m (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
1. Usia
2. Status Neurologis awal
3. Jarakantara trauma dan tindakan bedah
4. Edema cerebri
5. Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hematom
epidural
6. Faktor ekstrakranial
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Trauma Tembus Otak
ICD-10: S01.9
1. Pengertian
(Definisi)
Trauma tembus kranium yaitu lesi di mana benda asing menembus tulang tengkorak dan
tidak keluar lagi. Impact misil ke dalam kepala diikuti oleh patofisiologi primer dan sekunder.
Ketika proyektil masuk ke dalam otak, akan terjadi kerusakan jaringan neural yang
menyebabkan kavitas permanen. Kondisi klinis pasien sangat tergantung pada mekanisme
(kecepatan, energi kinetik), lokasi anatomi lesi, dan cedera terkait. Trauma tembus dapat
menyebabkan intrakranial hematoma, epidural hematoma, intracerebral hematoma,
kontusio serdbri dan subdural hematoma.
Laserasi langsung yang mengenai pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan.
Tekanan yang disebabkan oleh gerakan proyektil menginduksi teregangnya jaringan otak
dan vaskular.
Patofisiologi sekunder dapat berupa gangguan cardiopulmoner akibat terganggunya batang
otak.
2. Anamnesis Didapatkan riwayat trauma karena terkena proyektil benda asing, termasuk riwayat
insiden dari saksi
Didapatkan gangguan neurologis (amnesia, penurunan kesadaran, kejang, dll.)
Macam trauma: tertusuk benda tajam, tertembak, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu
lintas, penganiayaan, jatuh dari ketinggian, dan lain-lain
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways), B (breathing),
dan C (circulation)
Pemeriksaan kepala
Mencari tanda – tanda jejas, patah dasar tengkorak, patah tulang wajah, trauma
padamata, auskultasi karotis untuk menentukan adanya bruit
Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang
Mencari tanda – tanda cedera pada tulang belakang (terutama cedera servikal) dan
cedera pada medulla spinalis
Pemeriksaan lain
Cedera lain dicari dengan cermat dari cranial ke kaudal
Semua temuan tanda trauma dicatat. Benjolan, lukalecet, luka terbuka, false
movement, flail chest, dinding abdomen, nyeri tekan dan lain-lain, perdarahan yang
tampak segera dihentikan
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
76
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Saraf II-III, lesi saraf VII perifer
Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, retinal detachment
Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah
Autonomis
4. Kriteria Diagnosis 10. Anamnesis sesuai diatas
11. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
12. Pemeriksaan imaging sesuai klinis
5. Diagnosis Kerja Trauma Tembus Otak (ICD-10: S01.9)
6. Diagnosis Banding - Cerebro vascular accident
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 Laboratorium DL, cross match 1B 6
2 X-foto kepala
untuk mencari luka, lokasi benda asing
dan fragmen tulang juga udara
intrakranial
pemeriksaan ini sudah tidak rutin
dilakukan jika ada CT-Scan
1C 1,2
4 CT scan kepala
Modalitas utama pada trauma tembus
untuk mencari fragmen tulang, benda
asing, proyeksi jalur masuk, hematom
intracranial dan efek massa
1B 1,2
5 MRI kepala
Tidak direkomendasikan pada
manajemen akut karena memakan waktu
dan berbahaya jika benda asik berupa
logam.
Namun MRI berguna untuk modalitas
neuroradiologik jika benda asing berupa
kayu.
2B 1,2,3
6 Angiografi 2C 1,2,3
7
CT-Scan Whole
Body
Whole Body CT (WBCT) digunakan pada kasus
multitrauma untuk mengurangi waktu
diagnosis, dapat digunakan pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil
2A 7
8. Terapi
No Terapi Prosedur (ICD 9 CM) Grad Ref
77
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
e
Reko
mend
asi
1 Operasi
Tatalaksana awal yaitu dengan melakukan
resusitasi pasien, kemudian dilakukan
tindakan operatif untuk evakuasi hematoma,
memperbaiki jaringan yang rusak dan
mengambil benda asing yang masih ada di
jaringan otak. Obat-obat dapat diberikan pre
dan intraoperative untuk menurunkan
tekanan intrakranial.
Indikasi operasi :
(1) untuk menghilangkan massa seperti
hematoma epidural, subdural, atau
intraserebral;
(2) untuk membersihkan jaringan nekrotik
otak dan mencegah pembengkakan dan
iskemia lebih lanjut,
(3) untuk mengontrol perdarahan aktif
(4) untuk menghilangkan jaringan nekrotik,
logam, fragmen tulang, atau benda asing
lainnya untuk mencegah infeksi.
1B 1,2,3,5
2. Non operatif
- Debridement dan perawatan luka bila
hanya di dapatkan luka kecil dan tidak
ada lesi intracranial
- Pemberian antibiotik spektrum luas
untuk mengurangi kejadian infeksi
- Head Up 30o (2B)
- Berikan cairan secukupnya (normal
saline) untuk resusitasi korban agar tetap
normovolemia, atasi hipotensi yang
terjadi dan berikan transfuse darah jika
Hb kurang dari 10 gr/dl. (1B)
- Periksa tanda vital, adanya cedera
sistemik di bagian anggota tubuh lain,
GCS dan pemeriksaan batang otak secara
periodik.
- Berikan obat-obatan analgetik (misal:
acetaminophen, ibuprofen untuk nyeri
ringan dan sedang) bila didapatkan
keluhan nyeri pada penderita (2B)
- Berikan obat-obatan anti muntah (misal:
metoclopramide atau ondansentron) dan
anti ulkus gastritis H2 bloker (misal:
1B 1,2,3,4,5
78
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
ranitidin atau omeprazole) jika penderita
muntah (2B)
- Berikan Cairan hipertonik (mannitol 20%),
bila tampak edema atau cedera yang
tidak operable pada CT Scan. Manitol
dapat diberikan sebagai bolus 0,5 – 1
g/kg. BB pada keadaan tertentu, atau
dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100
cc manitol 20% dalam 24 jam.
Penghentian secara gradual. (1B)
Berikan Phenytoin (PHT) profilaksis pada
pasien dengan resiko tinggi kejang
dengan dosis 300 mg/hari atau 5-10 mg
kg BB/hari selama 10 hari. Bila telah
terjadi kejang, PHT diberikan sebagai
terapi. (1B)
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologisawal
- Jarak antara trauma dan tindakan bedah
- Edema cerebri
- Kelainan intrakranial lain seperti kontusional, hematom subarachnoid, dan hematom
epidural
- Faktorekstrakranial
11.
PNPK Divisi Neuroonkologi
1. Adenoma Hipofise ICD 10: D35.2
2. Astrocytoma ICD 10: C71.9
3. Ependimoma ICD 10: C71
4. Chordoma ICD 10: C75
5. Limfoma Sistem Saraf Pusat ICD 10: C71
6. Meningioma ICD 10: D32.0
7. Schwannoma ICD 10: D36.1
8. Oligodendroglioma ICD 10: C71
9. Tumor metastase otak ICD 10: C71.9
10. Tumor pineal ICD 10: D35.4
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Adenoma Hipofisis
ICD-10 : D35.2
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor yang berasal dari sel kelenjar hipofise anterior (adenohypophysis)
2. Anamnesis
1. Efek massa lokal:
Nyeri kepala dapat karena hidrocephalus atau peningkatan tekanan intrakranial
Gangguan lapang pandang dan atau gangguan tajam penglihatan akibat penekanan
pada kiasma optikus atau nervus optikus
Gangguan saraf kranial didalam sinus cavernosus (N III,IV,V1-2,VI)
2. Efek endokrin:
a. Hiperfungsi endokrin
- Prolaktin: amenorrhea, galaktorea, impoten
- Tyroid : cemas, palpitasi, berat badan bertambah, tidak dapat mentoleransi panas,
tremor
- Hormon pertumbuhan : akromegali dan gigantisme
- Kortisol: ŐĞũala ĐusŚiŶŐ’s ĚisĞase (moon face, penumpukan lemak sentripetal,
kelemahan dan pengecilan masa otot, dll)
b. Defisit endokrin
- hormon pertumbuhan : hambatan tumbuh kembang, gejala lemah dengan sindroma
metabolik
- hipogonadism : amenorhoe, penurunan libido, infertilitas
- hipotiroidism : intoleransi dingin, gangguan daya ingat, konstipasi, banyak tidur
3. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi fungsi penglihatan (visus, lapang pandang, dan gerak bola mata)
Evaluasi kelainan fisik karena kelainan hormonal :
GH : gigantisme, akromegali deformitas ukuran kaki-tangan, hipertensi dan
cardiomegali, pembengkakan jaringan lunak, intoleransi glukosa,dll
Prolaktin : galaktorea, amenorhoe, impoten
Kortisol : penumpukan lemak di bahu, leher, supraclavicula dan moon face,
hipertensi, ekimosis, amenohoe, impoten, hiperpiqmentasi pada kulit dan mukosa,
kulit kasar, osteoporosis
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis efek masa lokal dan efek hormone endokrin
2. Pemeriksaan klinis fungsi penglihatan dan kelainan fisik karena kelainan hormonal
3. Pemeriksaan laboratorium kadar hormonal
4. Pemeriksaan imaging (radiologis)
5. Patologi anatomi
5. Diagnosis Kerja Adenoma hipofise dapat diklasifikasikan berdasarkan aktivitas hormonalnya dan
ukurannya.
1. berdasarkan ukurannya : mikroadenoma (<1 cm), dan makroadenoma (>1 cm).
