Home »
diagnosa dermatology 3
» diagnosa dermatology 3
diagnosa dermatology 3
Juni 21, 2023
diagnosa dermatology 3
bentuk susunan seperti ini terjadi sesudah suatu vesikan atau allergen mengenai kulit,
seperti misalnya jika terdapat kontak dengan daun-daun Rhus. Eritema dengan garis-
garis yang linier pada ekstremitas memberikan petunjuk adanya kemungkinan suatu
limfangitis.
Fenomena Koebner (isomorfik) didasarkan pada kenyataan bahwa pada orang-orang
dengan penyakit kulit tertentu, terutama psoriasis, trauma diikuti oleh adanya lesi-lesi yang
baru pada kulit normal yang mengalami trauma, dan bahwa Lesi yang baru ini identik dengan
lesi pada kulit yang sakit. Reaksi koebner terjadi pada kulit normal yang mengalami trauma
yaitu diantaranya pada vitiligo, psoriasis dan liken planus. Fenomena koebner dapat terjadi
pada jaringan parut yang baru atau pada titik-titik dengan tekanan (di bawah tali pengikat,
tali pinggang atau tali bahu).
Nodul dapat berbentuk linier karena terjadi di sepanjang perjalanan Vena pada
tromboflebitis superfisialis atau sepanjang arteri pada arteritis temporal atau poliarteritis
nodosa. Mikosis profunda (sporotrikosis dan cocciodiodomikosis) dapat berupa nodul-nodul
granulomatosa sepanjang perjalanan limfatik. Vesikel-vesikel yang tersusun linier terjadi
pada herpes zoster lokalisata (dan jarang pada herpes simplek) dengan distribusi yang
sesuai dengan dermatome. Nevus epidermal (nevus unius lateris) dapat memiliki pola linier
yang menyolok sepanjang seluruh ekstremitas. Nervus ini, dan juga beberapa nevoid lain
serta penyakit-penyakit kulit yang didapat, akan mengikuti sesuai garis Blaschko yang tidak
sesuai dengan struktur saraf atau vaskuler yang ada pada kulit. Lesi-lesi dermatosis
faktisium yang meliputi ulkus, atrofi, jaringan parut, atau ketiganya, sering terjadi dengan
pola linier. Skleroderma linier dapat dikenali dari pita-pita indurasi atau atrofinya yang
berjalan sepanjang ekstremitas atas atau bawah atau sepanjang garis tengah dari dahi
(Coup de sabre).
Lesi anuler & arciformis serta susunan anuler & arciformis
Pada Sebagian besar eritema akuta yang ada hubungannya dengan peradangan,
makulanya berbentuk bulat atau lonjong; Siemens menjelaskan hal ini berdasarkan
penyediaan darah, dan menerangkan bahwa setiap bercak eritematosa mewakili area
dengan penyediaan (“supply’) darah langsung dari masing-masing arteriole. Lesi anuler
(Bahasa latin annulus berarti cincin) (gambar 4-17b) dapat timbul jika proses patologik
pada lesi yang bulat menyebar secara perifer dan menetap pada bagian tengah atau jika
lesi-lesi tunggal memiliki susunan berbentuk cincin. Bentuk yang khusus dan penting dari
lesi-lesi anuler yaitu iris atau lesi mata sapi, terdiri dari makula atau papula anuler
eritematosa dengan bagian tengah papuler atau vesikuler, keunguan atau gelap. Lesi bentuk
iris merupakan ciri khas sindroma eritema multiforme, kata anuler dan bulat tidak dapat
dipakai secara bergantian; lesi anuler memiliki bagian tengah yang jernih atau berbeda,
sedangkan yang bulat tidak. Numuler (bentuk uang logam) dan diskoid (seperti piringan)
dipakai untuk menggambarkan lesi dengan bentuk bulat yang jelas yang terjadi pada
eksema dan lupus eritematosus kutaneus.
Lesi-lesi anuler berbentuk makuler atau sedikit meninggi terjadi pada eritema
marginatum dan bentuk-bentuk eritema yang lain, erupsi obat, mikosis profunda, sifilis
sekunder atau lupus eritematosus. Lesi anuler dengan skuama menunjukkan pityriasis rosea,
dermatofitosis, psoriasis atau dermatitis seboroik. Papul-papul tunggal pada psoriasis
sering timbul dengan susunan anuler, polisiklik, atau arciformis (gambar 4-17b). Lupus
vulgaris, sarcoid, granuloma anulare, mikosis fungoides, dan sifilis tersier dapat berbentuk
papul atau nodul dengan pola anuler atau arciformis. Sebagai pedoman (aturan), lesi sifilis
tersier tersusun sebagai cincin yang patah atau tidak utuh. Sifilis sekunder, eritema
multiforme, liken planus, urticaria, lupus eritematosus, dermatofitosis, lube borreliosis
(eritema migran), atau bentuk eritema dapat memicu papul- papul anuler.
Susunan lesi serpiginosa (seperti ular) dapat dilihat pada urtika dari "creeping
eruptions" (larva migran), dan pada papul-papul serta nodul sifilis lanjut dan lupus vulgaris.
Lesi lesi berkelompok
Papul-papul, urtika, nodul dan vesikel dapat timbul secara berkelompok . Pengelompokan ini memiliki arti diagnostik yang kecil; kecuali jika memiliki suatu
pola tertentu. Kelompok vesikel dapat timbul di mana saja pada permukaan kulit, dan
susunan ini sangat khas pada herpes simpleks dan herpes zoster, yang disebut
herpetiformis. jika vesikel atau bulla herpes zoster timbul dengan pola seperti pita
yang sesuai dengan dermatome, susunan ini dinamakan zosteriformis. Susunan
zosteriformis dari nodul-nodul kutaneus kadang-kadang dapat dilihat pada karsinoma
payudara yang metastase. Keadaan nevoid seperti nevus melanositik atau nevus epidermal
(iktiosis Hystrix) dapat pula timbul dengan pola zosteriformis.
Korimbiformis menunjukkan suatu susunan berkelompok yang terdiri dari lesi yang
berkelompok pada bagian tengah, dan disekitarnya tersebar lesi yang sendiri-sendiri.
Gambaran ini mengingatkan kita kepada suatu kelompok berbentuk bunga, dan dapat
ditemukan pada veruka vulgaris. Lesi-lesi yang berkelompok dan tidak memiliki pola
tertentu dapat dilihat pada veruka' plana, liken planus, urtikaria, gigitan serangga
(seringkali terdiri dari tiga kelompok), leiomioma, dan limfangioma sirkumskripta.
Susunan retikuler
Pola yang mirip jala, renda atau retiformis (bahasa Latin reticulum memiliki
arti jala kecil) didapatkan pada beberapa keadaan, contoh prototip nya adalah livedo
retikularis. Susunan retikuler seperti itu dapat pula terjadi pada kutis marmorata dan
eritema ab igne. Lesi-lesi tunggal dapat pula memiliki unsur retikuler atau seperti renda
ini , dan sebagai contoh adalah garis Wiickham pada liken planus.
DISTRIBUSI DARI LESI-LESI
Meskipun beberapa erupsi kulit dapat dikenali dari pola distribusi nya, namun macam
dan bentuk lesi, seperti yang telah diterangkan, merupakan kriteria yang lebih dapat
dipercaya dalam suatu diagnosa . Berhubung macam, bentuk, dan susunan lesi, serta susunan
lesi pada pola distribusinya merupakan unsur yang penting dalam diagnosa dermatologik,
seorang dokter penting untuk mengenal beberapa pola distribusi yang lebih khas yang
dikemukakan dalam diskusi mengenai penyakit-penyakit individual dalam artikel ini.
Penyakit kulit dapat diklasifikasikan menjadi lokalisata (terisolir), regional, atau
generalisata; istilah (universalis) menunjukkan adanya serangan pada seluruh kulit, rambut
dan kuku.
Sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan kulit, seorang dokter harus
memperhatikan penderita yang tidak mengenakan pakaian pada jarak tertentu. sesudah
memperhatikan seluruh permukaan kulit dan melakukan inspeksi tentang macam dan bentuk
lesi dari dekat, kemudian dapat dipertimbangkan pola distribusinya. Sebagai contoh, plakat
eksematosa diskoides pada bagian posterior dan anterior paha, jika dilihat dari jauh,
lebih dapat dihubungkan dengan lokasi terjadinya kontak dengan ikatan elastik pada kaos
kaki yang mengandung nikel. Dengan petunjuk ini, dapat diketahui pula tempat tempat
eksematosa lainnya, yaitu di bagian bawah tali jam dari logam, di bawah anting-anting logam
pada daun telinga, dan pada tempat di mana kalung menyentuh kulit leher.
jika erupsi timbul dengan distribusi bilateral dan simetris, penyebabnya sering kali
adalah endogen atau sistemik. Pola ini menunjukkan adanya penyebaran hematogen dari
stimulus-stimulus patologik dan paling sering merupakan petunjuk dari suatu reaksi
hipersensitivitas (misalnya sesitisasi obat, dan vaskulitis alergikal), viral eksantem, dan
penyakit kulit lainnya seperti psoriasis, eksema atopic, dermatitik herpetiformis.
Pada kebanyakan kasus, alasan pengelompokan lesi kulit pada area tertentu tidak
diketahui. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat memberi penjelasan mengenai
tempat-tempat predileksi. Penyakit-penyakit yang disebabkan atau yang diperburuk oleh
pajanan sinar matahari terlokalisir pada area terpajan, seperti misalnya bagian dorsal
dari tangan dan lengan, leher dan wajah. area pada wajah yang biasanya terkena meliputi
kulit pada bagian atas kelopak mata, dan kulit kepala yang tertutup rambut. Lupus
eritematosus kutaneus (diskoid) dan sistemik terutama terlokalisisr pada area terpajan,
tetapi dapat pula timbul pada area -area yang benar-benar terlindung dari cahaya,
seperti kulit kepala yang tertutup rambut, kuping, mulut dan kaki.
menunjukkan ciri khas tempat yang terkena pada beberapa penyakit.
Tempat-tempat di mana terjadi trauma yang kecil dan berulang serta tempat-tempat
di mana kulit saling bergesekan berperan dalam distribusi lesi epidermolisis bulosa dan
beberapa lesi vitiligo dan psoriasis. Gabungan trauma dan pajanan sinar matahari
berpengaruh terhadap kerapuhan kulit dan bula pada punggung tangan serta wajah pada
porfiria kutanea tarda.
Hidradenitis supuratifa terdiri dari abses abses kelenjar keringat apokrin dan karena
itu terbatas pada ada aksila, papila mamae (pada wanita) dan area anogenital.
Rosasea biasanya terbatas pada area wajah, dan faktor-faktor yang dapat
menginduksi memerahnya wajah ("blushing") diperkirakan merupakan faktor pencetus, yang
meliputi minuman alkohol, bumbu-bumbu tertentu yang pedas, minuman panas, dan mungkin
pula stress emosional.
Kandidiasis (moniliasis) terutama pada area kulit yang hangat dan lembab (aksiler,
infra mamma, regio inguinalis, celah intergluteal, area vagina, dan mulut). Candida albikan
merupakan flora residen yang sering ditemukan pada traktus gastrointestinal dan dapat
mencapai beberapa dari tempat ini melalui kontak langsung.
Herpes zoster timbul dengan pola dermatome karena virus yang bergerak sepanjang
saraf sensoris ke kulit.
Beberapa lesi juga ada kaitannya dengan muara kelenjar, seperti keratosis folikularis
pada keratosis pilaris, pitiriasis rubra pilaris, dan defisiensi vitamin A. ditemukan pula pola
lesi folikuler seperti pada akne, liken planopilaris, psoriasis, beberapa dari erupsi obat,
infeksi jamur (terutama Trihophyton rubrum dan T.verrucosum), berbagai bentuk folikulitis
bacterial dan beberapa kasus eksema atopik.
Pada waktu dilakukan penelitian mengenai pola distribusi dermatosis, adalah tepat
untuk menilai kembali riwayat penyakit, pekerjaan, berbagai bentuk pajanan (misalnya
terhadap cahaya, alergen-alergen baik yang kontaktan maupun yang “airborne”), dan riwayat
minum obat.
l
Perubahan warna penting dalam menegakkan diagnosa dermatologik, tetapi masih
banyak hal yang lebih penting seperti macam, bentuk, susunan dan distribusi lesi dalam
penegakkan diagnosa dermatologik. Pada lesi-lesi tertentu, warna dan variasinya mungkin
menjadi hal yang terpenting, seperti misalnya pada cara mengenal pola pigmentasi yang
bermacam-macam pada melanoma maligna. Pembahasan mengenai perubahan warna patologik
pada berikut ini akan lebih dijelaskan terutama yang terdapat pada kulit putih. Beberapa
diantaranya telah dimodifikasi agar lebih mudah. Jika tidak,menjadi bertambah sulit untuk
dapat mendeteksi perubahan warna patologik pada kulit berwarna kuning, coklat, atau
hitam.
Warna kulit coklat diakibatkan oleh meningkatnya pigmentasi melanin epidermal atau
karena peningkatan hemosiderin dermal seperti pada dermatosis stasis dan
hemokromatosis. Erupsi obat menetap (“fixed drug eruption”) memiliki warna coklat
gelap yang khas dan ada hubungannya dengan melanofag. Warna coklat pada diaskopi
merupakan akibat dari infiltrat seluler yang disebabkan oleh peradangan kronik seperti
pada lupus vulgaris.
Sel-sel skuamosa yang mengalami keratinisasi dapat berwarna hitam kehijauan kotor
seperti pada dermatosis iktiosiformis (iktiosis dan penyakit Darier). Penyebab dari
perubahan warna ini tidak dapat diketahui, tetapi diperkirakan akibat oksidasi dari keratin.
Warna kuning menunjukkan adanya lipid pada lesi kulit seperti pada xantoma (oranye
kekuningan), atau pigmen empedu (hijau kekuningan) pada dermis seperti pada icterus.
Warna kuning juga didapatkan sesudah minum obat tertentu, terutama atabrine.
Warna oranye seringkali menunjukkan adanya timbunan karoten pada dermis dan
terlihat paling jelas pada tempat-tempat dengan keratinisasi hebat seperti telapak tangan
dan kaki. Karotenemia dapat disebabkan oleh diet atau penyakit seperti miksedema,
diabetes melitus, hipopituitari.
Warna merah keunguan dapat merupakan akibat dari ekstravasasi darah pada dermis.
jika warna tidak menghilang pada diaskopi dinamakan purpura; eritema disebabkan oleh
vasodilitasi dan menghilang dengan penekanan. Misalnya, liken planus memiliki warna
keunguan seperti juga sarkoma kaposi.
