diagnosa dermatology 3

bentuk susunan seperti ini terjadi sesudah  suatu vesikan atau allergen mengenai kulit, 
seperti misalnya jika  terdapat kontak dengan daun-daun Rhus. Eritema dengan garis-
garis yang linier pada ekstremitas memberikan petunjuk adanya kemungkinan suatu 
limfangitis. 
Fenomena Koebner (isomorfik) didasarkan pada kenyataan bahwa pada orang-orang 
dengan penyakit kulit tertentu, terutama psoriasis, trauma diikuti oleh adanya lesi-lesi yang 
baru pada kulit normal yang mengalami trauma, dan bahwa Lesi yang baru ini identik dengan 
lesi pada kulit yang sakit. Reaksi koebner terjadi pada kulit normal yang mengalami trauma 
yaitu diantaranya pada vitiligo, psoriasis dan liken planus. Fenomena koebner dapat terjadi 
   
pada jaringan parut yang baru atau pada titik-titik dengan tekanan (di bawah tali pengikat, 
tali pinggang atau tali bahu). 
 Nodul dapat berbentuk linier karena terjadi di sepanjang perjalanan Vena pada 
tromboflebitis superfisialis atau sepanjang arteri pada arteritis temporal atau poliarteritis 
nodosa. Mikosis profunda (sporotrikosis dan cocciodiodomikosis) dapat berupa nodul-nodul 
granulomatosa sepanjang perjalanan limfatik. Vesikel-vesikel yang tersusun linier terjadi 
pada herpes zoster lokalisata (dan jarang pada herpes simplek) dengan distribusi yang 
sesuai dengan dermatome. Nevus epidermal (nevus unius lateris) dapat memiliki pola linier 
yang menyolok sepanjang seluruh ekstremitas. Nervus ini, dan juga beberapa nevoid lain 
serta penyakit-penyakit kulit yang didapat, akan mengikuti sesuai garis Blaschko yang tidak 
sesuai dengan struktur saraf atau vaskuler yang ada pada kulit. Lesi-lesi dermatosis 
faktisium yang meliputi ulkus, atrofi, jaringan parut, atau ketiganya, sering terjadi dengan 
pola linier. Skleroderma linier dapat dikenali dari pita-pita indurasi atau atrofinya yang 
berjalan sepanjang ekstremitas atas atau bawah atau sepanjang garis tengah dari dahi 
(Coup de sabre). 
 
Lesi anuler & arciformis serta susunan anuler & arciformis 
Pada Sebagian besar eritema akuta yang ada hubungannya dengan peradangan, 
makulanya berbentuk bulat atau lonjong; Siemens menjelaskan hal ini berdasarkan 
penyediaan darah, dan menerangkan bahwa setiap bercak eritematosa mewakili area  
dengan penyediaan (“supply’) darah langsung dari masing-masing arteriole. Lesi anuler 
(Bahasa latin annulus berarti cincin) (gambar 4-17b) dapat timbul jika  proses patologik 
pada lesi yang bulat menyebar secara perifer dan menetap pada bagian tengah atau jika  
lesi-lesi tunggal memiliki  susunan berbentuk cincin. Bentuk yang khusus dan penting dari 
lesi-lesi anuler yaitu iris atau lesi mata sapi, terdiri dari makula atau papula anuler 
eritematosa dengan bagian tengah papuler atau vesikuler, keunguan atau gelap. Lesi bentuk 
iris merupakan ciri khas sindroma eritema multiforme, kata anuler dan bulat tidak dapat 
dipakai  secara bergantian; lesi anuler memiliki bagian tengah yang jernih atau berbeda, 
sedangkan yang bulat tidak. Numuler (bentuk uang logam) dan diskoid (seperti piringan) 
dipakai  untuk menggambarkan lesi dengan bentuk bulat yang jelas yang terjadi pada 
eksema dan lupus eritematosus kutaneus. 
Lesi-lesi anuler berbentuk makuler atau sedikit meninggi terjadi pada eritema 
marginatum dan bentuk-bentuk eritema yang lain, erupsi obat, mikosis profunda, sifilis 
sekunder atau lupus eritematosus. Lesi anuler dengan skuama menunjukkan pityriasis rosea, 
dermatofitosis, psoriasis atau dermatitis seboroik. Papul-papul tunggal pada psoriasis 
sering timbul dengan susunan anuler, polisiklik, atau arciformis (gambar 4-17b). Lupus 
vulgaris, sarcoid, granuloma anulare, mikosis fungoides, dan sifilis tersier dapat berbentuk 
    
papul atau nodul dengan pola anuler atau arciformis. Sebagai pedoman (aturan), lesi sifilis 
tersier tersusun sebagai cincin yang patah atau tidak utuh. Sifilis sekunder, eritema 
multiforme, liken planus, urticaria, lupus eritematosus, dermatofitosis, lube borreliosis 
(eritema migran), atau bentuk eritema dapat memicu  papul- papul anuler. 
Susunan lesi serpiginosa (seperti ular) dapat dilihat pada urtika dari "creeping 
eruptions" (larva migran), dan pada papul-papul serta nodul sifilis lanjut dan lupus vulgaris. 
 
Lesi lesi berkelompok 
Papul-papul, urtika, nodul dan vesikel dapat timbul secara berkelompok . Pengelompokan ini memiliki  arti diagnostik yang kecil; kecuali jika memiliki suatu 
pola tertentu. Kelompok vesikel dapat timbul di mana saja pada permukaan kulit, dan 
susunan ini sangat khas pada herpes simpleks dan herpes zoster, yang disebut 
herpetiformis. jika  vesikel atau bulla herpes zoster timbul dengan pola seperti pita 
yang sesuai dengan dermatome, susunan ini  dinamakan zosteriformis. Susunan 
zosteriformis dari nodul-nodul kutaneus kadang-kadang dapat dilihat pada karsinoma 
payudara yang metastase. Keadaan nevoid seperti nevus melanositik atau nevus epidermal 
(iktiosis Hystrix) dapat pula timbul dengan pola zosteriformis. 
Korimbiformis menunjukkan suatu susunan berkelompok yang terdiri dari lesi yang 
berkelompok pada bagian tengah, dan disekitarnya tersebar lesi yang sendiri-sendiri. 
Gambaran ini mengingatkan kita kepada suatu kelompok berbentuk bunga, dan dapat 
ditemukan  pada veruka vulgaris. Lesi-lesi yang berkelompok dan tidak memiliki  pola 
tertentu dapat dilihat pada veruka' plana, liken planus, urtikaria, gigitan serangga 
(seringkali terdiri dari tiga kelompok), leiomioma, dan limfangioma sirkumskripta. 
Susunan retikuler 
Pola yang mirip  jala, renda atau retiformis (bahasa Latin reticulum memiliki  
arti jala kecil) didapatkan pada beberapa keadaan, contoh prototip nya adalah livedo 
retikularis. Susunan retikuler seperti itu dapat pula terjadi pada kutis marmorata dan 
eritema ab igne. Lesi-lesi tunggal dapat pula memiliki  unsur retikuler atau seperti renda 
ini , dan sebagai contoh adalah garis Wiickham pada liken planus. 
 
DISTRIBUSI DARI LESI-LESI  
Meskipun beberapa erupsi kulit dapat dikenali dari pola distribusi nya, namun macam 
dan bentuk lesi, seperti yang telah diterangkan, merupakan kriteria yang lebih dapat 
dipercaya dalam suatu diagnosa . Berhubung macam, bentuk, dan susunan lesi, serta susunan 
lesi pada pola distribusinya merupakan unsur yang penting dalam diagnosa  dermatologik, 
seorang dokter penting untuk mengenal beberapa pola distribusi yang lebih khas yang 
dikemukakan dalam diskusi mengenai penyakit-penyakit individual dalam artikel  ini.  
  
Penyakit kulit dapat diklasifikasikan menjadi lokalisata (terisolir), regional, atau 
generalisata; istilah (universalis) menunjukkan adanya serangan pada seluruh kulit, rambut 
dan kuku. 
Sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan kulit, seorang dokter harus 
memperhatikan penderita yang tidak mengenakan pakaian pada jarak tertentu. sesudah  
memperhatikan seluruh permukaan kulit dan melakukan inspeksi tentang macam dan bentuk 
lesi dari dekat, kemudian dapat dipertimbangkan pola distribusinya. Sebagai contoh, plakat 
eksematosa diskoides pada bagian posterior dan anterior paha, jika  dilihat dari jauh, 
lebih dapat dihubungkan dengan lokasi terjadinya kontak dengan ikatan elastik pada kaos 
kaki yang mengandung nikel. Dengan petunjuk ini, dapat diketahui pula tempat tempat 
eksematosa lainnya, yaitu di bagian bawah tali jam dari logam, di bawah anting-anting logam 
pada daun telinga, dan pada tempat di mana kalung menyentuh kulit leher. 
jika  erupsi timbul dengan distribusi bilateral dan simetris, penyebabnya sering kali 
adalah endogen atau sistemik. Pola ini menunjukkan adanya penyebaran hematogen dari 
stimulus-stimulus patologik dan paling sering merupakan petunjuk dari suatu reaksi 
hipersensitivitas (misalnya sesitisasi obat, dan vaskulitis alergikal), viral eksantem, dan 
penyakit kulit lainnya seperti psoriasis, eksema atopic, dermatitik herpetiformis. 
Pada kebanyakan kasus, alasan pengelompokan lesi kulit pada area  tertentu tidak 
diketahui. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat memberi penjelasan mengenai 
tempat-tempat predileksi. Penyakit-penyakit yang disebabkan atau yang diperburuk oleh 
pajanan sinar matahari terlokalisir pada area  terpajan, seperti misalnya bagian dorsal 
dari tangan dan lengan, leher dan wajah. area  pada wajah yang biasanya terkena meliputi 
kulit pada bagian atas kelopak mata, dan kulit kepala yang tertutup rambut. Lupus 
eritematosus kutaneus (diskoid) dan sistemik terutama terlokalisisr pada area  terpajan, 
tetapi dapat pula timbul pada area -area  yang benar-benar terlindung dari cahaya, 
seperti kulit kepala yang tertutup rambut, kuping, mulut dan kaki. 
menunjukkan ciri khas tempat yang terkena pada beberapa penyakit. 
Tempat-tempat di mana terjadi trauma yang kecil dan berulang serta tempat-tempat 
di mana kulit saling bergesekan berperan dalam distribusi lesi epidermolisis bulosa dan 
beberapa lesi vitiligo dan psoriasis. Gabungan trauma dan pajanan sinar matahari 
berpengaruh terhadap kerapuhan kulit dan bula pada punggung tangan serta wajah pada 
porfiria kutanea tarda. 
Hidradenitis supuratifa terdiri dari abses abses kelenjar keringat apokrin dan karena 
itu terbatas pada ada aksila, papila mamae (pada wanita) dan area  anogenital. 
Rosasea biasanya terbatas pada area  wajah, dan faktor-faktor yang dapat 
menginduksi memerahnya wajah ("blushing") diperkirakan merupakan faktor pencetus, yang 
    
meliputi minuman alkohol, bumbu-bumbu tertentu yang pedas, minuman panas, dan mungkin 
pula stress emosional. 
Kandidiasis (moniliasis) terutama pada area  kulit yang hangat dan lembab (aksiler, 
infra mamma, regio inguinalis, celah intergluteal, area  vagina, dan mulut). Candida albikan 
merupakan flora residen yang sering ditemukan  pada traktus gastrointestinal dan dapat 
mencapai beberapa dari tempat ini melalui kontak langsung. 
Herpes zoster timbul dengan pola dermatome karena virus yang bergerak sepanjang 
saraf sensoris ke kulit. 
Beberapa lesi juga ada kaitannya dengan muara kelenjar, seperti keratosis folikularis 
pada keratosis pilaris, pitiriasis rubra pilaris, dan defisiensi vitamin A. ditemukan  pula pola 
lesi folikuler seperti pada akne, liken planopilaris, psoriasis, beberapa dari erupsi obat, 
infeksi jamur (terutama Trihophyton rubrum dan T.verrucosum), berbagai bentuk folikulitis 
bacterial dan beberapa kasus eksema atopik. 
Pada waktu dilakukan penelitian mengenai pola distribusi dermatosis, adalah tepat 
untuk menilai kembali riwayat penyakit, pekerjaan, berbagai bentuk pajanan (misalnya 
terhadap cahaya, alergen-alergen baik yang kontaktan maupun yang “airborne”), dan riwayat 
minum obat. 
  
l
   

Perubahan warna penting dalam menegakkan diagnosa  dermatologik, tetapi masih 
banyak hal yang lebih penting seperti macam, bentuk, susunan dan distribusi lesi dalam 
penegakkan diagnosa  dermatologik. Pada lesi-lesi tertentu, warna dan variasinya mungkin 
menjadi hal yang terpenting, seperti misalnya pada cara mengenal pola pigmentasi yang 
bermacam-macam pada melanoma maligna. Pembahasan mengenai perubahan warna patologik 
pada berikut ini akan lebih dijelaskan terutama yang terdapat pada kulit putih. Beberapa 
diantaranya telah dimodifikasi agar lebih mudah. Jika tidak,menjadi bertambah sulit untuk 
dapat mendeteksi perubahan warna patologik pada kulit berwarna kuning, coklat, atau 
hitam. 
Warna kulit coklat diakibatkan oleh meningkatnya pigmentasi melanin epidermal atau 
karena peningkatan hemosiderin dermal seperti pada dermatosis stasis dan 
hemokromatosis. Erupsi obat menetap (“fixed drug eruption”) memiliki  warna coklat 
gelap yang khas dan ada hubungannya dengan melanofag. Warna coklat pada diaskopi 
merupakan akibat dari infiltrat seluler yang disebabkan oleh peradangan kronik seperti 
pada lupus vulgaris. 
Sel-sel skuamosa yang mengalami keratinisasi dapat berwarna hitam kehijauan kotor 
seperti pada dermatosis iktiosiformis (iktiosis dan penyakit Darier). Penyebab dari 
perubahan warna ini tidak dapat diketahui, tetapi diperkirakan akibat oksidasi dari keratin. 
Warna kuning menunjukkan adanya lipid pada lesi kulit seperti pada xantoma (oranye 
kekuningan), atau pigmen empedu (hijau kekuningan) pada dermis seperti pada icterus. 
Warna kuning juga didapatkan sesudah  minum obat tertentu, terutama atabrine. 
Warna oranye seringkali menunjukkan adanya timbunan karoten pada dermis dan 
terlihat paling jelas pada tempat-tempat dengan keratinisasi hebat seperti telapak tangan 
dan kaki. Karotenemia dapat disebabkan oleh diet atau penyakit seperti miksedema, 
diabetes melitus, hipopituitari. 
Warna merah keunguan dapat merupakan akibat dari ekstravasasi darah pada dermis. 
jika  warna tidak menghilang pada diaskopi dinamakan purpura; eritema disebabkan oleh 
vasodilitasi dan menghilang dengan penekanan. Misalnya, liken planus memiliki  warna 
keunguan seperti juga sarkoma kaposi. 
Pigmen pada dermis memberi warna biru, biru hitam, abu-abu atau coklat-keabuan; 
warna abu-abu "gun-metal" adalah warna khas yang ditemukan  pada infark kutaneus seperti 
pada meningokoksemia.  
Warna kulit biru (ceruloderma), termasuk didalamnya pigmentasi melanin dermal pada 
bercak mongolian dan nevus Ota, dan juga ceruloderma akibat pemberian oral, suntikan atau 
topikal beberapa obat-obatan eksogen atau bahan kimia, seperti amiodarone, atabrine, 
bismuth, klorokuin, emas, besi tembaga minosiklin, merkuri, dan perak. 
    
