penyakit menular 25







 mpan dalam lemari pendingin dari donor darah penderita 

asimptomatik atau yang menderita penyakit saluran pencernaan ringan. 

 

6. Masa inkubasi: Masa inkubasi berlangsung sekitar 3 – 7 hari umumnya 10 hari 

 

7. Masa penularan:  Infeksi sekunder jarang terjadi. Begitu muncul gejala klinis maka 

didalam tinja penderita segera ditemukan mikroorgaisme, biasanya berlangsung selama 2 

– 3 minggu. Penderita yang tidak diobati akan mengeluarkan bakteri melalui tinja selama 

2 –3 bulan. Carrier tanpa gejala yang berkelanjutan terjadi pada anak-anak dan orang 

dewasa. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan 

 Gejala diare oleh sebab  gastroenterocolitis lebih berat pada penderita anak-anak, 

sedang  artritis pasca infeksi lebih berat gejalanya pada penderita dewasa muda dan 

dewasa. Tidak ada perbedaan jenis kelamin pada penderita. Artritis reaktif dan Sindroma 

Reiter cenderung terjadi pada orang yang secara genetik memiliki  HLA-B27. 

Septikemia terjadi pada penderita dengan kelebihan besi pada darahnya (misalnya 

hemokromatosis) atau pada mereka dengan penyakit dan terapi yang memicu  

terjadinya imunosupresi. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Cara-cara pencegahan 

1). Siapkanlah makanan dengan cara-cara yang saniter, hindari mengkonsumsi daging 

babi mentah dan susu yang tidak dipasteurisasi. Lakukan iradiasi terhadap daging, 

cara ini sangat efektif untuk membunuh bakteri. 

2). Cucilah tangan dengan baik sebelum makan dan sebelum menjamah makanan 

terutama setelah menjamah daging babi mentah atau setelah bontak dengan 

binatang.  

3). Lindungi sumber air dari kotoran binatang dan manusia; lakukan upaya untuk 

pengamanan sumber air ini . 

4). Lakukan pengawasan terhadap rodentia dan burung terhadap kemungkinan 

terinfeksi oleh Y. pseudotuberculosis 

5). Buanglah kotoran manusia dan binatang dengan cara-cara yang saniter 

 

 583

6). Pada waktu menyembelih babi, pisahkan segera kepala dan leher babi dari daging 

babi. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminsai daging babi oleh Yersenia 

yang terdapat pada faring babi. 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 

1). Laporan kepada institusi kesehatan setempat. Kasus wajib dilaporkan di sebagian 

besar negara bagian di AS dan di sebagian besar negara di dunia, kelas 2B (lihat 

tentang pelaporan penyakit menular). 

2). Isolasi: Lakukan upaya kewaspadaan enterik pada waktu merawat penderita di 

rumah sakit. Mereka yang menderita diare dilarang menangani makanan, merawat 

penderita dan dilarang melakukan pekerjaan yang ada kaitannya dengan mengasuh 

bayi. 

3). Disinfeksi serentak : disinfeksi dilakukan terhadap tinja. Di negara yang sistem 

pembuangnnya baik, tinja dapat dibuang langsung masuk kedalam sistem 

pmbuangan ini  (Sewage system) tanpa perlu dilakukan disinfeksi terlebih 

dulu. 

4). Karantina: Tidak perlu 

5). Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu 

6). Investigasi terhadap kontak dan sumbaer infeksi: Lakukan investigasi dan 

pencarian kasus-kasus yang tidak dilaporkan. Pecarian carrier diantara mereka 

yang kontak dengan penderita disarankan apabila KLB yang terjadi diduga sebab  

penularan dengan cara “common source” 

7). Pengobatan spesifik: Organisme ini umumnya peka terhadap semua jenis 

antibiotika kecuali terhadap penisilin dan derivat semi sintetisnya. Pemberian 

antibiotika kepada penderita dengan gejala gastrointestinal cukup membantu. 

Antibiotika harus diberikan kepada penderita septikemia dan penderita dengan 

gejala-gejala invasive. Antibiotika yang baik untuk Y. enterocolitica yaitu   derivat 

aminoglycosides (untuk septicemia saja) dan TMP–SMX. Derivat quinolones yang 

baru seperti Ceprofloxacin juga cukup efektif. Y. enterocolitica dan Y. 

pseudotuberculosis umumnya sensitif terhadap tetrasiklin. 

 

C. Upaya penanggulangan wabah 

1). Jika ditemukan penderita gastroenteritis atau kasus appendecitis dalam jumlah 

yang cukup banyak segera laporkan kepada instansi kesehatan setempat walaupun 

diagnosanya belum tahu. 

2). Lakukan investigasi terhadap kondisi sanitasi lingkungan secara umum dan 

selidiki terhadap kemungkinan terjadinya penularan dengan cara “common 

source”. Berikan perhatian khusus terhadap kemungkinan penderita 

mengkonsumsi daging babi atau tercemarnya makanan yang akan dikonsumsi oleh 

daging babi mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna. Perhatikan juga 

terhadap kemungkinan terjadinya kontak dengan binatang seperti anjing, kucing 

dan binatng peliharaan lainnya. 

 

D. Implikasi bencana: Tidak ada 

 

E. Tindakan lebih lanjut : Tidak ada  

 

 

 584

ZYGOMYCOSIS      ICD-9 117.7; ICD-10 B46 

(Phycomycosis) 

 

Zygomycosis yaitu   sebutan untuk semua jenis infeksi jamur yang disebabkan oleh 

Zygomycetes. Termasuk didalamnya yaitu   mucormycosis dan entomophthroramycosis yang 

disebabkan oleh spesies Conidiobolus atau Basidiobolus. 

 

 

 

MUCORMYCOSIS       ICD-10 B46.0 – B46.5 

 

 

1. Identifikasi 

 Kelompok mikosis yang biasanya disebabkan oleh jamur Mucoraceae ordo Mucorrales 

kelas Zygomycetes. Jamur ini memiliki  afinita yag besar pada pembuluh darah dan 

dapat memicu  thrombosis dan infark. Infeksi bentuk Craniofacial biasanya muncul 

sebagai sinusitis nasalis dan paranasalis, sering terjadi pada penderita diabetes yang tidak 

ditangani dengan baik. Pada infeksi Craniofacial  ini dapat terjadi nekrosis dari Choncha 

hidung, perforasi tulang langit-langit pada mulut, nekrosis pada pipi, selulitis didaerah 

orbital dan dapat pula terjadi proptosis dan oftalmoplegia. Infeksi jamur dapat pula 

penetrasi ke arteria carotis interna atau menyebar langsung ke otak dan memicu  

infark pada otak. Penderita yang menerima pengobatan yang dapat menimbulkan 

imunosupresi atau yang mendapat pengobatan dengan deferoxamine rentan untuk 

mendapatkan mucormycosis tipe craniofacial atau tipe pulmoner. 

 Pada bentuk pulmoner, jamur memicu  terjadinya thrombosis pada pembuluh darah 

paru dan memicu  infark pada paru-paru. Jika infeksi terjadi pada saluran pencernaan 

dapat memicu  ulcus pada mukosa usus dan gangrene pada lambung atau dinding 

usus. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis, ditemukannya hyphae 

dengan bentuk ang tegas nonseptate (tanpa sekat). Hyphae ini diperiksa dari spesimen 

biopsi atau dari kultur biopsi. Pemeriksaan sediaan basah juga sering dilakukan, sebab 

pemeriksaan hanya dengan kultur saja tidak cukup sebab  jamur dari ordo Mucorales 

sering ditemukan didalam lingkungan disekitar kita. 

 

2. Pemicu  penyakit: Beberapa spesies seperti Rhizopus, terutama R. arrhizus (R. oryzae) 

paling sering memicu  terjadinya kasus tipe craniofacial mucormycosis dengan 

kultur positif. Mucor, Rhizomucor, Rhizopus dan Cunninghamella spp, mungkin 

merupakan Pemicu  utama dari mucormycosis di bagian tubuh lain. Apophysomyces 

elegans, Saksenaea vasiformis dan Absidia spp, pernah dilaporkan memicu  

mucormycosis pada manusia walaupun kejadiannya sedikit. 

