paliatif kanker 2



 ab lain adalah fibrosis akibat radiasi dan gangguan saraf 

otonom. 

 

 

Table 9. Gambaran klinis obstruksi saluran cerna: 

 

 Obstruksi rendah Obstruksi tinggi 

   

Nyeri perut ++ + 

Pembengkakan perut ++ + 

Frekuensi muntah + ++ 

Volume muntah ++ + 

Bahan muntah Bisa disertai Feses Makanan yang belum 

  dicerna 

Jenis muntah Disertai mual Tiba tiba setelah makan/ 

  minum 

  mual minimal/- 

Kemampuan untuk minum + walaupun pada obstruksi Cepat kenyang/penuh 

 total + 

Gambaran foto abdomen Gambaran gas dan cairan ++ ++ 

Gambaran laboratorium Gambaran cairan dan  

 elektrolit +  

   

 

Tata laksana:  

Atasi pemicu  dasar:  

Obstruksi tunggal pada pasien tanpa asites dan karsinomato-

sis yang luas bisa dipertimbangkan untuk operasi 

 

Medikamentosa :  

1. Ditujukan untuk mengurangi mual, muntah dan nyeri  

2. Bila terjadi kolik, gunakan obat untuk mengurangi sekresi 

dan antispasmodik seperti hyosine butylbromide 

3. Obat laksatif yang merangsang peristaltik dan obat prokine-

tik harus dihentikan 

4. Laksatif pelunak feses diberikan pada obstruksi parsial  

5. 1/3 pasien mengalami perbaikan dengan sendirinya, 

tunggu 7 – 10 hari 

6. Bila tidak ada perubahan, berikan dexametason 10 mg SK 

atau methylprednisolon 40 mg IV dalam 1 jam. 

 

7. Bila hyoscine butylbromide gagal menghentikan muntah, 

berikan octreotide untuk mengurangi distensi, muntah dan 

nyeri.  

8. Ranitidin 300 mg 2x/hari mengurangi sekresi lambung  

9. Haloperidol 0,5 – 2,5 mg PO/SC 2x/hari untuk mengurangi 

muntah 

10. 5HT-receptor antagonis diperlukan karena tekanan intralu-

minar akan menghasilkan 5HT dan merangsang muntah 

 

Non Medikamentosa:  

   Kurangi cairan parenteral untuk menurunkan sekresi 

intralu-miner yang menyebabkan muntah dan distensi. 

   Cairan oral untuk obstruksi atas 500ml/24 jam, sedang 

untuk obstruksi bawah 1000ml/24jam. 

 

GANGGUAN FUNGSI HATI AN ENCEFALOPATI  

Gangguan fungsi hati berat yang menuju ke gagal hati dapat 

terjadi pada pasien dengan metastase hati atau obstruksi 

saluran empedu. Namun dapat juga terjadi karena obat, radia-

si, infeksi virus, sumbatan vena hepatika akibat trombosis. 

Keadaan yang dapat memacu encefalopati adalah kenaikan 

produksi ammonia, hipovolemia, gangguan metabolism, obat 

yang menekan SSP, kelebihan protein, pemberian diuretik, 

infeksi, perdarahan, uremia.  

Gejala gagal fungsi hati meliputi kenaikan enzim hati, ikterik, 

asites, gatal, penurunan albumin, peningkatan INR dan ense-

falopati. Konsentrasi albumin dan INR menggambarkan 

kapasi-tas metabolik. Pada gangguan fungsi hati berat 

turunkan dosis obat sampai 50%.  

Tata laksana: Bila keadan ini terjadi pada stadium terminal, 

prinsipnya adalah kenyamanan pasien. Pada encefalopati 

hentikan obat-obat yang memacu timbulnya gejala encefalopa-ti, 

batasi diet protein dan lactulose 30mg/8 jam untuk menurun-kan 

produksi ammonia. Halusinasi dan psikosis obati dengan 

haloperidol dan chlorpromazine. Pada pasien terminal penggu-

nan obat yang menekan SSP tidak menjadi kontraindikasi. 

 

ASITES KEGANASAN  

Bentuk asites transudatif atau eksudatif dapat terjadi pada 

pasien kanker. Penanganan kedua bentuk asites berupa 

parasintesis abdomen, bila menyebabkan rasa tidak nyaman 

atau mengganggu gerakan diafragma. Parasintesis dilakukan 

perlahan-lahan selama beberapa jam untuk menghindari gang-

guan volume pada sirkulasi darah. Pada dasarnya volume cairan 

yang dikeluarkan hanya sebatas menghilangkan rasa tidak 

nyaman agar tidak terlalubanyak protein yang hilang. Prosedur 

ini mungkin perlu dilakukan berulang kali, karena biasanya cepat 

terjadi akumulasi lagi. Diuretik dapat mengu-rangi asites, 

terutama jika terjadi hipoproteinemia atau gagal jantung stadium 

lanjut. Obat yang digunakan adalah:  

19. Spironolacton 25 mg – 450 mg PO dalam dosis terbagi  

20. Furosemide 40mg - 80 mg PO  

Awasi gangguan elektrolit yang bisa muncul karena penggu-

naan diuretik dan koreksi bila perlu 

 

3. GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN  

Gangguan pernafasan merupakan salah satu keluhan yang 

sangat mengganggu pasien dan keluarganya. Prinsip pena-

nganannya seperti keluhan yang lain, yaitu mengatasi penye-

babnya bila mungkin dan simtomatis untuk memberi  

kenyamanan pasien dan mengurangi kecemasan keluarga. 

 

SESAK NAFAS  

Sesak nafas merupakan gejala yang menakutkan pasien, 

karena dihubungkan dengan waktu kematian yang sudah 

dekat. Sesak nafas dapat merupakan gejala kronis seiring 

dengan progresifitas penyakit, namun bisa juga merupakan 

gejala akut.  

Sesak nafas akut merupakan gejala yang biasanya lebih 

dapat diatasi dibanding dengan sesak nafas yang terjadi 

secara kronis. Menentukan faktor yang bersifat reversible 

sangat bermanfaat dalam penanganan sesak nafas. 


 

Penilaian sesak nafas terhadap pasien melalui anamnesa 

meliputi:  

1) Tingkat beratnya sesak nafas: ringan, sedang, berat  

2) Akut atau kronik  

3) Frekwensi sesak nafas  

4) Kualitas sesak nafas: kesulitan inspirasi/ ekspirasi  

5) Faktor yang memperberat atau memperingan  

Selain itu, perlu diketahui pengertian pasien terhadap gejala 

ini, efek yang timbul akibat sesak nafas nafas dan beratnya 

efek tersebut dan dampaknya terhadap fungsi tubuh. 