Eritema yang disebabkan oleh vasodilatasi dapat berwarna merah atau merah-
kebiruan dan menunjukkan adanya peningkatan jumlah darah pada dermis atau hiperemia 
yang disebabkan oleh peradangan atau perubahan fisiologik pada pembuluh darah (seperti 
pada urtikaria). 
Warna merah atau merah-kebiruan berhubungan dengan jumlah oksihemoglobin yang 
ada. jika  darah mengandung 5 gr/dL atau lebih reduksi hemoglobin,maka warna biru 
pada kulit akan menonjol. Perubahan dari warna ini disebut sianosis. jika  kadar 
hemoglobin sangat berkurang seperti pada anemia,kulit tampak pucat,terutama pada wajah 
dan dasar kuku ("nail bed"). Pada peradangan yang akut, eritema akan berwarna merah 
terang, tetapi pada peradangan yang kronik seperti sarkoidosis atau lupus vulgaris,eritema 
akan berwarna merah kusam.Warna eritema yang merah pada lesi lupus eritematosus dan 
psoriasis bukan merupakan vasodilatasi tetapi menunjukan adanya telangiektasis yang 
sangat banyak pada dermis dan bukan hanya vasodilatasi. Pembuluh darah telangiektatik 
yang halus ini dapat dilihat dengan mengusapkan minyak mineral pada kulit dan melihatnya 
dengan lensa tangan (7 x). 
 
ABNORMALITAS FISIOLOGIK 
Beberapa kelainan kulit yang paling sering terjadi dalam dermatologi pada dasarnya 
adalah merupakan abnormalitas fungsional dari kulit. 
 
Kekeringan 
Mungkin, perubahan fungsional yang paling sering adalah kekeringan, atau asteatosis, 
yang dapat merupakan akibat dari hilangnya lipid permukaan atau hilangnya kelembaban 
akibat mengurangnya kelembaban pada ruang yang dipanaskan selama musim dingin. 
 
Seborrhea 
Produksi sebum yang berlebihan sering ditemukan  pada penderita penyakit Parkinson, 
tetapi dapat pula ditemukan  pada orang-orang yang sehat. 
 
Hiperhidrosis dan Anhidrosis 
Orang-orang tertentu memproduksi secara berlebihan jumlah keringat ekrin, 
terutama pada telapak tangan dan kaki. Hal ini dapat terjadi walaupun tidak ada 
panas/demam, olahraga, atau panas yang berlebihan dan secara social dapat merupakan 
keluhan kecacatan. Hiperhidrosis dapat pula merupakan bagian dari gambaran ketidak 
stabilan autonomik pada sindroma Riller-Day. Anhidrosis tanpa adanya penyakit kulit yang 
jelas dapat dikaitkan dengan hipotiroidisme, dehidrasi, dan luka bakar matahari (“heat 
stroke”) ; dan juga dapat terjadi pada gangguan system saraf seperti lesi hipotalamus, 
   
sklerosis multipel dan siringomielia, serta pada diabetes melitus dengan neuropati perifer. 
Pada iktiosis, anhidrosis merupakan akibat dari menurunnya jumlah kelenjar keringat pada 
kulit. 
 
Pruritas 
Rasa gatal dapat merupakan gejala cardinal yang memiliki  kepentingan dalam 
penegakkan diagnosa  medis pada umumnya, seperti dapat menjadi tanda yang paling dini 
untuk penyakit Hodgkin, karsinoma yang tersembunyi dan sirosis biliaris primer. Rasa gatal 
juga merupakan gambaran yang penting pada kelainan-kelainan dermatologik seperti eksema 
atopik, dermatitis herpetiformis dan seringkali psoriasis. Disamping itu, rasa gatal yang 
berat dapat terjadi sebagai akibat dari kekeringan pada kulit. 
 
PROSEDUR-PROSEDUR LABORATORIK DAN INSTRUMENTAL DALAM diagnosa  
DERMATOLOGIK 
 
Alat bantu diagnosa  Dermatologik: Klinis, Instrumental, dan Laboratorik. 
Pembesaran: Untuk dapat menilai permukaan kulit secara kritis dan mendeteksi detail 
morfologik lesi-lesi kulit, perlu dipakai  lensa pembesar (sebaiknya 7x); juga didapatkan 
gambaran yang lebih baik sesudah  diberikan setetes minyak mineral pada lesi. pemakaian  
lensa pembesar terutama membantu dalam diagnosa  lupus eritematosus (“follicular 
plugging” dan atrofi),  
Liken planus (garis Wickham), karsinoma sel basal (telangiektasis yang halus dan 
bening), dan melanoma maligna dini (perubahan yang halus (tidak jelas ) pada warna, 
terutama abu-abu, abu-abu kebiruan, atau biru). Alat pembesar yang di pegang dengan 
tangan dan memakai  pencahayaan yang “build-in” serta pembesaran 10x sampai 30x kini 
telah tersedia dan dipakai  dengan setetes minyak. Dengan memakai  alat optic yang 
kecil ini atau mikroskop binokuler yang lebih besar, teknik ini disebut epiluminescence 
microscopy (ELM), dan alat ini membantu dalam membedakan neoplasma berpigmen yang 
ganas dan jinak. 
Penyinaran oblique pada permukaan kulit yang dilakukan dalam ruang gelap, sering 
dibutuhkan untuk melihat adanya elevasi atau depresi ringan, dan ini berguna dalam 
visualisasi konfigurasi permukaan lesi, dan dalam memperkirakan luas lesi. Penyinaran 
semacam ini sekarang sudah jarang dipakai .Penyinaran yang sedikit pada ruangan akan 
memperjelas perbedaan antara lesi-lesi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang berbatas 
tengah (merah atau coklat) dengan kulit normal. Ini merupakan cara yang berguna dan harus 
    
lebih sering dipakai ,serta sering kali dikombinasikan dengan penyinaran oblique 
Lampu Wood (sinar ultra violet gelombang panjang, sinar "hitam") penting untuk 
diagnosa  klinis penyakit-penyakit kulit dan rambut tertentu serta porfiria. Radiasi ultra 
violet gelombang panjang didapatkan dengan memasang lampu merkuri bertekanan tinggi 
dan filter khusus yang terbuat dari nikel oksida silika (filter wood); filter ini bersifat opak 
terhadap semua cahaya kecuali panjang gelombang antar 320-400 nm. jika  memakai  
lampu wood ,penting bagi pemeriksa untuk beradaptasi dengan gelap untuk dapat melihat 
perbedaan dengan jelas. jika  gelombang ultra violet yang dikeluarkan oleh lampu wood 
(350nm) mengenai kulit, terjadi fluoresensi yang dapat dilihat. Lampu wood terutama 
berguna untuk mendeteksi fluoresensi dermatofitosis (Microsporum) pada batang rambut 
(hijau) dan pada eritrasma (merah bata). Perkiraan diagnosa  porfiria didapatkan jika  
terjadi fluoresensi merah-merah jambu pada urin yang terlihat dengan lampu Wood, dengan 
penambahan asam hidroklorida encer, yang mengubah porfirinogen menjadi porfirin, 
memperjelas fluoresensi. Lampu wood juga membantu perkiraan variasi yang ada pada lesi-
lesi "putih" pada warna kulit normal, kulit berwarna dan terutama pada orang-orang berkulit 
terang; misalnya lesi-lesi makula hipomelanotik pada tubulosklerosis dan tinea versikolor 
tidak seputih makula pada vitiligo yang amelanotiknya khas. Hipermelanosis yang berbatas 
tegas seperti pada efelid dan melasma, lebih jelas terlihat dengan lampu wood, dan pada 
lentigo melanoma maligna serta melanoma akrolentiginosa, lampu wood dapat dipakai  
untuk mendeteksi luas lesi secara keseluruhan untuk membantu eksisi total.  
Melanin pada dermis seperti pada bercak Mongolian pada sakrum, tidak jelas dengan 
lampu wood. Karena itu dengan memakai  lampu wood dapat dilokalisir tempat melanin 
(epidermal atau dermal); fenomena ini tidak jelas pada penderita berkulit coklat atau 
hitam. Tehniknya adalah sebagai berikut: penggolongan derajat pigmentasi (minimal, sedang, 
hebat) didapat dengan sinar kasat mata dan dibandingkan dengan penggolongan derajat 
perubahan warna jika  diperiksa dengan lampu wood. Pada pigmentasi melanin epidermal, 
derajat pigmentasinya meningkat dari minimal sampai hebat, tetapi melanin dermal memiliki 
kadar pigmen yang sama baik pada cahaya kasat mata dan penyinaran lampu wood. 
 Diaskopi terdiri dari penekanan yang kuat dari dua kaca mikroskop pada permukaan 
lesi kulit. Pemeriksa akan dapat melihat bahwa cara ini memiliki nilai istimewa dalam 
menentukan apakah warna merah dari makula atau papula disebabkan oleh dilatasi kapiler 
(eritema) atau karena ekstravasasi darah (purpura). Diaskopi juga berguna untuk 
mendeteksi warna coklat kekuningan dari hialin pada papul atau nodul sarkoidosis, 
tuberkulosis kulit, limfoma dan granuloma anulare. 
 
 
 
TES-TES KLINIS 
Tanda Dimple (lesung pipit), adalah suatu cara untuk membedakan dematofibroma 
(jinak, keras, lesi-lesi noduler yang sering berpigmen) dari melanoma maligna. Pemberian 
penekanan lateral dengan ibu jari dan telunjuk memicu  terbentuknya lesung pipit 
(dimple) pada dermatofibroma, sedangkan melanoma dan nevus melanositik menonjol diatas 
bidang dasar (menjadi menonjol) seperti juga kulit normal jika  cara ini dilakukan. 
Tanda Nikolsky adalah adanya pelepasan seperti lembaran dari epidermis (gambar 4-
19) dengan tarikan ringan yang dapat ditemukan  pada berbagai penyakit, seperti pemfigus 
vulgaris serta nekrolisis epidermal toksika. 
 

 
Pemutihan dengan asam (acetowhitening) memudahkan deteksi kondiloma penis 
subklinis. 90-100% pasangan pria dari wanita yang terinfeksi virus papilloma humanus (VPH) 
juga terkena infeksi. Kain kasa yang di celup/dibasahi dengan 5% asam asetat (cuka putih) 
dibalut sekitar penis. sesudah  5-10 menit penis diperiksa dengan kolposkopi atau lensa 
tangan dengan pembesaran 10x. konsiloma akan tampak berupa papul-papul kecil berwarna 
putih. 
Tanda Darier adalah timbulnya ruam urtika pada lesi urtikaria pigmentosa (makula 
coklat atau papul yang agak meninggi) sesudah  digosok dengan ujung pena yang bulat 
(tumpul). Ruam, yang terbatas pada tepi lesi yang timbul selama 5-10 menit. 
Tanda Auspitz adalah timbulnya bintik-bintik kecil darah pada ujung dari kapiler yang 
pecah jika  skuama secara paksa diangkat dari plakat psoriatik. 
Tes Patch dipakai  untuk mengetahui dan mencatat diagnosa  sentisisasi kontak 
alergi dan mengetahui agen penyebabnya. Tes ini juga berguna sebagai prosedur skrining 
pada beberapa penderita dengan erupsi eksematosa yang kronis atau yang jarang (misalnya 
dermatosis tangan dan kaki). Tes ini merupakan cara yang unik untuk mengetahui reproduksi 
  
penyakit secara in vivo dalam proporsi yang kecil, karena sensitisasi mempengaruhi seluruh 
kulit dan sebab itu dapat diperoleh dari setiap bagian kulit. Tes patch ini lebih mudah dan 
lebih aman dari pada “use test” dengan alergen-alergen yang ditanyakan, karena macam-
macam tes dapat dipakai  dalam konsentrasi rendah pada area  kulit yang sempit untuk 
waktu yang pendek. Lihat “textbook” mengenai dermatitis kontak untuk mengetahui daftar 
antigen yang komplit yang dipakai  pada tes patch. 
Tes Photopatch merupakan kombinasi tes patch dan radiasi ultraviolet pada tempat 
tes dan dipakai  untuk mendeteksi fotoalergi. 
Tes Foto (Phototesting) dilakukan untuk menentukan sensitifitas penderita terhadap 
berbagai panjang gelombang dari radiasi ultraviolet. Tes ini berguna dalam diagnosa  
fotosensitifitas tertentu. 
 
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SKUAMA, KRUSTA, SERUM DAN RAMBUT 
Pewarnaan Gram dan kultur dari eksudat harus dilakukan pada lesi-lesi yang dicurigai 
sebagai infeksi bakteri atau yeast (Candida albican). Ulkus dan nodul membutuhkan biopsi 
skalpel dimana diperoleh jaringan yang mengandung seluruh tiga lapis kulit; spesimen biopsi 
kemudian dicincang dalam mortar steril dan kemudian jaringan di kultur untuk mengetahui 
bakteri (termasuk mikobakteri tipikal dan atipikal) serta jamur.  
Pemeriksaan mikroskop untuk miselium harus dilakukan dari atap vesikel atau dari 
skuama (tepi yang sedang tumbuh lebih disukai) atau dari rambut dan kuku. Jaringan 
dibersihkan dengan KOH 10% (KOH 20% untuk kuku) dan dihangatkan secara perlahan. 
Kultur jamur dengan media Sabouraud atau lainnya harus dilakukan secara tepat.  
Pemeriksaan mikroskopis sel-sel yang didapat dari dasar vesikel dan bula (tes Tzanck) 
dapat memperlihatkan sel epitelial raksasa dan sel raksasa berinti banyak [mengandung 10-
12 nukleus] pada herpes simplek, herpes zoster dan varisella. Material yang berasal dari 
dasar vesikel diperoleh dengan kuretase secara pelan dengan skalpel (jangan menimbulkan 
perdarahan) dioleskan pada gelas obyek, dilakukan pengecatan dengan Giemsa (Gambar 4-
20) atau pengecatan Wright, dan diperiksa untuk melihat adanya sel epitelial raksasa, yang 
merupakan tanda diagnostik. Kultur herpes simplek kini mudah dan cepat diperoleh dan 
lebih spesifik dari tes Tzank. Pada “staphylococcal scalded skin syndrome”, ditemukan  sel-sel 
epitelial yang luas tanpa sel-sel peradangan; pada nekrolisis epidermal toksik, ditemukan 
sel-sel kuboid dengan perbandingan nuklear yang lebih tinggi dari Sitoplasmik dan disertai 
sel-sel peradangan. 
  
