kanker payudara
Penggunaan PKA pada pasien kanker
payudara semakin meningkat dari tahun
ketahun. Hasil penelitian lamanya menderita
penyakit menjadi faktor dominan terhadap
PKA. Sehingga banyak pasien yang sudah
lama menderita penyakit beralih ke
penggunaan PKA selain memakai
pengobatan konvensional.
Pasien yang memakai pengobatan
komplementer alternatif sebaiknya
bekerjasama dan berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan, hal ini penting dilakukan
untuk mencegah kesalahan dalam menjalani
pengobatan terhadap penyakit kanker
payudara. Tenaga kesehatan juga perlu
memberikan dukungan dan konseling kepada
pasien yang memakai pengombatan
komplementer untuk meningkatkan semangat
hidup, khususnya pada pasien yang telah lama
menderita penyakit.
Angka kematian akibat kanker payudara di
dunia pada tahun 1993-2001 berkisar 13,2
per 100000, di Asia 8,8 per 100.000 dan di
Eropa 19,7 per 100.000. Kematian akibat
kanker payudara pada tahun 2008 sebesar 6
- 19 per 100.000 menempati peringkat kelima
dari seluruh kematian akibat kanker.
Sedangkan di negara berkembang kanker
payudara masih menjadi penyebab kematian
paling sering, yaitu 12,7% dari seluruh
kematian kanker (Ferlay, et.al., 2008).
Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar
36,2 per 100.000 perempuan dan umumnya
datang ke pelayanan kesehatan sudah stadium
lanjut.
Kebutuhan untuk memakai pengobatan
komplementer- alternatif (PKA) didorong
oleh pencarian terapi yang dianggap lebih
sesuai dengan nilai-nilai seseorang, keyakinan,
dan orientasi filosofis terhadap kesehatan dan
hidup serta pada metode konvensional yang
dianggap telah gagal untuk menyediakan
solusi untuk penyakit tertentu, khususnya
kanker (Spadacio dan Barros, 2010). Penelitian
di Singapura menunjukkan penggunaan PKA
mencapai angka 54,7% diantara pasien kanker.
Sedangkan di Nigeria penggunaan PKA
sebesar 65% (Chow, et. Al., 2010). Penggguna
PKA mencapai 75% dengan jenis yang sangat
bervariasi. Hal ini dipengaruhi dengan stadium
kanker ketika terdiagnosis dan faktor
sosiodemografi pasien. Sosiodemografi
ini , meliputi usia, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, agama, dan lamanya
menderita penyakit merupakan faktor
presdiposisi terhadap penggunaan PKA
(
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) tentang penggunaan PKA
meningkat dari tahun ke tahun dan banyak
digunakan 40% dari penduduk Indonesia
(Departemen Kesehatan, 2007).
Penyelenggaraan PKA di institusi pelayanan
kesehatan didukung oleh kebijakan
pemerintah. Kementerian Kesehatan
menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang
pengobatan tradisional dan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1109/Menkes/PER/IX/2007
tentang penyelenggaraan PKA di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
lamanya menderita penyakit mempengaruhi
penggunaan pengobatan komplementer
alternative pada kanker payudara.
Merupakan penelitian kuantitatif dengan disain
studi cross-sectional. Penelitian dilakukan
di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,
dilaksanakan dari bulan Agustus sampai
Oktober 2012. Sampel penelitian adalah
sebagian pasien dengan diagnosa kanker
payudara yang mendapat perawatan/
pengobatan dari bulan Januari sampai
Desember 2011. Dengan jumlah sampel
sebanyak 70 responden, dengan teknik simple
random sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan
memakai data sekunder dengan melihat
hasil pendokumentasian dari rekam medik
pasien kanker payudara yang menjalani
perawatan/pengobatan. Pengumpulan data
memakai kuesioner yang sudah dilakukan
uji coba pada penelitian sebelumnya. Sehingga
pada penelitian ini kuesioner tidak dilakukan
uji validitas dan reliabilitas.
Analisi data dengan memakai 3 tahapan,
yaitu mulai dari analisis univariat, bivariat,
dan multivariat. Analisis multivariat
memakai regresi logistik yang bertujuan
untuk melihat variabel yang paling dominan
berhubungan dengan perilaku pengguna PKA
(
Berdasarkan tabel 1. Menggambaran bahwa
pasien dengan kanker payudara sudah mulai
mengenal dan memakai PKA sebesar
43%, usia lebih muda mempunyai
kecenderungan memakai PKA dengan
asumsi bahwa usia muda lebih takut
mengalami tindakan medik yang bersifat
operatif karena alasan etistika. Sedangkan
yang lama menderita penyakit lebih memilih
PKA dalam upaya meningkatkan kualitas
hidup.