 

Kelainan yang mendasari mungkin dapat diketahui melalui hal 

hal di bawah ini:  

1) Riwayat penyakit dahulu dan sekarang (penyakit paru atau 

jantung, kelemahan muskuler akibat kaheksia atau 

penyakit motor neuron, metastase paru)  

2) Pemeriksaan fisik: bronkokonstriksi, efusi plesura, gagal 

jantung atau gangguan diafragma 

3) Pemeriksaan lain: foto toraks, saturasi oksigen dan analisa 

gas darah 

4) Respon terhadap pengobatan yang diberikan. 

 

Karena pemicu nya sering multifaktorial, kadang sulit 

diatasi. Sesak nafas dapat disebabkan karena beberapa 

kondisi berikut :  

1) Obstruksi jalan nafas: tumor yang menyebabkan obstruksi 

intrinsik atau ekstrinsik, kelumpuhan laring, striktur akibat 

radiasi  

2) Penurunan volume paru: efusi pleura, pneumotoraks, 

tumor, paru yang kolaps, infeksi, asites 

3) Kekakuan paru: edema paru, fibrosis, limfangitis karsnoma-

tosis 

4) Penurunan pertukaran gas: edema paru, fibrosis, limfangitis 

karsinomatosis, emboli, trombus, ganguan sirkualsi paru 

5) Nyeri: pleuritik, infiltrasi dinding dada, fraktur costa atau 

vertebra 


 

6) Gangguan neuromuskuler: paraplegia, kelumpuhan nervus 

frenikus, kaheksia, paraneuroplastik sindrom 

7) Gagal jantung kiri  

8) Ventilasi yang meningkat: cemas, anemia, masidosis meta-

bolik 

 

Tata laksana:  

Atasi pemicu  :  

a. Kanker: radiasi, kemoterapi  

b. Efusi pleura: pungsi, pleurodosis  

c. Penyempitan bronkus:stent  

d. Anemia: transfusi  

e. Penyakit penyerta seperti kelainan jantung atau kelainan 

paru 

f. Infeksi: antibiotik 

 

Non Medikamentosa:  

a. Dukungan psikososial: bahas tentang kecemasan dan 

ketakutan dengan mendengarkan secara aktif, pemberian 

penjelasan dan yakinkan.  

b. Atur posisi nyaman  

c. Ajarkan cara menggunakan dan menyimpan energi  

d. Fisioterapi: cara bernafas  

e. Relaxasi: terapi musik, aromaterapi  

f. Aliran udara segar: buka jendela, fan 

 

Medikamentosa:  

a. Opioid: morfin menurunkan sensasi sesak nafas tanpa 

menyebabkan depresi pernafasan. Untuk pasien yang 

belum pernah mendapatkan opioid, berikan IR mofin 2.5 – 

5 mg PO atau morfin 1 – 2.5 mg SK. Jika berlanjut SR 10 

mg/24 jam secara teratur.  

Pada pasien yang telah mendapat morfin sebelumnya, 

berikan dosis 1/12 -1/6 dosis dasar. Bila berlanjut, naikkan 

dosis dasar 30 – 50%. 


 

b. Oksigen: bila terjadi hipoksia  

c. Cemas dan panik: Alprazolam 0,125 PO 2x sehari atau 

klonazepam 0,25 PO 2x/hari atau diazepam 2 mg PO, 2x 

sehari. Bila tidak berhasil: midazolam 2.5 mg SC  

d. Nebulizer: gunakan saline  

e. Bronkodilator: salbutamol bila terjadi obstruksi  

f. Korticosteroid: pada limfangitis karsinomatosa, obstruksi 

bronkus atau pneumonitis radiasi 

g. Diuretik: Gagal Jantung Kongestif dan edema paru  

h. Antikolinergik: untuk sekresi yang berlebihan. 

 

Tabel 10. 

 

HARAPANHIDUP Beberapa tahun Beberapa Beberapa Beberapa 

  bulan – 1 th minggu – hari  – 

   1 bulan beberapa 

Intervensi    minggu 

     

 Radiasi/kemoterapi + - - 

Obati pemicu  Torakosintesis/pleurodesis/pungsi + - - 

 pleura dengan kateter + - - 

 Terapi bronkoskopi    

 Bronkodilator, diuretik, steroid, + - - 

 antibiotik, transfusi    

Simptomatik  + + + 

 O2 bila  hipoksia    

 Benzodiazepin mulai dengan + + + 

 lorazepam 0,5 mg tiap 4 jam + + + 

 Opioid (pada opioid naive: 2,5 mg PO + + + 

 tiap 4 jam)    

 Non Medikamentosa + + + 

 Pendidikan, dukungna emosional,   Kurangi 

 psikososial   sekresi yang 

    berlebihan: 

    Scopolamai 

    n 0,4 mg 

    sk/4 jam 

    Atropin 1% 

    tetes mata 

    SL /4 jam 

    Hindari 

    ventilator 

    Batasi 

    cairan 

    Berikan 

    dosis kecil 

    diuretik 

    

 

BATUK  

pemicu  batuk yang terbanyak pada pasien paliatif adalah:  

a. Penyakit penyerta: asma Bronkial, infeksi, COPD, CHF  

b. Kanker paru atau metastase paru,  

c. Efusi pleura  

d. Aspirasi, gangguan menelan  

e. Limfangitis karsinomatosis  

f. Gangguan saraf laring dan Sindrom Vena Cava Superior 

 

Medikamentosa :  

Batuk dengan sputum: nebulizer salin, bronkodilator, fisiotera-

pi  

Batuk kering: codein atau morfin  

Oksigen rendah untuk batuk karena emfisema  

Cortikosteroid: untuk batuk karena tumor endobronkial, limfan-

gitis, pneumonitis akibat radiasi 

 

CEKUKAN (HICCUPS)  

pemicu  antara lain:  

a. Distensi gaster  

b. Iritasi diafragma  

c. Iritasi nervus vagus atau nervus frenikus  

d. Gangguan metabolic: uremia, gangguan fungsi hati 

 

Tata laksana:  

Atasi Dasar pemicu :  

Distensi abdomen: metochlopromide jika tidak ada kontrain-

dikasi  

Non Medikamentosa:  

Stimulasi faring dengan air dingin 

Medikamentosa:  

a. Haloperidol 0,5 mg – 5 mg/hari  

b. Baclofen 3x 5mg, dosis sesuaikan pada gangguan ginjal  

c. kortikosteroid 

 

BATUK DARAH (HAEMOPTYSIS)  

pemicu  batuk darah pada pasien paliatif adalah:  

a. Erosi tumor  

b. Infeksi  

c. Emboli paru atau ganguan pembekuan darah 

 

Tata laksana:  

a. Atasi pemicu  bila memungkinkan  

b. Perdarahan ringan yang terlihat pada sputum tidak 

memerlu-kan tindakan spesifik 

c. Bila perdarahan berlanjut: asam transeksamat min 3 x 1gr 

– 1.5 g/hari, pertimbangkan radiasi. 