105 
 
Gambar 4-20. Preparat Tzank menunjukkan adanya sel epidermal raksasa berinti banyak 
(pwarnaan Giemsa). 
Sumber : Fitzpatrick’s Dermatology 9th Edition 
  
diagnosa  pada skabies biasanya segera dipertimbangkan pada penderita dengan 
pruritus generalisata yang sukar diatasi dan adanya papul-papul serta ekskoriasi dengan 
lokasi distribusi yang khas. Lokasi distribusi biasa terdapat bagian fleksor pergelangan 
tangan, pada sela jari, pantat dan genitalia. diagnosa  ditegakkan dengan ditemukannya 
tungau, telur, atau fesesnya pada kerokan kulit yang diambil dari papul atau terowongan 
(burrow). Terowongan (burrow), suatu lesi yang unik, adalah peninggian kulit yang 
serpiginosa atau linear pada kulit berupa tonjolan dengan panjang 0,5-1 cm. Ini ditemukan 
pada permukaan anterior pergelangan tangan, sela jari, tepi ulnar dari tangan dan kadang-
kadang pada kaki penderita anak-anak. Jika tidak terdapat terowongan, pilihlah salah satu 
papul. Teknik dengan minyak mineral sangat baik untuk mengisolasi tungau. Dengan 
memakai  pisau skalpel steril yang sudah diberi setetes minyak mineral steril, oleskan 
minyak pada permukaan terowongan atau papul. Kerok papul atau terowongan secara kuat 
(sebanyak lebih kurang 6 kali) untuk mengangkat seluruh bagian atau papul, kemudian akan 
tampak bintik-bintik pendarahan yang kecil pada minyak ini . Pindahkan minyak pada 
gelas penutup dan diperiksa apakah ada tungau, telur atau feses. Tungau memiliki  ukuran 
0,2 - 0,4 mm dan memiliki  4 pasang kaki 
Pemeriksaan medan gelap serum dari ulkus pada genitalis laki-laki atau wanita 
(terutama penis, anus, vulva, dan cervix) penting untuk menemukan treponema nonpatogen 
yang pada dasarnya tidak dapat dibedakan dari Treponema pallidum. Pemeriksaan medan 
gelap pada material yang diperoleh dari rongga mulut, tidak berarti karena adanya 
Treponema nonpatogen yang pada dasarnya tidak dapat dibedakan dari T. pallidum. Pada 
keadaan ini serta sesudah pengobatan ulkus dengan antibiotik topikal, dilakukan 
   
106 
pemeriksaan medan gelap dari aspirasi kelenjar limfe. (tes serologik  untuk sifilis 
merupakan keharusan bagi seluruh penderita dengan dengan erupsi skuama dan eritematosa 
generalisata, termasuk pada hampir semua penderita dengan perkiraan diagnosa  pitiriasis 
rosea).   
 Mencabut rambut untuk penilaian alopesia. Mencabut rambut berguna dalam 
penilaian alopesia, dan terutama berguna dalam menentukan apakah telogen efluvium adalah 
penyebab kerontokan rambut atau tidak. Sejumlah 20-30 rambut dicabut dengan cepat 
dengan arah dari tempat rambut keluar dari kulit kepala, memakai  penjepit jarum 
(needle holder) yang dimodifikasi, yang bagian mulutnya sudah ditutup dengan karet atau 
plastik. Pada kulit kepala dewasa muda normal, setidaknya 80% folikel berada pada fase 
anagen dari siklus rambut; terdapat beberapa variasi pada tempat, umur dan waktu. 
Pengecatan khusus seperti DACA mungkin berguna dalam membedakan rambut anagen dari 
telogen.  
 
Biopsi Kulit  
Biopsi kulit merupakan suatu tehnik diagnostik yang baik karena kulit mudah untuk 
didapatkan dan karena terdapat beberapa tehnik yang dapat dipakai  untuk mempelajari 
spesimen yang telah dibiopsi, seperti imunofluoresensi, mikroskop elektron dan reaksi 
rantai polimerase (PCR). Pada berbagai keadaan, mengetahui hubungan antara gambaran 
klinik dan histologik adalah merupakan keharusan, karena diagnosa  histologik, terutama 
pada penyakit peradangan noninfeksi mungkin tidak spesifik. Aturan umum yang baik adalah 
jika  temuan histopatologik dan klinik tidak sesuai, berpeganglah pada diagnosa  klinik, 
lakukan biopsi kembali, dan periksalah penderita kembali sesudah  beberapa hari atau 
minggu. Pemilihan tempat biopsi merupakan hal yang penting dan terutama didasarkan pada 
stadium dari erupsinya. Suatu lesi yang dini (awal) biasanya lebih khas pada erupsi 
vesikulobulosa dimana umur lesi harus tidak lebih dari 24 jam. Pada semua erupsi yang lain, 
lesi yang umurnya lebih tua dan sudah muncul semua, seringkali lebih khas. Mungkin 
diperlukan lebih dari satu biopsi, terutama jika erupsi bersifat polimorf.  
Tehnik yang biasa dilakukan untuk biopsi diagnostik memakai  anestesi lokal adalah 
dengan memakai  "punch" berukuran 4 mm; yaitu suatu pisau kecil berbentuk seperti 
tabung, dengan gerakan memutar antara ibu jari dan jari telunjuk, pisau yang berbentuk 
tabung ini kemudian akan memotong melalui epidermis, dermis, dan jaringan subkutan; 
spesimen biopsi kemudian "diapungkan" dan bagian dasar dipotong dengan gunting atau 
dipindahkan dengan perlahan memakai  jarum yang menembus spesimen. jika  
dilakukan eksisi elliptikal yang kecil, spesimen harus ditempatkan pada kertas filter 
sebelum difiksasi untuk mencegah menjadi menggulung. Jika imunofluoresensi merupakan 
indikasi (seperti pada berbagai penyakit bulosa dan lupus eritematosus), dibutuhkan tehnik 
   
khusus dan harus dikonsultasikan pada laboratorium. Untuk nodul dan tumor, dan terutama 
nodul pada kaki, biopsi skalpel "large wedge" harus dilakukan dengan eksisi, termasuk 
jaringan subkutan. Lebih dari itu, seluruh nodul-nodul peradangan yang dicurigai sebagai 
granuloma infeksiosa, harus dilakukan biopsi; dimana setengahnya untuk histologi, dan 
setengah yang lain dikirimkan dalam tempat yang steril untuk kultur bakteri dan jamur 
memakai  pemotong jaringan. Spesimen untuk pemeriksaan mikroskop biasa harus 
segera difiksasi dalam akua formalin 10%. Kesimpulan khusus yang singkat namun terinci 
mengenai riwayat klinis harus menyertakan spesimen. Biopsi merupakan indikasi pada 
seluruh lesi yang dicurigai sebagai neoplasma, pada seluruh penyakit bulosa yang 
memakai  imunofluoresensi secara simultan, dan pada seluruh kelainan dermatologik 
dimana diagnosa  khususnya tidak mungkin hanya dengan pemeriksaan klinis saja. 
 
Imunofluoresensi 
Banyak diagnostik kelainan imunologik kulit dapat ditunjukkan dengan tehnik-tehnik 
imunofluoresensi. Deteksi kelainan-kelainan ini telah dibuktikan paling bernilai untuk meng-
evaluasi penyakit-penyakit jaringan ikat dan bulosa. Antibodi-antibodi terhadap antigen 
epidermal, baik yang terdapat pada kulit (fixed) ataupun dalam sirkulasi, seperti juga 
komplemen dan/atau deposit fibrin pada epidermis dan filter "barrier" yang tepat. 
Mikroskop harus dilengkapi dengan kamera untuk membuat data permanen dari pewarnaan 
yang dilakukan. 
Tehnik-tetnik imunof1luoresensi dan imunoperoksidase dengan memakai  antibodi 
monoklonal atau monospesifik, merupakan suatu alat bantu baru yang sangat berguna dalam 
diagnosa  penyakit kulit. Sebagai contoh, petanda sel T spesifik memungkinkan suatu 
diagnosa  pasti dari limfoma sel T kutaneus (mikosis fungoides). Adanya antibodi 
monospesifik terhadap berbagai komponen seluler atau produk-produknya, seperti keratin, 
vimentin, desmin dan serabut-serabut glia dapat membantu untuk membedakan berbagai 
bentuk tumor.  
"Immunofluorescence antigenic mapping" sangat membantu dalam diagnosa  penyakit-
penyakit bulosa dan mempercepat pemahaman kita mengenai zona membrana basalis dan 
taut dermal-epidermal. Tehnik ini bahkan dapat dipakai  dalam diagnosa  antenatal. 
Imunofluoresensi langsung dan tidak langsung yang memakai  preparat "split skin" dapat 
dipakai  untuk membuat suatu perbedaan yang sulit antara proses-proses penyakit 
seperti pemfigoid bulosa dan epidermolisis bulosa akuisita. Analisa-analisa imuno -
presipitasi dan imuno blot (Western blot) juga telah semakin banyak dipakai  dalam 
dermatologi sebagaimana juga reaksi rantai polimerase.  
  
MIKROSKOP ELEKTRON. 
Mikroskop elektron dapat membantu dalam diagnosa  pasti penyakit-penyakit kulit 
yang semakin bertambah jumlahnya. Disamping peranannya yang telah ada dalam diagnosa  
bermacam-maacam neoplasma yang berdiferensiasi jelek, yang beberapa diantaranya dapat 
bermetastase ke kulit, mikroskop elektron berguna juga dalam membedakan macam-macam 
bentuk epidermolisis bulosa, tumor-tumor adneksa tertentu, infiltrasi limfonistiositik 
tertentu dan berbagai penyakit yang lain. Adanya melanosom atau prekursor melanosom 
dapat membantu menegakkan diagnosa  melanoma maligna. Adanya Melanosom raksasa 
(makro globulus melanin) dapat menyokong diagnosa  neurofibromatosis. Dibutuhkan 
jaringan yang sangat sedikit, yang dapat berupa bagian dari biopsy “punch”. Dibutuhkan 
fiksasi khusus dan langsung untuk mempertahankan secara optimal gambaran-gambaran 
ultra. Struktur dan hal ini dapat diatur dengan bagian patologi. 
 
RINGKASAN PENDEKATAN diagnosa  BERDASARKAN MORFOLOGI LESI 
diagnosa  penyakit-penyakit dan pengenalan lesi-lesi kulit yang merupakan pertanda 
penyakit dari sistim organ yang lain terutama didasarkan pada apa yang didapatkan secara 
visual dari kulit dengan inspeksi yang dibantu dengan palpasi, riwayat penyakit secara umum, 
pemeriksaan fisik dan bermacam-macam tes seperti contohnya biopsi. Inspeksi harus 
meliputi pemeriksaan yang dilakukan dengan cahaya reguler, lampu wood (jika  
diperlukan), dan penyinaran oblique untuk mengetahui adanya lesi dengan peninggian ringan. 
Ukuran, bentuk, susunan, warna, sifat tepi lesi dan konfigurasi permukaan lesi haruslah 
ditentukan. Palpasi lesi meliputi perkiraan kedalamannya dan perletakan dengan jaringan 
dibawahnya, lunak atau keras, dan apakah tepinya ter-“infiltrasi”, yaitu suatu istilah yang 
dipakai  untuk menggambarkan suatu sensasi tahanan antara lunak dan keras serta 
merupakan petunjuk adanya infiltrasi seluler seperti pada mikosis fungoides. Akhirnya, 
harus dilakukan garukan pada permukaan lesi untuk menentukan adanya deskuamasi jika  
tidak terlihat. 
Langkah terpenting dari suatu pendekatan diagnosa  adalah kearifan dalam 
mengartikan petunjuk-petunjuk diagnostik dalam pemeriksaan fisik dari kulit. Riwayat 
penyakit (seperti yang disebutkan terdahulu) seringkali kurang penting dibanding pada 
penyakit dalam, tetapi tidak dapat diabaikan, dan seringkali diperoleh selama atau sesudah  
pemeriksaan fisik awal dibandingkan  sesudah nya. Dua kasus penderita memberikan ilustrasi dari 
aplikasi cara pendekatan ini. 
Yang pertama adalah seorang wanita dangan usia 22 tahun dengan vesikel dan bula 
yang tersebar dan awitan yang baru. Lesi vesikuler timbul pada bagian tengah dari papul 
yang eritematus, yang memiliki  bentuk irisformis: erupsi timbul secara generalisata, 
simetris, dan mengenai membrana mukosa mulut, bagian dorsal tangan dan kaki serta 
   
telapak tangan dan telapak kaki. Petunjuk klinis pada pemeriksaan fisik penderita ini 
meliputi macam (tipe) lesi, vesikel yang timbul pada papul eritematus. Lesi memiliki bentuk 
yang khas (irisformis). Erupsi memiliki  distribusi generalisata dan pola distribusi yang 
Khas (membrana mukosa, telapak tangam dan telapak kaki). diagnosa  adalah eritema 
multiforme bullosa, yang dibuat tanpa riwayat penyakit dan tanpa bantuan laboratorium. 
Hanya etiologi yang kemudian harus ditentukan .  
Penderita kedua adalah seorang laki-laki berusia 53 tahun, dengan nodul-nodul yang 
jumlahnya dapat dihitung (12) pada bokong dan paha atas. Lesi berwarna merah tua dan 
keras tetapi tidak memiliki  bentuk atau susunan khusus dan terdapat pada regio bokong 
serta paha atas. Biopsi dari salah satu nodul menegakkan diagnosa  skabies, yang jarang 
dengan bentuk hanya berupa nodul. Pada penderita ini diagnosa  ditegakkan hanya dengan 
biopsi kulit, yang merupakan indikasi untuk dilakukan pada semua nodul.  
Karena kulit memiliki ekspresi morfologik yang terbatas maka jelaslah akan terdapat 
pengumpulan dari satu macam atau lebih tipe-tipe lesi kulit, atau "pengelompokan yang 
berarti secara klinis" dari lesi-lesi kulit, yang berlaku untuk faktor-faktor etiologik yang 
sangat beraneka.  
Karena itu, pola-pola reaksi klinis dan sindroma-sindroma (lihat Bab 5), memungkinkan 
klasifikasi dari sebagian besar erupsi kulit kedalam suatu kategori yang terbatas untuk 
diagnosa  banding.  
diagnosa  banding dari kelainan kutansus dapat pula dipertimbangkan dari segi 
etiologik, dan hal ini terutama seringkali dapat membantu dalam mengatur proses berfikir 
yang diperlukan dalam pendekatan terhadap penderita. Tabel 4-3, berisi daftar faktor-
faktor etiologik penyakit-penyakit dermatologik dan menunjukkan beberapa point dengan 
bermacam-macam faktor yang saling berhubungan. 
Ahli dermatologi adalah seorang dokter yang dapat mendiagnosa  suatu ruam. Mereka 
dapat pula seorang ahli penyakit dalam, ahli biokimia atau ahli imunologi tetapi tidak berhak 
menentukan diagnosa  dermatologik karena tidak memenuhi persyaratan sebagai ahli 
dermatologi. Hal yang sangat penting bagi seorang ahli dermatologi adalah mata yang secara 
klinis terlatih untuk diagnosa  morfologis. Mata yang diagnostik dapat dicapai hanya dengan 
keterlibatan yang berulang kali dan tidak terputus dimana dokter ini  dipaksa tidak 
hanya untuk melihat tetapi juga memperhatikan ruam yang ada, sementara seorang spesialis 
yang berpengalaman membantu menunjukkan jalannya. Kesalahan yang paling sering pada 
suatu diagnosa  dermatologis adalah lebih menganggap bahwa lesi merupakan ruam yang non 
spesifik dibandingkan  sebagai suatu lesi yang spesifik. Seperti yang terjadi pada penelitian 
darah hapus, suatu kesan umum tidaklah cukup: aspek morfologis dari masing-masing sel 
harus diperiksa dengan cermat dan diputuskan apakah normal atau abnormal. Seringkali 
    
para dokter melakukan suatu pendekatan pada kulit secara cepat dan superfisial, yang tidak 
akan mereka lakukan pada organ-organ lain yang diperiksa. 
 
