kstrimitas dan
gangguan autonom
3. Pemeriksaan Fisik - Lingkar kepala membesar pada bayi
- Papiledema
- Parinaud Syndrome (paralisis of upgaze/convergence, retractory nystagmus, light-near
pupillary dissociation)
- Pubertas dini
- Radikulopati dan myelopati
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. WĞmĞriksaaŶ labŽraƚŽrium͗ ƚumŽr markĞr ;A&W͕ ɴ-hCG, PLAP)
4. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
5. Patologi anatomi
5. Diagnosis Kerja Penentuan diagnosa awal ditegakkan dengan imaging dan tumor marker. Diagnosa pasti
ditegakkan dengan patologi anatomi.
6. Diagnosis Banding Diagnosa banding tumor di regio pineal ditegakkan berdasar skema berikut:
146
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Radiologis:
- MRI kepala dengan kontras. Jika dicurigai suatu neoplasma, maka dilakukan screening
pada cervical, thoracal, dan lumbal spine untuk mencari adanya drop metastasis.
Jika pada pemeriksaan radiologis mencurigai suatu germ sel tumor, maka dilakukan
pemeriksaan tumor marker berupa:
- WĞŶiŶŐkaƚaŶ ɴ-hCG biasanya berhubungan dengan choriocarcinoma, namun dapat juga
muncul pada lebih dari 50% germinoma (yang lebing sering terjadi).
- Peningkatan AFP terjadi pada tumor endodermal, embrional carcinoma dan kadang pada
teratoma.
- Peningkatan Placental Alkaline Phosphatase (PLAP) pada serum atau LCS terjadi pada
germinoma intrakranial.
8. Terapi Penatalaksanaan Tumor Pineal
No. Terapi Keterangan GR Ref
1 Pembedahan
Tujuannya mendapatkan jaringan untuk
diagnosa PA
Beberapa tipe pembedahan seperti
kraniotomi reseksi, biopsy endoscope, atau
stereotaksis biopsi.
Diindikasikan untuk tumor yang :
radioresisten, jinak, berbatas tegas
2B 1,2
147
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
2 Radioterapi
Pilihan utama untuk jenis
germinomakarena sangat radiosensitif
Dapat pula diberikan untuk jenis
malignant tumor yang lain setelah
pembedahan
Jika didapatkan seeding pada spinal aksis,
dapat dilakukan radioterapi kraniospinal
dengan booster pada jaringan tumor
2B 3,4
3 Kemoterapi
Diberikan pada anak usia kurang dari 3 tahun
hingga anak cukup dewasa untuk toleransi
efek radioterapi
2C
5
4 Gabungan Kemoradioterapi 2B 3, 4, 5
Keterangan :
GR : Grade Rekomendasi
Rekomendasi teknik operasi:
1. Midline infratentorial-supracerebellar appoach (paling sering digunakan). Keuntungan
resiko minimal pada deep vein. Tidak bisa digunakan bila sudut tentorium terlalu curam.
Dapat digunakan dalam posisi duduk atau concorde.
2. Transtentorial occipital: Disarankan untuk lesi di tengah atau superior dari tepi tentorial
atau diatas vena galen.
3. Transventricular: untuk massa yang besar disertai dilatasi ventrikel. Biasanya melalui
insisi kortikal pada posterior dari girus temporalis superior. Resiko: defek visual, kejang.
4. Lateral infratentorial paramedian
5. Transcallosal: jarang digunakan kecuali tumor ektensi ke dalam corpus callosum dan
ventrikel tiga
6. Infratentorial-supracerebellar paramedian.
9. Edukasi Kebanyakan kasus terjadi gejala dan gangguan yang berhubungan dengan kenaikan tekanan
intra kranial (TIK) akibat hidrocephalus non komunikan (ICD10 : G91.1), seperti nyeri kepala,
mual/muntah, ataxia, vertigo, papiledema, pandangan kabur.
10. Prognosis Prognosis bergantung pada hasil patologi anatomi.
Prognosis baik:
1. Pure germinoma
2. Mature teratoma
Prognosis sedang:
1. 'ĞrmiŶŽma ĚĞŶŐaŶ ƉĞŶiŶŐkaƚaŶ ɴ-hCG
2. Ekstensif/multifocal germinoma
3. Immature terratoma
4. Teratoma dengan transformasi malignant
5. Tumor dengan komposisi campuran antara germinoma atau teratoma
Prognosis jelek:
1. Choriocarcinoma
2. Yolk sac tumor
3. Embrional carcinoma
4. Tumor dengan komposisi campuran antara choriocarcinoma, yolk sac tumor, atau
embrional tumor
Algoritme Adenoma Hipofise
ICD-10: D35.2
Pilihan 1
Adenoma Hipofise
Non-sekretori Acromegali Penyakit Cushing Prolaktinoma
Pilihan 2
Pilihan 4
Pilihan 3
Reseksi
bedah
Radiosurgery
Pembedahan
kedua
Radiosurgery
kedua
Reseksi
bedah
Reseksi
bedah
Agonis
Dopamin
Radiosurgery Radiosurgery Reseksi
bedah
Octreotide
Agonis
Dopamin
Ketokonazole
Adrenalectomy
Radiosurgery
151
PNPK Divisi Neuropediatri
1. Abses otak ICD 10: G06.0
2. Chiari Malformation ICD 10: Q07.0
3. Encephalocele ICD 10: Q01.9
4. Ependimoma ICD 10: C71
5. Hidrocephalus kongenital ICD 10: Q03.0
6. Infeksi pasca shunt ICD 10: T85.7
7. Craniopharingioma ICD 10: D44.4
8. Craniosinostosis ICD 10: Q75.0
9. Medulloblastoma ICD 10: C71.6
10. Spina Bifida ICD 10: Q05
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Abses Otak
ICD-10 : G06.0
1. Pengertian (Definisi)
Proses supuratif fokal dalam parenkim otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur atau
protozoa.
2. Anamnesis - Gejala umum : demam, nafsu makan turun, BB turun
- Gejala neurologis : Penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, kejang
- Sumber infeksi : riwayat trauma tembus otak, paska kraniotomi, infeksi telinga dan
mastoid, infeksi hidung dan sinus paranasal, infeksi gigi, pneumonia.
- Faktor predisposisi : kelainan jantung bawaan, kencing manis, pemakaian kemoterapi,
pemakaian kortikosteroid, pemakaian implan, pemakaian antibiotik spektrum
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan fisik meliputi :
tanda vital
status generalis (head to toe) untuk mencari sumber infeksi
status neurologis : kesadaran, tanda rangsang meningeal, nn cranialis, motorik,
sensorik, refleks fisiologis dan patologis, fungsi otonom
4. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan penunjang : laboratorium dan radiologi
5. DiagnosisKerja Abses otak ( ICD 10: G06.0)
6. Diagnosis Banding 1. Tumor otak (astrositoma)
2. Infark serebri
3. Tuberkuloma
4. Kista arachnoid
7. Pemeriksaan
Penunjang
No
Pemeriksaa
n
Rekomendasi Grade
Rekomendasi
Ref
1 Laboratory
Kultur Spesimen diperoleh dari
aspirasi dengan bantuan CT guiding
pada Strereotaktik dan Operasi
2B 1
153
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
2 Radiologis
- CT Scan dengan kontras merupakan
pemeriksaan standar untuk abses
serebri
- Berdasar CT Scan kontras abses
serebri dapat dibagi 4 fase yaitu :
Fase I :
(early cerebritis) hari pertama sampai
ke tiga, tampak gambaran hipoden
batas tidak tegas dan sedikit tepi
yang menyerap kontras.
Fase II :
(late cerebritis) hari ke 4 sampai ke 9
mulai tampak cincin yang menyerap
kontras melingkari daerah yang
hipodens yang lebih luas.
Fase III :
(early capsule formation) hari ke 10
sampai ke 13, tampak daerah
hipoden yang dilingkari oleh cincin
yang menyerap kontras.
Fase IV :
(late capsule formation) lebih dari 14
hari, terlihat daerah hipodens
dengan terbentuk cincin hiperden
yang utuh dan tebal baik dengan
maupun tanpa kontras.
MRI
Lebih sensitive pada fase early
cerebritis
Lebih sensitive dalam mendeteksi
lesi satelit
Lebih akurat dalam mengestimasi
perpanjangan nekrosis sentral,
perbesaran cincin area dan edema
serebral
1B 2,3,4,5
154
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Lebih baik dalam mendeteksi edema
serebral
8. Terapi
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grade
Rekomendas
i
Ref
1 Operasi(01.24)
1. Tekanan intrakranial yang
meningkat
2. Efek pendesakan masa yang
signifikan pada gambaran CT Scan
3. Abses akibat trauma, operasi atau
terdapat benda asing
4. Abses akibat jamur
5. Abses yang multilokulated
6. Tidak mampu dilakukan serial CT-
scan setiap 1 – 2 minggu
7. Lokasi dekat ventrikel
1B 2,3,4
2 Medikamentosa
Paling baik harus berdasar
pengecatan gram dan kultur.
1. Terapi empirik: bila belum
diketahui kultur dan
sensitivitasnya. Cephalosporin
generasi III
a. Cefotaxime
- dewasa : 1 gram tiap 8 jam, iv
bila sangat berat dapat
dinaikkan 2 gram tiap 4 jam iv
- Anak : 50 mg/kg iv setiap 6
jam
b. Ceftriaxone
- Dewasa : 2 gram iv tiap 12
jam
- Anak : 75 mg/kg dosis inisial
dilanjutkan 100mg/kg/hari
dibagi setiap 12 jam
Ditambah dengan salah satu
dari dibawah ini :
- Metronidazole : Dewasa
: 30
mg/kg/hari iv dibagi setiap 12
jam
Anak :10 mg/kg iv setiap 8 jam
atau
- Chloramphenicol
- Dewasa:1gr iv tiap 6 jam
- Anak:15 – 25 mg/kg iv setiap
6jam
Bila paska trauma : Rifampin 9
1B 2,3,4
155
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
mg/kg/hari satu dosis
2. Terapeutik: bila telah ada hasil
kultur, maka antibiotika
disesuaikan dengan sensitivitasnya
dan kemampuannya menembus
sawar arah otak.
3. Bila ada riwayat trauma atau
operasi kepala diberikan tambahan
Vancomycin (melawan MRSA)
:Dewasa:1 gr iv setiap 12 jam
Anak:15 mg/kg setiap 8 jam iv
3
Medikamentosa
tambahan
1. Kortikosteroid: hanya diberikan
bila terdapat edema yang hebat
yang menimbulkan deteriorasi
neurologis. Syarat lainnya yaitu
sensitivitas kuman telah diketahui.
Dewasa: dexamethasone 10-12 mg
loading dose diikuti 4 mg setiap 6
jam iv atau PO.
Anak: 0,5 mg/kg setiap hari dosis
terbagi tak lebih 16 mg perhari.
Kortokosteroid segera di tapering
off setelah keadaan membaik. 300
– 600 mg per hari dibagi 2 – 3
dosis.
2. Manitol (dosis dapat dilihat pada
bagian Cedera kepala)
3. Lasix
4. Anti-konvulsan: phenytoin 300-600
mg per hari dibagi 2-3 dosis atau 5
– 8 mm/kg BB selama 1-2 tahun.
2C
2,3,4
9. Edukasi a. Penyakit
b. Sumber infeksi utama dan eradikasinya
c. Pilihan terapi sesuai fase abses otak dan indikasi operasi
d. Komplikasi penyakit
e. Komplikasi tindakan operasi
10. Prognosis Hasil luaran pada abses otak :
Kematian : 0-10 %
Cacat neurologis : 45 %
Kejang late focal atau general : 27 %
Hemiparesis : 29 %
Prognosa buruk berhubungan dengan fungsi awal neurologis buruk, abses pecah
intraventrikel, dan kematian 100 % pada infeksi jamur paska implan.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Malformasi Chiari
ICD-10 : Q07.0
1. Pengertian (Definisi) Abnormalitas pada hubungan craniocervical yang melibatkan bagian caudal cerebellum,
medulla oblongata, dan regio cervical bagian atas. Kelainan ini umumnya disertai dengan
adanya hidrosefalus dan syringomielia dengan beberapa tingkat keparahan gejala.
2. Anamnesis Gejala yang timbul umumnya bervariasi berdasarkan beratnya kelainan yang timbul, mulai
dari nyeri kepala belakang, gangguan sensorik dan motorik, hingga yang terberat apneu.
3. PemeriksaanFisik Nystagmus horizontal/vertical
Spastik paralisis ekstremitas atas dan bawah
Gangguan sensorik terutama rasa nyeri dan suhu
Tanda-tanda akibat peningkatan TIK akibat hidrosefalus
4. Kriteria Diagnosis 4. Anamnesis
5. Pemeriksaan klinis
6. Pemeriksaan radiologis
5. DiagnosisKerja Arnold-Chiari syndrome (ICD 10: Q07.0)
6. Diagnosis Banding 1. Multiple Sclerosis
2. Fibromialgia dan chronic fatique syndrome
3. Gangguan Psikogenik
4. Migrain
5. Hipertensi Intrakranial Idiopatik
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekomendasi
Ref
1 USG
Pada Kasus fetal ventriculomegaly,
Malformasi Chiari dapat dilihat ketika
dalam kandungan dengan USG
2B 4
2 CT Scan
Keunggulan CT dapat meilihat
abnormalitas dari tulang.
2B 2
3 MRI Kepala
MRI kepala. Merupakan gold standard
untuk menegakkan diagnosis
1B 3
8. Terapi
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grade
Rekomenda
si
Ref
1 Operasi
8. Decompresi fossa posterior dan
cervical bagian atas (01.24):
untuk CM-I yang menunujukan
1B 5
158
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
gejala yang jelas dari kelainan saraf
kranialis, syringomyelia,
myelopathy, ganguan serebelum,
nyeri leher berat atau nyeri kepala
bagian oksipital
9. Shunt apabila terjadi syring dan
hidrosefalus (02.3)
9. Edukasi Tindakan operasi tidak selalu memberikan perbaikan hasil, kadang justru bisa
memperberat keluhan.
Komplikasi tindakan pembedahan dapat berupa: perdarahan, perembesan cairan otak,
meningitis, pseudomeningocele dan lain-lain.
10. Prognosis Prognosis bayi dengan Arnold-Chiari Malformation ditentukan oleh status pre-operatif dan
progresivitas dari penurunan status neurologis.
Bayi dengan cardiopulmonary arrest, paralisis pita suara atau kelemahan ekstremitas atas
pada pre-operatif memiliki tingkat mortalitas 71%.
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Encephalocele
ICD 10: Q01.9
1. Pengertian
(Definisi)
Suatu kantung berisi komponen ruang intrakranial (cairan otak dan / atau jaringan otak)
akibat herniasi melalui suatu defek tulang kranium karena kelainan kongenital
2. Anamnesis
Benjolan yang ada di kepala sejak lahir dan cenderung membesar. Bila menangis, mengejan
semakin membesar, keras.
3. Pemeriksaan Fisik Tampak kantung ensefalokel berbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang
mengalami maserasi.
Pada umumnya terletak pada garis tengah
Konsistensi tergantung pada isi kantung, pada umumnya kistous dan kenyal. Bila isi
kantung telah mengalami gliosis, maka konsistensinya akan lebih padat.
Isi kantung berhubungan dengan ruang intrakranial, sehingga dapat mengempis dan
menegang, tergantung tekanan intrakranial. Kadang-kadang dapat terlihat pulsasi
intrakranial.
Pada ensefalokel frontoethmoidal, dapat disertai deformitas tulang kraniofasial,
penekanan bulbus okuli dengan keratitis exposure, penekanan duktus nasolakrimalis,
obstruksi jalan nafas.
4. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekomendasi
Ref
1 CT Scan
CT scan kepala bone window untuk
menunjukkan gambaran defek
tulang
CT scan 3D rekontruksi memberikan
gambaran defek tulang 3 dimensi
yang bagus untuk menentukan
rencana tindakan
CT scan juga berguna untuk
identifikasi adanya jaringan otak
yang herniasi dan deteksi
hidrosefalus
2C 1,2,3
2 MRI
MRI terutama digunakan untuk
membedakan struktur yang herniasi
dengan jaringan disekitarnya
2C 1,2,3
5. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
160
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
3. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
6. Diagnosis
Pembagian Encephalocele (ICD 10: Q01)
Frontal encephalocele (Q01.0)
Nasofrontal encephalocele (Q01.1)
Occipital encephalocele (Q01.2)
Encephalocele of other sites (Q01.8)
Encephalocele, unspecified (Q01.9)
7. Diagnosis Banding Kista dermoid
Mucocele sinus paranasalis
Hemangioma
Fibroma
8. Terapi Operasi eksisi ensefalokel disertai penutupan defek tulang kranium (ICD 9 : 02.12)
Operasi subfrontal osteotomi pada kasus ensefalokel frontoethmoidal. (ICD 9: 76.91)
Operasi dikerjakan sesegera mungkin, kecuali pada kasus yang progresifitasnya lambat
dengan isi kantung yang lebih padat, dapat ditunda hingga usia 5 – 6 bulan.
Bila pecah, dirujuk kurang dari 48 jam: rawat lokal, tutup steril, antibiotik.
Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grade
Rekomendasi
Ref
Operasi
Operasi eksisi ensefalokel disertai
penutupan defek tulang kranium (ICD 9 :
02.12)
Operasi subfrontal osteotomi pada kasus
ensefalokel frontoethmoidal. (ICD 9:
76.91)
Postoperative hydrocephalus should be
managed through ventriculoperitoneal
(VP) shunts as one or two-stage
procedures
2B 4,5,6
9. Edukasi Komplikasi pasca operasi :
o Hidrosefalus
o Pseudotumor cerebri
o Leakage LCS
10. Prognosis
Encephalocele anterior mempunyai prognosis lebih baik daripada encephalocele posterior
11. Indikator Medis Perbaikan dari deformitas
Tidak ada kebocoran cairan LCS
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Ependimoma
(ICD 10 : C71)
1. Pengertian
(Definisi)
Tumor yang berasal dari sel ependim yang melapisi ventrikel otak dan kanalis sentralis medulla
spinalis. Dapat menyebar melalui cairan serebrospinalis sepanjang neuroaksis (seeding dan
drop mets) Paling banyak terjadi pada dasar ventrikel IV, menyebabkan hidrosefalus
(peningkatan TIK) dan parese saraf kranial VI dan VII
2. Anamnesis Umumnya berupa gejala yang berhubungan dengan massa di fossa posterior yang
menyebabkan peningkatan Tekanan intrakranial dan penekanan pada saraf kranialis. Gejala
peningkatan TIK bisa berupa : nyeri kepala, mual muntah, ataxia/vertigo,kejang, dan perubahan
kondisi mental.
3. Pemeriksaan
Fisik
Gejala umum dapat berupa :
Nyeri kepala
Muntah
Drowsiness (mengantuk)
Gangguan penglihatan
Perubahan kepribadian
Gejala Fokal dapat berupa :
Kejang
Hemiparesis
Parestesia
Perubahan kognitif
Gangguan koordinasi
Diplopia
Gangguan menelan
4. Kriteria
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Patologi anatomi
5. Diagnosis Ependimoma (ICD.10 : C71)
Klasifikasi patologi ependimoma menurut WHO
WHO grade 1: Myxopapillary ependimoma, Subependimoma
WHO grade 2: varian: Cellular, pappilary, clear cell, tanycytic
WHO grade 3: Anaplastic ependimoma
6. Diagnosis
Banding
- Arteriovenous Malformations
- Astrocytoma
- Choroid Plexus Papilloma
- Glioblastoma Multiforme
- Tumors of the Conus and Cauda Equina
7. Pemeriksaan
Penunjang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rekomendasi
Derajat
Rekomendasi
Ref
163
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
MRI
Pencitraan yang paling dipilih dilakukan
sepanjang neuroaksis untuk mendeteksi
kemungkinan penyebaran tumor
1C 1, 2, 3
CT Scan
Dapat dilakukan untuk pemeriksaan tumor di
supratentorial namun kurang detail untuk
evaluasi fossa posterior
2B 1, 2, 3
Myelografi
Dengan kontras yang larut air, sama
sensitifnya dengan MRI gadolinium dalam
mĞŶĚĞƚĞksi ͞drop mets ͟
1C 1, 2, 3
LCS Pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal 2B 4
8. Terapi Rekomendasi Keterangan
Derajat
Rekomendasi
Ref
Pembedahan
(ICD 9 CM: 01.53)
Semua pasien dengan ependymoma di
otak, direkomendasikan dilakukan reseksi
total dibanding biopsi atau reseksi subtotal
apabila dinilai tanpa morbiditas yang
berlebihan. Studi observasional
mengindikasikan bahwa reseksi total
berhubungan dengan perbaikan survival
dibanding reseksi yang lebih sedikit.