 

3. Distribusi penyakit: Tersebar diseluruh dunia. Insiden penyakit ini dapat meningkat 

sebab  kelangsungan hidup para penderita diabetes dan beberapa jenis penyakit diskrasia 

darah seperti leukemia akut dan anemia aplastik lebih lama sebab  kemajuan pengobatan. 

Begitu juga insidensi infeksi jamur meningkat pada penggunaan deferoxamine bagi orang 

yang menderita kelebihan zat besi atau aluminium pada pasien gagal ginjal yang 

mendapatkan hemodialisa dalam waktu yang lama. 

 

 585

4. Reservoir: Jamur dari ordo Mucorales biasanya sebagai jamur saprofit di lingkungan 

sekitar kita. 

 

5. Cara penularan: Dengan inhalasi ataupun sebab  menelan spora dari jamur oleh orang 

dengan daya tahan tubuh lemah. Inokulasi jamur secara langsung dapat terjadi pada 

pecandu obat terlarang yang memakai   cara suntikan intravena dan jamur dapat masuk 

melalui tusukan jarum infus dan pada luka bakar kulit jamur ini bias ditemukan. 

 

6. Masa inkubasi: Tidak diketahui. Jamur menyebar dengan cepat pada jaringan yang 

rentan. 

 

7. Masa penularan: Ditularkan secara tidak langsung dari orang ke orang atau dari hewan 

ke orang. 

 

8. Kerentanan dan kekebalan: Infeksi jarang terjadi pada orang sehat, walaupun 

Mucorales ditemukan tersebar luas pada lingkungan kita dan ini menunjukkan adanya 

daya tahan (resistensi) alamiah. Penggunaan kortikosteroid, terjadinya asidosis metabolik, 

pemberian terapi deferoxamine dan terapi imunosupresan merupakan faktor predisposisi 

infeksi jamur ini. Malnutrisi merupakan faktor predisposisi dari infeksi bentuk saluran 

pencernaan. 

 

9. Cara-cara pemberantasan 

A. Cara-cara pencegahan: Lakukan penanganan yang baik terhadap penderita penyakit 

gula untuk mencegah terjadinya asidosis 

 

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya 

1) Laporan kepada instansi kesehatan setempat : laporan resmi tidak diperlukan. 

Kelas 5 (lihat tentang pelaporan penyakit menular) 

2) Isolasi: Tidak perlu 

3) Disinfeksi serentak: Menjaga kebersihan, lakukan kebersihan menyeluruh 

4) Karantina: Tidak perlu 

5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu 

6) Investigasi terhadap kontak & sumber infeksi: Biasanya kurang begitu bermanfaat 

7) Pengobatan spesifik: pada bentuk ‘kranial’ lakukan penanganan yang baik 

terhadap penyakit gulanya; pemberian amphotericine B (Fungizone®) dan reseksi 

jaringan nekrotik sangat membantu. 

 

C. Penanggulangan wabah: Tidak perlu, sebab merupakan penyakit yang sporadis 

 

D. Implikasi bencana: Tidak ada 

 

E. Penanganan lebih lanjut : Tidak ada 

 

 

 

 

 

 586

ENTOMOPHTHORAMYCOSIS OLEH BASIDIOBOLUS SPP.    

         ICD-9 117.7; ICD-10 B46.8 

 

ENTOMOPHTHORAMYCOSIS OLEH CONIDIOBOLUS SPP.    

         ICD-9 17.7; ICD-10 B46.8 

 

Kedua infeksi ini ditemukan terutama didaerah tropis dan subtropis benua Asia dan Afrika, 

penyakit ini tidak memicu  terjadinya trombosis atau infark, biasanya tidak selalu 

berhubungan dengan penyakit serius yang ada sebelumnya, tidak selalu memicu  

penyakit sistemik dan jarang memicu  kematian. 

Entomophtroramycosis yang disebabkan oleh Basidiobolus ranarum (haptosporus) ialah 

penyakit dengan inflamasi granulomatosa pada jaringan subkutan. Jamur ini tersebar luas 

disekitar kita; terdapat pada tumbuh-tumbuhan yang membusuk, tanah dan ditemukan pada 

saluran pencernaan amfibi dan reptil. Penyakit ini diawali dengan  timbulnya massa pada 

jaringan sub kutan yang melekat pada kulit, terutama pada anak-anak dan remaja, paling 

sering pada pria. Infeksi ini dapat sembuh spontan. Terapi yang dianjurkan ialah dengan 

kalium jodida per oral. 

Entomophthoramycosis yang disebabkan oleh Canidiobolus coronatus (rhinoento-

mophtroramycosis) biasanya berasal dari kulit paranasalis atau dari mukosa hidung dan gejala 

yang timbul sebagai obstrusksi atau pembengkakan hidung atau pembengkakan struktur 

jaringan sekitarnya. Lesi dapat menyebar dan menyerang daerah yang berpotensi sebagai 

tempat yang mudah ditulari seperti bibir, pipi, palatum atau faring. Penyakit ini jarang sekali 

terjadi dan terutama menyerang pria dewasa. Terapi yang dianjurkan ialah kalium jodida per 

oral atau amphotericin B (Fungizone®). Pemicu  infeksi, yaitu   Canidiobolus coronatus, 

ditemukan pada tanah gembur dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Pada kedua bentuk 

entomophthoramycosis ini masa inkubasi dan cara penularannya tidak diketahui. Penularan 

antara orang ke orang tidak terjadi. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 587

DAFTAR SINGKATAN 

 

 

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome 

AS : Amerika Serikat 

AZT : Azidothymidine 

Ae : Aedes 

ASPA : Allergic Bronchopulmonary Aspergillus 

AHC             : Acute Haemorrhagic Conjunctivity 

ASI : Air susu ibu 

ATL : Adult T-cell Leukimia 

ACIP              : Immunization Practices Advisory Committee 

ATS               : Anti Tetanus Serum 

 

BCG : Basillus Calmette Guerine 

BBLR :  Berat Badan Lahir Rendah 

BSL :  Biosafety Level 

BPF                 :  Brazilian Purpuric Fever 

BSE : Bovine Spongiform Encephalitis 

BTA                : Basil Tahan Asam 

 

CDC             : Communicable Disease Control 

CD                : Complement Determinant 

cc mm           : Cubic millimeter 

0C                   : Celcius 

C                    : Culex 

CF : Complement Fixation 

CFR : Case Fatality Rate 

CEE : Central European Tick born Encephalitis 

CTF : Colorado Tick Fever  

CSD : Cat Scratch Disease 

CMV : Cytomegalo Virus 

CA : Cold Hemaglutinin 

C

 

RS : Congenital Rubella Syndrome 

DHF : Dengue hemorrhagic Fever 

DNA : Deoxyribonucleic Acid 

DBD : Demam berdarah 

DSS : Dengue shock syndrome 

DHF : Dengue Haemorrhagic Fever 

DAEC : E. Coli Diffuse Adherence 

DAT : Diphteria arititoxin 

DEC : Diethylcarbamazine 

DIC : Disseminated Intravaccular Coagulation 

DPT : Diptheri Pertussis Tetanus 

DFMO : Difluoro Methylo Mithne 

DOTS : Directly Observed Supervised Treatment  Shortcourse 

 588

 

ELISA/EIA : Enyzm Linked Immuno Sorbent Assay/Enyzme Immunoassay 

EPI : Expanded Program Immunization 

EEE : Eastern Equine Encephalitis 

EKC : Epidemic Keratoconjunctivitis 

EHEC : Entero Hemorrhagica E. Coli 

ETEC : Entero Toksigenik E. Coli 

EIEC : Entero Invasive E. Coli 

EPEC : Entero Pathogenic E. Coli 

ESR : Erythrocyte sedimentation rate 

ERIG : Equine Rabies Immunoglobulin  

 

