Kedokteran ilmu bedah 2

 



m (sembuh)  : Dubia ad bonam 

Ad Fungsionam (fungsi)   : Dubia ad bonam 

Prognosis dipengaruhi: 

1. Usia 

2. Status Neurologis awal 

3. Jarakantara trauma dan tindakan bedah 

4. Edema cerebri 

5. Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hematom 

epidural 

6. Faktor ekstrakranial 



PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Trauma Tembus Otak 

ICD-10: S01.9 

1. Pengertian 

(Definisi) 

Trauma tembus kranium yaitu   lesi di mana benda asing menembus tulang tengkorak dan 

tidak keluar lagi. Impact misil ke dalam kepala diikuti oleh patofisiologi primer dan sekunder.  

Ketika proyektil masuk ke dalam otak, akan terjadi kerusakan jaringan neural yang 

menyebabkan kavitas permanen. Kondisi klinis pasien sangat tergantung pada mekanisme 

(kecepatan, energi kinetik), lokasi anatomi lesi, dan cedera terkait. Trauma tembus dapat 

menyebabkan intrakranial hematoma, epidural hematoma, intracerebral hematoma, 

kontusio serdbri dan subdural hematoma.  

Laserasi langsung yang mengenai pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan. 

Tekanan yang disebabkan oleh gerakan proyektil menginduksi teregangnya jaringan otak 

dan vaskular.  

Patofisiologi sekunder dapat berupa gangguan cardiopulmoner akibat terganggunya batang 

otak. 

2. Anamnesis  Didapatkan riwayat trauma karena terkena proyektil benda asing, termasuk riwayat 

insiden dari saksi 

 Didapatkan gangguan neurologis (amnesia, penurunan kesadaran, kejang, dll.) 

 Macam trauma: tertusuk benda tajam, tertembak, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu 

lintas, penganiayaan, jatuh dari ketinggian, dan lain-lain 

3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum 

(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi) 

 Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways), B (breathing), 

dan C (circulation) 

Pemeriksaan kepala 

 Mencari tanda – tanda jejas, patah dasar tengkorak, patah tulang wajah, trauma 

padamata, auskultasi karotis untuk menentukan adanya bruit  

Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang 

 Mencari tanda – tanda cedera pada tulang belakang (terutama cedera servikal) dan 

cedera pada medulla spinalis 

Pemeriksaan lain 

 Cedera lain dicari dengan cermat dari cranial ke kaudal 

 Semua temuan tanda trauma dicatat. Benjolan, lukalecet, luka terbuka, false 

movement, flail chest, dinding abdomen, nyeri tekan dan lain-lain, perdarahan yang 

tampak segera dihentikan 

 

Pemeriksaan Neurologis 

 Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS) 

76 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf 

 Saraf II-III, lesi saraf VII perifer 

 Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, retinal detachment 

 Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah 

 Autonomis 

4. Kriteria Diagnosis 10. Anamnesis sesuai diatas 

11. Pemeriksaan klinis sesuai diatas 

12. Pemeriksaan imaging sesuai klinis 

5. Diagnosis Kerja Trauma Tembus Otak (ICD-10: S01.9) 

6. Diagnosis Banding - Cerebro vascular accident 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

 

No Pemeriksaan 

Rekomendasi Grad

Reko

mend

asi 

Ref 

1 Laboratorium DL, cross match 1B 6 

2 X-foto kepala 

 untuk mencari luka, lokasi benda asing 

dan fragmen tulang juga udara 

intrakranial 

 pemeriksaan ini sudah tidak rutin 

dilakukan jika ada CT-Scan 

1C 1,2 

4 CT scan kepala 

 Modalitas utama pada trauma tembus 

 untuk mencari fragmen tulang, benda 

asing, proyeksi jalur masuk, hematom 

intracranial dan efek massa 

1B 1,2 

5 MRI kepala 

 Tidak direkomendasikan pada 

manajemen akut karena memakan waktu 

dan berbahaya jika benda asik berupa 

logam. 

 Namun MRI berguna untuk modalitas 

neuroradiologik jika benda asing berupa 

kayu. 

2B 1,2,3 

6 Angiografi  2C 1,2,3 

CT-Scan Whole 

Body 

Whole Body CT (WBCT) digunakan pada kasus 

multitrauma untuk mengurangi waktu 

diagnosis, dapat digunakan pada pasien 

dengan hemodinamik tidak stabil 

2A 7 

 

 

8. Terapi  

No Terapi Prosedur  (ICD 9 CM) Grad Ref 

77 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf 

Reko

mend

asi 

1 Operasi 

Tatalaksana awal yaitu   dengan melakukan 

resusitasi pasien, kemudian dilakukan 

tindakan operatif untuk evakuasi hematoma, 

memperbaiki jaringan yang rusak dan 

mengambil benda asing yang masih ada di 

jaringan otak. Obat-obat dapat diberikan pre 

dan intraoperative untuk menurunkan 

tekanan intrakranial. 

Indikasi operasi : 

(1) untuk menghilangkan massa seperti 

hematoma epidural, subdural, atau 

intraserebral;  

(2) untuk membersihkan jaringan nekrotik 

otak dan mencegah pembengkakan dan 

iskemia lebih lanjut,  

(3) untuk mengontrol perdarahan aktif  

(4) untuk menghilangkan jaringan nekrotik, 

logam, fragmen tulang, atau benda asing 

lainnya untuk mencegah infeksi. 

1B 1,2,3,5 

2.  Non operatif 

- Debridement dan perawatan luka bila 

hanya di dapatkan luka kecil dan tidak 

ada lesi intracranial 

- Pemberian antibiotik spektrum luas 

untuk mengurangi kejadian infeksi 

- Head Up 30o (2B) 

- Berikan cairan secukupnya (normal 

saline) untuk resusitasi korban agar tetap 

normovolemia, atasi hipotensi yang 

terjadi dan berikan transfuse darah jika 

Hb kurang dari 10 gr/dl. (1B) 

- Periksa tanda vital, adanya cedera 

sistemik di bagian anggota tubuh lain, 

GCS dan pemeriksaan batang otak secara 

periodik. 

- Berikan obat-obatan analgetik (misal: 

acetaminophen, ibuprofen untuk nyeri 

ringan dan sedang) bila didapatkan 

keluhan nyeri pada penderita (2B) 

- Berikan obat-obatan anti muntah (misal: 

metoclopramide atau ondansentron) dan 

anti ulkus gastritis H2 bloker (misal: 

1B 1,2,3,4,5 

78 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf 

ranitidin atau omeprazole) jika penderita 

muntah (2B) 

- Berikan Cairan hipertonik (mannitol 20%), 

bila tampak edema atau cedera yang 

tidak operable pada CT Scan. Manitol 

dapat diberikan sebagai bolus 0,5 – 1 

g/kg. BB pada keadaan tertentu, atau 

dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100 

cc manitol 20% dalam 24 jam. 

Penghentian secara gradual. (1B) 

Berikan Phenytoin (PHT) profilaksis pada 

pasien dengan resiko tinggi kejang 

dengan dosis 300 mg/hari atau 5-10 mg 

kg BB/hari selama 10 hari. Bila telah 

terjadi kejang, PHT diberikan sebagai 

terapi. (1B) 

 

9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya: 

 Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi 

 Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian 

 Tata cara perawatan dan dokter yang merawat 

10. Prognosis Ad Vitam (Hidup)   : Dubia ad bonam 

Ad Sanationam (sembuh)  : Dubia ad bonam 

Ad Fungsionam (fungsi)   : Dubia ad bonam 

Prognosis dipengaruhi: 

- Usia 

- Status Neurologisawal 

- Jarak antara trauma dan tindakan bedah 

- Edema cerebri 

- Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hematom 

epidural 

- Faktorekstrakranial 

11. 

PNPK Divisi Neuroonkologi 

 

1. Adenoma Hipofise   ICD 10: D35.2 

2. Astrocytoma    ICD 10: C71.9 

3. Ependimoma    ICD 10: C71 

4. Chordoma    ICD 10: C75 

5. Limfoma Sistem Saraf Pusat  ICD 10: C71 

6. Meningioma    ICD 10: D32.0 

7. Schwannoma    ICD 10: D36.1 

8. Oligodendroglioma   ICD 10: C71 

9. Tumor metastase otak   ICD 10: C71.9 

10. Tumor pineal    ICD 10: D35.4 

 

 

 

 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Adenoma Hipofisis  

ICD-10 : D35.2 

1. Pengertian 

(Definisi) 

Tumor yang berasal dari sel kelenjar hipofise anterior (adenohypophysis) 

2. Anamnesis 

1. Efek massa lokal: 

 Nyeri kepala dapat karena hidrocephalus atau peningkatan tekanan intrakranial 

 Gangguan lapang pandang dan atau gangguan tajam penglihatan akibat penekanan 

pada kiasma optikus atau nervus optikus 

 Gangguan saraf  kranial didalam sinus cavernosus (N III,IV,V1-2,VI) 

 

2. Efek endokrin: 

a. Hiperfungsi endokrin 

- Prolaktin: amenorrhea, galaktorea, impoten 

- Tyroid : cemas, palpitasi, berat badan bertambah, tidak dapat mentoleransi panas, 

tremor 

- Hormon pertumbuhan : akromegali dan  gigantisme 

- Kortisol: ŐĞũala ĐusŚiŶŐ’s ĚisĞase (moon face, penumpukan lemak sentripetal, 

kelemahan dan pengecilan masa otot, dll)  

b. Defisit endokrin 

- hormon pertumbuhan : hambatan tumbuh kembang, gejala lemah dengan sindroma 

metabolik 

- hipogonadism : amenorhoe, penurunan libido, infertilitas 

- hipotiroidism : intoleransi dingin, gangguan daya ingat, konstipasi, banyak tidur 

3. Pemeriksaan Fisik 

Evaluasi fungsi penglihatan (visus, lapang pandang, dan gerak bola mata) 

Evaluasi kelainan fisik karena kelainan hormonal :  

 GH : gigantisme, akromegali  deformitas ukuran kaki-tangan, hipertensi dan 

cardiomegali, pembengkakan jaringan lunak, intoleransi glukosa,dll 

 Prolaktin : galaktorea, amenorhoe, impoten 

 Kortisol : penumpukan lemak di bahu, leher, supraclavicula dan moon face, 

hipertensi, ekimosis, amenohoe, impoten, hiperpiqmentasi pada kulit dan mukosa, 

kulit kasar, osteoporosis 

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis efek masa lokal dan efek hormone endokrin 

2. Pemeriksaan klinis fungsi penglihatan dan kelainan fisik karena kelainan hormonal 

3. Pemeriksaan laboratorium kadar hormonal 

4. Pemeriksaan imaging (radiologis) 

5. Patologi anatomi  

5. Diagnosis Kerja  Adenoma hipofise dapat diklasifikasikan berdasarkan aktivitas hormonalnya dan 

ukurannya. 

1. berdasarkan ukurannya : mikroadenoma (<1 cm), dan makroadenoma (>1 cm).  

