mpan dalam lemari pendingin dari donor darah penderita
asimptomatik atau yang menderita penyakit saluran pencernaan ringan.
6. Masa inkubasi: Masa inkubasi berlangsung sekitar 3 – 7 hari umumnya 10 hari
7. Masa penularan: Infeksi sekunder jarang terjadi. Begitu muncul gejala klinis maka
didalam tinja penderita segera ditemukan mikroorgaisme, biasanya berlangsung selama 2
– 3 minggu. Penderita yang tidak diobati akan mengeluarkan bakteri melalui tinja selama
2 –3 bulan. Carrier tanpa gejala yang berkelanjutan terjadi pada anak-anak dan orang
dewasa.
8. Kerentanan dan kekebalan
Gejala diare oleh sebab gastroenterocolitis lebih berat pada penderita anak-anak,
sedang artritis pasca infeksi lebih berat gejalanya pada penderita dewasa muda dan
dewasa. Tidak ada perbedaan jenis kelamin pada penderita. Artritis reaktif dan Sindroma
Reiter cenderung terjadi pada orang yang secara genetik memiliki HLA-B27.
Septikemia terjadi pada penderita dengan kelebihan besi pada darahnya (misalnya
hemokromatosis) atau pada mereka dengan penyakit dan terapi yang memicu
terjadinya imunosupresi.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1). Siapkanlah makanan dengan cara-cara yang saniter, hindari mengkonsumsi daging
babi mentah dan susu yang tidak dipasteurisasi. Lakukan iradiasi terhadap daging,
cara ini sangat efektif untuk membunuh bakteri.
2). Cucilah tangan dengan baik sebelum makan dan sebelum menjamah makanan
terutama setelah menjamah daging babi mentah atau setelah bontak dengan
binatang.
3). Lindungi sumber air dari kotoran binatang dan manusia; lakukan upaya untuk
pengamanan sumber air ini .
4). Lakukan pengawasan terhadap rodentia dan burung terhadap kemungkinan
terinfeksi oleh Y. pseudotuberculosis
5). Buanglah kotoran manusia dan binatang dengan cara-cara yang saniter
583
6). Pada waktu menyembelih babi, pisahkan segera kepala dan leher babi dari daging
babi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminsai daging babi oleh Yersenia
yang terdapat pada faring babi.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1). Laporan kepada institusi kesehatan setempat. Kasus wajib dilaporkan di sebagian
besar negara bagian di AS dan di sebagian besar negara di dunia, kelas 2B (lihat
tentang pelaporan penyakit menular).
2). Isolasi: Lakukan upaya kewaspadaan enterik pada waktu merawat penderita di
rumah sakit. Mereka yang menderita diare dilarang menangani makanan, merawat
penderita dan dilarang melakukan pekerjaan yang ada kaitannya dengan mengasuh
bayi.
3). Disinfeksi serentak : disinfeksi dilakukan terhadap tinja. Di negara yang sistem
pembuangnnya baik, tinja dapat dibuang langsung masuk kedalam sistem
pmbuangan ini (Sewage system) tanpa perlu dilakukan disinfeksi terlebih
dulu.
4). Karantina: Tidak perlu
5). Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6). Investigasi terhadap kontak dan sumbaer infeksi: Lakukan investigasi dan
pencarian kasus-kasus yang tidak dilaporkan. Pecarian carrier diantara mereka
yang kontak dengan penderita disarankan apabila KLB yang terjadi diduga sebab
penularan dengan cara “common source”
7). Pengobatan spesifik: Organisme ini umumnya peka terhadap semua jenis
antibiotika kecuali terhadap penisilin dan derivat semi sintetisnya. Pemberian
antibiotika kepada penderita dengan gejala gastrointestinal cukup membantu.
Antibiotika harus diberikan kepada penderita septikemia dan penderita dengan
gejala-gejala invasive. Antibiotika yang baik untuk Y. enterocolitica yaitu derivat
aminoglycosides (untuk septicemia saja) dan TMP–SMX. Derivat quinolones yang
baru seperti Ceprofloxacin juga cukup efektif. Y. enterocolitica dan Y.
pseudotuberculosis umumnya sensitif terhadap tetrasiklin.
C. Upaya penanggulangan wabah
1). Jika ditemukan penderita gastroenteritis atau kasus appendecitis dalam jumlah
yang cukup banyak segera laporkan kepada instansi kesehatan setempat walaupun
diagnosanya belum tahu.
2). Lakukan investigasi terhadap kondisi sanitasi lingkungan secara umum dan
selidiki terhadap kemungkinan terjadinya penularan dengan cara “common
source”. Berikan perhatian khusus terhadap kemungkinan penderita
mengkonsumsi daging babi atau tercemarnya makanan yang akan dikonsumsi oleh
daging babi mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna. Perhatikan juga
terhadap kemungkinan terjadinya kontak dengan binatang seperti anjing, kucing
dan binatng peliharaan lainnya.
D. Implikasi bencana: Tidak ada
E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada
584
ZYGOMYCOSIS ICD-9 117.7; ICD-10 B46
(Phycomycosis)
Zygomycosis yaitu sebutan untuk semua jenis infeksi jamur yang disebabkan oleh
Zygomycetes. Termasuk didalamnya yaitu mucormycosis dan entomophthroramycosis yang
disebabkan oleh spesies Conidiobolus atau Basidiobolus.
MUCORMYCOSIS ICD-10 B46.0 – B46.5
1. Identifikasi
Kelompok mikosis yang biasanya disebabkan oleh jamur Mucoraceae ordo Mucorrales
kelas Zygomycetes. Jamur ini memiliki afinita yag besar pada pembuluh darah dan
dapat memicu thrombosis dan infark. Infeksi bentuk Craniofacial biasanya muncul
sebagai sinusitis nasalis dan paranasalis, sering terjadi pada penderita diabetes yang tidak
ditangani dengan baik. Pada infeksi Craniofacial ini dapat terjadi nekrosis dari Choncha
hidung, perforasi tulang langit-langit pada mulut, nekrosis pada pipi, selulitis didaerah
orbital dan dapat pula terjadi proptosis dan oftalmoplegia. Infeksi jamur dapat pula
penetrasi ke arteria carotis interna atau menyebar langsung ke otak dan memicu
infark pada otak. Penderita yang menerima pengobatan yang dapat menimbulkan
imunosupresi atau yang mendapat pengobatan dengan deferoxamine rentan untuk
mendapatkan mucormycosis tipe craniofacial atau tipe pulmoner.
Pada bentuk pulmoner, jamur memicu terjadinya thrombosis pada pembuluh darah
paru dan memicu infark pada paru-paru. Jika infeksi terjadi pada saluran pencernaan
dapat memicu ulcus pada mukosa usus dan gangrene pada lambung atau dinding
usus. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis, ditemukannya hyphae
dengan bentuk ang tegas nonseptate (tanpa sekat). Hyphae ini diperiksa dari spesimen
biopsi atau dari kultur biopsi. Pemeriksaan sediaan basah juga sering dilakukan, sebab
pemeriksaan hanya dengan kultur saja tidak cukup sebab jamur dari ordo Mucorales
sering ditemukan didalam lingkungan disekitar kita.