1C
5, 6,
7, 8,
9, 10,
11
Radioterapi (ICD
9 CM: V58.0)
Pasien yang berusia lebih dari 3 tahun
direkomendasikan mendapat radioterapi
adjuvant setelah reseksi total daripada
observasi bila terjadi relaps. Observasi
setelah pembedahan dapat menjadi
alternatif untuk pasien dengan
ependymoma supratentorial non-
anaplastik yang menjalani reseksi total
dengan margin insisi lebar.
1C 11, 12
Kemoterapi (ICD
9 CM: V58.11)
Anak-anak dengan usia.kurang dari 1
sampai 3 tahun yang menjalani reseksi total
ependymoma, kami merekomendasikan
radioterapi adjuvant tiga dimensi
konfirmasi setelah pembedahan.
Kemoterapi dapat menjadi alternatif
radioterapi setelah pembedahan untuk
menghindari komplikasi neurologis dari
terapi radiasi, namun hal ini hanya
dilakukan dalam konteks uji klinis formal.
2C
13,
14,
15,
16,
17, 18
9. Edukasi
Observasi ketat dan follow up jangka panjang direkomendasikan untuk semua pasien dengan
ependimoma, karena adanya efek radioterapi dan metastase pada pasien yang bertahan hidup
dalam jangka waktu yang lama.
Dapat terjadi komplikasi, adanya defisit neurologis yang berhubungan dengan lokasi tumor
10. Prognosis
Prognosis lebih buruk pada anaplastik ependymoma WHO grade III daripada WHO grade II
Resiko rekurensi lebih besar pada reseksi subtotal.
Reseksi total diikuti Radioterapi kraniospinal mencapai 41 % 5 year survival rate
11. Indikator Medis Tujuan operasi yaitu eksisi total dimana pada pemeriksaan imaging pasca operasi tidak
ditemukan sisa tumor dan tidak didapatkan defisit neurologis pada pasien.
12.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Hidrosefalus Kongenital
ICD-10 : Q03.0
1. Pengertian
(Definisi)
Penumpukan aktif cairan serebrospinal dalam ventrikel otak
2. Anamnesis
A. Pada bayi usia 2 tahun dengan sutura yang terbuka:
- kepala membesar dengan disproporsi kraniofasial
B. Pada anak-anak dan usia dewasa dengan sutura yang sudah menutup:
- sakit kepala, mual/muntah, kejang, hiperrefleksi, penurunan visus, gangguan
perkembangan fisik dan mental, penurunan kesadaran, dementia, ataxia, dan
inkontinensia urin
3. Pemeriksaan
Fisik
A. Pada bayi usia 2 tahun dengan sutura yang terbuka:
- Sutura melebar
- Ubun-ubun besar cembung dan melebar
- Bola mata: sunset phenomenon (+), nistagmus horizontal
- Perkusi kepala: tanda pot retak
- Transiluminasi: penyebaran cahaya di regio frontal 2,5 cm, regio oksipital 1 cm
- Lingkar kepala: > 2 SD batas normal
B. Pada anak-anak dan usia dewasa dengan sutura yang sudah menutup:
- Upgaze Palsy dan/atau Abdusen Palsy
- Gangguan gaya berjalan
- Funduskopi: papil edema/papil atrofi
4. Pemeriksaan
penunjang
a. Radiologis:
- Foto polos kepala: tulang tipis, sutura dan fontanella melebar, disproporsi
kraniofasial, impresio digitati dan pelebaran sella tursica
- USG kepala (dengan syarat sutura atau fontanela masih terbuka): pelebaran
ventrikel dan penipisan mantel otak
- CT scan kepala (gold standard). Keuntungan CT scan yaitu gambaran yang
diperoleh lebih jelas, non traumatik, kemungkinan etiologi dapat dilihat, prediksi
prognosa penderita.
- MRI kepala. Hasil lebih bagus dari CT scan terutama pada kasus hidrosefalus dengan
penyebab tumor otak, tetapi biaya lebih mahal dan kadang-kadang diperlukan
tindakan pembiusan.
167
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
b. Laboratoris:
- pemeriksaan cairan serebrospinal dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel,
fontanela mayor ataupun chamber selang. Tujuannya yaitu menghitung jumlah sel
PMN, eritrosit, kultur kuman dan uji kepekaan antibiotika.
- TORCH: untuk mencari penyebab hidrosefalus kongenital
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekomendasi
Ref
1 CT Scan
CT scan kepala (gold standard).
gambaran yang diperoleh lebih jelas,
non traumatik, kemungkinan etiologi
dapat dilihat, prediksi prognosa
penderita.
2B 2,3,7
2 MRI
MRI digunakan terutama pada kasus
hidrosefalus obstruktif
2B 2,3,7
3. TORCH
Pemeriksaan TORCH terutama untuk
skrinning penyebab hidrosefalus
kongenital
2C
2,3,7,
8
5. Kriteria
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan imaging (radiologis)
6. Diagnosis
Pembagian Hidrocephalus Kongenital (ICD 10: Q03.0)
Malformations of aqueduct of Sylvius (Q03.0)
Atresia of foramina of Magendie and Luschka: Dandy-Walker syndrome (Q03.1)
Other congenital hydrocephalus (Q03.8)
Congenital hydrocephalus, unspecified (Q03.9)
7. Diagnosis
Banding
1. Makrosefali familial
2. Proses intrakranial:
- subarakhnoid: kista
- subdural: higroma, emfiema, hematoma kronis
- intraserebral: abses, tumor
8. Terapi
Prinsipnya yaitu mengalirkan cairan serebrospinal dengan mempertahankan tekanan otak
dalam batas tertentu dan menghilangkan penyebab hidrosefalus.
a. Kasus non infeksi :
Drain ventrikulo peritoneal atau ventrikulo atrial.
Kontraindikasi : infeksi cairan serebrospinal, infeksi kulit daerah operasi, kelainan
jantung bawaan atau endokarditis bakterial pada pemasangan drain ventrikulo atrial.
b. Kasus infeksi :
168
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
- Drainase ventrikel eksternal.
- Omaya drain
Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grade
Rekomendasi
Ref
Operasi
ETV merupakan pilihan utama pada kasus
hidrosefalus obstruktif. (ICD 9: 02.2)
Shunting merupakan pilihan pembedahan
efektif kasus hidrosefalus obstruktif atau
komunikan. (ICD 9: 02.34)
2B 1,4,5,6
Medikamentosa
Terapi medikamentosa meliputi :
3. Diuretik
4. Fibrinolisis
5. Serial lumbal punksi
Terapi ini tidak direkomendasikan pada bayi
prematur dengan Posthemorrhagic
Hydrocephalus (PHH)
2B 8,9
9. Edukasi 1. Penyakit
2. Pilihan terapi sesuai fase abses otak dan indikasi operasi
3. Komplikasi penyakit : gangguan tumbuh kembang
4. Komplikasi tindakan operasi
10. Prognosis
Prognosis hidrosefalus tergantung dari beberapa faktor :
1. Tingkat berat ringan hidrosefalus
2. Usia terdiagnosis
3. Waktu mulai penanganan
11. Indikator
Medis
Indikator kesembuhan:
Klinis
Radiologis : MRI/ CT kepala kontrol
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Infeksi Pasca Pemasangan Shunt
ICD 10: T.85.7
1. Pengertian (Definisi) Infeksi yang terjadi setelah pemasangan shunt cairan serebrospinal baik yang terjadi
hanya pada kulit (externa) maupun mengakibatkan infeksi pada cairan serebrospinal
(internal)
2. Anamnesis
Gejala yang timbul pada infeksi pasca pemasangan shunt, dapat berupa :
- Demam
- Letargi
- Iritabilitas
- Tanda inflamasi (kemerahan,panas,bengkak,nyeri) pada shunt track
3. Pemeriksaan Fisik
- Episode apnea
- Kaku kuduk (pada anak-anak)
- Akut abdomen
- Pemeriksaan fungsi shunt
- Status lokalis pada shunt track, didapatkan tanda-tanda inflamasi sepanjang jalur shunt
4. Kriteria Diagnosis
5. Anamnesis sesuai diatas
6. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
7. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, LCS
8. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
5. Diagnosis
Infection and inflammatory reaction due to other internal prosthetic devices, implants
and grafts (ICD 10: T85.7)
6. Diagnosis
Banding
Diagnosa banding Infeksi Pemasangan Shunt meliputi:
- Malfungsi shunt
- Septisemia
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomendasi
Ref
1 Cek darah
- Leukositosis
- Laju endap darah meningkat
- Kultur darah
- C-reactive protein (CRP)
2A 10
2
Cairan LCS
dari shunt
tap
- Pengecatan gram
- Pemeriksaan jumlah sel, kadar
glukosa dan protein
- Kultur dan sensitivitas antibiotika
1B 10
3 Imaging
CT Scan kepala 1C 1
USG Abdomen atau CT scan abdomen
bila dicurigai terdapat kiste atau proses
supuratif
2A 2
171
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
8. Terapi No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomendasi
Ref
1 Pembedahan
Aff shunt (ICD 9CM 02.43) 1B 3,4,5
EVD (ICD 9CM 01.26) 1C 3,4,5
Pemasangan shunt ulang bila LCS
telah steril (ICD 9CM 02.34)
1C 3,4,5
2
Pemberian
antibiotika
intravena
Pada kasus dewasa, dapat
diberikan:
Vancomycin (15 - 20 mg/kg iv
tiap 8 - 12 jam maks 2 g per
dose)
Ceftazidime 2 g IV tiap 8 jam
Cefepime 2 g IV tiap 8 jam
Meropenem 2 g IV tiap 8 jam
Pada kasus anak dapat diberikan
terapi empiris:
vancomycin (15 mg/kg
IV/pemberian tiap 6 jam,
maks 1 g per dosis)
cefotaxime (200 mg/kg IV per
hari dibagi dalam 4
pemberian, maximum 12
g/hari)
meropenem (40 mg/kg
IV/pemberian tiap 8 jam;
maximum 2 gr/dosis atau 6
gram/hari)
1C 6,7,8
3
Pemberian
antibiotika
intraventrikel
Pilihan terapi yang dapat diberikan
antara lain:
Vancomycin (5 – 20 mg/hari)
Gentamysin (1 – 2 mg/hari pada
anak, 4 – 8 mg/hari pada
dewasa)
Tobramycin (5 – 20 mg/hari)
Amikacyn (5 – 50 mg/hari)
Colistin 3.75 mg colistin base
activity sekali sehari atau dibagi
dalam 2 dosis tiap 12 jam
Amphotericin B (0,1 – 1
mg/hari)
2C 9
Bila kultur liquor telah steril 3 kali berturut-turut, gejala klinis infeksi hilang, antibiotik
dilanjutkan 10-14 hari, dilakukan tes dependensi shunt, bila masih memerlukan maka,
shunt baru di pasang kembali
Bagan penanganan infeksi pasca pemasangan shunt:
9. Edukasi
Infeksi pasca pemasangan infeksi shunt harus ditangani secara tuntas baik dengan obat-
obatan maupun dengan tindakan pembedahan. Dapat terjadi infeksi ulang pada pasien
dengan penanganan yang tidak baik.
10. Prognosis
Angka kejadian infeksi ulang sebesar 26%. Angka mortalitas anak dengan infeksi pasca
pemasangan shunt sebesar 10-15%. Dengan penanganan pembedahan dan
medikamentosa, mortalitas infeksi shunt pada pasien anak sebesar 17%.
11. Indikator Medis
Perbaikan kondisi klinis dan kualitas hidup pasien.
1
Infeksi Shunt
Infeksi hingga abdomen?
Eksternalisasi peritoneal end
dengan drainase pseudocyst
Lepas Shunt dan ganti dengan
ventriculostomy
Pengobatan empiris dengan
spektrum gram positif dan negatif
Pengobatan sesuai kultur
Kultur LCS setiap hari
Kultur LCS steril 3 kali berturut-turut
dalam 72 jam?
Pemasangan VP Shunt baru
dengan antibiotik post-op selama
48 jam
Pertimbangkan antibiotik
intratechal
Ya
Ya
Tidak
Tidak
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Kraniofaringioma
ICD-10 : D44.4
1. Pengertian (Definisi) Tumor tumbuh dari ZatŚŬe’s ƉŽƵĐŚ mulai nasofaring hingga diencephalon, biasanya
campuran solid-kistik, merupakan 1-3% dari tumor otak. Muncul dari batas anterior
superior dari kelenjar hipofise, bisa disebut tumor Rathke pouch atau tumor kelenjar
hypofise
2. Anamnesis 1. Efek masa lokal:
Pre-chiasma : atrofi N.II – visus turun, gangguan lapang pandang
Retro-chiasma : hydrocephalus dan TIK meningkat
Intrasellae: nyeri kepala dan endokrinopathy
2. Efek endokrin – hipoadrenalism/defisit endokrin
hormon pertumbuhan : hambatan tumbuh kembang, pada orang dewasa gejala
tidak spesifik, dapat berupa penurunan berat badan, obesitas sentripetal, mudah
lelah
hipogonadism : amenore, penurunan libido, infertilitas
hipotiroidism : intoleransi dingin, gangguan daya ingat, konstipasi, banyak tidur
3. Pemeriksaan Fisik Evaluasi fungsi penglihatan (visus, lapang pandang, dan gerak bola mata), funduskopi.
Evaluasi kelainan fisik karena kelainan hormonal
4. Kriteria diagnosis 1. Anamnesis efek masa lokal dan efek hormone endokrin
2. Pemeriksaan klinis fungsi penglihatan dan kelainan fisik karena kelainan hormonal
3. Pemeriksaan imaging (radiologis) massa suprasella, 60-80% pasien terdapat
gambaran kalsifikasi, 75% kistik
4. Patologi anatomi
5. Diagnosis Diagnosa berdasarkan histopatologi dibagi menjadi 3 :
Tipe Adamantinous (66%)
Tipe papillary squamosa (28%)
Tipe mixed
6. Diagnosis Banding
- Tubeculum sellae meningioma - Rathke cyst
- Aneurisma - Sarcoidosis
- Pituitary macroadenoma - Systemic histiocytosis
- Tumor metastase
- Optic glioma
- Germinoma
- Teratoma
- Lymphoma
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomendasi
Ref
1
Lapang
pandang
Humphrey visual field 1C 1, 2
2 Hormonal
Kortisol jam 8 pagi dan kortisol
bebas di urine 24 jam
T4 bebas, TSH (alternative: total
T4)
Prolaktin
Gonadotropin (FSH, LH) dan sex
steroid (wanita: estradiol; pria:
1B 2, 3
175
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
testosterone)
Insulin like growth factor-1 (IGF-1)
atau somatomedin-C
Glukosa darah puasa
3 Radiologi
CT scan : melihat kondisi tulang dasar
tengkorak, gambaran tumor berupa
masa kistik dan solid seringkali disertai
kalsifikasi
1B 2
MRI: melihat gambaran tumor berupa
masa kistik dan solid lebih jelas, serta
batas-batasnya terhadap organ otak
penting sekitarnya. Dengan kontras,
didapatkan gambaran tumor
menyengat kontras pada bagian solid
dan dinding kista
1C 2
Cerebral angiogafi : vaskularisasi tumor
yang berasal dari sirkulasi anterior.
2B 2
8. Terapi Modalitas terapi yang diberikan berupa : pembedahan dan radioterapi.
Manajemen preoperative :
- koreksi fungsi endokrin
- atasi edema peritumoral dan kontrol TIK
- EVD atau VP shunt untuk hidrosefalus
- aspirasi kista bila lesi kistik dominan
No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomendasi
Ref
1
Pembedahan
(ICD 9: 01.24)
Tindakan ideal untuk kraniofaringioma
yaitu ekstirpasi total tumor. Bila
ekstirpasi total berdasar ukuran, lokasi,
dan perluasan tumor, serta korelasinya
dengan jaringan sekitar, tidak mungkin
untuk dilakukan, tindakan operatif
dibatasi pada pengangkatan tumor
subtotal
Pilhan tehnik tindakan bedah :
- Frontotemporal
- Transphenoidal
- Transcallosal
- Kombinasi subfrontal-pterional
1B 6, 7
2
Radioterapi
(ICD 9: V.58.0)
Bila eksisi radikal tidak mungkin,
radioterapi menunjukkan keuntungan
tambahan dalam mencegah rekurensi
tumor
1B 5
9. Edukasi Informasi yang harus disampaikan kepada pasien sebelum operasi :
1. Komplikasi operasi : gangguan hormonal pasca operasi (DI, hipoadrenal), dll
2. Perbaikan klinis: visus tergantung kondisi awal. Jika belum papil atrofi,visus diharapkan
akan membaik bertahap. Jika telah buta sebelumnya, umunya tidak dapat membaik.
3. Kemungkinan rekurensi
10. Prognosis Ten year survival rate : 90%. Mortalitas 5-10% akibat cedera hipotalamus
11. Indikator Medis Eksisi tumor semaksimal mungkin dengan preservasi struktur penting disekitarnya, bila
total reseksi tidak dapat dilakukan radiotherapy
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Kraniosinostosis
ICD 10: Q75.0
1. Pengertian (Definisi)
Kondisi penutupan dini/prematur dari satu atau lebih sutura tulang kepala pada infant
2. Anamnesis Gejala yang timbul disebabkan kraniosinostosis, dapat berupa :
i. Bentuk kepala tidak normal
ii. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
iii. Nyeri kepala persistent
iv. Kejang berulang
3. PemeriksaanFisik i. Deformitas tulang kepala
ii. Ukuran kepala (lingkar kepala) tidak tumbuh atau lambat pertumbuhannya tidak sesuai
dengan pertumbuhan anak
iii. Tidak didapatkan fontanella pada bayi baru lahir
iv. Ambliopia
v. Peningkatan TIK
vi. Papil edema
vii. Retardasi mental
viii. Sindaktili yang menyertai ( pada sindrom kraniosinotosis)
4. Kriteria Diagnosis 9. Anamnesis sesuai diatas
10. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
11. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
5. DiagnosisKerja Craniosynostosis (ICD 10: Q75.0)
6. Diagnosis Banding i. Deformitas Plagiosefali
ii. Mikrosefali Primer
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekomendasi
Ref
1
Foto polos
kepala
i. Dapat menunjukkan
kraniosinostosis yang
tunggal
ii. Pada sutura kepala daerah
sentral didapatkan
gambaran lucens yang
berkurang / menghilang
iii. Diastasis sutura dan erosi
pada sella didapatkan pada
kasus dengan peningkatan
TIK
1B 2,3
2 CT Scan
iv. Dapat menunjukkan
penebalan dan atau
pendataran tulang kepala
1B 2,3
178
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
pada daerah sinostosis
v. Menggambarkan bentukan
dari tulang kepala yang lebih
jelas daripada Foto polos
kepala
vi. Memperlihatkan
abnormalitas intrakranial (
contoh : Kraniosinotosis
disertai dengan hidrosefalus)
8. Terapi
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grade
Rekomendasi
Ref
1 Operasi
Tujuannya mengurangi tekanan pada
kepala dan mengkoreksi deformitas
tulang kepala
Pada umumnya dilakukan
pembedahan (calvarial vault
remodeling) (ICD 9 : 02.01):
Unuk mencegah peningkatan tekanan
inttrakranial dan meningkakan fungsi
sosial dengan memperbaiki tampilan
wajah dan kepala
Diindikasikan terutama pada usia 8-12
bulan
1B 3,4
9. Edukasi Edukasi kepada keluarga pasien tentang komplikasi paska pembedahan yang berupa :
i. Demam
ii. Muntah
iii. Nyeri Kepala
iv. Irritabilitas
v. Penurunan kesadaran
vi. Pembengkakan dan kemerahan di area insisi
10. Prognosis Tergantung dari :
- Jenis craniosynostosis, jenis yang tunggal lebih baik.
- Usia saat terdiagnosis
- Usia saat penanganan
- Kelainan intracranial lain yang menyertai
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Meduloblastoma pada Pediatri
ICD 10: C71.6
1. Pengertian (Definisi) Tumor yang berasal dari sel embrional. Muncul dari vermis serebellum di daerah apex
dinding ventrikel IV (fastigium). Lebih dari 70% meduloblastoma terjadi pada anak-anak.
2. Anamnesis Umumnya berupa gejala yang berhubungan dengan massa di fossa posterior yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial karena hidrocephalus akibat penekanan
ventrikel IV dan gangguan fungsi cerebellum. Gejala peningkatan TIK bisa berupa nyeri
kepala, mual, muntah, gejala gangguan cerebellum dapat berupa ataksia, inkoordinasi
lengan dan tugkai, vertigo. Pada bayi dengan hidrocephalus biasanya rewel, pembesaran
lingkar kepala, dan letargi.