2. berdasarkan aktivitas hormonal :  

           A. Fungsional (produksi hormon) (ICD 10 CM : E22),  

           Adenoma dibagi berdasarkan hormon yang diproduksi  : 

a) Adenoma hipofisis non fungsional (25-35%) 

b) Adenoma yang mensekresi prolaktin (40-60% kasus)  

c) Adenoma yang mensekresi growth hormone (GH) 

d) Adenoma yang mensekresi glikoprotein (TSH,FSH,LH) (<1%) 

e) Adenoma yang mensekresi adrenokortikotropik hormone (ACTH) 5-10%  

82 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

B. Non fungsional,  tipe ini seringkali menimbulkan penekanan pada kelenjar pituitari 

normal sehingga menyebabkan penurunan hormon (ICD 10 CM E23)  

 

 3. berdasarkan sifat : 

a) Jinak (benign) (ICD 10 : D35.2) 

b) Ganas (malignant) (ICD 10 : C75.1) 

6. Diagnosis Banding 

- Tubeculum sellae meningioma                            - Kista epidermoid  

- Aneurisma                                                            - Sarcoidosis 

- Kraniofaringioma                                                  - Germ cell tumor 

- Tumor metastase 

- Pituicytoma 

- Astrocytoma/glioma 

- <isƚa ĐĞlaŚ kaŶƚuŶŐ raƚŚkĞ’s 

- Tuberculoma 

7. Pemeriksaan 

penunjang 

EVALUASI RASIONALITAS 

Lapangan pandang(Humphrey visual field) 

Penekanan kiasma optikus, biasanya 

bitemporal hemianopsia 

Pemeriksaan 

Endokrin 

Kortisol jam 8 pagi 

Kortisol bebas di urine 24 

jam 

Peningkatan kortisol pada hiperkortikolism 

(cushing syndrome) 

Penurunan kortisol pada hipoadrenalism 

(primer atau sekunder) 

T4 bebas, TSH 

(alternative: total T4) 

T4 љ ĚaŶ d^, ј ƉaĚa ŚiƉŽƚLJrŽiĚism ƉrimĞr 

T4 љ dan TSH normal atau љ pada 

hypotiroidism sekunder 

dϰ ј ĚaŶ d^, љ pada hipertiroidism primer 

T4 ј dan TSH ј pada adenoma yang 

mensekresi TSH 

Prolaktin 

ј aƚau јј ĚĞŶŐaŶ ƉrŽlakƚiŶŽma 

^ĞĚikiƚ ј ƉaĚa ĞĨĞk sƚalk

(biasanya < 90 

ng/ml)  

Gonadotropin (FSH, LH) 

dan sex steroid (wanita: 

estradiol; pria: 

testosterone) 

љ  pada hipogonadotropik hipogonadism 

ј  ƉaĚa aĚĞŶŽma LJaŶŐ mĞŶsĞkrĞsi 

gonadotropin 

Insulin like growth factor-

1 (IGF-1) atau 

somatomedin-C 

ј ƉaĚa akrŽmĞŐali 

љ pada hipopituarism  

Glukosa darah puasa љ pada hipoadrenalism 

 

Pemeriksaan radiologis     

Pemeriksaan Rekomendasi GR Referensi 

MRI 

Pencitraan yang paling dipilih dilakukan 

sepanjang neuroaksis untuk mendeteksi 

kemungkinan penyebaran tumor 

Kompresi saraf kranial (ICD 10 : G50.0), 

Kompresi otak dan pembuluh darah otak (ICD 10 

:  G93.5) 

1B 1,2,3,4 

CT Scan 

Dapat dilakukan untuk pemeriksaan tumor di 

supratentorial namun kurang detail untuk 

evaluasi fossa posterior 

CT Scan dapat menggambarkan edema di sekitar 

tumor (peritumoral edema) ( ICD 10 : S06.1) 

2B 1,3,4 

 

 

83 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

8. Terapi Modalitas terapi yang diberikan dapat berupa : medikamentosa, pembedahan dan 

radioterapi. 

Jenis tumor sangat menentukan pilihan terapi yang akan diberikan 

Pilihan terapi dapat dilihat pada tabel berikut ini :  

No 

Jenis 

Tumor 

Terapi Keterangan GR Ref 

Adenoma 

yang 

mensekresi 

Prolaktin 

Medikamentosa 

Terapi utama yaitu   

dengan agonis-

dopamin, seperti 

bromokriptin 

(1x1,25mg), 

kabergolin (0,25 mg 2x 

seminggu) 

1B  5 - 9  

Pembedahan 

Direkomendasikan 

untuk pasien dengan 

gejala yang progresif 

atau pada pasien yang 

tidak respon maupun 

tidak toleransi 

terhadap agonis 

dopamine, ukuran 

tumor >20 mm, deficit 

lapang pandang, dan 

tumor invasi ke sinus 

cavernous. 

Prosedur 

pembedahan dapat 

berupa 

transsphenoidal 

approach (07.65) 

dengan teknik 

endoskopi/mikroskopi

k  dan transcranial 

(07.64)  

Tindakan 

pembedahan yang 

dilakukan meliputi : 

reseksi tumor, 

dekompresi saraf 

optikus (nervus 

kranialis optikus), dan 

dekompresi pembuluh 

darah 

1B 10 - 14  

Radioterapi 

Digunakan jika 

pemberian agonis 

dopamin maupun 

pembedahan gagal, 

atau jika pasien 

menjadi tidak 

toleransi terhadap 

agonis dopamine. 

1B 15,16 

Kemoterapi 

Kemoterapi dengan 

temozolomide 

1B 15,17 

84 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

diberikan pada pasien 

prolaktinoma yang 

resisten terhadap 

terapi medik , 

pembedahan maupun 

dengan radioterapi. 

Adenoma 

yang 

mensekresi 

ACTH 

 

Terapi utama yaitu   pembedahan, 

dengan transphenoidal approach 

1B 18,19 

Pembedahan 

yang berulang 

maupun 

radioterapi 

dengan 

penghambat 

steroidogenesis 

Direkomendasikan 

utuk pasien dengan 

reseksi tidak komplit 

atau dengan kelainan 

yang menetap  

2C 20 – 23 

Adenoma 

yang 

mensekresi 

GH dan TSH 

Pilihan terapi standar meliputi 

pembedahan (umumnya menggunakan 

transphenoidal approach), bromocriptine, 

somatostatin analoque (cth.octreotide), 

growth-hormon antagonist, atau 

pembedahan disertai radioterapi setelah 

operasi.  

2C 24 – 32  

Non-

functioning 

Adenoma 

Pembedahan 

Reseksi (umumnya 

menggunakan 

transsphenoidal 

approach) 

diindikasikan untuk 

pasien dengan 

pembesaran tumor 

atau perubahan visual 

2C 33, 34 

Radioterapi atau 

observasi 

lanjutan 

Dosis : 4000-

5000cGy(5-

6minggu) 

Direkomendasikan 

untuk tumor dengan 

reseksi tidak komplit 

2C 35, 36 

 

Keterangan : 

GR : Grade  Rekomendasi 

 

Secara umum terdapat dua tehnik tindakan operasi : 

1. Transsphenoidal : pendekatan extra arachnoid, tanpa retraksi otak, tanpa scar di kulit. 

Diindikasikan pada mikroadenoma, makroadenoma tanpa perluasan yang signifikan ke 

lateral sellae tursica, pasien dengan rhinorrhoe, dan perluasan tumor ke sinus sphenoid. 

Pilihan approach operasi : SLTH(Sub Labial Transphenoid Hipofisektomi), Endoskopi Endo 

Nasal  

2. Transcranial : 

a. Indikasi : ruang sellae yang sempit, perluasan tumor ke fosa media lebih besar dari 

intrasellae, patologi pada approach sphenoid, tumor yang rekuren dengan riwayat 

operasi transsphenoid. 

b. Pilihan approach operasi : subfrontal, pterional 

9. Edukasi Informasi yang harus disampaikan kepada pasien sebelum operasi : 

1. Komplikasi operasi : gangguan hormonal pasca operasi (diabetes incipidus, 

85 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

hipopituitarism), cedera pada chiasma (secondary empty sellae syndroma), 

hidrocephalus, infeksi , kebocoran CSF, cedera vascular (a.carotis dan sinus cavernosus), 

perforasi septal nasal. 

2. Perbaikan visus tergantung kondisi sebelum operasi. Jika belum papil atrofi, visus 

diharapkan akan membaik bertahap. Jika telah buta (papil atrofi), umumnya tidak dapat 

membaik.  

3.  Perbaikan hormon prolaktin 25%, GH 20%, cushing disease : 85% (mikroadenoma). 

4.  Rekurensi ~ 12 %, umumnya 4-8 tahun post operasi. 

5. Terapi lebih lanjut : manfaat dan efek samping obat hormonal, opsi radioterapi jika 

rekuren/eksisi inkomplit 

 

 

10. Prognosis 

Tergantung histopatologi tumor 

Post op transpenoid :  

- perbaikan hormon prolaktin 25%, GH 20%, cushing disease : 85% (mikroadenoma) 

- total eksisi sulit pada perluasan ke suprasella >2 cm 

- Rekurensi ~ 12 %, umumnya 4-8 tahun post operasi 

11.  Penelaah Kritis 


 

 

 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Astrositoma 

ICD-10: C71.9  

1. Pengertian 

(Definisi) 

Tumor otak yang berasal dari sel astrosit. Tumor tersering, di antara jenis glioma otak. 

2. Anamnesis Gejala dapat timbul akibat: 

- Peningkatan tekanan intrakranial seperti: nyeri kepala menetap, mual muntah 

menetap, kejang, perubahan status mental (depresi, letargi, apatis, confusion) 

- Gejala-ŐĞũala ĚĞĨisiƚ ŶĞurŽlŽŐis mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke (kelumpuhan atau 

kelemahan ekstremitas, penurunan penglihatan) 

- Gejala fokal akibat lokasi tumor: 

 Lobus frontalis: abulia, demensia, perubahan perilaku. Seringkali tanpa 

lateralisasi, namun apraksia, hemiparesis atau disfasia (dengan keterlibatan 

hemisfer dominan) dapat terjadi. 

 Lobus temporalis: halusinasi auditoris atau olfaktoris, déjà vu, gangguan memori. 

Quadrantanopsia superior kontralateral dapat dideteksi dengan tes lapang 

pandang. 

 Lobus parietal: gangguan motorik atau sensorik kontralateral, hemianopsia 

homonim. Agnosia (dengan keterlibatan hemisfer dominan), dan apraksia. 

 Lobus oksipital: gangguan lapang pandang kontralateral, aleksia (terutama bila 

terdapat infiltrasi tumor ke korpus kalosum). 

 Fossa posterior: defisit saraf kranial, ataksia (trunkal atau apendikular) 

      Gejala yang terjadi dapat mendadak atau progresif memberat. 

3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik bertujuan untuk membedakan gejala dan tanda tumor supra dan infra 

tentorial. 

 

Gejala dan Tanda Tumor Supratentorial: 

1. Gejala akibat peningkatan TIK  

a. Akibat efek massa tumor atau edema 

b. Akibat blokade aliran CSF 

2. Gejala fokal defisit yang progresif  

a. Akibat destruksi parenkim otak oleh invasi tumor 

b. Akibat penekanan parenkim otak oleh tumor, edema atau perdarahan 

c. Akibat penekanan pada saraf kranialis  

3. Sakit kepala. 

4. Kejang akibat iritasi pada kortek serebral 

5. Perubahan status mental: depresi, letargi, apatis, confusion 

6. 'Ğũala LJaŶŐ mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke, dapat terjadi akibat : 

a. Penyumbatan pembuluh darah oleh sel tumor 

b. Perdarahan intra tumoral 

c. Kejang fokal 

 

Gejala dan Tanda Tumor Infratentorial: 

1. Tumor fossa posterior memberikan gejala akibat peningkatan TIK dan hidrosefalus: 

a. Headache 

b. Mual dan muntah: dapat akibat peningkatan TIK oleh hidrosefalus atau akibat 

ƉĞŶĞkaŶaŶ laŶŐsuŶŐ ƉaĚa ǀaŐal ŶuĐlĞus aƚau arĞa ƉŽsƚrĞma ;͞vomiting center͞Ϳ. 

c. Papil edema 

d. Gangguan gait-ataksia 

89 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

e. Diplopia: dapat akibat N. VI (abducens) palsy akibat peningkatan TIK atau 

penekanan langsung pada saraf 

2. Gejala yang timbul akibat efek massa di fossa posterior. 

a. Lesi pada cerebellar hemisphere: ataksia ekstremitas, dysmetria, intention tremor 

b. Lesi pada cerebellar vermis: broad based gait, truncal ataxia, titubition 

Mengenai batang otak: mengakibatkan gangguan saraf kranialis multipel, nistagmus 

4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium, dan patologi anatomi. 

Walaupun karakteristik imaging (dan klinis) dapat memperkirakan jenis tumor otak 

spesifik, namun biopsi tetap diperlukan untuk diagnosis definitif. 

