Home »
diagnosa dermatology 2
» diagnosa dermatology 2
diagnosa dermatology 2
Juni 21, 2023
diagnosa dermatology 2
gangguan mengandung kecemasan yang dihasilkan bila bekerja agresif mengancam
permukaan. Depresi adalah tanda umum. Serotonin tampak sebagai neurotransimter yang
rumit dalam formasi gangguan. Satu patologi berspektrum luas ditemukan secara tak
sengaja, berkisar dari satu gangguan neurotic yang timbul hanya dibawah stress terhadap
atau pada pasien yang tak sanggup berfungsi karena tingkah laku kompulsif menganggu
setiap aspek kehidupannya.
Manifestasi Klinik.
Beberapa pasien linglung, tapi biasanya lesi-lesi incidental masing-masing terpisah
seperti acne “acne exorice”. Folikulitis, atau gigitan serangga, tipe ini tidak umum, mungkin
episodic atau terus menerus, dan dapat dikenal sebagai kebiasaan sederhana. Kasus-kasus
lebih berat sering mulai pada pertengahan kehidupan. Lesi-lesi yang mulai sebagai suatu
papel urtikaria atau yang dihasilkan pada kulit normal berkembang melalui pengulangan
robekan, mengkilat atau tercungkil menjadi bulat oval atau ekskoriasi linier, distribusi
bilateral dan simetik dalam penelitian atau pemeriksaan tangan. Biasanya timbul pada saat
sebelumnya dan tempat yang biasa, dan tekanan yang tak tertahan dialami oleh pasien bila
memperhatikan secara hati-hati terhadap semua lesi yang mengganggu. Tak diketahui apa
yang mendorong mereka untuk melukai diri mereka sendiri, pasien-pasien menjadi malu dan
terhina oleh kurangan kontrol mereka. Satu spektrum dari stadium evolusioner tampak atau
muncul serentak, dari ulkus superfisial sampai dalam hiperpigmentasi atau tapi hipertropik
sampai nodul-nodul yang hipertropik bila sembuh, macula hipo atau hiperpigmentasi, dan
jaringan parut atropik.
Laboratorium pemeriksaan khusus. Tidak ada.
Patologi
Tidak spesifik dengan bermacam-macam stadium lesi.
diagnosa dan diagnosa banding.
Penampiln yang depresife, kepribadian kompulsif, morfologi klinik, dan penjelasan
mengenai penyebab stress akan diperoleh suatu diagnosa yang positif. Tidak ada penemuan
penyebab kutaneus atau internal yang mendasari.
Terapi.
Terapi tergantung pada perkiraan dokter dan beratnya gejala. Karena gejala obsesif-
kompulsif tampak dikaitkan dengan serotonin, obat anti depresan yang secara selektif
menghambat reuptake serotonin dilaporkan memberikan respon yang paling menyenangkan.
Hasil yang baik dilaporlan dengan clomipramine dan fluoxetine, doxepin mungkin juga
efektif. Beberapa pendekatan tingkah laku dilaporkan berhasil, tetapi studi kontrol dengan
follow up adekuat tetap diusahakan. “Insight-Oriented Psycotherapy” dan psikoanalisis
memiliki tempat dalam terapi. Terapi dermatologis adalah simtomatik.
Perjalanan penyakit dan prognosis.
Kasus-kasus ringan durasi pendek mungkin diatas dengan tindakan topikal, dorongan
empati, dan doxepin dosis anti pruritic. Kasus-kasus yang lama pada pasien-pasien yang
memiliki kepribadian tetap dan yang tidak berminat pada “long-term psychotherapy”.
Terapi tingkah laku mungkin bermanfaat. Cara ini meskipun singkat dan sangat efektif,
memperhatikan gangguan yang jelas dari pada faktor-faktor psikopatologi dan kepribadian
yang mendasarinya, sehingga membuka kemungkinan kambuh kembali. Anak-anak dan dewasa
muda yang terkena secara berat, paksaan mungkin merupakan sentuhan dari gunung es, dan
disini terapi “insight oriented” mungkin menghalangi berkurangnya penyesuaian
penyelesaian-penyelesaian terhadap konflik yang tidak terpecahkan dari keadaan kemudian,
gejala-gejala kutan akan diselesaikan “pari passu” dengan bantuan terapi yang lain.
Penulis menyediakan clomipramine dan fluoxetine untuk gejala-gejala berat yang lama,
khususnya pada pasien-pasien tua yang depresi, 50% perbaikan gangguan dapat ditunjukkan,
tetapi obat harus terus menerus dalam waktu yang lama.
TRIKOTILOMANIA. EPIDEMIOLOGI
Meskipun menjumpai persilangan spektrum penyakit psikitriatik dalam praktek
dermatologi trikotilomania biasanya pada individu untuk gangguan tidak terkontrol. Puncak
onset pada masa anak-anak kadang-kadang sebelum 18 tahun. Terutama pada wanita dengan
perbandingan pria : wanita adalah 1:5, kebanyakan laporan publikasi menyangkut wanita.
Etiologi dan Patogenesis
Modulasi emosional optimal dan pemisahan konstelasi lobus dari ibu tidak berkembang
pada pasien-pasien ini karena suatu kesalahan susunan keluarga yang khas. Ibu tidak biasa
ambivalen, intrusive, penuntut dan tidak konsisten, sedangkan ayah tidak terlibat secara
emosional. Penemuan ini disangsikan tetapi penulis menemukannya secara sangat konsisten
seperti suatu miliu emosional merintangi perkembangan mekanisme adaptasi untuk
pelepasan ketegangan kontrol yang buruk dan tak terselesaikannya kemarahan bawah sadar
kemudian. Satu cara untuk menurunkan ketegangan dengan mencabut rambut. jika
rambut atau bahan yang telah dipakai untuk menenangkan diri selama bayi. Pada kasus
persistan satu spektrum kelainan-kelainan tingkah laku sering dikaitkan, ini termasuk
menghisap ibu jari, memotong kuku-kuku sedikit-sedikit, penampilan sekolah yang buruk dan
hubungan yang buruk dengan orang sebaya dan keluarga. Pengaruh wanita disebabkan pada
makna psikologis anak-anak perempuan dalam kehidupan emosional ibu. Macam-macam
konflik rasi bawah sadar dan arti simbolik telah dihubungkan pada trikotilomania, dan
ditunjukkan hubungan terhadap obyek transisional.
Manifestasi Klinik
Scalp rambut sangat sering terjadi, demikian juga pada rambut ketiak, bulu mata
ataupun rambut pubis, mungkin tertarik secara melingkar, bergelombang, ataupun secara
sentrifugal. Lesi biasanya terjadi secara tunggal, namun mungkin sangat besar, dan
mengandung rambut yang tidak sama panjangnya, yang memberikan rasa bristle-like
terhadap palpasi lelaki. Plucking mungkin ditentukan pada suatu waktu dan tempat, dengan
manipulasi ritual sebelum jambakkan rambut hingga rontok, atau ingesti ingesti mungkin
dapat menimbulkan permulaan obstruksi dari trichobezoar. Kasus-kasus relaksitrans yang
sangat sering terjadi adalah pada permulaan usia dewasa; diikuri rasa malu maupun
kebingungan menimbulkan penolakan yang hampir menyeluruh.
Pengamatan Khusus dan Laboratoris. Tidak ada
Patologi
Pertumbuhan rambut secara normal terjadi tersebar diantara folikel-folikel yang
kosong pada lapisa dermil noninflamasi. Pertumbuhan kembali dari rambut yang terpotong
dapat memiliki konfigurasi “corkscrew”.
diagnosa dan diagnosa banding. Morfolofi, konfigurasi kepribadian, susunan
keluarga maupun perilaku adalah merupakan sauatu diagnosa . Infeksi jamur, alopecia
areata, dan penyakit inflamasi scalp yang seharusnya diatur jarang terjadi. Balut tertutup
untuk menunjukkan pertumbuhan rambut jarang sekali diperlukan.
Terapi: Penanganan ini terlihat seperti ekskoriasi neurotic
Perjalanan dan Prognosis:
Episode “Transcent stress related” pada masa anak-anak berespon terhadap
dorongan, edukasi orang tua, dan peningkatan kematangan. Indikasi dan pembatasan tingkah
laku adalah seperti ekskoriasi neurotik publikasi terbanyak melaporkan kasus-kasus
kejadian dengan follow up terbatas satu penelitian menunjukkan 90% gangguan berkurang
pada 19 tahun 22 bulan. Hipnosis juga dilaporkan berhasil. Clompramine dan fluoxetine
mengontrol gangguan, meskipun antidepresan lain dilaporkan berhasil dalam menekan pasien.
Tanpa pengobatan kasus anak-anak atau dewasa muda mungkin berlanjut sepanjang hidup,
dengan remisi dan eksaserbasi, psikoterapi atau psikoanalisis memberikan prognosis jangka
panjang terbaik. 4 pasien yang menunjukkan “insight oriented psikoterapi”, disamping 6
penilaian penulis, menghilangkan gejala lama mereka.
Obsesi dan Kompulsi lain
Psikopatologi, evaluasi dan pengobatan kompulsi kutaneus lain dan bermascam-macam
kekhawatiran obsesi tentang pengaruh kulit atau penyebab cacat yang serupa garis-garis
panjang.
ASPEK PSIKIATRIK PENYAKIT DERMATOLOGIS
Pruritus
Terdapat bukti yang bagus bahwa gatal adalah “sensation ipso facto”, dengan
mediator-mediator dan cara transmisi yang khas. Stress memicu pruritus mediator
banyak jalan/cara secara sentral, opioid peptide memblok nyeri tapi meningkatkan gatal:
secara peripheral, histamin beberapa polipeptida dan mediator-mediator inflmalasi lepas
melalui mekanisme stress dapat memicu gatal. Gatal pada awalnya dikurangi dengan
stress. Respon histamin terhadap suntikan epinefrin bervariasi sesuai dengan faktor
psikososial dan ciri khas neurotik, padahal situasi kehidupan yang tak dapat dikontrol dan
tidak dapat diduga memungkinkan terjadi pruritus melalu aktivasi jalur opioid. Faktor
pembantu lain yang memungkinkan terjadi stress masuk perubahan hemodinamik,
bermacam-macam temperantur kulit, dan respon keringan. Aktivitas kognitif dilaporkan
mempengaruhi sirkulasi darah di kulit dan merangsang gatal. Menggaruk salah satu respon
kebiasaan terhadap stress, mungkin menambah masalah.
Sebagai hasilnya, beberapa dermatosis pruritik mungkin dicetuskan oleh stress, jika
“adaptive coping” dan mekanisme “tension release” tak pernah berkembang. Ini merupakan
bukti yang baik pada pasien psoriasis dan dermatitis atopik.
Pruritus psikogenik generalisata
Bila penyakit dermatologi fisik dan tersembunyi disingkirkan, 10-50% dewasa dan
100% anak-anak dengan pruritus generalisata terdiagnosa sebagai pruritus psikogenik.
Psikopatologi yang mendasari pada kebanyakan pasien adalah depresi, meskipun kecemasan
mungkin menonjil pada anak-anak. Salah satu konflik bawah sadar dilaporkan.
Pengobatan:
Empati, dorongan selama kunjungan singkat yang sering, dan tindakan topikal penting,
antihistamin, antidepresan, khususnya doxepin, dan psikoterapi berperan dalam pengobatan,
dan akupuntur dilaporkan efektif. Naltrexon, untuk antagonis opiate oral, berjasa pada
percobaan.
Pruritus Psikogenik Lokalisata
“Ambience” dan makna simbolik bawah sadar menambah etiologic multikfaktorial dari
pruritus pada area anogenital dan kulit kepala. Meskipun banyak literatur kuno dan
pendapat yang berbeda, pengalaman klinik penting untuk masukan emosional. Pada umumnya
depresi sebagai dasarnya. Prognosis baik jika semua faktor-faktor penyokong
dipertimbangkan.
Urtikaria Kronik
Deermografi adalah salah satu komponen urtikaria kronik yang sering dan pada
persentase kasus-kasus yang mendasari/incipent (penderita sakit somatik), mungkin
merupakan pencetus pruritus. Meskipun salah satu vehicle awal untuk penelitian
psikosomatik, pendapat-pendapat berbeda seperti persentase kasus-kasus yang dianggap
psikogenik. Tak diketahuinya etiologic, meskipun, faktor psikologis sering memperjelas
gambar klinis, dan sesudah semua kondisi fisik yang berhubungan/terkait dihilangkan,
dilaporkan hanya 4% kasus sebagai pencetus dan salah satu spektrum konflik bawah sadar
mungkin ditunjukkan melalui gejala-gejala.
Nortriptyline dilaporkan berhasil dalam pengobatan, dan doxepin lebih baik dan kurang
sedative dibandingkan antihistamin konvensional. Hipnosis dan sugesti merupakan cara
pengobatan yang efektif sebagai psikoterapi, respon yang baik terhadap danazol dilaporkan
pada varian cholinergik. Walaupun untuk respon terapi, episode rekuren dapat diantisipasi
pada 50% pasien.
Sindroma Purpura Psikogenik
Dibedakan 5 kategori, tetapi untuk (pengelolaan) manajemen praktis cukup 3:
psikogenik, histerical (termasuk stigmata religious) dan faktisius, diantaranya, varian
faktisius dikelola seperti sindroma faktisius lainnya.
Gambaran klinik dari purpura psikogenik tetap luarbiasa. Didahului oleh operasi atau
trauma, kadang-kadang periode beberapa bulan, saat onset diketahui secara pasti ada
pasien. Dalam beberapa jam perubahan inflamasi, sangat nyeri, malaise, menggigil dan mual
serta muntah mengikuti dysesthesia lokal. Perdarahan pada kulit ini tak pernah dilaporkan.
Meskipun kadang-kadang sangat udema dan memar, kerusakan permanen jarang. Riwayat
kelainan hemoragik dan non hemoragik sebelumnya, prosedur operasi dan evaluasi
laboratorium menyatakan data obyektif yang luarbiasa. Stress biasanya memicu
wabah episodic pada wanita atau anak yang psikopatologi.
Lesi-lesi dihasilkan melalui sugesti dan dibawah pengaruh hypnosis. Biopsi menunjukkan
ekstravasasi eritrosit pada berbagai kedalaman dengan berbagai perubahan peradangan.