F                : Fahrenheit    

FBI : Federal Bureau of Investigation 

FA : Fluorescent Antibody    

FEE : Far Eastern Encephalitis 

FAO                : Food and Agriculture Organization 

FTAAbs : Fluorescent Treponema Antibody Absorbed 

 

G : Gram 

GC : Gonococcus 

 

HIV : Human Immunodeficiency Virus 

HEPA           :  High-efficiency Particle Air 

HLA               :  Human Leukocyte Antigen 

HI                    : Hemorrhagic Inhibition 

HA : Hemaglutination 

HUS : Haemolitic Uremia syndrome 

HBV : Hepatitis B Virus 

HCV : Hepatitis C Virus 

HAV :  Hepatitis a Virus 

Hdv : Hepatitis D VIRUS 

Hev : Hepatitis E virus 

HSV : Herpes Simplex Virus 

HDCU : Human Diploid Cell Vaccine 

H

 

RIG : Human Rabies Immunoglobulin 

ICD : International Classification of Disease 

IFA :  Indirect Immunoflourescent Antibody Test 

IgM :  Immunoglobulin M 

IgG            :  Immunoglobulin G 

ICU               :  Intensive Care Unit 

IU                  :  International Unit 

IVIG              :  Immunoglobuline intravena 

IF                   : Immunoflourescent 

ITP : Idiopathic Thrombocytopenic  Purpura 

IM           :  Intramuscular 

 589

ID :  Intradermal 

IGIV              :  Immunoglobuline intravena 

 

JE       : Japanese Encephalitis 

 

KLB  :  Kejadian Luar Biasa 

KFD                :  Kyasanur Forest Disease 

KIA                 :  Kesehatan Ibu dan Anak 

 

LCS              :  Liquor Cerebro Spinalis 

L                   :  Liter 

LED               :  Laju Endap Darah 

 

MTBC        :  Mycobacterium Tuberculosis 

MMR          :  Measles-Mumps-Rubella 

MV                 :  Murray Valley 

 

Nm                :  Nanometer 

NAAT            :  Nucleid Acid Amplification Test 

NAPZA          :  Narkotika Psikotropika dan Zat-Zat Adiktif yang berbahaya 

 

OHF             :  Omsk Haemorrhagic Fever 

OPV                :  Oral polio vaccine 

OAT                :  Obat Anti Tuberkolosis  

 

PCR           :  Polymerase Chain Reaction 

PEP            :  Post exposure Prophylaxis 

PE                 :  Powassan Encephalitis 

PCF               :  Pharyngo Conjunctivital Fever 

PCP                :  Plasma cell pneumonia 

PIN                :  Pekan  imunisasi nasional 

PAHO           :  Pan American Health Organization 

PCBC          :  Purified Chick Embryo Cell Vaccine 

 

QBC              :  Quantitative Bufy Coat 

 

RNA        :  Ribo Nuclide Acid 

RVA             :  Rabies Vaccine Absorbed 

RIA                :  Radio Immunoassay 

RSV              :  Respiratory Syncytial Virus 

RDR              :  Rapid Plasma Reagent 

RVF               :  Rift Valley Fever 

 

 

STD          :  Sexual Transmitted Disease 

 590

SCBA          :  Self Contained Breathing Apparatus 

STEC             :  Shiga Toxin E. Coli 

SSP              :  Susunan Saraf Pusat 

SLE                :  St. Louis Encephalitis 

 

TB              :  Tuberculosis 

TMP/SMX  :  Lo-Trimoxasole (trimethoperin-sulfamethoxazole) 

TSS               :  Toxic Shock Syndrome 

TT           :  Tetanus Toxoid 

 

USFDA      :  Unites states food & drug agency 

UNDP            :  United Nation Development Program 

 

VZIG             :  Varicella Zoster Immune Globulin 

VTEC             :  Vero Toxin E. Coli 

VDRI           :  Veneral Disease Research Laboratory 

 

WHO            :  World health Organization 

WEE              :  Western Equine Encephalitis 

 

ZDV           :  Zidovudine 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 591

Definisi – Definisi 

( Arti terminology yang digunakan dalam teks) 

 

 

  

1. “Carrier” – Orang atau binatang yang mengandung bibit penyekit tertentu tanpa 

menunjukkan gejala klinis yangjelas dan berpotensi sebagai sumber penularan 

penyakit. Status sebagai “carrier” bisa bertahan dalam individu dalam waktu yang 

lama dalam perjalanan penyakit tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas, (dikenal 

sebagai carrier sehat atau “asymptomatic carrier”). Bisa juga status “carrier” ini terjadi 

pada waktu masa inkubasi, pada masa “convalescence” atau sesudah masa 

“convalescence” dimana disini gejala klinis penyakitnya jelas (dikenal sebagai 

“carrier” inkubasi atau “concalescence carrier”). Dari berbagai jenis “carrier” diatas, 

status “carrier” bisa pendek bisa sangat panjang (disebuat sebagai “carrier” sementara 

atau “transient carrier” atau “carrier” kronis). 

  

2. “Case Fataly Rate” -  (Angka Kematian Kasus) : Biasanya dinyatakan dalam 

presentase orang yang didiagnosa dengan penyakit tertentu kemudian meninggal 

sebab  penyakit ini  dalam kururn waktu tertentu. 

 

3. “Chemoprophylaxis” – Pemberian bahan kimia termasuk antibiotik yang ditujukan 

untuk mencegah berkembangnya infeksi atau berkembangnya infeksi menjadi 

penyakit yang manifes. “Chemoprophylaxis” juga dimaksudkan untuk mencegah 

penularan penyakit kepada orang lain. sedang  “Chemotherapy” dimaksudkan 

pemberian bahan kimia dengan tujuan untuk mengobati suatu penyakit yang secara 

klinis sudah manifes dan untuk mencegaj perkembangan penyakit lebih lanjut. 

 

4. Pembersihan – Menghilangkan bahan organic atau bahan infeksius dri suatu 

permukaan dengan cara mencuci dan menggosok memakai   deterjen atau 

pembersih vacuum dimana agen infeksi ini kemungkinan tempat yang cocok untuk 

hidup dan berkembang biak pada permukaan ini . 

 592

5. Penyakit Menular – Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh 

produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang 

diproduksi oleh bibit penyakit ini  dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau 

dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung 

melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vector atau melalui 

lingkungan.          

 

6. Masa Penularan – yaitu   waktu pada saat dimana bibit penyakit mulai ditularkan 

baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang yang sakit ke orang lain, dari 

binatang yang sakit ke manusia atau dari orang yang sakit ke binatang termasuk ke 

arthropoda. Untuk penyakit tertentu seperti Diptheria dan Infeksi Streptococcus 

dimana selaput lendir terkena sejak awal masuknya bibit penyakit, maka masa 

penularannya dihitung mulai dari saat kontak pertama dengan sumber infeksi sampai 

dengan saat bibit penyakit tidak lagi ditularkan dari selaput lendir yang terinfeksi, 

yaitu waktu sebelum munculnya gejala prodromal sampai berhentinya status sebagai 

carrier, jika yang bersagkutan berkembang menjadi carrier. 

Ada penyakit-penyakit tertentu justru lebih menular pada masa inkubasi dibandingkan 

dengan pada waktu yang bersangkutan memang benar-benar jatuh sakit (contohnya 

yaitu   Hepatitis A, campak). Pada penyakit-penyakit sepeti TBC, kusta, sifilis, 

gonorrhea dan jenis salmonella tertentu masa penularannya berlangsung lama dan 

terkadang intermiten pada saat lesi kronis secara terus menerus mengeluarkan cairan 

yang infeksius dari permukaan atau lubang-lubang tubuh. 