5. Diagnosis Kerja Klasifikasi dan gambaran histopatologi astrositoma (ICD-10: C71.9) 

Karakteristik Astrocytoma 

Anaplastik 

astrocytoma 

Glioblastome 

multiforme 

Hiperselularity Rendah Sedang Sedang hingga khas 

Pleomorfisme Rendah Sedang Sedang dan khas 

Proliferasi vaskular Tidak ada Ada umum 

Nekrosis Tidak ada Ada pseudopolisading 

 

Ekuivalensi sistem Kernohan dengan sistem WHO 

Klasifikasi 

Kernohan 

WHO 

  , Special tumor, seperti pilocityc astrocytoma 

,, Astrocytoma (low grade) 

II 

III ,,,   Anaplastic 

astrocytoma 

Malignant astrocytoma 

IV (IV)Glioblastoma 

multiforme 

 

Klasifikasi histopatologi astrositoma berdasarkan WHO  

 Kriteria 

Glioblastoma 

multiforme 

Selularitas padat, pleomorfisme sel dan nucleus, proliferasi 

endotel, gambaran mitosis, dan sering nekrosis 

Anaplastic 

astrocytoma 

Selularitas rendah, pleomorfisme rendah, mitosis jarang dan 

tidak ada nekrosis 

Astrocytoma Tumor glia dengan selularitas rendah dan perubahan 

pleomorfis yang minimal 

 

6. Diagnosis Banding Gambaran imaging dapat menyerupai: 

Proses Non Neoplastik 

- Infark serebri 

- Demyelinisasi 

- Infeksi/abses serebri 

Neoplasma 

- Metastase 

- Limfoma 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

Pemeriksaan imaging 

Pemeriksaan CT dan MRI diperlukan untuk menentukan perluasan tumor (ukuran, 

lokasi, dan konsistensi). 

 

Sebagian besar glioma low grade tidak menyerap kontras pada CT scan atau MRI. 

Biasanya akan nampak hipodense pada pemeriksaan dengan CT scan.  

 

Anaplastic astrocytoma bersifat dualisme, dapat menyerap ataupun tidak menyerap 

kontras. Sebanyak 31% glioma anaplastik dan 9% astrositoma anaplastik sedang, tidak 

90 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

menyengat kontras pada CT. Gambaran kalsifikasi dan kista dapat muncul pada 

astrositoma anaplastik. 

 

Pada high grade astrocytoma dapat muncul gambaran ring enhance (bagian tengah 

tumor yang nekrosis tidak enhance). Cincin tersebut merupakan tumor seluler, akan 

tetapi sel-sel tumor juga dapat meluas lebih dari 15 mm diluar gambaran cincin.  

 

No Pemeriksaan Rekomendasi 

Grade 

Rekomendasi 

Ref 

1 CT scan 

CT Scan dengan kontras 

digunakan untuk skrening 

awal, CT Scan dapat 

menggambarkan edema di 

sekitar tumor (peritumoral 

edema) ( ICD 10 : S06.1) 

1C 1 

2 MRI 

MRI sangat bagus untuk 

menggambarkan edema di 

sekitar tumor (peritumoral 

edema) ( ICD 10 : S06.1), 

Kompresi saraf kranial (ICD 10 : 

G50.0), Kompresi otak dan 

pembuluh darah otak (ICD 10 :  

G93.5) 

1C 1 

Keterangan : 

GR : Grade Rekomendasi 

Derajat keganasan astrositoma dapat diperkirakan dari gambaran radiologis tumor 

Klasifikasi 

Kernohan 

Gambaran Radiologis 

CT: densitas rendah 

MRI: signal abnormal 

Tidak ada efek massa 

Tidak enhance 

II 

CT: densitas rendah 

MRI: signal abnormal 

Efek massa 

Tidak enhance 

III 

Enhancement kompleks (namun kadang kala tidak menyengat 

kontras) 

IV Nekrosis (ring enhance) 

 

8. Terapi 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Modalitas terapi astrocytoma meliputi: pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. 

Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh jenis histopatologis tumor. Jenis 

histopatologis tumor dapat diperkirakan dari gambaran imaging dan dikonfirmasi dengan 

pemeriksaan histopatologis. Penatalaksanaan lebih detil sebagai berikut: 

 

Penatalaksaan Low Grade Astrocytoma 

No. Tatalaksana Keterangan GR Ref 

91 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 Pembedahan 

Pembedahan dapat ditunda pada pasien 

low grade glioma dengan epilepsi 

terkontrol sebagai satu satunya gejala, 

sampai didapatkan progresifitas secara 

klinis atau radiologis 

2B 3 

Reseksi maksimal yang aman 

direkomendasikan pada pasien dengan 

peningkatan tekanan intrakranial, kejang 

tidak terkontrol atau adanya 

progresifitas klinis atau radiologis  

1B 

1,4,

5,6 

2 Radioterapi 

Radioterapi paska pem-bedahan dapat 

ditunda sampai didapatkan adanya 

progresi-fitas secara klinis atau radio-

logis (Tingkat Pembuktian 1- Derajat 

Rekomendasi A). Bila didapatkan adanya 

indikasi radioterapi, dosis sebaiknya 

diantara 45 dan 54 Gy 

1A 

2,7,

Radioterapi saja ditawarkan pada pasien 

dengan tumor yang progresif 

1A 

2,7,

3 Kemoterapi 

Kemoterapi sebaiknya tidak dikombinasi 

dengan radio-terapi, karena kombinasi 

ini tidak menunjukkan keuntungan jika 

dibandingkan radioterapi saja dan 

meningkatkan toksisitas 

1A 

9-

11 

Kemoterapi dengan Temo-zolomide 

ditawarkan pada pasien dengan tumor 

yang progresif yang menunjukkan 

kombinasi hilangnya hetero-zygositas 

1p/19q 

2C 12 

 

 

Penatalaksaan Anaplastic Astrocytoma 

No. Tatalaksana Keterangan GR Ref 

1 Pembedahan 

Pembedahan untuk debul-king, 

memperbaiki klinis, dan diagnosis 

patologi anatomi. Bila memung-kinkan 

dapat dilakukan eksisi maksimal yang 

aman 

2B 

3-

16, 

23-

27 

Tidak ada bukti yang mendukung 

dilakukannya reseksi luas setelah biopsi 

parsial awal 

2C - 

Pasien dengan anaplastik oligodendroglia 

sebaiknya dilakukan reseksi radikal 

1A 

17-

21 

2 Radioterapi 

Radioterapi merupakan terapi standard 

setelah pembedahan. Radiasi eksternal 

diberikan dalam dosis terbagi sampai 

dosis maksimum 59.4 - 60 Gy 

1A 

1,2, 

28-

35, 

37, 

38 

Radioterapi sebaiknya parsial pada otak 

dan bukan kese-luruhan otak 

1B 

47, 

48 

Tidak ada bukti yang mere-komendasikan 

dosis total lebih dari 60 Gy 

2C 

34, 

35 

hŶƚuk ƉasiĞŶ ƚua ;ш ϲϬ ƚaŚuŶͿ ĚĞŶŐaŶ 

status penampi

an yang jelek (KPS < 70), 

1A 

1, 

32, 

92 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

dipertimbangkan pemberian radioterapi 

saja dengan atau tanpa diagnosis

 patologi 

anatomi 

34, 

37, 

39-

46 

3 Kemoterapi 

Pemberian kombinasi Temozolomide dan 

radioterapi paska operasi diikuti 

Temozolomide terprogram sampai total 

enam siklus. 

2C 

22, 

47-

49 

 

Penatalaksaan GBM (Glioblastoma Multiforme) 

No. Tatalaksana Keterangan GR Ref 

1 Pembedahan 

Pembedahan dilakukan untuk 

mengurangi massa tumor (debulking) dan 

diagnosa patologi anatomi. 

2B 

1, 2 

 

Reseksi luas setelah biopsi awal 

bergantung kepada pertimbangan lokasi 

dan faktor-faktor lainnya. 

2C 

1-

28 

2 Radioterapi 

Radiasi eksternal diberikan dalam fraksi 

standard sampai total dosis 60 Gy. 

1A 

29-

33 

Radioterapi sebaiknya par- sial pada otak 

dan bukan keseluruhan otak 

1B 32 

Radioterapi dapat diberikan 40 Gy dalam 

15 ĚŽsis ƚĞrbaŐi ƉaĚa ƉasiĞŶ usia ƚua ;шϲϬ 

tahun) 

1A 

34, 

35 

Untuk pasien tua dengan status 

penampilan yang jelek, dipertimbangkan 

pemberian radioterapi saja dengan


atau 

tan

a diagnosa patologi anatomi 

1A 34 

3 Kemoradiasi 

Terapi kemo-radiasi merupakan terapi 

standard setelah pembedahan. Bila 

memungkinkan, pembedahan diikuti 

terapi kombinasi Temozolomide dan 

radioterapi, dilanjutkan Temozolomide 

selama 6-12 siklus 

1A 

27, 

29, 

36, 

37 

Terapi tambahan dengan Temozolomide 

dipertimbangkan pada pasien berusia 

lebih dari 60 tahun dengan status 

penampilan yang baik (KPS > 70). 

2B 

38-

42 

 

Keterangan : 

GR : Grade Rekomendasi 

Bukan kandidat yang baik untuk pembedahan 

1. GBM pada lobus dominan yang ekstensif 

2. Lesi dengan keterlibatan bilateral yang ekstensif 

3. Pasien usia tua 

4. Karnofsky < 70 

5. Glioma multisentris 

9. Edukasi - Pasien memerlukan pemeriksan tambahan berupa CT scan kepala (dengan atau tanpa 

kontras), MRI kepala, dan patologi anatomi untuk menegakkan diagnosis. 

- Pembedahan yang dilakukan bisa berupa biopsi (pegambilan tumor dalam jumlah 

kecil untuk mengambil sampel PA), atau eksisi tumor. 

- Edukasi untuk pasien dan keluarganya: Selain gejala nonfokal (seperti gejala dan 

tanda tumor supra dan infratentorial, terdapat kemungkinan terjadi defisit neurologis 

fokal yang berhubungan dengan lokasi astrositoma dan akibat prosedur pembedahan. 

93 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

10. Prognosis Tanpa terapi: waktu bertahan hidup berkisar  6 - 12 minggu 

Terapi konvensional: waktu bertahan hidup  

- 6 bulan - 42,4% 

- 1 tahun - 17,7% 

- 2 tahun - 3,3% 

Penentuan adanya MGMT menentukan prognosis  


 

Faktor Resiko :  

1.  Usia > 40 tahun  

2.  Epileps y tidak terkont rol  

3.  Efek massa (+)  

4.  Edema hebat  

5.  Tumbuh progresif  

6.  KPS rendah (<70)  

7.  Area eloquent  


High Grade Glioma 

MSCT + MRI 

104 


PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Ependimoma 

(ICD 10 : C71)  

1. Pengertian 

(Definisi) 

Tumor yang berasal dari sel ependim yang melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis 

medulla spinalis.  

Dapat menyebar melalui cairan serebrospinalis sepanjang neuroaksis (seeding dan drop 

mets) 

Paling banyak terjadi pada dasar ventrikel IV, menyebabkan hidrosefalus (peningkatan TIK) 

dan parese saraf kranial VI dan VII 

 

2. Anamnesis Umumnya  berupa gejala yang berhubungan dengan massa di fossa posterior yang 

menyebabkan peningkatan Tekanan intrakranial dan penekanan pada saraf kranialis. Gejala 

peningkatan TIK bisa berupa : nyeri kepala, mual muntah, ataxia/vertigo,kejang, dan 

perubahan kondisi mental. 