2. berdasarkan aktivitas hormonal :
A. Fungsional (produksi hormon) (ICD 10 CM : E22),
Adenoma dibagi berdasarkan hormon yang diproduksi :
a) Adenoma hipofisis non fungsional (25-35%)
b) Adenoma yang mensekresi prolaktin (40-60% kasus)
c) Adenoma yang mensekresi growth hormone (GH)
d) Adenoma yang mensekresi glikoprotein (TSH,FSH,LH) (<1%)
e) Adenoma yang mensekresi adrenokortikotropik hormone (ACTH) 5-10%
82
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
B. Non fungsional, tipe ini seringkali menimbulkan penekanan pada kelenjar pituitari
normal sehingga menyebabkan penurunan hormon (ICD 10 CM E23)
3. berdasarkan sifat :
a) Jinak (benign) (ICD 10 : D35.2)
b) Ganas (malignant) (ICD 10 : C75.1)
6. Diagnosis Banding
- Tubeculum sellae meningioma - Kista epidermoid
- Aneurisma - Sarcoidosis
- Kraniofaringioma - Germ cell tumor
- Tumor metastase
- Pituicytoma
- Astrocytoma/glioma
- <isƚa ĐĞlaŚ kaŶƚuŶŐ raƚŚkĞ’s
- Tuberculoma
7. Pemeriksaan
penunjang
EVALUASI RASIONALITAS
Lapangan pandang(Humphrey visual field)
Penekanan kiasma optikus, biasanya
bitemporal hemianopsia
Pemeriksaan
Endokrin
Kortisol jam 8 pagi
Kortisol bebas di urine 24
jam
Peningkatan kortisol pada hiperkortikolism
(cushing syndrome)
Penurunan kortisol pada hipoadrenalism
(primer atau sekunder)
T4 bebas, TSH
(alternative: total T4)
T4 љ ĚaŶ d^, ј ƉaĚa ŚiƉŽƚLJrŽiĚism ƉrimĞr
T4 љ dan TSH normal atau љ pada
hypotiroidism sekunder
dϰ ј ĚaŶ d^, љ pada hipertiroidism primer
T4 ј dan TSH ј pada adenoma yang
mensekresi TSH
Prolaktin
ј aƚau јј ĚĞŶŐaŶ ƉrŽlakƚiŶŽma
^ĞĚikiƚ ј ƉaĚa ĞĨĞk sƚalk
(biasanya < 90
ng/ml)
Gonadotropin (FSH, LH)
dan sex steroid (wanita:
estradiol; pria:
testosterone)
љ pada hipogonadotropik hipogonadism
ј ƉaĚa aĚĞŶŽma LJaŶŐ mĞŶsĞkrĞsi
gonadotropin
Insulin like growth factor-
1 (IGF-1) atau
somatomedin-C
ј ƉaĚa akrŽmĞŐali
љ pada hipopituarism
Glukosa darah puasa љ pada hipoadrenalism
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan Rekomendasi GR Referensi
MRI
Pencitraan yang paling dipilih dilakukan
sepanjang neuroaksis untuk mendeteksi
kemungkinan penyebaran tumor
Kompresi saraf kranial (ICD 10 : G50.0),
Kompresi otak dan pembuluh darah otak (ICD 10
: G93.5)
1B 1,2,3,4
CT Scan
Dapat dilakukan untuk pemeriksaan tumor di
supratentorial namun kurang detail untuk
evaluasi fossa posterior
CT Scan dapat menggambarkan edema di sekitar
tumor (peritumoral edema) ( ICD 10 : S06.1)
2B 1,3,4
83
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
8. Terapi Modalitas terapi yang diberikan dapat berupa : medikamentosa, pembedahan dan
radioterapi.
Jenis tumor sangat menentukan pilihan terapi yang akan diberikan
Pilihan terapi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No
Jenis
Tumor
Terapi Keterangan GR Ref
1
Adenoma
yang
mensekresi
Prolaktin
Medikamentosa
Terapi utama yaitu
dengan agonis-
dopamin, seperti
bromokriptin
(1x1,25mg),
kabergolin (0,25 mg 2x
seminggu)
1B 5 - 9
Pembedahan
Direkomendasikan
untuk pasien dengan
gejala yang progresif
atau pada pasien yang
tidak respon maupun
tidak toleransi
terhadap agonis
dopamine, ukuran
tumor >20 mm, deficit
lapang pandang, dan
tumor invasi ke sinus
cavernous.
Prosedur
pembedahan dapat
berupa
transsphenoidal
approach (07.65)
dengan teknik
endoskopi/mikroskopi
k dan transcranial
(07.64)
Tindakan
pembedahan yang
dilakukan meliputi :
reseksi tumor,
dekompresi saraf
optikus (nervus
kranialis optikus), dan
dekompresi pembuluh
darah
1B 10 - 14
Radioterapi
Digunakan jika
pemberian agonis
dopamin maupun
pembedahan gagal,
atau jika pasien
menjadi tidak
toleransi terhadap
agonis dopamine.
1B 15,16
Kemoterapi
Kemoterapi dengan
temozolomide
1B 15,17
84
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
diberikan pada pasien
prolaktinoma yang
resisten terhadap
terapi medik ,
pembedahan maupun
dengan radioterapi.
2
Adenoma
yang
mensekresi
ACTH
Terapi utama yaitu pembedahan,
dengan transphenoidal approach
1B 18,19
Pembedahan
yang berulang
maupun
radioterapi
dengan
penghambat
steroidogenesis
Direkomendasikan
utuk pasien dengan
reseksi tidak komplit
atau dengan kelainan
yang menetap
2C 20 – 23
3
Adenoma
yang
mensekresi
GH dan TSH
Pilihan terapi standar meliputi
pembedahan (umumnya menggunakan
transphenoidal approach), bromocriptine,
somatostatin analoque (cth.octreotide),
growth-hormon antagonist, atau
pembedahan disertai radioterapi setelah
operasi.
2C 24 – 32
4
Non-
functioning
Adenoma
Pembedahan
Reseksi (umumnya
menggunakan
transsphenoidal
approach)
diindikasikan untuk
pasien dengan
pembesaran tumor
atau perubahan visual
2C 33, 34
Radioterapi atau
observasi
lanjutan
Dosis : 4000-
5000cGy(5-
6minggu)
Direkomendasikan
untuk tumor dengan
reseksi tidak komplit
2C 35, 36
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
Secara umum terdapat dua tehnik tindakan operasi :
1. Transsphenoidal : pendekatan extra arachnoid, tanpa retraksi otak, tanpa scar di kulit.
Diindikasikan pada mikroadenoma, makroadenoma tanpa perluasan yang signifikan ke
lateral sellae tursica, pasien dengan rhinorrhoe, dan perluasan tumor ke sinus sphenoid.
Pilihan approach operasi : SLTH(Sub Labial Transphenoid Hipofisektomi), Endoskopi Endo
Nasal
2. Transcranial :
a. Indikasi : ruang sellae yang sempit, perluasan tumor ke fosa media lebih besar dari
intrasellae, patologi pada approach sphenoid, tumor yang rekuren dengan riwayat
operasi transsphenoid.
b. Pilihan approach operasi : subfrontal, pterional
9. Edukasi Informasi yang harus disampaikan kepada pasien sebelum operasi :
1. Komplikasi operasi : gangguan hormonal pasca operasi (diabetes incipidus,
85
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
hipopituitarism), cedera pada chiasma (secondary empty sellae syndroma),
hidrocephalus, infeksi , kebocoran CSF, cedera vascular (a.carotis dan sinus cavernosus),
perforasi septal nasal.
2. Perbaikan visus tergantung kondisi sebelum operasi. Jika belum papil atrofi, visus
diharapkan akan membaik bertahap. Jika telah buta (papil atrofi), umumnya tidak dapat
membaik.
3. Perbaikan hormon prolaktin 25%, GH 20%, cushing disease : 85% (mikroadenoma).
4. Rekurensi ~ 12 %, umumnya 4-8 tahun post operasi.
5. Terapi lebih lanjut : manfaat dan efek samping obat hormonal, opsi radioterapi jika
rekuren/eksisi inkomplit
10. Prognosis
Tergantung histopatologi tumor
Post op transpenoid :
- perbaikan hormon prolaktin 25%, GH 20%, cushing disease : 85% (mikroadenoma)
- total eksisi sulit pada perluasan ke suprasella >2 cm
- Rekurensi ~ 12 %, umumnya 4-8 tahun post operasi
11. Penelaah Kritis
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Astrositoma
ICD-10: C71.9
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor otak yang berasal dari sel astrosit. Tumor tersering, di antara jenis glioma otak.
2. Anamnesis Gejala dapat timbul akibat:
- Peningkatan tekanan intrakranial seperti: nyeri kepala menetap, mual muntah
menetap, kejang, perubahan status mental (depresi, letargi, apatis, confusion)
- Gejala-ŐĞũala ĚĞĨisiƚ ŶĞurŽlŽŐis mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke (kelumpuhan atau
kelemahan ekstremitas, penurunan penglihatan)
- Gejala fokal akibat lokasi tumor:
Lobus frontalis: abulia, demensia, perubahan perilaku. Seringkali tanpa
lateralisasi, namun apraksia, hemiparesis atau disfasia (dengan keterlibatan
hemisfer dominan) dapat terjadi.
Lobus temporalis: halusinasi auditoris atau olfaktoris, déjà vu, gangguan memori.
Quadrantanopsia superior kontralateral dapat dideteksi dengan tes lapang
pandang.
Lobus parietal: gangguan motorik atau sensorik kontralateral, hemianopsia
homonim. Agnosia (dengan keterlibatan hemisfer dominan), dan apraksia.
Lobus oksipital: gangguan lapang pandang kontralateral, aleksia (terutama bila
terdapat infiltrasi tumor ke korpus kalosum).
Fossa posterior: defisit saraf kranial, ataksia (trunkal atau apendikular)
Gejala yang terjadi dapat mendadak atau progresif memberat.
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik bertujuan untuk membedakan gejala dan tanda tumor supra dan infra
tentorial.
Gejala dan Tanda Tumor Supratentorial:
1. Gejala akibat peningkatan TIK
a. Akibat efek massa tumor atau edema
b. Akibat blokade aliran CSF
2. Gejala fokal defisit yang progresif
a. Akibat destruksi parenkim otak oleh invasi tumor
b. Akibat penekanan parenkim otak oleh tumor, edema atau perdarahan
c. Akibat penekanan pada saraf kranialis
3. Sakit kepala.
4. Kejang akibat iritasi pada kortek serebral
5. Perubahan status mental: depresi, letargi, apatis, confusion
6. 'Ğũala LJaŶŐ mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke, dapat terjadi akibat :
a. Penyumbatan pembuluh darah oleh sel tumor
b. Perdarahan intra tumoral
c. Kejang fokal
Gejala dan Tanda Tumor Infratentorial:
1. Tumor fossa posterior memberikan gejala akibat peningkatan TIK dan hidrosefalus:
a. Headache
b. Mual dan muntah: dapat akibat peningkatan TIK oleh hidrosefalus atau akibat
ƉĞŶĞkaŶaŶ laŶŐsuŶŐ ƉaĚa ǀaŐal ŶuĐlĞus aƚau arĞa ƉŽsƚrĞma ;͞vomiting center͞Ϳ.
c. Papil edema
d. Gangguan gait-ataksia
89
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
e. Diplopia: dapat akibat N. VI (abducens) palsy akibat peningkatan TIK atau
penekanan langsung pada saraf
2. Gejala yang timbul akibat efek massa di fossa posterior.
a. Lesi pada cerebellar hemisphere: ataksia ekstremitas, dysmetria, intention tremor
b. Lesi pada cerebellar vermis: broad based gait, truncal ataxia, titubition
Mengenai batang otak: mengakibatkan gangguan saraf kranialis multipel, nistagmus
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium, dan patologi anatomi.
Walaupun karakteristik imaging (dan klinis) dapat memperkirakan jenis tumor otak
spesifik, namun biopsi tetap diperlukan untuk diagnosis definitif.
5. Diagnosis Kerja Klasifikasi dan gambaran histopatologi astrositoma (ICD-10: C71.9)
Karakteristik Astrocytoma
Anaplastik
astrocytoma
Glioblastome
multiforme
Hiperselularity Rendah Sedang Sedang hingga khas
Pleomorfisme Rendah Sedang Sedang dan khas
Proliferasi vaskular Tidak ada Ada umum
Nekrosis Tidak ada Ada pseudopolisading
Ekuivalensi sistem Kernohan dengan sistem WHO
Klasifikasi
Kernohan
WHO
, Special tumor, seperti pilocityc astrocytoma
I
,, Astrocytoma (low grade)
II
III ,,, Anaplastic
astrocytoma
Malignant astrocytoma
IV (IV)Glioblastoma
multiforme
Klasifikasi histopatologi astrositoma berdasarkan WHO
Kriteria
Glioblastoma
multiforme
Selularitas padat, pleomorfisme sel dan nucleus, proliferasi
endotel, gambaran mitosis, dan sering nekrosis
Anaplastic
astrocytoma
Selularitas rendah, pleomorfisme rendah, mitosis jarang dan
tidak ada nekrosis
Astrocytoma Tumor glia dengan selularitas rendah dan perubahan
pleomorfis yang minimal
6. Diagnosis Banding Gambaran imaging dapat menyerupai:
Proses Non Neoplastik
- Infark serebri
- Demyelinisasi
- Infeksi/abses serebri
Neoplasma
- Metastase
- Limfoma
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan CT dan MRI diperlukan untuk menentukan perluasan tumor (ukuran,
lokasi, dan konsistensi).