  PETUNJUK DAN KESULITAN DALAM diagnosa  DERMATOLOGI 
1. Jangan membuang, tanpa mengirimkan sebagian untuk pemeriksaan histologi. 
2. Jika temuan dermatopatologik tidak sesuai dengan diagnosa  klinis, lakukan biopsi lain. 
Jika tetap tidak sesuai ikuti petunjuk klinis (dengan hati-hati). 
3. Pruritus generalisata yang lebih dari 1 bulan dan tanpa penyebab jelas memerlukan 
pemeriksaan yang meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan kelenjar limfe (termasuk 
kelenjar supra klavikuler), pemeriksaan laboratorium, foto toraks dan jika diperlukan 
"imaging studies". 
4. Nevus yang baru atau berubah harus dievaluasi secara hati-hati dan dieksisi untuk 
diagnosa  jika  memiliki  gambaran yang mencurigakan  
5. Periksa seluruh kulit dan membrana mukosa jika  memungkinkan dan selalu dilakukan 
pada penderita dengan riwayat pribadi atau keluarga dengan melanoma atau nevus 
multiple. 
   
6. Pengobatan dapat memicu  hampir semua jenis lesi dermatologik dan selalu 
ditempatkan dalam daftar diagnosa  yang mungkin.reaksi obat sering timbul secara tiba-
tiba dan biasanya dengan distribusi simetris. 
7. diagnosa  dermatosis faktisium (yang diinduksi sendiri) hanya dapat dibuat sesudah  
kemungkinan lain dapat disingkirkan. Afek "gila", gelisah, aneh dapat merupakan akibat 
atau penyebab problema kulit yang hebat. 
8. Waspadalah terhadap diagnosa  yang cepat, tidak terkendali atau sepintas lalu. Tidak 
ada keahlian medis lainnya yang terkait dalam praktek yang berbahaya ini. 
9. Waspadalah terhadap diagnosa  yang atipikal. Yang atipikal pada seseorang dapat 
menjadi tipikal bagi yang lain yang telah pernah melihat sebelumnya. 
 
Lewis Thomas berkata: "pengobatan tidak lagi hanya memeriksa dengan menempelkan 
tangan, tetapi lebih merupakan membaca tanda-tanda dari sebuah mesin. Dalam 
dermatologi, tidak ada yang dapat menggantikan memeriksa dengan menempelkan tangan, 
dan seorang dokter akan merasa terpuaskan berulang kali dengan membaca tanda-tanda 
yang bukan dari mesin, namun dari manusia" dermis dengan mudah dapat ditentukan dengan 
tehnik-tehnik yang tepat. 
Timbunan in vivo dari imunoglobulin, komplemen dan fibrin pada kulit dapat diketahui 
dengan pemeriksaan imunofluoresensi langsung dari spesimen biopsi. Tempat biopsi harus 
dipertimbangkan dengan hati-hati, karena tempat pengambilan spesimen yang tidak tepat 
akan memberi hasil yang tidak mendukung. Sangatlah penting bagi ahli dermatologi dan ahli 
imunologi untuk saling membantu dalam usahanya untuk memberikan hasil yang optimal. 
Jaringan yang baru saja dieksisi, dicelupkan kedalam nitrogen cair dan dijaga tetap 
membeku sampai tiba di laboratorium, atau dibekukan secara cepat dalam "cryostat". 
Spesimen dipotong dengan ukuran 4 um dan di warnai dengan senyawa fluorescein 
monospesific untuk kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresen. 
Antibodi beredar pada substansi interselular dan zona membrana basalis, seperti yang 
terjadi pada pemfigus dan bullous pemfigoid, diketahui dengan mereaksikan serum 
penderita dengan zat yang tepat (imunofluoresensi tidak langsung). Minimal 5-10 ml “whole 
blood” yang baru didapat, harus diperiksa dengan imunofluoresensi tidak langsung. Jika 
bahan "sample" harus dikirimkan, maka serum harus dipisahkan dari bekuan darah sebelum 
dikemas dalam "dry ice" untuk pengiriman. 
Untuk imunofluoresensi tidak langsung, potongan yang tepat dengan ukuran 4 um 
ditutup dengan serum penderita yang telah diencerkan secara serial dan di inkubasikan 
pada ruang yang lembab selama 30 menit. sesudah  gelas obyek dicuci dengan PBS 
(phosphate buffer saline) dengan pH 7.3 selama 10 menit,diberikan satu tetes senyawa 
fluorescein "antihuman imunoglobulin pada potongan jaringan dan diinkubasi selama 30 
   
menit, dicuci dalam PBS kemudian ditutup dengan gelas penutup memakai  penutup 
Elvanol. 
Potongan-potongan jaringan untuk pemeriksaan dengan tehnik langsung dan tidak 
langsung, dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi dengan sumber radiasi ultra violet. 
 
 
Sering kali erupsi kulit pada mulanya sangat hebat. diagnosa  erupsi kulit sangat sulit. 
Hipocrates telah mengetahui kombinasi gejala dan tanda-tanda yang sering ditemukan  dan 
kini dikenal sebagai gambaran klinis dan disebut pendekatan sindroma. Sindroma kulit 
merupakan sekelompok lesi kulit yang sering ditemukan  dan sangat berarti secara klinis pada 
berbagai faktor etiologi (lihat tabel 4-3). 
Klinisi yang berpengalaman telah belajar mengenali erupsi kulit lalu dimasukkan dalam 
sekelompok morfologi atau pola reaksi (tabel 5-1). Erupsi ini bisa terkumpul (diskret) 
(sirkumskripta) ataupun difus (tanpa batas yang jelas), terlokasir, atau generalisata. 
Dengan pengelompokkan lesi-lesi kulit ini, diagnosa  banding dapat dibuat. 
Ada kemungkinan terjadi overlapping (tumpang tindih) jenis lesi maupun lokasi anatomi 
lesi; penyakit kulit bisa juga muncul hanya dengan satu jenis lesi (missal; vesikel, seperti 
pada variecella) ataupun kumpulan berbagai jenis lesi (missal; vesikel, dan papul, seperti 
pada sindroma eritema multiforme). Sekalipun demikian, pendekatan sindroma morfologi ini 
terbukti merupakan pendekatan paling praktis untuk memilah berbagai kemungkinan bila 
menghadapi seorang pasien baru.  
 
 
I. KLASIFIKASI POLA-POLA REAKSI KLINIS MENURUT LOKASI ANATOMIA dari 
PERUBAHAN PATOLOGI MAYOR  
Epidermis 
Kelainan-Kelainan Bersisik 
Erupsi psoriasiformis. Psoriasis  serta erupsi psoriasiformis lainnya ditandai khas oleh 
papula dan plak eritematosa yang 'sangat jelas' yang secara khas memperlihatkan sisik 
putih keperakan tebal. Lesi-lesi seringkali menyerang simetris. Keterlibatan kulit kepala 
dan kuku biasa- nya sangat menyolok.  
Diagnosa banding  
• Psoriasis vuigaris  
• Erupsi obat psoriasiform: Sering akut: kadang jarang mengenal kuku  
• Pityriasis Rubra Pilaris: Erythoma berwarna oranye-merah jambu. Erythroderma 
dengan lokasi yang berloncatan ('skip') dan papul-papul folikuler. Terdapat 
hyperkeratosis dan onycgodystrophy palmar-plantar.  
• Lymphoma sel T kutaneus): seperti psoriasiform tapi yang khas asimetris  
 
Erupsi Pityriasiform (Bentuk seperti Pityriasis Rosea) Erupsi papul dan plak kecil 
generalisata dengan sisik lembut, yang paling sering tampak pada tepi lesi. Lesi jumlahnya 
beratus-ratus dan biasanya mengikuti pola garis relaksasi kulit, khususnya pada tubuh.  
diagnosa  Banding  
• Pityriasis Rosea, Erupsi prototip pityriasiformis, onset biasanya didahului oleh 
munculnya herald patch. Biasanya tersebar pada mukosa wajah, telapak tangan 
dan kaki.  
• Sifilis Sekunder,: bisa mirip pityriasis rosea tetapi umumnya mengenai membrana 
mukosa, dan telapak tangan dan kaki. Lesi khas berwarna tembaga pada pasien 
kulit putih (Eropa), bukan merah jambu seperti pityrisis rosea.  
• Pityriasis Lichenoides kronik,perjalanannya lebih kronis dibandingkan  pitiriasis rosea: 
lesi lebih sedikit dengan warna merah bata pada orang eropa. sisik halus dan 
mengkilat.  
• Pityriasis Lichenoldes et variollaformis akut, serupa dengan pityriasis lichenoides 
kronik, tetapi lesi polimorfik, antara lain, papula pityriasiformis, papula, vesikel, 
dan pustula berkrusta.  
• Plak Parapsoriasis kecil,: plak sisik cukup lebar (2-5 ca), superfisial, biru merah 
sampai kuning dengan batas tepi teratur terutama pada tubuh.  
• Reaksi terhadap Captopril. Reaksi hipersensitiftitas pernah diungkapkan dengan 
gambaran morfologi berupa pityriasis rossa, walaupun biasasnya herald patch 
tidak muncul. 
   
Kelainan-kelainan ichthyosis 
Kelainan ichtiosis dapat berupa terjadi dikarenakan hiperkeratosis generalisata yang 
menghasilkan gambaran mirip dengan sisik ikan atau mirip dengan lempengan. 
diagnosa  Banding: 
• Ichthyosis Vulgaris: kelainan autosomal dominan, dengan gambaran berupa 
lempengan-lempengan hiperkeratotik tipis tersebar secara generalisata pada area  
fleksor. Ditemukan paling sering pada telapak tangan dan kaki dan  seringkali pasien 
disertai dengan riwayat atopi. 
• Ichthyosis Terkait Rantai-X: kelainan pada rantai-X resesif yang memicu  
pembentukan lempeng-lempeng yang lebih tebal dibandingkan Ichthyosis Vulgaris 
dengan warna coklat kotor. Banyak ditemukan pada area  leher, wajah, dan lipatan 
(fleksura), jarang ditemukan pada tangan dan kaki. 
• Ichtyosis Lamelar:  kelainan autosomal resesif yang terjadi sebagian besar pada 
bayi baru lahir yang terbungkus mebran kolodion disertai keterlibatan pada wajah 
berupa ektropion, dan mulut eklabium; sesudah  terkelupas akan terdapat gambaran 
eritema generalisata yang disertai lempeng sisik hiperkeratosis difus yang sangat 
tebal. 
• Hiperkeratosis Epidermolitik: kelainan autosomal dominan berupa penebalan stratum 
korneum yang mengakibatkan lempengan seperti sisik berbentuk segiempat (cubical). 
• Ichthyosis yang Didapat: muncul pada saat dewasa tanpa adanya riwayat keluarga, 
mirip dengan ichthyosis vulgaris. Dapat diesertai dengan lymphoma, sarcoidosis, dan 
infeksi HIV. 
 
Erupsi Lichenoid (Like-Lichen Planus) 
Lesi dengan gambaran khas berupa papul violaseus poligonal yang kemudian bergabung 
membentuk plak. Lesi akan membentuk pola yang halus dan akan tampak sebagai garis-garis 
putih yang sangat halus pada permukaan papul (Wick-ham striae), terutama pada pipi bagian 
dalam.  
diagnosa  Banding: 
• Lichen Planus: suatu gangguan prototipik lichenoid. Lesi yang simetris banyak 
ditemukan pada sisi voler pergelangan tangan dan genitalia. Jarang ditemukan 
distrofi khas pada kuku (pterygium). Manifestasi lain dapat berupa erosi oral dan 
Wick-ham striae. Lichen Nitidus: papul berwarna sama dengan kulit hingga cerah 
dengan puncak datar dan berukuran kecil. Pada area genitalia, sering ditemukan  
susunan papul linear sesudah  terjadi trauma. 
• Erupsi Lichenoid Diinduksi Obat: dapat disebabkan oleh obat malaria, obat yang 
mengandung emas, dan obat-obatan lain yang menimbulkan erupsi mirip dengan 
    
Lichen Planus. Biasanya tidak dapat dibedakan secara klinis dengan Lichen Planus 
idiopatik. 
•  Lichenoid diinduksi kontak bahan pewarna: beberapa bahan kimia yang dipakai  
dalam fotografi dapat menginduksi munculnya papul dan plak mirip Lichen Planus 
pada area  kontak. 
• Penyakit ‘Graft-Versus-Host’ Kronik: erupsi yang mirip dengan Lichen Planus, terjadi 
perubahan hiper dan hipopigmentasi disertai perubahan mirip skleroderma yang 
sering ditemukan secara bersamaan. 
 
