Tumor payudara 4

 






Tumor payudara jinak adalah tumor payudara yang bersifat jinak, berkarakteristik tidak

nyeri, berbatas tegas, konsistensi padat kenyal, dapat digerakkan. Menurut laporan dari New South 

Wales Breast Cancer Institute, lebih dari 9% populasi mengalamai tumor payudara jinak, yaitu 

perempuan usia 21-25 tahun dan kurang dari 5% terjadi pada usia diatas 50 tahun. Menurut 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2019 ada  kasus tumor payudara jinak

sebanyak 16.956 orang pada tahun 2018. Pencegahan dan deteksi terhadap kanker payudara 

ataupun tumor payudara jinak dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat dan

melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) secara berkala tiap bulan. Tujuan penelitian 

untuk mengetahui perbandingan tingkat pengetahuan tentangtumor payudara jinak dan perilaku 

SADARI PADA mahasiswi FEB dan FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Metode:

Penelitian ini adalah penelitian diskriptif analitik dengan rancangan cross-sectional,

menggunakan instrumen kuesioner. Hasil: pada variabel tingkat pengetahuan didapatkan p-value

0,192 dan pada valiabel parilaku didapatkan p-value 0,193 yang keduanya lebih besari dari 0,05. 

Kesimpulan: Tidak ada  berbandingan yang signifikan antaratingkat pengetahuan tentang 

tumor payudara jinak dan perilaku SADARI antara mahasiswi FEB dan FKIP


Tumor payudara jinak adalah tumor

pada payudara yang bersifat jinak dengan

karakteristik tidak nyeri, berbatas tegas,

konsistensi padat kenyal, dan dapat

digerakkan.(1) Fibroadenoma mammae 

adalah salahsatu penyakit tumor payudara 

jinak yang paling sering menyerang remaja

ataupun dewasa mudah. Menurut laporan 

dari New South Wales Breast Cancer

Institute, lebih dari 9% populasi yang

mengalamai tumor payudara jinak, yaitu 

perempuan usia21-25 tahun dan kurang dari

5% terjadi pada usia diatas 50 tahun.(2)

Jumlah perempuan yang terdeteksi

mengalami tumor payudarajinak di Indonesia 

selalu mengalami peningkatan hal ini 

berdasarkan hasil pemeriksaan payudara

klinis. Pada tahun 2007 sampai 2013 kasus 

tumor payudara jinak dengan adanya tanda

dan gejala telah terdeteksi pada perempuan

sebanyak 644.951(1,75%), pada perempuan

yang berusia 30-50 tahun berjumlah 1.682

orang atau sebesar 2,6 per 1.000.(3) Pada 

tahun 2015 terjadi peningkatan kasus tumor

payudara jinak yang menunjukan 1,8 per 

100.000 perempuan, dan menjadi 3,3 per 

100.000 perempuan pada tahun 2016. Terjadi

peningkatan yang drastis pada tahun 2017 

yaitu 21,3 per 100.000 perempuan.(4)

Menurut Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia tahun 2019 ada  kasus tumor

payudara jinak sebanyak 16.956 orang pada

tahun 2018.(3)

Berdasarkan penelitian dan telah

dibuktikan bahwa tumor payudara jinak

merupakan faktor risiko terjadinya kanker

payudara. Risiko terjadinya kanker payudara

pada perempuan yang memiliki tumor

payudara sebesar 2,51 kali daripada

perempuan tanpa tumor payadara.(4)

Pencegahan dan deteksi terhadap kanker

payudara ataupun tumor payudara jinak

dapat dilakukan dengan menerapkan pola 

hidup sehat dan melakukan pemeriksaan

payudara sendiri (SADARI) secara berkala

tiap bulan.(5)

SADARI merupakan salah satu

upaya deteksi dini yang dapatdilakukan oleh 

setiap wanita dengan mudah, dan bertujuan

untuk menemukan benjolan ataupun

kelainan lainnya pada payudara sendiri,

sehingga dapat dilakukan tindakan

secepatnya.(6) Maksud dari SADARI 

yangsebenarnya adalah agar pasien 

mengenal keadaan payudaranya sendiri, 

sebagai awal dari upaya menemukan

kelainan dini pada payudaranya.(7) Deteksi

dini dengan melakukan SADARI dapat

menekan angka kematian sebab  kanker

payudara sebesar 25-30%. (8) Menurut

American Cancer Society tahun 2016

merekomendasikan SADARI dilakukan

pada wanita usia 20 tahun.(9) SADARI

dapat dimulai sejak wanita memgalami masa

pubertas, sebab  sangat diperlukan untuk

mengetahui sedini mungkin kelainan dan 

benjolan yang abnormal pada payudara.(6)

SADARI lebih efektif dilakukan 

pada usia muda yaitu ketika wanita 

mencapai usia produktif 15-49 tahun, sebab 

dengan usia tersebut wanita lebih berisiko

terkena tumor payudara jinak ataupunkanker payudara. Namun, sampai saat ini 

kesadaran wanita terhadap praktik SADARI 

masih sangat rendah yaitu sekitar 25-30%.

Hal itu disebabkan kurangnya edukasi dan

pengetahuan wanita tentang pentingnya 

melakukan SADARI.(10) Selain itu 

rendahnya kesadaran dalam melakukan 

SADARI dipengaruhi oleh kurangnya 

pengetahuan tentang berbagai penyakit pada

payudara, kurangnya informasi terkait

berbagai penyakit pada payudara dan 

informasi tentang deteksi dini.(11)

Berdasarkan teori Precede Proceed 

yang dicetuskan oleh Lawrence Green,

perilaku individu dipengaruhi oleh beberapa

faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, 

sikap, kepercayaan, demografi dan faktor 

pendukung.(8) Berdasarkan latar belakang di 

atas, dapat diketahui bahwa penyakit tumor 

payudara jinak sering terjadi pada wanita dan 

dapat dideteksi dengan SADARI. Namun, 

kesadaran wanitauntuk melakukan SADARI 

masih sangat rendah, sebab  kurangnya 

pengetahuan terhadap berbagai penyakit 

pada payudara dan perilaku SADARI itu 

sendiri. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang perbandingan

tingakat pengetahuan tentang tumor 

payudara jinak dan perilaku SADARI pada

mahasiswa fakultas ekonomi bisnis (FEB) 

dan mahasiswi fakultas keguruan ilmu

pendidikan (FKIP) di Universitas 

Muhammadiyah Sumatera Utara. (8),(10)

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian

diskriptif analitik dengan rancangan

penelitian cross- sectional.(12) Penelitian 

ini dilaksanakan di Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara. Populasi

dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswi 

FEB dan seluruh mahasiwi FKIP angkatan 

2019-2022. Sampel dalam penelitian ini

yaitu mahasiswi FEB dan mahasiswi FKIP 

Universitas Muhammadiyah Sumatera

Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan 

eksklusi. Kriteria inklusi yaitu mahasiswi

UniversitasMuhammadiyah Sumatera Utara 

baikitu FEB dan FKIP angkatan 2019- 2022

dan bersedia menjadi responden. Kriteria

eksklusi yaitumahasiswi yang sedang cuti

kuliahdan mahasiswi yang tidak bersedia

menjadi responden. Pengumpulan data yang

digunakaan dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan kuesioner yang

dibagikan langsung pada mahasiswi FEB

dan FKIP Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini yaitu

consecutive sampling.(13) Metode

pengambilan datadalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan data primer yang

diperoleh langsung dari responden.

Pengumpulan data menggunakan metode

angket dengan instrument kuesioner yang

telah diujikan uji validasi dan reabilitasi.

Analisis univariat dilakukan untuk

mendiskripsikan karakteristik dengan

mengunakan keterangan  distribusi frekuensi

berdasarkan variabel independen dan

variabel dependenyang akan diteliti. Data

akan ditampilkan dalam nilai persentase.

Analisis ini dilakukan melalui uji statistik

chi-square yang akandiperoleh nilai p.(12) 

Pada penelitian ini digunakan uji bivariat 

untuk melihat ada  atau tidak

berbandingan tingkat pengetahuan tentang

tumor payudara jinak pada mahasiswi FEB

dan FKIP dan untuk melihat ada  atau

tidak perbandingan perilaku SADARI pada 

mahasiswi FEB dan FKIP.



keterangan  diatas menunjukkan bahwa 

sebagian besar mahasiswi ini berusia 18

tahun yaitu 116 orang (60,4%),

kemudian usia 19 tahun sebanyak 38

orang (19,4%),kemudian usia 20-25 tahun 

sebanyak27 orang (14,1%), dan usia 17

tahun sebanyak 11 orang (5,7%). Usia 

berpengaruh penting terhadap kejadian

tumor payudara jinak seperti fibroadenoma 

mammae. Berdasarkan laporan Western

Services Alliance ada  lebih dari satu

per enam wanita (sekitar 16%) yang

berumur 15 sampai 25 tahun 

mengalami fibroadenoma mammae.(14)



keterangan  di atas dapat disimpulkan

bahwa mayoritasmahasiswi FEB dan FKIP

dalam penelitian ini tidak memiliki riwayat

tumor payudara jinak yaitu 191 orang

(99,5%) dan 1 orang (0,5%) yang memiliki

riwayat tumor payudarajinak. Hal ini juga

sejalan dengan penelitian Adaming dkk

(2022), menyatakan bahwa mayoritas

responden tidak memiliki riwayat tumor

payudara jinak sebanyak 38 (95%) dan 

ada  2 (5%) responden yang memiliki

riwayat tumor payudara jinak.(13)



Berdasarkan keterangan  di atas mahasiswi 

FEB dan FKIP yang tidakpernah mendapat

informasi tentang tumor payudara jinak 

sebanyak 113 orang (58.9%) dan yang

pernah mendapat informasi tentang tumor

payudara jinak sebanyak 79 orang (41,1%). 

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian 

Adaming dkk (2022), yang menyatakan

bahwa sebagian responden pernah

mendapatkan informasi tentang tumor




payudara jinak, yaitu sebesar 22 responden

(55%) dan yang tidak pernah mendapatkan

informasi tentang tumor payudara jinak

sebesar 18 responden (35%).(13)


keterangan  di atas menyatakan bahwa

mahasiswi FEB yang memiliki pengetahuan 

baik sebanyak 40 orang (41,7%) dan yang

memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak

56 orang (58%). Hal ini sejalan dengan

penelitian Siti Rabiah dan Dewi Arlina

(2020), yang menyatakan bahwa sebagian

besar responden memiliki pengetahuan

kurang baik sebanyak 80 orang (72%), yang

memiliki pengetahuann cukup baiksebanyak 

30 orang (27%) dan yang memiliki 

pengetahuan baik hanya 1 orang (1%). Pada

mahasiswi FKIPyang memiliki pengetahuan

baik lebih banyak yaitu 49 orang (51%) dan

yang memiliki pengetahuan kurang baik lebih

sedikit yaitu sebanyak 47 orang (49%).

Sejalan dengan penelitian Siti Haeriyah

(2019), menyatakan bahwa responden yang

memiliki pengetahuan baik sebanyak 57 

orang (58%), respondenyang berpengetahuan

kurang sebanyak 12 orang (12,4%) dan yang

berpengetahuan cukup sebanyak 28 orang

(28,9%).(15)(16)

Dari analisis ini menunjukkanbahwa

ada  40 orang (44,9%) dari FEB yang

memiliki pengetahuan baik tentang tumor

payudara jinak,sedangkan dari FKIP ada 

49 orang (55,1%) yang memilikipengetahuan 

tentang tumor payudara jinak yang baik.

Hasil uji statistik diperoleh p-value 0,193 

lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada  perbandingan yang 

signifikan tingkat pengetahuan antara

responden dari FEB denganresponden dari

FKIP. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian

Veronica Debora dkk (2018), yang

melakukan penelitian dengan responden

yakni mahasiswa kedokteran dan non

kedokteran. Dimana pada penelitannya

didapatkan bahwa responden mahasiswa

kedokteran memiliki tingkat pengetahuan

baik yaitu sebesar 62 (52,1%) dan responden

mahasiswa non kedokteranmemiliki tingkat

pengetahuan baik sebanyak hanya 14 

(11,8%). Hasil ujistatistik diperoleh nilai p￾value sebesar 0,001 yang lebih kecil dari 0,05

yang menunjukkan ada  perbandingan 

yang signifikan antara tingkat pengetahuan

mahasiswa kedokteran dan non kedokteran.

(17)


keterangan  di atas menyatakan bahwa

FEB yang memiliki perilaku SADARI baik

sebanyak 48 orang (50%) dan yang

memiliki tingkat pengetahuan kurang baik

sebanyak 48orang (50%), sedangkan pada 

FKIP yangmemiliki perilaku SADARI baik

lebih sedikit yaitu sebanyak 39 orang

(40,6%) dan yang memiliki perilaku

SADARI kurang baik lebih banyak yaitu

57 orang (59%). Hal ini sejalan dengan 

penelitian Ni Ketut Citrawati dan Ni Luh

Putu (2022), yang menyatakan bahwa 

responden yang memiliki perilaku

SADARI kurang baik sebanyak 150 orang 

(88,24%), dan responden yang berperilaku

SADARI baik sebanyak 20 orang

(11,76%). (18)

Dari analisis ini menunjukkanbahwa

ada  48 orang (55,2%) darimahasiswi

FEB yang memiliki perilaku SADARI yang

baik, sedangkan responden dari mahasiswi

FKIP ada  39 orang (44,8%) yang

memiliki perilaku SADARI yang baik. 

Hasil uji statistik diperoleh p- value 0,192

lebih besar dari 0,05, maka dapat 

disimpulkan bahwa tidak ada 

perbandingan yang signifikan perilaku

SADARI antararesponden dari mahasiswi

FEB dengan responden dari mahasiswi

FKIP. Penelitian ini tidak sejalan dengan

yang dilakukan oleh Cut GinaInggriyani dkk

(2022) yaitu didapatkan adanya perbedaan

yang signifikan antara perilaku mahasiswa

medis dan non medis dimana didapatkan

nilai p-value yaitu0,009.(19)

Hal ini terjadi sebab  pada penelitian 

sebelumnya sampel berupa mahasiswa

kedoktean dan non kedokteran memiliki

latar belakang pendidikan yang berbeda. 