Pengelolaan ditunjukkan untuk perlindungan terhadap pasien yang rapuh ini dari penelitian
ulang dan campur tangan bagian bedah; dianjurkan kesabaran dukungan yang kuat dan
psikoterapi, antidepresan seringkali bermanfaat.
Mekanisme histerik dapat dilihat pada semua derajat psikopatologi; lesi-lesi yang memberi
arti simbolik bawah sadar yang ditimbulkan oleh mekanisme histerik terjadi pada sub
kelompok penderita purpura, termasuk stigmata religious. pengobatan seperti yang
tercantum diatas.
Alopesia Areata
Faktor-faktor tidak dipengaruhi oleh predisposisi genetik, mekanisme patofisiologi
tak diduga, atau berkaitan dengan kelainan autoimun, kontroversi ini disimpulkan oleh
penulis. Keterkaitan stress terhadap patologi autoimun dipertanyakan saat ini. Bukti klinik
dapat ditunjukkan untuk menyokong presipitant-presipitant psikologi pada alopesia areata.
Kehilangan dan perpisahan, depresi, atau keadaan stress 6 bulan sebelumnya kemungkinan
merupakan pencetus (alopesia areata) dengan profil kepribadian yang mudah rusak,
menunjukkan psikiatri dipertimbangkan untuk kasus-kasus yang berat atau menetap. Penulis
berpendapat psikoterapi efektif pada banyak aksus, meskipun banyak yang menemukan satu
tempat untuk antidepresan dalam pengelolaan.
Effluvium Telogen
Dua bentuk effluvium Telogen, akut berat atau tingkat rendah, mungkin dihasilkan
dari stress psikososial dan hilangnya stress akan diperhatikan bila terkena.
Sindroma Nyeri Atipik
Makalah Engel’s 1959 menujukkan pasien-pasien “masochistic hysterical pain prone”
ditandai bukti hubungan syndrome nyeri kronik dengan kelainan-kelainan depresif. Blumer
dan Helibron melukiskan salah satu kepribadian premorbid yang konsisten ditandai oleh
aktifitas fisik yang lemah dalam melayani yang lain yang ditutupi masochisme dan
ketergantungan nyerti gunakan untuk menjaga harga diri pada pasien ini, membantu
rasionalisasi stress yang tak menutup ketergantungan yang tersembunyi yang dapat
diterima mereka.
Nyeri fasial atipik, glossodynia, glossopyrosis, vulvodynia dan rasa terbakar pada kaki
ditemukan pada praktek dermatologi, dan sindrom ini lebih sering pada wanita usia
pertengahan. Respon terhadap antidepresan memuaskan dan mungkin ditambah dengan
dosis kecil antispikotik.
Respon dari neuralgia postzoster tehadap obat-obat psikotropik menunjukkan
kemungkinan hubungan erat.
Penyakit kulit radang kronik
Penyebab dari pengaruh respon-respon stress fisiologis pada mekanisme radang dan
imun, terdapat kecenderungan untuk stress terhadap pencetus atau dermatosis yang
dicetuskan oleh stress pada orang-orang/individu yang merupakan predisposisi secara
genetik. Sebagian laporan mengenai proses infeksi, perhatian dipusatkan pada Psoriasis dan
Dermatitis atopic.
Psoriasis
Gupta dkk. Menyimpulkan perbedaan literatur pada aspek psikososial dari psoriasis.
Sedikit penelitian terkontrol, kebanyakan memakai alat-alat pelaaporan sendiri yang
mengabaikan pertahanan psikologis bawah sadar, dan beberapa hal yang diabaikan seperti
macam-macam pencetus stress intra psikis dan cara mengatasi individual. Meskipun hal ini
kurang memuaskan, terdapat sedikit keraguan yang pada beberapa pasien memainkan peran
penting dalam memicu penyakit, bahwa depresi; penyerangan secara langsung kearah
luar, dan biasanya ditemukan gangguan pikiran dan alkoholisme mungkin terlihat, pruritus
mungkin terkait dengan psikopatologi.
Secara eksperimen, pasien-pasien psoriatic menunjukkan perubahan psikologis dan
berespon terhadap stress fisiologi, ini mungkin mengakibatkan penyakit mereka melalui
sumbu pituitary-adrenocortical. Hubungan positif sedang (moderate) antara beratnya
penyakit dan distress psikososial dicatat; Farber mengaitkan salah satu rangsangan stress
mengeluaran substansial lokal pada proses penyakit. Ketidakmampuan untuk
mengekspresikan emosi secara verbal dan saat ini perkembangan awal sulit dikonfirmasi
pada pasien-pasien psoriatik.
Sebaliknya, perhatian saat ini dipusatkan pada impat psoriasis pada penderita. 60%
dari pasien, penyakit mulai sebelum usia 30 tahun dan 14% sebelum 10 tahun. Jadi
kronisitas, memerlukan perawatan terus menerus, dan gambaran oerbaikan fisik secara
pasti memengaruhi perkembangan psikososial pada banyak pasien. Perasaan terhadap
kecacatan, antisipasi pada penolakan, perasaan berdosa, malu, kebingungan.
Rasa nyeri ini akibat pilihan pekerjaan waktu yang senggang dari aktivitas dan sosial
serta fungsi seksual. Banyak pasien mengeluh kegagalan empati pada diri mereka dan
merasa tidak sama dengan dorongan dalam kesulitas penyesuaian psikososiak mereka.
Meskipun kelompok-kelompok pendorong, kelompok terapi, empati dan kecakapan; terapi
relaksasi dan hypnosis sangat membantu, akhir-akhir ini pengobatan dengan pendekatan
psiososial hasilnya luarbiasa.
Dermatitis atopik
Kemungkinan disatropik lebih dari kondisi lain, menunjukkan keseimbangan yang harus
ada antara kecenderungan pada faktor-faktor lingkungan, dan faktor-faktor psikososial
untuk memelihara kesehatan. Dermatitis atopic merupakan penyakit multifactorial, dan
peningkatan stress disatu pihak dapat mempercepat atau memperburuk gambaran klinis.
Bahwa keikutsertaan faktor emosional telah ditunjukkan secara jelas dari Brocq dan
Jaquet’s soubriquet, “neurodermatitis”. Stakes, Wittkower dan Russel, Obemeyer serta
peneliti lain terdahuli, masing-masing mencoba menggambarkan tipe-tipe kepribadian
khusus. Beberapa penulis menunjukkan bawa stress psikososial dapat mencetuskan atau
menyebarkan penyakit. Keterangan ini telah disimpulkan oleh penulis.
Rogerson pertama tertarik apda kemungkinan hubungan ibu dan anak dalam atopik.
Sejumlah penulis mencoba untuk menemukan kualitas khusus yang negatif, penekanan
terlihat adanya permusuhan terbuka atau tertutup dan penolakan pada sisi ibu. Gil dan
Sampson, melihat pada lingkungan keluarga yang normal, menunjukkan bahwa gejala
hilangnya susunan keluarga, dimana ketidaktergantungan dipelihara dan diamati adanya
pertentangan besar atau moralitas yang kaku. Williams menunjukkan perbaikan jangka
panjang bila faktor penolakan maternal dikoreksi, dan penulis telah menguraikan satu
gerakan keluarga yang khas dalam kasus anak-anak yang tak menurut dan tampak nyata
perbaikan klinik secara bertahap penambahan pertumbuhan emosional melalui pendidikan
orang tuan dan pengertian yang mendalam.
Serangan awal terjadi selama tahun pertama kehidupan pada 60% dan 5 tahun
pertama pada 85% pasien, dimana observasi interaksi psikosomatik selama fase awal
perkembangan emosional. Yang sangat penting hubungan erat ibu anak untuk pertumbuhan
optimal dan perkembangan serta untuk penyesuaian dari pengaruh yang telah direncanakan.
Kegagalan dalam penyesuaian afektif dan atau salah satu disfungsional lingkungan keluarga
antara puncak kecemasan dan memacu pengeluaran tegangan empsional melalui jalur
somatik. Peningkatan kecemasan sering dilaporkan, dan dukungan untuk percobaan ini dapat
ditemukan pada kenyataan bahwa test psikometrik menunjukkan bahwa pada percobaan
derajat atopic dan derajat kecemasan serta peningkatan kehidupan autonomic lebih besar
dibandingkan control. Frustasi dan tidak meredanya amarah ditunjukkan sebagai pencetus
stress emosional. Ketidakmampuan untuk menunjukkan emosi secara verbal, salah satu
kecenderungan kearah depresi, dan untuk satu insiden yang bermakna dari penyakit-
penyakit psikiatrik konkomitan dalam memerlukan pengobatan juga dilaporkan.
Ditunjukkan jalur khsus stress yang tidak mudah rusak menunjukkan peningkatan
pruritus dan mendorong kecenderungan untuk menggaruk, terjadi pengeluaran mediator-
mediator inflamasi. Jalur ini termasuk peningkatan pengeluaran histamin, penurunan ambang
gatal, vasodilatasi, respon keringat, reaksi imunologik dan pengeluaran substansi P bila gatal
mulai, garukan akan menambah problem. Dimana garukan mungkin menjadi salah satu respon
keadaan ini, mungkin juga menjadi beberapa tujuan bawah sadar, tak kurang dari apa yang
dimanipulasi lingkungan.
Sukses dengan psikoterapi, psikoanalisis, relaksasi, untuk bentuk pendekatan-
pendekatan tingkah laku/kebiasaan dan grup terapi dilaporkan dalam literatur, sebagaimana
psoriasis, kurangnya kontrol, jumlah yang sedikit dan terbatasnya pengamatan
mengharuskan dilakukan penelitian selanjutnya. Anti depresan juga efektif. Indikasi untuk
obat psikotropik penderita ditunjukkan dalam bagian terdahulu.
Pengenalan terapi khusus pilihan, keluarga pasien atopic memerlukan dorongan empati,
khususnya kasus anak-anak. Adalah keharusan bagi orang tua untuk mengawasi seorang anak
yang menggaruk membabi buta, tetapi beberapa percobaan pada pengontrolan ini hanya
dapat melawan produktif. Selanjutnya biaya untuk keluarga saat itu dan uang diambil dari
sahabat erat. Penulis telah mendiskusikan secara menda;am aspek psikososial dari terapi.
Grup pendukung membantu dan melayani tujuan yang sama seperti psoriasis.
EFEK SOMATOPSIKIK
Kelumpuhan kronik dan atau penyakit kecacatan kulit mengakibatkan kerugian secara
emosional, sosial, dan pekerjaan. Derajat benturan emosional diuraikan secara luas melalui 2
faktor: ada atau tidaknya awal media psikososial yang memberi kesempatan berkembangnya
harga diri yang positif kuat dan umur saat mulai terjadi.
Harga diri
Salah satu harga diri yang positif ditandai khas oleh adanya sifat mendukung: salah
satu perasaan dicintai oleh yang lain, perasaan kompetisi dan efisiensi, salah satu
pengenalan positif dari etika perorangan dan perasaan bahwa manusia memiliki kontrol
yang berlebihan pada kehidupannya sendiri. Bila harga diri positif konsep diri mendekati
bayangan intrapsikis ideal dari diri sendiri terangkat oleh orang ini . Dorongan sosial
dan keluarga membantu terhadap harga diri. Sifat diatas memberi peluang individual suatu
perasaan dari kontrol terhadap respon pada penyakit atau yang menimbulkan cacat dan
seperti kemampuan dalam mengatasi kesulitan.
Nilai diri dari orang seperti ini bukan semata-mata berhenti gambaran klinisnya, dan orang
ini tidak mudah jatuh dalam kesedihan emosional pada keadaan yang tidak menguntungkan.
Usia awal serangan
Bila keadaan tampak pada saat lahir atau berkembang selama tahun-tahun awal, sikap
orang tua mengenai ini akan dijabarkan dan dibuat pasien sendiri. Kecintaan dan penerimaan
orang tua yang penuh perhatian pada anak-anaknya, memberi pembanding salah satu
kemampuan untuk mengatas kesulitan.
Selama periode latan (usia sekolah dasar) terdapat beban pertumbuhan untuk
menguasai diri dan lingkunga jika saat fisik yang logis mencampuri suksesnya beban tadi
maka akan timbul efek negatif terhadap pengenalan diri dan akan timbul perngaruh
terhadap akibat penyakit tertentu, misalnya anak yang tidak dapat berpartisipasi pada olah
raga dan atau akrena alasan-alsan fisik atau adanya proteksi orang tua yang berlebihan
akan tetap menjadi ketergantungan, akan merasa lain dari yang lain. Dan dapat berakibat
timbulnya tekanan emosional. Pada keadaan tertentu yang lebih baik/menyenangkan, ada
keterlibatan dan timbulnya rasa tanggung jawab akan merubah suasana emosional dari
penampilan fisik menjadi berkembangnya kemampuan dan bakat.
Pada usia remaja, penampilan dan penyesuaian fisik dan penyesuaian terhadap
perubahan “body image” menjadi penting, mulai timbulnya penyakit kulit/ yang merusak
penampilan dan mengganggu dapat menimbulkan tekanan emosional yang penting, seperti
pada penyakit akut, psoriasis, dan vitiligo.
jika timbul pada usia dewasa, pengaruh emosional akan bervariasi tergantung pada
harga diri dan arti bawah sadar dari penyakit atau hal yang memicu cacat dalam
kehidupan batin individual, test psikologi standar sering tidak memperlihatkan informasi
yang berharga ini dimana harus dicari melalui wawancara atau test terencana, ini lebih
dibandingkan melewatkan hal yang penting dalam memasuki usia tua, untuk itu yang memiliki
perasaan bagus mengenai apa yang dilihatnya sering lebih sehat secara fisik. Angan-angan
badan yang stabil juga perlu untuk menjadikan emosi yang baik, dan beberapa keadaan
kompromi yang distabilkan akan memicu kecemasan, alopesia dari apapun
penyebabnya, telah dikutip disini.