Erupsi Eksematosa 
Secara klinis, reaksi inflamasi pada epidermis akan membentuk gambaran khas pada 
eksematosa, seperti eritema dan pruritus. Pada dermatitis eksematosa akut, terbentuk 
vesikel pada epidermis. Pada dermatitis eksematosa subakut dan kronik, vesikel sedikit 
terbentuk dan beralih menjadi likenifikasi yang mencolok. Tanda histologi dermatitis 
eksematosa berupa spongiosis, yang menunjukkan adanya edema intraseluler di epidermis. 
Sindroma Klinis: 
A. Dermatitis Eksematosa Akut 
Banyak ditemukan pada bayi dan anak-anak; lesi simetris pada wajah dan banyak 
ditemukan pada lipatan-lipatan tubuh. Pada fase eksaserbasi akut, masih terdapat 
tanda inflamasi dan lesi tertutup krusta. Fase kronis, menghasilkan gambaran 
likenifikasi pada fossa antekubiti dan poplitea dan wajah. 
diagnosa  banding: 
• Dermatitis kontak alergika kronik 
• Dermatitis eksematosa numularis 
B. Dermatitis Eksematosa Numularis 
Banyak ditemukan pada pasien dewasa tanpa adanya riwayat atopi. Gambaran berupa 
plak berbentuk koin (uang logam) yang tertutup sisik tipis dan eksudasi minimal pada 
fase subakut. Lesi umumnya ditemukan pada ekstremitas. 
diagnosa  banding: 
• Dermatitis eksematosa atopik 
• Tinea korporis 
• Limfoma sel-T kutaneus 
C. Dermatitis Stasis 
Lesi plak lichenifikasi eritematosa dengan batas tidak tegas disertai sisik dan/atau 
krusta. Dermatitis ini mengenai tungkai bawah dimana terjadi insufisiensi vena kronik. 
diagnosa  banding: 
• Tinea korporis 
  
D. Dermatitis Eksematosa Dishidrosis (Pomfolik) 
Erupsi vesikel pruritik rekuren kronik pada telapak tangan, tepi jari, dan kaki. 
diagnosa  banding: 
• Dermatitis atopik: secara klinis sulit dibedakan dengan eksema dishidrosis, 
tetapi pasien memiliki riwayat atopi 
• Dermatitis kontak alergi: terutama bila mengenai punggung tangan atau kaki, 
serta telapak tangan 
• Reaksi dermatofitid (Id Reaction): erupsi eksematosa yang tersebar luas, 
akibat tinea pedis atau dermatitis stasis 
• Tinea pedis dan tinea manus 
• Pemfigoid bulosa: dapat muncul bersamaan dengan vesikel yang memicu  
rasa gatal pada telapak tangan dan kaki 
• Scabies: banyak terjadi pada anak-anak, dengan lesi berupa vesikel pada 
plantar yang bercampur dengan pus dan ada terowongan. 
E. Lichen Simpleks Kronik 
Terdapat plak soliter yang sangat gatal dan lama kelamaan semakin digaruk 
memicu  terjadinya likenifikasi. Banyak ditemukan pada tengkuk dan pergelangan 
kaki. 
diagnosa  banding: 
• Lichen planus hipertrofi (lesi lebih dari satu) 
F. Sindroma Dermatitis Kontak 
Gambaran dermatitis mirip  Lichenifikasi kronik. Gambaran lesi tidak seragam 
(polimorf). Susunan plak dapat berbentuk linear pada area  sabuk, atau mirip  
jam tangan, kerah baju sering ditemukan. 
diagnosa  banding: 
• Bentuk lain dermatitis eksematosa. Identifikasi penyebab diperlukan untuk 
menentukan kasus dermatitis kontak tidak terduga. 
G. Dermatitis Seboroik 
Gambaran lesi berupa plak merah jambu dengan batas tidak tegas dan tertutup oleh 
sisik mirip ketombe halus pada kulit kepala. Lokasi yang terkena paling sering di area  
yang memiliki rambut, seperti alis mata, jambang, lipatan melolabialis dan nasolabialis, 
kulit presternal, namun jarang di skrotum atau vulva. 
diagnosa  banding: 
• Psoriasis vulgaris: banyak ditemukan plak pada kulitkepala dan seringkali 
melewati garis rambut ke dahi atau leher. Namun, jarang terjadi di wajah. 
    
• Dermatitis perioral: lesi berupa papul halus pada lipatan melolabialis, dagu, 
dan bibir atas. Mirip dengan dermatitis seboroik, tapi lebih bersisik dan 
jarang ditemukan pada kulit kepala dan alis. 
H. Sindroma Eritroderma 
Lesi akut maupun kronik dengan gambaran berupa eritema generalisata yang dapat 
disertai sisik. 
diagnosa  banding: 
• Eritroderma eksfoliativa yang diakibatkan oleh psoriasis, limfoma sel-T 
kutaneus, dermatitis atopik eksematosa, pityriasis rubra pilaris, dermatitis 
seboroik, akibat diinduksi obat, atau reaksi idiopati. 
 
Gangguan Vesikel dan Bulosa 
Vesikel dan bula dapat terbentuk bila terjadi akumulasi cairan dalam kulit. Hal ini, 
dapat terjadi dikarenakan spongiosis, akantolisis, sitolisis keratinosit epidermal, disolusi 
(pemisahan) membrana basalis, atau kerusakan papiler dermis. Klasifikasi berdasarkan 
lokasi anatomis celah perlepuhan pemakaiannya sangat terbatas dalam memeriksaan kulit. 
Pembagian klinis yang mudah dalam menegakkan diagnosa  dengan membagi menurut susunan 
dan sitribusi lesi, yaitu sebagai berikut:  
A. Vesikel dan Bula Soliter 
diagnosa  banding: 
• Reaksi bulosa akibat gigitan serangga. 
• Bula diabetik  
• Fixed Drug Eruption 
B. Vesikel dan Bula berkelompok 
Kelompok soliter: 
• Herpes Simpleks: vesikel yang tersusun herpetiformis dengan dasar eritem 
• Herpes Zoster: mirip dengan herpes simpleks, tetapi persebaran secara 
dermatomal 
• Dermatitis kontak akut: vesikel yang berkelompok dan dapat bergabung menjadi 
bula 
 
Kelompok multiple: 
• Herpes Zoster: vesikel-vesikel dengan ukuran kecil yang tersebar secara 
dermatom 
• Dermatitis Herpetiformis: vesikel-vesikel yang berkelompok dapat disertai 
erosi yang tertutup krusta simetris bilateral. Banyak ditemukan pada leher, 
skapula, siku, area  sakrum dan lutut. 
   
• Dermatitis Bulosa IgA Linear Dewasa: mirip dengan dermatitis herpetiformis, 
tetapi terusun anular dan lebih besar, sering ditemukan  bula tegang. 
C. Erupsi Vesikuler Generalisata 
• Varisela: erupsi versikel dengan dasar eritem yang tersebar secara 
generalisata. (“Dewdrop on a rose petal” = seperti tetesan air pada bunga 
mawar). 
• Reaksi Dermatofitid: lesi berupa vesikel disertai papul dan plak esematosa yang 
tersebar secara generalisata. Pada telapak tangan banyak ditemukan  vesikel 
• Mononukleosis Infeksiosa: lesi berupa papul dan vesikel eritematosa yang 
tersebar secara generalisata. 
• Pityriasis Rosea Papulovesikuler: mirip dengan mononukleosis infeksiosa 
 
Penyakit Bulosa Generalisata 
A. Pemfigus Vulgaris 
Banyak ditemukan pada pasien usia dewasa dna jarang pada dewasa muda; erupsi bula 
yang tersebar secara lusa dengan predileksi pada mukosa, dada bagian tengah, 
abdomen, punggung bagian tengah, dan terdapat Nikolsky Sign. 
diagnosa  banding: 
• Pemfigus foliaseus: lesi yang mirip dengan pemfigus vulgaris disertai dengan 
krusta, namun penampakan bula jarang. 
B. Pemfigoid Bulosa 
Banyak ditemukan pada pasien usia tua, dengan lesi berupa erupsi bula tegang yang 
tersebar generalisata dan dapat disertai dengan plak seperti pada urtikaria, jarang 
mengenai mukosa. Predileksi untuk lesinya yaitu abdomen bawah, pantat, paha bagian 
tengah, dan lengan.  
diagnosa  banding: 
• Herpes gestasional: mirip dengan pemfigoid bulosa, namun terjadi pada masa 
kehamilan. 
• Epidermolisis Bulosa Akuisita: mirip dengan pemfigoid bulosa, bila bula pecah akan 
tampak jaringan parut superfisial dan milia. Gambaran khas lain berupa distrofi 
kuku. 
• Dermatosis Bulosa IgA Linear Dewasa dan Anak-Anak: tampak lesi bula tegang 
dengan dasar eritem mirip dengan pemfigoid bulosa. Dapat disertai vesikel yg 
tersusun anular dan herpetiformis.   
 
 
  
C. Eritema Multiform 
Lesi yang timbul berupa papul eritem, edema, dan plak berukuran kecil berbentuk 
targetoid (mirip sel target) disertai bula sentral. Lesi biasa muncul pada mukosa, 
telapak tangan dan kaki serta simetris. 
diagnosa  banding: 
• FDE Generalisata (Erupsi Obat Terfiksir Generalisata): mirip dengan eritema 
multiform, namun jarang mengenai mukosa dan telapak tangan/kaki. 
• Nekrolisis Epidermal Toksik “Toxic Epidermal Necrolysis” (NET/TEN): 
eritema multiform yang tersebar secara generalisata disertai bula yang 
tersebar diskret. Lesi target dapat bergabung dan membentuk lebaran 
epidermis nekrotik. Tanda Nikolsky Sign positif. 
 
Bula yang Menimbulkan Atropi atau Parut 
A. Epidermolisis Bulosa Distrofik 
Kerapuhan kulit yang mencolok disertai perlepuhan sesudah  trauma minor, disertai 
pembentukan milia. Lesi pada bayi timbul hebat, yang mengakibatkan parut kulit dan 
menimbulkan apendik serta autoamputasi jari. Bentuk epidermolisis bulosa lainnya tidak 
mengakibatkan jaringan parut  
B. Epidermolisis Bulosa Akuisita 
Mirip dengan epidermolisis bulosa distrofik, tapi muncul saat dewasa dan tidak berat 
(tanpa autoamputasi). Timbul milia dan hilangnya kuku yang membedakan dengan 
pemfigoid bulosa. 
C. Porfiria Kutanea Tarda 
Kerapuhan kulit mirip dengan epidrmolisis bulosa, erosi yang sembuh menimbulkan 
jaringan parut dan milia. Lesi terbatas hanya pada area  yang terpapar sinar 
matahari, timbul hypertrichosis, dan lesi mirip skleroderma. Porfiria variegate 
memberikan gambaran kulit yang identik. 
D. Lichen Planus Bulosa 
Lesi seperti Lichen Planus namun tampak bula dan parut atrofi akibat pembentukan 
milia. Lesi berupa papul yang khas pada Lichen Planus dan ditemukan pada area  yang 
sama. 
 
Vesikel dan Bula Pada Telapak Tangan dan Kaki 
A. Eksema Dishidrosis 
Lesi vesikel yang mirip granula ‘pudding tapioca’. Dapat bergabung dan membentuk 
perlepuhan multilokuler. Terbatas pada telapak tangan dan tepi jari. Reaksi id, identik 
dengan eksema dishidrosis, tapi disertai dermatitis eksematosa generalisata. 
 
   
B. Tinea Manus 
Lesi berupa vesikel halus dan didominasi oleh eritema disertai hyperkeratosis. 
C. Pemfigoid Bulosa 
Terdapat vesikel atau bula tegang disertai inflamasi eritematosa pada telapak tangan, 
punggung tangan. Dapat ditemukan lesi serupa pada tempat lain. 
D. Eritema Multiform 
Papul edematosa yang berbentuk target, dengan pusat lesi berupa vesikel atau bula. 
ditemukan  di area  telapak tangan dan kaki. 
E. FDE (Fixed Drug Eruption) 
Lesi berupa plak kemerahan soliter, disertai bula sentral. ditemukan  pada dorsum salah 
satu tangan. 
F. Epidermolisis Bulosa Simpleks Terlokalisir Rekuren 
Gangguan autosomal dominan yang memicu  erupsi bulosa non-parut rekuren pada 
tangan dan kaki. 
 
Sindroma Nekrolisis Epidermal 
Eritema yang tersebar generalisata dan terasa nyeri mirip luka bakar akibat terpapar 
sinar matahari atau luka bakar dengan onset yang cepat. Pada trauma toksik, terjadi 
pengelupasan epidermis. 
diagnosa  banding: 
• Necrosis Epidermal Toxic (NET): diakibatkan reaksi obat pada orang dewasa; 
terjadi kehilangan seluruh ketebalan (full thickness) pada lapisan epidermis 
yang mirip dengan luka bakar derajat dua berat. 
• Eritema Multiform Mayor: sulit dibedakan dengan NET, lesi target berupa 
papul dan plak dapat ditemukan. Onset lebih lamat dibandingkan NET. 
• Staphylococcal Scalded Skin Syndrome : banyak ditemukan pada bayi, dimana 
terjadi pengelupasan lapisan epidermis superfisial. 
 
Erupsi-erupsi Pustularis 
Seperti vesikel dan bula, pustul dapat dikategorikan berdasarkan jumlah dan 
distribusinya, yaitu: 
• Pustula Soliter dan Pustula Terlokalisir. 
A. Furunkulosis 
Lesi berupa nodul eritematosa yang sangat nyeri dan akan muncul pustul besar 
soliter 
B. Herpes Simpleks 
Lesi berupa pustul kecil dengan dasar eritem yang berkelompok 
    
C. Dermatitis Kontak Pustularis 
Lesi berupa pustul kecil dengan dasar eritem dan berbentuk angulasi yang 
merupakan petunjuk etiologi kontak. 
D. Dermatofitosis 
Timbul inflamasi dan menimbulkan lesi berupa pustul yang disertai vesikel dan 
hiperkeratosis. 
E. Halogenoderma 
Lesi khas berupa pustul dan terlokalisir pada salah satu bagian tubuh, misalnya 
permukaan pretibia. 
F. Pyoderma Vegetans 
Lesi berupa plak verukosa yang akan erosi disertai pustul pada lipatan tubuh. 
G. Dermatosis Pustularis Subkornealis 
Lesi berupa plak polisiklik dan anular disertai pustul halus dengan tepi 
superficial; banyak ditemukan pada lipatan tubuh. 
 
• Pustula Generalisata 
A. Varicella 
Lesi berupa vesikel dengan dasar eritem dan kan berubah menjadi pustul dalam 
3-4 hari, muncul secara berkelompok. Erupsi generalisata hebat pada kepala, 
leher, dan tungkai atas. Penegakan diagnosa  dibantu dengan tes Tzanck. 
diagnosa  banding: 
• Erupsi Variselformis Kaposi: lesi mirip pustul, berkaitan dengan penyebaran 
herpes simpleks pada pasien dengan dermatitis eksematosa atopik atau 
Penyakit Darier; erupsi khas terpusat disekeliling lesi herpes simpleks 
seperti pada area  mulut ataupun genitalia, namun tidak seluas varicella. 
Dapat dibantu dengan tes Tzanck. 
B. Psoriasis Pustularis 
Lesi berupa plak eritematosa edematous yang nyeri disertai pustul kecil. “Danau” 
pus dapat ditemukan . Pasien nampak sakit, demam, dan leukositosis. Papul atau 
plak psorisiform dapat atau tidak dapat ditemukan. 
diagnosa  banding: 
• Impetigo Herpetiformis: secara klinis mirip dengan psoriasis pustularis; 
muncul saat kehamilan 
• Erupsi Obat: erupsi obat pustularis relaitf jarang 
• Halogenoderma: secara khas terlokalisir pada satu bagian tubuh namun 
dapat tersebar secara generalisata. Demam bervariasi 
 
 
C. Bakterimia dan Fungaemia 
Lesi berupa papul atau nodul eritem atau purpura terutama pada area  akral. 
Pusat lesi akan menjadi pustul dalam beberapa hari. Pustul seringkali berwarna 
abu-abu seperti  “logam bedil”, akibat perdarahan dalam pustul. Keadaan pasien 
nampak sakit. 
D. Sindroma ‘Sweet’ 
Sebagian lesi berupa plak atau papul merah edematous, tetapi lesi kemudian 
berubah menjadi pustul. 
 