Mahasiswa kedokteran telah mendapatkan

pembelajaran secara lengkap dan terperinci

saat proses perkuliahan, sedangkan pada

mahasiswa non kedokteran tidak pernah

mendapatkan pembelajaran pada

perkuliahan, mahasiswa non kedokteran

mendapatkan informasi dari internet

ataupun situs-situs kesehatan sehingga tidak

mengetahui secara lengkap di sebab kan

internet atau media sosial hanya

memberikan informasi secara garis besar

saja, sehingga dalam penelitiannya di

dapatkan perbandingan tingkat pengetahuan

antara mahasiswa kedokteran dan non

kedokterann yaitu tingkat pengetahuan 

mahasiswa kedokteran lebih tinggi 

dibandingkan dengan tingkat pengetahuan


mahasiswa non kedokteran.

Pada penelitian ini baik tingkat

pengetahuan tentang tumor payudara jinak

dan perilaku SADARIpada mahasiswi FEB 

dan FKIP tidak ada  perbandingan yan

signifikan. Artinya keduanya memiliki

tingkat pengetahuan yang sama tentang

tumor payudara jinak dan memiliki

perilaku SADARI yang sama. Hal inidapat 

terjadi oleh sebab  mahasiswi FEB dan

FKIP memiliki latar belakang pengetahuan 

tentang tumor payudara jinak yang sama.

Dalam menempuh pendidikan di kampus

baik FEB dan FKIP pada proses

perkuliahan tidak mendapatkan

pembelajaran mengenai tumor payudara

jinak dan perilakuSADARI, selama proses 

pendidikan mereka hanya mendapatkan

materi tentang jurusannya masing-masing,

sehingga sedikit terpapar pengetahuan

mengenai tumor payudara jinak dan

perilakuSADARI.

Berdasarkan teori Notoatmodjo 

(2012), menyatakan bahwa tingkat 

pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh 

beberapa faktor, beberapa diantaranya, yaitu 

pendidikan, pengalaman dan informasi yang 

diperoleh. Perilaku juga dipengaruhi oleh 

beberapa faktor yaitu yaitu pendidikan, jenis 

kelamin dan lingkungan termasuk 

lingkungan perkuliahan. Selain itu 

pengetahuan seseorang juga memiliki peran 

penting dalam membentuk perilaku 

seseorang. (20)


Berdasarkan hasil penelitian tentang

perbandingan tingkat pengetahuan tentang 

tumor payudara jinak dan perilaku SADARI

pada mahasiswi fakultas ekonomi bisnis dan

fakultas keguruan ilmu pendidikan 

universitas muhammadiya sumatera utara,

diperoleh kesimpulan sebagai beriku:

mahasiswi FEB dan FKIP memiliki tingkat

pengetahuan tentang tumor payudara jinak

yang di kategorikan kurang baik, mahasiswi

FEB dan FKIP memiliki perilaku SADARI

yang di kategorikan kurang baik, tidak

ada  perbandingan yangsignifikan antara 

tingkat pengetahuantentang tumor payudara

jinak padaFEB dan FKIP, dan tidak ada 

perbandingan yang signifikan antara

perilaku SADARI pada FEB dan FKIP



Kanker payudara adalah penyakit pemicu  kematian wanita kedua di dunia. Citra mamografi merupakan citra 

yang dapat digunakan sebagai alat bantu mendeteksi keberadaan penyakit tersebut. Keberadaan penyakit 

tersebut ditunjukkan dalam karakteristik objek tumor payudara yang tampak pada citra mamografi. Oleh sebab  

itulah maka pada paper ini akan dikemukakan algoritma untuk mengekstraksi fitur bentuk tumor payudara yang 

tampak pada citra mamografi. Algoritma disusun tahap demi tahap diawali dengan memisahkan atau 

melokalisasi area yang dicurigai ada  tumor payudara sehingga diperoleh Region of Interest (ROI), 

kemudian dilanjutkan dengan mendeteksi tepi objek (edge detection) tumor payudara dan penipisan tepi objek 

(contour delimitation) tumor payudaraPengolahan citra telah banyak diaplikasikan di 

berbagai bidang termasuk bidang kedokteran. Pada 

bidang kedokteran, pengolahan citra digunakan 

sebagai alat bantu dalam diagnosis suatu penyakit 

ataupun ganggguan tubuh manusia. Hal ini 

disebabkan sebab  mutu dan detail citra medis 

seperti citra hasil rontgen, mamografi, Medical 

Resonance Image (MRI) atau ultrasonografi (USG) 

mampu memperlihatkan struktur anatomi tubuh 

sehingga kelainan anatomi dapat terdeteksi. Namun 

demikian ada beberapa faktor yang mempengaruhi 

mutu citra medis adalah (1) sensitifitas kontras, (2) 

kekaburan, (3) kejernihan tampak, bercak dan (4) 

detail bagian. 

Mengingat fungsi citra medis dalam bidang 

kedokteran maka analisis citra medis membutuhkan 

tingkat akurasi yang tinggi, khususnya dalam 

diagnosa penyakit kanker sebab  penyakit ini 

merupakan salah satu penyakit yang dapat 

menyebabkan kematian. Penyakit kanker payudara 

merupakan penyakit nomor dua di dunia yang 

menjadi pemicu  kematian wanita setelah penyakit 

kanker serviks. Upaya untuk mendeteksi keberadaan 

penyakit tersebut dilakukan dengan mamografi dan 

menggunakan alat bantu X-ray. Citra yang 

dihasilkan disebut citra mamografi. 

Secara visual, seorang dokter ahli dapat 

mengenali adanya ketidaknormalan payudara 

dengan melihat karakteristik yang terlihat pada citra 

tersebut. Karakteristik yang dimaksud disini adalah 

payudara kiri dengan kanan terlihat tidak simetris, 

adanya benjolan, adanya penyebaran struktur 

jaringan payudara dan adanya mikrokalsifikasi. 

Bagaimana komputer dapat mengenali 

karakteristik ketidaknormalan citra mamografi 

dikemukakan dalam beberapa penelitian, seperti 

penelitian yang dilakukan oleh Liu (1998) yang 

menyatakan bahwa ketidaknormalan struktur dalam 

citra mamografi dapat dikenali melalui ada tidaknya 

mikrokalsifikasi, batas benjolan dan sebaran 

jaringan. Menurut bentuk dan area kecerahan citra, 

Pawar (2002) mengembangkan algoritma untuk 

melokalisasi area yang dicurigai ada  tumor. 

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan 

dimana bentuk tumor merupakan salah satu faktor 

yang dapat digunakan untuk menentukan jenis 

tumor dan mengingat bahwa citra medis banyak 

mengandung noise maka penelitian ini akan 

mengembangkan algoritma untuk mengekstraksi 

karakteristik bentuk tumor citra mamografi. 

Pada bagian berikut dari paper ini akan 

menjelaskan mengenai pengertian dasar dari tumor 

payudara dan pengolahan citra yang terdiri dari 

pengertian citra, peningkatan kualitas citra, 

morfologi matematik, pendeteksian tepi citra dan 

contour delimitation. Selanjutnya dijelaskan pula 

mengenai algoritma, hasil analisis serta kesimpulan. 

2. TINJAUAN PUSTAKA 

2.1 Tumor Payudara 

Tumor adalah benjolan tidak normal akibat 

pertumbuhan sel yang terjadi secara terus menerus. 

Tumor terbagi atas dua jenis, yaitu tumor jinak dan 

tumor ganas yang disebut dengan kanker. Sel kanker 

dapat menyebar ke seluruh tubuh sehingga penyakit 

ini dapat mematikan. Kanker payudara merupakan 

penyakit kanker yang menyerang pada kelenjar air 

susu, saluran kelenjar dan jaringan penunjang 

payudara. Untuk mengurangi faktor resiko, maka 

salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan 

pemeriksaan sedini mungkin. Tiga tahapan untuk 

melakukan pemeriksaan dini tersebut adalah (1) 

pemeriksaan sendiri, (2) pemeriksaan yang

dilakukan oleh tenaga medis yang bertujuan untuk 

mengkonfirmasi hasil pemeriksaan sendiri atau bila 

terjadi keluhan dan (3) pemeriksaan lanjutan untuk 

melengkapi pemeriksaan dokter dilakukan dengan 

menggunakan alat bantu seperti mammogram yang 

menggunakan sinar-X sebagai sumber cahaya untuk 

menghasilkan sebuah citra. Untuk pengambilan citra 

payudara, dilakukan dengan menggunakan 2 titik 

pandang pada kedua payudara. Titik pandang yang 

dimaksud adalah MLO (Medio-Lateral Oblique)

mengambil titik pandang dari samping payudara dan 

CC (Cranio-Caudal) mengambil titik pandang dari 

atas ke bawah payudara (Malagelada, 2007). Setiap 

pengambilan citra selalu dilakukan untuk payudara 

kanan dan kiri.


Berdasarkan citra yang diperoleh dari hasil 

pemeriksaan mamografi ini maka dapat dilihat 

normal atau tidaknya payudara. Gambar 2 

menunjukkan citra hasil mamografi normal dimana 

kedua payudara terlihat simetris dengan struktur 

jaringan normal. 

 


sebelah kiri (yang diberi lingkaran merah) 

mengidentifikasikan adanya benjolan dan 

berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ahli, citra di 

bawah ini termasuk ke dalam kelompok kasus tumor 

payudara jinak. 

 


berintensitas tinggi (yang diberi lingkaran merah) 

pada payudara sebelah kiri dan menurut dokter ahli, 

citra di bawah ini termasuk ke dalam kelompok 

tumor payudara ganas. 

 


Berdasarkan karakteristik citra mamografi yang 

tampak secara visual, para dokter ahli dapat 

mengelompokkan tumor payudara berdasarkan pada 

benjolan dan batas tepi dalam dua kelompok yaitu 

tumor jinak dan tumor ganas. Benjolan dapat 

dibedakan dalam 5 bentuk dasar yaitu oval, round, 

lobulated, irregular dan architectural distortion 

(

Sedangkan batas tepi dapat dibedakan juga 

dalam 5 jenis, yaitu (1) circumscribed dapat 

menentukan dengan jelas transisi yang tajam antara 

luka dan sekitar jaringan, (2) obscured sebagian 

tertutup oleh jaringan normal, (3) micro-lobulated

berbentuk lingkaran yang berombak sepanjang tepi, 

(4) ill-defined bersifat menyebar dan (5) speculated

berupa penyebaran garis tipis. 


Berdasarkan bentuk benjolan dan batas tepi 

inilah, tumor payudara dapat dikelompokkan 

menjadi tumor jinak atau ganas. Benjolan yang 

berbentuk oval atau round mengidentifikasikan 

tumor jinak, batas tepi yang mempunyai bentuk ill￾defined dan speculated mempunyai kemungkinan 

besar tumor ganas. Apabila bentuk benjolan dan


batas tepi sangat halus maka akan sulit di ketahui 

apakah termasuk tumor jinak atau ganas meskipun 

itu dilakukan oleh seorang radiolog. 

 

2.2 Pengertian Citra 

Citra merupakan kumpulan piksel-piksel yang 

berisi informasi yang tersusun dalam bidang dua 

dimensi. Secara matematis, citra merupakan fungsi 

kontinyu dari intensitas cahaya f(x,y) (Gonzales, 

Wood, 2002), dimana x dan y adalah koordinat 

spasial dari elemen citra (piksel). Pada umumnya 

citra digital merepresentasi piksel–piksel dalam 

ruang dua dimensi dinyatakan dalam matriks yang 

berukuran M baris dan N kolom, seperti ilustrasi 

persamaan 1 berikut ini: 

− −

− −

= =

( 1, 1)

...

(1, 1)

(0, 1)

...

...

...

...

( 1,1)

...

(1,1)

(0,1)

( 1,0)

...

(1,0)

(0,0)

( , )

f M N

f N

f N

f M

f

f

f M

f

f

F f i j

 (1) 

 

Nilai masing-masing elemen f(i,j) dalam matriks 

F merepresentasikan intensitas warna dari citra yang 

terdigitasi. Setiap nilai dinyatakan dalam bentuk 

kode-kode biner, misalkan dalam 24 bit per piksel 

(24 bpp) untuk citra berwarna atau dalam 8 bit per 

piksel (8 bpp) untuk citra gray level. 

Berdasarkan bagaimana sebuah citra dikodekan 

inilah citra dapat dikelompokkan menjadi empat 

jenis yaitu : citra Index (index images), nilai piksel 

dari citra mengacu pada matriks peta warna, citra 

grayscale (intensity images), setiap nilai piksel 

menunjukan intensitas tingkat keabuan dan setiap 

piksel didefinisikan sebesar 8 bit (28

 = 256), citra 

biner (binary images), direpresentasikan dengan 1 

bit perpiksel dimana setiap piksel hanya memiliki 2 

kemungkinan nilai yakni 0 atau 1 (on, off), citra 

RGB (RGB Images) merupakan paduan tiga 

intensitas warna merah, hijau dan biru dan 

direpresentasikan dalam matriks 3 dimensi. 

2.3 Peningkatan Mutu Citra 

Tujuan peningkatan mutu citra adalah 

memperoleh citra yang dapat memberikan informasi 

sesuai dengan kebutuhan. Karakteristik citra satu 

dengan yang lain tidak sama, oleh sebab  itu 

implementasi sebuah metode peningkatan mutu citra 

baik untuk sebuah citra belum tentu baik juga untuk 

citra yang lainnya. Metode filtering merupakan salah 

satu metode peningkatan mutu citra dimana citra di 

filter untuk mendapatkan citra yang lebih baik. Pada 

penelitian ini, peningkatan mutu citra dilakukan 

dengan menggunakan filter LARIM (persamaan 3). 

2.4 Pengertian Tepi Citra 

Karakteristik visual yang dapat memberikan 

informasi penting dalam analisis citra adalah warna, 

bentuk objek dan tekstur. Ke tiga informasi ini 

sangat penting dalam analisis pengambilan 

keputusan. Khusus untuk analisis bentuk objek, 

proses analisis ini cukup rumit. Tahapan awal yang 

paling menentukan dalam analisis bentuk objek 

adalah pendeteksian tepi. Bila teknik atau algoritma 

pendeteksian mampu menghasilkan tepi yang 

sempurna dan jelas, maka analisis bentuk objek 

dapat berhasil dengan baik. 