Benturan sosial dan pekerjaan
Mengingat faktor-faktor yang jelas sebagai ongkos dalam waktu dan uang dari
perawatan kosmetik yang membuat perasaan tidak enak, paparan terhadap ketidaktahuan
sosial dan pekerjaan serta pembatasan reaksi. Kondisi seperti dermatitis atopic, psoriasis
dan beberapa genodermatosis, literatur jarang mengherankan. Perasaan dari pengalaman
yang tercela oleh pasien dengan psoriasis, atopic dan port wine stain telah diteliti.
diagnosa dan pengobatan penyakit-penyakit mengenai kulit terletak pada kemampuan
dokter dalam memakai kamus dermatologi, untuk mengenal lesi-lesi dasar dan yang
berikutnya dari kulit, dan untuk mengenal bermacam-macam pola yang ditemukan pada
berbagai penyakit dan sindroma. Seorang dokter yang dapat mengenali melanoma maligna,
bercak kulit pada demam “Rocky Mountain”, atau lesi vaskulitis kutaneus akan
menyelamatkan jiwa. Dokter yang tidak dapat mengetahui petunjuk-petunjuk pada kulit
dari penyakit sistemik, atau yang gagal mengenal lesi-lesi kulit yang normal atau yang tidak
penting, akan dapat membawa penderita pada suatu perawatan medis yang buruk atau
prosedur-prosedur diagnostic yang dapat membahayakan, tidak beralasan dan mahal.
Visibilitas dan sifat keterjangkauan kulit merupakan pangkal dari tantangan dan
keberhasilan dari suatu diagmosis dermatologi: terdapat sangat banyak lesi-lesi yang dapat
dilihat dan karenanya banyak pula sindroma-sindroma dan penyakit yang dapat diketahui.
Beberapa penyakit yang secara primer mengenao kulit, mempengaruhi penderita karena
memicu gangguan bentuk baik yang sementara atau yang permanen, beberapa
memicu rasa tidak nyaman yang berat, dan beberapa menjadi pertanda adanya
penyakit multisistim yang serius. Dokter harus membedakan lesi-lesi primer yang
merupakan petunjuk penting untuk penyakir dalam dari lesi-lesi sekunder, yang tidak
penting, atau yang pada dasarnya merupakan lesi normal. Selain itu, pemeriksaan fisik
secara umum memberikan kesempatan untuk memeriksa tumor-tumor kulit terutama
melanoma maligna pada stadium paling dini dan yang dapat disembuhkan. Oleh karena itu,
seorang dokter harus belajar untuk “membaca” kulit sebagaimana mereka dapat membaca
film sinar X dari rongga dada atau mengartikan elektrokardiogram (EKG). Beberapa tanda
kutaneus tertentu, seperti bercak keabuan yang hipomelatonik pada tuberosklerosis atau
eritema migratory nekrolitik pada sindroma glucagonoma, merupakan tanda yang spesifik
dan sensitive seperti gelombang Q pada EKG.
Pada era dimana diagnosa fisik seringkali mengambil tempat sesudah pemeriksaan
laboratorik dan prosedur radiologic, pemeriksaan fisik dari kulit tetap memiliki
kepentingan yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Para dokter yang dapar memakai
stetoskop atau meraba suatu masa dalam rongga abdomen seharusnya dapat pula mengenali
sautu karsinoma pada hidung dan membedakan nevus dengan pigmentasi dari melanoma
stadium dini yang masih dapat disembuhkan.
Masing-masing lesi kulit (lihat Tabel 4-1 dan Gambar 4-1 sampai 4-16) adalah analog
dengan huruf-huruf alfabetik, dan kelompok lesi-lesi dapat disamakan dengan kata-kata
atau kelompok kata. Perubahan-perubahan patologis mengenai berbagai komponen kulit
(yaitu epidermis, dermis, panikulus dan pembuluh darah). Sangat membantu untuk mencoba
menilai komponen kulit yang pertama kali terkena (lihat bab 5), karena terdapat sejumlah
kelainan yang memicu perubahan-perubahan patologis pada berbagai komponen.
jika komponen kulit yang mengalami proses patologis telah dapat ditentukan
sampai batas yang dimungkinkan dengan pemeriksaan klinis, maka lesi atau lesi-lesi harus
dinilai menurut jenis, bentuk, susunan, dan distribusi. Sifat-sifat ini akan diterangkan
secara lengkap pada bagian lain dari bab ini. Lebih dari itu, sebagaimana pada penyakit-
penyakit yang lain, banyak keadaan kulit yang mengalami perkembangan yang karakteristik:
pada banyak kasus, diagnosa pasti tidak dapat dilakukan tanpa memanfaatkan pengamatan
lebih dari sekali. Akhirnya, tentu saja, suatu diagnosa definitif mungkin membutuhkan
informasi yang didapat dari riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratoris, dan analisis histopatologis.
PENDEKATAN TERHADAP PENDERITA
Garis besar pendekatan langkah demi langkah diagnosa dermatologic yang logis
ditunjukkan pada tabel
Menurut Siemens, “Dalam diagnosa oleh seorang ahli dermatologi, Riwayat penyakit
sering kali tidak memainkan peranan yang penting sebagaimana pada disiplin kedokteran
yang lain. Karena obyek diagmosis terpampang langsun didepan mata, seorang ahli
dematologi bahkan disarankan untuk sebelumnya mengajukan pertanyaan dan membiarkan
gambaran patologis menerangkan segalanya. Kulit menjabarkan apa yang akan dikatakannya
dengan erupsi-erupsi dan bukan dengan kata-kata. Jika dokter telah pernah sekali saja
mendengarkan bahasa kulit (language of the skin) dengan penuh perhatian, pada umumnya
hanya tingga dua pertanyaan yang berguna untuk suatu diagnosa , yaitu: “berapa lama?” dan
“apakah gatal”. Bahkan kedua pernyataan inipun terutama dinyatakan untuk memastikan apa
yang sudah diketahui oleh dokter.
Seringkali, seorang ahli dermatologi lebih menyukai untuk memeriksa penderita
sebelum mendapatkan riwayat penyakit dan meneliti susunan-susunan penyakitnya. Pemilihan
ini berdasarkan pada tiga hal penting. Yang pertama adalah bahwa ketepatan diagnostik
lebih tinggi jika pemeriksaan visual dilakukan tanpa dugaan sebelumnya. Hal ini juga
berlaku dibidang radiologi. Hal kedua ialah bahwa pendapat tentang dugaan sebelumnya
dapat membatasi pemikiran dan menghilangkan pertimbangan-pertimbangan yang penting
dari suatu diagnosa banding (“sindroma beruang putih”: jika seseorang disuruh untuk
tidak memikirkan tentang beruang putih, maka akan sulit untuk memikirkan hal-hal yang
lain). Yang terakhir adalah, bahwa Sebagian lesi-lei serta erupsi kulit sangatlah nyata
sehingga tidak dibutuhkan riwayat penyakit untuk dapat membuat suatu diagnosa . Namun
demikian, beberapa riwayat penyakit harushlah selalu didapatkan, karena kesalahan
diagnosa dapat terjadi jika kesempatan untuk mendapatkan bukti-bukti yang jelas dari
sautu diagnosa klinis hilang. Pada banyak keadaan, seperti pada kasus penderita dengan
demam dan ruam kulit, riwayat penyakit yang lengkap sangatlah penting, tetapi temuan-
temuan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik permulaan dapat dipakai untuk
membentuk cara yang diperlukan dalam mendapatkan riwayat penyakit.
Riwayat penyakit, haruslah dapat memberikan petunjuk untuk pemeriksaan ulang
adanya perbaikan yang berikutnya. Dalam prakteknya, banyak klinisi berbakat yang berhasil
mendapatkan riwayat penyakit yang banyak selama pemeriksaan klinis seorang penderita.
Pada penderita dengan masalah utama erupsi kulit, proses patologis kulitnya begitu
jelas, sehingga perhatian dokter dengan mudahnya beralih dari penderita ini secara
keseluruham. Kesalahan ini haruslah dihindari; mayoritas penderita dengan “ruam kulit”
pendekatan harus dilakukan dengan cara yang sama seperti pada penderita dengan keluhan
utama artragia atau berkurangnya berat badan atau dispnea, dimana riwayat medis secara
umum selalu penting.
Riwayat medis secara garis besar harus meliputi:
1. Identifikasi data: umur, sex, ras.
2. Riwayat penyakit sekarang, dengan perhatian khusus pada awitan, perkembangan
penyakit, dan faktor-faktor presipitasi.
3. Riwayat medis dahulu: penyakit-penyakit yang diderita, operasi, pernah dirawat dirumah
sakit, kehamilan, alergi (terutama sensitivitas terhadap obat), pajanan yang berbahaya,
Kebiasaan serta diet. Pada semua kasus, harus ditanyakan secara khusus dan dicatat,
adanya atau riwayat kelainan atopik (asma, hay, fever, rhinitis alergika, eksema atopik).
4. Pengobatan yang sedang atau yang baru diberikan (baik yang diresepkan atau yang
tidak)
5. Riwayat sosial: tempat lahir, tempat tinggal, perjalanan, pekerjaan, hobi, status
emosional, binatang peliharaan
6. Riwayat seksual, dengan perhatian khusus pada faktor resiko penyakit-penyakit menular
seksual.
7. Riwayat keluarga: Penyakit-penyakit kulit, alergi, kelainan-kelainan atopic (asma, hay,
fever, eksema atopic), diabetes, hipertensi, kelainan perdarahan, anemia, dan gangguan-
gangguan neurologis, muskuler, intelektual serta emosional. Pada penderita pruritus,
akan sangat membantu jika dipastikan adanya anggota keluarga atau dengan siapa
penderita memiliki kontak fisik yang dekat, yang juga mengalami gatal.
8. Memeriksa sistem-sistem: adanya gejala-gejala konstitusional (panas, berkeringat,
demam, sakit kepala, nausea, muntah dll) dapat merupakan petunjuk adanya “sindroma
penyakit kronis”. Mialgia artralgia, artritis, dan fenomena Raynaud dapat merupakan
petunjuk diagnosa yang penting. Harus pula dilakukan pemeriksaan yang seksama dari
sistem-sistem ini atau organ-organ yang sering terjadi perubahan-perubahan
patologis bersama-sama dengan perubahan kulit, seperti mata, saluran pernapasan,
sistem kardiovaskuler, saluran gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem endokrin,
sistem musculoskeletal, kelenjar limfe, dan sistem saraf status psikiatri.
Riwayat erupsi kulit harus meliputi deskripsi yang pasti dari awitan, deskripsi yang
seksama dari lesi-lesi permulaan, dan berkembang serta meluasnya lesi secara rinci. Dalam
mendapatkan riwayat penyakit, perlu pertanyaan yang hati-hati oleh pemeriksa untuk
menjelaskan hubungan ahtara awitan erupsi primer atau rekuren dengan (1) pekerjaan
penderita, (2) pengobatan dari dokter sebelumnya atau yang dilakukan sendiri, (3) dasar
diagnosa dari pengobatan ini serta bagaimana ditegakkannya, (4) pengalaman
penderita tentang obat-obatan baik yang diresepkan atau yang tidak, (5) pajanan matahari
dan perubahan musim (terutama pada area dengan cuaca sedang), (6) perubahan
lingkungan yang mendadak, termasuk kontak dengan tumbuh-tumbuhan, binatang, zat kimia,
metal serta lainnya yang mirip , (7) status fisiologis seperti menstruasi atau
kehamilan, dan (8) makanan.
Obat-obatan yang diberikan secara oral atau parenteral, merupakan penyebab
yang sering menimbulkan erupsi kulit, dan oleh karena itu mencari riwayat pemakaian obat
atau suntikan harus dilakukan dengan gigih dan secara rinci. Pentingnya mendapatkan serta
mencatat riwayat pengobatan secara tepat bukan merupakan hal yang dibesar-besarkan.
Harus dipakai bahasa penderita, seperti: apakah meminum pil-pil obat tidur, obat-obat
saraf, vitamin, pencahar, atau obat-obat sakit kepala?, apakah pernah diberikan pil-pil
untuk penyakit dalam waktu dekat?, Apakah dalam waktu dekat dokter pernah memberikan
suntikan?, Apakah pernah memakai obat-obatan warung atau untuk bersenang-senang?.
Ternyata, sejumlah besar wanita tidak menyebutkan obat-obat pilb KB kecuali jika
ditanyakan. Biasanya erupsi obat timbul dengan cepat, karena itu tidak sulit bagi penderita
untuk mengingatnya kembali.
Peranan makanan dalam pathogenesis erupsi kulit telah ditekankan secara
berlebihan, namun spektrum reaksi-reaksi yang berlawanan (reaksi penolakan) terhadap
makanan yang berhubungan dengan mekanisme imunologik dan non imunologik telah menjadi
semakin jelas. Urtikaria akut mungkin dapat disebabkan oleh makanan laut, kacang-
kacangan, dan buah-buahan segar terutama buah arbei. Minuman alkohol dihubungkan
dengan eksaserbasi rosasea, porfiria kutanea tarda, dan mungkin, prosiasis. Gluten, secara
jelas dilibatkan dalam pathogenesis dermatitis herpetiformis. Kecanduan obat dan makanan
dapat memicu reaksi-rekasi hipersensitivitas, menghindari makanan tertentu dapat
membantu sejumlah penderita eksema atopic, makanan tertentu seperti bawang merah dan
putih, dapat memicu dermatitis kontak, sementara pada yang lain dapat memicu
urtikaria kontak. Selain itum makanan belum terbukti merupakan penyebab perimer yang
penting atau merupakan faktor eksaserbasi erupsi kulit. Kecuali pada kelainan metabolic
yang spesifik atau defisiensi secara umum, insufiensi makanan yang baik mungkin bukan
merupakan hal yang terlalu penting.
Penderita yang mengeluh adanya gejala-gejala kulit tetapi tanpa adanya kelainan
kulit yang secara nyata, dapat dikelompokkan kedalam beberapa kategori. Beberapa
penderita mungkin memiliki penyakit organik murni dengan gejala kulit seperti gatal atau
nyeri. Misalnya, yang disebut dengan pruritus tanpa ruam (“nonrash”) atau rasa gatal.
Penderita yang mengeluh adanya gejala-gejala kulit tetapi tanpa adanya kelainan kulit yang
nyata, dapat dikelompokkan kedalam beberapa kategori. Beberapa penderita mungkin
memiliki penyakit organik dengan gejala kulit seperti gatal atau nyeri. Misalnya, yang
disebut dengan pruritus tanpa ruam (nonrash) atau rasa gatal tanpa lesi kulit yang nyata,
dapat merupakan tanda yang penting dari penyakit yang mendasari seperti tirotoksikosis.