2. Pemicu penyakit: Beberapa spesies seperti Rhizopus, terutama R. arrhizus (R. oryzae)
paling sering memicu terjadinya kasus tipe craniofacial mucormycosis dengan
kultur positif. Mucor, Rhizomucor, Rhizopus dan Cunninghamella spp, mungkin
merupakan Pemicu utama dari mucormycosis di bagian tubuh lain. Apophysomyces
elegans, Saksenaea vasiformis dan Absidia spp, pernah dilaporkan memicu
mucormycosis pada manusia walaupun kejadiannya sedikit.
3. Distribusi penyakit: Tersebar diseluruh dunia. Insiden penyakit ini dapat meningkat
sebab kelangsungan hidup para penderita diabetes dan beberapa jenis penyakit diskrasia
darah seperti leukemia akut dan anemia aplastik lebih lama sebab kemajuan pengobatan.
Begitu juga insidensi infeksi jamur meningkat pada penggunaan deferoxamine bagi orang
yang menderita kelebihan zat besi atau aluminium pada pasien gagal ginjal yang
mendapatkan hemodialisa dalam waktu yang lama.
585
4. Reservoir: Jamur dari ordo Mucorales biasanya sebagai jamur saprofit di lingkungan
sekitar kita.
5. Cara penularan: Dengan inhalasi ataupun sebab menelan spora dari jamur oleh orang
dengan daya tahan tubuh lemah. Inokulasi jamur secara langsung dapat terjadi pada
pecandu obat terlarang yang memakai cara suntikan intravena dan jamur dapat masuk
melalui tusukan jarum infus dan pada luka bakar kulit jamur ini bias ditemukan.
6. Masa inkubasi: Tidak diketahui. Jamur menyebar dengan cepat pada jaringan yang
rentan.
7. Masa penularan: Ditularkan secara tidak langsung dari orang ke orang atau dari hewan
ke orang.
8. Kerentanan dan kekebalan: Infeksi jarang terjadi pada orang sehat, walaupun
Mucorales ditemukan tersebar luas pada lingkungan kita dan ini menunjukkan adanya
daya tahan (resistensi) alamiah. Penggunaan kortikosteroid, terjadinya asidosis metabolik,
pemberian terapi deferoxamine dan terapi imunosupresan merupakan faktor predisposisi
infeksi jamur ini. Malnutrisi merupakan faktor predisposisi dari infeksi bentuk saluran
pencernaan.
9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan: Lakukan penanganan yang baik terhadap penderita penyakit
gula untuk mencegah terjadinya asidosis
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat : laporan resmi tidak diperlukan.
Kelas 5 (lihat tentang pelaporan penyakit menular)
2) Isolasi: Tidak perlu
3) Disinfeksi serentak: Menjaga kebersihan, lakukan kebersihan menyeluruh
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak & sumber infeksi: Biasanya kurang begitu bermanfaat
7) Pengobatan spesifik: pada bentuk ‘kranial’ lakukan penanganan yang baik
terhadap penyakit gulanya; pemberian amphotericine B (Fungizone®) dan reseksi
jaringan nekrotik sangat membantu.
C. Penanggulangan wabah: Tidak perlu, sebab merupakan penyakit yang sporadis
D. Implikasi bencana: Tidak ada
E. Penanganan lebih lanjut : Tidak ada
586
ENTOMOPHTHORAMYCOSIS OLEH BASIDIOBOLUS SPP.
ICD-9 117.7; ICD-10 B46.8
ENTOMOPHTHORAMYCOSIS OLEH CONIDIOBOLUS SPP.
ICD-9 17.7; ICD-10 B46.8
Kedua infeksi ini ditemukan terutama didaerah tropis dan subtropis benua Asia dan Afrika,
penyakit ini tidak memicu terjadinya trombosis atau infark, biasanya tidak selalu
berhubungan dengan penyakit serius yang ada sebelumnya, tidak selalu memicu
penyakit sistemik dan jarang memicu kematian.
Entomophtroramycosis yang disebabkan oleh Basidiobolus ranarum (haptosporus) ialah
penyakit dengan inflamasi granulomatosa pada jaringan subkutan. Jamur ini tersebar luas
disekitar kita; terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang membusuk, tanah dan ditemukan pada
saluran pencernaan amfibi dan reptil. Penyakit ini diawali dengan timbulnya massa pada
jaringan sub kutan yang melekat pada kulit, terutama pada anak-anak dan remaja, paling
sering pada pria. Infeksi ini dapat sembuh spontan. Terapi yang dianjurkan ialah dengan
kalium jodida per oral.
Entomophthoramycosis yang disebabkan oleh Canidiobolus coronatus (rhinoento-
mophtroramycosis) biasanya berasal dari kulit paranasalis atau dari mukosa hidung dan gejala
yang timbul sebagai obstrusksi atau pembengkakan hidung atau pembengkakan struktur
jaringan sekitarnya. Lesi dapat menyebar dan menyerang daerah yang berpotensi sebagai
tempat yang mudah ditulari seperti bibir, pipi, palatum atau faring. Penyakit ini jarang sekali
terjadi dan terutama menyerang pria dewasa. Terapi yang dianjurkan ialah kalium jodida per
oral atau amphotericin B (Fungizone®). Pemicu infeksi, yaitu Canidiobolus coronatus,
ditemukan pada tanah gembur dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Pada kedua bentuk
entomophthoramycosis ini masa inkubasi dan cara penularannya tidak diketahui. Penularan
antara orang ke orang tidak terjadi.