Hasil analisis multivariat dengan regresi
logistik pada model akhir tabel 2. Ternyata
faktor yang paling dominan adalah lamanya
penyakit, hal ini menunjukan bahwa semakin
lama menderita penyakit kejenuhan dalam
memakai pengobatan bersifat medik
membuat pasien beralih kepada penggunaan
PKA.Variabel usia terhadap PKA memberikan hasil
tentang golongan usia < 50 tahun ( usia
sebelum menopause) ternyata paling banyak
memakai PKA sebesar 60%. Hal ini
mendukung teori
bahwa seorang wanita yang terkena kanker
payudara pada usia muda memiliki
kecenderungan lebih agresif perkembangan
penyakitnya dibandingkan wanita dengan usia
tua. Sehingga membuat wanita usia muda
lebih senang memilih PKA karena banyak
faktor yang mereka pertimbangkan bila harus
operasi atau kemoterafi. Apalagi mereka yang
belum menikah, banyak hal yang dipikirkan
apabila harus dioperasi atau kemoterafi. Mulai
dari penampilan dan keberadaan payudara,
sehingga mereka banyak memilih PKA.
Penelitian di Iran menemukan bahwa kanker
payudara mempengaruhi seorang wanita dan
terjadi pada usia lebih muda dengan usia ratarata berkisar 49 tahun.
Hubungan yang signifikan antara usia dengan
penggunaan PK sangat mendukung penelitian
yang menemukan adanya
hubungan antara usia dengan pengguna PKA.
Persamaan ini terjadi karena adanya
persamaan responden, yaitu pasien kanker
payudara yang mendapat perawatan dan
pengobatan di rumah sakit. Umumnya pasien
dengan kanker payudara yang usianya muda
(< 50 tahun) paling banyak memakai
PKA dibanding pada kelompok umur > 50
tahun tahun, (National of Health, 2005).
Persamaan ini terjadi karena adanya
persamaan responden, dan penggolongan usia
yang sesuai juga dengan nilai rata-rata umum
dalam penelitian ini.
Variabel lamanya menderita penyakit terhadap
penggunaan PKA, dapat dibuktikan dengan
adanya hubungan antara lamanya penyakit
dengan PKA. Hal ini tidak sesuai dengan teori
Green, (2005) yang menyatakan bahwa jika
seseorang menderita penyakit lama, maka
individu ini akan mempunyai
pengalaman yang lama tentang penyakitnya.
Sehigga dengan pengalaman penyakitnya,
maka ia akan bisa mengevaluasi pengobatan
yang sudah dilakukannya. Mereka yang
menderita penyakit terlalu lama akan mencari
banyak imformasi untuk kesembuhan
penyakitnya. Oleh karena itu banyak orang
yang menderita penyakit kanker payudara
terlalu lama, akan mencari pengobatan yang
membuat daya tahan hidup tambah lama,
pengobatan ini adalah PKA.
Pengobatan alternatif dirancang dengan baik
untuk memastikan dapat berperan sangat
penting dalam mengobati penyakit yang terlalu
lama. Sehingga pasien harus belajar dalam
memakai PKA. Salah satu jenis
pengobatan alternatif adalah diet nutrisi dalam
mengobati penyakit kanker. Karakteristik
canggih lain pengobatan alternatif ini adalah
bahwa mencoba untuk mengkonsumsi
makanan yang segar, menghindari makanan
instan. Dengan demikian akan memberi waktu
yang panjang bagi pasien untuk tetap sehat.
Sehingga pasien akan sembuh dari
penyakitnya serta memastikan ia untuk hidup
lebih lama dari perkiraan harapan hidup
penyakit kanker, bahkan tanpa mencari
perawatan lain diet ini menyediakan lebih
banyak waktu untuk menyembuhkan penyakit
dengan perlakuan lembut sehingga sangat
efektif dan cepat. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa terapi pengobatan
alteratif memiliki hanya sedikit efek terhadap
mortalitas dan morbiditas pada penyakit
kanker. Namun dapat meningkatkan kualitas
hidup individu yang mengidap penyakit terlalu
lama. Manfaat-manfaat psikologis dari
beragam terapi alternatif ini
sesungguhnya adalah manfaat paling penting
dari pemakaiannya, (National Institutes of
Health, 2005).
