DNA 1

 

































DNA





 patogen zoonosis yang mengakibatkan  penyakit pada pasien  ,antara lain:  

virus H1N1  yang ditularkan dari babi  dan  virus influenza H5N1 dan H7N7 yang ditularkan  dari unggas   ,Identifikasi virus  dilakukan dengan   teknik test  secara konvensional maupun  teknik molekuler, seperti serologi, kultur jaringan, isolasi virus pada telur ayam bertunas  specific pathogen free (SPF) dan pemakaian  mikroskop elektron,  metode molekuler    mempunyai kelemahan  seperti virus tidak dapat kembangbiakan  di  laboratorium, namun hanya dapat dikarakterisasi dengan  metode molekuler,terjadi reaksi silang,kurang sensitif, intepretasi hasil sangat  kompleks, pertumbuhan organisme lambat, 

 teknologi baru untuk deteksi secara cepat adalah teknologi generasi  antibodi monoklonal dan kumpulan metodologi  teknologi molekuler yang menciptakan dasar teknologi  rekombinan DNA, sekarang   ini, teknik   molekuler  dipakai untuk penelitian penyakit   memakai  informasi sekuen agen patogen yang diketahui untuk  mempelajari  epidemiologinya dan mengidentifikasinya,

Kemajuan teknologi molekuler  amplifikasi genom dengan Polymerase 

Chain Reaction (PCR) konvensional atau PCR  degenerasi yang menjadi gold standard terbaru untuk  menemukan  mikroba, 

 Polymerase Chain  Reaction  sebagai  media penelitian diagnosa    di laboratorium mikrobiologi  klinik ,  Polymerase Chain  Reaction   dipakai untuk mengembangbiakan DNA  atau RNA, 

Untuk mengembangbiakan RNA, proses PCR  didahului dengan reverse transcriptase terhadap  molekul mRNA sehingga diperoleh molekul 

complementary DNA (cDNA). Molekul cDNA itu   kemudian dipakai sebagai cetakan dalam proses  PCR. Proses PCR untuk mengembangbiakan RNA dinamakan   Reverse Transcriptase-Polymerase Chain  Reaction (RT-PCR).

sensitivitas   test RT-PCR real time dan  konvensional  dapat ditingkatkan 

dengan merekayasa  test itu  seperti  nested RT-PCR, multiplex  RT-PCR konvensional maupun real time , rekayasa  test ini sudah banyak  digunakan  untuk mengidentifikasi genom virus   seperti Newcastle  Diseases  dan Avian Influenza ,


test PCR real time yang berdasar  fluoresensi menjadi   metode test yang sering dipakai untuk deteksi  cDNA ,RNA dan DNA,   metode  ini sangat sensitif sehingga  kuantitas sekuens asam nukleat dapat  diketahui  dan memungkinkan perkembangbiakan  dapat  terjadi secara bersamaan  

 Polymerase Chain Reaction (PCR) real time.sangat cocok  untuk bermacam macam  media penelitian seperti   genotipe single nucleotide polymorphisms (SNP),diagnosa ekspresi  gen, diskriminasi alel ,penentuan jumlah virus, deteksi organisme yang mengalami mutasi genetik, .pemanfaatan  probe   peningkatan spesifisitas pada test PCR real time.jika dibandingkan dengan test PCR konvensional, Namun begitu , ada kekurangan  dari  PCR real  time  yaitu memerlukan pemahaman  teknik yang benar untuk hasil yang akurat dan  memerlukan  peralatan  medis dan reagen yang mahal ,.kelebihan test PCR real time    selain sensitivitasnya yang  lebih tinggi  juga  lebih dinamis, risiko kontaminasi silang lebih sedikit, kemampuan media penelitian penggunaannya untuk test lebih banyak   jika dibandingkan  dengan PCR konvensional ,

fase  yang dilakukan selama  test PCR real time dimulai dari isolasi RNA atau 

DNA sampai diagnosa data. metode PCR real time  adalah menemukan dan mengkuantifikasi reporter  fluoresen. Sinyal fluoresen akan meningkat seiring 

dengan bertambahnya perkembangbiakan  DNA PCR dalam  reaksi, Reaksi selama fase eksponensial dapat dipantau  dengan  jalan mencatat jumlah emisi fluoresen pada setiap  siklus. Peningkatan hasil  perkembangbiakan  PCR pada fase  eksponensial berhubungan dengan jumlah inisiasi  target gen. semakin  tinggi tingkat ekspresi target gen  maka deteksi emisi fluoresen semakin  cepat terjadi ,  banyaknya jumlah  urutan DNA target dicapai 

dengan  jalan menentukan jumlah siklus  perkembangbiakan . Jumlah 

siklus perkembangbiakan  diperlukan untuk memproduksi produk PCR berdasarkan fluoresensi di awal fase  eksponensial PCR dan  untuk melewati garis ambang  fluoresensi  atau  siklus threshold (Ct). Jumlah siklus yang 

diperlukan untuk mencapai ambang batas dinamakan  Ct.  Siklus Ct adalah prinsip dasar dari PCR real time dan  untuk memperoleh  data  akurat. Nilai Ct PCR real time   berkorelasi dengan banyaknya jumlah  urutan DNA target

 Apabila jumlah  urutan DNA target  tinggi di awal reaksi, nilai Ct akan lebih cepat  diketahui. Namun , nilai Ct akan lebih sering  ditemukan pada fase eksponesial di setiap siklus perkembangbiakan  PCR.  ini yang menjadi alasan  

bahwa nilai Ct lebih mampu mengukur jumlah   perkembangbiakan DNA target dari awal reaksi.

Reaksi PCR real time dapat dilakukan dengan metode  2  tahap  maupun 1  tahap ,  Keseluruhan reaksi sintesis cDNA sampai  perkembangbiakan PCR dalam PCR real time 1  tahap dilakukan dalam 1 tabung. Polymerase Chain  Reaction (PCR) real time 1 tahap dapat  mengurangi  keanekaragaman  perlakuan laboratorium karena  reaksi kedua enzim terjadi dalam 1  tabung. Reaksi  reverse transcriptase pada proses PCR real time 2   tahap dilakukan terpisah dari test PCR real time, Prosedur PCR real time 2  tahap akan bekerja lebih  baik saat  memakai suatu DNA binding dye seperti SYBR green I karena akan lebih mempermudah  untuk mengeliminasi primer-dimer melalui manipulasi  Tm. SYBR green I merupakan salah satu jenis DNA  binding dye yang lebih ramah lingkungan ,dapat  mengikat  100 kali lebih tinggi ,lebih mudah diterapkan karena  tidak memerlukan adanya probe yang menonjol dan 

biaya murah  jika dibandingkan dengan ethidium bromide. 