Untuk penyakit yang ditularkan oleh arthropoda seperti malaria, demam kuning, masa 

penularannya atau masa infektivitasnya yaitu   pada saat bibit penyakit ada dalam 

jumlah cukup dalam tubuh manusia baik itu dalam darah maupun jaringan tubuh 

lainnya dari orang yang terinfeksi sehingga memungkinkan vector terinfeksi dan 

menularkannya kepada orang lain. 

Masa penularan untuk vector arthropoda yaitu pada saat bibit penyakit dapat 

disemikan dalam jaringan tubuh arthropoda dalam bentuk tertentu dalam jaringan 

tertentu (stadium infektif) sehingga dapat ditularkan. 

 

 593

7. Kontak – Orang atau binatang sedemikian rupa memiliki  hubungan dengan orang 

atau binatang yang sakit atau dengan lingkungan yang tercemar yang memicu  

mereka kemungkinan besar terkena infeksi 

 

8. Kontaminasi – Ditemukannya bibit penyakit dipermukaan tubuh, pakaian, tempat 

tidur, mainan anak-anak, instrumen, duk atau pada benda-benad lainnya termasuk air 

dan makanan. Polusi berbeda dengan kontaminasi, dimana polusi diartikan adanya 

bahan pencemar dalam jumlah yang berlebihan di dalam lingkungan dan tidak harus 

berupa agen insfeksius. Kontaminasi permukaan tubuh manusia tidak berati orang 

ini  berperan sebagai “carrier”. 

 

9. Disinfektan – Upaya untuk membunuh bibit penyakit di luar tubuh manusia dengan 

memakai   bahan kimia atau bahan fisis. 

Disinfektan pada tingkat yang tinggi akan membunuh semua mikro organisme kecuali 

spora. Diperlukan upaya lebih jauh untuk membunuh spora dari bakteri. 

Untuk membunuh spora diperlukan kontak yang lebih lama dengan disinfektan dalam 

konsentrasi tertentu setelah dilakukan pencucian dengan deterjen secara benar. 

Konsentrasi bahan kimia yang diperlukan antara lian Glutaraldehyde 2%, H2O2 6% 

yang sudah distabilkan, Asam paracetat 1%, paling sedikitnya diberikan minimal 20 

menit. Disinfektan pada tingkat menengah tidak membunuh spora. Spora akan mati 

jika dilakukan pasteurisasi selama 30 menit 75o C (167o F) atau dengan memakai   

disinfektan yang sudah direkomendasikan oleh EPA. 

 

Disinfektasi Segera, yaitu   disinfektasi yang dilakukan segera setelah lingkungan 

tercemar oleh cairan tubuh dari orang yang sakit atau suatu barang yang tercemar oleh 

bahan infeksius. Sebelum dilakukan disinfektasi terhadap barang atau lingkungan 

maka upayakan agar sesedikit mungkin kontak dengan cairan tubuh atau barang-

barang yang terkontaminasi ini . 

 

Disinfektasi Terminal, yaitu   upaya disinfektasi yang dilakukkan setelah penderita 

meninggal, atau setelah penderita dikirm ke Rumah Sakit, atau setelah penderita 

 594

berhenti sebagai sumber infeksi, atau setelah dilakukan isolasi di Rumah Sakit atau 

setelah tindakan-tindakan lain dihentikan. Disinfektasi terminal jarang dilakukan; 

biasanya melakukan pemebersihan terminal sudah mencukupi dilakukan bersama-

sama dengan aerasi kamar serta membiarkan sinar matahari masuk kamar sebanya-

banyaknya menyinari ruangan tempat tidur dan meja kursi. 

Disinfektasi hanya diperlukan untuk penyakit yang ditularkan secara tidak langsung; 

sentralisasi dengan uap atau Insenerasi tempat tidur dan peralatan lain dianjurkan 

untuk penyakit demam Lassa atau penyakit yang sangat infeksius lainnya. 

 

Sterilisasi, yaitu   penghancuran semua bentuk dari bibit penyakit baik dengan cara 

memanaskan, penyinaran, memakai   gas (ethylene oksida, formaldehyde) atau 

denganpemberian bahan kimia. 

 

10. Disnfestasi – Tindakan yang dilakukan baik fisis maupun kimiawi dengan maksud 

untuk menghancurkan atau menghilangkan binatang-binatang kecil yang tidak 

diinginkan khususnya arthropoda atau rodensia yang hadir di lingkungan manusia, 

binatang peliharaan, dipakaian (lihat Insektisida dan Rodentisida). 

Disinfestasi termasuk menghilangkan kutu yaitu Pediculus humanus, pada manusia. 

Synonim dari disinfestsai yaitu   disinseksi, disinsektisasi jika yang dihilangkan hanya 

insekta. 

 

11. Endemis – Suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara 

terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu 

penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah. 

sedang  Hyperendemis yaitu   keadaan diman penyakit tertentu selalu ditemukan 

di suatu wilayah dengan insiden yang tinggi. Dan Holoendemis yaitu   keadaan 

dimana suatu penyakit selalau ditemukan di suatu wilayah dengan prevalensi yang 

tinggi, awalnya menyerang warga  usia muda dan menimpa sebagian besar 

warga  contohnya malaria di daerah tertentu (lihat zoonosis). 

 

 595

12. Epidemi (Wabah) -  Timbulnya suatu penyakit yang menimpa sekelompok 

warga  atau suatu wilayah dengan angka kejadian yang melebihi angka normal 

dari kejadian penyakit ini . 

 

Beberapa jumlah penderita untuk bisa dikatakan telah terjadi Epidemi sangat 

tergantung dari jenis penyakit, jumlah dan tipe warga  yang tertimpa, pengalaman 

masa lalau, jarangnya terpajan dengan penyakit ini , waktu dan tempat kejadian. 

Dengan demikian epidemisitas sangat relatif tergantung kepada bagaumana kejadian 

biasanya dari penyakit ini  di suatu wilayah yang sama, pada warga  tertentu 

pada musim yang sama. 

Sebagai contoh satu kasus penyakit tertentu yang lama tidak muncul kemudian tiba-

tiba muncul atau suatu kasus penyakit yang sebelumnya belum pernah dikenal, 

muncul maka segera harus dilakukan penyelidikan epidemiologis dan juika kemudian 

penyakit ini  menjadi dua kasus dalam waktu yang cepat di tempat ini  maka 

ini sebagai bukti telah terjadi penularan dan dianggap telah terjadi epidemi (lihat 

laporan suatu penyakit dan zoonosis). 

 

13. Penyinaran Makanan - Teknologi tertentu yang dapat memberikan dosis spesifik 

dari radiasi pengion dari suatu sumber radio isotope (Cobalt 60) atau dari mesin yang 

dapat menghasilkan sinar electron atau sinar X. Dosis yang diperlukan untuk 

penyinaran makanan dan alat-alat : rendah yaitu sekitar 1 kilo Grays (kGy) atau 

kurang, digunakan untuk sisinfeksi insekta dari buah-buahan, bumbu atau biji-bijian; 

disinfeksi parasit dari ikan dan daging; medium 1 – 10 kGy (biasanya 1-4 kGy), 

dipakai untuk pasteurisasi dan untuk menghancurkan bakteri dan jamur, dan tinggi 10 

– 15 kGy, digunakan untuk sterilisasi makanan, peralatan medis dn alat kesehatan 

(cairan iv, implan, semprit, jarum suntik, benang, klip, jas operasi, duk). 

 

14. Fumigasi – Proses yang ditujukan untik membunuh binatang tertentu seperti 

arthropoda dan rodensia dengan memakai   gas kimia (lihat insektisida dan 

rodentisida). 

 

 596

15. Penyuluhan Kesehatan -  yaitu   suatu proses yang ditujukan kepada individu atau 

kelompok warga  agar mereka bisa berperilaku sehat dalam menjaga dan 

memelihara kesehatan mereka. Penyuluhan kesehatan dimulai dari warga  dalam 

keadaan seperti apa adanya yaitu pandangan mereka selama ini terhadap masalah 

kesehatan. 