Penelitian ini membahas tentang penggunaan pengobatan komplementer alternatif
pada pasien kanker payudara di rumah sakit nasional Jakarta. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui lamanya menderita penyakit dengan penggunaan pengobatan
komplementer. Metode penelitian memakai studi kuantatif dengan desain cross
sectional. Sampel penelitian pasien kanker payudara berjumlah 70 responden. Hasil
penelitian, responden yang memakai pengobatan komplementer alternatif sebanyak
43%. Sedangkan yang berhubungan dengan penggunaan pengobatan komplementer
alternatif adalah usia(p-value 0,007) dan lamanya menderita penyakit merupakan
faktor yang paling dominan mempengaruhi penggunaan pengobatan komplementer
alternatif dengan OR 5,784. Kesimpulan pasien yang memakai pengobatan
komplementer alternatif perlu bekerja sama dan berkoordinasi dengan tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memberikan dukungan dan konseling pada
pasien yang memakai pengobatan komplementer alternatif untuk meningkatkan
semangat hidup, khususnya pada pasien yang telah lama menderita penyakit kanker
payudara.
tumor jinak payudara1
Seorang perempuan berusia 38 tahun dengan G5P1A3 (AH1) dan riwayat abortus habitualis, memiliki
riwayat tumor jinak payudara 12 tahun lalu dan sudah dilakukan eksisi dengan hasil patologi dinyatakan jinak.
Saat ingin menggunakan kontrasepsi hormonal, tenaga kesehatan menolak karena pasien memiliki riwayat
tumor jinak payudara. Evidence based case report ini bertujuan untuk menelaah pengaruh kontrasepsi
hormonal berbasis progestin pada perempuan dengan riwayat tumor payudara. Dilakukan pencarian melalui
Pubmed®, Cochrane Library®, dan Google Scholar® menggunakan kata kunci atau Medical Subject Headings
(MeSH). Didapatkan 3 buah artikel ulasan sistematik dan meta analisis berdasarkan penilaian validity,
importance, and applicability (VIA). Sebuah ulasan sistematik dan meta analisis memperlihatkan tidak ada
hubungan antara penggunaan progestin dengan risiko kanker payudara. Hanya ada satu ulasan sistematik
yang memperlihatkan hubungan penggunaan progestin dengan risiko kanker payudara, namun studi tersebut
memiliki heterogenitas tinggi. Kontrasepsi hormonal berbasis progestin tidak memiliki pengaruh terhadap
peningkatan kejadian kanker payudara dan tidak berhubungan dengan kejadian tumor jinak payudara.
Kata kunci: kontrasepsi berbasis progestin, tumor jinak payudara, kanker payudara
Pendahuluan
Tumor jinak payudara sering dijumpai
dan menyebabkan stres psikologis sehingga
dapat menurunkan kualitas hidup.1
the influence
of the anxiety as a personality characteristic
(trait anxiety Perempuan dengan tumor jinak
payudara yaitu fibroadenoma mammae (FAM)
memiliki risiko 2-3 kali lipat untuk menderita
kanker payudara.2
sclerosing adenosis, epithelial
calcifications, or papillary apocrine changes were
classified as complex. The rate of subsequent
breast cancer among the patients was compared
with the rates in two control groups, women listed in
the Connecticut Tumor Registry and women chosen
from among the patients’ sisters-in-law.\nRESULTS:
The risk of invasive breast cancer was 2.17 times
higher among the patients with fibroadenoma than
among the controls (95 percent confidence interval,
1.5 to 3.2 Tumor FAM terjadi pada satu dari empat
perempuan dan lebih dari 2/3 tumor jinak pada
perempuan muda. Puncak FAM pada usia 20-30
tahun dan menurun pascamenopause.3
Greenberg
et al4
melaporkan bahwa 60% tumor FAM dapat
menghilang setelah usia 30 tahun.
Penyebab tumor FAM belum diketahui
dengan pasti namun terdapat keterlibatan
hormon dengan tumor FAM. Konsentrasi hormon
estrogen (estron dan estradiol) lebih tinggi
pada tumor FAM dibandingkan dengan kelenjar
payudara sehat.5
Peningkatan pajanan estrogen,
menars terlalu dini, menopause terlalu tua, terapi
estrogen pascamenopause jangka panjang, dan
obesitas berkaitan dengan peningkatan insidens
kanker payudara.6,7Data dari dua penelitian
besar memperlihatkan bahwa perempuan
pascamenopause dengan kadar estradiol
tinggi meningkatkan risiko kanker payudara
2,58 kali lipat (interval kepercayaan 1,76-3,78).
Berdasarkan hal tersebut keberadaan estradiol
dianggap memiliki peran dalam perkembangan
kanker payudara,7–9postmenopausal androgen
replacement therapy with dehydroepiandrosterone
(DHEA namun, keterlibatan kontrasepsi hormonal
berbasis progestin pada tumor FAM masih menjadi
pertanyaan. Artikel ini membahas pengaruh
kontrasepsi hormonal berbasis progestin pada
perempuan dengan riwayat tumor jinak payudara.