Pustula Folikularis 
A. Folikulitis 
Inflamasi pada papul folikuler akan berubah menjadi pustul, dapat dibedakan dari 
penyakit pustularis lain karena lesi monomorf. Tampak banyak rambut keluar dari pusat 
pustul. 
diagnosa  banding: 
• Folikulitis Bakterial: dapat muncul pada semua permukaan tubuh dengan 
predileksi ekstremitas dan kulit kepala. Pemeriksaan yang dilakukan berupa 
pewarnaan Gram, ditemukan bakteri coccus gram-positif. 
• Folikulitis Jamur: biasa disebabkan oleh Candida. Lesi berupa plak maserasi 
eritem dengan tepi pustul folikularis, dan biasa muncul pada kulit yang lembab 
dan kotor. Pityrosporum merupakan organisme yang sering ditemukan. 
B. Pustula Akneiformis 
Proses akneiformis memperlihatkan pembentukan komedo sebagai tanda diagnostik.   
diagnosa  banding: 
• Akne Vulgaris: salah satu penyakit akneiformis yang memperlihatkan suatu 
campuran komedo tertutup dan terbuka, disertai papul, pustul, dan nodul 
inflamasi yang muncul pada wajah, leher, dan tubuh bagian atas. 
• Chiorakne: suatu bentuk akne inflamasi yang diinduksi oleh paparan hidrokarbon 
polihalogenasi, lesi cenderung berupa nodul atau papul. Muncul pada area  yang 
sama dengan akne, juga pada tempat yang tidak lazim, seperti tungkai dan kulit 
kepala. 
• Akne yang Diinduksi Obat: akne yang diinduksi oleh obat (misal, Prednison) 
memberikan lesi khas yaitu monomorf dan pustul merupakan lesi dominan. 
Pustula yang terbatas pada punggung 
• Folikulitis: pustul intak dengan rambut yang menembus keluar 
    
• Candidiasis: papul berkrusta dan jarang muncul plak eritem dengan tepi pustul 
yang mengalami maserasi 
• Acne: campuran papul, pustul, dan komedo 
• Miliaria: sebagian lesi berupa erosi yang tertutup krusta disertai beberapa 
vesikel atau pustul intak (lesi non-folikuler) 
 
Pustul yang Terbatas Pada Telapak Tangan dan Kaki 
diagnosa  banding: 
• Psoriasis Pustularis: terdapat “Danau Pus” pada pustul subkornealis superfisial. 
Banyak ditemukan pada telapak tangan dan kaki (Pustulosis palmaris et plantaris). 
Mirip dengan psoriasis pustularis (pustula kering berwarna coklat/oranye). 
• Scabies: lesi berupa papul atau terowongan berkrusta, namun jarang ditemukan 
pustul; biasanya disertai keterlibatan jaringan ikat longgar hebat. Banyak ditemukan 
pada telapak tangan dan kaki terutama anak-anak. 
• Infeksi Dermatofita: lesi berupa vesikel kemudian berubah menjadi pusutl dan pada 
area  relatif kecil, yaitu pada tangan dan kaki. Pada tangan, kaki, dan mulut ciri lesi 
berupa pustul abu-abu dengan dasar eritem, ovoid, disertai nyeri, dan disertai erosi 
mulut. 
• eritema Multiform: lesi target dengan pustul sentral kadang dapat ditemukan. 
 
Erupsi Eksudatif (Krusta) 
Lesi vesikobulosa dan pustul mengakibatkan krusta pada kulit. Krusta tidak dapat 
berdiri sendiri, sekalipun mendominasi, krusta merupakan gambaran klinis impetigo dan dua 
penyakit lain. 
Impetigo, lesi dapat berupa krusta berwana mirip sarang lebah. area  tempat 
muncul lesi terutama pada sela-sela mukosa dan disertai rasa gatal yang menyolok. 
diagnosa  banding: 
• Eksema Impetiginosa: krusta berwarna seperti sarang lebah muncul dari kulit yang 
mengalami eritematosa dengan likenifikasi. 
• Pemfigus Foliaceus: krusta berasal dari erosi pada wajah, bagian tengah tubuh. 
Dapat disertai perlepuhan superfisial bila dilakukan inspeksi dengan cermat. 
 
Atropi Epidermal 
Atropi epidermal jarang terjadibila tidak disertai atropi dermis. Lapisan epidermis 
pada atropi nampak mengkilat dan tanpa garis-garis. Jika atropi mencpaai dermis, kulit akan 
nampak longgar dan berkeriput. Bila epidermis atropi akan terdapat penebalan diatas 
   
dermis yang sklerotik, dan kulit akan memounyai gambaran halus mengkilat. Atropi dermis 
ditemukan pada beberapa keadaan:  
• Berikatan dengan lapisan dermis yang menebal dibawahnya: Parut, 
skleroderma 
• Atropi Epidermal dan Dermal Longgar Berkeriput: striae, kerusakan aktinik 
kronik 
• Atropi epidermis dan dermis terlokalisir: parut atropi 
• Aplasia kutis kongenita: biasanya pada kulit kepala 
• Lupus eritematosus diskoid: rasa terbakar pada kulit kepala atau wajah. 
Biasanya disertai dengan perubahan pigmentasi atau sumbatan folikuler 
• Atrophoderma Pasini dan Pierini: plak atropi pada tubuh dengan tepi 
berbatas tegas 
• Akrodermatitis kronik atropikans: pada ekstremitas distal 
• Atropi difus: Atropi generalisata merupakan gambaran normal kulit orang 
tua. 
 
 
  
APENDIK  KULIT 
Kelainan Kelenjar Keringat Ekrin  
Sindroma Hiperhidrotik  
• BERKERINGAT FISIOLOGIS. Dicetuskan oleh kenaikan suhu inti tubuh menyeluruh 
(generalisata) 
• BERKERINGAT YANG BERKAITAN DENGAN KECEMASAN (ANSIETAS). Biasanya 
terbatas pada telapak tangan, kaki dan ketika. dicetuskan oleh katekolamine yang 
dilepaskan pada keadaan cemas (ansietas). 
• HIPERHIDROSIS GUSTATORIUS. Berkeringat pada wajah yang dicetuskan oleh 
makan makanan tertentu, terutama yang mengandung capsaicin. Disertai dengan wajah 
kemerahan. 
• HIPERHIDROSIS NOKTURNAL. Berkeringat malam hari akibat demam nokturnal 
(malam hari) dan merupakan gejala kardinal tuberkulosis dan limfoma. Pada usia tua, 
ini bisa terjadi walaupun tanpa penyakit. 
• CHROMHIDROSIS. Keringat ekrin berwarna akibat produksi lipokrom ekrin. sangat 
jarang terjadi, telah dilaporkan keringat warna hitam, biru, hijau, coklat, merah. 
 
Sindroma Hipohidrotik dan Anhidrotik 
• HIPOHIDROSIS FISIOLOGIS. Akibat dehidrasi: kulit panas dan kering: pasien 
sering pingsan kegerahan (shock panas). 
• HIPOTIROIDISME. Kekeringan pada kulit miksedematosa khas akibat berkurangnya 
keringat ekrin dan menyeluruh. 
• DISPLASIA EKTODERMAL ANHIDROTIK. Pasien laki-laki, dengan penurunan 
keringat ekrin generalisata, hipotrichosis, anodonsia komplit ataupun parsial. 
• HIPOHIDROSIS UNILATERAL. ditemukan  pada kelainan neurologis seperti distropi 
refleks simpatis dan sindroma Horner. 
 
Kelainan Kelenjar Keringat Apokrin 
• HIDRADENITIS SUPURATIVA. Gangguan inflamasi folikel apokrin yang 
menghasilkan nodul dan abses: Sangat nyeri di ketiak, pantat, jarang ditempat lain 
• PENYAKIT FOX-FORDYCE. Papula folikuler berbentuk kubah kecil di ketiak 
 
Kelainan Folikel-folikel Rambut  
Hipertrikosis (Nevoid-Hamartomatosa) 
• NEVUS NEVOSELULARE KONGENITAL. Plak hiperpigmentasi berbatas tegas dengan 
rambut hitam kasar didalamnya. Bisa terdapat pada semua bagian tubuh.  
   
• NEVUS BECKER: Agregasi makula berpigmen atau papul sedikit menonjol, biasanya di 
regio skapula dan dada. Rambut hitam yang nampak normal seringkali terdapat dalam 
lesi. Kongenital atau dapatan pada masa remaja.  
• HIPERTRIKOSIS NEVOID: Bonggol rambut soliter yang biasanya lebih panjang, lebih 
hitam dan lebih kasar dibandingkan  rambut normal. Bersifat kongenital. Hipertrikosis 
lumbosakral disertai dengan disrafisme spinalis.  
 
Hirsutisme. Pertumbuhan rambut normal berlebihan pada wajah, terutama di jambang dan 
jenggot, tepi lengan, tengah dada dan area  pubis. Sebaran rambut pubis berbentuk 
rhomboidal (jajaran genjang) pada laki-laki dan pada wanita segitiga.  
Dlagnosis Banding  
• Sindroma ovarium polikistik: Hirsutisme terjadi selama bertahun-tahun disertai 
obesitas, amenore dan infertilitas.  
• Tumor yang mensekresi Androgen: Hirsutisme dapatan disertai amenore sekunder.  
• Sindroma Cushing: Hirsutisme disertai obesitas pada tubuh, pletora wajah, striae 
abdomen.  
• Sindroma Adrenogenital: Pubertas prekok dengan amenore primer dan hirsutisme.  
• Idiopatik: Tidak disertai amenore, infertilitas ataupun gangguan endokrin lainnya.  
 
Penyebab-penyebab Lain Kenaikan Pertumbuhan Rambut  
• HIPERTRIKOSIS LANUCINOSA. Kenaikan pertumbuhan rambut vellus generalisata, 
terutama banyak di wajah. Pertumbuhan rambut halus panjang tak berpigmen yang 
lebat merupakan masalah dapatan; berkaitan dengan keganasan internal.  
• PORFIRIA KUTANEA TARDA. Rambut terminalis, kasar dan gelap terutama tumbuh 
pada kulit pelipis dan zigomatikus; biasanya disertai elastosis solaris, bula, erosi, atau 
parut dengan milia.  
• HIPERTRIKOSIS YANG DIINDUKSI OBAT. Minoxidil dan cyclosporine 
mengakibatkan hipertrikosis fasial serupa dengan yang ditemukan  pada porfiria, 
kenaikan pertumbuhan rambut pada area  lain seperti lengan atas juga ditemukan. 
Androgen dan kortikosteroid eksogen mengakibatkan hirsutisme.  
Sindroma Alopesia dapat dibagi menjadi kelainan yang tidak mengakibatkan 
parut dan kelainan yang mengakibatkan kehilangan rambut permanen melalui 
pembentukan parut.  
• ALOPESIA ANDROGENETIK. Alopesia nonparut pada kulit kepala karena pengecilan 
(miniaturisasi) folikel rambut; banyak rambut halus nampak dalam area  penipisan 
rambut. Pola khas berupa recesi garis rambut bifrontal, kebotakan pada verteks 
  
(puncak kepala), atau penipisan rambut difus pada seluruh kulit kepala (terutama 
sering pada wanita).  
• ALOPESIA AREATA. Bercak sirkuler atau ovoid pada rambut yang hampir hilang 
seluruhnya dapat terjadi pada semua permukaan kulit. Lesi yang menyolok 
memperlihatkan "garis batas" rambut di tepi. Keterlibatan rambut kepala yang 
berlangsung invasif dapat menimbulkan kebotakan total; hilangnya seluruh rambut 
tubuh disebut alopesia universalis. Kuku jari nampak memiliki  gambaran “beaten 
brass".  
• TELOGEN EFFLUVIUM. Nampak patahan rambut difus tanpa pola. Rambut mudah 
dicabut, rambut masih dalam fase telogen bila dilihat dengan pembesaran.  
• ANAGEN EFFLUVIUM. Rambut hilang karena kerapuhan tangkai yang disebabkan oleh 
obat sitotoksik. Tahan rambut merupakan petunjuk diagnostik, dan rambut pendek-
pendek pada kulit kepala.  
diagnosa  Banding  
• Sistemik lupus eritematosus (SLE), hipotiroidisme, defisiensi besi, serta 
kelainan-kelainan lain dapat mengakibatkan kehilangan rambut nonparut difus.  
• ALOPESIA PARUT PADA KULIT KEPALA. Alopesia yang mengakibatkan kehilangan 
rambut permanen karena pembentukan parut antara lain: Lupus eritematosus diskoid: 
Plak atrofi bulat atau ovoid terlokalisir tanpa folikel rambut.  
• Lichen planopilaris: Serupa dengan lupus papula folikuler violaceus dapat ditemukan  
pada tepi parut, pasca-trauma, pasca infeksi dan postradiasi. 
diagnosa  Banding 
• Sistemik lupus eritematosus (SLE), hipotiroidisme, defisiensi besi, serta 
kelainan-kelainan lain dapat mengakibatkan kehilangan rambut nonparut difus.  
• ALOPESIA PARUT PADA KULIT KEPALA. Alopesia yang mengakibatkan kehilangan 
rambut permanen karena pembentukan parut antara lain:  
• Lupus eritematosus diskoid: Plak atrofi bulat atau ovoid terlokalisir tanpa 
folikel rambut. 
• Lichen planopilaris: Serupa dengan lupus: papula folikuler violaceus dapat 
ditemukan  pada tepi parut. Pasca-trauma, pasca Infeksi dan postradiasi  
 
DERMIS DAN PANIKULUS ADIPOSUS  
Papul, nodul dan tumor dermal (epidermis distasnya biasanya tidak terkena)  
 
Papul, Nodul dan Tumor Dermal Noninflamasi  
GRANULOMA ANULARE. Papul dermal berwarna daging segar atau violaseus dengan 
kecenderungan tersusun anuler atau gabungan plak. Permukaan ekstensor, terutama 
   
punggung tangan, siku, lutut dan pungung kaki terkena. Salah satu variannya granuloma 
anulare papuler generalisata.  
diagnosa  Banding  
• Sarkoidosis, granutoma elastolitik anularis  
SARKOIDOSIS. Penampakannya banyak; umumnya papul atau nodul dermal berwarna daging 
segar atau violaseus yang muncul disekitar lubang tubuh atau pada Parut; plak yang lebih 
besar, berkilat, hiperpigmentasi juga bisa ditemukan . Papul bersusun anuler jarang 
ditemukan.  
diagnosa  Banding  
• Granuloma anulare, granuloma infeksius 
GRANULOMA ELASTOLITIK ANULARE. Plak anuler dengan sentral atropi: terdapat pada 
kulit yang rusak karena sinar matahari kronik. 
diagnosa  Banding  
• Granutoma anulare, sarkoidosis 
DERMATOFIBROMA. Nodul biasanya soliter, walaupun bisa ditemukan  nodul multipel. Nodul 
Intradermal sangat keras, seringkali dengan hiperpigmentasi perifer. Dikelilingi dengan 
benjolan-benjolan kulit bila ditekan dari samping. 
diagnosa  Banding  
• Tumor metastasis, melanoma maligna desmoplastik 
MUCINOSIS PAPULARIS. Papula dermal lembut berwarna daging segar multipel pada 
wajah, leher, tubuh bagian atas, ekstremitas atas. Bisa bergabung, disertai infiltrasi masif 
pada kulit. 
TUMOR METASTASE. Sebagian besar metastase karsinoma berupa nodul intradermal 
sangat keras (sekeras batu) yang umumnya muncul pada kulit kepala dan pada regio 
periumbilikus. Metastase kanker payudara cenderung multipel, mengenai dinding dada. 
Metastase melanoma maligna seringkali berpigmen: metastase kanker lain berwarna buah 
plum atau eritematosa. 
INFILIRAT LEUKEMIK DAN LIMFOID. Papul, plak atau nodul berwarna buah plum, merah 
atau merah jambu yang muncul acak pada permukaan kulit merupakan gambaran khas 
infiltrat leukemik dan limfoma pada kulit. Bila terdapat trombositopenia, gambaran yang 
menyolok adalah purpura. 
 