Dari sisi visual bentuk tepi dalam citra dapat 

direpresentasikan dalam berbagai bentuk seperti tepi 

bentuk tangga (step edge), tepi bentuk atap (crest￾line edge) dan tepi bentuk pik (impulse edge). 

Ditinjau dari definisi umum, tepi adalah batas antara 

satu objek dengan latar belakang citra atau batas 

antara dua objek, sedangkan dari sisi warna dan 

intensitas tepi didefinisikan sebagai perbedaan 

intensitas (atau warna) yang tinggi (tajam) antara 

dua piksel yang saling berdekatan. 

Dalam penelitian ini, pendeteksian tepi objek 

dilakukan dengan menggunakan filter LARIM yang 

merupakan filter rekursif orde 3. Filter ini memiliki 

kelebihan bila dibandingkan dengan filter lainnya 

yang hanya memiliki parameter noise (filter Canny, 

Deriche, Gaussian). Sedang filter ini memiliki 

parameter noise dan juga parameter blur. Dengan 

demikian tepi objek dapat terdeteksi dengan baik 

walaupun objek tersebut terletak dalam area ber￾noise atau ber-blur. 

Filter f(x) dinyatakan sebagai (Sarifuddin, 2006) 

⎛ − = − − + − sin( ) 2

(1 ) ( ) sgn( ) 1 cos( )

2

1 f x x K e x x x αβ β

β αβ α (2) 

Untuk smooting filter menggunakan K2 yang 

dapat dihitung sebagai berikut (Sarifuddin, 2006) 

⎛ = = − + −

∫ sin( ) 2

1 cos( ) 2

1 ( ) ( ) 1 2 h x f x dx K e x x x αβ β αβ α (3) 

dimana 

K1, K2 : konstanta normalisasi 

α : parameter skala yang berhubungan dengan 

noise 

β : parameter blurring 

 

2.5 Morfologi Matematik 

Merupakan fungsi matematik yang sering 

digunakan untuk mengekstraksi dan 

mendeskripsikan struktur geometris objek dalam 

citra. Operasi morfologi matematik yang sering 

digunakan adalah operasi opening dan closing. 

Opening digunakan untuk menghilangkan bagian￾bagian kecil yang terlihat terang (bintik-bintik putih 

atau noise) sehingga tampak lebih halus. Operasi ini 

sering diidentikkan dengan operasi smoothing. 

Operasi opening A dan B dinotasikan sebagai 

adalah erosion B diikuti dilation B (Fisher) 

Ao B = (AΘB) ⊕ B (4) 

 

Closing digunakan untuk menghilangkan bagian 

detail yang terlihat gelap dan menyisakan bagian 

terang yang tidak mengganggu. Closing merupakan 

operasi rangkap dari opening yang dihasilkan dari 

dilation A dan B diikuti erosion B (Fisher).



Yogyakarta, 20 Juni 2009 

C-10

A• B = (A⊕ B)ΘB (5) 

dimana 

A : konstanta normalisasi 

B : himpunan struktur 

2.6 Contour Delimitation 

Pengertian contour dalam paper ini adalah tepian 

atau pinggiran objek yang diperoleh dari hasil 

pendeteksian tepi. Kontur ini hanya memiliki 

ketebalan 1 piksel. Berbeda dengan hasil 

pendeteksian tepi yang memiliki ketebalan lebih dari 

satu piksel. Proses penipisan tepi manjadi kontur 

diuraikan dalam subbagian algoritma. 

3. ALGORITMA 

Secara garis besar proses ekstraksi karakteristik 

bentuk geometris tumor payudara terdiri dari tiga 

tahapan (gambar 7). Tahap pertama adalah lokalisasi 

area yang diinginkan (Region of Interest ROI) atau 

area yang dicurigai ada  tumor. Kedua adalah 

edge detection dengan menggunakan metode 

filtering dan ketiga adalah contour delimitation. 

Gambar 7. Diagram Blok Ekstraksi Bentuk 

Pada tahap pertama, untuk melokalisasi area 

yang dicurigai ada  tumor digunakan algoritma 

morfologi matematik yaitu operasi closing dan 

opening. Gabungan antara proses closing dan 

opening mampu melokalisasi area-area berintesitas 

tinggi yang dicurigai ada  tumor, sementara area￾area yang lainnya akan terhapus. Sehingga 

terbentuklah Region of Interest (ROI). ROI yang 

terbentuk ini masih tetap mengandung bagian yang 

bukan tumor dan bagian tumor (bila ROI tersebut 

bertumor). Kedua bagian ini, terkadang memiliki 

batas yang kurang jelas. Dengan demikian pada 

tahap ini ditambahkan satu proses yaitu penajaman 

tepi dengan bantuan nilai rata-rata histogram. Semua 

piksel yang bernilai lebih kecil akan diperendah 

nilainya dan semua piksel yang bernilai diatas nilai 

rata-rata akan dinaikkan nilainya. Berikut ini adalah 

persamaan yang digunakan pada proses ini: 

255 ( , )

255 ( , ) ( , ) ( , ) *exp Pixel n m

Pixel n m Pixel n m Pixel n m +

− = (6)

Hasil dari proses ini dapat dilihat pada gambar 9 dan 

10. 

ROI yang dihasilkan pada proses pertama diatas 

kadang masih mengandung noise atau tepi tumor 

kadang kurang jelas akibat dari pengaruh blur. Oleh 

sebab  itulah proses kedua dibutuhkan untuk 

pendeteksian tepi tumor dengan menggunakan filter 

LARIM (persamaan 2 dan 3). Seperti telah diuraikan 

sebelumnya bahwa filter ini cocok digunakan sebab  

memiliki parameter noise dan blur. Pemfilteran 

pertama dilakukan dengan smoothing filter dengan 

tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan 

pengaruh noise. Setelah itu baru dilakukan edge 

detection. Hasil dari proses edge detection dapat 

dilihat pada gambar 10. Pada gambar ini tampak 

bahwa edge atau contour objek memiliki ketebalan 

lebih dari satu piksel. Tepi objek masih kurang 

tampak jelas. 

Tahap ketiga (contour delimitation) ini bertujuan 

untuk melakukan penipisan contour sehingga hanya 

memiliki ketebalan satu piksel. Proses ini dilakukan 

secara sederhana yaitu dengan menelusuri dan 

mereservasi hanya piksel-piksel bagian luar dari 

contour. Piksel-piksel lainnya yang tidak termasuk 

bagian luar dari contour akan dihilangkan 

(dinolkan). Penelusuran dilakukan dengan cara 

verifikasi terhadap piksel tetangga. Suatu piksel 

dapat dikatakan sebagai piksel bagian luar dari 

contour jika dan hanya jika ada  satu dari piksel 

tetangganya bernilai rendah (nol) dan piksel ini akan 

direservasi. Sebaliknya, suatu piksel dikatakan 

bukan bagian luar dari contour jika dan hanya jika 

tidak satupun dari delapan piksel tetangganya 

bernilai rendah (nol), maka piksel ini dihilangkan 

(diberi nilai nol). Hasil proses contour delimitation 

dapat dilihat pada gambar 11, dimana tampak 

terlihat dengan jelas bentuk tumor. 

4

Data citra digital mamografi yang digunakan 

dalam penelitian ini berupa citra bitmap (bmp) 

dengan resolusi 50 dpi. Dalam penelitian ini telah 

diujicoba pada sejumlah citra 86 (Mammography 

Database). Gambar 8 merupakan salah satu contoh 

citra mamografi hasil pemeriksaan (diagnosis) visual 

seorang dokter ahli. Tanda lingkaran merah yang 

ditandai oleh dokter ahli menunjukkan bahwa area 

tersebut merupakan area yang dicurigai ada  

tumor sebab  memperlihatkan adanya benjolan. Pada gambar citra ini, menurut diagnosis dokter 

ahli, dinyatakan bahwa bila ditinjau dari sisi bentuk 

dasar benjolan dan batas tepi benjolan (lihat gambar 

5 dan 6), maka citra ini mempunyai bentuk benjolan 

oval dengan tepi ill-defined. Gambar 9 sampai 11 

masing-masing mereprentasikan hasil setiap tahap 

proses pada diagram dalam gambar 7 dengan 

menggunakan citra pada gambar 8. Gambar 9(a) 

menunjukkan hasil proses morfologi matematik dan 

cropping. Gambar ini merepresentasikan area yang 

dicurigai adanya tumor (merupakan bagian area 

yang diberi tanda merah oleh dokter ahli). Region 

inilah yang disebut ROI dan selanjutnya akan 

diproses untuk melihat kemungkinan adanya tumor. 

Berdasarkan pada karakteristik tumor bahwa, area 

bertumor selalu memiliki intensitas yang lebih tinggi 

dari area tanpa tumor, namun batas antara keduanya 

sering ada  noise dan blur. Maka proses edges 

enhancement cukup penting dilakukan sebagai tahap 

awal pemisahan antara region berintensitas tinggi 

dan rendah. Dengan menggunakan persamaan 6 

diperoleh hasil pada gambar 9(b). Pada gambar ini 

terlihat dengan jelas bahwa area yang berintensitas 

cukup tinggi (kemungkinan adanya tumor) dan area 

yang berintensitas rendah (tanpa tumor) dapat 

ditajamkan perbedaanya. Sehingga tepi tumor mulai 

tampak dengan jelas. Namun hal ini bukan berarti 

bahwa itulah tepi yang sebenarnya, sebab  efek 

noise dan blur masih akan berpengaruh dalam proses 

ini. 

(a)     (b)

Gambar 9. Hasil Ekstraksi ROI 

(a) Tanpa Penajaman Tepi 

(b) Dengan Penajaman Tepi 

Gambar 10 berikut ini memperlihatkan hasil 

proses edge detection dengan menggunakan filter 

LARIM (persamaan 2 dan 3) yang memiliki 

kemampuan sangat baik untuk mendeteksi tepi objek 

ber-noise atau/dan ber-blur. Pada hasil ini, edge 

atau contour tumor yang diperoleh memiliki 

ketebalan lebih dari satu piksel. Bentuk benjolan 

tampak terlihat jelas namun untuk batas tepi masih 

kurang tegas. Untuk mempertegas batas tepi inilah 

perlu dilakukan proses contour delimitation. 

Gambar 11 memperlihatkan hasil proses contour 

delimitation, dimana tampak terlihat dengan jelas 

bahwa contour tumor hanya memiliki ketebalan satu 

piksel. 


Secara visual, mengacu pada gambar bentuk 

dasar dan batas tepi benjolan tumor payudara 

(gambar 5 dan 6) menunjukkan bahwa bentuk tumor 

payudara yang terdeteksi memiliki bentuk benjolan 

oval dan batas tepi ill-defined.


Tumor ganas (kanker) payudara merupakan keganasan pada

wanita yang paling umum terjadi hampir semua negara dengan kejadian yang 

disesuaikan menurut umur tertinggi di negara maju sebanyak 73% dan termasuk 

23% dari semua kanker. Pada masyarakat khususnya pada wanita kanker payudara 

merupakan kanker kedua paling banyak setelah kanker serviks. Tumor ganas 

(kanker) payudara umumnya menyerang wanita yang telah berumur >40 tahun. 

Namun demikian, wanita dengan usia muda bisa terserang kanker ini, tetapi pada 

usia muda lebih sering terkena tumor jinak payudara. Pada masyarakat khususnya 

pada wanita. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan 

antara neoplasma jinak dan ganas pada payudara berdasarkan pemeriksaan fisik 

diagnostik dan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus. Metode. Penelitian ini 

bersifat deskriptif analitik dengan desain cross-sectional. Sampel adalah pasien di 

RSUD Deli Serdang, yang berjumlah 25 orang. Teknik pegambilan sampel dengan 

metode total sampling. Analisis penelitian menggunakan uji fisher exact test. 

Hasil. Distribusi frekuensi yang terbanyak berdasarkan pekerjaan 21 orang (84%) 

dan terendah berdasarkan usia 14 orang (82,4%) dari faktor fisiko kanker payudara. 

Kesimpulan. Didapatkan bahwa tumor jinak dan ganas paling banyak terjadi pada 

ibu rumah tangga.Kanker payudara merupakan 

keganasan pada wanita yang paling 

umum terjadi hampir semua negara 

dengan kejadian yang disesuaikan 

menurut umur tertinggi di negara 

maju sebanyak 73% dan termasuk 

23% dari semua kanker. Menurut 

World Health Organization (WHO), 

melaporkan bahwa kejadian kanker 

payudara ini meningkat sebanyak 2% 

per tahun. Faktanya, kanker payudara 

ini bertanggung jawab untuk sebagian 

besar kematian akibat kanker pada 

wanita di seluruh dunia. Menurut 

survey secara global dilakukan, 

tingkat keseluruhan kanker payudara 

lebih tinggi pada wanita di Amerika 

dan Eropa dibandingkan dengan 

Asia.1

Insidensi berdasarkan Age 

Standardized Ratio (ASR) pada tahun 

2000, menyatakan kanker payudara 

sebesar 20.6 dan mortality (ASR) 

tahun 2000 akibat kanker payudara di 

Indonesia sebesar 10,1 dengan jumlah 

angka kematian akibat kanker 

payudara sebanyak 10.753 orang. 

Pada tahun 2005 diperkirakan 

mortality (ASR) sebesar 

10,9/100.000 penduduk, kematian 

akibat kanker payudara sebanyak 

12.352 orang.Di Indonesia, kanker payudara 

merupakan kanker kedua paling 

banyak setelah kanker serviks. 

Kanker payudara umumnya 

menyerang wanita yang telah 

berumur >40 tahun. Namun

demikian, wanita dengan usia muda 

bisa terserang kanker ini.3

Saat ini kanker payudara lebih 

cenderung dialami pada wanita usia 

15-20 tahun.3 Ada beberapa ciri dari 

kanker payudara dengan pemeriksaan 

palpasi, diantaranya: (1) dapat 

dirasakan adanya benjolan kecil dan 

terasa nyeri, (2) ketika diraba akan 

terasa keras dan juga padat, dan (3) 

pada payudara akan terjadi perubahan 

pada bentuknya.4

Pada pemeriksaan palpasi 

payudara, pada stadium awal bila di 

raba akan terasa benjolan kecil 

berukuran sekitar tidak lebih dari 2-

2,25 cm dan masih bisa digerakkan. 