Metastase ke spinal dapat menyebabkan nyeri punggung, retensi urine atau gangguan
motorik tungkai bawah.
3. Pemeriksaan Fisik Papil edema
Diplopia
Penurunan visus
Penurunan kesadaran
Pembesaran lingkar kepala pada bayi akibat hidrocephalus
Nistagmus
Ataxia
dismetria
4. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
4. Patologi anatomi sesuai di atas
5. Diagnosis
Diagnosis tegak berdasarkan konfirmasi histopatologis setelah reseksi total tumor.
Berdasarkan histopatologi, seluruh medulloblastoma yaitu WHO grade IV. Terdapat tiga
subtipe, yaitu:
1. Classic (90%):bentuk sel kecil, dibedakan sel padat dengan inti hyperchromatic,
sitoplasma sedikit (dan sel klaster tidak konstan di Homer-Wright rosettes
(kadang-kadang disebut "blue tumor") (penampilan monoton).
2. Desmoplastic (6%): bentuk sel mirip dengan tipe klasik dengan "glomeruli"
(kolagen bundel dan tersebar, daerah yang kurang seluler). Ditandai
kecenderungan diferensiasi saraf. Lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Prognosis kontroversial: mungkin sama atau tidak seagresif medulloblastoma
klasik.
3. Large cell (4%): bentuk sel besar, bulat, dan / atau pleomorfik inti, aktivitas
mitosis yang lebih tinggi. Dalam beberapa laporan kasus, semua pasien laki-laki.
Lebih agresif dibanding tipe klasik. menyerupai tumor teratoid / rhabdoid atipikal
otak, tetapi memiliki fenotipe yang berbeda dan fitur cytogenic.
Modifikasi Chang untuk staging Medulloblastoma berdasarkan perluasan tumor dan
metastase:
Perluasan tumor
T1 Diameter tumor berukuran kurang dari 3 cm.
181
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
T2 Diameter tumor berukuran lebih dari 3 cm.
T3a
Diameter tumor berukuran lebih dari 3 cm, dengan perluasan ke aquaductus
Sylvii dan atau foramen Luschka
T3b
Diameter tumor berukuran lebih dari 3 cm, dengan perluasan tegas ke batang
otak
T4
Diameter tumor berukuran lebih dari 3 cm, dengan perluasan melewati
aquaductus Sylvii dan atau ke inferior melewati foramen Magnum
Tidak ada pertimbangan mengenai jumlah struktur-struktur yang terinvasi atau adanya
hydrosefalus.
T3b dapat didefinisikan saat intraoperatif (adanya perluasan ke batang otak),
walaupun tidak ada bukti radiologi.
Derajat metastasis
M0 Tidak ada bukti metastasis subarachnoid atau hematogen yang bermakna.
M1 Sel-sel tumor secara mikroskopis ditemukan pada LCS.
M2 Penyebaran nodular yang signifikan pada spatium subarachnoid serebri, atau
cerebellum atau pada ventrikel ketiga atau ventrikel lateral.
M3 Penyebaran nodular yang signifikan pada spatium subarachnoid spinal
M4 Metastasis diluar aksis serebrospinal
6. Diagnosis Banding
- Cerebellar astrocytoma
- Brain stem glioma
- Ependymoma
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Rekomendasi Keterangan
Grade
Rekomendasi
Ref
1 MRI
Magnetic resonance imaging (MRI)
secara umum memperlihatkan
massa cerebellar di midline atau
para median yang enhanced
setelah pemberian kontras dan
kadang menekan ventrikel
keempat. Dilatasi ventrikel
disebabkan karena hidrosefalus
obstruktif dapat terlihat.
1C 1, 2
2 CT Scan
Medulloblastoma dapat luput dari
CT Scan. Temuan klasik CT Scan
yaitu massa hiperdens pada CT
Scan tanpa kontras dan massa
contrast enhanced pada CT Scan
dengan kontras.
2A 2
3 CSF
Sepertiga dari medulloblastoma
bermetastasis di sistem saraf pusat
melalui cairan serebrospinal. Pada
kasus ini, pemeriksaan
sitopatologik dari cairan
serebrospinal dapat menunjukkan
sel-sel neoplastik. Peningkatan
protein dan pleocytosis ringan
seringkali berhubungan dengan
sitologi positif, namun temuan ini
tidaklah spesifik. Hasil positif
2B 3, 4
182
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
sitopatologi baik preoperatif atau
postoperatif dapat memprediksi
kemungkinan relaps dan luaran
buruk.
8. Terapi No Rekomendasi Keterangan
Grade
Rekomendasi
Ref
1
Average-risk
disease
Rata-raƚa aŶak usia ш ϯ ƚaŚuŶ LJaŶŐ
menjalani reseksi total atau hampir
total memiliki hasil sitologi cairan
serebrospinal yang negatif dan tidak
ada bukti metastasis jauh. Jika hal
tersebut tidak dilakukan, maka
direkomendasikan modalitas kombinasi
radioterapi kraniospinal dan adjuvan
kemoterapi.
1B
5, 6,
7, 8,
9, 10
2
High-risk
disease
Tatalaksana optimal untuk anak dengan
meduloblastoma metastasis,
unresectable atau rekuren belum jelas.
Disarankan radioterapi kraniospinal
dengan concomitant kemoterapi.
2B 5, 8
3
Infant and
young
children
Bayi dan anak – usia < 3 tahun dengan
meduloblastoma memiliki risiko tinggi
mengalami defisit neurologis berat jika
diberikan initial terapi yaitu
radioterapi kraniospinal. Kami
merekomendasikan tatalaksana dalam
kelompok usia ini mengikuti protokol
yang menggunakan kombinasi
kemoterapi serta menunda atau
mengurangi penggunaan radioterapi
kraniospinal.
Pilihan teknik operasi:
1. Transvermian
2. Telovellar
Komplikasi radioterapi: gangguan neurokognitif, perlambatan pertumbuhan skeleton,
hypothyroidism, hypogonadism, insufusiensi adrenal.
Kemoterapi dapat meningkatkan survival pada beberapa pasien, dan berperan dalam
memungkinkan penggunaan dosis radiasi yang lebih rendah
Treatment group berdasarkan stratifikasi risiko :
1. AŶak шϯ ƚaŚuŶ ĚĞŶŐaŶ risikŽ raƚa-rata ( reseksi tumor total dan subtotal) tanpa
penyebaran penyakit dalam otak maupun spine (MRI) dan LCS.
Pada kelompok ini pembedahan dilanjutkan dengan radiasi dan kemoterapi, karena
dapat meningkatkan 10 year survival rate dan 10 year event free hingga 76 dan 81%,
dibandingkan dengan radioterapi saja.
Ϯ. AŶak шϯ ƚaŚuŶ ĚĞŶŐaŶ risikŽ ƚiŶŐŐi LJaiƚu aĚaŶLJa rĞsiĚu ƚumŽr шϭ͕ϱĐm aƚau bukƚi
adanya sebaran penyakit. 5 year event free survival hanya 36%. Kemoterapi dosis
183
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
tinggi dengan autologus Hematopoeietic Cell Transplantation (HCT) dapat
meningkatkan 5 year event free survival hingga 70%.
ϯ. aŶak ч ϯ ƚaŚuŶ. iberikan kemoterapi tanpa radiasi karena memperburuk
progresifitas neurologis.
Posterior fossa syndrome:
Atau cerebellar mutism, disebabkan cedera pada vermis atau nucl dentatus, berupa
gangguan memulai bicara/bahasa, memulai gerakan, emosi tidak stabil. Dapat muncul
dalam satu atau dua hari paska operasi, biasanya membaik dalam beberapa minggu
atau beberapa bulan.
9. Edukasi
i. Resiko rekurensi tumor
ii. Perlunya terapi multimodalitas
iii. Komplikasi pasca operasi
10. Prognosis
Prognosis buruk pada:
i. Usia muda (< 3tahun)
ii. Adanya metastase
iii. Ketidakmampuan untuk eksisi total (terutama bila sisa > 1.5cm2)
iv. Laki-laki
v. Histology large cell dan anaplastic
vi. Amplifikasi MYC
vii. Mutasi TP53 dan SHH tumor
11. Indikator Medis
Evaluasi radikalitas eksisi tumor dengan pemeriksaan radiologis. Targetnya yaitu total
eksisi.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Spina Bifida
ICD 10 : Q.05
1. Pengertian
(Definisi)
Suatu kantung berisi komponen sistem saraf spinalis akibat herniasi melalui suatu defek
pada prosesus spinosus vertebra akibat kelainan kongenital
2. Anamnesis
Gejala yang timbul disebabkan spina bifida, dapat berupa :
- Benjolan yang ada sejak lahir dan cenderung membesar
- Gangguan motorik: kelemahan anggota bawah
- Gangguan sensorik
- Gangguan otonom: inkontinensia uri atau inkontinensia alvi
3. Pemeriksaan
Fisik
- Status lokalis lesi:
- Tampak kantung mielokel berbungkus kulit normal, membran ataupun kulit yang
mengalami maserasi.
- Pada umumnya terletak pada garis tengah
- Konsistensi tergantung pada isi kantung, pada umumnya kistik dan kenyal.
- Isi kantung berhubungan dengan ruang spinal, sehingga dapat mengempis dan
menegang, tergantung tekanan intraspinal. Kadang-kadang dapat terlihat pulsasi.
- Pada mielokel, dapat disertai hidrosefalus dan kelainan intrakranial lain, defisit
neurologis yang berat, deformitas tulang spinal dan ekstremitas. Defisit neurologis yang
terjadi berupa gangguan sensibilitas dan motorik distal dari level anatomis mielokel.
Dapat juga terjadi inkontinensia urin dan alvi.
- Status neurologis mencakup: kekuatan motorik, refleks fisiologis, refleks patologis,
sensorik, otonom
4. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Radiologis:
i.MRI Spinal
ii.CT Scan kepala atau USG kepala untuk melihat kelainan intrakranial lainnya, termasuk
adanya hidrosefalus
Pemeriksaan Laboratorium:
- TORCH
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekomendasi
Ref
1
CT Scan
kepala/USG
Prenatal
CT Scan kepala untuk melihat
kelainan intrakranial lainnya,
termasuk adanya hidrosefalus
(skrinning)
USG Prenatal untuk skrinning
awal
2C 4, 6,8
2
MRI
Lumbosacral
MRI terutama digunakan
untuk membedakan struktur yang
herniasi dengan jaringan
disekitarnya
2C 4, 6,9
187
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
MRI dapat digunakan untuk
evaluasi adanya tethered cord
syndrome
( Q06.8)
3 TORCH
Skrinning infeksi TORCH
untuk penyebab kelainan kongenital
susunan saraf pusat
2C 10,11
5. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan laboratorium: TORCH
4. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
6. Diagnosis
Pembagian Spina Bifida :
Spina bifida occulta (Q76.0)
Spina bifida aperta (Q05)
o Cervical spina bifida with
hydrocephalus (Q05.0)
o Thoracic spina bifida with
hydrocephalus (Q05.1)
o Lumbar spina bifida with
hydrocephalus (Q05.2)
o Sacral spina bifida with
hydrocephalus (Q05.3)
o Unspecified spina bifida with
hydrocephalus (Q05.4)
o Cervical spina bifida without
hydrocephalus (Q05.5)
o Thoracic spina bifida without
hydrocephalus (Q05.6)
o Lumbar spina bifida without
hydrocephalus (Q05.7)
o Sacral spina bifida without
hydrocephalus (Q05.8)
o Spina bifida, unspecified (Q05.9)
o spina bifida dengan tethered cord
(Q06.8)
7. Diagnosis
Banding
Diagnosa banding Spina Bifida meliputi:
- Mielosistokel
- Lipomielomeningokel
- Teratoma
- Duplikasi rektum
- Abses spinal
- Hemangioma
- Malformasi / tumor tulang
- Epidermoid / dermoid
- Kista pilonidal
- Kondroma
- Neuroblastoma
- Glioma
- Kordoma
- Hamartoma
8. Terapi
Penatalaksanaan Spina Bifida
1. Bedah :
Penutupan defek duramater dan kulit
pembedahan dianjurkan 72 jam pertama sejak lahir bila pasien stabil, beberapa
minggu berikutnya dianjurkan untuk serial CT scan kepala atau USG kepala setiap 1-3
minggu
Bila pecah, pembedahan dikerjakan kurang dari 48 jam: rawat lokal, tutup steril,
tengkurap, antibiotik.
Pembedahan tidak memperbaiki kelainan neurologis yang sudah terjadi
Komplikasi pembedahan :
188
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
- Deformitas vertebra
- Kebocoran cairan serebrospinal
- Infeksi
2. Rehabilitasi :
Pembedahan diikuti tindakan multi-disiplin yang melibatkan bidang psikiatri, rehabilitasi
medik, ortopaedi dan urologi.
3. Konservatif
Evaluasi klinis serial pasien spina bifida harus dilakukan, terutama gejala dan tanda
adanya kompresi pada medula spinalis dan batang otak
pasien myelomeningocele dengan neurogennic bladder, segera dilatih CIC,
antibiotik profilaksis dan medikasi anticholinergic untuk mencegah disfungsi renal
evaluasi adanya komplikasi scoliosis
Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grade
Rekomendasi
Ref
Operasi
Penutupan defek duramater dan
kulit (pembedahan sebaiknya dilakukan
dalam 48-72 jam sejak lahir) (03.59)
Release tethered cord
Pasien myelocele dengan
hidrosefalus perlu dilakukan diversi LCS (
Ventriculo Shunt) (02.34)
2B
1,3,4
,5
9. Edukasi
Tindakan pembedahan yang dilakukan tidak memperbaiki kelainan neurologis yang sudah
terjadi. Orang tua pasien harus memahami bahwa penanganan akan berlangsung jangka
panjang (long-term care) dan memerlukan tindak lanjut multidisiplin yang melibatkan
bidang psikiatri, rehabilitasi medik, ortopaedi dan urologi
10. Prognosis
Survival rate neonatus yang lahir dengan spina bifida (meningomyelocele) lebih dari 95%.
Sekitar 10% sampai 15% anak dengan spina bifida meninggal sebelum usia 6 tahun
walaupun dengan tindakan yang agresif.
11. Indikator Medis
Perbaikan kondisi klinis , status lokalis dan kualitas hidup pasien.
12
PNPK Divisi Neurovascular
1. Aneurisma + SAH ICD 10: I67.1
2. AVM ICD 10: I67.1
3. Stenosis arteri carotis ICD 10: I65.2
4. CCF ICD 10: Q28.2
5. Moya moya disease ICD 10: I67.5
6. Normal Pressure Hidrocephalus ICD 10: G91.2
7. Stroke ICH ICD 10: I61.0
8. Stroke infark ICD 10: I63.0
9. Dural AVF ICD 10: I67.1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Aneurisma + SAH
ICD-10 : I 67.1
1. Pengertian
(Definisi)
Aneurisma : kelainan cerebrovascular berupa kelemahan dinding arteri atau vena
cerebri yang menyebabkan dilatasi lokal atau balooning pembuluh darah.
Etiologi :
- trauma kepala
- atherosklerosis atau hipertensi
- emboli : atrial myxoma
- infeksi : mycotic aneurisma
- kongenital
Jika terjadi ruptur aneurisma akan menyebabkan terjadi SAH. SAH yaitu perdarahan di
rongga subarachnoid.
Etiologi :
- Trauma : paling sering
- Spontan : ruptur aneurisma (75-80%), AVM (4-5%), vaskulitis, tumoral bleeding,
cerebral artery dissection, ruptur arteri superficial kecil dan infudibulum, gangguan
pembekuan darah, dural sinus trombosis, spinal AVM, dll
2. Anamnesis - Jika aneurisma kecil, sering asimptomatik.
- efek masa karena giant aneurisma :
1. penekanan batang otak : hemiparese
2. cranial neuropathy : pandangan ganda, gangguan visus,nyeri wajah
3. penekanan kelenjar hipofise dan stalk karena aneurisma intra-suprasella :
ganggauan hormonal.
- Jika terjadi ruptur aneurisma menyebabkan perdarahan SAH :
1. nyeri kepala berat tiba-tiba (97%), muntah, syncope, nyeri leher(meningismus),
photophobia, sampai penurunan kesadaran
2. Jika disertai ICH, didapatkan kelemahan anggota badan, gangguan berbahasa,
kejang, dan gangguan visus
3. Low back pain
Terdapat klasifikasi Hunt and Hest untuk menilai derajat gejala klinis pada ruptur aneurisma
Klasifikasi Hunt and Hess
Derajat Dekripsi
1 Asimptomatis, atau nyeri kepala ringan dan kaku kuduk ringan
2 palsy nervus cranialis (III,VI).nyeri kepala sedang hingga berat,kaku kuduk
3 Deficit fokal ringan,lethargy, kebingungan
4 Stupor, hemiparese sedang hingga berat, deserbrasi
5 Koma dalam, deserebrasi
Klasifikasi ini digunakan sebagai salah satu indikator prognosis dan pemilihan manajemen
ruptur aneurisma.
Grade 1 dan 2 dioperasi segera setelah aneurisma didiagnosa.
'raĚĞ ш ϯ ĚiƚuŶĚa ƚiŶĚakaŶ ŽƉĞrasi samƉai kliŶis mĞmbaik ;ŐraĚĞ ϭ aƚau ϮͿ
Pengecualian penentuan waktu operasi jika terjadi ICH yang mengancam nyawa.
192
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
3. Pemeriksaan Fisik SAH :
- Meningismus disertai reflek patologis
- Hipertensi
- penurunan kesadaran karena : TIK meningkat, ICH, hidrocephalus, iskemia diffuse,
kejang
- ocular hemorrhage
4. Kriteria Diagnosis Klinis
Radilologis
5. Diagnosis kerja Aneurysma unruptured (I67.1)
Aneurysma ruptured (I60.7)
a-SAH (I60)
6. Diagnosis Banding AVM
Perdarahan otak karena hipertensi
Cerebral vein trombosis
SAH karena trauma
Intratumoral bleeding
Pitutiary tumor
Moyamoya disease
Vein of gallen malformation
7. Pemeriksaan
penunjang
Lumbar puncture : paling sensitif terhadap SAH (opening pressure meningkat),
xantocrom, jumlah sel > 100.000, protein meningkat, glukosa normal atau menurun
False positif : traumatik taps
Radiologis :
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 CT scan
Mendeteksi >90% SAH bila onset bleeding
terjadi pada 24 jam
1C 5
2 MRI
tidak sensitif terhadap SAH 24-48 jam, lebih
baik 4-7 hari Flair MRI imaging paling sensitif
untuk mendeteksi SAH
2C 6
3 MRA
sensitifitas 95% untuk aneurysma ukuran > 3-
5 mm
2A 7
4 CTA
mendeteksi aneurisma 97%. Dapat
menggambarkan bentuk aneurisma 3D yang
penting untuk perencanaan operasi
2A
7
5
Cerebral
angiogram
1) gold standar evaluasi eneurisma
cerebral.
1A 7,11
Fisher Grade
Grade CT scan
1 Tidak tampak perdarahan
2 SAH tebal < 1 mm
3 SAH tebal > 1 mm (resiko tinggi terjadi vasospasme)
4 SAH + IVH/ICH
8. Terapi
193
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Penatalaksanaan aneurisma, bergantung pada ruptur atau unruptur :
1. Penatalakasanaan ruptur aneurisma
Penatalaksanaan ruptur aneurisma, memperhatikan potensial problem pada SAH,
diantaranya :
1. Rebleeding
2. Hidrocephalus
3. Delayed Ischemic Neurologic Deficit (DIND) oleh karena vasospasme
4. hiponatremia dan hipovolemia
5. DVT dan emboli pulmo
6. Kejang
7. Menentukan lokasi sumber perdarahan/ruptur aneurisma
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 medikamentosa
a) Mempertahankan CBF
meningkatkan CPP, memperbaiki
reologi darah, pertahankan
euvolemia, pertahankan ICP
b) Neuroprotektan : belum ada obat
yang efektif
c) Observasi ketat di ICU(dengan
monitor VS), bedrest dengan posisi
tidur head up 30°,
d) Diet : NPO (greenberk hlm 1041)
e) Cairan infus (mencegah cerebral salt
wasting): NS + 20 mEq KCL/L ~ 2
ml/kg/jam. Jika HCT < 40 %, albumin
5% 500cc
f) Obat :
Antikejang profilaksis
Sedasi
Analgesia
Dexametasone, mengurangi nyeri
kepala dan leher. Umunya diberikan
pre-op
Obat pencahar
Anti muntah
Vasospasme treatment pada kasus
perdarahan SAH :
- Calcium channel blocker :
nomidipin (nimotop) 4x60mg dlm
96 jam setelah SAH. Tablet dan I.V
sama efektif. (Grade 1A)9
- Intra arterial vasospasme
treatment secara endovasculer
g) Oksigenasi : 2 lpm jika diperlukan
h) Tekanan darah : pertahankan TDS
120-150mmHg (Hipertensi ekstrem
pada unclipped aneurisma
meningkat
hipotensi iskemia)
i) Laboratorium : DL, elektrolit,
BGA,PTT/APTT, HCT
j) Ragiologis: Rontgen thorax serial
sampai kondisi stabil (evaluasi
pengobatan triple H), transcranial
doppler.
