mata b

 



pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak dijumpai paling banyak yaitu   

kelainan pada bola mata secara keseleruhan (42,8%). Kelainan pada retina dan lensa merupakan 

pemicu  utama gangguan penglihatan. pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan yang 

dapat diobati kelainan refraksi, katarak, afakia/pseudoafakia, glaukoma, retinopati prematuritas, 

uveitis, dan ambliopia. pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan yang tidak dapat dihindari 

yaitu anomali pada mata, distrofi retina, gangguan pada saraf optik, dan gangguan penglihatan 

kortikal.


Pendahuluan: Pencegahan kebutaan pada anak sebab  pemicu  yang dapat 

dihindari (avoidable blindness) menjadi salah satu prioritas dari World Health 

Organization (WHO). Prevalensi kebutaan pada anak-anak sebesar 6,3 per 

10.000 anak. Gangguan penglihatan pada anak akan mengganggu 

perkembangan fungsi visual, motorik, dan kognitif serta psikososial. Sekitar 50% 

pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak dapat dihindari. Tata 

laksana yang tepat akan menurunkan angka kejadian kebutaan pada anak 

sehingga diperlukan identifikasi pemicu  kebutaan pada anak. Metode: 

Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan search engine di beberapa 

database seperti PubMed, EuropePMC, Science Direct, dan Springer link dengan 

menggunakan kata kunci terkait topik. Hasil: pemicu  kebutaan pada anak 

sangat bervariasi dan dapat diklasifikasikan berdasar  kelainan pada lokasi 

anatomi mata dan organ lain yang terlibat. Kesimpulan: pemicu  gangguan 

penglihatan dan kebutaan pada anak dijumpai paling banyak yaitu   kelainan 

pada bola mata secara keseluruhan.


Kebutaan pada anak yaitu   salah satu prioritas World Health Organization (WHO) dalam 

usaha mencegah kebutaan sebab  pemicu  yang dapat dihindari (avoidable blindness) untuk 

mencapai “2030 in Sight”.

 Seorang anak dikatakan buta apabila usia dibawah 16 tahun dengan 

ketajaman penglihatan yang telah dikoreksi dibawah 3/60 (melihat jari tangan pada jarak 3 m) 

atau lapang pandang sentral dibawah 100

. Anak dengan gangguan penglihatan berat yaitu 

ketajaman penglihatan yang telah dikoreksi diatas 3/60 tetapi dibawah 6/60.2

Sekitar 596 juta orang di dunia mengalami gangguan penglihatan, 43 juta diantaranya 

mengalami kebutaan. Pada tahun 2050 diperkirakan sekitar 895 juta orang mengalami gangguan 

penglihatan, 61 juta diantataranya mengalami kebutaan.3 Prevalensi kebutaan pada anak-anak 

sebesar 6,3 per 10.000 anak, sedangkan prevalensi kebutaan uniokular yaitu   4,8 per 10.000 

anak.4 Mata yaitu   organ yang berfungsi sebagai penglihatan yang sangat berperan penting dalam 

kehidupan.5 Kemampuan melihat pada anak merupakan salah satu rangsangan sensorik yang 

penting untuk perkembangan seorang anak.6 Anak yang mengalami gangguan penglihatan pada 

usia dini dapat secara signifikan mengganggu perkembangan fungsi visual, motorik, dan kognitif 

serta menyebabkan konsekuensi psikososial yang merugikan.

Gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak juga berpengaruh pada kesehatan mental 

orang tua. Orang tua dari anak yang buta total merasakan tingkat stress yang lebih tinggi 

dibandingkan dengan yang gangguan penglihatan. Hal ini dikaitkan dengan kesulitan mengasuh 

anak dan memahami anak.8 Pentingnya fungsi penglihatan dalam banyak aspek menimbulkan 

stigma di masyarakat yang menimbulkan kekhawatiran orang tua terhadap masa depan anak.