Papul, Nodul dan Tumor Dermal Inflamasi 
ERITEMA MULTIFORME. Mungkin tidak memperlihatkan perubahan epidermal. Papul atau 
plak eritematosa pada telapak tangan dan kaki serta permukaan dorsal ujung ekstremitas 
sangat khas. 
    
MUCINOSIS ERITEMATOSA RETIKULASI. Papul dermal eritematosa multipel yang 
cenderung bergabung pada bagian tengah punggung ataupun dada atas. Bersifat kronik dan 
seringkali asimptomatik. 
SINDROMA "SWEET. Papul dan plak violaseus atau merah terang sangat nyeri. Banyak 
yang memiliki  gambaran “pseudovesikuler" karena edema intradermal masif. Pustula 
dapat muncul di dalan lesi.  
Sindroma Eritema Nodosum dan Pannikulitis  
ERITEMA NODOSUM. Onset akut; terutama berupa nodul intradermal subakut 
eritematosa, umumnya pada permukaan pretibia. Tidak ada kecenderungan supurasi ataupun 
ulserasi.  
diagnosa  Banding Eritema Nodosum  
• Kuman Infeksius: Kadang tuberkulosis primer (anak), coccidioidomycosis, 
histoplasmosis, sterptococcus betahemolitikus, kuman Yersinia, Limfogranuloma 
venereum Obat-obatan: sulfonamida, kontrasepsi oral. Lain-lain: sarkoidosis (sangat 
sering), kolitis ulserativa, sindroma Behcet, idiopati ±40%.  
diagnosa  Banding Pannikulitis  
• Bentuk Panikulitis nonsupuratif lainnya, seperti penyakit Weber-Christian, 
pannikulitis poststerol. Pannikulitis supurotiva, misal, nekrosis lemak pankreas. 
Vaskulitis nodularis, misal, poliarteritis nodosa, granulonatosis Wegener, eritema 
induratum.  
 
Ulkus  
Ulkus kulit diakibatkan oleh berbagai penyebab antara lain infeksi, vaskulitis, trauma, 
luka bakar, penyakit granulomatosa, kanker kulit, dan penyakit-penyakit yang tidak 
diketahui etiologinya, seperti pyoderma gangrenosum. Pendekatan morfologi untuk 
diagnosa  banding ulkus bisa didasarkan atas distribusi lesi.  
 
Ulkus area  Kepala dan Leher  
• KARSINOMA SEL BASAL. Tepi ulkus menonjol atau bergulung naik: jaringan 
dipenuhi oleh sejumlah pembuluh telanglektasis; muncul pada area  yang terpapar 
sinar matahari.  
• KRARSINOMA SEL SKUAMOSA. Agak bervariasi, tetapi ulkus umumnya terdapat 
pada bagian tengah tumor mirip daging besar, yang dengan atau tanpa hiperkeratosis: 
lebih banyak pada tempat yang terpapar sinar matahari. 
• ARTERITIS SEL RAKSASA. Ulkus nampak pada akhir perjalanan penyakit, seringkali 
sesudah  bertahun-tahun nyeri dibagian pelipis dan area  parietal kepala. Ulkus 
  
terjadi akibat infark, sehingga irreguler dan superfisial, seringkali dengan krusta 
hemoragik. Banyak ditemukan  ulkus temporalis (pelipis) bilateral. 
• Pyoderma Gangrenosum. Ulkus purulen dalam lengan tepi menonjol besar sianotik; 
dapat muncul sesudah  insisi bedah, terutama pada abdomen; namun demikian lokasi 
yang paling banyak di ekstremitas bawah. 
 
Ulkus area  Genital dan Perianal. 
ULKUS INFEKSIUS 
• Syphilis primer: Biasanya nodul soliter dengan ulkus tanpa nyeri disertai 
adenopati inguinal.  
• Chancroid: Ulkus nonindurasi nyeri dengan tepi "bergerigi", adenopati inguinal 
bukan gambaran yang menatap. 
• Herpes simpleks: Lebih banyak mengakibatkan erosi bukan ulkus, kecuali pada 
pasien dengan gangguan sistem imun dimana ulkus bertahan selama beberapa 
minggu, erosi dan ulkus memiliki  gambaran khas tepi 'scalloped' (mudah 
terkelupas). 
• Citomegalovirus: Ulkus perianal pada pasien AIDS. Secara klinis serupa dengan 
ulkus herpes simpleks.  
ULKUS NONINFEKSIUS 
• Penyakit Crohn  
• Ulkus perianal yang disertai dengan drainase fistula dan parut cribiformis: Dapat 
keliru dianggap pyoderma gangrenosum atau hidranitis supurativa. 
 
Ulkus Tungkai Penyakit Vaskuler NonInflamasi 
• ULKUS STATIS VENOSA. Ulkus biasanya superfisial; tepi kurang tegas; sangat 
kronis, pada mulanya berasal dari trauma minor pada prominens tulang; lokasi klasik 
di proksimal atau medial maleolus; banyak bukti adanya insufisiensi venosa, misal 
hiperpigmentasi, edema, varises. 
• Ulkus karena Insufisiensi Arterial. Ulkus "punch-out" berbatas tegas sangat nyeri: 
muncul pada jari kaki, diatas prominena tulang kaki kadang pada tungkai; kulit dingin, 
tak berambut; denyut nadi turun atau hilang; kadang ditemukan klaudikasio 
intermiten. 
 
Ulkus karena Penyakit Granufomatosa  
• NEKROBIOSIS LIPOIDIKA DIABETIKORUM. Plak atropik dengan warna coklat 
kekuningan di tengah dengan tepi bayangan biru; biasanya di pretibia; telangiektasia 
dan inftitrasi dengan lipida netral, fosfolipid dan kolesterol nampak dibawah bagian 
tengah plak atropi; ulkus terjadi pada atropi hebat.  
    
• SARKOIDOSIS. Ulkus Jarang pada pasien sakoidosis; gambarannya serupa 
nekroblosis lipoidika diabetikorum.  
• PYODERMA GANGRENOSUM. Nodul intradermal sangat nyeri dengan cepat menjadi 
ulkus purulen dalam dengan tepi abu-abu-biru besar. Ulkus muncul sesudah  trauma 
minor; khas diarea  pretibia, tetapi lesi bisa ditemukan juga dipermukaan kulit 
lainnya  
 
Sindroma Chancriform (Lesi Noduloulseratif dengan Limfodenopati Regional). Sindroma 
chancriform pada mulanya selalu akibat infeksi. Harus ada dua komponen yaitu: nodul 
inflamasi dengan atau tanpa ulserasi, yang terjadi pada tempat inokulasi primer kuman 
penyebabnya, serta limfadenopati regional. Nodul inflamasi sekunder bisa muncul pada 
beberapa kelainan, mengikuti perjalanan pembuluh limfe.  
diagnosa  banding  
• Sifilis: Ulkus tanpa nyeri atas dasar nodul keras: tempat paling banyak di genital.  
• Chancroid: Ulkus sangat nyeri dengan indursi minimal dan tepi tak rata: biasanya di 
genital.  
• Tuberkulosis Inokulasi primer: Lesi primer berupa nodul tanpa nyeri verukosa 
biasanya pada jari tangan.  
• Mycobacteria atipik: Identik dengan tuberkulosis, paling banyak karena 
Mycobocterium marinum. Banyak nodul inflamasi sekunder sepanjang limfe, 
terutama pada pejamu yang mengalami immunosupresi.  
• Sporotrikosis: Nodul inflamasi nyeri ringan, biasanya juga pada jari: selalu ada 
nodul sekunder multipel sepanjang aliran limfe, riwayat karena pekerjaan berguna.  
 
Sklerosis (Sindrom Sklerodernoid)  
Kulit sklerotik terasa kaku, tidak elastis dan melekat ke jaringan di bawahnya. Sklerosis 
bisa merupakan perubahan primer seperti pada skleroderma atau dapat akibat sekunder 
proses penyakit lain, seperti pada penyakit stasis vena kronis. Sindroma dimana terjadi 
sklerosis dapat dibagi menjadi penyakit yang terdistribusi menyeluruh dan yang 
sirkumskripta.  
 
Sklerosis Generalisata  
• SKLEROSIS SISTEMIK. Seluruh kulit mengalami sklerotik, tetapi perubahan paling 
jelas di akral dan di wajah. Kulit jari tangan, kaki, punggung tangan dan kaki mengkilat, 
kaku dan keras bila diraba, ujung jari berdekak. Gambaran yang menyertai kontraktur 
fleksi, telangiektasis periungual, kalsinosis kutis dan sindroma Raynaud. Kulit wajah 
juga sklerotik sehingga wajah nampak mengkilat seperti topeng.  
   
diagnosa  Banding  
• Bentuk skleroderma lainnya (lihat bawah).  
• PENYAKIT ‘GRAFT-VERSUS-HOST’. Serupa dengan sklerosis sistemik, tetapi 
perubahannya tidak selalu nampak pada wajah dan tubuh. Sklerosis disertai 
poikiloderma (hiper-, hipopigmentasi dan telangiektasis).  
diagnosa  Banding  
• diagnosa  tak sulit, ada riwayat cangkok sumsum tulang.  
 
 
Varian Skleroderma  
• SINDROMA CREST. Mirip sklerotik sistemik, tetapi perubahan terdapat di 
ekstremitas akral. Kalsinosis dan sindroma Raynaud sangat menyolok.  
• SKLERODERMA LINEAR. Garis sklerotik ku1it linear, biasanya soliter dan melekat 
erat ke tulang dibawahnya. Banyak di ekstremitas dan kulit frontoparietal (coup de 
sabre = irisan pedang)  
diagnosa  Banding  
• Aplasia kutis kongenita: Parut linear atropik dapat mirip skleroderma linear, 
tetapi kulit tidak benar-benar sklerotik.  
• Atropi hemifasial tipe Romberg-Perry: Atropi jaringan subkutan dapat 
mengakibatkan depresi linear pada wajah, tetapi kulit itu sendiri tidak atropi, 
sklerotik ataupun perpigmen.  
• MORFEA. Plak sklerotik dengan tersebar acak. Biasanya bulat atau ovoid; warna dari 
kuning lilin sampai coklat. Lesi sembuh meninggalkan makula hiperpigmentasi coklat.  
• CACAT MORFEA PANSKLEROTIK MASA KANAK-KANAK. Morfes hebat tersebar 
luas disertai sklerosi pada lemak dan otot dibawahnya, terutama pada ekstremitas. 
Keterlibatan sistemik tidak terjadi. Terutama pada anak-anak.  
diagnosa  Banding  
• Sklerosis sistemik, sindroma CREST .  
Penyebab Sklerosis Lainnya  
• SKLEROMIKSEDEMA. Pasien dewasa: banyak sekali papul edematosa yang 
bergabung mengakibatkan sklerosis difus pada wajah, tubuh dan ekstremitas akral. 
Kulit lentur tebal.  
• SKLEREDERMA. Penebalan dermis seperti kayu difus, terutama pada regio 
trapezius; dada atas depan dan leher juga sklerotik. Berkaitan dengan infeksi 
streptococcus dan terutama diabetes melitus.  
• PORFIRIA KUTANEA TARDA. Porfiria yang lama mengakibatkan sklerosis kulit yang 
terkena. Perubahan pada kulit yang terbuka wajah, tubuh atas, punggung tangan.  
• EDEMA KRONIK. Edema kronik dapat mengakibatkan fibrosis sekunder pada dermis 
dan jaringan lunak dibawahnya. Fenomena ini paling jelas pada pasien dengan edema 
    
pedis kronik karena penyakit stasis vena, penyakit jantung atau ginjal, atau 
limfedema.  
 
Edema 
Pitting Edema  
diagnosa  Banding  
• Kenaikan kadar air ekstraseluler: Penyakit jantung kongestif, insufisiensi 
ginjal kronik, kelebihan mineralokortikoid.  
• Gangguan drainase limfe: Atresia limfe, obstruksi limfe karena tumor atau 
limfoma, obstruksi limfe sekunder akibat terapi radiasi, ligasi bedah, dll.  
• Gangguan drainase venosa: insufisiensi venosa kronik.  
Edema Nonpitting  
diagnosa  Banding  
• Kelebihan substansi dasar: Miksedema pretibia, skleromik sedema, lupus 
eritomatosus 'membengkak’.  
Edema kronik dengan fibrosis sekunder: Penyakit stasis venosa, limfedema, filariasis yang 
lama. Istilah elephantiasis menunjukkan hipertrofi masif pada epidermis, dermis dan 
jaringan subkutan dengan sklerosis. Elephantiasis umumnya mengikuti limfedema lama 
karena berbagi sebab diatas. Epidermis dari kulit yang mengalami elefantiasis dipenuhi 
papul dan nodul verukosa serta lipatan-lipatan kelebihan kulit fibrotik berkeriput. 
 
 
PANIKULUS ADIPOSUS 
SINDROMA ERITEMA NODOSUM (lihat atas)  
LIPOATROPI 
• Atropi lemak Insulin: Hilangnya lemak subkutan wajah, kadang leher, tubuh atas 
pada wanita, yang terjadi pada, dekade pertama kehidupan.  
• Panatropi Gowers: Depresi atropik berbatas tegas pada ekstremitas atau punggung; 
atropi seluruh lemak disertai atropi kulit diatasnya.  
• Hemiatropi fasial Romberg dan Perry: Atropi kulit, lemak subkutan, otot dan tulang 
wajah unilateral. Tak ada perubahan epidermal.  
• Lipodistrofi total: Kehilangan lemak subkutan generalisata muncul saat lahir atau 
beberapa saat sesudah  lahir. Berkaitan dengan hepatomegali dan diabetes melitus.  
 
Sellulitis. Selulitis merupakan proses inflamasi akut yang mengenai lemak subkutan dan 
dermis dalam, biasanya karena infeksi bakteri. Istilah "erisipelas" menunjukkan selulitis 
oleh streptokokus beta-hemolitik grup A atau Staphilococcus aureus.  
   
• SELULITIS STREPTOKOKUS. Plak eritematous nyeri dengan batas tak tegas: tanpa 
fluktuasi, bisa disertai limfangitis.  
• SELULITIS STAFILOKOKUS. Mirip, jika tidak identik dengan selulitis 
streptokokus, tetapi pembentukan abses sangat khas.  
diagnosa  Banding  
• Selulitis karena bakteri lain (misal, Hemophylus -influenzae); Infeksi fungi 
profunda (host mengalami gangguan immunologi); sindroma Well (tanpa 
demam); pembengkakan mirip selulitis bisa anuler.  
• SELULITIS NEKROTIKANS. Plak nyeri progresif cepat dengan tepi ireguler; bagian 
tengah menjadi iskemik, kemudian infark; biasanya pasien mengalami immunosupresi 
sakit berat. 
 
