan kendali
normal atas pertumbuhannnya.
4
Tumor kulit dapat dibagi
menjadi tumor jinak, tumor
prakanker, dan tumor ganas
(kanker). Tumor jinak ialah tumor
yang berdiferensiasi normal
(matang), pertumbuhannya lambat
dan ekspansif serta kadang- kadang
berkapsul. Prakanker berarti
mempunyai kecenderungan
bekembang menjadi kanker (tumor
ganas) sedangkan, tumor ganas
(kanker) ialah tumor yang bersifat
infiltratif sampai merusak jaringan
disekitarnya serta bermetastasis
melalui pembuluh darah dan atau
pembuluh getah bening.5
Tumor jinak kulit
merupakan manifestasi dari
kekacauan pertumbuhan kulit yang
bersifat kongenital atau akuisita,
tanpa tendensi invasif dan
metastasis, dapat berasal dari
vaskuler dan non vaskuler.
6
Tumor
jinak dapat mendesak jaringan organ
sekitarnya, namun biasanya tidak
berinfiltrasi merusak jaringan
disekitarnya, sehingga bahayanya
relatif kecil.4
Penyakit tumor pada kulit
dewasa ini cenderung mengalami
peningkatan jumlah terutama di
Amerika, Australia, dan Inggris.
Berdasarkan beberapa penelitian,
orang kulit putih yang lebih banyak
menderita tumor kulit. Hal tersebut
diprediksikan sebagai akibat
seringnya terkena (banyak terpajan)
cahaya matahari. Di Indonesia
penderita tumor kulit terbilang
sangat sedikit dibandingkan ke-3
negara tersebut, namun demikian
tumor kulit perlu dipahami karena
selain menyebabkan kecacatan
(merusak penampilan) juga pada
stadium lanjut dapat berakibat fatal.7
Tumor jinak sering dikatakan
tidak berbahaya karena tidak sampai
berkembang menjadi kanker namun
demikian, penyakit ini tetap tidak
bisa dianggap remeh karena dapat
berakibat fatal pada kesehatan tubuh.
Sifatnya yang jinak membuat
penderita kurang tanggap melakukan
pengobatan padahal, semakin cepat
penyakit tumor jinak diobati akan
semakin baik hasilnya.
8
Jumlah penderita tumor
semakin meningkat beberapa tahun
belakangan ini.
5
Indonesia termasuk
negara tropis dengan sinar ultraviolet
dari matahari sangat kuat dan
sebagian besar masyarakat banyak
melakukan aktivitas yang langsung
terpajan sinar matahari, sehingga
berpengaruh pada proses terjadinya
tumor kulit.6
Beberapa tumor kulit jinak
yang sering dijumpai adalah
keratosis seboroik, veruka vulgaris,
dan keloid.9
Penelitian yang dilakukan
oleh Wijaya, menunjukkan bahwa
terdapat 482 (16,37%) pasien tumor
kulit jinak di antara 2.945 pasien
baru. Veruka vulgaris merupakan
tumor kulit jinak terbanyak. Tumor
kulit jinak lebih sering terjadi pada
perempuan. Kelompok usia tertinggi
adalah 15–44 tahun. Pekerjaan
terbanyak adalah ibu rumah tangga9
Tujuan penelitian ini ialah untuk
mengetahui profil pasien tumor
jinak berdasarkan jenis tumor, umur,
jenis kelamin dan pekerjaan di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou Manado
periode Januari 2009- Desember
2011.
METODOLOGI
Penelitian dilakukan secara
retrospektif deskriptif dengan
mengevaluasi catatan rekam medik
kasus baru tumor kulit jinak di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou Manado
dalam jangka waktu 2 bulan yaitu
dari bulan November - Desember
2011.
VARIABEL PENELITIAN
Variabel yang dievaluasi dalam
penelitian ini meliputi jenis tumor
jinak kulit yang ditemukan adalah
usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.
HASIL PENELITIAN
Pada hasil evaluasi retrospektif yang
dilakukan di poliklinik kulit dan
kelamin RSUP Prof. dr. R. D.
Kandou Manado sejak Januari 2009
sampai Desember 2011, terdapat 478
(15,65%) pasien baru dengan tumor
kulit jinak dari 3055 total pasien
baru poliklinik kulit dan kelamin
(Tabel 1).
Dari 20 jenis tumor kulit jinak, teridentifikasi dua penyakit tumor junak
kulit terbanyak adalah veruka vulgaris sebanyak 134 (28,03%) kasus dan keratosis
seboroik 118 (24,69%) kasus (Tabel 2).
Sebaran menurut usia1
10
, terbanyak pada kelompok usia 15- 44 tahun
sebanyak total 235 (49,16%) pasien (Tabel 3).
Veruka vulgaris menempati urutan terbanyak untuk tumor kulit jinak
sebanyak 134 (28,03%) kasus, dengan rasio laki-laki dan perempuan 1,06: 1 (lakilaki: 69 [51,49%]; perempuan: 65 [48,51%]). Secara keseluruhan, persentase
pasien laki – laki dan perempuan 1 : 1,12 (laki – laki: 226 [47,28%]; perempuan:
252 [52,72%]) (Tabel 4).
Seratus dua puluh enam pasien atau 26,36% dari 478 pasien tumor kulit
jinak memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan kedua terbanyak
adalah pelajar, yaitu sebanyak 105 pasien (21,97%) (Tabel 5).
Dari 3055 pasien baru di poliklinik kulit
dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado sejak 1 Januari 2009 sampai 31
Desember 2011 didapatkan 478 (15,65%)
pasien dengan 20 jenis tumor jinak kulit
(Tabel 1). Di antara kelompok pasien
dengan tumor jinak kulit tersebut, veruka
vulgaris (134 kasus; 28,03%) dan keratosis
seboroik (118 kasus; 24,69%) merupakan
tumor kulit jinak yang paling sering
dijumpai (Tabel 2). Pada studi retrospektif
yang dilakukan oleh Hamzah dkk. untuk
tumor kulit RSUD Abdul Moeloek
Lampung periode Januari 2006 –
Desember 2007 menunjukkan hasil bahwa
keratosis seboroik menempati urutan
pertama terbanyak untuk tumor kulit jinak
(29,2%) dari 355 pasien baru dengan
tumor kulit.9,11 Studi retrospektif yang
dilakukan oleh Wijaya dkk. untuk tumor
kulit RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Januari 2008– Desember
2010 menunjukkan hasil bahwa veruka
vulgaris menempati urutan pertama
terbanyak untuk tumor kulit jinak
(27,39%) dari 482 pasien baru dengan
tumor kulit.9
Perbedaan hasil mengenai
jenis tumor kulit terbanyak dari berbagai
studi tersebut kemungkinan disebabkan
oleh perbedaan dalam kriteria yang
digunakan untuk mengelompokkan tumor
kulit jinak. Terdapat banyak penggolongan
tumor kulit, Rata menggolongkan tumor
kulit jinak berdasarkan asal, predileksi,
gambaran klinis, dan terapi.5 Thomas et al
menyebutkan bahwa tidak ada
keseragaman dalam sistem klasifikasi
tumor kulit jinak karena asal dan gambaran
klinis yang bervariasi.9,12 Literatur lain
menggolongkan tumor kulit berdasarkan
asal histologis, kelompok usia, lokasi, dan
gambaran klinis mereka.9 Klasifikasi
tumor kulit jinak dalam studi retrospektif
ini diambil berdasarkan Kolegium Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Indonesia,
tumor kulit jinak kulit dapat dibagi
menjadi tumor jinak epidermis, kista
epidermis, dan tumor jinak adneksa; tumor
jinak melanosit dan sel nevus; tumor jinak
jaringan ikat; tumor jinak jaringan lemak
dan kelainan metabolisme lemak; tumor
jinak karena virus; dan tumor jinak dan
hiperplasia vaskular.
Pada studi ini, veruka vulgaris
ditemukan dengan jumlah sebanyak 134
kasus (28.88%) (Tabel 2), dengan perbandingan 69 laki – laki dan 65
perempuan (1,06 : 1) (Tabel 4). Jumlah
pasien terbanyak dari kelompok usia 14-59
tahun (345 dari 464 pasien [74,4%]) (Tabel
3). Hasil ini sesuai dengan studi yang
dilakukan oleh Wijaya dkk di Manado
tahun 2008- 2009, dimana tidak terdapat
perbedaan yang bermakna untuk jenis
kelamin pasien.
Tidak adanya perbedaan
bermakna antara laki – laki dan perempuan
ini kemungkinan berhubungan dengan
Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
etiologi veruka vulgaris yang dapat
menyerang laki – laki maupun perempuan.