d. Pada perdarahan massif, tindakan invasive tidak layak 

dilakukan. Berikan midazolam 2,5 mg- 10 mg SK untuk 

mengurangi kecemasan dan rasa takut.  

e. Gunakan kain/handuk berwarna gelap untuk menampung 

darah yang keluar agar pasien/keluarga tidak takut 

 

4. FATIGUE/ KELEMAHAN  

Kelemahan umum dan cepat lelah adalah keluhan yang 

banyak dijumpai pada pasien paliatif. Hal ini sangat mempe-

ngaruhi kualitas hidup pasien. Bagi keluarga, timbulnya 

keluhan ini sering diinterpretasikan bahwa pasien menyerah.  

pemicu  fatik bermacam macam, seperti gangguan elektrolit, 

gangguan tidur, dehidrasi, anemia, malnutrisi, hipoksemia, 

infeksi, gangguan metabolism, penggunaan obat dan modali-tas 

pengobatan lain seperti kemoterapi atau radiasi, komorbidi-tas, 

progresifitas penyakit dan gangguan emosi. 

 

Tata laksana:  

a. Koreksi pemicu  yang dapat dikoreksi: gangguan tidur, 

gangguan elektrolit, dehidrasi, anemia, infeksi  

b. Review penggunaan obat  

c. Non medikamentosa : Olahraga, fisioterapi dan okupasional 

terapi akan menambah kebugaran, meningkatkan kualitas 

tidur, memperbaiki emosi dan kualitas hidup. 


 

d. Medikamentosa : dexametason 2 mg pagi hari. Bila dalam 

5 hari tidak menunjukkan perbaikan, hentikan. 

 

Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus fatigue yaitu 

dengan relaksasi, endurance exercise dan save energy for  

ADL 

 

5. GANGGUAN KULIT  

PRURITUS  

Gatal adalah keluhan yang mengganggu. Tidak semua gatal 

berhubungan dengan pelepassan histamin. Gatal akibat 

uremia atau kolestasis, serotonin dan prostaglandin mungkin 

juga terlibat.  

pemicu :  

a. Gangguan fungsi hati dan ginjal  

b. Alergi obat/makanan  

c. Obat: oipioid atau vasodilator  

d. Penyakit endokrin  

e. Kekuarangan zat besi  

f. Limfoma  

g. Rangsangan sensori: baju yang kasar  

h. Parasit  

i. Faktor psikologi 

 

Tata laksana:  

a. Atasi pemicu nya  

b. Hentikan obat pemicu  seperti rifampicin, benzodiazepin  

c. Gunakan pelembab kulit  

d. Jangan gunakan sabun mandi  

e. Jaga kelembaban ruangan  

f. Obat: antihistamin klorfeniramin 4 mg, cholesteramin 4 – 8 

mg/hari, 

 

KERINGAT BERLEBIHAN (HYPERHYDROSIS)  

Keringat berlebihan disebabkan oleh berbagai macam hal 

seperti udara yang panas, gangguan emosi (keringat di axial,

 

telapak tangan atau kaki), lymphoma, metastase hati, dan 

karsi-noid (keringat malam), infeksi dan obat obatan. 

Penatalaksanaan:  

a. Hilangkan pemicu nya.  

b. Medikamentosa :  

• NSAID: diclofenac bekerja melalui prostaglandin di 

hypo-thalamus 

• Cimetidin 400mg – 800mg malam hari bekerja melalui  

reseptor histamine di kulit  

• Deksametason  

• Parasetamol untuk keringat malam 

 

DEKUBITUS  

Kerusakan kulit banyak dijumpai pada pasien stadium lanjut 

akibat iskemia yang disebabkan hal hal seperti : tekanan, ge-

sekan, perawatan yang tidak benar, urin atau feses atau infek-

si. Jaringan yang rapuh disebabkan oleh penurunan berat 

badan, ketuaan, malnutrisi, anemia, edema, kortikosteroid, 

kemoterapi, radiasi. Imobilitas dan gangguan sensori juga 

menyebabkan kerusakan kulit yang lebih mudah. 

 

Tingkatan dekubitus:  

Tingkat 1 kulit intak, eritema, pembengkakan/ indurasi 

jaringan lunak  

Tingkat 2 kulit pecah, ulcerasi dangkal sampai ke lapisan 

epidermis/dermis  

Tingkat 3 ulcerasi sampai ke jaringan ke subkutan, terdapat 

jaringan nekrotik  

Tingkat 4 ulserasi sampai ke fasia, otot atau tulang 

 

Pencegahan:  

a. Identifikasi pasien dengan resiko tinggi  

b. Jaga kebersihan kulit dan kulit harus kering  

c. Hindari trauma: bila mengeringkan kulit jangan dengan cara 

digosok, hindari memijat dengan keras, menggeser pasien, 

pakaian basah, kontaminasi feses atau urin, pakaian atau 

  

 

alas tidur yang kasar, kelebihan cahaya, sabun yang keras 

dan mengosok dengan alkohol  

d. Gantikan posisi badan dan gunakan kasur anti dekubitus  

e. Perhatikan pemakaian obat: kortikosteroid, sedasif, analgesik 

 

Tata laksana  

a. Bersihkan dengan larutan salin  

b. Debridement: enzyme, larutan hidrofilik  

c. Memacu tumbuhnya jaringan (superficial: membran 

semiper meabel, dalam: larutan hydrokoloid impermeabel) 

d. Antibiotik sistemik bila ada infeksi  

e. Analgetik bila terdapat nyeri  

f. Menghilangkan bau: metronidazole. 

 

LUKA KANKER  

Luka kanker banyak dijumpai pada kanker payudara, dan 

kanker pada kepala –leher  

Tata laksana :  

a. Antikanker: radioterapi radiasi paliatif sangat bermanfaat 

untuk mengurangi gejala yang ada 

b. Terapi topikal: Dressing secara teratur dan sering sangat 

diperlukan untuk menjaga kebersihan, tetap kering dan 

bebas infeksi. Rendam dengan air hangat atau waktu 

mandi. Pada luka bersih gunakan saline. Pada jaringan 

mati gunakan campuran hidrogen peroksida dan salin atau 

larutan enzim. Pada luka infeksi gunakan antiseptik. Henti-

kan perdarahan dengan alginte atau dengan adrenalin 

yang diencerkan. Pada luka yang berbau berikan 

metronidazole 400 mg/ 8 jam PO. 

 

LIMFEDEMA  

Resiko untuk terjadinya limfedema meningkat pada pasien 

dengan operasi di daerah aksilla atau inguinal, infeksi paska 

operasi, radioterapi dan metastase di kelenjar getah bening di 

aksial, inguinal, pelvis dan retroperitoneal.  