2
Operasi dan
intervensi
a) Hidrocephalus
1. Akut :
50 % membaik spontan
sisanya dengan grade H&H IV-V:
ventrikulostomi dengan ICP 15-25
mmHg. Cegah penurunan TIK secara
cepat, resiko rebleeding meningkat.
2. Kronis : kontroversi
b) Aneurisma : Pembedahan cliping dan
coiling endovascular dilakukan untuk
mengurangi terjadinya rebleeding.
1. Endovascular
a) Trombosing aneurisma :
2. Coiling simpel
3. Stent assisted coiling menggunakan
intracranial stenting (Leo stent,
solitair stent, enterprise stent, dll)
4. Coiling menggunakan compliant
balloon (hyperform, hyperglide
balloon, dll) pada saat pemasangan
coil
5. Flow diverter (pipe line, dll) pada
kasus aneurysma ukuran besar
(Giant Aneurysm)
b) Trapping dengan didahului Ballon
Occlusion Test menggunakan Compliant
Ballon
c) ligasi proksimal (hunterian ligation)
untuk giant aneurisma
2. Pembedahan
Clipping : Gold standar. Memasang clip
pada leher aneurisma untuk menutup
hubungan antara aneurisma dari
sirkulasi tanpa membuntu pembulih
darah normal lainnya.
Wrapping atau coating menggunakan
otot, cotton atau muslin, plastik resin,
teflon dan fibrin glue
Kombinasi pada kasus sulit dilakukan
pembedahan dan endovaskuler. Contoh
: Giant aneurysma dilakukan trapping
dan surgical bypass
ligasi proksimal (hunterian ligation)
untuk giant aneurisma
2B
1B
10
2,3
195
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Coilling (ICD-9:39.52) Clipping (ICD-9:39.51)
Umur tua (> 75 th) Umur muda
Grade klinis jelek Aneurisma MCA
Ruptur aneurisma yg sulit diakses Giant aneurisma (diameter> 20mm)
Aneurisma dg morfologi : rasio dome-neck
> 2, diameter neck < 5 mm
Gejala efek massa aneurisma
Aneurisma dari sirkulasi posterior Aneurisma kecil (diameter 1,5-2mm)
Konsumsi obat plavix Leher aneurisma lebar
Gagal di clipping atau sulit secara tehnik Aneurisma residual post coiling
Pemilihan waktu tindakan pembedahan :
1) Early (< 48-96 jam)
Menurunkan resiko rebleeding
Memfasilitasi terapi vasospasme
Lavage clot yang potensial sebagai agen spasmogenik
Mortalitas rendah
Syarat :
o Kondisi medis baik
o Hunt&Hess grade d 3
o SAH yang tebal yang berpotensi vasospasme
o Kondisi yang akan menyulitkan management, ex : TD yg tdk stabil, kejang
o SAH yang tebal dengan efek masa
o Rebleeding dini
o Indikasi imminent rebleeding
2) Late (>10-14 hari post SAH)
Kondisi klinis jelek dan atau umur pasien yang tua
Kondisi neurologis jelek (Hunt&Hess t 4) kontroversi
Aneurisma yang sulit di clip karena ukuran dan lokasi
Edema cerebri yang berat
Vasospasme aktif
Pada terapi pembedahan, ada beberapa approach yang digunakan berdasarkan lokasi
dan morfologi aneurisma. Diantaranya :
a) Pterional
b) Subfrontal
c) Anterior interhemispheric
d) Transcallosal
e) Transylvian atau superior temporal gyrus MCA aneurisma
f) Subocipital atau subtermporal-trantentorial
2. Penatalaksanaan unruptur aneurisma
Indikasi manajemen pada unruptur aneurisma :
a. Simptomatis : nyeri yg intolerable, gangguan visus
b. Giant aneurisma di daerah cincin clinoid
c. Aneurisma yang membesar pada imaging serial
Pilihan terapi pada non ruptur yaitu non medikamentosa ( clipping atau coiling)
9. Edukasi Faktor resiko terjadinya aneurisma
Perjalanan penyakit
Komplikasi
Terapi
prognosa
10. Prognosis Prognosis bergantung pada beberapa hal :
1. Lokasi dan luasnya aneurisma
196
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
2. Umur
3. Kondisi klinis umum
4. Status neurologis menggunakan grade Hunt and Hess
Hunt and Hess 1 dan 2 outcome baik, grade t 3 outcome jelek, meningaal ataupun
kelumpuhan permanen.
mortalitas secara keseluruhan ~ 45 %, sebagian membaik dg sedikit atau tanpa
neurologis.
morbiditas : kelumpuhan sedang – berat ~ 30%, 66% post clipping tidak membaik kualitas
hidupnya
Sebelum tindakan operasi : rebleeding merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ~ 15-20% dalam 2 minggu pertama.
Setelah tindakan operasi : vasospasme menyebabkan kematian (7%), dan defisit
neurologis (7%)
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
AVM
ICD-10 : I 67.1
1. Pengertian
(Definisi)
- Arteriovenous malformation/AVM yaitu kelainan kongenital dilatasi abnormal
pembuluh darah disebabkan aliran darah arteri langsung berhubungan dengan draining
vein tanpa mealui jaringan kapier normal . Tidak didapatkan jaringan parenkim otak
didalam nidus.
- Seringkali ditemukan karena terjadi komplikasi perdarahan (resiko terjadi perdarahan
spontan 2-4%/tahun), jarang ditemukan kejang
- Aliran darah dalam AVM berubah dari tekanan rendah pada saat lahir,menjadi tekanan
sedang - tinggi pada saat dewasa sehingga lesi AVM cenderung membesar.
2. Anamnesis Gejala yang dapat timbul :
1. gejala TIK meningkat oleh karena perdarahan(paling sering): 50%. Puncak kejadian
umur 15-20 tahun
2. Kejang
3. Efek masa, ex : trigeminal neuralgia karena CPA AVM
4. Iskemia : steal effect
5. Sakit kepala
3. Pemeriksaan Fisik Tanda yang tampak
Tanda TIK meningkat
cranial nerve palsy karena efek masa
kelemahan anggota badan karena iskemia
Bruit(terutama AVM dura)
4. Pemeriksaan
penunjang
Radiologis :
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 CT scan
'ambaraŶ ͚ĨlŽǁ ǀŽiĚ’͕ sĞŶsiƚiǀiƚas d sĐaŶ
akan meningkat bila disertai CT angiografi
2B 4
2 MRI
MRI sangat sensitif untuk identifikasi nidus
AVM
2A 3
3
Angiografi
Gold standar diagnosis
1C 4
1) CT scan : kualitas baik mendeteksi perdarahan dan kalsifikasi
2) MRI : melihat morfologi AVM dan menyingkirkan Ddx
3) Angiografi : tampak tangle of vessels, feeding artery, draining vein yang tampak
pada fase arteri
5. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
6. Diagnosis
Grading AVM berdasarkan klasifikasi berikut ini,
Spetzler Martin AVM grading system
199
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Graded Feature Points
Size
Small (<3 cm)
Medium (3-6 cm)
Large (>6 cm)
1
2
3
Eloquence of adjacent brain
Non eloquent
Eloquent
0
1
Pattern of venous drainage
Superficial only
Deep
0
1
Grading ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan prognosa dan pemilihan terapi
7. Diagnosis Banding Cavernous hemangioma
Dural arteriovenous fistula
Amyloid angiopathy
Cerebral aneurysm
Cerebral venous trombosis
Perdarahan otak
Moyamoya disease
Vein of gallen malformation
Tumor
8. Terapi
Ada 4 pilihan manajemen AVM,diperimbangkan diberdasarkan grade Spetzler-Martin.
Tindakan pembendahan merupakan gold standar, yang diindikasikan pada grade 1-3.
Terapi yang multimodalitas dipertimbangkan untuk AVM dengan grade III-IV. Untuk
grade V-VI konservatif.diutamakan untuk AVM pecah atau riwayat pecah untuk
dilakukan tindakan bedah
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 Operasi Pembedahan pilihan utama 1B 4
2 Radiasi
Efektif pada ~20%kasus
Stereotaktik radiosurgery (SRS) ukuran
kecil<2,5-3 cm nidus, letak dalam
1B 5
3
Endovascular
Embolisasi sebagai terapi tambahan
- embolisasi dengan menggunakan glue
(hystoacryl lipiodol atau EVOH (Onyx, etc)
- embolisasi transvena (TRENSH)
menggunakan EVOH dan balloon assisted
(compliant balloon)
Kombinasi embolisasi untuk mengecilkan
nidus, dilanjutkan stereotaktik
2B 6
9. Edukasi Faktor resiko terjadinya AVM
Perjalanan penyakit
Komplikasi
Terapi
prognosa
200
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
10. Prognosis Prognosis bergantung pada beberapa hal :
o Jika terjadi perdarahan spontan, mortalitas 30-50%
o Ukuran makin kecil, makin mematikan karena resiko perdarahan makin
besar
o Ukuran besar berhubungan dengan morbiditas, yaitu resiko kejang makin
besar
Berdasarkan grade Spetzler-Martin :
11. Indikator Medis Perbaikan status neurologis
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Stenosis Arteri Karotis
I65.2
1. Pengertian
(Definisi)
Kondisi dimana terjadi penyempitan atau kontriksi dari arteri karotis oleh karena
atherosklerosis
2. Anamnesis - didapatkan risk faktor antara lain : merokok, obesitas, dislipidemia, hipertensi,
diabetes melitus
- didapatkan gejala neurologis mulai dari Transient ischemic attack (TIA) sampai denag
stroke
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari epilepsi.
Pada saat kejang, pasien harus diperiksa dan ditatalaksana sesuai prinsip gawat darurat
yaitu: amankan Airway, Breathing, Circulation
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan saraf kranial satu sampai duabelas
Pemeriksaan motorik menyeluruh
Pemeriksaan sensorik menyeluruh
Pemeriksaan refleks fisiologis
Pemeriksaan refleks patologis
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja Stenosis Arteri Kartis( I65,2)
6. Diagnosis Banding - Nyeri kepala
- Herpes zoster
- Transient iskhemic attack
- Stroke
- Oklusi retina
- Trauma leher
- Sub arachnoid hemorrhage
- Diseksi arteri vertebralis
7. Pemeriksaan
Penunjang No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 CTA
- Untuk mengetahui letak anatomi
dari carotid stenosis dan hubungan
nya dengan truktur tulang
disekitarnya
1B 1,2,3
2 MRA
- Untuk mengevaluasi arteri karotis
dengan menggunanakn 3D TOF
(time of flight) atau CEMRA
(contrast enhnced MRA)
1B 4,5,6,7,8
3
Carotid duplex
USG
- Mendeteksi kecepatan aliran darah
pada carotid stenosis dengan
1B
9,10,11,1
2,13
203
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
mengukur Peak systolic velocity
(PSV), end-diastolic velocity (EDV),
carotid index (peak Iinternal
carotid artery velocity dan common
carotid artery velocity)
4
Transcranial
doppler
- Mengevaluasi hubungan carotid
stenosis dengan arteri intracerebral
yang menuju parenkim otak
1B 14,15,16
5
Cerebral
Angigoaphy
- Merupakan gold standar untuk
diagnostik carotid stenosis
1A 17,18,19
8. Terapi
No Terapi Prosedur (ICD 9)
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 Medika mentosa
- Tatalaksana dengan statin, anti
platelet, terapi hipertensi dan
diabetes, mengubah pola hidup
sehat
2A
20,21,22,
23
2
Carotid end
arterectomy
(CEA)
- Merupakan pilihan terapi untuk
carotid stenosis 1A
24,25,26,
27,28
3.
Carotid Artery
Angioplasty and
Stenting (CAS)
- Pilihan terapi untuk carotid
stenosis jika tidak memungkinkan
untuk dilakukan operasi.
Menggunakan balloon untuk
dilatasi dilanjutkan pemasangan
stent karotis permanen.
- Digunakan juga alat proteksi
terhadap emboli (Embolic
Protection Device) bisa berupa
payung (umbrella) yang dipasang
sementara di distal dari stenosis
dan atau balloon catheter yang
dipasang sementara di proximal
dari stenosis
1A
29,30,31,
32,33
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis carotid stenosis akan meningkat bila terdapat perbaikan klinis pada pasca
tindakan CEA atau CAS
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
CAROTID CAVERNOUS FISTULA
ICD-10: Q28.2
1. Pengertian
(Definisi)
Hubungan abnormal antara arteri karotis dengan sinus kavernosus, yang dapat terjadi
secara spontan atau didapat (trauma), CCF dikelompokkan berdasarkan etiologi (trauma vs
spontan), kecepatan aliran darah ( high flow vs low flow), antomi (direct vs dural, internal
carotid vs external carotid vs keduanya)
2. Anamnesis
Ada riwayat trauma sebelumnya
Didapatkan ptosis
Didapatkan adanya bruit
Didapatkan nyeri kepala
3. Pemeriksaan Fisik High flow :
- Bruit (80 %), biasanya traba diatas boal mata
- Pandangan mata kabur (25- 59 %)
- Sakit kepala (53- 75 %)
- Diplopia (50-85 %)
- Nyeri bola mata dan orbita (35 %)
- Proptosis (72-87%)
- Chemosis dan konjungtival injection 955-89 %)
- Oftalmoplegia ( N VI palsy 50-85 %, N III palsy 67%, N IV palsy 49%)
Low flow :
- Anterior draining dural, gejalanya : khemosis, conjuntival injection, proptosis
- Dural ccf yang mengalir ke posterior ke sinus petrosus inferior atau superior, gejalanya
: painfull diplopia, N III palsy, N IV palsy, N VI palsy
Kehilangan penglihatan merupakan masalah utama kasus anterior driaing dural dengan
persentasi 33%. Penyebab gangguan penglihatan
- Peningkatan tekanan intraocular sejunder sehingga menyebabkan kongesti vena dan
glaucoma
- Venous stasis retinopathy
- Perdarahan vitreus
- Retinopathy proliferasi
- Ischemic optic neuropathy
- Exudative retinal detachment
- Komplikasi yang jarang seperti choroidal effusion dan glaukoma sudut tertutup
4. Kriteria Diagnosis 5. 1. Anamnesis sesuai diatas
6. 2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan imaging sesuai diatas
7. Diagnosis Carotid cavernous Fistula (ICD-10: Q28,2)
8. Diagnosis Banding - Tumor intrakranial, limfoma, metastatic
- Aneurisma
- Cavernous sinus trombosis
- Infeksi
- Tolosa hunt syndrome
- Pseudotumor orbita
- Vaskulitis
207
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
- Sarcoidosis
9. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 CT Scan
melihat proptosis, ekspansi sinus kavernosus
dan vena oftalmika superior, pelebaran
muskulus ekstraokuler yang berhubungan
dengan fraktur dasar tengkorak. CTA bisa
melihat adanya CCF terutama pada daerah
proksimal dari sinus cavernosus
2A 1, 2, 3
2
MRI
melihat proptosis, ekspansi sinus cavernous
dan vena oftalmik superior, dan pelebaran
otot-otot ekstraokuler. Bisa juga melihat flow
void sinus cavernous.
1C 4, 5, 6, 7
3
Transcranial
Doppler USG
melihat peningkatan kecepatan aliran darah
dan penurunan pusatif index pada siphon
carotis pada pasien dengan CCF
1C 4, 8, 9
4
TFCA
(Trannsfermoral
Cerebral
Angiography)
merupakan gold standar untuk diagnosa dan
terapi utama untuk CCF 1C 10, 11
10. Terapi - Terapi optimal CCF yaitu menutup hubungan abnormal antara arteri carotid
internal dengan sinus cavernosus dengan tetap memelihara patensi arteri carotid
interna
- Beberapa prosedur yang digunakan :
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1
Endovaskuler
Menggunakan akses arteri atau vena.
Embolisasi transarteri merupakan pilihan
utama untuk kebanyakan kasus CCF terutama
high flow.
Untuk kasus CCF low flow, embolisasi
transarteri susah oleh karena arterinya kecil,
tortuous (berlekuk-lekuk), dan kadang
multpel. Pilihannya kombinasi embolisasi
transarteri dan transvena.
Bahan yang dipakai : detachable ballon, koil
platinum, intracerebral stenting, partikel
polivinil akhohol, Ethylen Vinil Alcohol/EVOH
( ONYX etc ) dan adhesive-liquid yang
digunakan untuk menutup fistula dengan
mikrokateter superselektif.
Komplikasi embolisasi transarteri meliputi :
- migrasi embolan ke sirkulasi intrakranial
sehingga menyebabkan iskemia atau infark
serebral. Oleh karena itu, penggunaan
antikoagulan selama prosedur tindakan
dan antiplatelet pasca tindakan
mengurangi rsiko iskemia atau infark
serebral
- Pseudoaneurisma oleh karena perlukaan
dinding arteri
Komplikasi embolisasi transvena meliputi :
- iskemia atau infark serebri
- subarakhnoid hemorrhage
- ruptur sinus
- ekstravasasi ekstradura oleh karena
kontras
- parese nervus kranialis
2 Surgery
Tindakan bedah dilakukan jika endovaskuler
tidak berhasil. Tindakan nya meliputi packing
di sinus cavernous untuk membuntu fistula,
menjahit atau klipping siftula, menyegel
fistula dengan fascia atau lem, dan atau ligasi
arteri karotis interna.
2A
12, 15
17, 25
3
Stereotaktik
Radiosurgery
Radiosurgery diindikasikan ketika
pendekatan endovaskuler tidak aksessibel
dan intervensi pembedahan menimbulkan
resiko morbiditas yang tinggi.
Radioterapi menghasilkan obliterasi dural
CCF sekitar 75-100 % walaupun
membutuhkan waktu beberapa bulan.
Dose yang dibutuhkan 10-40 Gy.
Sebelum dilakukan radiasi, penetuan ukuran
lesi harus dilakukan dengan pendekatan
endovaskuler (TFCA) untuk mengurangi dosis
radiasi yang diperlukan
.
1C
26, 27,
28
4
Kompresi
Manual Vaskuler
Kompresi manual bertujuan mengurangi
aliran darah sehingga terbentuk trombus
didalam sinus cavernous.
Kompresi dilakukan selama 30 detik
ipsilateral arteri karotis beberapa kali perhari
selama 4- 6 minggu.
.
1C
29, 30,
31
5
Penanganan
oftalmologi
Pasien dengan proptosis perlu diberikan
lubrican ocular untuk menghindari keratitis
eksposure
Peningkatan intraokular bisa diberikan obat-
oba untuk mengurangi tekanan intraokular
seperti asetazolamid, kortikosteroid iv, b
2A 32, 33
209
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
blocker topikal
11. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
12. Prognosis Prognosis tergantung:
1. Simptom dari penyakit
2. derajat keparahan dan patogenesa penyakit
3. Penyakit yang menyertai
13. Indikator Medis Perbaikan status neurologis
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
MOYA-MOYA DISEASE
ICD-10: I 67.5
1. Pengertian
(Definisi)
Gangguan vaskuler yang jarang terjadi, ditandai dengan penyempitan progresif dari
pembuluh darah di lingkaran arteri di dasar otak (circle of willisi) . Ditandai dengan
stenosis atau oklusi bilateral pada arteri di sirkulus willisi sehingga sirkulasi kolateral lebih
menonjol.
2. Anamnesis Gejala-gejala dan perjalanan klinis bervariasi :
- Tanpa gejala hingga yang mengakibatkan deficit neurologis berat yang
sementara.
- Orang dewasa lebih seiring mengalami perdarahan;
- kejadian iskemik serebral lebih sering terjadi pada anak-anak.
- Anak dapat mengalami hemiparesis, monoparesis, gangguan sensorik, gerakan
involunter, sakit kepala, pusing, atau kejang. Keterbelakangan mental atau defisit
neurologis persisten.
- Intraventrikular, subarachnoid, atau perdarahan intraserebral onset mendadak
lebih sering terjadi pada orang dewasa.