Kelompok usia dengan kejadian tumor
kulit jinak yang tertinggi adalah kelompok
usia 14- 59 tahun sebanyak 345 (74.4 %)
pasien (Tabel 3). Temuan ini sesuai
dengan kepustakaan, yaitu veruka vulgaris
dan keratosis seboroik merupakan tumor
kulit jinak yang paling banyak ditemukan
di usia pertengahan.9,13 Kelompok usia 15
– 44 tahun merupakan kelompok usia
menurut WHO10 dengan rentang yang luas,
sehingga kemungkinan hal inilah yang
menyebabkan jumlah pasien dalam
kelompok ini menjadi lebih tinggi
dibandingkan kelompok usia yang lain
selain mengingat bahwa rentang usia
tersebut merupakan usia produktif dengan
aktifitas yang tinggi.
Pekerjaan termasuk faktor yang
berperan dalam pertumbuhan tumor.5 Pada
studi ini, 117 pasien atau 25,22% dari 464
pasien tumor kulit jinak memiliki
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.
Pekerjaan kedua terbanyak adalah pelajar,
yaitu sebanyak 105 pasien (22,63%).
(Tabel 5). Studi retrospektif yang
dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan
oleh Sibarani dkk. pada periode 2005 –
2009 menunjukkan bahwa 26,68% dari
296 pasien tumor kulit memiliki pekerjaan
sebagai pelajar.
Studi retrospektif yang
dilakukan di RSUP Prof. dr. R. D Kandou
Manado oleh Wijaya priode 2008- 2009
menunjukkan bahwa 137 pasien (28,42%)
dari 482 pasien tumor kulit memiliki
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan
102 (21,16%) memiliki pekerjaan sebagai
pelajar.
Tumor kulit jinak terbanyak
dalam studi ini adalah veruka vulgaris dan
keratosis seboroik, di mana pekerjaan
memiliki peranan penting sebagai faktor
predisposisi karena berhubungan dengan
pajanan sinar matahari. Ibu rumah tangga
dan pelajar memiliki aktivitas sehari – hari
yang sebagian besar dilakukan di luar
rumah sehingga banyak mendapat pajanan
sinar matahari
tumor jinak2
Tumor adalah salah satu jenis sel yang
tumbuh dengan kecepatan tidak beraturan dan
tidak memiliki fungsi yang berguna bagi tubuh
manusia. Tumor sendiri dikategorikan dalam
dua jenis, yaitu tumor ganas (kanker) dan tumor
jinak.Tumor Jinak berbeda dengan tumor ganas
yang dapat menyebabkan kematian pada
penderita, tumor jinak sendiri tidak menyebar ke
bagian tubuh lain dan perkembangannya pun
sangat lambat.
Meskipun tumor jinak tergolong tumor yang
jarang menyebabkan kematian, namun ada
beberapa kasus tumor jinak yang tumbuh pada
bagian tertentu yang secara tidak langsung dapat
mengganggu organ vital tubuh yang ada disekitarnya, seperti pada kasus tumor jinak
yang tumbuh pada jaringan fibrosa atau rahim
yang dapat menimbulkan nyeri pada pinggul
bahkan pendarahan yang hebat, sehingga
membutuhkan perawatan khusus bahkan
tindakan operasi pengangkatan tumor,
Kurangnya pengetahuan dalam mengenali jenis
tumor jinak yang diderita seringkali membuat
penderita sulit untuk melakukan tindakan
pengobatan pada tumor yang diderita
dikarenakan jenis tumor jinak yang bermacammacam dengan gejala dan ciri-ciri yang hampir
sama maka diperlukan juga pengetahuan khusus
untuk mengenalinya dan bagaimana menangani
tumor tersebut dengan tepat.
Dengan permasalahan tersebut maka
diperlukan sebuah sistem yang dapat membantu
mendiagnosis jenis tumor jinak yang diderita
oleh pasien dengan memanfaatkan metode
dempster shafer. Dengan adanya sistem ini,
diharapkan dapat membantu pasien untuk
mengenali jenis tumor jinak yang diderita
olehnya.
Metode Dempster-Shafer adalah suatu teori
matematika untuk pembuktian berdasarkan
belief functions dan plausible reasoning (fungsi
kepercayaan dan pemikiran yang masuk akal),
yang digunakan untuk mengkombinasikan
potongan informasi yang terpisah untuk
mengkalkulasi kemungkinan dari suatu
peristiwa. Adapun beberapa penelitian terkait
dengan metode ini adalah Penelitian yang
berjudul Pemodelan Sistem Pakar Untuk
Menganalisis Kerusakan Pada Mesin Kendaraan
Roda 4 Menggunakan Metode Dempster-Shafer
telah berhasil digunakan untuk mendeteksi jenisjenis kerusakan pada mesin kendaraan roda 4
dengan masukan berupa gejala gejala kerusakan
yang dimasukkan oleh pengguna. Pada
penelitian ini, hasil pengujian menunjukkan uji
akurasi sebesar 93% dengan data uji sebanyak 30
kasus. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode
Dempster-Shafer berfungsi dengan baik sesuai
dengan deteksi pakar, yang membuktikan bahwa
metode Dempster Shafer dapat di terapkan
dengan baik sesuai diagnosis pakar.
Berdasarkan penejelasan diatas maka
penulis mencoba untuk menerapkan metode
Dempster Shafer untuk mendiagnosis jenis
tumor jinak yang diderita pasien dengan judul
“Implementasi metode Dempster Shafer untuk
mendiagnosis Jenis tumor jinak pada
manusia”.dengan sistem berbasis konsultasi
dengan form konsultasi dan output berupa jenis
tumor jinak yang diderita.
2. DATA PENELITIAN
Pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan dengan metode wawancara dengan
pakar Wawancara dilakukan di Rumah sakit
Aisyah Bojonegoro yang beralamat di Jl. Hasim
Asyari no.17 kabupaten Bojonegoro,Jawa timur.
Dengan cara tersebut diperoleh data
pengetahuan tentang gejala-gejala dan cara
penanganan tumor jinak, informasi yang didapat
dari wawancara tersebut antara lain gejala tumor
jinak, dan cara penanggulanangan . Peneliti juga
menanyakan tentang tingkat bobot atau tingkat
pengaruh gejala tertentu terhadap masingmasing gejala tumor jinak.
3. TUMOR
Tumor adalah sel-sel yang tumbuh dengan
kecepatan berlebihan dan tidak memiliki fungsi
apapun bagi tubuh, tumor bisa bersifat ganas
(kanker) mapun jinak. Berbeda dengan kanker,
tumor jinak tidak menyerang jaringan sekitarnya
dan tidak menyebar ke bagian tubuh lainya. Pada
penelitian ini penulis akan membahas tentang
tumor jinak.
3.1. Tumor Jinak
Tumor jinak tidak akan menyerang jaringan
di sekitarnya dan tidak menyebar ke bagian
tubuh lain, secara umum tumor jinak tidaklah
berbahaya dan tumbuh dengan lambat, namun
ada juga yang pertumbuhannya sangat cepat.
Tumor jinak bisa tumbuh hingga berukuran
cukup besar dan sering ditemukan dekat dengan
pembuluh darah, otak, saraf, atau organ lain
hingga menekan struktur vital tersebut.
Akibatnya tumor jinak bisa menjadi ancaman
serius jika tidak segera ditanggulangi. Berikut
adalah jenis-jenis tumor jinak yang akan dibahas
pada penelitian ini (Alodokter.com,2016):
3.1.1 Lipoma
Tumor jenis ini adalah tumor yang paling
sering ditemui, lipoma biasanya tumbuh pada
sel-sel lemak tubuh, mereka sering ditemukan di
punggung, bahu,lengan atau leher. Lipoma bisa
di kenali denganj ciri-cirinya seperti berbentuk
bulat, permukaanya halus, dan dapat di gerakan
sedikit di bawah kulit.
3.1.2 Nevi
Nevi, dikenal juga sebagai tahi lalat dan
sangat umum terbentuk pada kulit, Warnanya
mulai dari merah muda dan kecokelatan, hingga
cokelat atau hitam. Namun hati-hati jika tahi lalat yang ada di kulit anda terlihat berbeda dari
biasanya (berubah bentuk,ukuran dan
warna,batas tahi lalat tidak tegas/tidak rata, tahi
lalat terasa gatal atau mulai berdarah), maka tahi
lalat dengan kondisi seperti itu dapat memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk berkembang
menjadi kanker.