587
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
AS : Amerika Serikat
AZT : Azidothymidine
Ae : Aedes
ASPA : Allergic Bronchopulmonary Aspergillus
AHC : Acute Haemorrhagic Conjunctivity
ASI : Air susu ibu
ATL : Adult T-cell Leukimia
ACIP : Immunization Practices Advisory Committee
ATS : Anti Tetanus Serum
BCG : Basillus Calmette Guerine
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
BSL : Biosafety Level
BPF : Brazilian Purpuric Fever
BSE : Bovine Spongiform Encephalitis
BTA : Basil Tahan Asam
CDC : Communicable Disease Control
CD : Complement Determinant
cc mm : Cubic millimeter
0C : Celcius
C : Culex
CF : Complement Fixation
CFR : Case Fatality Rate
CEE : Central European Tick born Encephalitis
CTF : Colorado Tick Fever
CSD : Cat Scratch Disease
CMV : Cytomegalo Virus
CA : Cold Hemaglutinin
C
RS : Congenital Rubella Syndrome
DHF : Dengue hemorrhagic Fever
DNA : Deoxyribonucleic Acid
DBD : Demam berdarah
DSS : Dengue shock syndrome
DHF : Dengue Haemorrhagic Fever
DAEC : E. Coli Diffuse Adherence
DAT : Diphteria arititoxin
DEC : Diethylcarbamazine
DIC : Disseminated Intravaccular Coagulation
DPT : Diptheri Pertussis Tetanus
DFMO : Difluoro Methylo Mithne
DOTS : Directly Observed Supervised Treatment Shortcourse
588
ELISA/EIA : Enyzm Linked Immuno Sorbent Assay/Enyzme Immunoassay
EPI : Expanded Program Immunization
EEE : Eastern Equine Encephalitis
EKC : Epidemic Keratoconjunctivitis
EHEC : Entero Hemorrhagica E. Coli
ETEC : Entero Toksigenik E. Coli
EIEC : Entero Invasive E. Coli
EPEC : Entero Pathogenic E. Coli
ESR : Erythrocyte sedimentation rate
ERIG : Equine Rabies Immunoglobulin
F : Fahrenheit
FBI : Federal Bureau of Investigation
FA : Fluorescent Antibody
FEE : Far Eastern Encephalitis
FAO : Food and Agriculture Organization
FTAAbs : Fluorescent Treponema Antibody Absorbed
G : Gram
GC : Gonococcus
HIV : Human Immunodeficiency Virus
HEPA : High-efficiency Particle Air
HLA : Human Leukocyte Antigen
HI : Hemorrhagic Inhibition
HA : Hemaglutination
HUS : Haemolitic Uremia syndrome
HBV : Hepatitis B Virus
HCV : Hepatitis C Virus
HAV : Hepatitis a Virus
Hdv : Hepatitis D VIRUS
Hev : Hepatitis E virus
HSV : Herpes Simplex Virus
HDCU : Human Diploid Cell Vaccine
H
RIG : Human Rabies Immunoglobulin
ICD : International Classification of Disease
IFA : Indirect Immunoflourescent Antibody Test
IgM : Immunoglobulin M
IgG : Immunoglobulin G
ICU : Intensive Care Unit
IU : International Unit
IVIG : Immunoglobuline intravena
IF : Immunoflourescent
ITP : Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
IM : Intramuscular
589
ID : Intradermal
IGIV : Immunoglobuline intravena
JE : Japanese Encephalitis
KLB : Kejadian Luar Biasa
KFD : Kyasanur Forest Disease
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
LCS : Liquor Cerebro Spinalis
L : Liter
LED : Laju Endap Darah
MTBC : Mycobacterium Tuberculosis
MMR : Measles-Mumps-Rubella
MV : Murray Valley
Nm : Nanometer
NAAT : Nucleid Acid Amplification Test
NAPZA : Narkotika Psikotropika dan Zat-Zat Adiktif yang berbahaya
OHF : Omsk Haemorrhagic Fever
OPV : Oral polio vaccine
OAT : Obat Anti Tuberkolosis
PCR : Polymerase Chain Reaction
PEP : Post exposure Prophylaxis
PE : Powassan Encephalitis
PCF : Pharyngo Conjunctivital Fever
PCP : Plasma cell pneumonia
PIN : Pekan imunisasi nasional
PAHO : Pan American Health Organization
PCBC : Purified Chick Embryo Cell Vaccine
QBC : Quantitative Bufy Coat
RNA : Ribo Nuclide Acid
RVA : Rabies Vaccine Absorbed
RIA : Radio Immunoassay
RSV : Respiratory Syncytial Virus
RDR : Rapid Plasma Reagent
RVF : Rift Valley Fever
STD : Sexual Transmitted Disease
590
SCBA : Self Contained Breathing Apparatus
STEC : Shiga Toxin E. Coli
SSP : Susunan Saraf Pusat
SLE : St. Louis Encephalitis
TB : Tuberculosis
TMP/SMX : Lo-Trimoxasole (trimethoperin-sulfamethoxazole)
TSS : Toxic Shock Syndrome
TT : Tetanus Toxoid
USFDA : Unites states food & drug agency
UNDP : United Nation Development Program
VZIG : Varicella Zoster Immune Globulin
VTEC : Vero Toxin E. Coli
VDRI : Veneral Disease Research Laboratory
WHO : World health Organization
WEE : Western Equine Encephalitis
ZDV : Zidovudine
591
Definisi – Definisi
( Arti terminology yang digunakan dalam teks)
1. “Carrier” – Orang atau binatang yang mengandung bibit penyekit tertentu tanpa
menunjukkan gejala klinis yangjelas dan berpotensi sebagai sumber penularan
penyakit. Status sebagai “carrier” bisa bertahan dalam individu dalam waktu yang
lama dalam perjalanan penyakit tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas, (dikenal
sebagai carrier sehat atau “asymptomatic carrier”). Bisa juga status “carrier” ini terjadi
pada waktu masa inkubasi, pada masa “convalescence” atau sesudah masa
“convalescence” dimana disini gejala klinis penyakitnya jelas (dikenal sebagai
“carrier” inkubasi atau “concalescence carrier”). Dari berbagai jenis “carrier” diatas,
status “carrier” bisa pendek bisa sangat panjang (disebuat sebagai “carrier” sementara
atau “transient carrier” atau “carrier” kronis).
2. “Case Fataly Rate” - (Angka Kematian Kasus) : Biasanya dinyatakan dalam
presentase orang yang didiagnosa dengan penyakit tertentu kemudian meninggal
sebab penyakit ini dalam kururn waktu tertentu.
3. “Chemoprophylaxis” – Pemberian bahan kimia termasuk antibiotik yang ditujukan
untuk mencegah berkembangnya infeksi atau berkembangnya infeksi menjadi
penyakit yang manifes. “Chemoprophylaxis” juga dimaksudkan untuk mencegah
penularan penyakit kepada orang lain. sedang “Chemotherapy” dimaksudkan
pemberian bahan kimia dengan tujuan untuk mengobati suatu penyakit yang secara
klinis sudah manifes dan untuk mencegaj perkembangan penyakit lebih lanjut.
4. Pembersihan – Menghilangkan bahan organic atau bahan infeksius dri suatu
permukaan dengan cara mencuci dan menggosok memakai deterjen atau
pembersih vacuum dimana agen infeksi ini kemungkinan tempat yang cocok untuk
hidup dan berkembang biak pada permukaan ini .
592
5. Penyakit Menular – Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh
produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang
diproduksi oleh bibit penyakit ini dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau
dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vector atau melalui
lingkungan.
6. Masa Penularan – yaitu waktu pada saat dimana bibit penyakit mulai ditularkan
baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang yang sakit ke orang lain, dari
binatang yang sakit ke manusia atau dari orang yang sakit ke binatang termasuk ke
arthropoda. Untuk penyakit tertentu seperti Diptheria dan Infeksi Streptococcus
dimana selaput lendir terkena sejak awal masuknya bibit penyakit, maka masa
penularannya dihitung mulai dari saat kontak pertama dengan sumber infeksi sampai
dengan saat bibit penyakit tidak lagi ditularkan dari selaput lendir yang terinfeksi,
yaitu waktu sebelum munculnya gejala prodromal sampai berhentinya status sebagai
carrier, jika yang bersagkutan berkembang menjadi carrier.
Ada penyakit-penyakit tertentu justru lebih menular pada masa inkubasi dibandingkan
dengan pada waktu yang bersangkutan memang benar-benar jatuh sakit (contohnya
yaitu Hepatitis A, campak). Pada penyakit-penyakit sepeti TBC, kusta, sifilis,
gonorrhea dan jenis salmonella tertentu masa penularannya berlangsung lama dan
terkadang intermiten pada saat lesi kronis secara terus menerus mengeluarkan cairan
yang infeksius dari permukaan atau lubang-lubang tubuh.
Untuk penyakit yang ditularkan oleh arthropoda seperti malaria, demam kuning, masa
penularannya atau masa infektivitasnya yaitu pada saat bibit penyakit ada dalam
jumlah cukup dalam tubuh manusia baik itu dalam darah maupun jaringan tubuh
lainnya dari orang yang terinfeksi sehingga memungkinkan vector terinfeksi dan
menularkannya kepada orang lain.
Masa penularan untuk vector arthropoda yaitu pada saat bibit penyakit dapat
disemikan dalam jaringan tubuh arthropoda dalam bentuk tertentu dalam jaringan
tertentu (stadium infektif) sehingga dapat ditularkan.