PCR real  time 2  tahap memungkinkan  terjadinya peningkatan kontaminasi DNA , Berbagai modifikasi PCR real time sudah  dikembangkan untuk meningkatkan kerja dari PCR  real time seperti PCR real time multiplek. sekarang  ini,  sudah tersedia kit komersial untuk PCR real time multiplek yang memungkinkan untuk menggabungkan   beberapa test dalam satu reaksi,  Polymerase  Chain Reaction (PCR) multiplek adalah perkembangbiakan  

secara berkelanjutan  dari   2  atau lebih DNA atau cDNA  target dalam 1  reaksi tabung dan hanya dapat  dilakukan dengan memakai probe berlabel khusus 

pada setiap urutan DNA target. Kelebihan dari PCR  multiplek yaitu  kemampuannya  dalam  menggabungkan test dalam satu sistem  internal kendali dan jumlah contoh yang dibutuhkan lebih  sedikit , 

walau demikian, test ini harus dioptimasi  terlebih dahulu untuk mencegah  adanya interaksi  kompetitif yang   berpengaruh pada   sensitivitas test , 

Penggunaan teknologi probe novel fluoresensi  dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas PCR real time. ada  3  tipe metode PCR real time

yang sering dipakai untuk deteksi asam nukleat  dalam mikrobiologi , yaitu 

molecular beacon , Fluorescence Resonance Energy  Transfer (FRET) probe hibridisasi dan TaqMan probe,  

-Moleculer beacon adalah suatu probe oligonukleotida yang dilabel oleh 3’ quenching dye dan 5’ fluorescent dye dan berbentuk seperti jepit 

rambut , Fluorescence ,

-Resonance Energy Transfer adalah suatu proses spektroskopi dengan mengalirkan energi sebesar 10 sampai 100 Amstrong di antara molekul yang berbeda,  Peningkatan sinyal fluoresensi sebanding dengan  pertambahan  produk PCR yang akan timbul sebagai  akibat dari pemindahan energi resonansi fluorosensi (FRET) antara label fluorogenik yang berbeda  dinamakam  quencher dan  reporter  yang  terhubung  dengan probe atau primer. Beberapa 

format sudah dipakai dalam real time PCR.  

- TaqMan probe adalah   probe fluorescent real time yang pertama kali dikembangkan dan merupakan oligonukleotida  pendek yang mengandung 3’ quenching dye dan  5’ fluorescent dye  yang terpisah. Fluorescent dye yang 

terpisah bertumpuk bertambah banyak  sesudah setiap suhu siklus PCR 

dan dapat diukur di setiap waktu selama tahapan siklus  PCR termasuk tahap hibridisasi,  ini berbeda  dengan probe moleculer beacon dan FRET hibridisasi 

karena fluoresensi hanya dapat diukur selama tahap  hibridisasi ,

Quencher fluorogenik yang paling sering dipakai  adalah Black Hole Quencher (BHQ) ,6-carboxytetramethylrhod-amine (TAMRA), dan 4-dimethyaminoazo benzene-4-carboxylic acid(DABCYL) , Meskipun RT-PCR real time (rRT-PCR) 

merupakan  test diagnosta  yang sensitif , menonjol dan  banyak dipakai untuk deteksi  penyakit secara cepat, namun ada kemungkinan  reaksi negatif palsu dapat terjadi. Reaksi ini  kemungkinan disebabkan oleh  kualitas dari salah  satu reagen yang sudah kadaluarsa,kesalahan personel laboratorium dalam 

melakukan test rRT-PCR  penghambat RT-PCR dan  ekstraksi virus RNA yang sedikit atau sudah  terdegradasi,  contoh yang  diperiksa dapat mengandung substansi penghambat  PCR yang memungkinkan memproduksi hasil negatif 

palsu. Penghambat amplifikasi PCR dapat dideteksi  dengan kendali internal. kendali internal merupakan  kendali dari kualitas  test sehingga test dilakukan secara benar .penggunaan tipe kendali internal positif yang  berbeda pada test rRT-PCR sudah dikembangkan  untuk menguji contoh . Berdasarkan sifatnya 

terhadap target cetakan DNA, kendali internal positif  dibagi menjadi dua, yaitu non kompetitif dan  kompetitif. 

kendali internal  positif nonkompetitif memakai sekuen target yang  berbeda dan mempunyai primer atau probe yang berbeda  sehingga tidak dipakai untuk mengembangbiakan target  amplikon dan  berkompetitif secara tidak langsung 

dengan target amplikon,

kendali internal positif kompetitif  memakai  rancangan tiruan yang dipakai 

untuk mengikat bagian primer yang sama dengan  sekuen internal sehingga dapat dibedakan dari sekuen  target baik ukuran maupun probe-nya. 

Penggunaan kendali khusus  yaitu kendali  negatif ,  positif dan pengendalian mutu reagen  sebagai salah satu pelaksanaan program jaminan mutu 

dari  laboratorium selama  test sehingga hasilnya  benar, 

Resiko kontaminasi pada PCR real time masih  dapat terjadi meskipun resiko kontaminasi yang terjadi  pada PCR real time sangat kecil, karena   perkembangbiakan PCR real time dilakukan dalam sistem yang tertutup 

dan tidak memerlukan fase yang panjang  seperti yang dilakukan seperti di PCR konvensional. Kontaminasi paling sering terjadi antar contoh jika .dibandingkan dengan kontaminasi produk perkembangbiakan  ,  Kontaminasi antar contoh dapat terjadi pada saat  memasukkan contoh ke  tabung  ekstraksi DNA  RNA atau tabung PCR  Teknik pemipetan harus  dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari adanya  aerosol yang dapat memunculkan kontaminasi, 

fase prosedur PCR membutuhkan praktik kerja aboratorium yang benar , ruangan  kerja yang terpisah di laboratorium dan  penggunaan alur kerja searah .

 kendali negatif dipakai untuk  memperlihatkan bahwa reagen yang dipakai tidak  terkontaminasi dengan asam nukleat target , Jaminan mutu reagen  penting untuk  memastikan keberhasilan test PCR real time ,Air atau buffer  dipakai sebagai  kendali negatif. Namun, kendali negatif yang 

berkualitas  adalah contoh yang mengandung asam nukleat selain target untuk mengetahui tidak adanya  perkembangbiakan  PCR non-menonjol atau perkembangbiakan  produk. 

komponen master mix yang mengandung konsentrasi reagen baku sudah 

tersedia secara komersial namun tidak selalu tersedia  untuk primer dan probe FRET.