 

Dengan memebrikan penyuluhan kesehatan kepada mereka dimaksudkan untuk 

mengembangkan sikap dan tanggung jawab sebagai individu, anggota keluarga, 

anggota warga  dalam masalah kesehatan. Khusus kaitannya dengan 

pemberantasan penyakit menular maka penyuluhan kesehatan ditujukan kepada upaya 

peningkatan pengetahuan warga  tentang penyakit menular, penilaian terhadap 

perilaku warga  yang ada kaitannya dengan penyebaran serta peningkatan 

frekuensi penyakit menular, pengenalan cara-cara pengobatan (Synonim : pendidikan 

penderita, pendidikan untuk kesehatan, pendidikan kepada warga , pendidikan 

kesehatan warga ). 

 

16. Kekebalan Kelompok (Herd inmunixty) – yaitu   kekebalan dari sekelompk orang 

atau warga . Kemampuan dari sekelompok orang untuk menanngkal invasi atau 

penyebaran suatu penyakit infeksi jika mereka yang kebal mencapai proporsi yang 

cukup tinggi di warga . 

 

17. Pejamu/Tuan Rumah/Inang – Disebut juga “Host”, hospes ialah orang atau binatang 

termasuk burung dan arthropoda yang mengandung bibit penyakit tertentu yang 

didapatkan secara alamiah (bukan sebagai hasil eksperimen). Protozoa dab cacing 

tertentu memiliki  beberapa oejamu dari spesies binatang yang berbeda dalam 

stadium perkembangan mereka. Pejamu dimana parasit mencapai maturitas atau 

melewatkan stadium seksual mereka disebut sebagai pejamu perimer atau pejamu 

difinitif, sedang  pejamu dimana parasit melewatkan stadium larva atau stadium 

asexual disebuet sebagai pejamu sekunder atau pejamu intermediair. Pejamu perantara 

(transport host) yaitu   “carrier” dimana organisme bertahan hidup namun  tidak 

mengalamui perkembangan. 

 597

18. Individu Yang Kebal – Orang atau binatang yang memiliki antibody spesifik  dan 

atau memiliki antibody seluler akibat infeksi atau pemberian imunisasi yang dialami 

sebelumnya. Atau suatu kondisi sebagai akibat pengalaman spesifik sebelumnya 

sebagai suatu respons sedemikian rupa yang mencegah berkembangnya penyakit 

terhadap reinfeksi dari bibit penyakit tertentu. 

 

Tingkat imunitas seseorang sangat relatif; tingkat perlindungan tertentu mungkin 

cukup kuat terhadap infeksi yang biasanya namun  tidak mencukupi untuk infeksi yang 

berat atau infeksi yang melewati “Port d’entre” yang tidak biasanya; Daya lindung 

juga berkurang pada pemberian pengobatan “immumosuppressive” atau sebab  

menderita penyakit lain dan proses ketuaan (lihat Resistensi). 

 

19. Imunitas – Kekebalan yang dikaitkan dengan adanya antibody atau sel yang 

memiliki  tanggap kebal terhadap mikro organisme dari penyakit infeksi tertentu 

atau terhadap toksinnya. Kekeblan yang efektif meliputi kekebalan seluler berkaitan 

dengan sentisisai T-Lymphocite dan atau imunitas humoral yang didasarkan kepada 

reaksi B-Lymphocite. 

Kekebalan Pasif di dapat baik secara alamiah maupun didapat dari ibu melalui ari ari, 

atau didapat secara buatan dengan memberikan suntikan zat kebal (dari serum 

binatang yang sudah dikebalkan, serum hiperium dari orang yang baru sembuh dari 

penyakit tertentu atau “human immune serum globulin”; kekebalan yang diberikan 

relatif pendek (beberapa hari atau beberapa). 

Imunitas humorial aktif, hilang setelah beberapa tahun yang didapat baik secara 

alamiah sebab  infeksi dengan atau tanpa gejala klinis atau diperoleh secara buatan 

dengan menyuntikkan agen infeksi yang sudah dibunuh atau dilemahkan atau dalam 

bentuk vaksinnya ke dalam tubuh manusia. 

 

20. Infeksi yang tidak kelihatan (Inapparent Infection) – yaitu   terjadinya infeksi 

pada pejamu tanpa disertai dengan gejala klinis yang jelas. Infeksi ini hanya bisa 

diketahui melalui pemeriksaan laboratorium seperti melalui pemeriksaan darah, skin 

test (Synonim; asymptomatik, subklinis, “occult infection”) 

 598

21. Angka Insidensi (Incidence Rate) – Jumlah kasus baru penyakit tertentu yang 

dilaporkan pada periode waktu tertentu, tempat tertentu dibagi dengan jumlah 

warga  dimana penyakit ini  berjanngkit. 

Biasanya dinyatakan dalam jumlah kasus per 1000 dtau per 100.000 warga  per 

tahun. Angka ini bisa diberlakukan bagi umur tertentu, jenis kelamin tertentu atau 

karakteristik spesifik dari warga . (lihat Angka morbiditas, Angka Prevalensi). 

“Attack  rate” atau “Case Rate”  yaitu   proporsi yang menggambarkan insidensi 

kumulatif dari kelompok tertentu, yang diamati dalam waktu yang terbatas dalam 

situasi tertentu misalnya pada waktu terjadi kejadian luar biasa atau wabah. 

Dinyatakan dalam prosentase (jumlah kasus per 100 warga ). 

sedang  “Attack rate” Sekunder yaitu   jumlah penderita baru yang terjadi dalam 

keluarga atau institusi dalam periode masa inkubasi tertentu setelah terjadi kontak 

dengan kasus primer, dihubungkan dengan total keseluruhan kontak; 

deniominatornya/penyebutnya bisa terbatas hanya kepada kontak yang rentan saja jika 

hal ini diketahui dengan jelas. 

Angka Infeksi yaitu   proporsi yang menggambarkan insidensi dari semua infeksi 

yang terjadi baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. 

 

22. Masa Inkubasi – Yaitu interval waktu antara kontak awal dengan bibit penyakit dan 

awal munculnya gejala penyakit yang dikaitkan dengan infeksi ini . Didalam 

tubuh vector yaitu   waktu antara msauknya mikro organisme ke dalam tubuh vector 

dan waktu dimana vector ini  mampu menyebarkan penyakit (Masa Inkubasi 

Ekstrinsik). 

Waktu antara orang terpajan dengan parasit sampai ditemukannya parasit ini  

dalam darah atau feces dinamakan masa percobaan. 

 

23. Orang yang terinfeksi – Seseorang atau binatang yang mengandung bibit penyakit 

baik dia menunjukkan gejala klinis maupun tidak (lihat pasien atau orang sakit), atau 

infeksi yang tidak kelihatan (lihat Carrier). Orang atau binatang yang infeksius yaitu   

dari mana bibit penyakit secara alamiah bisa didapat. 

 

 599

24. Infeksi – masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit ke dalam tubuh 

manusia atau binatang. Infeksi tidak sama dengan penyakit infeksius; akibatnya 

mungkin tidak kelihatan (lihat infeksi yang tidak kelihatan) mungkin juga manifes 

(lihat penyakit infeksi). Ditemukannya bibit penyakit di permukaan tubuh, 

dipermukaan alat-alat, pada alat-alat yang tercemar tanah disebut sebagai kontaminasi 

(lihat infestrasi dan kontaminasi) bukan infeksi. 