593
7. Kontak – Orang atau binatang sedemikian rupa memiliki hubungan dengan orang
atau binatang yang sakit atau dengan lingkungan yang tercemar yang memicu
mereka kemungkinan besar terkena infeksi
8. Kontaminasi – Ditemukannya bibit penyakit dipermukaan tubuh, pakaian, tempat
tidur, mainan anak-anak, instrumen, duk atau pada benda-benad lainnya termasuk air
dan makanan. Polusi berbeda dengan kontaminasi, dimana polusi diartikan adanya
bahan pencemar dalam jumlah yang berlebihan di dalam lingkungan dan tidak harus
berupa agen insfeksius. Kontaminasi permukaan tubuh manusia tidak berati orang
ini berperan sebagai “carrier”.
9. Disinfektan – Upaya untuk membunuh bibit penyakit di luar tubuh manusia dengan
memakai bahan kimia atau bahan fisis.
Disinfektan pada tingkat yang tinggi akan membunuh semua mikro organisme kecuali
spora. Diperlukan upaya lebih jauh untuk membunuh spora dari bakteri.
Untuk membunuh spora diperlukan kontak yang lebih lama dengan disinfektan dalam
konsentrasi tertentu setelah dilakukan pencucian dengan deterjen secara benar.
Konsentrasi bahan kimia yang diperlukan antara lian Glutaraldehyde 2%, H2O2 6%
yang sudah distabilkan, Asam paracetat 1%, paling sedikitnya diberikan minimal 20
menit. Disinfektan pada tingkat menengah tidak membunuh spora. Spora akan mati
jika dilakukan pasteurisasi selama 30 menit 75o C (167o F) atau dengan memakai
disinfektan yang sudah direkomendasikan oleh EPA.
Disinfektasi Segera, yaitu disinfektasi yang dilakukan segera setelah lingkungan
tercemar oleh cairan tubuh dari orang yang sakit atau suatu barang yang tercemar oleh
bahan infeksius. Sebelum dilakukan disinfektasi terhadap barang atau lingkungan
maka upayakan agar sesedikit mungkin kontak dengan cairan tubuh atau barang-
barang yang terkontaminasi ini .
Disinfektasi Terminal, yaitu upaya disinfektasi yang dilakukkan setelah penderita
meninggal, atau setelah penderita dikirm ke Rumah Sakit, atau setelah penderita
594
berhenti sebagai sumber infeksi, atau setelah dilakukan isolasi di Rumah Sakit atau
setelah tindakan-tindakan lain dihentikan. Disinfektasi terminal jarang dilakukan;
biasanya melakukan pemebersihan terminal sudah mencukupi dilakukan bersama-
sama dengan aerasi kamar serta membiarkan sinar matahari masuk kamar sebanya-
banyaknya menyinari ruangan tempat tidur dan meja kursi.
Disinfektasi hanya diperlukan untuk penyakit yang ditularkan secara tidak langsung;
sentralisasi dengan uap atau Insenerasi tempat tidur dan peralatan lain dianjurkan
untuk penyakit demam Lassa atau penyakit yang sangat infeksius lainnya.
Sterilisasi, yaitu penghancuran semua bentuk dari bibit penyakit baik dengan cara
memanaskan, penyinaran, memakai gas (ethylene oksida, formaldehyde) atau
denganpemberian bahan kimia.
10. Disnfestasi – Tindakan yang dilakukan baik fisis maupun kimiawi dengan maksud
untuk menghancurkan atau menghilangkan binatang-binatang kecil yang tidak
diinginkan khususnya arthropoda atau rodensia yang hadir di lingkungan manusia,
binatang peliharaan, dipakaian (lihat Insektisida dan Rodentisida).
Disinfestasi termasuk menghilangkan kutu yaitu Pediculus humanus, pada manusia.
Synonim dari disinfestsai yaitu disinseksi, disinsektisasi jika yang dihilangkan hanya
insekta.
11. Endemis – Suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara
terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu
penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah.
sedang Hyperendemis yaitu keadaan diman penyakit tertentu selalu ditemukan
di suatu wilayah dengan insiden yang tinggi. Dan Holoendemis yaitu keadaan
dimana suatu penyakit selalau ditemukan di suatu wilayah dengan prevalensi yang
tinggi, awalnya menyerang warga usia muda dan menimpa sebagian besar
warga contohnya malaria di daerah tertentu (lihat zoonosis).
595
12. Epidemi (Wabah) - Timbulnya suatu penyakit yang menimpa sekelompok
warga atau suatu wilayah dengan angka kejadian yang melebihi angka normal
dari kejadian penyakit ini .
Beberapa jumlah penderita untuk bisa dikatakan telah terjadi Epidemi sangat
tergantung dari jenis penyakit, jumlah dan tipe warga yang tertimpa, pengalaman
masa lalau, jarangnya terpajan dengan penyakit ini , waktu dan tempat kejadian.
Dengan demikian epidemisitas sangat relatif tergantung kepada bagaumana kejadian
biasanya dari penyakit ini di suatu wilayah yang sama, pada warga tertentu
pada musim yang sama.
Sebagai contoh satu kasus penyakit tertentu yang lama tidak muncul kemudian tiba-
tiba muncul atau suatu kasus penyakit yang sebelumnya belum pernah dikenal,
muncul maka segera harus dilakukan penyelidikan epidemiologis dan juika kemudian
penyakit ini menjadi dua kasus dalam waktu yang cepat di tempat ini maka
ini sebagai bukti telah terjadi penularan dan dianggap telah terjadi epidemi (lihat
laporan suatu penyakit dan zoonosis).
13. Penyinaran Makanan - Teknologi tertentu yang dapat memberikan dosis spesifik
dari radiasi pengion dari suatu sumber radio isotope (Cobalt 60) atau dari mesin yang
dapat menghasilkan sinar electron atau sinar X. Dosis yang diperlukan untuk
penyinaran makanan dan alat-alat : rendah yaitu sekitar 1 kilo Grays (kGy) atau
kurang, digunakan untuk sisinfeksi insekta dari buah-buahan, bumbu atau biji-bijian;
disinfeksi parasit dari ikan dan daging; medium 1 – 10 kGy (biasanya 1-4 kGy),
dipakai untuk pasteurisasi dan untuk menghancurkan bakteri dan jamur, dan tinggi 10
– 15 kGy, digunakan untuk sterilisasi makanan, peralatan medis dn alat kesehatan
(cairan iv, implan, semprit, jarum suntik, benang, klip, jas operasi, duk).
14. Fumigasi – Proses yang ditujukan untik membunuh binatang tertentu seperti
arthropoda dan rodensia dengan memakai gas kimia (lihat insektisida dan
rodentisida).
596
15. Penyuluhan Kesehatan - yaitu suatu proses yang ditujukan kepada individu atau
kelompok warga agar mereka bisa berperilaku sehat dalam menjaga dan
memelihara kesehatan mereka. Penyuluhan kesehatan dimulai dari warga dalam
keadaan seperti apa adanya yaitu pandangan mereka selama ini terhadap masalah
kesehatan.