Pigmen pada dermis memberi warna biru, biru hitam, abu-abu atau coklat-keabuan;
warna abu-abu "gun-metal" adalah warna khas yang ditemukan pada infark kutaneus seperti
pada meningokoksemia.
Warna kulit biru (ceruloderma), termasuk didalamnya pigmentasi melanin dermal pada
bercak mongolian dan nevus Ota, dan juga ceruloderma akibat pemberian oral, suntikan atau
topikal beberapa obat-obatan eksogen atau bahan kimia, seperti amiodarone, atabrine,
bismuth, klorokuin, emas, besi tembaga minosiklin, merkuri, dan perak.
Eritema yang disebabkan oleh vasodilatasi dapat berwarna merah atau merah-
kebiruan dan menunjukkan adanya peningkatan jumlah darah pada dermis atau hiperemia
yang disebabkan oleh peradangan atau perubahan fisiologik pada pembuluh darah (seperti
pada urtikaria).
Warna merah atau merah-kebiruan berhubungan dengan jumlah oksihemoglobin yang
ada. jika darah mengandung 5 gr/dL atau lebih reduksi hemoglobin,maka warna biru
pada kulit akan menonjol. Perubahan dari warna ini disebut sianosis. jika kadar
hemoglobin sangat berkurang seperti pada anemia,kulit tampak pucat,terutama pada wajah
dan dasar kuku ("nail bed"). Pada peradangan yang akut, eritema akan berwarna merah
terang, tetapi pada peradangan yang kronik seperti sarkoidosis atau lupus vulgaris,eritema
akan berwarna merah kusam.Warna eritema yang merah pada lesi lupus eritematosus dan
psoriasis bukan merupakan vasodilatasi tetapi menunjukan adanya telangiektasis yang
sangat banyak pada dermis dan bukan hanya vasodilatasi. Pembuluh darah telangiektatik
yang halus ini dapat dilihat dengan mengusapkan minyak mineral pada kulit dan melihatnya
dengan lensa tangan (7 x).
ABNORMALITAS FISIOLOGIK
Beberapa kelainan kulit yang paling sering terjadi dalam dermatologi pada dasarnya
adalah merupakan abnormalitas fungsional dari kulit.
Kekeringan
Mungkin, perubahan fungsional yang paling sering adalah kekeringan, atau asteatosis,
yang dapat merupakan akibat dari hilangnya lipid permukaan atau hilangnya kelembaban
akibat mengurangnya kelembaban pada ruang yang dipanaskan selama musim dingin.
Seborrhea
Produksi sebum yang berlebihan sering ditemukan pada penderita penyakit Parkinson,
tetapi dapat pula ditemukan pada orang-orang yang sehat.
Hiperhidrosis dan Anhidrosis
Orang-orang tertentu memproduksi secara berlebihan jumlah keringat ekrin,
terutama pada telapak tangan dan kaki. Hal ini dapat terjadi walaupun tidak ada
panas/demam, olahraga, atau panas yang berlebihan dan secara social dapat merupakan
keluhan kecacatan. Hiperhidrosis dapat pula merupakan bagian dari gambaran ketidak
stabilan autonomik pada sindroma Riller-Day. Anhidrosis tanpa adanya penyakit kulit yang
jelas dapat dikaitkan dengan hipotiroidisme, dehidrasi, dan luka bakar matahari (“heat
stroke”) ; dan juga dapat terjadi pada gangguan system saraf seperti lesi hipotalamus,
sklerosis multipel dan siringomielia, serta pada diabetes melitus dengan neuropati perifer.
Pada iktiosis, anhidrosis merupakan akibat dari menurunnya jumlah kelenjar keringat pada
kulit.
Pruritas
Rasa gatal dapat merupakan gejala cardinal yang memiliki kepentingan dalam
penegakkan diagnosa medis pada umumnya, seperti dapat menjadi tanda yang paling dini
untuk penyakit Hodgkin, karsinoma yang tersembunyi dan sirosis biliaris primer. Rasa gatal
juga merupakan gambaran yang penting pada kelainan-kelainan dermatologik seperti eksema
atopik, dermatitis herpetiformis dan seringkali psoriasis. Disamping itu, rasa gatal yang
berat dapat terjadi sebagai akibat dari kekeringan pada kulit.
PROSEDUR-PROSEDUR LABORATORIK DAN INSTRUMENTAL DALAM diagnosa
DERMATOLOGIK
Alat bantu diagnosa Dermatologik: Klinis, Instrumental, dan Laboratorik.
Pembesaran: Untuk dapat menilai permukaan kulit secara kritis dan mendeteksi detail
morfologik lesi-lesi kulit, perlu dipakai lensa pembesar (sebaiknya 7x); juga didapatkan
gambaran yang lebih baik sesudah diberikan setetes minyak mineral pada lesi. pemakaian
lensa pembesar terutama membantu dalam diagnosa lupus eritematosus (“follicular
plugging” dan atrofi),
Liken planus (garis Wickham), karsinoma sel basal (telangiektasis yang halus dan
bening), dan melanoma maligna dini (perubahan yang halus (tidak jelas ) pada warna,
terutama abu-abu, abu-abu kebiruan, atau biru). Alat pembesar yang di pegang dengan
tangan dan memakai pencahayaan yang “build-in” serta pembesaran 10x sampai 30x kini
telah tersedia dan dipakai dengan setetes minyak. Dengan memakai alat optic yang
kecil ini atau mikroskop binokuler yang lebih besar, teknik ini disebut epiluminescence
microscopy (ELM), dan alat ini membantu dalam membedakan neoplasma berpigmen yang
ganas dan jinak.
Penyinaran oblique pada permukaan kulit yang dilakukan dalam ruang gelap, sering
dibutuhkan untuk melihat adanya elevasi atau depresi ringan, dan ini berguna dalam
visualisasi konfigurasi permukaan lesi, dan dalam memperkirakan luas lesi. Penyinaran
semacam ini sekarang sudah jarang dipakai .Penyinaran yang sedikit pada ruangan akan
memperjelas perbedaan antara lesi-lesi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang berbatas
tengah (merah atau coklat) dengan kulit normal. Ini merupakan cara yang berguna dan harus
lebih sering dipakai ,serta sering kali dikombinasikan dengan penyinaran oblique
Lampu Wood (sinar ultra violet gelombang panjang, sinar "hitam") penting untuk
diagnosa klinis penyakit-penyakit kulit dan rambut tertentu serta porfiria. Radiasi ultra
violet gelombang panjang didapatkan dengan memasang lampu merkuri bertekanan tinggi
dan filter khusus yang terbuat dari nikel oksida silika (filter wood); filter ini bersifat opak
terhadap semua cahaya kecuali panjang gelombang antar 320-400 nm. jika memakai
lampu wood ,penting bagi pemeriksa untuk beradaptasi dengan gelap untuk dapat melihat
perbedaan dengan jelas. jika gelombang ultra violet yang dikeluarkan oleh lampu wood
(350nm) mengenai kulit, terjadi fluoresensi yang dapat dilihat. Lampu wood terutama
berguna untuk mendeteksi fluoresensi dermatofitosis (Microsporum) pada batang rambut
(hijau) dan pada eritrasma (merah bata). Perkiraan diagnosa porfiria didapatkan jika
terjadi fluoresensi merah-merah jambu pada urin yang terlihat dengan lampu Wood, dengan
penambahan asam hidroklorida encer, yang mengubah porfirinogen menjadi porfirin,
memperjelas fluoresensi. Lampu wood juga membantu perkiraan variasi yang ada pada lesi-
lesi "putih" pada warna kulit normal, kulit berwarna dan terutama pada orang-orang berkulit
terang; misalnya lesi-lesi makula hipomelanotik pada tubulosklerosis dan tinea versikolor
tidak seputih makula pada vitiligo yang amelanotiknya khas. Hipermelanosis yang berbatas
tegas seperti pada efelid dan melasma, lebih jelas terlihat dengan lampu wood, dan pada
lentigo melanoma maligna serta melanoma akrolentiginosa, lampu wood dapat dipakai
untuk mendeteksi luas lesi secara keseluruhan untuk membantu eksisi total.
Melanin pada dermis seperti pada bercak Mongolian pada sakrum, tidak jelas dengan
lampu wood. Karena itu dengan memakai lampu wood dapat dilokalisir tempat melanin
(epidermal atau dermal); fenomena ini tidak jelas pada penderita berkulit coklat atau
hitam. Tehniknya adalah sebagai berikut: penggolongan derajat pigmentasi (minimal, sedang,
hebat) didapat dengan sinar kasat mata dan dibandingkan dengan penggolongan derajat
perubahan warna jika diperiksa dengan lampu wood. Pada pigmentasi melanin epidermal,
derajat pigmentasinya meningkat dari minimal sampai hebat, tetapi melanin dermal memiliki
kadar pigmen yang sama baik pada cahaya kasat mata dan penyinaran lampu wood.
Diaskopi terdiri dari penekanan yang kuat dari dua kaca mikroskop pada permukaan
lesi kulit. Pemeriksa akan dapat melihat bahwa cara ini memiliki nilai istimewa dalam
menentukan apakah warna merah dari makula atau papula disebabkan oleh dilatasi kapiler
(eritema) atau karena ekstravasasi darah (purpura). Diaskopi juga berguna untuk
mendeteksi warna coklat kekuningan dari hialin pada papul atau nodul sarkoidosis,
tuberkulosis kulit, limfoma dan granuloma anulare.
TES-TES KLINIS
Tanda Dimple (lesung pipit), adalah suatu cara untuk membedakan dematofibroma
(jinak, keras, lesi-lesi noduler yang sering berpigmen) dari melanoma maligna. Pemberian
penekanan lateral dengan ibu jari dan telunjuk memicu terbentuknya lesung pipit
(dimple) pada dermatofibroma, sedangkan melanoma dan nevus melanositik menonjol diatas
bidang dasar (menjadi menonjol) seperti juga kulit normal jika cara ini dilakukan.
Tanda Nikolsky adalah adanya pelepasan seperti lembaran dari epidermis (gambar 4-
19) dengan tarikan ringan yang dapat ditemukan pada berbagai penyakit, seperti pemfigus
vulgaris serta nekrolisis epidermal toksika.
Pemutihan dengan asam (acetowhitening) memudahkan deteksi kondiloma penis
subklinis. 90-100% pasangan pria dari wanita yang terinfeksi virus papilloma humanus (VPH)
juga terkena infeksi. Kain kasa yang di celup/dibasahi dengan 5% asam asetat (cuka putih)
dibalut sekitar penis. sesudah 5-10 menit penis diperiksa dengan kolposkopi atau lensa
tangan dengan pembesaran 10x. konsiloma akan tampak berupa papul-papul kecil berwarna
putih.
Tanda Darier adalah timbulnya ruam urtika pada lesi urtikaria pigmentosa (makula
coklat atau papul yang agak meninggi) sesudah digosok dengan ujung pena yang bulat
(tumpul). Ruam, yang terbatas pada tepi lesi yang timbul selama 5-10 menit.
Tanda Auspitz adalah timbulnya bintik-bintik kecil darah pada ujung dari kapiler yang
pecah jika skuama secara paksa diangkat dari plakat psoriatik.
Tes Patch dipakai untuk mengetahui dan mencatat diagnosa sentisisasi kontak
alergi dan mengetahui agen penyebabnya. Tes ini juga berguna sebagai prosedur skrining
pada beberapa penderita dengan erupsi eksematosa yang kronis atau yang jarang (misalnya
dermatosis tangan dan kaki). Tes ini merupakan cara yang unik untuk mengetahui reproduksi
penyakit secara in vivo dalam proporsi yang kecil, karena sensitisasi mempengaruhi seluruh
kulit dan sebab itu dapat diperoleh dari setiap bagian kulit. Tes patch ini lebih mudah dan
lebih aman dari pada “use test” dengan alergen-alergen yang ditanyakan, karena macam-
macam tes dapat dipakai dalam konsentrasi rendah pada area kulit yang sempit untuk
waktu yang pendek. Lihat “textbook” mengenai dermatitis kontak untuk mengetahui daftar
antigen yang komplit yang dipakai pada tes patch.
Tes Photopatch merupakan kombinasi tes patch dan radiasi ultraviolet pada tempat
tes dan dipakai untuk mendeteksi fotoalergi.
Tes Foto (Phototesting) dilakukan untuk menentukan sensitifitas penderita terhadap
berbagai panjang gelombang dari radiasi ultraviolet. Tes ini berguna dalam diagnosa
fotosensitifitas tertentu.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SKUAMA, KRUSTA, SERUM DAN RAMBUT
Pewarnaan Gram dan kultur dari eksudat harus dilakukan pada lesi-lesi yang dicurigai
sebagai infeksi bakteri atau yeast (Candida albican). Ulkus dan nodul membutuhkan biopsi
skalpel dimana diperoleh jaringan yang mengandung seluruh tiga lapis kulit; spesimen biopsi
kemudian dicincang dalam mortar steril dan kemudian jaringan di kultur untuk mengetahui
bakteri (termasuk mikobakteri tipikal dan atipikal) serta jamur.
Pemeriksaan mikroskop untuk miselium harus dilakukan dari atap vesikel atau dari
skuama (tepi yang sedang tumbuh lebih disukai) atau dari rambut dan kuku. Jaringan
dibersihkan dengan KOH 10% (KOH 20% untuk kuku) dan dihangatkan secara perlahan.
Kultur jamur dengan media Sabouraud atau lainnya harus dilakukan secara tepat.
Pemeriksaan mikroskopis sel-sel yang didapat dari dasar vesikel dan bula (tes Tzanck)
dapat memperlihatkan sel epitelial raksasa dan sel raksasa berinti banyak [mengandung 10-
12 nukleus] pada herpes simplek, herpes zoster dan varisella. Material yang berasal dari
dasar vesikel diperoleh dengan kuretase secara pelan dengan skalpel (jangan menimbulkan
perdarahan) dioleskan pada gelas obyek, dilakukan pengecatan dengan Giemsa (Gambar 4-
20) atau pengecatan Wright, dan diperiksa untuk melihat adanya sel epitelial raksasa, yang
merupakan tanda diagnostik. Kultur herpes simplek kini mudah dan cepat diperoleh dan
lebih spesifik dari tes Tzank. Pada “staphylococcal scalded skin syndrome”, ditemukan sel-sel
epitelial yang luas tanpa sel-sel peradangan; pada nekrolisis epidermal toksik, ditemukan
sel-sel kuboid dengan perbandingan nuklear yang lebih tinggi dari Sitoplasmik dan disertai
sel-sel peradangan.
105
Gambar 4-20. Preparat Tzank menunjukkan adanya sel epidermal raksasa berinti banyak
(pwarnaan Giemsa).
Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition
diagnosa pada skabies biasanya segera dipertimbangkan pada penderita dengan
pruritus generalisata yang sukar diatasi dan adanya papul-papul serta ekskoriasi dengan
lokasi distribusi yang khas. Lokasi distribusi biasa terdapat bagian fleksor pergelangan
tangan, pada sela jari, pantat dan genitalia. diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya
tungau, telur, atau fesesnya pada kerokan kulit yang diambil dari papul atau terowongan
(burrow). Terowongan (burrow), suatu lesi yang unik, adalah peninggian kulit yang
serpiginosa atau linear pada kulit berupa tonjolan dengan panjang 0,5-1 cm. Ini ditemukan
pada permukaan anterior pergelangan tangan, sela jari, tepi ulnar dari tangan dan kadang-
kadang pada kaki penderita anak-anak. Jika tidak terdapat terowongan, pilihlah salah satu
papul. Teknik dengan minyak mineral sangat baik untuk mengisolasi tungau. Dengan
memakai pisau skalpel steril yang sudah diberi setetes minyak mineral steril, oleskan
minyak pada permukaan terowongan atau papul. Kerok papul atau terowongan secara kuat
(sebanyak lebih kurang 6 kali) untuk mengangkat seluruh bagian atau papul, kemudian akan
tampak bintik-bintik pendarahan yang kecil pada minyak ini . Pindahkan minyak pada
gelas penutup dan diperiksa apakah ada tungau, telur atau feses. Tungau memiliki ukuran
0,2 - 0,4 mm dan memiliki 4 pasang kaki
Pemeriksaan medan gelap serum dari ulkus pada genitalis laki-laki atau wanita
(terutama penis, anus, vulva, dan cervix) penting untuk menemukan treponema nonpatogen
yang pada dasarnya tidak dapat dibedakan dari Treponema pallidum. Pemeriksaan medan
gelap pada material yang diperoleh dari rongga mulut, tidak berarti karena adanya
Treponema nonpatogen yang pada dasarnya tidak dapat dibedakan dari T. pallidum. Pada
keadaan ini serta sesudah pengobatan ulkus dengan antibiotik topikal, dilakukan
106
pemeriksaan medan gelap dari aspirasi kelenjar limfe. (tes serologik untuk sifilis
merupakan keharusan bagi seluruh penderita dengan dengan erupsi skuama dan eritematosa
generalisata, termasuk pada hampir semua penderita dengan perkiraan diagnosa pitiriasis
rosea).
Mencabut rambut untuk penilaian alopesia. Mencabut rambut berguna dalam
penilaian alopesia, dan terutama berguna dalam menentukan apakah telogen efluvium adalah
penyebab kerontokan rambut atau tidak. Sejumlah 20-30 rambut dicabut dengan cepat
dengan arah dari tempat rambut keluar dari kulit kepala, memakai penjepit jarum
(needle holder) yang dimodifikasi, yang bagian mulutnya sudah ditutup dengan karet atau
plastik. Pada kulit kepala dewasa muda normal, setidaknya 80% folikel berada pada fase
anagen dari siklus rambut; terdapat beberapa variasi pada tempat, umur dan waktu.
Pengecatan khusus seperti DACA mungkin berguna dalam membedakan rambut anagen dari
telogen.
Biopsi Kulit
Biopsi kulit merupakan suatu tehnik diagnostik yang baik karena kulit mudah untuk
didapatkan dan karena terdapat beberapa tehnik yang dapat dipakai untuk mempelajari
spesimen yang telah dibiopsi, seperti imunofluoresensi, mikroskop elektron dan reaksi
rantai polimerase (PCR). Pada berbagai keadaan, mengetahui hubungan antara gambaran
klinik dan histologik adalah merupakan keharusan, karena diagnosa histologik, terutama
pada penyakit peradangan noninfeksi mungkin tidak spesifik. Aturan umum yang baik adalah
jika temuan histopatologik dan klinik tidak sesuai, berpeganglah pada diagnosa klinik,
lakukan biopsi kembali, dan periksalah penderita kembali sesudah beberapa hari atau
minggu. Pemilihan tempat biopsi merupakan hal yang penting dan terutama didasarkan pada
stadium dari erupsinya. Suatu lesi yang dini (awal) biasanya lebih khas pada erupsi
vesikulobulosa dimana umur lesi harus tidak lebih dari 24 jam. Pada semua erupsi yang lain,
lesi yang umurnya lebih tua dan sudah muncul semua, seringkali lebih khas. Mungkin
diperlukan lebih dari satu biopsi, terutama jika erupsi bersifat polimorf.
Tehnik yang biasa dilakukan untuk biopsi diagnostik memakai anestesi lokal adalah
dengan memakai "punch" berukuran 4 mm; yaitu suatu pisau kecil berbentuk seperti
tabung, dengan gerakan memutar antara ibu jari dan jari telunjuk, pisau yang berbentuk
tabung ini kemudian akan memotong melalui epidermis, dermis, dan jaringan subkutan;
spesimen biopsi kemudian "diapungkan" dan bagian dasar dipotong dengan gunting atau
dipindahkan dengan perlahan memakai jarum yang menembus spesimen. jika
dilakukan eksisi elliptikal yang kecil, spesimen harus ditempatkan pada kertas filter
sebelum difiksasi untuk mencegah menjadi menggulung. Jika imunofluoresensi merupakan
indikasi (seperti pada berbagai penyakit bulosa dan lupus eritematosus), dibutuhkan tehnik
khusus dan harus dikonsultasikan pada laboratorium. Untuk nodul dan tumor, dan terutama
nodul pada kaki, biopsi skalpel "large wedge" harus dilakukan dengan eksisi, termasuk
jaringan subkutan. Lebih dari itu, seluruh nodul-nodul peradangan yang dicurigai sebagai
granuloma infeksiosa, harus dilakukan biopsi; dimana setengahnya untuk histologi, dan
setengah yang lain dikirimkan dalam tempat yang steril untuk kultur bakteri dan jamur
memakai pemotong jaringan. Spesimen untuk pemeriksaan mikroskop biasa harus
segera difiksasi dalam akua formalin 10%. Kesimpulan khusus yang singkat namun terinci
mengenai riwayat klinis harus menyertakan spesimen. Biopsi merupakan indikasi pada
seluruh lesi yang dicurigai sebagai neoplasma, pada seluruh penyakit bulosa yang
memakai imunofluoresensi secara simultan, dan pada seluruh kelainan dermatologik
dimana diagnosa khususnya tidak mungkin hanya dengan pemeriksaan klinis saja.
Imunofluoresensi
Banyak diagnostik kelainan imunologik kulit dapat ditunjukkan dengan tehnik-tehnik
imunofluoresensi. Deteksi kelainan-kelainan ini telah dibuktikan paling bernilai untuk meng-
evaluasi penyakit-penyakit jaringan ikat dan bulosa. Antibodi-antibodi terhadap antigen
epidermal, baik yang terdapat pada kulit (fixed) ataupun dalam sirkulasi, seperti juga
komplemen dan/atau deposit fibrin pada epidermis dan filter "barrier" yang tepat.
Mikroskop harus dilengkapi dengan kamera untuk membuat data permanen dari pewarnaan
yang dilakukan.
Tehnik-tetnik imunof1luoresensi dan imunoperoksidase dengan memakai antibodi
monoklonal atau monospesifik, merupakan suatu alat bantu baru yang sangat berguna dalam
diagnosa penyakit kulit. Sebagai contoh, petanda sel T spesifik memungkinkan suatu
diagnosa pasti dari limfoma sel T kutaneus (mikosis fungoides). Adanya antibodi
monospesifik terhadap berbagai komponen seluler atau produk-produknya, seperti keratin,
vimentin, desmin dan serabut-serabut glia dapat membantu untuk membedakan berbagai
bentuk tumor.
"Immunofluorescence antigenic mapping" sangat membantu dalam diagnosa penyakit-
penyakit bulosa dan mempercepat pemahaman kita mengenai zona membrana basalis dan
taut dermal-epidermal. Tehnik ini bahkan dapat dipakai dalam diagnosa antenatal.
Imunofluoresensi langsung dan tidak langsung yang memakai preparat "split skin" dapat
dipakai untuk membuat suatu perbedaan yang sulit antara proses-proses penyakit
seperti pemfigoid bulosa dan epidermolisis bulosa akuisita. Analisa-analisa imuno -
presipitasi dan imuno blot (Western blot) juga telah semakin banyak dipakai dalam
dermatologi sebagaimana juga reaksi rantai polimerase.
MIKROSKOP ELEKTRON.
Mikroskop elektron dapat membantu dalam diagnosa pasti penyakit-penyakit kulit
yang semakin bertambah jumlahnya. Disamping peranannya yang telah ada dalam diagnosa
bermacam-maacam neoplasma yang berdiferensiasi jelek, yang beberapa diantaranya dapat
bermetastase ke kulit, mikroskop elektron berguna juga dalam membedakan macam-macam
bentuk epidermolisis bulosa, tumor-tumor adneksa tertentu, infiltrasi limfonistiositik
tertentu dan berbagai penyakit yang lain. Adanya melanosom atau prekursor melanosom
dapat membantu menegakkan diagnosa melanoma maligna. Adanya Melanosom raksasa
(makro globulus melanin) dapat menyokong diagnosa neurofibromatosis. Dibutuhkan
jaringan yang sangat sedikit, yang dapat berupa bagian dari biopsy “punch”. Dibutuhkan
fiksasi khusus dan langsung untuk mempertahankan secara optimal gambaran-gambaran
ultra. Struktur dan hal ini dapat diatur dengan bagian patologi.
RINGKASAN PENDEKATAN diagnosa BERDASARKAN MORFOLOGI LESI
diagnosa penyakit-penyakit dan pengenalan lesi-lesi kulit yang merupakan pertanda
penyakit dari sistim organ yang lain terutama didasarkan pada apa yang didapatkan secara
visual dari kulit dengan inspeksi yang dibantu dengan palpasi, riwayat penyakit secara umum,
pemeriksaan fisik dan bermacam-macam tes seperti contohnya biopsi. Inspeksi harus
meliputi pemeriksaan yang dilakukan dengan cahaya reguler, lampu wood (jika
diperlukan), dan penyinaran oblique untuk mengetahui adanya lesi dengan peninggian ringan.
Ukuran, bentuk, susunan, warna, sifat tepi lesi dan konfigurasi permukaan lesi haruslah
ditentukan. Palpasi lesi meliputi perkiraan kedalamannya dan perletakan dengan jaringan
dibawahnya, lunak atau keras, dan apakah tepinya ter-“infiltrasi”, yaitu suatu istilah yang
dipakai untuk menggambarkan suatu sensasi tahanan antara lunak dan keras serta
merupakan petunjuk adanya infiltrasi seluler seperti pada mikosis fungoides. Akhirnya,
harus dilakukan garukan pada permukaan lesi untuk menentukan adanya deskuamasi jika
tidak terlihat.
Langkah terpenting dari suatu pendekatan diagnosa adalah kearifan dalam
mengartikan petunjuk-petunjuk diagnostik dalam pemeriksaan fisik dari kulit. Riwayat
penyakit (seperti yang disebutkan terdahulu) seringkali kurang penting dibanding pada
penyakit dalam, tetapi tidak dapat diabaikan, dan seringkali diperoleh selama atau sesudah
pemeriksaan fisik awal dibandingkan sesudah nya. Dua kasus penderita memberikan ilustrasi dari
aplikasi cara pendekatan ini.
Yang pertama adalah seorang wanita dangan usia 22 tahun dengan vesikel dan bula
yang tersebar dan awitan yang baru. Lesi vesikuler timbul pada bagian tengah dari papul
yang eritematus, yang memiliki bentuk irisformis: erupsi timbul secara generalisata,
simetris, dan mengenai membrana mukosa mulut, bagian dorsal tangan dan kaki serta
telapak tangan dan telapak kaki. Petunjuk klinis pada pemeriksaan fisik penderita ini
meliputi macam (tipe) lesi, vesikel yang timbul pada papul eritematus. Lesi memiliki bentuk
yang khas (irisformis). Erupsi memiliki distribusi generalisata dan pola distribusi yang
Khas (membrana mukosa, telapak tangam dan telapak kaki). diagnosa adalah eritema
multiforme bullosa, yang dibuat tanpa riwayat penyakit dan tanpa bantuan laboratorium.
Hanya etiologi yang kemudian harus ditentukan .
Penderita kedua adalah seorang laki-laki berusia 53 tahun, dengan nodul-nodul yang
jumlahnya dapat dihitung (12) pada bokong dan paha atas. Lesi berwarna merah tua dan
keras tetapi tidak memiliki bentuk atau susunan khusus dan terdapat pada regio bokong
serta paha atas. Biopsi dari salah satu nodul menegakkan diagnosa skabies, yang jarang
dengan bentuk hanya berupa nodul. Pada penderita ini diagnosa ditegakkan hanya dengan
biopsi kulit, yang merupakan indikasi untuk dilakukan pada semua nodul.
Karena kulit memiliki ekspresi morfologik yang terbatas maka jelaslah akan terdapat
pengumpulan dari satu macam atau lebih tipe-tipe lesi kulit, atau "pengelompokan yang
berarti secara klinis" dari lesi-lesi kulit, yang berlaku untuk faktor-faktor etiologik yang
sangat beraneka.
Karena itu, pola-pola reaksi klinis dan sindroma-sindroma (lihat Bab 5), memungkinkan
klasifikasi dari sebagian besar erupsi kulit kedalam suatu kategori yang terbatas untuk
diagnosa banding.
diagnosa banding dari kelainan kutansus dapat pula dipertimbangkan dari segi
etiologik, dan hal ini terutama seringkali dapat membantu dalam mengatur proses berfikir
yang diperlukan dalam pendekatan terhadap penderita. Tabel 4-3, berisi daftar faktor-
faktor etiologik penyakit-penyakit dermatologik dan menunjukkan beberapa point dengan
bermacam-macam faktor yang saling berhubungan.