kendali positif yang dapat dipakai adalah contoh  yang mengandung organisme atau asam nukleat yang  dapat dideteksi. Konsentrasi kendali positif yang 

dipakai harus mampu memberikan hasil positif yang konsisten, 


Polymerase Chain Reaction yaitu  teknik biologi  molekuler untuk mengembangbiakan sekuen DNA menonjol  menjadi jutaan salinan  sekuen DNA. metode  ini memakai metode enzimatis yang  diperantarai primer. metode  dasar PCR yaitu  sekuen  DNA menonjol dikembangbiakan  menjadi dua salinan 

kemudian  menjadi 4  salinan  dan seterusnya. Pelipat gandaan ini membutuhkan enzim menonjol bernama   polimerase. Polimerase yaitu  enzim yang  mampu menggabungkan DNA cetakan tunggal menjadi  bentuk  rangkaian pita  molekul DNA yang sangat  panjang,  untuk melakukan hal itu maka  Enzim ini membutuhkan primer dan  DNA cetakan  seperti nukleotida yang terdiri dari empat basa yaitu  Adenine (A), Thymine (T), Cytosine (C) dan Guanine (G) ,  Reaksi perkembangbiakan  ini dimulai  dengan melakukan denaturasi DNA cetakan yang  berantai ganda menjadi rantai tunggal, kemudian suhu  diturunkan sehingga primer akan menempel   pada DNA cetakan yang berantai tunggal,  sesudah proses annealing selesai , suhu dinaikkan kembali 

sehingga enzim polimerase melakukan proses  polimerase rantai DNA yang baru,  Rantai DNA yang  baru itu  selanjutnya  dikatakan sebagai cetakan bagi reaksi  polimerase  selanjutnya untuk proses yang lain,  Metode PCR dibedakan menjadi dua yaitu PCR real time dan  PCR  konvensional , diagnosa hasil perkembangbiakan   fragmen DNA pada PCR konvensional dilakukan  dengan visualisasi di agar elektroforesis. Sedang  PCR real time, jumlah DNA yang diamplifikasi dapat  dideteksi dan diukur di setiap siklus proses PCR, 

Perbandingan prosedur antara PCR real time  dan PCR konvensional dapat dilihat pada  Gambar 1,


X 1. Perbandingan prosedur PCR konvensional dan  real time


Kedua prosedur pada gambar di atas dimulai  dengan isolasi RNA atau DNA dilanjutkan dengan  karakterisasi terhadap kemurniannya,  contoh RNA 

murni dimulai  dengan tahap transkripsi balik  namun tahap ini tidak dilakukan apabila  contoh berbentuk  DNA murni,  Jumlah perkembangbiakan  fragmen DNA pada PCR konvensional diwujudkan   dengan memakai agar elektroforesis. pemberian tanda   fragmen DNA yaitu  dengan fluorescent dye dan intensitas 

pita DNA dapat diukur dengan memakai mesin  digital densitometri.  ini berbeda pada PCR real  time, jumlah DNA diukur di setiap siklus proses 

perkembangbiakan  PCR terutama pada tahap  eksponensial,Deteksi pertambahan jumlah perkembangbiakan   DNA pada PCR real  time memakai probe DNA fluoresen. meski  demikian, diagnosa data hasil kedua prosedur tersebut  yaitu  PCRreal time   maupun PCR  konvensional  memerlukan 

normalisasi data terhadap acuan yang diketahui untuk  menentukan kualitas awal ekspresi target gen ,


Reaksi PCR konvensional  memakai  satu pasang primer oligonukleotida untuk 

mengembangbiakan bagian tertentu dari genom agen  infeksi dan  dilakukan pada suatu tabung. Primer PCR  adalah oligomer atau oligodeoksiribonukleotida pendek   yang dirancang untuk melengkapi urutan  akhir sekuen dari amplikon target PCR dan dipakai  untuk memulai  sintesa  rantai DNA buatan . Panjang basa  DNA primer  normalnya  yaitu mempunyai 50  sampai  60% kandungan Guanine ditambah  Cytocine dan  15 sampai  25 nukleotida ,.Primer yang dipakai dalam PCR ada dua  yaitu oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen pada ujung 3’-OH rantai DNA cetakan yang lain dan  oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang  identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada  ujung 5’-fosfat,  

 Masing-masing dari dua primer PCR .melengkapi untaian tunggal yang berbeda dari target  untaian ganda. Untuk mendapatkan skrining sekuen  yang homolog dan potensial maka  rancangan primer  ditetapkan dengan memakai perangkat lunak  seperti  situs pencarian online  BLAST (NCBI,  www.ncbi.nlm.nih.gov/BLA ST/) atau Oligo (National Biosciences, Plymouth, NC) 

Namun  primer PCR juga dapat homopolimer contoh  oligo  (dT) yang sering dipakai untuk memulai  proses  PCR RNA. Proses perkembangbiakan  RNA dimulai  dengan siklus  reverse transcriptase (RT) yang berlangsung pada suhu 

42 sampai  55 ° C. Proses PCR dibagi menjadi 3  tahap. 

tahap Pertama  denaturasi  yaitu cetakan DNA beruntai ganda pada  suhu di atas 90 ° C sehingga menjadi DNA cetakan  berantai tunggal. 

tahap Kedua penempelan  yaitu  primer oligonukleotida ke DNA cetakan beruntai  tunggal biasanya pada suhu 50 sampai  60 °C sehingga primer 

 membentuk jembatan hidrogen dengan cetakan  pada area sekuen yang komplementer dengan sekuen  primer. Suhu dimana primer penempelan  dinamakan  dengan Tm. 

tahap Ketiga  perpanjangan atau  ekstensi fragmen DNA dengan enzim polimerase dan  primer untuk memproduksi salinan  DNA yang dapat 

berfungsi sebagai DNA cetakan untuk siklus  berikutnya  yang berlangsung pada suhu 70 sampai  78 °C. 