3.1.3 Fibroid
Fibroid atau Fibroma tumbuh pada jaringan
fibrosa pada organ tertentu, tumor jinak jenis ini
paling umum muncul di rahim hbingga dikenal
sebagai fibroid rahim, meskipun tidak berbahaya
namun tumor jinak jenis ini dapat menyebabkan
pendarahan hebat, serta nyeri pada pinggul.
3.1.4 Adenoma
Tumor jinak jenis ini terbentuk pada
jaringan epitel yang melapisi sebuah kelenjar,
jenis yang sering muncul adalah polip di usus
besar, namuntidak menutup kemungkinan dapat
tumbuh pada hati dan beberapa kelenjar pada
otak.
3.1.5 Mioma
Jenis tumor ini tumbuh pada otot, Mioma
juga bisa tumbuh pada otot polos pada rahim
atau pada dinding pembuluh darah.
3.1.6 Hemangioma
Tumor jenis ini berkembang pada kulit, pada
umumnya tumor jenis ini muncul sebagai tanda
lahir yang berwarna merah atu kebiruan. Tumor
jenis ini akan menjadi berbahaya jika terjadi
pendahran pada tumor jenis ini, terjadi
perubahan warna kulit, terasa sakit dan timbul
bekas luka.
3.1.7 Mengioma
Tumor jenis ini berkembang pada membran
yang mengelilingi otak dan sumsum tulang
belakang.dengan gejala berupa kejang-kejang,
hilang ingatan,kesulitan berkonsentrasi, dan
perubahan kepribadian.
3.1.8 Neuroma
Neuroma adalah tumor jinak yang
mempengaruhi saraf yang menghubungkan
telinga bagian dalam dengan otak, tumor jenis
ini memilik gejala berupa gangguan
pendengaran,telinga berdengung,pusing, dan
hilang keseimbangan.
3.1.9 Osteokondroma
Tumor jinak ini muncul pada area tulang
dengan ciri-ciri benjolan di daerah persendian
dengan gejala berupa nyeri pada sendi di sertai
dengan benjolan dan adanya tekanan pada saraf
atau pembuluh darah.
3.1.10 Papiloma
Papiloma (kutil) adalah tumor jinak yang
tumbuh pada jaringan epitel kulit, leher
rahim,saluran payudara, atau selaput lendir yang
menutupi baguan dalam kelopak mata, tumor ini
di sebabkan oleh kontak langsung dengan infeksi
virus tertentu dengan gejala yang cenderung
tidak terlihat di karenakan sistem kekebalan
tubuh kita biasanya akan langsung memberantas
infeksi virus ini sebelum menyebabkan gejala
sehingga tidak membutuhkan penangan khusus.
Namun ada beberapa kasus yang di butuhkan
penanganan yang tepat jika kutil menimbulkan
rasa sakit.
4. DEMPSTER-SHAFER
Metode Dempster Shafer pertama kali
diperkenalkan oleh Dempster, yang melakukan
percobaan model ketidakpastian dengan range
probabilities dari pada sebagai probabilitas
tunggal. Kemudian pada tahun 1976 Shafer
mempublikasikan teori Dempsteritu pada sebuah
buku yang berjudul Mathematical Theory Of
Evident. (Efendi,2016)
Secara umum teori Dempster Shafer ditulis
dalam suatu interval :
• Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan
evidence dalam mendukung suatu himpunan
proposisi. Jika bernilai 0 maka
mengindikasikan bahwa tidak ada evidence,
dan jika bernilai 1 menunjukkan adanya
kepastian.
• Plausibility (Pl) dinotasikan sebagai :
Pl(s) = 1 – Bel (⌐s) (1)
Plausibility juga bernilai 0 sampai 1.
Jika yakin akan ⌐s, maka dapat dikatakan
bahwa Bel(⌐s)=1, dan Pl(⌐s)=0.
Pada teori Dempster Shafer dikenal adanya
frame of discrement yang dinotasikan dengan θ.
Frame ini merupakan semesta pembicaraan dari
sekumpulan hipotesis.
Tujuannya adalah mengaitkan ukuran
kepercayaan elemen-elemen θ. Tidak semua
evidence secara langsung mendukung tiap-tiap
elemen. Untuk itu perlu adanya probabilitas
fungsi densitas (m). Nilai m tidak hanya
mendefinisikan elemen-elemen θ saja, namun
juga semua subsetnya. Sehingga jika θ berisi n elemen, maka subset θ adalah n2 . Jumlah semua
m dalam subset θ sama dengan 1. Apabila tidak
ada informasi apapun untuk memilih hipotesis,
maka nilai : m{θ} = 1,0
Apabila diketahui X adalah subset dari θ,
dengan m1 sebagai fungsi densitasnya, dan Y
juga merupakan subset dari θ dengan m2 sebagai
fungsi densitasnya, maka dapat dibentuk fungsi
kombinasi m1 dan m2 sebagai m3, yaitu :5. IMPLEMENTASI SISTEM
Pada bagian ini membahas mengenai
implementasi perangkat lunak berdasarkan hasil
dari perancangan yang telah dibuat. Pembahasan
implementasi terdiri dari implementasi basis
pengetahuan, dan implementasi antarmuka.
6. PENGUJIAN & ANALISIS
Pengujian yang dilakukan terhadap sistem
ini adalah pengujian akurasi. Pengujian akurasi
digunakan untuk menguji tingkat akurasi antara
perhitungan tes secara manual dengan
perhitungan tes yang telah diimplementasikan
menjadi sistem pakar sampel yang telah diuji.
7. HASIL
Berikut ini merupakan hasil proses
pengujian akurasi. Pengujian akurasi digunakan
untuk menguji tingkat akurasi antara
perhitungan tes secara manual dengan
perhitungan tes yang telah diimplementasikan
pada sistem pakar sampel yang telah diuji,
ditunjukkan pada tabel 1.
Dari tabel diatas didapatkan hasil berupa
nilai akurasi dengan menghitung menggunakan
rumus berikut:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎
X 100% (3)
Dan mendapatkan hasil Hasil akurasi
bernilai 1 artinya Keluaran dari diagnosa sistem
sama dengan diagnosa pakar. Sebaliknya, hasil
akurasi bernilai 0 artinya diagnosa sistem tidak
sama dengan diagnosa pakar. Berdasarkan Tabel
1 telah dilakukan pengujian akurasi dengan 15
sampel data menghasilkan nilai akurasi:
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =
12
15 𝑥 100% = 80%
8. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perancangan,
implementasi dan pengujian yang dilakukan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi metode Dempster-shafer
untuk mendiagnosis jenis tumor jinak pada
manusia dapat digunakan sebagai langkah
awal dalam melakukan diagnosis jenis
tumor jinak yang di derita, sistem ini
memberikan hasil berupa diagnosa jenis
tumor jinak yang diderita dan bagaimana
cara menanggulanginya.Penentuan jenis
tumor jinak didasarkan pada nilai densitas
masing-masing gejalanya.
2. Berdasarkan hasil pengujian akurasi dari 15
kasus uji dengan membandng diingkan
antara hasil diagnosis sistem dengan pakar
maka sistem dapat menghasilkan tingkat
akurasi sebesar 80%.
Tumor merupakan satu jenis sel yang tumbuh dengan kecepatan tidak beraturan dan tidak memiliki
fungsi yang berguna bagi tubuh manusia. Tumor sendiri dikategorikan dalam dua jenis, yaitu tumor
ganas (kanker) dan tumor jinak. Tumor Jinak berbeda dengan tumor ganas yang dapat menyebabkan
kematian pada penderita, meskipun tumor jinak tergolong tumor yang jarang menyebabkan kematian,
namun ada beberapa kasus tumor jinak yang tumbuh pada bagian tertentu yang secara tidak langsung
dapat mengganggu organ vital tubuh yang ada disekitarnya, kurangnya pengetahuan dalam mengenali
jenis tumor jinak yang diderita seringkali membuat penderita sulit untuk melakukan tindakan
pengobatan pada tumor yang diderita dikarenakan jenis tumor jinak yang bermacam-macam dengan
gejala dan ciri-ciri yang hampir sama maka diperlukan juga pengetahuan khusus untuk mengenalinya.