Gejala klinis limfedema meliputi rasa berat, menekan, seperti 

  

 

pecah, nyeri karena proses inflamasi, pleksopati dan peregan-

gan. Gangguan fungsi yang ditimbulkan dan perubahan body 

image serta pemakaian baju dan sepatu dapat menyebabkan 

gangguan psikologis yang perlu diperhatikan. 

 

Tata laksana meliputi:  

1. Perawatan kulit:  

Kelembaban kulit perlu dijaga agar tidak mudah pecah dan 

infeksi. Kulit harus kering, terutama perhatikan bagian 

lipatan. Penggunakan lanolin dan krim yang mengandung 

parfum harus dihindari untuk mencegah dermatitis kontak.  

2. Positioning: letakkan bagian yang mengalami limfedema 

pada posisi horisontal dengan memberi  bantalan agar 

nyaman.  

3. Gunakan bandage dengan tekanan ringan  

4. Anjurkan untuk melakukan latihan ringan. Bila latihan aktif 

tidak memungkinkan, latihan pasif akan bermanfaat. 

5. Massage dan penggunaan Kompresi Pneumatik konsultasi-

kan dengan bagian rehabilitasi medik 

6. Pengobatan terhadap infeksi dengan antibiotic. Bila ada 

infeksi jamur harus diobati secara adekuat 

7. Obat untuk mengurangi gejala:  

• Analgetika seperti parasetamol, NSAID atau opioid 

sesuai penilaian. 

• Kortikosteroid: dexametazone 4 – 8 mg o.d selama 1 

minggu. Bila bermanfaat, lanjutkan 2 – 4 mg/ hari. 

• Diuretik hanya bermanfaat jika ada gangguan jantung 

dan vena Mulai dengan furosemid 20 – 40 mg sekali 

sehari 

 

Tata laksana rehabilitasi medik pada limfedema sangat 

spesifik , sehingga bila ada limfedema lebih baik dirujuk ke 

dokter rehabilitasi medik utk penanganan yang benar dan 

baik. 

  

 

6. GANGGUAN SISTEM SALURAN KEMIH  

HEMATURIA  

Penyebeb hematuria pada pasien dengan kanker adalah :  

a. Infeksi : sistitis, prostatitis, uretritis, septikemia  

b. Malignansi : tumor primer atau sekunder  

c. Iatrogenic : nefrostomi, pemasangan stent, atau kateter, 

emboli 

d. Gangguan hemostasis  

e. Penyakit ginjal  

f. Urolitiasis  

Penatalaksanaan sesuai pemicu  yang ada. Jika perda-

rahan ringan, intervensi khusus sering tidak diperlukan. Pada 

perdarahan berat, kateter khusus diperlukan untuk 

mengeluar-kan bekuan darah. Pencucian vesika urinaria 

dilakukan secara kontinu. 

 

FREKWENSI/URGENCY  

pemicu  frekuensi adalah poliuri, inflamasi, kapasitas vesika 

urinaria yang menurun, hiperaktivitas detrusor dan obstruksi 

traktus urinarius bawah. Volume yang berlebihan atau vesika 

urinaria yang tidak normal menyebabkan urgensi.  

Tata laksana:  

a. Antikolinergik: oxybutynin 2.5 – 5 mg oral/ 6-8 jam  

b. Hyoscine butylbromide 30 – 180 mg/24 jam infus SC  

c. Phenazopyridin (efek anestesi lokal): 100 – 200 mg PO/ 

8 jam 

 

INKONTINENSIA URIN  

Inkontinensia urin banyak terjadi pada pasien stadium lanjut 

yang menyebabkan iritasi serius pada kulit dan perineum. 

pemicu :  

Overflow inkontinensia  

Obstruksi Vesika Urinaria akibat infiltrasi sel kanker, hiper-

tropi prostat, faecal impaction, striktura, Gangguan detrusor 

efek samping antikolinergik, gangguan saraf spinal, somno-

lence, bingung, demensia, kelemahan umum. 

  

 

Stress inkontinensia 

Gangguan saraf spinal atau sacral, Insufisiensi sphincter 

 infiltrasi kanker, 

Urge inkontinensia 

Operasi, menopause, multipara 

Poliuria, infeksi, inflamasi, infiltrasi, Hiperaktifitas detrusor 

 radiasi, kemoterapi 

 Gangguan SSP atau saraf spinal, dan 

Continues inkontinensia 

kecemasan 

Infiltrasi, operasi, radiasi Fistula 

 

Tata laksana:  

a. Atasi pemicu   

b. Cara umum :  

• Mempermudah akses ke toilet  

• Bantu untuk dapat menggunakan fasilitas yang ada  

• Buang Air Kecil (BAK) secara teratur  

• Hindari cairan yang berlebihan  

• Evaluasi obat yang digunakan  

• Kateterisasi  

• Perawatan kulit  

c. Obat penghambat alfa: prazosin 0,5 – 1 mg PO/12 jam  

• Kolinergik: bethanecol 5 – 30 mg PO/ 6 jam  

• Adrenegik: ephedrine 25 – 50 mg PO/8 jam  

• Antidepresant  

Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus gangguan buang 

air kecil yaitu dengan bladder training. 

 

7. GANGGUAN HEMATOLOGI  

ANEMIA  

Anemia Penyakit Kronis (Anaemia Chronic Disorder) disebab-

kan oleh supresi produksi eritropuitin dan eritropoisis yang diatur 

interleukin-1. Selain itu, produksi transferin yang tergang-gu 

menyebabkan kemampuan untuk menyimpan zat besi dan 

kemampuan hidup sel darah merah menjadi lebih pendek. 

  

 

Tabel 11. Perbedaan anemia penyakit kronis dan anemia 

defisiensi besi : 

 

Laboratorium Normal Defisiensi besi ACD 

    

Gambaran darah tepi Normositik- Mikrositik hipokromik Normositik 

 normokromik Meningkat/ normal normokromik/ 

   tinggi hipokromik 

TIBC (mcrmol/L) 45 – 75 Rendah/ sangat rendah Rendah/norm 

    al rendah 

Plasma Iron (mcrmol/L) 14 – 31 Rendah Rendah 

Plasma feritin (microg/L 17 – 230  Meningkat/nor 

    mal tinggi 

     

 

Tata laksana  

Obati pasien BUKAN hasil laboratoriumnya. Lemah dan cepat 

lelah bisa dikarenakan oleh anemia atau kankernya sendiri. 

Transfusi darah dianjurkan pada pasien dengan kelemahan 

dan cepat lelah bila terdapat anemia. Sebagai alternatif, guna-

kan epoetin 150-300 IU/kg SC 3x seminggu. Pasien dengan 

cadangan bone marrow yang adekuat (neutrofil >1,5 x 10 9 

dan platelet > 100.00) akan memberi respon yang baik, 

dengan kenaikan >1g/dl dalam 4 minggu. 