Skenario Klinis
Seorang perempuan berusia 38 tahun datang
dengan kematian mudigah pada G5P1A3 (AH1)
hamil 7 minggu bekas seksio sesarea 1x dan
riwayat abortus habitualis. Terdapat riwayat tumor
jinak payudara 12 tahun lalu dan sudah dilakukan
eksisi dengan hasil patologi dinyatakan jinak.
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi (KB)
suntik depot medroksiprogesteron asetat (DMPA)
dan pil KB oral kombinasi selama 3 tahun. Namun,
saat pasien kembali ke tenaga kesehatan, pasien
ditolak melanjutkan KB hormonal karena memiliki
riwayat tumor jinak payudara. Dengan demikian,
pasien tidak menggunakan kontrasepsi dan
menjadi hamil.
Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, timbul sebuah pertanyaan
apakah perempuan dengan riwayat tumor payudara
jinak diperbolehkan menggunakan kontrasepsi
hormonal berbasis progestin?
Strategi Pencarian
Untuk menelaah pengaruh kontrasepsi
hormonal berbasis progestin pada perempuan
dengan riwayat tumor payudara, dilakukan
pencarian melalui Pubmed®, Cochrane Library®,
dan Google Scholar® menggunakan kata kunci atau
Medical Subject Headings (MeSH) “Progestins”,
“Contraception”, dan “Breast Neoplasms”. Hasil
pencarian pada tanggal 10 November 2021
didapatkan 11 artikel dari Pubmed®, 14 artikel dari
Cochrane Library®, dan 213 artikel dari Google
Scholar®. Selanjutnya, artikel ditelaah berdasarkan
abstrak sesuai pertanyaan klinis, ditulis dalam
bahasa Inggris, ketersediaan artikel keseluruhan,
dan menghilangkan artikel yang sama. Kritreria
inklusi ialah studi sesuai dengan tingkat bukti
tertinggi yaitu ulasan sistematik atau meta analisis,
uji coba klinis acak, studi kohort atau kasus kontrol,
studi dilakukan pada subjek manusia dengan fokus
penggunaan kontrasepsi berbasis progestin baik
pil, susuk, atau spiral (intrauterine device/ IUD).
Dilakukan eksklusi terhadap artikel yang tidak dapat
diakses lengkap maupun berbahasa bukan bahasa
Inggris atau Indonesia. Setelah melalui proses
tersebut, didapatkan 3 artikel ulasan sistematik
atau meta-analisis berdasarkan penilaian validity,
importance, and applicability (VIA) yaitu artikel
Samson et al10, Conz et al11especially if used
over long periods. Our objective was to conduct
a systematic review and meta-analysis of the
literature on the risk of breast cancer development
in women using the 52-mg levonorgestrel-releasing
intrauterine system (LNG-IUS, Silva et al12 Gambar
1 memperlihatkan strategi pencarian artikel.Terdapat 3 artikel yang ditelaah berdasarkan
kriteria VIA dari Centre for Evidence-Based
Medicine, University of Oxford, 2010 yang
terdiri atas artikel ulasan sistematik dan metaanalisis. Tabel.1 memperlihatkan validitas artikel
yang dimasukkan dalam analisis dan Tabel 2
menunjukkan hasil analisis artikel. Dari ulasan sistematik oleh Samson et al10 dan meta-analisis
oleh Silva, et al12 menunjukkan bahwa tidak
ada risiko peningkatan kanker payudara pada
penggunaan kontrasepsi berbasis progestin.
Sementara itu, ulasan sistematik 0
menunjukkan ada hubungan risiko knaker payudara
dan IUD levonogesterel dengan heterogenitas
tinggi.
Kontrasepsi berbasis progestin yang beredar
di Indonesia berbentuk pil (linestrenol – pil KB
Andalan Laktasi® atau Exluton®), suntik (medroksi
progesterone asetat - depo progestin® atau depo
provera®), implan (levonogestrel – Andalan®,
Norplant®, Sino-implant 2®, Jadelle®, Implanon®),
dan spiral (levonogestrel – Mirena®).
International Agency for Research on Cancer
(IARC) menganalisis 8 studi kasus kontrol
pada tahun 1986 - 1996 dan mengungkapkan
tidak ada peningkatan risiko kanker payudara
pada pengguna kontrasepsi progestin (pil,
suntik, implan) dibandingkan tanpa kontrasepsi
progestin.13 Samson et al10 melaporkan dari enam
studi tidak ada hubungan antara penggunaan
progestin dengan risiko kanker payudara. Hanya
satu studi yang memperlihatkan peningkatan risiko
kanker payudara pada pengguna kontrasepsi
progestin ≥4,5 tahun. Conz et al11 melaporkan
IUD levonogestrel meningkatkan risiko kanker
tanpa memandang usia dan indikasi. Efek padapayudara lebih terlihat pada pengguna usia tua;
namun, pada ulasan sistematik tersebut terdapat
masalah metode (faktor perancu) sehingga hasil
analisis menunjukkan heterogenitas yang tinggi.