Pada penelitian ini masalah-masalh tersebut diselesaikan dengan membuat sebuah sistem dengan
mengimplementasikan metode Dempster-Shafer yang bertujuan untuk mendiagnosis jenis-jenis tumor
jinak yang diderita oleh manusia, sehingga dengan adanya sistem tersebut diharapkan dapat membantu
pengguna dalam mendiagnosis jenis tumor jinak yang di deritanya. Pengujian dilakukan dengan
membandingkan hasil diagnosis sistem dengan pakar, dan dari pengujian 15 data kasus didapatkan
tingkat akurasi sebesar 80%. Sehingga dapat di simpulkan bahwa sistem ini dapat digunakan untuk
membantu pengguna dalam melakukan diagnosis jenis tumor jinak yang diderita
tumor jinak3
Hampir semua orang memiliki satu atau lebih tumor kulit yang pada umumnya
adalah tumor jinak. Tumor jinak kulit dapat terjadi di seluruh permukaan kulit termasuk kulit
wajah. Tumor kulit pada wajah umumnya menimbulkan masalah kosmetik dan kemungkinan
pertumbuhan ke arah keganasan. Tumor jinak pada wajah yang sering ditemukan antara lain
ialah keratosis seboroik, skin tag, siringoma, nevus pigmentosus, xantelasma, hiperplasia
sebasea, dan kista. Secara klinik beberapa tumor jinak kulit pada wajah dapat langsung
terdiagnosis, dengan syarat pemeriksaan dilakukan dengan teliti, mulai dari anamnesa sampai
pemeriksaan fisik yang dilakukan di bawah penerangan yang baik. Dokter atau dokter ahli
harus mampu mengategorikan tumor kulit sebagai tumor jinak/benigna, ganas/maligna, atau
tidak jelas, sehingga kemungkinan penatalaksanaan dapat ditetapkan. Tumor jinak kulit adalah pertumbuhan
jaringan kulit yang bersifat kongenital atau
akuisita sehigga terbentuk suatu massa,
tanpa tendensi invasif dan metastasis, yang
tidak menyebar ke bagian tubuh lain dan
tidak merusak jaringan sekitarnya, sehingga
tidak membahayakan.1,2
Terdapat sejumlah besar tumor jinak
kulit yang dibagi dalam berbagai kelompok
tetapi tidak ada satu sistem klasifikasi yang
dipakai secara universal karena asal
pertumbuhan dan gambaran klinik tumor
jinak sangat bervariasi.3,4
Epidemiologi tumor jinak berbedabeda di setiap populasi karena terjadinya
tumor dan perkembangannya dipengaruhi
beberapa faktor terutama paparan sinar
ultraviolet dan faktor familial.3,5
Hampir semua orang memiliki satu
atau lebih tumor kulit yang pada umumnya
adalah tumor jinak. Tumor jinak kulit dapat
terjadi di seluruh permukaan kulit termasuk
kulit wajah. Tumor kulit di wajah pada
umumnya menimbulkan masalah kosmetik
dan kemungkinan pertumbuhan ke arah
keganasan. Tumor jinak di wajah yang
sering ditemukan antara lain adalah
keratosis seboroik, skin tag, siringoma,
nevus pigmentosus, xantelasma, hiperplasia
sebasea, kista, dan jenis tumor lainnya. 5,6
Secara klinik beberapa tumor jinak
kulit di wajah dapat langsung terdiagnosis,
dengan syarat pemeriksaan dilakukan
dengan teliti, mulai dari anamnesa sampai pemeriksaan fisik yang di lakukan di
bawah penerangan yang baik. Dokter atau
dokter ahli harus mampu mengkategorikan
tumor kulit sebagai tumor jinak/benigna,
ganas/maligna, atau tidak jelas, sehingga
kemungkinan penatalaksanaan dapat
ditetapkan. 5,6
Penentuan diagnosis akurat untuk
suatu tumor kulit adalah dengan
pemeriksaan histopatologi terutama bila
terdapat keragu-raguan dalam hal
gambaran klinik dan membedakan kondisi
jinak dari ganas.
5,6
Penanganan tumor jinak kulit pada
umumnya adalah dengan tindakan
pembedahan. Tindakan pembedahan yang
dapat dilakukan mencakup eksisi, insisi,
kuretase, bedah listrik, bedah beku dan
bedah laser. Semua tindakan ini akan
memberikan hasil yang optimal bila
dilakukan oleh dokter ahli atau dokter yang
terlatih dengan menguasai pengetahuan
tentang tumor jinak.
7
Tinjauan pustaka berikut ini akan
membahas beberapa tumor jinak kulit yaitu
keratosis seboroik, skin tag, dan siringoma.
KERATOSIS SEBOROIKA (KS)
Definisi
Keratosis seboroika (KS), disebut juga
seborrheic wart, senile wart, verruca
seborrhoeica, atau basal cell papilloma,
6,8
merupakan tumor jinak kulit yang berasal
dari proliferasi epidermis dengan
penumpukan keratin di atas permukaan
kulit.4
Epidemiologi
Meskipun KS sangat sering ditemukan,
hanya sedikit data statistik menyangkut
prevalensi, jenis kelamin, ras, atau
distribusi geografik. Beberapa studi telah
melaporkan bahwa KS paling sering
dijumpai pada populasi usia pertengahan
dan meningkat di usia lanjut, terutama pada
orang berkulit putih, prevalensi pria dan
wanita sama, dan dapat juga lesi awal
tumbuh di usia remaja. Satu studi di Inggris
menemukan sebanyak 8,3% pria dan 16,7%
wanita usia kurang dari 40 tahun, memiliki
sedikitnya satu lesi KS.9 Pada populasi
Australia ditemukan KS sebanyak 12%
kelompok usia 15-25 tahun, 79% usia 26-
50 tahun, 100% usia 51-75 tahun, dan
100% usia > 75 tahun.10 Lesi KS kecil
kemungkinan untuk menghilang spontan
walaupun kebanyakan lesi akan terus
muncul dan berkembang selama bertahuntahun.3
Etiologi dan patofisiologi
Etiologi KS tidak diketahui pasti,
diduga terdapat kecenderungan familial,
paparan sinar matahari, dan infeksi.
Individu dengan sejumlah besar lesi KS
biasanya mempunyai riwayat keluarga
dengan lesi yang sama. Tendensi familial
ini diturunkan secara autosomal dominan.
Epidermal growth factors beserta
reseptornya diduga berperan dalam
terbentuknya KS. Sejumlah mutasi gen
reseptor tirosin kinase FGFR3 (fibroblast
growth factor receptor 3) sering ditemukan
pada beberapa tipe KS. Pada ikatan dimer
FGFR3 terjadi induksi fosforilasi sehingga
mengaktivasi mutasi pada FGFR3. Mutasi
ini ditemukan sekitar 40% pada KS
hiperkeratotik, 40% pada KS akantotik, dan
85% pada KS adenoid.11
Tingginya prevalensi KS pada kulit
yang sering terpapar sinar matahari
merupakan implikasi faktor sinar matahari
sebagai etiologi. Hal ini masih kontroversi
mengingat lesi KS dapat terjadi pada
hampir semua permukaan tubuh termasuk
area yang kurang atau tidak terpapar sinar
matahari. Studi di Australia yang melihat
distribusi 3067 lesi KS pada 100 pasien,
menemukan distribusi lesi paling tinggi
pada batang tubuh yaitu 54,7%, tangan
15,2%, wajah dan leher sebanyak 11,4%.10
Penelitian di Korea menemukan faktor
independen yang berkontribusi dalam
terjadinya KS adalah proses menua dan
paparan sinar matahari.12 Ming et al,
melakukan studi pada tikus dengan target
supresor tumor yaitu phosphatase and
tensin homologue on chromosom 10
(PTEN) di epidermisnya, menemukan
bahwa UVA menyebabkan formasi tumor
menyerupai KS dan karsinoma sel skuamosa manusia.13 Meskipun beberapa
penelitian telah dilakukan, studi lanjut
masih diperlukan untuk lebih memastikan
hubungan sinar UV dan KS.
Infeksi virus dihubungkan dengan KS
karena secara klinik mirip dengan kutil.
Satu studi menemukan epidermodysplasia
verruciformis-associated HPV DNA
sebanyak 76% dari 55 biopsi KS nongenital, temuan ini menunjukkan
kemungkinan peran infeksi virus terhadap
terjadinya KS.14 Studi lain oleh Gushi dkk,
menyimpulkan hal yang sama setelah
menganalisis 104 sampel KS non-genital
pasien imunokompeten. Studi ini menemukan 87 sampel mengandung HPV-18, 81
sampel HPV-6, dan 73 sampel
mengandung keduanya.