 

25. Agen Infeksius – yaitu   organisme (virus, rickettsia, bacteria, fungus, protozoa, 

cacing) yang bisa menimbulkan infeksi atau penyakit infeksi. Infektivitas 

menunjukkan kemampuan dari agen infeksius untuk masuk, hidup dan berkembang 

biak di dalam tubuh pejamu; Tingkat infeksius yaitu   tingkat kemudahan dari bibit 

penyakit tertentu ditularkan dari satu pejamu ke pajamu lain 

 

26. Penyakit Infeksius – Penyakit pada manusia atau binatang yang manifes secara klinis 

sebagai akibat dari infeksi (lihat infeksi) 

 

27. Infestasi – Berlaku untuk orang atau binatang yaitu hinggap dan berkembang 

biakanya arthropoda di permukaan tubuh manusia atau di pakaian.  sedang  tempat 

atau peralatan yang terinfestasi yaitu   apabila alat atau tenpat ini  memberikan 

tempat berteduh bagi arthropoda atau rodensia. 

 

28. Insektisida -  Bahan kimia yang dipakai untuk memusnahkan insekta, pemakaiannya 

bisa dalam bentuk tepung, cairan, cairan yang dibuat menjadi pertikel, aerosol, 

disemprotkan baik yang memakai   residu maupun tidak. 

sedang  Larvasida istilah yang digunakan bagi bahan kimia yang dipakai untuk 

bahan kimia yang digunakan untuk membunuh bentuk dewasa dari arthropoda. Istilah 

Insektisida kerap dipakai untuk membunuh kutu dan agas. Istilah-istilah lain seperti 

lousisida, mitisida juga kadang-kadang dipakai. 

 

 

 

 600

29. Isolasi – Dilakukan terhadap penderita, isolasi menggambarkan pemisahan penderita 

atau pemisahan orang atau binatang yang terinfeksi selama masa inkubasi dengan 

kondisi tertentu untuk mencegah/mengurangi terjadinya penularan baik langsung 

maupun tidak langsung dari orang atau binatang yang rentan. 

Sebaliknya, karantina (q.v.) yaitu   tindakan yang dilakukan untuk membatasi ruang 

gerak orang yang sehat yang diduga telah kontak dengan penderita penyakit menular 

tertentu. 

CDC telah merekomendasikan suatu “Unversal Precaution/Kewaspadaan Umum”  

yang harus diberlakkan untuk semua penderita baik yang dirawat maupun yang tidak 

dirawat di Rumah Sakit terlepas dari apakah penyakit yang diderita penularanya 

melalui darah atau tidak. 

Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa darah dan cairan tubuh dari penderita (sekresi 

tubuh biasanya mengandung darah, sperma, cairan vagina, jaringan, Liquor 

Cerebrospinalis, cairan synovia, pleura, peritoneum, pericardial dan amnion) dapat 

mengandung Virus HIV, Hepatitis B dan bibit penyakit lainnya yang ditularkan 

melalui darah. 

Tujuan daripada dilakukannya “Kewaspadan Umum” ini yaitu   agar para petugas 

kesehatan yang merawat pasien etrhindar dari penyakit-penyakit yang ditularkan 

melalui darah yang dapat menulari mereka melalui tertusuk jarum sebab  tidak 

sengaja, lesi kulit, lesi selaput lendir. 

Alat-alat yang dipakai untuk melindungi diri antara lain pemakaian sarung tangan, Lab 

jas, masker, kaca mata atau kaca penutup mata. Ruangan khusus diperlukan jika 

hygiene penderita jelek. Limbah Rumah Sakit diawasi oleh pihak yang berwenang. 

 

Ada dua hal pokok yang dibutuhkan dan umum diterapkan dalam perawatan 

penderita penyakit menular : 

• Cuci tangan dengan baik setalah memegang pasien atau memegang peralatan 

yang terkontaminasi sebelum memegang pasien berikutnya. 

• Benda – benda yang terkontaminasi oleh agen infeksius dibuang dengan benar 

atau tempatkan dalam kantong yang diberi label sebelum dikirim untuk dilakukan 

dekontaminasi atau diproses kembali. 

 601

Rekomendasi yang diberikan untuk isolasi penderita yang ada pada seksi 9B2 untuk 

tiap-tiap penyakit  my be allude terhadap metode yang direkomendasikan oleh CDC 

(CDC Guideline for Isolation Precaution in Hospital)  merupakan “category specific 

isolation precaution” sebagai tambahan terhadap “Universal Precaution” yang 

didasarkan kepada cara-cara penularan penyakit tertentu. 

 

Kategori-kategori ini  yaitu   sebagai berikut : 

1. Isolasi ketat; kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit 

yang sangat virulen yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui 

kontak lanngsung. 

Cirinya yaitu   selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga bagi 

mereka yang keluar masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas, sarung 

tangan. 

Ventilasi ruangan ini  juga dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan. 

 

2.  Isolasi kontak; Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau 

infeksi yang kurang serius, untuk penyakit-penyakityang terutama ditularkan 

secara langsung sebagai tambahan terhadap hal pokok yang dibutuhkan, 

diperlukan kamar tersendiri, namun penderita dengan penyakit yang sama boleh 

dirawat dalam satu kamar, masker diperlukan bagi mereka yang kontak secara 

langsung dengan penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak 

dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-

bahan yang infeksius. 

 

3. Isolasi pernafasan; Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui 

udara, diperlukan ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang 

menderita penyakit yang sama boleh dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai 

tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, pemakaian masker dianjurkan 

bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas dan sarung tangan tidak 

diperlukan. 

 

 602

4. Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA); Ditujukan bagi penderita TBC 

paru dengan BTA positif atau gambaran radiologisnya menunjukkan TBC aktif. 

Spesifikasi kamar yang diperlukan yaitu   kamar khusus dengan ventilasi khusus 

dan pintu tertutup. 

Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang dibutuhkan masker khusus tipe 

respirasi dibutuhkan bagi mereka yang masuk ke ruangan perawatan, lab jas 

diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan atidak 

diperlukan. 

 

5. Kehati-hatian terhadap penyakit Enterie; Untuk penyakit-penyakit infeksi yang 

ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tinja. Sebagai tambahan terhadap 

hal-hal pokok yang diperlukan, perlu disediakan ruangan khusus bagi penderita 

yang hygiene perorangannya jelek. Masker tidak diperlukan jika ada 

kecenderungan terjadi soiling dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-

bahan yang terkontaminasi. 

 

30. Moluskasida – Bahan kimia yang dipakai untuk membunuh keong dan mollusca 

lainnya. 

 

31. Angka Kesakitan – yaitu   angka insidensi (q.v) yang dipakai untuk menyatakan 

jumlah keseluruhan orang yang menderita penyakit yang menimpa sekelompok 

warga  pada periode waktu tertentu. Sekelompok warga  bisa mengacu pada 

jenis kelamin tertentu, umur tertentu atau yang memiliki  cirri-ciri tertentu. 

 

32. Angka Kematian – Angka yang perhitungannya sama dengan perhitungan angka 

insidensi yaitu pembilangnya (Numerator) yaitu   jumlah mereka yang mati pada 

periode waktu tertentu yang menimpa sekelompok warga , biasanya dalam satu 

tahun, sedang  penyebutnya (Denominator) yaitu   jumlah orang yang memiliki  

resiko mati pada paeriode yang sama. 

Angka Kematian Kasar dinyatakan dalam seluruh kematian oleh sebab  semua 

sebab, biasanya kematian per 1000 warga . 

 603

Angka Kematian Spesifik untuk penyakit tertentu yaitu   jumlah kematian oleh sebab 

penyakit tertentu saja, biasanya terhadap 100.000 warga . warga  bisa dirujuk 

berdasarkan umur, jenis kelamin atau cirri-ciri lainya. Angka kematian ini jangan 

disalah artikan dengan Angka Fatalitas/case fatality Rate (q.v), (Synonim : Angka 

Mortalitas). 