Sebagian besar glioma low grade tidak menyerap kontras pada CT scan atau MRI.
Biasanya akan nampak hipodense pada pemeriksaan dengan CT scan.
Anaplastic astrocytoma bersifat dualisme, dapat menyerap ataupun tidak menyerap
kontras. Sebanyak 31% glioma anaplastik dan 9% astrositoma anaplastik sedang, tidak
90
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
menyengat kontras pada CT. Gambaran kalsifikasi dan kista dapat muncul pada
astrositoma anaplastik.
Pada high grade astrocytoma dapat muncul gambaran ring enhance (bagian tengah
tumor yang nekrosis tidak enhance). Cincin tersebut merupakan tumor seluler, akan
tetapi sel-sel tumor juga dapat meluas lebih dari 15 mm diluar gambaran cincin.
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomendasi
Ref
1 CT scan
CT Scan dengan kontras
digunakan untuk skrening
awal, CT Scan dapat
menggambarkan edema di
sekitar tumor (peritumoral
edema) ( ICD 10 : S06.1)
1C 1
2 MRI
MRI sangat bagus untuk
menggambarkan edema di
sekitar tumor (peritumoral
edema) ( ICD 10 : S06.1),
Kompresi saraf kranial (ICD 10 :
G50.0), Kompresi otak dan
pembuluh darah otak (ICD 10 :
G93.5)
1C 1
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
Derajat keganasan astrositoma dapat diperkirakan dari gambaran radiologis tumor
Klasifikasi
Kernohan
Gambaran Radiologis
I
CT: densitas rendah
MRI: signal abnormal
Tidak ada efek massa
Tidak enhance
II
CT: densitas rendah
MRI: signal abnormal
Efek massa
Tidak enhance
III
Enhancement kompleks (namun kadang kala tidak menyengat
kontras)
IV Nekrosis (ring enhance)
8. Terapi
Modalitas terapi astrocytoma meliputi: pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi.
Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh jenis histopatologis tumor. Jenis
histopatologis tumor dapat diperkirakan dari gambaran imaging dan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan histopatologis. Penatalaksanaan lebih detil sebagai berikut:
Penatalaksaan Low Grade Astrocytoma
No. Tatalaksana Keterangan GR Ref
91
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
1 Pembedahan
Pembedahan dapat ditunda pada pasien
low grade glioma dengan epilepsi
terkontrol sebagai satu satunya gejala,
sampai didapatkan progresifitas secara
klinis atau radiologis
2B 3
Reseksi maksimal yang aman
direkomendasikan pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial, kejang
tidak terkontrol atau adanya
progresifitas klinis atau radiologis
1B
1,4,
5,6
2 Radioterapi
Radioterapi paska pem-bedahan dapat
ditunda sampai didapatkan adanya
progresi-fitas secara klinis atau radio-
logis (Tingkat Pembuktian 1- Derajat
Rekomendasi A). Bila didapatkan adanya
indikasi radioterapi, dosis sebaiknya
diantara 45 dan 54 Gy
1A
2,7,
8
Radioterapi saja ditawarkan pada pasien
dengan tumor yang progresif
1A
2,7,
8
3 Kemoterapi
Kemoterapi sebaiknya tidak dikombinasi
dengan radio-terapi, karena kombinasi
ini tidak menunjukkan keuntungan jika
dibandingkan radioterapi saja dan
meningkatkan toksisitas
1A
9-
11
Kemoterapi dengan Temo-zolomide
ditawarkan pada pasien dengan tumor
yang progresif yang menunjukkan
kombinasi hilangnya hetero-zygositas
1p/19q
2C 12
Penatalaksaan Anaplastic Astrocytoma
No. Tatalaksana Keterangan GR Ref
1 Pembedahan
Pembedahan untuk debul-king,
memperbaiki klinis, dan diagnosis
patologi anatomi. Bila memung-kinkan
dapat dilakukan eksisi maksimal yang
aman
2B
3-
16,
23-
27
Tidak ada bukti yang mendukung
dilakukannya reseksi luas setelah biopsi
parsial awal
2C -
Pasien dengan anaplastik oligodendroglia
sebaiknya dilakukan reseksi radikal
1A
17-
21
2 Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi standard
setelah pembedahan. Radiasi eksternal
diberikan dalam dosis terbagi sampai
dosis maksimum 59.4 - 60 Gy
1A
1,2,
28-
35,
37,
38
Radioterapi sebaiknya parsial pada otak
dan bukan kese-luruhan otak
1B
47,
48
Tidak ada bukti yang mere-komendasikan
dosis total lebih dari 60 Gy
2C
34,
35
hŶƚuk ƉasiĞŶ ƚua ;ш ϲϬ ƚaŚuŶͿ ĚĞŶŐaŶ
status penampi
an yang jelek (KPS < 70),
1A
1,
32,
92
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
dipertimbangkan pemberian radioterapi
saja dengan atau tanpa diagnosis
patologi
anatomi
34,
37,
39-
46
3 Kemoterapi
Pemberian kombinasi Temozolomide dan
radioterapi paska operasi diikuti
Temozolomide terprogram sampai total
enam siklus.
2C
22,
47-
49
Penatalaksaan GBM (Glioblastoma Multiforme)
No. Tatalaksana Keterangan GR Ref
1 Pembedahan
Pembedahan dilakukan untuk
mengurangi massa tumor (debulking) dan
diagnosa patologi anatomi.
2B
1, 2
Reseksi luas setelah biopsi awal
bergantung kepada pertimbangan lokasi
dan faktor-faktor lainnya.
2C
1-
28
2 Radioterapi
Radiasi eksternal diberikan dalam fraksi
standard sampai total dosis 60 Gy.
1A
29-
33
Radioterapi sebaiknya par- sial pada otak
dan bukan keseluruhan otak
1B 32
Radioterapi dapat diberikan 40 Gy dalam
15 ĚŽsis ƚĞrbaŐi ƉaĚa ƉasiĞŶ usia ƚua ;шϲϬ
tahun)
1A
34,
35
Untuk pasien tua dengan status
penampilan yang jelek, dipertimbangkan
pemberian radioterapi saja dengan
atau
tan
a diagnosa patologi anatomi
1A 34
3 Kemoradiasi
Terapi kemo-radiasi merupakan terapi
standard setelah pembedahan. Bila
memungkinkan, pembedahan diikuti
terapi kombinasi Temozolomide dan
radioterapi, dilanjutkan Temozolomide
selama 6-12 siklus
1A
27,
29,
36,
37
Terapi tambahan dengan Temozolomide
dipertimbangkan pada pasien berusia
lebih dari 60 tahun dengan status
penampilan yang baik (KPS > 70).
2B
38-
42
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
Bukan kandidat yang baik untuk pembedahan
1. GBM pada lobus dominan yang ekstensif
2. Lesi dengan keterlibatan bilateral yang ekstensif
3. Pasien usia tua
4. Karnofsky < 70
5. Glioma multisentris
9. Edukasi - Pasien memerlukan pemeriksan tambahan berupa CT scan kepala (dengan atau tanpa
kontras), MRI kepala, dan patologi anatomi untuk menegakkan diagnosis.
- Pembedahan yang dilakukan bisa berupa biopsi (pegambilan tumor dalam jumlah
kecil untuk mengambil sampel PA), atau eksisi tumor.
- Edukasi untuk pasien dan keluarganya: Selain gejala nonfokal (seperti gejala dan
tanda tumor supra dan infratentorial, terdapat kemungkinan terjadi defisit neurologis
fokal yang berhubungan dengan lokasi astrositoma dan akibat prosedur pembedahan.
93
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
10. Prognosis Tanpa terapi: waktu bertahan hidup berkisar 6 - 12 minggu
Terapi konvensional: waktu bertahan hidup
- 6 bulan - 42,4%
- 1 tahun - 17,7%
- 2 tahun - 3,3%
Penentuan adanya MGMT menentukan prognosis
Faktor Resiko :
1. Usia > 40 tahun
2. Epileps y tidak terkont rol
3. Efek massa (+)
4. Edema hebat
5. Tumbuh progresif
6. KPS rendah (<70)
7. Area eloquent
High Grade Glioma
MSCT + MRI
104
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Ependimoma
(ICD 10 : C71)
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor yang berasal dari sel ependim yang melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis
medulla spinalis.
Dapat menyebar melalui cairan serebrospinalis sepanjang neuroaksis (seeding dan drop
mets)
Paling banyak terjadi pada dasar ventrikel IV, menyebabkan hidrosefalus (peningkatan TIK)
dan parese saraf kranial VI dan VII
2. Anamnesis Umumnya berupa gejala yang berhubungan dengan massa di fossa posterior yang
menyebabkan peningkatan Tekanan intrakranial dan penekanan pada saraf kranialis. Gejala
peningkatan TIK bisa berupa : nyeri kepala, mual muntah, ataxia/vertigo,kejang, dan
perubahan kondisi mental.
3. Pemeriksaan
Fisik
Gejala umum dapat berupa :
Nyeri kepala
Muntah
Drowsiness (mengantuk)
Gangguan penglihatan
Perubahan kepribadian
Gejala Fokal dapat berupa :
Kejang
Hemiparesis
Parestesia
Perubahan kognitif
Gangguan koordinasi
Diplopia
Gangguan menelan
4. Kriteria
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Patologi anatomi
5. Diagnosis kerja Ependimoma (ICD.10 : C7)
Klasifikasi patologi ependimoma menurut WHO
WHO grade 1: Myxopapillary ependimoma, Subependimoma
WHO grade 2: varian: Cellular, pappilary, clear cell, tanycytic
WHO grade 3: Anaplastic ependimoma
6. Diagnosis
Banding
- Arteriovenous Malformations
- Astrocytoma
- Choroid Plexus Papilloma
- Glioblastoma Multiforme
- Tumors of the Conus and Cauda Equina
7. Pemeriksaan
Penunjang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rekomendasi GR Referensi
MRI Pencitraan yang paling dipilih dilakukan sepanjang 1B 3, 8
106
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
neuroaksis untuk mendeteksi kemungkinan
penyebaran tumor
MRI sangat bagus untuk menggambarkan edema
di sekitar tumor (peritumoral edema) ( ICD 10 :
S06.1), Kompresi saraf kranial (ICD 10 : G50.0),
Kompresi otak dan pembuluh darah otak (ICD 10 :
G93.5)
CT Scan
Dapat dilakukan untuk pemeriksaan tumor di
supratentorial namun kurang detail untuk evaluasi
fossa posterior
CT Scan dapat menggambarkan edema di sekitar
tumor (peritumoral edema) ( ICD 10 : S06.1)
2B 3, 8, 14
Myelografi
Dengan kontras yang larut air, sama sensitifnya
ĚĞŶŐaŶ DZ/ ŐaĚŽliŶium Ěalam mĞŶĚĞƚĞksi ͞drop
mets ͟
2C 3, 4, 14
8. Terapi
Tatalaksana Ependimoma WHO Grade II:
Rekomendasi Keterangan GR Referensi
Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi standar awal. Bila
memungkinkan dapat dilakukan reseksi maksimal
menghasilkan harapan yang tinggi untuk terbebas
dari meningioma (ICD 9 CM : 01.51), Dekompresi
saraf kranial (ICD 9 CM : 04.41)
1A 3, 4, 8-14
Radioterapi
Radioterapi paska operasi dipertimbangkan untuk
keadaan dimana didapatkan atau diperkirakan
adanya residual tumor intrakranial guna
meningkatkan kon- trol lokal penyakit. Diberikan 45-
54 Gy diberikan 1,8-2,0 Gy per dosis. (ICD 9 CM :
92.29)
1B 9, 12, 14
Kemoterapi
Tidak ada bukti bahwa penambahan kemoterapi
pada pembedahan atau radioterapi dapat mem-
perbaiki outcome (ICD 9 CM 99.25)
2C 12, 14
Tatalaksana WHO Grade III Ependimoma (Anaplastik)
Rekomendasi Keterangan GR Referensi
Pembedahan, dan
Radioterapi
Pembedahan dan radio-terapi merupakan
terapi standar.