Kedua DNA cetakan asli dan target yang sudah berkembangbiak  selanjutnya berfungsi sebagai substrat untuk proses  denaturasi, penempelan primer dan perpanjangan  fragmen DNA,  setiap siklus akan  menggandakan jumlah salinan  target DNA sehingga  terjadi perkembangbiakan  geometri. perkembangbiakan  DNA target  sebanyak 25 siklus akan memproduksi 33 juta salinan,  Setiap penambahan 10 siklus memproduksi 1024 lebih  salinan , Rataan perubahan suhu atau tahapan lamanya  inkubasi di setiap suhu dan jumlah waktu setiap siklus  yang diulang, dikendalikan  dengan suatu program dari peralatan medis  

thermal cycler. Jumlah siklus perkembangbiakan  PCR harus dioptimasi tergantung pada konsentrasi awal DNA  target ,  Minimal diperlukan 25  siklus untuk dapat melipatgandakan satu salinan  sekuen  DNA target sehingga hasil PCR dapat dilihat secara  langsung dengan memakai agar elektroforesis, 

Keberhasilan proses PCR   ditentukan oleh  jenis enzim DNA polimerase yang dipakai. Enzim  DNA polimerase yaitu enzim yang melakukan katalisis 

reaksi sintesis rantai DNA. Enzim DNA polimerase  seharusnya  mempunyai laju prosesivitas dan  polimerisasi  yang tinggi ,tahan panas, 

 Prosesivitas  adalah kemampuan suatu enzim polimerase untuk 

menggabungkan nukleotida dengan suatu primer secara terus menerus tanpa terdisosiasi dari kompleks primer DNA cetakan. Pada mulanya , PCR memakai DNA  polimerasi yang berasal dari Eschericia coli. Namun , DNA polimerase ini mempunyai kekurangan yaitu mempunyai laju polimerisasi dan prosesivitas rendah , harus ditambahkan di setiap siklus PCR, dan  harus didenaturasi pada suhu yang sesuai untuk DNA  cetakan ,tidak tahan panas , maka dari  itu, diperlukan penggunaan  suatu enzim DNA polimerase lain yang lebih baik ,

Taq DNA polimerase adalah suatu enzim yang  dihasilkan dari bakteri Thermus aquaticus yang  tahan panas, Enzim ini memungkinkan reaksi 

berkembangbiak   dapat  terbentuk pada suhu yang lebih tinggi  sehingga reaksi PCR dapat dilakukan secara otomatis  karena penambahan enzim tidak diperlukan di setiap  siklus PCR. meski  demikian, Taq DNA polimerase dari  bakteri   Thermus aquaticus tidak mampu  memanfaatkan RNA  sebagai cetakan dan mempunyai aktivitas transkripsi balik  yang rendah. Oleh sebab  itu, dipakai DNA  polimerase yang lain, yaitu Taq DNA polimerase dari  Thermus thermophilus (Tth DNA polymerase) yang  mempunyai aktivitas DNA polimerase yang lebih  tinggi untuk proses transkripsi balik RNA. Enzim ini 

dapat dipakai untuk melakukan RT-PCR molekul  RNA sampai ukuran 1000 pasangan basa (bp, base pairs) , Beberapa enzim DNA  polimerase yang diisolasi dari mikroba extremophilic  yaitu Galactosidase ,Ferredoxin, Pwo Polymerase, Amylase, Pullanase dan Glutamin  Synthetase I, yang  diperoleh 

dari mikroba  heterotrophic , anaerob yang   dapat tumbuh   pada suhu 98 sampai 100 °C  bernama Pyrococcus woesei  ,

aktivitas  Pyrococcus woesei β-D-galactosidase dapat  ditingkatkan dengan  menggunakan  senyawa D-galaktosa  , tiol dan  ion Mg2+ dan  dihambat D-glukosa dan  ion logam berat   namun   ion  Ca2+ tidak mampu mempengaruhi   aktivitas  Pyrococcus woesei , Aktivitas  Pfu  DNA polimerase komersial   sebanding dengan   Pwo DNA polimerase , 

 Pfu DNA polimerase lebih banyak dipakai  jika dibandingkan dengan Taq DNA polimerase, dikarenakan tingkat akurasinya yang lebih tinggi  selama proses perkembangbiakan , 

 Pfu DNA polimerase merupakan  pilihan  terbaik  untuk digunakan.pada bermacam macam  teknik PCR yang membutuhkan sintesis DNA tinggi dengan tingkat  ketepatan yang tinggi dibandingkan dengan enzim lain dengan keadaan yang sama sebagai acuan,  Pfu DNA polimerase adalah suatu proof reading  DNA polimerase yang diisolasi dari Pyrococcus  furiosus,

Selain jenis enzim DNA polimerase yang  dipakai, efisiensi PCR juga dikendalikan oleh   beberapa parameter  yaitu   karakteristik contoh awal komposisi penyangga ,parameter siklus,   stabilitas, kemurnian, konsentrasi dNTPs, Sensitivitas test dapat berkurang akibat   pengaruh inhibitor yang berada dalam ekstrak asam  nukleat. Untuk mengendalikan  substansi yang dapat   mengganggu proses perkembangbiakan , internal kendali dapat 

didesain di setiap pasang primer  atau PCR real time dapat dipakai,

Kualitas DNA atau RNA yang akan dikembangbiakan   sangat penting, Deteksi virus dalam contoh dengan  PCR tidak hanya tergantung pada kerja  dari PCR itu  saja , namun juga pada efisiensi dari prosedur kerja  ekstraksi asam nukleat dari material. Prosedur kerja  ekstraksi DNA atau RNA yang sangat panjang, rumit  dan membutuhkan waktu lama bila  diterapkan,  sehingga pada  tahun 1990  sudah diganti dengan prosedur kerja yang  sederhana  dengan kit ekstraksi DNA  atau RNA yang banyak  tersedia ,  beberapa   perusahaan sudah mengembangkan kit ekstraksi DNA  atau RNA manual untuk media penelitian di laboratorium. Kit ekstraksi DNA atau RNA manual  memakai reagen non-korosif sehingga  penggunaannya bersifat aman bagi peneliti,  Kit ini  murah dan mudah ,

diperlukan Pelatihan  bagi   peneliti laboratorium yang  akan melakukan ekstraksi DNA atau RNA manual  agar supaya  mendapat  konsistensi pekerjaan  sehingga  hasil test dapat dipercaya, banyak  sistem  komersial   memungkinkan untuk ekstraksi  DNA atau RNA secara otomatis. Sistem ekstraksi  otomatis mempunyai kelebihan  dibandingkan dengan sistem ekstraksi DNA atau RNA manual, contoh Sistem ekstraksi DNA atau RNA otomatis  berjalan secara otomatis, sehingga mengurangi  tenaga  laboratorium,yang dibutuhkan pada ekstraksi DNA atau  RNA otomatis   lebih sedikit. Peralatan  medis  untuk  ekstraksi DNA atau RNA otomatis memakai  sistem tertutup guna  mencegah  resiko  kontaminasi, 



diagnosa terhadap contoh   dilakukan untuk mendapatkan kualitas tinggi data,

 penggunaan sistem quality control (QC) dan  quality assurance (QA)  untuk 

memastikan  sistem dapat bekerja  benar , validasi untuk  memberikan jaminan mutu bahwa hasil uji berasal dari  contoh yang benar, 

 beberapa kriteria validasi yaitu,  reproducibility, pemantapan  ,media penelitian tujuan, penentuan tujuan, optimasi, standarisasi, repeatability,analitik sensitivitas, analitik spesifitas, threshold ,sensitivitas test dan  spesifitas test, 

Analitik spesifisitas (ASp) adalah  kemampuan test untuk membedakan antara 

analit target  seperti organisme,genom ,antibodi dan  bukan analit target ( kendali). 