Dengan memebrikan penyuluhan kesehatan kepada mereka dimaksudkan untuk
mengembangkan sikap dan tanggung jawab sebagai individu, anggota keluarga,
anggota warga dalam masalah kesehatan. Khusus kaitannya dengan
pemberantasan penyakit menular maka penyuluhan kesehatan ditujukan kepada upaya
peningkatan pengetahuan warga tentang penyakit menular, penilaian terhadap
perilaku warga yang ada kaitannya dengan penyebaran serta peningkatan
frekuensi penyakit menular, pengenalan cara-cara pengobatan (Synonim : pendidikan
penderita, pendidikan untuk kesehatan, pendidikan kepada warga , pendidikan
kesehatan warga ).
16. Kekebalan Kelompok (Herd inmunixty) – yaitu kekebalan dari sekelompk orang
atau warga . Kemampuan dari sekelompok orang untuk menanngkal invasi atau
penyebaran suatu penyakit infeksi jika mereka yang kebal mencapai proporsi yang
cukup tinggi di warga .
17. Pejamu/Tuan Rumah/Inang – Disebut juga “Host”, hospes ialah orang atau binatang
termasuk burung dan arthropoda yang mengandung bibit penyakit tertentu yang
didapatkan secara alamiah (bukan sebagai hasil eksperimen). Protozoa dab cacing
tertentu memiliki beberapa oejamu dari spesies binatang yang berbeda dalam
stadium perkembangan mereka. Pejamu dimana parasit mencapai maturitas atau
melewatkan stadium seksual mereka disebut sebagai pejamu perimer atau pejamu
difinitif, sedang pejamu dimana parasit melewatkan stadium larva atau stadium
asexual disebuet sebagai pejamu sekunder atau pejamu intermediair. Pejamu perantara
(transport host) yaitu “carrier” dimana organisme bertahan hidup namun tidak
mengalamui perkembangan.
597
18. Individu Yang Kebal – Orang atau binatang yang memiliki antibody spesifik dan
atau memiliki antibody seluler akibat infeksi atau pemberian imunisasi yang dialami
sebelumnya. Atau suatu kondisi sebagai akibat pengalaman spesifik sebelumnya
sebagai suatu respons sedemikian rupa yang mencegah berkembangnya penyakit
terhadap reinfeksi dari bibit penyakit tertentu.
Tingkat imunitas seseorang sangat relatif; tingkat perlindungan tertentu mungkin
cukup kuat terhadap infeksi yang biasanya namun tidak mencukupi untuk infeksi yang
berat atau infeksi yang melewati “Port d’entre” yang tidak biasanya; Daya lindung
juga berkurang pada pemberian pengobatan “immumosuppressive” atau sebab
menderita penyakit lain dan proses ketuaan (lihat Resistensi).
19. Imunitas – Kekebalan yang dikaitkan dengan adanya antibody atau sel yang
memiliki tanggap kebal terhadap mikro organisme dari penyakit infeksi tertentu
atau terhadap toksinnya. Kekeblan yang efektif meliputi kekebalan seluler berkaitan
dengan sentisisai T-Lymphocite dan atau imunitas humoral yang didasarkan kepada
reaksi B-Lymphocite.
Kekebalan Pasif di dapat baik secara alamiah maupun didapat dari ibu melalui ari ari,
atau didapat secara buatan dengan memberikan suntikan zat kebal (dari serum
binatang yang sudah dikebalkan, serum hiperium dari orang yang baru sembuh dari
penyakit tertentu atau “human immune serum globulin”; kekebalan yang diberikan
relatif pendek (beberapa hari atau beberapa).
Imunitas humorial aktif, hilang setelah beberapa tahun yang didapat baik secara
alamiah sebab infeksi dengan atau tanpa gejala klinis atau diperoleh secara buatan
dengan menyuntikkan agen infeksi yang sudah dibunuh atau dilemahkan atau dalam
bentuk vaksinnya ke dalam tubuh manusia.
20. Infeksi yang tidak kelihatan (Inapparent Infection) – yaitu terjadinya infeksi
pada pejamu tanpa disertai dengan gejala klinis yang jelas. Infeksi ini hanya bisa
diketahui melalui pemeriksaan laboratorium seperti melalui pemeriksaan darah, skin
test (Synonim; asymptomatik, subklinis, “occult infection”)
598
21. Angka Insidensi (Incidence Rate) – Jumlah kasus baru penyakit tertentu yang
dilaporkan pada periode waktu tertentu, tempat tertentu dibagi dengan jumlah
warga dimana penyakit ini berjanngkit.
Biasanya dinyatakan dalam jumlah kasus per 1000 dtau per 100.000 warga per
tahun. Angka ini bisa diberlakukan bagi umur tertentu, jenis kelamin tertentu atau
karakteristik spesifik dari warga . (lihat Angka morbiditas, Angka Prevalensi).
“Attack rate” atau “Case Rate” yaitu proporsi yang menggambarkan insidensi
kumulatif dari kelompok tertentu, yang diamati dalam waktu yang terbatas dalam
situasi tertentu misalnya pada waktu terjadi kejadian luar biasa atau wabah.
Dinyatakan dalam prosentase (jumlah kasus per 100 warga ).
sedang “Attack rate” Sekunder yaitu jumlah penderita baru yang terjadi dalam
keluarga atau institusi dalam periode masa inkubasi tertentu setelah terjadi kontak
dengan kasus primer, dihubungkan dengan total keseluruhan kontak;
deniominatornya/penyebutnya bisa terbatas hanya kepada kontak yang rentan saja jika
hal ini diketahui dengan jelas.
Angka Infeksi yaitu proporsi yang menggambarkan insidensi dari semua infeksi
yang terjadi baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.
22. Masa Inkubasi – Yaitu interval waktu antara kontak awal dengan bibit penyakit dan
awal munculnya gejala penyakit yang dikaitkan dengan infeksi ini . Didalam
tubuh vector yaitu waktu antara msauknya mikro organisme ke dalam tubuh vector
dan waktu dimana vector ini mampu menyebarkan penyakit (Masa Inkubasi
Ekstrinsik).
Waktu antara orang terpajan dengan parasit sampai ditemukannya parasit ini
dalam darah atau feces dinamakan masa percobaan.
23. Orang yang terinfeksi – Seseorang atau binatang yang mengandung bibit penyakit
baik dia menunjukkan gejala klinis maupun tidak (lihat pasien atau orang sakit), atau
infeksi yang tidak kelihatan (lihat Carrier). Orang atau binatang yang infeksius yaitu
dari mana bibit penyakit secara alamiah bisa didapat.
599
24. Infeksi – masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit ke dalam tubuh
manusia atau binatang. Infeksi tidak sama dengan penyakit infeksius; akibatnya
mungkin tidak kelihatan (lihat infeksi yang tidak kelihatan) mungkin juga manifes
(lihat penyakit infeksi). Ditemukannya bibit penyakit di permukaan tubuh,
dipermukaan alat-alat, pada alat-alat yang tercemar tanah disebut sebagai kontaminasi
(lihat infestrasi dan kontaminasi) bukan infeksi.
25. Agen Infeksius – yaitu organisme (virus, rickettsia, bacteria, fungus, protozoa,
cacing) yang bisa menimbulkan infeksi atau penyakit infeksi. Infektivitas
menunjukkan kemampuan dari agen infeksius untuk masuk, hidup dan berkembang
biak di dalam tubuh pejamu; Tingkat infeksius yaitu tingkat kemudahan dari bibit
penyakit tertentu ditularkan dari satu pejamu ke pajamu lain
26. Penyakit Infeksius – Penyakit pada manusia atau binatang yang manifes secara klinis
sebagai akibat dari infeksi (lihat infeksi)
27. Infestasi – Berlaku untuk orang atau binatang yaitu hinggap dan berkembang
biakanya arthropoda di permukaan tubuh manusia atau di pakaian. sedang tempat
atau peralatan yang terinfestasi yaitu apabila alat atau tenpat ini memberikan
tempat berteduh bagi arthropoda atau rodensia.