Ahli dermatologi adalah seorang dokter yang dapat mendiagnosa suatu ruam. Mereka
dapat pula seorang ahli penyakit dalam, ahli biokimia atau ahli imunologi tetapi tidak berhak
menentukan diagnosa dermatologik karena tidak memenuhi persyaratan sebagai ahli
dermatologi. Hal yang sangat penting bagi seorang ahli dermatologi adalah mata yang secara
klinis terlatih untuk diagnosa morfologis. Mata yang diagnostik dapat dicapai hanya dengan
keterlibatan yang berulang kali dan tidak terputus dimana dokter ini dipaksa tidak
hanya untuk melihat tetapi juga memperhatikan ruam yang ada, sementara seorang spesialis
yang berpengalaman membantu menunjukkan jalannya. Kesalahan yang paling sering pada
suatu diagnosa dermatologis adalah lebih menganggap bahwa lesi merupakan ruam yang non
spesifik dibandingkan sebagai suatu lesi yang spesifik. Seperti yang terjadi pada penelitian
darah hapus, suatu kesan umum tidaklah cukup: aspek morfologis dari masing-masing sel
harus diperiksa dengan cermat dan diputuskan apakah normal atau abnormal. Seringkali
para dokter melakukan suatu pendekatan pada kulit secara cepat dan superfisial, yang tidak
akan mereka lakukan pada organ-organ lain yang diperiksa.
PETUNJUK DAN KESULITAN DALAM diagnosa DERMATOLOGI
1. Jangan membuang, tanpa mengirimkan sebagian untuk pemeriksaan histologi.
2. Jika temuan dermatopatologik tidak sesuai dengan diagnosa klinis, lakukan biopsi lain.
Jika tetap tidak sesuai ikuti petunjuk klinis (dengan hati-hati).
3. Pruritus generalisata yang lebih dari 1 bulan dan tanpa penyebab jelas memerlukan
pemeriksaan yang meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan kelenjar limfe (termasuk
kelenjar supra klavikuler), pemeriksaan laboratorium, foto toraks dan jika diperlukan
"imaging studies".
4. Nevus yang baru atau berubah harus dievaluasi secara hati-hati dan dieksisi untuk
diagnosa jika memiliki gambaran yang mencurigakan
5. Periksa seluruh kulit dan membrana mukosa jika memungkinkan dan selalu dilakukan
pada penderita dengan riwayat pribadi atau keluarga dengan melanoma atau nevus
multiple.
6. Pengobatan dapat memicu hampir semua jenis lesi dermatologik dan selalu
ditempatkan dalam daftar diagnosa yang mungkin.reaksi obat sering timbul secara tiba-
tiba dan biasanya dengan distribusi simetris.
7. diagnosa dermatosis faktisium (yang diinduksi sendiri) hanya dapat dibuat sesudah
kemungkinan lain dapat disingkirkan. Afek "gila", gelisah, aneh dapat merupakan akibat
atau penyebab problema kulit yang hebat.
8. Waspadalah terhadap diagnosa yang cepat, tidak terkendali atau sepintas lalu. Tidak
ada keahlian medis lainnya yang terkait dalam praktek yang berbahaya ini.
9. Waspadalah terhadap diagnosa yang atipikal. Yang atipikal pada seseorang dapat
menjadi tipikal bagi yang lain yang telah pernah melihat sebelumnya.
Lewis Thomas berkata: "pengobatan tidak lagi hanya memeriksa dengan menempelkan
tangan, tetapi lebih merupakan membaca tanda-tanda dari sebuah mesin. Dalam
dermatologi, tidak ada yang dapat menggantikan memeriksa dengan menempelkan tangan,
dan seorang dokter akan merasa terpuaskan berulang kali dengan membaca tanda-tanda
yang bukan dari mesin, namun dari manusia" dermis dengan mudah dapat ditentukan dengan
tehnik-tehnik yang tepat.
Timbunan in vivo dari imunoglobulin, komplemen dan fibrin pada kulit dapat diketahui
dengan pemeriksaan imunofluoresensi langsung dari spesimen biopsi. Tempat biopsi harus
dipertimbangkan dengan hati-hati, karena tempat pengambilan spesimen yang tidak tepat
akan memberi hasil yang tidak mendukung. Sangatlah penting bagi ahli dermatologi dan ahli
imunologi untuk saling membantu dalam usahanya untuk memberikan hasil yang optimal.
Jaringan yang baru saja dieksisi, dicelupkan kedalam nitrogen cair dan dijaga tetap
membeku sampai tiba di laboratorium, atau dibekukan secara cepat dalam "cryostat".
Spesimen dipotong dengan ukuran 4 um dan di warnai dengan senyawa fluorescein
monospesific untuk kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresen.
Antibodi beredar pada substansi interselular dan zona membrana basalis, seperti yang
terjadi pada pemfigus dan bullous pemfigoid, diketahui dengan mereaksikan serum
penderita dengan zat yang tepat (imunofluoresensi tidak langsung). Minimal 5-10 ml “whole
blood” yang baru didapat, harus diperiksa dengan imunofluoresensi tidak langsung. Jika
bahan "sample" harus dikirimkan, maka serum harus dipisahkan dari bekuan darah sebelum
dikemas dalam "dry ice" untuk pengiriman.
Untuk imunofluoresensi tidak langsung, potongan yang tepat dengan ukuran 4 um
ditutup dengan serum penderita yang telah diencerkan secara serial dan di inkubasikan
pada ruang yang lembab selama 30 menit. sesudah gelas obyek dicuci dengan PBS
(phosphate buffer saline) dengan pH 7.3 selama 10 menit,diberikan satu tetes senyawa
fluorescein "antihuman imunoglobulin pada potongan jaringan dan diinkubasi selama 30
menit, dicuci dalam PBS kemudian ditutup dengan gelas penutup memakai penutup
Elvanol.
Potongan-potongan jaringan untuk pemeriksaan dengan tehnik langsung dan tidak
langsung, dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi dengan sumber radiasi ultra violet.
Sering kali erupsi kulit pada mulanya sangat hebat. diagnosa erupsi kulit sangat sulit.
Hipocrates telah mengetahui kombinasi gejala dan tanda-tanda yang sering ditemukan dan
kini dikenal sebagai gambaran klinis dan disebut pendekatan sindroma. Sindroma kulit
merupakan sekelompok lesi kulit yang sering ditemukan dan sangat berarti secara klinis pada
berbagai faktor etiologi (lihat tabel 4-3).
Klinisi yang berpengalaman telah belajar mengenali erupsi kulit lalu dimasukkan dalam
sekelompok morfologi atau pola reaksi (tabel 5-1). Erupsi ini bisa terkumpul (diskret)
(sirkumskripta) ataupun difus (tanpa batas yang jelas), terlokasir, atau generalisata.
Dengan pengelompokkan lesi-lesi kulit ini, diagnosa banding dapat dibuat.
Ada kemungkinan terjadi overlapping (tumpang tindih) jenis lesi maupun lokasi anatomi
lesi; penyakit kulit bisa juga muncul hanya dengan satu jenis lesi (missal; vesikel, seperti
pada variecella) ataupun kumpulan berbagai jenis lesi (missal; vesikel, dan papul, seperti
pada sindroma eritema multiforme). Sekalipun demikian, pendekatan sindroma morfologi ini
terbukti merupakan pendekatan paling praktis untuk memilah berbagai kemungkinan bila
menghadapi seorang pasien baru.
I. KLASIFIKASI POLA-POLA REAKSI KLINIS MENURUT LOKASI ANATOMIA dari
PERUBAHAN PATOLOGI MAYOR
Epidermis
Kelainan-Kelainan Bersisik
Erupsi psoriasiformis. Psoriasis serta erupsi psoriasiformis lainnya ditandai khas oleh
papula dan plak eritematosa yang 'sangat jelas' yang secara khas memperlihatkan sisik
putih keperakan tebal. Lesi-lesi seringkali menyerang simetris. Keterlibatan kulit kepala
dan kuku biasa- nya sangat menyolok.
Diagnosa banding
• Psoriasis vuigaris
• Erupsi obat psoriasiform: Sering akut: kadang jarang mengenal kuku
• Pityriasis Rubra Pilaris: Erythoma berwarna oranye-merah jambu. Erythroderma
dengan lokasi yang berloncatan ('skip') dan papul-papul folikuler. Terdapat
hyperkeratosis dan onycgodystrophy palmar-plantar.
• Lymphoma sel T kutaneus): seperti psoriasiform tapi yang khas asimetris
Erupsi Pityriasiform (Bentuk seperti Pityriasis Rosea) Erupsi papul dan plak kecil
generalisata dengan sisik lembut, yang paling sering tampak pada tepi lesi. Lesi jumlahnya
beratus-ratus dan biasanya mengikuti pola garis relaksasi kulit, khususnya pada tubuh.
diagnosa Banding
• Pityriasis Rosea, Erupsi prototip pityriasiformis, onset biasanya didahului oleh
munculnya herald patch. Biasanya tersebar pada mukosa wajah, telapak tangan
dan kaki.
• Sifilis Sekunder,: bisa mirip pityriasis rosea tetapi umumnya mengenai membrana
mukosa, dan telapak tangan dan kaki. Lesi khas berwarna tembaga pada pasien
kulit putih (Eropa), bukan merah jambu seperti pityrisis rosea.
• Pityriasis Lichenoides kronik,perjalanannya lebih kronis dibandingkan pitiriasis rosea:
lesi lebih sedikit dengan warna merah bata pada orang eropa. sisik halus dan
mengkilat.
• Pityriasis Lichenoldes et variollaformis akut, serupa dengan pityriasis lichenoides
kronik, tetapi lesi polimorfik, antara lain, papula pityriasiformis, papula, vesikel,
dan pustula berkrusta.
• Plak Parapsoriasis kecil,: plak sisik cukup lebar (2-5 ca), superfisial, biru merah
sampai kuning dengan batas tepi teratur terutama pada tubuh.
• Reaksi terhadap Captopril. Reaksi hipersensitiftitas pernah diungkapkan dengan
gambaran morfologi berupa pityriasis rossa, walaupun biasasnya herald patch
tidak muncul.
Kelainan-kelainan ichthyosis
Kelainan ichtiosis dapat berupa terjadi dikarenakan hiperkeratosis generalisata yang
menghasilkan gambaran mirip dengan sisik ikan atau mirip dengan lempengan.
diagnosa Banding:
• Ichthyosis Vulgaris: kelainan autosomal dominan, dengan gambaran berupa
lempengan-lempengan hiperkeratotik tipis tersebar secara generalisata pada area
fleksor. Ditemukan paling sering pada telapak tangan dan kaki dan seringkali pasien
disertai dengan riwayat atopi.
• Ichthyosis Terkait Rantai-X: kelainan pada rantai-X resesif yang memicu
pembentukan lempeng-lempeng yang lebih tebal dibandingkan Ichthyosis Vulgaris
dengan warna coklat kotor. Banyak ditemukan pada area leher, wajah, dan lipatan
(fleksura), jarang ditemukan pada tangan dan kaki.
• Ichtyosis Lamelar: kelainan autosomal resesif yang terjadi sebagian besar pada
bayi baru lahir yang terbungkus mebran kolodion disertai keterlibatan pada wajah
berupa ektropion, dan mulut eklabium; sesudah terkelupas akan terdapat gambaran
eritema generalisata yang disertai lempeng sisik hiperkeratosis difus yang sangat
tebal.
• Hiperkeratosis Epidermolitik: kelainan autosomal dominan berupa penebalan stratum
korneum yang mengakibatkan lempengan seperti sisik berbentuk segiempat (cubical).
• Ichthyosis yang Didapat: muncul pada saat dewasa tanpa adanya riwayat keluarga,
mirip dengan ichthyosis vulgaris. Dapat diesertai dengan lymphoma, sarcoidosis, dan
infeksi HIV.
Erupsi Lichenoid (Like-Lichen Planus)
Lesi dengan gambaran khas berupa papul violaseus poligonal yang kemudian bergabung
membentuk plak. Lesi akan membentuk pola yang halus dan akan tampak sebagai garis-garis
putih yang sangat halus pada permukaan papul (Wick-ham striae), terutama pada pipi bagian
dalam.
diagnosa Banding:
• Lichen Planus: suatu gangguan prototipik lichenoid. Lesi yang simetris banyak
ditemukan pada sisi voler pergelangan tangan dan genitalia. Jarang ditemukan
distrofi khas pada kuku (pterygium). Manifestasi lain dapat berupa erosi oral dan
Wick-ham striae. Lichen Nitidus: papul berwarna sama dengan kulit hingga cerah
dengan puncak datar dan berukuran kecil. Pada area genitalia, sering ditemukan
susunan papul linear sesudah terjadi trauma.
• Erupsi Lichenoid Diinduksi Obat: dapat disebabkan oleh obat malaria, obat yang
mengandung emas, dan obat-obatan lain yang menimbulkan erupsi mirip dengan
Lichen Planus. Biasanya tidak dapat dibedakan secara klinis dengan Lichen Planus
idiopatik.
• Lichenoid diinduksi kontak bahan pewarna: beberapa bahan kimia yang dipakai
dalam fotografi dapat menginduksi munculnya papul dan plak mirip Lichen Planus
pada area kontak.
• Penyakit ‘Graft-Versus-Host’ Kronik: erupsi yang mirip dengan Lichen Planus, terjadi
perubahan hiper dan hipopigmentasi disertai perubahan mirip skleroderma yang
sering ditemukan secara bersamaan.
Erupsi Eksematosa
Secara klinis, reaksi inflamasi pada epidermis akan membentuk gambaran khas pada
eksematosa, seperti eritema dan pruritus. Pada dermatitis eksematosa akut, terbentuk
vesikel pada epidermis. Pada dermatitis eksematosa subakut dan kronik, vesikel sedikit
terbentuk dan beralih menjadi likenifikasi yang mencolok. Tanda histologi dermatitis
eksematosa berupa spongiosis, yang menunjukkan adanya edema intraseluler di epidermis.
Sindroma Klinis:
A. Dermatitis Eksematosa Akut
Banyak ditemukan pada bayi dan anak-anak; lesi simetris pada wajah dan banyak
ditemukan pada lipatan-lipatan tubuh. Pada fase eksaserbasi akut, masih terdapat
tanda inflamasi dan lesi tertutup krusta. Fase kronis, menghasilkan gambaran
likenifikasi pada fossa antekubiti dan poplitea dan wajah.
diagnosa banding:
• Dermatitis kontak alergika kronik
• Dermatitis eksematosa numularis
B. Dermatitis Eksematosa Numularis
Banyak ditemukan pada pasien dewasa tanpa adanya riwayat atopi. Gambaran berupa
plak berbentuk koin (uang logam) yang tertutup sisik tipis dan eksudasi minimal pada
fase subakut. Lesi umumnya ditemukan pada ekstremitas.
diagnosa banding:
• Dermatitis eksematosa atopik
• Tinea korporis
• Limfoma sel-T kutaneus
C. Dermatitis Stasis
Lesi plak lichenifikasi eritematosa dengan batas tidak tegas disertai sisik dan/atau
krusta. Dermatitis ini mengenai tungkai bawah dimana terjadi insufisiensi vena kronik.
diagnosa banding:
• Tinea korporis
D. Dermatitis Eksematosa Dishidrosis (Pomfolik)
Erupsi vesikel pruritik rekuren kronik pada telapak tangan, tepi jari, dan kaki.
diagnosa banding:
• Dermatitis atopik: secara klinis sulit dibedakan dengan eksema dishidrosis,
tetapi pasien memiliki riwayat atopi
• Dermatitis kontak alergi: terutama bila mengenai punggung tangan atau kaki,
serta telapak tangan
• Reaksi dermatofitid (Id Reaction): erupsi eksematosa yang tersebar luas,
akibat tinea pedis atau dermatitis stasis
• Tinea pedis dan tinea manus
• Pemfigoid bulosa: dapat muncul bersamaan dengan vesikel yang memicu
rasa gatal pada telapak tangan dan kaki
• Scabies: banyak terjadi pada anak-anak, dengan lesi berupa vesikel pada
plantar yang bercampur dengan pus dan ada terowongan.
