ga sering
ditemui pada populasi obesitas.2
TABEL : 4.9 Saran Latihan pada Orang Dewasa Obesitas2
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Latihan daya tahan dilakukan minimal tiga kali/minggu dan
ditambah latihan aerobik berintensitas sedang atau tinggi
dengan durasi minimal 30 menit sebanyak 5—7 hari/minggu.
I A
TABEL : 4.10 Saran Latihan pada Orang Dewasa Obesitas6
Aerobik Resistansi Fleksibilitas
Frekuensi ≥5 hari/minggu 2—3 hari/minggu ≥2—3 hari/minggu
Intensitas Sedang (40%—59% HRR; 64%—
76% HR max) ditingkatkan hingga
tinggi (≥60% HRR) untuk manfaat
kesehatan yang lebih baik
60%—70% 1-RM secara
perlahan dinaikkan
untuk meningkatkan
kekuatan dan massa otot
Peregangan sampai titik
terasa tegang atau sedikit
tidak nyaman
Durasi 30—60 menit/hari (150 menit/
minggu) ditingkatkan hingga 60
menit/hari atau lebih (250—300
menit/minggu)
2—4 set dengan 8—12
repetisi untuk setiap
kelompok otot besar
Menahan peregangan
statis selama 10—30 detik
dengan 2—4 repetisi pada
setiap latihan
Tipe Aktivitas ritmis berkepanjangan
menggunakan otot besar (misalnya
berjalan, bersepeda, dan berenang)
Mesin resistansi dan
beban bebas
Peregangan statis,
dinamis, dan/atau PNF
37
Latihan Fisik sebagai Prevensi PKVA
2.8 Intensitas Sedang vs. Tinggi
High intensity interval training (HIIT) yaitu latihan
yang dilakukan dengan intensitas tinggi dan
durasi yang relatif singkat. Latihan tersebut
dapat memberikan manfaat yang serupa
dalam menurunkan risiko kardiometabolik jika
dibandingkan dengan moderate intensity continuous
training (MICT).
HIIT terdiri atas interval latihan intensitas
tinggi selama 15 detik hingga 4 menit dengan
laju jantung maksimal 80%—95% serta interval
pemulihan (dapat berupa istirahat pasif atau
intensitas rendah) dengan durasi yang sama atau
lebih panjang dari latihan intensitas tinggi dan
denyut jantung maksimal 40%—50%. Biasanya
HIIT diulang 6—10 kali dengan total waktu
latihan 10—40 menit atau lebih.9
Banyak penelitian yang menunjukkan
bahwa program HIIT meningkatkan kesehatan
kardiometabolik secara sama atau lebih baik
daripada moderate intensity training (MTI). HIIT
menunjukkan penurunan tekanan darah mencapai
7—11 mmHg (yang setara dengan pemakaian
obat)10 serta penurunan lemak subkutan dan
lemak perut. Meskipun begitu, HIIT dan MIT
menunjukkan tingkat perbaikan yang sama
pada populasi overweight dan obesitas. Perbaikan
tersebut antara lain ialah peningkatan sensitivitas
insulin serta penurunan lipid darah dan lemak
tubuh. Namun demikian, peningkatan kebugaran
kardiovaskular ternyata lebih besar pada MIT
daripada HIIT.9 Sementara itu, perbaikan
komposisi tubuh dan profil lipid serta peningkatan
adiponektin plasma lebih baik pada HIIT
dibandingkan MIT. Selain itu, variasi latihan dan
sesi durasi yang pendek menjadikan HIIT lebih
digemari. HIIT juga memiliki tingkat kepatuhan
yang lebih tinggi.10
3. Latihan Fisik sebagai Prevensi
Sekunder PKVA
3.1 Manfaat Latihan Fisik pada
Populasi PKVA
Individu dengan penyakit arteri perifer (PAP)
atau peripheral artery disease (PAD) pada tungkai
bawah memiliki risiko penurunan fungsional
dan peningkatan kehilangan tingkat mobilitas
yang lebih cepat. Hal tersebut menjadi penyebab
penurunan kualitas hidup individu dengan PAD.
Dalam meningkatkan status fungsional
keseluruhan, mobilitas, dan—pada akhirnya—
kualitas hidup, supervised exercise therapy (SET) pada
pasien PAD terbukti bermanfaat. Latihan tersebut
terbukti meningkatkan jarak berjalan kaki tanpa
rasa sakit dan kemampuan maksimal berjalan.11
3.2 Risiko Latihan Fisik pada
Populasi PKVA
Beberapa risiko kardiovaskular dapat terjadi
selama dan sesudah latihan fisik, seperti kematian
mendadak dan infark miokard—keduanya
meningkat pada saat latihan dan 1 jam sesudah
latihan. Risiko ini dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, dan ras.
Pada kejadian kematian mendadak,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko
tersebut lebih sering terjadi pada latihan intensitas
tinggi. Risikonya makin meningkat jika individu
tersebut jarang berolahraga. Sementara itu, risiko
infark miokard saat latihan juga berhubungan erat
dengan intensitas latihan tinggi dan juga gaya hidup
yang tidak aktif. Akan namun , risiko kardiovaskular
selama latihan fisik merupakan risiko yang relatif
dan sangat jarang terjadi. Oleh sebab itu, untuk
meminimalisasi kejadian ini, penilaian/skrining
sebelum latihan sangat diperlukan.12
38
Latihan Fisik sebagai Prevensi PKVA
3.3 Latihan Fisik pada PJK
3.3.1 Saran Latihan Fisik pada PJK
TABEL : 4.11 Saran Latihan pada Orang Dewasa dengan PJK2
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Individu dengan PJK tanpa iskemia miokard yang diinduksi
oleh tes stres latihan dan pencitraan fungsional dapat
berpartisipasi dalam semua jenis olahraga, namun tetap harus
berdasarkan pada penilaian tiap individu.
IIa C
TABEL : 4.12 Latihan Fisik yang disarankan pada Pasien Rawat Jalan sesudah Sindrom Koroner
Akut13
Tipe Mode
Intensi-
tas
Frekuen-
si dan
Durasi
Progres Sasaran Pertimbangan
Aerobik Berjalan;
joging;
bersepeda;
berolahra-
ga basis air,
ergometer
lengan,
ergometer
lengan dan
kaki, stair
stepper; dan
mendayung
Skala Borg
11—16
dengan
40%—
80%
kapasitas
latihan
Frekuensi
3—7 hari
per minggu
dengan
durasi 20—
60 menit
Dimulai pada skala
Borg 11—13 selama
5 hingga ≥10 menit,
dilakukan peningkat-
an secara perlahan
1—5 menit tiap sesi
sesuai toleransi RPE
Peningkatan
daya ta-
han latihan
submaksimal
dan kapasitas
aerobik
Intensitas latihan
di bawah am-
bang iskemik.
pemakaian
medikamentosa
sesuai dengan
jadwal sebelum
latihan.
Latihan inter-
miten dilakukan
pada pasien
dekondisi. Pasien
yang terpilih
dapat menggu-
nakan HIIT.
Resistansi Berat be-
bas, elastic
bands, weight
machines,
dan bola
stabilitas
(termasuk
kelompok
otot besar)
Skala Borg
11—14
dengan
30%—
80% dari
satu peng-
ulangan
maksimal
Frekuensi
2—3 hari
per ming-
gu, 8—10
latihan,
8—15
repetisi
lambat,
1—4 set
Dimulai pada skala
Borg 11—12 de-
ngan satu set dari 8
repetisi
Peningkatan jumlah
repetisi, set, resistan-
si, dan skala Borg
13—14 secara per-
lahan sesuai dengan
toleransi.
Peningkatan
daya tahan
dan kekuatan
otot skeletal
Hindari manu-
ver valsava dan
mengejan.
Pada pasien
yang terpilih,
gunakan sirkuit
latihan.
Fleksibi-
litas
Kekuatan
statis pada
kelompok
otot besar
Tahan
sampai
merasakan
ketidak-
nyamanan
ringan
Setiap hari
dengan
durasi
5—15
menit
Dimulai dengan la-
tihan kekuatan statis
selama 15 detik lalu
ditingkatkan secara
perlahan setiap
latihan sebanyak
30—60 detik sesuai
toleransi
Peningkat-
an rentang
gerak/range of
motion (ROM)
sendi
Gunakan ROM
maksimal.
Hindari me-
nahan napas.
39
Latihan Fisik sebagai Prevensi PKVA
TABEL : 4.13 Saran Latihan pada Individu dengan CAD14
Parameter Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Frekuensi Saran latihan untuk penyakit koroner
kronis ialah ≥5 hari/minggu.
I A
Intensitas Intensitas sedang. I A
Durasi Durasi 30—60 menit. I A
Tipe Jenis latihan ialah aerobik yang dapat
ditambah latihan resistansi.
I A
Aspek progresi pada latihan aerobik dapat dimulai
dari 5—10 menit pada rating of perceive exertion
(RPE) 11—13. Aspek ini dapat ditingkatkan 1—5
menit tiap sesi sesuai toleransi RPE.13
3.3.2 Intensitas Sedang vs. Tinggi
pada PJK
Penelitian metaanalisis menunjukkan bahwa
kebugaran aerobik puncak (VO
2
peak) lebih efektif
pada HIIT daripada MICT. Selain itu, kejadian
kardiovaskular pascaolahraga pada individu
dengan PJK dan gagal jantung cenderung rendah
pada HIIT. Akan namun , penelitian lebih lanjut
untuk risiko HIIT pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular tetap diperlukan.15
3.3.3 Saran Latihan Fisik pada
PAD
Exercise testing pada PAD yang disarankan oleh
ACSM ialah sebagai berikut.6
• Exercise testing dilakukan untuk menilai
kemampuan latihan, waktu timbul
klaudikasio, total waktu berjalan sebelum dan
sesudah intervensi, penyakit serebrovaskular,
dan lain-lain.
• sesudah beristirahat 5—10 menit, cek up
tekanan darah sistolik pergelangan kaki dan
arteri brakialis dalam posisi telentang sesuai
standar ABI dilakukan .
• Protokol treadmill digunakan untuk
menentukan reproduktivitas berjalan
tanpa sakit. Sementara itu, nyeri dinilai
menggunakan skala dalam angka.
• Kecepatan latihan dimulai dari lambat dan
terus ditingkatkan.
• Pasien harus berada dalam kondisi fisiologi
stabil dan normal lagi dalam posisi duduk
sesudah latihan selesai.
• Tes berjalan 6 menit dapat digunakan untuk
menilai keterbatasan jika tidak mampu
menggunakan treadmill.
40
Latihan Fisik sebagai Prevensi PKVA
Gambar 4.3 Algoritma Seleksi Latihan Rehabilitasi pada PAD (Diadopsi dari Pedoman AHA)11
Kontraindikasi relatif terhadap latihan
treadmill, termasuk klaudikasio sedang hingga
tinggi dalam 1 hingga 2 menit pada saat berjalan
dengan kecepatan normal, kondisi kaki saat ini,
riwayat jatuh, gaya berjalan terseok-seok atau
goyah, atau keinginan pasien untuk menghindari
latihan treadmill.