3. Pemeriksaan 

Fisik 

Gejala umum dapat berupa : 

 Nyeri kepala 

 Muntah  

 Drowsiness (mengantuk) 

 Gangguan penglihatan  

 Perubahan kepribadian 

 

Gejala Fokal dapat berupa : 

 Kejang 

 Hemiparesis 

 Parestesia 

 Perubahan kognitif 

 Gangguan koordinasi 

 Diplopia 

 Gangguan menelan 

4. Kriteria 

Diagnosis 

 

1. Anamnesis  

2. Pemeriksaan klinis  

3. Pemeriksaan laboratorium  

4. Patologi anatomi  

5. Diagnosis kerja Ependimoma  (ICD.10 : C7) 

 Klasifikasi patologi ependimoma menurut WHO 

 WHO grade 1: Myxopapillary ependimoma, Subependimoma 

 WHO grade 2: varian: Cellular, pappilary, clear cell, tanycytic 

 WHO grade 3: Anaplastic ependimoma 

6. Diagnosis 

Banding 

- Arteriovenous Malformations 

- Astrocytoma 

- Choroid Plexus Papilloma 

- Glioblastoma Multiforme 

- Tumors of the Conus and Cauda Equina 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Pemeriksaan Rekomendasi GR Referensi 

MRI Pencitraan yang paling dipilih dilakukan sepanjang 1B 3, 8 

106 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

neuroaksis untuk mendeteksi kemungkinan 

penyebaran tumor 

MRI sangat bagus untuk menggambarkan edema 

di sekitar tumor (peritumoral edema) ( ICD 10 : 

S06.1), Kompresi saraf kranial (ICD 10 : G50.0), 

Kompresi otak dan pembuluh darah otak (ICD 10 :  

G93.5) 

CT Scan 

Dapat dilakukan untuk pemeriksaan tumor di 

supratentorial namun kurang detail untuk evaluasi 

fossa posterior 

CT Scan dapat menggambarkan edema di sekitar 

tumor (peritumoral edema) ( ICD 10 : S06.1) 

2B 3, 8, 14 

Myelografi 

Dengan kontras yang larut air, sama sensitifnya 

ĚĞŶŐaŶ DZ/ ŐaĚŽliŶium Ěalam mĞŶĚĞƚĞksi ͞drop 

mets  ͟

2C 3, 4, 14 

 

8. Terapi 

Tatalaksana Ependimoma WHO Grade II:  

Rekomendasi Keterangan GR Referensi 

Pembedahan 

Pembedahan merupakan terapi standar awal. Bila 

memungkinkan dapat dilakukan reseksi maksimal 

menghasilkan harapan yang tinggi untuk terbebas 

dari meningioma (ICD 9 CM : 01.51), Dekompresi 

saraf kranial (ICD 9 CM : 04.41) 

1A 3, 4, 8-14 

Radioterapi 

Radioterapi paska operasi dipertimbangkan untuk 

keadaan dimana didapatkan atau diperkirakan 

adanya residual tumor intrakranial guna 

meningkatkan kon- trol lokal penyakit. Diberikan 45-

54 Gy diberikan 1,8-2,0 Gy per dosis. (ICD 9 CM : 

92.29) 

1B 9, 12, 14 

Kemoterapi 

Tidak ada bukti bahwa penambahan kemoterapi 

pada pembedahan atau radioterapi dapat mem-

perbaiki outcome (ICD 9 CM 99.25) 

2C 12, 14 

 

Tatalaksana WHO Grade III Ependimoma (Anaplastik) 

Rekomendasi Keterangan GR Referensi 

Pembedahan, dan 

Radioterapi 

Pembedahan dan radio-terapi merupakan 

terapi standar. 

1A 1-13, 15, 16 

Radioterapi 

Radioterapi dosis 54-60 Gy diberikan 1.8-2.0 

Gy per dosis terbagi. Dosis pada kiasma 

optikus, nervus optikus, dan medula spinalis 

harus dibatasi. 

1A 12,16-18 

Radiasi kraniospinal harus dipertimbangkan 

pada pasien dengan bukti penyebaran 

kraniospinal 

1A 12,16-18 

Kemoterapi 

Kemoterapi sebagai pilihan terapi masih 

dievaluasi, kasus rekurensi merupakan 

kandidat untuk kemoterapi atau uji klinis 

1B 15,18 

Keterangan : 

GR  : Grade Rekomendasi 

9. Edukasi 

Observasi ketat dan follow up jangka panjang direkomendasikan untuk semua pasien dengan 

ependimoma, karena adanya efek radioterapi dan metastase pada pasien yang bertahan 

hidup dalam jangka waktu yang lama.  

Dapat terjadi komplikasi, adanya defisit  neurologis yang berhubungan dengan lokasi tumor 

107 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

10. Prognosis 

Prognosis lebih buruk pada anaplastik ependymoma WHO grade III daripada WHO grade II 

Resiko rekurensi lebih besar pada reseksi subtotal.  

Reseksi total diikuti Radioterapi  kraniospinal mencapai 41 % 5 year survival rate 

11. Indikator Medis Tujuan operasi yaitu   eksisi total dimana pada pemeriksaan imaging pasca operasi tidak 

ditemukan sisa  tumor dan tidak didapatkan defisit neurologis pada pasien dan dekompresi 

saraf kranial 

12.  Penelaah Kritis 

1. 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Kordoma 

ICD 10: C75  

1. Pengertian 

(Definisi) 

Neoplasma tulang agresif lokal yang tumbuh dari sisa embrionik notochord. Jarang 

dijumpai dan tumbuh lambat. 

Lokasi tumor pada dewasa, 5% di darah sakrokogsigeal, 35% pada dasar tengkorak di 

dekat daerah sphenooksipital, dan 15% pada kolumna vertebalis 

 

2. Anamnesis 

Kordoma Sakral : 

 Sebagian besar yaitu   nyeri lokal, sekitar sepertiga pasien mengalami nyeri radikuler 

akibat dari iritasi saraf sciatic atau trunkus iliolumbal.  

 Gangguan kencing dan defekasi 

Kordoma Intrakranial: 

 Tanda – tanda TIK meningkat akibat hidrocephalus 

 Multiple cranial nerve palsy 

 Gejala kompresi brainstem : gangguan pola napas, gangguan motorik  

3. Pemeriksaan Fisik 

 

Chordoma sacral 

 Teraba massa pada saat pemeriksaan rectal atau ginekologi. 

Chordoma intrakranial 

 Parasellar : gangguan saraf cranial 1-6 

 Clivus : gangguan saraf cranial 7-12 

4. Kriteria Diagnosis 

 

1. Anamnesis sesuai diatas 

2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas 

3. Patologi anatomi berupa : conventional, chondroid, dan dedifferentiated types. 

5. Diagnosis kerja Chordoma  (C75) 

6. Diagnosis Banding  Myxoid tumor of soft tissue 

 Chondrosarcoma  EMA negatif 

 Myxopapillary ependymoma  EMA negatif 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

- Pemeriksaan Imaging 

No Pemeriksaan Rekomendasi 

Grade 

Rekomendasi 

Ref 

1 CT Scan 

biasanya tumbuh pada midline. 

Tampak gambaran destruksi 

tulang litik. Tampak kalisifikasi 

(30-70%). Bone scan: tampak 

distribusi radioisotop normal 

atau menurun 

CT Scan dapat menggambarkan 

edema di sekitar tumor 

(peritumoral edema) ( ICD 10 : 

S06.1) 

2B 1 

110 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

2 MRI 

T1 : tampak massa iso atau agak 

hipointens disbanding otot. T2Wi 

: hiperintens. 

MRI sangat bagus untuk 

menggambarkan edema di 

sekitar tumor (peritumoral 

edema) ( ICD 10 : S06.1), 

Kompresi saraf kranial (ICD 10 : 

G50.0), Kompresi otak dan 

pembuluh darah otak (ICD 10 :  

G93.5) 

 

1B 1,2,3 

 

8. Terapi No Tata 

laksana 

Keterangan GR Ref 

Pembedah

an 

 Terapi paling tepat dan efektif 

 Karena terlibatnya struktur struktur termasuk 

struktur neurologis di dasar tengkorak, reseksi 

total seringkali tidak dapat dilakukan 

 Tujuan pembedahan: mengambil seluruh 

tumor semaksimal mungkin  

2A 

4,5,

2 Radioterapi 

 Kombinasi radioterapi dan pembedahan untuk 

menghentikan pertumbuhan tumor 

 Radioterapi konvensional, digunakan untuk 

mengobati residual atau rekuren chordoma 

2C 

7, 

8, 

9, 

10, 

11, 

12,

13,

14 

3 Kemoterapi 

 Chordoma secara umum tidak diterapi dengan 

kemoterapi 

2C 8, 9 

Pilihan teknik operasi kordoma intrakranial: 

 Transsphenoidal: untuk upper dan midline clivus 

 Transoral approach: untuk lower clivus , for magnum, C1 dan C2 

 Transbasal atau extended subfrontal: untuk tumor besar hingga nervus II 

 Transcondyle approach untuk tumor yang ekstensi ke lateral 

Teknik operasi kordoma sacral: 

 Complete spondylectomy 

9. Edukasi 

Kemungkinan rekurensi. 

Edukasi tentang multimodalitas terapi. 

10. Prognosis 

5-year survival rate 51%, dan 10-year survival 35%.  

Faktor yang memperbaiki prognosis yaitu usia muda, reseksi total, dan radioterapi pada 

tumor yang tidak reseksi total. 

11.  Penelaah Kritis 

1. 

 

 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Limfoma Sistem Saraf Pusat 

ICD 10: C.71  

1. Pengertian 

(Definisi) 

Limfoma yang ditemukan pada susunan saraf pusat yang dapat muncul sekunder dari 

proses limfoma sistemik atau merupakan proses primer di susunan saraf pusat. 

Istilah lain: reticulum cell sarcoma dan mikroglioma. 

Tumor ini merupakan 0.85 - 2% dari seluruh tumor otak primer.  

2. Anamnesis Gejala non fokal: 

 Tanda peningkatan TIK seperti nyeri kepala, muntah didapati pada ± 33% penderita. 

 Perubahan status mental pada ± 33% penderita. 

 Kejang pada ± 10% penderita.  

Gejala fokal: 

 Gangguan fungsi saraf cranialis 

 hemiparese 

 Kaburnya penglihatan bila terjadi limfoma okuli 

Faktor risiko: immunocompromised 

3. Pemeriksaan Fisik 

 

Non fokal: 

 Papilledema 

 Ensefalitis subakut  

 MS-like ilness yang remisi dengan steroid 

Fokal: 

 Defisit neurologis hemiparesis dan afasia didapati pada > 50% penderita. 

 Defisit lapangan pandang 

 Uveocyclitis (konsul mata) 

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : gejala umum peningkatan TIK (nyeri kepala, muntah), kejang, da 

perubahan status mental. Gejala fokal akibat efek massa: hemiparese, gangguan saraf 

cranial. 

2. Pemeriksaan klinis : Papilledema, defisit neurologis hemiparesis dan afasia didapati 

pada > 50% penderita, defisit lapangan pandang 

3. Pemeriksaan laboratorium sitologi LCS, serologi HIV 

4. Imaging sesuai diatas 

5. Patologi anatomi : diffuse large B cell lymfoma (> 95%) 

5. Diagnosis BAB 1Limfoma SSP Primer  (C 71)  

BAB 2Limfoma SSP Sekunder (C 79) 

6. Diagnosis Banding  Acute disseminated encephalomyelitis 

 Glioblastoma multiforme 

 Granulomatous angiitis of the CNS 

 HIV-1 associated opportunistic infections: CNS cryptococcosis 

 HIV-1 associated opportunistic infections: CNS toxoplasmosis 

 Low-grade astrocytoma 

 Multiple sclerosis 

 Neurological infections 

113 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

 Neurosarcoidosis 

 Neurosyphilis 

 Paraneoplastic encephalomyelitis 

 

7. Pemeriksaan 

penunjang 

- Pemeriksaan laboratorium : 

 pemeriksaan sitologi LCS dapat berguna untuk menentukan stadium (dilakukan 

bila tidak ada kontraindikasi lumbal pungsi) 

 Tes serologi HIV juga perlu dikerjakan karena diderita ± 10% dari penderita AIDS. 

Jika pemeriksaan awal sitologi LCS telah dikerjakan ketika pasien mendapatkan 

terapi kortikosteroid dan hasilnya negatif, sebaiknya diulang dikerjakan satu 

bulan berikutnya setelah menyelesaikan semua terapi, setelah terapi 

kortikosteroid berakhir.  

- Pemeriksaan radiologis: 

CT Scan: 

Hiperdens, enhancement pada pemberian kontras 

- MRI: 

T1: hipointense dibandingkan white matter 

T1 kontras: contrast enhanced 

T2: hiperintens 

MR spektroskopi: choline peak yang luas, rasio choline/creatinin terbalik, lactate 

peak 

MR perfusi: peningkatan ringan rCBV, angiogenesis 

 Lokasi tersering di supratentorial, soliter walaupun dapat berupa masa multipel. 

Sering didaerah periventrikel, corpus calosum ataupun basal ganglia 

 Edema yang timbul tidak seluas edema pada metastase ataupun glioma 

 Pemberian Steroid dapat menyebabkan perubahan ukuran, edema, penyengatan 

kontras bahkan pindahnya lokasi tumor (ghost tumor) 

 

 

 

Screening untuk mencari limfoma di organ lain:  

1) lesi massa intracranial soliter atau multiple  

2) keterlibatan leptomeningeal  

3) ocular lymphoma  

4) spinal cord lesions. 

- Pemeriksaan patologi anatomi 

 Histopatologi menunjukkan diffuse large B cell lymfoma (> 95%) 

8. Terapi No. Terapi TP DR Ref 

Pembedahan dekompresi dengan reseksi sebagian ataupun 

total dari tumor tidak mempengaruhi prognosa pasien. Tujuan 

utama dari pembedahan yaitu   biopsi. Disarankan untuk 

menggunakan teknik stereotaktik. 