Silva et al12 melaporkan IUD levonogestrel bukan
faktor risiko kanker payudara dengan kualitas bukti
menengah dan hasil yang homogen antarstudi.
Kontrasepsi hormonal tersering ialah pil KB
kombinasi yang dapat meningkatkan risiko kanker
payudara hingga 15 tahun setelah penghentian
penggunaan.14 Studi Women’s Lifestule and
Health Study yang melibatkan 100.000 partisipan
memperlihatkan bahwa risiko kanker payudara
meningkat pada penggunaan pil oral kontrasepsi
kombinasi, namun tidak ada pengaruh pada
penggunaan kontrasepsi berbasis progestin.
Mekanisme hubungan progestin dengan
kanker payudara cukup kompleks. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa progestin dapat menghalangi
enzim yang terlibat dalam pembentukan estrogen
dan menyebabkan inaktivasi. Namun, perlu informasi
lebih jauh mengenai durasi penggunaan dan dosis progestin.
Progestin memengaruhi risiko kanker
payudara berdasarkan lingkungan estrogen dan
jenis progestin; namun, masih banyak menimbulkan
kontroversial karena studi dilakukan secara in
vitro.16which include the classical progesterone
receptor (PR
Kumle et al14 melaporkan tidak ada
peningkatan risiko kanker payudara pada pengguna
pil progestin. Data kolaboratif menunjukkan bahwa
pengguna kontrasepsi oral kombinasi memiliki risiko
kanker payudara 1,24 (95% IK 1,15-1,33).17 Pada
riwayat tumor jinak payudara, penggunaan progestin
tampak cukup menguntungkan untuk menjaga
keseimbangan hormonal. Keadaan hiperestrogen
relatif secara lokal pada jaringan payudara memiliki
peran dalam perkembangan penyakit payudara.
Namun, belum ada literatur yang mendukung
penemuan tersebut terkait progestin.18 Dua studi
mengonfirmasi keamanan penggunaan progestin
dengan penurunan risiko kanker payudara pada
penyakit tumor jinak payudara.
WHO Medical Eligibility Criteria for
Contraceptive Use (MEC), the US Selected Practice
Recommendations for Contraceptive Use, dan the
US Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use
menyatakan tidak perlu skrining sebelum memulai
pil kontrasepsi oral pada perempuan yang tidak
menunjukkan gejala kanker payudara. Namun,
pada perempuan dengan massa payudara, pil oral
kombinasi dapat diberikan setelah pemeriksaan
massa payudara dan terkonfirmasi tidak ada
tanda keganasan.20–22 Fibrocystic changes (FCC)
bukan risiko kanker payudara namun, FAM dan
papilloma mammae merupakan faktor risiko kanker
payudara. FCC dan FAM ialah tumor jinak payudara
tersering. Tidak ada hubungan antara tumor jinak
payudara (FCC dan FMA) dengan penggunaan pil
kontrasepsi oral; bahkan berdasarkan US MEC,
tidak ada batasan konsumsi pil kontrasepsi oral
pada pasien dengan tumor jinak payudara.
Kontrasepsi hormonal berbasis progestin
tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan
kejadian kanker payudara dan tidak terdapat
hubungan dengan kejadian tumor jinak payudara.
Kekhawatiran tenaga medis terhadap kontrasepsi
hormonal berbasis progestin tanpa dilandasi
pengetahuan yang baik akan meningkatkan
unmet need pada perempuan yang membutuhkan
kontrasepsi. Tingginya angka unmet need
meningkatkan kehamilan yang tidak diinginkan.
tumor jinak payudara4
Sel merupakan unit terkecil yang
menyusun jaringan tubuh manusia. Masingmasing sel mengandung gen yang berfungsi
untuk menentukan pertumbuhan, perkembangan,
atau perbaikan yang terjadi dalam tubuh. Sel itu
sendiri selama perkembangannya dapat
berkembang secara normal dan dapat mengalami
mutasi sehingga terjadi abnormalitas pada sel.
Pertumbuhan sel yang abnormal tersebut dikenal
sebagai Tumor (Betty Andirasari 1 1 Academy of
Midwifery Sari Mulia Banjarmasin Indonesia,
2017). Tumor sendiri secara umum
dikelompokkan menjadi dua, yaitu tumor jinak
dan tumor ganas (kanker). Tumor dapat terjadi
pada beberapa bagian tubuh makhluk hidup.