PEMBULUH DARAH  
Erupsi Ersantematosa Lain (Ruam dan Demam) 
• ERUPSI MORBILIFORMIS - EKSANTEMA IMFEKSIUS  
• Campak: Batuk  dan gatal tenggorokan, konjungtivitis pada hari 1 demam; ruam 
nampak pada hari 3 dan pada mulanya terdiri atas papul halus yang bisa pucat 
(bila ditekan = blanchable) di wajah, kemudian menyebar ke tubuh dan 
ekstremitas; ruam dan demam memuncak pada hari 4; ruam merah kebiruan 
(livide); pasien nampak lesu lemah. Ruam hilang kari ke-7.  
• Rubella: Penyakit lebih ringan dari pada campak; pertama kali ruam, adenopati 
cervikal posterior, demam derajat ringan pada hari 1; ruam makula merah 
jambu generalisata; mulai menghilang pada hari 3.  
• Eritema Intfeksiosum: Penyakit ringan; ‘Pipi tersaput kemerahan’ muncul pada 
hari 1 dan eksantem generalisata nampak pada hari 2 atau 3, menghilang 
sesudah  10 hari; rekurensi ruam sering terjadi beberapa minggu kemudian, 
ditandai khas eritema retikulata pada ekstremitas.  
• Exanthem subitum (roseola Infantum): Demam pada bayi onset tiba-tiba; 
deman revolusi cepat pada hari 4 dengan munculnya eksantem morbiliform 
makula generalisata dalam 24 jam penurunan demam; ruam mulai pada tepi 
leher. Eksantem virus lainnya: Echovirus dan adenovirus banyak menimbulkan 
eksantem.  
• Demam berbercak Rickettsia-Rocky Mountain: Pada mulanya ruam makula 
merah-jambu, dan bisa pucat, pertama kali muncul pada pergelangan tangan dan 
kaki. Demam, letih, nyeri kepala bermula pada saat yang sama dan memburuk 
ketika ruam berlanjut ke proksimal.  
• Lesi menjadi petechiae dalam 24 jam.  
    
ERUPSI OBAT MORBILIFORMIS. Saat onset bervariasi dari 48 jam sampai 
beberapa minggu sesudah  dosis pertama. Ruam obat muncul tiba-tiba, simetris, menyeluruh, 
sering merah terang pada orang Eropa; obat yang sering menimbulkan antara lain, 
antibiotika beta-laktam, sulfonamida, antikonvulsi. karakteristik sindroma ruam obat 
sebagat berikut:  
• Sindroma hipersensitivitas antikonvulsan: Demam, limfadenopati generalisata, 
eosinofi1ia, 1imfositosis atipik, hepatomegali, ruam morbiliform generalisata, 
kadang kala dengan pustula folikuler.  
• Sindroma Mononukleosis-ampisillin: Eksantem generalisata tidak dapat 
dibedakan dari ruam obat lain yang sering terjadi pada pasien mononukleosis 
infeksiosa yang diterapi dengan ampisilin atau antibiotik beta laktam.  
 
Sindroma Eritema Toksik Sindroma eritema toksik di tandai khas oleh ruam generalisata 
yang disertai eritema difus pada telapak tangan dan kaki, seringkali dengan edema jelas 
pada permukaan akral. Disertai mukositis, sehingga mengakibatkan “strawberry tongue". 
Eritema toksik menghilang disertai deskuamasi stratum korneum.  
DEMAM SCARLET. Eksantem generalisata yang berkaitan dengan faringitis 
streptokokus, demam, mual, muntah. Folikel menyolok; deskuamasi menimbulkan ruam 
seperti "amplas"; strawberry tongue, kadang disertai petekie fletsura.  
SINDROMA SYOK TOKSIK. Eksantem generalisata bisa berbentuk morbiliform atau 
urtikaria; mukositis ringan; inflamasi dan deskuamasi akral menyolok. Keadaan lainnya 
adalah hipotensi atau syok, sitopenia, inflamasi hepatoselulare, rhabdomyolisis, gagal ginjal, 
ensefalopati toksik.  
PENYAKIT KAWASAKI. Terjadi pada anak kecil; demam persisten menetap selama 
lebih dari 5 hari disertai limfadenopati generalisata (terutama leher); konjungtivitis, 
strawberry tongue, bibir merah, ruam polimorf, bisa morbiliform, urtikaria atau kombinasi, 
dengan eritema akral menyolok dan deskuamasi berlembaran khas pada telapat tangan dan 
kaki.  
 
ERITEMA AKRAL YANG DIINDUKSI KEMOTERAPI. Reaksi toksik terhadap 
berbagai bahan kemoterapi, khususnya cytarabine. lebih sedikit dibandingkan  eritema toksik 
lainnya; biasanya telapak tangan edem, eritemtosa, nyeri disertai pembentukan lepuh atau 
deskuamasi.  
PENYAKIT 'GRAFT-VERSUS-HOST’ AKUT. Serupa penyakit Kawasaki dan eritema 
akral yang diinduksi kemoterapi. Riwayat transplantasi sumsum tulang atau transfusi pada 
host terimmunosupresi.  
  
Sindroma Urtikaria 
URTIKARIA. Ditandai khas oleh gelembung berbagai ukuran, biasanya terdistribusi 
generalisata acak. Petunjuk diagnostik berupa lesi muncul dan hilang serentak (evanescent), 
yang bertahan kurang dari 24 jam. Angioedema kadang disertai urtikaria. Diketahui 
beberapa Jenis: 
• Dermografisme (Dermatografisme): Pembentukan gelembung diinduksi oleh garukan 
atau gesekan kulit, sehingga menimbulkan gelembung urtikaria linear.  
• Sindroma urtikaria kontak: Urtikaria muncul beberapa menit sesudah  kontak dengan 
antigen yang dapat larut air, gelembung hanya muncul pada tempat kontak. 
• Urtikaria cholinergik: Urtikaria yang diinduksi aktivitas fisik atau panas dengan 
gambaran khas gelembung mikropapul berukuran sampai 0,5 cm. 
• Vaskulitis urtikaria: Gelembung urtikaria persisten, bertahan lebih dari 24 jam. 
menjadi purpura sesudah  1-2 hari.sering disertai purpura.  
• Papul dan Plak Gatal pada Kehamilan (PUPPP): Gelembung urtikaria persisten pada 
trimester ketiga primigravida. Lesi nampak pertama kali pada striae distensa, 
kemudian menyeluruh. Menghilang sesudah  persalinan. 
 
Purpura. Purpura akibat ekstravasasi eritrosit dalam dermis. Bisa akibat perlukaan 
pembuluh atau gangguan hemostasis. Ukuran lesi purpura memberi petunjuk mengenai 
peabuluh yang berdarah, kemudian akan menunjukkan etiologi purpura. 
• ERUPSI PETECHIAE: Petekie adalah makula purpura berdiameter 0,1-0,5 cm. Lesi 
kecil ini  akibat perdarahan kapiler, baik akibat trombositopenia, dimana terjadi 
perdarahan lain (epistaksis, perdarahan gusi, dil), ataupun kapilaritis, yang 
mengakibatkan petekie kecil-kecil tersebar kronik pada ekstremitas bawah. Petekie 
capilaritis pada mulanya berwarna jingga kemudian menjadi merah bata dan 
pigmentasi menetap selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. 
• ERUPSI EKIMOTIK. Ekimosis akibat perdarahan pembuluh darah besar dan khas 
ditemukan pada koagulopati; sesudah  trauma. Istilah purpura senilis menunjukkan 
ekimosis pada permukaan ekstensor lengan bawah dan tangan serta kerusakan karena 
matahari pada orang tua. 
• PURPURA TERABA (PALPABEL). Papul-papul purpura paling sering akibat perlukaan 
pembuluh inflamatif, misal, vaskulitis. Penyebabnya antara lain: 
• Vaskulitis leukositoklastik:  Papul purpura dengan predileksi pada area  
tergantung, seperti tungkai dan kaki; lesi yang lama dan lebih besar dapat 
mengalami ulserasi, dan kadang ditemukan  bula hemoragik. Bisa disertai melena, 
hematuria, atralgia, arthritis, nyeri abdomen, dan neuropati perifer. Jumlah lesi 
biasanya ratusan. 
    
• Sepsis: Sepsis bakterial atau fungi mengakibatkan papula purpurik, yang 
kemudian menjadi pustula. Lesi terjadi pada permukaan akral dan diatas 
persendian seperti pada gonokokaemia. Sering hanya ditemukan  beberapa lesi. 
• Meningokokaemia: Mengakibatkan erupsi petekie disertai beberapa papul 
purpurik; lesi berbentuk stelata dan banyak. 
 
Infark pada kulit: Infark pada kulit berbentuk stelata, seringkali dikelilingi oleh retikularis 
livid. Kulit infarka pada mulanya purpurik, kemudian abu-abu atau hitam kadang dengan 
ulkus. Ukuran dan lokasi infark serta derajat livido berguna untuk membedakan berbagai 
penyebab infark kulit. 
• INFARK EMBOLI. Ateroemboli terjadi spontan di ujung jari kaki atau sesudah  
tindakan vaskuler invasif. Livedo mendominasi penampakkan; Infark sering kecil. 
Emboli septik berbentuk makula livedoid purpurik, papul purpurik atau perdarahan 
splinter pada telapak tangan dan kaki, jari tangan dan kaki. Jumlahnya beberapa. 
 
Vaskulitis  
• LIVEDO RETIKULARIS DENGAN ULKUS . Livedo menunjukkan oklusi pembuluh 
darah dan terutama merupakan gambaran sindroma artritis . Penyakit emboli atau 
obat juga mengakibatkan livedo. 
• POLIARTERITIS NODOSA. Pasien sering nampak sehat ; pola livedo jelas pada 
ekstremitas dengan nodul subkutan nyeri multipel ; nodul pecah membentuk ulkus 
stelata sangat nyeri di tengah bagian livedo, 
• VASKULITIS NODULARIS. Gambaran mirip poliarteritis nodosa, walaupun livedo 
nampak jelas. 
• GRANULOMATOSIS WEGENER. Pasien sakit: vaskulitis polimorf dengan nodul 
purpura palpable, livedo subkutan sangat nyeri menjadi ulkus. 
• LEUKOSITOKLASTIK VASKULITIS (Atrophie blanche). Plak atropik putih rata 
dengan pembuluh angiektaktik kecil dan pungtum purpura di tepinya; ulkus 
superfisial tetapi sangat kronis, terdapat ditengah plak: sangat nyeri disertai 
"berdenyut" atau rasa terbakar. 
 
Penyakit Vasooklusi  
• CRYOGLOBULINEMIA. Infark terdapat pada jari tangan dan kaki, telinga, hidung 
serta bagian kulit yang sangat dingin. Terdapat sianosis dan livedo; ulkus jarang 
terjadi. 
• TROMBOSIS AKUT. Trombosis arteri besar.mengakibatkan gangren diseluruh 
bagian, tetapi trombosis arteriol mengakibatkan infark kulit. Khas berupa plak 
   
purpura geografik atau stelat dengan ulkus ditengah. DIC (koagulasi intravaskular 
menyeluruh) mengakibatkan ekstremitas terkena asimetris. Antibodi  
antiplateletyang diinduksi heparin memicu  gambaran serupa bila heparin 
diberikan secara sistematik. Nekrosis warfarin pada kulit terlokalisir, terdapat pada 
area  berlemak seperti pantat abdomen dan purpura fulminan dan merupakan 
manifest trombosis intravaskular, biasanya karena DIC . 
 
II. KEADAAN REAKSI KLINIS YANG DIKLASIFIKASIKAN TANPA  
MEMPERHATIKAN TEMPAT ANATOMISNYA.   
Gangguan kelainan fotosensitivitas berperan penting melalui berbagai cara. Klasifikasi 
biofisik gangguan sensitivitas cahaya didasarkan pada spektrum kerjanya, yakni panjang 
gelombang atau rantai panjang gelombang yang mengakibatkan penyakit klinis. Sebagian 
besar penyakit fotosensitivitas bekerja dalam spektrum ultraviolet, walaupun panjang 
gelombang sinar yang nampak juga dapat mengakibatkan penyakit pada keadaan tertentu. 
Pendekatan kedua untuk disusun menurut onset umur serta perbedaan gambaran klinis. 
FOTOSENSITIVITAS 
Fotosensitivitas poda Masa Bayi (tanpa Telangiektasis)  
• XERODERMA PIGMENTOSUM. Diturunkan autosomal resesif; onset pada awal masa 
bayi dengan kecenderungan luka bakar matahari menyolok, timbul bercak-bercak 
terbakar xerosis dini. Kemudian muncul kanker kulit.  
• PORFIRIA ERITROPOEITIK. Diturunkan autosomal resesif; urin merah jambu; 
fotosensitivitas hebat pada awal masa bayi dengan pembentukan vesikel di area  
yang terpapar sinar matahari. Mengakibatkan parut progresif.  
• PROTOPORFIRIA ERITROPOEITIK. Autosomal dominan; fotosensitivitas jelas pada 
awal kanak-kanak; tidak seberat porfiria eritropoeitik. Dalam beberapa jam timbul 
eritema, edema, vesikel dan krusta pada paparan sinar matahari.  
 
Fotosensitivitas pada Bayl (dengan Telangiektasia)  
• SINDROMA BLOOM. Eritema wajah yang diperberat paparan sinar matahari, 
telangiektasia dengan pembentukan sisik, dan vesikulasi dimulai pada masa bayi atau 
awal kanak-kanak dan progresif. Disertai dengan Berat Lahir Rendah (BLR) dan 
hambatan pertumbuhan.  
• SINDROMA COCKAYNE. Manifestasi kulit seperti sindroma Bloom (atas); disertai 
dengan kerdil (dwarfisme), pigmentasi dan atropi retina progresif, retardasi mental, 
tuli dan defek neurologis.  
• SINDROMA ROTHMUND-THOMSON. Autosomal resesif; eritema pada area  
paparan sinar matahari dimulai sebelum 6. 
  
Dermis 
Dermis menunjukkan jaringan Fibroelastik yang kuat dengan jaringan kolagen dan 
fiber elastik yang melekat pada matrik ekstraseluler dengan kapasitas pengikat air yang 
tinggi. Berlawanan dengan komponen fibrous yang tersusun ketat dari lapisan retikular 
dermis, tekstur fibrous pada badan papilar dan perifolikular serta komponen perivaskular 
bersifat longgar. Orientasi ikatan-ikatan kolagen mengikuti susunan di sekitarnya.  
Dermis berisikan jaringan vaskular yang terletak paralel dengan permukaan kulit pada 
tingkat yang bermacam-macam serta dihubungkan oleh pembuluh penghubung vertikal. 
Dermis bagian atas membentuk pleksus dan sebagai area  vaskular pada beberapa papilla 
dermal superfisial dan "jaringan kerja" dihubungkan secara erat sehingga seluruh sistem 
vaskular dermal menunjukan unit tunggal tiga dimensi yang berisi pembuluh-pembuluh 
dengan ukuran dan dimensi yang berbeda-beda. Pola-pola reaksi vaskular pada kulit 
sebaiknya tidak diamati secara skematis karena pembuluh-pembuluh tidak beraturan dan 
tersusun geometris seperti yang tampak dari gambar-gambar skematis. Susunan sistem 
vaskular adalah modifikasi regional karena sistem ini juga tergantung pada ketebalan lemak 
kulit, yang berlainan dari area  satu sama lainnya. Pembuluh-pembuluh darah dan jaringan 
konektif periadvensial yang longgar di sekelilingnya, menunjukkan unit reaksi yang 
melekatkan tiga dimensional pada matrik jaringan konektif. 
Jaringan konektif lo