1A 1-13, 15, 16
Radioterapi
Radioterapi dosis 54-60 Gy diberikan 1.8-2.0
Gy per dosis terbagi. Dosis pada kiasma
optikus, nervus optikus, dan medula spinalis
harus dibatasi.
1A 12,16-18
Radiasi kraniospinal harus dipertimbangkan
pada pasien dengan bukti penyebaran
kraniospinal
1A 12,16-18
Kemoterapi
Kemoterapi sebagai pilihan terapi masih
dievaluasi, kasus rekurensi merupakan
kandidat untuk kemoterapi atau uji klinis
1B 15,18
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
9. Edukasi
Observasi ketat dan follow up jangka panjang direkomendasikan untuk semua pasien dengan
ependimoma, karena adanya efek radioterapi dan metastase pada pasien yang bertahan
hidup dalam jangka waktu yang lama.
Dapat terjadi komplikasi, adanya defisit neurologis yang berhubungan dengan lokasi tumor
107
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
10. Prognosis
Prognosis lebih buruk pada anaplastik ependymoma WHO grade III daripada WHO grade II
Resiko rekurensi lebih besar pada reseksi subtotal.
Reseksi total diikuti Radioterapi kraniospinal mencapai 41 % 5 year survival rate
11. Indikator Medis Tujuan operasi yaitu eksisi total dimana pada pemeriksaan imaging pasca operasi tidak
ditemukan sisa tumor dan tidak didapatkan defisit neurologis pada pasien dan dekompresi
saraf kranial
12. Penelaah Kritis
1.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Kordoma
ICD 10: C75
1. Pengertian
(Definisi)
Neoplasma tulang agresif lokal yang tumbuh dari sisa embrionik notochord. Jarang
dijumpai dan tumbuh lambat.
Lokasi tumor pada dewasa, 5% di darah sakrokogsigeal, 35% pada dasar tengkorak di
dekat daerah sphenooksipital, dan 15% pada kolumna vertebalis
2. Anamnesis
Kordoma Sakral :
Sebagian besar yaitu nyeri lokal, sekitar sepertiga pasien mengalami nyeri radikuler
akibat dari iritasi saraf sciatic atau trunkus iliolumbal.
Gangguan kencing dan defekasi
Kordoma Intrakranial:
Tanda – tanda TIK meningkat akibat hidrocephalus
Multiple cranial nerve palsy
Gejala kompresi brainstem : gangguan pola napas, gangguan motorik
3. Pemeriksaan Fisik
Chordoma sacral
Teraba massa pada saat pemeriksaan rectal atau ginekologi.
Chordoma intrakranial
Parasellar : gangguan saraf cranial 1-6
Clivus : gangguan saraf cranial 7-12
4. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Patologi anatomi berupa : conventional, chondroid, dan dedifferentiated types.
5. Diagnosis kerja Chordoma (C75)
6. Diagnosis Banding Myxoid tumor of soft tissue
Chondrosarcoma EMA negatif
Myxopapillary ependymoma EMA negatif
7. Pemeriksaan
Penunjang
- Pemeriksaan Imaging
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomendasi
Ref
1 CT Scan
biasanya tumbuh pada midline.
Tampak gambaran destruksi
tulang litik. Tampak kalisifikasi
(30-70%). Bone scan: tampak
distribusi radioisotop normal
atau menurun
CT Scan dapat menggambarkan
edema di sekitar tumor
(peritumoral edema) ( ICD 10 :
S06.1)
2B 1
110
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
2 MRI
T1 : tampak massa iso atau agak
hipointens disbanding otot. T2Wi
: hiperintens.
MRI sangat bagus untuk
menggambarkan edema di
sekitar tumor (peritumoral
edema) ( ICD 10 : S06.1),
Kompresi saraf kranial (ICD 10 :
G50.0), Kompresi otak dan
pembuluh darah otak (ICD 10 :
G93.5)
1B 1,2,3
8. Terapi No Tata
laksana
Keterangan GR Ref
1
Pembedah
an
Terapi paling tepat dan efektif
Karena terlibatnya struktur struktur termasuk
struktur neurologis di dasar tengkorak, reseksi
total seringkali tidak dapat dilakukan
Tujuan pembedahan: mengambil seluruh
tumor semaksimal mungkin
2A
4,5,
6
2 Radioterapi
Kombinasi radioterapi dan pembedahan untuk
menghentikan pertumbuhan tumor
Radioterapi konvensional, digunakan untuk
mengobati residual atau rekuren chordoma
2C
7,
8,
9,
10,
11,
12,
13,
14
3 Kemoterapi
Chordoma secara umum tidak diterapi dengan
kemoterapi
2C 8, 9
Pilihan teknik operasi kordoma intrakranial:
Transsphenoidal: untuk upper dan midline clivus
Transoral approach: untuk lower clivus , for magnum, C1 dan C2
Transbasal atau extended subfrontal: untuk tumor besar hingga nervus II
Transcondyle approach untuk tumor yang ekstensi ke lateral
Teknik operasi kordoma sacral:
Complete spondylectomy
9. Edukasi
Kemungkinan rekurensi.
Edukasi tentang multimodalitas terapi.
10. Prognosis
5-year survival rate 51%, dan 10-year survival 35%.
Faktor yang memperbaiki prognosis yaitu usia muda, reseksi total, dan radioterapi pada
tumor yang tidak reseksi total.
11. Penelaah Kritis
1.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Limfoma Sistem Saraf Pusat
ICD 10: C.71
1. Pengertian
(Definisi)
Limfoma yang ditemukan pada susunan saraf pusat yang dapat muncul sekunder dari
proses limfoma sistemik atau merupakan proses primer di susunan saraf pusat.
Istilah lain: reticulum cell sarcoma dan mikroglioma.
Tumor ini merupakan 0.85 - 2% dari seluruh tumor otak primer.
2. Anamnesis Gejala non fokal:
Tanda peningkatan TIK seperti nyeri kepala, muntah didapati pada ± 33% penderita.
Perubahan status mental pada ± 33% penderita.
Kejang pada ± 10% penderita.
Gejala fokal:
Gangguan fungsi saraf cranialis
hemiparese
Kaburnya penglihatan bila terjadi limfoma okuli
Faktor risiko: immunocompromised
3. Pemeriksaan Fisik
Non fokal:
Papilledema
Ensefalitis subakut
MS-like ilness yang remisi dengan steroid
Fokal:
Defisit neurologis hemiparesis dan afasia didapati pada > 50% penderita.
Defisit lapangan pandang
Uveocyclitis (konsul mata)
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis : gejala umum peningkatan TIK (nyeri kepala, muntah), kejang, da
perubahan status mental. Gejala fokal akibat efek massa: hemiparese, gangguan saraf
cranial.
2. Pemeriksaan klinis : Papilledema, defisit neurologis hemiparesis dan afasia didapati
pada > 50% penderita, defisit lapangan pandang
3. Pemeriksaan laboratorium sitologi LCS, serologi HIV
4. Imaging sesuai diatas
5. Patologi anatomi : diffuse large B cell lymfoma (> 95%)
5. Diagnosis BAB 1Limfoma SSP Primer (C 71)
BAB 2Limfoma SSP Sekunder (C 79)
6. Diagnosis Banding Acute disseminated encephalomyelitis
Glioblastoma multiforme
Granulomatous angiitis of the CNS
HIV-1 associated opportunistic infections: CNS cryptococcosis
HIV-1 associated opportunistic infections: CNS toxoplasmosis
Low-grade astrocytoma
Multiple sclerosis
Neurological infections
113
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Neurosarcoidosis
Neurosyphilis
Paraneoplastic encephalomyelitis
7. Pemeriksaan
penunjang
- Pemeriksaan laboratorium :
pemeriksaan sitologi LCS dapat berguna untuk menentukan stadium (dilakukan
bila tidak ada kontraindikasi lumbal pungsi)
Tes serologi HIV juga perlu dikerjakan karena diderita ± 10% dari penderita AIDS.
Jika pemeriksaan awal sitologi LCS telah dikerjakan ketika pasien mendapatkan
terapi kortikosteroid dan hasilnya negatif, sebaiknya diulang dikerjakan satu
bulan berikutnya setelah menyelesaikan semua terapi, setelah terapi
kortikosteroid berakhir.
- Pemeriksaan radiologis:
CT Scan:
Hiperdens, enhancement pada pemberian kontras
- MRI:
T1: hipointense dibandingkan white matter
T1 kontras: contrast enhanced
T2: hiperintens
MR spektroskopi: choline peak yang luas, rasio choline/creatinin terbalik, lactate
peak
MR perfusi: peningkatan ringan rCBV, angiogenesis
Lokasi tersering di supratentorial, soliter walaupun dapat berupa masa multipel.
Sering didaerah periventrikel, corpus calosum ataupun basal ganglia
Edema yang timbul tidak seluas edema pada metastase ataupun glioma
Pemberian Steroid dapat menyebabkan perubahan ukuran, edema, penyengatan
kontras bahkan pindahnya lokasi tumor (ghost tumor)
Screening untuk mencari limfoma di organ lain:
1) lesi massa intracranial soliter atau multiple
2) keterlibatan leptomeningeal
3) ocular lymphoma
4) spinal cord lesions.
- Pemeriksaan patologi anatomi
Histopatologi menunjukkan diffuse large B cell lymfoma (> 95%)
8. Terapi No. Terapi TP DR Ref
1
Pembedahan dekompresi dengan reseksi sebagian ataupun
total dari tumor tidak mempengaruhi prognosa pasien. Tujuan
utama dari pembedahan yaitu biopsi. Disarankan untuk
menggunakan teknik stereotaktik.
2 B 13
2
Induksi kemoterapi dengan dosis tinggi metotreksat 3,5-
5g/m2q2minggu 4-5 dosis dan bersamaan dengan vinkristin 2mg
intravena pada dosis pertama dan dosis kedua metotreksat, dan
prokarbazin 100mg/m2 peroral setiap hari dalam 7 hari dengan
dosis metotreksat pertama dan ketiga.