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways) , B
(breathing) , dan C (circulation )
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Temuan pemeriksaan fisik tergantung pada lokasi dan keparahan dari perdarahan
atau iskemik.
4. Pemeriksaan
Penunjang
- CT Scan
- Angiografi :
- Angiografi serebral yaitu kriteria standar untuk diagnosis penyakit Moyamoya.
Temuan berikut dapat mendukung diagnosis:
- Stenosis atau oklusi pada bagian terminal dari arteri karotis interna atau bagian
proksimal arteri serebral media atau anterior.
- Jaringan pembuluh darah abnormal di sekitar wilayah oklusif atau stenosis.
- Temuan didapati bilateral (meskipun beberapa pasien mungkin dengan
keterlibatan unilateral dan kemudian progresif). Magnetic resonance
angiography (MRA) dapat dilakukan.
SPECT (single photon emission computerized tomography)
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 CT scan
Gambaran infark pada kortikal dan
subkortikal, dijumpai pada early stage MMD
Suzuki 1 atau 2
2B 4
2 MRI
Pada T1 kontras atau T1 flair didapatkan
ŐambaraŶ ͚ivy sign’
2A 5
angiografi MRA dapat memeberikan gambaran stenosis 1C 6
213
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
3 atau oklusi pada distal ICA, CTA menunjukkan
abnormal vessel atau collateral vessel di
basal ganglia
5. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis (sesuai di atas)
2. CT Scan Kepala
3. TFCA (angiografi)
6. Diagnosis Moya moya disease I67.5
7. Diagnosis Banding Dari anamnesis:
Anterior Circulation Stroke
Basilar Artery Thrombosis
Blood Dyscrasias and Stroke
Cavernous Sinus Syndromes
Cerebral Aneurysms
Dissection Syndromes
Fabry Disease
Fibromuscular Dysplasia
Intracranial Hemorrhage
8. Terapi -
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 Medikamentosa
Diberikan aspirin pada pasien moya-
moya anak atau dewasa yang
nonsimptomatik maupun simptomatik
iskemik moya-moya
Tidak dianjurkan penggunaan
antikoagulan lama
2C
1C
7
2 Operasi
Tindakan revaskularisasi
Superficial temporal artery–middle
cerebral artery (STA-MCA) anastomosis
EMS (encephalomyosynangiosis)
Encephaloduroarteriosynangiosis (EDAS)
Encephaloduroarteriomyosynangiosis
(EDAMS) (ICD-9: 437.5)
Pial synangiosis
Omental transplantation
1C 8
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Prognosis dipengaruhi:
- Perbaikan klinis dapat terlihat setelah dilakukan prosedur operasi dengan segera
dengan kemungkinan 6-12 bulan akan terbentuk pembuluh darah baru sebagai
supply.
11. Indikator Medis Perbaikan status neurologis dan penyakit dasar penyebab moya-moya
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Normal Pressure Hydrocephalus (NPH)
G91.2
3. Pengertian
(Definisi)
Kondisi dimana terjadi pembesaran ventrikel otak secara patologis dengan tekanan awal
(Opening pressure) pada lumbal pungsi yang normal.
4. Anamnesis Secara klasik didapatkan trias:
Inkontinensia urin
Dementia
Gangguan berjalan (gait disturbance)
Gejala tersebut muncul sebagian dan perlahan-lahan (gradual)
5. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari epilepsi.
Pada saat kejang, pasien harus diperiksa dan ditatalaksana sesuai prinsip gawat darurat
yaitu: amankan Airway, Breathing, Circulation
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan saraf kranial satu sampai duabelas
Pemeriksaan motorik menyeluruh
Pemeriksaan sensorik menyeluruh
Pemeriksaan refleks fisiologis
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan fungsi kognitif (MMSE)
6. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan penunjang
7. Diagnosis Kerja Normal Pressure Hydrocephalus (G91.2)
8. Diagnosis Banding - Penyakit prakinson
- Vascular Dementia
- Alzheimer
- Sindrom Lobus Frontal
- Gangguan sistem urinaria
- Tumor/lesi serebelum
9. Pemeriksaan
Penunjang No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 CT Scan Kepala
- Didapatkan pembesaran di semua
sistem ventrikel TANPA adanya
tanda-tanda obstruksi atau infeksi
- Adanya periventrikular edema
(ejection)
- ǀaŶ’s raƚiŽ хϬ.ϯ
1A 1,2,3,4,5
2 MRI Kepala
- Didapatkan pembesaran semua
sistem ventrikel
- Adanya peningkatan sinyal di
periventrikel (pada sekuens FLAIR)
1B 1,2,3,4,5
216
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
- ǀaŶ’s raƚiŽ хϬ.ϯ
3 Cysternografi
- Dengan menggunakan isotop
dengan lumbal pungsi. NPH
ditegakkan ketika isotop hilang dari
cysterna pada 72 jam
2B 1,2,3,4,5
4
Lumbal
Pungsi/
Lumbal tap
test
- Pada Lumbal pungsi/ lumbal tap
test, dikeluarkan LCS sebanyak 30-
50 cc kemudain evaluasi dari klinis.
Perbaikan klinis akan memberikan
hasil yang baik bila dilakukan
shunting
- Lumbal tap test dilakukan bisa
hingga 3 kali untuk dapat melihat
perbaikan klinis yang nyata
1A 1,2,3,4,5
5
External
Lumbal
Drainage
- External LD juga mengeluarkan LCS
akan tetapi dipertahankan 3-6 hari
(LCS dapat dikeluarkan hingga 40
cc),
- Perbaikan klinis akan memberikan
hasil yang baik bila dilakukan
shunting
1A 1,2,3,4,5
10. Terapi
No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1
Programmable
VP shunt
- Programmable VP s
hunt
memberikan hasil yang lebih baik
darpada VP shunt dengan fixed
pressure karena kemampuan
untuk memodifikasi dan
menyesuaikan dengan tekanan
ventrikel
1A 1,2,3,4,5
2
VP Shunt fixed
pressure
- VP shunt yang digunakan dapat
beruap medium dan low pressure
akan tetapi risiko terjadinya
komplikasi overshunting sangat
tinggi
2A 1,2,3,4,5
11. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
12. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis operasi NPH akan meningkat bila terdapat perbaikan klinis pada diversi LCS
pre-operasi (Dengan Lumbal tap test atau ELD)
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
HEMATOMA INTRASEREBRAL SPONTAN
ICD-10: I61.0
1. Pengertian
(Definisi)
Kumpulan darah, dalam parenkim otak. Ini dapat merupakan perdarahan-perdarahan
kecil yang menyatu, atau cedera pembuluh darah yang cukup besar.
2. Anamnesis Didapatkan nyeri kepala
Didapatkan gangguan neurologis (amnesia, penurunan kesadaran, kejang, dll.)
Didapatkan faktor resiko : hipertensi, diabetese mellitus
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways) , B
(breathing) , dan C (circulation )
Pemeriksaan lain
Darah tinggi. Gangguan Jantung. Gangguan Ginjal
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Saraf II-III, lesi saraf VII perifer
Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, retinal detachment
Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah
Autonomis
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan imaging sesuai di bawah
5. Diagnosis Kerja Hematoma Intraserebral (ICD 10: I61.0)
6. Diagnosis Banding - Trauma
- Epileptic fits
- Keracunan obat
- Penyakit metabolik
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 CT scan
CT tanpa kontras secara luas digunakan
untuk mengevaluasi ICH akut,CT scan mampu
mengevaluasi lokasi dan besar hematom juga
mengevaluasi adanya ekstensi ventrikel,
herniasi, edema sekitar,.
1C 1,2,3
2 CTA CTA maupun MRA dapat digunakan untuk 2A 4,5
219
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
screening adanya kelainan vaskuler seperti
aneurysma, AVM
3 MRI
Sequence GRE-T2 untuk menilai perdarahan
hiperakut, subakut, kronik
2A 6
4 DSA
Untuk screening kelainan vaskuler seperti
AVM. aneurysma
1C 9
X-foto thoraks:
Mencari kemungkinan kelainan jantung
CT Scan Kepala:
Gambaran hiperedens berbentuk bikonveks
Bisa disertai dengan gambaran perdarahan di ventrikel
X-foto lain-lain menurut keperluan
8. Terapi
No Terapi
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1
Regulasi
tekanan
darah
Bila SBP>200 mmHg atau MAP>150 mmHg
maka dianjurkan reduksi cepat tekanan
darah menggunakan OAH intravena kontinyu
dan monitoring setiap 5 menit
Bila SBP >180 mmHg atau MAP >130 mmHg
disertai tanda-tanda peningkatan TIK maka
pemberian OAH secara intermitten atau
kontinyu dengan target CPP 61-80 mmHg
Bila SBP>180 mmHg atau MAP>130 mmHg
tanpa disertai tanda-tanda penongkatan TIK
maka target BP yaitu 160/90 menggunakan
OAH intravena secara intermitten atau
kontinyu dengan observasi setiap 15 menit
1A
7,8
2 Operatif
EVD (ICD-9 : 02.21)
Indikasi untuk pasien dengan
intraventrikular haemmorhage dengan
defisit neurologis. EVD bilateral bisa saja
dikerjakan bila perdarahan membuntu
1B 8
220
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
foramen monroe.
EVD untuk Hidrocephalus karena SAH
pada pasien dengan penurunan kesadaran
dan terbukti ada peningkatan TIK. Pasien
dengan hidrocephalus yang tidak
membaik dalam waktu 24 jam.
ICH fossa Posterior (ICD 9-01.24)
diameter > 3 cm dengan deteriosisasi
neurologis atau kompresi brain stem
dan/atau hidrosephalus karena obstruksi
ventrikel direkomendasikan untuk
dilakukan evakuasi perdarahan (Grade 1B)
ICH Supratentorial (ICD 9-01.24)
Volume > 30cc dengan jarak 1 cm dari
permukaan. Evakuasi berikutnya dalam 96
jam setelah operasi pertama tidak
direkomendasikan. Tindakan bedah tidak
disarankan pada pasien dengan kesadaran
penuh atau koma dalam, pasien dalam
intermediete level/stupor merupakan
kandidat operasi. Hal lain yang
mendukung tindakan pembedahan
Kejadian baru
Deteriorisasi neurlogis progresif
Lokasi dari perdaran dekat
dengan permukaan korteks
Lokasi di hemisfer non dominan.
3 Non operatif
Hematoma yang kecil dan tidak
memberikan efek masa (midlineshift<
0,5 cm), juga tidak memberikan gejala
klinik.
Cedera difus tersebar
- Perawatan di ruangan
- Observasi GCS, pupil, lateralisasi,
dan faal vital.
- Optimalisasi, stabilisasi faal vital,
menjaga mantapnya suplai O2 ke
otak.
- Sirkulasi : cairan infus berimbang
NaCl-glukosa, dicegah terjadinya
overhidrasi, bila sudah stabil secara
bertahap di ganti cairan / nutrisi
enteral / pipa lambung.
- Penderita stroke perdarahan
dengan lesi yang tidak memerlukan
evakuasi dan penderita dengan
gangguan analisa gas darah dirawat
dalam respirator.
- Mempertahankan perfusi otak,
memposisikan kepala head up
sekitar 30, dengan menghindari
fleksi leher.
221
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
- Kateter buli-buli diperlukan untuk
mencatat produksi urine,
mencegah retensi urine, mencegah
tempat tidur basah (dengan
demikian mengurangi risiko
dekubitus).
- Cairan hipertonik (mannitol 20%),
bila tampak edema atau cedera
yang tidak operable pada CT Scan.
Manitol dapat diberikan sebagai
bolus 0,5 – 1 g/kg. BB pada
keadaan tertentu, atau dosis kecil
berulang, misalnya (4-6) x 100 cc
manitol 20% dalam 24 jam.
Penghentian secara gradual.
- Analgesik, anti inflamasi,
antipiretika : asam mefenamat,
paracetamol 3-4 kali sehari 500 mg
atau Na diklofenac 2-3 x sehari 50
mg pada dewasa atau.
- Antisida dan atau antagonis H2
- Antiepileptikum
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Prognosis dipengaruhi:
- Usia (< 50 tahun)
- GCS awal
- Jarak antara kejadian dan tindakan bedah
- Edema cerebri
- Lokasi hematom
- Faktor ekstrakranial
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
STROKE INFARK
ICD-10: I63.0
1. Pengertian
(Definisi)
Defisit neurologis fokal yang terjadi akibat sumbatan pada pembuluh darah otak.
2. Anamnesis Defisit neurologis fokal
Wajah asimetris, bicara pelo, lumpuh separuh badan.
Lama terjadinya
Pingsan
Kejang
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Alloanamnesis bila pasien tidak sadar
Riwayat obat-obatan
Riwayat sakit DM, jantung, epilepsi, obat-obatan tertentu
3. PemeriksaanFisikk PemeriksaanFisikUmum
Pemeriksaanfisikpertama kali diutamakanpadaevaluasi
A (airways) mencegah lidah jatuh menghalangai jalan nafas. Stridor?,
B (breathing) , evaluasi suara nafas normal. Ada ronkhi, whezing, tanda-tanda
efusi
C (circulation ) tekanan darah, denyut nadi isi, regularitas, perfusi ke jaringan
perifer. Evaluasi suara tambahan jantung.
Kulit harus dievaluasi apakah ada tanda-tanda yang mengarah pada endokarditis,
emboli kolesterol, ekimosis purpura, atau tanda-tanda adanya tindakan prosedur
invasif
PemeriksaanNeurologis
Tingkat kesadaranGlasgow Coma Scale (GCS)
Saraf II-III,
Saraf-saraf cranialis terutama lesi saraf VII perifer/central
Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, retinal detachment
Motoris&sensoris, bandingkankanandankiri, atasdan bawah apakah ada
Hempiparesis
Autonomis
4. Kriteria Diagnosis Defisit neurologis Fokal
Penemuan daerah iskemik/infark pada CT scan dan/atau MRI
5. Diagnosis Kerja Stroke Infark (I63.0)
6. Diagnosis Banding Hipoglikemia
Hiperglikemia
7. Pemeriksaan
Penunjang
Diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan CT scan dan/atau MRI pada seluruh
pasien dengan stroke akut baik iskemik maupun hemoragic
CTA/ MRA
DSA
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
Ref
224
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
asi
1
CT scan- CTA- CT
perfusi
Pada fase hyperakut CT scan dapat
digunakan untuk mengeksklusi stroke
perdarahan. Sensitifitas CT non kontras pada
stroke infark meningkat setelah 24 jam onset
serangan.
2A 6
2 MRI
MRI sekuens T1 dan T2 DWI, PWI, GRE dapat
mendiagnosa stroke akut iskemik. DWI
superior dalam mendiagnosa akut stroke
iskemik dalam 12 jam onset
1B 7
3
MR Angiografi
MRA untuk medeteksi adanya stenosis
vaskuler atau oklusi.
2B 8
Dilakukan juga pemeriksaan
Darah Lengkap
GDA
BGA
SE
BUN/SK
EKG
Cardiac enzymes
FH dan INR
LFT
Screening toxicology
Tes kehamilan pada wanita terduga hami
Foto Thorax
EEG
8. Terapi 1. Bila pasien tidak ada resiko untuk terjadi peningktan TIK, aspirasi, atau
kondisi Kardipulmonary yang mencurigakan disarankan head flat 0-15
derajat
2. Pada pasien dengan kecurigaan adanya tanda-tanda peningkatan TIK,
penurunan kesadran, aspirasi, dekompensasi cordis, atau desatuari
maka disarankan head up 30 derajat.
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 rTPA
1. Disarankan alteplase secara intravena
pada onset kurang dari 3 jam (Grade
1B), Anti trombotik (contoh : aspirin)
dapat diberikan dalam 48 jam sejak
onset terjadi (Grade 1A)
2. Pencegahan serangan kedua stroke
pada pasien dengan noncardioembolic
stroke atau riwayat TIA, lacunar infark
direkomendasikan penggunaan
antiplatelet clopidogrel (Grade 1)
3. Penggunaan aspirin pada pasien
dengan perdarahan GIT dianjurkan 50-
100 mg/hari untuk pencegahan
serangan stroke kedua (Grade 1B)
1A 9
225
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
4. Tidak dianjurkan penggunaan
kombinasi aspirin dan clopidogrel pada
pasien noncardioembolik stroke atau
TIA (Grade 1A)
2 OAH
Pemberian obat anti hipertensi diberikan
pada systole >220 atau diastole >120
atauterdapat indikasi belum jelas (PJK, gagal
jantung, diseksi aorta, ensefalopati
hipertensi, GGA, atau pre eclampsia/
eclampsia). Target penurunan tekanan darah
yaitu 15% dari tensi awal
1C 10
3 Endovasculer
Prosedur mechanical thrombectomy dengan
stent retriever (solitaire, dll)
1A 11
3. Anti piretik juga disarankan diberikan pada pasien demam yang
biasanya terjadi pada fase akut strok iskemik
4. Pencegahan untuk terjadinya penyulit terapi yakni
- IMA
- Gagal Jantung
- Disfagi
- Aspirasi Pneumonia
- UTI
- DVT
- Malnutrisi
- Dehidarsi
- Ulkus decubitus
- Kontraktur
9. Edukasi
Rutin minum obat antitrombotik
Inisisasi obat anti lipid
Setelah fase akut terlewati dapat dimulai manajemen penurunan terkanan darah
Perubahan gaya hidup
Olah raga, tidak merokok, diet sehat
10. Prognosis Konsis pasien yang baik dengan terapi yang adekuat dalam onset kurang dari 4 jam
menghasilkan prognosis yang baik.
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
DURAL ARTERIOVENOUS FISTULA
ICD-10: I67.1
1. Pengertian
(Definisi)
Dural arteriovenous fistula (DAVf) yaitu kondisi patologis dimana ditemukan adanya
fistula (hubungan) antara cabang arteri duralis dengan vena duralis atau sinus venosus
2. Anamnesis - Pasien dengan DAVf dapat tidak menunjukkan gejala sama sekali
- Gejala pada pasien DAVf biasanya terjadi tergantung lokasi fistula dapat berupa:
gangguan visus, ophtlamoplegi, diplopia, atupun perdarahan.
- Pasien dapat mengalami gejala mendengar suara bruit, tinnitus, diplopia, proptosis
sampai dengan gejala berat yaitu defisit neurologis
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways) , B
(breathing) , dan C (circulation )
Pemeriksaan auskultasi pada orbita, lateral orbita, supra-orbita, mastoid, dan
daerah lain sesuai sinus venosus
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Meningeal sign
Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah
Autonomis
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis (sesuai di atas)
2. Pemeriksaan penunjang (sesuai di atas)
5. Diagnosis Kerja Dural Arterio-Venous Fistula I67.1
6. Diagnosis Banding - Dural AVM
- Tumor Intrakranial
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Keterangan Grade of
Recommendat
ion
Pustaka
1. CT Scan Kepala CT Scan kepala non-
kontras harus dilakukan
sebelum pemeriksaan
invasif untuk
menyingkirkan adanya
perdarahan
1A 1,2,3,4
2. CTA CT Angiografi
diperlukan untuk
mengetahui anatomi
pembuluhdarah
intrakranial
1A 1,2,3,4
3. MRI MRI pada DAVf
menunjukkan adanya
pelebaran vena kortikal
tanpa adanya
parenchymal nidus,
selain itu MRI juga
menunjukkan
1B 1,2,3,4
228
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
penebalan lapisan dura,
hipertrofi arteri
parenkimal, pelebaran
vena, turtous vena,
trombosis vena
4 Angiografi
(Trans-Femoral
Cerebral Angiografi)
Angiografi yaitu gold
standar untuk DVAf.
Tujuan Angiografi
yaitu untuk identifikasi
arterial feeders, lokasi
fistula, dan pola dan
arah drainase vena
1A 1,2,3,4
8. Terapi No Terapi Keterangan Grade of
Recommendat
ion
Pustaka
1. Endovaskular Terapi endovaskuler
pada DAVf yaitu lini
pertama, dapat melalui
beberapa macam
metode baik
transarterial, transvena
ataupun kombinasi
menggunakan :
- Embolisasi partikel
- Injeksi glue (n-
buthylcyanoacrylate
atau Ethylenvenyl
Alcohol/ EVOH ) melalui
rute vena atau arteri
- Coiling melalui vena
untuk menutup fistula
(packing transvenous)
- Stenting arteri karotis
1A 1,2,3,4
2. Operasi
(pembedahan)
Operasi dilakukan pada
beberapa kasus, seperti
DAVf pada fossa cranii
anterior
1A 1,2,3,4
3. Terapi Radiasi Terapi radiasi dilakukan
dengan cara sterotaktik,
dan biasanya efektif
apabila kombinasi
dengan endovaskular
atau operasi tidak
optimal.