 

Orang tua berisiko menarik diri dari lingkungan sosial sebab  perbedaan kesehatan fisik pada anak, 

mental terkait perawatan medis, tumbuh kembang anak dan pengalaman dikucilkan.

pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak sangat bervariasi pada berbagai 

negara di dunia. Kelainan anatomi mata seperti lensa, retina, kornea, uvea dan saraf dapat 

menganggu fungsi penglihatan hingga menyebabkan kebutaan.Penyakit yang dapat 

mengganggu fungsi penglihatan diantaranya kelainan refraksi, ambliopia, katarak, glaukoma dan 

lainnya.12 Sekitar 50% pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak-anak dapat 

dihindari. Tata laksana yang tepat pada anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat 

mencegah kebutaan dan meningkatkan kualitas hidup. berdasar  keadaan ini maka, penulis

tertarik membahas kajian ilmiah tentang pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada 

anak untuk mengetahui pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak.


Literature review ini menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil penelitian pada 

laporan ilmiah. Studi yang diambil berkaitan dengan pemicu  gangguan penglihatan dan 

kebutaan pada anak. Kata kunci pencarian telah ditentukan yaitu “Causes AND Visual impairment 

AND Blindness AND Child”. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan search engine di 

beberapa database seperti PubMed, EuropePMC, Science Direct, dan Springer Link. Pencarian 

literatur ini mengambil jurnal penelitian original yang sesuai dengan judul ilmiah ini. Jurnal yang 

dipilih memiliki ketentuan publikasi dalam waktu kurun 10 tahun terakhir, lokasi penelitian di 

negara berkembang, dan jurnal dalam bahasa negara kita  atau bahasa inggris.

berdasar  penelusuran literatur yang telah dilakukan didapatkan 7 jurnal yang berkaitan 

dengan topik ilmiah ini. pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak dapat bervariasi 

tergantung dari lokasi anatomi maupun organ yang terlibat. Lokasi tersebut dapat berada pada 

kornea, uvea, lensa, saraf optik, retina, maupun organ mata secara keseluruhan. Gangguan 

penglihatan dapat terjadi pada bola mata yang tampak normal namun mengalami gangguan 

fungsSekitar 85,7% studi menunjukkan bahwa gangguan penglihatan atau kebutaan lebih 

banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. berdasar  penelitian yang dilakukan oleh 

Panda, Gyawali, Huang dkk, kelainan pada bola mata merupakan pemicu  utama gangguan 

penglihatann dan kebutaan di India, Eritrea dan Myanmar.Studi di negara kita  dan 

Bangladesh didapatkan pemicu  utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak terjadi 

dengan bola mata tampak normal.Kelainan pada retina merupakan pemicu  utama 

gangguan penglihatan di Suriname dan studi yang dilakukan di Ghana pemicu nya yaitu   

kelainan pada lensa

Kasus yang dapat diobati paling umum yaitu   katarak, glaukoma, retinopati prematuritas, 

untuk kasus yang dapat dicegah yaitu   jaringan parut kornea akibat defisiensi vitamin A, infeksi 

ataupun trauma, sedangkan yang tidak dapat diobati yaitu   kelainan mata bawaan distrofi retina 

dan penyakit saraf optik. Studi yang dilakukan di negara kita , Ghana, Suriname, dan India 

menunjukkan bahwa sebagian besar kasus gangguan penglihatan atau kebutaan itu dapat 

dihindari dengan perbandingan yang dapat diobati lebih banyak dari yang dapat dicegah.

pemicu  utama gangguan penglihatan di Myanmar dan Bangladesh juga dapat dihindari namun, 

lebih banyak kasus yang dapat dicegah dibandingkan diobati. Kebanyakan kasus gangguan 

penglihatan dan kebutaan di Eritrea tidak dapat dihindari Studi yang dilakukan di India, banyak 

kasus gangguan penglihatan atau kebutaan akibat post operasi seperti opasitas kapsular posterior 

dan pseudoafakia/afakia dengan stimulus deprivation amblyopia sehingga perlunya pemeriksaan 

dan tata laksana lebih awal.