2 B
1-
12
114
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
3
Setelah terapi metotreksat komplit diberikan dosis tinggi
cytarabine 3g/m2 tiap hari sehari dua kali diulang 3-4 minggu
dikali dua siklus. Jika pasien mendapatkan respon komplit pada
terapi ini, pertimbangkan kombinasi dengan Ifosfamid 2g/m2 IV
setiap hari dalam tiga hari.
2 B
1-
12
4
Pasien yang tidak memberikan hasil respon komplit sebaiknya
dilakukan proses whole brain radioterapi, termasuk insersi pada
nervus optikus pada bola mata (1/3 posterior). Atau
pertimbangkan dosis tinggi kemoterapi dan transplantasi stem
sel autolog (thiotepa 250-300mg/m2 perhari -8 dan -7, bisulfan
3,2mg/kg IV hari -6 sampai -4, dan cyclophosphamid 2g/m2 hari
-3 dan -2, ASCT hari 0). Catatan bahwa dosis tinggi methotrexat
diikuti dengan radioterapi kranial pada pasien usia >55th, ini
berhubungan dengan >70% kemungkinan terjadinya demensia,
dan oleh karena itu, radiasi seharusnya secara umum dihindari
jika pasien sedang menjalani terapi kuratif yang intens
2 B
1-
12
9. Edukasi Menghindari obat – obatan yang dapat berinteraksi dengan MTX seminggu
sebelum kemoterapi.
Kemungkinan kejang
Mengikuti program rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi motorik.
Pasien AIDS harus meneruskan terapi ARV
10. Prognosis Tanpa treatment, rata – rata survival 1,8 sampai 3,3 bulan setelah diagnosis.
Dengan terapi radiasi, rata – rata survival 10 bulan, 1 year survival 47%.
Dengan MTX intraventrikular, waktu rata- rata sebelum kekambuhan 41 bulan.
Pada pasien dengan AIDS, prognosis tampak lebih buruk. Walaupun dapat terjadi remisi
komplit, angka median survival hanya 3 sampai 5 bulan, tetapi fungsi neurologis dan
kualitas hidup pasien meningkat pada 75% kasus.
11. Indikator Medis Penurunan volume tumor dilakukan secara radiologis dengan MRI secara serial.
Perbaikan gejala klinis dan peningkatan kualitas hidup.
Komplikasi: kemotoksisitas dan radiotoksisitas
12. Penelaah Kritis
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Meningioma Intrakranial
ICD 10: D32.0
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor ekstra aksial yang berasal dari arachnoid cap cell, umumnya jinak dan tumbuh lambat.
Berdasarkan lokasi meningioma intracranial dibagi menjadi :
1. Meningioma Konveksitas: Meningioma pada semua daerah di konveksitas, paling
sering pada daerah sutura coronaria dan dekat parasagital
2. Meningioma Spheno-Orbita: Meningioma yang tumbuh dari dura di sphenoid wing
dan bisa meluas ke sinus cavernosus, Fissura Orbitalis Superior, atap orbita, dan
konveksitas.
3. Meningioma Supra Sella dan Anterior Skull Base:
1. Meningioma Olfactory Groove: Meningioma yang tumbuh dari daerah sutura
frontosphenoid sampai dengan crista gali dan lamina cribriformis
2. Meningioma Tuberculum Sellae: Meningioma yang tumbuh dari daerah limbus
sphenoidale, sulcus chiasmatikus dan diaphragma
4. Meningioma Parasagital: Meningioma yang tumbuh di sudut parasagital tanpa adanya
jaringan otak yang membatasi tumor dan Sinus Sagitalis Superior
5. Meningioma Falx: Meningioma yang tumbuh dari falx cerebri, terlingkupi penuh
dengan jaringan otak
6. Meningioma Clinoid: Meningioma yang tumbuh dari area processus anterior clinoid
7. Meningioma Cavernous: Meningioma yang tumbuh dari sinus cavernosus dan bisa
meluas ke ŵeĐŬel’s Đaǀe, anterior,medial dan infra temporal fossa
8. Meningioma Cerebello-Pontine Angle: Meningioma yang tumbuh dari permukaan
posterior tulang temporal, di sebelah lateral dari nervus trigeminus
9. Meningioma Foramen Magnum: Meningioma yang tumbuh terbatas di foramen
magnum, atau sekunder dari perkembangan meningioma di regio lain
10. Meningioma Petroclival: Meningioma yang tumbuh dari permukaan posterior tulang
117
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
temporal, di sebelah medial dari nervus trigeminus
11. Meningioma Tentorial: Meningioma yang tumbuh dari tentorium dan bagian posterior
dari falx cerebri
12. Meningioma Spinal: Meningioma yang berlokasi dibawah vertebra C2
13. Meningioma Ventrikel Lateral: Meningioma yang tumbuh dari choroid plexus
14. Meningioma Ventrikel 3: Meningioma yang tumbuh dari arachnoid cap cells di atap
dari ventrikel 3
15. Meningioma Ventrikel 4: Meningioma yang tumbuh dari choroid plexus dan tela
choroidea, paling banyak di daerah midline dalam ventrikel
16. Meningioma Optic Nerve Sheath: Meningioma yang berlokasi di orbita atau kanalis
optikus atau ekstensi dari intrakranial meningioma
2. Anamnesis 1. Gejala dan tanda umum :
1. Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, silent area, tumbuh lambat dan
tumor dengan ukuran kecil, diameter <3 cm).
2. Gejala atau tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial: nyeri kepala, mual muntah,
kejang, penurunan visus sampai kebutaan. Keluhan bersifat intermiten dan progresif.
3. Gejala dan tanda akibat kompresi atau destruksi struktur otak, berupa defisit neurologis:
kelemahan ekstremitas, kelumpuhan saraf kranial, penurunan penglihatan, gangguan
afektif dan perubahan perilaku serta penurunan kesadaran (bradipsike, depresi, letargi,
apatis, confusion, koma) dan kejang. GĞũala mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke
4. false localizing sign: penekanan saraf kranialis, saraf kranialis ke 6.
2. Gejala dan tanda khusus:
Akibat kompresi atau destruksi parenkim otak berdasar lokasi tumor:
Lokasi Gejala khusus
Konveksitas
Frontal Gangguan afektif.
Parietal
Kejang, gangguan motorik, dan sensoris, hemiparesis
dan hemiestesia.
Temporal Gangguan bicara, gangguan memori.
118
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Parasagital Gangguan motorik dan sensoris.
Olfaktorius
Gangguan penciuman, gangguan afektif, gangguan
penglihatan.
Tubercullum sellae
Gangguan lapang pandang, tajam penglihatan, dan
gangguan hormonal
Prosesus clinoideus
Gangguan lapang pandang, tajam penglihatan, dan
gangguan hormonal.
Sinus cavernous
Diplopia, ofthalmoplegia, penurunan visus, facial pain,
rasa tebal pada wajah, occular venous congestion.
Optic sheath meningioma Gangguan penglihatan
Meningioma orbita Exophthalmos
Sphenoid wing medial
meningioma
Gangguan penglihatan, diplopia, psikomotor seizure.
Sphenoid wing lateral
meningioma
Gangguan bicara, gangguan lapang pandang.
Tentorial Peningkatan TIK, kejang, gangguan lapang pandang.
Cerebelar Ataksia, vertigo, hidrosefalus.
Foramen magnum
Gejala penekanan pada batang otak sisi dorsal, lateral
atau ventral.Gangguan saraf kranial multipel dan
penurunan kesadaran
Cerebellopontine angle
meningioma
Gangguan fungsi saraf kranial unilateral terutama saraf
no 7,8,9
Petroclival atau clivus
Gangguan saraf kranial unilateral atau bilateral,
penekanan batang otak sisi ventral
Intraventrikel Peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial)
3. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
1. Tanda vital: Tensi,nadi,respiratory rate dan temperatur
2. Status neurologis :
Kuantitas dan kualitas kesadaran, saraf kranial, status motorik dan sensorik
serta autonomik.
119
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
3. Pemeriksaan pupil, tajam pengliatan dan lapang pandang.
4. Pemeriksaan lokalis pada kepala dan wajah
Pemeriksaan fisik bertujuan terutama untuk mengetahui lokasi tumor.
Gejala dan Tanda Tumor Supratentorial:
1. Gejala peningkatan TIK
a. Akibat efek massa tumor atau edema peritumoral
b. Akibat blokade aliran CSF
c. Ganguan tajam penglihatan, edema pupil.
2. Gejala fokal defisit neurologis progresif
a. Akibat destruksi parenkim otak oleh invasi tumor
b. Akibat penekanan parenkim otak oleh tumor, edema atau perdarahan
c. Akibat penekanan pada saraf kranial
3. Headache.
4. Kejang akibat iritasi pada kortek serebral atau peningkatan TIK
5. Perubahan status mental: depresi, letargi, apatis, confusion dan koma
6. 'Ğũala mĞŶLJĞruƉai ͞d/A͟ aƚau stroke.
Gejala dan Tanda Tumor Infratentorial:
1. Tumor fossa posterior memberikan gejala akibat peningkatan TIK dan hidrosefalus:
a. Headache
b. Mual dan muntah: dapat akibat peningkatan TIK oleh hidrosefalus atau akibat
penekanan langsung pada vagal nucleus aƚau arĞa ƉŽsƚrĞma ;͞vomiting center͞Ϳ.
c. Papil edema
d. Gangguan gait-ataksia
e. Diplopia: akibat abducens palsy oleh karena peningkatan TIK atau penekanan langsung
pada nukleus saraf ke 6
2. Gejala yang timbul akibat efek massa di fossa posterior.
a. lesi pada cerebellar hemisphere: ataksia ekstremitas, dysmetria, intention tremor
b. Lesi pada cerebellar vermis: broad based gait, truncal ataxia, titubition
c. Lesi pada batang otak: mengakibatkan gangguan saraf kranialis multipel, nistagmus dan
penurunan kesadaran.
4. Kriteria
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, radiologis atau imaging, dan patologi anatomi
atau histopatologi.
Walaupun karakteristik imaging dapat memperkirakan jenis meningioma secara spesifik,
namun pemeriksaan patologi anatomi tetap diperlukan untuk diagnosis definitif
120
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
5. Diagnosis Kerja Meningioma (ICD-10: D32.0)
Berdasar Klasifikasi histopatologi meningioma menurut WHO :
WHO grade I
Meningothelial, Fibrous (fibroblastic), Transitional (mixed),
Psammomatous, Angiomatous, Microcystic, Secretory,
Lymphoplasmacyte-rich metaplastic
WHO grade II Chordoid, Clear cell (intrakranial), Atipikal
WHO grade III Papillary, Rhabdoid, Anaplastik
6. Diagnosis
Banding
1. Neurofibromatosis type 2 ( NF2), terutama meningioma multiple
2. Pleomorphic xanthastrocytoma ( PXA)
3. Rosai-Dorfman disease.
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan imaging
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekomendasi
Ref
1 CT scan
CT Scan dengan dan tanpa
kontras digunakan untuk
skrening awal,
( ok ketersediaannya yang
lebih luas).
CT scan lebih baik dalam
menggambarkan jenis
meningioma seperti destruksi
tulang pada tipe atypical atau
malignant dan hyperostosis
pada tipe meningioma jinak.