Analitik  sensitivitas (ASe)   memakai batasan  test (LOD) sebagai ukuran dalam test ASe. 

Reproducibility adalah kemampuan suatu  metode test untuk menjamin konsistensi hasil  test yang ditentukan dengan perkiraan presisi. Reproducibility memakai contoh, prosedur, reagen  dan kendali yang sama kemudian diuji di beberapa  laboratorium yang berbeda ,

Batasan test yaitu  perkiraan jumlah analit  dalam suatu kendali menonjol yang memproduksi hasil  positif. 

 Optimasi adalah proses evaluasi yang  mengatur  parameter fisik, kimia dan biologi dari test untuk  memastikan bahwa karakteristik dari test    sesuai dengan tujuan validasi. 

Repeatability adalah tingkat validasi  hasil  replikasi contoh yang diuji dengan metode yang sama  dalam suatu laboratorium. Hasil repeatability diperoleh 

dengan evaluasi variasi hasil replika. Replika test  ditentukan berdasarkan hitungan statistik, minimal 3  contoh sebagai perwakilan aktivitas analit dalam 

 test. Jenis contoh test  mempengaruhi  ketepatan metode PCR baik konvensional dan real  time. Metode ekstraksi DNA akan berbeda dengan ekstraksi RNA, karena RNA lebih mudah terdegradasi. 

Beberapa metode ekstraksi DNA dan RNA yang  tersedia secara komersial seperti kimia ,robotic, spin column  sebelumnya divalidasi terlebih dahulu untuk 

menentukan efisiensinya dan    mencegah  kontaminasi silang antara contoh positif  dan negatif yang diekstraksi secara bersama-sama, 

Apabila metode ekstraksi ini mengalami perubahan,  validasi harus diulang lagi. Optimasi terhadap semua parameter dari metode dan reagen yaitu konsentrasi primer,  suhu ,  waktu inkubasi, pH dan  larutan  penyangga yang dipakai dalam proses PCR yang  merupakan bagian dari validasi harus dilakukan ,

Penggunaan bahan acuan tergantung pada identifikasi  efisiensi perkembangbiakan  contoh cDNA dan bahan acuan  , contoh cDNA  mengandung penghambat PCR  yang diperoleh dari sisa proses ekstraksi RNA, 

penggunaan DNase, tahap reverse transcriptase, atau .semua hal yang secara tidak langsung berpengaruh  terhadap efisiensi PCR , Pemakaian cDNA untuk membentuk kurva standar  dapat mencegah  adanya perbedaan efisiensi 

perkembangbiakan    antara standar dan cetakan DNA. meski begitu  

, kisaran kurva standar cDNA yang terbentuk .dibatasi oleh tingkat ekspresi contoh yang dipakai.  Konsentrasi contoh  berpengaruh pada   pembentukan kurva standar. Pengenceran contoh yang  lebih rendah akan memproduksi variasi test yang  lebih tinggi sedangkan pengenceran yang lebih tinggi 

kurang bagus untuk terbentuknya kurva standar. Lebih .lanjut, kadar konsentrasi asam nukleat dalam suatu  reaksi PCR berpengaruh terhadap efisiensi amplifikasi ,  Efisiensi perkembangbiakan  merupakan faktor .penting bagi  akurasi PCR real time sehingga diperlukan  cara  untuk  mengawasi  efisiensi  perkembangbiakan semua contoh. 

sebagai kendali terhadap parameter tersebut seperti .kadaluarsa reagen. Reagen yang mempunyai nomor  batch baru maka repeatability perlu dilakukan kembali.  Repeatability test PCR minimal memerlukan .replikasi 3 kali di setiap contoh test sesudah itu  diekstraksi kemudian dikembangbiakan  dengan 

memakai kendali yang sama. Variasi nilai rata-rata .test ditentukan sebagai indikasi pengulangan.  Evaluasi repeatability  juga diperlukan untuk  menjamin bahwa kendali yang dipakai dalam  test PCR tidak mengandung penghambat PCR.   diperlukan 3  laboratorium yang berbeda  untuk melakukan reproducibility. Reproducibility. diharapkan mampu menciptakan harmonisasi test  PCR di antara laboratorium-laboratoium , Kurva standar sebagai  metode yang   dipakai untuk mengkalibrasi reaksi PCR real time terhadap konsentrasi asam nukleat yang diketahui, Bahan acuan seperti sintesis RNA ,amplikon, plasmid atau  oligonukleotida,  berpengaruh pada  terbentuknya kurva standar. 



Penyakit  newcastle diseases adalah  penyakit infeksius  yang disebabkan virus avian paramyxovirus serotipe 1 (APMV 1)  di unggas. pemeriksaan penyakit dapat dilakukan  dengan memakai metode molekuler yaitu RT-PCR,.  pengembangan RT-PCR  berhasil dilakukan dengan memakai primer umum untuk menemukan semua tipe virus  newcastle diseases ,dan primer  patotipe yang  memungkinkan untuk membedakan patotipe secara  cepat dan  RT-PCR nested yang mempunyai  sensitivitas  tinggi dibandingkan  RT-PCR satu tahap ,

Ketepatan rancangan primer  menentukan  sensitivitas  spesifisitas metode RT-PCR satu tahap, primer yang dipakai  berdasar sekuen gen virus newcastle diseases  galur Lasota dan B1 yang dapat  diakses dari GenBank. Namun usaha untuk  mencari primer  dan mengevaluasinya masih  dilakukan sebab  virus newcastle diseases   adalah virus  RNA yang mudah mengalami mutasi ,  Metode diagnosa  RT-PCR satu tahap  mempunyai kelebihan mampu membedakan virus newcastle diseases   virulen dan kurang virulen.