Gambar 4.4 Algoritma Perkembangan Latihan Treadmill (Diadopsi dari Pedoman AHA)11
41
Latihan Fisik sebagai Prevensi PKVA
TABEL : 4.14 Saran Latihan pada Individu dengan PAD16
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Program latihan fisik yang tersupervisi disarankan
untuk meningkatkan status fungsional dan kualitas hidup serta
mengurangi gejala kaki pada pasien dengan klaudikasio.
I A
Program latihan fisik yang tersupervisi harus didiskusikan menjadi
PERAWATAN INTENSIF pilihan sebelum dilakukan revaskularisasi untuk
klaudikasio.
I A
Latihan komunitas terstruktur dan/atau latihan yang dilakukan
di rumah dengan perubahan perilaku bermanfaat dalam
meningkatkan kemampuan berjalan dan status fungsional pada
pasien PAD.
IIa A
Strategi alternatif terapi latihan fisik, termasuk ergometri tubuh
bagian atas, bersepeda, dan berjalan dengan intensitas rendah
atau bebas nyeri—agar tidak terjadi klaudikasio sedang hingga
tinggi—bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan berjalan
dan status fungsional pada pasien PAD.
IIa A
TABEL : 4.15 Saran Latihan pada Individu dengan PAD6
Aerobik Resistansi Fleksibilitas
Frekuensi 3—5 hari/minggu Minimal 2 hari/minggu
dengan hari yang tidak
berurutan
≥2—3 hari/minggu
(lebih efektif jika
dilakukan setiap hari)
Intensitas Sedang (40%—59% HRR, 64%—
76% HR max, dan skala Borg 12—
13) hingga merasakan nyeri sedang
(mencapai skala 3 dari 4 skala nyeri
klaudikasio)
60%—80% 1-RM Peregangan sampai
titik terasa tegang atau
sedikit tidak nyaman
Durasi 30—45 menit/hari (kecuali periode
istirahat) hingga 12 minggu (dapat
ditingkatkan hingga 60 menit/hari)
2—4 set, 8—12 repetisi,
dan 6—8 latihan
ditargetkan untuk
kelompok otot besar
Menahan peregangan
statis selama 10—30
detik dengan 2—4
repetisi pada setiap
latihan
Tipe Latihan intermiten angkat beban
(bebas atau berjalan di treadmill)
dengan istirahat duduk jika
mengalami nyeri sedang dan mulai
kembali jika nyeri berkurang
Seluruh tubuh berfokus
pada kelompok otot
besar, terutama pada
ektremitas bawah jika
waktu terbatas
Peregangan statis,
dinamis, dan/atau
PNF
5
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
1. Hubungan Diet dengan PKVA
Penyakit kardiovaskular aterosklerosis (PKVA) disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor risiko utama yaitu peningkatan
kadar kolesterol darah (hiperkolesterolemia). Diet
yang mengandung kolesterol, lemak jenuh tinggi,
lemak trans, kadar gula yang tinggi, kurang asupan
sayur dan buah, gaya hidup sedenter (sedentary
lifestyle), obesitas, serta faktor genetik berperan
untuk memicu hiperkolesterolemia.1
Menurut Studi Global Burden Disease tahun 2016,
lebih dari 9,1 juta kematian dini akibat penyakit
kardiovaskular di seluruh dunia disebabkan oleh
risiko terkait diet.2
Diet merupakan salah satu cara untuk
memodifikasi faktor risiko PKVA guna mencegah
dan menurunkan risiko PKVA, seperti obesitas,
dislipidemia, hipertensi, DM, dan hiperurisemia.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
orang yang menerapkan diet gaya Mediterania
maupun Dietary Approaches to Stop Hypertension
(DASH) memiliki risiko PKVA dan hipertensi
yang lebih rendah.3 Namun, kebanyakan orang
biasanya tidak dapat menerapkan diet tersebut
secara konsisten. Hal ini terjadi sebab kurangnya
referensi yang valid terkait panduan diet yang
mudah diterapkan di Indonesia.
Tujuan PERAWATAN INTENSIF diet pencegahan primer
dan sekunder pada PKVA yaitu memberikan
nutrisi individual untuk menurunkan risiko dan
mencegah komplikasi yang sesuai dengan kondisi
klinis, status gizi, dengan mempertimbangkan
faktor sosiokultural dan faktor ekonomi. Pada bab
ini, Saran PERAWATAN INTENSIF diet pencegahan
primer dan sekunder PKVA yang dianjurkan
di Indonesia disusun dan disesuaikan dengan
beberapa bukti ilmiah panduan diet yang ada di
dunia meliputi diet Mediterania,4 DASH,5,6,7 diet
jantung sehat (Healthy Heart) dari ESC,3 diet AHA,8,9
diet Asian Guideline,10 serta hasil konsensus
PERKI dan Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi
Klinik Indonesia (PDGKI).
2. PERAWATAN INTENSIF Diet yang Dapat
Diaplikasikan untuk Indonesia
Berikut ini beberapa Saran PERAWATAN INTENSIF diet
pencegahan primer dan sekunder aterosklerosis
yang dianjurkan di Indonesia yang disesuaikan
dengan beberapa bukti ilmiah dan panduan diet
yang ada di dunia.
44
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
TABEL : 5.1 Saran Diet untuk Prevensi PKVA
Kebutuhan
Nutrisi
Saran Sumber bahan makanan
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Kebutuhan
kalori/energi
Sesuaikan jumlah asupan kalori dan kebutuhan untuk
mempertahankan BB normal (PMK 28/2019).
Dewasa :
Laki-laki = 2150–2650 kkal/hari (AKG, 2019)
Perempuan = 1800–2250 kkal/hari (AKG, 2019)
Lansia :
Laki-laki = 1600–1800 kkal/hari (AKG,2019)
Perempuan : 1400–1550 kkal/hari (AKG, 2019)
Turunkan asupan kalori total untuk menurunkan BB pada
overweight dan obesitas.
I B
Karbohidrat (KH) 50 -60% total
energi
Komposisi utama yaitu KH kompleks, contoh:
Nasi putih, nasi merah, jagung, ubi jalar,
oat, kacang-kacangan (1-2 porsi, 3x sehari)
Sayuran yang utamanya berwarna cerah
(>200 gram/hari)
Buah–buahan 2-3 porsi (80-100 gram/
porsi)
Batasi gula ≤5 % total kalori /hari (<4
sendok makan/hari)
I B
Serat 25–37 gram/hari Sumber utama serat yaitu :
Kacang-kacangan, contoh: kacang kedelai,
kacang hijau, kacang merah.
Sayuran, contoh: wortel, bayam, brokoli,
buncis, kacang panjang
Buah, contoh: apel, pisang, pir, jeruk,
pepaya.
I B
Protein 1–1,2 gram/
kgbb/hari
Protein nabati lebih tinggi dari protein hewani.
Protein nabati 2 -3 porsi/per kali makan.
Contoh : kedelai dan produknya (tempe, tahu,
susu kedelai), kacang hijau, kacang merah.
Contoh protein hewani :
Ikan >3 kali seminggu
Ayam tanpa lemak <4 kali seminggu, Daging
merah <2 kali seminggu
Telur <2 porsi per hari ( pada penderita DM,
PJK, hiperkolesterolemia dibatasi 3-4 porsi/
minggu)
Susu rendah lemak/tanpa lemak, yogurt.
I B
Total lemak 25–27 % total
energi
Diutamakan menggganti sumber lemak
jenuh dengan lemak tidak jenuh tunggal
ataupun ganda
Batasi pengolahan dengan pemanasan
tinggi
I B
MUFA >10% energi Contoh :Alpukat, wijen, kenari, minyak zaitun,
minyak kanola
I A
PUFA Utamakan
sumber omega
3 =
1 gram/hari
Contoh : ikan cakalang, ikan kembung, dan
ikan tuna.
I A
45
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
SAFA <7% energi Contoh : daging kelapa, keju rendah lemak.
Batasi lemak jenuh yang bersumber dari
hewani. Dianjurkan lemak cair nabati
I B
Lemak trans <1% energi Batasi lemak terhidrogenasi, lemak dengan
ultra proses, minyak dengan pemanasan tinggi.
Contohnya: mentega, margarine, makanan
cepat saji
I B
Kolesterol <300 mg/hari Dapat dilihat dalam lampiran II C
Mikronutrient
Vitamin B
Vitamin C
Vitamin D
Vitamin E
Kalium
Sayur 4–5 porsi perhari
Buah 4 -5 porsi perhari
Kacang-kacangan/polong-polongan
(contoh: kacang kedelai, kacang hijau,
kacang merah, kacang hitam, buncis)
II B
Natrium 1500-2300 mg/
hari (garam
dapur :3/4 - 1
sendok teh/hari)
Batasi makanan yang mengandung
pengawetan/processed food, instant food.
I A
Nutrasetikal spesifik
Fitosterol 2–3 gram / hari Banyak terdapat di minyak zaitun, kacang
kedelai atau teh hijau
I A
Kafein Batasi hingga
300-400mg /
hari
Batasi kopi maksimal 3 gelas per hari, jenis kopi
yang dianjurkan rendah gula dan susu II C
Keterangan: BB: berat badan, AKG: angka kecukupan gizi, KH: karbohidrat, kgbb: kilogram berat
badan; MUFA: monounsaturated fatty acid; PUFA: polyunsaturated fatty acid; SAFA: saturated fatty
acid
Diet Mediterania terdiri dari diet kaya
buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, polong-
polongan, biji-bijian, dan ikan, diet rendah daging
merah dan olahannya, biji-bijian olahan, yang
secara konsisten telah terbukti mengurangi risiko
PKVA sebesar 10% dan risiko kematian sebab
semua penyebab sebesar 8%.11,12 Rendahnya
morbiditas dan mortalitas yang dikaitkan dengan
populasi yang menerapkan diet Mediterania atau
diet vegetarian semakin memperkuat manfaat pola
makan nabati. Perubahan dari makanan berbasis
hewani menjadi nabati terbukti menurunkan risiko
penyakit aterosklerosis.13
Komposisi diet pada TABEL : di atas memiliki
kandungan serat yang tinggi, di mana setiap
kenaikan konsumsi serat 7 gram/hari berkaitan
dengan penurunan risiko PKVA sebesar 9%.14
Penelitian terbaru menemukan bahwa diet
dengan komposisi daging, susu, dan makanan
hewani lainnya (seperti lesitin, kolin, dan karnitin)
mengandung TMA (trimethylamine) dikonversi oleh
bakteri usus menggunakan TMA liase menjadi
TMAO (trimethylamine N-oxide). TMAO merupakan
penyebab aterosklerosis pada binatang, yang
ditemukan meningkat pada pasien dengan
penyakit jantung koroner.15 Selain itu, produk
nabati merupakan sumber serat yang terbukti
berperan penting memperbaiki profil lipoprotein
dan dapat menurunkan kadar kolesterol.16
Dibandingkan dengan diet Mediterania,
komposisi diet di atas memiliki komposisi lemak
yang lebih rendah yang sejalan dengan diet yang
dianjurkan oleh panduan Asia, dengan komposisi
karbohidrat 50-60%, lemak 25-27% dan protein
15-20%.