CT Scan dapat
menggambarkan edema di
sekitar tumor (peritumoral
edema) ( ICD 10 : S06.1)
1C 1,2,3,4
2 MRI
MRI memberikan gambaran
multiplanar dengan berbagai
sekuen, resolusi jaringan yang
tinggi. Dibutuhkan pada kasus
meningioma yang komplek.
MRI sangat bagus untuk
1C 1,2,4
121
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
menggambarkan edema di
sekitar tumor (peritumoral
edema) ( ICD 10 : S06.1),
Kompresi saraf kranial (ICD 10 :
G50.0), Kompresi otak dan
pembuluh darah otak (ICD 10 :
G93.5)
3
Angiografi
Angiografi dibutuhkan untuk
menggambarkan keterlibatan
pembuluh darah dan
kepentingan embolisasi bila
dibutuhkan.
2C
5
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
8. Terapi Modalitas terapi meningioma meliputi:
Medikamentosa, Pembedahan, dan Radioterapi.
Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh jenis histopatologis tumor. Jenis histopatologis
tumor dapat diperkirakan dari gambaran imaging dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
histopatologi.
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
1.1. Pemberian kortikosteroid (Deksamethason ) (GR : 1B) (1-6)
Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor otak metastase
dibandingkan dengan tumor otak primer spt meningioma.
Dosis dexamethason :
a.Pasien yang belum mendapat steroid sebelumnya
Dewasa : 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral
atau intravena tiap 6 jam. Pada kasus dengan edema vasogenik yang berat
maka dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam.
Anak :0,5 - 1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan dosis rumatan 0,25 – 0,5
mg/kg/hari (peroral/intravena) dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Hindari
pemberian jangka panjang karena efek menghambat pertumbuhan.
b. Pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya :
122
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Pada kondisi penurunan kesadaran akut, maka perlu dicoba diberikan dosis dua
kali lipat dari dosis yang biasa diberikan.
Jenis kortikosteroid yang dapat digunakan dengan equivalen dosis sebagai berikut :
Nama Obat
Glucocorticoid
Approximate
Equivalent Dose
Biologic Half
Relative Mineralo
Corticoid Activity
Cortisone 25 mg 8 - 12 ++
Hydrocortisone 20 mg 8 - 12 ++
Prednisolone 5 mg 18 - 36 +
Prednisone 5 mg 18 - 36 +
Methylprednisolone 4 mg 18 - 36 0
Nama Obat
Dosis
Equivalent
Cara
Pemberian
Dosis
Potensi
Mineralocorticoi
d
Cortisone 25 PO, IM
2/3 pagi
1/3 malam
2
Hydrocortisone 20 PO, IV, IM
2/3 pagi
1/3 malam
2
Prednisone 5 PO
Terbagi
2 – 3 kali
perhari
1
Methylprednisolone 4 PO, IV, IM Terbagi 2 kali 1
Dexamethasone 0,75 PO, IV
Terbagi 2x
atau 4x
perhari
0
1.2 Pemberian profilasis anti kejang
o Pasien dengan riwayat kejang yang berhubungan dengan tumor otak,
direkomendasikan pemberian obat anti kejang (GR : 1A) (7 – 11)
o Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan tidak ada riwayat pembedahan, tidak
direkomendasikan pemberian profilaksis anti kejang (GR : 1B) (12-15)
o Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan dilakukan pembedahan,
direkomendasikan pemberian profilaksis anti kejang (GR : 2C) (16 -17)
1.3 Pemberian anti ulcer berupa H2 Blocker maupun PPI dan simtomatik anti nyeri kepala
123
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
bila diperlukan (GR 1B) (18)
1) Pembedahan:
Indikasi pembedahan yaitu :
a. Massa tumor yang menimbulkan gejala dan atau tanda penekanan maupun destruksi
parenkim otak dan asesibel untuk dilakukan pembedahan.
b. Pada pemeriksaan imeging serial didapatkan tanda pertumbuhan tumor dan atau
didapatkan gejala akibat lesi tumor yang tidak dapat terkontrol dengan medika
mentosa.
2) Radioterapi
3) Terapi lain sifatnya suportif guna meningkatkan ketahanan dan meningkatkan kualitas
hidup.
PRINSIP UMUM TEKNIK OPERASI MENINGIOMA :
1. Mengidentifikasi batas tumor dengan parenkim normal
2. Menghentikan suplai darah ke tumor (devascularisasi )
3. Dekompresi massa tumor (dengan ultrasonic aspirator, cautery loop, atau gunting)
4. Diseksi/memisahkan kapsul tumor dari jaringan otak dengan memperhatikan batas
arakhnoid
5. Diupayakan capaian eksisi se-radikal mungkin ( Simpsons grade 1 ) dengan membuang
seluruh tulang dan dura yang melekat pada tumor.
Tatalaksana Meningioma WHO grade I
No. Terapi Rekomendasi GR Ref
1 Pembedahan
Pembedahan yaitu terapi primer untuk
pasien yang bukan calon untuk observasi.
Reseksi total/komplit menghasilkan
harapan yang tinggi untuk terbebas dari
meningioma (ICD 9 CM : 01.51),
Dekompresi saraf kranial (ICD 9 CM :
04.41)
1B 9,10,11
2 Radioterapi
Dipertimbangkan pada kasus tumor yang
lokasinya sulit/resiko tinggi untuk operasi
(mis: meningioma sinus kavernosa),
tumor unresectable, subtotal reseksi
atau tumor yang kambuh (ICD 9 CM :
1C 11, 12
124
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
92.29)
Tatalaksana Meningioma WHO grade II, dan III
No. Terapi GR Ref
1
Terapi standar :pembedahan dan radioterapi
1B
13,14,15,
16
2
Tumor kecil lokasi sulit, kandidat untuk stereotactic
radiosurgery
1C 11,17
3
Terapi sistemik dipertimbangkan untuk tumor yang
unresectable atau tumor rekuren
2C 18,19,20
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
9. Edukasi - Pasien memerlukan pemeriksan tambahan berupa CT scan kepala (dengan atau tanpa
kontras), MRI kepala, dan patologi anatomi untuk menegakkan diagnosis.
- Pembedahan yang dilakukan bisa berupa biopsi (pegambilan tumor dalam jumlah kecil
untuk mengambil sampel PA), atau eksisi tumor.
- Edukasi untuk pasien dan keluarganya: Selain gejala nonfokal (seperti gejala dan tanda
tumor supra dan infratentorial), terdapat kemungkinan terjadi defisit neurologis fokal yang
berhubungan dengan lokasi meningioma dan akibat prosedur pembedahan.
10. Prognosis 5 years survival pasien dengan meningioma yaitu : 91,3%
Prognosis tergantung jenis Histopatologi dan derajat pengambilan tumor
Sistem derajat Simpson untuk pengambilan tumor
Derajat Derajat Pengambilan/Eksisi
I Komplit eksisi secara makroskopik, termasuk : durameter, tulang yang
tidak normal, dan dura sinus yang terkena.
II Komplit eksisi secara makroskopik, dengan koagulasi durameter dengan
Bovie atau laser.
III Komplit eksisi secara makroskopik, tanpa reseksi atau koagulasi durameter
atau ekstensi ektradural (misalnya tulang yang hiperostosis)
IV Parsial eksisi, meninggalkan sebagian tumor.
V Dekompresi sederhana, biopsy.
Luasnya tumor yang di eksisi yaitu factor yang utama dalam menentukan rekurensi dari
meningioma. Rekurensi setelah gross total reseksi muncul pada 11 – 15 % kasus, dan 29%
kasus pada reseksi inkomplet. Rata- rata rekurensi dalam 5 tahun setelah reseksi partial
yaitu 37% - 85%. Overall recurrence rate selama 20 tahun yaitu 19% dan dalam laporan
125
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
lain yaitu 50%. Meningioma malignant memiliki angka rekurensi lebih tinggi dibandingkan
yang lainnya.
11. Penyusun dan
12. Indikator
Medis dan
Target
Kesembuhan: total eksisi tumor dengan preservasi fungsi-fungsi neurologis.
Komplikasi: Tidak terjadi perburukan fungsi neurologis dalam 6 bulan.
Target : 80 % eksisi tumor meningioma simpson derajat 1
• Pembedahan / reseksi, bila syarat terpenuhi (accessible, karnoffsky
scale >70, fungsi organ lain memenuhi syarat pembedahan)
• Dilanjutkan radioterapi bila histologis WHO Grd III
• Dilanjutkan radioterapi pada Reseksi Inkomplit pada WHO grd I atau II
• Bila tidak accessible, dilakukan stereotaktik biopsi, atau radioterapi
dan terapi sistemik (kemoterapi)
• Bila accessible, tetapi syarat lain tidak terpernuhi, dilakukan terapi
supportif (mengurangi gejala & memperbaiki kualitas hidup)
• Pembedahan pada kasus multiple, one step atau two step tergantung:
a. Aksesibilitas massa
b. Kegawatan neurologis
CT Scan (Kontras-non kontras), pada umumnya
ditemukan:
1) Massa tumor ekstra axial dengan perlekatan
pada duramater, dan CSF cleft
2) Batas jelas
3) Homogenous Contrast enhance (90%)
4) Hyperostosis
5) Peritumoral Edema
Klinis Tidak Progresif
Klinis Progresif
MRI / MRA bila:
1. Lokasi pada daerah eloquent,
(Sensorimotor area, area
bicara, penglihatan,
pendengaran, thalamus) dan
kritis (sinus cavernosus,
brainstem, skull base, sinus
venosus, strukstur vaskuler)
2. Meningioma dengan diameter
< 3 cm
KLINIS
(Sesuai PPK)
Gejala Klinis akibat:
1. Peningkatan TIK
2. Destruksi / Kompresi struktur otak
130
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Post Operatif
Algoritme Tatalaksana Pembedahan Meningioma Intrakranial
ICD-10: D32.0
Dasar Evaluasi :
1. Klinis
2. Simpson Grading
CT scan segera bila : GR 1C
Terjadi komplikasi durante
operasi ( edema otak yang tidak
terkontrol, perdarahan banyak,
timbul deficit neurologis baru
paska operasi )
Pembedahan
Tehnik sesuai dengan lokasi dan besartumor
Embolisasi bila : GR 2C
1. Ukuran tumor yang
besar
2. Vaskularisasi tumor
banyak
3. Suplai dari arteri yang
susah dijangkau pada
saat operasi seperti
tumor pada skull base
4. Suplai dari arteri carotis
eksterna yang signifikan
5. Tumor yang lokasinya
dekat dengan daerah
eloquent
Diagnosis
KLINIS
RADIOLOGIS
Follow Up di Poli klinik
Bedah Saraf :
1. Klinis
2. Hasil PA
3. Simpson
Grading
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Schwannoma (Neuroma Akustik)
ICD-10: D36.1
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor jinak yang tumbuh lambat pada nervus VIII, biasanya tumbuh dari sel Schwann
pada saraf vestibuler superior.