Pada manusia sel tumor dapat berkembang
diberbagai organ tubuh diantaranya, otak,
payudara, axilla, abdomen, usus, organ genital
dan lain sebagainya (Sun et al., 2017).
Fibroadenoma Mammae (FAM) adalah
tumor jinak payudara yang sering ditemukan
pada perempuan dibawah usia 35 tahun. FAM
merupakan pertumbuhan abnormal pada kelenjar
dan stroma jaringan ikat payudara. FAM sering
ditemukan pada kuadran lateral atas, karena
bagian ini distribusi kelenjar paling
banyak. Pertumbuhan FAM erat kaitannya
dengan perubahan hormonal yang terjadi pada
Wanita (Pai, 2019). Hormon esterogen dan
progesteron pada wanita yang selalu berubahubah baik pada masa menstruasi, hamil dan
menyusui disebut menjadi salah satu penyebab
adanya pertumbuhan FAM. Fibroadenoma
mammae umumnya tidak menyebabkan
mortalitas kecuali bila terjadi transformasi ke
arah keganasan. (Yarso et al., 2021)
Pada populasi negara barat, fibroadenoma
mammae ditemukan pada 7-13% pasien yang
menjalani pemeriksaan payudara, sedangkan di
Shanghai kurang lebih 1 dari 350 wanita
didiagnosis menderita fibroadenoma mammae
sebelum usia 60 tahun. Insiden fibroadenoma
mammae pada wanita menurun sesuai dengan
peningkatan usia, dan sebagian menurun saat
menopause (Nelson et al., 2010). Menurut data
dari NSW Breast Cancer Institute, FAM
umumnya terjadi pada wanita dengan usia 21 -
25 tahun dan kurang dari 5% terjadi pada usia di
atas 50 tahun. Suatu studi dinyatakan bahwa
angka kejadian FAM pada wanita yang
menjalani pemeriksaan di klinik payudara sekitar
7-13%. (Saxena et al., 2020)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Al-Thobbani Tahun 2006 di Yaman diketahui
profil patologi payudara di laboratorium
histopatologi rujukan di Yaman dari 773 orang
wanita dengan biopsi positif atau temuan
mastektomi. Lesi jinak ditemukan sebanyak
79.9% kasus. Dari 79,9% kasus tersebut FAM
adalah lesi yang paling umum ditemukan yaitu
30,0% dengan usia rata-rata 22,2 tahun
(Vijaykumar et al., 2012).
Di Indonesia sendiri belum ada data yang
konkrit mengenai angka kejadian FAM. Namun
diperkirakan setiap tahun kejadian FAM
mengalami peningkatan. Menurut data dari
Jakarta Breast Center menunjukkan bahwa dari
2.495 pasien yang datang pada tahun 2001
sampai 2002, 79% diantaranya menderita tumor
jinak payudara dan sisanya 14% menderita
kanker. Kejadian kanker payudara di Indonesia
pada wanita tahun 2018 yaitu 58.256 kasus baru
(42.1%) dengan jumlah kematian 22.692
(17.0%) (Alini & Widya, 2018). Pada tahun
2013, kejadian kanker payudara wanita
terbanyak di D.I Yogyakarta dengan prevalensi
sebesar 2,4 % sedangkan di Aceh terdapat 0,8%
kasus. Berdasarkan hasil penelitian Dewi (2008),
diketahui pada Rumah Sakit Immanuel Bandung
Tahun 2005- 2006 terdapat sebanyak 144 kasus
kejadian FAM. Paling banyak ditemukan pada
usia dibawah 30 tahun sebesar 79,90% dari
kasus. Dari 79,90% kasus tersebut ditemukan
sebanyak 41,70% pada kelompok usia 21-25
tahun, 25,70% pada kelompok usia 16-20 tahun,
9,70% pada kelompok usia 26-30 tahim dan
2,80% pada kelompok usia 10- 15 tahun.
(Widyastuti & Sodik, 2018)
Salah satu Dokter spesialis onkologi
radiasi RS Siloam MRCCC Semanggi, dr.
Denny Handoyo, Sp.Onk.Rad mengatakan lebih
dari 50% wanita berusia 15-35 tahun memiliki
FAM tanpa disadari. Berdasarkan berbagai
penelitian yang sudah dilakukan, FAM bisa
muncul karena berbagai factor, salah satunya
kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat
saji/fast food maupun junk food yang berlebihan.
Faktor-faktor lain yang dapat memicu
munculnya FAM adalah penggunaan pil KB,
hamil di usia muda, dan sedang menjalani terapi
hormonal (Nasyari et al., 2020).