2 B 13 

Induksi kemoterapi dengan dosis tinggi metotreksat 3,5-

5g/m2q2minggu 4-5 dosis dan bersamaan dengan vinkristin 2mg 

intravena pada dosis pertama dan dosis kedua metotreksat, dan 

prokarbazin 100mg/m2 peroral setiap hari dalam 7 hari dengan 

dosis metotreksat pertama dan ketiga.  

2 B 

1-

12 

114 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

Setelah terapi metotreksat komplit diberikan dosis tinggi 

cytarabine 3g/m2 tiap hari sehari dua kali diulang 3-4 minggu 

dikali dua siklus. Jika pasien mendapatkan respon komplit pada 

terapi ini, pertimbangkan kombinasi dengan Ifosfamid 2g/m2 IV 

setiap hari dalam tiga hari.  

2 B 

1-

12 

Pasien yang tidak memberikan hasil respon komplit sebaiknya 

dilakukan proses whole brain radioterapi, termasuk insersi pada 

nervus optikus pada bola mata (1/3 posterior). Atau 

pertimbangkan dosis tinggi kemoterapi dan transplantasi stem 

sel autolog (thiotepa 250-300mg/m2 perhari -8 dan -7, bisulfan 

3,2mg/kg IV hari -6 sampai -4, dan cyclophosphamid 2g/m2 hari 

-3 dan -2, ASCT hari 0). Catatan bahwa dosis tinggi methotrexat 

diikuti dengan radioterapi kranial pada pasien usia >55th, ini 

berhubungan dengan >70% kemungkinan terjadinya demensia, 

dan oleh karena itu, radiasi seharusnya secara umum dihindari 

jika pasien sedang menjalani terapi kuratif yang intens 

2 B 

1-

12 

9. Edukasi  Menghindari obat – obatan yang dapat berinteraksi dengan MTX seminggu 

sebelum kemoterapi. 

 Kemungkinan kejang 

 Mengikuti program rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi motorik. 

 Pasien AIDS harus meneruskan terapi ARV 

10. Prognosis Tanpa treatment, rata – rata survival 1,8 sampai 3,3 bulan setelah diagnosis. 

Dengan terapi radiasi, rata – rata survival 10 bulan, 1 year survival 47%. 

Dengan MTX intraventrikular, waktu rata- rata sebelum kekambuhan 41 bulan. 

Pada pasien dengan AIDS, prognosis tampak lebih buruk. Walaupun dapat terjadi remisi 

komplit, angka median survival hanya 3 sampai 5 bulan, tetapi fungsi neurologis dan 

kualitas hidup pasien meningkat pada 75% kasus.  

11. Indikator Medis Penurunan volume tumor dilakukan secara radiologis dengan MRI secara serial.  

Perbaikan gejala klinis dan peningkatan kualitas hidup. 

Komplikasi: kemotoksisitas dan radiotoksisitas 

12.  Penelaah Kritis 

 

 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Meningioma Intrakranial 

ICD 10: D32.0 

1. Pengertian 

(Definisi) 

Tumor ekstra aksial yang berasal dari arachnoid cap cell, umumnya jinak dan tumbuh lambat. 

Berdasarkan lokasi meningioma intracranial dibagi menjadi : 

1. Meningioma Konveksitas: Meningioma pada semua daerah di konveksitas, paling 

sering pada daerah sutura coronaria dan dekat parasagital 

2. Meningioma Spheno-Orbita: Meningioma yang tumbuh dari dura di sphenoid wing 

dan bisa meluas ke sinus cavernosus, Fissura Orbitalis Superior, atap orbita, dan 

konveksitas. 

3. Meningioma Supra Sella dan Anterior Skull Base: 

1. Meningioma Olfactory Groove: Meningioma yang tumbuh dari daerah sutura 

frontosphenoid  sampai dengan crista gali dan lamina cribriformis 

2. Meningioma Tuberculum Sellae: Meningioma yang tumbuh dari daerah limbus 

sphenoidale, sulcus chiasmatikus dan diaphragma 

4. Meningioma Parasagital: Meningioma yang tumbuh di sudut parasagital tanpa adanya 

jaringan otak yang membatasi tumor dan Sinus Sagitalis Superior 

5. Meningioma Falx: Meningioma yang tumbuh dari falx cerebri, terlingkupi penuh 

dengan jaringan otak 

6. Meningioma Clinoid: Meningioma yang tumbuh dari area processus anterior clinoid 

7. Meningioma Cavernous: Meningioma yang tumbuh dari sinus cavernosus dan bisa 

meluas ke ŵeĐŬel’s Đaǀe, anterior,medial dan infra temporal fossa 

8. Meningioma Cerebello-Pontine Angle: Meningioma yang tumbuh dari permukaan 

posterior tulang temporal, di sebelah lateral dari nervus trigeminus 

9. Meningioma Foramen Magnum: Meningioma yang tumbuh terbatas di foramen 

magnum, atau sekunder dari perkembangan meningioma di regio lain 

10. Meningioma Petroclival: Meningioma yang tumbuh dari permukaan posterior tulang 

117 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

temporal, di sebelah medial dari nervus trigeminus 

11. Meningioma Tentorial: Meningioma yang tumbuh dari tentorium dan bagian posterior 

dari falx cerebri 

12. Meningioma Spinal: Meningioma yang berlokasi dibawah vertebra C2  

13. Meningioma Ventrikel Lateral: Meningioma yang tumbuh dari choroid plexus 

14. Meningioma Ventrikel 3: Meningioma yang tumbuh dari arachnoid cap cells di atap 

dari ventrikel 3 

15. Meningioma Ventrikel 4: Meningioma yang tumbuh dari choroid plexus dan tela 

choroidea, paling banyak di daerah midline dalam ventrikel 

16. Meningioma Optic Nerve Sheath: Meningioma yang berlokasi di orbita atau kanalis 

optikus atau ekstensi dari intrakranial meningioma 

2. Anamnesis 1. Gejala dan tanda umum : 

1. Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, silent area,  tumbuh lambat dan 

tumor dengan ukuran kecil, diameter <3 cm). 

2. Gejala atau tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala, mual muntah, 

kejang, penurunan visus sampai kebutaan. Keluhan bersifat intermiten dan progresif. 

3. Gejala dan tanda akibat kompresi atau destruksi struktur otak, berupa defisit neurologis: 

kelemahan ekstremitas, kelumpuhan saraf kranial, penurunan penglihatan, gangguan 

afektif dan perubahan  perilaku serta penurunan kesadaran  (bradipsike, depresi, letargi, 

apatis, confusion, koma) dan kejang. GĞũala mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke 

4. false localizing sign: penekanan saraf kranialis, saraf kranialis ke 6. 

 

2. Gejala dan tanda khusus: 

    Akibat kompresi atau destruksi parenkim otak berdasar lokasi tumor: 

 

Lokasi Gejala khusus 

Konveksitas  

Frontal Gangguan afektif. 

Parietal 

Kejang, gangguan motorik, dan sensoris, hemiparesis 

dan hemiestesia. 

Temporal  Gangguan bicara, gangguan memori. 

118 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

Parasagital  Gangguan motorik dan sensoris. 

Olfaktorius 

Gangguan penciuman, gangguan afektif, gangguan 

penglihatan. 

Tubercullum sellae 

Gangguan lapang pandang, tajam penglihatan, dan 

gangguan hormonal 

Prosesus clinoideus 

Gangguan lapang pandang, tajam penglihatan, dan 

gangguan hormonal. 

Sinus cavernous 

Diplopia, ofthalmoplegia, penurunan visus, facial pain, 

rasa tebal pada wajah, occular venous congestion. 

Optic sheath meningioma Gangguan penglihatan  

Meningioma orbita Exophthalmos 

Sphenoid wing medial 

meningioma 

Gangguan penglihatan, diplopia, psikomotor seizure. 

Sphenoid wing lateral 

meningioma 

 Gangguan bicara, gangguan lapang pandang. 

Tentorial Peningkatan TIK, kejang, gangguan lapang pandang. 

Cerebelar Ataksia, vertigo, hidrosefalus. 

Foramen magnum 

Gejala penekanan pada batang otak sisi dorsal, lateral 

atau ventral.Gangguan saraf kranial multipel dan 

penurunan kesadaran 

Cerebellopontine angle 

meningioma 

Gangguan fungsi saraf kranial unilateral terutama saraf 

no 7,8,9  

Petroclival atau clivus 

Gangguan saraf kranial unilateral atau bilateral, 

penekanan batang otak sisi ventral 

Intraventrikel Peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) 

 

3. Pemeriksaan 

Fisik 

Pemeriksaan fisik meliputi : 

1. Tanda vital: Tensi,nadi,respiratory rate dan temperatur 

2. Status neurologis :  

    Kuantitas dan kualitas kesadaran, saraf kranial, status motorik dan sensorik   

    serta autonomik. 

119 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

3. Pemeriksaan pupil, tajam pengliatan dan lapang pandang. 

4. Pemeriksaan lokalis pada kepala dan wajah 

Pemeriksaan fisik bertujuan terutama untuk mengetahui lokasi tumor. 

Gejala dan Tanda Tumor Supratentorial: 

1. Gejala  peningkatan TIK  

a. Akibat efek massa tumor atau edema peritumoral 

b. Akibat blokade aliran CSF 

c. Ganguan tajam penglihatan, edema pupil. 

2. Gejala fokal defisit neurologis  progresif  

a. Akibat destruksi parenkim otak oleh invasi tumor 

b. Akibat penekanan parenkim otak oleh tumor, edema atau perdarahan 

c. Akibat penekanan pada saraf kranial  

3. Headache. 

4. Kejang akibat iritasi pada kortek serebral atau peningkatan TIK 

5. Perubahan status mental: depresi, letargi, apatis, confusion dan koma 

6. 'Ğũala mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke. 

Gejala dan Tanda Tumor Infratentorial: 

1. Tumor fossa posterior memberikan gejala akibat peningkatan TIK dan hidrosefalus: 

a. Headache 

b. Mual dan muntah: dapat akibat peningkatan TIK oleh hidrosefalus atau akibat 

penekanan langsung pada vagal nucleus aƚau arĞa ƉŽsƚrĞma ;͞vomiting center͞Ϳ. 

c. Papil edema 

d. Gangguan gait-ataksia 

e. Diplopia: akibat abducens palsy oleh karena peningkatan TIK atau penekanan langsung 

pada nukleus saraf ke 6 

2. Gejala yang timbul akibat efek massa di fossa posterior. 

a. lesi pada cerebellar hemisphere: ataksia ekstremitas, dysmetria, intention tremor 

b. Lesi pada cerebellar vermis: broad based gait, truncal ataxia, titubition 

c. Lesi pada batang otak: mengakibatkan gangguan saraf kranialis multipel, nistagmus dan 

penurunan kesadaran. 

 

4. Kriteria 

Diagnosis 

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, radiologis atau imaging, dan patologi anatomi 

atau histopatologi. 

Walaupun karakteristik imaging  dapat memperkirakan jenis meningioma secara spesifik, 

namun pemeriksaan patologi anatomi  tetap diperlukan untuk diagnosis definitif 

120 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

5. Diagnosis Kerja Meningioma (ICD-10: D32.0) 

Berdasar Klasifikasi histopatologi meningioma menurut WHO : 

WHO grade I 

Meningothelial, Fibrous (fibroblastic), Transitional (mixed), 

Psammomatous, Angiomatous, Microcystic, Secretory, 

Lymphoplasmacyte-rich metaplastic 

WHO grade II Chordoid, Clear cell (intrakranial), Atipikal 

WHO grade III Papillary, Rhabdoid, Anaplastik 

 

6. Diagnosis 

Banding 

1. Neurofibromatosis type 2 ( NF2), terutama meningioma multiple  

2. Pleomorphic xanthastrocytoma ( PXA)  

3. Rosai-Dorfman disease. 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

Pemeriksaan imaging 

 

No Pemeriksaan 

Rekomendasi Grade  

Rekomendasi 

Ref 

1 CT scan 

CT Scan dengan dan tanpa 

kontras digunakan untuk 

skrening awal,  

 ( ok ketersediaannya yang 

lebih luas).  

CT scan lebih baik dalam 

menggambarkan jenis 

meningioma seperti destruksi 

tulang pada tipe atypical atau 

malignant  dan hyperostosis 

pada tipe meningioma jinak. 