46
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
Komposisi lemak pada diet sebaiknya
memiliki kandungan saturated fatty acid (SAFA) yang
rendah <7%, monounsaturated fatty acid (MUFA)
>10%, dan polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang
sebaiknya terdiri dari omega 3 yang tinggi. Risiko
PKVA menurun hingga 25% ketika daging dan
produk susu sapi (dairy food) dan SAFA diganti
menjadi PUFA, dan menurun hingga 15% bila
diganti menjadi MUFA secara isokalori.17,18 Lemak
trans yang dibentuk akibat proses industrialisasi
dari lemak, memiliki efek meningkatkan kolesterol
total dan menurunkan HDL. Peningkatan 2% dari
asupan energi dari lemak trans ini berhubungan
dengan peningkatan 23% risiko penyakit jantung.19
Selain itu, penting juga untuk membatasi konsumsi
natrium, yaitu maksimal 2000 mg/hari yang
setara dengan 5 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Penelitian DASH menunjukkan adanya hubungan
respons-dosis antara penurunan konsumsi natrium
dan penurunan tekanan darah.20 Dari hasil
metaanalisis, penurunan garam 2,5 gram/hari
akan menurunkan kejadian aterosklerosis sebesar
20%.21
Vitamin yang memiliki efek anti inflamasi
bekerja dengan menyeimbangkan oksidan dan
antioksidan dalam metabolisme tubuh manusia.
Pada aterosklerosis, vitamin memiliki beberapa
fungsi antara lain meningkatkan fungsi endotel,
meningkatkan metabolisme, menghambat sistem
renin-angiotensin, memiliki efek antioksidan dan
antiinflamasi, menurunkan kadar homosistein
darah, serta memperbaiki kalsifikasi arteri. Studi
pada pemakaian vitamin E terhadap penderita
aterosklerosis subklinis menunjukkan perbaikan
pada elastisitas arteri. Vitamin E menghambat
ekspresi molekul adhesi pada sel endotel dan ligan
monosit, dan menurunkan interaksi adhesi pada
keduanya. Pada studi metaanalisis, pemberian
vitamin E ≥400 IU dapat meningkatkan risiko
kematian.
Vitamin C berfungsi menangkap ROS
(reactive oxygen species). Kemampuan vitamin
C dalam mencegah oksidasi kolesterol LDL
berhubungan dengan penurunan kadar radikal
bebas alfa tokoferol. ROS dapat memicu
kerusakan langsung pada endotelium vaskuler
dan jalur signaling stress oksidatif yang membentuk
aterosklerosis. Vitamin D bekerja menurunkan
ekspresi TNF alfa, IL-6, IL-1, IL-8 yang dapat
mencetuskan terbentuknya aterosklerosis. Selain
itu, vitamin D mengatur ekspresi tromboregulator
protein dan jaringan yang mempengaruhi agregasi
platelet dan aktivitas trombosis sehingga mencegah
ruptur luminal dan trombosis akibat plak yang
tidak stabil.22
Kalium, yang tinggi dalam buah dan
sayuran, mempunyai efek yang baik dalam
menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
risiko strok.23 Metaanalisis menunjukkan
penurunan risiko mortalitas kardiovaskular sebesar
4% untuk setiap penambahan satu porsi buah-
buahan (setara 77 gram) dan sayuran (setara 80
gram).24 Metaanalisis terhadap konsumsi buah dan
sayuran sebanyak tiga porsi menunjukkan adanya
penurunan risiko strok sebesar 11%, sedangkan
bila diberikan lima porsi sehari, maka terjadi
penurunan risiko strok sebesar 26%.25,26
Metaanalisis studi prospektif kohort
menunjukkan konsumsi kacang-kacangan
berhubungan dengan penurunan 30% risiko
PKVA.27 Konsumsi ikan minimal sekali seminggu
berhubungan dengan penurunan risiko PKVA
sebesar 16%.28 Ikan merupakan sumber PUFA
dan omega-3. Selain itu, pembatasan konsumsi
minuman yang manis berhubungan dengan
penurunan risiko PKVA sebesar 35%.29 Panduan
WHO me Saran kan asupan maksimal gula
sebesar 10% dari energi dan gula sederhana (mono
dan disakarida), yang termasuk juga penambahan
gula pasir pada jus buah.30 Konsumsi gula
lebih dari 50 gram (4 sendok makan) sehari
meningkatkan risiko hipertensi, strok, diabetes dan
serangan jantung. 31
Konsumsi kopi 3-4 cangkir per hari
dapat memberikan manfaat pada kesehatan
jantung.32 Metaanalisis terbaru memperlihatkan
bahwa konsumsi kopi tiga cangkir per hari
dapat menurunkan 10% risiko PKVA dan 16%
kematian. Hal ini disebabkan oleh berbagai
47
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
komponen yang terkandung dalam kopi seperti
asam klorogenik, kafein, berbagai mineral seperti
kalium, magnesium, niasin dan lignan.33 Kopi
yang disaring lebih dianjurkan, sebab pada kopi
yang tidak disaring terkandung diterpene kafestol
dan kahweol yang dapat meningkatkan kolesterol
LDL dan berhubungan dengan peningkatan risiko
aterosklerosis sebanyak 25% apabila minum
sembilan gelas atau lebih.34
Fitosterol tumbuhan dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan kadar LDL
pada individu hiperkolesterolemia ringan dengan
risiko kardiovaskular sedang atau tinggi, yang tidak
dapat mentoleransi obat penurun kolesterol.35
3. Modifikasi Diet pada Populasi
Khusus
3.1 Diabetes Melitus
Modifikasi gaya hidup termasuk pengaturan diet
dan nutrisi merupakan kunci pencegahan DM dan
komplikasi kardiovaskular36,37 Berikut Saran
PERAWATAN INTENSIF diet dan nutrisi pada pasien PKVA
dengan DM yang dapat diterapkan di Indonesia.
TABEL : 5.2 Saran Diet pada Pasien PKVA dengan DM
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Prioritas pertama pencegahan dan PERAWATAN INTENSIF pasien PKVA dengan DM
yaitu manajemen gaya hidup.38
I A
Langkah awal PERAWATAN INTENSIF nutrisi yaitu melakukan skrining risiko gizi yang
antara lain terdiri dari anamnesis kebiasaan makan/pola makan, aktivitas
fisik, cek up IMT, dan lingkar pinggang serta perubahan BB.39
II C
Distribusi zat gizi sebaiknya didasarkan pada hasil asesmen individual (pola
makan terakhir, pilihan pasien dan target metabolik). Saat ini dikembangkan
yaitu personalized nutrition yang berbasis genetik.38
II C
Dianjurkan diet seimbang yang mengandung kalori sesuai kebutuhan dan
status gizi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Komposisi
dapat mengikuti TABEL : Saran Indonesia (5.2)39
II C
Asupan lemak jenuh, kolesterol dan lemak trans disarankan
mengikuti panduan populasi umum.38
II B
Suplementasi omega-3 pada pasien DM disertai hipertrigliseridemia
persisten dapat diberikan 3- 4 gram/hari untuk menurunkan komplikasi
mayor kardiovaskular.10, 38
II A
Suplementasi vitamin dan mineral tidak disarankan III C
Pasien DM dengan obesitas berat (IMT ≥35 kg/m2 atau obesitas
simptomatik dianjurkan rujuk ke Spesialis untuk penanganan
komprehensif.39
II C
Komposisi karbohidrat pada pasien DM dengan
komorbid penyakit kardiovaskuler belumlah jelas.
Penelitian metaanalisis terbaru tidak menemukan
perbedaan signifikan antara diet rendah
karbohidrat dan diet tinggi karbohidrat terhadap
penurunan gula darah, BB, dan kadar kolesterol
LDL.40
pemakaian Omega-3 4 gram/hari pada
pasien hipertrigliseridemia dapat menurunkan
kejadian kardiovaskuler sebesar 25%.41
48
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
3.2 Obesitas
Terapi utama untuk obesitas dan overweight
yaitu modifikasi gaya hidup yang terdiri dari
pengaturan diet, pengurangan gaya hidup sedenter
dan aktivitas fisik.42,43 Di Jepang, dukungan aktif
modifikasi gaya hidup menghasilkan penurunan
BB ≥3%, penurunan kadar kolesterol LDL,
trigliserida, asam urat, tekanan darah, peningkatan
kadar kolesterol HDL dan memperbaiki kontrol
glukosa darah.39
TABEL : 5.3 Saran Diet pada Pasien PKVA dengan Obesitas
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Dianjurkan penurunan BB untuk mengurangi risiko komplikasi seperti
dislipidemia, hipertensi dan DM tipe 2.8,38,39
I A
Kebutuhan kalori disesuaikan dengan berat badan ideal (BBI) dan aktivitas
fisik : BBI(kg)=[(TB dalam meter)2 ×22]× (25-30 kkal untuk aktivitas ringan,
30-35 kkal normal, dan ≥35 kkal untuk aktivitas berat).39
II C
Restriksi kalori yaitu dasar terapi penurunan BB, dapat diberikan diet
hipokalori (rendah kalori) atau pengurangan 500 kkal/hari untuk mencapai
target penurunan BB (target penurunan BB awal ≥3% - 10% dalam 3-6
bulan, dilanjutkan sampai mencapai dan mempertahankan BBI).38,39
I A
Tidak dianjurkan penurunan BB cepat sebab dapat memicu rapid rebound
weight gain. (berat badan kembali seperti awal atau bahkan lebih berat).8,38,39 III B
Komposisi makronutrien diet untuk penurunan BB dapat diberikan rendah
karbohidrat <225 g/hr(<45% energi), rendah lemak <30% energi, diet
tinggi protein (>15% energi, jika tidak ada penurunan fungsi ginjal) untuk
mempertahankan dan meningkatkan massa otot serta memberikan efek
kenyang. Komposisi diet dibuat secara individual. Diet rendah karbohidrat
harus dalam pengawasan medis.10,38
II B
Dianjurkan menerapkan diet pencegahan aterosklerosis Indonesia dengan
meningkatkan asupan sayur, buah dan sumber-sumber KH kompleks tinggi
serat, membatasi gula, makanan dan minuman tinggi kalori, minum
lebih banyak lemak tidak jenuh dari lemak jenuh. Diutamakan minum
sumber protein dan lemak nabati.10,37
I B
Dianjurkan minum langsung minyak nabati tanpa melalui proses
pemanasan berulang sebab akan memicu peningkatan kolesterol LDL,
peningkatan tekanan darah, memicu inflamasi dan pelepasan radikal bebas
dalam tubuh, terutama bila dikonsumsi jangka panjang.58
II C
Dianjurkan intermittent fasting (restriksi kalori untuk periode waktu tertentu)
contohnya 2 hari dalam seminggu berpuasa atau beberapa jam setiap hari
ada periode tanpa makan (puasa beberapa jam dalam sehari).44
II B
3.3 Dislipidemia
Dislipidemia berkaitan erat dengan risiko PKVA.