 

PERDARAHAN  

Perdarahan terjadi pada 20% pasien kanker stadium lanjut 

dan menyebabkan kematian pada 5% pasien. Perdarahan 

internal lebih sering terjadi. Hematom yang banyak dan 

perdarahan pada gusi dan hidung serta perdarahan 

gastrointestinal menun-jukkan lebih kepada gangguan platelet 

sedang perdarahan pada persendian atau otot lebih mengarah 

kepada defisiensi salah satu faktor pembekuan. Pada pasien 

kanker, dapat terjadi kenaikan Prothrombin Time dan APTT 

akibat ganguan fungsi hati berat, defisiensi vit K dan koagulasi 

intravaskular diseminata . 

  

 

Trombositopenia  

Trombosit 10.000 – 20.000 sangat jarang menyebabkan 

perda-rahan massif (0.1%/hari). Sedang di bawah 10.000 

resikonya meningkat menjadi 2%/hari. Sebagian besar 

perdarahan masif terjadi pada trombosit di bawah 5.000. 

Sedang resiko untuk terjadi perdarahan intrakaranial adalah 

bila trombosit kurang dari 1000.  

Trombositopenia juga dapat disebabkan oleh penggunaan 

heparin (Heparin Induced Trombositopenia) bisa terjadi kurang 

dari 4 hari setelah pemakaian heparin, namun biasanya antara 5 

– 8 hari. Dianjurkan untuk menghentikan heparinisasi.  

Bila trombosit kurang dari 5000, transfusi trombosit dapat 

dilakukan bila keadaan pasien memungkinkan. Konsultasikan 

dengan dokter hematologist/internist bila pemberian trombosit 

direncanakan. 

 

TROMBOSIS VENA DALAM (Deep Vein Thrombosys - DVT) 

Kanker menyebabkan berlebihnya pembentukan tissue factor 

(TF) dan menyebabkan hiperkoagulasi. DVT banyak ditemu-

kan pada pasien kanker paru, payudara, gastrointestinal. 

teruta-ma pankreas dan SSP. 

DVT sering tidak menimbulkan gejala pembengkakan dan 

nyeri. Kadang menyerupai limfoedema atau penekanan vena 

besar. Pada pasien yang kondisinya memungkinkan, USG 

Doppler perlu dilakukan untuk mendiagnosa DVT.  

Tata laksana:  

a. NSAID  

b. Kompresi dengan stocking  

c. Pada DVT di tungkai bawah: Posisi tungkai lebih tinggi  

d. Antikoagulan:  

Pada pasien dengan resiko perdarahan tinggi seperti renal cell 

karsinoma dan melanoma, pemberian antikoagulan adalah 

kontraindikasi. Konsultasi dengan hematologist/internist diper-

lukan untuk pemberian antikoagulan.  

Tata laksana rehabilitasi medik pada DVT diberikan sesuai 

kondisi pasien 

 

 

8. GANGGUAN SISTEM SARAF  

KEJANG  

Kejang dapat terjadi karena tumor primer atau metastase 

otak, perdarahan, obat yang merangsang kejang atau 

penghentian benzodiazepine, gangguan metabolism 

(hiponatremia, uremia, hiperbilirubinemia) atau infeksi. Kejang 

pada pasien stadium terminal dapat juga karena penyakit 

yang sudah ada sebelum-nya.  

Pada kejang yang bukan karena penyakit lama, gunakan: 

Clonazepam 0.5 – 1 mg sublingual atau diazepam 5 – 10 mg 

PR atau midazolam 2.5 – 5 mg SC.  

Jika belum berhenti, berikan:  

Phenobarbital 100 mg SC atau Phenytoin 15 – 20 mg/kg IV 

lambat, maksimum 50 mg/menit. 

Myoclonus adalah kejang yang tiba tiba, sebentar. Dapat 

terjadi secara fokal, regional atau mulitfokal, unilateral atau 

bilateral.  

Gunakan diazepam 5mg PR lanjutkan 5 – 10 mg PR o.n atau 

midazolam 5mg SC kalau perlu. 

 

DISTONIA DAN AKATISIA AKUT  

Distonia terjadi secara akut beberapa hari setelah pemakaian 

obat. Bila karena metochlpromid, gantikan dengan domperi-

don dan berikan benzatropin 1 – 2mg IV. Ulang setelah 30 

menit bila perlu. Dapat juga digunakan diphenhidramin 20 -50 

mg IV diikuti 25 – 50 mg 2 – 4x/ hari  

Penggunaan neuroleptik seperti haloperidol dan prochlorpera-

zin dapat memberi  efek samping akatisia. Hentikan penye-

babnya bila mungkin. Gunakan obat seperti distonia atau 

ditam-bah diazepam 5 mg bila memberi  respon parsial.  

Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus neuropati/defisit 

neurologis dan myopati atau muscle spasm adalah dengan 

memberi  modalitas electrical stimulation (faradisasi atau 

galvanisasi), strengthening dan endurance exercise, relaksasi, 

muscle massage & stretching, propper body positioning 

  

 

KOMPRESI SUMSUM TULANG BELAKANG  

Adalah merupakan keadaan kegawat darurat yang memerlu-

kan tatalaksana yang adekuat. Terjadi pada 5% pasien kanker 

stadium lanjut. pemicu nya antara lain penjalaran sel kanker 

dari vertebra ke epidural, intradural metastase atau vertebra 

yang kolaps. Terbanyak terjadi pada vertebra torakalis, diikuti 

vertebra lumbalis dan servikalis. Nyeri, kelemahan 

ekstremitas bawah, gangguan sensori dan kehilangan kontrol 

otot sfingter adalah gejala kompresi tulang belakang.  

Tata laksana:  

a. Dexametasone 16 mg/ hari dalam beberapa hari kemudian 

tapering off 

b. Radioterapi  

c. Dekompresi bila memungkinkan.  

Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus metastase ke verte-

bra, dilakukan pemasangan spinal orthose (brace, korset)/ Tata 

laksana rehabilitasi medik pada kasus immobilisasi lama 

menyangkut semua sistem tubuh yang terganggu akibabat 

immobilisasi lama (sindroma immobilisasi), yang merupakan 

program kolaborasi dari dokter, fisioterapis, terapis okupasi dan 

ortotis (bila diperlukan alat bantu ortosa). 