15
KS memiliki variasi pigmentasi yang
terjadi akibat sekresi melanocytestimulating cytokines. Sekresi sitokin ini
dirangsang oleh proliferasi keratinost
disekitarnya. Endothelin-1 memiliki dua
efek stimuli yaitu sintesis DNA dan
melanisasi, hal ini yang berperan pada
terjadinya hiperpigmentasi KS.16
Gambaran klinik
KS dapat terjadi pada semua
permukaan kulit dengan predileksi paling
sering di wajah, leher, punggung, dan
lengan. Lesi sering timbul pada area tidak
berambut, biasanya dimulai dengan lesi
datar, berwarna coklat muda sampai tua,
berbatas tegas dengan permukaan licin
seperti lilin atau hiperkeratotik. Diameter
lesi bervariasi biasanya antara beberapa
milimeter sampai 3 cm. Lama kelamaan
lesi akan menebal, dan memberi gambaran
yang khas yaitu verukosa dan menempel
(stuck on) pada permukaan kulit (Gambar
1). Lesi yang telah berkembang penuh
tampak mengalami pigmentasi yang gelap
dan tertutup oleh skuama berminyak.
Terdapat beberapa varian klinikopatologi KS yaitu:
4,17-19
- Common seborrheic keratosis: secara
klasik berupa papul verukosa yang
menempel di kulit. Biasanya
asimptomatik, sebagian terjadi gatal
ringan.
- Reticulated seborrheic keratosis:
merupakan papul atau plak berpigmen,
biasanya diawali lentigo solaris (Gambar
2).
- Stucco keratoses: papul kecil,
berdiameter sekitar 1-3 mm, keratotik,
multipel, berwarna pucat yang timbul
pada punggung tangan, tungkai bawah,
dan punggung kaki (Gambar 3). Lesi
mudah dilepaskan dari kulit dengan
menggunakan kuku tanpa menyebabkan
perdarahan.
- Dermatosis papulosa nigra: papul
multipel berminyak warna coklat tua
sampai hitam yang timbul di dahi,
malar, dan leher, terjadi pada orang kulit
hitam (Gambar 4).
- Leser-Trélat sign: erupsi mendadak lesi
KS yang cepat berkembang disertai
gatal. Keadaan ini dihubungkan dengan
malignansi organ dalam, paling sering
adalah adenokarsinoma perut. Mayoritas
lesi berlokasi di punggung, diikuti
dengan ekstremitas, wajah, dan
abdomen. Patogenesis kelainan ini
masih belum jelas, diduga berhubungan
dengan sekresi growth factor oleh
neoplasma yang menyebabkan hiper--
plasia epitelial.Varian klinik KS dapat dinilai dengan
menggunakan dermoskopi. Dermoskopi
atau yang dikenal dengan mikroskop
epiluminesens memiliki akurasi diagnostik
5-30% lebih tinggi dibandingkan visual
inspeksi dan sangat membantu menilai
adanya pertumbuhan gabungan tumor
benigna dan maligna.22
Diagnosis banding
Hampir semua KS dapat teridentifikasi
secara klinik meskipun terdapat berbagai
kelainan lain yang memiliki gambaran
klinik yang sama. Diagnosis banding KS
mencakup veruka vulgaris, karsinoma sel
basal berpigmen, nevus pigmentosus dan
melanoma maligna.
Penanganan
Umumnya pasien tidak memerlukan
terapi spesifik. Masalah klinis penyakit ini
bersifat kosmetik yang mengganggu
penampilan. Karena letaknya yang
superfisial, KS mudah dihilangkan dengan
kuretase, shaving, elektrodesikasi, eksisi,
dermabrasi, bedah beku dengan nitrogen,
dan laser. Eksisi lesi merupakan modalitas
terapi yang sering menjadi pilihan.
Sebaiknya selalu memastikan metode
removal yang dipakai akan meminimalisasi
risiko skar.3,19
Prognosis umumnya baik, jarang lesi
KS berubah menjadi ganas. Nevus displasia
atau melanoma maligna kadang ditemukan
pada individu dengan sejumlah besar lesi
KS di batang tubuh. Pada keadaan dimana
terdapat kecurigaan keganasan, biopsi
eksisi merupakan tindakan yang tepat
selain observasi dan evaluasi pasien secara
teratur.6,19,23
SKIN TAG
Definisi dan epidemiologi
Skin tag, disebut juga soft wart,
acrochordon, cutaneous papilloma,
fibroma durum, fibroepithelial polyp, atau
soft fibroma, merupakan tumor jinak kulit
yang berasal dari jaringan fibrovaskuler
epidermis dan dermis, sering menggantung,
terutama pada area lipatan kulit. Banyak
ditemukan pada usia pertengahan dan orang
tua, umumya pada wanita. Pada populasi
umum prevalensi mencapai 25-46% yang
meningkat insidennya sejalan peningkatan
usia. Sebanyak 59% populasi memiliki skin
tag sebelum usia 70 tahun.5,6,17
Etiologi dan patofisiologi
Penyebab pasti kelainan ini belum
diketahui. Teori sebelumnya menyebutkan
berkurangnya elastisitas jaringan menyebabkan timbulnya lesi atrofik atau lesi yang
melekat ke kulit. Variasi pedunkulasi atau
tangkai yang terbentuk kemungkinan akibat
luasnya area elastin yang hilang, namun
pada studi jaringan elastin pada
fibroepithelial polyps di tahun 1999 tidak
ditemukan kelainan yang signifikan.24
Faktor predisposisi antara lain obesitas,
penuaan, diabetes dan kehamilan. Iritasi
akibat gesekan berlebihan diduga sebagi
faktor kausal yang penting utnuk terjadinya
skin tag, terutama pada obesitas. Pendapat
lain juga menyebutkan bahwa skin tag
merupakan efek dari proses kulit yang
menua diperberat oleh sinar matahari.
2,17
Studi oleh Akpinar dan Dervis mendapatkan bahwa kelompok acrochordon
menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol untuk
indeks massa tubuh, kolesterol total, dan
LDL.25 Penelitian cross-sectional pasien
dewasa di suatu rumah sakit pendidikan
menemukan hubungan yang signifikan
antara resistensi insulin dengan skin tag
multipel pada 98 pasien tanpa melihat
faktor lainnya.26 Molluscum fibrosum
gravidarum dan acrochordon yang identik
dengan skin tag terjadi pada kehamilan dan
biasanya mulai bulan ke-4 sampai bulan
ke-6 yang menghilang setelah partus.
Patofisiologinya tidak diketahui pasti,
kemungkinan akibat adanya ketidakseimbangan hormonal dan tingginya
epidermal growth factor selama kehamilan
yang dapat merangsang pertumbuhan
tumor.
27
Adanya keterlibatan infeksi HPV
terhadap terjadinya skin tag sampai saat ini
masih belum jelas karena beberapa studi
memberikan hasil yang berbeda.28,29
Gambaran klinik
Skin tag sering ditemukan bersamaan
dengan KS pada daerah leher dan
intertriginosa (aksila, inframammae, lipat
paha), dapat profus sampai ke wajah,
punggung dan dada, dengan gambaran
klinis berupa papul bulat/oval, teraba lunak,
bertangkai dengan panjang bervariasi,
ukuran massa 1 mm - 1 cm, warna mulai
dari sewarna kulit sampai hiperpigmentasi.
Birt-Hogg-Dube (BHD) syndrome
adalah suatu genodermatosis yang diturunkan secara autosomal dominan yang
ditandai dengan trias tumor jinak kulit yaitu
fibrofolliculoma, trichodiscoma, dan
acrochordon yang tersebar di kepala, wajah
dan tubuh bagian atas. Lesi biasanya
muncul di usia 30 atau 40-an, meskipun
dapat ditemukan juga pada usia yang lebih
muda. Pasien dengan kelainan ini berisiko
mengalami malignansi terutama renal dan
kolon serta kolaps paru spontan akibat kista
pulmonal. Gen abnormal untuk sindrom ini
telah teridentifikasi dan diduga suatu tumor
supresor namun demikian kelainan ini tidak
selalu dialami mereka dengan gen BHD
abnormal.30-32
Diagnosis banding
Skin tag sangat mudah didiagnosis
secara klinik, jarang terjadi kesalahan
diagnosis. Skin tag dapat seperti lesi KS
yang kecil, bahkan sebagian memasukkan
skin tag sebagai varian KS. Skin tag
biasanya lebih kecil dibandingkan nevus
melanositik atau lesi neurofibromatosis.
Moluskum kontagiosum tidak bertangkai,
sering pad anak-anak, terdapat central
delle.
Gambar 5. Skin tag (A) dan beberapa lesi yang
menyerupai skin tag, melanositik nevus (B),
KS (C), moluskum kontagiosum(D)
5
Penanganan
Skin tag bukan ancaman malignansi
pada dewasa, terapi biasanya untuk alasan
kosmetik atau karena iritasi. Terapi paling
mudah dan tanpa anestesi ialah dengan
scissor excision. Lesi kecil dapat diterapi
dengan elektrodesikasi atau cryotherapy.