TABEL : sumber makanan Indonesia dan jumlah
kolesterol dapat dibaca pada lampiran. Berikut ini
Saran diet dan nutrisi untuk PERAWATAN INTENSIF
dislipidemia pada PKVA.45,46
49
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
TABEL : 5.4 Saran Diet pada Dislipidemia
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Modifikasi gaya hidup dengan pengaturan diet dan aktivitas fisik merupakan
PERAWATAN INTENSIF utama pencegahan primer dan sekunder dislipidemia.45
I A
Jika kadar trigliserida ≥500 mg/dL, evaluasi penyebab sekunder seperti
peningkatan BB, asupan karbohidrat, penyakit ginjal kronis, DM,
alkoholisme, hipotiroidisme, kehamilan, pemakaian obat-obatan seperti
estrogen, tamoxifen, atau glucocorticoid dan faktor genetik yang dapat
memicu metabolisme lipid abnormal.10,38
I A
Jika kadar trigliserida tetap ≥500 mg/dL, mulai diberikan obat-obat
seperti fibrat and asam lemak omega-3 (2-4 gram/hari) untuk mencegah
pankreatitis.38,45
II A
Batasi asupan kolesterol harian <300 mg/hari pada pasien dengan
hiperkolesterolemia, dan kadar LDL >100 mg/dl.45
II B
Konsumsi madu 50 - 70 gram/hari secara teratur, selain sebagai sumber
KH, juga dapat dipakai sebagai pemanis alami pengganti gula.50
II B
Tingkatkan asupan serat >25g/hari (serat larut 5-10g/hari) yang bersumber
dari padi-padian, kacang-kacangan (28g/hari), polong-polongan >250
gram/minggu , buah 2-3 porsi/hari, sayur 200–300 gram/hari.45,47
I A
Tingkatkan asupan produk-produk kedelai yang kaya isoflavone seperti
tempe, susu kedelai, tahu
I A
KH: karbohidrat; g: gram, mg: milligram; dL: desiliter
Beberapa penelitian membuktikan asupan
serat larut 5-15 g/hari dapat menurunkan kolesterol
LDL 15-20%.48 Konsumsi makanan bersumber
nabati dapat membantu menurunkan kadar
kolesterol dan trigliserida. Efek ini ditimbulkan
oleh kandungan seratnya, berbagai plant sterol/
fitosterol dan kadar antioksidannya yang tinggi.48
Konsumsi produk-produk kedelai yang
kaya polifenol isoflavone berperan sebagai anti-
aterosklerosis dan dapat menurunkan kadar
kolesterol LDL, trigliserida, dislipidemia, dan
hiperurisemia.49
Konsumsi omega-3 yang mengandung
eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic
Acid (DHA) dapat menurunkan kadar trigliserida
melalui penurunan sintesis VLDL di hati.
Omega-3 memiliki efek anti-inflamasi dan
antitrombosis melalui kompetisi dengan enzim
omega-6 cyclooxygenase dan pembentukan eicosanoid.
Saran untuk rasio omega-6:omega-3
yaitu 5–10:1.48 49
Madu yaitu sumber karbohidrat atau
pemanis alami yang mengandung monosakarida
sampai 80%, disakarida 3-5%, air 17-20% dan
banyak komponen-komponen bioaktif antara lain
vitamin, mineral, protein, enzim dan senyawa
fitokimia terutama flavonoid dan phenolic acid
yang telah terbukti memiliki banyak manfaat
terhadap kesehatan. Komponen fenolik inilah
yang memiliki berbagai peran antara lain
sebagai antioksidan, antibakterial dan antivirus,
pengaturan enzim-enzim detoksifikasi, stimulasi
sistem imun, menurunkan agregasi platelet,
pengaturan sintesis kolesterol serta menurunkan
tekanan darah.50 Penelitian metaanalisis terbaru
membuktikan konsumsi madu secara teratur rata-
rata 70 gram/hari dapat membantu menurunkan
kadar kolesterol LDL, menurunkan kadar
trigliserida puasa, dan menaikkan kadar kolesterol
HDL.51
50
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
3.4 Hipertensi
PERAWATAN INTENSIF diet dan nutrisi pencegahan
primer dan sekunder untuk hipertensi pada
PKVA mengikuti pola diet seimbang dengan
komposisi mengikuti TABEL : Saran diet di
Indonesia. Saran terapi nutrisi khusus
untuk menurunkan tekanan darah difokuskan
pada penurunan asupan natrium <2 gram/hari,
peningkatan asupan kalium makanan 3,5-5 gram/
hari, peningkatan asupan kacang-kacangan, sayur
dan buah 4-5 porsi per hari, serta membatasi
asupan gula dan lemak jenuh (lihat TABEL : diet
DASH).
Beberapa penelitian metaanalisis
menunjukkan manfaat diet DASH untuk
menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar
trigliserida, dan menurunkan risiko PKVA.52,53,54
Pola diet DASH terbukti dapat menurunkan
tekanan darah sistolik (TDS) 11 mm Hg pada
penderita hipertensi dan 3 mm Hg pada individu
normotensi. Pembatasan konsumsi natrium <1,5
gram/hari dapat menurunkan TDS 5-6 mm Hg
pada penderita hipertensi dan 2-3 mm Hg pada
individu normotensi. Sedangkan, peningkatan
konsumsi kalium makanan 3,5-5 g/hari dapat
menurunkan TDS 4-5 mm Hg pada penderita
hipertensi dan 2 mmHg pada individu normotensi.8
TABEL : 5.5 Saran Diet pada Hipertensi
Pernyataan Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Saran asupan asupan natrium ≤1500 mg I B
Memperbanyak asupan harian buah (4-5 porsi), sayur (3-5 porsi), kacang-
kacangan/polong-polongan (1 porsi), asam lemak tak jenuh (2-3 porsi).52,53
I A
Asupan protein dianjurkan ikan laut kaya omega-3 seperti ikan Tuna,
kembung, Sarden (>2x seminggu), susu rendah lemak sebagai sumber
protein dan kalsium (2-3 porsi/hari) dan membatasi konsumsi daging
merah atau daging berlemak.52,53
I A
Asupan kalium dianjurkan sekitar 4700–5000 mg/hari . Sumber kalium dari
buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, kentang atau ubi.52,53
II B
Mengurangi konsumsi daging olahan, karbohidrat olahan, dan minuman
manis atau gula (<2 porsi/hari).52,53
II B
3.5 Hiperurisemia
Hiperurisemia dapat mencetuskan PKVA dengan
mencetuskan inflamasi, resistensi insulin, dan
stress retikulum endoplasma, serta disfungsi
endotel. Peran asam urat pada aterosklerosis dapat
terjadi akibat beberapa penyebab, antara lain: 1.
kerusakan pembuluh darah endotel makro dan
mikro di mana asam urat yang mengendap dalam
dinding pembuluh darah akan menstimulasi
proliferasi sel-sel otot vaskuler, asam urat juga
dapat mengaktifkan sistem renin-angiotensin dan
menginduksi disfungsi sel endotel, 2. asam urat
mengaktivasi platelet, adhesi dan agregasi platelet,
3. asam urat berperan pada proses aktivasi mediator
inflamasi (interleukin, C-reaktif protein), dan 4.
asam urat meningkatkan produksi radikal bebas
yang menghasilkan reaksi peroksidasi, kerusakan
sel endotel, mencetuskan hiperplasia sel otot
vaskuler.55,56,57 Hiperurisemia perlu dikendalikan
dengan pola diet dan nutrisi, sehingga membantu
pencegahan PKVA.48
51
PERAWATAN INTENSIF Diet dan Nutrisi
TABEL : 5.6 Saran Diet pada Hiperurisemia
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Dianjurkan melakukan restriksi kalori pada penderita hiperurisemia
disertai dengan obesitas, dapat diberikan 800-1500 kkal/hari atau
penurunan berat badan dapat membantu mencapai target kadar asam urat
yang diinginkan.55,56
II B
Dianjurkan untuk mengurangi konsumsi minuman manis, minuman
mengandung fruktosa.55
II B
disarankan diet rendah purin dengan mengurangi bahan makanan
dengan kadar purin >90 mg per 100 gram bahan makan.55,56
I A
Dianjurkan Panduan diet Mediterranean dengan tinggi MUFA, polong-
polongan, buah, dan sayur; alkohol dan susu dalam jumlah sedang serta
rendah daging.56
II C
Konsumsi protein nabati tidak meningkatkan kadar asam urat (lampiran).55 II C
Suplementasi vitamin C 500 mg dapat membantu menurunkan kadar
asam urat.55,56
II B
Kkal: kilokalori
PERAWATAN INTENSIF Hipertensi pada
Prevensi PKVA
1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai nilai tekanan darah sistolik (TDS) yang lebih dari 140 mmHg dan/atau nilai tekanan
darah diastolik (TDD) yang lebih dari 90 mmHg
TABEL : 6.1 Klasifikasi dan Derajat Tekanan Darah
Kategori TDS Hubungan TDD
Normal <130 dan 85
Normal tinggi 130—139 dan/atau 85—89
Hipertensi derajat 1 140—159 dan/atau 90—99
Hipertensi derajat 2 ≥160 dan/atau ≥100
Keterangan: Klasifikasi di atas dikutip dari “2020 International Society of Hypertension
Global Hypertension Practice Guidelines”.
TABEL : 6.2 Saran Pengukuran Tekanan Darah
Nomor Pernyataan Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
1 Program penapisan dan deteksi hipertensi
disarankan untuk semua pasien berusia >18
tahun.
I A
2 Pada pasien berusia >50 tahun, frekuensi penapisan
hipertensi ditingkatkan sehubungan dengan
peningkatan angka prevalensi TDS.
I A
3 Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di klinik
atau luar klinik (home blood pressure monitoring atau
ambulatory blood pressure monitoring).
I A
4 Perbedaan TDS >15 mmHg antara kedua lengan
berhubungan sugestif dengan suatu penyakit vaskular
dan berhubungan erat dengan risiko penyakit
serebrokardiovaskular yang tinggi.
I A
dengan klasifikasi menurut PERHI 2021 ( TABEL :
6.1).1 Sementara itu, Saran pengukuran
tekanan darah disampaikan pada TABEL : 6.2.1
56
PERAWATAN INTENSIF Hipertensi pada Pencegahan PKVA
2. Prevalensi Hipertensi
Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi hipertensi
pada penduduk umur >18 tahun di Indonesia
mencapai 34,11%. Kelompok usia dengan
proporsi tertinggi untuk mengalami hipertensi
yaitu kelompok usia di atas 55 tahun.2 Prevalensi
hipertensi diperkirakan sebesar 20%—24% dari
total penduduk dunia.1
3. Faktor Risiko Hipertensi
Hipertensi yaitu gangguan poligenik kompleks
dengan banyak gen dan kombinasi gen yang
memengaruhi tekanan darah. Sebagian kejadian
hipertensi disebabkan oleh peristiwa patologis
selama kehidupan embrionik, janin, dan awal
pascakelahiran (misalnya kekurangan nutrisi
janin selama kehamilan yang memicu berat
badan lahir rendah). Di samping itu, terdapat
pengaruh faktor lingkungan yang paling penting,
yaitu kelebihan berat badan/obesitas, diet tidak
sehat, diet natrium berlebih, asupan kalium yang
tidak memadai, aktivitas fisik yang tidak memadai,
merokok, dan konsumsi alkohol.1,5
4. Prevensi dan Tata Laksana
Hipertensi
Setiap peningkatan 20 mmHg TDS atau 10 mmHg
TDD dikaitkan dengan dua kali lipat risiko kejadian
kardiovaskular yang fatal.1 Untuk itu, diperlukan
prevensi, baik primer maupun sekunder. Prevensi
primer hipertensi bertujuan menurunkan faktor
risiko dan mencegah kemunculan hipertensi,
sedangkan prevensi sekunder bertujuan agar
hipertensi dapat terkontrol pada pasien dengan
PKVA.2 Prevensi PKVA dapat dilakukan dengan
mencegah atau menurunkan peningkatan tekanan
darah seiring pertambahan usia.2,3
Ada dua strategi yang telah terbukti dalam
menurunkan tekanan darah, yaitu intervensi
modifikasi gaya hidup dan medikamentosa.