CT Scan dapat 

menggambarkan edema di 

sekitar tumor (peritumoral 

edema) ( ICD 10 : S06.1) 

 

1C 1,2,3,4 

2 MRI 

MRI memberikan gambaran 

multiplanar dengan berbagai 

sekuen, resolusi jaringan yang 

tinggi. Dibutuhkan pada kasus 

meningioma yang komplek.  

MRI sangat bagus untuk 

1C 1,2,4 

121 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

menggambarkan edema di 

sekitar tumor (peritumoral 

edema) ( ICD 10 : S06.1), 

Kompresi saraf kranial (ICD 10 : 

G50.0), Kompresi otak dan 

pembuluh darah otak (ICD 10 :  

G93.5) 

 

 

 

Angiografi 

 

Angiografi dibutuhkan untuk 

menggambarkan keterlibatan 

pembuluh darah dan 

kepentingan embolisasi bila 

dibutuhkan. 

2C 

 

Keterangan : 

GR : Grade Rekomendasi 

8. Terapi Modalitas terapi meningioma meliputi:  

Medikamentosa, Pembedahan, dan Radioterapi. 

Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh jenis histopatologis tumor. Jenis histopatologis 

tumor dapat diperkirakan dari gambaran imaging dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan 

histopatologi.  

Penatalaksanaan : 

1. Medikamentosa 

1.1. Pemberian kortikosteroid (Deksamethason ) (GR : 1B) (1-6) 

           Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor otak metastase 

dibandingkan dengan tumor otak primer spt meningioma. 

 

           Dosis dexamethason  : 

         a.Pasien yang belum mendapat steroid sebelumnya 

Dewasa : 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral                              

atau intravena tiap 6 jam. Pada kasus dengan edema vasogenik yang berat 

maka dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam. 

 Anak   :0,5  - 1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan dosis rumatan  0,25 – 0,5 

mg/kg/hari (peroral/intravena) dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Hindari 

pemberian jangka panjang karena efek   menghambat pertumbuhan. 

         b. Pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya : 

122 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

            Pada kondisi penurunan kesadaran akut, maka perlu dicoba diberikan dosis dua 

kali lipat dari dosis yang biasa diberikan. 

 

    Jenis kortikosteroid yang dapat digunakan dengan equivalen dosis   sebagai  berikut : 

Nama Obat 

Glucocorticoid 

Approximate 

Equivalent Dose 

Biologic Half 

Relative Mineralo 

Corticoid Activity 

Cortisone 25 mg 8 - 12 ++ 

Hydrocortisone 20 mg 8 - 12 ++ 

Prednisolone 5 mg 18 - 36 + 

Prednisone 5 mg 18 - 36 + 

Methylprednisolone 4 mg 18 - 36 0 

 

Nama Obat 

Dosis 

Equivalent 

Cara  

Pemberian 

Dosis 

Potensi 

Mineralocorticoi

Cortisone 25 PO, IM 

2/3 pagi 

1/3 malam 

Hydrocortisone 20 PO, IV, IM 

2/3 pagi 

1/3 malam 

Prednisone 5 PO 

Terbagi 

2 – 3 kali 

perhari 

Methylprednisolone 4 PO, IV, IM Terbagi 2 kali 1 

Dexamethasone 0,75 PO, IV 

Terbagi 2x 

atau 4x 

perhari 

 

1.2   Pemberian profilasis anti kejang 

o Pasien dengan riwayat kejang yang berhubungan dengan tumor otak, 

direkomendasikan pemberian obat anti kejang (GR : 1A) (7 – 11) 

o Pasien tumor otak  tanpa riwayat kejang dan tidak ada riwayat pembedahan, tidak 

direkomendasikan pemberian profilaksis  anti kejang (GR : 1B) (12-15) 

o Pasien tumor otak  tanpa riwayat kejang dan dilakukan pembedahan, 

direkomendasikan pemberian profilaksis  anti kejang (GR : 2C) (16 -17) 

1.3 Pemberian anti ulcer berupa H2 Blocker maupun PPI dan simtomatik  anti nyeri kepala 

123 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

bila diperlukan (GR 1B) (18) 

 

1) Pembedahan:  

    Indikasi pembedahan yaitu    :  

    a. Massa tumor yang menimbulkan gejala dan atau tanda penekanan maupun destruksi 

parenkim otak dan asesibel untuk dilakukan  pembedahan.  

    b. Pada pemeriksaan imeging serial didapatkan tanda pertumbuhan tumor dan atau 

didapatkan gejala akibat lesi tumor yang tidak dapat terkontrol  dengan  medika 

mentosa. 

2)  Radioterapi 

3) Terapi lain sifatnya suportif guna meningkatkan ketahanan  dan  meningkatkan kualitas 

hidup. 

 

     PRINSIP UMUM TEKNIK OPERASI MENINGIOMA : 

1. Mengidentifikasi batas tumor dengan parenkim normal 

2. Menghentikan suplai darah ke tumor (devascularisasi ) 

3. Dekompresi massa tumor (dengan ultrasonic aspirator, cautery loop, atau gunting) 

4. Diseksi/memisahkan kapsul tumor dari jaringan otak dengan memperhatikan batas 

arakhnoid 

5. Diupayakan capaian eksisi se-radikal mungkin ( Simpsons grade 1 ) dengan membuang 

seluruh  tulang dan dura yang melekat pada tumor.   

             

     Tatalaksana Meningioma WHO grade I 

No. Terapi Rekomendasi GR Ref 

1 Pembedahan 

Pembedahan yaitu   terapi primer untuk 

pasien yang bukan calon untuk observasi. 

Reseksi total/komplit menghasilkan 

harapan yang tinggi untuk terbebas dari 

meningioma (ICD 9 CM : 01.51), 

Dekompresi saraf kranial (ICD 9 CM : 

04.41) 

1B 9,10,11 

2 Radioterapi 

Dipertimbangkan pada kasus tumor yang 

lokasinya sulit/resiko tinggi untuk operasi 

(mis: meningioma sinus kavernosa), 

tumor unresectable, subtotal reseksi   

atau tumor yang kambuh (ICD 9 CM : 

1C 11, 12 

124 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

92.29) 

 

                      Tatalaksana Meningioma WHO grade II, dan III 

No. Terapi GR Ref 

Terapi standar :pembedahan dan radioterapi 

1B 

13,14,15,

16 

Tumor kecil lokasi sulit, kandidat untuk stereotactic 

radiosurgery 

1C 11,17 

Terapi sistemik dipertimbangkan untuk tumor yang 

unresectable atau tumor rekuren 

2C 18,19,20 

Keterangan : 

GR : Grade  Rekomendasi 

9. Edukasi - Pasien memerlukan pemeriksan tambahan berupa CT scan kepala (dengan atau tanpa 

kontras), MRI kepala, dan patologi anatomi untuk menegakkan diagnosis. 

- Pembedahan yang dilakukan bisa berupa biopsi (pegambilan tumor dalam jumlah kecil 

untuk mengambil sampel PA), atau eksisi tumor. 

- Edukasi untuk pasien dan keluarganya: Selain gejala nonfokal (seperti gejala dan tanda 

tumor supra dan infratentorial), terdapat kemungkinan terjadi defisit neurologis fokal yang 

berhubungan dengan lokasi meningioma dan akibat prosedur pembedahan. 

10. Prognosis 5 years survival pasien dengan meningioma yaitu   : 91,3% 

Prognosis tergantung jenis Histopatologi dan derajat pengambilan tumor 

                

Sistem derajat Simpson untuk pengambilan tumor 

Derajat Derajat Pengambilan/Eksisi 

I Komplit eksisi secara makroskopik, termasuk : durameter, tulang yang 

tidak normal, dan dura sinus yang terkena.  

II Komplit eksisi secara makroskopik, dengan koagulasi durameter dengan 

Bovie atau laser. 

III Komplit eksisi secara makroskopik, tanpa reseksi atau koagulasi durameter 

atau ekstensi ektradural (misalnya tulang yang hiperostosis) 

IV Parsial eksisi, meninggalkan sebagian tumor. 

V Dekompresi sederhana, biopsy. 

Luasnya tumor yang di eksisi yaitu   factor yang utama dalam menentukan rekurensi dari 

meningioma. Rekurensi setelah gross total reseksi muncul pada 11 – 15 % kasus, dan 29% 

kasus pada reseksi inkomplet. Rata- rata rekurensi dalam 5 tahun setelah reseksi partial 

yaitu   37% - 85%. Overall recurrence rate selama 20 tahun yaitu   19% dan dalam laporan 

125 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

lain yaitu   50%. Meningioma malignant memiliki angka rekurensi lebih tinggi dibandingkan 

yang lainnya. 

11. Penyusun dan 


12. Indikator 

Medis dan 

Target 

Kesembuhan: total eksisi tumor dengan preservasi fungsi-fungsi neurologis. 

Komplikasi: Tidak terjadi perburukan fungsi neurologis dalam 6 bulan. 

Target : 80 % eksisi tumor meningioma simpson derajat 1 


• Pembedahan / reseksi, bila syarat terpenuhi (accessible, karnoffsky 

scale >70, fungsi organ lain memenuhi syarat pembedahan) 

• Dilanjutkan radioterapi bila histologis WHO Grd III 

• Dilanjutkan radioterapi pada Reseksi Inkomplit pada WHO grd I atau II 

• Bila tidak accessible, dilakukan stereotaktik biopsi, atau radioterapi 

dan terapi sistemik (kemoterapi) 

• Bila accessible, tetapi syarat lain tidak terpernuhi, dilakukan terapi 

supportif (mengurangi gejala & memperbaiki kualitas hidup) 

• Pembedahan pada kasus multiple, one step atau two step tergantung: 

a. Aksesibilitas massa 

b. Kegawatan neurologis 

 

CT Scan (Kontras-non kontras), pada umumnya 

ditemukan: 

1) Massa tumor ekstra axial dengan perlekatan 

pada duramater, dan CSF cleft 

2) Batas jelas 

3) Homogenous Contrast enhance (90%) 

4) Hyperostosis 

5) Peritumoral Edema 

 

Klinis Tidak Progresif 

 

Klinis Progresif 

 

MRI / MRA bila: 

1. Lokasi pada daerah eloquent, 

(Sensorimotor area, area 

bicara, penglihatan, 

pendengaran, thalamus) dan 

kritis (sinus cavernosus, 

brainstem, skull base, sinus 

venosus, strukstur vaskuler) 

2. Meningioma dengan diameter 

< 3 cm 

KLINIS 

(Sesuai PPK) 

 

Gejala Klinis akibat: 

1. Peningkatan TIK 

2. Destruksi / Kompresi struktur otak 

 

130 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

Post Operatif 

Algoritme Tatalaksana Pembedahan Meningioma Intrakranial 

ICD-10: D32.0 

 

 

 

Dasar Evaluasi : 

1. Klinis 

2. Simpson Grading  

CT scan segera bila : GR 1C 

 Terjadi komplikasi durante 

operasi ( edema otak yang tidak 

terkontrol, perdarahan banyak, 

timbul deficit neurologis baru 

paska operasi ) 

 

Pembedahan 

Tehnik sesuai dengan lokasi dan besartumor 

Embolisasi bila : GR 2C 

1. Ukuran tumor yang 

besar 

2. Vaskularisasi tumor 

banyak 

3. Suplai dari arteri yang 

susah dijangkau pada 

saat operasi seperti 

tumor pada skull base 

4. Suplai dari arteri carotis 

eksterna yang signifikan 

5. Tumor yang lokasinya 

dekat dengan daerah 

eloquent 

Diagnosis  

KLINIS 

RADIOLOGIS  

 

Follow Up di Poli klinik 

Bedah Saraf : 

 

1. Klinis  

2. Hasil PA 

3. Simpson           

   Grading 

 

 

 

 

 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Schwannoma (Neuroma Akustik)   

ICD-10: D36.1 

1. Pengertian 

(Definisi) 

Tumor jinak yang tumbuh lambat pada nervus VIII, biasanya tumbuh dari sel Schwann 

pada saraf vestibuler superior. 