 

33. Infeksi Nosokomial – Infeksi yang terjadi pada pnederita yang sedang dirawat di 

Rumah Sakit dimana infeksi ini belum ada pada waktu penderita masuk ke Rumah 

Sakit; atau infeksi residual pada waktu dirawat di Rumah Sakit sebelumnya. Termasuk 

juga infeksi yang muncul setelah penderita keluar Rumah Sakit, dan juga infeksi yang 

mengenai staf dan fsailitas Rumah Sakit (synonym : infeksi yang didapat di Rumah 

Sakit) 

 

34. Patogenisitas – yaitu   kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat 

orang menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok warga  yang terinfeksi 

menjadi sakit. 

 

35. Penderita atau Orang Sakit – yaitu   orang yang menderita suatu penyakit. 

 

36. Higiene Perorangan – Dalam bidang peberantasan penyakit menular maka upaya 

untuk mellindungi diri terhadap penyakit menjadi tanggung jawab individu dalam 

menjaga kesehatan mereka dan mengurangi penyebaran penyakit, terutama penyakit 

yang ditularkan melalui kontak langsung. 

Upaya – upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang yaitu   : 

1. Selalu mencuci tangan setelah kencing dan buang air besar dan sebelum makan 

dan minum 

2. jauhkan tangan dan peralatan yang kotor atau barang-barang lain yang dipakai 

untuk keperluan WC dari mulut, hidung, mata, telinga, alat kelamin dan luka 

3. Hindari pemakaian alat-alat untuk makan dn minum tidak bersih begitu juga 

hindari pemakaian handuk, saputangan, sisir, sikat rambut dan pipa rokok yang 

kotor. 

 604

4. jauhi percikan dari orang lain pada saat mereka batuk, bersih, tertawa atau 

berbicara. 

5. Cuci tangan setelah menyentuh penderita dan memegang barang-barang milik 

penderita 

6. Jaga kebersihan tubuh dengan setiap saat mandi secara teratur dengan air 

bersih dn sabun. 

 

37. Angka Prevalensi -  Jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan 

kondisi tertentu yang menimpa sekelompok warga  tertentu pada titik waktu 

tertentu (Point Prevalence), atau pada periode waktu tertentu (Period Prevalence),  

tanpa melihat kapan penyakit itu mulai dibagi dengan jumlah warga  yang 

memiliki  resiko tertimpa penyakit pada titik waktu tertentu atau periode waktu 

tertentu. 

 

38. Karantina – Pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap orang atau binatang yang 

telah kont ak dengan orang/binatang yang menderita penyakit menular pada masa 

penularan (lihat Kontak). Tujuannya yaitu   untuk mencegah penularan penyakit pada 

masa inkubasi jika penyakit ini  benar-benar diduga akan terjadi. Ada dua jenis 

tindakan karantina yaitu : 

 

1. Karantina Absolut atau Karantina Lengkap : ialah pembatasan ruang gerak 

terhadap mereka yang telah terpajan dengan penderita penyakit menular. 

Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak lebih dari masa inkubsai terpajang 

penyakit menular ini . Tujuan dari tindakan ini yaitu   untuk mencegah orang 

ini kontak dengan orang-orang lain yang belum terpajan. 

 

2. Karantina yang dimodifikasi : Suatu tindakan selektif berupa pembatasan gerak 

bagi mereka yang terpajan dengan penderita penyakit menular. Biasanya 

pertimbangannya yaitu   perkiraan terhadap adanya perbedaan tingkat kerentanan 

terhadap bahaya penularan. Modifikasi ini dilakukan untuk menghadapi situasi 

tertentu. Sebagai contoh misalnyamelarang anak-anak tertentu masuk sekolah. 

 605

Pengecualian terhadap anak-anak yang sudah dianggap kebal terhadap tindakan-

tindakan tertentu yang ditujukan kepada anak-anak yang rentan. Pembatasan yang 

dilakukan terhadap annggota militer pada pos-pos atau asrama-asrama militer. 

Kegiatan karantina yang dimodifikasi meliputi : 

- Surveilans Individu, yaiut pengamatan medis yang ketat dilakukan terhadap 

individu yang diduga terpajan dengan sumber penyakit agar timbulnya gejala 

penyakit dapat segera diketahui tanpa membatasi ruang gerak mereka. 

- Segregasi, yaitu pemisahan sebagian kelompok (orang atau binatang) dari 

induk kelompoknya dengan tujuan dan pertimbangan khusus agar dapat 

dilakukan pengamatan dengan baik; pemisahan anak-anak yang rentan dari 

anak-anak yang sudah kebal; pembuatan perbatasan penyangga yang sanitair 

untuk melindungi mereka yang belum terinfeksi dari mereka yang sudah 

terinfeksi. 

 

39. Repelan – yaitu   bahan kimia yang digosokkan di kulit, pakaian atau tempat lain 

dengan maksud : 

1. Mencegah serangga menggigit/menyerang 

2. Mencegah larva cacing masuk melalui kulit 

 

40. Pelaporan Penyakit – yaitu   laporan resmi yang ditujukan kepada pejabat kesehatan 

yang berwenang yang berisikan kejadian penyakit yang menimpa orangatau binatang. 

Penyakit yang menimpa manusia dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat sedang  

penyakit yang menyerang binatang/ternak dilaporkan kepada Dinas Pertanian/Dinas 

Peternakan. sedang  penyakit-penyakit hewan tertentu (200 jenis) yang juga 

menyerang hewan maupun manusia dilaporkan baik kepada Dinas Kesehatan maupun 

Dinas Pertanian/Dinas Peternakan. 

Pejabat Kesehatan yang berwenang akan menrbitkan daftar dari penyakit-penyakit 

yang harus dilaporkan sesuai dengan keperluan (lihat Pelaporan Penyakit Menular).  

 

 

 

 606

Laporan penyakit ini juga meliputi penyakit-penyakit yang diduga memiliki  arti 

penting dalam bidang kesehatan warga , biasanya penyakit-penyakit yang 

memerlukan tindakan investigasi atau yang memerlukan tindakan pemberantasan 

tertentu jika seseorang mendapatkan infeksi dri daerah tertentu sedang  laporan 

penyakitnya dilaporkan di daerah lain, maka pejabat kesehatan yang menerima laporan 

kasus ini  hendaknya memberitahukan pejabat kesehatan dari daerah dimana 

infeksi ini  didapat. 

Hal ini penting dilakukan terutama jika diperlukan pemeriksaan kontak (contact 

person), pemeriksaan makanan atau jika diperlukan pemeriksaan air atau brang-barang 

lain yang diduga sebagai sumber infeksi. 

Notifikasi ini diperlukan tidak hanya terhadap penyakit-penyakit yang rutin harus 

dilaporkan namun  juga terhadap penyakit-penyakit yang timbul KLB/Wabah walaupun 

penyakit ini  tidak masuk dalam daftar penyakit yang wajib dilaporkan (lihat 

Wabah). Pelaporan khusus yang diperlukan dalam IHR (International Health 

Regulation) tercantum dalam Pelaporan Penyakit Menular. 

 

41. Reservoir (dari penyakit infeksi) – Setiap orang, binatang, arthropoda, tumbuh-

tumbuhan, tanah atau barang-barang (atau kombinasi dari keduanya) dimana bibit 

penyakit biasanya hidup dan berkembang biak serta hiduonya sangat tergantung pada 

inang tempatnya menumpang. Bibit penyakit ini  biak sendemikian rupa sehingga 

dapat ditularkan kepada inang lain yang rentan. 

  

42. Resistensi – Merupakan Resultante dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-

halangi atau mencegah invasi, multipliksi dari bibit penyakit kedalam tubuh atau 

mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh racun yang dikelurkan 

oleh bibit penyakit. 

Resistensi Inheren – yaitu   kemapuan tubuh bertahan terhadap serangan bibit 

penyakit yang tidak tergantung kepada kekebalan spesifik baik humoral maupun 

seluler; daya tahan ini biasanya daladm bentuk struktur anatomis dan fisiologis yang 

menjadi cirri individu yang didapatkan secara genetis baik yang bersifat permanen 

ataupun temporer (lihat Imunitas) (Synonim : Imunitas nonspesifik) 

 607

43. Rodentisida – Suatu bahan kimia yang dipergunakan untuk membunuh rodensia, 

umumnya setelah ditelan oleh rodensia ini . 