Lesi berukuran >2 cm harus dieksisi.
Kadang-kadang dapat terjadi resolusi
spontan, tetapi biasanya menetap dalam
waktu lama. Evaluasi patologik tidak perlu
dilakukan kecuali skin tag muncul di masa
kanak-kanak, sebab biasanya merupakan
inisial presentasi dari sindrom nevoid basal
cell carcinoma.
4,32 Selain itu analisis
histopatologik perlu dilakukan terutama
bila ada kecurigaan neoplasma pada suatu
acrochordon. Pada tahun 2004, Schwartz et
al. menemukan suatu karsinoma sel
skuamosa di dalam lesi fibroepithelial
p
3
SIRINGOMA
Definisi dan epidemiologi
Siringoma atau hidradenomes
eruptifs, syringocystadenoma, syringocystoma adalah tumor jinak adenoma
duktus kelenjar ekrin intraepidermis yang
biasanya multipel.
Siringoma sangat jarang ditemukan
pada populasi umum; di Amerika terdapat
pada sekitar 1% populasinya. Wanita lebih
sering mengalami siringoma dibanding
pria. Biasanya onset inisial di masa
pubertas dengan lesi bertambah beberapa
waktu kemudian.
Etiologi & patofisiologi
Siringoma biasanya sporadik atau
terjadi spontan. Beberapa kasus terjadi
dengan latar belakang familial yang
diturunkan secara autosomal dominan.
Meskipun belum ada studi insiden
siringoma yang dihubungkan dengan ras
tertentu, siringoma eruptif secara statistik
lebih sering ditemukan pada orang AfroAmerika dan Asia.
Siringoma secara umum dianggap
sebagai neoplasma jinak yang berdiferensiasi sepanjang jalur ekrin. Sulit untuk
membedakan antara duktus ekrin dan
apokrin. Beberapa peneliti menyimpulkan
bahwa pada kasus-kasus siringoma eruptif,
terjadinya hiperplasia duktus ekrin lebih
merupakan respon terhadap reaksi
inflamasi.
34 Teori inflamasi ini didukung
adanya beberapa laporan siringoma pada
alopesia sikatrisial, prurigo nodularis, dan
setelah terapi radiasi
Siringoma diasosiasikan dengan
beberapa sindroma. Sindroma yang paling
sering ialah Down syndrome dengan lesi
terbatas pada regio periorbital, namun ada
juga laporan siringoma eruptif pada
sindroma ini (Gambar 6). Hubungan
siringoma dengan Down syndrome sampai
sekarang masih belum jelas. Sindrom
unik lainnya ialah Nicolau-Balus syndrome
yaitu suatu sindrom yang terdiri dari
siringoma eruptif tipe diseminata
mikropapuler, kista milium, dan
atrofoderma vermikulata. Sangat jarang,
siringoma diasosiasikan dengan BrookeSpiegler syndrome, suatu penyakit
autosomal dominan yang khas ditandai
dengan multipel silindroma, trikoepitelioma, spiradenoma, dan siringoma.
Beberapa literatur menyebutkan
pengaruh hormon terhadap terjadinya
siringoma. Hal ini dikonfirmasi dengan
adanya peningkatan insiden siringoma pada
wanita sebelum dan sekitar masa pubertas
dengan keluhan pruritus setiap siklus
menstruasi. Juga dilaporkan manifestasi
siringoma vulva selama kehamilan.
Pengaruh hormonal lainnya ialah adanya
laporan clear-cell syringoma yang
diasosiasikan dengan diabetes melitus.
Gambaran klinik
Presentasi klinik siringoma yang
bervariasi sudah sering dilaporkan. Pada
tahun 1987 Friedman dan Butler membagi
siringoma ke dalam empat varian klinik
yaitu:
1. Bentuk lokal
2. Bentuk diseminata (siringoma multipel
dan eruptif)
3. Bentuk yang berhubungan dengan
Down’s syndrome
4. Bentuk familial
Siringoma biasanya asimtomatik, lesi
berupa papul-papul datar lunak/padat
lunak, diameter l-5 mm, paling sering
<3mm, permukaan membulat atau rata,
dengan warna umumnya sewarna kulit atau
sedikit kekuningan tapi dapat pula agak
merah muda atau bahkan kecoklatan, yang
tersebar di daerah kelopak mata, leher,
serta dapat pula dalam bentuk generalisata.
Bentuk generalisata atau siringoma eruptif
jarang dilaporkan, lebih sering terjadi pada
wanita usia remaja dan dewasa muda.4,35
Bentuk klinik tersering ialah bentuk
periorbital, dan umumnya lesi awal timbul
di area periorbital inferior/kelopak mata
bagian bawah (Gambar 7). Bentuk yang
jarang dilaporkan ialah milium-like
syringoma, siringoma dengan lesi unilateral
dan clear-cell syringoma.
Diagnosis banding
Diagnosis banding tersering ialah
milia, diikuti trikoepitelioma, veruka plana,
xanthoma eruptif, dan akne. Siringoma
cenderung lebih kecil, kurang superfisial,
tepi atas lesi lebih rata dan tersebar di pipi
dan kelopak mata. Lesi pada kelopak sering
menyerupai xantelasma namun berbeda
warna. Eruptif siringoma di batang tubuh
didiagnosis banding dengan granuloma
anulare diseminata. Lesi granuloma anulare
lebih eritematosa, lebih padat, berawal dari
akral dan batang tubuh, papul sering
bergabung membentuk plak.
Penanganan
Pengobatan bertujuan destruksi tumor
dengan skar minimal. Pilihan pengobatan
antara lain dengan bedah eksisi, kuretase,
krioterapi, chemical peeling, dermabrasi,
elektrodesikasi dan terapi laser. Beberapa
teknik pengobatan siringoma yang
belakangan ini banyak dikembangkan
antara lain elektrodesikasi menggunakan
short burst high frequency low voltage
intralesional dengan memakai elektroda
jarum halus atau jarum epilasi, atau
kombinasi laser CO2 vaporisasi dengan
aplikasi asam trikloroasetat 50% memberikan hasil yang cukup memuaskan, tanpa
jaringan parut dan bebas lesi 6 bulan
hingga 4 tahun.
Hampir semua pertumbuhan pada kulit
wajah tergolong keadaan jinak dan tidak
membahayakan, namun membedakannya
dengan kondisi keganasan kulit sangat
penting. Biopsi kulit ialah langkah
selanjutnya untuk suatu penegakkan
diagnosis.
Terapi tumor jinak kulit di wajah
paling sering melalui tindakan
pembedahan, namun untuk kasus tertentu
tidak memerlukan terapi atau diberikan
terapi non-pembedahan. Tumor jinak kulit
wajah yang tidak memberikan gejala dan
yang menurut pasien tidak menggangu
aktivitas atau kosmetik sering tidak
memerlukan tindakan. Beberapa pertumbuhan jinak dapat menunjukkan suatu
kondisi sistemik, termasuk kelainan
hormonal namun biasanya hal ini tidak
memengaruhi penanganan.
Tumor jinak kulit wajah terdiri dari
berbagai variasi dalam hal definisi, asal
pertumbuhan, gambaran histopatologis, dan
bentuk. Pemahaman tentang tumor jinak
kulit terutama yang sering ditemukan di
klinik merupakan hal yang esensial untuk
membantu membuat diagnosis pasti dan
penentuan terapi yang berujung pada
kepuasan pasien dan dokter.
tumor jinak 4
Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian pada wanita. Data Global Cancer
Observatory 2018 dari World Health Organization (WHO) menunjukkan kasus kanker yang
paling banyak terjadi di Indonesia adalah kanker payudara, yakni 58.256 kasus atau 16.7% dari
total 348.809 kasus kanker. Mamografi merupakan teknik yang paling umum digunakan dalam
mendeteksi tumor payudara memakai sistem sinar-X dosis rendah. Ada beberapa tipe
abnormalitas dalam citra mammogram, yaitu mikrokalsifikasi dan massa. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan performa sistem Computer-Aided Diagnosis (CAD) dalam
mengklasifikasi tumor jinak dan tumor ganas dengan mengembangkan metode ekstraksi fitur
memakai Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan metode klasifikasi memakai
Support Vector Machine (SVM). Uji coba dilakukan dengan memakai database DDSM
dengan 256 citra abnormal (95 tumor jinak dan 161 tumor ganas) menghasilkan nilai akurasi
sebesar 83.59% dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas 87.58% dan 76.84%. Selain itu,
didapatkan nilai AUC sebesar 0.98%. Metode tersebut menunjukkan bahwa sistem memberikan
hasil performa yang baik dalam mengklasifikasi tumor jinak dan tumor ganas.