Telah pula dijelaskan kelainan tanpa ruam yang lain yang bervariasi dari delusi sampai
adanya akumulasi kotoran pada kulit. Cotteril menjelaskan adanya sindroma bukan penyakit
dermatologik, dimana penderita mengeluh adanya gejala-gejala seperti gatal, berkeringat,
rasa terbakar, rambut yang berlebihan, atau rasa sakit pada area tertentu seperti
wajah, kulit kepala, mulut, atau perineum. Beberapa penderita ini mengalami
gambaran tubuh (body image) yang kacau (dismorfofobia). Penyakit kulit yang dibuat
(artifaktual) merupakan hal penting lainnya dimana dermatologi dan psikiatri berkaitan.
Yang juga merupakan dermatosis yang tidak tampak (invisible dermatoses) adalah kelainan-
kelainan fisiologis atau patologis kulit yang mungkin tidak jelas pada pemeriksaan klinis.
a. Luas yang terkena: sirkumskrip, regional, generalisata, universalis.
Berapa persen permukaan tubuh yang terkena (telapak tangan hampir
setara dengan 1%)
b. Pola: simetris, area terpapar, tempat dengan tekanan, area
intertriginosa.
c. Lokasi khas: fleksor, ekstensor, intertriginosa, glabrosa, telapak tangan
dan kaki, dermatom, badan, ekstremitas bawah, area terpapar dll.
B. Tiga karakteristik mayor
1. Warna:
a. Jika difus: merah, coklat, biru abu-abu, putih, biru, kuning kemerahan,
dll atau jika sirkumskrip: merah, ungu, oranye, kuning, lila, coklat,
hitam, biru, abu-abu, putih, dll?.
b. Apakah warna menghilang dengan tekanan (tes diaskopi)?.
c. Pemeriksaan dangan lampu wood: apakah tampak fluoresensi warna?.
2. Konsistensi dan palpasi lesi: lunak, lentur, kaku, keras, terinfiltrasi,
kering, lembab, dapat digerakkan, lembut?
3. Komponen anatomis yang terkena pertama kali: apakah proses pada
epidermis, dermis, subkutan, apendiks, atau kombinasi? (lihat bab 5).
III. Pemeriksaan fisik secara umum, sesuai dengan keadaan klinis dan diagnosa
banding dengan memperhatikan tanda-tanda vital, limfadenonopati, hepatomegali,
splenomegali, persendian.
IV. Riwayat lesi-lesi kulit
Tujuh pertanyaan kunci:
A. Kapan mulai?
B. Apakah ada rasa gatal, terbakar, atau sakit?
C. Dimulai dari bagian tubuh yang mana?
D. Bagaimana penyebarannya? (pola penyebarannya)
E. Bagaimana perubahan lesi-lesinya? (evolusinya)
F. Faktor-faktor pencetus?
G. Pengobatan sebelumnya?
V. Riwayat penyakit sekarang secara umum.
Sesuai dengan kadaan klinis, dengan perhatian khusus pada gejala-gejala
prodromal dan konstitusional
A. Sindroma penyakit akut (demam, berkeringat, menggigil, sakit kepala, mual,
muntah, dll)?
B. Sindroma penyakit kronis (kelelahan, anoreksia, berat badan menurun,
malaise)?
VI. Penilaian kembali sistem-sistem, sesuai dengan keadaan klinis, dengan perhatian
khusus pada kemungkinan adanya hubungan antara tanda-tanda kutaneus dan
64
penyakit sistem organ yang lain (misalnya: keluhan reumatik, myalgia, artralgia,
fenomena Raynaud, gejala-gejala “Sicca”).
VII. Riwayat penyakit dahulu,
A. Operasi
B. Penyakit
C. Alergi, khsusnya alergi obat
D. Pengobatan (sekarang dan yang telah lalu)
E. Kebiasaan merokok, alkohol, ketergantungan obat)
F. Riwayat atopik (asma, hay fever, eksema)
VIII. Riwayat medis keluarga (khususnya kelainan kulit dan atopi).
IX. Riwayat sosial, dengan perhatian khusus pada pekerjaan, hobi, paparan,
berpergian.
X. Riwayat seksual
XI. Pemeriksaan laboratorium
A. Prosedur khusus.
1. Biopsi untuk pemeriksaan PA dan analisis lain, jika ada indikasi, misalnya
mikroskop elektron, imunofluoresensi. Dari nodul inflamasi, jaringan yang
didapat dilakukan kultur bakteri dan jamur.
2. Pewarnaan Gram pada krusta, skuama atau eksudat.
3. Preparat KOH untuk yeast atau jamur.
4. Pemeriksaan sitologis (tes Tzanck) pada erupsi-erupsi bulosa dan
vesikuler: pengecatan langsung untuk menemukan giant cells (tampak pada
herpes simplek atau varicella zoster).
5. Kultur bakteriologis, virus, dan jamur jika ada indikasi.
6. Pemeriksaan lampu wood pada urin untuk porfirin dan pada rambut dan
kulit untuk fluoresensi, serta untuk perubahan-perubahan pigmentasi.
7. Kerokan uuntuk tungau scabies.
8. Tes Patch
9. “Acetowhitening”
B. Umum: hematologik, kimia, urinalisa, tes serologis (misalnya STS, ANA),
pemeriksaan feses dan “imaging studies”.
XII. diagnosa akhir, pemeriksaan kembali sesudah waktu tertentu, dan mungkin
diperlukan lebih dari satu biopsi untuk diagnosa pasti.
PEMERIKSAAN KULIT, RAMBUT, KUKU, MEMBRANA MUKOSA DAN GENITALIA
Kulit berperan sebagai organ sensoris yang memiliki fungsi sintesis, ekskresi dan
absorbs, sebagai pelindung (barier) dari lingkungan eksternal, dan sebagai faktor penting
dalam regulasi temperatur. Sebagian dari pemeriksaan klinis kulit merupakan penilaian
sinergis dengan sistem organ dalam, dan karena itu menggambarkan proses-proses patologis
baik yang primer ditempat lain ataupun yang didapatkan bersama-sama dengan jaringan lain.
Banyak dari penyakit kulit yang tampaknya terbatas pada manifestasi kutaneus, tetapi
riwayat pengobatannya menunjukkan bahwa penyakit yang pada awalnya hanya kutaneus
(misalnya, lupus eritematosus, dermatitis herpetiformis dan urtikaria pigmentosa),
seringkali kemudian ditemukan mengenai beberapa sistem.
Karena penilaian visual dari lesi-lesi kulit merupakan “sine qua non” dari diagnosa
dermatologis, maka tidak diragukan lagi bahwa penglihatan si pemeriksaan merupakan alat
yang paling penting untuk mendiagnosa . Terdapat variasi pada setiap, langkah proses
diagnosa , dari deskripsi unsur-unsur lesi dasar sampai pada diagnosa banding. Tentu saja
kesempatan untuk mengetahui secara benar semakin membaik dengan bertambahnya
pengalaman pemeriksa dengan berbagai kelainan kulit. Namun walaupun demikian, kesulitan
besar dalam diagnosa seringkali disebabkan oleh kegagalan mengetahui ciri-ciri yang
berkaitan dengan penyakit dari bukti-bukti yang ada.
Adanya kecenderungan untuk memilih pemeriksaan laboratorium yang memberikan
hasil dalam bentuk angka-angka yang berlawanan dengan pemeriksaan klinis, disampaikan
oleh Feinstein. Dia menulis bahwa para klinisi mencoba menjadi ilmiah dalam pemakaian
obyek yang tidak bernyawa, tetapi tidak dalam memakai organ sensoris dan otak
mereka sendiri. Mereka seringkali percaya bahwa indera manusia (human equipment), lebih
merupakan penghalang dibandingkan faktor yang menguntungkan. Feinstein menekankan
perlunya memberi lebih banyak perhatian bukan kepada teknologi yang tidak berjiwa tetapi
kapada orang sakit dan cara-cara manusia mengevaluasinya. Disamping itu kemampuan untuk
diagnosa presumtif melalui pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit merupakan kemampuan
yang paling awal, dan seringkali dari sudut pandang intelektual, merupakan lambang
kepuasan sebagai seorang dokter. diagnosa fisik adalah seni, tetapi karenanya bukan
berarti kurang ilmiah, dan kemampuan pemeriksaan fisik merupakan hal yang lebih
penting untuk diagnosa pasti dalam dermatologi dibandingkan disiplin kedokteran yang lain.
Pemeriksaan kulit jika mungkin, harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang.
Jika mungkin, penderita benar-benar tanpa pakaian, dan diperiksa secara sistematis dalam
bagian-bagian atau kuadran. Harus diingatkan kepada penderita bahwa lesi kulit yang
membahayakan jiwa (misalnya melanoma) seringkali ditemukan secara tidak sengaja selama
pemeriksaan terhadap keluhan lain yang tidak ada hubungannya.
Pemeriksaan harus sejalan dengan penilaian umum dari pasien, dimana pada saat itu
diambil sediaan yang cepat dari seluruh kulit, kuku, dan membrana mukosa penderita.
Penilaian harus meliputi penilaian warna, derajat kelembaban, turgor dan tekstur kulit.
Pakaian dapat memberikan petunjuk penyebab dugaan dermatitis kontak atau infestasi
parasit (misalnya pediculosis).
GAMBARAN UMUM KULIT
WARNA
Komponen-komponen warna kulit secara dramatis dapat digambarkan sebagai
lembaran yang terpisah dari epidermis manusia. Pada orang dengan pigmentasi ringan,
lembaran epidermis ini berwarna putih kusam dan transparan. Epidermis bekerja sebagai
filter optik biologis dan cahaya kasat mata yang jatuh pada epidermis dipancarkan,
diabsorbsi, disebarkan, dan dipantulkan. Warna kulit merupakan timbunan cahaya yang
dipancarkan kembali dan dipantulkan, yang tergantung pada adanya 4 biokrom. 2 dari
biokrom ini terdapat pada epidermis yaitu melanin, yang berwarna coklat dan diarbsorbsi
secara luas pada rentang cahaya kasat mata dan ultra violet, dan karotenoid yang berwarna
kuning.
Dua biokrom lainnya terdapat pada dermis, yaitu: oksihemoglobin yang berwarna
merah terang dan terutama ditemukan pada arteriol dan kapiler dari lapisan papilaris, dan
hemoglobin tereduksi yang berwarna kebiruan dan ditemukan pada pleksus venosus
subpapilaris. Jaringan ikat dermis dapat pula berperan pada “keputihan” kulit pada orang-
orang yang berpigmentasi sedikit.
PERANAN VASKULARISASI PADA WARNA KULIT NORMAL
Warna kemerahan atau kebiruan kulit menggambarkan perbandingan yang relatif dari
oksihemoglobin (merah) dan hemoglobin tereduksi (merah kebiruan) di dalam arteri, vena
dan kapile. Arteri mengandung sekitar 95% oksihemoglobin kapiler 70% dan vena 50%.
Tampak jelas bahwa komponen merah dan biru dari warna kulit tergantung pada (1)
diatasi atau konstriksi dari arteriol dan aliran darah yang melalui kapiler-kapiler, (2)
perbandingan relaitf antara oksihemoglobin dan hemoglobin tereduksi dan (3) kadar
hemoglobin. Warna oksihemoglobin tampak lebih jelas pada area -area dengan stratum
korneum yang tipis atau tidak ada, seperti bibir dan membrana mukosa. Jika aliran darah
arterial kutaneus dan perfusi kapiler tinggi, maka oksihemoglobin yang berwarna merah
terang dan kasar mata akan bertambah, dan area ini tampak merah, seperti pada
telapak tangan, kaki, kepala, dan leher. jika lebih menonjol, area ini tampak
kurang merah, seperti pada bagian bawah dan permukaan dorsum kaki. Dilatasi arteriol
meningatkan aliran darah kapiler dan akan terdapat lebih banyak hemoglobin pada papilaris
dermis, memberikan warna merah pada kulit. Vasokonstriksi menimbulkan efek yang
berlawanan, yang berakibat penurunan aliran darah kapiler dan warna kulit yang “pucat”.
jika darah mengandung 5 g/dl atau lebih hemoglobin tereduksi, maka warna biru
pada kulit lebih menonjol dan perubahan warna ini disebut “sianosis”. Jika kadar hemoglobin
sangat berkurang, seperti pada anemia, kulit tampak pucat terutama pada wajah dan dasar
kuku.
PERANAN KAROTENOID PADA WARNA KULIT NORMAL
Pigmen karotenoid adalah lemak polisoprenoid eksogen, berwarna kuning, berasal dari
asupan tumbuhan (buah-buahan dan sayuran). Karotenoid terdapat pada stratum korneum,
kelenjar sebasea, dan lemak sub kutan. Sebenarnya karotenoid hanya sedikit peranannya
terhadap warna kulit normal. Asupan yang sangat berlebihan dari makanan tinggi likopen,
seperti tomat, atau karotenoid seperti wortel dan tomat dapat memberikan warna kuning
terang pada kulit, terutama pada darah dengan stratum korneum yang tebal seperti telapak
tangan dan kaki.
PERANAN MELANIN PADA WARNA KULIT NORMAL
Melanin memberikan warna coklat kekuningan, coklat, dan hitam pada kulit. jika
epidermis amelatonik seperti pada kulit albino, akan tampak lebih terang dibandingkan kulit
normal. Kulit akan tampak berwarna merah tua karena oksihemoglobin yang ada didalam
kapiler tidak tertutup oleh melanin. Pada epidermis yang banyak mengandung melanin,
susunan kapiler dan arteriolanya (capillary and arteriolar beds) sulit atau tidak mungkin
untuk dilihat, juga tidak mungkin untuk melihat warna biru-merah dari hemoglobin
tereduksi. Sebaliknya, jika kulit kurang mengandung melanin, maka pembulub darah vena
menjadi terlihat. Karena itu, kemampuan kulit untuk memperlihatkan vena memiliki warna
biru, merupakan ukuran dari jumlah melanin pada epidermis.
WARNA ABNORMAL
Perubahan-perubahan patologis dari warna kulit dan lesi-lesi kulit akan dibicarakan
kemudian pada bagian ini.