Pada stadium ke-2, benjolan sudah 

lebih besar dari 2,25 cm. Pada 

stadium ke-3, benjolan sudah 

berukuran besar >5cm dan bila 

dipalpasi akan teraba massa padat 

pada payudaranya. Pada stadium ke-

4, sudah bermetastasis ke organ 

lainnya.4,5

Pada tumor jinak payudara 

biasanya dengan benjolan kecil, 

berukuran <2cm, sedangkan pada 

tumor yang ganas pada payudara 

biasanya benjolannya bersifat soliter, 

unilateral, solid, keras dan tidak 

beraturan. Ada tanda yang tidak

umum di ketahui yaitu adanya 

abnormalitas pada putting dan 

retraksi. Pada yang sudah tahap 

lanjut, dapat muncul terjadinya edema 

kulit, kemerahan dan rasa panas pada 

jaringan payudara

Setelah melakukan 

pemeriksaan fisik berupa palpasi 

yang menjurus pada kecurigaan suatu 

kanker payudara, maka akan 

dilanjutkan dengan pemeriksaan 

patologi anatomi berupa histopatologi 

dan biopsi aspirasi jarum halus. 

Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum 

halus ini dilakukan untuk 

memberikan indikasi kuat diagnostik 

kanker payudara.3 Pada penelitian lain 

mengatakan bahwa pada pemeriksaan 

biopsi aspirasi jarum halus dalam 

menilai keganasan payudara memiliki 

sensitifitas sebesar 86,36%, dan 

spesifisitas sebesar 100%, dan 

ketepatan diagnosis sebesar 90,62%.7

METODE

Metode penelitian bersifat deskriptif 

analitik, menggunakan studi cross￾sectional dimana pengukurannya 

dilakukan satu kali pada satu saat, 

tetapi tidak semua subjek harus 

diperiksa pada hari atau waktu yang 

sama.8

Penelitian ini dilakukan di RSUD 

Deli Serdang Lubuk Pakam, dengan 

kriteria pasien yang datang dengan 

keluhan benjolan pada payudaranya 

di RSUD Deliserdang Lubuk Pakam.

total pasien 25 orang. 

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian didapatkan 

insidensi terbanyak adalah tumor 

jinak, distribusi frekuensi faktor 

resiko tumor jinak terbanyak pada ibu 

rumah tangga, distribusi frekuensi 

terbanyak adalah lesi Fibroadenoma 

(FAM), distribusi frekuensi faktor 

resiko tumor ganas terbanyak pada 

ibu rumah tangga, distribusi frekuensi 

lesi tumor ganas sama banyak di 

RSUD Deli Serdang.

Perbandingan tumor jinak dan tumor 

ganas berdasarkan pemeriksaan fisik 

dan FNAB memiliki perbandingan (n 

= 25) (p < 0,000) berdasarkan uji 

Fisher Exact Test.

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian ini 

insidensi pada pasien yang datang ke 

RSUD Lubuk Pakam dengan keluhan 

benjolan pada payudara sebanyak 25 

orang (100%). Responden berjumlah 

25 orang tersebut dilakukan 

anamnesis dan pemeriksaan fisik 

didiagnosis melalui aspirasi jarum 

halus (FNAB) yang memiliki hasil 

tumor jinak payudara sebanyak 17 

orang (68%) dan pasien yang 

memiliki hasil tumor ganas payudara 

(C5) sebanyak 8 orang (32%).9,10

Aspirasi jarum halus (FNAB) 

merupakan jenis pemeriksaan yang 

sering digunakan untuk mendiagnosa 

tumor jinak maupun ganas pada 

payudara, sebab  ketepatan 

pemeriksaan ini 80-95%. 

Berdasarkan penderita tumor 

jinak pada payudara terbanyak 

ada  pada usia 17-40 tahun 

sebanyak 14 pasien (82,4%) sesuai 

dengan penelititian yang dilakukan 

oleh Bafakeer et al (2010) di Yaman 

Selatan.11,12

Berdasarkan penderita tumor 

ganas payudara terbanyak adalah 

pada wanita yang tidak bekerja atau 

ibu rumah tangga sebanyak 8 pasien 

(32%). Hasil penelitian ini sesuai 

dengan penelitian oleh Ulya Qaulan 

Karima et al yang memiliki hasil 

pasien tumor ganas payudara 

terbanyak adalah pada ibu rumah 

tangga sebanyak 97 pasien 

(82,9%).13,14Jenis pekerjaan adalah 

salah satu elemen dari faktor social demografi, dapat menikatkan risiko 

terutama pada wanita yang tidak 

bekerja/ibu rumah tangga. Hal ini, 

sebab  disebabkan paparan dari 

lingkungan sekitarnya dan rendahnya 

aktivitas fisik.

Berdasarkan hasil penelitian 

yang dilakukan maka didapatkan 

frekuensi responden dengan tumor 

jinak payudara terbanyak pada lesi 

fibroadenoma (FAM) sebanyak 16 

orang (94,1%). Hasil penelitian ini 

sesuai dengan penelitian Bagale P et 

al (2013) didapatkan bahwa 

fibroadenoma mammae mempunyai 

insidensi tertinggi (44,53%).15,16 

Penelitian di Iran sebanyak 60% 

didapatkan penderita FAM adalah 

wanita yang belum menikah dan 

menikah di umur dibawah 21 tahun.

Berdasarkan penderita tumor 

ganas pada payudara terbanyak 

ada  pada usia 30-50 tahun 

sebanyak 7 pasien (87,5%). Hasil 

penelitian ini sesuai dengan penelitian 

Aisyah Rahmatya et al yang memiliki 

hasil penderita tumor ganas terbanyak 

pada usia >40 tahun.17 Beberapa hasil 

penelitian melaporkan risiko tumor 

ganas (kanker) payudara meningkat 

sejalan dengan bertambahnya usia, 

kemungkinan kanker payudara 

berkembang pada umur di atas 40 

tahun.

Berdasarkan hasil frekuensi

responden dengan tumor ganas 

payudara terbanyak pada wanita 

dengan pekerjaan yaitu IRT sebanyak 

21 pasien (84%). Hasil penelitian ini 

sesuai dengan penelitian Ulya Qaulan 

Karima et al memiliki hasil pasian 

tumor ganas payudara terbanyak 

adalah pekerjaan IRT sebanyak 97 

pasien (82,9%Berdasarkan hasil frekuensi 

responden dengan tumor ganas 

payudara terbanyak pada lesi 

carsinoma duktus invasif sebanyak 8 

pasien (100%). Hasil penelitian ini 

sesuai dengan penelitian Muklis ramli 

(80%).19

Berdasarkan hasil uji Fishers 

Exact Test menunjukkan bahwa p = 

0,000 < 0,05, artinya ada  

perbandingan yang signifikan antara 

variabel pemeriksaan fisik dengan 

FNAB. Dan didapatkan hasil uji 

Fisher P Value 0,000 kurang dari 

0,05.

Pada analisa data dengan 

menggunakan program IBM SPSS 

Statistics 22 dan menggunakan uji 

fisher exact test ada  korelasi yang 

bermakna antara variabel tumor jinak 

dan ganas payudara dengan 

pemeriksaan fisik dan biopsi aspirasi 

jarum halus.

Banyak faktor risiko yang 

memodifikasi kemungkinan seorang 

wanita terjangkit tumor jinak maupun 

ganas payudara . berikut beberapa 

faktor yang dapat menjadi faktor 

risiko terjadinya tumor ganas dan 

jinak payudara: jenis kelamin, usia, 

pekerjaan, radiasi, obesitas, diet. Pada 

penelitian ini ada  faktor risiko 

seperti usia >40 tahun terkena tumor 

ganas (kanker) payudara, usia <20 

tahun terkena tumor jinak payudara 

dan jenis pekerjaan ibu rumah 

tangga/tidak bekerja yang sering 

terkena kanker payudara.



Kanker merupakan penyakit kronis yang kejadiannya terus meningkat. Data World Health 

Organization (WHO) tahun 2018 kejadian kanker meningkat sebanyak 18,1 juta kasus baru 

dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kasus. Kejadian kanker yang meningkat disebabkan oleh 

perkembangan penduduk , perkembangan ekonomi dan proses penuaan.1

 Kejadian kasus baru 

kanker pada tahun 2018 sekitar setengah atau lebih banyak terjadi di Asia dengan angka insidensi 

sebesar 57,3% sedangkan di Eropa 23,4% dan di Amerika 13,3%. Jenis kanker yang paling 

banyak terjadi yaitu kanker paru, kanker payudara dan kanker kolorektum.1

 Kanker Payudara merupakan kanker yang banyak terjadi pada wanita di dunia dengan rata￾rata insidensi 43.1 (per 100.000) dan termasuk kedalam lima kanker yang menyebabkan kematian 

terbanyak. Kanker payudara merupakan pertumbuhan massa abnormal pada jaringan payudara. 

Pada tahun 2012 kejadian kanker payudara di dunia sebesar 671,149 kasus baru, sebanyak 882.9 

(per 100.000) kasus terjadi di Negara kurang berkembang dan 793.7 (per 100.000) terjadi di 

Negara maju. Data WHO, Negara yang memiliki kejadian kanker payudara terbanyak (per 

100.000) yaitu Belgium(111.9), Denmark(105), Bahamas(98), dan Belanda (96). Kejadian kanker 

payudara di Asia semakin meningkat, di Jepang terjadi peningkatan kasus sebanyak 6% dari tahun 

1998 sampai 2008, di Australia setiap tahun terjadi kematian akibat kanker payudara sebanyak 2% 

dan peningkatan kasus juga terjadi di Negara Malaysia dan Thailand.2

 Kejadian kanker payudara 

di Indonesia pada wanita tahun 2018 yaitu 58.256 kasus baru (42.1%) dengan jumlah kematian 

22.692 (17.0%).3 Pada tahun 2013, kejadian kanker payudara wanita terbanyak di D.I Yogyakarta 

dengan prevalensi sebesar 2,4 % sedangkan di Aceh ada  0,8% kasus4

Tumor jinak payudara merupakan pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang bersifat 

tidak menyebar. Kejadian tumor jinak lebih sering, walupun tumor jinak tidak mengancam nyawa 

namun dapat beresiko menjadi kanker payudara di kemudian hari.5

 Faktor risiko terbesar yang 

menyebabkan tumor payudara yaitu faktor lingkungan dan gaya hidup (90-95%) termasuk 

didalamnya pola makan (30-35%), merokok (25-30 %) dan komsumsi alkohol (4-6%).6 Pola 

makan merupakan suatu kebiasaan makan yang dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang, 

sebab  kualitas dan kuantitas makanan yang dikomsumsi akan mempengaruhi kesehatan 

seseorang.7

 Pola makan yang salah dapat menyebabkan berbagai penyakit salah satunya tumor 

payudara. Penelitian di Jepang, Pola makan dibagi menjadi tiga kategori yaitu pola makan 

kebaratan, pola makan yang sehat dan pola makan tradisional jepang. Hasil penelitian didapatkan pola makan kebaratan yang tinggi energi seperti seringnya komsumsi daging merah, makanan 

asin, makanan manis meningkatkan risiko kejadian kanker payudara 68% pada perempuan yang 

mempunyai risiko tinggi terkena kanker payudara.8

 Hasil penelitian Eva Fitriniangsih di RS 

Onkologi Banda Aceh, pola makan tidak baik seperti sering komsumsi daging, daging yang diolah 

atau diawetkan, makanan yang manis dan makanan mengandung tinggi lemak dapat 

meningkatkan risiko kanker payudara.9

 Pola makan termasuk faktor risiko terbesar yang 

meningkatkan risiko kejadian tumor payudara sehingga untuk mengurangi kasus tumor payudara 

di Banda Aceh maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “ Hubungan Pola Makan 

dengan Kejadian Tumor Payudara di RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.” Berdasarkan keterangan  diatas usia dari hasil penelitian didapatkan dominan pada usia 17-25 

tahun (27.8%) dan 46-55 tahun ( 27.8%) dengan jumlah keduanya 25 responden. Karakteristik 

responden berdasarkan perkerjaan, didapatkan dominan sebagai ibu rumah tangga (42.2%) dengan 

jumlah 38 responden. Karakteristik responden pada status perkawinan dominan pada orang yang 

telah menikah (65.6%) dengan jumlah 59 responden. Berdasarkan hasil Patologi Anatomi 

kejadian tumor jinak yang paling banyak terjadi yaitu Fibroadenoma mammae (27.8%) sebanyak 

25 responden. Kejadian tumor payudara mayoritas jenis Invasive Ductal Carcinoma (32.2%) 

sebanyak 29 responden dan mayoritas responden mempunyai pola makan yang salah dengan 

jumlah 52 responden (57.8% 

Berdasarkan keterangan  4.2 menunjukkan 75% PNS menderita kanker payudara dan 60% Petani/ 

Buruh menderita tumor jinak payudara. 

Berdasarkan hasil keterangan  4.3 menunjukkan penderita kanker payudara 80% terjadi pada usi 

56-65 tahun sedangkan yang menderita tumor jinak payudara 56% pada usi 17-25 tahun. 

Berdasarkan keterangan  4.4 menunjukkan penderita kanker payuara 66.7% pada janda sedangkan 

penderita tumor jinak payudara 60% pada orang yang belum menikah. Berdasarakan keterangan  4.5 diperoleh hasil bahwa pola makan salah 46.2% menderita tumor 

jinak payudara, sedangkan pola makan benar 60.5% tidak menderita tumor payudara. 

Berdasarkan keterangan  4.6 nilai Rasio Prevalensi (RP) yaitu 1,9 sehingga menunjukkan pola 

makan salah 1.9 kali meningkatkan resiko terjadinya tumor payudara. 