Intervensi modifikasi gaya hidup tidak diragukan
lagi dapat menurunkan tekanan darah dan risiko
PKVA. Di sisi lain, intervensi medikamentosa
juga diperlukan sebagian besar pasien dengan
hipertensi.1,9 Selain itu, manajemen stres yang baik
dapat dipertimbangkan sebagai intervensi pada
pasien hipertensi dengan stres agar tekanan darah
tidak meninggi.
Langkah lain untuk menurunkan tekanan
darah ialah dengan mengurangi gangguan
tidur. Gangguan tersebut dapat menjadi faktor
risiko hipertensi, terutama yang disebabkan oleh
obstructive sleep apnea. Sementara itu, gangguan tidur
sebab kerja berlebihan dapat mengganggu irama
sirkadian yang berpotensi meningkatkan tekanan
darah.6–8
Sebagai wujud penanganan hipertensi,
PERAWATAN INTENSIF berbasis alat terapi sudah muncul.
Akan namun , hal itu belum terbukti sebagai pilihan
pengobatan yang efektif.
4.1 Penilaian Risiko PKVA
Penapisan dan stratifikasi faktor risiko PKVA
penting dilakukan untuk menentukan inisiasi
PERAWATAN INTENSIF hipertensi.1,9 PKVA memiliki faktor
risiko multipel sehingga perlu diperhitungkan efek
berbagai faktor risiko lain yang dimiliki oleh pasien.
Untuk memudahkan, dapat digunakan klasifikasi
risiko hipertensi berdasarkan derajat tekanan
darah, faktor risiko kardiovaskular, hypertension-
mediated organ damage (HMOD), atau komorbiditas
( TABEL : 6.3).1
57
PERAWATAN INTENSIF Hipertensi pada Pencegahan PKVA
Faktor risiko PKVA pada pasien hipertensi
meliputi jenis kelamin (laki-laki >perempuan), usia
lebih tua, merokok (saat ini atau riwayat), kolesterol
total/HDL, asam urat, diabetes, overweight/
obesitas, riwayat keluarga PKVA dini (laki-laki
usia <55 tahun dan perempuan <65 tahun),
riwayat keluarga atau orang tua dengan onset
dini hipertensi, menopause onset dini, pola hidup
sedenter, faktor psikososial, dan denyut jantung
TABEL : 6.3 Klasifikasi Risiko Hipertensi Berdasarkan Derajat Tekanan Darah, Faktor Risiko
Kardiovaskular, HMOD, atau Komorbiditas
Faktor Risiko
Lain, HMOD, atau
Penyakit
Derajat Tekanan Darah (mmHg)
Derajat 2
TDS ≥160
TDD ≥100
Derajat 1
TDS 140—159
TDD 90—99
Normal Tinggi
TDS 130—139
TDD 85—89
Tanpa faktor risiko Risiko sedang Risiko rendah Risiko rendah
Satu atau dua faktor
risiko
Risiko tinggi Risiko sedang Risiko rendah
≥3 faktor risiko Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko sedang Risiko rendah
HMOD, PGK derajat
tiga, atau DM tanpa
kerusakan organ
Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko tinggi
Keterangan: Klasifikasi di atas dikutip dari “2020 International Society of Hypertension Global
Hypertension Practice Guidelines”.
(nadi istirahat >80 kali/menit). Sementara itu,
kriteria untuk HMOD meliputi hipertrofi ventrikel
kiri pada cek up elektrokardiografi dan/atau
ekokardiografi, kekakuan arteri (tekanan nadi usia
tua ≥60 mmHg), mikroalbuminuria (30—300
mg/24 jam), penyakit ginjal kronis (eLFG <59 ml/
menit/1,73m2), ankle-brachial index <0,9, retinopati,
penyakit serebrovaskular, infark miokard, gagal
jantung, PAP, dan fibrilasi atrium.
4.2 Prevensi Hipertensi pada PKVA
Prevensi primer hipertensi dapat dicapai melalui
program edukasi berbasis populasi. Harapan
dari program tersebut ialah terdapat peningkatan
kesadaran masyarakat akan penyakit hipertensi
serta penapisan hipertensi dan modifikasi
faktor risiko.1 Hipertensi dapat dicegah dengan
menghindari merokok, obesitas, dan stres;
menerapkan diet sehat; serta meningkatkan
aktivitas fisik. 1,2
Pada prevensi primer ataupun prevensi
sekunder hipertensi, intervensi nonfarmakologis
dengan modifikasi gaya hidup memiliki manfaat
yang baik. Modifikasi gaya hidup terbukti
dapat menurunkan tekanan darah ( TABEL : 6.4).3
Modifikasi gaya hidup yang disarankan
( TABEL : 6.5) ialah membiasakan pola makan sehat,
berolahraga secara teratur, mengontrol indeks
massa tubuh (IMT), dan berhenti merokok.1,3
Lebih lanjut, PERAWATAN INTENSIF diet pada hipertensi
dibahas pada Bab 5.
58
PERAWATAN INTENSIF Hipertensi pada Pencegahan PKVA
TABEL : 6.4 Intervensi Nonfarmakologis Terbaik yang Terbukti untuk Prevensi dan Pengobatan
Hipertensi3
Aktivitas Intervensi Sasaran
Perkiraan Penurunan TDS
Hipertensi Normotensi
Penurunan
berat badan
Berat badan/
lemak tubuh
Tujuan terbaiknya ialah berat
badan ideal. Namun, setidaknya
ada penurunan 1 kg berat badan
bagi kebanyakan orang dewasa yang
kelebihan berat badan.
-5 mmHg -2/3 mmHg
Pembiasaan
diet sehat
Pola diet
DASH
Diet mengacu pada Bab 5 bagian 5.5 -11 mmHg -3 mmHg
Penggiatan
aktivitas fisik
Aerobik 90—150 menit/minggu; 65%—75%
cadangan laju jantung
-5/8 mmHg -2/4 mmHg
Resistansi
dinamis
90—150 menit/minggu; 50%—80%
dengan satu repetisi; maksimal enam
latihan dengan tiga set/latihan dan
sepuluh repetisi/set
-4 mmHg -2 mmHg
Resistansi
isometrik
4 × 2 menit (pegangan tangan); 1
menit istirahat di antara latihan;
kontraksi sukarela maksimum 30%—
40%; tiga sesi/minggu; 8—10 minggu
-5 mmHg -4 mmHg
TABEL : 6.5 Saran Prevensi Primer dan Sekunder Hipertensi
Nomor Pernyataan Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
1 Menjaga IMT yang sehat (18,5—24,9 kg/m2) dan lingkar
pinggang <90 cm pada laki-laki dan <80 cm pada perempuan1
I A
2 Saran aktivitas dan latihan fisik mengacu pada Bab 4 I A
3 Saran diet dan nutrisi mengacu pada Bab 5 I A
4 Melakukan latihan ketahanan, selain aktivitas aerobik, ≥2 hari/
minggu untuk mengurangi semua penyebab kematian
I B
5 Saran berhenti merokok mengacu pada Bab 11 I A
6 Pada orang dewasa dengan hipertensi, intervensi nonfarmakologi
yang disarankan untuk menurunkan tekanan darah
meliputi penurunan berat badan, pembentukan pola diet sehat
untuk jantung, pembatasan natrium, suplementasi kalium, dan
peningkatan aktivitas fisik dengan program olahraga terstruktur.3
I A
4.3 Intervensi Medikamentosa
PERAWATAN INTENSIF intervensi medikamentosa pada
hipertensi merupakan upaya untuk menurunkan
tekanan darah secara efektif dan efisien dengan
pertimbangan nilai tekanan darah untuk memulai
terapi. Terdapat lima golongan obat antihipertensi
utama yang rutin disarankan , yaitu
angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi),
angiotensin receptor blocker (ARB), penyekat beta,
calcium channel blockers (CCB), dan diuretik. Selain
itu, terdapat pilihan obat antihipertensi lain,
seperti mineralocorticoid antagonist (spironolakton)
dan penyekat alfa.
Pada panduan PERAWATAN INTENSIF hipertensi saat
ini, strategi pengobatan yang dianjurkan ialah
dengan menggunakan terapi obat kombinasi untuk
mencapai target tekanan darah (Gambar 6.1). Jika
tersedia luas dan memungkinkan, terapi tersebut
dapat diberikan dalam bentuk single pill combination
dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan
pasien terhadap pengobatan.
59
PERAWATAN INTENSIF Hipertensi pada Pencegahan PKVA
1 tablet
1 tablet
2 tablet
Terapi awal: dua kombinasi
ACE-i atau ARB + CCB atau diuretik
Tahap kedua: tiga kombinasi
ACE-i atau ARB + CCB + diuretik
Pertimbangkan monoterapi pada hipertensi derajat 1 berisiko
rendah (tekanan darah sistolik <150 mmHg), atau pada pasien
tua ( 80 tahun) atau pasien yang lebih lemah
Pertimbangkan rujukan ke pusat spesialis
untuk cek up lebih lanjut
Tahap ketiga (hipertensi resisten):
tiga kombinasi + spironolakton atau obat lain
Tambahkan spironolakton (25-50 mg 1x/hari) atau
diuretic lain, penyekat-alfa atau penyekat-beta
Gambar 6.1 PERAWATAN INTENSIF Hipertensi
Keterangan: Di atas merupakan strategi terapi
obat inti untuk hipertensi—dikutip dari “2021 ESC
Guidelines on Cardiovascular Disease Prevention
in Clinical Practice”. Algoritma itu sesuai untuk
sebagian besar pasien dengan kerusakan organ
yang diperantarai hipertensi, DM, penyakit
serebrovaskular, dan PAP.
Target penurunan tekanan darah yang
esensial minimal 20/10 mmHg dan yang ideal
<140/90 mmHg pada usia <65 tahun dengan
target <130/80 mmHg jika dapat ditoleransi
(idealnya >120/70 mmHg). Sementara itu, target
penurunan tekanan darah yang optimal terdapat
pada usia >65 tahun dengan target <140/90
mmHg jika dapat ditoleransi. Oleh sebab itu,
pertimbangkan target tekanan darah secara
individual dalam konteks kerentanan pasien dan
toleransi terhadap obat.
Target tekanan darah dibagi berdasarkan
kelompok usia dan komorbidnya ( TABEL : 6.6).