2B 1,2,3,4
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Prognosis dipengaruhi oleh derajat gejala dan derajat disfungsi neurologis
11. Indikator Medis Perbaikan status klinis dan perbaikan gambaran radiologis
PNPK Divisi Neurospine
1. Fraktur vertebra cervical ICD 10: S12.2
2. Herniasi discus intervertebral Lumbosacral dengan radiculopathy ICD 10: M54.16
3. Herniasi discus intervertebral Cervical dengan radiculopathy ICD 10: M50.10
4. Neoplasma jinak kolumna vertebra ICD 10: C16.6
5. Neoplasma jinak spinal cord ICD 10: D33.4
6. Neoplasma maligna kolumna vertebra ICD 10: C41.2
7. Spondilosis cervical dengan myelopathy ICD 10: M47.12
8. Spondilosis lumbosacral dengan radiculopathy ICD 10: M47.27
9. Spondilitis TB ICD 10: M49.0
10. Spondilosis lumbosacral dengan myelopathy ICD 10: M47.16
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Fraktur Vertebra Servikal
ICD 10: S12.2
1. Pengertian (Definisi) Fraktur yang melibatkan satu atau lebih dari tujuh tulang belakang daerah leher, dengan
atau tanpa komplikasi neurologis
2. Anamnesis - Riwayat trauma
- Nyeri leher
- Kelemahan keempat anggota gerak, extremitas inferior dengan gejala UMN, extremitas
superior dengan gejala UMN/LMN tergantung segmen yang terlibat
- Gangguan sensorik
- Gangguan autonom (BAK, BAB)
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan Fisik Umum:
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
- Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airway), B (breathing)
dan C (circulation)
Pemeriksaan Lokalis Tulang Belakang
- Mencari kelainan bentuk susunan tulang belakang (deformitas)
- Mencari nyeri ketuk spinal, spasme/ketegangan otot spinal/paraspinal
Pemeriksaan Neurologis:
- Pemeriksaan fungsi motoris
- Pemeriksaan fungsi Sensoris
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan tanda-tanda radikulopati dan instabilitas tulang belakang
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan radiologis sesuai diatas
5. DiagnosisKerja Fraktur Vertebra Servikal (ICD 10: S12.2)
6. Diagnosis Banding - Sindroma Guillain Barre
- Canal Stenosis degeneratif
- Infeksi spinal
- Neoplasma spinal
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 X-foto Servikal
AP, cross-table
Lateral, dan
open mouth
odontoid
Sensitifitas tinggi untuk evaluasi stabilitas
tulang belakang
1C 1
2 CT scan Servikal Lebih unggul dibandingkan X-foto sebagai
skrining kelainan tulang servikal pada kasus
risiko tinggi cedera servikal:
- KLL kecepatan tinggi
- Jatuh dari ketinggian >3m
1C 2,3
232
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
- Cedera kepala dengan adanya
gambaran perdarahan intrakranial
pada CT scan
- Defisit neurologis sesuai dengan
cedera servikal
- Fraktur pelvis atau ekstremitas
multipel
3 MRI Spine - MRI diperlukan bila didapatkan nyeri
servikal tanpa didapatkan kelainan pada
pemeriksaan X-foto maupun CT Scan
- MRI secara luas digunakan untuk evaluasi
spinal kord, root, struktur ligamen,
jarungan lunak sekitar diskus
1C 4
8. Terapi
No Terapi Prosedur (ICD 9 CM)
Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 Pembedahan Pembedahan dilakukan pada kompresi spinal
kord yang signifikan dengan deficit
neurologis, terutama yang bersifat progresif,
unstable, atau dislokasi
Teknik pembedahan yang dilakukan:
Laminekomi, Laminotomi, laminoplasti,
foraminotomi (03.09)
Disektomi/corpectomi (80.51)
Fusi dengan bone graft (84.52)
Lateral Mass Screw (84.82)
1C 5
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
1. Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugiannya
3. Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
4. Tipe perdarahan yang memberikan hasil pasca operasi paling baik diantara tipe
perdarahan lainnya jika segera dilakukan tindakan evakuasi
5. Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisi umum
- Kelainan penyerta
11.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Herniasi Diskus Intervertebra Lumbosakral Dengan Radikulopati
ICD 10: M54.16
1. Pengertian (Definisi) Kelainan degeneratif progresif yang melibatkan perubahan struktur pada diskus
intervertebra daerah lumbal yang menyebabkan penyempitan kanalis
2. Anamnesis - Nyeri pinggang yang menjalar ke tungkai hingga kaki
- Rasa tebal dan parastesi pada tungkai atau kaki
- Kelemahan ekstrimitas inferior disertai dengan gejala LMN
Disfungsi kandung kemih
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan Neurologis:
- Pemeriksaan fungsi motoris
- Pemeriksaan fungsi Sensoris
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan tanda-tanda radikulopati dan instabilitas tulang belakang
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan radiologis sesuai klinis
5. DiagnosisKerja Herniasi Diskus Intervertebra Lumbosakral Dengan Radikulopati (ICD 10: M54.16)
6. Diagnosis Banding - Spinal stenosis
- Sindroma cauda equina
- Amiotropik diabetic
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 X-foto Vertebra
Lumbosacral
Mencari kelainan bentuk susunan tulang
belakang
1B 1
2
CT scan Spine
Lumbosacral
Dilakukan bila terdapat kontraindikasi
penggunaan MRI 1B 1
3 MRI Spine
Gambaran disc buldging atau disc protursi
yang menyebabkan kompresi nerve root /
stenosis pada foramen
1B 1
8. Terapi No Terapi Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
men
dasi
Ref
235
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
1 Pembedahan Laminekomi, Laminotomi, laminoplasti,
foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusi Lumbosacral (81.07)
TLIF, PLIF (81.08)
Fusi dengan bone graft (84.52)
Pedicle Screw (84.82)
1C 2;3
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
1. Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugiannya
3. Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
4. Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
Faktor ekstrakranial
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Herniasi Diskus Intervertebra Servikalis Dengan Radikulopati
ICD 10: M50.10
1. Pengertian (Definisi) Kelainan degeneratif progresif yang melibatkan perubahan struktur pada diskus
intervertebral daerah servikal menyebabkan penyempitan foramen
2. Anamnesis - Nyeri leher, nyeri subscapular, nyeri bahu dan nyeri punggung yang semakin memberat
dan terkadang menjalar ke tangan
- Rasa tebal dan parastesi pada tangan
Kelemahan ekstrimitas superior disertai dengan gejala LMN
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan Neurologis:
- Pemeriksaan fungsi motoris
- Pemeriksaan fungsi Sensoris
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan tanda-tanda radikulopati dan instabilitas tulang belakang
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan radiologis sesuai klinis
5. DiagnosisKerja Herniasi Diskus Intervertebra Servikalis Dengan Radikulopati (ICD 10: M50.10)
6. Diagnosis Banding - Spinal stenosis
- Amyotrophic Lateral Sclerosis
- Amiotropik diabetic
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 X-foto Vertebra
Servikal
Mencari kelainan bentuk susunan tulang
belakang
1C 1
2
CT scan Spine
Lumbosacral
- Gambaran spondilosis
- Bisa disertai dengan gambaran destruksi
tulang belakang
1B 1
3 MRI Spine
Gambaran disc buldging atau disc protursi
yang menyebabkan kompresi nerve root /
stenosis pada foramen
1B 1;2
8. Terapi
No Terapi Prosedur (ICD 9 CM)
Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 Pembedahan Laminekomi, Laminotomi, laminoplasti,
foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusidengan bone graft (84.52)
1B 3;4
237
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Lateral Mass Screw (84.82)
ACDF (81.32)
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
1. Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugiannya
3. Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
4. Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisi umum
- Kelainan penyerta
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Neoplasma Jinak Kolumna Vertebralis
ICD 10: C16.6
1. Pengertian (Definisi) Tumor tulang belakang yaitu neoplasma yang terletak di sumsum tulang belakang. Insiden
tumor sumsum tulang belakang primer yaitu 2-4% dari semua tumor system saraf pusat
primer. 1/3 dari keseluruhannya yaitu tumor ekstramedula.
2. Anamnesis Gejala yang paling sering muncul yaitu nyeri sangat yang menyebabkan pasien terbangun
di tengah malam. Pasien sering menggambarkan rasa sakit ini sebagai nyeri yang
menggerogoti dan tak henti-henti.Meskipun manifestasi neurologis mungkin mulai di satu
sisi, pada perkembangannya dapat berkembang pada kedua sisi dan dengan demikian
menghasilkan gejala bilateral.
Tulang belakang yaitu tempat metastasis umum bagi banyak jenis tumor. Riwayat kanker
dapat lebih mengarahkan diagnosis metastasis ke tulang belakang.
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan fisik menyeluruh termasuk kekuatan motorik, reflex fisiologis, reflex patologis,
sensorik, dan otonom diperlukan untuk menentukan kemungkinan letak tumor.
Keterlibatan komponen saraf dan defisit neurologis sebelum operasi harus diperhitungkan
untuk menentukan prognosa dan derajat neurologis kerusakan.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan laboratorium: Tumor Marker
4. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
5. DiagnosisKerja Neoplasma Jinak Kolumna Vertebralis (ICD 10: C16.6)
6. Diagnosis Banding a. Intramedulla Tumor:
Ependymoma
Astrocytoma
Oligodendroglioma
Mix
Metastase
b. Ekstramedulla Tumor:
Meningioma
Schwannoma
Neurofibroma
c. Ekstra dura Tumor :
Metastase
Chordoma
Lymphoma
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 MRI dengan
kontras
MRI merupakan studi diagnostik terpilih.
Memberikan gambaran spinal kord dan
struktur sekitar dengan sangat baik.
2C 1
8. Terapi No Terapi Prosedur (ICD 9 CM) Grad Ref
239
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
e
Reko
mend
asi
1 Pembedahan Reseksi Tumor
Stabilisasi spinal
Pembedahan yang dilakukan:
Biopsi tumor vertebra (03.32)
Eksisi tumor vertebra (03.4)
Laminekomi, Laminotomi, laminoplasti,
foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusi Lumbosacral (81.07)
FusiCraniocervical (81.01)
TLIF, PLIF (81.08)
Fusidengan bone graft (84.52)
Pedicle Screw (84.82)
1C
1C
2
2
9. Edukasi Pasien harus memahami bahwa penanganan akan berlangsung jangka panjang (long-term
care) dan memerlukan tindak lanjut multidisiplin yang melibatkan bidang bedah saraf,
rehabilitasi medik, dan urologi
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisiumum
- Encase tumor dengan sumsum tulang
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Neoplasma Jinak Spinal Kord
ICD 10 : D33.4
1. Pengertian (Definisi) Tumor tulang belakang yaitu neoplasma yang terletak di sumsum tulang belakang. Insiden
tumor sumsum tulang belakang primer yaitu 2-4% dari semua tumor system saraf pusat
primer. 1/3 dari keseluruhannya yaitu tumor ekstramedula.
2. Anamnesis Gejala yang paling sering muncul yaitu nyeri sangat yang menyebabkan pasien terbangun
di tengah malam. Pasien sering menggambarkan rasa sakit ini sebagai nyeri yang
menggerogoti dan tak henti-henti.Meskipun manifestasi neurologis mungkin mulai di satu
sisi, pada perkembangannya dapat berkembang pada kedua sisi dan dengan demikian
menghasilkan gejala bilateral.
Tulang belakang yaitu tempat metastasis umum bagi banyak jenis tumor. Riwayat kanker
dapat lebih mengarahkan diagnosis metastasis ke tulang belakang.
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan fisik menyeluruh termasuk kekuatan motorik, reflex fisiologis, reflex patologis,
sensorik, dan otonom diperlukan untuk menentukan kemungkinan letak tumor.
Keterlibatan komponen saraf dan defisit neurologis sebelum operasi harus diperhitungkan
untuk menentukan prognosa dan derajat neurologis kerusakan.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan laboratorium: Tumor Marker
4. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
5. DiagnosisKerja NeoplasmaJinak Spinal Cord (ICD 10: D33.4)
6. Diagnosis Banding a. Intramedulla Tumor: - Ependymoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Mix
- Metastase
b. Ekstramedulla Tumor: - Meningioma
- Schwannoma
- Neurofibroma
c. Ekstra dura Tumor : - Metastase
- Chordoma
- Lymphoma
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 MRI dengan
kontras
MRI merupakan studi diagnostik terpilih.
Memberikan gambaran spinal kord dan
struktur sekitar dengan sangat baik. Hampir
semua tumor intrinsik spinal kord menyangat
dengan kontras gadolinium
1C 1
8. Terapi
No Terapi Prosedur (ICD 9 CM)
Grad
e
Ref
242
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Reko
mend
asi
1 Pembedahan Reseksi Total Tumor
Pembedahan yang dilakukan:
Biopsi tumor vertebra (03.32)
Eksisi tumor vertebra (03.4)
Laminekomi, Laminotomi, laminoplasti,
foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusi Lumbosacral (81.07)
Fusi Craniocervical (81.01)
TLIF, PLIF (81.08)
Fusidengan bone graft (84.52)
Pedicle Screw (84.82)
1C
2,3,4,10
2 Radioterapi Radioterapi diberikan tergantung jenis
tumor, pada kasus inoperable, atau subtotal
reseksi
1C 5,6,7,8,9,
11,12
9. Edukasi Pasien harus memahami bahwa penanganan akan berlangsung jangka panjang (long-term
care) dan memerlukan tindak lanjut multidisiplin yang melibatkan bidang bedah saraf,
rehabilitasi medik, dan urologi
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisiumum
- Encase tumor dengan sumsum tulang
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Neoplasma Malignan Kolumna Vertebralis
ICD 10: C41.2
1. Pengertian (Definisi) Tumor tulang belakang yaitu neoplasma yang terletak di sumsum tulang belakang. Insiden
tumor sumsum tulang belakang primer yaitu 2-4% dari semua tumor sistem saraf pusat
primer. 1/3 dari keseluruhannya yaitu tumor ekstramedula
2. Anamnesis Gejala yang paling sering muncul yaitu nyeri sangat yang menyebabkan pasien terbangun
di tengah malam. Pasien sering menggambarkan rasa sakit ini sebagai nyeri yang
menggerogoti dan tak henti-henti. Meskipun manifestasi neurologis mungkin mulai di satu
sisi, pada perkembangannya dapat berkembang pada kedua sisi dan dengan demikian
menghasilkan gejala bilateral.
Tulang belakang yaitu tempat metastasis umum bagi banyak jenis tumor. Riwayat kanker
dapat lebih mengarahkan diagnosis metastasis ke tulang belakang.
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik menyeluruh termasuk kekuatan motorik, refleks fisiologis, reflex patologis,
sensorik, dan otonom diperlukan untuk menentukan kemungkinan letak tumor.
Keterlibatan komponen saraf dan defisit neurologis sebelum operasi harus diperhitungkan
untuk menentukan prognosa dan derajat neurologis kerusakan.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan laboratorium: Tumor Marker
4. Pemeriksaan imaging sesuai di atas
5. Diagnosis Kerja Neoplasma Malignan Kolumna Vertebralis (ICD 10 : C41.2)
6. Diagnosis Banding - Abses epidural spinal
- Abses psoas
- Penyakit degeneratif
- HNP
- Tumor metastase
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 X-ray
X-ray vertebra servikal/thoraks/lumbosacral
untuk mencari kelainan bentuk susunan
tulang belakang
1B 3
2
Magnetic
resonance
imaging (MRI)
vertebra
merupakan gold standart diagnostik,
memberikan penggambaran yang sangat baik
dari sumsum tulang belakang dan struktur di
sekitarnya
1B 3
8. Terapi
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 Bedah
Biopsi tumor vertebra (03.32)
Eksisi tumor vertebra (03.4)
Laminekomi, Laminotomi, laminoplasti,
foraminotomi (03.09)
1B 2, 4, 8
245
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Disektomi (80.51)
Fusi Lumbosacral (81.07)
Fusi Craniocervical (81.01)
TLIF, PLIF (81.08)
Fusi dengan bone graft (84.52)
Pedicle Screw (84.82)
2 Radioterapi
Radioterapi postoperasi meningkatkan
kemungkinan hidup pasien dengan
astrositoma infiltratif tetapi tidak pada tumor
pilositik
dosis yang sering digunakan yaitu 45 Gy
dalam fraksi terbagi
IC 6
3 Kemoterapi
kemoterapi memiliki tempat dalam
pengelolaan lesi high grade astrositoma ,
baik dalam mengubah natural history
perkembangan tumor tersebut atau
berpotensi dsebagai obat utama
1C 7
9. Edukasi Pasien harus memahami bahwa penanganan akan berlangsung jangka panjang (long-term
care) dan memerlukan tindak lanjut multidisiplin yang melibatkan bidang bedah saraf,
rehabilitasi medik, dan urologi.
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad malam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad malam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad malam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisi umum
- Kelainan penyerta
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Spondilosis Servikalis Dengan Myelopati
ICD 10: M47.12
1. Pengertian (Definisi) Kelainan degeneratif progresif yang melibatkan perubahan struktur pada korpus vertebra
daerah cervikal, diskus intervertebra, osifikasi/ hipertrofi ligament (PLL dan flavum), dan
osteofit yang menyebabkan penyempitan kanalis cervikalis dan menimbulkan sindroma
disfungsi spinal kord
2. Anamnesis - Nyeri leher, nyeri subscapular, nyeri bauh dan nyeri punggung yang semakin memberat
dan terkadang menjalar ke tangan
- Rasa tebal dan parastesi pada tangan
- Kesulitan melakukan gerakan halus
- Gangguan Gait, spastik, dan kadang muncul klonus
- Kelemahan ekstrimitas inferior disertai dengan gejala UMN
- Kelemahan ekstrimitas superior disertai dengan gejala LMN
- Disfungsi kandung kemih, tanda lhermite
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum:
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
- Pemeriksaan fisik pertamakali diutamakan pada evaluasi A (airway), B (breathing)
dan C (circulation)
Pemeriksaan Lokalis Tulang Belakang
- Mencari kelainan bentuk susunan tulang belakang (deformitas)
- Mencari nyeri ketuk spinal, spasme/ketegangan otot spinal/paraspinal
Pemeriksaan Neurologis:
- Pemeriksaan fungsi motoris
- Pemeriksaan fungsi Sensoris
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan tanda-tanda radikulopati dan instabilitas tulang belakang
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan radiologis sesuai diatas
5. Diagnosis Kerja Spondilosis Servikalis Dengan Myelopati (ICD 10: M47.12)
6. Diagnosis Banding - Amyotrophic Lateral Sclerosis
- Sindroma Guillain Barre
- Normal Pressure Hydrocephalus
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekom
endasi
Ref
2 CT scan
CT scan Spine (sesuai lesi)
- Gambaran spondilosis
- Bisa disertai dengan gambaran
destruksi tulang belakang.
1C 1
248
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
3
MRI
MRI Spine (sesuai lesi) (1B)
- Gambaran destruksi tulang
(hipointens pada korpus vertebral
disertai hilangnya batas endplate
- Spondilosis
- Bisa disertai gambaran epidural
abses pada MRI dengan kontras
- Sangat baik dalam memvisualisasi
detail intramedular dari kelainan
spinal
san
1B
1,2,3
8. Terapi
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grade
Rekom
endasi
Ref
1 Operasi
Pembedahan diindikasikan pada
1. Munculnya defisit neurologis
2. Adanya kompresi pada kord
3. Perburukan kondisi dengan riwayat
perawatan non operatif sebelumnya
Jenis Pembedahan Yang Dikerjakan:
Laminekomi, Laminotomi,
laminoplasti, foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusi dengan bone graft (84.52)
Lateral Mass Screw (84.82)
IC 4,5,6
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
1. Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugiannya
3. Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
4. Tipe perdarahan yang memberikan hasil pasca operasi paling baik diantara tipe
perdarahan lainnya jika segera dilakukan tindakan evakuasi
5. Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisi umum
- Kelainan penyerta
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Spondilosis Lumbosakral Dengan Radikulopati
ICD 10: M47.27
1. Pengertian (Definisi) Kelainan degeneratif progresif yang melibatkan perubahan struktur pada diskus
intervertebra daerah lumbal yang menyebabkan penyempitan kanalis
2. Anamnesis - Nyeri pinggang yang menjalar ke tungkai hingga kaki
- Rasa tebal dan parastesi pada tungkai atau kaki
- Kelemahan ekstrimitas inferior disertai dengan gejala LMN
- Disfungsi kandung kemih
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Lokalis Tulang Belakang
- Mencari kelainan bentuk susunan tulang belakang (deformitas)
- Mencari nyeri ketuk spinal, spasme/ketegangan otot spinal/paraspinal
Pemeriksaan Neurologis:
- Pemeriksaan fungsi motoris
- Pemeriksaan fungsi Sensoris
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan tanda-tanda radikulopati dan instabilitas tulang belakang
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan radiologis sesuai diatas
5. Diagnosis Kerja Spondilosis Lumbosakral Dengan Radikulopati (ICD 10: M47.27)
6. Diagnosis Banding - Spinal stenosis
- Sindroma cauda equina
- Amiotropik diabetic
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grade
Rekomen
dasi
Ref
1 MRI
MRI Spine (sesuai lesi) (1B)
Gambaran disc buldging atau disc
protursi yang menyebabkan kompresi
nerve root / stenosis pada foramen
1B 1,2,3,4
2 CT scan
CT scan Spine (sesuai lesi)
- Gambaran spondilosis
- Bisa disertai dengan gambaran
destruksi tulang belakang.