Pada 57% studi didapatkan pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan tidak diketahui 

sebab  sebagian besar kelainan telah ada sejak lahir seperti anoftalmus, buftalmus dan katarak 

yang tidak berhubungan dengan penyakit keturunan ataupun faktor tertentu yang terjadi selama 

dalam kandungan. Faktor lain yang dapat menjadi pemicu  gangguan penglihatan atau kebutaan 

yaitu faktor perinatal seperti retinopati prematuritas dan hipoksia serebral, faktor intrauterin 

seperti rubella dan toksoplasmosis, dan faktor lainnya seperti defisiensi vitamin A, trauma ataupun 

pengobatan tradisional yang berbahaya. Studi di Bangladesh sebagian besar kasus kebutaan 

kortikal memiliki riwayat hipoksia serebral dan kejang neonatal/postnatal.


pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak ada yang dapat dihindari 

(avoidable) dan tidak dapat dihindari (unavoidable). pemicu  gangguan penglihatan dan 

kebutaan yang dapat dihindari (avoidable) dibagi menjadi dua yaitu dapat dicegah (preventable)

dan dapat diobati (treatable). Beberapa pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak 

yang terjadi di negara berkembang sebenarnya dapat dihindari dengan pencegahan ataupun 

pengobatan. pemicu  gangguan penglihatan dan kebutaan yang dapat dicegah yaitu defisiensi 

vitamin A, trauma, infeksi, dan pengobatan tradisional yang berbahaya. pemicu  gangguan 

penglihatan dan kebutaan yang dapat diobati kelainan refraksi, katarak, afakia/pseudoafakia, 

glaukoma, retinopati prematuritas, uveitis, dan ambliopia. pemicu  gangguan penglihatan dan 

kebutaan yang tidak dapat dihindari yaitu anomali pada mata, distrofi retina, gangguan pada saraf 

optik, dan gangguan penglihatan kortikal. 

Defisiensi vitamin A mungkin merupakan kasus yang sedikit di negara maju tetapi di negara 

berkembang hal ini masih merupakan masalah serius dalam menyebabkan kebutaan pada 

anak.Infeksi campak mengakibatkan penipisan simpanan vitamin A.22 Vitamin A memiliki dua 

peran penting di mata manusia. Diperlukan untuk fungsi normal dari sistem visual dan untuk 

menjaga integritas sel epitel. Di retina Vitamin A merupakan prekursor fotopigmen di retina, 

yang memiliki peran penting dalam sistem penglihatan.Sistem rhodopsin pada sel batang retina 

jauh lebih sensitif terhadap kekurangan vitamin A daripada sistem iodopsin pada sel kerucut 

retina. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi batang secara dini, menyebabkan gangguan 

penglihatan dalam cahaya redup atau nyctalopia.25 Vitamin A juga penting dalam menjaga 

integritas dalam diferensiasi dan proliferasi epitel konjungtiva dan kornea. Kekurangan vitamin A 

dapat menyebabkan xerosis konjungtiva dan kornea, ulkus kornea, keratomalacia, dan jaringan 

parut kornea.

Retinopati prematuritas yaitu   kelainan vasoproliferatif retina yang terjadi terutama pada 

bayi baru lahir prematur.

28 Pada tahun 2010 secara global diperkirakan 184.700 bayi prematur 

mengalami retinopati prematuritas dengan stadium apapun, 20.000 diantaranya menjadi buta 

atau gangguan penglihatan berat.Retinopati prematuritas adanya neovaskularisasi yang 

abnormal yang dapat terjadi melalui 2 fase. Fase pertama terhentinya pertumbuhan vaskular pada 

retina sebab  hiperoksia yang terjadi segera sesudah  lahir sebab  udara ruangan merupakan 

toksisitas oksigen bagi bayi prematur.30 Fase kedua yaitu   induksi hipoksia vasoproliferatif 

patologis. Vaskularisasi yang tidak lengkap menyebabkan pelepasan faktor angiogenik termasuk 

VEGF dan eritropoietin ke neovaskular sehingga mengakibatkan fibrosis intraokular dan ablasio 

retina.31,32 Pilihan terapi pada retinopati prematuritas yaitu krioterapi, fotokoagulasi laser, terapi 

anti-VEGF, dan terapi bedah Pencegahan kebutaan akibat retinopati prematuritas memerlukan 

identifikasi faktor risiko. Prematuritas dan berat badan lahir rendah merupakan faktor paling 

penting hal ini dapat dicegah dengan pemeriksaan dan perawatan selama kehamilan. Penting 

untuk memberikan oksigen yang sesuai agar tingkat keparahan penyakit tidak berkembang.Dan 

penting melakukan identifikasi dan terapi sejak awal pada retinopati prematuritas untuk 

mencegah kebutaan.