KELEMBABAN
Kelembaban yang berlebihan (terutama pada telapak tangan, kaki, dan aksila) dapat
terjadi pada orang-orang normal dan juga orang-orang yang sedang menderita demam,
kelemahan mental atau tiroksikosis. Kegagalan sirkulasi perifer yang serius berhubungan
dengan kulit yang dingin dan lembab. Kekeringan kulit yang abnormal dapat dilihat pada
orang dengan penuaan kulit, terutama pada musim dingin pada area dengan cuaca sedang
dimana dapat ditemukan kelembaban yang rendah. Kekeringan kulit dapat pula disebabkan
oleh miksedema, iktiosis, nefritis kronis serta pada pemberian dosis tinggi dari niasin,
obat-obatan penurun kadar kolesterol, retinoid dan obat-obat yang mirip atropin.
TURGOR
Turgor kulit merupakan sarana (alat) untuk menilai secara cepat keadaan hidrasi kulit.
Turgor (atau secara harfiah “pembengkakan”) dapat dinilai dengan baik jika kulit (terutama
pada dahi atau dada) dijepit diantara jari telunjuk dan ibu jari dan ditarik keatas.
Kegagalan kulit untuk kembali kebentuknya yang normal menunjukkan berkurangnya hidrasi.
Edema generalisata (edema anasarka) dapat merupakan petunjuk yang diri dari keadaan
hipoproteinemia akibat penyakit hepar atau renal, dengan atau tanpa gagal jantung
kongestif yang menutupi.
TEKSTUR
Kata ini berguna dalam memberikan informasi yang berhubungan dengan perubahan-
perubahan yang dapat diketahui dengan sensasi taktil. Tekstur, pada pabrik tenun,
dipakai untuk menunjukkan ciri (sifat) kain sebagai hasil dari ukuran, kualitas dan
susunan serat-serat pembentuknya. Istilah ini memiliki aplikasi yang sama dalam bidang
dermatologi, dimana ia dipakai untuk menggambarkan rabaan kulit, misalnya “lunak” pada
hipopituitarisme, keadaan eunuchoid, dan hipotiroidisme; “keras” atau “indurasi” pada
skleroderma, likenifikasi, miksedema dan amiloidosis. Pada keadaan-keadaan ini, tekstur
dapat merupakan karakteristik kualitatif dari jaringan ikat, atau adanya timbunan
metabolik pada kulit, atau perubahan-perubahan pola pertumbuhan dari kulit (misalnya
hiperplasia atau hipoplasia epidermis). Kekakuan kulit pada morfea dan rabaan seperti
kertas pasir pada keratosis aktinik lebih baik dirasa dibandingkan dilihat.
TEMPERATUR
Palpasi kulit adanya hangat atau dingin yang relatif dapat memberikan informasi yang
penting diagnostik. Contoh yang paling kuno dan yang telah dipakai secara luas yaitu
mengetahui adanya demam dengan palpasi pada dahi dengan bagian dorsal tangan, yang lebih
sensitif dari bagian telapak karena memiliki stratum korneum yang lebih tipis. Kulit yang
dingin dan basah merupakan petunjuk adanya shock, akibat terjadinya redistribusi darah
dari kulit ke organ-organ dalam yang penting. Kulit terasa hangat pada hipertiroidisme,
dingin pada hipotiroidisme. Dinginnya ekstremitas dapat menjadi petunjuk dari penyakit
veskuler, seperti pada insufisiensi arterial dan penyakit stasis venosus ekstremitas bawah.
Kulit juga teraba hangat pada erisipelas, selulitis, dan terbakar matahari. Pada setiap
kasus, meningkatnya temperatur kulit terutama disebabkan oleh meningkatnya aliran darah
ke kutaneus, kecuali misalnya pada atritis dan penyakit Paget tulang, dimana meningkatnya
temperatur yang dapat dirasakan dengan palpasi kulit adalah akibatnya bertambah aliran
darah didalam tulang atau sendi.
Kulit memegang peranan yang penting dalam pengaturan suhu tubuh. Artinya,
temperatur kulit tidaklah sama pada setiap orang, dan adanya perbedaan temperatur tubuh
pada area tertentu memainkan peranan penting dalam menentukan lokasi penyakit,
terutama penyakit infeksi. Misalnya Mycobacterium leprae menyukai tempat-tempat yang
paling dingin dari tubuh, seperti misalnya kuping, ala nasalis dan saraf-saraf superfisialis
yang besar.
GAMBARAN UMUM DARI RAMBUT DAN KUKU
Distribusi rambut pada tubuh, teksturnya, dan jumlah haruslah dianggap sebagai
bagian dari penilaian awal secara keseluruhan dari kulit penderita. Pemeriksa harus waspada
tidak saja terhadap penyakit rambut yang primer (moniletrik, trikoreksis nodosum, pili
torti) tetapi juga perubahan-perubahan akibat penyakit-penyakit endokrin atau sistemik
lainnya. Rambut menjadi kasar dan jarang (sedikit) pada miksedema, tetapi memiliki
tekstur yang halus pada hipertiroidisme. Rambut dapat rontok pada keadaan anemi,
keracunan logam berat, demam, hipopituitarisme, gangguan ektodermal kongenital dan
pellagra. Hipertrikosis didapatkan pada keadaan-keadaan seperti porfiria, akromegali,
penyakit Cushing, sindroma Stein-Leventhal, dan tumor-tumor adrenal, testikuler serta
ovarium.
Kuku dapat menunjukkan adanya penyakit kulit yang laten (psoriasis, liken planus,
alopesi areata, gangguan ektodermal kongenital), seperti juga adanya penyakit renal atau
hepar (kuku Terry, sindroma kuku “half and half”). Adanya garis Beau (indentasi transversal
pada kuku) serta bentuk-bentuk lain dari garis-garis putih yang transversal pada kuku
mungkin berkaitan dengan adanya demam atau penyakit sistemik, terutama penyakit hepar
atau ginjal. Telangiektasis pada kulit periungual merupakan temuan yang sering ditemukan dan
merupakan petunjuk diagnostik yang penting pada lupus eritematosus sistemik dan
dermatomiositis.
Rambut dan kuku dibicarakan lebih rinci pada Bab berikutnya
GAMBARAN UMUM MEMBRANA MUKOSA
Penilaian awal dan menyeluruh pada penderita harus meliputi area oral, genital, dan
anal. Membrana mukosa oral menunjukkan adanya keadaan hidrasi dan perubahan-perubahan
pigmentasi akibat perbedaan sifat ras atau dapat membantu dalam diagnosa sindroma
Peuts-Jeghers dan penyakit Adison. Diantara penyakit dengan manifestasi membrana
mukosa adalah liken planus, pemphigus, pemfigoid, herpes simplek dan eritema multiforme.
Plumbisme dan argyria dapat memicu pigmentasi gingiva. Lidah dapat menjadi merah
dan halus pada berbagai keadaan defisiensi vitamin B. Keadaan sakit dan juga lidah yang
kemerahan seperti daging (“beefy-red tongue” dapat merupakan keluhan awal pada anemia
pernisiosa. “Black hairy tongue”) dapat hanya merupakan masalah yang relatif sepele, yang
terdiri dari papilla-papila filiformis yang memanjang, dan berwarna gelap yang timbul
sesudah pemakaian antiobiotik oral atau tanpa penyebab sebelumnya. Lidah geografik
(geographic tongue) terdiri dari area -area tidak teratur yang mtampak kehilangnya
papila dan keadaan ini dapat dihubungkan dengan psoriasis pustulosa atau bentuk psoriasis
yang lain atau dapat pula idiopatik. Liken planus dapat ditemukan pada lidah berupa warna
putih berbentuk linear, dan kadang-kadang berbentuk seperti jala.
Sariawan (moniliasis) terjadi pada penyakit dengan perubahan imunitas. Infeksi
moniliasis generalisata yang menyerang area aksiler, oral, periungual, dan vaginal terjadi
Addison dengan hipoparatiroid. Lekoplakia oral berambut (oral hairy leukoplakia) terjadi
pada infeksi HIV, dan seringkali merupkan tanda dini.
GAMBARAN UMUM KULIT ANOGENITAL
Berbagai penyakit dapat ditemukan pada area anogenital. Panas, kelembaban serta
adanya gesekan memungkin pertumbuhan dari mikroorganisme pada area intertriginosa,
dan lipatan-lipatan genitokrural serta abdominal bawah merupakan area yang seringkali
terkena. Meskipun pada erupsi yang generalisata area -area ini dapat terkenal lebih
berat dibandingkan bagian lain, atau area ini merupakan perhatian utama penderita, tetapi
seringkali rasa malu memicu penderita mengalihkan perhatian dokter yang sebenarnya
sangat diperlukannya. Perhatian terhadap penyakit-penyakit pada area vulva telah
meningkat dan telah terbit pula berbagai artikel yang membantu hal ini. Dermatofitosis,
moniliasis, psoriasis, liken simplek kronikus, ulkus sifilis, serta lesi-lesi infeksi venerik
lainnya dapat pula ditemukan pada kulit area perianal. Genitalia haruslah diperiksa
sebagai area predileksi psoriasis, dermatitis seboroik, liken planus, herpes progenitalis,
moniliasis dan penyakit-penyakit venerik. Glans penis adalah merupakan lokasi yang khas
dari fixed drug eruptions. Liken sclerosis et atrofikus mengenai kulit area genital dan
anal serta kulit area inframammae, umbilikal dan kruris .
LESI-LESI KULIT
Bentuk-bentuk lesi kulit
Bentuk dasar dari lesi-lesi kulit seperti makula, papul, vesikel, plakat dan lainnya
merupakan unsur utama yang membentuk diagnosa klinis. Untuk dapat membaca suatu kata,
seseorang harus mengenal huruf; untuk dapat membaca kulit, seseorang harus mengenal
lesi dasar. Untuk memahami suatu paragraf, seseorang harus mengetahui bagaimana
menyatukan kata-kata; untuk sampai pada suatu diagnosa banding, seseorang harus tau apa
yang ditunjukan oleh suatu lesi dasar dan bagaimana sifatnya, susunannya serta
distribusinya, dan bagaimana timbulnya. Untuk menegakkan suatu diagnosa , seseorang
harus mampu untuk mendapatkan riwayat penyakit yang tepat, dan mengetahui kapan dan
bagaimana mengerjakan tes diagnostik seperti biopsi atau sediaan sitologik.
Kurangnya terminologi dasar yang baku merupakan salah satu hambatan utama dari
komunikasi yang sukses diantara dokter dalam menggambarkan lesi-lesi kulit. Sebagai
contoh, dalam artikel -artikel standard dermatologi, papul dideskripsikan dalam berbagai cara,
seperti tidak lebih dari 1 cm, kurang dari 0,5 cm, lebih kecil dari biji kacang polong, atau
berkisar antara sebesar kepala jarum sampai sebesar celah kacang polong; suatu nodul
digambarkan lebih besar dari papul. Hal ini merupakan standar ukuran yang sembrono, dan
keadaan ini akan tetap membingungkan sampai ditemukan sautu sistem yang lebih tepat.
Liga internasional dari perkumpulan dermatologi telah menerbitkan suatu daftar lesi-lesi
dasar yang dapat memberikan langkah yang membantu dari keadaan ini. Paling tidak, ukuran
penggaris harus menjadi bagian dari alat pemeriksa standard untuk kulit yang dapat
memungkinkan pengukuran suatu lesi secara tepat.
Seringkali, identifikasi bentuk lesi pimer sudah cukup untuk menegakkan suatu
diagnosa . Namun demikian, pada banyak keadaan, diperlulan untuk mengamati evolusi dari
masing-masing lesi ini , atau mengamati suatu erupsi secara keseluruhan sebelum
timbul suatu pola diagnostik tertentu. Perubahan (evolusi) dari masing-masing lesi
menimbulkan pembentukan lesi-lesi sisa (sequential lesions). Kadang-kadang, lesi sisa
ini dapat ditemukan bersama-sama dengan lesi primer. Misalnya pada cacar air, dimana
lesi baru timbul secara berkelompok, dan dapat pula ditemukan pada saat yang sama erosi
dan papul berkrusta serta vesikel baru; hal ini dapat membantu perbedaan klinis cacar air
dari cacaar (smallpox), dimana lesi timbul secara serentak. Papul area akral yang nyeri
dan eritematous yang berkembang menjadi pustul purpurik dapat ditemukan pada
gonokokemia disseminata. Perkembangan dari suatu erupsi menghasilkan pola penyebaran
tertentu. Pada rubella, ruam kulit mengenai seluruh tubuh dalam sehari; pada rubeola
(measles), ruam kulit ini membutuhkan waktu tiga hari dalam penyebarannya dari dahi dan
belakang telinga sampai keseluruh tubuh. Pada penyakit rocky mountain spotted fever pola
penyebarannya adalah dari pergelangan kaki dan tangan kemudian ke telapak tangan,
telapak kaki, wajah, dan bagian tengah dari permukaan.
Ringkasan visual dari nomenklatur deskriptif yang berikut ini disertai beberapa
contoh, yang tetap tidak berubah nilainya meskipun telah tersedia lebih banyak petunjuk
yang komprehensif. Daftar berbagai tipe lesi yang akan dibicarakan selanjutnya tertera
pada tabel 4-1. Beberapa istilah yang jarang dipakai juga dijelaskan pada bagian ini,
sementara yang lainnya dapat ditemukan pada Leider dan Rosenblum.
MAKULA (lihat gambar 4-1).
Makula adalah lesi yang datar, berbatas tegas yang dapat dibedakan dari kulit sekitar
berdasarkan warnanya. Makula dapat memiliki bermacam-macam ukuran atau bentuk.
Makula ini dapat merupakan hasil atau akibat dari hiperpigmentasi, hipopigmentasi,
kelainan vaskuler, dilatasi kapiler (eritema), atau purpura (ekstravasasi sel-sel darah
merah). Beberapa lesi makuler dapat berhubungan dengan pembentukan skuama yang halus.
Skuama ini hanya menjadi jelas sesudah dilakukan gratinasi, yaitu kombinasi antara
pengelupasan ringan dan garukan. Lesi semacam ini disebut makuloskuamosa: lesi ini tidak
secara nyata tampak timbul dan oleh karenanya tidak dapat dianggap sebagai plakat (lihat
dibawah).
Teleangiektasis adalah dilatasi kapiler yang permanen yang mungkin/ tidak timbul
dengan adanya penekanan, yang akan membentuk gambaran seperti jala atau garis merah
terang, halus, tidak berpulsasi.