Target tersebut diharapkan tercapai dalam waktu
3 bulan.3,4,10
4.4 Intervensi dengan Metode Alat
Beberapa jenis terapi intervensi yang menggunakan
alat telah diteliti sebagai pilihan terapi hipertensi,
terutama jenis hipertensi yang resistan terhadap
obat, antara lain, stimulasi baroreseptor karotis (alat
pacu dan stent), denervasi ginjal, dan pembuatan
fistula arteriovena. Akan namun , pemakaian terapi
intervensi yang menggunakan alat belum dapat
disarankan sebagai modalitas terapi rutin
untuk hipertensi, kecuali pada konteks penelitian,
hingga bukti data-data yang lebih lengkap
mengenai efektivitas dan keamanannya tersedia.4
60
PERAWATAN INTENSIF Hipertensi pada Pencegahan PKVA
TABEL : 6.6 Target Tekanan Darah
Kelompok
Usia (Tahun)
Kisaran Target TDS (mmHg)
Hipertensi
+ Penyakit
Jantung
Koroner
+ Diabetes
Melitus
+ Strok/
Transient
Ischemic Attack
+ Penyakit
Ginjal
Kronis
18—69 120—130 120—130 120—130 120—130 <140—130
TDS yang lebih rendah dapat diterima jika ditoleransi.
≥70 <140; turun menjadi 130 jika ditoleransi
Target TDD ialah <80 mmHg untuk seluruh pasien.
Keterangan: Target di atas dikutip dari “2021 ESC/ESH Hypertension Guidelines”.
7
Prevensi Komplikasi PKVA pada
Diabetes Melitus
1. Klasifikasi Diabetes Melitus
Berdasarkan etiologinya, diabetes melitus (DM)
dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe.1
1. DM tipe 1, yang ditandai dengan adanya
defisiensi insulin yang progresif akibat
destruksi sel beta pankreas, umumnya
berhubungan dengan defisiensi insulin absolut
akibat autoimun atau idiopatik.
2. DM tipe 2, yang memiliki karakteristik yang
bervariasi, mulai dari yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
dengan yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
3. DM gestasional, yaitu DM yang didiagnosis
pada trimester kedua atau ketiga kehamilan
yang sebelum kehamilan tidak didapatkan
DM.
4. DM tipe spesifik yang berkaitan dengan
penyebab lain, seperti
• sindrom diabetes monogenik (diabetes
neonatal, maturity onset diabetes of the young
[MODY]);
• penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik,
pankreatitis); dan
• obat atau zat kimia (misalnya pemakaian
glukokortikoid).
DM tipe 2 diawali kondisi prediabetes, yang
pada kondisi ini terjadi gangguan metabolisme
glukosa. Gangguan metabolisme glukosa dapat
dinilai berdasarkan adanya glukosa darah puasa
terganggu (GDPT), toleransi glukosa terganggu
(TGT), atau melalui cek up HbA1c.
Komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular
mulai terjadi pada fase prediabetes. Penyakit
makrovaskular yang berhubungan dengan
prediabetes antara lain penyakit kardiovaskular,
strok, dan penyakit vaskular perifer. Pada kondisi
prediabetes, adanya sindrom metabolik (resistensi
insulin, obesitas sentral, hipertrigliseridemia,
penurunan kolesterol HDL, hipertensi)
memicu terjadinya aterosklerosis yang
berakibat pada kerusakan endotelium pembuluh
darah dan memicu kekakuan arterial.2, 3
2. Definisi dan Kriteria Diagnosis
Prediabetes dan DM
a. Prediabetes yaitu kondisi yang ditandai
dengan adanya kondisi TGT, kondisi GDPT,
dan/atau hasil HbA1c 5,7–6,4%.
b. Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
yaitu kondisi ketika hasil cek up
glukosa plasma puasa antara 100–125 mg/
dL dan cek up tes toleransi glukosa oral
(TTGO) glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dL.
c. Toleransi glukosa terganggu (TGT) yaitu
kondisi ketika hasil cek up glukosa
plasma 2 jam sesudah TTGO antara 140–199
mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/
dL.
62
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
TABEL : 7.1 menunjukkan kriteria untuk diagnosis prediabetes dan DM.1
TABEL : 7.1 Tes Laboratorium Darah untuk Mendiagnosis Prediabetes dan DM
Diagnosis HbA1c (%)
Glukosa Darah
Puasa (mg/dL)
Glukosa Plasma 2 Jam
sesudah TTGO (mg/dL)
Normal < 5,7 70–99 70–139
Prediabetes 5,7–6,4 100–125 140–199
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
3. cek up Penunjang untuk
Skrining PKVA pada Pasien DM
Skrining dapat dilakukan mulai sejak kondisi
asimptomatik pada kelompok risiko tinggi
PKVA. Skrining adanya PKVA pada penderita
DM disarankan untuk dilakukan apabila
terdapat gejala atau kondisi sebagai berikut:4
• Nyeri dada tipikal atau atipikal
• Elektrokardiogram abnormal yang mengarah
kepada iskemia atau infark
• Penyakit sumbatan arteri perifer atau karotis.
• Usia >35 tahun dengan gaya hidup sedenter
pada pasien yang berencana untuk melakukan
program latihan yang cukup berat
• Dua atau lebih faktor risiko selain DM
berikut: dislipidemia, hipertensi, merokok,
riwayat keluarga dengan penyakit koroner
dini, atau mikro atau makro albuminuria
Skrining dapat dilakukan melalui
anamnesis, cek up fisik, dan cek up
penunjang seperti cek up laboratorium, dan
cek up non invasif maupun invasif lainnya.
TABEL : di bawah ini menunjukkan Saran
penilaian risiko PKVA pada pasien asimptomatik
dengan DM menggunakan cek up
laboratorium, elektrokardiogram (EKG), dan
pencitraan.
TABEL : 7.2 Saran pemakaian Uji Laboratorium, Elektrokardiogram, dan Pencitraan untuk
Penilaian Risiko PKVA pada Pasien DM Asimptomatis
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Penilaian rutin mikroalbuminuria diindikasikan untuk mengidentifikasi
pasien yang mempunyai risiko mengalami disfungsi ginjal atau risiko
tinggi PKVA di masa depan.
I B
cek up EKG istirahat diindikasikan pada pasien DM yang
mengalami hipertensi atau curiga dengan PKVA.
I C
Penilaian plak karotis dan/atau femoral dengan ultrasonografi arteri
dapat dipertimbangkan sebagai risk modifier pada pasien DM asimtomatik.
IIa B
Skor kalsium arteri koroner dengan cek up CT scan bisa
dipertimbangkan sebagai risk modifier pada penilaian risiko PKVA dari
pasien DM asimptomatis yang memiliki risiko sedang
IIb B
CT angiografi koroner atau pencitraan fungsional (perfusi miokardium
radionuklida, stress cardiac MRI, atau ekhokardiografi stress) bisa
dipertimbangkan pada pasien DM asimptomatis untuk skrining CAD.
IIb B
Ankle brachial index (ABI) dapat dipertimbangkan sebagai risk modifier
pada penilaian skor risiko.
IIb B
Deteksi plak aterosklerosis dengan arteri karotis atau femoral dengan
CT-scan atau MRI dapat dipertimbangkan sebagai risk modifier pada
pasien DM dengan risiko PKVA sedang atau tinggi
IIb B
63
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
4. Penilaian Risiko PKVA pada
Pasien Prediabetes dan DM
4.1 Pasien Prediabetes
Perubahan dari kondisi prediabetes ke normal
dapat menurunkan risiko terjadinya PKVA.
Perubahan dari prediabetes ke DM dapat
memberikan peningkatan risiko PKVA yang
signifikan. Pada pasien prediabetes tanpa PKVA,
maka penilaian stratifikasi risiko PKVA dilakukan
dengan cara yang sama seperti halnya individu
lain, yaitu berdasarkan skor risiko WHO.
TABEL : 7.3 Klasifikasi Kategori Risiko PKVA pada Pasien DM
Kategori Risiko# Karakteristik Pasien DM
Risiko sangat tinggi (kematian
kardiovaskular 10 tahun: >10%)
Pasien DM dan terbukti memiliki penyakit kardiovaskular
atau kerusakan organ target*
atau minimal memiliki 3 faktor risiko mayor**
Pasien DM selama >20 tahun
Risiko tinggi (kematian
kardiovaskular 10 tahun: 5-10%)
Pasien dengan durasi DM ≥10 tahun tanpa kerusakan target organ*
dan disertai 1 faktor risiko mayor lain**
Risiko sedang (kematian
kardiovaskular 10 tahun: <5%)
Pasien DM usia muda (DM tipe 1 <35 tahun; DM tipe 2 <50 tahun)
dengan durasi DM <10 tahun, tanpa faktor risiko lain.
Catatan:
#Prediksi risiko 10 tahun kematian kardiovaskular berdasarkan Panduan Prevensi Kardiovaskular
European Society of Cardiology 2016.
* Proteinuria, gagal ginjal dengan eGFR <30 mL/menit/1.73m2, hipertrofi ventrikel kiri, retinopati
** Faktor risiko mayor: usia, hipertensi, dislipidemia, merokok dan obesitas
4.2 Pasien dengan DM
Pada pasien DM, stratifikasi risiko untuk menilai
risiko 10 tahun PKVA fatal dan non-fatal dapat
dilakukan dengan skor stratifikasi risiko WHO,
sesuai dengan Saran Pokja Prevensi dan
Rehabilitasi Kardiovaskular PERKI.
Untuk strategi PERAWATAN INTENSIF DM, klasifikasi
kategori risiko kematian kardiovaskular 10 tahun
telah disarankan berdasarkan Panduan
ESC 2016, yang telah diadopsi dalam Pedoman
Pengelolaan DM di Indonesia. Klasifikasi kategori
risiko PKVA dan karakteristik pasien DM Tipe 2
ditampilkan sebagai berikut:5
5. PERAWATAN INTENSIF Prediabetes dan
DM
5.1 PERAWATAN INTENSIF Prediabetes
Perubahan pola gaya hidup yang sehat dan intensif
dapat menurunkan kadar gula darah dan tekanan
darah, meningkatkan kadar kolesterol HDL, serta
menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol LDL.
Perubahan dari kondisi prediabetes ke normal
dapat menurunkan risiko terjadinya PKVA.5
5.2 PERAWATAN INTENSIF DM
Diet
Distribusi nutrisi harus didasarkan pada penilaian
individual berdasarkan pola makan, preferensi,
dan sasaran metabolik tiap-tiap pasien. Studi
PREDIMED menunjukkan bahwa di antara orang
dengan risiko kardiovaskular tinggi (49% dengan
DM), diet Mediterania yang disuplementasi dengan
minyak zaitun atau kacang-kacangan mengurangi
insidensi kejadian kardiovaskular. Beberapa uji
klinis acak yang mengikutsertakan pasien DM
64
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
melaporkan bahwa pola makan Mediterania yang
kaya akan lemak tidak jenuh (polyunsaturated fat dan
monounsaturated fat), dapat memperbaiki kontrol
glikemik dan kadar lemak darah.6
Latihan Fisik
Latihan aerobik dan latihan resistansi dapat
memperbaiki kerja insulin, kontrol glikemik,
kadar lemak, dan tekanan darah. Latihan aerobik
atau latihan resistansi yang terstruktur dapat
menurunkan HbA1c hingga 0,6% pada pasien
DM. Latihan aerobik dengan intensitas sedang atau
tinggi dapat dilakukan 5-7 hari/minggu minimal
selama 30 menit dan ditambah latihan resistansi
minimal selama 15 menit, di mana latihan tersebut
dapat dilakukan minimal tiga kali/minggu (lihat
Saran TABEL : 4.3).