E. Lichen Simpleks Kronik
Terdapat plak soliter yang sangat gatal dan lama kelamaan semakin digaruk
memicu terjadinya likenifikasi. Banyak ditemukan pada tengkuk dan pergelangan
kaki.
diagnosa banding:
• Lichen planus hipertrofi (lesi lebih dari satu)
F. Sindroma Dermatitis Kontak
Gambaran dermatitis mirip Lichenifikasi kronik. Gambaran lesi tidak seragam
(polimorf). Susunan plak dapat berbentuk linear pada area sabuk, atau mirip
jam tangan, kerah baju sering ditemukan.
diagnosa banding:
• Bentuk lain dermatitis eksematosa. Identifikasi penyebab diperlukan untuk
menentukan kasus dermatitis kontak tidak terduga.
G. Dermatitis Seboroik
Gambaran lesi berupa plak merah jambu dengan batas tidak tegas dan tertutup oleh
sisik mirip ketombe halus pada kulit kepala. Lokasi yang terkena paling sering di area
yang memiliki rambut, seperti alis mata, jambang, lipatan melolabialis dan nasolabialis,
kulit presternal, namun jarang di skrotum atau vulva.
diagnosa banding:
• Psoriasis vulgaris: banyak ditemukan plak pada kulitkepala dan seringkali
melewati garis rambut ke dahi atau leher. Namun, jarang terjadi di wajah.
• Dermatitis perioral: lesi berupa papul halus pada lipatan melolabialis, dagu,
dan bibir atas. Mirip dengan dermatitis seboroik, tapi lebih bersisik dan
jarang ditemukan pada kulit kepala dan alis.
H. Sindroma Eritroderma
Lesi akut maupun kronik dengan gambaran berupa eritema generalisata yang dapat
disertai sisik.
diagnosa banding:
• Eritroderma eksfoliativa yang diakibatkan oleh psoriasis, limfoma sel-T
kutaneus, dermatitis atopik eksematosa, pityriasis rubra pilaris, dermatitis
seboroik, akibat diinduksi obat, atau reaksi idiopati.
Gangguan Vesikel dan Bulosa
Vesikel dan bula dapat terbentuk bila terjadi akumulasi cairan dalam kulit. Hal ini,
dapat terjadi dikarenakan spongiosis, akantolisis, sitolisis keratinosit epidermal, disolusi
(pemisahan) membrana basalis, atau kerusakan papiler dermis. Klasifikasi berdasarkan
lokasi anatomis celah perlepuhan pemakaiannya sangat terbatas dalam memeriksaan kulit.
Pembagian klinis yang mudah dalam menegakkan diagnosa dengan membagi menurut susunan
dan sitribusi lesi, yaitu sebagai berikut:
A. Vesikel dan Bula Soliter
diagnosa banding:
• Reaksi bulosa akibat gigitan serangga.
• Bula diabetik
• Fixed Drug Eruption
B. Vesikel dan Bula berkelompok
Kelompok soliter:
• Herpes Simpleks: vesikel yang tersusun herpetiformis dengan dasar eritem
• Herpes Zoster: mirip dengan herpes simpleks, tetapi persebaran secara
dermatomal
• Dermatitis kontak akut: vesikel yang berkelompok dan dapat bergabung menjadi
bula
Kelompok multiple:
• Herpes Zoster: vesikel-vesikel dengan ukuran kecil yang tersebar secara
dermatom
• Dermatitis Herpetiformis: vesikel-vesikel yang berkelompok dapat disertai
erosi yang tertutup krusta simetris bilateral. Banyak ditemukan pada leher,
skapula, siku, area sakrum dan lutut.
• Dermatitis Bulosa IgA Linear Dewasa: mirip dengan dermatitis herpetiformis,
tetapi terusun anular dan lebih besar, sering ditemukan bula tegang.
C. Erupsi Vesikuler Generalisata
• Varisela: erupsi versikel dengan dasar eritem yang tersebar secara
generalisata. (“Dewdrop on a rose petal” = seperti tetesan air pada bunga
mawar).
• Reaksi Dermatofitid: lesi berupa vesikel disertai papul dan plak esematosa yang
tersebar secara generalisata. Pada telapak tangan banyak ditemukan vesikel
• Mononukleosis Infeksiosa: lesi berupa papul dan vesikel eritematosa yang
tersebar secara generalisata.
• Pityriasis Rosea Papulovesikuler: mirip dengan mononukleosis infeksiosa
Penyakit Bulosa Generalisata
A. Pemfigus Vulgaris
Banyak ditemukan pada pasien usia dewasa dna jarang pada dewasa muda; erupsi bula
yang tersebar secara lusa dengan predileksi pada mukosa, dada bagian tengah,
abdomen, punggung bagian tengah, dan terdapat Nikolsky Sign.
diagnosa banding:
• Pemfigus foliaseus: lesi yang mirip dengan pemfigus vulgaris disertai dengan
krusta, namun penampakan bula jarang.
B. Pemfigoid Bulosa
Banyak ditemukan pada pasien usia tua, dengan lesi berupa erupsi bula tegang yang
tersebar generalisata dan dapat disertai dengan plak seperti pada urtikaria, jarang
mengenai mukosa. Predileksi untuk lesinya yaitu abdomen bawah, pantat, paha bagian
tengah, dan lengan.
diagnosa banding:
• Herpes gestasional: mirip dengan pemfigoid bulosa, namun terjadi pada masa
kehamilan.
• Epidermolisis Bulosa Akuisita: mirip dengan pemfigoid bulosa, bila bula pecah akan
tampak jaringan parut superfisial dan milia. Gambaran khas lain berupa distrofi
kuku.
• Dermatosis Bulosa IgA Linear Dewasa dan Anak-Anak: tampak lesi bula tegang
dengan dasar eritem mirip dengan pemfigoid bulosa. Dapat disertai vesikel yg
tersusun anular dan herpetiformis.
C. Eritema Multiform
Lesi yang timbul berupa papul eritem, edema, dan plak berukuran kecil berbentuk
targetoid (mirip sel target) disertai bula sentral. Lesi biasa muncul pada mukosa,
telapak tangan dan kaki serta simetris.
diagnosa banding:
• FDE Generalisata (Erupsi Obat Terfiksir Generalisata): mirip dengan eritema
multiform, namun jarang mengenai mukosa dan telapak tangan/kaki.
• Nekrolisis Epidermal Toksik “Toxic Epidermal Necrolysis” (NET/TEN):
eritema multiform yang tersebar secara generalisata disertai bula yang
tersebar diskret. Lesi target dapat bergabung dan membentuk lebaran
epidermis nekrotik. Tanda Nikolsky Sign positif.
Bula yang Menimbulkan Atropi atau Parut
A. Epidermolisis Bulosa Distrofik
Kerapuhan kulit yang mencolok disertai perlepuhan sesudah trauma minor, disertai
pembentukan milia. Lesi pada bayi timbul hebat, yang mengakibatkan parut kulit dan
menimbulkan apendik serta autoamputasi jari. Bentuk epidermolisis bulosa lainnya tidak
mengakibatkan jaringan parut
B. Epidermolisis Bulosa Akuisita
Mirip dengan epidermolisis bulosa distrofik, tapi muncul saat dewasa dan tidak berat
(tanpa autoamputasi). Timbul milia dan hilangnya kuku yang membedakan dengan
pemfigoid bulosa.
C. Porfiria Kutanea Tarda
Kerapuhan kulit mirip dengan epidrmolisis bulosa, erosi yang sembuh menimbulkan
jaringan parut dan milia. Lesi terbatas hanya pada area yang terpapar sinar
matahari, timbul hypertrichosis, dan lesi mirip skleroderma. Porfiria variegate
memberikan gambaran kulit yang identik.
D. Lichen Planus Bulosa
Lesi seperti Lichen Planus namun tampak bula dan parut atrofi akibat pembentukan
milia. Lesi berupa papul yang khas pada Lichen Planus dan ditemukan pada area yang
sama.
Vesikel dan Bula Pada Telapak Tangan dan Kaki
A. Eksema Dishidrosis
Lesi vesikel yang mirip granula ‘pudding tapioca’. Dapat bergabung dan membentuk
perlepuhan multilokuler. Terbatas pada telapak tangan dan tepi jari. Reaksi id, identik
dengan eksema dishidrosis, tapi disertai dermatitis eksematosa generalisata.
B. Tinea Manus
Lesi berupa vesikel halus dan didominasi oleh eritema disertai hyperkeratosis.
C. Pemfigoid Bulosa
Terdapat vesikel atau bula tegang disertai inflamasi eritematosa pada telapak tangan,
punggung tangan. Dapat ditemukan lesi serupa pada tempat lain.
D. Eritema Multiform
Papul edematosa yang berbentuk target, dengan pusat lesi berupa vesikel atau bula.
ditemukan di area telapak tangan dan kaki.
E. FDE (Fixed Drug Eruption)
Lesi berupa plak kemerahan soliter, disertai bula sentral. ditemukan pada dorsum salah
satu tangan.
F. Epidermolisis Bulosa Simpleks Terlokalisir Rekuren
Gangguan autosomal dominan yang memicu erupsi bulosa non-parut rekuren pada
tangan dan kaki.
Sindroma Nekrolisis Epidermal
Eritema yang tersebar generalisata dan terasa nyeri mirip luka bakar akibat terpapar
sinar matahari atau luka bakar dengan onset yang cepat. Pada trauma toksik, terjadi
pengelupasan epidermis.
diagnosa banding:
• Necrosis Epidermal Toxic (NET): diakibatkan reaksi obat pada orang dewasa;
terjadi kehilangan seluruh ketebalan (full thickness) pada lapisan epidermis
yang mirip dengan luka bakar derajat dua berat.
• Eritema Multiform Mayor: sulit dibedakan dengan NET, lesi target berupa
papul dan plak dapat ditemukan. Onset lebih lamat dibandingkan NET.
• Staphylococcal Scalded Skin Syndrome : banyak ditemukan pada bayi, dimana
terjadi pengelupasan lapisan epidermis superfisial.
Erupsi-erupsi Pustularis
Seperti vesikel dan bula, pustul dapat dikategorikan berdasarkan jumlah dan
distribusinya, yaitu:
• Pustula Soliter dan Pustula Terlokalisir.
A. Furunkulosis
Lesi berupa nodul eritematosa yang sangat nyeri dan akan muncul pustul besar
soliter
B. Herpes Simpleks
Lesi berupa pustul kecil dengan dasar eritem yang berkelompok
C. Dermatitis Kontak Pustularis
Lesi berupa pustul kecil dengan dasar eritem dan berbentuk angulasi yang
merupakan petunjuk etiologi kontak.
D. Dermatofitosis
Timbul inflamasi dan menimbulkan lesi berupa pustul yang disertai vesikel dan
hiperkeratosis.
E. Halogenoderma
Lesi khas berupa pustul dan terlokalisir pada salah satu bagian tubuh, misalnya
permukaan pretibia.
F. Pyoderma Vegetans
Lesi berupa plak verukosa yang akan erosi disertai pustul pada lipatan tubuh.
G. Dermatosis Pustularis Subkornealis
Lesi berupa plak polisiklik dan anular disertai pustul halus dengan tepi
superficial; banyak ditemukan pada lipatan tubuh.
• Pustula Generalisata
A. Varicella
Lesi berupa vesikel dengan dasar eritem dan kan berubah menjadi pustul dalam
3-4 hari, muncul secara berkelompok. Erupsi generalisata hebat pada kepala,
leher, dan tungkai atas. Penegakan diagnosa dibantu dengan tes Tzanck.
diagnosa banding:
• Erupsi Variselformis Kaposi: lesi mirip pustul, berkaitan dengan penyebaran
herpes simpleks pada pasien dengan dermatitis eksematosa atopik atau
Penyakit Darier; erupsi khas terpusat disekeliling lesi herpes simpleks
seperti pada area mulut ataupun genitalia, namun tidak seluas varicella.
Dapat dibantu dengan tes Tzanck.
B. Psoriasis Pustularis
Lesi berupa plak eritematosa edematous yang nyeri disertai pustul kecil. “Danau”
pus dapat ditemukan . Pasien nampak sakit, demam, dan leukositosis. Papul atau
plak psorisiform dapat atau tidak dapat ditemukan.
diagnosa banding:
• Impetigo Herpetiformis: secara klinis mirip dengan psoriasis pustularis;
muncul saat kehamilan
• Erupsi Obat: erupsi obat pustularis relaitf jarang
• Halogenoderma: secara khas terlokalisir pada satu bagian tubuh namun
dapat tersebar secara generalisata. Demam bervariasi
C. Bakterimia dan Fungaemia
Lesi berupa papul atau nodul eritem atau purpura terutama pada area akral.
Pusat lesi akan menjadi pustul dalam beberapa hari. Pustul seringkali berwarna
abu-abu seperti “logam bedil”, akibat perdarahan dalam pustul. Keadaan pasien
nampak sakit.
D. Sindroma ‘Sweet’
Sebagian lesi berupa plak atau papul merah edematous, tetapi lesi kemudian
berubah menjadi pustul.
Pustula Folikularis
A. Folikulitis
Inflamasi pada papul folikuler akan berubah menjadi pustul, dapat dibedakan dari
penyakit pustularis lain karena lesi monomorf. Tampak banyak rambut keluar dari pusat
pustul.
diagnosa banding:
• Folikulitis Bakterial: dapat muncul pada semua permukaan tubuh dengan
predileksi ekstremitas dan kulit kepala. Pemeriksaan yang dilakukan berupa
pewarnaan Gram, ditemukan bakteri coccus gram-positif.
• Folikulitis Jamur: biasa disebabkan oleh Candida. Lesi berupa plak maserasi
eritem dengan tepi pustul folikularis, dan biasa muncul pada kulit yang lembab
dan kotor. Pityrosporum merupakan organisme yang sering ditemukan.