Lesi-lesi yang disebabkan oleh adanya ekstravasasi sel-sel darah merah dimasukkan
ke dalam bagian purpura. Ptekie adalah purpura berukuran lebih kecil yang sering ditemukan
pada keadaan trombositopeni. Ekimosis berukuran lebih besar berupa lesi purpura yang
mirip memar atau luka lainnya. Penekanan dengan dua buah gelas obyek (“slide”) atau
lensa jernih anti pecah (diskopi) pada tepi dari lesi yang merah merupakan cara yang
sederhana dan dapat dipercaya untuk membedakan kemerahan akibat dilatasi vaskuler
(eritema) dari kemerahan akibat ekstravasasi darah atau produk darah (purpura). Jika
dengan penekanan gelas obyek kemerahan menetap, maka lesi adalah purpura.
Infark adalah area nekrosis pada kulit sebagai akibat dari tersumbatnya pembuluh
darah, misalnya pada memiliki warna yang beraneka ragam seperti merah gelap, serta
keabu-abuan. Bentuknya berupa makula yang tidak teratur, kadang-kadang sedikit tertekan
dibawah permukaan kulit dan seringkali dikelilingi oleh zona hiperemi yang berwarna merah
muda. Lesi ini dapat pula menjadi lunak.
Makula eritematosa kecil yang menyebar dapat terjadi pada eksantema seperti
rossola dan erupsi obat. Makula eritematosa yang konfluen dapat menutupi seluruh
ekstremitas atau setengah dari wajah, seperti pada hemangioma kapiler (nevus flameus).
Makula dapat bila berpigmen seperti makula berwarna café-au-lait spot pada
neurofibromatosis; hipopigmentasi seperti pada hipopigmentasi post inflmaasi; dan
depigmentasi seperti pada vitiligo. Makula hipomelatonik yang seringkali memiliki bentuk
yang mirip bentuk daun (“ash leaf”), merupakan petunjuk paling dini yang dapat dilihat
dari tuberosklerosis. Berkumpulnya melanosit dermal dapat memberi warna keabuan pada
kulit, seperti pada Mongolian spot. Warna biru dapat timbul dari menyebarnya sinar saat
melalui medium dermis yang keruh (Fenomena Tyndali). Pembentukan skuama yang halus
dapat dilihat pada lesi-lesi makuloskuamosa dari tinea versicolor, pitiriasis rosea, dan
eritrasma.
Teleangiektasis biasanya dilihat pada wajah orang-orang yang secara kronis terpapar
sinar matahari dan angin. Terdapat gambaran yang menonjol dari warna eritematosa pada
lupus eritematosus kutaneus. Disamping itu teleangiektasis periungual merupakan petunjuk
yang penting untuk gangguan-gangguan vaskuler kolagen seperti lupus eritematosus dan
dermatomiositis. Pada teleangiektasis hemoragika herediter, lesinya biasanya tidak
berpulsasi, berupa makula atau papula dengan batas yang tegas, berwarna merah kusam,
paling sering ditemukan pada lidah, bibir, wajah dan jemari. Teleangiektasis juga merupakan
gambaran yang menonjol pada rosasea.
Makula, adalah lesi datar, berbatas tegas yang dibedakan dari kulit sekitarnya dari
warnanya. Makula dapat memiliki macam-macam bentuk dan ukuran. (a). makula dapat
merupakan akibat dari hiperpigmentasi (b). Gambaran klinis suatu erupsi yang terdiri dari
makula eritem multiple berbentuk tegas dengan berbagai ukuran yang memudar pada
penekanan dengan dua gelas obyek (diaskopi) dan dengan demikian disebabkan oleh suatu
vasodilatasi akibat inflamasi. Erupsi ini menggambarkan suatu reaksi obat (fenolftalin).
PAPULA
Papula adalah lesi yang kecil, solid dan meninggi Papula biasanya
memiliki diameter lebih kecil dari 0,5 cm, dan bagian terbesar dari papul menonjol diatas
permukaan kulit sekitarnya. Seringkali dibutuhkan tidak langsung dalam kamar yang gelap
untuk mendeteksi adanya lesi yang sedikit meninggi. Peninggian (elevasi) ini dapat
merupakan akibat dari timbunan metabolit, hiperplasia lokalisata dari komponen seluler
lokalisata pada dermis. Papul-papul superfisial dengan batas yang tegas dapat dilihat jika
lesi merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sel-sel epidermal atau melanosit, seperti
pada veruka vulgaris atau nevus melanositik.
Papul dapat memiliki berbagai bentuk, yaitu akuminata (berbintik/tajam) seperti
pada miliaria rubra (ruam biang keringat), ditutupi dengan skuama atau keratin seperti pada
sifilis sekunder, berbentuk kubah seperti pada moluskum kontagiosum, atau memiliki
permukaan datar seperti pada liken planus.
Gambaran lain seperti warna, juga penting untuk identifikasi lesi-lesi papuler. Papul-
papul merah dapat dilihat pada psoriasis, yang seringkali ditutupi oleh skuama yang
berdarah jika diangkat (tanda auspitz). Papul-papul dengan skuama disebut lesi
papuloskuamosa. Warna tembaga tampak pada lesi sifilis sekunder. Papul-papul dengan
permukaan datar dan warna keunguan merupakan ciri khas liken planus. Adanya tanda halus,
putih, seperti jala, disebut striae (garis) Wickham pada permukaan lesi merupakan
pelengkap diagnosa liken planus. Papul-papul yang berwarna kekuningan dapat dilihat pada
Xantomitosis. Papul-papul hemoragik atau nekrotik ditemukan pada vaskulitis kutaneus dan
meningokoksemia. Papul purpura “palpable” merupakan petunjuk suatu vaskulitis sampai
dibuktikan bukan yang lainnya. Papul-papul kasar (keratorik) dan kecoklatan khas untuk
keratosis folikularis (penyakit Darier).
Nevus pigmentosus dan melanoma maligna dini sering ditemukan sebagai papul-papul
coklat atau hitam yang bulat dan harus dibedakan dari karsinoma sel basal berpigmentasi,
yang memiliki gambaran yang mirip namun halus seperti lilin dengan tepi
teleangiektasis yang menggulung. Lesi papul bulat berwarna biru tua atau hitam
menunjukkan suatu nevus biru (“blue nevus”), melanoma noduler, angiokeratoma atau
sarkoma Kaposi.
Papul-papul bulat yang berwarna seperti kulit terlihat pada adenoma sebasea dan
amyloidosis. Moluskum kontagiosum merupakan papul yang jernih dan bulat dengan
umbilikasi dibagian tengahnya yang jika ditusuk akan tampak “badan moluskum” yang
bulat. Papul-papul bertangkai yang berwarna lebih gelap atau sama dengan warna kulit
normal, ditemukan pada neurofibromatosis. “Skin tag” (arcrochorda) adalah lesi filiformis
atau bertangkai yang sering berwarna seperti kulit. Papul dapat pula berbentuk folikuler
atau perifolikuler seperti pada akne, folikulitis, dan penyakit Darier.
Papul atau plakat (lihat dibawah) dapat terdiri dari penonjolan-penonjolan kecil yang
padat dan multiple yang dikenal sebagai vegetasi Vegetasi dapat tertutup
oleh skuama yang kering dan tebal dan disebut sebagai keratotic (seperti pada veruka
vulgaris), atau lunak dan halus (seperti pada kondiloma akuminata). Keratosis seboroik
adalah lesi vegetasi yang sering ditemukan , terutama pada kelompok usia lanjut. Lesi dapat
berwarna kekuningan, kuning kecoklatan, coklat, atau hitam, dan sering memiliki
permukaan yang lunak dan berlemak. Vegetasi yang kering dan berskuama ditemukan pada
keratosis aktinik.
Semua papul yang eritematosa harus diperiksa dengan diaskopi (lihat “Aids to
Dermatologic diagnosa : Clinical, Instrumental, and Laboratory”) pada bagian selanjutnya,
karena warna kuning-coklat dari papul yang ditemukan pada sejumlah kelainan granulomatosa,
dan papul eritematosa yang tidak memudar pada diaskopi mungkin merupakan tanda dari
vaskulitis (purpura “palpable”).
Meskipun erupsi-erupsi tertentu dapat terdiri dari unsur-unsur makuler dan papuler,
dianggap bahwa istilah makulopapuler yang membingungkan, pemakaian nya dihindari demi
jelasnya pemikiran serta komunikasi.
PLAKAT
Plakat adalah suatu peninggian yang memiliki permukaan relatif besar dibandingkan
dengan ketinggiannya diatas permukaan kulit (gambar 4-3). Plakat seringkali terbentuk
akibat menyatunya papul-papul, seperti pada psoriasis. Lesi psoriasis yang khas merupakan
plakat eritamatosa yang meninggi dengan lapisan skuama seperti perak, yang sering
digambarkan seperti muka.
Gosokan yang berulang, terutama pada orang-orang dengan eksema kronis,
menimbulkan likenifikasi. Proliferasi keratinosit dan stratum korneum, beserta perubahan-
perubahan kolagen dari epidermis yang mendasarinya, memicu area likenifikasi kulit
tampak sebagai plakat yang menebal dengan gambaran kulit yang menonjol. Lesi ini
dapat mirip kulit pohon yang terkelupas. Adanya atrofi, terutama yang disertai
eritema, skuama, perubahan pigmentasi dan “follicular plugging” menunjang diagnosa lupus
eritematosus kutaneus.
Plakat, yang tampak pada gambar adalah suatu peninggian pada permukaan yang relatif
luas dibandingkan dengan tingginya diatas permukaan kulit. Plakat-plakat berskuama,
kemerahan, berbatas tegas yang saling menyatu.
BERCAK (PATCH)
Menurut Oxford English Dictionary (OED), patch adalah “bagian dari setiap bidang
(permukaan) yang sangat berbeda penampilan dan ciri khasnya dari sekitarnya”. Menurut
OED, patch dapat berupa “area kecil pada kulit yang berbatas tegas, dst, yang memiliki
warna atau penampilan yang khusus”. Para ahli kulit telah memakai istilah ini untuk
bermacam keperluan: Sebagian membatas pemakaian nya untuk menggambarkan suatu
makula yang sangat besar, sedangkan yang lain memakai nya untuk menggambarkan
suatu plakat yang relatif tipis tetapi besar. Secara umum dikatakan bahwa suatu deskripi
yang tepat hampir selalu dapat dilakukan dengan suatu terminologi yang lebih jelas, seperti
makula yang besar, plakat yang tipis dan berskuama, dll.
NODUL
Nodul adalah sautu lesi yang dapat diraba, utuh, bulat, atau lonjong (lihat gambar 4-
4). Kedalamannya dan/atau rabaan sesungguhnya lebih penting dari diameternya, dalam
membedakan nodul dari papul. Tergantung dari unsur anatomis yang pertama kali terkena,
nodul memiliki lima bentuk utama yaitu: (1) epidermal, (2) dermo-epidermal, (3) dermal,
(4) dermal-subdermal, dan (5) subkutan.
Nodul epidermal meliputi kerato akantoma, veruka vulgaris, dan karsinoma sel basal.
Nodul dermo epidermal meliputi compound nevus tertentu, melanoma maligna, karsinoma sel
skuamosa invasive dan beberapa lesi mikosis fungoides. Contoh dari nodul dermal misalnya
granuloma anular dan dermato fibroma. Eritema nodosum dan tromboflebitis superfisialis
adalah contoh dari nodul dermal-subdermal. Lipoma adalah nodul subkutan dari jaringan
lemak.
Nodul-nodul pada dermis dan subkutis dapat merupakan petunjuk adanya penyakit
sistemik dan timbul akibat adanya peradangan, neoplasma, atau timbunan metabolit pada
dermis atau jaringan subkutan. Sebagai contoh, sifilis lanjut, tuberkulosis, mikosis
profunda, xantomatosis, limfoma dan neoplasma metastatik, seluruhnya dapat berupa nodul
kutaneus. Eritema nodosum yang berupa nodul subkutan pada tungkai dan nyeri, seringkali
merupakan manifestasi suatu hipersensitivitas. Reaksi terhadap badan asing (foreign body),
gigitan serangga serta infeksi bakterial dan virus, adalah sebagian dari penyebab lesi-lesi
noduler. Karena nodul dapat merupakan suatu penyakit sistemik, maka suatu nodul yang
persisten dan tidak dapat di identifikasi harus selalu dilakukan biopsi dan sebagian dari
jaringan yang diambil harus dilakukan kultur.
Tumor adalah suatu istilah yang umum untuk setiap massa, baik jinak atau ganas, dan
kadang-kadang dipakai untuk menunjukkan suatu nodul yang besar. Gumma adalah suatu
lesi granulomatosa noduler dari sifilis stadium tiga (tersier).
Menggambarkan suatu nodul dengan ukuran dan sifat tertentu seperti keras, lunak,
seperti daging hangat, dapat digerakkan, menetap, tidak nyeri, selalu dapat membantu.
Permukaan dari nodul juga harus digambarkan, seperti misalnya halus, keratotik, ulseratif,
seperti jamur. Ada beberapa kata yang membingungkan dalam membedakan nodul dari papul
yang besar dan tumor yang kecil. Ukuran bukanlah merupakan pertimbangan utama dalam
definisi suatu nodul. Misalnya, nodul rematoid, yang biasanya terdapat pada penonjolan-
penonjolan tulang, dapat berukuran sekecil 1 atau 2 mm atau sebesar beberapa sentimeter.
Pada keadaan tertentu mungkin diperlukan lebih dari satu istilah. Pada sebagian besar
kasus, lebih baik disebutkan ukuran dan istilah deskriptif yang merupakan gambaran
penting dari lesi ini . jika mungkin, untuk tujuan deskriptif adalah sangat
membantu untuk menunjukkan bahwa nodul yang dimaksud merupakan nodul epidermal,
dermo-epidermal, dermal, dermal-subdermal atau subkutan.
Nodul adalah suatu lesi yang dapat diraba, utuh, bulat atau lonjong. Kedalamannya
dan/atau rabaan sesungguhnya lebih penting dari diameternya dalam membedakan nodul
dari papul. Nodul dapat terletak pada epidermis atau memanjang kedalam dermis atau
jaringan subkutan.
Gambar ini menunjukkan suatu nodul yang keras dan berbatas tegas dengan
permukaan yang halus dan berkilat dimana dapat terlihat teleangiektasis (pelebaran
pembuluh darah kapiler); terdapat krusta diarea sentral yang menunjukkan adanya
penghancuran jaringan dan dengan demikian terjadi ulserasi awal. Lesi ini merupakan
gambaran dari karsinoma sel basal yang noduler.