PEMBAHASAN 

Berdasarkan keterangan  4.2 bahwa mayoritas perkejaan responden tumor jinak adalah 

petani/buruh yaitu 60%. Sedangkan mayoritas perkejaan responden kanker payudara adalah PNS 

yaitu 75% . Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Helfiana dkk di Medan, penderita tumor jinak 

payudara kebanyakan pada mahasiswa/pelajar (30.1%) dalam penelitian yang dilakukan Alini 

RSUD Bengkalis, perkejaan penderita tumor jinak payudara mayoritas adalah ibu rumah tangga 

(60.0%). 10,11 Sedangkan dalam penelitian Loelita dkk, di RS onkologi Surabaya mayoritas 

penderita kanker payudara yaitu Ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebesar 57.3% dan dominan 

dengan pendidikan universitas sebesar 41.5%.12

Berdasarkan hasil keterangan  4.3 mayoritas usia yang menderita tumor jinak payudara adalah usai 

17-25 tahun yaitu 14 orang (56%) sedangkan pada responden kanker payudara lebih dominana 

pada usia 56 – 65 tahun yaitu 8 orang (80%). Hasil penelitian ini sejalan dengan Meivita dkk, 

yang dilakukan di FK Unand kejadian tumor jinak terjadi paling banyak pada wanita usia 16 – 20 

tahun ( 35.1%).10 Penelitian Alini di Poliklinik Bedah RSUD Bengkalis, kejadian tumor jinak 

payudara tejadi pada wanita rentang usia 20 – 35 tahun (90%). Kejadian tumor jinak payudara 

banyak terjadi pada wanita usia muda, hal ini berkaitan dengan tingginya kadar estrogen dalam 

darah yang merupakan faktor risiko untuk tumbulnya benjolan pada payudara.11

Penelitian Fandini di Rumah Sakit Umum Pendidikan Haji Adam malik, Penderita kanker 

payudara mayoritas berusia 40 – 49 tahun (37.7%). Penelitian Hendri dkk di RSUD dr. Soedarso 

kejadian kanker payudara banyak terjadi pada wanita usia 39 – 45 tahun.13 Penelitian Swartz, usia 

memiliki risiko relatif lebih 4 kali meningkatkan kejadian kanker payudara.14 Namun, dalam 

penelitian Lindra, usia kanker payudara kurang dari 42 tahun (61%), Kejadian kanker payudara 

meningkat lebih cepat pada usia reproduktif.15 Usia saat menarche dan saat menopause juga 

mempengaruhi kejadian kanker payudara. Penelitian Aruna, Usia menarche yang terlalu dini dan 

usia saat menopause lebih dari pada 45 tahun akan meningkatkan risiko kanker payudara. 16

Berdasarkan keterangan  4.4 didapatkan hasil bahwa penderuta tumor jinak payudara lebih 

dominan pada orang yang belum menikah yaitu 15 orang (60%) sedangkan penderita kanker 

payudara dominan pada janda yaitu 4 orang (66.7%). Hasil penelitian tidak sejalan dengan 

penelitian Helfiana dkk, di RS Santa Elisabeth Medan, Kebanyakan kejadian tumor jinak 

payudara terjadi pada responden yang belum kawin (61,2%).17 Berdasarkan keterangan  4.5 diperoleh 

hasil bahwa pola makan salah yang menderita tumor jinak payudara yaitu 24 orang (46.2%) dan 

penderita kanker payudara yaitu 21 orang ( 40.4%), sedangkan pola makan benar yang tidak 

menderita tumor sebesar 60.5%. Hasil uji Rank Spearman untuk variabel pola makan dengan 

kejadian tumor payudara menunjukkan nilai ρ = 0.000 (< 0.005) dan nilai r =-0.386 sehingga 

hipotesis null (Ho) ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada  hubungan antara pola makan salah 

dengan kejadian tumor payudara di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan kekuatan 

hubungan yang rendah. Nilai Ratio Prevalensi (RP) yaitu 1.9 sehingga menunjukkan bahwa pola 

makan salah meningkatkan kejadian tumor payudara 1.9 kali. 

Kanker payudara merupakan salah satu kanker yang diakibatkan oleh gaya hidup salah.Hasil 

penelitian ini sejalan dengan penelitian Ida dkk (2017) di Makassar, tentang gaya hidup yang 

berdampak pada risiko kanker payudara, responden dibagi menjadi responden kontrol dan kasus. 

Responden kontrol merupakan penderita kanker payudara dan responden kasus merupakan orang 

normal. Hasil penelitian didapatkan diet tinggi lemak dapat berisiko dengan kejadian kanker 

payudara responden yang mengkomsumsi tinggi lemak lebih banyak dari nilai rata-rata seluruh 

responden sehingga komsumsi tinggi lemak beresiko dengan kejadian kanker payudara. Lemak 

yang diteliti dalam penelitian merupakan lemak jemuk dengan jenis makanan yaitu daging merah, 

ayam goreng, fast food, susu full cream, keju, mentega, dan gorengan. Frekuensi tertinggi lemak 

jenuh yang di komsumsi oleh responden yaitu gorengan (18.1%), mentega (14.1%) dan telur 

(13.1%).18

Penelitian Alexandra J white dkk, di Long Island, New York, dalam penelitiannya 80% 

responden yang sering mengomsumsi makanan yang dibakar akan meningkatkan risiko kejadian kanker payudara 30-50%. Asap dari makanan yang dimakan merupakan sumber dari bahan kimia 

PAHs yang akan mempengaruhi perubahan sel payudara.19 Penelitian Penelope M. Webb, jenis 

makanan yang beresiko dengan kejadian tumor jinak payudara yaitu makanan yang mengandung 

lemak, kandungan lemak polyunsaturated berhubungan dengan kejadian tumor jinak payudara, 

sedangkan lemak monounsaturated tidak berhubungan dengan kejadian tumor payudara.20

Penelitian Lina, di Poliklinik bedah RSUD Langsa, ada  hubungan pola makan dengan tumor 

jinak payudara dengan nilai dari 18 responden yang didiagnosis tumor jinak payudara, 16 

responden (42%) didapatkan hasil pola makan yang tidak baik.21

Makanan yang sering dikomsumsi oleh penderita kanker payudara yaitu makanan digoreng 

(76.7%),ayam boiler (53.3%), makanan yang manis (46.7%),dan makanan yang diasinkan 

(43.3%), Sedangkan makanan yang sering di komsumsi oleh penderita tumor jinak payudara yaitu 

makanan yang dibakar (56.7%), berbagai macam jenis mie (73.3%), dan sering jajan diluar 

(83.3%). Boohlooly-y dkk mengindentifikasi komsumsi daging ayam yang diternakin dapat 

menyebabkan tumor payudara, pubertas dini, dan obesitas. Pada sebagian daging ayam diternakin, 

pertenak memberikan recombinant bovine somatotropin (rBST) sehingga ayam tumbuh besar 

namun akan berdampak pada kesehatan.22

Pola makan merupakan suatu perilaku makan sesorang yang dinilai dari jenis, frekuensi dan 

jumlah makanan tersebut dikomsumsi. Dalam penelitian ini mayoritas responden mempunyai pola 

makan salah. Pola makan dengan gizi tidak seimbang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit 

tidak menular seperti kanker. Pola makan salah seperti pola makan kebaratan yang mengomsumsi 

makan yang tinggi akan lemak, produk hewani dan makanan yang manis dapat menyebabkan 

berbagai jenis kanker seperti kanker kolonrektum, payudara dan prostat.23, 24 Upaya mengurangi 

risiko kejadian tumor payudara salah satunya dengan menjaga pola makan seimbang. Menurut 

Triyani Kesnawan, cara membiasakan diri mengomsumsi makanan seimbang dengan (1) 

mengurangi makan padat kalori, seperti cake, biskuit, soft drink, fast food,dan makanan instan, 

(2)mengomsumsi produk nabati, seperti kacang-kacangan, (3) mengomsumsi daging merah 

secukupnya, (4) mengomsumsi minimal sayur dan buah sebanyak 5 porsi/hari, (5) mengurangi 

konsumsi lemak hewani, (6) mengomsumsi bahan makanan sumber kalsium dan vitamin D secara 

cukup, (7) mengomsumsi makanan sesuai dengan zat gizi dan sesuai dengan kebutuhan.25

 

 Faktor risiko kejadian tumor payudara dapat disebabkan oleh banyak hal, jenis kelamin 

sebagai wanita merupakan salah satu risiko tejadinya tumor payudara. Risiko kejadian tumor 

payudara dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor risiko kejadian tumor payudara yang tidak 

dapat diubah yaitu usia, adanya mutasi genetik, faktor reproduksi, faktor genetik, dan faktor 

hormonal, sedangkan faktor risiko yang dapat diubah yaitu gaya hidup, aktifitas fisik, dan 

obesitas.26

 

Usia responden dalam penelitian dominan dalam rentang usia 17-25 tahun (56%) pada 

penderita tumor jinak payudara sedangkan penderita kanker payudara usia 56-65 tahun 

(80%). Perkerjaan sebagai petani/buruh dengan tumor jinak pyudara sebanyak60% dan PNS 

pada kanker payudara sebanyak 75%, tumor jinak payudara dominan pada yang belum 

menikah (60%) sedangkan penderita kanker payudara dengan status janda sebanyak 66.7%, jenis tumor payudara yang terbayak yaitu Invasive Ductal Carcinoma (32.2%), dengan pola 

makan salah yang menderita tumor jinak payudara 46.2% dan kanker payudara 40.6%

2. ada  adanya hubungan antara pola makan salah dengan kejadian tumor payudara di 

RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh dengan kekuatan hubungan lemah (r= - 0.386) dan 

RP= 1,9 dimana pola makan sakah cenderung meningkatkan risiko menderita tumor 

payudara sebesar 1.9 kali


Mayoritas kelainan dipayudara adalah 

lesi jinak, lesi maligna hanyalah 20% dari 

semua kelainan pada payudara. 

Kejadian kelainan jinak ini dimulai usia 

dekade ke-2 dan puncaknya adalah 

pada dekade keempat dan kelima 

kehidupan. Tipe histologi yang paling 

banyak secara berurutan adalah 

fibrocystic change, fibroadema, 

papilloma intraduktal, ductal ektasia, 

mastitis, fat necrosis, phyllodes tumor 

dan ginekomastia.(9, 10, 12)

Pemahaman dan penatalaksanan 

kelainan jinak payudara dimulai sejak 

tahun 1980-an. Berbeda dengan kanker 

payudara yang telah dikenal dan diterapi 

sejak beberapa abad sebelumnya. Ada 

beberapa Tokoh besar yang telah 

memberikan dasar tentang pemahaman 

tentang kelainan jinak payudara dan 

dasar terapinya. Tokoh-tokoh tersebut 

antara lain adalah Sir Astley Paston 

Cooper, Alpred Velpau, John Birkett, 

Joseph Colt Bloodgood, Charles F 

Geschickter dan George Lenthal 

Cheathel.7 Sir Astley Paston Cooper 

(1768-1841) adalah tokoh yang pertama 

memaparkan dengan jelas detail dan 

perbedaan antara tumor jinak dan 

ganas pada payudara. Disamping itu 

beliau membuktikan bahwa Postulat 

Lisfranc adalah salah. Sebelumnya 

Lisfranc menyatakan bahwa semua 

benjolan di payudara akan menjadi 

kanker. Alpred Velpau (1785-1867), 

secara total membenamkan diri 

menangani penyakit pada payudara 

sampai umur 75 tahun dan meninggal 

beberapa hari setelah operasi yang 

terakhir. Salah buku yang dibuat beliau 

adalah Disease of The Breast.7

Sebagian kecil dari tumor jinak 

berhubungan dengan kanker payudara. 

Dalam kaitan risiko untuk menjadi 

maliga, Dupont dkk mengelompokan lesi 

jinak menjadi 3 kelompok yaitu

1. Lesi non proliferasi: 

kista, pappilary apocrine 

change, epitheal-related 

calcification, mild hyperplasia

2. Lesi proliferasi tanpa sel atipik: 

moderate atau florid ductal 

hyperplasia, pappiloma 

intraduktal, sclerosing 

adenosis, fibroadenoma, radial 

scar

3. Atipikal hyperplasia: 

atypical ductal hyperplasia dan 

atypical lobular hyperplasia

Mayoritas lesi jinak (70%) adalah 

yang non proliferasi (Risiko relatif untuk 

malignansi:0,89), selebihnya adalah 

proliferasi tanpa atipik (RR: 1,5 – 2) dan 

hiperplasia dengan atipik (RR: 3,5 – 5).(3, 

8).

Hormon Estrogen tampaknya 

berperan penting sebagai pemicu  

pertumbuhan lesi jinak payudara. 

Penelitian klinis membuktikan, pada

kelompok wanitamenopausal yang 

diberikan Estrogen selama 8 tahun 

prevalensi lesi jinak meningkat 1,7 kali. 

Pada kelompok yang diberikan anti 

estrogen yaitu tamoxifen, prevalensinya 

menurun 28%. 9

Kelainan dipayudara umumnya 

dikeluhkan sebagai benjolan (lump) 

disamping nyeri, perubahan kulit dan 

perubahan bentuk payudara. pemicu  

kelainan pada payudara ini dapat 

dikelompokkan menjadi:(9)

1. Struktur normal: normal 

nodularity, prominent fat lobule, 

prominent rib, edge of biopsy 

wound

2. ANDI (abberations of normal 

development and involution): 

fibroadenoma, cyclical nodularity, 

cyst, sclerosing adenosis, 

galactoce

3. Inflamasi: chronic infective 

abcess, fat necrosis, granuloma, 

Mondor’s Disease

4. Tumour jinak : duct papilloma, 

giant fibroadenoma, lipoma

5. Tumor Intermediate: phyllodes 

tumor, carcinoma in-situ

6. Maligna : pymary tumour, 

secondary tumour

7. Lesi di nipple dan areola: 

squamous papiloma, leiomyoma, 

papilary adenoma

8. Lesi di kulit: sebaceaous cyst, 

hydradenitis, benign and malignat 

skin tumours.

Kelainan jinak di payudara lainnya 

adalah: Mammary aberrant (Ectopic 

axillary breast tissue), hipertrophi 

payudara, amastia,symastia,hipoplasia, 

tubular breast, dan supernumerary 

nipple.Untuk menegakan diagnosis 

kelainan dipayudara, dibutuhkan 

pemeriksaaan klinis (anamnesis, 

inspeksi, palpasi, SADARI) dan 

penunjang yaitu Usg payudara, 

mamografi, dan biopsi. Biopsi: sitologi 

(FNAB) dan histopatologi (core, insisi 

dan eksisi).