Kanker payudara merupakan suatu
pertumbuhan jaringan payudara abnormal
dengan pertumbuhan berlebihan dan tidak ada
koordinasi dengan pertumbuhan jaringan
normal, tumbuh infiltratif, dan destruktif serta
dapat bermetastase dan tetap akan tumbuh
dengan cara yang berlebihan. Kanker payudara
merupakan penyebab utama kematian pada
wanita. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus
baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan
kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Data
Global Cancer Observatory 2018 dari World
Health Organization (WHO) [1] menunjukkan
kasus kanker yang paling banyak terjadi di
Indonesia adalah kanker payudara, yakni
58.256 kasus atau 16.7% dari total 348.809
kasus kanker. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia [2] menyatakan, angka
kanker payudara di Indonesia mencapai
42,1orang per 100 ribu warga . Upaya
pencegahan dan pengendalian kanker
payudara dapat dilakukan dengan cara deteksi
dini. Teknologi pencitraan medis untuk
pemeriksaan tumor pada payudara yaitu:
Mammography, MRI, Ultrasound (USG) [3].
Mamografi merupakan teknik yang paling
umum digunakan dalam mendeteksi tumor
payudara memakai sistem sinar-X dosis
rendah. Ada beberapa tipe abnormalitas dalam
citra mammogram, yaitu keberadaan mikrokalsifikasi (berbentuk seperti noda berukuran
kecil dan terkadang berupa titik-titik) dan
keberadaan massa. Massa adalah lesi dan
biasanya muncul pada mammogram sebagai
daerah yang relatif padat. Karakteristik massa
seperti bentuk, batas tepi, dan densitas pada
citra mammogram dapat digunakan sebagai
acuan untuk mengelompokkan ke dalam tumor
jinak ataupun tumor ganas [4].
Computer-Aided Diagnosis (CAD)
telah dikembangkan untuk meningkatkan hasil
performa dalam deteksi keberadaan massa dan
diagnosis tumor payudara. Dalam citra
grayscale, tekstur mencerminkan variasi lokal
dari nilai gray-level berupa kombinasi pada
smoothness, kekasaran, dan keteraturan objek
[3]. Fitur tekstur telah terbukti berguna dalam
memberikan informasi tentang karakteristik
citra. Ekstraksi fitur memakai Gray Level
Co-Occurrence Matrix (GLCM) dilakukan
oleh peneliti (Biswas, Nath, dan Roy) [5] dan
fitur yang digunakan terdiri 4 fitur yaitu
kontras, energi, korelasi, dan homogenitas.
Hasil akurasi memakai metode 3NN
(Neural Network) dan ANN (Artificial Neural
Network) sebesar 95% dan 75% (klasifikasi
normal dan abnormal). Pada penelitian
(Wisudawati et al.) [6] proses ekstraksi fitur
memakai kombinasi metode 2D-Discrete
Wavelet Transform dan GLCM dengan 4 fitur
yaitu kontras, korelasi, energi dan
homogenitas. Hasil yang akurasi yang
didapatkan dalam mengklasifikasi keberadaan
massa pada citra mammogram adalah 100%
dan mendapatkan akurasi 93.8% dalam
mengklasifikasi normal, tumor jinak, dan
tumor ganas. Peneliti (Wisudawati et al.) [7]
kemudian juga mengembangkan metode tersebut dalam mengklasifikasi tumor jinak
dan tumor ganas memakai analisis tekstur
memakai GLCM dan Backpropagation
Neural Network. Hasil akurasi yang
didapatkan yaitu 95.83% dengan sensitivitas
95.23% dan spesifisitas 96.49%. Peneliti (S.
M. Salve) [8] pada penelitiannya yang berjudul
“Mammographic Image Classification using
Gabor wavelet” melakukan klasifikasi tumor
jinak dan tumor ganas pada citra mammogram
memakai SVM (Support Vector Machine).
Hasil dari preprocessing digunakan untuk
ekstraksi fitur dengan 114 citra abnormal (63
tumor jinak dan 51 tumor ganas)
memakai metode Gabor Wavelet serta
SVM untuk klasifikasi. Hasil akurasi
didapatkan sebesar 86% dengan memakai
Gabor Wavelet. Pada penelitian tersebut hanya
memakai sedikit dataset. Selain itu
(Sharifah et al.) [9] dalam penelitiannya yang
berjudul “Cancer Detection Using Artificial
Neural Network dan Supoort Vector Machine”
membandingkan SVM dan ANN memakai
dataset yang berbeda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kedua metode
menghasilkan performa yang baik tapi metode
SVM masih lebih baik dibandingkan dengan
ANN. Pada penelitian (Ankit Verma, Ankit
Kumar dan Sanjeev Kumar) [10] juga
memprediksi kanker payudara memakai
Support Vector Machine memakai
database Wisconsin Diagnosis Breast Cancer
(WDBC). Hasil klasifikasi tumor jinak dan
tumor ganas memakai SVM sebesar
96.07%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
SVM memberikan performa yang baik dalam
proses klasifikasi tersebut.
Dengan melihat kelemahan dan
kelebihan metode dari peneliti sebelumnya,
maka pada penelitian ini mengusulkan metode
ekstraksi fitur dengan metode GLCM
memakai 4 fitur statistik yaitu kontras,
korelasi, entropi dan homogenitas serta
metode klasifikasi memakai SVM untuk
meningkatkan performa dalam klasifikasi
tumor jinak dan tumor ganas.
METODE PENELITIAN
Gambaran Umum Sistem
Gambaran umum sistem yang diajukan
dapat dilihat pada Gambar 1 yang
menunjukkan tahapan pengembangan sistem
CAD meliputi input citra mammogram yang
berupa daerah massa tumor jinak dan tumor
ganas, ekstraksi fitur dilakukan dengan metode
GLCM, klasifikasi (pelatihan dan pengujian)
menggun akan SVM dan proses evaluasi untuk
melihat performa sistem
Citra Mammogram
Citra mammogram merupakan hasil dari
mesin mamografi yang dapat digunakan untuk
deteksi tumor payudara secara dini dan radiasi
yang dipancarkan oleh mesin mamografi aman
bagi tubuh, yaitu 0,7 smV. Citra mammogram
menampilkan struktur jaringan payudara yang
cukup kompleks. Keberadaan tumor pada
payudara dapat dilihat dari pola tekstur citra
mammogram. Tumor biasanya terdapat pada
daerah dengan nilai intensitas yang lebih besar
dari daerah sekitarnya dan juga dapat dilihat
dari bentuk massa itu sendiri sehingga pada
citra mammogram normal dan abnormal
memiliki ciri karakteristik tekstur berbeda
seperti pada Gambar 2.
Pada citra mammogram normal (A) dan
citra mammogram abnormal terdapat massa
(terindikasi adanya tumor). Massa adalah lesi
dan biasanya muncul pada mammogram
sebagai daerah yang relatif padat. Gambar 3.
menunjukkan area massa pada citra
mammogram tumor jinak dan tumor ganas.
Massa digambarkan oleh tiga fitur, yaitu
bentuk atau kontur, batas tepi, dan densitas
[11]. Pengelompokan tumor jinak dan tumor
ganas pada karakteristik massa berdasarkan
Breast Imaging-Reporting and Data System
(BI-RADS) descriptor [12] dapat dilihat pada
Tabel 1.
Dataset
Database yang digunakan dalam
penelitian ini adalah citra mammogram dari
publik database DDSM (Digital Database for
Screening Mammography) dengan format
TIFF (Temporary Instruction File Format)
berjumlah 256 citra abnormal yang terdiri dari
95 tumor jinak dan 161 tumor ganas.
GLCM (Gray Level Co-Occurrence Matrix)
GLCM merupakan perhitungan tekstur
pada orde kedua [13] dan merupakan matrik
yang menggambarkan frekuensi munculnya
pasangan piksel pada jarak d dan orientasi arah
dengan sudut 𝜃 dalam citra yang digunakan
untuk menghitung fitur-fitur GLCM.
Jarak d yang digunakan adalah 1 yang
dinyatakan dalam piksel, sementara untuk
orientasi sudut dinyatakan dalam derajat
dengan sudut 00
, 450
, 900
, dan 1350
.