TABEL : 7.4 Saran Modifikasi Gaya Hidup bagi Pasien Prediabetes dan DM
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Berhenti merokok disarankan pada semua individu dengan
prediabetes dan DM
I A
Intervensi gaya hidup disarankan untuk memperlambat atau
mencegah perubahan status prediabetes menjadi DM.
I A
Pengurangan asupan kalori disarankan untuk mengurangi
berat badan berlebih pada individu dengan prediabetes dan DM.
I A
Latihan fisik sedang-sampai-berat, berupa kombinasi latihan aerobik
dan resistansi, selama ≥150 menit/minggu disarankan untuk
prevensi dan kontrol DM, kecuali dikontraindikasikan, seperti jika
terdapat komorbid yang berat atau usia harapan hidup yang terbatas.
I A
Diet Mediterania yang kaya akan asam lemak tidak jenuh ganda dan
tunggal dapat dipertimbangkan untuk menurunkan kejadian PKVA.
IIa B
cek up glukosa darah dianjurkan
sebelum latihan fisik. Jika kadar glukosa darah <100
mg/dL, pasien harus minum karbohidrat
terlebih dahulu. Sebaliknya, jika kadar glukosa
darah >250 mg/dL, pasien dianjurkan untuk
menunda latihan fisik. Latihan fisik sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kebugaran
fisik.
Merokok
Merokok meningkatkan risiko PKVA, dan
kematian yang prematur. Merokok harus
dihindari, termasuk merokok pasif. Jika edukasi
dan motivasi tidak cukup, terapi medikamentosa
dapat dipertimbangkan seperti terapi sulih nikotin
diikuti dengan bupropion atau vareniklin.
Glukosa
Target HbA1c <7% dapat mengurangi komplikasi
mikrovaskular, namun target HbA1c juga harus
disesuaikan dengan tiap-tiap individu. Target yang
lebih ketat (6,0-6,5%) tanpa terjadi hipoglikemia
signifikan dapat diterapkan pada pasien dengan
usia yang lebih muda, durasi DM yang lebih
pendek, dan tanpa bukti penyakit kardiovaskular..
Target HbA1c yang lebih longgar diterapkan
untuk pasien usia tua dengan DM berdurasi
panjang dan harapan hidup yang terbatas, serta
frailty dengan komorbiditas yang banyak, termasuk
episode hipoglikemia. Untuk memfasilitasi kontrol
glikemik yang lebih optimal, pasien disarankan
melakukan monitoring glukosa darah secara
mandiri.
65
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
Untuk terapi penurun glukosa dan luaran
kardiovaskular, individu dengan DM tipe 2 yang
memiliki PKVA atau indikator risiko PKVA tinggi,
CKD, atau gagal jantung disarankan
pemakaian obat SGLT-2 inhibitor dan/
atau agonis reseptor GLP-1 dengan manfaat
perlindungan PKVA sebagai bagian dari terapi
obat penurun glukosa dan pengurangan risiko
PKVA secara komprehensif, terlepas dari HbA1c.
TABEL : 7.5 Saran Target Glikemik bagi Pasien DM
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Target HbA1c <7,0% untuk penurunan risiko PKVA dan
komplikasi mikrovaskular pada DM disarankan
untuk sebagian besar pasien dengan DM tipe 1 dan tipe 2
I A
6. Pengelolaan DM Tipe 2 dengan
Komorbid
Pengelolaan DM tipe 2 dengan komorbid tertentu
seperti PKVA (penyakit jantung koroner, strok, dan
penyakit arteri perifer), gagal jantung, penyakit
ginjal kronis, dan risiko PKVA yaitu sebagai
berikut (lihat gambar 7.1 dan 7.2).7, 11
• Pada pasien DM tipe 2 yang baru terdiagnosis
ataupun yang telah mendapatkan obat
antihiperglikemik lain dengan risiko PKVA
sangat tinggi dan tinggi, pilihan obat yang
dianjurkan yaitu golongan agonis reseptor
GLP-1 atau SGLT-2 inhibitor yang terbukti
memberikan manfaat perlindungan PKVA.
• Pada pasien DM tipe 2 yang juga mengalami
PKVA atau penyakit ginjal, disarankan
pemakaian SGLT 2 inhibitor atau GLP-1
reseptor agonis dengan manfaat kardiovaskular
sebagai bagian dari pengurangan risiko
kardiovaskular komprehensif dan/atau
rejimen penurun glukosa.
• Pada pasien DM tipe 2 dengan PKVA mayor,
pilihan obat yang dianjurkan yaitu agonis
reseptor GLP-1 atau SGLT-2 inhibitor yang
terbukti memberikan manfaat kardiovaskular.
• Pada pasien DM tipe 2 dengan gagal jantung
terutama heart failure with reduced ejection fraction
(HFrEF) dengan ejeksi fraksi ventrikel kiri
<45%, pilihan obat yang dianjurkan yaitu
SGLT-2 inhibitor yang terbukti memberikan
manfaat untuk gagal jantung.
• Pada pasien DM tipe 2 dengan penyakit ginjal
kronik (PGK):
◊ Penyakit ginjal diabetik (PGD) dan
albuminuria: Obat yang dianjurkan
yaitu SGLT-2 inhibitor yang terbukti
menurunkan progresivitas PGK, atau jika
SGLT-2 inhibitor tidak bisa ditoleransi
atau merupakan kontraindikasi,
dianjurkan agonis reseptor GLP-1
yang terbukti memberikan manfaat
kardiovaskular.
◊ PGK (eGFR <60 mL/min/1.73m2)
tanpa albuminuria merupakan keadaan
dengan risiko PKVA tinggi sehingga obat
yang dianjurkan yaitu agonis reseptor
GLP-1 yang terbukti memberikan manfaat
kardiovaskular atau SGLT-2 inhibitor
yang terbukti memberikan manfaat
kardiovaskular.
◊ Dalam hal pemakaian SGLT-2 inhibitor
perlu diperhatikan labelling dan aturan
berkaitan dengan batasan eGFR untuk
inisiasi terapi tidak sama untuk masing
masing obat. Pada keadaan ketika agonis
reseptor GLP-1 atau SGLT-2 inhibitor
tidak dapat diberikan atau tidak tersedia,
dianjurkan pilihan kombinasi dengan obat
lain yang telah menunjukkan keamanan
terhadap kardiovaskular antara lain
insulin.
66
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
• Selanjutnya, jika diperlukan intensifikasi terapi
sebab belum mencapai target HbA1c <7%,
terapkan hal berikut untuk penambahan obat
berikutnya:
◊ Pertimbangkan menambah obat kelas
lain yang terbukti mempunyai manfaat
kardiovaskular.
TABEL : 7.6 menunjukkan PERAWATAN INTENSIF DM berdasarkan hasil HbA1c dan target evaluasi.1
TABEL : 7.6 PERAWATAN INTENSIF DM Berdasarkan Hasil HbA1c dan Target Evaluasi
Hasil
Laboratorium
saat Periksa
Terapi
Nonfarmakologi
Terapi Obat/Farmakologi Evaluasi
HbA1c < 7,5% Modifikasi gaya
hidup sehat
Monoterapi dengan salah satu obat:
- metformin
- sulfonylurea atau glinid
- glucosidase alpha inhibitor
- tiazolidinedion
- DPP-4 inhibitor
- SGLT-2 inhibitor
- agonis reseptor GLP-1
Jika HbA1c
belum mencapai
<7% dalam
3 bulan,
tambahkan obat
ke-2 (kombinasi
2 obat)
HbA1c ≥7,5% Modifikasi gaya
hidup sehat
Kombinasi dua obat dengan
mekanisme yang berbeda
Jika HbA1c
belum mencapai
<7% dalam
3 bulan,
tambahkan obat
ke-3 (kombinasi
3 obat)
Metformin atau obat lini pertama lain.
Kombinasi obat kedua:
- sulfonylurea atau glinid
- glucosidase alpha inhibitor
- tiazolidinedion
- DPP-4 inhibitor
- SGLT-2 inhibitor
- Insulin basal
- agonis reseptor GLP-1
Modifikasi gaya
hidup sehat
Kombinasi 3 obat dengan mekanisme
berbeda
Jika HbA1c
belum mencapai
<7% dalam
3 bulan,
tambahkan obat
insulin atau
intensifikasi
terapi insulin.
Metformin atau obat lini pertama lain.
Obat lini kedua.
Kombinasi obat ketiga:
- sulfonylurea atau glinid
- glucosidase alpha inhibitor
- tiazolidinedion
- DPP-4 inhibitor
- SGLT-2 inhibitor
- Insulin basal
- agonis reseptor GLP-1
◊ Berikan sulfonilurea generasi terbaru
dengan risiko hipoglikemia rendah atau
insulin.
◊ Berikan penghambat DPP-4, namun
hindari pemberian saxagliptin pada pasien
dengan gagal jantung.
◊ Hindari pemberian tiazolidinedion apabila
terdapat gagal jantung.
67
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
HbA1c >9% Modifikasi gaya
hidup sehat
Gejala klinis (+):
- Insulin ±obat-obatan lain
Jika HbA1c
belum mencapai
<7% dalam
3 bulan,
tambahkan obat
insulin atau
intensifikasi
terapi insulin.
Gejala klinis (-):
- Kombinasi dua obat, atau
- Kombinasi tiga obat
Catatan: obat agonis reseptor GLP-1 dan SGLT-2 inhibitor disarankan pada pasien DM
dengan komorbid atau komplikasi PKVA, gagal jantung dan penyakit ginjal kronis.
Gambar 7.1 di bawah ini menunjukkan pendekatan
penurunan risiko PKVA dengan terapi SGLT-2
inhibitor atau agonis reseptor GLP-1 bersama-
sama dengan terapi preventif sesuai dengan
panduan untuk tekanan darah, lipid, glikemia, dan
antiplatelet.7
Gambar 7.1 Pendekatan Penurunan Risiko PKVA
68
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
Gambar 7.2 Terapi Farmakologi pada Pasien DM dengan PKVA atau Risiko Tinggi PKVA, Gagal
Jantung, dan Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Gambar 7.2 di bawah ini menunjukkan alur terapi
farmakologi pada pasien DM dengan PKVA
atau risiko tinggi PKVA, gagal jantung, dan
penyakit ginjal kronik (PGK) yang menekankan
penggabungan (inkorporasi) terapi daripada
suatu terapi berurutan (sekuensial) yang mungkin
memerlukan modifikasi dosis.4
69
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
TABEL : 7.7 Saran PERAWATAN INTENSIF Farmakologi pada Pasien DM dengan PKVA, Risiko Tinggi
PKVA, Gagal Jantung, dan Penyakit Ginjal Kronik
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan PKVA, adanya
beberapa faktor risiko PKVA, atau penyakit ginjal diabetes
disarankan pemakaian SGLT-2 inhibitor dengan
manfaat kardiovaskular untuk mengurangi risiko kejadian
kardiovaskular dan atau rawat inap yang disebabkan sebab
gagal jantung.
I A
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan PKVA atau faktor risiko
multipel untuk PKVA, disarankan pemakaian agonis
reseptor GLP-1 yang mempunyai manfaat kardiovaskular
yang telah terbukti mengurangi risiko kejadian kardiovaskular.
I A
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan PKVA atau dengan
beberapa faktor risiko PKVA, terapi kombinasi dengan
SGLT-2 inhibitor dan agonis reseptor GLP-1 yang
mempunyai manfaat kardiovaskular dapat dipertimbangkan
untuk mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan
gangguan ginjal.