Anamnesis

Elemen dasar yang perlu dianamnesis 

dari kelainan payudara adalah(11, 13):

1. Untuk semua wanita : 

 usia saat menarche 

 jumlah kehamilan

 jumlah lahir hidup

 usia saat melahirkan 

pertama

 riwayat keluarga 

menderita kanker 

payudara termasuk usia 

terkena kanker dan 

ada/tidak kelainan 

payudara kontralateral

 riwayat biopsi payudara

2. Untuk premenopause:

 tanggal menstruasi 

terakhir

 lama dan keteraturan 

siklus menstruasi

 penggunaa kontrasepsi 

oral

3. Untuk pasca menopause: 

 tanggal menopause

 penggunaan HRT 

(Hormone replacement 

therapy)

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi.(

11,13)

Pemeriksaan yang teliti dan sistematis 

adalah sangat penting untuk 

menyingkirkan tanda dan gejala 

tumor.Pemeriksaan dilakukan pada 

posisi duduk berhadapan dengan 

Dokter, pakaian atas dan bra terbuka 

dengan posisi lengan disamping, diatas 

kepala dan kacak pinggang.


Inspeksi dimulai dengan 

membandingkan kedua payudara baik 

ukuran, bentuk dan simetrisasinya. 

Kemudian perhatikan kelainan pada kulit 

payudara (penebalan, kemerahan, 

seperti kulit jeruk, venektasis, dimpling, 

ulkus dan tonjolan tumor), kelainan 

nipple/areola (eksem, discharge, 

retraksi), kelainan di aksila (kelenjar 

getah bening, mammary aberran), dan 

kelainan di leher. Perlekatan kulit, skin 

dimplingdan retraksi puting yang 

merupakan salah satu tanda 

keganasan, bisa juga disebabkan 

kelainan jinak yaitu:

 abses kronis dengan mastitis 

periduktal

kista atau fibroadenoma yang besar dan 

terletak di sentral 

 Mondor’s Disease

Palpasi

Dilakukan pada posisi supine (tidur 

telentang), lengan ipsilateral diatas 

kepala dengan bahu ganjal bantal kecil 

terutama pada payudara yang besar. 

pemeriksaan ini adalah sitematis dan 

overlaping, dengan menggunakan jari 

2,3 dan 4 phalank distal dan media 

dilakukan secara radier atau sirkuler. 

Pemeriksaan diperluas keatas sampai 

klavikula, kebawah sampai iga di 

bawahnya (lower rib cage), medial 

sampai tepi sternum dan lateral sampai 

garis mid aksilaris.Palpasi aksila dan 

supraklavikula adalah penting pada 

semua kelainan payudara namun jarang 

memberikan memberikan informasi 

diagnostik pada kelainan jinak.(11, 13):

Pemeriksaan Penunjang

USG Payudara9,13

Salah satu kelebihan USG adalah dalam 

mendeteksi massa kistik. Serupa dengan 

mamografi, American College of 

Radiology juga menyusun bahasa 

standar untuk pembacaan dan pelaporan 

USG sesuai dengan BIRADS (Breast 

Imaging-Reporting and Data System). Ini 

adalah suatu standar untuk penilaian 

kualitas yang awalnya hanya dipakai 

untuk pemeriksaan mamografi, tetapi 

akhir-akhir ini juga dipakai untuk MRI 

dan ultrasonografi payudara. 

Standar pelaporan pencitraan pada 

payudara: Penggunaan ultrasonografi 

untuk tambahan mamografi 

meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. 

Namun ultrasonografi tidak dianjurkan 

untuk digunakan sebagai modalitas 

skrining sebab  didasarkan penelitian 

ternyata ultrasonografi gagal 

menunjukan efikasinya.Pemeriksaan ini 

berguna untuk:

1. Klarifikasi ada tidaknya lesi 

abnormal 

2. Mengidentifikasi kista yang dalam 

3. Penuntun untuk Aspirasi biopsi

Mamografi8,13

Mamografi adalah pencitraan 

menggunakan sinar X pada jaringan 

payudara yang dikompresi. Untuk 

memperoleh interpretasi hasil pencitraan 

yang baik, dibutuhkan dua posisi 

mammogram dengan proyeksi berbeda 

45 derajat (kraniokaudal dan 

mediolateralobligue). Mamografi 

dikerjakan pada wanita usia di atas 35 

tahun, namun sebab  payudara orang 

Indonesia lebih padat maka hasil terbaik 

mamografi didapat pada usia >40 tahun. 

Mamografi dilakukan pada hari ke 7-10 

dihitung dari hari pertama haid. Gambaran mamografi untuk lesi ganas 

dibagi atas tanda primer dan sekunder.

Tanda primer berupa:

1. densitas yang meninggi pada 

tumor

2. batas tumor yang tidak teratur 

oleh sebab  adanya proses 

infiltrasi ke jaringan sekitarnya 

atau batas yang tidak jelas 

(comet sign)

3. gambaran translusen di 

sekitar tumor

4. gambaran stelata

5. adanya mikrokalsifikasi sesuai 

kriteria Egan

6. ukuran klinis tumor lebih besar 

dari radiologis.

Tanda sekunder :

1. retraksi kulit atau penebalan 

kulit

2. bertambahnya vaskularisasi

3. perubahan posisi puting

4. kelenjar getah bening aksila 

(+)

5. keadaan daerah tumor dan 

jaringan fibroglandular tidak 

teratur

6. kepadatan jaringan subareolar 

yang berbentuk utas.

Gambaran kalsifikasi yang diduga 

ganas menurut kriteria Egan adalah 

kalsifikasi dengan lokasi di parenkim 

payudara, ukuran kurang dari 0,5 mm, 

jumlah lebih dari 5 dan bentuk stelata.

Pemeriksaan Sitologi

Pemeriksaan yang bersifat sitologi 

adalah FNAB, imprint, dan analisa cairan 

(nipple discharge dan kista). 

Pemeriksaan ini merupakan bagian dari 

triple diagnostic untuk tumor payudara 

yang teraba atau pada tumor yang tidak 

teraba dengan bantuan penuntun 

pencitraan.

Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi merupakan 

standar baku untuk diagnosis definitif. 

Pemeriksaan ini dilakukan pada 

spesimen biopsi jaringan (core biopsy, 

potong beku, insisi, eksisi) dan spesimen 

mastektomi.

Peran Pembedahan

Pembedahan berperan dalam diagnosis 

dan terapi tumor jinak. Peran dalam 

diagnosis adalah biopsi: core, insisi, 

enukleasi dan eksisi. Peran dalam terapi 

adalah untuk eksisi, microdochectomy, 

eksisi luas dan rekonstruksi.5, 8, 9, 10

1. Fibroadenoma Mammae (FAM)

FAM adalah tumor jinak yang dibentuk 

oleh jaringan fibrous stroma dan 

proliferasi epitel lobulus. Tumbuh pada 

lobulus sebagai akibat dari peningkatan 

sensitifitatas terhadap estrogen. 

Distribusi lokasi yang paling sering 

adalah dilateral atas, payudara kiri lebih 

sering terkena dibanding yang kanan. 

ada  proporsi yang lebih tinggi pada 

etnis India dan Africa dibanding Cina dan 

Wanita kulit putih. Insidensi 

fibroadenoma pada 3 etnis (Anglo￾Amerika, Hispanik, Indian-Amerika) 

adalah serupa. Tipikal usia kurang dari 

30 tahun, dengan insidensi yang tertinggi 

adalah pada kelompok usia 21-25 

tahun. 9,

Fibroadenoma umumnya tidak tumbuh 

progresif tapi tumbuh dan selanjutnya 

menjadi statis 80% kasus, regresi 15% 

dan regresi hanya 5-10%. Tumor ini 

sedikit berisiko untuk menjadi kanker 

payudara terutama yang memiliki 

gambaran histologi yang kompleks. 

Pada penelitian biologi molekular 

mendapatkan bahwa kebanyakan 

fibroadenoma tidak meningkatkan risiko 

keganasan tapi perubahan genetik 

terlihat pada tumor dengan ukuran yang 

besar dan tumor phyllodes. Pada yang secara klinis simptomatik (ada  rasa 

nyeri) ratio antara fibroadenoma dengan 

kanker adalah 1:4.9, 12

Dikatakan FAM multiple jika teradapat 

tumor 5 atau lebih pada satu 

payudara.Definisi adalah Giant FAM jika 

diameter lebih dari 5 cm (beberapa 

literature > 10 cm) atau berat lebih dari 

500mg.8,9,

Variasi/ Tipe FAM :

 Hamartoma, (usia 2 dekade >>)

 Tubular adenoma

 Lactating adenoma

 Juvenile fibroadenoma

 Giant fibroadenoma (Size > 5 cm) 

 Complex FAM :(kista, sklerosing 

adenosis, kalsifikasi epiteleal)

Tanda dan Gejala

Masa dengan pertumbuhan lambat,

konsistensi padat, batas tegas, 

permukaan rata, sangat mobil, circular 

dan tidak nyeri. 9, 12

Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi payudararutin dilakukan 

Mamografi dilakukan jika usia > 35 tahun

FNAB/ biopsy core (tidak rutin/ atas 

indikasi)

Diagnosis

Berdasarkan hasil Pemeriksaan Klinis 

dan USG payudara. BiopsiFNA/ biopsi 

core dilakukan terutama pada klinis 

meragukan. Contoh pada kasus tumor 

yang besar; giant FAM atau Phyllodes.

Terapi 

• Konservatif 

• Syarat: Dianosis klinis telah 

dikonfirmasi dengan 

dengan sitologi dan USG/ 

mamografi dan penderita 

bisa menerima (nyaman 

ada benjolan di payudara). 

Konfirmasi diagnosis akan 

lebih definitif dengan biopsi 

core

• Indikasi: jika usia < 40 dan 

ukuran < 3cm

• Pembedahan: Eksisi 

• Indikasi:usia >40 tahun

• ukuran > 3 cm (sel atipia 

banyak ditemukan)

• simptomatis dan pasien 

tidak nyaman, konservatif 

masa membesar > 20%

 Lokasi eksisi adalah diatas 

masa jika lokasi tumor 3 

cm atau kurang dari nipple 

dianjurkan insisi 

periareolar.

 Penjahitan rongga defek 

yang besar pasca eksisi 

tidak dianjurkan, oleh 

sebab  akan 

mengakibatkan distorsi 

payudara.

 Rekonstruksi yang rumit 

seperti flap-deepitelisai, 

prostesis silikon, 

mammoplasti reduksi dan 

tissue expander, sebaiknya 

dilakukan setelah 

penyembuhan luka secara 

alami. 

 Pada giant FAM usia muda 

(<20 tahun) insisi yang 

anjurkan insisi 

submammari (The Gaillard￾Thomas Incision). Lihat 

gambar 1.

 Rekonstruksi sederhana 

seperti Modifikasi 

Beisenberger-Regnault, 

dapat dilakukan pasca 

eksisi giant FAM (lihat 

gambar).Terapi Hormonal9,

 ada  kecenderungan 

untuk memberikan terapi 

hormonal pasa pasien 

fibroadenoma dengan 

menggunakan tamoxifen, 

danazol dan gestogen. 

Viviani dkk mendapatkan 

pengecilan yang bermakna 

pada 62 pasien 

premenopouse yang diberi 

tamixifen 20 mg selama 50 

hari. Belum ada data 

tentang efek jangka 

panjang dari pemberian 

tamoxifen pada usia muda.

2. Tumor Phyllodes

Tumor ini pada awalnya diberi 

nama cystosarcoma phyllodes 

oleh Johann Muller tahun 1838, 

sebab  strukturnya sering ada  

kista dan secara klasik memiliki 

Leaf like projection di dalamnya. 

Namun dalam kenyataannya pada 

tumor ini tidak selalu ada  

kista ataupun sarcomatous maka 

terminologi cystosarcoma tidak 

digunakan lagi dan diganti dengan

tumor phyllodes saja. Tumor 

phyllodes digunakan untuk tumor 

yang jinak, pada yang ganas 

disebut phyllodes sarcoma. 

Untuk mendiagnosis tumor 

phyllodes, harus ada elemen 

epitel dan stroma dengan stroma 

yang selularitas menonjol, 

irregular, hiperkromatin dan 

mitosis yang signifikan. Ini 

berbeda dengan giant 

fibroadenoma yang juga memiliki 

elemen epitel namun stroma-nya 

hiposelular (hypocellular 

stroma).9, 10, 12,17

Insiden tumor phyllodes adalah 

jarang dan merupakan 0,3-1% 

dari tumor payudara wanita. Usia 

pasien adalah 10-90 tahun namun 

yang terbanyak adalah pada 

kelompok usia 35- 55tahun 

(Haagensen’s series). Bilateral 

phyllodes adalah sangat jarang. 

Distribusi pada usia dibawah 20 

tahun juga jarang, jika ada 

tampilan klinis dan 

histopatologinya adalah jinak. 

Untuk usia yang lebih tua ada  

kecenderungan histopatologinya 

ganas. Pada pria kejadiannya 

juga sangat jarang walaupun 

pernah ada dilaporkan yang 

bersamaan dengan 

ginekomastia.9

Pemeriksaan Klinis

Masa tumor dengan pertumbuhan yang 

cepat, umumnya ukuran sudah besar 

saat datang, dapat digerakan dari 

jaringan sekitar, konsistensi padat dan 

kistik, permukaan tidak rata, batas tegas, 

nyeri tekan tidak dijumpai.Terkadang 

terbentuk ulkus sebab  penekanan masa 

tumor ke jaringan payudara dan kulit. 