Penggabungan test RT-PCR satu tahap dan  restriction endonuclease analysis (REA) dapat   untuk deteksi dan identifikasi tipe virus  APMV  karena test ini 

bersifat sensitif untuk mengembangbiakan secara langsung  asam amino dari strain lentogenik, mesogenik dan  velogenik termasuk pigeon PVM-1 yang menginfeksi .inang secara bersama-sama,  Sensitivitas test RT-PCR menjadi terbatas saat  menguji contoh yang kompleks seperti jaringan,feses, air  limbah peternakan, asam nukleat  , karena  mengandung materi penghambat proses RT-PCR. maka Untuk menghilangkan pengaruh mikroba dan substansi toksin, pemurnian  virus   newcastle diseases dalam contoh  dengan memakai kemampuan sel darah  merah untuk mengikat virus newcastle diseases   test RT-PCR  yang digabungkan dengan penyerap  sel darah merah  mempunyai sensitivitas lebih tinggi jika dibandingkan .dengan RT-PCR satu tahap untuk menemukan virus newcastle diseases  ,  Pemilihan contoh lapang harus diperhatikan karena beberapa contoh seperti organ feses kurang  sensitif untuk deteksi virus newcastle diseases     karena mengandung  materi penghambat PCR , Namun  RT-PCR yang memakai  contoh dari beberapa organ dan feses hewan percobaan  mampu memberikan hasil yang positif. Usapan trakea 

dan orofaring sering dipakai sebagai contoh karena  prosesnya mudah dan mengandung sedikit material  organik yang  mengganggu stabilitas RNA dan 

perkembangbiakan  PCR sehingga contoh ini kemungkinan  lebih sensitif untuk menemukan virus  newcastle diseases , 

 penggunaan metode  RT-PCR yang mempunyai sensitivitas tinggi seperti 

metode RT-PCR nested , contoh usapan orofaring yang dipakai dalam test RT PCR  standar mampu memproduksi pemicu  perkembangbiakan   di 365 bp,

sedangkan usapan kloaka tidak mampu memproduksi 

pemicu  perkembangbiakan  di 356 bp. Usapan kloaka ini memperlihatkan 

hasil positif dan mampu memproduksi  pemicu  perkembangbiakan   di 216 

bp sesudah diuji dengan RT-PCR nested. keadaan  seperti ini dapat dilihat pada X 4 

Usapan   kloaka dengan kode C tidak memperlihatkan pita positif

 namun memperlihatkan pita positif pada  X 5 


Sensitivitas RT-PCR dapat ditingkatkan dengan pengembangan modifikasi RT-PCR nested. Pada RT-PCR nested, PCR tahap kedua ,  dilakukan dengan memakai primer yang berbeda  untuk mengembangbiakan sekuen nukleotida pada bagian  gen tertentu yang sulit dikembangbiakan    pada saat RT-PCR tahap pertama ,Sensitivitas RT-PCR  nested sampai 100 kali lebih tinggi jika dibandingkan  dengan RT-PCR standar . Metode ini  memakai dua pasang primer. Sepasang primer  pertama untuk RT-PCR tahap pertama dan sepasang 

primer kedua untuk RT-PCR tahap kedua,  primer yang dipakai untuk 

mengembangbiakan target gen phospho protein (P), matrix protein (M), hemagglutinin-neuraminidase protein (HN) dan fusion protein (F) dengan RT-PCR tahap  pertama tidak mampu memproduksi   pemicu  perkembangbiakan  

sepanjang 1500 bp dengan jelas namun primer ini  mampu memproduksi  pemicu  perkembangbiakan    sepanjang 500 bp  dengan jelas sesudah melalui RT-PCR tahap kedua (RT-PCR nested). Deteksi asam nukleat virus    newcastle diseases   akan lebih sensitif  dengan metode RT-PCR real time (rRT-PCR) jika 

dibandingkan dengan RT-PCR konvensional.  set primer-probe gen F yang 

dipakai dalam rRT-PCR mampu menemukan 102 -104 salinan  RNA dan sedikitnya 10 partikel infeksi virus newcastle diseases  , konsentrasi minimum 

RNA virus  newcastle diseases  yang dibutuhkan untuk RT-PCR  dengan primer F adalah 105,  ini membuktikan  bahwa rRT-PCR membutuhkan konsentrasi RNA virus   newcastle diseases    yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan RT- PCR.  Dalam test rRT-PCR untuk deteksi dan  diferensiasi virus  newcastle diseases , probe yang dipakai secara  intensif adalah TaqMan. Probe TaqMan dan enzim  polimerase dipakai dalam test rRT-PCR untuk  menemukan gen M dan F virus ND. test rRT-PCR gen M dirancang untuk menemukan gen M yang 

sangat konsisten dari sebagian besar avian  paramyxovirus-1 (APMV-1), terutama virus kelas II.  test ini dipakai sebagai alat skrining untuk 

menemukan APMV-1 dalam contoh diagnosa   maupun  cairan alantois dari TAB yang diinokulasi virus newcastle diseases  ,    test ini  berhasil   dalam menemukan APMV-1 ,  contoh yang positif terhadap gen M selanjutnya diuji dengan rRT-PCR untuk menemukan  gen F. test rRT-PCR dengan target gen F ini 

dirancang tidak hanya untuk menemukan strain virulen  APMV-1 namun juga PPMV. test ini sudah  divalidasi dan sudah dipakai untuk diagnosa  virus 

newcastle diseases  ,  media penelitian test rRT-PCR dengan target gen F 

biasanya dipakai untuk membedakan antara virus  dari unggas yang divaksin dan virus virulen lapangan,  sedang  rRT-PCR dengan target gen M yang 

mempunyai area sangat konsisten difokuskan untuk  menemukan virus .newcastle diseases   dari unggas liar  yang tidak  divaksinasi, 



Lubang M: marker; lubang V1: strain vaksin Lasota clN79; 

lubang V2: strain vaksin Lasota clHN79 mass; lubang AAF: 

cairan amnionalantoic; lubang O: usapan orofaring; lubang C: 

usapan kloaka dan lubang N: kendali negatif

X 4.Hasil elektroforesis RT-PCR standar (satu tahap) 

memperlihatkan kode C (usapan kloaka) negatif 

band di 365 bp


M: marker; lubang V1: strain vaksin Lasota clN79; lubang 

V2: strain vaksin Lasota clHN79 mass; lubang AAF: cairan 

amnionalantoic; lubang O: usapan orofaring; lubang C: 

usapan kloaka dan lubang N: kendali negatif

X 5.  Hasil elektroforesis RT-PCR nested memperlihatkan 

kode C (usapan kloaka) positif band di 216 bp


test rRT-PCR dengan target gen M dan F  tidak selalu berhasil  dalam  menemukan semua strain virus  newcastle diseases  ,   rRT-PCR dengan gen M tidak berhasil menemukan  sebagian besar isolat APMV-1 dan rRT-PCR dengan target gen F juga tidak dapat menemukan PPMV-1.  Sebagai antisipasi, diagnosa sekuen gen M dan F perlu  dilakukan secara berkelanjutan untuk mengetahui  terjadinya mutasi pada gen itu. Hasil diagnosa ini  dapat dipakai untuk pengembangan test rRT- PCR gen M dan F baru yang mampu menemukan semua  strain virus  newcastle diseases,  Sensitivitas dan menonjolasi metode  rRT-PCR dengan target gen F virus PPMV-1 dapat 