28. Insektisida - Bahan kimia yang dipakai untuk memusnahkan insekta, pemakaiannya
bisa dalam bentuk tepung, cairan, cairan yang dibuat menjadi pertikel, aerosol,
disemprotkan baik yang memakai residu maupun tidak.
sedang Larvasida istilah yang digunakan bagi bahan kimia yang dipakai untuk
bahan kimia yang digunakan untuk membunuh bentuk dewasa dari arthropoda. Istilah
Insektisida kerap dipakai untuk membunuh kutu dan agas. Istilah-istilah lain seperti
lousisida, mitisida juga kadang-kadang dipakai.
600
29. Isolasi – Dilakukan terhadap penderita, isolasi menggambarkan pemisahan penderita
atau pemisahan orang atau binatang yang terinfeksi selama masa inkubasi dengan
kondisi tertentu untuk mencegah/mengurangi terjadinya penularan baik langsung
maupun tidak langsung dari orang atau binatang yang rentan.
Sebaliknya, karantina (q.v.) yaitu tindakan yang dilakukan untuk membatasi ruang
gerak orang yang sehat yang diduga telah kontak dengan penderita penyakit menular
tertentu.
CDC telah merekomendasikan suatu “Unversal Precaution/Kewaspadaan Umum”
yang harus diberlakkan untuk semua penderita baik yang dirawat maupun yang tidak
dirawat di Rumah Sakit terlepas dari apakah penyakit yang diderita penularanya
melalui darah atau tidak.
Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa darah dan cairan tubuh dari penderita (sekresi
tubuh biasanya mengandung darah, sperma, cairan vagina, jaringan, Liquor
Cerebrospinalis, cairan synovia, pleura, peritoneum, pericardial dan amnion) dapat
mengandung Virus HIV, Hepatitis B dan bibit penyakit lainnya yang ditularkan
melalui darah.
Tujuan daripada dilakukannya “Kewaspadan Umum” ini yaitu agar para petugas
kesehatan yang merawat pasien etrhindar dari penyakit-penyakit yang ditularkan
melalui darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum sebab tidak
sengaja, lesi kulit, lesi selaput lendir.
Alat-alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung tangan, Lab
jas, masker, kaca mata atau kaca penutup mata. Ruangan khusus diperlukan jika
hygiene penderita jelek. Limbah Rumah Sakit diawasi oleh pihak yang berwenang.
Ada dua hal pokok yang dibutuhkan dan umum diterapkan dalam perawatan
penderita penyakit menular :
• Cuci tangan dengan baik setalah memegang pasien atau memegang peralatan
yang terkontaminasi sebelum memegang pasien berikutnya.
• Benda – benda yang terkontaminasi oleh agen infeksius dibuang dengan benar
atau tempatkan dalam kantong yang diberi label sebelum dikirim untuk dilakukan
dekontaminasi atau diproses kembali.
601
Rekomendasi yang diberikan untuk isolasi penderita yang ada pada seksi 9B2 untuk
tiap-tiap penyakit my be allude terhadap metode yang direkomendasikan oleh CDC
(CDC Guideline for Isolation Precaution in Hospital) merupakan “category specific
isolation precaution” sebagai tambahan terhadap “Universal Precaution” yang
didasarkan kepada cara-cara penularan penyakit tertentu.
Kategori-kategori ini yaitu sebagai berikut :
1. Isolasi ketat; kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit
yang sangat virulen yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui
kontak lanngsung.
Cirinya yaitu selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga bagi
mereka yang keluar masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas, sarung
tangan.
Ventilasi ruangan ini juga dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan.
2. Isolasi kontak; Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau
infeksi yang kurang serius, untuk penyakit-penyakityang terutama ditularkan
secara langsung sebagai tambahan terhadap hal pokok yang dibutuhkan,
diperlukan kamar tersendiri, namun penderita dengan penyakit yang sama boleh
dirawat dalam satu kamar, masker diperlukan bagi mereka yang kontak secara
langsung dengan penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak
dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-
bahan yang infeksius.
3. Isolasi pernafasan; Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui
udara, diperlukan ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang
menderita penyakit yang sama boleh dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai
tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, pemakaian masker dianjurkan
bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas dan sarung tangan tidak
diperlukan.
602
4. Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA); Ditujukan bagi penderita TBC
paru dengan BTA positif atau gambaran radiologisnya menunjukkan TBC aktif.
Spesifikasi kamar yang diperlukan yaitu kamar khusus dengan ventilasi khusus
dan pintu tertutup.
Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang dibutuhkan masker khusus tipe
respirasi dibutuhkan bagi mereka yang masuk ke ruangan perawatan, lab jas
diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan atidak
diperlukan.
5. Kehati-hatian terhadap penyakit Enterie; Untuk penyakit-penyakit infeksi yang
ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tinja. Sebagai tambahan terhadap
hal-hal pokok yang diperlukan, perlu disediakan ruangan khusus bagi penderita
yang hygiene perorangannya jelek. Masker tidak diperlukan jika ada
kecenderungan terjadi soiling dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-
bahan yang terkontaminasi.
30. Moluskasida – Bahan kimia yang dipakai untuk membunuh keong dan mollusca
lainnya.
31. Angka Kesakitan – yaitu angka insidensi (q.v) yang dipakai untuk menyatakan
jumlah keseluruhan orang yang menderita penyakit yang menimpa sekelompok
warga pada periode waktu tertentu. Sekelompok warga bisa mengacu pada
jenis kelamin tertentu, umur tertentu atau yang memiliki cirri-ciri tertentu.
32. Angka Kematian – Angka yang perhitungannya sama dengan perhitungan angka
insidensi yaitu pembilangnya (Numerator) yaitu jumlah mereka yang mati pada
periode waktu tertentu yang menimpa sekelompok warga , biasanya dalam satu
tahun, sedang penyebutnya (Denominator) yaitu jumlah orang yang memiliki
resiko mati pada paeriode yang sama.
Angka Kematian Kasar dinyatakan dalam seluruh kematian oleh sebab semua
sebab, biasanya kematian per 1000 warga .
603
Angka Kematian Spesifik untuk penyakit tertentu yaitu jumlah kematian oleh sebab
penyakit tertentu saja, biasanya terhadap 100.000 warga . warga bisa dirujuk
berdasarkan umur, jenis kelamin atau cirri-ciri lainya. Angka kematian ini jangan
disalah artikan dengan Angka Fatalitas/case fatality Rate (q.v), (Synonim : Angka
Mortalitas).
33. Infeksi Nosokomial – Infeksi yang terjadi pada pnederita yang sedang dirawat di
Rumah Sakit dimana infeksi ini belum ada pada waktu penderita masuk ke Rumah
Sakit; atau infeksi residual pada waktu dirawat di Rumah Sakit sebelumnya. Termasuk
juga infeksi yang muncul setelah penderita keluar Rumah Sakit, dan juga infeksi yang
mengenai staf dan fsailitas Rumah Sakit (synonym : infeksi yang didapat di Rumah
Sakit)
34. Patogenisitas – yaitu kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat
orang menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok warga yang terinfeksi
menjadi sakit.