2. Anamnesis  Gangguan pendengaran gradual progresif pada satu telinga (90%), sementara yang 

muncul secara mendadak sekitar 5% 

 Tinnitus (70%) dan nyeri pada satu telinga 

 Neuroma yang besar atau berlokasi di daerah medial dapat memiliki gejala kenaikan 

tekanan intra kranial seperti nyeri kepala, gangguan visus, hingga penurunan 

kesadaran 

3. Pemeriksaan Fisik  Hipestesi wajah unilateral 

 Gangguan keseimbangan dan koordinasi akibat kompresi serebelum 

 Diplopia 

 Paresis nervus VII, berdasarkan klasifikasi dari House and Brackmann 

 

Klasifikasi Klinis dari Fungsi Nervus VII (House and Brackmann) 

Derajat Deskripsi Gambaran 

1 Normal Fungsi normal dari saraf facial di semua area 

2 Disfungsi ringan A. Pemeriksaan ringan: kelemahan ringan dapat terlihat 

dengan pemeriksaan yang cermat. 

B. Saat istirahat: simetris 

C. Gerakan :  

– Dahi : gerakan ringan 

– Mata : menutup mata dengan usaha 

  – Mulut : asimetris ringan 

3 Disfungsi sedang A. Pemeriksaan ringan: jelas, tetapi bukan asimetris yang 

nyata 

B. Gerakan : 

– Dahi : gerakan ringan hingga sedang 

– Mata : menutup mata dengan usaha 

     – Mulut : kelemahan ringan dgn usaha maksimal 

4 Disfungsi sedang 

hingga berat 

A. Pemeriksaan ringan: kelemahan dan asimetri yang 

nyata 

B. Gerakan: 

– Dahi : tidak ada gerakan 

– Mata : tidak sempurna menutup mata 

     – Mulut : asimetri dengan usaha maksimal 

5 Disfungsi berat A. Pemeriksaan ringan: hamper tidak ada gerakan 

B. Saat istirahat: asimetris 

C. Gerakan:  

– Dahi : tidak ada gerakan 

     – Mata : tidak sempurna menutup mata 

6 Paralisa total Tidak ada gerakan 

4. Pemeriksaan 

Penunjang 

Audiological 

 Pure Tone Audiometry 

 Speech Discrimination Testing 

132 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

 Electric Response Audiometry 

 

Imaging 

 Prosedur diagnostik yaitu   menggunakan MRI dengan kontras dengan sensitivitas 

98%. Gambaran karakteristik: tumor berbentuk bulat atau oval yang menyerap 

kontras yang terletak dekat dengan meatus akustikus internus. 

 CT scan dengan kontras yaitu   pilihan kedua untuk modalitas radiologis. Pelebaran 

dari osteum kanalis akustikus (trumpeting) yaitu   salah satu gambaran khas dari 

tumor ini. (normal diameter dari kanalis akustikus = 5-8 mm). 

 Keuntungan CT scan dibanding dengan MRI yaitu   kemampuannya menampilkan 

gambaran anatomi tulang (termasuk mastoid air cell) yang seringkali membantu 

dalam rencana preoperatif translabirin. 

5. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis 

2. Pemeriksaan klinis 

3. Pemeriksaan penunjang (audiological dan imaging) 

6. Diagnosis Neuroma Akustik (D36.1) 

7. Diagnosis Banding  Meningioma 

 Tumor ektodermal 

 Tumor metastase otak 

 Neuroma nervus kranialis lainnya 

 Kista arakhnoid 

 Kista neurenterik 

 Granuloma kolesterol 

 Lipoma 

 Aneurisma 

 Ektasia dolikhobasilar 

 Sistiserkosis 

 Perluasan dari: glioma batang otak atau serebelum, adenoma hipofisis, 

kraniofaringioma, khordoma dan tumor skull base, tumor ventrikel IV, papiloma 

pleksus khoroid, tumor glomus, tumor os temporal 

8. Terapi Ada empat pilihan manajemen penderita dengan neuroma akustik:  

1. Pemeriksaan scan interval 

2. Pembedahan 

3. Radiosurgery stereotaktis/radioterapi fraksinasi stereotaktik 

4. Kemoterapi dengan menggunakan bevacizumab, diberikan khususnya pada penderita 

dengan NF2 

 

Faktor utama dalam menentukan terapi yaitu  :  

 Ukuran dari neuroma 

 Status kesehatan 

 Keinginan untuk mempertahankan pendengaran 

 Keadaan pendengaran dari telinga kontralateral 

 Pilihan dari pasien setelah mendapat penjelasan tentang resiko dari tiap pilihan 

 

Terapi Keterangan TP DR Ref 

Pembedahan 

Pengambilan tumor melalui tindakan bedah yaitu   

terapi yang disarankan pada sebagian besar pasien 

yang menderita neuroma akustik. 

2 C 1,3 

Penggunaan monitor saraf fasial meningkatkan 

outcome pasien yang menjalani tindakan bedah 

akustik neuroma dan peng-gunaannya 

dipertimbangkan pada operasi akustik neuroma 

lainnya. Monitor fungsi cochlear dapat juga 

1 B 2,4 

133 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

berguna untuk hearing conservation surgery 

Keterangan: 

TP : Tingkat Pembuktian 

DR : Derajat Rekomendasi 

 

Pilihan Teknik Pembedahan 

 Middle fossa approach: preservasi pendengaran, lokasi tumor di lateral, tumor 

berukuran kecil (<2,5 cm) 

 Translabyrinthine approach: berguna pada tumor dengan primer pada intrakanalikuli 

dengan ekstensi ke CPA yang minimal 

 Retrosigmoid approach: paling sering digunakan oleh ahli bedah saraf, akses cepat ke 

tumor, memungkinkan untuk preservasi pendengaran 

9. Edukasi  Tindakan pembedahan yang dilakukan tidak menjamin dapat memperbaiki sistem 

pendengaran 

 Terdapat risiko paresis nervus fasialis pasca operasi 

 jika tumor melekat pada struktur penting seperti batang otak dan nervus kranialis 

maka tidak dapat diangkat total 

 

10. Prognosis Faktor prognosis yang mempengaruhi: 

 Ukuran dan iregularitas bentuk tumor 

 Usia penderita 

 Keterlibatan batang otak 

11. Indikator Medis Eksisi total tumor dengan preservasi nervus VII dan lower cranial nerves. 


PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Oligodendroglioma 

(ICD 10 : C.71)  

1. Pengertian 

(Definisi) 

- Tumor yang berasal dari sel oligodendrogliosit 

- Tumor oligodendroglial dapat terjadi dimana saja ditempat yang ditemukan adanya 

sel oligodendrosit. 

- Glioma terbanyak ketiga, 2-5% dari tumor primer otak dan 4%-15% dari keseluruhan 

glioma.  

- Terjadi pada semua usia tetapi diagnosis awal memiliki dua puncak pada usia 6-12 

tahun dan 35-44 tahun 

- Rasio lelaki: perempuan berkisar 1.1 : 2.0  

- Lebih dari 90% muncul di white matter supratentorial, terbanyak di lobus frontalis. 

Kurang dari 10% terjadi di fossa posterior dan medulla spinali 

- Gambaran histologi: tersering berupa kalsifikasi. 'ambaraŶ ͞fried egg cytoplasma͟ 

ĚaŶ ͞chicken wire͟ ǀaskularisasikuraŶŐĚaƉaƚĚiƉĞrĐaLJa 

2. Anamnesis Riwayat Kejang didapatkan pada 50- 80% pasien, nyeri kepala (22%), perubahan kondisi 

mental (10%), dan vertigo(9%). 

3. PemeriksaanFisik Tidak ada gejala yang spesifik untuk penderita oligodendroglioma.  

Gejala lebih sering berhubungan dengan efek masa lokal, dan jarang menyebabkan 

peningkatan TIK. 

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis  

2. Pemeriksaan klinis  

3. Pemeriksaan laboratorium  

4. Patologi anatomi  

5. DiagnosisKerja 

Oligodendroglioma  (ICD10 : C71) 

 Grading masihkontroversi. Di rekomendasikanuntukdibagiantaralow (WHO grade II) 

atauhighgrade(WHO grade III) 

 

6. Diagnosis Banding 

AVM, glioma brainstem, melanoma SSP, frontal  lobe syndrome, Glioblastoma multiforme, 

toxoplasmosis, lymfoma pada SSP, Low Grade Astrocytoma, Meningioma, metastase, 

Primary Limfoma SSP 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Rekomendasi Keterangan GR Referensi 

CT scan 

Menentukan lokasi dan konfigurasi tumor 2B 1 

Karakteristik tetapi tidak pathognomonik 2B 2, 3 

MRI 

T2-weighted images lebih sensitif daripada T1 

untuk mendeteksi tumor dan menge-valuasi 

respon terha-dap kemoterapi 

1B 4, 5 

MRI lebih sensitif daripada CT scan dalam 

menampilkan abnormalitas parenkim otak 

1B 1, 3, 6, 7 

PET 

Memberikan informasi kuantitatif mengenai 

aliran darah dan metabolisme glukosa dan asam 

amino, aliran darah dan asam amino.  

  

Fluorine-18 fluorodeoxyglucose (18F-FDG) PET 

digunakan untuk membedakan jaringan parut, 

gliosis atau nekrosis dari jaringan tumor glia 

yang aktif tumbuh 

2B 

9, 10, 11, 

13 

136 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

Carbon-11-methionine (11C-MET) PET 

digunakan untuk membedakan antara low-grade 

astrocytoma dan oligodendroglioma 

2B 13 

Dapat menentukan grading oligodendroglioma 

secara noninvasif 

  

Keterangan : 

GR : Grade Rekomendasi 

 

 

Gambaran radiologis dan histologis antara low grade dan high gradeOligodendroglioma 

 WHO II (Low Grade) WHO III (High Grade) 

Menyengatkontras pada MRI-CT 

scan 

Tidak Ada 

Proliferasi Endotelial pada histologi Tidak Ada 

Pleomorfisme Tidak Ada 

Proliferasi tumor Tidak Ada 

Komponenastrosit Tidak Ada 

 

8. Terapi Rekomendasi pengobatan :Khemoterapi (ICD9 : 99.25) untuk  semua oligodendriglioma. 

Pada sebagian kasus dengan pembedahan (ICD9 : 01.24), radioterapi(ICD9 : hanya pada jenis 

yang mengalami transformasi anaplastic 

 

Pilihan untuk manajemen oligodendroglioma yaitu   pembedahan, radioterapi dan 

kemoterapi. Terapi terbaik dipilih berdasarkan jenis tumor, grade tumor, dan kondisi pasien. 

Semua terapi disesuaikan kondisi pasien untuk mengoptimalkan kualitas hidup dan 

meminimalisir efek samping 

 

LOW GRADE OLIGODENDROGLIOMA 

 

Tujuan dari terapi untuk low grade oligodendroglioma yaitu   bukan untuk menghilangkan 

tumor, tetapi tujuannya yaitu   untuk mengendalikan tumor tersebut selama mungkin dan 

mengoptimalkan kualitas dan kenyamanan hidup pasien 

Untuk pasien dengan low grade oligodendroglioma, pembedahan yaitu   salah satu terapi 

yang disarankan dan juga radioterapi. Banyak pasien hidup dengan jenis tumor ini dalam 

jangka waktu yang lama. 

 

Pembedahan  

Untuk pasien dengan low grade oligodendroglioma, terapi pembedahan biasanya bukan 

yang bersifat segera, karena tidak ada gejala klinis yang dirasakan oleh pasien, dan 

pertumbuhan tumor tidak terlalu cepat. Salah satu gejalanya yaitu   kejang. 

Pilihan pembedahan ini mungkin juga tidak direkomendasaikan apabila ukuran tumor yang 

besar, menyebar luas ke seluruh bagian otak, terlalu dekat dengan area yang eloquen, 

apabila tidak dimungkinkan untuk eksisi tumor secara total, dapat dilakukan biopsi untuk 

mengetahui jenis tumor. 

Tujuan dari operasi ini yaitu   untuk eksisi tumor yang terlihat mata dan yang teridentifikasi 

imaging. 

 

Konservatif 

Pasien dengan tumor ini yang tidak memilih opsi pembedahan, dapat memilih opsi ini dan 

kontrol dan evaluasi MRI berkala 

 

Radioterapi 

Radioterapi direkomendasikan untuk pasien dengan : 

 Pasien setelah operasi dan masih ada tumor tersisa yang tidak bisa diambil 

137 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

 Untuk mengendalikan gejala, termasuk kejang 

 Untuk pasien dengan usia tua 

Menunda radioterapi dapat direkomendasikan untuk pasien : 

 Tidak ada gejala 

 Pasien dengan prognosis yang baik  

 Dibawah 40 tahun 

 Dengan total eksisi 

Dosis yang direkomendasikan yaitu   total 50 Gy dibagi atas 2 Gy setiap 6 minggu 

 

Kemoterapi 

Tidak ada cukup informasi yang membuktikan bahwa kemoterapi yaitu   pilihan terapi yang 

lebih efektif dari radioterapi. 