2. Anamnesis Gangguan pendengaran gradual progresif pada satu telinga (90%), sementara yang
muncul secara mendadak sekitar 5%
Tinnitus (70%) dan nyeri pada satu telinga
Neuroma yang besar atau berlokasi di daerah medial dapat memiliki gejala kenaikan
tekanan intra kranial seperti nyeri kepala, gangguan visus, hingga penurunan
kesadaran
3. Pemeriksaan Fisik Hipestesi wajah unilateral
Gangguan keseimbangan dan koordinasi akibat kompresi serebelum
Diplopia
Paresis nervus VII, berdasarkan klasifikasi dari House and Brackmann
Klasifikasi Klinis dari Fungsi Nervus VII (House and Brackmann)
Derajat Deskripsi Gambaran
1 Normal Fungsi normal dari saraf facial di semua area
2 Disfungsi ringan A. Pemeriksaan ringan: kelemahan ringan dapat terlihat
dengan pemeriksaan yang cermat.
B. Saat istirahat: simetris
C. Gerakan :
– Dahi : gerakan ringan
– Mata : menutup mata dengan usaha
– Mulut : asimetris ringan
3 Disfungsi sedang A. Pemeriksaan ringan: jelas, tetapi bukan asimetris yang
nyata
B. Gerakan :
– Dahi : gerakan ringan hingga sedang
– Mata : menutup mata dengan usaha
– Mulut : kelemahan ringan dgn usaha maksimal
4 Disfungsi sedang
hingga berat
A. Pemeriksaan ringan: kelemahan dan asimetri yang
nyata
B. Gerakan:
– Dahi : tidak ada gerakan
– Mata : tidak sempurna menutup mata
– Mulut : asimetri dengan usaha maksimal
5 Disfungsi berat A. Pemeriksaan ringan: hamper tidak ada gerakan
B. Saat istirahat: asimetris
C. Gerakan:
– Dahi : tidak ada gerakan
– Mata : tidak sempurna menutup mata
6 Paralisa total Tidak ada gerakan
4. Pemeriksaan
Penunjang
Audiological
Pure Tone Audiometry
Speech Discrimination Testing
132
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Electric Response Audiometry
Imaging
Prosedur diagnostik yaitu menggunakan MRI dengan kontras dengan sensitivitas
98%. Gambaran karakteristik: tumor berbentuk bulat atau oval yang menyerap
kontras yang terletak dekat dengan meatus akustikus internus.
CT scan dengan kontras yaitu pilihan kedua untuk modalitas radiologis. Pelebaran
dari osteum kanalis akustikus (trumpeting) yaitu salah satu gambaran khas dari
tumor ini. (normal diameter dari kanalis akustikus = 5-8 mm).
Keuntungan CT scan dibanding dengan MRI yaitu kemampuannya menampilkan
gambaran anatomi tulang (termasuk mastoid air cell) yang seringkali membantu
dalam rencana preoperatif translabirin.
5. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan penunjang (audiological dan imaging)
6. Diagnosis Neuroma Akustik (D36.1)
7. Diagnosis Banding Meningioma
Tumor ektodermal
Tumor metastase otak
Neuroma nervus kranialis lainnya
Kista arakhnoid
Kista neurenterik
Granuloma kolesterol
Lipoma
Aneurisma
Ektasia dolikhobasilar
Sistiserkosis
Perluasan dari: glioma batang otak atau serebelum, adenoma hipofisis,
kraniofaringioma, khordoma dan tumor skull base, tumor ventrikel IV, papiloma
pleksus khoroid, tumor glomus, tumor os temporal
8. Terapi Ada empat pilihan manajemen penderita dengan neuroma akustik:
1. Pemeriksaan scan interval
2. Pembedahan
3. Radiosurgery stereotaktis/radioterapi fraksinasi stereotaktik
4. Kemoterapi dengan menggunakan bevacizumab, diberikan khususnya pada penderita
dengan NF2
Faktor utama dalam menentukan terapi yaitu :
Ukuran dari neuroma
Status kesehatan
Keinginan untuk mempertahankan pendengaran
Keadaan pendengaran dari telinga kontralateral
Pilihan dari pasien setelah mendapat penjelasan tentang resiko dari tiap pilihan
Terapi Keterangan TP DR Ref
Pembedahan
Pengambilan tumor melalui tindakan bedah yaitu
terapi yang disarankan pada sebagian besar pasien
yang menderita neuroma akustik.
2 C 1,3
Penggunaan monitor saraf fasial meningkatkan
outcome pasien yang menjalani tindakan bedah
akustik neuroma dan peng-gunaannya
dipertimbangkan pada operasi akustik neuroma
lainnya. Monitor fungsi cochlear dapat juga
1 B 2,4
133
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
berguna untuk hearing conservation surgery
Keterangan:
TP : Tingkat Pembuktian
DR : Derajat Rekomendasi
Pilihan Teknik Pembedahan
Middle fossa approach: preservasi pendengaran, lokasi tumor di lateral, tumor
berukuran kecil (<2,5 cm)
Translabyrinthine approach: berguna pada tumor dengan primer pada intrakanalikuli
dengan ekstensi ke CPA yang minimal
Retrosigmoid approach: paling sering digunakan oleh ahli bedah saraf, akses cepat ke
tumor, memungkinkan untuk preservasi pendengaran
9. Edukasi Tindakan pembedahan yang dilakukan tidak menjamin dapat memperbaiki sistem
pendengaran
Terdapat risiko paresis nervus fasialis pasca operasi
jika tumor melekat pada struktur penting seperti batang otak dan nervus kranialis
maka tidak dapat diangkat total
10. Prognosis Faktor prognosis yang mempengaruhi:
Ukuran dan iregularitas bentuk tumor
Usia penderita
Keterlibatan batang otak
11. Indikator Medis Eksisi total tumor dengan preservasi nervus VII dan lower cranial nerves.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Oligodendroglioma
(ICD 10 : C.71)
1. Pengertian
(Definisi)
- Tumor yang berasal dari sel oligodendrogliosit
- Tumor oligodendroglial dapat terjadi dimana saja ditempat yang ditemukan adanya
sel oligodendrosit.
- Glioma terbanyak ketiga, 2-5% dari tumor primer otak dan 4%-15% dari keseluruhan
glioma.
- Terjadi pada semua usia tetapi diagnosis awal memiliki dua puncak pada usia 6-12
tahun dan 35-44 tahun
- Rasio lelaki: perempuan berkisar 1.1 : 2.0
- Lebih dari 90% muncul di white matter supratentorial, terbanyak di lobus frontalis.
Kurang dari 10% terjadi di fossa posterior dan medulla spinali
- Gambaran histologi: tersering berupa kalsifikasi. 'ambaraŶ ͞fried egg cytoplasma͟
ĚaŶ ͞chicken wire͟ ǀaskularisasikuraŶŐĚaƉaƚĚiƉĞrĐaLJa
2. Anamnesis Riwayat Kejang didapatkan pada 50- 80% pasien, nyeri kepala (22%), perubahan kondisi
mental (10%), dan vertigo(9%).
3. PemeriksaanFisik Tidak ada gejala yang spesifik untuk penderita oligodendroglioma.
Gejala lebih sering berhubungan dengan efek masa lokal, dan jarang menyebabkan
peningkatan TIK.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Patologi anatomi
5. DiagnosisKerja
Oligodendroglioma (ICD10 : C71)
Grading masihkontroversi. Di rekomendasikanuntukdibagiantaralow (WHO grade II)
atauhighgrade(WHO grade III)
6. Diagnosis Banding
AVM, glioma brainstem, melanoma SSP, frontal lobe syndrome, Glioblastoma multiforme,
toxoplasmosis, lymfoma pada SSP, Low Grade Astrocytoma, Meningioma, metastase,
Primary Limfoma SSP
7. Pemeriksaan
Penunjang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rekomendasi Keterangan GR Referensi
CT scan
Menentukan lokasi dan konfigurasi tumor 2B 1
Karakteristik tetapi tidak pathognomonik 2B 2, 3
MRI
T2-weighted images lebih sensitif daripada T1
untuk mendeteksi tumor dan menge-valuasi
respon terha-dap kemoterapi
1B 4, 5
MRI lebih sensitif daripada CT scan dalam
menampilkan abnormalitas parenkim otak
1B 1, 3, 6, 7
PET
Memberikan informasi kuantitatif mengenai
aliran darah dan metabolisme glukosa dan asam
amino, aliran darah dan asam amino.
Fluorine-18 fluorodeoxyglucose (18F-FDG) PET
digunakan untuk membedakan jaringan parut,
gliosis atau nekrosis dari jaringan tumor glia
yang aktif tumbuh
2B
9, 10, 11,
13
136
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Carbon-11-methionine (11C-MET) PET
digunakan untuk membedakan antara low-grade
astrocytoma dan oligodendroglioma
2B 13
Dapat menentukan grading oligodendroglioma
secara noninvasif
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
Gambaran radiologis dan histologis antara low grade dan high gradeOligodendroglioma
WHO II (Low Grade) WHO III (High Grade)
Menyengatkontras pada MRI-CT
scan
Tidak Ada
Proliferasi Endotelial pada histologi Tidak Ada
Pleomorfisme Tidak Ada
Proliferasi tumor Tidak Ada
Komponenastrosit Tidak Ada
8. Terapi Rekomendasi pengobatan :Khemoterapi (ICD9 : 99.25) untuk semua oligodendriglioma.
Pada sebagian kasus dengan pembedahan (ICD9 : 01.24), radioterapi(ICD9 : hanya pada jenis
yang mengalami transformasi anaplastic
Pilihan untuk manajemen oligodendroglioma yaitu pembedahan, radioterapi dan
kemoterapi. Terapi terbaik dipilih berdasarkan jenis tumor, grade tumor, dan kondisi pasien.
Semua terapi disesuaikan kondisi pasien untuk mengoptimalkan kualitas hidup dan
meminimalisir efek samping
LOW GRADE OLIGODENDROGLIOMA
Tujuan dari terapi untuk low grade oligodendroglioma yaitu bukan untuk menghilangkan
tumor, tetapi tujuannya yaitu untuk mengendalikan tumor tersebut selama mungkin dan
mengoptimalkan kualitas dan kenyamanan hidup pasien
Untuk pasien dengan low grade oligodendroglioma, pembedahan yaitu salah satu terapi
yang disarankan dan juga radioterapi. Banyak pasien hidup dengan jenis tumor ini dalam
jangka waktu yang lama.
Pembedahan
Untuk pasien dengan low grade oligodendroglioma, terapi pembedahan biasanya bukan
yang bersifat segera, karena tidak ada gejala klinis yang dirasakan oleh pasien, dan
pertumbuhan tumor tidak terlalu cepat. Salah satu gejalanya yaitu kejang.
Pilihan pembedahan ini mungkin juga tidak direkomendasaikan apabila ukuran tumor yang
besar, menyebar luas ke seluruh bagian otak, terlalu dekat dengan area yang eloquen,
apabila tidak dimungkinkan untuk eksisi tumor secara total, dapat dilakukan biopsi untuk
mengetahui jenis tumor.
Tujuan dari operasi ini yaitu untuk eksisi tumor yang terlihat mata dan yang teridentifikasi
imaging.
Konservatif
Pasien dengan tumor ini yang tidak memilih opsi pembedahan, dapat memilih opsi ini dan
kontrol dan evaluasi MRI berkala
Radioterapi
Radioterapi direkomendasikan untuk pasien dengan :
Pasien setelah operasi dan masih ada tumor tersisa yang tidak bisa diambil
137
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Untuk mengendalikan gejala, termasuk kejang
Untuk pasien dengan usia tua
Menunda radioterapi dapat direkomendasikan untuk pasien :
Tidak ada gejala
Pasien dengan prognosis yang baik
Dibawah 40 tahun
Dengan total eksisi
Dosis yang direkomendasikan yaitu total 50 Gy dibagi atas 2 Gy setiap 6 minggu
Kemoterapi
Tidak ada cukup informasi yang membuktikan bahwa kemoterapi yaitu pilihan terapi yang
lebih efektif dari radioterapi.