Tumor phyllodes sangat cenderung 

untuk mengalami kekambuhan di daerah 

operasi (recur locally) jika eksisi yang 

dilakukan dekat dengan tumor (closed 

margin, < 1 cm). Pada eksisi yang tidak 

adekuat kekambuhan lokal mencapai 

20%. Jika eksisi adekuat,jarang terjadi 

kekambuhan lokal dan metastasis 

jauh.Pada tumor secara histologi terbukti 

jinak mempunyai prognosis yang sangat 

baik khusus pada yang terapi awalnya 

eksisi yang adekuat. Tumor phyllodes 

ganas (Phyllodes sarcoma) memiliki 

perilaku yang tidak bisa diprediksi. Untuk 

metastasis jauh, Haagensen hanya menemukan 4 dari 84 pasien yang 

dievaluasi.Pada penelitian serial pada 32 

pasien mendapatkan:

 tidak ada kekambuhan pada 

phyllodes jinak yang dieksisi 

secara adekuat

 separuh dari phyllodes jinak yang 

dieksisi tidak adekuat mengalami 

kekambuhan lokal

 tidak ada kekambuhan pada 

phyllodes maligna yang dieksisi 

secara adekuat

 phyllodes ganas yang dieksisi 

tidak adekuat mengalami 

kekambuhan di dinding yang 

tidak terkontrol (uncontrol chest 

wall disease).9

Pemeriksaan Penunjang

 USG payudara (untuk usia < 35 

tahun)

 USG dan mamografi (usia > 35 

tahun atau faktor risiko sangat 

tinggi)

 Biopsi core, insisi, eksisi

Diagnosis Definitif

Hasil histopatologi dari biopsi core, insisi 

ata eksisi.Berdasarkan gambararan 

histologi tumor phyllodes dibagi menjadi 

3 subtipe. Menurut klasifikasi WHO 

subtipe tersebut adalah benign 

phyllodes, borderline phyllodes (juga 

dikenal sebagai low grade malignant) 

dan malignant phylodes (high grade 

malignant). Klasifikasi ini ditentukan 

parameter histologi yaitu stromal cellular 

atypia, mitotic activity, stromal 

overgrowthdan tumor margin (lihat table 

2).

Penatalaksanaan

I. Pembedahan 

Prinsip utama dalam terapi adalah 

eksisi lokal dengan batas sayatan 

bebas tumor. Umumnya peneliti 

merekomendasi batas sayatan 

minimal 1 cm namun beberapa 

Penulis menganjurkan batas 

sayatan 2 cm. Batas sayatan 2-

3cm di dalam praktisnya sulit 

dilakukan untuk mendapatkan 

kosmetik yang baik, kecuali jika 

ukuran payudara besar dan lokasi 

tumor memungkinkankan. 

Berdasarkan usia penderita 

disarankan  bahwa:

- usia di bawah 20 tahun dilakukan 

eksisi dengan batas sayatan 1 cm

- usia diatas 20 tahun dilakukan 

eksisi luas dengan batas sayatan 

2 cm

- mastektomi simpel dilakukan 

pada tumor yang besar atau 

tumor yang kambuh (rekurensi). 

Rekonstruksi dipertimbangkan 

untuk tumor yang besar. 

Rekonstruksi ini sebaiknya segera 

dilakukan jika pasien berkenan. 

Penatalaksanaan yang optimal 

tergantung pada diagnosis 

preoperasi dan eksisi yang 

adekuat pada operasi pertama. 9, 

17

Eksisi Lokal dengan Breast 

Conserving versus Mastektomi

Penelitian di MD Anderson, yang 

melibatkan 101 pasien dengan tumor 

phyllodes 47% kasus dilakukan eksisi 

lokal dengan preservasi payudara atau 

mastektomi 53% kasus. Rekurensi lokal 

terjadi pada 4 pasien dengan actuarial 

10 year rate 8%. Penelitian ini 

menyimpulkan bahwa kekambuhan lokal 

adalah tidak sering, ini menunjukkan bahwa eksisi lokal dengan preservasi 

payudara dan batas sayatan bebas 

tumor adalah terapi utama untuk tumor 

phyllodes. Kleer dkk mendapatkan 

bahwa tumor phyllodes maligna 

mempunyai prognosis yang baik jika 

dilakukan eksisi luas tanpa mastektomi. 

Beberapa penelitian serial juga gagal 

menunjukan bahwa mastektomi lebih 

unggul di banding lumpektomi. 17

Tehnikal Lumpektomi

Untuk mendapatkan batas sayatan 1 cm 

atau lebih, diperlukan pendekatan 

khusus apalagi jika ukuran payudara 

kecil. Insisi periareolar dengan tunneling 

jaringan fibroglandular adalah kontra 

indikasi pada phyllodes, sebab tindakan 

ini berpotensi seeding (tercecer) tumor. 

Insisi curvilinear diatas mass tanpa 

pengangkatan kulit juga tidak dianjurkan 

oleh sebab  insisi ini mungkin terlalu 

kecil untuk mendapatkan batas sayatan 

yang adekuat atau terkadang 

menyisakan kulit yang menonjol 

terutama jika tumor dan jaringan yang 

diangkat besar. Eksisi fullthickness dari 

kulit ke otot dinding dada akan dapat 

sangat membantu dalam mencapai 

batas insisi minimal 1cm. Pendekatan ini 

memungkinkan pengangkatan secara en 

blok kulit, tumor dan jaringan 

fibroglandular sekitar tumor

II. Radioterapi17

Secara umum, peran radiasi pada tumor 

phyllodes masih belum jelas, dengan 

mayoritas data umumnya retropektif 

yang berasal dari single institusi. Untuk 

tumor phyllodes jinak diterapi konservatif 

dengan eksisi lokal, radioterapi tidak di 

perlukan asalakan batas sayatan bebas 

tumor. Pada tumor yang bordelline dan 

maligna juga cukup dilakukan eksisi 

lokal saja, terpi ini juga menghasilkan 

kontrol lokal yang baik.

Radioterapi adjuvan dianjurkan 

pada tumor phyllodes rekurensi pasca 

mastektomi atau pasca operasi dengan 

batas sayatan belum bebas tumor. Jika 

radioterapi diberikan, pemakaiannya 

mengikuti Panduan pada sarkoma 

jaringan lunak, diberikan pada seluruh 

jaringan payudara atau dinding dada 

dengan dosisi 50-50.4 gray. Booster 

dapat diberikan 10-20 gray.

3. Fibrocystic Changes (FCC)

Sinonim: Fibrocystic disease, cystic 

mastopathy,fibrosclerosis of 

breast,chronic cystic mastitis, 

fibrocysticmastopathy dan mammary 

dysplasia.

16,18

Fibrocystic change (FCC) adalah 

kondisi payudara yang menyebabkan 

adanya rasa nyeri, kistik dan benjolan.2

 

Fibrocystic change memiliki berbagai 

variasi histologi yaitu: stromal fibrosis, 

cysts, adenosis, apocrine metaplasia, 

dan epithelial proliferation dalam derajat 

yang bervariasi. Respon yang berlebihan 

dari jaringan payudara terhadap 

perubahan kadar hormone estrogen dan 

progesterone setiap bulannya, diyakini 

sebagai galaktokel dari FCC. Walaupun 

kelainan ini adalah jinak terkadang 

salah didiagnosis sebagai kanker, oleh 

sebab  adanya FCC terkadang 

mempersulit deteksi kanker.2,6,18

Insidensi

Estimasi menyerang 30-60% wanita dan 

mayoritas (minimal 50%) pada usia 

subur yaitu umumnya 20-40 tahun. 6, 16,18pemicu  dan Faktor Risiko18

pemicu  masih belum jelas, Peneliti 

belum menemukan dengan jelas 

galaktokelnya apakah hormonal atau 

galaktokel spesifik lainnya. Tapi ada  

beberapa faktor yang berhubungan 

dengan kejadian Fibrocystic change ini 

(lihat table). 

Usia: Tersering adalah usia subur 20-40 

tahun, ada juga sumber lain 30-50 tahun. 

Hormonal: Fakta sehari-hari 

menunjukan kejadian FCC berhubungan 

dengan perubahan hormonal seperti 

siklus mentruasi, kehamilan, 

menopause, dan terapi hormonal.

PMS (premenstrual symptoms): Gejala 

fase luteal yaitu retensi air, affek negatif, 

gangguan konsentrasi dan perubahan 

perilaku signifikan lebih besar pada 

wanita FCC dengan mastalgia yang 

berat. Penderita juga akan merasakan 

symptom pada payudara dan affek 

negatif yang lebih berat di fase folikular. 

Ductal ectasia: Pengukuran dengan usg 

mendapatkan rerata maksimum lebar 

duktus adalah 1,8 mm, pada wanita yang 

asimptomatik. Pada wanita dengan FCC 

dengan mastalgia rerata 2,34 mm. Lebar 

duktus berhubungan dengan intensitas 

nyeri. 

Faktor risiko lainya: stress, konsumsi 

rokok, kopi, coklat, konsumsi tinggi 

lemak dan faktor keluargaadalah faktor 

risiko lainnya.

Diagnosis 

Anamnesis:Keluhan umunya adalah 

benjolan di dipayudara atau benjolan 

yang sangat nyeri dan tegang.Keluhan 

sering dimulai 7-10 hari sebelum 

menstruasi dan reda setelah selesai 

siklus haid. Ukuran benjolan juga 

dirasakan berfluktuasi mengikuti siklus 

menstruasi. Nyeri payudara bisa 

persisten atau intermiten sering bilateral, 

nipple terkadang tegang atau gatal. 

Tidak ada gangguan untuk menyusui.6,18

Pemeriksaan Fisik: Teraba satu atau 

lebih masa kistik dengan batas yang 

jelas atau teraba masa yang padat dan 

mudah digerakan.Benjolan tersebut 

sering berlokasi di lateral atas. Kista atau 

masa padat tersebut bulat dengan batas 

yang halus, konsistensi elastis seperti 

karet dan bentuk yang terkadang 

berubah.Terkadang ada  nipple 

discharge.

6

Pemeriksaan Penunjang

Usg payudara danaspirasi kista dengan 

jarum halus (FNAB)digunakan untuk 

pemeriksaan awal. Ultrasonografi akan 

memdapatkan kista bulat atau oval 

dengan batas yang tegas. Kista tunggal 

dapat diaspirasi dan biopsi dilakukan jika 

asimtomatik. Aspirasi bisa dituntun 

dengan usg pada kista yang tidak 

teraba. Mamografi dapat mendeteksi 

masa padat ukuran sangat kecil yang 

tidak teraba. Namun mamografi hanya 

dianjurkan jika usia lebih dari 35 tahun 

namun pada penderita yang mempunyai 

faktor risiko untuk kanker payudara 

sangat tinggi, mamografi dianjurkan 5 

tahun lebih muda.MRI dipertimbangkan 

dilakukan pada yang secara klinis dan 

radiologi mirip sebagai maligna (focal 

discrete lesion).6

Surgical biopsy (Core biopsy, 

insisi, eksisi, potong beku) dilakukan 

pada kista yang aspiratnya berdarah, 

tidak sembuh setelah diaspirasi, kista 

yang kambuh dalam waktu yang singkat. 

Terapi6,10,18

 Tenangkan pasien bahwa kondisi 

ini sering terjadi pada wanita dan 

tidak hubungannya dengan 

kanker

 Pada kebanyakan kasus tidak 

memerlukan terapi 

 Eliminasi kopi, coklat, kurangi 

konsumsi lemak dan suplemen 

vitamin E akan mengurangi nyeri 

atau tegang di payudara

 Oral kontrasepsi dapat membantu 

mengurangi keluhan

 Pada yang ada  tanda dan 

gejala klasik yang signifikan atau 

tidak adanya masa yang 

persisten. Obat yang dapat 

diberikan adalah :EPO, danazol, 

tamoxifen, NSAID.

 Aspirasi cairan & dilakukan 

pemeriksaan sitologi pada kista 

yang dominan (besar)

Pembedahan 6,9,16

 Eksisi kista jika isi cairan ada  

darah

 Eksisi masa tumor hanya 

dilakukan dilakukan pada pasien 

dengan keluhan yang berat dan 

sebaiknya dilakukan pemeriksaan 

potong beku untuk konfirmasi 

diagnostik.

 Pasien dengan psikis yang 

terganggu, dipertimbangkan untuk 

di eksisi.

4. Intraductal Papilloma 

Papilloma intraduktal merupakan tumor 

jinak akibat dari proliferasi lokal pada 

epitel duktus. Dikategorikan atas 2 yaitu 

papilloma soliter (central) dan multipel 

(peripheral). Papilloma intraduktal 

merupakan tumor pada duktus 

laktiferous mayor.3,5

Karakteristikpapilloma soliter adalah usia 

umumnya 30-50 tahun, diameter lesi 

<1cm umumnya 3-4mm namun 

terkadang besar mencapai 4-5cm, nipple 

discharge unilateral yang 

serosanguineous atau bloody 

(mengandung darah). Karakteristik yang 

multiple adalahusia umunya lebih muda, 

jarang ada  nipple discharge, sering 

bilateral, lokasi di perifer, lebih rentan 

untuk bertrasnformasi maligna. Pada 

penelitian serial Haagensen terhadap 68 

pasien dengan papilloma multiple 

ada  22 pasien (32%) yang 

bersamaan atau berkembang menjadi 

karsinoma. Penelitian lain mendapatkan 

37.5 % multiple (perifer) papilloma yang 

karsinoma sementara pada papiloma 

soliter di duktus besar tidak ditemukan 

keganasan.3, 5, 14

Juvenile papilomatosis, lesi ini paling 

banyak diderita oleh wanita usia muda 

(rerata 23 tahun) namun pernah juga 

ditemukan pada wanita usia 48 tahun. 

Pasien biasanya mengeluhkan adanya 

masa tanpa rasa nyeri, dalam 

pemeriksaan fisik masa dengan batas 

yang tegas, mudah digerakan, dan 

sering diduga sebagai fibroadenoma. 

Penelitian mendapatkan bahwajuvenile 

papilomatosis meningkatkan risiko 

kanker, terutama pada lesi bilateral dan 

ada  keluarga yang menderita kanker 

payudara.3

Tampilan klinis 

Masa subareola dan atau spontaneous 

nipple discharge. Evaluasi: radially 

compress payudara untuk menentukan 

duktus lactiferous mana yang 

mengeluarkan cairan.Pemeriksaan Penunjang14

 USG payudara. Ultrasonografi 3 

dimensi akan sangat membantu 

dalam memvisualisasikan 

kelainan intraduktus. Usg juga 

dapat digunakan untuk penuntun 

biopsi.