35. Penderita atau Orang Sakit – yaitu orang yang menderita suatu penyakit.
36. Higiene Perorangan – Dalam bidang peberantasan penyakit menular maka upaya
untuk mellindungi diri terhadap penyakit menjadi tanggung jawab individu dalam
menjaga kesehatan mereka dan mengurangi penyebaran penyakit, terutama penyakit
yang ditularkan melalui kontak langsung.
Upaya – upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang yaitu :
1. Selalu mencuci tangan setelah kencing dan buang air besar dan sebelum makan
dan minum
2. jauhkan tangan dan peralatan yang kotor atau barang-barang lain yang dipakai
untuk keperluan WC dari mulut, hidung, mata, telinga, alat kelamin dan luka
3. Hindari pemakaian alat-alat untuk makan dn minum tidak bersih begitu juga
hindari pemakaian handuk, saputangan, sisir, sikat rambut dan pipa rokok yang
kotor.
604
4. jauhi percikan dari orang lain pada saat mereka batuk, bersih, tertawa atau
berbicara.
5. Cuci tangan setelah menyentuh penderita dan memegang barang-barang milik
penderita
6. Jaga kebersihan tubuh dengan setiap saat mandi secara teratur dengan air
bersih dn sabun.
37. Angka Prevalensi - Jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan
kondisi tertentu yang menimpa sekelompok warga tertentu pada titik waktu
tertentu (Point Prevalence), atau pada periode waktu tertentu (Period Prevalence),
tanpa melihat kapan penyakit itu mulai dibagi dengan jumlah warga yang
memiliki resiko tertimpa penyakit pada titik waktu tertentu atau periode waktu
tertentu.
38. Karantina – Pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap orang atau binatang yang
telah kont ak dengan orang/binatang yang menderita penyakit menular pada masa
penularan (lihat Kontak). Tujuannya yaitu untuk mencegah penularan penyakit pada
masa inkubasi jika penyakit ini benar-benar diduga akan terjadi. Ada dua jenis
tindakan karantina yaitu :
1. Karantina Absolut atau Karantina Lengkap : ialah pembatasan ruang gerak
terhadap mereka yang telah terpajan dengan penderita penyakit menular.
Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak lebih dari masa inkubsai terpajang
penyakit menular ini . Tujuan dari tindakan ini yaitu untuk mencegah orang
ini kontak dengan orang-orang lain yang belum terpajan.
2. Karantina yang dimodifikasi : Suatu tindakan selektif berupa pembatasan gerak
bagi mereka yang terpajan dengan penderita penyakit menular. Biasanya
pertimbangannya yaitu perkiraan terhadap adanya perbedaan tingkat kerentanan
terhadap bahaya penularan. Modifikasi ini dilakukan untuk menghadapi situasi
tertentu. Sebagai contoh misalnyamelarang anak-anak tertentu masuk sekolah.
605
Pengecualian terhadap anak-anak yang sudah dianggap kebal terhadap tindakan-
tindakan tertentu yang ditujukan kepada anak-anak yang rentan. Pembatasan yang
dilakukan terhadap annggota militer pada pos-pos atau asrama-asrama militer.
Kegiatan karantina yang dimodifikasi meliputi :
- Surveilans Individu, yaiut pengamatan medis yang ketat dilakukan terhadap
individu yang diduga terpajan dengan sumber penyakit agar timbulnya gejala
penyakit dapat segera diketahui tanpa membatasi ruang gerak mereka.
- Segregasi, yaitu pemisahan sebagian kelompok (orang atau binatang) dari
induk kelompoknya dengan tujuan dan pertimbangan khusus agar dapat
dilakukan pengamatan dengan baik; pemisahan anak-anak yang rentan dari
anak-anak yang sudah kebal; pembuatan perbatasan penyangga yang sanitair
untuk melindungi mereka yang belum terinfeksi dari mereka yang sudah
terinfeksi.
39. Repelan – yaitu bahan kimia yang digosokkan di kulit, pakaian atau tempat lain
dengan maksud :
1. Mencegah serangga menggigit/menyerang
2. Mencegah larva cacing masuk melalui kulit
40. Pelaporan Penyakit – yaitu laporan resmi yang ditujukan kepada pejabat kesehatan
yang berwenang yang berisikan kejadian penyakit yang menimpa orangatau binatang.
Penyakit yang menimpa manusia dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat sedang
penyakit yang menyerang binatang/ternak dilaporkan kepada Dinas Pertanian/Dinas
Peternakan. sedang penyakit-penyakit hewan tertentu (200 jenis) yang juga
menyerang hewan maupun manusia dilaporkan baik kepada Dinas Kesehatan maupun
Dinas Pertanian/Dinas Peternakan.
Pejabat Kesehatan yang berwenang akan menrbitkan daftar dari penyakit-penyakit
yang harus dilaporkan sesuai dengan keperluan (lihat Pelaporan Penyakit Menular).
606
Laporan penyakit ini juga meliputi penyakit-penyakit yang diduga memiliki arti
penting dalam bidang kesehatan warga , biasanya penyakit-penyakit yang
memerlukan tindakan investigasi atau yang memerlukan tindakan pemberantasan
tertentu jika seseorang mendapatkan infeksi dri daerah tertentu sedang laporan
penyakitnya dilaporkan di daerah lain, maka pejabat kesehatan yang menerima laporan
kasus ini hendaknya memberitahukan pejabat kesehatan dari daerah dimana
infeksi ini didapat.
Hal ini penting dilakukan terutama jika diperlukan pemeriksaan kontak (contact
person), pemeriksaan makanan atau jika diperlukan pemeriksaan air atau brang-barang
lain yang diduga sebagai sumber infeksi.
Notifikasi ini diperlukan tidak hanya terhadap penyakit-penyakit yang rutin harus
dilaporkan namun juga terhadap penyakit-penyakit yang timbul KLB/Wabah walaupun
penyakit ini tidak masuk dalam daftar penyakit yang wajib dilaporkan (lihat
Wabah). Pelaporan khusus yang diperlukan dalam IHR (International Health
Regulation) tercantum dalam Pelaporan Penyakit Menular.
41. Reservoir (dari penyakit infeksi) – Setiap orang, binatang, arthropoda, tumbuh-
tumbuhan, tanah atau barang-barang (atau kombinasi dari keduanya) dimana bibit
penyakit biasanya hidup dan berkembang biak serta hiduonya sangat tergantung pada
inang tempatnya menumpang. Bibit penyakit ini biak sendemikian rupa sehingga
dapat ditularkan kepada inang lain yang rentan.
42. Resistensi – Merupakan Resultante dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-
halangi atau mencegah invasi, multipliksi dari bibit penyakit kedalam tubuh atau
mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh racun yang dikelurkan
oleh bibit penyakit.
Resistensi Inheren – yaitu kemapuan tubuh bertahan terhadap serangan bibit
penyakit yang tidak tergantung kepada kekebalan spesifik baik humoral maupun
seluler; daya tahan ini biasanya daladm bentuk struktur anatomis dan fisiologis yang
menjadi cirri individu yang didapatkan secara genetis baik yang bersifat permanen
ataupun temporer (lihat Imunitas) (Synonim : Imunitas nonspesifik)
607
43. Rodentisida – Suatu bahan kimia yang dipergunakan untuk membunuh rodensia,
umumnya setelah ditelan oleh rodensia ini .