B. Pustula Akneiformis
Proses akneiformis memperlihatkan pembentukan komedo sebagai tanda diagnostik.
diagnosa banding:
• Akne Vulgaris: salah satu penyakit akneiformis yang memperlihatkan suatu
campuran komedo tertutup dan terbuka, disertai papul, pustul, dan nodul
inflamasi yang muncul pada wajah, leher, dan tubuh bagian atas.
• Chiorakne: suatu bentuk akne inflamasi yang diinduksi oleh paparan hidrokarbon
polihalogenasi, lesi cenderung berupa nodul atau papul. Muncul pada area yang
sama dengan akne, juga pada tempat yang tidak lazim, seperti tungkai dan kulit
kepala.
• Akne yang Diinduksi Obat: akne yang diinduksi oleh obat (misal, Prednison)
memberikan lesi khas yaitu monomorf dan pustul merupakan lesi dominan.
Pustula yang terbatas pada punggung
• Folikulitis: pustul intak dengan rambut yang menembus keluar
• Candidiasis: papul berkrusta dan jarang muncul plak eritem dengan tepi pustul
yang mengalami maserasi
• Acne: campuran papul, pustul, dan komedo
• Miliaria: sebagian lesi berupa erosi yang tertutup krusta disertai beberapa
vesikel atau pustul intak (lesi non-folikuler)
Pustul yang Terbatas Pada Telapak Tangan dan Kaki
diagnosa banding:
• Psoriasis Pustularis: terdapat “Danau Pus” pada pustul subkornealis superfisial.
Banyak ditemukan pada telapak tangan dan kaki (Pustulosis palmaris et plantaris).
Mirip dengan psoriasis pustularis (pustula kering berwarna coklat/oranye).
• Scabies: lesi berupa papul atau terowongan berkrusta, namun jarang ditemukan
pustul; biasanya disertai keterlibatan jaringan ikat longgar hebat. Banyak ditemukan
pada telapak tangan dan kaki terutama anak-anak.
• Infeksi Dermatofita: lesi berupa vesikel kemudian berubah menjadi pusutl dan pada
area relatif kecil, yaitu pada tangan dan kaki. Pada tangan, kaki, dan mulut ciri lesi
berupa pustul abu-abu dengan dasar eritem, ovoid, disertai nyeri, dan disertai erosi
mulut.
• eritema Multiform: lesi target dengan pustul sentral kadang dapat ditemukan.
Erupsi Eksudatif (Krusta)
Lesi vesikobulosa dan pustul mengakibatkan krusta pada kulit. Krusta tidak dapat
berdiri sendiri, sekalipun mendominasi, krusta merupakan gambaran klinis impetigo dan dua
penyakit lain.
Impetigo, lesi dapat berupa krusta berwana mirip sarang lebah. area tempat
muncul lesi terutama pada sela-sela mukosa dan disertai rasa gatal yang menyolok.
diagnosa banding:
• Eksema Impetiginosa: krusta berwarna seperti sarang lebah muncul dari kulit yang
mengalami eritematosa dengan likenifikasi.
• Pemfigus Foliaceus: krusta berasal dari erosi pada wajah, bagian tengah tubuh.
Dapat disertai perlepuhan superfisial bila dilakukan inspeksi dengan cermat.
Atropi Epidermal
Atropi epidermal jarang terjadibila tidak disertai atropi dermis. Lapisan epidermis
pada atropi nampak mengkilat dan tanpa garis-garis. Jika atropi mencpaai dermis, kulit akan
nampak longgar dan berkeriput. Bila epidermis atropi akan terdapat penebalan diatas
dermis yang sklerotik, dan kulit akan memounyai gambaran halus mengkilat. Atropi dermis
ditemukan pada beberapa keadaan:
• Berikatan dengan lapisan dermis yang menebal dibawahnya: Parut,
skleroderma
• Atropi Epidermal dan Dermal Longgar Berkeriput: striae, kerusakan aktinik
kronik
• Atropi epidermis dan dermis terlokalisir: parut atropi
• Aplasia kutis kongenita: biasanya pada kulit kepala
• Lupus eritematosus diskoid: rasa terbakar pada kulit kepala atau wajah.
Biasanya disertai dengan perubahan pigmentasi atau sumbatan folikuler
• Atrophoderma Pasini dan Pierini: plak atropi pada tubuh dengan tepi
berbatas tegas
• Akrodermatitis kronik atropikans: pada ekstremitas distal
• Atropi difus: Atropi generalisata merupakan gambaran normal kulit orang
tua.
APENDIK KULIT
Kelainan Kelenjar Keringat Ekrin
Sindroma Hiperhidrotik
• BERKERINGAT FISIOLOGIS. Dicetuskan oleh kenaikan suhu inti tubuh menyeluruh
(generalisata)
• BERKERINGAT YANG BERKAITAN DENGAN KECEMASAN (ANSIETAS). Biasanya
terbatas pada telapak tangan, kaki dan ketika. dicetuskan oleh katekolamine yang
dilepaskan pada keadaan cemas (ansietas).
• HIPERHIDROSIS GUSTATORIUS. Berkeringat pada wajah yang dicetuskan oleh
makan makanan tertentu, terutama yang mengandung capsaicin. Disertai dengan wajah
kemerahan.
• HIPERHIDROSIS NOKTURNAL. Berkeringat malam hari akibat demam nokturnal
(malam hari) dan merupakan gejala kardinal tuberkulosis dan limfoma. Pada usia tua,
ini bisa terjadi walaupun tanpa penyakit.
• CHROMHIDROSIS. Keringat ekrin berwarna akibat produksi lipokrom ekrin. sangat
jarang terjadi, telah dilaporkan keringat warna hitam, biru, hijau, coklat, merah.
Sindroma Hipohidrotik dan Anhidrotik
• HIPOHIDROSIS FISIOLOGIS. Akibat dehidrasi: kulit panas dan kering: pasien
sering pingsan kegerahan (shock panas).
• HIPOTIROIDISME. Kekeringan pada kulit miksedematosa khas akibat berkurangnya
keringat ekrin dan menyeluruh.
• DISPLASIA EKTODERMAL ANHIDROTIK. Pasien laki-laki, dengan penurunan
keringat ekrin generalisata, hipotrichosis, anodonsia komplit ataupun parsial.
• HIPOHIDROSIS UNILATERAL. ditemukan pada kelainan neurologis seperti distropi
refleks simpatis dan sindroma Horner.
Kelainan Kelenjar Keringat Apokrin
• HIDRADENITIS SUPURATIVA. Gangguan inflamasi folikel apokrin yang
menghasilkan nodul dan abses: Sangat nyeri di ketiak, pantat, jarang ditempat lain
• PENYAKIT FOX-FORDYCE. Papula folikuler berbentuk kubah kecil di ketiak
Kelainan Folikel-folikel Rambut
Hipertrikosis (Nevoid-Hamartomatosa)
• NEVUS NEVOSELULARE KONGENITAL. Plak hiperpigmentasi berbatas tegas dengan
rambut hitam kasar didalamnya. Bisa terdapat pada semua bagian tubuh.
• NEVUS BECKER: Agregasi makula berpigmen atau papul sedikit menonjol, biasanya di
regio skapula dan dada. Rambut hitam yang nampak normal seringkali terdapat dalam
lesi. Kongenital atau dapatan pada masa remaja.
• HIPERTRIKOSIS NEVOID: Bonggol rambut soliter yang biasanya lebih panjang, lebih
hitam dan lebih kasar dibandingkan rambut normal. Bersifat kongenital. Hipertrikosis
lumbosakral disertai dengan disrafisme spinalis.
Hirsutisme. Pertumbuhan rambut normal berlebihan pada wajah, terutama di jambang dan
jenggot, tepi lengan, tengah dada dan area pubis. Sebaran rambut pubis berbentuk
rhomboidal (jajaran genjang) pada laki-laki dan pada wanita segitiga.
Dlagnosis Banding
• Sindroma ovarium polikistik: Hirsutisme terjadi selama bertahun-tahun disertai
obesitas, amenore dan infertilitas.
• Tumor yang mensekresi Androgen: Hirsutisme dapatan disertai amenore sekunder.
• Sindroma Cushing: Hirsutisme disertai obesitas pada tubuh, pletora wajah, striae
abdomen.
• Sindroma Adrenogenital: Pubertas prekok dengan amenore primer dan hirsutisme.
• Idiopatik: Tidak disertai amenore, infertilitas ataupun gangguan endokrin lainnya.
Penyebab-penyebab Lain Kenaikan Pertumbuhan Rambut
• HIPERTRIKOSIS LANUCINOSA. Kenaikan pertumbuhan rambut vellus generalisata,
terutama banyak di wajah. Pertumbuhan rambut halus panjang tak berpigmen yang
lebat merupakan masalah dapatan; berkaitan dengan keganasan internal.
• PORFIRIA KUTANEA TARDA. Rambut terminalis, kasar dan gelap terutama tumbuh
pada kulit pelipis dan zigomatikus; biasanya disertai elastosis solaris, bula, erosi, atau
parut dengan milia.
• HIPERTRIKOSIS YANG DIINDUKSI OBAT. Minoxidil dan cyclosporine
mengakibatkan hipertrikosis fasial serupa dengan yang ditemukan pada porfiria,
kenaikan pertumbuhan rambut pada area lain seperti lengan atas juga ditemukan.
Androgen dan kortikosteroid eksogen mengakibatkan hirsutisme.
Sindroma Alopesia dapat dibagi menjadi kelainan yang tidak mengakibatkan
parut dan kelainan yang mengakibatkan kehilangan rambut permanen melalui
pembentukan parut.
• ALOPESIA ANDROGENETIK. Alopesia nonparut pada kulit kepala karena pengecilan
(miniaturisasi) folikel rambut; banyak rambut halus nampak dalam area penipisan
rambut. Pola khas berupa recesi garis rambut bifrontal, kebotakan pada verteks
(puncak kepala), atau penipisan rambut difus pada seluruh kulit kepala (terutama
sering pada wanita).
• ALOPESIA AREATA. Bercak sirkuler atau ovoid pada rambut yang hampir hilang
seluruhnya dapat terjadi pada semua permukaan kulit. Lesi yang menyolok
memperlihatkan "garis batas" rambut di tepi. Keterlibatan rambut kepala yang
berlangsung invasif dapat menimbulkan kebotakan total; hilangnya seluruh rambut
tubuh disebut alopesia universalis. Kuku jari nampak memiliki gambaran “beaten
brass".
• TELOGEN EFFLUVIUM. Nampak patahan rambut difus tanpa pola. Rambut mudah
dicabut, rambut masih dalam fase telogen bila dilihat dengan pembesaran.
• ANAGEN EFFLUVIUM. Rambut hilang karena kerapuhan tangkai yang disebabkan oleh
obat sitotoksik. Tahan rambut merupakan petunjuk diagnostik, dan rambut pendek-
pendek pada kulit kepala.
diagnosa Banding
• Sistemik lupus eritematosus (SLE), hipotiroidisme, defisiensi besi, serta
kelainan-kelainan lain dapat mengakibatkan kehilangan rambut nonparut difus.
• ALOPESIA PARUT PADA KULIT KEPALA. Alopesia yang mengakibatkan kehilangan
rambut permanen karena pembentukan parut antara lain: Lupus eritematosus diskoid:
Plak atrofi bulat atau ovoid terlokalisir tanpa folikel rambut.
• Lichen planopilaris: Serupa dengan lupus papula folikuler violaceus dapat ditemukan
pada tepi parut, pasca-trauma, pasca infeksi dan postradiasi.
diagnosa Banding
• Sistemik lupus eritematosus (SLE), hipotiroidisme, defisiensi besi, serta
kelainan-kelainan lain dapat mengakibatkan kehilangan rambut nonparut difus.
• ALOPESIA PARUT PADA KULIT KEPALA. Alopesia yang mengakibatkan kehilangan
rambut permanen karena pembentukan parut antara lain:
• Lupus eritematosus diskoid: Plak atrofi bulat atau ovoid terlokalisir tanpa
folikel rambut.
• Lichen planopilaris: Serupa dengan lupus: papula folikuler violaceus dapat
ditemukan pada tepi parut. Pasca-trauma, pasca Infeksi dan postradiasi
DERMIS DAN PANIKULUS ADIPOSUS
Papul, nodul dan tumor dermal (epidermis distasnya biasanya tidak terkena)
Papul, Nodul dan Tumor Dermal Noninflamasi
GRANULOMA ANULARE. Papul dermal berwarna daging segar atau violaseus dengan
kecenderungan tersusun anuler atau gabungan plak. Permukaan ekstensor, terutama
punggung tangan, siku, lutut dan pungung kaki terkena. Salah satu variannya granuloma
anulare papuler generalisata.
diagnosa Banding
• Sarkoidosis, granutoma elastolitik anularis
SARKOIDOSIS. Penampakannya banyak; umumnya papul atau nodul dermal berwarna daging
segar atau violaseus yang muncul disekitar lubang tubuh atau pada Parut; plak yang lebih
besar, berkilat, hiperpigmentasi juga bisa ditemukan . Papul bersusun anuler jarang
ditemukan.
diagnosa Banding
• Granuloma anulare, granuloma infeksius
GRANULOMA ELASTOLITIK ANULARE. Plak anuler dengan sentral atropi: terdapat pada
kulit yang rusak karena sinar matahari kronik.
diagnosa Banding
• Granutoma anulare, sarkoidosis
DERMATOFIBROMA. Nodul biasanya soliter, walaupun bisa ditemukan nodul multipel. Nodul
Intradermal sangat keras, seringkali dengan hiperpigmentasi perifer. Dikelilingi dengan
benjolan-benjolan kulit bila ditekan dari samping.
diagnosa Banding
• Tumor metastasis, melanoma maligna desmoplastik
MUCINOSIS PAPULARIS. Papula dermal lembut berwarna daging segar multipel pada
wajah, leher, tubuh bagian atas, ekstremitas atas. Bisa bergabung, disertai infiltrasi masif
pada kulit.
TUMOR METASTASE. Sebagian besar metastase karsinoma berupa nodul intradermal
sangat keras (sekeras batu) yang umumnya muncul pada kulit kepala dan pada regio
periumbilikus. Metastase kanker payudara cenderung multipel, mengenai dinding dada.
Metastase melanoma maligna seringkali berpigmen: metastase kanker lain berwarna buah
plum atau eritematosa.
INFILIRAT LEUKEMIK DAN LIMFOID. Papul, plak atau nodul berwarna buah plum, merah
atau merah jambu yang muncul acak pada permukaan kulit merupakan gambaran khas
infiltrat leukemik dan limfoma pada kulit. Bila terdapat trombositopenia, gambaran yang
menyolok adalah purpura.