ditingkatkan dengan menurunkan suhu annealing dari  58  sampai 50° C atau modifikasi primer dan probe, Probe yang dilabel fluoresen mempunyai 

kelebihan mengikat area menonjol pada  pemicu perkembangbiakan    target sehingga mengurangi resiko fluoresensi tidak  menonjol.  bahwa rasio antara primer yang  dilabel fluoresen dan primer yang tidak dilabel .fluoresen adalah 10:1. Modifikasi rRT-PCR  memakai probe TaqMan yang dilabel fluoresen 

minor groove binder (MGB) , Penambahan quencher MGB pada ujung 3’ 

probe TaqMan mempunyai  kelebihan yaitu, latar belakang fluoresensi rendah karena jarak antara  reporter dan quencher pendek sehingga meningkatkan 

rasio sinyal test, molekul kecil MGB mengikat  alur kecil dari DNA beruntai ganda sehingga  menstabilkan duplek yang memproduksi suhu leleh  yang lebih tinggi dan memungkinkan penggunaan probe yang lebih pendek dan menonjol daripada probe standar.  Penggabungan rRT-PCR dengan MGB TaqMan probe

dapat dipakai untuk test strain virus  newcastle diseases    yang  cepat dan simpel. Namun , kendala perbedaan  geografi menjadi pertimbangan  untuk 

pengembangan test untuk semua strain virus  newcastle diseases 

virulen karena resiko hasil negatif palsu kemungkinan  bisa terjadi sebagai akibat adanya perbedaan lokasi  rancangan primer atau probe.  ini menjadi 

tantangan untuk pengembangan test virus  newcastle diseases    . maka  modifikasi primer dan probe yang  dipakai dalam test rRT-PCR secara 

berkelanjutan  diperlukan untuk meningkatkan  kepekaan  test virus newcastle diseases,



 subtipe virus avian influenza   diklasifikasi berdasarkan  antigen hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), penyakit avian influenza mempunyai patogenitas tinggi dan bersifat  epizootik ,  penyakit avian influenza  disebabkan oleh virus influenza tipe  A yang termasuk famili Orthomyxoviridae,  Virus influenza tipe A ditentukan  berdasarkan antigen nucleocapsid (NP) dan matrix (M) ,sekarang  ini, terdapat 9 subtipe N  (N1-9) dan 16 subtipe H (H1-16) 

 Uji diagnosa  yang  untuk pengendalian penyakit ini adalah uji patogenitas secara in vivo dan molekuler, bahwa virus AI subtipe H5 dan H7 bersifat patogen  berdasarkan molekul biologinya. maka  identifikasi dan karakterisasi patotipe yang tepat seperti  penentuan sekuan cleavage site HA0 dan subtipe 

semua virus influenza A   diperlukan untuk diagnosa  investigasi motif asam amino , surveilans, penelitian  epidemiologi   untuk mengetahui 

patogenitas virus  avian influenza  ,  Penentuan cleavage site protein 

HA0 yang konsisten dari virus Highly Pathogenic  Novel Avian Influenza (HPNAI) dan klasifikasi subtipe  H dengan metode molekuler. Beberapa metode  molekuler untuk test    avian influenza   diantaranya rRT-PCR dan RT-PCR,Sensitivitas dan menonjolasi test  avian influenza  dengan metode molekuler dipengaruhi oleh ekstraksi  RNA, enzim yang dipakai untuk perkembangbiakan , sekuen  primer dan probe , perkembangbiakan    RT-PCR 

tergantung pada desain primer , Suatu set  primer tunggal sudah dikembangkan  untuk memperoleh pemicu perkembangbiakan   PCR dari virus  influenza tipe A. Desain primer  untuk  identifikasi subtipe virus AI berdasar. pada sekuen  gen HA yang konsisten diperoleh dengan  memakai informasi sekuen asam amino dari gen  HA dengan variasi antara 20 sampai  74% untuk subtipe yang 

berbeda dan variasi hanya 0 sampai 9% untuk subtipe yang sama,

mengidentifikasi virus AI dengan RT-PCR  memakai set primer  terhadap HA (H5, H7 dan H9) dan  gen  Nukleoprotein (NP) , Sekuen  primer yang dipakai berdasarkan Lee et al,  yang memproduksi  pemicu perkembangbiakan    sebesar 488 bp untuk  subtipe H9 dan 545 bp untuk subtipe H5 dan  WHO

 yang memproduksi pemicu perkembangbiakan     sebesar 219 bp. 

identifikasi virus  avian influenza  dengan memakai  primer   untuk NP dan H5 berdasarkan Lee et al,  mampu mengembangbiakan target RNA virus  dengan baik. Primer  untuk gen NP mampu  mengembangbiakan target fragmen gen NP sebesar 330 bp  dan subtipe H5 yang mampu mengembangbiakan target  fragmen gen HA sebesar 545. 

Teknik ini  untuk deteksi  dan identifikasi subtipe avian influenza   sejak tahun 2003 , masalah pada  saat test strain baru subtipe H5 dan H7 atau  subtipe lain dengan RT-PCR. Pengembangan dan  validasi metode RT-PCR pan HA satu tahap sebagai 

alat diagnostik baru sudah dilakukan sebagai alternatif  test. Metode ini dapat mengembangbiakan fragmen cleavage site HA0 dari 16 subtipe virus avian influenza   sehingga  dapat menemukan strain baru subtipe H. Produk PCR 

yang dihasilkan dapat dipakai untuk sekuensing dan  karakterisasi molekuler sekuen cleavage site HA0 dan  patotipe dan  semua subtipe virus influenza A Sekuensing relatif membutuhkan waktu yang  lama , sehingga tidak tepat 

untuk   laboratorium  yang mempunyai  jumlah contoh yang besar dan mempunyai laporan  kasus subtipe H5N1 HPAI dan LPAI. 