 

9. GANGGUAN PSIKIATRI  

DELIRIUM  

Delirium adalah kondisi bingung yang terjadi secara akut dan 

perubahan kesadaran yang muncul dengan perilaku yang 

fluktuatif. Gangguan kemampuan kognitif mungkin merupakan 

gejala awal dari delirium. Delirium sangat mengganggu 

keluar-ga karena adanya disorientasi, penurunan perhatian 

dan konsentrasi, tingkah laku dan kemampuan berfikir yang 

tidak terorganisir, ingatan yang terganggu dan kadang muncul 

halusi-nasi. Kadang muncul dalam bentuk hiperaktif atau 

hipoaktif dan perubahan motorik seperti mioklonus.  

pemicu  delirium bermacam macam, seperti:  

a. Gangguan biokimia: hiperkalsemia, hiponatremia, 

hipoglike-mia, dehidrasi 

  

 

b. Obat: opioid, kortikosteroid, sedative, antikolinergik, 

benzodi-azeepin 

c. Infeksi  

d. Gangguan fungsi organ: gagal ginjal, gagal hati  

e. Anemia, hipoksia  

f. Gangguan SSP: tomor, perdarahan 

 

Catatan:  

Pada pasien dengan fase terminal, sering agitasi diartikan 

sebagai tanda nyeri, sehingga dosis opioid ditingkatkan, 

sehing-ga bisa meyebabkan delirium. Dalam hal ini mungkin 

cara pemberian opioid perlu dirubah.  

Precipitator: nyeri, fatik, retensi urin, konstipasi, perubahan 

lingkungan dan stimuli yang berlebihan. 

 

Tata laksana:  

a. Koreksi pemicu  yang dapat segera diatasi : pemicu  

yang mendasari atau pencetusnya 

b. Non Medikamentosa :  

• Pastikan berada di tempat yang tenang, dan pasien 

merasa aman, nyaman dan familier 

• Singkirkan barang yang dapat membahayakan.  

• Jangan sering mengganti petugas  

• Hadirkan keluarga, dan barang barang yang dikenal  

• Dukungan emosional  

c. Medikamentosa :  

• Haloperidol 0,5 mg- 2,5 mg PO/6 jam atau 0,5-1 mg 

SK/6 jam, namun bisa diberikan setiap 30-60 menit 

dengan dosis maksimal 20 mg/hari.  

• Pada pasien yang tidak dapat diberikan haloperidol 

karena efek samping 

• Risperidone 0.5 mg- 2 mg Oral/hari dalam dosis terbagi  

• Olanzepine 2.5 mg – 10 mg Oral/hari dalam dosis terbagi  

• Benzodiazepine bila pemicu nya ensepalopati hepatik,  

HIV  

• Loarazepam 0,5 – 1 mg sublingual, tiap 1 – 3 jam atau  

• Midazolam 2,5 – 5 mg SK tiap 1 – 3 jam. 

  

 

DEPRESI  

Harus dibedakan antara depresi dan sedih. Sedih adalah 

reaksi normal pada saat seseorang kehilangan sesuatu. Lebih 

sulit mendiagnosa depresi. Kadang diekspresikan sebagai 

gangguan somatik. Kadang bercampur dengan kecemasan. 

Kemampuan bersosialisasi sering menutupi adanya depresi. 

 

Depresi adalah pemicu  penderitaan yang reversibel. 

Gejala psikologis pada depresi mayor`adalah:  

a. Rasa tidak ada harapan/putus asa  

b. Anhedonia  

c. Rasa bersalah dan malu  

d. Rendah diri dan tak berguna  

e. Ide untuk bunuh diri yangterus menerus  

f. Ambang nyeri menurun  

g. Perhatian dan konsentrasi menurun  

h. Gangguan memori dan kognitif  

i. Pikiran negatif  

j. Perasaan yang tidak realistik 

 

Tata laksana :  

a. Depresi ringan dan sedang: dukungan, empati, penjelasan, 

terapi kognitif, simptomatis 

b. Depresi berat: 

Terapi suportif  

Obat : SSRI selama 4 – 6 minggu. Bila gagal 

Psikostimulan : 

berikan TCA 

methylpenidate 5 – 20 mg pagi hari 

 

KECEMASAN  

Cemas dan takut banyak dijumpai pada pasien stadium lanjut. 

Cemas dapat muncul sebagai respon normal terhadap 

keadaan yang dialami. Mungkin gejala dari kondisi medis, 

efek samping obat seperti bronkodilator, steroid atau 

metilfenidat atau reaksi fobia dari kejadian yang tidak 

menyenangkan seper-ti kemoterapi.  

 

Kecemasan pada pasien terminal biasanya kecemasan 

terhadap terpisahnya dari orang yangdicintai, rumah, peker-

jaan, cemas karena ke tidakpastian, menjadi beban keluarga, 

kehilangan control terhadap keadaan fisik, gagal menyelesai-

kan tugas, gejala fisik yang tidak tertangani dengan baik, 

karena ditinggalkan, tidak tahu bagaimana kematian akan 

terjadi, dan hal yang berhubungan dengan spiritual.  

Cemas ditandai oleh perasaan takut atau ketakutan yang 

sangat dan dapat muncul dengan bentuk gejala fisik seperti 

palpitasi, mual, pusing, perasaan sesak nafas, tremor, berke-

ringat atau diare. 

 

Tata laksana:  

NonMedikamentosa :  

a. Dukungan termasuk mencari dan mengerti kebutuhan dan 

apa yang menjadi kecemasannya dengan mendengarkan 

dengan seksama dan memberi  perhatian pada hal- hal 

yang khusus.  

b. memberi  informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa 

akan terus memberi  dukungan untuk mencapai harapan 

yang realistik.  

c. Intervensi psikologi: distraksi untuk menghilangkan 

kejenuh-an dan pikiran yang terpusat pada diri sendiri 

d. Perawatan spiritual 

 

Medikamentosa:  

a. Benzodiazepin: diazepam, alprazolam, lorazepam  

b. Penghambat Beta untuk mengatasi gejala perifer 

 

 

C. TATALAKSANA AKHIR KEHIDUPAN  

1. PERSIAPAN MENJELANG AKHIR KEHIDUPAN  

(ADVANCED DIRECTIVE)  

DUKUNGAN SOSIAL 

 

 Harapan Hidup Beberapa minggu sampai beberapa Beberapa  hari sampai 

Intervensi tahun   beberapa minggu  

        

1. Membantu 1. Caregiver  1. +  

 tersedianya 2. lingkungan yang aman 2. +  

  3. transportasi  3. -  

  4. pendidikan bagi caregiver 4. + tentang 

  5. dukungan bagi keluarga  proses kematian 

   a.  conseling, support 5. +  

   group     

  6. finansial  6. +  

  7. Respite  7. +  

2. Melakukan 8. resiko bereavement  8. pengertian  

 assessment     terhadap proses 

  9. personal,  kultural, spiritual  kematian  

3. Melakukan diskusi yang berhubungan dengan    

 dan dukungan prognosis  9. yang  

      berhubungan 

      dengan kematian 

4. Mempersiapkan      

     10. Kematian pasien 

     11. Anticipatory grief 

     12. Upacara  

      pemakaman 

        

 

 

ADVANCED CARE PLANNING     

      

Harapan Beberapa   bulan sampai Beberapa   minggu Beberapa hari 

hidup beberapa tahun  sampai bulan sampai beberapa 

Intervensi    minggu  

     