TERAPI LOW GRADE OLIGODENDROGLIOMA
Rekomendasi Keterangan GR Referensi
Pembedahan
Terapi utama 1B
14, 15, 16,
17, 18, 19
Tujuan gross total removal bila tumor dapat
direseksi dengan aman
1B
19, 20, 21,
22, 12, 17
Luasnya reseksi berhubungan dengan ketahanan
hidup (survival)
2B
19, 24, 25,
26, 27, 28,
29, 31
Radioterapi
Radioterapi parsial pasca operasi 2B 5, 16
Memperpanjang ketahanan hidup (survival)
terutama bila tumor hanya direseksi parsial
2B 2, 26, 33, 32
Efek samping jangka panjang: perubahan
perilaku, gangguan memori, demensia,
hipopituarism, dan radiation nekrosis yang
memberi efek massa
2B 30
Kemoterapi
͞ŶĞŽaĚũuǀaŶƚ ĐŚĞmŽƚŚĞraƉLJ͟ uŶƚuk mĞŶuŶĚa
efek samping radioterapi
2B
9, 12, 35, 36,
37
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
TERAPI ANAPLASTIK OLIGODENDROGLIOMA
Rekomendasi Keterangan GR Referensi
Pembedahan
Terapi utama 2B
15, 16, 17,
18, 23
Tujuan gross total removal bila tumor dapat
direseksi dengan aman
2B
12, 17, 19,
20, 21, 22
Semakin total reseksi, berhubungan dengan
katahanan hidup (survival)
2B
19, 24, 25,
26, 27, 30,
31, 36
Radioterapi
Sebagian besar penulis menyarankan
penggunaan radioterapi pasca operasi
1B 12, 13
Kemoterapi
Sel malignant oligodendroglial bersifat
kemosensitif
1B
12, 16, 23,
31, 35, 36,
37
Kemoterapi PCV bersifat efektif dan regimen
yang paling sering dipakai
1B 4, 21, 31
Digunakan terapi pertama pasca operasi,
dengan radiasi ditunda sampai didapatkan
progresifitas dari tumor
1B
138
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Kombinasi
Terapi
Kombinasi radioterapi dan kemoterapi (PCV)
dikatakan lebih unggul daripada bila dilakukan
salah satu saja
1B 4, 31
Dapat digunakan Interferon 2B
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
TERAPI OLIGODENDROGLIOMA REKURENS
Rekomendasi Keterangan GR Referensi
Radioterapi +
Kemoterapi
Diberikan radiasi dan kemoterapi PCV,
walaupun pasien belum pernah
mendapat regimen tersebut
1B 16
Digunakan terapi Carboplatin,
etoposide (VP-16) dan cisplatin
1B 33
Dapat digunakan Temozolomide 1B 7, 8
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
9. Edukasi 1.Pasien dengan oligodendroglioma disarankan dengan multi modalitas terapi
2.Penjelasan efek dari chemoterapi dan radioterapi.
3.Disarankan monitor rekuren dari tumor dengan kontrol MRI 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun
10. Prognosis Oligodendroglioma murni mempunyai prognosis yang lebih baik daripada oligoastrocitoma
dan daripada astrositoma murni
Oligodendroglioma pada lobus frontal mempunyai waktu hidup yang lebih lama daripada
lobus temporal (37 bulan dengan 28 bulan post op)
10 years survival rate 10 – 30 %
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Tumor Metastase Otak
(C71.9)
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor otak yang berasal dari kanker di bagian tubuh lain.
2. Anamnesis Tanda peningkatan TIK: nyeri kepala (40-50%), mual/muntah
Kejang (15%)
3. Pemeriksaan Fisik Defisit neurologis fokal (sesuai lokasi tumor): bias terjadi akibat kompresi parenkim otak
oleh massa dan atau oleh edema peritumoral (monoparesis tanpa gangguan sensorik)
atau bisa terjadi karena kompresi nervus kranialis
Gangguan status mental atau gangguan kognitif (tumor multipel): depresi, letargi, apatis,
confusion
Gejala bisa terjadi akut menyerupai TIA: bisa terjadi karena oklusi pembuluh darah
karena sel tumor atau perdarahan di dalam tumor (terutama pada melanoma metastase,
koriokarsinoma, dan karsinomasel renal)
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan imaging
4. Pemeriksaan penanda tumor primer
5. Diagnosis Kerja Tumor MetastaseOtak (C71.9)
6. Diagnosis Banding Gambaran radiologis dapat menyerupai:
High grade astrocytoma
Abses Serebri
Demyelinisasi
Cerebrovascular accident
7. Pemeriksaan
Penunjang
No. Penunjang Keterangan GR Ref
1 CT Scan,
dan MRI
MRI dengan kontras lebih sensitive daripada CT scan
dengan kontras dalam mendeteksi metastase otak
terutama di fossa posterior atau lesi yang kecil
2B 1
Diffusion weighted MRI berguna untuk membedakan
ring-enhancing pada lesi di otak (restricted diffusion
pada abses dibandingkan unrestric-ted diffusion
pada kistik atau nekrotik GBM atau metastase),
tetap itemuan ini tidak spesifik
1B 2,3
2 Lain-lain Untuk pasien yang dating dengan metastase otak
tanpa diketahui tumor primernya, sangat penting
untuk menemukan asal tumor primernya. Tumor
paru harus dicari, karena memiliki angka kejadian
metastase ke otak yang tinggi. Dapat dilakukan foto
thoraks dan CT scan thoraks. Dimana CT thoraks
lebih sensitive daripada foto thoraks polos
1B 4
Pemeriksaan lain untuk mendiagnosis dan
menentukan stadium tumor yaitu CT scan
abdomen dan pelvis untuk ginjal dan saluran cerna,
bone scanning untuk tumor yang memberi
metastase ke tulang, dan mammogram untuk
mencari tumor primer di payudara
1B 5
Keterangan :
142
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
GR : Grade Rekomendasi
Skrining Tumor Primer:
Fotopolos thorax
CT scan abdomen, thorax, pelvis
Fesesrutin
Bone scan
Mamografi
Prostat specific antigen (PSA)
PET scan
Penanda Tumor
Marker Tumor
Alpha fetoprotein (AFP) Germ cell tumor, kanker hepar
CA15-3 Kanker payudara
CA27-29 Kanker payudara
CA19-9 Kanker pancreas, kanker kolorektal
CA-125
Kanker ovarium, kanker endometrium,
kanker tuba ovarium, kanker paru, kanker
payudara, kanker gastrointestinal
Prostat specific antigen (PSA) Kanker prostat
8. Terapi Modalitas terapi meliputi terapi medis dasar, radioterapi, dan pembedahan.
Terapi Medis Dasar
Antikonvulsan, misalnya phenytoin.
Kortikosteroid, pada pasien dengan keluhan yang berat diberikan dexamethasone 10-20
mg IV, dilanjutkan dengan 6 mg IV tiap jam selama 2-3 hari, kemudian dikonversi
menjadi 4 x 4 mg per oral per hari, jika keluhan telah membaik dosis diturunkan menjadi
3 x 2-4 mg per oral per hari, dosis dipertahankan selama keluhan tidak makin memberat.
Antagonis H2, misalnya ranitidine 150 mg per oral tiap 12 jam.
Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi utama pada pasien dengan tumor yang highly sensitive
yaitu: limfoma, germinoma, tumor paru tipe small cell.
Radioterapi diberikan sebagai ajuvan untuk jenis tumor yang lain.
Pembedahan (ICD9 : 01.24)
Indikasi pembedahan diputuskan dengan mempertimbangkan beberapa factor seperti yang
tertera di bawah ini:
Faktor Indikasi Pembedahan
Status PenyakitSistemik
Kontroldari tumor primer
Kondisi medis umum
Status neurologis
Harapan hidup> 4 bulan
Bisa dilakukan pembiusan/pembedahan
<W^ шϳϬ
Resektabilitas
Akses
Jumlah lesi
Tidak di batang otak, basal ganglia,
thalamus
ч ϯ lĞsi
Histologi
Radiosensitivitas Tumor yang kurang sensitive terhadap
radioterapi (tumor payudara, tumor paru
tipe non-small cell, tumor kolon,
melanoma, tumor renal, sarkoma)
143
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Prinsip Pembedahan
Teknik operasi harus menghasilkan eksisi total lesi, dengan preservasi fungsi neurologis
dan kerusakan yang minimal dari parenkim sekitarnya
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor di atas, maka manajemen tumor metastase
otak yaitu sebagai berikut:
Kondisi Klinis Manajemen
Primer tidak diketahui
Biopsi stereotaktik jika eksisi pembedahan
tidak dipertimbangkan
Kanker sistemik dan ekspektasi harapan
hidup yang singkat dan atau KPS score yang
rĞŶĚaŚ ;чϳϬͿ
(Biopsi sesuai indikasi di atas) WBRT atau
tidak ada tindakan
Kondisi sistemik stabil dan KPS >70
Lesi tunggal Lesi yang simtomatis, besar,
ataubisaterakses
Eksisi pembedahan + WBRT
Lesi yang asimtomatik, kecil, atau
tidak bisa terakses
WBRT + stereotactic
radiosurgery
Lesi multipel Lesi tunggal yang besar dan
mengancam nyawa atau menghasil
efek massa
Eksisi pembedahan + WBRT
untuk sisanya
ч ϯ lĞsi͕ simƚŽmaƚik dan semuanya
bisa diakses
Eksisi pembedahan + WBRT
atau stereotactic
radiosurgery + WBRT
ч ϯ lĞsi͕ ƚiĚak semuanya bisa diakses
WBRT atau stereotactic
radiosurgery + WBRT
> 3 lesi, tanpa efek massa yang
memerlukan pembedahan
WBRT
9. Edukasi Tujuan dariterapi tumor metastase otak yaitu bukan kuratif melainkan paliatif dengan
prioritas mempertahankan kualtias hidup pasien tetap baik.
Berbagai modalitas terapi diperlukan.
10. Prognosis Faktor prognosis lebih baik pada:
KPS score yang baik
Lesi tunggal
Tidak adanya metastase sistemik
Terkontrolnya tumor primer
Usia muda (<60-65 tahun)
Kondisi neurokognitif yang tidakterganggu
11
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Tumor Pineal
ICD 10: D35.4
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor yang ditemukan di daerah pineal. Jenis patologinya bervariasi, antara lain germ sel
tumor (germinoma dan teratoma), astrositoma dan pineal tumor (pineoblastoma). Paling
sering pada anak-anak (3-8% tumor otak pada anak-aŶakͿ ĚibaŶĚiŶŐ ĚĞǁasa ;чϭйͿ.
2. Anamnesis Gejala yang timbul disebabkan hidrosefalus, dapat berupa :
- Nyeri kepala
- Mual, muntah
- Letargi
- Kejang
- Gangguan siklus tidur
- Gangguan gerak bola mata
- Jika ada penyebaran ke spinal, didapatkan gangguan motorik pada e