M: marker; lubang 1-5: sampel yang mampu diamplifikasi 

dengan primer NP; K(-): kontrol negatif dan K(+): kontrol 

positif

X 2. Band positif di posisi 330 bp yang terbentuk  dari RT-PCR AI dengan primer NP dan  dtampilkan  dengan gel elektroforesis,  M: marker; lubang 1-5: contoh yang mampu diamplifikasi  dengan primer H5; K(-): kendali negatif dan K(+): kendali  positif



M: marker; lubang 1-5: sampel yang mampu diamplifikasi 

dengan primer H5; K(-): kontrol negatif dan K(+): kontrol 

positif

X 3. Band positif di posisi 545 bp yang terbentuk  dari RT-PCR AI dengan primer H5 dan  divisualisasikan dengan gel elektroforesis


Uji   untuk membedakan antara HPAI dan LPAI virus  avian influenza  subtipe  H5 dengan real time RT-PCR (rRT-PCR) satu tahap  dan diagnosanya berdasarkan nilai Ct. diagnosa Ct untuk membedakan antara HPAI dan LPAI berdasarkan  perbedaan ukuran pemicu perkembangbiakan     dan persentase kandungan  guanin sitosin. Rancangan primer H5 untuk rRT-PCR  dirancang dari area yang konsisten antara  strain HPAI dan LPAI dengan memakai sekuen 

nukleotida yang diperoleh dari GenBank atau laporan  hasil penelitian. rRT-PCR ini sudah banyak dipakai .untuk pemeriksaan dan penelitian virus avian influenza   yang patogen. media penelitian lebih lanjut dari rRT-PCR adalah 

mengetahui jumlah virus   avian influenza  untuk kepentingan  penelitian. Jumlah ekskresi virus  avian influenza    dari unggas yang  terinfeksi merupakan alat ukur  penting .dalam menentukan patogenitas virus avian influenza  , Ekskresi virus avian influenza   menentukan efektivitas vaksin avian influenza  Metode  yang  dilakukan untuk  mengetahui jumlah virus  avian influenza adalah dengan  penumbuhan virus dalam contoh memakai telur  ayam bertunas dan dinyatakan dengan dosis infeksi  telur 50% (EID50). test ini bersifat akurat dan  merupakan acuan test untuk titrasi infeksi virus. 

Penelitian untuk membandingkan metode titrasi virus  avian influenza  secara konvensional dan quantitative real time RT-PCR (qRT-PCR) satu langkah dengan probe hidrolisis  fluoresen yang diaplikasikan untuk banyaknya  virus avian influenza  ,Hasilnya  bahwa qRT-PCR memungkinkan sebagai .metode alternatif dari titrasi virus tradisional yang  selama ini sering dipakai dengan beberapa alasan.  

Pertama, qRT-PCR merupakan metode yang dilakukan dengan cepat dalam satu hari, meningkatkan reproduktivitas,mudah  dilakukan dan penanganan materi infeksius dapat  dikurangi sehingga mengurangi resiko kontaminasi  silang , sedang  metode titrasi virus TAB membutuhkan  satu minggu.

 Ketiga, qRT-PCR adalah  test yang sensitif dan dapat menemukan RNA 

yang mempunyai konsentrasi rendah dengan  memakai probe   terhadap tiga gen (M, H5,H7) virus avian influenza  ,

Metode TaqMan untuk  pemeriksaan dan surveilans avian influenza karena mempunyai sensitivitas dan spesifisitas  yang sangat tinggi,  metode qRT-PCR 

TaqMan diterapkan   untuk deteksi  gen HA, NA dan kuantitas RNA virus AI 

H5N1 , mengembangkan qRT-PCR dengan probe yang dilabel  6-carboxyfluorescein/FAM (FliH5 CS-FAM) yang  khusus  pada  cleavage site HA0 virus HPAI H5N1  dan melaporkan bahwa probe TaqMan yang menonjol 

terhadap keberadaan cleavage site HA0 yang .dipakai dalam rRT-PCR sangat berguna dan lebih  sensitif untuk penentuan patotipe strain HPAI H5N1 

dibandingkan dengan probe SYBR. 

Metode SYBR green adalah suatu tipe prosedur  qRT-PCR yang memakai interkalator. Prosedur  qRT-PCR yang memakai interkalator bersifat sensitif dan probe oligonukleotida , Metode ini merupakan  salah satu metode  untuk pemeriksaan dan  surveilans avian influenza , Namun  reaksi pada metode 

SBYR green harus dioptimasi terlebih dahulu karena .probe-nya tidak khusus. Probe yang dipakai pada  metode SBYR green tidak khusus  dapat dipakai 

sebagai pemeriksaan awal virus avian influenza  karena lebih murah dan mudah  diterapkan ,

Gen M sangat konsisten terhadap semua subtipe  virus  avian influenza  yang berasal dari beberapa negara di dunia .sehingga gen ini juga dipakai sebagai target gen  yang ideal untuk deteksi awal virus  avian influenza  ,  

penyaringan awal test virus  avian influenza  gen M dengan .rRT-PCR lebih akurat dengan penggunaan kendali  positif internal (IPC) RNA untuk membantu 

mengidentifikasi keberadaan penghambat RT-PCR  dalam contoh sehingga hasil negatif palsu dapat dicegah . Jenis contoh  berpengaruh pada   hasil rRT-PCR avian influenza  ,  contoh jaringan dan swab kloaka biasanya mengandung beberapa penghambat PCR. Keberadaan penghambat PCR dalam contoh akan

menurunkan sensitifitas test rRT-PCR   maka  prosedur alternatif untuk ekstraksi RNA virus avian influenza  diperlukan untuk menghilangkan keberadaan  penghambat PCR. Modifikasi penambahan lyopiliz dalam reagen rRT-PCR untuk deteksi gen M virus avian influenza memperlihatkan hasil lebih sensitif dibandingkan dengan reagen konvensional.

 Penggunaan RT-PCR multiplek  (mRT-PCR) mengurangi  pemakaian jumlah 

reagan untuk beberapa tujuan test subtipe virus  AI sehingga dapat mengurangi jumlah biaya test.  Metode mRT-PCR dengan set primer gen M, H7 dan  H9 mampu menemukan virus influenza A dan subtipe  H7 dan  H9 secara bersama-sama dalam satu kali  reaksi , 


rRT-PCR multiplek 1   ini  mencegah perlakuan contoh yang berulang kali  jika dibandingkan dengan RT-PCR standar ,  rRT-PCR multiplek bernama  FluPlex sudah dikembangkan untuk  menemukan tipe dan subtipe virus influenza. test  FluPlex yaitu   test novel 12 analit (RT-PCR-enzyme hybridization) yang dapat menemukan dan  membedakan antara virus influenza A dan B secara  bersama-sama termasuk semua subtipe virus influenza  A yang menginfeksi pasien. test ini dirancang  untuk target fragmen gen M virus influenza A, gen NS1 dan NS2 virus influenza B, 9 gen HA (H1, H2, H5, H7, H9) dan empat gen NA (N1 pada pasien, N2 pada hewan, N2 dan N7). test ini memperlihatkan  sensitivitas tinggi  10 sampai 100 salinan  per reaksi sehingga  berperan untuk sensitivitas test 

dalam menentukan beberapa tipe dan subtipe virus  avian influenza ,

dalam satu kali reaksi ,.Metode-metode molekuler untuk deteksi virus avian influenza  , akan terus berkembang di masa-masa mendatang , Namun , semua teknik molekuler baru tersebut harus  divalidasi terlebih dahulu sebelum diterapkan