Urtika adalah sebuah efloresensi dengan lesi yang meninggi, bulat atau datar yang
secara khas menghilang dalam waktu beberapa jam. Urtika dapat berupa papul-papul kecil
dengan diameter 3-4 mm seperti pada urtikaria kolinergik (tampak pada foto klinis b).
Dapat pula berupa plakat-plakat yang besar, saling menyatu seperti pada reaksi alergi
terhadap penisilin, obat-obatan lain, atau allergen alimentosa (tampak pada foto klinis c).
Erupsi yang terdiri dari urtika disebut urtikaria dan biasanya ditandai dengan adanya rasa
gatal.
VESIKEL DAN BULLA
Vesikel adalah lesi yang meninggi dan berbatas tegas yang mengandung cairan
. Dinding vesikel seringkali sangat tipis sehingga tampak jernih sehingga
serum, limfe, darah, atau cairan ekstraseluler dapat terlihat. Vesikel yang memiliki
diameter lebih besar dari 0,5 cm disebut bulla.
Vesikel dan bulla timbul dari celah yang ada pada berbagai tingkat lapisan kulit; celah
ini dapat berada didalam epidermis (misalnya vesikel intraepidermal) atau
dibawah taut dermo-epidermal (yaitu suberpidermal). Celah yang tepat berada dibawah
stratum korneum menghasilkan vesikel atau bulla subkorneal seperti
pada impetigo. Pembentukan vesikel intraepidermal dapat timbul dari edema interseluler
(spongiosis), sebagaimana khas tampak pada reaksi-reaksi hipersensitivitas tipe lambat
pada epidermis (misalnya pada dermatitis kontakta eksematosa) dan pomfoliks.
Vesikel spongiotik (pada gambar 4-6a) dapat dideteksi secara mikroskopis tetapi
secara klinis mungkin tidak tampak jelas seperti vesikel. Hilangnya jembatan interseluler
atau desmosome, dikenal sebagai akantolisis, dan pembentukan vesikel jenis intraepidermal
ini tampak pada pemfigus vulgaris, dimana biasanya celah terdapat
persis diatas lapisan basalis. Pada pemfigus foliaseus, celah timbul persis dibawah lapisan
subkorneal.
Virus memicu “degenerasi ballon” pada sel-sel epidermal
seperti pada herpes zoster, herpes simplek, variola, dan varisella. Bulla akibat virus sering
memiliki bagian tengah yang tertekan (umbilikasi). Perubahan patologis pada taut dermo-
epidermal dapat menimbulkan bulla atau vesikel subepidermal Seperti pada
pemfigod, eritema multiforme bullosa, porfiria kutanea tarda, dermatitis herpetiformis
dan beberapa bentuk epidermolisis bullosa. Ketebalan dinding bulla dapat diperkirakan dari
kejernihannya dan kekendorannya. Besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk merusak lesi
ini dapat membantu memperkirakan apakah bulla terletak interaepidermal atau
subepidermal. Dikatakan, bahwa bulla yang tegang dan relatif besar, merupakan suatu
pemfigoid, sedangkan bulla yang kendor disebut pemfigus. Namun demikian, tidak ada
suatu cara yang dapat dipercaya untuk membedakan kedua penyakit ini kecuali dengan
pemeriksaan histologic dari lesi dan imunofluoresensi.
jika epidermis hilang, biasanya sebagai akibat adanya pembentukan vesikel, akan
terjadi pengelupasan (“denudation”) yang dikenal dengan erosi dan tampak sebagai lesi yang
sedikit berlekuk (“depression”) dan basah (lihat dibawah).
Vesikel dan bulla.
Vesikel adalah lesi yang meninggi, berbatas tegas dan mengandung cairan. Tampak
pada gambar (a), vesikel subkorneal (A) akibat adanya celah tepat dibawah stratum
korneum. Vesikel spongiotik (B) merupakan akibat dari edema interseluler. Bulla adalah
vesikel yang lebih besar dari 0,5 cm. Gambar klinis (b) menunjukkan vesikel subkorneal
yang jernih dan multipel, yang sangat gampang terluka, gampang menjadi kemps sehingga
menimbulkan krusta (tanda panah). Lesi-lesi ini merupakan impetigo stafilokokkal, lekosit
terdapat didalam sedimen vesikel sampai pada bagian paling bawah dari rongga subkorneal
pada waktu penderita berada pada posisi tegak.
vesikel akantolitik (A) yang berasal dari celah pada
epidermis akibat hilangnya ikatan interseluler. Degenerasi balloon dari sel-sel epidermal
memicu bentuknya vesikel pada infeksi virus tertentu (B), seperti varisella-zoster.
Gambaran khas vesikel pada herpes zoster tampak pada (b), yaitu berupa kelompok. Pada
beberapa, tampak umbilikasi pada bagian tengahnya.
Vesikel subepidermal tampak pada gambar yang merupakan akibat sekunder dari
perubahan-perubahan patologis pada akibat area taut dermo-epidermal. Vesikel dan bulla
subepidermal dapat dilihat pada eritema multiforme bullosa, porifiria kutanea tarda,
epidermolisis bullosa, dermatitis herpetiformis, dan bulous pemfigoid. Foto klinis
memperlihatkan bulla pada keadaan lanjut. Sebagian timbul pada kulit normal dan sebagian
pada kulit eritematus. Sebagian besar dari lesi ini adalah tegang dan berisi cairan yang
hemoragik, sedangkan sebagian mengempis dan membentuk krusta.
Erosi
Erosi adalah lesi yang basah, berbatas tegas, dan biasanya berlekuk (“depressed”)
akibat hilangnya sebagian atau seluruhnya dari epidermis yang sehat (gambar 4-9). sesudah
bulla atau vesikel pecah, area yang lembab akan tetap berada pada dasarnya, yang
disebut erosi. area terkelupas (“denudation”) yang luas akibat erosi dapat dilihat pada
penyakit-penyakit bullosa seperti pemfigus. Kecuali terjadi infeksi sekunder, biasanya erosi
tidak menimbulkan jaringan parut. Jika proses peradangannya meluas sampai kedalam
papilla dermis, akan menimbulkan ulkus dan jaringan parut, seperti pada vaccinia dan variola,
dan jarang pada herpes zoster dan varisella.
Erosi, sebagaimana pada gambar, biasanya merupakan lesi yang lembab, berbatas
tegas, tertekan kebawah (“depressed”) yang timbul sebagai akibat dari hilangnya seluruh
atau sebagian dari epidermis. Erosi tetap ada sesudah lepasnya atap dari vesikel dan bulla.
Erosi juga timbul sesudah nekrosis epidermal seperti pada nekrolisis epidermal toksik
(TEN), yang ditunjukkan pada gambar. Lesi ini sembuh tanpa jaringan parut.
Pustula dan Piodermatosis lainnya
Pustula adalah suatu lesi yang berbatas tegas dan meninggi yang mengandung eksudat
yang purulen Pus, terdiri dari lekosit, dengan atau tanpa debris seluler,
dapat mengandung bakteri atau dapat pula steril, seperti pada lesi psoriasis pustulosa.
Pustula dapat memiliki bermacam ukuran dan bentuk, dan tergantung dari warna
eksudatnya, dapat berwarna putih, kuning, atau kuning kehijauan. Pustula folikuler
berbentuk kerucut, biasanya ada rambut pada bagian tengahnya, dan pada umumnya sembuh
tanpa jaringan parut.
Pustula merupakan tanda khas pada rosasea, psoriasis pustulosa, penyakit Reitner, dan
beberapa erupsi obat, terutama yang disebabkan oleh bromida atau iodida. Lesi-lesi
vesikuler dari beberapa penyakit virus (varisella, variola, vaccinia, herpes simplek dan
herpes zoster), dan lesi-lesi dermatofitosis, dapat menjadi pustuler. Pewarnaan Gram serta
kultur eksudat dari pustula yang ada haruslah selalu dilakukan.
Furunkel adalah bentuk nekrotisasi yang dalam dari folikulitis, yang disertai dengan
timbunan pus. Beberapa furunkel dapat menyatu dan membentuk karbunkel.
Abses adalah timbunan setempat dari material purulen jauh didalam dermis atau
jaringan subkutan sehingga pus biasanya tidak tampak pada permukaan kulit. Bentuknya
merah, hangat, dan nyeri. Abses seringkali mulai sebagai suatu folikulitis dan biasanya
merupakan manifestasi infeksi kutaneus akibat streptokokkus atau stafilokokkus aureus.
Sinus adalah suatu saluran yang timbul dari rongga yang supuratif ke permukaan kulit,
atau antara rongga kistik dan abses. Sinus didekat rektum dapat terlihat pada abses
rektal, karsinoma usus (bowel) atau penyakit inflamasi usus. Sinus-sinus pada leher
menunjukkan adanya aktinomikosis, skrofula, kantung branchial, atau sinus dentalis. Saluran
sinus yang dalam dapat terjadi pada hidradenitis supuratifa dan akne konglobata.
Pustula, seperti tampak pada gambar, adalah suatu lesi yang berbatas tegas dan
meninggi, biasanya suatu papula, yang mengandung eksudat purulen. Secara primer, pustula
non folikuler terjadi pada psoriasis pustulosa, yang merupakan pustula-pustula yang sangat
superfisial (subkorneal) yang menyatu dan kadang-kadang membentuk suatu danau (area
yang luas) dari pus.
Kista
Kista adalah suatu kantung yang mengandung bahan cair atau semi solid (cairan, sel,
dan produk-produk sel). Nodul yang lonjong atau bulat atau papul dapat dicurigai sebagai
suatu kista, jika pada palpasi, teraba melenting; bola mata misalnya, teraba seperti
kista. Kista yang paling sering ditemukan adalah kista epidermal (keratinosa) yang dibatasi dengan epitel skuamosa dan menghasilkan bahan keratinosa. Kista-
kista yang berasal dari pilus (folikel rambut) yang dibatasi oleh epitel berlapis banyak yang
tidak mengalami maturisasi sepanjang lapisan granulosum disebut kista pilaris . Kista keratinosa, terutama pada wajah dan kulit kepala, dapat merupakan
bagian dari sindroma Gardner yang berhubungan dengan poliposis intestinal, osteomastosis,
dan tumor-tumor jaringan fibrosa pada kulit dan jaringan subkutan.
Kista yang kebiruan dan melenting, yang tampak pada (b), menunjukkan suatu tumor
adneksa kistika (hidradenoma kistik), yang berisi bahan seperti lendir (mukus).
Atrofi
Atrofi menunjukkan adanya pengecilan dalam ukuran suatu sel, jaringan, organ, atau
bagian dari tubuh. Atrofi epidermal menunjukkan adanya penipisan dari epidermis, yang
berhubungan dengan adanya penurunan jumlah sel-sel epidermal
Epidermis yang atrofi dapat terlihat agak transparan dan dapat atau tidak
mempertahankan garis-garis kulit normal. Atrofi epidermal sering pula dikaitkan dengan
perubahan-perubahan pada dermis. Kulit yang menua, terutama pada area terpajan sinar
matahari, tetap mempertahankan garis-garis kulit normal menampakkan kerutan-kerutan
halus, dan agak transparan; vena-vena yang dalam serta tendo yang kuning akan terlihat
dengan mudah. Luka atau peradangan yang terjadi sebelumnya (misalnya lupus eritematosus
diskoid) dapat pula memicu atrofi epidermal berupa gambaran diseterika (“ironed
out’) dan hilangnya gambaran kulit.
Atrofi dermis merupakan akibat dari berkurangnya jaringan ikat retikuler atau
papiler dermis dan berkurangnya jaringan ikat retikuler atau papiler dermis dan biasanya
berupa lekukan pada kulit . Atrofi dermis dapat pula terjadi sesudah
peradangan atau trauma, dengan atau tanpa ulserasi. Pada atrofi dermis yang timbul tanpa
atrofi epidermis, warna dan gambaran kulit adalah normal karena lekukan yang berbatas
tegas hanya terjadi karena berkurangnya jaringan dermis. Atrofi dermis dapat disertai
dengan atrofi epidermis, seperti strie pada kehamilan, atau penyakit Cushing, atau lipoidika
nekrobiosis, dimana pada keadaan yang lanjut dapat memicu menghilangnya gambaran
kulit, meningkatnya translusensi, dan lekukan lokalisata pada kulit. Atrofi ditemukan pada
karsinoma sel basal yang mirip morfea, lupus eritematosus diskoid kronik. Jika atrofi
terjadi pada panikulus, dapat timbul lekukan kulit, seperti pada panikulus dengan likuifikasi,
lipogranulamatosis, dan lipodistrofi progresif.
Atrofi kulit dapat terbatas pada epidermis atau dermis atau dapat terjadi secara
bersamaan pada keduanya. Seperti tampak pada gambar, atrofi epidermis tampak berupa
epidermis yang tipis dan hampir transparan. Epidermis yang atrofi dapat atau tidak
mempertahankan garis normal kulit. Atrofi dermis merupakan akibat dari berkurangnya
jaringan ikat papiler atau retikuler dermis dan bentuknya berupa lekukan pada kulit. Atrofi
jaringan subkutan juga dapat memicu terjadinya lekukan pada permukaan kulit. Atrofi
dermis dan epidermis yang menyolok tampak pada gambar. Terlihat hilangnya tekstur kulit
normal, penipisan serta kulit berkerut.
Ulkus
Ulkus adalah merupakan “lubang pada kulit” dimana didapatkan destruksi epidermis
dan paling tidak bagian atas dermis (papiler) gambaran khas yang dapat
membantu dalam membedakan penyebab ulkus dan yang harus diperhatikan dalam
menerangkannya, meliputi lokasi, tepi, dasar, sekresi (“discharge”), dan gambaran topografi
yang ada kaitannya dari lesi atau kulit sekitarnya, seperti nodul, ekskoriasi, varises,
distribusi rambut, ada tidaknya keringat, dan denyut nadi area yang berdekatan. Ulkus
stasis disertai dengan pigmentasi, dan kadang-kadang juga dengan edema atau sklerosis.
Lesi paling sering dimulai pada aspek medial dari pergelangan kaki atau tungkai bawah.