Katarak kongenital yaitu   abnormalitas pada lensa yang dapat terjadi secara unilateran 

ataupun bilateral terjadi sesudah  lahir sampai usia 12 bulan yang dapat mempengaruhi 

perkembangan penglihatan Prevalensi katarak yaitu   4.24 per 10.000 anak di Asia.38 Mutasi 

genetik kemungkinan merupakan pemicu  paling umum dengan sifat pewarisannya paling sering 

dominan autosomal meskipun dapat terkait-X atau resesif autosomal. Katarak kongenital dapat 

disebabkan oleh faktor hereditas ataupun non hereditas. Faktor hereditas yang berhubungan 

yaitu   faktor keturunan/genetik, kelainan kromosong, kehilangan heterozigonitas, dan kelainan 

mitokondria. Faktor non hereditas terkait dengan trauma, infeksi kongenital, obat-obatan, radiasi 

dan paparan teratogen lainnya.40 Pada kekeruhan lensa yang signifikan operasi katarak unilateral 

dapat dilakukan pada usia 6 minggu dan bilateral pada usia 8 minggu. Implantasi intra okular 

lensa (pseudoafakia) pasca operasi katarak memiliki risiko miopia akibat maturitas okular.Akibat 

ketidakmampuan untuk memprediksi pemanjangan aksial pada mata anak menyebabkan ahli 

bedah lebih memilih afakia untuk operasi yang dilakukan sebelum usia 6 bulan.

Atrofi saraf optik yaitu   istilah patologis yang mengacu pada penyusutan saraf optik yang 

disebabkan oleh degenerasi akson sel ganglion retina. sistem saraf tepi memiliki kemampuan 

intrinsik untuk perbaikan dan regenerasi sedangkan sistem saraf pusat sebagian besar tidak 

mampu melakukan proses tersebut.43 Atrofi saraf optik bukanlah penyakit, melainkan tanda yang 

mengingatkan dokter mata akan kondisi yang berpotensi lebih serius sehingga perlu pemeriksaan 

menyeluruh untuk mengetahui pemicu , diagnosis dan intervensi yang tepat agar tidak terjadi 

kecacatan visual dan morbiditas sistemik. Atrofi optik dapat disebabkan oleh tumor, autoimun, 

iskemik/vaskular, trauma, malformasi kongenital, keturunan dan gangguan metabolik.

Ptisis bulbi yaitu   penyakit mata stadium akhir yang ditandai dengan penyusutan dan 

disorganisasi mata dengan hilangnya fungsional yang dihasilkan. Patogenesis phthisis merupakan 

respon okular akibat penyakit atau cedera berat yang awalnya adanya atrofi dan disorganisasi 

mengakibatkan hipotoni dan penyusutan komponen mata. pemicu  umum termasuk genetik, 

trauma, pembedahan, infeksi, peradangan, keganasan, ablasi retina, dan lesi vaskular.



Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah di Indonesia. 

Akibat dari gangguan penglihatan dapat mempengaruhi kualitas hidup 

penderita dan juga orang di sekelilingnya. Puskesmas sebagai pelayanan 

fasilitas kesehatan tingkat pertama memiliki peran dalam gangguan 

penglihatan dan kebutaan. Banyak usaha dilakukan untuk meningkatkan 

pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga 

kesehatan penglihatan. Upaya deteksi dini, pengobatan penyakit mata 

dan rujukan bagi kasus sulit telah dilakukan. Pencatatan kasus mata di 

Puskesmas juga memiliki peran di mana dapat memberikan informasi 

mengenai masalah kesehatan mata di fasilitas tingkat pertama. Penelitian 

ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi masalah mata di Puskesmas 

Kecamatan Kebun Jeruk.