Papul, Nodul dan Tumor Dermal Inflamasi
ERITEMA MULTIFORME. Mungkin tidak memperlihatkan perubahan epidermal. Papul atau
plak eritematosa pada telapak tangan dan kaki serta permukaan dorsal ujung ekstremitas
sangat khas.
MUCINOSIS ERITEMATOSA RETIKULASI. Papul dermal eritematosa multipel yang
cenderung bergabung pada bagian tengah punggung ataupun dada atas. Bersifat kronik dan
seringkali asimptomatik.
SINDROMA "SWEET. Papul dan plak violaseus atau merah terang sangat nyeri. Banyak
yang memiliki gambaran “pseudovesikuler" karena edema intradermal masif. Pustula
dapat muncul di dalan lesi.
Sindroma Eritema Nodosum dan Pannikulitis
ERITEMA NODOSUM. Onset akut; terutama berupa nodul intradermal subakut
eritematosa, umumnya pada permukaan pretibia. Tidak ada kecenderungan supurasi ataupun
ulserasi.
diagnosa Banding Eritema Nodosum
• Kuman Infeksius: Kadang tuberkulosis primer (anak), coccidioidomycosis,
histoplasmosis, sterptococcus betahemolitikus, kuman Yersinia, Limfogranuloma
venereum Obat-obatan: sulfonamida, kontrasepsi oral. Lain-lain: sarkoidosis (sangat
sering), kolitis ulserativa, sindroma Behcet, idiopati ±40%.
diagnosa Banding Pannikulitis
• Bentuk Panikulitis nonsupuratif lainnya, seperti penyakit Weber-Christian,
pannikulitis poststerol. Pannikulitis supurotiva, misal, nekrosis lemak pankreas.
Vaskulitis nodularis, misal, poliarteritis nodosa, granulonatosis Wegener, eritema
induratum.
Ulkus
Ulkus kulit diakibatkan oleh berbagai penyebab antara lain infeksi, vaskulitis, trauma,
luka bakar, penyakit granulomatosa, kanker kulit, dan penyakit-penyakit yang tidak
diketahui etiologinya, seperti pyoderma gangrenosum. Pendekatan morfologi untuk
diagnosa banding ulkus bisa didasarkan atas distribusi lesi.
Ulkus area Kepala dan Leher
• KARSINOMA SEL BASAL. Tepi ulkus menonjol atau bergulung naik: jaringan
dipenuhi oleh sejumlah pembuluh telanglektasis; muncul pada area yang terpapar
sinar matahari.
• KRARSINOMA SEL SKUAMOSA. Agak bervariasi, tetapi ulkus umumnya terdapat
pada bagian tengah tumor mirip daging besar, yang dengan atau tanpa hiperkeratosis:
lebih banyak pada tempat yang terpapar sinar matahari.
• ARTERITIS SEL RAKSASA. Ulkus nampak pada akhir perjalanan penyakit, seringkali
sesudah bertahun-tahun nyeri dibagian pelipis dan area parietal kepala. Ulkus
terjadi akibat infark, sehingga irreguler dan superfisial, seringkali dengan krusta
hemoragik. Banyak ditemukan ulkus temporalis (pelipis) bilateral.
• Pyoderma Gangrenosum. Ulkus purulen dalam lengan tepi menonjol besar sianotik;
dapat muncul sesudah insisi bedah, terutama pada abdomen; namun demikian lokasi
yang paling banyak di ekstremitas bawah.
Ulkus area Genital dan Perianal.
ULKUS INFEKSIUS
• Syphilis primer: Biasanya nodul soliter dengan ulkus tanpa nyeri disertai
adenopati inguinal.
• Chancroid: Ulkus nonindurasi nyeri dengan tepi "bergerigi", adenopati inguinal
bukan gambaran yang menatap.
• Herpes simpleks: Lebih banyak mengakibatkan erosi bukan ulkus, kecuali pada
pasien dengan gangguan sistem imun dimana ulkus bertahan selama beberapa
minggu, erosi dan ulkus memiliki gambaran khas tepi 'scalloped' (mudah
terkelupas).
• Citomegalovirus: Ulkus perianal pada pasien AIDS. Secara klinis serupa dengan
ulkus herpes simpleks.
ULKUS NONINFEKSIUS
• Penyakit Crohn
• Ulkus perianal yang disertai dengan drainase fistula dan parut cribiformis: Dapat
keliru dianggap pyoderma gangrenosum atau hidranitis supurativa.
Ulkus Tungkai Penyakit Vaskuler NonInflamasi
• ULKUS STATIS VENOSA. Ulkus biasanya superfisial; tepi kurang tegas; sangat
kronis, pada mulanya berasal dari trauma minor pada prominens tulang; lokasi klasik
di proksimal atau medial maleolus; banyak bukti adanya insufisiensi venosa, misal
hiperpigmentasi, edema, varises.
• Ulkus karena Insufisiensi Arterial. Ulkus "punch-out" berbatas tegas sangat nyeri:
muncul pada jari kaki, diatas prominena tulang kaki kadang pada tungkai; kulit dingin,
tak berambut; denyut nadi turun atau hilang; kadang ditemukan klaudikasio
intermiten.
Ulkus karena Penyakit Granufomatosa
• NEKROBIOSIS LIPOIDIKA DIABETIKORUM. Plak atropik dengan warna coklat
kekuningan di tengah dengan tepi bayangan biru; biasanya di pretibia; telangiektasia
dan inftitrasi dengan lipida netral, fosfolipid dan kolesterol nampak dibawah bagian
tengah plak atropi; ulkus terjadi pada atropi hebat.
• SARKOIDOSIS. Ulkus Jarang pada pasien sakoidosis; gambarannya serupa
nekroblosis lipoidika diabetikorum.
• PYODERMA GANGRENOSUM. Nodul intradermal sangat nyeri dengan cepat menjadi
ulkus purulen dalam dengan tepi abu-abu-biru besar. Ulkus muncul sesudah trauma
minor; khas diarea pretibia, tetapi lesi bisa ditemukan juga dipermukaan kulit
lainnya
Sindroma Chancriform (Lesi Noduloulseratif dengan Limfodenopati Regional). Sindroma
chancriform pada mulanya selalu akibat infeksi. Harus ada dua komponen yaitu: nodul
inflamasi dengan atau tanpa ulserasi, yang terjadi pada tempat inokulasi primer kuman
penyebabnya, serta limfadenopati regional. Nodul inflamasi sekunder bisa muncul pada
beberapa kelainan, mengikuti perjalanan pembuluh limfe.
diagnosa banding
• Sifilis: Ulkus tanpa nyeri atas dasar nodul keras: tempat paling banyak di genital.
• Chancroid: Ulkus sangat nyeri dengan indursi minimal dan tepi tak rata: biasanya di
genital.
• Tuberkulosis Inokulasi primer: Lesi primer berupa nodul tanpa nyeri verukosa
biasanya pada jari tangan.
• Mycobacteria atipik: Identik dengan tuberkulosis, paling banyak karena
Mycobocterium marinum. Banyak nodul inflamasi sekunder sepanjang limfe,
terutama pada pejamu yang mengalami immunosupresi.
• Sporotrikosis: Nodul inflamasi nyeri ringan, biasanya juga pada jari: selalu ada
nodul sekunder multipel sepanjang aliran limfe, riwayat karena pekerjaan berguna.
Sklerosis (Sindrom Sklerodernoid)
Kulit sklerotik terasa kaku, tidak elastis dan melekat ke jaringan di bawahnya. Sklerosis
bisa merupakan perubahan primer seperti pada skleroderma atau dapat akibat sekunder
proses penyakit lain, seperti pada penyakit stasis vena kronis. Sindroma dimana terjadi
sklerosis dapat dibagi menjadi penyakit yang terdistribusi menyeluruh dan yang
sirkumskripta.
Sklerosis Generalisata
• SKLEROSIS SISTEMIK. Seluruh kulit mengalami sklerotik, tetapi perubahan paling
jelas di akral dan di wajah. Kulit jari tangan, kaki, punggung tangan dan kaki mengkilat,
kaku dan keras bila diraba, ujung jari berdekak. Gambaran yang menyertai kontraktur
fleksi, telangiektasis periungual, kalsinosis kutis dan sindroma Raynaud. Kulit wajah
juga sklerotik sehingga wajah nampak mengkilat seperti topeng.
diagnosa Banding
• Bentuk skleroderma lainnya (lihat bawah).
• PENYAKIT ‘GRAFT-VERSUS-HOST’. Serupa dengan sklerosis sistemik, tetapi
perubahannya tidak selalu nampak pada wajah dan tubuh. Sklerosis disertai
poikiloderma (hiper-, hipopigmentasi dan telangiektasis).
diagnosa Banding
• diagnosa tak sulit, ada riwayat cangkok sumsum tulang.
Varian Skleroderma
• SINDROMA CREST. Mirip sklerotik sistemik, tetapi perubahan terdapat di
ekstremitas akral. Kalsinosis dan sindroma Raynaud sangat menyolok.
• SKLERODERMA LINEAR. Garis sklerotik ku1it linear, biasanya soliter dan melekat
erat ke tulang dibawahnya. Banyak di ekstremitas dan kulit frontoparietal (coup de
sabre = irisan pedang)
diagnosa Banding
• Aplasia kutis kongenita: Parut linear atropik dapat mirip skleroderma linear,
tetapi kulit tidak benar-benar sklerotik.
• Atropi hemifasial tipe Romberg-Perry: Atropi jaringan subkutan dapat
mengakibatkan depresi linear pada wajah, tetapi kulit itu sendiri tidak atropi,
sklerotik ataupun perpigmen.
• MORFEA. Plak sklerotik dengan tersebar acak. Biasanya bulat atau ovoid; warna dari
kuning lilin sampai coklat. Lesi sembuh meninggalkan makula hiperpigmentasi coklat.
• CACAT MORFEA PANSKLEROTIK MASA KANAK-KANAK. Morfes hebat tersebar
luas disertai sklerosi pada lemak dan otot dibawahnya, terutama pada ekstremitas.
Keterlibatan sistemik tidak terjadi. Terutama pada anak-anak.
diagnosa Banding
• Sklerosis sistemik, sindroma CREST .
Penyebab Sklerosis Lainnya
• SKLEROMIKSEDEMA. Pasien dewasa: banyak sekali papul edematosa yang
bergabung mengakibatkan sklerosis difus pada wajah, tubuh dan ekstremitas akral.
Kulit lentur tebal.
• SKLEREDERMA. Penebalan dermis seperti kayu difus, terutama pada regio
trapezius; dada atas depan dan leher juga sklerotik. Berkaitan dengan infeksi
streptococcus dan terutama diabetes melitus.
• PORFIRIA KUTANEA TARDA. Porfiria yang lama mengakibatkan sklerosis kulit yang
terkena. Perubahan pada kulit yang terbuka wajah, tubuh atas, punggung tangan.
• EDEMA KRONIK. Edema kronik dapat mengakibatkan fibrosis sekunder pada dermis
dan jaringan lunak dibawahnya. Fenomena ini paling jelas pada pasien dengan edema
pedis kronik karena penyakit stasis vena, penyakit jantung atau ginjal, atau
limfedema.
Edema
Pitting Edema
diagnosa Banding
• Kenaikan kadar air ekstraseluler: Penyakit jantung kongestif, insufisiensi
ginjal kronik, kelebihan mineralokortikoid.
• Gangguan drainase limfe: Atresia limfe, obstruksi limfe karena tumor atau
limfoma, obstruksi limfe sekunder akibat terapi radiasi, ligasi bedah, dll.
• Gangguan drainase venosa: insufisiensi venosa kronik.
Edema Nonpitting
diagnosa Banding
• Kelebihan substansi dasar: Miksedema pretibia, skleromik sedema, lupus
eritomatosus 'membengkak’.
Edema kronik dengan fibrosis sekunder: Penyakit stasis venosa, limfedema, filariasis yang
lama. Istilah elephantiasis menunjukkan hipertrofi masif pada epidermis, dermis dan
jaringan subkutan dengan sklerosis. Elephantiasis umumnya mengikuti limfedema lama
karena berbagi sebab diatas. Epidermis dari kulit yang mengalami elefantiasis dipenuhi
papul dan nodul verukosa serta lipatan-lipatan kelebihan kulit fibrotik berkeriput.
PANIKULUS ADIPOSUS
SINDROMA ERITEMA NODOSUM (lihat atas)
LIPOATROPI
• Atropi lemak Insulin: Hilangnya lemak subkutan wajah, kadang leher, tubuh atas
pada wanita, yang terjadi pada, dekade pertama kehidupan.
• Panatropi Gowers: Depresi atropik berbatas tegas pada ekstremitas atau punggung;
atropi seluruh lemak disertai atropi kulit diatasnya.
• Hemiatropi fasial Romberg dan Perry: Atropi kulit, lemak subkutan, otot dan tulang
wajah unilateral. Tak ada perubahan epidermal.
• Lipodistrofi total: Kehilangan lemak subkutan generalisata muncul saat lahir atau
beberapa saat sesudah lahir. Berkaitan dengan hepatomegali dan diabetes melitus.
Sellulitis. Selulitis merupakan proses inflamasi akut yang mengenai lemak subkutan dan
dermis dalam, biasanya karena infeksi bakteri. Istilah "erisipelas" menunjukkan selulitis
oleh streptokokus beta-hemolitik grup A atau Staphilococcus aureus.
• SELULITIS STREPTOKOKUS. Plak eritematous nyeri dengan batas tak tegas: tanpa
fluktuasi, bisa disertai limfangitis.
• SELULITIS STAFILOKOKUS. Mirip, jika tidak identik dengan selulitis
streptokokus, tetapi pembentukan abses sangat khas.
diagnosa Banding
• Selulitis karena bakteri lain (misal, Hemophylus -influenzae); Infeksi fungi
profunda (host mengalami gangguan immunologi); sindroma Well (tanpa
demam); pembengkakan mirip selulitis bisa anuler.
• SELULITIS NEKROTIKANS. Plak nyeri progresif cepat dengan tepi ireguler; bagian
tengah menjadi iskemik, kemudian infark; biasanya pasien mengalami immunosupresi
sakit berat.
PEMBULUH DARAH
Erupsi Ersantematosa Lain (Ruam dan Demam)
• ERUPSI MORBILIFORMIS - EKSANTEMA IMFEKSIUS
• Campak: Batuk dan gatal tenggorokan, konjungtivitis pada hari 1 demam; ruam
nampak pada hari 3 dan pada mulanya terdiri atas papul halus yang bisa pucat
(bila ditekan = blanchable) di wajah, kemudian menyebar ke tubuh dan
ekstremitas; ruam dan demam memuncak pada hari 4; ruam merah kebiruan
(livide); pasien nampak lesu lemah. Ruam hilang kari ke-7.