 

44. Sumber Infeksi – Orang, binatang, barang/bahan dari mana bibit penyakit ditularkan 

pada orang lain. 

Sumber infeksi harus dibedakan dengan Sumber Kontaminasi yaitu sebagai contoh 

septic tank yang meluap mencemari sumber air atau juru masak yang terinfeksi 

mencemari salad yang disajikan. 

 

45. Surveilans Penyakit – Berbeda dengan surveilans terhadap manusia (lihat Karantina 

2), surveilans penyakit yaitu   kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan 

melihat seluruh aspek dari muncul dan menyebarnya suatu penyakit agar dapat 

dilakukan penanggulangan yang efektif. Didalamnya meliputi pengumpulan secara 

sistematik dan evaluasi dari : 

1. Laporan Kesakitan dan Kematian 

2. Laporan khusus dari hasil investigasi atau dari kasus perorangan 

3. Isolasi dan identifikasi dari bahan infeksius oleh laboratorium. 

4. Data tentang ketersediaan dan pemakaian serta dampak dari pemakaian vaksin 

dan toxoids, globulin imun, insektisida dan bahan-bahan yang digunakan 

dalam pemberantasan. 

5. Informasi yang berkaitan dengan tingkat imunitas dari segmen warga  

tertentu. 

6. Data epidemiologis yang dianggap relevan. 

 

Laporan yang berisikan rangkukman dari data-data diatas hendaknya dibuat dan 

disebar luaskan kepada mereka yang membutuhkan yang ingin mengetahui hasil 

dari kegiatan surveilans. 

Prosedur diatas berlaku umum di semua tingkatan secara local maupun 

lebih lanjut . 

  

 608

Surveilans Serologis – Kegiatan yang mengidentifikasikan pola infeksi masa lalu dan 

sampai saat ini dengan memakai   pemeriksaan serologis. 

 

46. Susceptible (Rentan) – Seseorang atau binatang yang tidak memiliki daya tahan yang 

cukup untuk melawan bibit penyakit tertentu untuk mencegah dirinya tertulari jika 

mereka terpajan dengan bibit penyakit ini . 

 

47. Tersangka – Tersangka dalam pemberantasan penyakit menular dimaksudkan yaitu   

kesakitan yang diderita seseorang dimana gejala dan perjalanan penyakitnya 

megidentifikasikan bahwa mereka kemungkinan menderita sesuatu penyakit menular 

tertentu. 

 

48. Penularan Penyakit Infeksi – Mekanisme dimana penyakit infeksi ditularkan dari 

suatu sumber atau reservoir kepada seseorang. Mekanisme ini  yaitu   sebagai 

berikut : 

 

1. Penularan Langsung;  mekanisme ini menularkan bibit penyakit langsung dari 

sumbernya kepada orang atau binatang lain melalui “Port d’entre”. Hal ini bisa 

melalui kontak langsung seperti melalui sentuhan, gigitan, ciuman, hubungan 

seksual, percikan yang mengenai conjunctiva, selaput lendir dari mata, hidung atau 

mulut pada waktu orang lain bersin, batuk, meludah, bernyanyi atau bercakap 

(biasanya pada jarak yang kurang dari 1 meter) 

 

2. Penularan Tidak Langsung 

a. Penularan Melalui Alat – Alat yang terkontaminasi seperti mainan anak-anak, 

saputangan, kain kotor, tempat tidur, alat masak atau alat makan, instrumen 

bedah atau duk; air, makanan, susu, produk biologis seperti darah, serum, 

plasma, jaringan organ tubuh, atau segala sesuatu yang berperan sebagai 

perantara dimana bibit penyakit di “angkut” dibawa kepada orang/binatang 

yang rentan dan masuk melalui “Port d’entre” yang sesuai.  

 

 609

Bibit penyakit ini  bisa saja berkembang biak atau tidak pada alat ini  

sebelum ditularkan kepada orang/binanat yang rentan. 

b. Penularan Melalui Vektor – (i) Mekanis : Cara mekanis ini meliputi hal-hal 

yang sederhana seperti terbawanya bibit penyakit pada saat serangga merayap 

ditanah baik terbawa pada kakinya atau pada belalainya, begitu pula bibit 

penyakit terbawa dalam saluran pencernaan serangga.  

Bibit penyakit tidak mengalami perkembangbiakan. (ii) Biologis : cara ini 

meliputi terjadinya perkembangbiakan (propagasi/multiplikasi), maupun 

melalui siklus perkembangbiakan atau kombinasi kedua-duanya. 

(“cyclopropagative”) sebelum bibit penyakit ditularkan oleh serangga kepada 

orang/binatang lain. 

Masa inkubsi ekstrinsik diperlukansebelum serangga menjadi infektif. Bibit 

penyakit bisa ditularkan secara vertical dari induk serangga kepada anaknya 

melalui telur (“transovarium transmission”); atau melalui transmis transtadial 

yaitu Pasasi dari satu stadium ke stadium berikutnya dari siklus hidup parasit 

didalam tubuh serangga dari bentuk nimfe ke serangga dewasa. 

Penularan dapat juga terjadi pada saat serangga menyuntikkan air liurnya 

waktu menggigit atau dengan cara regurgitasi atau dengan cara deposisi 

kotoran serangga pada kulit sehingga bibit penyakit dapat masuk kedalam 

tubuh manusia melalui luka gigitan serangga, luka garukan. Cara penularan 

seperti ini bukanlah cara penularan mekanis yang sederhana sehingga serangga 

yang menularkan penyakit dengan cara ini masih bisa disebut sebagai vektor 

penyakit.  

 

3. Penularan Melalui Udara – Penyebaran bibit penyakit melalui “Port d’entre” 

yang sesuai, biasanya saluran pernafasan. Aerosol berupa berupa partikel ini 

sebagian atau keseluruhannya mengandung mikro organisme. Partikel ini bisa 

tetap melayang-layang diudara dalam waktu yang lama sebagian tetap infektif dan 

sebagian lagi ada yang kehilangan virulensinya. 

Partikel yang berukuran 1 – 5 micron dengan mudah masuk kedalam alveoli dan 

tertahan disana. 

 610

Percikan (droplet) dan partikel besar lainnya tidak dianggap sebagai penularan 

melalu udara (airborne); (lihat Penularan Langsung) 

a. “Droplet Nuclei” – Biasanya berupa residu ukuran kecil sebagai hasil 

penguapan dari cairan percikan yang dikeluarkan oleh inang yang terinfeksi. 

“Droplet Nuclei” ini bisa secara sengaja dibuat dengan semacam alat, atau 

secara tidak sengaja terjadi di labortorium mikrobiologi dan tempat 

pemotongan hewan, di tempat perawatan tanaman atau di kamr otopsi. 

Biasanya “Droplet Nuclei” ini bertahan cukup lama di udara. 

 

b. Debu – Partikel dengan ukuran yang berbeda yang muncul dari tanah 

(misalnya spora jamur yang dipisahkan dari tanah oleh udara atau secara 

mekanisme), dari pakaian, dari tempat tidur atau kutu yang tercemar. 

 

49. Kewaspadaan Universal -  (lihat di bawah judul isolasi), merupakan kewaspadaan 

universal terhadap darah dan cairan. 

 

50. Virulensi – yaitu   tingkat patogenisitas dari bibit penyakit yang digambarkan dengan 

“Case Fatality Rate” dan atau dengan kemampuan dari bibit penyakit menembus dan 

merusakkan jaringan tubuh dari inang. 

 

51. Zoonosis – Infeksi atau penyakit infeksi yang ditularkan secara alamiah oleh binatang 

bertulang belakang (vertebrata) kepada manusia. Dia bisa termasuk golongan enzootic 

atau epizootic (lihat Endemi dan Epidemi).