Berdasarkan survei pendahuluan yang
didapatkan dari data rekam medik di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Hanafiah Batusangkar,
Pada Tahun 2020 ditemukan penderita FAM
sebanyak 58 kasus FAM, dari 58 kasus tersebut
75,86% diantaranya ditemukan pada pasien
berumur dibawah 35 tahun. Angka ini
mengalami peningkatan dibandingkan kejadian
pada Tahun sebelumnya yaitu dengan jumlah 22
kasus.
Selain itu wanita yang memiliki riwayat
keturunan keluarga dengan kanker payudara
akan meningkatkan risiko kejadian FAM. Sekitar
5-10 persen dari kasus kanker payudara terjadi
karena faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu
atau nenek yang pernah terkena
kanker payudara berisiko hingga dua atau tiga
kali lebih tinggi mengalami penyakit yang sama,
dibandingkan dengan wanita yang tidak
memiliki riwayat tersebut (Kuijper et al., 2001)
Mengingat kurangnya penelitian mengenai
FAM dan adanya peningkatan risiko kejadian
FAM setiap tahun, serta adanya kemungkinan
risiko riwayat keturunan keluarga dan konsumsi
junkfood terhadap FAM, maka peneliti tertarik
dan menganggap perlu dilakukan penelitian
tentang Hubungan Riwayat Keluarga dan
Konsumsi Junk Food dengan Kejadian
Fibroadenoma Mamae (FAM) di RSUD Dr.
Hanafiah SM Batusangkar.
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian
analitik observasional dengan pendekatan
metode cross sectional. Penelitian dilakukan di
RSUD Dr. Hanafiah SM Kota Batusangkar
tahun 2022. Jumlah sampel sebanyak 33 orang,
yaitu seluruh pasien onkologi dengan kriteria
inklusi pasien yang melakukan pemeriksaan PA
sel mamae pada bulan Oktober 2021 hingga
April 2022. Pengambilan sampel dilakukan
secara total sampling, yaitu seluruh populasi
diambil untuk dijadikan sampel. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
melakukan wawacara pada pasien untuk
mengetahui riwayat keluarga yang mengidap
kanker dan riwayat konsumsi junk food dengan
menggunakan kuesioner. Sedangkan sampel
biopsi yang diambil dikirim ke laboratorium PA
untuk dinilai keganasan sel.
Analisa data yang dilakukan pada
penelitian ini yaitu analisa univariat dan bivariat.
Analisa univariat untuk melihat distribusi
frekuensi masing-masing variabel, yaitu
distribusi frekuensi berat badan bayi baru lahir
dan lama persalinan. Analisa bivariat dilakukan
untuk melihat hubungan antara berat badan bayi
baru lahir dengan lama persalinan, dilakukan
analisis dengan menggunakan Chi Square
Testpada tingkat kepercayaan 95% dan data
diolah dengan menggunakan SPSS.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
dari 33 kasus terdapat 17 responden (51,5%)
memiliki riwayat keluarga dengan tumor
payudara, 18 responden (54,5%) memiliki
kebiasaaan konsumsi junk food dan 17
responden (51,5%) yang menderita FAM.
Fibroadenoma mamae adalah neoplasma
jinak yang temtama dijumpai pada perempuan
muda. Fibroadenoma teraba sebagai benjolan
bulat dengan simpai licin, bebas digerakkan dan
konsistensmya kenyal padat. Insidensi FAM
tidak diketahui pasti, namun sekitar 50% hasil
biopsi payudara adalah FAM (Nasyari et al.,
2020)
Penelitian ini sejalan dengan teori yang
menyatakan bahwa hampir semua penyakit
tumor memiliki latar belakang genetik tapi tidak
merupakan penyebab langsung terjadinya tumor
dimaksud melainkan hanya menyangkut
peningkatan faktor risiko. Untuk mencetuskan
timbulnya tumor itu dibutuhkan adanya faktorfaktor lain seperti gaya hidup, kondisi
lingkungan dan lain-lain.
Berdasarkan penelitian diketahui dari 17
penderita FAM lebih dari 50% dengan rentang
usia 17-35 tahun. Banyaknya penderita FAM
pada usia 17-35 tahun kemungkinan disebabkan
karena faktor hormonal. Pada usia antara dekade
kedua dan keempat kehidupan atau dengan kata
lain pada masa reproduktif kadar hormon
estrogen meningkat sehingga kasus FAM sering
dijumpai pada usia ini. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Kaushik, 2019) bahwa
hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobulus
dianggap menjadi penyebab terbentuknya lesi ini
yang terjadi pada masa menarche (15-25 tahun).
Dalam perkembangannya, struktur lobular
ditambahkan ke dalam sistem duktus dari
payudara sehingga sering dijumpai lobulus
hiperplastik. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Vijaykumar, (2012) tentang A
Systematic Study on Fibroadenoma of the Breast
yang menemukan kejadian FAM paling tinggi
terjadi pada kelompok usia 16-30 tahun.