 

 

TERAPI LOW GRADE OLIGODENDROGLIOMA 

Rekomendasi Keterangan GR Referensi 

Pembedahan 

Terapi utama 1B 

14, 15, 16, 

17, 18, 19 

Tujuan gross total removal bila tumor dapat 

direseksi dengan aman 

1B 

19, 20, 21, 

22, 12, 17 

Luasnya reseksi berhubungan dengan ketahanan 

hidup (survival) 

2B 

19, 24, 25, 

26, 27, 28, 

29, 31 

Radioterapi 

Radioterapi parsial pasca operasi  2B 5, 16 

Memperpanjang ketahanan hidup (survival) 

terutama bila tumor hanya direseksi parsial 

2B 2, 26, 33, 32 

Efek samping jangka panjang: perubahan 

perilaku, gangguan memori, demensia, 

hipopituarism, dan radiation nekrosis yang 

memberi efek massa 

2B 30 

Kemoterapi 

͞ŶĞŽaĚũuǀaŶƚ ĐŚĞmŽƚŚĞraƉLJ͟ uŶƚuk mĞŶuŶĚa 

efek samping radioterapi 

2B 

9, 12, 35, 36, 

37 

Keterangan : 

GR : Grade Rekomendasi 

 

TERAPI ANAPLASTIK OLIGODENDROGLIOMA 

Rekomendasi Keterangan GR Referensi 

Pembedahan 

Terapi utama 2B 

15, 16, 17, 

18, 23 

Tujuan gross total removal bila tumor dapat 

direseksi dengan aman 

2B 

12, 17, 19, 

20, 21, 22 

Semakin total reseksi, berhubungan dengan 

katahanan hidup (survival) 

2B 

19, 24, 25, 

26, 27, 30, 

31, 36 

Radioterapi 

Sebagian besar penulis menyarankan 

penggunaan radioterapi pasca operasi  

1B 12, 13 

Kemoterapi 

Sel malignant oligodendroglial bersifat 

kemosensitif  

1B 

12, 16, 23, 

31, 35, 36, 

37 

Kemoterapi PCV bersifat efektif dan regimen 

yang paling sering dipakai 

1B 4, 21, 31 

Digunakan terapi pertama pasca operasi, 

dengan radiasi ditunda sampai didapatkan 

progresifitas dari tumor 

1B  

138 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

Kombinasi 

Terapi 

Kombinasi radioterapi dan kemoterapi (PCV) 

dikatakan lebih unggul daripada bila dilakukan 

salah satu saja 

1B 4, 31 

Dapat digunakan Interferon 2B  

Keterangan : 

GR : Grade Rekomendasi 

 

 

TERAPI OLIGODENDROGLIOMA REKURENS 

Rekomendasi Keterangan GR Referensi 

Radioterapi + 

Kemoterapi 

Diberikan radiasi dan kemoterapi PCV, 

walaupun pasien belum pernah 

mendapat regimen tersebut 

1B 16 

Digunakan terapi Carboplatin, 

etoposide (VP-16) dan cisplatin 

1B 33 

Dapat digunakan Temozolomide 1B 7, 8 

Keterangan : 

GR : Grade Rekomendasi 

 

9. Edukasi 1.Pasien dengan oligodendroglioma disarankan dengan multi modalitas terapi  

2.Penjelasan  efek dari chemoterapi dan radioterapi. 

3.Disarankan monitor rekuren dari tumor dengan kontrol MRI 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun 

10. Prognosis Oligodendroglioma murni mempunyai prognosis yang lebih baik daripada oligoastrocitoma 

dan daripada astrositoma murni 

Oligodendroglioma pada lobus frontal mempunyai waktu hidup yang lebih lama daripada 

lobus temporal (37 bulan dengan 28 bulan post op) 

10 years survival rate 10 – 30 % 

1

 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Tumor Metastase Otak 

(C71.9)  

1. Pengertian 

(Definisi) 

Tumor otak yang berasal dari kanker di bagian tubuh lain. 

2. Anamnesis  Tanda  peningkatan TIK: nyeri kepala (40-50%), mual/muntah 

 Kejang (15%) 

3. Pemeriksaan Fisik  Defisit neurologis fokal (sesuai lokasi tumor): bias terjadi akibat kompresi parenkim otak 

oleh massa dan atau oleh edema peritumoral (monoparesis tanpa gangguan sensorik) 

atau bisa terjadi karena kompresi nervus kranialis 

 Gangguan status mental atau gangguan kognitif (tumor multipel): depresi, letargi, apatis, 

confusion 

 Gejala bisa terjadi akut menyerupai TIA: bisa terjadi karena oklusi pembuluh darah 

karena sel tumor atau perdarahan di dalam tumor (terutama pada melanoma metastase, 

koriokarsinoma, dan karsinomasel renal) 

4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis 

2. Pemeriksaan klinis 

3. Pemeriksaan imaging 

4. Pemeriksaan penanda tumor primer 

5. Diagnosis Kerja Tumor MetastaseOtak (C71.9) 

6. Diagnosis Banding Gambaran radiologis dapat menyerupai: 

 High grade astrocytoma 

 Abses Serebri 

 Demyelinisasi 

 Cerebrovascular accident 

7. Pemeriksaan 

Penunjang 

 

 

No. Penunjang Keterangan GR Ref 

1 CT Scan, 

dan MRI 

 

MRI dengan kontras lebih sensitive daripada CT scan 

dengan kontras dalam mendeteksi metastase otak 

terutama di fossa posterior atau lesi yang kecil 

2B 1 

Diffusion weighted MRI berguna untuk membedakan 

ring-enhancing pada lesi di otak (restricted diffusion 

pada abses dibandingkan unrestric-ted diffusion 

pada kistik atau nekrotik GBM atau metastase), 

tetap itemuan ini tidak spesifik 

1B 2,3 

2 Lain-lain Untuk pasien yang dating dengan metastase otak 

tanpa diketahui tumor primernya, sangat penting 

untuk menemukan asal tumor primernya. Tumor 

paru harus dicari, karena memiliki angka kejadian 

metastase ke otak yang tinggi. Dapat dilakukan foto 

thoraks dan CT scan thoraks. Dimana CT thoraks 

lebih sensitive daripada foto thoraks polos 

1B 4 

Pemeriksaan lain untuk mendiagnosis dan 

menentukan stadium tumor yaitu   CT scan 

abdomen dan pelvis untuk ginjal dan saluran cerna, 

bone scanning untuk tumor yang memberi 

metastase ke tulang, dan mammogram untuk 

mencari tumor primer di payudara 

1B 5 

Keterangan : 

142 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

 

 

 

 

 

 

GR : Grade Rekomendasi 

Skrining Tumor Primer: 

 Fotopolos thorax 

 CT scan abdomen, thorax, pelvis 

 Fesesrutin 

 Bone scan 

 Mamografi 

 Prostat specific antigen (PSA) 

 PET scan 

 

Penanda Tumor 

Marker Tumor 

Alpha fetoprotein (AFP)  Germ cell tumor, kanker hepar 

CA15-3  Kanker payudara 

CA27-29  Kanker payudara 

CA19-9  Kanker pancreas, kanker kolorektal 

CA-125  

Kanker ovarium,  kanker endometrium, 

kanker tuba ovarium, kanker paru, kanker 

payudara, kanker gastrointestinal  

Prostat specific antigen (PSA) Kanker prostat 

 

8. Terapi Modalitas terapi meliputi terapi medis dasar, radioterapi, dan pembedahan. 

 

Terapi Medis Dasar 

 Antikonvulsan, misalnya phenytoin. 

 Kortikosteroid, pada pasien dengan keluhan yang berat diberikan dexamethasone 10-20 

mg IV, dilanjutkan dengan 6 mg IV tiap jam selama 2-3 hari, kemudian dikonversi 

menjadi 4 x 4 mg per oral per hari, jika keluhan telah membaik dosis diturunkan menjadi 

3 x 2-4 mg per oral per hari, dosis dipertahankan selama keluhan tidak makin memberat. 

 Antagonis H2, misalnya ranitidine 150 mg per oral tiap 12 jam. 

 

Radioterapi 

 Radioterapi merupakan terapi utama pada pasien dengan tumor yang highly sensitive 

yaitu: limfoma, germinoma, tumor paru tipe small cell. 

 Radioterapi diberikan sebagai ajuvan untuk jenis tumor yang lain. 

 

Pembedahan (ICD9 : 01.24) 

Indikasi pembedahan diputuskan dengan mempertimbangkan beberapa factor seperti yang 

tertera di bawah ini: 

Faktor Indikasi Pembedahan 

Status PenyakitSistemik 

 Kontroldari tumor primer 

 Kondisi medis umum 

 Status neurologis 

Harapan hidup> 4 bulan 

Bisa dilakukan pembiusan/pembedahan 

<W^ шϳϬ 

Resektabilitas 

 Akses 

 

 Jumlah lesi 

Tidak di batang otak, basal ganglia, 

thalamus 

ч ϯ lĞsi 

Histologi 

 Radiosensitivitas Tumor yang kurang sensitive terhadap  

radioterapi (tumor payudara, tumor paru 

tipe non-small cell, tumor kolon, 

melanoma, tumor renal, sarkoma)  

 

143 

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf  

 

Prinsip Pembedahan 

 Teknik operasi harus menghasilkan eksisi total lesi, dengan preservasi fungsi neurologis 

dan kerusakan yang minimal dari parenkim sekitarnya 

 

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor di atas, maka manajemen tumor metastase 

otak yaitu   sebagai berikut: 

 

Kondisi Klinis Manajemen 

Primer tidak diketahui 

Biopsi stereotaktik jika eksisi pembedahan 

tidak dipertimbangkan 

Kanker sistemik dan ekspektasi harapan 

hidup yang singkat dan atau KPS score yang 

rĞŶĚaŚ ;чϳϬͿ 

(Biopsi sesuai indikasi di atas) WBRT atau 

tidak ada tindakan 

Kondisi sistemik stabil dan KPS >70  

Lesi tunggal Lesi yang simtomatis, besar, 

ataubisaterakses 

Eksisi pembedahan + WBRT 

Lesi yang asimtomatik, kecil, atau 

tidak bisa terakses 

WBRT + stereotactic 

radiosurgery 

Lesi multipel Lesi tunggal yang besar dan 

mengancam nyawa atau menghasil 

efek massa 

Eksisi pembedahan + WBRT 

untuk sisanya 

ч ϯ lĞsi͕ simƚŽmaƚik dan semuanya 

bisa diakses 

Eksisi pembedahan + WBRT 

atau stereotactic 

radiosurgery + WBRT 

ч ϯ lĞsi͕ ƚiĚak semuanya bisa diakses 

WBRT atau stereotactic 

radiosurgery + WBRT 

> 3 lesi, tanpa efek massa yang 

memerlukan pembedahan 

WBRT 

 

9. Edukasi Tujuan dariterapi tumor metastase otak yaitu   bukan kuratif melainkan paliatif dengan 

prioritas mempertahankan kualtias hidup pasien tetap baik. 

Berbagai modalitas terapi diperlukan. 

10. Prognosis Faktor prognosis lebih baik pada: 

 KPS score yang baik 

 Lesi tunggal 

 Tidak adanya metastase sistemik 

 Terkontrolnya tumor primer 

 Usia muda (<60-65 tahun) 

 Kondisi neurokognitif yang tidakterganggu 

11

 

 

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN 

ILMU BEDAH SARAF 

2016 

 

Tumor Pineal 

ICD 10: D35.4 

1. Pengertian 

(Definisi) 

Tumor yang ditemukan di daerah pineal. Jenis patologinya bervariasi, antara lain germ sel 

tumor (germinoma dan teratoma), astrositoma dan pineal tumor (pineoblastoma). Paling 

sering pada anak-anak (3-8% tumor otak pada anak-aŶakͿ ĚibaŶĚiŶŐ ĚĞǁasa ;чϭйͿ. 

2. Anamnesis Gejala yang timbul disebabkan hidrosefalus, dapat berupa : 

- Nyeri kepala 

- Mual, muntah 

- Letargi 

- Kejang  

- Gangguan siklus tidur 

- Gangguan gerak bola mata 

- Jika ada penyebaran ke spinal, didapatkan gangguan motorik pada e