Ulkus sistemik dan ulkus hipertensif cenderung dimulai pada aspek lateral dari pergelangan
tumit atau kaki. Ulserasi faktisium seringkali mampunyai bentuk artifisial, termasuk tepi
yang lurus dan bersudut. Ekskoriasi yang melebar menjadi ulkus memberikan gambaran yang
sama tetapi dapat terlihat sisa dermatosis yang mendasari (misalnya dermatitis
eksematosa yang berhubungan dengan insufisiensi vena yang kronis). Pioderma gangrenosum
memiliki tepi yang keunguan, meninggi dan kasar, yang mungkin ada hubungannya dengan
kolitis ulseratifa atau beberapa penyakit dalam lainnya. Ulkus dekubitus terjadi pada
tempat-tempat yang mendapat tekanan.
Ulserasi dapat terjadi akibat infark jaringan pada area -area dengan sumbatan
pembuluh darah besar atau kecil atau konstriksi karena berbagai faktor etiologik, seperti
emboli, trombosis, keracunan ergot, krioaglutinin, kriofibrinogenemia, atau
krioglobulinemia, poliarteritis, macroglobulinemia, purpura trombositopenik trombotik,
polistemi, reaksi Artus generalisata (purpura fulminan), sepsis, fenomena Raynaud,
arteriosclerosis obliterans, dan granulomatosis Wegener. Ulserasi yang terjadi pada
beberapa bentuk nodul granulomatosa, disebabkan oleh jamur profunda, tuberculosis,
sifilis, dan pinta, serta berbagai penyakit akibat bakteri dan parasit. Adanya nodul yang
dekat dengan ulkus menunjukkan adanya penyakit granulomatosa atau neoplasma. Neoplasma
dapat berubah menjadi nekrotik dan ulserasi, yang pada umumnya merupakan akibat dari
obliterasi pembuluh darah yang kecil karena proliferasi tumor.
Ulkus pada gambar, adalah suatu lesi yang memiliki lekukan dimana epidermis dan
paling tidak bagian atas dermis (papiler) telah rusak. Karena itu, ulkus selalu menyembuh
dengan jaringan parut. Gambar klinis menunjukkan adanya ulkus raksasa dengan dasar
granulasi dan berwarna merah, serta tepi berbatas tegas dan berbentuk “punched-out”.
Jaringan Parut
Jaringan parut akan terjadi jika telah berbentuk ulserasi dan merupakan gambara
pola penyembuhan ditempat tersbut. Jaringan parut dapat berupa hipertrofik atau atrofik . Jaringan parut dapat bersifat sklerotik
atau keras, sebagai akibat dari proliferasi kolagen. Epidermis yang terbentuk jaringan
parut, adalah tipis dan pada umumnya tanpa garis-garis kulit normal serta tanpa adanya
apendiks Jaringan parut yang mengalami lekukan dapat mirip
atrofi primer. Jaringan parut dapat timbul pada perjalanan penyakit akne, beberapa
porfiria, herpes zoster dan varisella. Penyakit Raynaud, sifilis, tuberkulosis (terutama pada
wajah), lepra, atau karsinoma dapat memicu mutilasi, atau hilangnya jaringan yang
merubah struktur pentik anatomik.
Sklerosis
Sklerosis adalah pengerasan atau indurasi yang difus atau terbatas pada kulit, yang
dapat lebih mudah dideteksi dengan palpasi dibandingkan inspeksi. Skleorsis adalah komponen
(bagian) dari morfea, skleroderma linier, skleroderma sistemik, dan porfiria kutanea tarda.
Sklerosis seringkali terjadi pada dermatitis stasis kronis dan limfedema kronis. Sklerosis
dapat merupakan akibat dari adanya edema dermis atau subkutan, infiltrasi seluler atau
proliferasi kolagen.
Kalsinosis
Kalsinosis pada dermis atau jaringan subkutan (misalnya pada dermatomiositis atau
scleroderma), yang dapat dirasakan sebagai nodul yang keras atau plakat, dengan atau
tanpa perubahan yang dapat dilihat pada permukaan kulit. Skuama, deskuamasi
(pembentukan skuama)
Pengelupasan atau penimbunan yang abnormal dari stratum korneum berupa serpihan-
serpihan yang dapat terlihat disebut dengan pembentukan skuama. Pada kaeadaan normal,
stratum korneum berganti secara sempurna dalam lebih kurang 27 hari. Hasil akhir dari
proses keratinisasi holokrin ini adalah sel tanduk dari lapisan kulit paling luar (stratum
korneum). Sel tanduk terbungkus dengan protein filamentosa, yang secara normal tidak
memiliki nucleus, dan biasanya lenyap tanpa diketahui. jika produksi keratinosit
meningkat, seperti pada psoriasis, keratinosit immature yang tetap memiliki nukleus
mencapai permukaan kulit, keadaan ini disebut parakeratosis. Sel-sel parakerotatik dapat
tertimbun dan membantu terbentuknya skuama. Pada psoriasis, skuama tampak sebagai
lembaran tipis seperti mika (mikaseus), atau tertimbun dengan hebatnya, memberikan
bentuk seperti kulit kerrang. Skuama yang melekat erat dan teraba seperti pasir,
mirip kertas pasir yang ditemukan secara khas pada keratosis solaris. Skuama yang
mirip ikan ditemukan pada sekelompok penyakit yang disebut iktiosis, dimana pada
sebagian terjadi retensi yang lama dari stratum korneum, meskipun dihasilkan pada
kecepatan yang normal. Lesi berskuama juga terjadi pada infeksi-infeksi dermatofit,
pitiriasis rosea, sifilis sekunder dan tersier, dan sebagian besar keadaan dimana terjadi
keratinisasi abnormal dan/atau eksfoliasi sel-sel epitelial.
Bagi mata yang telah terlatih dengan baik, tidak semua skuama memiliki bentuk
yang sama, dan pakar dermatologi akan sering mendapatkan informasi yang berharga secara
diagnostik melalui pemeriksaan yang telili tentang jenis skuama yang ada. Siemen’s
menggambarkan bentuk-bentuk skuama sebagai berikut: pitiriasiformis (seperti dedak
padi), psoriasiformis (lembaran rapuh dari beberapa lapisan yang longgar), iktiosiformis
(seperti sisik ikan), kutikuler dan lamellar (tipis, serpihan-serpihan yang relatif lebar),
membranosa atau eksfoliatifa (lembaran lebar, mengelupas), keratotik (terbentuk dari
massa tanduk), granuler (seperti butir-butir halus), seperti hystrix (dari bahasa Yunani
yang berarti landak; pembentukan skuama yang tampak seperti tanduk-tanduk kecil yang
dapat timbul seperti penyumbat keratotik (“keratotic plugs”), duri, filamen, atau skuama
likenoid. Siemens juga menyimpulkan bahwa pembentukan skuama kadang-kadang hanya
dapat terlihat sesudah menggaruk area lesi, dan harus dicatat bahwa fenomena ini, yang
kemudian terjadi deskuamasi, dapat ditemukan pada stadium dini pitiriasis rosea, dan juga
pada tinea versicolor, parapsoriasis dan psoriasis. Timbunan skuama yang luas dan tebal
pada psoriasis Digambarkan sebagai bentuk “ostraceous” (seperti tiram). Deskuamasi yang
berbentuk seperti retak-retak yang dapat ditemukan pada rongga-rongga scabies dan eksema
craquelatum. Lapisan-lapisan skuama dijumnpai pada pitirasis rosea, mikosis superfisialis,
sifilis sekunder dan eritema anulare sentrifigum. Deskuamasai seboroik berupa skuama-
skuama yang berwarna kuning sampai coklat, seperti lilin atau berminyak merupakan ciri
khas pada dermatitis seboroik. jika eksudat-eksudat seperti serum atau pus bercampur
dengan skuama, maka akan terbentuk krusta.
Pengelupasan abnormal atau penimbunan stratum korneum berupa serpihan-serpihan
yang dapat terlihat disebut skuama, seperti pada gambar. Skuama parakerotatik (dengan
inti yang masih ada) dapat menutupi hyperplasia epidermal psoriasiformis (A). Skuama yang
melekat erat dengan perabaan seperti pasir (“gritty”) akibat bertambahnya stratum
korneum secara lokal dapat ditemukan pada keratosis aktinik. Skuama psoriatic yang khas
ditunjukkan pada gambar. Skuama yang melekat erat pada epidermis yang mendasarinya
sering kali membentuk lapisan seperti asbes yang mengaburkan lesi dibawahnya, seperti
pada plakat psoriatik tampak pada gambar.
Erupsi-erupsi yang terdiri dari papul-papul berskuama seringkali disebut sebagai
papuloskuamosa. Psoriasis, dimana papul berskuama saling menyatu membentuk plakat,
merupakan contoh klasik dari erupsi papuloskuamosa. Makuloskuamosa berupa lesi-lesi yang
datar dengan skuama halus seperti yang dapat dilihat pada tinea versicolor dan eritasma.
Pitiriasis rosea dapat memiliki bentuk papuloskuamosa, makuloskuamosa, dan bahkan
papulovesikuler.
Krusta (eksudat yang menjadi krusta)
Krusta adalah deposit yang mengeras yang terbentuk jika serum, darah, atau eksudat
yang purulen mengering pada permukaan kulit, dan merupakan gambaran khas infeksi
piogenik. Krusta dapat berbentuk tipis, halus, dan rapuh ( atau tebal
dan melekat. Krusta berwarna kuning jika terbentuk dari serum yang
mongering, hijau, atau kuning-hijau jika terbentuk dari eksudat yang purulent, atau coklat
atau merah tua jika terbentuk dari darah. Krusta dapat ditemukan pada dermatitis
eksematosa akut dan impetigo (berwarna madu, dengan krusta yang berkilat).
jika krusta atau eksudat mengenai seluruh ketebalan epidermis, krusta akan tebal
dan melekat; keadaan ini dikenal dengan ektima, Skutula adalah krusta yang kecil,
kekuningan dan berbentuk seperti cawan dan khas pada infeksi jamur superifisial pada kulit
kepala yang disebabkan oleh Trchophyton shoenleinii.
Krusta terjadi jika serum, darah, atau eksudat yang purulent mengering pada
permukaan kulit dan merupakan ciri khas dari luka dan infeksi piogenik. Krusta dapat
berbentuk tipis, halus, atau rabuh atau tebal dan melekat, seperti pada gambar. Krusta
akan berwarna kuning jika terbentuk dari serum yang mengering, hijau, atau kuning-hijau
jika terbentuk dari eksudat yang purulent, atau coklat atau merah tua jika terbentuk dari
darah. Krusta yang superfisial yang berupa bagian-bagian yang berkilat, halus serta
berwarna seperti madu pada permukaan kulit adalah khas pada impetigo dan ditunjukkan
pada gambar.
Gangren dan Sfaselus
Gangren adalah merupakan proses nekrotisasi dan pengelupasan yang berat. Gangrene yang
timbul akibat oklusi arterial ditandai dengan adanya batas yang tegas berwarna biru-hitam.
Gangren karena infeksi klostridia atau stretokokus pada mulanya dapat berupa vesikel yang
berubah menjadi hitam keunguan, diikuti dengan nekrosis yang cepat dari seluruh segmen
kulit.
Sfaselus merupakan membran nekrotik yang kering dan melekat erat yang terjadi pada
dasar ulkus. Keadaan ini ditemukan pada ulkus dekubitus, ulkus kronik akibat kerusakan sinar
X, ulkus difteritik, bentuk-bentuk ulkus iskemik dan dermatosis faktisium.
Ekskoriasi
Ekskoriasi adalah ekskavasi superfisial dari epidermis yang dapat berbentuk linear
atau punktata dan merupakan akibat dari garukan. Keadaan ini sering kali ditemukan pada
semua bentuk pruritus dan penyakit kulit yang pruritik seperti eksema atopik, dermatitis
herpetiformis, atau infestasi.
Fisura
Fisura adalah celah berbentuk garis atau retak-retak pada kulit dan dapat terasa
nyeri. Timbul terutama pada psoriasis palmar/plantar dan dermatitis eksematosa kronik
pada tangan dan kaki, terutama sesudah pengobatan yang memicu pengeringan kulit
yang intensif. Fisur sering ditemukan pada psoriasis perinal atau sudut-sudut mulus
(perleche). Perleche dapat disebabkan oleh avitaminosis, moniliasis, gigi palsu yang tidak
pas atau faktor-faktor yang tidak diketahui.
Poikiloderma
Sebagai suatu terminologi morfologi deskriptif, poikiloderma berarti suatu gabungan
dari atrofi, teleangiektasi dan perubahan pigmentasi (hiper- dan hipo-). Lesi-lesi
poikilodermatous dapat ditemukan pada radiodermatitis, dermatomiositis, mikosis fungoides
dan lupus eritematosus. Pada yang terakhir, adanya tambahan “follicular plugging”
memberikan suatu gambaran lesi yang dapat dikenal dengan mudah, yang sering disebut
sebagai lupus kutaneus diskoid. Karena adanya beberapa kebingungan akibat pemakaian
kata poikiloderma dalam pemberian nama sindroma-sindroma yang khas dimasa lalu, maka
yang terbaik adalah membatasi pemakaian nya sebagai suatu terminologi morfologik yang
deskriptif dan menjelaskannya jika dipakai .
BENTUK DAN SUSUNAN LESI
jika bentuk atau bentuk-bentuk lesi telah dapat ditentukan, perlu
dipertimbangkan bentuknya, susunannya dalam hubungannya satu dengan yang lain, pola
distribusinya, dan perluasannya. Bentuk, susunan dan distribusi sering membantu dan
kadang-kadang merupakan kunci untuk suatu diagnosa . Deskripsi bentuk dan susunan lesi-
lesi yang berikut ini dapat dipakai untuk lesi-lesi yang tunggal dan multipel. Contohnya,
suatu bentuk anuler dapat berupa lesi yang tunggal atau berasal dari susunan anuler
sejumlah vesikel, papul dan yang serupa. Lesi tunggal, dapat berbentuk linier, atau sejumlah
lesi dapat tersusun dengan pola yang linier.
Lesi-lesi linier dan susunan linier
Linieritas adalah suatu bentuk lesi kulit yang sederhana namun penting karena
seringkali menunjukkan suatu penyebab yang eksogen (gambar 4-17a). Vesikel-vesikel pada
kaki mungkin tidak memiliki arti khusus, sampai diketahui adanya susunan yang