Penelitian ini menggunakan studi deskriptif observasional dengan desain 

potong lintang. Data diperoleh dari data sekunder. Sebanyak 320.809 

pasien berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk terhitung bulan 

Januari hingga Juli 2018. Dan kasus mata yang ditangani di Puskesmas 

sebanyak 3623 kasus. Hasil dianalisa dengan SPSS V21.

HASIL

Hasilnya adalah kasus mata terbanyak adalah kelainan lensa (39%), 

kelainan konjungtiva (29%), kelainan kelopak, sistem lakrimalis dan 

orbita (22%), sebesar 3% kelainan sklera, iris, dan korpus siliaris, 

kelainan koroid dan retina, dan glaukoma, dan sebesar 1% kelainan 

korpus vitreus dan bola mata.

Mata adalah organ untuk melihat 

yang sangat penting dan dapat mempengaruhi 

kualitas hidup seseorang.(1) Mata merupakan 

salah satu indra yang penting dalam menyerap 

informasi. Sebagai organ yang unik, melalui 

mata informasi dapat diserap sekitar 20%. 

Namun, mata juga dapat mengalami gangguan, 

mulai dari gangguan ringan sampai yang 

berat di mana dapat terjadi kebutaan.

(2) Lebih dari 90% gangguan penglihatan 

di dunia terjasi di negara berkembang.(3,4) 

Setiap menit terdapat satu orang mengalami 

kebutaan. Menurut WHO 285 juta orang 

mengalami gangguan penglihatan, di mana 

39 juta mengalami kebutaan. Sesuai data 

tahun 2010, disebutkan juga bahwa 80 % dari 

gangguan penglihatan dapat dicegah.(5) Kedua 

penyebab utama dari gangguan penglihatan 

adalah gangguan refraksi (42%), dan katarak 

33%. Semakin bertambahnya usia gangguan 

penglihatan juga semakin meningkat.(2,4) 

Disebutkan bahwa 82 % kebutaan 65 % 

dengan gangguan sedang dan berat dialami 

oleh kelompok usia lebih dari 50 tahun.(2)

Prevalensi kebutaan nasional sebesar 0.4 

persen, jauh lebih kecil dibanding prevalensi 

kebutaan tahun 2007 (0.9%).(6) Menurut 

survey kesehatan mata tahun 1982 prevalensi 

kebutaan sekitar 1.2%, Riskesdas tahun 

2007 sebesar 0.9 %, Riskesdas tahun 2013 

sebesar 0.4% dengan validasi Perdami 0.6%.

(1) Prevalensi kebutaan pada usia 55-64 tahun 

sebesar 3.5%, dan usia 74 tahun ke atas 

sebesar 8.4% di mana angka ini menunjukkan 

prevalensi yang di atas 0.5% sehingga masih 

menjadi masalah kesehatan masyarakat.(5)

Vison 2020 dicanangkan, merupakan 

inisiatif global dengan tujuan mengurangi 

jumlah penyakit mata yang dapat 

menyebabkan kebutaan.(3,7,8) Tujuan yang ingin 

dicapai adalah mengeliminasi kebutaan pada 

gangguan mata yang dapat dicegah pada tahun 

2020.(3) WHO bersama dengan lebih dari 20 

organisasi non pemerintah internasional yang 

terlibat dalam perawatan mata dan pencegahan 

dan manajemen kebutaan yang terdiri dari 

Badan Internasional untuk Pencegahan 

Kebutaan (IAPB). Untuk menanggulangi 

masalah kebutaan sendiri di Indonesia, 

Kemenkes telah mengembangkan strategi– 

strategi mengenai Rencana Strategi Nasional 

Penanggulangan Gangguan Penglihatan 

dan Kebutaan untuk mensukseskan program 

Vision 2020.(7,8)