• Rubella: Penyakit lebih ringan dari pada campak; pertama kali ruam, adenopati
cervikal posterior, demam derajat ringan pada hari 1; ruam makula merah
jambu generalisata; mulai menghilang pada hari 3.
• Eritema Intfeksiosum: Penyakit ringan; ‘Pipi tersaput kemerahan’ muncul pada
hari 1 dan eksantem generalisata nampak pada hari 2 atau 3, menghilang
sesudah 10 hari; rekurensi ruam sering terjadi beberapa minggu kemudian,
ditandai khas eritema retikulata pada ekstremitas.
• Exanthem subitum (roseola Infantum): Demam pada bayi onset tiba-tiba;
deman revolusi cepat pada hari 4 dengan munculnya eksantem morbiliform
makula generalisata dalam 24 jam penurunan demam; ruam mulai pada tepi
leher. Eksantem virus lainnya: Echovirus dan adenovirus banyak menimbulkan
eksantem.
• Demam berbercak Rickettsia-Rocky Mountain: Pada mulanya ruam makula
merah-jambu, dan bisa pucat, pertama kali muncul pada pergelangan tangan dan
kaki. Demam, letih, nyeri kepala bermula pada saat yang sama dan memburuk
ketika ruam berlanjut ke proksimal.
• Lesi menjadi petechiae dalam 24 jam.
ERUPSI OBAT MORBILIFORMIS. Saat onset bervariasi dari 48 jam sampai
beberapa minggu sesudah dosis pertama. Ruam obat muncul tiba-tiba, simetris, menyeluruh,
sering merah terang pada orang Eropa; obat yang sering menimbulkan antara lain,
antibiotika beta-laktam, sulfonamida, antikonvulsi. karakteristik sindroma ruam obat
sebagat berikut:
• Sindroma hipersensitivitas antikonvulsan: Demam, limfadenopati generalisata,
eosinofi1ia, 1imfositosis atipik, hepatomegali, ruam morbiliform generalisata,
kadang kala dengan pustula folikuler.
• Sindroma Mononukleosis-ampisillin: Eksantem generalisata tidak dapat
dibedakan dari ruam obat lain yang sering terjadi pada pasien mononukleosis
infeksiosa yang diterapi dengan ampisilin atau antibiotik beta laktam.
Sindroma Eritema Toksik Sindroma eritema toksik di tandai khas oleh ruam generalisata
yang disertai eritema difus pada telapak tangan dan kaki, seringkali dengan edema jelas
pada permukaan akral. Disertai mukositis, sehingga mengakibatkan “strawberry tongue".
Eritema toksik menghilang disertai deskuamasi stratum korneum.
DEMAM SCARLET. Eksantem generalisata yang berkaitan dengan faringitis
streptokokus, demam, mual, muntah. Folikel menyolok; deskuamasi menimbulkan ruam
seperti "amplas"; strawberry tongue, kadang disertai petekie fletsura.
SINDROMA SYOK TOKSIK. Eksantem generalisata bisa berbentuk morbiliform atau
urtikaria; mukositis ringan; inflamasi dan deskuamasi akral menyolok. Keadaan lainnya
adalah hipotensi atau syok, sitopenia, inflamasi hepatoselulare, rhabdomyolisis, gagal ginjal,
ensefalopati toksik.
PENYAKIT KAWASAKI. Terjadi pada anak kecil; demam persisten menetap selama
lebih dari 5 hari disertai limfadenopati generalisata (terutama leher); konjungtivitis,
strawberry tongue, bibir merah, ruam polimorf, bisa morbiliform, urtikaria atau kombinasi,
dengan eritema akral menyolok dan deskuamasi berlembaran khas pada telapat tangan dan
kaki.
ERITEMA AKRAL YANG DIINDUKSI KEMOTERAPI. Reaksi toksik terhadap
berbagai bahan kemoterapi, khususnya cytarabine. lebih sedikit dibandingkan eritema toksik
lainnya; biasanya telapak tangan edem, eritemtosa, nyeri disertai pembentukan lepuh atau
deskuamasi.
PENYAKIT 'GRAFT-VERSUS-HOST’ AKUT. Serupa penyakit Kawasaki dan eritema
akral yang diinduksi kemoterapi. Riwayat transplantasi sumsum tulang atau transfusi pada
host terimmunosupresi.
Sindroma Urtikaria
URTIKARIA. Ditandai khas oleh gelembung berbagai ukuran, biasanya terdistribusi
generalisata acak. Petunjuk diagnostik berupa lesi muncul dan hilang serentak (evanescent),
yang bertahan kurang dari 24 jam. Angioedema kadang disertai urtikaria. Diketahui
beberapa Jenis:
• Dermografisme (Dermatografisme): Pembentukan gelembung diinduksi oleh garukan
atau gesekan kulit, sehingga menimbulkan gelembung urtikaria linear.
• Sindroma urtikaria kontak: Urtikaria muncul beberapa menit sesudah kontak dengan
antigen yang dapat larut air, gelembung hanya muncul pada tempat kontak.
• Urtikaria cholinergik: Urtikaria yang diinduksi aktivitas fisik atau panas dengan
gambaran khas gelembung mikropapul berukuran sampai 0,5 cm.
• Vaskulitis urtikaria: Gelembung urtikaria persisten, bertahan lebih dari 24 jam.
menjadi purpura sesudah 1-2 hari.sering disertai purpura.
• Papul dan Plak Gatal pada Kehamilan (PUPPP): Gelembung urtikaria persisten pada
trimester ketiga primigravida. Lesi nampak pertama kali pada striae distensa,
kemudian menyeluruh. Menghilang sesudah persalinan.
Purpura. Purpura akibat ekstravasasi eritrosit dalam dermis. Bisa akibat perlukaan
pembuluh atau gangguan hemostasis. Ukuran lesi purpura memberi petunjuk mengenai
peabuluh yang berdarah, kemudian akan menunjukkan etiologi purpura.
• ERUPSI PETECHIAE: Petekie adalah makula purpura berdiameter 0,1-0,5 cm. Lesi
kecil ini akibat perdarahan kapiler, baik akibat trombositopenia, dimana terjadi
perdarahan lain (epistaksis, perdarahan gusi, dil), ataupun kapilaritis, yang
mengakibatkan petekie kecil-kecil tersebar kronik pada ekstremitas bawah. Petekie
capilaritis pada mulanya berwarna jingga kemudian menjadi merah bata dan
pigmentasi menetap selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
• ERUPSI EKIMOTIK. Ekimosis akibat perdarahan pembuluh darah besar dan khas
ditemukan pada koagulopati; sesudah trauma. Istilah purpura senilis menunjukkan
ekimosis pada permukaan ekstensor lengan bawah dan tangan serta kerusakan karena
matahari pada orang tua.
• PURPURA TERABA (PALPABEL). Papul-papul purpura paling sering akibat perlukaan
pembuluh inflamatif, misal, vaskulitis. Penyebabnya antara lain:
• Vaskulitis leukositoklastik: Papul purpura dengan predileksi pada area
tergantung, seperti tungkai dan kaki; lesi yang lama dan lebih besar dapat
mengalami ulserasi, dan kadang ditemukan bula hemoragik. Bisa disertai melena,
hematuria, atralgia, arthritis, nyeri abdomen, dan neuropati perifer. Jumlah lesi
biasanya ratusan.
• Sepsis: Sepsis bakterial atau fungi mengakibatkan papula purpurik, yang
kemudian menjadi pustula. Lesi terjadi pada permukaan akral dan diatas
persendian seperti pada gonokokaemia. Sering hanya ditemukan beberapa lesi.
• Meningokokaemia: Mengakibatkan erupsi petekie disertai beberapa papul
purpurik; lesi berbentuk stelata dan banyak.
Infark pada kulit: Infark pada kulit berbentuk stelata, seringkali dikelilingi oleh retikularis
livid. Kulit infarka pada mulanya purpurik, kemudian abu-abu atau hitam kadang dengan
ulkus. Ukuran dan lokasi infark serta derajat livido berguna untuk membedakan berbagai
penyebab infark kulit.
• INFARK EMBOLI. Ateroemboli terjadi spontan di ujung jari kaki atau sesudah
tindakan vaskuler invasif. Livedo mendominasi penampakkan; Infark sering kecil.
Emboli septik berbentuk makula livedoid purpurik, papul purpurik atau perdarahan
splinter pada telapak tangan dan kaki, jari tangan dan kaki. Jumlahnya beberapa.
Vaskulitis
• LIVEDO RETIKULARIS DENGAN ULKUS . Livedo menunjukkan oklusi pembuluh
darah dan terutama merupakan gambaran sindroma artritis . Penyakit emboli atau
obat juga mengakibatkan livedo.
• POLIARTERITIS NODOSA. Pasien sering nampak sehat ; pola livedo jelas pada
ekstremitas dengan nodul subkutan nyeri multipel ; nodul pecah membentuk ulkus
stelata sangat nyeri di tengah bagian livedo,
• VASKULITIS NODULARIS. Gambaran mirip poliarteritis nodosa, walaupun livedo
nampak jelas.
• GRANULOMATOSIS WEGENER. Pasien sakit: vaskulitis polimorf dengan nodul
purpura palpable, livedo subkutan sangat nyeri menjadi ulkus.
• LEUKOSITOKLASTIK VASKULITIS (Atrophie blanche). Plak atropik putih rata
dengan pembuluh angiektaktik kecil dan pungtum purpura di tepinya; ulkus
superfisial tetapi sangat kronis, terdapat ditengah plak: sangat nyeri disertai
"berdenyut" atau rasa terbakar.
Penyakit Vasooklusi
• CRYOGLOBULINEMIA. Infark terdapat pada jari tangan dan kaki, telinga, hidung
serta bagian kulit yang sangat dingin. Terdapat sianosis dan livedo; ulkus jarang
terjadi.
• TROMBOSIS AKUT. Trombosis arteri besar.mengakibatkan gangren diseluruh
bagian, tetapi trombosis arteriol mengakibatkan infark kulit. Khas berupa plak
purpura geografik atau stelat dengan ulkus ditengah. DIC (koagulasi intravaskular
menyeluruh) mengakibatkan ekstremitas terkena asimetris. Antibodi
antiplateletyang diinduksi heparin memicu gambaran serupa bila heparin
diberikan secara sistematik. Nekrosis warfarin pada kulit terlokalisir, terdapat pada
area berlemak seperti pantat abdomen dan purpura fulminan dan merupakan
manifest trombosis intravaskular, biasanya karena DIC .
II. KEADAAN REAKSI KLINIS YANG DIKLASIFIKASIKAN TANPA
MEMPERHATIKAN TEMPAT ANATOMISNYA.
Gangguan kelainan fotosensitivitas berperan penting melalui berbagai cara. Klasifikasi
biofisik gangguan sensitivitas cahaya didasarkan pada spektrum kerjanya, yakni panjang
gelombang atau rantai panjang gelombang yang mengakibatkan penyakit klinis. Sebagian
besar penyakit fotosensitivitas bekerja dalam spektrum ultraviolet, walaupun panjang
gelombang sinar yang nampak juga dapat mengakibatkan penyakit pada keadaan tertentu.
Pendekatan kedua untuk disusun menurut onset umur serta perbedaan gambaran klinis.
FOTOSENSITIVITAS
Fotosensitivitas poda Masa Bayi (tanpa Telangiektasis)
• XERODERMA PIGMENTOSUM. Diturunkan autosomal resesif; onset pada awal masa
bayi dengan kecenderungan luka bakar matahari menyolok, timbul bercak-bercak
terbakar xerosis dini. Kemudian muncul kanker kulit.
• PORFIRIA ERITROPOEITIK. Diturunkan autosomal resesif; urin merah jambu;
fotosensitivitas hebat pada awal masa bayi dengan pembentukan vesikel di area
yang terpapar sinar matahari. Mengakibatkan parut progresif.
• PROTOPORFIRIA ERITROPOEITIK. Autosomal dominan; fotosensitivitas jelas pada
awal kanak-kanak; tidak seberat porfiria eritropoeitik. Dalam beberapa jam timbul
eritema, edema, vesikel dan krusta pada paparan sinar matahari.
Fotosensitivitas pada Bayl (dengan Telangiektasia)
• SINDROMA BLOOM. Eritema wajah yang diperberat paparan sinar matahari,
telangiektasia dengan pembentukan sisik, dan vesikulasi dimulai pada masa bayi atau
awal kanak-kanak dan progresif. Disertai dengan Berat Lahir Rendah (BLR) dan
hambatan pertumbuhan.
• SINDROMA COCKAYNE. Manifestasi kulit seperti sindroma Bloom (atas); disertai
dengan kerdil (dwarfisme), pigmentasi dan atropi retina progresif, retardasi mental,
tuli dan defek neurologis.
• SINDROMA ROTHMUND-THOMSON. Autosomal resesif; eritema pada area
paparan sinar matahari dimulai sebelum 6.
Dermis
Dermis menunjukkan jaringan Fibroelastik yang kuat dengan jaringan kolagen dan
fiber elastik yang melekat pada matrik ekstraseluler dengan kapasitas pengikat air yang
tinggi. Berlawanan dengan komponen fibrous yang tersusun ketat dari lapisan retikular
dermis, tekstur fibrous pada badan papilar dan perifolikular serta komponen perivaskular
bersifat longgar. Orientasi ikatan-ikatan kolagen mengikuti susunan di sekitarnya.
Dermis berisikan jaringan vaskular yang terletak paralel dengan permukaan kulit pada
tingkat yang bermacam-macam serta dihubungkan oleh pembuluh penghubung vertikal.
Dermis bagian atas membentuk pleksus dan sebagai area vaskular pada beberapa papilla
dermal superfisial dan "jaringan kerja" dihubungkan secara erat sehingga seluruh sistem
vaskular dermal menunjukan unit tunggal tiga dimensi yang berisi pembuluh-pembuluh
dengan ukuran dan dimensi yang berbeda-beda. Pola-pola reaksi vaskular pada kulit
sebaiknya tidak diamati secara skematis karena pembuluh-pembuluh tidak beraturan dan
tersusun geometris seperti yang tampak dari gambar-gambar skematis. Susunan sistem
vaskular adalah modifikasi regional karena sistem ini juga tergantung pada ketebalan lemak
kulit, yang berlainan dari area satu sama lainnya. Pembuluh-pembuluh darah dan jaringan
konektif periadvensial yang longgar di sekelilingnya, menunjukkan unit reaksi yang
melekatkan tiga dimensional pada matrik jaringan konektif.
Jaringan konektif lo