- Namun tidak bisa
memvisualisasi cabang-cabang
spinal dan penjalarannya
1C 1,5,6
3
CT
Myelography
CT Myelography
- Dapat memvisualisasi cabang-
cabang spinal dan perjalarannya
melalui foramen
- Bisa disertai dengan gambaran
destruksi tulang belakang.
1B
1,5,6
8. Terapi No Terapi Prosedur (ICD 9 CM) Grad Ref
251
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
e
Reko
mend
asi
1 Operasi
Pembedahan diindikasikan pada
4. Munculnya radikulopati akut disertai
defisit neurologis
5. Munculnya radikulopati akut disertai
retensi urin, anestesia sadle, dan
defisit neurologis bilateral
6. Curiga suatu neoplasma
7. Curiga suatu epidural abses
8. Perburukan kondisi dengan riwayat
perawatan non operatif sebelumnya
Jenis Pembedahan yang dilakukan:
Laminekomi, Laminotomi,
laminoplasti, foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusi Lumbosacral (81.07)
TLIF, PLIF (81.08)
Fusi dengan bone graft (84.52)
Pedicle Screw (84.82)
IC 7
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
1. Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugiannya
3. Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
4. Tipe perdarahan yang memberikan hasil pasca operasi paling baik diantara tipe
perdarahan lainnya jika segera dilakukan tindakan evakuasi
5. Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisi umum
- Kelainan penyerta
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
SpondilitisTB
ICD 10:M49.0
1. Pengertian (Definisi) Infeksi pada satu atau lebih korpus vertebra/diskus akibat kuman tuberculosis
2. Anamnesis Identitas pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat
- Nyeri leher, nyeri punggungatau nyeri pinggang yang semakin memberat
- Didapatkan gangguan neurologis yang semakin memberat (kelemahan motorik, defisit
sensoris, radikulopati, gangguan otonom dll.)
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum:
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
- Pemeriksaan fisik pertamakali diutamakan pada evaluasi A (airway), B (breathing)
dan C (circulation)
Pemeriksaan Lokalis Tulang Belakang
- Mencari kelainan bentuk susunan tulang belakang (deformitas)
- Mencari nyeri ketuk spinal, spasme/ketegangan otot spinal/paraspinal
Pemeriksaan Neurologis:
- Pemeriksaan fungsi motoris
- Pemeriksaan fungsi Sensoris
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan tanda-tanda radikulopati dan instabilitas tulang belakang
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan radiologis sesuai klinis
4. Pemeriksaan mikrobiologis sesuai diatas
5. Diagnosis Kerja Spondilosis TB (ICD 10: M49.0)
6. Diagnosis Banding - Abses epidural spinal
- Abses psoas
- Penyakit degeneratif
- HNP
- Tumor metastase
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1
X-ray vertebra
servikal/thoraks/
lumbosacral
X-ray untuk mencari kelainan bentuk susunan
tulang belakang 1C 1,3
2 CT scan
CT scan Spine (sesuai lesi)
- Gambaran spondilosis
- Bisa disertai dengan gambaran
destruksi tulang belakang,
resolusijaringan yang tinggi.
1C 1,3
254
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
3
MRI
MRI Spine (sesuai lesi)
- Gambaran destruksi tulang
(hipointens pada korpus vertebral
disertai hilangnya batas endplate
- Spondilosis
- Bisa disertai gambaran epidural abses
pada MRI dengan
kontras
1B
1,3
8. Terapi
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1 Antibiotik Pemberian antibiotik sesuai hasil kultur 1B 1,2,4
2 Operasi
debridement (86.2)
Laminekomi, Laminotomi,
laminoplasti, foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusi Lumbosacral (81.07)
Fusi Craniocervical (81.01)
TLIF, PLIF (81.08)
Fusi dengan bone graft (84.52)
Pedicle Screw, Lateral mass screw
(84.82)
IC 1,2,4,6
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
1. Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugiannya
3. Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang terganggu,
melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisi umum
- Kelainan penyerta
11
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Spondilosis Lumbosakral Dengan Mielopati
ICD 10: M47.16
1. Pengertian (Definisi) Kelainan degeneratif progresif yang melibatkan perubahan struktur pada diskus
intervertebra daerah lumbal yang menyebabkan penyempitan kanalis
2. Anamnesis - Nyeri pinggang yang menjalar ke tungkai hingga kaki
- Rasa tebal dan parastesi pada tungkai atau kaki
- Kelemahan ekstrimitas inferior disertai dengan gejala LMN
- Disfungsi kandung kemih
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Lokalis Tulang Belakang
- Mencari kelainan bentuk susunan tulang belakang (deformitas)
- Mencari nyeri ketuk spinal, spasme/ketegangan otot spinal/paraspinal
Pemeriksaan Neurologis:
- Pemeriksaan fungsi motoris
- Pemeriksaan fungsi Sensoris
- Pemeriksaan fungsi otonom
- Pemeriksaan tanda-tanda radikulopati dan instabilitas tulang belakang
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan radiologis sesuai diatas
5. Diagnosis Spondilosis Lumbosakral Dengan Mielopati(ICD 10: M47.16)
6. Diagnosis Banding - Spinal stenosis
- Sindroma cauda equina
- Amiotropik diabetic
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan
Rekomendasi Grad
e
Reko
mend
asi
Ref
1
X-ray vertebra
servikal/thoraks/
lumbosacral
X-ray untuk mencari kelainan bentuk susunan
tulang belakang 1C 1,2,3,10
2 CT scan - Gambaran spondilosis 1B 1,4,5, 10
3
MRI
- Gambaran disc buldging atau disc
protursi yang menyebabkan kompresi
nerve root / stenosis pada foramen
1B
4, 6, 10
8. Terapi
No Terapi
Prosedur (ICD 9 CM) Grad
e
Reko
Ref
257
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
mend
asi
1 Pembedahan
Laminekomi, Laminotomi, laminoplasti,
foraminotomi (03.09)
Disektomi (80.51)
Fusi Lumbosacral (81.07)
TLIF, PLIF (81.08)
Fusi dengan bone graft (84.52)
Pedicle Screw (84.82)
1C
10, 11,
12, 13,
14
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
1. Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
2. Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugiannya
3. Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
4. Tipe perdarahan yang memberikan hasil pasca operasi paling baik diantara tipe
perdarahan lainnya jika segera dilakukan tindakan evakuasi.
5. Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Status Neurologis awal
- Kondisi umum
- Kelainan penyerta
11
PNPK Divisi Neurofungsional
1. Carpal tunnel syndrome ICD 10: G56.0
2. Epilepsi ICD 10: G40
3. Glossofaringeal neuralgia ICD 10: G52.1
4. Hemifacial spasme ICD 10: G51.3
5. Parkinson ICD 10: G20
6. Trigeminal neuralgia ICD 10: G50.0
7. Essensial tremor ICD 10: G25.0
8. Low back pain sub acute dan kronik ICD 10: M54
PEDOMAN NASIONAL PELAYANANKEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
CARPAL TUNNEL SYNDROME
G56.0
1. Pengertian
(Definisi)
Carpal tunnel syndrome yaitu suatu kompleks gejala dan tanda yang diakibatkan oleh
jepitan dari saraf medianus yang berjalan melewati carpal tunnel
2. Anamnesis Didapatkan nyeri pada telapak tangan yang dipersarafi oleh saraf medianus
Didapatkan rasa tebal pada telapak tangan yang dipersarafi saraf medianus
didapatkan rasa tingling (seperti tersengat listrik)
Biasanya bertambah parah pada malam hari
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari trigeminal neuralgia
PemeriksaanNeurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan seluruh saraf kranialis yang dititikberatkan pada saraf kranial kelima
(trigeminal) meliputi:
Sensorik: pemeriksaan sensasi (nyeri – raba – tekan/pressure – suhu) pada
masing-masing distribusi cabang saraf di tangan (nervus medinus, ulnaris,
radialis) dan lengan
Motorik: pemeriksaan meliputi kekuatan, tonus, trofi. Pada CTS akan didapatkan
atrofi otot thenar
Tes Phalen: pasien diminta untuk gerakan fleksi telapak tangan dengan siku full
ekstensi untuk memberikan regangan penuh pada nervus medianus. Dikatakan
POSITIF apabila dapatkan nyeri atau paresthesia setelah 1 menit fleksi telapak tangan.
Tes Tinel: pemeriksa melakukan perkusi pada daerah proksimal atau tepat di atas
carpal tunnel. Dikatakan POSITIF apabila didapatkan nyeri atau parestesi dari telapak
tangan
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis sesuai diatas
2. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
3. Pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi lokasi kelainan
5. DiagnosisKerja Carpal Tunnel Syndrome (G56.0)
6. Diagnosis Banding - Cervical radiculopathy
- Cervical spondylotic myelopathy
- Cervical polyradiculopathy
- Brachial plexopathy
- Median neuropathy
- Motor neuron disease (ALS)
- Fibromyalgia
- Nyeri ligamentum
- Kompartemen syndrome
7. Pemeriksaan
Penunjang
- Nerve conduction test (NCS) (Grade 2A)
- Electromyography (EMG) (Grade 2)
- MRI carpal tunnel (Grade 3)
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
261
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
1
Nerve
Conduction
Test (NCS)
NCS akan memberikan hasil adanya
cedera atau gangguan konduksi pada
saraf medianus
2A 1,2
2
Electromyogra
phy (EMG)
EMG tidak wajib dilakukan pada
pasien dengan CTS yang memiliki
gejala khas. EMG berguna untuk
eksklusi penyakit lain, misalnya
cervical radiculopathy,plexopathy,
dan lain-lain
2A 1,2
3
Magnetic
Resonance
Imaging (MRI)
MRI bukan merupakan pemeriksaan
rutin. MRI dilakukan bilamana pasien
mengalami deformitas terutama
struktur anatomi jaringan lunak di
sekitar carpal tunnel
2A 1,2
8. Terapi Operatif: (1B)
Carpal tunnel release dengan teknik:
- Open technique (04.43)
dengan menggunakan insisi pada carpal tunnel. Dapat berupa insisi standar
atau small palmar incision
- Endoscopic technique:
dengan menggunakan endoskopi dapat berupa one portal approach atau two
portal approach
No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 Operatif
Carpal tunnel release dengan teknik:
- Open technique (04.43)
dengan menggunakan insisi pada
carpal tunnel. Dapat berupa insisi
standar atau small palmar incision
- Endoscopic technique:
dengan menggunakan endoskopi
dapat berupa one portal
approach atau two portal
approach
1B 5,6,7,8
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Re-open CTS release dapatterjadipada 49% pasien. Tingkat keberhasilan (pain-free)
antara 73-90%.
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANANKEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
EPILEPSI
G40
1. Pengertian
(Definisi)
Epilepsi yaitu serangkaian gejala neurologis yang ditandai dengan serangan epileptik
yaitu episode kejang berulang yang tidak dipicu oleh sebab langsung ( Intermediate
cause) .
2. Anamnesis Didapatkan riwayat serangan kejang epileptik
Semiologi kejang meliputi:
aura kejang,
tipe kejang (absans, fokal, general, focal secondary general),
onset kejang,
durasi kejang,
frekuensi kejang,
gejala post-ictal.
Dapat didapatkan riwayat keluarga dengan epilepsi, riwayat trauma, riwayat kejang
demam.
Kejang dapat dipicu ( seizure precipitants ): kondisi emosional, latihan/aktivitas berat,
suara keras, cahaya/sinar yang menyilaukan
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari epilepsi.
Pada saat kejang, pasien harus diperiksa dan ditatalaksana sesuai prinsip gawat darurat
yaitu: amankan Airway, Breathing, Circulation
PemeriksaanNeurologis
Tingkat kesadaranGlasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan saraf kranial satu sampai dua belas
Pemeriksaan motoric menyeluruh
Pemeriksaan sensorik menyeluruh
Pemeriksaan reflex fisiologis
Pemeriksaan reflex patologis
4. Kriteria Diagnosis 4. Anamnesis sesuai diatas
5. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
6. Pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi penyebab kejang
5. Diagnosis Kerja Epilepsi (G40)
6. Diagnosis Banding - Kejang demam ( febrile convulsion )
- Non -epileptic convulsion
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (Grade 1B): untuk mengkonfirmasi penyebab metabolik:
- Hematologi rutin
- Serum elektrolit (Natrium, Kalium)
- Kalsium dan Magnesum
- Glukosa darah
- Fungsi Ginjal
- Fungsi hepar
- Screening toksikologi
264
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Pemeriksaan Elektroensefalografi/EEG (Grade 1A)
Merupakan pemeriksaan utama pada pasien epilepsi:
- EEG Rutin/ interiktal
- EEG Longterm Intrakranial
MRI Kepala (Grade 1B)
Pada epilepsy dapat ditemukan abnormalitas struktur berupa:
- Abnormalitas mesial temporal, berupa Mesial temporal sclerosis, hipocampal
sclerosis, vascular lesion
- Abnormalitas struktur korteks (cortical dysplasia )
Pemeriksaan MRI dapat juga menyingkirkan penyebab lain dari kejangnya itu adanya
massa yang mengakibatkan lesi desak ruang (space occupying lesion )
Apabila didapatkan lesi struktur yang meragukan, dapat dilanjutkan pemeriksaan (Grade
2B):
- PET / FDG-PET
- SPECT
- MEG
8. Terapi Non Operatif: (Grade 1A)
Pasien epilepsi yang baru saja didiagnosis diberikan manajemen non-operatif
berupa:
1. Medikamentosa
Obat anti-epilepsi dapat digunakan disesuaikan dengan gambaran klinis kejang
dari pasien
Epilepsi dengan kejang fokal
- Iamtorigine
- Oxcarbazepine
- Carbamazepine
- Gabapentin
- Topimirat
Epilepsi dengan kejang general
- Valproat
- Iamotrigine
- Topiramate
- Fenitoin
2. Konseling
Pasien epilepsi harus mendapatkan konseling yang berkaitan dengan kualitas
hidup dan keselamatan diri, meliputi: ijin berkendara, asuransi jiwa, dan
konseling psikososial yang terkait
Operatif: (Grade 1B)
Pasien dengan epilepsy dapat ditatalaksana dengan manajemen operatif
dengan kandidat tertentu yaitu pasien dengan:
o Mesial Temporal Epilepsi (MTE)
Konfirmasi MTE yaitu dengan pemeriksaan menyeluruh hingga EEG dan MRI
yang membuktikan adanya focus epileptogenic pada amygdala dan
hippocampus
o Lesional Epilepsy
Pasien dengan struktur patologi yang jelas mengakibatkan kejang misalnya
ditemukan tumor low grade glioma, cavernous malformation, malformation
cortical development,
o Focal epilepsy dengan riwayat drug-resistant
Harus diketahui focus epileptogenic dengan EEG Longterm intracranial dan
265
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
MRI
Tindakan operatif (terutama pada MTE) didahului dengan prosedur WADA test
(intracarotid amobarbital test ) yaitu injeksi amobarbital intrakarotis untuk
mengetahui lokasi dominasi hemisfer untuk fungsi bahasa dan memori.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk memprediksi outcome postoperasi
Teknik operasi epilepsi dapat berupa:
- Anterior temporal lobectomy (01.53)
- Selective amygadalohippocampectomy (01.53)
- Focal cortical resective surgery (01.5)
- Lesionectomy (01.5)
- Radiosurgery (Gamma-knife) (01.59)
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Prognosis operasi MTE sangat baik dengan tingkat mortalitas 0% dan morbiditas 10.8%.
Komplikasi pembedahan dapat berupa gangguan kognitif dan gangguan lapangan
pandang.
11.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
GLOSOFARINGEAL NEURALGIA
G52.1
1. Pengertian
(Definisi)
Glossopharyngeal neuralgia yaitu nyeri paroksismal yang terdistribusi sesuai saraf
kranial kesembilan (glosofaring) dan sepuluh (vagus)
2. Anamnesis Lokasi nyeri: telinga, fossa tonsilar, dasar lidah, sudut rahang
Nyeri bersifat khas yaitu paroksismal, berat, seperti ditusuk-tusuk atau seperti
tersengat listrik, berulang (episodik)
Seringkali unilateral, dapat terjadi bilateral (12%)
Nyeri dapat dipicu oleh gerakan mengunyah, menelan, batuk, bicara, menguap,
sentuhan pada telinga,
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari glosofaringeal
neuralgia
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan seluruh saraf kranialis yang dititikberatkan pada saraf kranial
kesembilan (glosofaring) dan sepuluh (vagus) meliputi:
Sensorik: pemeriksaan sensasi (nyeri – raba – tekan/pressure – suhu) pada
masing-masing distribusi cabang saraf kranial Sembilan dan sepuluh (lokasi
seperti pada anamnesis). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing distribusi
cabang saraf dan dibandingkan kanan dan kiri.
Motorik: pemeriksaan motoric saraf Sembilan sepuluh dengan cara pasien
diminta untuk menelan, dan batuk. Diperiksa juga apakah pemeriksaan tersebut
memicu nyeri glosofaringeal atau tidak.
4. Kriteria Diagnosis 7. Anamnesis sesuai diatas
8. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
9. Pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi lokasi kelainan
5. DiagnosisKerja Glosofaringeal Neuralgia (G52.1)
6. Diagnosis Banding - Penyakit local pada faring
- Osifikasi ligament stilohyoid
- Multiple sclerosis
- Tumor pada saraf glosofaring dan vagus atau sekitar saraf tersebut
7. Pemeriksaan
Penunjang
MRI Kepala + MRA (Grade 1B)
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1
MRI Kepala +
MRA
- Sensitivitas mencapai 95%, dengan
spesifisitas 86%
- Ditemukan adanya neuro -vascular
contact antara saraf glosofaring dan
vagus pada root entry zone dengan
struktur pembuluh darah (biasanya
arteri posterior inferior serebelaris)
- MRI dan MRA disertai dengan
1B 1,2,3,4
268
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
sekuens FIESTA untuk mengetahui
arah dan lokasi neuro -vascular
contact
8. Terapi
No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 Operatif
- Microvascular Decompression
(04.42)
Yaitu suatu tindakan pembedahan
kraniotomi yang memisahkan
(dekompresi) struktur pembuluh
darah yang menempel pada root
entry zone saraf glosofaringeal
1B 1,2,3,4
2 Non Operatif
Pada glosofaringeal neuralgia dapat
diberikan medika mentosa yaitu:
- Carbamazepine
- Oxcarbazepine
- Baclofen
- Lamotrigine
- Topical lidocaine.
1b 1,2,3,4
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Pembedahan Microvascular Decompression memiliki tingkat keberhasilan 95% bebas
nyeri. Komplikasi dapat berupa paresis saraf glosofaringeal (8%).
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
HEMIFACIAL SPASM
G51.3
1. Pengertian
(Definisi)
Hemifacial spasm yaitu gerakan sinkron yang tidak disadari (involunter) pada salah satu
sisi dari wajah.
2. Anamnesis Gerakan tidak disadari pada salah satu sisi wajah
Lokasi : salah satu sisi wajah, biasanya bermula dari otot sekitar kelopak mata (otot
orbicularis okuli, berkedip-kedip)
Spasme bersifat singkat, klonik ireguler, bias bersifat tonik
Seringkali unilateral, dapat terjadi bilateral (5%),
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari glosofaringeal
neuralgia
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan seluruh saraf kranialis yang dititikberatkan pada saraf kranial
ketujuh (nervus facialis) meliputi:
Motorik: pemeriksaan motoric saraf tujuh dengan cara pasien diminta untuk
menutup kelopak mata, mengernyitkan dahi, mengangkat alis, tersenyum
memperlihatkan gigi, menggembungkan pipi dan bersiul. Kemudian dibandingkan
kanan dan kiri.
Sensorik diperiksa sesuai indikasi, ada atau tidak kelainan pada pengecapan lidah
duapertiga anterior.