Upaya dalam menaggulangi 

gangguan penglihatan di Indonesia 

merupakan tanggung jawab semua pihak. Berbagai usaha dilaksanakan untuk 

meningkatkan pengetahuan dan kesadaran 

masyarakat terhadap pentingnya menjaga 

kesehatan penglihatan.(9) Data prevalensi 

dasar sangat penting untuk merencanakan 

strategi pencegahan kebutaan.(3) Upaya 

deteksi dini, pengobatan penyakit mata 

dan rujukan kasus–kasus yang tidak dapat 

ditangani juga dilakukan. Tidak terkecuali, 

puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat 

pertama memiliki peranan yang penting 

dalam penyelenggaraan upaya kesehatan 

masyarakat, di mana mengedepankan 

promotif dan preventif demi mencapai derajat 

kesehatan yang terbaik. Puskesmas sebagai 

ujung tombak pelayanan kesehatan mata 

di masyarakat dengan memperkuat sistem 

rujukan ke rumah sakit dan BKMM.(9)

Berdasarkan peran serta fasilitas 

kesehatan primer dalam pelayanan kesehatan 

mata, maka ingin diketahui jumlah masalah 

penyakit mata yang terdapat di Puskesmas 

Kecamatan Kebon Jeruk pada bulan Janurari￾Juli 2018.


Penelitian ini merupakan studi 

cross sectional dengan desain deskriptif 

observasional. Pengumpulan data 

menggunakan data sekunder rekam medis 

dari Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dari 

bulan Januari – Juli 2018. Populasi adalah 

seluruh pasien yang berobat ke Puskesmas 

Kecamatan Kebon Jeruk pada bulan Januari–

Juli 2018. Sampel yang diambil adalah 

seluruh pasien yang datang berobat dan 

mengalami masalah pada mata.

Semua data yang dikumpulkan 

dilakukan pengeditan dan dianalisa 

menggunakan SPSS V.21 dan disajikan dalam 

bentuk deskriptif melalui tabel dan diagram.

HASIL

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa 

jumlah total kasus mata yang didapatkan di 

Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk sebesar 

3623 kasus. Terbanyak adalah kasus kelainan 

lensa dengan jumlah 1409 kasus. Kelainan 

lensa di sini termasuk di antaranya adalah 

katarak, yang mana dilakukan pengobatan 

rujukan ke rumah sakit. Disusul berikutnya 

ada kasus kelainan konjungtiva sebanyak 

1068 kasus, termasuk di antaranya adalah 

konjungtivits. Lalu kelainan kelopak, sistem 

lakrimalis, dan orbita sebanyak 783 kasus, 

kelainan koroid dan retina sebesar 120 kasus, 

glaukoma sebesar 117 kasus, sisanya kelainan 

sklera, iris, korpus siliaris sebesar 101 kasus, 

dan kelainan korpus vitreus dan bola mata 

sebanyak 25 kasus.

Pada Gambar 1 menunjukkan 

diagram di mana sebesar 39 % penyakit mata 

merupakan kelainan lensa, sebanyak 29% 

merupakan kelainan konjungtiva, sebesar 

22% kelainan kelopak, sistem lakrimalis dan 

orbita. Sebanyak 3% merupakan penyakit 

kelainan sclera, iris, korpus siliaris, kelainan 

koroid, retina, dan glaukoma. Sisanya 

sebanyak 1% adalah kelainan korpus vitreus 

dan bola mata.


Pada penelitian didapatkan kelainan 

lensa menjadi masalah kesehatan mata 

tertinggi di puskesmas kecamatan Kebun 

Jeruk yaitu mencapai 39%. Hal ini sesuai dengan penelitian Thapa R et al.(4) yang 

menyatakan katarak menjadi penyebab 

tertinggi penurunan penglihatan yaitu 

mencapai 68% di Nepal, Bourne RRA et al.(10)

yang menyatakan pada tahun 2015 katarak 

merupakan penyebab penurunan penglihatan 

tertinggi di negara maju (Australia dan Eropa 

Tengah). Pascolini(11) meyatakan katarak 

menjadi penyebab kebutaan yang utama 

(51%), Correia M et al(12) menyatakan katarak 

adalah penyebab kebutaan tertinggi di Timor 

Leste yaitu mencapai 79.4%. Gamra HA et 

al(13) juga menyatakan katarak dan glaukoma 

menjadi penyebab kebutaan tertinggi di 

Qatar. Berdasarkan data penyebab kebutaan 

tertinggi di Indonesia adalah Katarak.(7) Hal 

ini menunjukkan penanggulangan katarak 

oleh tindakan operasi yang baik sangatlah 

penting kurangnya untuk menurunkan angka 

kejadian katarak.(10) Seluruh aspek harus 

membantu menekan faktor penghambat yang 

ada di Indonesia yaitu kurangnya kepedulian 

masyarakat, pemerintah dan organisasi non 

pemerintah, sehingga dapat memberantas 

buta katarak dan mensukseskan vision 2020.(7)