Pembentukan GLCM dilakukan dengan
menentukan hubungan spasial antara piksel
referensi dengan piksel tetangga, dengan sudut
𝜃 dan jarak d. Dalam penelitian ini
memakai sudut 450 dengan jarak 1 (offset,
[-1 1]) dan Numlevel 32, dimana numlevel
adalah kedalaman bit citra yang akan
dianalisis. Penentuan awal matriks GLCM
dilakukan dengan menghitung matriks
kookurensi dan menjumlahkan matrik
kookurensi dengan transposenya untuk
menjadikannya simetris. Untuk menghilangkan ketergantungan pada ukuran citra, nilainilai elemen GLCM dinormalisasi.
Perhitungan pengukuran statistika fitur-fitur
GLCM yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain [14]:
• Kontras merupakan ukuran keberadaan
variasi aras keabuan piksel citra
• Energi merupakan ukuran homogenitas
dari suatu citra
• Korelasi menyatakan ukuran
ketergantungan linear derajat keabuan
citra
• Homogenitas merupakan keseragaman
intensitas keabuan pada citra.
SVM (Support Vector Machine)
SVM adalah metode learning
machine yang bekerja atas prinsip Structural
Risk Minimization (SRM) dengan tujuan
menemukan hyperplane terbaik yang memisahkan dua buah class pada input space.
Pada dasarnya SVM memiliki prinsip linear,
akan tetapi pada saat ini SVM telah berkembang
sehingga dapat menyelesaikan masalah nonlinear. Cara kerja SVM pada masalah nonlinear adalah dengan memasukkan konsep
kernel pada ruang berdimensi tinggi. Pada
ruang yang berdimensi ini, nantinya akan dicari
pemisah atau yang sering
disebut hyperplane. Hyperplane dapat memaksimalkan jarak atau margin antara kelas
data. Hyperplane terbaik antara kedua kelas
dapat ditemukan dengan mengukur margin dan
kemudian mencari titik maksimalnya. Gambar
4a menunjukkan beberapa pattern yang
merupakan anggota dari dua buah class yaitu
positif (dinotasikan dengan +1) dan negatif
(dinotasikan dengan –1). Pattern yang
tergabung pada class negatif disimbolkan
dengan kotak, sedangkan pattern
pada class positif disimbolkan dengan
lingkaran. Proses pembelajaran dalam problem
klasifikasi dilakukan dengan menemukan garis
(hyperplane) yang memisahkan antara kedua
kelompok tersebut. Garis solid pada Gambar
4b menunjukkan hyperplane yang terbaik yaitu
yang terletak tepat pada tengah-tengah kedua
class, sedangkan titik merah dan kuning yang
berada dalam lingkaran hitam adalah support
vectorPengembangan sistem CAD dalam
klasifikasi tumor jinak dan tumor ganas
dilakukan dengan memakai perangkat
lunak MATLAB.
Ekstraksi fitur memakai GLCM
Hasil dari ekstraksi fitur memakai
GLCM untuk tumor jinak dan tumor ganas
dapat dilihat pada Tabel 2. Fitur kontras pada
tumor jinak mempunyai nilai yang lebih kecil
dibandingkan dengan tumor ganas. Sedangkan
fitur homogenitas pada tumor jinak lebih besar
dibandingkan dengan tumor ganas. Target 0
menyatakan tumor jinak dan Target 1
menyatakan tumor ganas. Target tersebut akan
digunakan dalam proses klasifikasi
memakai SVM.
Hasil rata-rata dari nilai ekstraksi fitur
dapat dilihat pada Tabel 3 dan dapat
disimpulkan bahwa nilai rata-rata kontras pada
tumor ganas lebih besar dibandingkan dengan
tumor ganas. Hal tersebut menunjukkan bahwa
ukuran keberadaan variasi atas keabuan piksel
citra tumor jinak kecil. Pada fitur korelasi
tumor jinak mempunyai nilai rata-rata lebih
besar dibandingkan dengan tumor ganas. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada citra tumor
jinak mempunyai nilai yang kecil pada ukuran konsentrasi pasangan dengan intensitas
keabuan tertentu pada matriks. Pada fitur
energi dan homogenitas tumor jinak
mempunyai nilai rata-rata lebih besar
dibandingkan dengan tumor ganas. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada citra tumor
jinak mempunyai nilai piksel yang mirip
dengan piksel lainnya dan mempunyai
keseragaman intensitas keabuan yang tinggi
pada citra
Klasifikasi Tumor Jinak dan Tumor Ganas
memakai SVM
Proses klasifikasi dibagi menjadi dua
yaitu (lihat Gambar 5):
• Proses training: pada proses training
digunakan training set yang telah
diketahui label-labelnya untuk
membangun model atau fungsi.
• Proses testing: dilakukan untuk
mengetahui keakuratan model atau
fungsi yang akan dibangun pada proses
training. Data testing digunakan untuk
memprediksi label-labelnya.
Hasil fitur-fitur yang telah didapatkan
dalam proses ekstraksi fitur kemudian
dimasukkan dalam proses klasifikasi tumor
jinak dan tumor ganas memakai metode
SVM. Metode, pelatihan, pengujian dan
evaluasi memakai 10-fold cross
validation yang merupakan pilihan terbaik
untuk mendapatkan hasil validasi yang akurat.
Metode tersebut membagi dataset menjadi 10-
buah partisi secara acak. Kemudian dilakukan
10 kali eksperimen, dimana masing-masing
eksperimen memakai data partisi ke-10
sebagai data testing dan memanfaatkan sisa
partisi lainnya sebagai data training.
Hasil Confusion Matrix dapat dilihat
pada Tabel 4. Performa sistem diukur
berdasarkan akurasi, sensitivitas, spesifisitas
dan AUC (Area Under Curve). Nilai True
Positive = 141, False Positive = 22, False
Negative = 20 dan True Negative = 73. Hasil
uji diagnostik dapat dilihat pada Tabel 5.
Akurasi adalah ukuran seberapa dekat suatu
hasil pengukuran dengan nilai yang benar atau
diterima dari kuantitas besaran yang diukur.
Hasil akurasi yang didapatkan sebesar 83.59 %
yang menunjukkan sistem dapat
mengklasifikasi tumor jinak dan tumor ganas
sebesar 83.59%.
Akurasi=
141+73
141+73+20+22
× 100% = 83.59%
Sensitivitas adalah ukuran keakuratan
tes yaitu seberapa besar kemungkinan tes
untuk mendeteksi positif orang-orang yang
memiliki penyakit. Hasil sensitivitas
menunjukkan sebesar 87.58% sistem dapat
medeteksi positif orang-orang yang memiliki
penyakit.
Sensitivitas: =
141
141+20
× 100% = 87.58%
Spesifisitas adalah proporsi orang yang
benar-benar tidak sakit dan tidak sakit pula
saat diidentifikasi dengan tes skrining atau
ukuran statistik mengenai akurasi tes, yaitu
seberapa baik tes mengidentifikasi negatif
orang-orang yang tidak memiliki penyakit.
Hasil spesifisitas menunjukkan sebesar
76.84% sistem dapat mengidentifikasi negatif
orang-orang yang tidak memiliki penyakit
Spesifisitas= =
73
73+22
× 100% = 76.84%
Area under the curve (AUC)
memberikan gambaran tentang keseluruhan
pengukuran atas kesesuaian dari model yang
digunakan. Semakin besar AUC maka semakin
baik variabel yang diteliti dalam memprediksi
kejadian. Nilai AUC yang didapatkan sebesar
0.908. Mengacu pada klasifikasi akurasi nilai
tersebut menunjukkan sistem dapat
mendiagnosis tumor jinak dan tumor ganas
dengan baik (excellent classification) [15]. Pendekatan metode yang digunakan
dalam penelitian ini untuk meningkatkan
performa sistem CAD berhasil dilakukan.
Pendekatan ekstraksi fitur memakai
metode GLCM dengan sudut 450 dan metode
klasifikasi memakai SVM. Uji coba yang
dilakukan dengan memakai database
DDSM dengan 256 citra abnormal (95 tumor
jinak dan 161 tumor ganas) menghasilkan nilai
akurasi sebesar 83.59% dengan nilai
sensitivitas dan spesifisitas 87.58% dan
76.84%. Selain itu, didapatkan nilai AUC
sebesar 0.98%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa metode klasifikasi memakai
GLCM dan SVM memberikan hasil performa
yang baik dalam mengklasifikasi tumor jinak
dan tumor ganas.
Tahapan selanjutnya, ujicoba dilakukan
dengan menambah dataset pada tahapan
pelatihan dan pengujian. Selain itu juga akan
dilakukan proses pre-processing untuk
menghilangkan derau pada citra mammogram.
Pengembangan metode klasifikasi juga akan
dilakukan dengan metode lainnya seperti
LibSVM, deep learning, K-Nearest Neighbor