4. Kriteria Diagnosis 10. Anamnesis sesuai diatas
11. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
12. Pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi lokasi kelainan
5. DiagnosisKerja Hemifacial Spasm (G51.3)
6. Diagnosis Banding - Blefarospasme
- Meige syndrome
- Tumor pada nervus kranial tujuh atau sekitar nervus tersebut
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1
MRI Kepala +
MRA
- Ditemukan adanya neuro -vascular
contact antara saraf facial pada root
exiting zone dengan struktur
pembuluh darah (biasanya arteri
anterior inferior serebelaris, 88-
93%)
MRI dan MRA disertai dengan sekuens
FIESTA untuk mengetahui arah dan
lokasi neuro -vascular contact
1B 1,2,3,4
8. Terapi
271
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 Operatif
Microvascular Decompression
(04.42)
Yaitu suatu tindakan pembedahan
kraniotomi yang memisahkan
(dekompresi) struktur pembuluh
darah yang menempel pad aroot
exiting zone saraf fasial
1B 1,2,3,4
2 Non Operatif
Pada hemifacial spasm dapat
diberikan medikamentosa yaitu
injeksi Botulinum toxin .
2C 4
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
PARKINSON
G20
1. Pengertian
(Definisi)
Penyakit parkinson yaitu suatu penyakit neuro degeneratif progresif yang
bermanifestasi terutama pada gangguan motorik
2. Anamnesis Terdapat tanda cardinal yaitu:
1. Tremor
Tremor pada penyakit Parkinson yaitu tremor at rest (tremor pada saat tidak
aktivitas). Tremor biasanya terjadi secara intermiten, lokasi tremor termasuk kaki,
bibir, rahang, lidah, dan jarang melibatkan kepala.
2. Bradykinesia
yaitu kelambatan gerakan secara umum. Tanda yang sering muncul yaitu
menyeret kaki, langkah yang pendek, kesulitan berdiri dari kursi.
3. Rigidity
yaitu peningkatan tahanan pada gerakan pasif, terjadi pada 90% pasien parkinson.
Dapat terjadi cogwheel rigidity .
4.Postural instability
Adanya gangguan refleks postural-sentral yang menyebabkan perasaan
ketidakseimbangan yang menyebabkan kecenderungan untuk jatuh
Dapat juga ditemukan gejala lain yaitu
- Gangguan penglihatan
- Myoclonus
- Short-stepped gait, festinating gait
- Disfungsi kognitif dan demensia
- Psikosis dan halusinasi
- Gangguan tidur
- Disfungsi otonom
- Gangguan mood: depresi, kecemasan,
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari gejala parkinson
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan motoric meliputi: kekuatan motorik, tonus, trofi, dan refleks.
Diperiksa juga tipe dari rigiditas apabila ditemukan harus diperhatikan tremor
dari pasien.
Pemeriksaan sensorik sesuai dengan gejala dan indikasi
Pemeriksaan inspeksi dari gait (didapatkan short-stepped atau festinating gait)
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis Penyakit Parkinson Parkinson Disease(PD) secara klinis :
1. Tidak boleh ada kriteria eksklusi absolut
2. Minimal ada DUA kriteria penunjang
3. Tidak ada red flags
273
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Diagnosis mungkin (probable) Parkinson :
1 Tidak boleh ada kriteria eksklusi absolut
2 Ada red flags yang diimbangi oleh kriteria penunjang
3 Apabila ada SATU redflag, harus ada minimal SATU kriteria penunjang
4 Apabila ada DUA redflags, harus ada minimal DUA kriteria penunjang
5 Tidak boleh ada lebih dari DUA red flags
Kriteria Penunjang
1. Adanya bukti nyata dan jelas bahwa terapi dopamine memberikan respon.
Selama terapi awal, fungsi klinis pasien kembali normal atau mendekati normal.
Apabila tidak ada dokumentasi yang jelas mengenai respon terapi awal ini, maka
respon yang nyata dapat diklasifikasikan sebagai:
a. Adanya perbaikan yang nyata apabila dosis dinaikkan atau perburukan apabila
dosis diturunkan. Perubahan ringan tidak dimasukkan. Dokumentasi bias secara
objektif (perubahan>30% dengan pemeriksaan UPDRS III) atau subjektif
(pencatatan yang jelas oleh pasien atau perawat pasien yang dipercaya)
b. Fluktuasi ĨĞŶŽmĞŶa ͞KEͬK&&͟ LJaŶŐ ũĞlas dan nyata, harus ada prediksi end -of -
dose wearing off
2. Adanya diskinesia yang dipengaruhi levodopa (levodopa -induced dyskinesia )
3. Tremor at rest dari ekstremitas, yang terdokumentasi pada pemeriksaan fisik
(baik riwayat pemeriksaan fisik dahulu atau yang sekarang)
4.Hilangnya sensasi penghidu atau denervasi simpatis pada jantung pada MIBG
scintigraphy
Kriteria Eksklusi Absolut : Adanya gejala atau tanda berikut maka BUKAN
merupakan penyakit Parkinson
1.Abnormalitas serebelum yang tegas seperti cerebellar gait , limb ataxia , atau
cerebellar oculomotor abnormalities (eg, nystagmus yang berkelanjutan, macro
square wave jerks , hypermetric saccades )
2. Downward vertical supranuclear gaze palsy , atau selective slowing of
downward vertical saccades
3. Diagnosis kemungkinan demensia frontotemporal behavioral, atau primary
progressive aphasia , berdasarkan dari kriteria diagnosis penyakit tersebut selama
5 tahun.
4. Gejala Parkinson hanya pada ekstremitas inferior pada tiga tahun terakhir.
5. Terapi dengan obat dopamine receptor blocker atau dopamine -depleting agent
pada waktu dan dosis tertentu yang konsisten dengan drug -induced parkinsonism
6. Tidak adanya respon terhadap levodopa high-dose meskipun tingkat
keparahannya rendah.
7. Kehilangan sensasi sensorik kortikal yang jelas (graphesthesia , stereognosis
dengan sensorik primer yang intak), apraksia ideomotor ekstremitas yang jelas,
atau afasia yang progresif
8. Pencitraan (neuroimaging) normal pada system dopaminergic presinaptik.
274
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
9. Adanya dokumentasi pada kondisi alternatif yang diketahui menyebabkan
Parkinson dan secara masuk akal terkait dengan gejala dari pasien, atau dokter
yang memeriksa pasien tersebut, berdasarkan modalitas diagnostik, merasa
bahwa diagnosis alternative lebih mungkin daripada penyakit parkinson.
Red flags
1. Progresivitas yang cepat dari kelainan berjalan (gait impairment) yang
membutuhkan kursi roda pada 5 tahun setelah onset.
2. Tidak adanya progresivitas gejala motoric setelah lebih dari 5 tahun, kecuali
ada pengaruh dari obat.
3. Early bulbar dysfunction : Disfonia dan Disartria berat (bicara tidak bias
dimengerti) or Disfagia berat (membutuhkan makanan halus, NG tube, atau
gastrostomy feeding ) dalam 5 tahun
4. Disfungsi inspirasi-ekspirasi: dapat diurnal atau nokturnal stridor atau sighs
5. Kegagalan fungsi otonom berat dalam 5 tahun terakhir. Termasuk:
a. Hipertensi ortostatik-Penurunan tekanan darah secara ortostatik dalam tiga
menit setelah berdiri, minimal 30 mmHg sistolik atau 15 mmHg diastolik, tanpa
adanya dehidrasi, obat-obatan, atau penyakit lain yang mempengaruhi
b. Retensi dan inkontinensi urine yang berat dalam 5 tahun (tidak termasuk stress
inkontinensia pada wanita), yang bukan merupakan inkontinensia fungsional
sederhana. Pada pria, retensi urine tidak boleh berkaitan dengan penyakit prostat
dan disfungsi ereksi
6. Jatuh berulang (> 1 kali per tahun) karena gangguan keseimbangan dalam 3
tahun setelah onset.
7. Disproportionate anterocollis (distonia) atau kontraktur dari tangan atau kaki
dalam 10 tahun pertama
8. Tidak adanya gejala penyakit non-motorik dalam durasi 5 tahun. Termasuk di
dalamnya gangguan fungsi tidur sleep (sleep -maintenance insomnia , excessive
daytime somnol ence, gejala REM sleep behavior disorder ), gangguan fungsi
otonom(konstipasi, urgensi urine siang hari, ortostatik simtomatik), hiposmia,
atau gangguan fungsi psikiatrik (depresi, kecemasan, atau halusinasi)
9. Gejala traktus ekstrapiramidal lain yang tidak bias dijelaskan, yaitu kelemahan
pyramidal atau hiperefleksia patologis yang jelas (tidak termasuk asimetri reflex
ringan, and respons extensor plantar isolated)
10. Parkinsonisme simetris bilateral. Pasien atau perawat pasien melaporkan
gejala bilateral dimana tidak ada kecenderungan pada satu sisi, dan tidak ada
dokumentasi predominasi salah satu sisi.
5. DiagnosisKerja Parkinson (G20)
6. Diagnosis Banding - Essential tremor
- Dementia dengan Lewi bodies
- Degenerasi kortikobasal
- Parkinsonisme sekunder
7. Pemeriksaan MRI Kepala + advanced MRI (Grade 2B)
275
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
Penunjang PET Scan (Grade 3)
Pemeriksaan olfaktori
Pemeriksaan otonomik
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1
MRI Kepala +
advanced MRI
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan,
hanya apabila kecurigaan terhadap
kelainan structural atau persiapan
pre-operasi
2B 1,2,3,4
2 PET Scan
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan,
hanya konfirmasi atau menyingkirkan
diagnosis banding
3 1,2,3,4
8. Terapi
No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 Operatif
Deep Brain Stimulation (02.93)
Thalamotomy dan Pallidotomy
(01.41 + 01.42)
Subthalamotomy
GDNF infusion (99.75)
1B 1,2,3,4
2 Non Operatif
Manajemen non-operatif Parkinson
meliputi
- Medikamentosa
-Levodopa
-MAO B Inhibitor
-Rasagiline
-Selegiline
-Bromocriptine
- Edukasi
Edukasi terutama ditujukan pada
keluarga pasien dimana pasien
tersebut tinggal. Pasien Parkinson
membutuhkan perawatan ekstra
dan penghindaran terhadap
aktivitas yang membahayakan.
- Fisioterapi
- Terapi wicara
- Nutrisi
1B 1,2,3,4
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad malam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad malam
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
TRIGEMINAL NEURALGIA
G50.0
1. Pengertian
(Definisi)
Trigeminal neuralgia yaitu nyeri yang terdistribusi sesuai saraf kranial kelima
(trigeminal) yang disebabkan oleh adanya kontak sarar-pembuluh darah (neuro -vascular
contact) pada root entry zone .
2. Anamnesis Didapatkan nyeri pada separuh atau seluruh wajah, sesuai dengan distribusi saraf dari
salah satu atau seluruh cabang saraf kranial kelima (trigeminal).
Nyeri bersifat khas yaitu tiba-tiba, seperti ditusuk-tusuk atau seperti tersengat listrik,
berulang (episodik)
Dapat disertai dengan penurunan sensasi (hipestesi)
Nyeri dapat dipicu oleh gerakan senyum, perubahan temperatur (minum air dingin,
terkena angin dingin), gerakan mengunyah, menyikat gigi
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab lain dari trigeminal neuralgia
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Pemeriksaan seluruh saraf kranialis yang dititikberatkan pada saraf kranial kelima
(trigeminal) meliputi:
Sensorik: pemeriksaan sensasi (nyeri – raba – tekan/pressure – suhu) pada
masing-masing distribusi cabang saraf kranial kelima (ophtalmic, maxillaris,
mandibularis ). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing distribusi cabang
saraf trigeminal dan dibandingkan kanan dan kiri.
Motorik: pemeriksaan motoric saraf trigeminal dengan cara tes otot mastikasi
(pengunyah), pasien diminta untuk menggigit, kemudian dicek tonus dari otot
temporalis dan otot masseter, kemudian dibandingkan kanan dan kiri. Diperiksa
juga apakah pemeriksaan tersebut memicu nyeri trigeminal atau tidak.
4. Kriteria Diagnosis 13. Anamnesis sesuai diatas
14. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
15. Pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi lokasi kelainan
5. DiagnosisKerja Trigeminal Neuralgia (G50.0)
6. Diagnosis Banding - Post-herpetic trigeminal neuropathy/neuralgia
- Trauma saraf trigeminal
- Multiple sclerosis
- Tumor padasaraf trigeminal atau sekitar saraf trigeminal
7. Pemeriksaan
Penunjang
MRI Kepala + MRA (Grade 1B)
-
No Pemeriksaan Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1
MRI Kepala +
MRA
- Sensitivitas mencapai 95%, dengan
spesifisitas 86%
- Ditemukan adanya neuro -vascular
contact antara saraf trigeminal pada
1B 1,2,3,4,5
278
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
root entry zone dengan struktur
pembuluh darah (biasanya arteri
serebelaris superior)
MRI dan MRA disertai dengan
sekuens FIESTA untuk mengetahui
arah da nlokasi neuro -vascular
contact
8. Terapi Operatif: (1B)
Microvascular Decompression (04.41)
Yaitu suatu tindakan pembedahan kraniotomi yang memisahkan (dekompresi)
struktur pembuluh darah yang menempel pada root entry zone saraf trigeminal
Rhizotomy (03.1)
Yaitu suatu tindakan pembedahan dengan cara membuat lesi pada ganglion
trigeminal melalui foramen ovale dengan salah satu modalitas berikut:
radiofrequency thermocoagulation, mechanical balloon compression, chemical
(glycerol) rhizolysis.
Peripheral neuroectomy (03.1)
Yaitu suatu tindakan memotong cabang dari saraf trigeminal (nervus
supraorbita, infraorbita, alveolar, dan lingual) dengan salah satu modalitas
berikut: insisi, injeksi alkohol, radiofrekuensi, atau cryotherapy .
Non Operatif: (1B)
Pada trigeminal neuralgia dapat diberikan medika mentosa yaitu:
- Carbamazepine
- Oxcarbazepine
- Baclofen
- Lamotrigine
- Topical lidocaine.
No Terapi Rekomendasi
Grade
Rekomend
asi
Ref
1 Operatif
Microvascular Decompression
(04.41)
Yaitu suatu tindakan pembedahan
kraniotomi yang memisahkan
(dekompresi) struktur pembuluh
darah yang menempel pada root
entry zone saraf trigeminal
Rhizotomy (03.1)
Yaitu suatu tindakan pembedahan
dengan cara membuat lesi pada
ganglion trigeminal melalui
foramen ovale dengan salah satu
modalitas berikut: radiofrequency
thermocoagulation, mechanical
balloon compression, chemical
(glycerol) rhizolysis.
Peripheral neuroectomy (03.1)
Yaitu suatu tindakan memotong
cabang dari saraf trigeminal (nervus
supraorbita, infraorbita, alveolar,
dan lingual) dengan salah satu
modalitas berikut: insisi, injeksi
alkohol, radiofrekuensi, atau
cryotherapy .
1B 1,2,3,4,5
279
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
2 Non Operatif
Pada trigeminal neuralgia dapat
diberikan medikamentosa yaitu:
Carbamazepine
Oxcarbazepine
Baclofen
Lamotrigine
Topical lidocaine
1B 2
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Ad bonam
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia ad bonam
Pembedahan Microvascular Decompression memiliki tingkat keberhasilan 90% hilang
nyeri. Periode bebas nyeri akan berkurang pada satu, tiga dan lima tahun berikutnya yang
berkisar antara 80, 75 dan 73% bebas nyeri.
1
PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
ESSENTIAL TREMOR
ICD-10: G25.0
1. Pengertian
(Definisi)
Tremor esensial yaitu gangguan gerak yang berupa gerakan ritmis pada sekelompok
otot dan merupakan bentuk tersering dari tremor abnormal
2. Anamnesis Anamnesis meliputi:
- Identitas lengkap termasuk usia
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat trauma
- Riwayat penggunaan obat-obatan
3. PemeriksaanFisik Pemeriksaan Fisik Umum
(pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)
Pemeriksaan fisik pertama kali diutamakan pada evaluasi A (airways) , B
(breathing) , dan C (circulation )
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)
Saraf II-III, lesi saraf VII perifer
Motoris&sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah
Autonomis
Pemeriksaan cara berjalan (gait)
4. Kriteria Diagnosis 16. Anamnesis sesuai diatas
17. Pemeriksaan klinis sesuai diatas
18. Pemeriksaan imaging sesuai klinis
5. DiagnosisKerja Essential Tremor (ICD 10: G25.0)
6. Diagnosis Banding - Parkinson Disease
- Gangguan cerebellum
- Distonia
- Drug-induced tremor
- Toxin-related tremor
7. Pemeriksaan
Penunjang
No Pemeriksaan Rekomendasi GR Ref
1 MRI Kepala
MRI Kepala dilakukan untuk menyingkirkan
adanya penyebab lain dari tremor
1B 1,2,4
2. SPECT
Single-photon emission CT (SPECT) digunakan
terutama untuk membedakan dengan
Parkinson disease
2A 1,2,3,4
8. Terapi No Terapi Prosedur (ICD 9 CM) GR Ref
1 Operatif
Pilihan terapi operatif:
- Thalamotomy:
Thalamotomy dikerjakan secara
stereotactic dan didahului dengan studi
1B
6,7,8,9,
10
281
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
MRI yang dikaitkan dengan klinis
- Deep brain stimulation:
Dreep brain stimulation dilakukan untuk
mengurangi gejala tremor
Pemilihan thalamotomy atau DBS
didasarkan pada kekurangan dan
kelebihan serta ketersediaan alat.
2 Non Operatif
Terapi non-operatif pada Essential tumor
meliputi:
- Medikamentosa
Propanolol
Primidone
Topiramate
Alkohol
1B 4,5,6
9. Edukasi Penjelasan kepada pasien dan keluarganya:
Perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi
Terapi dan tindakan yang akan diberikan beserta keuntungan dan kerugian
Tata cara perawatan dan dokter yang merawat
Memerlukan perawatan pasca operasi untuk pemulihan fungsi neurologis yang
terganggu, melalui program rehabilitasi medik
10. Prognosis Ad Vitam (Hidup) : Dubia
Ad Sanationam (sembuh) : Dubia
Ad Fungsionam (fungsi) : Dubia
Prognosis essential tumor terutama berkaitan dengan kecacatan. Tercatat sebanya 15%
memiliki kecacatan seumur hidup berupa tidak dapat bekerja
Pasien dengan essential tumor juga memiliki penurunan kualitas hidup karena hambatan
pekerjaan.
PEDOMAN NASIONAL PELAYANANKEDOKTERAN
ILMU BEDAH SARAF
2016
Low back pain subakut & kronik
ICD-10: M54
1. Pengertian
(Definisi)
Nyeri punggung bawah dengan onset subakut (4 s/d 12 minggu ) dan kronik ( lebih dari
12 minggu)
2. Anamnesis Riwayat nyeri punggung dengan tingkat nyeri yang mengganggu aktifitas.
Sifat nyeri menjalar sampai tungkai atau ujung kaki
Nyeri memberat saat berdiri atau berjalan
Gagal dengan terapi konservatif medikamentosa
3. Pemeriksaan Fisik Status generalis:
Kondisi umum
Tanda vital
Pemeriksaan kepala leher, thoraks, abdomen, ekstrimitas.
Status Lokalis
Nyeri aksial
Nyeri radikular
Motorik
Sensoris
Autonom
4. Pemeriksaan
Penunjang
X ray (sentrasi vertebra)
CT Scan Spinal
MRI Spinal
Spinal/foraminal stenosis ec Degenerative Disc Disease (DDD)
Diagnostik intervensi
Diskografi: nerve root, facet joint, dll
Dilanjutkan terapi intervensi nonsurgical (keterangan lanjutan dibawah)
5. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Diagnosis penunjang
6. Diagnosis LBP Subakut dan kronik
7. Diagnosis Banding LBP karena organic non spinal
8. Terapi Injeksi Glukokortik
oid
- Injeksi Epidural
- Injeksi intradiskal
- Injeksi lokal/trigger point
- Injeksi facet joint dan medial branch block
Terapi Electrothermal dan Radiofrekuensi
- Intradiskal
- Denervasi radiofrekuensi
- Scleroterapi
9. Edukasi Nyeri akan muncul kembali dengan onset 2-3 bulan
Terapi disarankan berulang
Terapi bisa gagal, disarankan untuk terapi operasi definitif penyebab nyeri
Modalitas exercise dioptimalkan
Edukasi untuk pencegahan nyeri kronik dengan perubahan pola hidup
284
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf
10. Prognosis Baik dengan evaluasi dan terapi optimal