Assessment   1. Diskusikan tentang 1.  Konfirmasi 1.  Pastikan telah 

 perawatan paliatif  tentang menerima  

2. Perkenalkan tim paliatif pilihan WASIAT  

      

 

Harapan Beberapa bulan sampai Beberapa minggu Beberapa hari 

hidup beberapa tahun   sampai bulan  sampai beberapa 

Intervensi           minggu  

         

3. Kapasitas  membuat  tempat  2. LAKUKAN 

 keputusan dan kebutuhan  untuk   sesuai  

4. Gali tentang nilai hidup dan  meninggal  dengan  

 keinginan untuk melakukan 2. Konfirmasi  WASIAT  

 perawatan di waktu yad  tentang  3. Klarifikasi  

5. memberi  informasi  dokumen  persetujuan 

 tentang  WASIAT dan  WASIAT  keluarga  

 pilihan  untuk  tidak  termasuk: 4. Tentang  

 melakukan resusitasi   DNR,   WASIAT tsb 

6. Anjurakan untuk berdiskusi  antibiotik,pe 5. Diskusikan 

 dengan keluarga tentang  meriksaan  jika  keluarga 

 keinginan dan harapan  darah,   atau  

7. Anjurkan  untuk memilih  ventilator, 6. Anggota tim 

 orang yang dipercaya untuk  dialisis,   tidak setuju 

 mewakili dirinya bila kondisi  artificial  7. Dengan  

 tidak memungkinkan untuk  nutrisi dan  WASIAT tsb 

 mengambil keputusan  hidrasi  8. Konfirmasi 

8. Bicarakan tentang donasi 3. Pastikan  tentang  

 organ       semua   keinginan  

9. Telusuri tentang ketakutan  dokumen 9. Donor organ 

 atau kecemasan tentang  telah      

 kematian      diterima    

        oleh      

        petugas    

        dimana ada    

        kemungkina    

        n sebagai    

        tempat     

        pasien akan    

        menghabisk     

an waktunya 

dan 

meninggal 

  

 

Harapan Beberapa   bulan   sampai Beberapa   minggu Beberapa hari 

hidup beberapa tahun sampai bulan sampai beberapa 

Intervensi   minggu  

 

4. Membantu 

memecahka  

n massalah 

yang timbul 

antara 

keluarga dan 

pasien 

 

5. Telusuri 

tentang 

ketakutan 

dan berikan 

dukungan 

emosional 

 

6. Diskusikan 

tentang 

keinginan 

donor organ 

 

2. PERAWATAN TERMINAL 

 

 Kebutuhan fisik Psikososial   Lain lain 

        

1. Pastikan kenyamanan 1. Pastikan keluarga  1. Pastikan adanya end of 

 pasien  mengerti dan   life policy dan lakukan 

2. Perawatan kulit: jaga  menerima WASIAT   sesuai dengan policy 

 kelembaban, 2. Berikan dukun gan  tsb 

 perawatan luka dan  kepada keluarga untuk 2. Pastikan WASIAT telah 

 obat untuk nyeri  menghentikan TPN,   didokumentasikan 

 anticipative  transfusi, dialisis,  3. Pastikan DNR telah 

3. Perawatan mulut  hidrasi IV, dan obat   didokumentasikan dan 

4. Tindakan untuk retensi  yang tidak akan   keluarga telah 

 urin dan faeces  menambah   menyetujuinya 

5. Tidak melakukan test  kenyamanan pasien  4. Berikan tempat 

 untuk diagnosa, 3. Siapkan bantuan   tersendiri untuk 

 monitoring gula darah,  sosial worker dan   menjaga privasi 

 saturasi oksigen,  rohaniawan  5. Fasilitasi untuk  keluarga 

 suctioning 4. Berikan waaktu bagi  yang akan berjaga 

        

 Kebutuhan fisik Psikososial Lain lain 

      

6. Tidak melakukan  keuarga untuk selalu 6. Berikan waktu untuk 

 pemeriksaan vital sign  bersama pasien  keluarga tnapa interupsi 

7. Lakukan assessment 5. Pastikan KELUARGA 7. Fasilitasi untuk upacara 

 gejala setiap 4 jam  TELAH  pemakaman 

8. Rubah rute pemberian  DIINFORMASIKAN   

 obat jika per oral tidak  TENTANG TANDA   

 dapat dilakukan  TANDA KEMATIAN   

9. Naikkan dosis jika  dan berikan   

 diperlukan untuk  pendampingan   

 mencapai kenyamanan 6. Berikan   

10. Death ratlle : pendampingan   

 hypersekresi salifa  Anticipatory   

 yang menimbulkan  bereavement   

 suara: rubah posisi, 7.  Dukungan bagi anak 2   

 kurangi cairan, berikan  dan cucu dan beri   

 atropin 1% tetes mata  mereka kesempatan   

 1 – 2 drop secara SL  bersama pasien   

11. Bila ada agitasi 8. Dukungan dalam   

 lakukan sedasi paliatif  melakukan ritual   

12. Siapkan untuk donor  sesuai agama,   

 organ  keyakinan dan adat   

   yang dianut   

 

 

PALLIATIVE SEDATION (Dilakukan oleh dokter anestesi atau 

dokter paliatif) :  

a. Pastikan agitasi dan gelisah bukan karena: cemas, takut, 

reten-si urin, fecal impaction, ataupun drug withdrwal. 

b. Pastikan bahwa pasien memiliki gejala yang tidak dapat 

dikon-trol dengan cara tata laksana sesuai pedoman oleh 

tenaga ahli paliatif  

c. Pastikan bahwa pasien dalam kondisi menjelang ajal ( prognosis 

dibuat oleh sekurang kurangnya 2 dokter yang menyatakan 

pasien akan meninggal dalam hitungan jam atau hari) 

 

 

d. Diskusikan kembali aspek etika pemberian sedasi pada 

pasien tsb, bahwa tujuannya bukan menghilangkan 

nyawa/mengakhiri kehidupan  

e. Dapatkan informed consent tentang sedasi dari pasien atau 

keluarga 

f. Jelaskan bahwa sedasi adalah memberi  obat secara sunti-

kan yang bersifat kontinyu yang akan membawa pasien pada 

kondisi tidak sadar  

g. Jelaskan bahwa pemberian sedasi dibarengi dengan penghen-

tian life prolonging therapies dan tidak dilakukannya CPR 

 

Obat yang digunakan:  

a. Clonazepam 0,5 mg, SC atau IV setiap 12 jam atau 1 – 2 

mg/24 jam dalam infus, titrasi 

b. Midazolam 1 – 5 mg SK setiap 2 jam atau 30 mg/24 jam 

dalam infus, titrasi 

c. Diazepam 5 – 10 mg IV atau 10 – 20 mg PR, titrasi  

d. Lorazepam 1 – 2,5 mg SL setaip 2-4 jam, titrasi  

e. Bila gagal: phenobarbitone 100 – 200mg SK tiap 4 – 8 jam 

titrasi dan berikan dalm infus 24 jam 

 