 Mamografi, disarankan  

mamografi digital. Mamografi 

konvesional tidak dapat 

mengidentifikasi papilloma 

intraduktal. Hanya untuk pasien 

usia diatas 35 tahun.

 Duktulografi. Tehnik ini cukup 

aman dan mudah untuk 

memvisualisasikan kelainan 

dalam duktus. Papilloma 

intraduktal digambarkan oleh 

adanya filling defek didalam 

duktus yamg melebar. Papilloma 

soliter selalu terlihat dalam 

collecting duct, sementara 

papilloma multiple sering terlihat 

dalam cabang-cabang duktus. 

Namun pemeriksaan ini 

merupakan prosedur yang sangat 

nyeri dan memiliki keterbatasan 

yaitu dalam mendeteksi lesi 

multiple dalam satu duktus atau 

mendeteksi lesi pada duktus yang 

obstruksi total. Oleh sebab  itu 

periksaan ini tidak gunakan 

secara luas. 

 Sitologi dari Nipple Discharge. 

Pemeriksaan ini dapat 

memberikan informasi tentang 

normalitas, sel atipik, malignasi 

dan pertumbuhan papiler. Tanda 

karakteristik dari papilloma 

intraduktal adalah adanya ‘tightly 

connected ductal cell clumps’ 

(kelompok sel duktus yang saling 

berhubung erat)’. Ukuran sel-sel 

dan inti-inti sel seragam dan non 

mitosis. Eritrosit terlihat lebih 

sering, namun terkadang 

papilloma sulit dibedakan dengan 

carcinoma in situ.

 MRI. Walaupun MRI lebih 

superior dibanding mamografi dan 

Usg untuk skrining kanker 

payudara, namun peranannya 

dalam penatalaksanaan papilloma 

masih terbatas. Papoloma 

intraduktal pada MRI memiliki 

gambaran yang bervariasi mulai 

dari occult, small luminal mass 

sampai ke lesi irregular tumbuh 

cepat yang sulit dibedakan dari 

karsinoma duktal invasif. sebab  

tingginya sensitivitas MRI dan 

tidak adanya gambaran tipikal 

malignansi pada wanita 

papilloma, pemeriksaan ini dapat 

mendukung dalam pemilihan 

terapi konservatif. MRI masih 

belum digunakan secara luasoleh 

sebab  biaya mahal, pengalaman 

yang terbatas, dan spesifisitas 

yang subobtimal. 

Mammary Ductoscopy (MD).Merupakan 

tehnik endoskopi terbaru, dikembangkan 

sejak 20 tahunan yang lalu. 

Pemeriksaan dilakukan menggunakan 

fiberoptic micro-endoscopes yang 

dimasukan pada muara duktus di nipple 

sehingga dapat secara langsung 

memvisualisasikan kondisi epitel duktus. 

Mini-scope dapat melakukan insuflasi, 

irigasi, pembersihan duktus dan 

intervensi terapi (eksisi papilloma). Jadi 

tindakan ini disamping bisa untuk 

evaluasi epitel duktus, biopsi sitologi dan 

histopatologi juga dapat untuk terapi 

definitif pada papilloma soliter yang kecil. 

Duktoskopi payudara dikerjakan dengan 

bius lokal pada nipple, rasa tidak 

nyaman sedikit dan tidak ada laporan komplikasi. Tehnik ini juga belum 

digunakan secara luas oleh sebab  biaya 

mahal dan pemgalaman terbatas. 

Kondisi ini mungkin berubah 

kedepannya.

Diagnosis 

Diagnosis definitif dengan frozen section 

(potong beku saat operasi) atau 

histopatologi dari spesimen tumor pasca 

operasi.

Terapi 

Terapi utama adalah operasi eksisi 

duktus (microdochectomy) untuk 

menghilangkan gejala dan pemeriksaan 

histopatologi. Operasi ini di indikasikan 

terutama pada papilloma dengan nipple 

discharge yang serosanguinous atau 

yang berdarah.Burton dkk mengevaluasi 

52 kasus nipple discharge tunggal yang 

dilakukan microdochectomy didapatkan 

bahwa diagnosis pasca operasi 

kebanyakan adalah papilloma baik pada 

wanita usia dibawah 50 tahun maupun 

yang diatas 50 tahun. Oleh sebab  itu 

microdochectomy juga aman dilakukan 

pada usia diatas 50 tahun.9,14

Prinsip yang Penting dalam 

Microdochectomy:9

 Cairan putting (discharge) jangan 

dikeluarkan beberapahari 

sebelum operasi (hindari 

penekanan payudara)

 Insisi radial ataupun periareola, 

keduanya cukup aman. Usia 

muda dianjurkan insisi periareolar

 Identifikasi duktus dengan Probe 

lacrimal

 Eksisi semua duktus yang dilatasi 

jika dilakukan pada discharge 

yang berdarah. (Tahapan operasi, 

lihat gambar 5 ).

Saat ini telah dikembangkan 

penatalaksanaan yang lebih konservatif 

yaitu dengan MD 

(mammaryductoscopy)-assisted 

microdochectomy. Tindakan ini 

berpotensi untuk mengurangi eksisi 

duktus dengan eksisi yang lebih minimal. 

Terapi ini dipertimbangkan untuk 

menjadi terapi terpilih pada pappiloma 

soliter. Pada papilloma multiple yang 

belum bersedia operasi harus dilakukan 

mamografi setiap tahun. MRI juga dapat 

dilakukan untuk surveillance.

5. Galaktokel

Galaktokeladalah kista pada payudara 

yang berisi air susu sebagai akibat dari

obstruksi duktus. Dapat terjadi pada 

masa laktasi namun lebih sering terjadi 

beberapa bulan setelah masa laktasi. 

Pernah dilaporkan terjadi 13 tahun 

setelah laktasi. Sering bersamaan 

dengan duktal ektasia dan abses 

subareola rekuren

Terminologi galaktokel pertama kali 

diperkenalkan oleh Fitzwilliams (1845), 

yang didefinisikan sebagai ‘ form tumour 

which springs from milk duct forming 

cyst’. pemicu  masih belum jelas, tapi 

laktasi adalah point yang penting dalam 

penegakan diagnosis (walaupun pernah 

dilaporkan terjadi pada anak 

lelaki).Diyakini ada  3 faktor yang 

melatarbelakangi terjadinya galaktokel 

yaitu sekresi epitel duktus, stimulus 

prolaktin dan obstruksi duktus. 

Galaktokel yang sederhana 

menerangkan bahwa galaktokel 

terbentuk oleh sebab  adanya kista yang 

terhubung dengan duktus yang berisi air 

asi (berasal dari sekresi ataupun 

pengisian retrograde), tapi drainase 

duktus terblokade sehingga air susu 

terperangkap.

Tidak hubungan antara galaktokel 

dengan kista besar yang sering terlihat 

pada fibrocystic change. Penderita 

umumnya usia muda. Teridentifikasi 3 

dari 1416 wanita penderita tumor pada 

penelitian serial selama 10 tahun. 

Makroskopis merupakan kista yang 

berisi air susu dengan diameter 1-6 

cm.

Tampilan Klinis4,9

 ada  massa padat tanpa 

nyeri saat laktasiatau setelah 

beberapa minggu/ bulan 

menyapih.

 Masa smooth, mobile, konsistensi 

padat, batas tegas, berlokasi di 

saluran duktus

 Sering diduga sebagai tumor solid

 Dapat hilang sendiri atau setelah 

aspirasi satu kali atau terkadang 

sampai 3 kali.

 Aspirasi : cairan air susu

 Lokasi tersering sub areola

Pemeriksaan Penunjang

 USG payudara

 Aspirasi untuk kultur dan 

pemeriksaan sitologi

Diagnosis

Berdasarkan hasil pemeriksaan Klinis 

(anamnesis dan pemeriksaan fisik) 

dan Ultrasonografi payudara.

Terapi 

 Pada yang asimptomatik dan 

ukuran tidak terlalu besar cukup 

aman untuk di observasi

 Pada yang simtamatik dilakukan 

masase + pompa ASI

 Ice packs dan pemekaian bra 

yang sesuai juga membantu untuk 

menghilangkan keluhan

 Aspirasi untuk diagnostik 

sekaligus terapi, terkadang perlu 

berulang

 Pada yang disertai infeksi 

dianjurkan untuk aspirasi atau 

pemasangan drainase

 Eksisi dilakukan, jika sudah 

terbentuk kapsul 

6.Ginekomastia

Ginekomastia adalah pertumbuhan 

payudara pria menyerupai jaringan 

payudara wanita oleh sebab  

pembesaran jaringan duktus dan stroma 

dan secara histologi berbeda dengan 

lemak subkutan. Terminologi ini pertama 

kali digunakan oleh Galen, namun 

Paulus Aegina lah yang pertama kali 

memaparkan operasi pada 

ginekomastia.9

Ginekomastia merupakan kelainan yang 

paling sering pada payudara pria. 

Insidensi ginekomastia menurut Nydick 

et al, umumnya adalah usia 10-16 (38%) 

dan tertinggi adalah usia 14 tahun 

(65%). Prevalensi ginekomastia pada 

pria secara umum adalah 24-65% dan 

mayoritas adalah bilateral. Risiko 

keganasan 1%. 1,9

Ginekomastia dikelompokan 

menjadi primer (fisiologis) dan sekunder 

(patologis). Ginekomastia primer 

umumnya ditemukan pada neonatal, 

pubertas dan dewasa muda walaupun 

terkadang ditemukan pada usia lebih 

tua. Umumnya bilateral walaupun ada 

yang unilateral. Penderita dewasa muda 

merupakan insiden tersering, mayoritas 

sembuh dalam 6 bulan, 25% unilateral 

bila bilateral munculnya tidak bersamaan 

dan grading kanan dan kiri berbeda. 

Ginekomastia sekunder, pemicu nya 

adalahkadar androgen berkurang, 

estrogen meningkat dan obat-obatan (lihat keterangan  4 ). Umumnya penderita 

adalah pria sehat yang datang berobat 

oleh sebab  kelainan yang lain.

Tampilan Klinis

Pria dengan payudara yang membesar,

bilateral atau unilateral dan mengganggu 

tampilan kosmetik atau kawatir 

kemungkinan keganasan. Pada 

pemeriksaan fisik ditemukan adanya 

masa padat di retroareolar, yang mudah 

digerakan, batas jelas walau tidak tajam, 

jaringan payudara sering sedikit lebih 

padat dibanding jaringan lemak 

disekitarnya. Ini harus dibedakan dengan 

kanker payudara pria, 

pseudogynecomastia dan retroareolar fat 

deposition. Tanda khas ginekomastia 

adalah pembesaran jaringan 

konsentris(concentricity), membesar 

mulai dari nipple areola (gambar 6). Jika 

lesinya eccentric, keras dan unilateral, 

diagnosis lain (malignansi) perlu 

disingkirkan dengan pemeriksaan 

mamografi, FNAB, core atau open 

biopsy. Nipple discharge, pernah 

ditemukan tapi jarang.

Diagnosis

Ditegakan berdasarkan pemeriksaan 

klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik). 

Ultrasonografi payudara dengan atau 

tanpa mamografi dan biopsi (FNA, Core, 

Insisi) dilakukan jika pemeriksaan klinis 

diagnosis meragukan.

Grading menurut Simon:8

 G. I. Ukuran kecil tidak ada 

kelebihan kulit

 G.II. Ukuran sedang tidak ada 

kelebihan kulit

 G.III. Ukuran sedang dengan 

kelebihan kulit

 G.IV. Ukuran besar seperti 

payudara wanita

Terapi 1,9

1. Hentikan atau ganti penggunaan 

obat-obat yang diduga sebagai 

pemicu  ginekomastia. Keluhan 

sakit payudara dan nyeri tekan 

akan remisi dalam satu bulan 

setelah obat pemicu  dihentikan.

2. Jika pasien usia pubertas, harus 

dilakukan pemeriksaan fisik dan 

testis yang teliti. Jika tidak ada 

kelainan, tenangkan pasien dan 

yakinkan bahwa penyakitnya tidak 

serius selanjut diperiksa kembali 3 

bulan yang akan datang.

3. Jika pembesaran payudara masih 

baru, sangat sakit atau nyeri 

tekan dan hipertiroidism atau 

abnormalitas pada testis, adrenal 

dan liver tidak ditemukan, harus 

dilakukan pemeriksaan kadar 

serum hCG, luteinizing hormone, 

estradiol dan free testosterone 

untuk menentukan pemicu  

ginekomastia.

4. Jika pemicu  ditemukan, 

lakukan terapi terhadap penyakit 

lain yang sebagai pemicu  

(medikal atau pembedahan). 

Indikasi Pembedahan pada 

Ginekomastia9

Jika tidak ditemukan pemicu  lainnya 

dan pasien merasa tidak nyaman atau 

sakit dan nyeri tekan atau ada rasa malu 

dengan ginekomastinyaatau terapi obat￾obatan tidak cocok atau tidak 

memuaskan atau untuk alasan kosmetik, 

terapi terpilih adalah pembedahan.Jenis 

Pembedahannya adalah mastektomi 

subkutan dengan insisi omega atau 

periareolar dan sedot lemak 

(liposuction).Insisi periareolar lebih 

disarankan  sebab  memberikan hasil kosmetik yang lebih baik (gambar 


Pada pasien grading I dan II 

pasca subkutan mastektomi posisi nipple 

masih normal sehingga tidak 

memerlukan rekonstruksi. Namun pada 

grading III dan IV posisi nipple berubah 

dan ada  kelebihan. Pada kondisi ini 

diperlukan rekonstrusi. Salah satu cara 

yang paling sederhana adalah dengan 

membuat deepitelisasi diatasnya, 

kemudian dilipat dan nipple areolar 

complek di pindah ke posisi yang 

simetris dengan kontra lateral.9

Liposuction sudak establish 

digunakan dalam terapi ginekomastia, 

khususnya pada yang banyak jaringan 

lemak. Akan lebih efektif lagi bila 

menggunakan Usg guidance. Fruhstorfer 

dan Malata mengevaluasi tehnik ini dan 

mereka mendapatkan bahwa diperlukan 

peralatan operasi yang banyak untuk 

mendapatkan hasil yang bagus.