44. Sumber Infeksi – Orang, binatang, barang/bahan dari mana bibit penyakit ditularkan
pada orang lain.
Sumber infeksi harus dibedakan dengan Sumber Kontaminasi yaitu sebagai contoh
septic tank yang meluap mencemari sumber air atau juru masak yang terinfeksi
mencemari salad yang disajikan.
45. Surveilans Penyakit – Berbeda dengan surveilans terhadap manusia (lihat Karantina
2), surveilans penyakit yaitu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melihat seluruh aspek dari muncul dan menyebarnya suatu penyakit agar dapat
dilakukan penanggulangan yang efektif. Didalamnya meliputi pengumpulan secara
sistematik dan evaluasi dari :
1. Laporan Kesakitan dan Kematian
2. Laporan khusus dari hasil investigasi atau dari kasus perorangan
3. Isolasi dan identifikasi dari bahan infeksius oleh laboratorium.
4. Data tentang ketersediaan dan pemakaian serta dampak dari pemakaian vaksin
dan toxoids, globulin imun, insektisida dan bahan-bahan yang digunakan
dalam pemberantasan.
5. Informasi yang berkaitan dengan tingkat imunitas dari segmen warga
tertentu.
6. Data epidemiologis yang dianggap relevan.
Laporan yang berisikan rangkukman dari data-data diatas hendaknya dibuat dan
disebar luaskan kepada mereka yang membutuhkan yang ingin mengetahui hasil
dari kegiatan surveilans.
Prosedur diatas berlaku umum di semua tingkatan secara local maupun
lebih lanjut .
608
Surveilans Serologis – Kegiatan yang mengidentifikasikan pola infeksi masa lalu dan
sampai saat ini dengan memakai pemeriksaan serologis.
46. Susceptible (Rentan) – Seseorang atau binatang yang tidak memiliki daya tahan yang
cukup untuk melawan bibit penyakit tertentu untuk mencegah dirinya tertulari jika
mereka terpajan dengan bibit penyakit ini .
47. Tersangka – Tersangka dalam pemberantasan penyakit menular dimaksudkan yaitu
kesakitan yang diderita seseorang dimana gejala dan perjalanan penyakitnya
megidentifikasikan bahwa mereka kemungkinan menderita sesuatu penyakit menular
tertentu.
48. Penularan Penyakit Infeksi – Mekanisme dimana penyakit infeksi ditularkan dari
suatu sumber atau reservoir kepada seseorang. Mekanisme ini yaitu sebagai
berikut :
1. Penularan Langsung; mekanisme ini menularkan bibit penyakit langsung dari
sumbernya kepada orang atau binatang lain melalui “Port d’entre”. Hal ini bisa
melalui kontak langsung seperti melalui sentuhan, gigitan, ciuman, hubungan
seksual, percikan yang mengenai conjunctiva, selaput lendir dari mata, hidung atau
mulut pada waktu orang lain bersin, batuk, meludah, bernyanyi atau bercakap
(biasanya pada jarak yang kurang dari 1 meter)
2. Penularan Tidak Langsung
a. Penularan Melalui Alat – Alat yang terkontaminasi seperti mainan anak-anak,
saputangan, kain kotor, tempat tidur, alat masak atau alat makan, instrumen
bedah atau duk; air, makanan, susu, produk biologis seperti darah, serum,
plasma, jaringan organ tubuh, atau segala sesuatu yang berperan sebagai
perantara dimana bibit penyakit di “angkut” dibawa kepada orang/binatang
yang rentan dan masuk melalui “Port d’entre” yang sesuai.
609
Bibit penyakit ini bisa saja berkembang biak atau tidak pada alat ini
sebelum ditularkan kepada orang/binanat yang rentan.
b. Penularan Melalui Vektor – (i) Mekanis : Cara mekanis ini meliputi hal-hal
yang sederhana seperti terbawanya bibit penyakit pada saat serangga merayap
ditanah baik terbawa pada kakinya atau pada belalainya, begitu pula bibit
penyakit terbawa dalam saluran pencernaan serangga.
Bibit penyakit tidak mengalami perkembangbiakan. (ii) Biologis : cara ini
meliputi terjadinya perkembangbiakan (propagasi/multiplikasi), maupun
melalui siklus perkembangbiakan atau kombinasi kedua-duanya.
(“cyclopropagative”) sebelum bibit penyakit ditularkan oleh serangga kepada
orang/binatang lain.
Masa inkubsi ekstrinsik diperlukansebelum serangga menjadi infektif. Bibit
penyakit bisa ditularkan secara vertical dari induk serangga kepada anaknya
melalui telur (“transovarium transmission”); atau melalui transmis transtadial
yaitu Pasasi dari satu stadium ke stadium berikutnya dari siklus hidup parasit
didalam tubuh serangga dari bentuk nimfe ke serangga dewasa.
Penularan dapat juga terjadi pada saat serangga menyuntikkan air liurnya
waktu menggigit atau dengan cara regurgitasi atau dengan cara deposisi
kotoran serangga pada kulit sehingga bibit penyakit dapat masuk kedalam
tubuh manusia melalui luka gigitan serangga, luka garukan. Cara penularan
seperti ini bukanlah cara penularan mekanis yang sederhana sehingga serangga
yang menularkan penyakit dengan cara ini masih bisa disebut sebagai vektor
penyakit.
3. Penularan Melalui Udara – Penyebaran bibit penyakit melalui “Port d’entre”
yang sesuai, biasanya saluran pernafasan. Aerosol berupa berupa partikel ini
sebagian atau keseluruhannya mengandung mikro organisme. Partikel ini bisa
tetap melayang-layang diudara dalam waktu yang lama sebagian tetap infektif dan
sebagian lagi ada yang kehilangan virulensinya.
Partikel yang berukuran 1 – 5 micron dengan mudah masuk kedalam alveoli dan
tertahan disana.
610
Percikan (droplet) dan partikel besar lainnya tidak dianggap sebagai penularan
melalu udara (airborne); (lihat Penularan Langsung)
a. “Droplet Nuclei” – Biasanya berupa residu ukuran kecil sebagai hasil
penguapan dari cairan percikan yang dikeluarkan oleh inang yang terinfeksi.
“Droplet Nuclei” ini bisa secara sengaja dibuat dengan semacam alat, atau
secara tidak sengaja terjadi di labortorium mikrobiologi dan tempat
pemotongan hewan, di tempat perawatan tanaman atau di kamr otopsi.
Biasanya “Droplet Nuclei” ini bertahan cukup lama di udara.
b. Debu – Partikel dengan ukuran yang berbeda yang muncul dari tanah
(misalnya spora jamur yang dipisahkan dari tanah oleh udara atau secara
mekanisme), dari pakaian, dari tempat tidur atau kutu yang tercemar.
49. Kewaspadaan Universal - (lihat di bawah judul isolasi), merupakan kewaspadaan
universal terhadap darah dan cairan.
50. Virulensi – yaitu tingkat patogenisitas dari bibit penyakit yang digambarkan dengan
“Case Fatality Rate” dan atau dengan kemampuan dari bibit penyakit menembus dan
merusakkan jaringan tubuh dari inang.
51. Zoonosis – Infeksi atau penyakit infeksi yang ditularkan secara alamiah oleh binatang
bertulang belakang (vertebrata) kepada manusia. Dia bisa termasuk golongan enzootic
atau epizootic (lihat Endemi dan Epidemi).