3. PERAWATAN PADA SAAT PASIEN MENINGGAL  

Kualitas meninggal:  

a. Nyeri dan gejala lain terkontrol dengan baik  

b. Ditampat yang diinginkan pasien, berada di tengah keluarga, 

sesuai dengan kultur yang dianut dan sempat membuat 

WASIAT  

c. Hubungan sosial yang baik dan rekonsiliasi, tidak ada 

masalah belum selesai. 

d. Secara spiritual siap: didoakan, tenang, telah dimaafkan dan 

memaafkan, percaya dan siap memasuki kehidupan yang akan 

e. Memiliki kesempatan untuk menyampaikan selamat tinggal  

f. Keluarga mendapatkan dukungan yang diperlukan 

 

Intervensi:  

a. Lepas semua alat medis yang masih terpasang  

 

b. Perlakukan jenazah sesuai agama dan kultur yang dianut  

c. Berikan waktu privat untuk keluarga  

d. Persiapkan bila ada wasiat untuk donor organ  

e. Siapkan Surat kematian dan dokumen lain yang diperlukan 

untuk pemakaman 

f. Tawarkan panduan untuk proses masa duka cita yang normal  

g. Dukungan masa dukacita: menyampaikan dukacita secara 

formal melalui lisan atau kartu 

h. Siapkan atau menghadiri pertemuan keluarga setelah kema-

tian untuk debriefing 

i. Identifikasi anggota keluarga yang memiliki masalah selama 

masa bereavement dan berikan dukungan yang diberikan 

j. Diskusikan resiko kanker dan pencegahan yang dapat dilakukan 

 

Dukungan untuk petugas kesehatan  

a. Diskusi tentang masalah pribadi yang mempengaruhi dalam 

memberi  perawatan bagi pasien 

b. Ciptakan suasana aman dalam mendiskusikan kematian 

pasien 

c. Beri kesempatan untuk refleksi diri dan mengenang pasien  

d. Mereview melalui catatan medis masalah medis yang berhu-

bungan dengan kematian 

e. Diskusikan kualitas perawatan  

f. Diskusikan respons keluarga terhadap kematian  

g. Diskusikan respon petugas terhadap kematian  

h. Lakukan ritual masa duka untuk petugas  

i. Identifikasi petugas yang memiliki resiko terhadap masa duka 

cita bermasalah 

 

4. PERAWATAN SETELAH PASIEN MENINGGAL  

RASA KEHILANGAN, BERDUKACITA DAN DUKUNGAN PADA  

MASA BERKABUNG.  

Berduka adalah sekumpulan emosi yang mengganggu yang 

diakibatkan oleh perubahan atau berakhirnya pola perilaku yang 

ada. Hal ini biasanya terjadi setelah seseorang kehilangan, 

  

termasuk karena kematian. Rasa kehilangan bisa mulai dialami 

pasien, keluarga, kerabat serta teman teman pada saat seseo-

rang mengalami penyakit. Kehilangan dapat berupa kehilangan 

kesehatan, fungsi, mobilitas, potensi, harapan, mimpi dan akhir-

nya kehilangan kehidupan yaitu kematian. Dua puluh persen dari 

rasa duka yang muncul akibat kematian bersifat patologis, yaitu 

berupa gangguan kecemasan atau depresi yang 

berkepanjangan atau berlebihan. Rasa berduka dipengaruhi oleh 

siapa yang meninggal, kedekatan dengan yang meninggal, 

pemicu  kema-tian, pribadi dan kondisi sosial.  

Tahap berduka meliputi shock, tidak percaya, penyangkalan, 

marah, menimbang nimbang, depresi dan penerimaan. 

Manifesta-si rasa duka bisa berupa ekspresi perasaan, distorsi 

kognitif, gang-guan fisik dan gangguan perilaku.  

Rasa duka yang patologis ditandai dengan hilangnya motivasi 

dan munculnya tanda tanda depresi lain yang menetap seperti 

putus asa, rasa bersalah dan penyesalan yang berlebihan, serta 

munculnya keinginan untuk bunuh diri. Keinginan untuk bertemu 

yang berlebihan dengan pasien yang telah meninggal dapat 

meru-pakan tanda adanya duka patologis. Dalam hal ini, 

konsultasi ke psikister diperlukan.  

Hubungan dengan pasien yang telah meninggal dapat mem-

pengaruhi kemampuan keluarga untuk beradaptasi terhadap kondisi 

yang ada. Hubungan yang baik dan dekat dapat menim-bulkan rasa 

kehilangan, kesepian dan tidak berguna. Pada kondisi ini, 

pendekatan yang diperlukan adalah membantu agar merasa 

memiliki harga diri, percaya diri, rasa aman. Konseling pribadi atau 

dukungan dari support group akan bermafaat dalam mengatasi hal 

tersebut. Jika hubungan dengan pasien yang telah meninggal tidak 

baik, masalah dapat timbul pada masa dukacita, misalnya 

munculnya rasa penyesalan, sedih, rasa bersalah dan depresi yang 

berkepanjangan. Dukungan pada kondisi seperti ini sangat 

diperlukan misalnya dengan mengatakan bahwa mengeta-hui dan 

dapat memahami apa yang dirasakan. Dorongan untuk dapat 

memaafkan dan kembali bersosialisasi melalui dukungan dari 

keluarga yang lain, teman atau support group diperlukan.  

Tugas dari pelayanan paliatif adalah memberi  dukungan, 

agar rasa duka yang timbul tidak menjadi duka yang patologis. 

Dukungan pada masa berkabung dilakukan pada saat pasien 

meninggal dan pada saat pemakaman. Satu atau dua minggu 

setelah pemakaman, follow up kepada keluarga yang 

berdukacita perlu dilakukan untuk melakukan penilaian terhadap 

kemampuan mengatasi rasa kehilangan dan kemampuan 

beradaptasi terhadap situasi baru, yaitu kehidupan tanpa pasien 

yang telah meninggal. Follow up bisa sebaiknya dilakukan 

dengan kun-jungan rumah, namun bila tidak memungkinkan bisa 

dilakukan melalui tilpon. 

 

Tujuan dukungan masa berkabung adalah:  

a. Membantu agar keluarga bisa menerima kenyataan bahwa 

pasien telah meninggal dan tidak akan kembali 

b. Membantu agar keluarga mampu beradaptasi dengan situasi 

dan kondisi baru 

c. Membantu merubah lingkungan yang memungkinkan keluarga 

dapat melanjutkan hidup tanpa pasien yang meninggal 

d. Membantu keluarga agar mendapatkan kembali rasa percaya 

diri untuk melanjutkan hidup