2. Analisa Bivariat
Berdasarkan analisis bivariat dengan uji
chi-square yang dilakukan didapatkan hubungan
antara riwayat keluarga dengan kejadian FAM
dengan p value 0,001. Banyak faktor risiko yang
menyebabkan adanya fibroadenoma mamae,
salah satunya riwayat genetik atau keturunan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang
menyatakan Sekitar 5-10 persen dari kasus
kanker payudara terjadi karena faktor genetic
(Ramadhan, 2020). Wanita yang memiliki ibu
atau nenek yang pernah terkena kanker
payudara/tumor payudara berisiko hingga dua
atau tiga kali lebih tinggi mengalami penyakit
yang sama, dibandingkan dengan wanita yang
tidak memiliki riwayat tersebut. Hal ini
berkaitan dengan gen BRCA1 dan BRCA2 yang
telah mengalami mutasi, kemudian diturunkan
oleh orangtua ke generasi selanjutnya. Adapun
BRCA1 dan BRCA2 merupakan gen yang
disebut sebagai penekan tumor, yang berfungsi
mengontrol pertumbuhan sel abnormal. Mutasi
pada gen ini akan menyebabkan munculnya sel
abnormal (Radosavljevi et al., 2010).
Uji analitik selanjutnya didapatkan juga
ada hubungan antara konsumsi junk food dengan
kejadian FAM dengan p value 0,002. Hal ini
sejalan dengan pernyataan bahwa Junk food
mengandung salah satu zat berbahaya yaitu
akrilamid yang merupakan senyawa karsinogen
yang bisa memicu risiko pertumbuhan sel
abnormal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Eva Fitriniangsih di RS Onkologi Banda Aceh,
pola makan tidak baik seperti sering komsumsi
daging, daging yang diolah atau diawetkan,
makanan yang manis, junk food dan makanan
mengandung tinggi lemak dapat meningkatkan
risiko kanker payudara.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagian besar
responden yang mengalami Fibroadenoma
Mamae (FAM) diketahui memiliki riwayat
keluarga yang pernah mengidap kanker ataupun
tumor payudara serta memiliki kebiasaan
konsumsi junk food. Hal ini nyata adanya sesuai
dengan konsep teori yang ada bahwa kedua
factor tersebut merupakan risiko tinggi
terjadinya FAM. Dengan adanya riwayat
keluarga yang memiliki kanker maupun tumor
payudara diharapkan wanita mampu menerapkan
pemeriksaan SADARI guna mendeteksi secara
dini kemungkinan adanya pertubungan sel
abnormal sehingga dapat dilakukan tindakan
pencegahan pertumbuhan tumor jinak menjadi
tumor ganas. Selain itu sudah menjadi suatu
kesadaran bagi wanita khususnya yang memiliki
riwayat keluarga, menerapkan hidup sehat
dengan menerapkan makan makanan yang
bergizi dan tidak mengkonsumsi makanan cepat
saji/fast food, junk food yang dapat merangsang
pertumbuhan sel abnormal.
Fibroadenoma Mamae atau FAM merupakan salah satu jenis tumor jinak payudara yang paling sering
terjadi pada wanita dengan rentang usia 15–35 tahun. Secara epidemiologi fibroadenoma mammae (FAM)
baik secara global maupun di Indonesia masih sangat terbatas. FAM merupakan salah satu penyebab
terjadinya mobiditas pada wanita, meski belum diketahui secara pasti penyebab FAM ditenggarai ada
beberapa faktor risiko yang mengakibatkan seseorang mengidap FAM diantaranya, riwayat keluarga
dengan kanker, pola makan dan jenis bahan makanan yang dimakan seperti makanan dibakar, junk
food, makanan berlemak, makanan olahan serta kebiasaan konsumsi alkohol dan merokok. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan riwayat keturunan dan riwayat kejadian tumor payudara
di RSUD Dr. Hanafiah Batusangkar. Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan
rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2021 hingga April 2022 didapat
jumlah responden sebanyak 33 orang responden. Penilaian pola makan dengan menggunakan kuisioner
dan diagnosis FAM dari hasil PA. Hasil penelitian didapatkan terdapat 17 responden (51,5%) memiliki
riwayat keluarga dengan tumor payudara, 18 responden (54,5%) memiliki kebiasaaan konsumsi junk food
dan 17 responden (51,5%) yang menderita FAM. Hasil uji chi-square terdapat hubungan riwayat keluarga
dengan kejadian FAM dengan nilai p value 0.001 (α < 0.05) dan terdapat hubungan konsumsi junk food
dengan kejadian FAM dengan nilai p value 0.002 (α < 0.05).