Masalah kesehatan mata tertinggi kedua 

adalah kelainan konjungtiva. Pada penelitian 

ini tidak secara spesifik menyatakan kelainan 

konjuntiva yang menjadi penyebab. Namun 

konjungtivitis sering ditemukan sebagai kasus 

infeksi mata yaitu mencapai 2% dari populasi.

(14) Konjungtivitis dapat mengenai segala usia, 

seluruh tingkat ekonomi dan sosial.(15) Kasus 

infeksi ini perlu diperhatikan karena walau 

pada sebagian kasus dapat sembuh dengan 

sendirinya namun sebagian lainnya dapat 

progresif dan menyebabkan komplikasi yang 

serius dan dapat menyebabkan gangguan 

penglihatan.(11) 

Kelainan kelopak, lakrimal dan orbita 

menjadi masalah kesehatan mata ketiga yang 

ditemukan pada penelitian ini. Namun tidak 

dijelaskan secara luas apa saja yang menjadi 

penyebabnya. 

Keterbatasan pada penelitian ini adalah 

data yang diperoleh berasal dari data sekunder, 

hasil pencatatan berdasarkan kelompok 

penyakit Jaminan Kesehatan Nasional yang 

tidak menguraikan jenis penyakit secara detail. 

Selain itru pemeriksaan tidak dilakukan oleh 

spesialis mata sehingga dapat menimbulkan 

kesalahan dalam menarik kesimpulan jenis 

kelompok penyakit mata dan hal ini adalah 

merupakan faktor yang dapat menimbulkan 

bias pada hasil penelitian ini. 

Kasus kebutaan yang dapat dilakukan 

pencegahan mencapai 80%.(5,11) Hal ini 

menunjukkan bahwa kebutaan dimasa yang 

akan datang dapat kita cegah bila seluruh aspek 

masyarakat dan pemerintah mulai melakukan tindakan yang tepat sejak saat ini. Resnikoff 

et al(16) menyatakan bahwa penurunan tajam 

penglihatan akan mempengaruhi kualitas 

hidup, pendidikan dan kesempatan pekerjaan. 

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk 

merencanakan tindakan apa yang sebaiknya 

dilakukan guna menekan angka kebutaan di 

masa yang akan datang.

Penelitian selanjutnya, disarankan 

untuk menggunakan metode analitik 

deskriptif untuk mencari analisa hubungan 

antara jenis kelamin, usia, dan faktor resiko 

yang berkaitan dengan masalah kesehatan 

mata. Selain itu pengumpulan data dapat 

lebih spesifik kepada diagnosis penyakit 

sehingga dapat dilakukan pencegahan yang 

lebih baik terhadap masalah kesehatan mata.


Berdasarkan hasil dari penelitian 

yang sudah dilaksanakan maka dapat ditarik 

kesimpulan sebagai berikut. Kelainan lensa 

mata merupakan penyakit terbanyak yang 

ditemukan di Puskesmas Kecamatan Kebon 

Jeruk sebesar 39% yaitu sebanyak 1409 pasien. 

Penyakit kedua terbanyak adalah kelainan 

konjungtiva sebesar 29% atau sebanyak 1068 

pasien, dan terbanyak ketiga adalah kelainan 

kelopak, sistem lakrimaslis, dan orbita sebesar 

22% sebanyak 783 pasien, sebanyak 3% 

merupakan kelainan koroid retina 120 pasien, 

sebesar 117 pasien menderita glaukoma,dan 

penyakit sclera, iris, korpus siliaris sebanyak 

101 pasien. Terakhir sebanyak 1 % adalah 

kelainan korpus vitreus dan bola mata atau 

sebanyak 25 pasien.