II A
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan gagal jantung dengan
penurunan fraksi ejeksi (HFrEF), disarankan
pemakaian SGLT-2 inhibitor yang terbukti memberikan
manfaat pada populasi pasien ini untuk mengurangi
risiko gagal jantung yang memburuk dan kematian yang
disebabkan sebab kardiovaskular.
I A
Pada mayoritas pasien DM tipe 2 tanpa riwayat PKVA,
gagal jantung dan penyakit ginjal kronik, metformin
disarankan sebagai obat terapi lini pertama sesudah
dilakukan evaluasi fungsi ginjal
I A
Pada pasien dengan DM tipe 2 dengan gagal jantung stabil,
metformin dapat dipertimbangkan untuk menurunkan
glukosa jika perkiraan laju filtrasi glomerulus masih >30 mL/
menit/1,73 m2 namun harus dihindari pada pasien gagal
jantung yang tidak stabil atau dirawat di rumah sakit atau ada
kontraindikasi lain.
IIa B
Obat DM tipe 2 yang menpunyai manfaat
untuk prevensi, baik primer maupun sekunder
terhadap penyakit kardiovaskular yaitu obat-
obatan yang berasal dari dua kelas obat, yaitu
inhibitor SGLT-2 dan agonis reseptor GLP-1.
Keduanya telah menunjukkan manfaat untuk
PKVA yang tidak bergantung pada kontrol
glikemiknya. Hasil meta-analysis inhibitor SGLT-
2 menunjukan fixed effect model untuk manfaat
pencegahan pada populasi pasien dengan faktor
risiko dan populasi pasien dengan riwayat
kardiovaskular sebelumnya. Dapagliflozin dan
canagliflozin menunjukan data baik prevensi
primer maupun sekunder untuk komplikasi
kardiovaskular. Sementara Empagliflozin telah
menunjukkan data pada prevensi PKVA sekunder.7,
8, 9, 10, 11
Berbagai pedoman, termasuk PERKENI
(2021), ESC/EASD (2019) dan ADA (2022)
menunjukkan bahwa inhibitor SGLT-2 yaitu
obat terapi pilihan untuk pasien DM2 dengan
PKVA dan risiko tinggi PKVA. Pedoman ADA
(2022) lebih lanjut memisahkan bahwa inhibitor
SGLT-2 yaitu obat terapi pilihan untuk pasien
DM dengan PKVA atau populasi berisiko tinggi
PKVA, serta populasi gagal jantung dan penyakit
ginjal kronis (lihat Gambar 7.2 dan TABEL : 7.6).
70
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
7. Pengelolaan Tekanan Darah pada
Pasien DM
Prevalensi hipertensi pada pasien DM cukup tinggi,
mencapai <67% sesudah 30 tahun pada DM tipe 1
dan >60% pada DM tipe 2. Target tekanan darah
sistolik (TDS) pada pasien DM yaitu 130 mmHg,
dan <130 mmHg jika dapat ditoleransi. pada
pasien dengan usia >65 tahun, target TDS yaitu
antara 130-139 mmHg. Target tekanan darah
diastolik (TDD) yaitu <80 mmHg, namun tidak
<70 mmHg. Kontrol tekanan darah yang optimal
dapat mengurangi risiko komplikasi mikrovaskular
dan makrovaskular.
8. Pengelolaan Dislipidemia pada
Pasien DM
Dislipidemia pada penyandang DM akan
meningkatkan risiko PKVA. pada pasien DM
tipe 2 dengan risiko kardiovaskular sedang,
target kolesterol LDL yaitu <100 mg/dL,
sedangkan pada pasien DM tipe 2 dengan risiko
kardiovaskular tinggi, disarankan target
kolesterol LDL <70 mg/dL dan penurunan
kolesterol LDL minimal 50%. pada pasien DM
tipe 2 dengan risiko kardiovaskular sangat tinggi,
target kolesterol LDL yaitu <55 mg/dL dan
Terapi antihipertensi yang
disarankan pada pasien hipertensi dengan
DM yaitu penghambat sistem renin-angiotensin-
aldosteron (RAAS), yaitu angiotensin-converting
enzyme inhibitor (ACE-I) atau penyekat reseptor
angiotensin (ARB), terutama dengan adanya
mikroalbuminuria, albuminuria, proteinuria,
atau hipertrofi ventrikel kiri. Kombinasi obat
antihipertensi yang disarankan yaitu
penyekat RAAS dengan penyekat kanal kalsium
(CCB) atau dengan diuretik thiazide/thiazide-like.
Pada pasien dengan prediabetes, yaitu TGT atau
GDPT, penyekat RAAS lebih dipilih daripada
penyekat beta atau diuretik untuk mengurangi
risiko DM awitan baru.
TABEL : 7.8 Saran PERAWATAN INTENSIF Tekanan Darah pada Prediabetes dan DM
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Obat antihipertensi disarankan untuk diberikan pada
pasien DM dengan TD klinik/kantor >140/90 mmHg.
I A
disarankan terapi individual pada pasien DM dengan
hipertensi. Target TDS yaitu sampai 130 mmHg dan <130
mmHg jika dapat ditoleransi, namun tidak <120 mmHg. Pada
pasien usia ≥65 tahun target TDS antara 130-139 mmHg.
I A
disarankan untuk target TDD <80 mmHg namun tidak
<70 mmHg
I C
Perubahan gaya hidup sehat disarankan pada semua
pasien DM dengan hipertensi.
I A
Obat penghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS),
yaitu angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-I) atau
penyekat reseptor angiotensin (ARB), disarankan
pada pasien DM dengan hipertensi terutama dengan adanya
mikroalbuminuria, albuminuria, proteinuria, atau hipertrofi
ventrikel kiri.
I A
disarankan untuk memulai terapi dengan penghambat
RAAS dengan penyekat kanal kalsium (CCB) atau dengan
diuretik thiazide/thiazide-like.
I A
71
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
TABEL : 7.9 Saran PERAWATAN INTENSIF Dislipidemia pada Prediabetes dan DM
Saran
Kelas
Saran
Tingkat
Bukti
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan risiko PKVA sedang,
disarankan target kolesterol LDL <100 mg/dL
I A
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan risiko PKVA tinggi,
disarankan target kolesterol LDL <70 mg/dL dan
penurunan kolesterol LDL sekurangnya 50%.
I A
Pada pasien dengan DM tipe 2 dan risiko PKVA sangat
tinggi, disarankan target kolesterol LDL <55 mg/dL
dan penurunan kolesterol LDL sekurangnya 50%.
I B
Pada pasien dengan DM tipe 2, target sekunder yaitu
kolesterol non-HDL, yaitu pada DM tipe 2 dan risiko PKVA
sangat tinggi, disarankan target kolesterol non-HDL
<85 mg/dL dan pada risiko PKVA tinggi target kolesterol
non-HDL <100 mg/dL.
I B
Obat golongan statin disarankan sebagai terapi
penurun lipid lini pertama pada pasien DM dan kadar
kolesterol LDL tinggi, sesuai dengan risiko PKVA dan target
kolesterol LDL.
I A
Jika target kolesterol LDL tidak tercapai dengan statin,
disarankan untuk dilakukan kombinasi dengan
ezetimibe.
I B
Pada pasien dengan risiko PKVA sangat tinggi dan kadar
kolesterol LDL persisten tinggi meskipun dengan terapi
statin maksimal yang dapat ditoleransi, dengan kombinasi
ezetimibe, atau pada pasien yang intoleransi statin,
di Saran terapi PCSK9 inhibitor.
I A
9. Pendekatan Multifaktorial pada
PERAWATAN INTENSIF DM
Pendekatan multifaktorial yang melibatkan
komponen prevensi baik primer maupun sekunder
sangat diperlukan untuk menurunkan risiko PKVA
pada pasien DM.12 TABEL : 7.10 menunjukkan
pendekatan multifaktorial dalam PERAWATAN INTENSIF DM
dengan target-target terapinya.
penurunan LDL minimal 50%. Selain target
kadar kolesterol LDL, pada pasien DM tipe 2
dengan risiko kardiovaskular sangat tinggi juga
disarankan target kolesterol non-HDL <85
mg/dL, dan <100 mg/dL pada pasien DM tipe
2 dengan risiko kardiovaskular tinggi. Jika target
kolesterol LDL belum dapat tercapai dengan terapi
statin, disarankan terapi kombinasi dengan
ezetimibe. pada pasien dengan risiko kardiovaskular
sangat tinggi, dengan kadar kolesterol LDL yang
persisten tinggi meskipun sudah diterapi dengan
dosis statin maksimal yang dapat ditoleransi,
dengan kombinasi dengan ezetimibe, atau pada
pasien dengan intoleransi statin, disarankan
terapi dengan penghambat PCSK9. Pasien DM
tipe 2 dengan kadar kolesterol HDL yang rendah
dan trigliserida yang tinggi disarankan
untuk melakukan intervensi gaya hidup dengan
berfokus terhadap penurunan berat badan, serta
pengurangan konsumsi karbohidrat yang cepat
diserap dan alkohol. Terapi fibrat juga dapat
dipertimbangkan.
72
Prevensi Komplikasi PKVA Pada Diabetes Melitus
TABEL : 7.10 Ringkasan Target Pengendalian Faktor Risiko secara Multifaktorial pada Prediabetes dan
DM 13, 14
Faktor Risiko Target PERAWATAN INTENSIF
Tekanan darah • Pada sebagian besar pasien: target TDS 130 mmHg, bila bisa
ditoleransi <130 mmHg, namun tidak <120 mmHg
• Pada pasien usia >65 tahun: target TDS 130-139 mmHg
Kontrol glikemik: HbA1c • Pada sebagian besar pasien: HbA1c <7%
• Target lebih ketat HbA1c <6,5% jika tidak risiko hipoglikemia atau
efek merugikan lain pada individu pasien tertentu.
• Pada usia lanjut: target lebih longgar HbA1c <8% atau ≤9%
Profil lipid: kolesterol LDL • Pada pasien risiko PKVA sangat tinggi: target kolesterol LDL <55
mmHg dan penurunan sekurangnya 50%
• Pada pasien risiko PKVA tinggi: target kolesterol LDL <70 mmHg
dan penurunan sekurangnya 50%
• Pada pasien risiko PVKA sedang: target kolesterol LDL<100 mmHg
Antiplatelet Diberikan pada pasien dengan risiko PKVA tinggi atau sangat tinggi
Merokok Wajib berhenti
Aktivitas fisik Aktivitas sedang-sampai-berat, ≥150 menit/minggu, kombinasi antara latihan
aerobik dan resisten
Berat badan Tujuan:
• Stabilisasi berat badan pada pasien DM overweight dan obese,
berdasarkan keseimbangan kalori.
• Penurunan berat badan pada pasien dengan TGT untuk mencegah
berkembangnya DM
Diet Penurunan asupan kalori pada pasien obese untuk menurunkan berat badan.
8
PERAWATAN INTENSIF Dislipidemia
sebagai Prevensi PKVA
1. Prevalensi Dislipidemia
Dislipidemia yaitu peningkatan kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, atau penurunan konsentrasi kolesterol HDL,
atau kombinas